Tugas Farfis 2 Makalah Stabilitas Obat
Tugas Farfis 2 Makalah Stabilitas Obat
Anggota :
2019
BAB I
PENDAHULUAN
Kestabilan suatu zat merupakan faktor yang harus diperhatikan dalam membuat formulasi suatu
sediaan farmasi. Hal ini penting mengingat suatu obat atau sediaan farmasi biasanya diproduksi
dalam jumlah yang besar dan memerlukan waktu yang lama sampai ketenangan pasien yang
membutuhkannya. Obat yang disimpan dalam jangka waktu yang lama dapat mengalami
penguraian dan mengakibatkan hasil urai dari zat tersebut bersifat toksik sehingga dapat
membahayakan dan dampak negatif bagi jiwa pasien. Oleh karena itu perlu diketahui faktor-
faktor apa saja yang mempengaruhi kestabilan suatu zat dapat sehingga dapat dipilih suatu
Olah karena itu pada percobaan ini dilakukan atau dimaksudkan dalam salah satu percobaan
pada paraktikum farmasi fisika, sehingga setelah melakukan percobaan stabilitas obat, praktikum
dapat mengetahui bagaimana karateristik obat tersebut, atau pada keadaan yang bagaimana suatu
obat dapat bertahan lebih lama, serta mampu memperkirakan kadaluarsa suatu obat. Oleh karena
itu adanya uji stabiliat sedian menurut ICH, WHO dan CPOB. CPOB secara singkat dapat
didefinisikan suatu ketentuan bagi industri farmasi yang dibuat untuk memastikan agar mutu
obat yang dihasilkan sesuai persyaratan yang ditetapkan dan tujuan penggunaannya. Pedoman
CPOB disusun sebagai petunjuk dan contoh bagi industri farmasi dalam menerapkan cara
pembuatan obat yang baik untuk seluruh aspek dan rangkaian proses pembuatan obat. Uji
stabilitas menurut ICH, CPOB dan WHO mencakup seluruh aspek produksi dan pengendalian
mutu. Penjelasan di atas menjelaskan kepada kita bahwa betapa pentingnya kita mengetahui pada
keadaan yang bagaimana suatu obat tersebut aman dan dapat bertahan lama, sehingga obat tersebut dapat
disimpan dalam jangka waktu yang lama tanpa menurunkan khasiat obat tersebut
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Stabilitas merupakan faktor penting dari kualitas, keamanan dan kemanjuran dari produk
obat. Sebuah produk obat, yang tidak kestabilan yang cukup, dapat mengakibatkan perubahan
fisik (seperti kekerasan, laju disolusi, dll fasa pemisahan) serta karakteristik kimia (pembentukan
Stabilitas kimia obat sangat penting karena menjadi kurang efektif mengalami
degradasi.. Dekomposisi juga dapat menghasilkan obat beracun oleh produk yang berbahaya
bagi pasien. Mikrobiologi ketidakstabilan suatu produk obat steril juga bisa berbahaya.
Penentuan kadaluarsa obat dilakukan melalui serangkaian pengujian yang disebut uji
stabilitas obat. Selama penyimpanan ataupun transportasi, obat bisa mengalami perubahan secara
fisik maupun kimia, sehingga diperlukan suatu uji stabilitas terhadap produk yang akan
dipasarkan.
Stabilitas di definisikan sebagai kemampuan suatu produk untuk bertahan dalam batas
yang ditetapkan sepanjang periode penyimpanan dan penggunaan, sifat dan karakteristiknya
sama dengan yang dimilikinya pada saat dibuat. Faktor lingkungan seperti suhu (temperatur),
radiasi, cahaya, udara (terutama oksigaen, karbondioksida dan uap air) dan kelembaban dapat
mempengaruhi stabilitas. Faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi stabilitas, yaitu : ukuran
partikel, pH, sifat air dan pelarut yang di gunakan, sifat kemasan dan keberadaan bahan kimia
lain yang merupakan kontaminan atau dari pencampuran produk berbeda yang secara sadar
ditambahkan, dapat mempengaruhi satabilitas sediaan. Penyebab ketidakstabilan sediaan obat ada
dua watak, pertama kali adalah labilitas dari bahan obat dan bahan pembantu sendiri. Yang terakhir
dihasilkan dari bahan kimia dan kimia fisika, untuk lainnya adalah faktor luar seperti suhu, kelembapan,
udara, dan cahaya, menginduksi atau mempercepat reaksi yang yang berkurang nilainya. Faktor-faktor
yang telah disebutkan menjadi efektif dalam skala tinggi adalah bergantung dari jenis galenik dari sediaan
1. Stabilitas Kimia, tiap zat aktif mempertahankan keutuhan kimiawi dan potensiasi yang
dipertahankan sesuai dengan persyaratan yang tertera. Zat antimikroba yang ada
4. Stabilitas Farmakologi, efek terapi tidak berubah selama usia guna sediaan.
5. Stabilitas Toksikologi, tidak terjadi peningkatan bermakna dalam toksisitas selama usia
guna sediaan.
A. Stabilitas Fisika
Stabilitas fisika adalah mengevaluasi perubahan sifat fisika dari suatu produk yang
tergantung waktu (periode penyimpanan). contoh dari perubahan fisika antara lain : migrasi
(perubahan) warna, perubahan rasa, perubahan bau, perubahan tekstur atau penampilan. Evaluasi
dari uji stabilitas fisika meliputi : pemeriksaan organoleptik, homogenitas, ph, bobot jenis.
Kriteria stabilitas fisika:
keseragaman bobot
keseragaman kandungan
suhu
disolusi
kekentalan
bobot jenis
visikositas
Sifat fisik meliputi hubungan tertentu antara molekul dengan bentuk energi yang telah
ditentukan dengan baik atau pengukuran perbandingan standar luar lainnya. Dengan
menghubungkan sifat fisik tertentu dengan sifat kimia dari molekul-molekul yang hubungannya
memberikan keterangan untuk sifat kimia atau fisik relatif dari sebuah molekul
memberikan metode untuk analisis kualitatif dan kuantitatif untuk suatu zat farmasi
tertentu.
Ketidakstabilan Fisika
Berikut ini akan diuraikan jenis ketidakstabilan yang paling penting, tanpa
lingkungan, yang tidak terdeteksi secara organoleptis. Akan tetapi umumnya menyebabkan
Dengan aktifnya daya gravitasi akan terjadi fenomena pemisahan pada sistem cairan
banyak fase, namun dalam stadium lanjut dapat terlihat sebagai sedimentasi atau pengapungan.
Sediaan obat semi padat seperti salep atau pasta selama penyimpanan dapat mengalami
pengerasan.
Pada sistem dispersi molekular (misalnya larutan bahan obat) dapat terjadi pemisahan
bahan terlarut (kristalisasi atau pengedapan) melalui perubahan konsentrasi akibat penguapan
bahan pelarut.
B. Stabilitas Farmakologi
Aktivitas senyawa bioaktif disebabkan oleh interaksi antara molekul obat dengan bagian
molekul dari obyek biologis yaitu resptor spesifik. Untuk dapat berinteraksi dengan reseptor
spesifik dan menimbulkan aktivitas spesifik, senyawa bioaktif harus mempunyai stuktur sterik
dan distribusi muatan yang spesifi pula. Dasar dari aktivitas bioogis adalah proses-proses kimia
yang kompleks mulai dari saat obat diberikan sampai terjadinya respons biologis.
Fasa ini menentukan ketersediaan farmasetik yaitu ketersediaan senyawa aktif untuk
dapat diabsorpsi oleh sistem biologis. Untuk dapat diabsorpsi senyawa obat harus dalam bentuk
molekul dan mempunyai lipofilitas yang sesuai. Bentuk molekul senyawa dipengaruhi oleh nilai
Pada fasa I selain sifat molekul obat, seperti kestabilan terhadap asam lambung dan
larutan dalam air, formulasi farmasetis dan bentuk sediaan yang digunakan juga penting untuk
aktivitas obat.
2. Fasa Farmakokinetik
Meliputi proses fasa II dan fasa III. Fasa II adalah proses absorpsi molekul obat yang
mengahasilkan ketersediaan biologis obat, yaitu senyawa aktif dalam cairan darah (Ph = 7,4)
yang akan didistribusikan ke jaringan atau organ tubuh. Fasa III adalah fasa yang melibatkan
proses distribusi, metabolisme dan ekresi obat, yang menentukan kadar senyawa aktif pada
kompartemen tempat reseptor berbeda. Fasa I, II dan III menentukan kadar obat aktif yang dapat
3. Fasa Farmakodinmik
Meliputi proses fasa IV dan fasa V. Fasa IV adalah tahap interaksi molekul senyawa aktif
dengan tempat aksi spesifik atau reseptor pada jaringan target, yang dipengaruhi oleh ikatan
kimia yang terlibat. Fasa V adalah induksi rangsangan, dengan melalui proses biokimia,
C. Stabilitas Kimia
Stabilitas kimia suatu obat adalah lamanya waktu suatu obat untuk mempertahanakan
integritas kimia dan potensinya seperti yang tercantum pada etiket dalam batas waktu yang
ditentukan. Pengumpulan dan pengolahan data merupakan langkah menentukan baik buruknya
sediaan yang dihasilkan, meskipun tidak menutup kemungkinan adanya parameter lain yang
harus diperhatikan. Data yang harus dikumpulkan untuk jenis sediaan yang berbeda tidak sama,
begitu juga untuk jenis sediaan sama tetapi cara pemberiannya lain. Jadi sangat bervariasi
tergantung pada jenis sediaan, cara pemberian, stabilitas zat aktif dan lain-lain.
Data yang paling dibutuhkan adalah data sifat, kimia, kimiafisik, dan kerja farmakologi
zat aktif (data primer), didukung sifat zat pembantu (data sekunder). Secara reaksi kimia zat aktif
dapat terurai karena beberapa faktor diantaranya ialah, oksigen (oksidasi), air (hidrolisa), suhu
(oksidasi), cahaya (fotolisis), karbondioksida (turunnya pH larutan), sesepora ion logam sebagai
katalisator reaksi oksidasi. Jadi jelasnya faktor luar juga mempengaruhi ketidakstabilan kimia
Masing-masing bahan tambahan baik yang memiliki efek terapetik atau non terapetik
dapat mempengaruhi stabilitas senyawa aktif dan sediaan. Faktor kondisi lingkungan yang utama
yang dapat mengurangi stabilitas termasuk di dalamnya Paparan temperatur yang ekstrim,
cahaya, kelembaban dan CO2. Faktor utama dari bentuk sediaan yang dapat mempengaruhi
stabilitas obat, termasuk ukuran partikel, pH, komposisi sistem pelarutan, kompatibilitas anion
dan kation, kekuatan larutan ionik, kemasan primer, bahan tambahan kimia yang spesifik dan
ikatan kimia dan difusi dari obat dan bahan tambahan. Dalam berbagai bentuk sediaan reaksi-
reaksi ini dapat mengakibatkan rusaknya kandungan zat aktif, antara lain adalah
1. Hidrolisis
Ikatan amida juga dpt terhidrolisa meskipun kecepatan hidrolisanya lebih lambat
disbanding ester. Sebagai contoh prokain akan terhidrolisa apabila di autoklaf, tetapi senyawa
Gugus laktam dan azometin (imine) dalam benzodiazepine juga dapat tehidrolisis. Faktor
kimia yang dapat menjadi katalis dalam reaksi hidrolisi adalah pH dan senyawa kimia tertentu
2. Epimerisasi
Senyawa tetrasiklin paling umum mengalami epimerisasi. Reaksi terjadi dengan cepat
ketika obat dilarutkan dan terpapar dg pH lebih dari 3, mengakibatkan terjadinya perubahan
sterik pd gugus dimetilamin. Bentuk epimer dari tetrasiklin seperti epitetrasiklin tidak memiliki
3. Dekarboksilasi
Beberapa asam senyawa asam karboksilat terlarut seperti para-amini salisilic acid dapat
kehilangan CO2 dari gugus karboksil ketika dipanaskan. Produk urainya memiliki potensi
farmakologi yang rendah. Beta-keto dekarboksilasi dpt terjadi pada beberapa antibiotik yg
memiliki gugus karbonil pada beta karbon dari asam karboksilat atau anion karboksilat.
Dekarboksilasi akan terjadi pada beberapa antibiotik : Carbenicillin sodium, Carbenicillin free
4. Dehidrasi
epianhidrotetrasiklin, senyawa yg tdk memiliki efek anti bakteri dan memiliki efek toksisitas
5. Oksidasi
Struktur molekular yang dapat mudah teroksidasi adalah gugus hidroksil yang terikat
langsung pada cincin aromatik (contoh pd katekolamin dan morfin), gugus dien terkonjugasi (vit
A dan asam lemak tak jenuh), cicin heterosiklik aromatik, gugus turunan nitroso dan nitrit dan
aldehid (flavoring). Produk hasil oksidasi biasanya memiliki efek terapetik lebih rendah.
Identifikasi secara visual bisa terlihat pada perubahan warna contohnya pada kasus efineprin.
Oksidasi dapat dikatalisa oleh pH ion logam contohnya tembaga dan besi, paparan terhadap
oksigen, UV.7
6. Dekomposisi fotokimia
Paparan pada UV dapat menyebabkan oksidasi (foto oksidasi) dan fotolisis pada ikatan
kovalen. Nipedipin, nitroprusin, ribovlavin, dan fenotiazin sangat tidak stabil terhadap foto
oksidasi.
7. Kekuatan Ion
Efek dari jumlah elektrolit yang terlarut terhadap kecepatan hidrolisis dipengaruhi oleh
kekuatan ion pada interaksi inter ionik. Secara umum konstanta kecepatan hidrolisis berbanding
tebalik dengan kekeuatan ion dan sebaliknya dengan muatan ion, sebagai contoh obat-obat
8. Perubahan Nilai pH
Degradasi dari banyak senyawa obat dalam larutan dapat dipercepat atau diperlambat
secara ekponensial oleh nilai pH yg naik atau turun dari rentang pH nya. Nilai pH yang di luar
rentang dan paparan terhadap temperatur yang tinggi adalah faktor yang mudah mengkibatkan
efek klinik dari obat secara signifikan, akibat dari reaksi hidrolisis dan oksidasi. Larutan obat
atau suspensi obat dapat stabil dalam beberapa hari, beberapa minggu, atau bertahun-tahun pada
formulasi aslinya, tetapi ketika dicampurkan dengan larutan lain yg dapat mempengaruhi nilai
Sistem pH dapar yang biasanya terdegradasi dari asam atau basa lemah dan garamnya
biasanya ditambahkan ke dalam sediaan cair ditambahkan untuk mempertahankan pHnya pada
rentang dimana terjadinya degradasi obat minimum. Pengaruh pH pada kestabilan fisik sistem
dua fase contohnya emulsi juga penting, sebagai contoh kestabilan emulsi intravena lemak
9. Interionik
Kelarutan dari muatan ion yg berlawanan tergantung pada jumlah muatan ionnya dan
ukuran molekulnya. Secara umum ion2 polivalen dengan muatan berlawanan bersifat
inkompatibel. Jadi inkompatibilitasnya lebih mudah terjadi dengan penambahan sejumlah besar
Reaksi pada kondisi padat relatif bersifat lambat, kecepatan degradasinya dikarakterisasi
sesuai dengan kecepatan kinetik orde 1 atau sesuai dengan kurva signoid. Sehingga obat-obat
berbentuk padat dengan titik leleh yang rendah tidak boleh dikombinasikan dengan bahan kimia
Pada kondisi kelembaban yang tinggi, kecepatan dekomposisinya berubah sesuai dengan
kecepatan kinetik orde nol, karena kecepatan dekomposisinya diatur secara relatif oleh fraksi
kecil dari obat yang muncul pada larutan jenuh yang letaknya pada permukaan atau atau di
dalamnya.1
11. Temperatur
Secara umum kecepatan reaksi kimia meningkat secara eksponensial setiap kenaikan 10
derajat suhu. Faktor nyata yg mengakibatkan kenaikan kecepatan reaksi kimia ini adalah karena
aktifasi energi. Waktu simpan obat pd suhu ruang biasanya akan berkurang ¼ atau 1/25 dari
waktu simpan di dalam refrigrator. Temperatur dingin juga dapat mengakibatkan ketidakstabilan.
Sebagai contoh refrigerator dapat mengkibatkan kenaikan viskositas pada sediaan cair dan
menyebabkan supersaturasi pada kasus lain, dingin atau beku dapat merubah ukuran droplet pd
emulsi, dapat mendenaturasi protein atau pada kasus tertentu dapat menyebabkan kelarutan
E. Stabilitas Mikrobiologi
Stabilitas mikrobiologi suatu sediaan adalah keadaan di mana tetap sediaan bebas dari
mikroorganisme atau memenuhi syarat batas miroorganisme hingga batas waktu tertentu.5
Terdapat berbagai macam zat aktif obat, zat tambahan serta berbagai bentuk sediaan dan cara
pemberian obat. Tiap zat, cara pemberian dan bentuk sediaan memiliki karakteristik fisika-kimia
tersendiri dan umumnya rentan terhadap kontaminasi mikroorganisme dan/atau memang sudah
menyebabkan penyakit, efek yang tidak diharapkan pada terapi atau penggunaan obat dan
kosmetik.
mikroorganisme pada sediaan obat maupun kosmetik dalam rangka memberikan hasil akhir
berupa obat dan kosmetika yang efektif dan aman untuk digunakan atau dikonsumsi manusia.
Stabilitas mikrobiologi diperlukan oleh suatu sediaan farmasi untuk menjaga atau
Stabilitas mikrobiologi suatu sediaan dapat dipengaruhi oleh beberap factor, antara lain:
Sifat fisika kimia zat aktif maupun zat tambahan dapat mempengaruhi stabilitas
mikrobiologi sediaan. Zat yang bersifat higroskopik atau hidrofilik rentan terhadap kontaminasi
mikroorganisme. Hal ini berhubungan dengan adanya air yang merupakan media pertumbuhan
bagi mikroorganisme.
Bahan baku alami dalam bantuk air yang bebas serbuk atau granula dapat menjadi tempat
tumbuhnya mikroorganisme, virus atau pun toksin mikroba. Analisa terhadap bahan-bahan ini
dapat menunjukkan keberadaan bakteri, spora Clostridium, Staphylococci, kapang dan khusunya
toksin fungi/jamur.
Kemungkinan keberadaan mereka mungkin sudah ada semenjak tahap persiapan produksi.
Bahan alami yang diekstrak, diproduksi maupun disediakan dalam bantuk cair juga rentan
terhadap kontaminasi mikroorganisme. Cara pengawetan yang tidak tepat ketiga digunakan utuk
menghasilkan produk dalam bentuk larutan, disperse atau pun emulsi dapat mendukung
akan adanya pengaruh kimia, fisika, mikrobiologi dan farmakologi yang tidak menyebabkan
1. Efek toksik akut, mempunyai korelasi langsung dengan absorpsi zat toksik
2. Efek toksik kronis, zat toksik dalam jumlah kecil diabsorpsi sepanjang jangka waktu lama,
Toksisitas jangka panjang, efek toksik baru muncul setelah periode waktu laten yang
lama sebagai contoh kerja karsinogenik dan mutagenik. Penggolongan toksikologi dengan cara
lain berdasarkan jenis zat dan keadaan yang mengakibatkan kerja toksik, yaitu : kerja / efek tidak
diinginkan, keracunan akut pada dosis berlebih, pengujian terhadap toksisitas dan toleransi pada
fase praklinik.
Zat kimia disebut xenobiotik (xeno = asing), dimana setiap zat kimia baru harus diteliti
1. Dosis
Dosis menentukan apakah suatu zat kimia adalah racun. Untuk setiap zat kimia, termasuk
air, dapat ditentukan dosis kecil yang tidak berefek sama sekali atau dosis besar sekali yang
a) Dapar
Merupakan suatu campuran asam lemah dengan garamnya atau basa lemah dengan
b) Pengawet
kontaminan; berasal dari manusia, bahan obat, bahan tambahan, lingkungan, alat-alat dan bahan
(b) Harga pH karena pengawet yang dapat menimbulkan aktivitas adalah pengawet yang tidak
terdisosiasi atau terdapat dalam bentuk molekul yang dapat menembus membran
(c) Konsentrasi, ada yang menghambat pertumbuhan dan juga mematikan sel
(d) Suhu, dengan kenaikan suhu berarti terjadi kenaikan aktivitas pengawet
Syarat memilih bahan pengawet, yaitu perlu dipilih bahan yang dapat tersatukan secara
fisiologis, tidak toksik, alergi dan sensibilisasi, yang kesemuanya tergantunng dosis, dapat
tercampur dengan bahan aktif dan bahan tambahan termasuk wadah dan tutup, tidak berbau dan
tidak berasa, efektif sebagai bakteriostatik atau bakterisid, fungiostatik atau fungisid serta cukup
c) Antioksidan
semakin lancar
2) Cahaya sebab cahaya mengandung energi oton yang dapat meningkatkan atau mempercepat
pada konsentrasi yang menurun, tidak toksik, tidak merangsang, dan tidak menimbulkan OTT,
Terbagi atas 2, yaitu bahan pengemas primer yaitu bahan pengemas yang langsung
bersentuhan atau kontak dengan sediaan (wadahnya), dan bahan pengemas sekunder, yaitu bahan
pengemas yang tidak bersentuhan langsung dengan sediaan. Syarat dalam pemilihan bahan
4. kondisi penyimpanan yang meliputi suhu, tekanan, kelembapan dan cahaya.
Suhu penyimpanan sediaan harus dijelaskan karena menyangkut aspek stabilitas dan
masa kadaluwarsa sediaan. Suhu penyimpanan menurut farmakope indonesia terdiri dari:
(b) Sejuk adalah penyimpanan pada suhu antara 8°C dan 15°C.
(c) Suhu Kamar adalah penyimpanan pada suhu ruang kerja. Suhu kamar terkendali adalah suhu
(d) Hangat adalah penyimpanan pada suhu antara 30°C dan 40°C.
Perlindungan dari pembekuan selain resiko kerusakan kemasan (wadah), pembekuan suatu
sediaan (artikel) dapat menyebabkan kehilangan kekuatan / potensi, atau merusak dan mengubah
sifat sediaan. Pada etiket / label kemasan harus dicantumkan petunjuk untuk melindungi
sediaan / artikel dari pembekuan. Penyimpanan di bawah kondisi tidak khusus jika tidak ada
petunjuk khusus penyimpanan atau pemabatasan dalam monografi, maka kondisi penyimpanan
1. Menurut WHO
WHO adalah salah satu badan PBB yang bertindak sebagai koordinator kesehatan umum
Menurut WHO Q1A tidak sesuai untuk di gunakan secara universal karena tidak
WHO (established )
Semua zat di ekspose 30 hari pada kondisi udara suhu 500c dan100 %RH
Jika pada periode pengujian ini tidah terdeteksi adanya degradasi lanjutkan denga
suhu di naikkan sampai 700C selama 3-7 hari lagi. Uji hasil degradasi
Untuk produk yang dipasarkan secara global diuji menurut kondisi zona iklim IV
Real time dengan kondisi sedekat mungkin dengan keadaan sistem distribusi
( minimal 12 bulan )
RH75 %
bulan jika barang aktif kurang stabil atau untuk produk di mana jumlah data
tersedia terbatas. Alternatif tidak lebih dari 150 C diatas suhu penyimpanan
-10 sampai - 200C siklus freeze-thaw dan kondisi pendinginan 2-8 C. Ekspose
Pengujian dilakukan pada 3 batch kecuali jika barang aktif digunakan sangat
Bacth produksi harus pula diuji setiap bacth selang tahun untuk skala yang
stabil ; unuk produk yang frofil stabilitasnya sudah diketahui satu batch setiap 3-5
tahun kecuali perubahan besar dari produk misalnya formula atau proses / metode
manufaktur.
Bacth untuk uji stabilitas harus terinci, nomor bacth, tanggal manufaktur, ukuran
mengakuantifasi hasil urai dan zat terurai harus spesifik dan sensitifitas cukup.
Metode aplikasi harus sesuai untuk menjamin eksifien masih efektif dan tidah
Suatu produk dinyatakan stabil jika tidak menunjukkan degradasi bersama, tidak
terjadi perubahan fisika, kimia, mikrobiologi, sifat biologi dan produk tetap dalam
evaluasi stabilitas, rekomendasi untuk kondisi penyimpanan dan usia guna terkait
Beberapa ekstrapolasi data real time bila ditunjang data uji dipercepat dapat pula
berguna.
mengenai harmonisasi.
pengerasan,dsb
Pengujian sediaan jadi dalam kemasan langsung jika ada gejala fotostabilitas
produksi dan pengendalian mutu dan bertujuan untuk menjamin bahwa produk
obat dibuat senantiasa memenuhi persyaratan mutu yang telah ditentukan sesuai
dengan tujuan penggunaannya Pada pembuatan obat, pengawasan menyeluruh adalah sangat
esensial untuk menjamin bahwa konsumen menerima obat yang bemutu tinggi.
memelihara kesehatan.Cara. .Bagian dari sistem pemastian mutu yang mengatur dan memastikan
obat diproduksi dan mutunya dikendalikan secara konsisten sehingga produk yang dihasilkan
1.2 Tujuan
c. Mengetahui perbedaan uji stabilitas sediaan menurut ICH, CPO dan WHO
BAB III
KESIMPULAN
1. Uji stabilitas menurut WHO , CPOB dan ICH secara singkat dapat didefinisikan sebagai
suatu ketentuan bagi industry farmasi yang di buat untuk memastikan agar mutu obat
2. .Uji stabilitas sangat penting untuk mengetahui keadaan suatu obat tersebut aman atau
tidak, dapat bertahan lama atau tidak sehingga dapat disimpan dalam jangka waktu yang
3. WHO merupakan badan PBB yang bertindak sebagai coordinator kesehatan umum,
sedangkan ICH lebih kepada harmonisasinya dimana pengujian hanya pada bahan
berkhasiat dan sediaan farmasi. CPOB sendiri meliputi semua aspek produksi dan
- Moechtar , 1989, Farmasi fisik : Bagian larutan dan system disperse, gadjah mada university.
Press Jogjakarta.
- Staff.ui.ac.id/../uji stabilitas dipercepat kuliah s2 terna,2007pdf
- www.scibd.com/doc/94125708/cpob
- Ghanis chemisty blog :uji stabilitas obat
- Materi kuliah stabilitas obat