ASKEP Sindrom Koroner Akut
ASKEP Sindrom Koroner Akut
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian
Penyakit Sindrom Koroner Akut adalah terjadi ketidak seimbangan antara suplai
dan kebutuhan oksigen miokard.(Heni Rokhani, SMIP, CCRN. et.al).
Sindrom Koroner Akut (SKA) adalah gabungan gejala klinik yang menandakan
iskemia miokard akut, terdiri dari infark miokard akut dengan elevasi segmen ST (ST
segment elevation myocardial infarction = STEMI), infark miokard akut tanpa elevasi
segment ST ( non ST segemnt elevation myocardial infarction = NSTEMI), dan angina
pektoris tidak stabil (unstable angina pectoris = UAP). (Jantunghipertensi.com)
Sindrom koroner akut (SKA) merupakan keadaan darurat jantung dengan
manifestasi klinis rasa tidak enak didada atau gejala lain sebagai akibat iskemia
miokardium.(Satria Perwira’s)
B. Etiologi
Penyebab reversible dari gagal jantung antara lain: aritmia (misalnya: atrial
fibrillation), emboli paru-paru (pulmonary embolism) , hipertensi maligna atau
accelerated, penyakit tiroid (hipotiroidisme atau hipertiroidisme), valvular heart disease,
unstable angina, high output failure, gagal ginjal, permasalahan yang ditimbulkan oleh
pengobatan (medication- induced problems), intake (asupan) garam yang tinggi, dan
anemia berat.
Menurut Cowie MR, Dar O (2008), penyebab gagal jantung dapat diklasifikasikan
dalam enam kategori utama:
1. Kegagalan yang berhubungan dengan abnormalitas miokard, dapat disebabkan oleh
hilangnya miosit (infark miokard), kontraksi yang tidak terkoordinasi (left bundle branch
block), berkurangnya kontraktilitas (kardiomiopati).
2. Kegagalan yang berhubungan dengan overload (hipertensi).
3. Kegagalan yang berhubungan dengan abnormalitas katup.
4. Kegagalan yang disebabkan abnormalitas ritme jantung (takikardi).
5. Kegagalan yang disebabkan abnormalitas perikard atau efusi perikard (tamponade).
6. Kelainan kongenital jantung.
C. Patofisiologi
Gangguan kontraktilitas miokardium ventrikel kiri yang menurun pada Sindrom
Koroner akut akan mengganggu kemampuan pengosongan ventrikel, sehingga volume
residu ventrikel menjadi meningkat akibat berkurangnya stroke volume yang diejeksikan
oleh ventrikel kiri tersebut. Dengan meningkatnya EDV (End Diastolic Volume), maka
terjadi pula peningkatan LVEDP (Left Ventricle End Diastolic Pressure), yang mana
derajat peningkatannya bergantung pada kelenturan ventrikel. Oleh karena selama
diastol atrium dan ventrikel berhubungan langsung, maka peningkatan LVEDP akan
meningkatkan LAP( Left Atrium Pressure ), sehingga tekanan kapiler dan vena
paru-paru juga akan meningkat. Jika tekanan hidrostatik di kapiler paru-paru melebihi
tekanan onkotik vaskular, maka akan terjadi transudasi cairan ke interstitial dan bila
cairan tersebut merembes ke dalam alveoli, terjadilah edema paru-paru.
Peningkatan tekanan vena paru yang kronis dapat meningkatkan tekanan arteri
paru yang disebut dengan hipertensi pulmonal, yang mana hipertensi pulmonal akan
meningkatkan tahanan terhadap ejeksi ventrikel kanan. Bila proses yang terjadi pada
jantung kiri juga terjadi pada jantung kanan, akhirnya akan terjadi kongesti sistemik dan
edema.
Menurut Laksono S (2009), ada beberapa mekanisme patofisiologi sindrom koroner
akut :
a. Mekanisme neurohormonal
Pengaturan neurohormonal melibatkan sistem saraf adrenergik (aktivasi sistem
saraf simpatis akan meningkatkan kadar norepinefrin), sistem renin-angiotensin, stres
oksidatif (peningkatan kadar ROS/reactive oxygen species), arginin vasopressin
(meningkat), natriuretic peptides, endothelin, neuropeptide Y, urotensin II, nitric oxide,
bradikinin, adrenomedullin (meningkat), dan apelin (menurun).
b. Remodeling ventrikel kiri
Remodeling ventrikel kiri yang progresif berhubungan langsung dengan
memburuknya kemampuan ventrikel di kemudian hari.
c. Perubahan biologis pada miosit jantung
Terjadi hipertrofi miosit jantung, perubahan komplek kontraksi-eksitasi, perubahan
miokard, nekrosis, apoptosis, autofagi.
d. Perubahan struktur ventrikel kiri
Perubahan ini membuat jantung membesar, mengubah bentuk jantung menjadi
lebih sferis mengakibatkan ventrikel membutuhkan energi lebih banyak, sehingga
terjadi peningkatan dilatasi ventrikel kiri, penurunan cardiac output, dan peningkatan
hemodynamic overloading.
F. Pengkajian
a. Pemeriksaan Fisik
Tampilan Umum
Pasien tampak pucat, berkeringat, dan gelisah akibat aktivitas simpatis berlebihan.
Pasien juga tampak sesak. Demam derajat sedang (< 380 C) bisa timbul setelah 12-24
jam pasca infark
Pemeriksaan jantung
Terdangar bunyi jantung S4 dan S3 , atau mur-mur. Bunyi gesekan perikard
jarang terdengar hingga hari kedua atau ketiga atau lebih lama lagi (hingga 6 minggu)
sebagai gambatan dari sindrom Dressler.
Pemeriksaan paru
Ronkhi akhir pernafasan bisa terdengar, walaupun mungkin tidak terdapat
gambaran edema paru pada radiografi. Jika terdapat edema paru, maka hal itu merupakan
komplikasi infark luas, biasanya anterior.
Tes Darah
Selama serangan, sel-sel otot jantung mati dan pecah sehingga protein-protein tertentu
keluar masuk aliran darah.
Kreatinin Pospokinase (CPK) termasuk dalam hal ini CPK-MB terdetekai setelah 6-8 jam,
mencapai puncak setelah 24 jam dan kembali menjadi normal setelah 24 jam berikutnya.
LDH (Laktat Dehidrogenisasi) terjadi pada tahap lanjut infark miokard yaitu setelah 24 jam
kemudian mencapai puncak dalam 3-6 hari. Masih dapat dideteksi sampai dengan 2
minggu.
Iso enzim LDH lebih spesifik dibandingkan CPK-MB akan tetapi penggunaan klinisnya
masih kalah akurat dengan nilai Troponin, terutama Troponin T.
Seperti yang kita ketahui bahwa ternyata isoenzim CPK-MB maupun LDH selain
ditemukan pada otot jantung juga bisa ditemukan pada otot skeletal.
Troponin T & I protein merupakan tanda paling spesifik cedera otot jantung, terutama
Troponin T (TnT)
Tn T sudah terdeteksi 3-4 jam pasca kerusakan miokard dan masih tetap tinggi dalam
serum selama 1-3 minggu.
Pengukuran serial enzim jantung diukur setiap selama tiga hari pertama;
peningkatan bermakna jika nilainya 2 kali batas tertinggi nilai normal.
Coronary Angiography
Coronary angiography merupakan pemeriksaan khusus dengan sinar X pada
jantung dan pembuluh darah. Sering dilakukan selama serangan untuk menemukan letak
sumbatan pada arteri koroner.
Kateter dimasukkan melalui arteri pada lengan atau paha menuju jantung.
Prosedur ini dinamakan kateterisasi jantung, yang merupakan bagian dari angiografi
koroner
Zat kontras yang terlihat melalui sinar X diinjeksikan melalui ujung kateter pada
aliran darah. Zat kontras itu pemeriksa dapat mempelajari aliran darah yang melewati
pembuluh darah dan jantung
Jika ditemukan sumbatan, tindakan lain yang dinamakan angioplasty, dapat
dilakukan untuk memulihkan aliran darah pada arteri tersebut. Kadang-kadang akan
ditempatkan stent (pipa kecil yang berpori) dalam arteri untuk menjaga arteri tetap
terbuka.
I. Implementasi
no Hari/tanggal Implementasi
1 Sabtu / 10 April 2010 Memantau nyeri dan mencatat respon verbal dan
07.00 WIB nonverbal.
Membantu melakukan teknik relaksasi.
Memberian obat sesuai indikasi: Antiangina seperti
nitogliserin (Nitro-Bid, Nitrostat, Nitro-Dur).
2 Sabtu / 10 April 2010 Memantau respons verbal dan non verbal klien yang
19.15.WIB menunjukkan klien.
Memberian agen terapeutik anti cemas/sedativa sesuai
indikasi (Diazepam/Valium, Flurazepam/Dal-mane,
Lorazepam/Ativan). Mengorientasikan klien dan
orang terdekat terhadap prosedur rutin dan aktivitas
yang diharapkan.
J. Evaluasi
1. Pasien dapat merasa relaks setelah melakukan teknik relaksasi.
2. Pasien dapat mengurangi aktivitas yang berat
3. Pasien dapat mengekspresikan kemarahan, kecemasan atau ketakutannya.
DAFTAR PUSTAKA
Smeltzer, Suzanne C. Bare, Brenda G. 2002. Keperawatan Medikal Bedah. Vol 2. Edisi8 EGC.
Jakarta
Heni Rokaeni, SMIP, CCRN. et. al. 2001. Keperawatan Kardiovaskular. Harapan Kita. Jakarta
http : // peduli.com/? p=15
http : // forum.upi.edu/v3/index.php ? topic = 15378.0