Anda di halaman 1dari 13

DESAIN POLA OPERASI TERMINAL PETI KEMAS

PELABUHAN BITUNG TAHAP 1,


____________KOTA BITUNG, PROVINSI SULAWESI UTARA_____________
Design of Container Terminal Operations at Pelabuhan Bitung Phase 1,
Bitung City, North Sulawesi Province

Dewinta Kirana Pratisti1 dan Andojo Wurjanto2


Program Studi Teknik Kelautan
Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan
Institut Teknologi Bandung
Jalan Ganesha Nomor 10 Bandung 40132
1
dwnt98@gmail.com dan 2andojowurjanto@gmail.com

Abstrak : Pelabuhan Bitung yang berlokasi di Kota Bitung, Provinsi Sulawesi Utara direncanakan sebagai Pelabuhan
Hub Internasional untuk mendukung keberjalanan Program Tol Laut. Untuk mewujudkan peran Pelabuhan Bitung sebagai
Pelabuhan Hub Internasional maka dalam Tugas Akhir ini akan dibahas mengenai Desain Pola Operasi Terminal Peti
Kemas Pelabuhan Bitung Tahap 1. Desain Pola Operasi didasarkan pada Rencana Induk Pelabuhan yang telah ditetapkan
oleh pemerintah. Desain pola operasi meliputi desain pola operasi dermaga, desain pola operasi lapangan penumpukan
serta perhitungan biaya kapital dan tarif handling peti kemas. Desain pola operasi dermaga meliputi desain area dermaga,
kombinasi kapal yang bertambat, penentuan alat handling serta perhitungan kapasitas desain handling peti kemas di
dermaga. Desain pola operasi lapangan penumpukan meliputi desain area lapangan penumpukan, penentuan alat
transportasi horizontal, perhitungan kapasitas desain handling peti kemas di lapangan penumpukan serta pola operasi
transportasi horizontal. Perhitungan biaya dan tarif handling peti kemas meliputi perhitungan harga peralatan, perhitungan
biaya kapital, perhitungan pengeluaran dan pemasukan per tahun serta penentuan tarif handling peti kemas. Perhitungan
biaya dan tarif handling peti kemas dilakukan dengan skenario pengadaan total, biaya investasi awal bersifat pinjaman
dengan payback period selama 10 tahun.

Kata Kunci: Operasi Terminal, Peti Kemas, Produktivitas, Kapasitas, Biaya, Tarif, Pelabuhan Bitung

Abstract : Pelabuhan Bitung which located in Bitung City, North Sulawesi Province is planned as an International Hub
Port to support the operation of a program called Tol Laut. To realize the role of Pelabuhan Bitung as an International
Hub Port, this Final Project will discuss the Design of Container Terminal Operations at Pelabuhan Bitung Phase 1. The
design of container terminal operations is based on the Port Master Plan that has been established by the government.
The design of container terminal operations includes the design of the apron operations, the design of the container yard
operations and the calculation of capital costs and container handling tariffs. The design of the dock operations includes
the design of the dock area, the combination of berthing vessels, the determination of handling equipment and the
calculation of the design capacity of container handling at the dock. The design of the container yard operations includes
the design of the container yard area, the determination of horizontal transportation, the calculation of design capacity
of container handling in the container yard and horizontal transportation operations. The calculation of container
handling tariffs includes the calculation of equipment costs, calculation of capital costs, calculation of expenses and
revenues per year also the determination of container handling tariffs. The calculation of container handling costs and
tariffs is done with a total procurement scenario and with an initial investment as a loan with a payback period of 10
years.

Keywords: Terminal Operations, Container, Productivity, Capacity, Cost, Tariff, Pelabuhan Bitung
PENDAHULUAN meliputi desain pola operasi handling peti
kemas di dermaga, desain pola operasi
Dengan perkembangan kapal peti handling peti kemas di lapangan penumpukan,
kemas maka dalam satu waktu, muatan dapat analisa kapasitas handling terminal peti kemas,
berpindah lebih banyak, lebih beragam dan perhitungan biaya peralatan terminal peti
lebih cepat sehingga tarif transportasi pun kemas dan perhitungan tarif handling peti
semakin rendah. Tarif transportasi yang kemas.
semakin rendah akan semakin mendukung
terciptanya perdagangan global. TEORI DAN METODOLOGI
Kini 90% perdagangan global
ditransportasikan melalui laut (Kementerian Metode dalam penulisan Tugas Akhir
Perhubungan Republik Indonesia, 2018). ini ditunjukan dalam bentuk diagram alir pada
Adapun diantaranya, 40% perdagangan global Gambar 1.
ditransportasikan melalui perairan Indonesia
(Kementerian Perhubungan Republik Perhitungan kapasitas area dan
Indonesia, 2018). Hal ini disebabkan posisi kapasitas handling peti kemas di dermaga dan
geografis Indonesia yang sangat strategis di lapangan penumpukan (Thoresen, 2014)
dalam jalur perdagangan dunia. Khususnya, dilakukan sebagai berikut.
posisi Indonesia di Kawasan Asia Pasifik yang
sangat prospektif (Salim, 2014). a) Berth Occupancy Ratio
Indonesia yang terdiri dari 13,466 Berth Occupancy Ratio (BOR) ditentukan
pulau (Badan Informasi Geospasial, 2015) dengan persamaan (1).
harus terhubung melalui perairan seluas
(𝑻𝑾𝑻𝑪 )(𝟏𝟎𝟎)
6,315.222 km2 (Badan Informasi Geospasial, 𝑩𝑶𝑹 =
𝑾 𝑾 (1)
2015) dengan konektivitas laut yang efektif. (𝑩𝑵 ) ( 𝑺𝑫 𝑯 )
Konektivitas tersebut dapat diwujudkan 𝑪𝑺
dengan pembangunan infrastruktur melalui
dimana :
program tol laut (Prihartono, 2015). Tol laut
BOR = berth occupancy ratio (BOR)
merupakan program yang mendukung
TWTC = jam kerja total kapal peti
pelayaran rutin dari ujung barat hingga ujung
kemas dari berthing hingga
timur Indonesia.
unberthing
Program tol laut didukung oleh 24
BN = jumlah tambatan
pelabuhan strategis. Diantara 24 pelabuhan
WD = jumlah hari kerja per minggu
tersebut, program tol laut didukung oleh enam
WH = jumlah jam kerja per hari
pelabuhan utama yakni Pelabuhan Kuala
SCS = jumlah kapal peti kemas yang
Tanjung di Medan, Pelabuhan Tanjung Priok
bertambat per minggu
di Jakarta, Pelabuhan Tanjung Perak di
Surabaya, Pelabuhan Makassar di Makassar, Selain itu, BOR dapat ditentukan dengan
Pelabuhan Bitung di Bitung dan Pelabuhan persamaan (2).
Teluk Bintuni di Sorong. Adapun diantara
enam pelabuhan tersebut, ditetapkan dua (𝑮𝑺𝑻𝑺 )(𝟏𝟎𝟎)
pelabuhan hub internasional yakni Pelabuhan 𝑩𝑶𝑹 = (2)
(𝑩𝑵 )(𝑾𝑫 𝑾𝑯 )
Kuala Tanjung dan Pelabuhan Bitung
(Peraturan Presiden No.48 Tahun 2014). dimana :
Untuk dapat mengoptimalkan aktivitas BOR = berth occupancy ratio (BOR)
di Terminal Peti Kemas Pelabuhan Bitung, GSTS = total jam kerja crane per
dibutuhkan manajemen dan pola operasi minggu (termasuk peak hour)
pelabuhan yang baik. Oleh karena itu, pada BN = jumlah tambatan
Tugas Akhir ini akan dibahas mengenai desain WD = jumlah hari kerja per minggu
pola operasi pada Terminal Peti Kemas WH = jumlah jam kerja per hari
Pelabuhan Bitung, Kota Bitung, Provinsi
Sulawesi Utara, Indonesia. Desain pola operasi
1
Ya Ya

Tidak Tidak

Ya

Tidak

Gambar 1 Diagram Alir Metodologi Umum Pengerjaan Tugas Akhir

2
b) Jumlah Kapal Peti kemas yang Bertambat CBOX = jumlah boks peti kemas yang
per Minggu ditangani per minggu
Jumlah Kapal Peti Kemas yang Bertambat CTEUB = kapasitas handling peti kemas
per Minggu (SCS) ditentukan dengan di dermaga per tahun
persamaan (3). P = peak factor per minggu (1,1-
1,3)
𝑪𝑩𝑶𝑿 WW = jumlah minggu kerja per
𝑺𝑪𝑺 = (3)
𝑺𝑩𝑪𝑺 tahun (50 minggu)
RBT = perbandingan antara jumlah
dimana : peti kemas dalam boks dengan
SCS = jumlah kapal peti kemas yang jumlah peti kemas dalam TEU
bertambat per minggu (1,4-1,7)
CBOX = jumlah boks peti kemas yang
ditangani per minggu e) Kapasitas Handling Peti Kemas di
SBCS = jumlah boks peti kemas yang Dermaga per Tahun
diangkut dalam satu kapal peti Kapasitas Handling Peti Kemas di
kemas Dermaga per Tahun (CTEUB) ditentukan
dengan persamaan (6).
c) Waktu Bongkar Muat
𝑪𝑻𝑬𝑼𝑩
Waktu Bongkar Muat (TWTC) ditentukan (𝑩𝑶𝑹)(𝑩𝑵 )(𝑾𝑫 )(𝑾𝑯 )(𝑾𝑾 )(𝑹𝑩𝑻 )(𝑪𝑵 )(𝑮𝑩𝑯 )(𝑳𝑺𝑪 )(𝑾𝑪𝑻 ) (6)
=
dengan persamaan (4). 𝟏𝟎𝟎 (𝑷)

(𝑺𝑩𝑪𝑺 ) dimana :
𝑻𝑾𝑻𝑪 = (4) CTEUB = kapasitas handling peti kemas
(𝑪𝑵 )(𝑮𝑩𝑯 )(𝑳𝑺𝑪 )(𝑾𝑪𝑻 )
di dermaga per tahun
dimana : BOR = berth occupancy ratio (BOR)
TWTC = jam kerja total kapal peti BN = jumlah tambatan
kemas dari berthing hingga WD = jumlah hari kerja per minggu
unberthing WH = jumlah jam kerja per hari
SBCS = jumlah boks peti kemas yang WW = jumlah minggu kerja per
diangkut dalam satu kapal peti tahun (50 minggu)
kemas RBT = perbandingan antara jumlah
CN = jumlah STS Crane yang peti kemas dalam boks dengan
beroperasi pada tiap kapal jumlah peti kemas dalam TEU
GBH = produktivitas crane (boks/ (1,4-1,7)
jam) CN = jumlah STS Crane yang
LSC = waktu jam kerja dari mulai beroperasi pada tiap kapal
hingga selesai operasi yang GBH = produktivitas crane (boks/
relatif terhadap waktu output jam)
dasar (0,8-0,9) LSC = waktu jam kerja dari mulai
WCT = waktu efektif kerja crane hingga selesai operasi yang
yang relatif terhadap waktu relatif terhadap waktu output
kapal bertambat (0,7-0,9) dasar (0,8-0,9)
WCT = waktu efektif kerja crane
d) Jumlah Boks yang Ditangani per Minggu yang relatif terhadap waktu
kapal bertambat (0,7-0,9)
Jumlah Boks yang Ditangani per Minggu
P = peak factor per minggu (1,1-
(CBOX) ditentukan dengan persamaan (5).
1,3)
(𝑪𝑻𝑬𝑼𝑩 )(𝑷)
𝑪𝑩𝑶𝑿 = (5)
(𝑾𝑾 )(𝑹𝑩𝑻 )

d mana :
3
f) Kapasitas Handling Peti Kemas di mendatang (future value) melalui persamaan
Lapangan Penumpukan per Tahun (8) dan (9) (Materi Kuliah KL3105 – Ekonomi
Kapasitas Handling Peti Kemas di Rekayasa) berikut.
Lapangan Penumpukan per Tahun (CTEUY)
ditentukan dengan persamaan (7). 𝑭 = 𝑷(𝟏 + 𝒊)𝑵 (8)

(𝑨𝑻 )(𝟑𝟔𝟓)(𝑯)(𝑵)(𝑳)(𝑺) 𝟏 (9)


𝑪𝑻𝑬𝑼𝒀 = (7) 𝑷=𝑭
(𝑨𝑻𝑬𝑼 )(𝑫)(𝟏 + 𝑩𝒇 ) (𝟏 + 𝒊)𝑵

dimana :
dimana :
F = future value
CTEUY = kapasitas handling peti kemas
P = present value
di lapangan penumpukan per
i = nilai inflasi/ suku bunga/ discount
tahun
rate
AT = luas total area lapangan
N = tahun ke-N
penumpukan
H = perbandingan antara rata-rata Payback period adalah waktu yang
tinggi tumpukan dengan tinggi diperlukan untuk kembalinya nilai investasi
tumpukan maksimum (0,5-0,8) dengan adanya pemasukan yang diperoleh dari
N = perbandingan antara luas beroperasinya suatu proyek. Payback period
lapangan penumpukan primer ditentukan dengan persamaan (10) dan (11).
dengan luas total area lapangan
(0,6-0,75) 𝑵𝑷𝑽 = 𝟎 (10)
L = faktor layout berdasarkan
bentuk area terminal (11)
𝑵𝑷𝑽 = 𝑷𝑽𝒐 − 𝑷𝑽𝒊
= 1,0 untuk area terminal
berbentuk rectangular dimana :
= 0,75 untuk area terminal NPV = nett present value
berbentuk triangular PVo = outcome present value
S = faktor segregrasi akibat PVi = income present value
tujuan pengiriman peti kemas
yang berbeda, sistem HASIL DAN PEMBAHASAN
pemeliharaan peti kemas,
prosedur dan lain lain (0,8-1) Desain dan perhitungan didasarkan pada
ATEU = luas total area yang Rencana Induk Pelabuhan Bitung.
dibutuhkan untuk pekerjaan
penumpukan peti kemas (sesuai A. Desain Area Dermaga
dengan sistem handling peti
Dalam merancang dermaga terminal peti
kemas, tinggi tumpukan
kemas, terdapat beberapa ketentuan umum
maksimum dan layout
terkait lebar dermaga dari handbook
penumpukan peti kemas)
Thoresen, 2014. Sehingga ditentukan
D = dwelling time rata-rata
spesifikasi desain lebar dermaga terminal peti
Bf = faktor buffer storage di depan
kemas pada Tugas Akhir ini pada Gambar 2
lapangan penumpukan (0,05-
sebagai berikut.
0,1)
a) Jarak dari ujung dermaga ke rel crane arah
Nilai uang akan berubah seiring
laut (waterside) sebesar 2,5 m.
dengan perubahan waktu. Hal ini disebabkan
b) Jarak antar rel crane sebesar 35 m
oleh adanya inflasi, perubahan suku bunga,
termasuk lajur truk pengangkut peti kemas
perubahan kebijakan pemerintah dalam hal
untuk keperluan transportasi horizontal
perpajakan dan sebagainya. Sehingga
peti kemas.
ditentukan hubungan antara nilai uang masa
kini (present value) dan nilai uang masa
4
c) Area traffic atau jalan di belakang rel Tabel 1 Spesifikasi Desain Area STS Crane pada Dermaga
crane arah darat (landslide) sebagai batas
dermaga dan lapangan penumpukan Komponen Nilai Satuan
primer sebesar 10 m. Gantry
35 m
Span
Outreach 50 m
Backreach 10 m
Lift Height 35 m
Clearance
under Still 16 m
Beam

Gambar 2 Desain Area Dermaga

B. Kombinasi Kapal yang Bertambat

Ditentukan satu kombinasi yang


memenuhi panjang dermaga yang tersedia
dengan kapasitas total kapal terbesar yakni
Gambar 4 Desain Area STS Crane
berupa tambatan 2 kapal Post Panamax II
yang ditunjukan pada Gambar 3. Hasil perhitungan durasi rata-rata
kegiatan hoisting/lowering 1 peti kemas
dengan menggunakan STS Crane adalah
sebesar 1,19 menit. Hasil perhitungan durasi
rata-rata kegiatan trolleying 1 peti kemas
Gambar 3 Desain Layout Dermaga dengan Kombinasi 2
dengan menggunakan STS Crane adalah
Kapal Post Panamax II sebesar 0,40 menit. Hasil perhitungan durasi
rata-rata kegiatan travelling 1 peti kemas
C. Alat Handling dengan menggunakan STS Crane adalah
sebesar 0,0021 menit. Sehingga dengan hasil
Ditentukan jumlah total alat handling peti perhitungan durasi rata-rata total kegiatan
kemas di dermaga Terminal Peti Kemas bongkar/muat 1 boks peti kemas sebesar 1,89
Pelabuhan Bitung sebanyak 8 unit Liebherr menit didapat besar produktivitas STS Crane
Super Post-Panamax STS Crane dengan 4 untuk kapal Post Panamax II sebesar 31
unit Liebherr Super Post-Panamax STS boks/jam. Sehingga didapat waktu
Crane per kapal Post Panamax II. bongkar/muat tiap kapal Post Panamax II
Spesifikasi desain area STS Crane pada selama 26,28 jam.
dermaga ditunjukan pada Tabel 1 dan Didapat kapasitas handling peti kemas
diilustrasikan pada Gambar 4. di dermaga Terminal Peti Kemas Pelabuhan
Bitung Tahap 1 sebesar 1.104.474 TEU/
tahun. Adapun hasil perhitungan tersebut
tidak memenuhi demand Terminal Peti Kemas
5
Pelabuhan Bitung Tahap 1 sebesar 1.594.315 Dipilih desain orientasi lapangan
TEU/ tahun (Kementerian Perhubungan penumpukan sejajar dermaga dengan jumlah
Republik Indonesia, 2014). TGS sebanyak 5.712 slot yang ditunjukan pada
Adapun upaya meningkatan Gambar 6.
produktivitas STS Crane diketahui dengan
melakukan studi literatur mengenai
penggunaan metode tandem lift sebesar
49,5%. Didapat kapasitas handling peti
kemas di dermaga Terminal Peti Kemas
Pelabuhan Bitung Tahap 1 dengan metode
tandem lift sebesar 1.638.898 TEU/ tahun.
Namun secara praktik, terdapat
beberapa kendala dan tantangan sebagai Gambar 6 Desain Orientasi Lapangan Penumpukan Sejajar
berikut. Dermaga
a) Penempatan peti kemas dari spreader STS
Sehingga dengan parameter perhitungan
Crane ke alat transportasi horizontal
kapasitas lapangan penumpukan yang
sangat krusial.
ditunjukan pada Tabel 2 didapat kapasitas area
b) Penggunaan alat AGV Twin memiliki
lapangan penumpukan yang sesuai dengan
beberapa kekurangan.
demand Pelabuhan Bitung adalah sebesar
c) Penempatan peti kemas di kapal peti
1.662.363 TEU/tahun. Adapun nilai kapasitas
kemas sangat krusial dengan
ini dihasilkan dengan jumlah tumpukan peti
menggunakan sistem single hoist.
kemas sebanyak 6 tiers.
d) Metode tandem lift dengan sistem double
hoist membutuhkan energi, biaya Tabel 2 Parameter Perhitungan Kapasitas Lapangan
investasi dan biaya perawatan yang lebih Penumpukan
tinggi.
Variabel Parameter Nilai Satuan Sumber
Jumlah total
D. Alat Penumpukan 𝑇𝐺𝑆 5.712
TGS
Jumlah
Ditentukan Rubber Tyred Gantry ℎ tumpukan 4–7
(RTG) Crane dari katalog Liebherr sebagai peti kemas
alat penumpukan peti kemas di lapangan Dwelling
SMI,
penumpukan Terminal Peti Kemas Pelabuhan 𝐷 time rata- 7 hari
2014
rata
Bitung Tahap 1.
Faktor
segregasi
E. Kapasitas Lapangan Penumpukan akibat
Thoresen,
𝑆 perbedaan 1
2014
Ilustrasi desain TEU Ground Slot sistem
ditunjukan pada Gambar 5. manajemen
peti kemas
Faktor
buffer
storage di Thoresen,
𝐵𝑓 0,075
depan 2014
lapangan
penumpukan

F. Jumlah Alat Penumpukan

Untuk keseluruhan lapangan


penumpukan dengan 24 blok dibutuhkan RTG
Crane sebanyak 24 unit.

Gambar 5 Tampak Atas TEU Ground Slot (TGS)


6
G. Produktivitas Alat Penumpukan produktivitas RTG Crane sebesar 52
boks/jam.
Dalam melakukan desain area alat
penumpukan yakni RTG Crane di lapangan H. Jenis Alat Transportasi Horizontal
penumpukan, dipertimbangkan beberapa
ketentuan meliputi ukuran dan spesifikasi RTG Ditentukan Port Tractor sebagai alat
Crane berdasarkan Thoresen dan spesifikasi transportasi horizontal di Terminal Peti Kemas
RTG Crane berdasarkan katalog Liebherr. Pelabuhan Bitung Tahap 1 dengan desain
Untuk blok peti kemas dengan 7 row dan 6 tier kecepatan port tractor sebesar 15 km/jam.
ditentukan area RTG Crane pada Gambar 7
dengan detail spesifikasi pada I. Jumlah Alat Transportasi Horizontal

Tabel 3 Spesifikasi Desain Area RTG Crane Ditentukan jumlah total alat
transportasi horizontal (port tractor) yang
Komponen Nilai Satuan dibutuhkan dalam melakukan kegiatan operasi
Gantry Span 26,5 m di Terminal Peti Kemas Pelabuhan Bitung
Lift Height 18,2 m Tahap 1 pada kondisi tersibuk sebanyak 106
unit dengan jumlah port tractor yang
Jarak antar RTG Crane 4 m
dibutuhkan tiap STS Crane sebanyak 3 unit
Jarak peti kemas dengan RTG Crane 2 m berdasarkan hasil simulasi pola operasi
Jarak truk dengan RTG Crane 2 m transportasi horizontal, 1 unit sebagai port
Safety clearance antar peti kemas 0,3 m
tractor yang melakukan kegiatan
bongkar/muat peti kemas di STS Crane, 1 unit
Jarak peti kemas dengan truk 0,6 m sebagai port tractor yang melakukan
bongkar/muat peti kemas di RTG Crane, 1 unit
sebagai back-up di STS Crane dan 1 unit
sebagai back-up di RTG Crane.

J. Daftar Harga Peralatan

Daftar harga peralatan handling peti


kemas yang digunakan dalam desain pola
operasi Terminal Peti Kemas Pelabuhan
Bitung Tahap 1 ditunjukan pada Tabel 4.
Perhitungan dilakukan dengan melakukan
penyesuaian harga alat berdasarkan negara
produsen alat.
Gambar 7 Desain Area RTG Crane K. Biaya Kapital
Perhitungan durasi rata-rata kegiatan Biaya kapital ditunjukan pada Tabel 5
hoisting/lowering 1 peti kemas dengan dengan asumsi skenario pengadaan total.
menggunakan RTG Crane sebesar 0,50 menit. Sehingga didapatkan biaya kapital per peti
Perhitungan durasi rata-rata kegiatan kemas sebesar IDR 2.331.300 dan biaya
trolleying 1 peti kemas dengan menggunakan kapital per sistem peti kemas sebesar IDR
RTG Crane adalah sebesar 0,34 menit. 464.603.270.360.
Perhitungan durasi rata-rata kegiatan
travelling 1 peti kemas dengan menggunakan L. Pengeluaran dan Pemasukan
RTG Crane adalah sebesar 0,0036 menit.
Sehingga dengan nilai durasi total rata-rata Perhitungan pengeluaran dilakukan
kegiatan penumpukan 1 boks peti kemas dengan asumsi biaya investasi awal bersifat
sebesar 1,14 menit maka didapat besar pinjaman. Sehingga perhitungan pengeluaran
ditunjukan pada Tabel 6 dengan referensi
7
Tabel 4 Harga Penyesuaian Alat Handling Peti Kemas

Harga Satuan
Kurs USD Harga Satuan
No Alat Merek Kondisi Hasil Kali
ke IDR (IDR)
Rasio (IDR)
STS
1 Liebherr Baru 24.840.000 351.560.520.000
Crane
RTG
2 Liebherr Baru 2.208.000 31.249.824.000
Crane 14.153
Head
3 Mitsubishi Baru - 831.100.000
Truck
4 Chassis Baru 44.160 624.996.480

Tabel 5 Biaya Kapital

Harga Satuan Jumlah Alat Jumlah Harga


No Alat
(IDR) (unit) (IDR)
1 STS Crane 351.560.520.000 8 2.812.484.160.000
2 RTG Crane 31.249.824.000 24 749.995.776.000
3 Head Truck 831.100.000 106 88.096.600.000
4 Chassis 624.996.280 106 66.249.626.880
Total Biaya Kapital (2019) 3.716.826.162.880

Tabel 6 Pengeluaran selama Payback Period

Biaya Biaya Angsuran Future Value Present Value


Tahun Operasional Maintenance Pinjaman Jumlah Jumlah
Tahun
ke- (IDR) (IDR) (IDR) Pengeluaran Pengeluaran (IDR)
(IDR)
2019 0 - - - - -
2020 1 721.163.905.696 565.241.235.776 603.597.670.289 1.890.002.811.761 1.750.002.603.483
2021 2 757.222.100.981 593.503.297.565 603.597.670.289 1.954.323.068.835 1.675.517.034.323
2022 3 795.083.206.030 623.178.462.443 603.597.670.289 2.021.859.338.762 1.605.017.129.917
2023 4 834.837.366.331 654.337.385.565 603.597.670.289 2.092.772.422.186 1.538.250.205.416
2024 5 876.579.234.648 687.054.254.843 603.597.670.289 2.167.231.159.781 1.474.981.111.435
2025 6 920.408.196.380 721.406.967.586 603.597.670.289 2.245.412.834.255 1.414.990.967.961
2026 7 966.428.606.199 757.477.315.965 603.597.670.289 2.327.503.592.453 1.358.075.991.135
2027 8 1.014.750.036.509 795.351.181.763 603.597.670.289 2.413.698.888.562 1.304.046.406.047
2028 9 1.065.487.538.335 835.118.740.851 603.597.670.289 2.504.203.949.475 1.252.725.439.212
2029 10 1.118.761.915.251 876.874.677.894 603.597.670.289 2.599.234.263.435 1.203.948.384.830

8
biaya operasional berdasarkan PT.Pelabuhan Tarif handling dikelompokan untuk
Indonesia, 2009. Adapun suku bunga yang peti kemas ukuran 20 ft yang ditunjukan pada
dipertimbangkan dalam menentukan besar Tabel 8.
angsuran adalah sebesar 9,95% per tahun
Tabel 8 Tarif Handling Peti Kemas Ukuran 20 ft
(https://www.bankmandiri.co.id , diakses pada
tanggal 10 September 2019), inflasi sebesar Tarif
5% per tahun (https://www.bi.go.id/ , diakses Tarif Tarif
pada tanggal 5 September 2019) dan payback Handling
Handling – Handling –
period selama 10 tahun –
Tahun 100% 75%
Perhitungan pemasukan ditunjukan 50%
pada Tabel 7 dengan mempertimbangkan Kapasitas Kapasitas
Kapasitas
discount rate sebesar 8% per tahun (IDR) (IDR)
(https://fred.stlouisfed.org , diakses pada (IDR)
tanggal 5 September 2019). 2019 - - -
2020 1.579.990 2.106.653 3.159.980
Tabel 7 Pemasukan selama Payback Period
2021 1.706.389 2.275.185 3.412.778
Present Value Future Value
2022 1.842.900 2.457.200 3.685.800
Jumlah Jumlah
Tahun 2023 1.990.332 2.653.776 3.980.664
Pemasukan Pemasukan
2024 2.149.559 2.866.078 4.299.118
(IDR) (IDR)
2025 2.321.523 3.095.365 4.643.047
2019 - -
2026 2.507.245 3.342.994 5.014.491
2020 1.457.755.527.376 1.574.375.969.566
2027 2.707.825 3.610.433 5.415.650
2021 1.457.755.527.376 1.700.326.047.131
2028 2.924.451 3.899.268 5.848.902
2022 1.457.755.527.376 1.836.352.130.902
2029 3.158.407 4.211.209 6.316.814
2023 1.457.755.527.376 1.983.260.301.374
Rata-
2024 1.457.755.527.376 2.141.921.125.484 2.288.862 3.051.816 4.577.724
Rata
2025 1.457.755.527.376 2.313.274.815.522
2026 1.457.755.527.376 2.498.336.800.764 Sedangkan tarif handling untuk peti
2027 1.457.755.527.376 2.698.203.744.825 kemas ukuran 40 ft yang ditunjukan pada
2028 1.457.755.527.376 2.914.060.044.411
Tabel 9.
2029 1.457.755.527.376 3.147.184.847.964 Tabel 9 Tarif Handling Peti Kemas Ukuran 40 ft

Tarif
Sehingga cashflow pemasukan dan Tarif Tarif
pengeluaran diilustrasikan pada Gambar 8. Handling
Handling – Handling –

Tahun 100% 75%
50%
Kapasitas Kapasitas
Kapasitas
(IDR) (IDR)
(IDR)
2019 - - -
2020 2.369.985 3.159.980 4.739.970
2021 2.559.584 3.412.778 5.119.167

Gambar 8 Cashflow Pengeluaran dan Pemasukan selama 2022 2.764.350 3.685.800 5.528.701
Payback Period 2023 2.985.498 3.980.664 5.970.997

M. Tarif Handling Peti Kemas 2024 3.224.338 4.299.118 6.448.676

9
Tarif ▪ Produktivitas RTG Crane sebesar
Tarif Tarif
Handling 52 boks/jam.
Handling – Handling – c) Transportasi Horizontal

Tahun 100% 75% ▪ Alat transportasi horizontal yang
50% digunakan berupa port tractor
Kapasitas Kapasitas
Kapasitas sebanyak 106 unit.
(IDR) (IDR)
(IDR)
2. Kapasitas Terminal Peti kemas
2025 3.482.285 4.643.047 6.964.570
▪ Kapasitas dermaga yang
2026 3.760.868 5.014.491 7.521.736 dirancang sebesar 1.594.315
2027 4.061.737 5.415.650 8.123.475 TEU/tahun.
2028 4.386.676 5.848.902 8.773.353 ▪ Kapasitas lapangan penumpukan
yang dirancang sebesar
2029 4.737.611 6.316.814 9.475.221
1.594.315 TEU/tahun.
Rata- ▪ Kapasitas terminal yang
3.433.293 4.577.724 6.866.587
Rata dirancang sebesar 1.594.315
TEU/tahun.
SIMPULAN DAN SARAN
3. Biaya Kapital
Berdasarkan pembahasan pada Tugas ▪ Total biaya kapital pada tahun 2019
Akhir berjudul Desain Pola Operasi Terminal sebesar IDR 3.716.826.162.880.
Peti Kemas Pelabuhan Bitung Tahap 1, Kota ▪ Biaya kapital per peti kemas sebesar
Bitung, Provinsi Sulawesi Utara, ditentukan IDR 𝟐. 𝟑𝟑𝟏. 𝟑𝟎𝟎.
kesimpulan sebagai berikut. ▪ Biaya kapital per sistem alat handling
sebesar IDR 464.603.270.360.
1. Desain Pola Operasi Terminal Peti Kemas
a) Dermaga 4. Tarif Handling Peti Kemas
▪ Desain area dermaga dirancang ▪ Tarif handling peti kemas dengan
dengan lebar sepanjang 47,5 m. skenario pengadaan total dengan
▪ Kombinasi kapal yang bertambat kondisi penggunaan 100% kapasitas
di dermaga ditentukan sebanyak terminal adalah sebesar IDR
2 kapal Post Panamax II. 2.288.862 untuk peti kemas ukuran
▪ Alat handling peti kemas di sisi 20 ft dan IDR 3.433.293 untuk peti
laut berupa Ship to Shore (STS) kemas ukuran 40 ft.
Crane berjumlah total 8 unit ▪ Tarif handling peti kemas dengan
dengan 4 unit pada masing- skenario pengadaan total dengan
masing tambatan kapal. kondisi penggunaan 75% kapasitas
▪ Produktivitas STS Crane sebesar terminal adalah sebesar IDR
31 boks/jam. 3.051.816 untuk peti kemas ukuran
b) Lapangan Penumpukan 20 ft dan IDR 4.577.724 untuk peti
▪ Lapangan Penumpukan kemas ukuran 40 ft.
berorientasi sejajar terhadap ▪ Tarif handling peti kemas dengan
dermaga. skenario pengadaan total dengan
▪ Jumlah total blok pada Lapangan kondisi penggunaan 50% kapasitas
Penumpukan sebanyak 24 blok. terminal adalah sebesar IDR
▪ Jumlah total TEU Ground Slot 4.577.724 untuk peti kemas ukuran
(TGS) sebanyak 5.712 slot. 20 ft dan IDR 6.866.587 untuk peti
▪ Alat handling peti kemas di kemas ukuran 40 ft.
lapangan penumpukan berupa
Rubber Tyred Gantry (RTG) Berdasarkan proses pengerjaan Tugas
Crane berjumlah total 24 unit. Akhir berjudul Desain Pola Operasi Terminal
Peti Kemas Pelabuhan Bitung Tahap 1, Kota
10
Bitung, Provinsi Sulawesi Utara, terdapat Burhanudinsyah. (2018). Materi Kuliah
saran dari Penulis agar Tugas Akhir dengan KL4211 – Operasi dan Manajamen
topik serupa dapat memperoleh hasil yang Pelabuhan – Chapter 1 : Maritime
lebih baik. Transport and Port Overview. Bandung
: Institut Teknologi Bandung.
1. Sebaiknya Rencana Induk Pelabuhan Direktorat Jenderal Perhubungan Laut. (2014).
sebagai referensi data dalam Tugas Akhir Dokumen Review Rencana Induk
terkait ditinjau secara menyeluruh sejak Pelabuhan Bitung, Sulawei Utara.
awal untuk memastikan data yang Jakarta : Kementerian Perhubungan
diperlukan dalam merancang pola operasi Republik Indonesia.
terminal peti kemas yang lebih detail dan D. Lind, J.K. Hsieh dan M.A. Jordan. (2007).
akurat. Tandem-40 Dockside Container Cranes
and Their Impact on Terminals.
2. Sebaiknya segala referensi yang California : Liftech Consultants, Inc.
digunakan dalam Tugas Akhir ini Guler, Nil. (2002). Containerization and
merupakan referensi terbaru sehingga data Terminal Area Requirements. Turkey :
yang digunakan lebih sesuai dengan Istanbul Technical University.
kondisi saat ini. Harlaftis, G., Valdaliso, J., & Tenold, D.S.
(2012). The World’s Key Industry :
3. Sebaiknya studi mengenai tandem lift History and Economics of International
dilakukan dengan lebih detail sehingga Shipping. London : Palgrave Macmillan.
penggunaan tandem lift dapat International Standard Organization/ ISO.
dikembangkan hingga praktikal untuk (1995). ISO 6346:1995 Freight
diterapkan pada kondisi lapangan. Containers – Coding, Identification and
Marking. Switzerland : IHS.
4. Sebaiknya dilakukan desain kombinasi International Standard Organization/ ISO.
STS Crane dan RTG Crane dengan (2013). ISO 668:2013 Amandement 2
mempertimbangkan produktivitas RTG Series 1 Freight Containers –
Crane yang lebih besar dari produktivitas Classification, Dimensions and Ratings.
STS Crane. Switzerland : IHS.
Johansen, R.S. (2007). Twin-40 Container
5. Sebaiknya sumber yang digunakan dalam Operations : The Landside Port of The
menentukan harga peralatan handling peti Equation. California : AECOM US.
kemas merupakan katalog resmi merek Kementerian Perhubungan Republik
alat terkait sehingga analisis ekonomi Indonesia. (2002). Keputusan Menteri
dapat dilakukan dengan lebih akurat. Perhubungan Nomor KM 53 Tahun 2002
tentang Tatanan Kepelabuhan Nasional.
DAFTAR PUSTAKA Jakarta.
Klein, J.J. (2007). Maritime Strategy Should
Agerschou, H. (2004). Planning and Design of Heed U.S. and U.K. Classics. Amerika
Ports and Marine Terminals. London : Serikat : U.S. Naval Institute
Thomas Telford Publishing. Proceedings.
Alba, D. (2015). Productivity : Evolution and Lu Zhen*, Xinjia Jiang, Loo Hay Lerr, Ek
Revolution. Singapura : Singapore Peng Chew. (2013). A Review on Yard
Maritime Technology Conference. Management in Container Terminals.
Bartosek*, O. Marek. (2013). Quay Cranes in Shanghai : Shanghai University.
Container Terminals. Prague : Maritime and Port Authority of Singapore.
Department of Logistic and (2018). Port Statistics. Singapura :
Transportation Processes, Czech Maritime and Port Authority of
Technical University in Prague. Singapore.
Bose, J.W. (2011). Handbook of Terminal Mohseni, N.S. (2011). Developing a Tool for
Planning. New York : Spranger. Designing a Container Terminal Yard.
11
Denmark : Delft University of Jakarta : Lembaga Ilmu Pengetahuan
Technology. Indonesia.
Paramashanti. (2017). Materi Kuliah KL3105 Setiawan, R. (2009). Simulasi Sistem
– Ekonomi Rekayasa – Chapter 2. Penanganan di Lapangan Penumpukan
Bandung : Institut Teknologi Bandung. Peti Kemas. Surabaya.
Paramashanti. (2017). Materi Kuliah KL3105 Soderberg, E. & Jordan, M. (2006). Increasing
– Ekonomi Rekayasa – Chapter 5. Crane Productivity. Florida : Liftech
Bandung : Institut Teknologi Bandung. Consultants, Inc.
Presiden Republik Indonesia. (2001). Steenken, Dirk. (2004). Container Terminal
Peraturan Presiden Republik Indonesia Operation and Operations Research – A
Nomor 69 Tahun 2001 Tentang Classification and Literature Review.
Kepelabuhanan. Jakarta. Jerman : University of Hamburg.
Presiden Republik Indonesia. (2012). Strauch, W.A. (2008). Container Handbook.
Peraturan Presiden Republik Indonesia Jerman : GDV Publishing.
Nomor 26 Tahun 2012 Tentang The Overseas Coastal Area Development
Perubahan atas Peraturan Presiden Institute of Japan (OCDI). (2002).
Nomor 32 Tahun 2011 tentang Technical Standards and Commentaries
Masterplan Percepatan dan Perluasan for Ports and Harbour Facility in Japan.
Pembangunan Ekonomi Indonesia 2011- Tokyo : Daikousha Printing.
2025. Jakarta. Thoresen, C.A. (2014). Port Designer’s
Presiden Republik Indonesia. (2014). Handbook 3rd Edition. London :
Peraturan Presiden Republik Indonesia Institution of Civil Engineers (ICE)
Nomor 48 Tahun 2014 Tentang Cetak Publishing.
Biru Pengembangan Sistem Logistik Tim Penyusun PT Pelabuhan Indonesia.
Nasional. Jakarta. (2009). Referensi Kepelabuhanan.
Prihartono, Bambang. (2015). Pengembangan Jakarta : PT Pelabuhan Indonesia
Tol Laut dalam Rencana Pembangunan (Persero).
Jangka Menengah Nasional 2015-2019 Yi, Jin, Li Zhiyoung dan Tian Xiaofeng.
dan Implementasi 2015. Jakarta : Badan (2016). Comparison and Selection of
Perencanaan dan Pembangunan Twin 40 Quay Crane for Automated
Nasional. Terminal. Shanghai : Shanghai
Rademaker, W.C.A. (2007). Container International Port.
Terminal Automation : Feasibility of
Terminal Automation for Mid-Sized
Terminals. Denmark : Delft University
of Technology.
Republik Indonesia. (2008). Undang –
Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang
Pelayaran. Jakarta : Sekretariat Negara.
Restiyanto, D. T. (2006). Kegagalan
Pembangunan Ekonomi Indonesia
Akibat Terperangkap Kegagalan
Pendekatan Teori Ekonomi
Pembangunan. Semarang : Universitas
Wahid Hasyim.
Robert S. Johansen, P.E. (2007). Twin-40
Container Operations The Landside
Part of The Equation. California :
AECOM US.
Salim, Zamroni. (2014). Pembangunan Bitung
sebagai Pelabuhan Internasional.

12

Anda mungkin juga menyukai