Anda di halaman 1dari 160

1

PEDOMAN

PENYELENGGARAAN PEMBINAAN DAN PENGAWASAN


SARANA PRASARANA FASILITAS KESEHATAN
OBAT DAN PANGAN

SEKSI PEMBINAAN DAN PENGAWASAN


SARANA PRASARANA FASILITAS KESEHATAN OBAT DAN PANGAN
BIDANG PELAYANAN KESEHATAN
DINAS KESEHATAN KABUPATEN SERANG
2020

Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Fasilitas Kesehatan Obat dan Makanan


2

MOTO

“Tiada satu ucapan pun yang diucapkan (manusia)


melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir”
(Q.S. Qaf ayat 18)

“Wahai para hamaba Allah berobatlah, Allah tidak meletakkan suatu


penyakit melainkan meletakkan juga obatnya…..”
(Hadits Riwayat Imam Ahmad)

“Maka hendaklah manusia itu memperhatikan makanannya”


(QS. ’Abasa ayat 24)

“Sesungguhnya Allah swt memerintahkan berbuat baik (profesional)


terhadap segala sesuatu...”
(HR. Muslim no. 1955)

Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Fasilitas Kesehatan Obat dan Makanan


3

TIM PENYUSUN

Drg. Agus Sukmayadi


Dr. Istianah Hariyanti
Dr. Selamet, MKM, MA
Dr. Andah Suryani
Indira Yudistira, S.Si., Apt.
Acih, S.Farm., Apt
Nina Marina, SST., Amd. Keb
Yuyun Marhayati, SKM

Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Fasilitas Kesehatan Obat dan Makanan


4

DAFTAR ISI

Halaman Judul…………………………………………………………………………..1
Motto………………………………………….…………………………………………….2
Tim Penyusun…………...………………………………………………………………..3
Daftar Isi…………………………………………………………………………………...4
KataPengantar ..…………………………………………………………………………6
Sambutan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Serang………………..
……..........................................................................8
BAB I Pendahuluan………………………………………………….………..
……..10
A. Latar Belakang.………………………………………………………... ….….10
B. Ruang Lingkup…………………………………………………………………12
C. Sasaran ………………………………………………………………………….13
D. Tujuan………………………….………………………………………………..13
E. Dasar Hukum………………..…………………………………………………14

BAB II Seksi Pembinaan dan Pengawanan Sarana Prasarana Fasilitas


Kesehatan Obat dan Pangan
A. Tujuan Tugas dan Fungsi Seksi ...................................................17
B. Visi Misi dan Prinsip Pelayanan………..........................................20
C. Penyelenggaraan...........................................................................21
D. Ketenagaan...................................................................................21
E. Sarana Prasarana dan Peralatan...................................................34
F. Pengorganisasian...........................................................................37
G.Indikator Kinerja............................................................................38
H.Pembiayaan ...................................................................................41
I. Pencatatan Dan Pelaporan.............................................................41

BAB III Pembinaan dan Pengawasan Fasilitas Kesehatan


A. Jenis Jenis Fasilitas Kesehatan………………………………..………….44

Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Fasilitas Kesehatan Obat dan Makanan


5

B.Tempat Praktik Mandiri Tenaga Kesehatan Dokter dan Dokter


Gigi………………………………………………………………………….46
C.Praktek Mandiri Bidan……………………………………..…………55
D. Pusat Kesehatan Masyarakat………………………………….…..61
E. Klinik……………………………………………………………………………..61
F. Rumah Sakit…………………………………………………………….……..72
G.Laboratorium Kesehatan…………………………………………………….83
H.Optikal………………………………………..………………………………….86
I. Tata Kelola Fasilitas Pelayanan Kesehatan…………..…………………91
J. Kewenangan Dinas dan Puskesmas dalam Pembinaan dan
Pengawasan…………………………………………………………………….92

BAB IV Pembinaan dan Pengawasan Fasilitas Pelayanan Kefarmasian


A. Apotek ……………………………………………………………………..……98
B. Toko Obat ………………………………………….…………………………105
C. Kelengkapan Fasilitas Kefarmasian……………………………………..107
D. Usaha Mikro Obat Tradisional……………………………………………110

BAB V Pembinaan Dan Pengawasan Perbekalan Kesehatan Rumah


Tangga Dan Industri Rumah Tangga Pangan
A. Perusahaan Rumah Tangga Alat Kesehatan dan Perbekalan
Kesehatan Rumah Tangga…………………………….…………………..111
B. Industri Rumah Tangga Pangan…………………………..……………..118

BAB VI Perizinan Fasilitas Kesehatan Obat dan Pangan


A. Pengertian Perizinan dan Fungsi Perizinan…………………………..127
B. Cara Mendapatkan Perizinan……………………………………………127
C. Jenis Perizinan dan Tata Cara Pendaftaran………………….………129
D. Proses Pendaftaran Perizinan Berusaha melalui Sistem
OSS…………………………………………………………………………….129
E. Kelengkapan Persyaratan Pemenuhan Komitmen………………….146

BAB VIII PENUTUP…………………..…………………………………………….. 150

Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Fasilitas Kesehatan Obat dan Makanan


6

LAMPIRAN - LAMPIRAN ……………………………………………………………151


Contoh SOP …………………….…………………………………………………….152
KATA PENGANTAR

Bismillahi walhamdulillah wa laa haula wa laa quwwata illa billah.


Puji dan Syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT Tuhan yang Maha
Esa yang telah menciptakan kita, menjaga, memberi rezki, memelihara
kita, dan kelak mematikan pada ajal yang telah Ia tetapkan dan yang akan
membangkitkan kembali kita pada hari pembalasan utnuk
memperhitungkan kebaikan dan keburukan seluruh hambaNya. Shalawat
dan salam semoga senantiasa tercurah untuk tauladan kita Penutup Para
Nabi yaitu Nabiullah Muhammad saw beserta keluarga, para sahabatnya
serta para pengikutnya yang meniti jalan kebenaran yang ia bawa hingga
akhir zaman.
Hanya berkat pertolongan, rahmat dan hidayah Allah swt saja lah,
buku Pedoman Penyelenggaraan Pembinaan Dan Pengawasan Sarana
Prasarana Fasilitas Kesehatan Obat dan Pangan ini telah selesai kami
susun. Pedoman ini berisi tentang petunjuk teknis bagi seksi Pembinaan
Dan Pengawasan Sarana Prasarana Fasilitas Kesehatan Obat dan Pangan
dalam mengimplementasikan pembinaan dan pengawasan terhadap
fasilitas kesehatan, pengawasan obat dan pangan/makanan khususnya
makanan produksi industri tingkat rumah tangga, dan juga pengawasan
perbekalan kesehatan rumah tangga yaitu industri rumah tangga yang
memproduksi barang yang terkait dengan kesehatan di wilayah kerja
Kabupaten Serang.
Pedoman ini disusun berkaitan dengan upaya mewujudkan
peningkatan derajat kesehatan masyarakat di Kabupaten Serang dimana
diperlukan adanya pelayanan kesehatan yang bermutu. Untuk
mewujudkan pelayanan yang bermutu dibutuhkan pengawasan terhadap
fasilitas pelayanan kesehatan yang ada termasuk distribusi dan
penggunaan obat yang aman dan bermutu. Demkian pula untuk

Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Fasilitas Kesehatan Obat dan Makanan


7

peningkatan kualitas hidup sehat diperlukan konsumsi pangan yang


aman, sehat, bermutu serta halal. Tugas pengawasan ini menjadi
tanggung jawab yang diamanahkan kepada seksi Pembinaan dan
Pengawasan Sarana Prasarana Fasilitas Kesehatan Obat dan
Pangan/makanan (Seksi Binwas). Selain pengawasan perlu dilakukan
pembinaan terhadap pelaku dan fasilitas terkait pelayanan kesehatan,
obat dan penyelenggaraan pangan, membantu dalam proses perizinan
agar sesuai persyaratan, mengawasi dan membina saat operasionalisasi
agar sesuai standar, membantu saat menemui kendala dalam
pelayanannya dan melakukan rekomendasi penutupan apabila
diperlukan.
Seksi binwasfaskom sebagai ujung tombak pembinaan fasilitas
kesehatan, obat dan makanan berjejaring dengan seluruh Puskesmas
yang ada di wilayah Kabupaten Serang. Demikian juga bersinergi dengan
Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM), dan membangun
komunikasi dengan jejaring fasilitas pelayanan kesehatan, obat dan
makanan baik pemerintah maupun swasta. Selain itu seksi binwasfaskom
juga membangun koordinasi dan kerjasama dengan seluruh pemangku
kepentingan dalam menyelenggarakan pembinaan dan pengawasannya.
Terimakasih kami ucapkan kepada semua pihak yang telah ikut dan
berkontribusi dalam penyusunan pedoman ini. Semoga P e d o m a n ini
dapat bermanfaat bagi seksi binwasfaskom dan seluruh seksi dan UPT di
D i n a s K e s e h a t a n khsususnya serta untuk masyarakat Kabupaten
Serang pada umumnya. Dan semoga apa yang kami lakukan ini menjadi
amal ibadah dan menjadi tambahan timbangan kebaikan dan pahala bagi
penyusunnya di sisi Allah swt. Kami menerima kritik, masukan dan
saran dari semua pihak dalam rangka perbaikan pedoman ini.

Serang, Juli 2020


Kepala Seksi Pembinaan dan Pengawasan
Sarana Prasarana Fasilitas Kesehatan Obat
dan Pangan

Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Fasilitas Kesehatan Obat dan Makanan


8

Dr. SELAMET, MKM, MA


SAMBUTAN
KEPALA DINAS KESEHATAN KABUPATEN SERANG

Sesuai dengan rencana strategis Kementerian Kesehatan untuk


meningkatkan akses pelayanan kesehatan dan peningkatan mutu,
diperlukan adanya fasilitas kesehatan yang mampu memberikan
pelayanan yang berkualitas sesuai standar. Untuk itu sebagai bagian dari
siklus manajamen fasilitas sesuai konsep Plan-Do-Check-Action (PDCA)
dibutuhkan adanya pembinaan dan pengawasan yang berkesinambungan
terhadap berjalannya pelayanan oleh fasilitas kesehatan baik pemerintah
maupun swasta. Demikian juga untuk konsumsi obat dan makanan
dibutuhkan adanya pembinaan dan pengawasan terhadap distribusi dan
konsumsi obat dan makanan, khususnya makanan poduk dari industri
rumah tangga pangan (IRTP) dan pangan jajanan anak sekolah. Untuk itu
diperlukan adanya pedoman yang dapat digunakan oleh seksi yang
menangani masalah tersebut yaitu seksi Pembinaan dan Pengawasan
Fasilitas Kesehatan Obat dan Makanan (binwasfaskom).
Sebagai institusi yang membina Puskesmas dan juga fasilitas
kesehatan lain dengan konsep akreditasi yang berprinsip pada “Tulis apa
yang dikerjakan dan kerjakan apa yang ditulis” maka diperlukan adanya
dokumen-dokumen acuan yang dapat dipertanggung jawabkan untuk
digunakan sebagai pedoman ataupun panduan dalam melakukan suatu
program atau kegiatan.
Apa yang dilakukan oleh seksi binwasfaskom dengan membuat
pedoman kerja ini patut diapresiasi dan ditiru oleh seksi maupun UPT
lain yang ada di Dinas Kesehatan. Karena dengan adanya pedoman ini
diharapkan semua jajaran binwasfaskom akan dapat bekerja secara
terarah, berkesinambungan, professional dan akuntabel sesuai dengan
arah kebijakan pemerintah baik pusat maupun daerah. Kemudian

Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Fasilitas Kesehatan Obat dan Makanan


9

diharapkan dapat memenuhin kebutuhan masyarakat dan juga tidak


bertentangan dengan aturan-aturan yang telah ada khususnya aturan
yang lebih tinggi karena telah dijadikan referensi dalam pembuatan
pedoman ini.
Diharapkan dengan adanya Pedoman Penyelenggaraan
Pembinaan Dan Pengawasan Sarana Prasarana Fasilitas Kesehatan
Obat dan Pangan akan menjadikan pelaksanaan pembinaan dan
pengawasan dapat dilakukan dengan lebih baik dan menggunakan
standar yang sama di setiap Puskesmas se Sabupaten Serang. Dengan
demikian proses pembinaan dan pengawasan memberikan dampak
terhadap peningkatan derajat kesehatan masyarakat di Kabupaten Serang
yang pada akhirnya mampu memberikan sumbangan dalam peningkatan
Indek Pembangunan Manusia Kabupaten Serang menuju masyarakat
Serang yang sejahtera adil dan agamis. Akhir kata, semoga pedoman ini
dapat dilaksanakan dengan baik, dapat bermanfaat bagi seluruh
karyawan di Dinas Kesehatan Kabupaten Serang dan seluruh Puskesmas
serta masyarakat yang membutuhkannya. Kepada semua pihak yang
terkait diharapkan menjadikan pedoman ini sebagai salah satu acuan
dan juga diharapkan untuk memberikan masukan demi perbaikan
pedoman ini.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Serang, Juli 2020


Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten Serang,

Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Fasilitas Kesehatan Obat dan Makanan


10

Drg. AGUS SUKMAYADI


NIP: 196408051993011003
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pembangunan kesehatan merupakan salah satu prioritas
pembangunan di Indonesia. Di Kabupaten Serang pembangunan Bidang
kesehatan sedang digiatkan dalam rangka meningkatkan Indek
Pembangunan Manusia (IPM) Kabupaten Serang yang salah satu unsur
utamanya adalah sektor kesehatan. Peningkatan kualitas hidup manusia
ini merupakan salah satu agenda pemerintah yang direalisasikan dalam
bentuk program Indonesia sehat. Penguatan pelayanan kesehatan menjadi
salah satu fokus dalam program Indonesia sehat tersebut. Penguatan
pelayanan kesehatan tersebut ditujukan pada peningkatan akses dan
mutu pelayanan kesehatan. Dalam peningkatan mutu pelayanan,
ketersediaan fasilitas kesehatan beserta sarana, prasarana dan alat
kesehatan (SPA) serta standarisasi pelayanan menjadi faktor yang penting
untuk dipenuhi.
Berdasarkan Undang-undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang
Praktek KeDokteran , Undang-undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang
Pelayanan Publik, dan Undang-undang Nomor 36 tahun 2009 tentang
Kesehatan, diamanatkan agar fasilitas pelayanan kesehatan untuk
memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu. Agar mutu pelayanan
kesehatan yang baik dapat tercapai dibutuhkan penguatan fasilitas
pelayanan kesehatan melaui pembinaan dan pengawasan yang bermutu.
Pemerintah Kabupaten Serang mempunyai kewajiban untuk
meningkatkan pelayanan kesehatan yang bermutu, merata dan
terjangkau. Hal tersebut dilakukan dengan memenuhi kewajiban afirmatif
sebagai pemerintah yaitu menyediakan fasilitas kesehatan milik
pemerintah disertai dengan meningkatkan keikutsertaan pihak swasta
diantaranya dengan memfasilitasi pelayanan kesehatan swasta dalam

Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Fasilitas Kesehatan Obat dan Makanan


11

proses perizinan pendiriannya, dan membina serta mengawasinya agar


taat terhadap perundangan yang ada.
Selain itu pemerintah daerah melalui Dinas Kesehatan juga
berkewajiban meningkatkan pemberdayaan masyarakat dalam Bidang
pelayanan kesehatan baik perorangan maupun badan usaha, melakukan
pembinaan bersama organisasi profesi, dan melakukan pengawasan
berkenaan dengan pelayanan publik seperti mengharuskan adanya
maklumat pelayanan, mewajibkan survey kepuasan pelanggan dan
sebagainya. Hal ini selain mampu meningkatkan kemandirian masyarakat
untuk hidup sehat juga meningkatkan keikutsertaan masyarakat dalam
pembiayaan Kesehatan sehingga dapat menurunkan beban pembiayaan
pemerintah untuksektor kesehatan dengan melibatkan pihak swasta
dalam pemberian pelayanan kesehatan.
Untuk menunjang tujuan di atas Dinas Kesehatan Kabupaten
Serang sebagai pelaksana pembangunan kesehatan di daerah
berkewajiban juga melaksanakan regulasi rekomendasi perizinan secara
teknis dan melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap fasilitas
kesehatan, fasilitas pelayanan dan distribusi obat dan produsen pangan
khususnya pangan ditingkat industri rumah tangga.
Dalam hal pengawasan obat dan makanan salah satu isu utama
yang digarisbawahi adalah keterlibatan semua pihak, baik lintas
kementerian dan lembaga di pemerintah pusat, maupun pemerintah
daerah, serta sektor swasta, lembaga profesi, dan tentu saja juga
kelompok masyarakat sipil yang lebih luas. Bila dipetakan sesuai mandat
perundang-undangan tentunya ada pemangku kepentingan yang sangat
dekat kewenangannya selain Dinas Kesehatan yaitu Balai Pengawasan
Obat dan Makanan (BPOM) sehingga dapat dijadikan sebagai mitra
langsung (boundary partner). Selain itu ada juga yang berada pada lokus
mitra yang perlu dipengaruhi karena memiliki tingkat kepentingan dan
pengaruh yang berdampak pada efektivitas pengawasan obat dan
makanan di masyarakat.
Peran serta semua pemangku kepentingan ini sangat diperlukan
mengingat begitu luasnya wilayah yang harus diawasi dan juga semakin

Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Fasilitas Kesehatan Obat dan Makanan


12

kompleksnya spektrum isu pengawasan terkait obat dan makanan, serta


semakin berkembangnya juga pola-pola baru, baik produksi maupun
peredaran obat dan makanan yang tidak terstandar atau bahkan ilegal.
Multisektor pengawasan obat dan makanan memainkan peran strategis
yang saling terkait dan berkontribusi penting dalam mewujudkan
pengawasan obat dan makanan yang efektif dan terintegrasi dalam
pembangunan kesehatan.
Karena kompleksitasnya pembinaan dan pengawasan fasilitas
kesehatan, pengawasan obat dan pengawasan pangan yang ada di
masyarakat maka diperlukan acuan yang dapat dipertanggungjawabkan
untuk digunakan sebagai pedoman dalam penyelenggaraannya.

B. Ruang Lingkup
Ruang lingkup dari pedoman ini yaitu sebagai acuan dasar bagi
seksi Pembinaan dan Pengawasan Sarana Prasarana Fasilitas Kesehatan
Obat dan Pangan/Makanan (Untuk mensinergikan istilah dengan BPOM
selanjutnya disebut BINWASFASKOM, karena istilah pangan terlalu luas)
dan bagi seluruh karyawan Dinas Kesehatan dan Puskesmas di
Kabupaten Serang dalam penyelenggaraan pembinaan dan pengawasan
yang diantaranya meliputi pelaksanaan:
1. Pemberian rekomendasi perizinan, pengawasan dan pembinaan
fasilitas kesehatan baik badan maupun praktek mandiri tenaga
kesehatan.
2. Pemberian rekomendasi perizinan, pengawasan dan pembinaan
sarana pelayanan farmasi yaitu Apotek dan Toko Obat.
3. Pemberian rekomendasi perizinan, pengawasan dan pembinaan
industri rumah tangga pangan dan produknya.
4. Pemberian rekomendasi perizinan, pengawasan dan pembinaan
Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga dan produknya.
5. Standarisasi dan akreditasi fasilitas kesehatan dan proses
peningkatan mutu pelayanannya.
6. Pembinaan seluruh fasilitas kesehatan, obat dan pangan.
7. Pengawasan seluruh fasilitas kesehatan obat dan pangan.

Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Fasilitas Kesehatan Obat dan Makanan


13

8. Kerjasama antara petugas binwasfaskom dan pihak lain yang terkait.

C. Sasaran
Disusunnya Pedoman Penyelenggaraan Pembinaan Dan
Pengawasan Fasilitas Kesehatan Obat dan Makanan Dinas Kesehatan
Kabupaten Serang ini ditujukan untuk kepentingan tugas dan pekerjaan
serta kebutuhan berbagai personil terkait diantaranya:
1. Kepala Dinas Kesehatan.
2. Kepala Bidang Pelayanan Kesehatan.
3. Kepala Seksi Pembinaan dan Pengawasan Fasilitas
Kesehatan Obat dan Makanan (binwasfaskom).
4. Seluruh staf seksi binwasfaskom.
5. Seluruh petugas binwasfaskom di 31 Puskesmas.
6. Seluruh jajaran tenaga di fasilitas kesehatan.
7. Seluruh pelaku pelayanan kefarmasian.
8. Seluruh pelaku Industri Rumah Tangga Pangan (IRTP).
9. Seluruh pelaku industri Perbekalan Kesehatan Rumah
Tangga (PKRT).
10. Seluruh pelaku penyelenggara pangan.
11. Seluruh pelaku penjualan pangan di Pasar Tradisional.
12. Seluruh pelaku penjualan pangan di Pasar Modern.
13. Pihak lain yang berkaitan dan yang membutuhkan.

D. Tujuan
1. Tujuan Umum
Tersedianya Pedoman Pembinaan dan Pengawasan bagi Dinas
Kesehatan Kabupaten Serang khususnya Seksi Pengawasan
Fasilitas Kesehatan, Obat dan Makanan dan petugas yang terkait
baik di Dinas Kesehatan maupun Puskesmas.
2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus disusunnya pedoman ini adalah agar:

Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Fasilitas Kesehatan Obat dan Makanan


14

a. Tersedianya acuan bagi petugas binwasfaskom dalam melakukan


pembinaan dan pengawasan terhadap semua fasilitas kesehatan di
Kabupaten Serang.
b. Tersedianya acuan bagi petugas binwasfaskom dalam melakukan
pembinaan dan pengawasan terhadap semua pelayanan
kefarmasian dan peredaran obat di Kabupaten Serang.
c. Tersedianya acuan bagi petugas binwasfaskom dalam melakukan
pembinaan dan pengawasan terhadap semua industri rumah
tangga penyelengga pangan dan industri Perbekalan Kesehatan
Rumah Tangga di Kabupaten Serang. Tersedianya acuan bagi
petugas binwasfaskom dala melakukan pembinaan dan
pengawasan terhadap semua fasilitas kesehatan.
d. Tersedianya acuan bagi petugas binwasfaskom dalam melakukan
pembinaan dan pengawasan terhadap semua praktek tenaga
kesehatan, tenaga kesehatan komplementer dan kesehatan
tradisional baik yang berizin maupun belum berizin di Kabupaten
Serang.
e. Tersedianya acuan bagi petugas binwasfaskom dala melakukan
koordinasi dengan lintas program dan lintas sektoral terkait
pembinaan dan pengawasan terhadap semua fasilitas kesehatan
obat dan makanan.

E. Dasar Hukum
Diantara dasar hukum yang menjadi dasar pertimbangan
penyusunan pedoman inni adalah:
1. Undang – Undang Republik Indonesia No. 5 Tahun 1997 Tentang
Psikotropika.
2. Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 tentang
perlindungan Konsumen.
3. Undang – Undang Republik Indonesia No. 29 Tahun 2004 Tentang
Praktek KeDokteran.
4. Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2009
tentang Pelayanan Publik.

Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Fasilitas Kesehatan Obat dan Makanan


15

5. Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009


tentang Kesehatan.
6. Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2012
Tentang Pangan.
7. Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2014
Tentang Tenaga Kesehatan.
8. Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2014
Tentang KePerawatan.
9. Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2019 Tentang
KeBidanan.
10. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2009
Tentang Pekerjaan Kefarmasian.
11. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah.
12. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2014
tentang Keamanan Mutu dan Gizi Pangan.
13. Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2016 Tentang Fasilitas
Pelayanan Kesehatan.
14. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2018 tentang Pelayanan
Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik.
15. Peraturan Daerah Kabupaten Serang Nomor 11 Tahun 2016 tentang
Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah Kabupaten Serang.
16. Peraturan Presiden Nomor 97 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan
Pelayanan Terpadu Satu Pintu.
17. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
167/Kab/B.VII/72 tentang Pedagang Eceran Obat.
18. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
411/Menkes/Per/111/2010 tentang Laboratorium Klinik
19. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 2052
tahun 2011 tentang Izin Praktik dan Pelaksanaan Praktik
KeDokteran.
20. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 033 Tahun
2012 tentang Bahan Tambahan Pangan.

Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Fasilitas Kesehatan Obat dan Makanan


16

21. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 2 Tahun


2013 tentang Kejadian Luar Biasa Keracunan Pangan.
22. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 9 Tahun
2014 Tentang Klinik.
23. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 70 Tahun
2014 tentang Perusahaan Rumah Tangga Alat Kesehatan Dan
Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga.
24. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 54 Tahun 2015 tentang
Pengujian dan Kalibrasi Alat Kesehatan.
25. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1 Tahun
2016 tentang Penyelenggaraan Optikal.
26. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 73 Tahun
2016 Tentang standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek.
27. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 9 Tahun
2017 Tentang Apotek.
28. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 28 Tahun
2017 Tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan.
29. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 26 tahun
2018 tentang Pengawasan di Bidang Kesehatan.
30. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 26 tahun
2018 tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara
Elektronik Sektor Kesehatan.
31. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 43 tahun
2019 tentang Pusat Kesehatan Masyrakat.
32. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 3 Tahun
2020 tentang Klasifikasi Dan Perizinan Rumah Sakit.
33. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 138 Tahun 2017 tentang
Penyelenggaraan Pelayanan terpadu Satu Pintu Daerah.
34. Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 22 tahun
2018 tentang Pedoman Pemberian Sertifikat Produksi Pangan
Industri Rumah Tangga.
35. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1331/Menkes/SK/X/2002 tentang Pedagang Eceran Obat.

Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Fasilitas Kesehatan Obat dan Makanan


17

36. Peraturan Kepala BPOM Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2013


tentang Batas Maksimum Pengunaan Bahan Pangan Warna.
37. Peraturan Kepala BPOM Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2013
tentang Batas Maksimum Pengunaan Bahan tambahan Pengawet.
Kehadiran pedoman ini diharapkan sangat berguna bagi Seksi
Pembinaan dan Pengawasan Fasilitas Kesehatan obat dan makanan,
seksi lain yang tekait di Dinas Kesehatan, para petugas binwas di
Puskesmas, pihak swasta terkait fasilitas kesehatan obat dan makanan
dan semua pihak yang membutuhkan.

Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Fasilitas Kesehatan Obat dan Makanan


18
BAB II
SEKSI PEMBINAAN DAN PENGAWANAN
SARANA PRASARANA FASILITAS KESEHATAN OBAT DAN PANGAN

A. Tujuan Tugas dan Fungsi Seksi


Seksi Pembinaan dan Pengawanan Sarana Prasarana Fasilitas
Kesehatan Obat dan Pangan/Makanan selanjutnya disebut Seksi Binwas
adalah seksi yang berada di bawah Bidang Pelayanan Kesehatan Dinas
Kesehatan Kabupaten Serang. Dibentuknya seksi bertujuan untuk
melakukan kegiatan yang berhubungan dengan pembinaaan dan pengawasan
terhadap fasilitas kesehatan khususnya swasta, pengawasan obat,
pengawasan makanan produk industri rumah tangga pangan (IRTP) dan
Perbekalan Keseshatan Rumah Tangga (PKRT).
Tugas pokok Seksi Binwas adalah melakukan:
1. Pembinaan dan pengawasan sarana dan fasilitas kesehatan.
2. Pembinaan dan pengawasan sarana pelayanan obat dan distribusi obat
dan kosmetik.
3. Pembinaan dan pengawasan industri rumah tangan pangan dan
makanan hasil produknya.
4. Pembinaan dan pengawasan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga.
5. Pembinaan fasilitas kesehatan menuju fasilitas yang terakreditasi
khususnya Klinik.
6. Pemberian rekomendasi perizinan dan pencabutan izin terhadap
fasilitas kesehatan obat dan pangan industri rumah tangga.
Dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya, seksi binwasfaskom
melakukkan berbagai kegiatan yaitu:
1. Melaksanakan pengambilan sampel makanan dan minuman yang
beredar di pasaran.

Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Fasilitas Kesehatan Obat dan Makanan


19
2. Pengambilan sampel sediaan farmasi.
3. Melaksanakan pemeriksaan tempat sarana produksi dan distribusi
obat.
4. Melaksanakan pemeriksaan tempat sarana produksi dan distribusi
makanan.
5. Melaksanakan pemeriksaan tempat sarana produksi industry rumah
tangga terkait kesehatan.
6. Melaksanakan pemeriksaan makanan dan minuman ke Pasar Modern.
7. Melaksanakan pemeriksaan makanan dan minuman ke pasar
tradisional.
8. Melaksanakan pengambilan sampel makanan dan minuman yang
berada pabrik/tempat produksi.
9. Melaksanakan pembinaan, monitoring dan evaluasi serta pengawasan
pada sarana kesehatan pemerintah dan swasta.
10. Melaksanakan pengawasan peredaran obat yang kadaluarsa, obat
narkotika dan psikotropika.
11. Melaksanakan pembinaan monitoring evaluasi dan pengawasan
terhadap sarana pelayanan obat dan distribusi obat.
12. Melaksanakan pengawasan produksi dan distribusi produk terapetik
dan produk komplementer rumah tangga (PKRT).
13. Melaksanakan pengawasan produk farmasi dan bahan kimia obat
berbahaya.
14. Melaksanakan pengiriman sampel laboratorium pengujian dan
penelitian keamanan manfaat dan mutu obat dan makanan
bekerjasama dengan laboratorium kesehatan daerah.
15. Melaksanakan Inspeksi dan memantau hasil sertifikasi obat tradisional,
kosmetik dan produk komplementer yang beredar.

Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Fasilitas Kesehatan Obat dan Makanan


20
16. Bersama instansi lain melaksanakan pengawasan Narkotika,
Psikotropika, Prekursor dan zat Adiktif di semua sarana pelayanan
kesehatan.
17. Bersama instansi lain melaksanakan pengawasan pos market obat dan
makanan yang meliputi:
a. Intensifikasi Pemberantasan produk illegal termasuk produk palsu.
b. Perluasan cakupan pengawasan pangan jajanan anak sekolah yang
bersumber pabrikan dan Industri Rumah Tangga Pangan (IRTP).
18. Bersama instansi lain melaksanakan operasi terpadu pengawasan obat-
obatan termasuk obat tradisional kosmetik dan makanan/minuman
pabrikan.
19. Melaksanakan fasilitasi dan konsultasi dalam upaya menyelesaikan
permasalahan aktual terkait urusan pengawasan obat dan makanan
(POM).
20. Melaksanakan pengawasan dan pembinaan ke fasilitas kesehatan
tingkat pertama (FKTP) dan fasilitas kesehatan tingkat lanjutan (FKTL)
terhadap kepatuhan melaksanakan standar pelayanan sesuai
ketentuan perundangan undangan.
21. Melakukan koordinasi dengan pihak terkait guna melakukan tindakan
terhadap FKTP dan FKTL yang tidak mematuhi ketentuan peraturan
perundang-undangan.
22. Melaksanakan kegiatan sosialisasi terkait pembinaan dan pengawasan
fasilitas kesehatan obat dan makanan.
Adapun fungsi Seksi Binwas adalah untuk:
1. Melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap fasilitas kesehatan
khususnya fasilitas kesehatan swasta.
2. Melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap peredaran obat dan
fasilitas pelayanan obat dan kosmetik.

Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Fasilitas Kesehatan Obat dan Makanan


21
3. Melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap makanan khususnya
makanan produk IRTP.
4. Memberikan pelayanan rekomendasi untuk penerbitan izin fasilitas di
atas.
5. Bersama pihak lain memberikan rekomendasi penutupan fasilitas di
atas.
6. Menerima laporan terkait masalah fasilitas kesehatan, obat dan
makanan.

B. Visi Misi dan Prinsip Pelayanan


Visi seksi Binwasfaskom adalah memastikan semua fasilitas terkait
pelayanan kesehatan, obat dan penyelenggara pangan di Kabupaten Serang
berjalan sesuai Peraturan yang berlaku dan memenuhi standar kualitas
pelayanan.
Untuk mewujudkan visi tersebut maka misi yang dilakukan adalah:
1. Mengumpulkan regulasi terbaru terkait misi binwasfaskom.
2. Mempelajari regulasi yang ada terkait misi.
3. Menyusun pedoman seksi.
4. Menyusun SOP baru sesuai kebutuhan dan melakukan revisi SOP
sesuai perkembangan regulasi dan kondisi.
5. Melakukan distribusi tugas secara merata kepada seluruh staf.
6. Melakukan sosialisasi pedoman dan SOP kepada seluruh staf dan
petugas binwas Puskesmas.
7. Melakukan validasi data sasaran setiap enam bulan.
8. Melakukan analisa terhadap data dan informasi yang ada.
9. Membuat perencanaan binwas yang berbasis data.
10. Membuat instrumen standarisasi pelayanan untuk fasilitas yang tidak
melakukan proses akreditasi.

Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Fasilitas Kesehatan Obat dan Makanan


22
11. Membantu proses akreditasi terhadap fasilitas kesehatan yang
bekerjasama dengan BPJS.
12. Menerapkan siklus PDCA (PLAN D0 CHECK ACTION) dalam
manajemen pelayanan.
Prinsip-prinsip yang digunakan dalam pelaksanaan penyelenggaraan
program dan pelayanan Seksi Binwas adalah:
1. Bersifat Pembinaan dan Pengawasan.
2. Standarisasi mutu pelayanan.
3. Normatif.
4. Transparansi.
5. Akuntabilitas.
6. Sederhana dan praktis.
7. Professional.
8. Koordinatif.

C Penyelenggaraan
Dalam mempersiapkann penyelenggaraan operasional dan pelayanan
Seksi Binwas diperlukan beberapa hal yang harus disiapkan oleh seksi
sebagai dokumen perencanaan yaitu:
1. RPJMD Kabupaten Serang
2. Rencana Strategi (RENSTRA) Dinas Kesehatan Kabupaten Serang.
3. Rencana Kerja ( RENJA ) seksi.
4. Perjanjian kerja (PK ).
5. Indikator Kinerja Utama (IKU).
6. Standar Operasional Prosedur (SOP ).
7. Standar Pelayanan Minimal (SPM).
8. Rencana kerja anggaran (RKA).
9. Dokumen Penilaian Risiko (DPR) kegiatan.

Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Fasilitas Kesehatan Obat dan Makanan


23
D. Ketenagaan
Ketenagaan yang diperlukan dalam penyelenggaraan binwasfaskom di
tingkat Dinas Kesehatan antara lain:
1. Seorang kepala seksi.
2. Seorang penyuluh obat dan makanan.
3. Dua orang inspektur sarana dan prasarana fasilitas kesehatan.
4. Seorang analis obat dan makanan.
5. Seorang Analis kesehatan atau sanitarian.
6. Seorang petugas data dan informasi.
7. Seorang tenaga adimintrasi.
Kesemua unsur di atas bekerja dalam satu tim Seksi Binwas
Kabupaten Serang. Untuk saat ini tenaga petugas data dan tenaga
administrrasi belum ada sehingga tupoksinya dibebankan kepada tenaga
yang ada. Berikut ini adalah uraian tugas dan fungsi tenaga yang ada.
1. Uraian Tugas Pokok Dan Fungsi Kepala Seksi
a. Tugas pokok
Memimpin, merencanakan, mengatur, melaksanakan dan
mengawasi serta melaporkan penyelenggaraan urusan pembinaan
dan pengawasan sarana fasilitas kesehatan obat dan pangan.
b. Fungsi
1) Perencanaan:
Perencanaan penyelenggaraan urusan pembinaan dan
pengawasan sarana fasilitas kesehatan obat dan pangan meliputi:
a) Menyiapkan bahan perumusan Rencana Strategi (RENSTRA)
di seksinya.
b) Menyusun Rencana Kerja (RENJA )di seksinya.
c) Menyiapkan bahan perumusan Perjanjian kerja (PK) di
seksinya.

Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Fasilitas Kesehatan Obat dan Makanan


24
d) Menyiapkan bahan perumusan Indikator Kinerja Utama
( IKU).
e) Menyiapakan bahan perumusan Standar Operasional
Prosedur (SOP) di seksinya.
f) Menyiapkan bahan perumusan standar pelayanan minimal
(SPM) di seksinya.
g) Menyusun dan menilai Dokumen Penilaian Risiko (DPR)
kegiatan di seksinya
2) Pengaturan
Pengaturan penyelenggaraan urusan pembinaan dan pengawasan
sarana fasilitas kesehatan obat dan pangan meliputi:
a) Mengkordinasikan pelaksanaan tugas bawahannya.
b) Membina, membagi tugas, memberi petunjuk dan bimbingan
kepada bawahannya.
c) Mengendalikan pelaksanaan tugas di seksinya.
3) Pelaksanaan
Pelaksanaan penyelenggaraan urusan pembinaan dan
pengawasan sarana fasilitas kesehatan obat dan pangan meliputi:
a) Membantu kepala Bidang dalam pelaksanaan tugas urusan
pembinaan dan pengawasan sarana fasilitas kesehatan obat
dan pangan.
b) Mengkordinasikan pelaksanaan tugas dengan sub bagian sub
bagian dan seksi-seksi dilingkungan dinas.
c) Melaksanakan pengambilan sampel makanan, minuman dan
sediaan farmasi di lapangan.
d) Melaksanakan pemeriksaan tempat sarana produksi dan
distribusi obat dan makanan.
e) Melaksanakan pemeriksaan makanan dan minuman pada
Pasar Modern dan tradisional.

Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Fasilitas Kesehatan Obat dan Makanan


25
f) Melaksanakan pembinaan monitoring dan evaluasi serta
pengawasan pada fasilitas kesehatan pemerintah dan swata.
g) Melaksanakan pengawasan produksi dan distribusi produk
terapetik dan produk komplementer rumah tangga (PKRT).
h) Melaksanakan pengawasan produk Farmasi dan bahan kimia
obat berbahaya.
i) Melaksanakan pengiriman sampel laboratorium untuk
pengujian dan penelitian keamanan manfaat dan mutu obat
dan makanan bekerjasama dengan laboratorium kesehatan
daerah.
j) Melaksanakan inspeksi dan memantau hasil sertifikasi obat
tradisional, kosmetik dan produk komplementer yang beredar.
k) Melaksanakan pengawasan obat kadaluarsa, Narkotika,
Psikotropika, Prekursor dan zat Adiktif pada fasilitas
pelayanan kesehatan.
l) Ikut serta dalam pengawasan pos market obat dan makanan
yang meliputi pemberantasan produk illegal termasuk
produk palsu
m) Ikut serta dalam pengawasan pangan jajanan anak sekolah
yang bersumber pabrikan dan Industri Rumah Tangga
Pangan (IRTP ).
n) Ikut serta dalam melaksanakan operasi terpadu pengawasan
obat-obatan termasuk obat tradisional kosmetik dan
makanan minuman pabrikan.
o) Ikut serta dalam melaksanakan fasilitasi dan konsultasi
dalam upaya menyelesaikan permasalahan aktual terkait
urusan pengawasan obat dan makanan ( POM).
p) Melaksanakan pengawasan dan pembinaan ke fasilitas
kesehatan tingkat pertama (FKTP) dan fasilitas kesehatan

Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Fasilitas Kesehatan Obat dan Makanan


26
tingkat lanjutan (FKTL) terhadap kepatuhan melaksanakan
standar pelayanan sesuai ketentuan perundangan undangan.
q) Melakukan koordinasi dengan pihak terkait guna melakukan
tindakan terhadap FKTP dan FKTL yang tidak mematuhi
ketentuan peraturan perundang-undangan.
r) Melaksanakan sosialisasi sesuai lingkup tugasnya.
s) Melaksanakan konsultasi dengan atasannya dan instansi
pemerintah yang lebih tinggi.
t) Menyiapkan bahan evaluasi hasil Rencana Kerja di seksinya.
u) Menyiapkan bahan Laporan Penyelenggaraan Pemerintah
Daerah (LPPD) di seksinya.
v) Menyiapakan bahan Laporan Keterangan Pertanggung
Jawaban (LKPJ) di seksinya.
w) Menyiapakan bahan Laporan Kinerja Instansi Pemerintah
(LKIP) di seksinya.
x) Memberikan masukan dan pertimbangan kepada atasan.

4) Pengawasan
Pengawasan penyelenggaraan urusan pembinaan dan
pengawasan sarana fasilitas kesehatan obat dan pangan meliputi:
a) Melakukan pengawasan dan pengendalian pada setiap
tahapan pelaksanaan tugas dan fungsi di seksinya.
b) Memberi penghargaan pada bawahannya yang berprestasi.
c) Memberikan sanksi kepada bawahannya yang melakukan
pelanggaran sesuai dengan peraturan perundang undangan
yang berlaku.
d) Menilai dan menandatangani sasaran kerja (SKP)
bawahannya.

Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Fasilitas Kesehatan Obat dan Makanan


27
e) Mempertanggung jawabkan penggunaan anggaran di
seksinya.
f) Menyampaikan Laporan Pelaksanaan kegiatan kepada atasan.
5) Pelaksanaan Tugas Tambahan
Diantara tugas dalam dalam kedinasan meliputi:
a) Melaksanakan Tugas kedinasan lainnya yang di berikan oleh
atasan.
b) Melaksanakan tugas lainnya diintern Dinas Kesehatan.
c) Melaksanakan tugas kedinasan lainnya dalam kapasitas
sebagai tim dan atau kepanitiaan lintas Perangkat Daerah
diberikan.

2. Uraian Tugas Pokok dan Fungsi Staf Penyuluh Obat dan Makanan.
a. Uraian Tugas Pokok dan Fungsi
1) Melaksanakan penyuluhan dan pembinaan terhadap fasilitas
pelayanan kesehatan swasta maupun pemerintah yang sedang
melakukan pengajuan izin baik baru ataupun perpanjangan.
2) Melaksanakan kegiatan penyuluhan, pembinaan dan pengawasan
pada fasilitas kesehatan baik swasta maupun pemerintah dalam
melakukan kegiatan operasional.
3) Melakukan pendataan, penyuluhan, pembinaan dan pengawasan
pada fasilitas yang belum memiliki izin dan mengarahkannya
untuk melakukan proses perizinan.
4) Melaksanakan penyuluhan, pembinaan dan pengawasan
terhadap distribusi obat.
5) Melaksanakan penyuluhan, pembinaan dan pengawasan
terhadap sarana distribusi obat dalam melakukan kegiatan
operasional.

Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Fasilitas Kesehatan Obat dan Makanan


28
6) Melakukan pendataan, penyuluhan dan pengawasan sarana
distribusi obat yang belum berizin dan mengarahkannya untuk
melakukan proses perizinan.
7) Melaksanakan kegiatan penyuluhan, pembinaan dan pengawasan
pangan pada kantin Sekolah Dasar, Madrasah Ibtidaiyah, SMP,
SMA dan yang sederajat.
8) Melaksanakan kegiatan pengambilan dan pemeriksaan sampel
makanan dan minuman pada kantin sekolah dasar
9) Melaksanakan penyuluhan, pembinaan dan pengawasan pangan
pada pada Pasar Tradisional dan Pasar Modern.
10) Melaksanakan kegiatan penyuluhan lain tentang obat dan
pangan terhadap sasaran yang membutuhkan.
11) Membantu Kepala Seksi dalam membuat perencanaan kegiatan
pembinaan dan pengawasan terhadap fasilitas kesehatan, obat
dan pangan.
12) Membantu Kepala Seksi membuat jadwal kegiatan dan sasaran
kegiatan yang akan dilakukan kegiatan pembinaan dan
pengawasan.
13) Melakukan verifikasi berkas permohonan rekomendasi teknis dari
fasyankes.
14) Membuat dan menyiapkan Berita Acara Pemeriksaan (BAP)
Fasyankes.
15) Mempersiapkan dan melaksanakan kegiatan yang ada dalam DPA
Seksi.
16) Memberikan pelayanan permohonan rekomendasi untuk
perizinan fasilitas pelayanan kesehatan, PKRT dan UMOT.
17) Membantu menyiapkan bahan laporan dan evaluasi serta
perencanaan tugas staf dari tupoksi Binwas Sarfaskes obat dan
pangan.

Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Fasilitas Kesehatan Obat dan Makanan


29
b. Tugas Tambahan :
1) Melakukan pembuatan pelaporan tahunan kegiatan Seksi Binwas,
sarfaskes Obat dan Pangan khususnya yang terkait semua kegiatan
terkait penyuluhan yang dilakukan.
2) Membantu Kepala Seksi mengelola membuat Renstra, Renja, RKA dan
DPA.
3) Mengerjakan dokumen IKU.
4) Membantu Kepala Seksi dalam penginputan anggaran Seksi.
5) Pelaksanaan pembantu PPTK untuk kegiatan DPA Seksi.
6) Melaksanakan pelayanan pencabutan izin Fasyankes dan Surat Izin
Praktek Tenaga Kesehatan yang izinnya dikeluarkan Dinas Kesehatan.
7) Mendokumentasikan Berita Acara Pemeriksaan Fasyankes.
8) Melaksanakan tugas kedinasan lain yang diperintahkan atasan.

3. Uraian Tugas Pokok dan Fungsi Staf Inspektur Sarana dan Prasarana
Fasilitas Kesehatan.
a. Tugas Pokok dan Fungsi
1) Melaksanakan inspeksi/pemeriksaan terhadap fasilitas
pelayanan kesehatan yang melakukan pengajuan izin baru atau
perpanjangan izin fasilitas pelayanan kesehatan baik swasta
maupun pemerintah.
2) Melaksanakan inspeksi, pembinaan dan pengawasan terhadap
sarana fasilitas kesehatan yang telah memiliki izin baik swasta
maupun pemerintah dalam melakukan kegiatan operasional.
3) Melaksanakan inspeksi, investigasi dan pembinaan terhadap
fasilitas kesehatan yang belum memiliki izin.
4) Melaksanakan inspeksi terhadap fasilitas kesehatan yang
terdapat laporan/indikasi melakukan pelayanan tidak sesuai
ketentuan.

Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Fasilitas Kesehatan Obat dan Makanan


30
5) Melaksanakan inspeksi terhadap sarana produksi dan distribusi
obat dan makanan secara periodik maupun incidental sesuai
laporan / indikasi.
6) Melaksanakan inspeksi, pembinaan dan pengawasan terhadap
obat-obat bebas, obat Keras, Obat tanpa Izin Edar dan Obat
kadaluwarsa di fasyankes.
7) Melaksanakan inspeksi dan pengawasan terhadap persediaan,
distribusi dan penggunaan obat narkotik dan obat psikotropika di
fasyankes.
8) Melaksanakan inspeksi dan pengambilan dan pemeriksaan
sampel makanan dan minuman yang diduga tercemar bahan
kimia obat berbahaya pada kantin sekolah dasar.
9) Melaksanakan inspeksi, pembinaan dan pengawasan pada sarana
distribusi obat yang telah memiliki izin operasional dan yang
belum memiliki izin.
10) Melaksanakan inspeksi serta pengambilan dan pemeriksaan
sampel pangan pada Pasar Tradisional.
11) Melaksanakan inspeksi, pengawasan dan pembinaan pangan
pada Pasar Modern dan Pasar Tradisional.
12) Melaksanakan inspeksi, pembinaan dan pengawasan terhadap
Usaha Mikro Obat Tradisional.
13) Melaksanakan inspeksi, pembinaan dan pengawasan terhadap
usaha Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga dan Industri
Rumah Tangga Pangan.
14) Membuat Surat Teguran /SP1/SP2/SP3/Surat Rekomendasi
Penghentian Sementara Kegiatan terhadap Fasyankes, sarana
disribusi obat, IRTP dan PKRT.

b. Tugas Tambahan

Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Fasilitas Kesehatan Obat dan Makanan


31
1) Melakukan pembuatan pelaporan tahunan kegiatan Seksi
Binwas, sarfaskes Obat dan Pangan khususnya yang terkait
semua kegiatan inspeksi yang dilakukan.
2) Menindaklanjuti temuan BBPOM pada fasyankes.
3) Bertindak sebagai saksi ahli jika diperlukan.
4) Mengkoordinir dan merealisasikan kebutuhan sarana dan
prasarana serta alat dalam ruangan seksi.
5) Melaksanakan tugas kedinasan lain yang diperintahkan atasan.

4. Uraian Tugas Pokok dan Fungsi Staf Analis Obat dan Makanan.
a. Tuas Pokok dan Fungsi
1) Melakukan analisa terhadap masalah peredaran dan distribusi
obat di Kabupaten Serang
2) Melakukan analisa terhadap masalah keamanan pangan yang
beredar di Kabupaten Serang.
3) Melakukan analisa tehadap penyelenggaraan jajanan anak
sekolah SD, SMP, SMA dan yang sederajat.
4) Melakukan analisa terhadap permasalahan pengawasan obat dan
makanan di wilayah Kabupaten Serang.
5) Melakukan analisa dan tindak lanjut terhadap aduan masyarakat
terkait obat dan makanan.
6) Melakukan pemeriksaan dan analisa serta rencana tindak lanjut
terhadap sampel obat dan makanan yang bermasalah.
7) Membantu Kepala Seksi dalam merencanakan kegiatan
khususnya terkait analisa terhadap obat dan makanan.
8) Membantu Kepala Seksi membuat jadwal kegiatan dan sasaran
kegiatan pembinaan dan pengawasan.
9) Melaksanakan pembinaan dan pengawasan terhadap faskes
dalam hal kepatuhan melaksanakan standar pelayanan.

Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Fasilitas Kesehatan Obat dan Makanan


32
10) Membantu Kepala Seksi menyusun dan merevisi Standar
Operasional Prosedur khususnya terkait obat dan makanan.
11) Melaksanakan pembinaan dan pengawasan pada sarana yang
belum berizin khususnya terkait obat dan makanan.
12) Melakukan verifikasi berkas klarifikasi hasil pemeriksaan
fasyankes.
13) Mempersiapkan dan melaksanakan kegiatan dalam RKA seksi.

b. Tugas Tambahan
1) Melakukan pembuatan pelaporan tahunan kegiatan Seksi Binwas,
sarfaskes Obat dan Pangan khususnya yang terkait semua kegiatan
inspeksi yang dilakukan.
2) Melaksanakan visitasi tenaga kesehatan sesuai surat dari
DPMPTSP.
3) Pelaksanaan pembantu PPTK untuk kegiatan DPA Seksi.
4) Melaksanakan tugas kedinasan lain yang diperintahkan atasan.

5. Uraian Tugas Pokok dan Fungsi Staf Analis Kesehatan.


a. Tugas Pokok dan Fungsi :
1) Melakukan analisa permasalahan kesehatan terkait dengan
kebutuhan terhadap fasyankes.
2) Melakukan analisa terhadap jumlah dan distribusi fasyankes.
3) Melakukan analisa terhadap kualitas fasyankes.
4) Melakukan analisa terkait jumlah dan distribusi tenaga
kesehatan di fasyankes.
5) Melakukan analisa terhadap perizinan tenaga kesehatan di
fasyankes.
6) Melakukan analisa tehadap berbagai permasalahan kesehatan
yang ada dalam Dinas Kesehatan.

Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Fasilitas Kesehatan Obat dan Makanan


33
7) Melakukan analisa data kepegawaian seksi yang meliputi :
a) Berkas data pegawai seksi.
b) Melengkapi berkas Absensi, Tupoksi, dan berkas SKP.
c) Surat izin, surat sakit, cuti dan sebagainya.
8) Melakukan analisa dan investigasi laporan kasus Binwas
Sarfaskes obat dan pangan.
9) Melakukan analisa dan mengelola jaringan petugas Binwas
Puskesmas dan pelaporannya.
10) Melakukan analisa dan rekapitulasi laporan binwas faskes obat
dan pangan.
11) Memberikan masukan dan melaporkan semua hasil analisa
kepada kepala seksi.
12) Melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap fasyankes,
obat dan makanan.
13) Membuat surat balasan terhadap surat yang masuk ke seksi.
14) Mengelola SPPD Kegiatan dan persiapan berkas perlengkapan
kegiatan perjalanan.
b. Tugas Tambahan :
1) Melakukan pembuatan pelaporan tahunan kegiatan Seksi Binwas,
sarfaskes Obat dan Pangan khususnya yang terkait semua kegiatan
inspeksi yang dilakukan.
2) Mengelola inventaris seksi.
3) Mengkoordinir penjagaan kerapihan, kebersihan, dan keindahan
ruangan seksi.
4) Melaksanakan tugas kedinasan lain yang diperintahkan atasan.

6. Uraian Tugas Pokok dan Fungsi Staf Petugas Data


a. Tugas Pokok dan Fungsi :
1) Melakukan tagihan laporan dari Puskesmas atau fasyankes lain.

Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Fasilitas Kesehatan Obat dan Makanan


34
2) Menerima data yang masuk dari Puskesmas dan fasyankes lain.
3) Melakukan rekapitulasi data.
4) Mencatat data dan informasi yang masuk dari pihak lain dan
masyarakat dan melaporkannya kepada kepala seksi.
5) Menyiapkan daftar tilik pemeriksaan fasilitas pelayanan
kesehatan.
6) Melakukan pendataan dan validasi data fasyankes setiap enam
bulan.
7) Mendokumentasikan semua kegiatan seksi dan menyimpan
semua data dokumen ke dalam drive.
8) Mendokuentasikan klarifikasi perbaikan dari faskyankes.
9) Melakukan penyimpanan berkas fasyankes.
10) Mendokumentasikan barang inventaris seksi.
11) Mendokumentasikan berkas permohonan rekomendasi teknis
fasilitas kesehatan.
12) Mendokumentasikan hasil visitasi.
13) Mengarsipkan LK, RKA, DPA, A1 dan SPJ kegiatan seksi.
14) Mengarsipkan Renstra, Renja dan IKU Seksi.
15) Menyiapkan data laporan Kegiatan seksi untuk pertanggung
jawaban kegiatan.
16) Memberikan masukan dan melaporkan hasil kegiatan kepada
kepala seksi.
17) Membantu mempersiapkan dan melaksanakan kegiatan seksi.
18) Menyiapkan bahan laporan, evaluasi serta perencanaan tugas
staf dari tupoksi.
19) Melakukan pemeliharaan dan Inventaris Kendaraan seksi.
20) Mengkoordinasikan SPJ dan laporan kegiatan dengan keuangan.
b. Tugas Tambahan :
1) Melaksanakan tugas kedinasan lain yang diperintahkan atasan.

Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Fasilitas Kesehatan Obat dan Makanan


35

7. Uraian Tugas Pokok dan Fungsi Staf Tenaga Adimintrasi.


a. Tugas Pokok dan Fungsi
1) Mengelola surat Surat masuk dan surat keluar.
2) Mengetik jadwal kegiatan.
3) Membuat Surat Tugas.
4) Memperbanyak berkas.
5) Mengelola berkas laporan kegiatan seksi.
6) Mengelola pelaporan Binwas Puskesmas.
7) Rekapitulasi laporan binwas faskes.
8) Membuat balasan tehadap surat masuk.
9) Mengelola berkas materi pertemuan.
10) Melakukan notulensi rapat.
11) Mengelola buku tamu.
12) Menghubungi faskes atau pihak yang akan dilakukan visitasi.
13) Membuat, memperbanyak dan menyebarkan undangan.
14) Mendokumentasikan berkas-berkas teguran, surat peringatan dan
pencabutan fasilitas.
15) Melakukan mengedit dan mencetak naskah dokumen seksi.
b. Tugas Tambahan
1) Melaksanakan tugas kedinasan lain yang diperintahkan atasan.

E. Sarana Prasarana dan Peralatan


Kelengkapan sarana dan prasarana yang diperlukan untuk
penyelenggaraan binwasfaskom antara lain:
1. Sarana
Bangunan/tempat aktifitas Seksi Binwas dengan luas bangunan
idealnya berukuran minimal 5 x 10 meter persegi. Bangunan idealnya
terdiri dari tiga ruangan yaitu ruang administrasi dan staf, ruang

Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Fasilitas Kesehatan Obat dan Makanan


36
pelayanan da ruang Kepala Seksi. Masing masing ruangan terdiri dari
komponen struktur dan arsitektur yang terpelihara dengan baik:
a. Komponen Arsitektur ruang seksi yang terdiri dari:
1) Penutup pelapis dinding dengan cat yang terang, lebih bagus
dilapisi wallpaper.
2) Plafon yang tidak bocor.
3) Pintu dan jendela sesuai kebutuhan ventilasi dan jalur evakuasi.
4) Kusen yang ber teralis.
5) Lantai terbuat dari keramik yang tidak licin.
6) Atap yang tidak bocor.
Komponen arsitektur dibuat seindah dan senyaman mungkin agar
mampu mengerjakan pekerjaan secara professional dan memberikan
kenyamanan saat pelayanan.
b. Komponen Struktural yang terdiri dari:
1) Pondasi bangunan.
2) Struktur bangunan.
3) Dinding.
Komponen struktur harus memberikan kekuatan yang cukup saat
terjadi guncangan seperti gempa dan idealnya sesuai/memiliki
dengan sertifikat layak fungsi (SLF).

2. Pra Sarana
Untuk dapat melaksanakan penyelenggaraan seksi dengan optimal
diperlukan Prasarana yang ideal dalam ruangan Seksi Binwas meliputi:
a. Sistem Penghawaan (Ventilasi dan pendingin ruangan), yakni
adanya AC.
b. Sistem Pencahayaan yang cukup terang. Kebutuhan tingkat
pencahayaan (LUX) untuk ruangan kantor seksi binwasfaskom
sesuai Permenkes nomor 75 tahun 2014 adalah 200 Lux.

Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Fasilitas Kesehatan Obat dan Makanan


37
c. Sistem Sanitasi, adanya peralatan kebersihan, kamar mandi wastafel
dan kamar mandi.
d. Sistem Kelistrikan, adanya distribusi sumber power listrik yang
cukup dan penataan kabel yang rapih.
e. Sistem Komunikasi, adanya jaringan internet yang memadai.
f. Sistem Proteksi Kebakaran, tersedianya minimal satu APAR ukuran
2 kg. Pemasangan alat pemadam kebakaran diletakkan pada dinding
dengan ketinggian antara 15 cm–120 cm dari permukaan lantai,
dilindungi sedemikian rupa untuk mencegah kemungkinan
kerusakan atau pencurian.

3. Peralatan
Peralatan yang diperlukan seksi binwasfaskom untuk melkukan
kegiatan operasional minimal terdiri dari :
a. Kendaraan roda empat 1 buah.
b. Alat periksa/kit test bahan tambahan pangan satu set per item
c. Alat periksa/kit test DNA babi satu set
d. Mebeleir satu set
e. Meja 6 buah
f. Kursi 6 buah
g. Alat tulis dan kantor tahunan sesuai
kebutuhan
h. Komputer meja 3 unit
i. Laptop 2 buah
j. Printer 2 buah
k. LCD proyektor 1 buah
l. Dispenser 1 buah
m. Kulkas 1 buah
n. Charger Hp 5 buah

Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Fasilitas Kesehatan Obat dan Makanan


38
o. Lemari arsip 5 buah

E. Pengorganisasian

STRUKTUR ORGANISASI
SEKSI BINWASFASKOM

KEPALA BIDANG YANKES


 
 
KEPALA SEKSI
BINWASFASKOM
 
                   
Penyuluh Inspektur Sarana dan Analis Obat Analis
Obat dan Prasarana Fasilitas dan Kesehat
Makanan Kesehatan Makanan an
     
     
Petugas
Petugas Data Tenaga Adimintrasi
Binwas PKM

G. Indikator Kinerja
Agar maksud, tujuan, visi dan misi seksi dapat tercapai maka seksi
harus memiliki kinerja yang maksimal. Untuk mengukur optimalnya kinerja
maka diperlukan adanya indikator kinerja yang dapat terukur yang termuat

Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Fasilitas Kesehatan Obat dan Makanan


39
dalam Indikator kinerja Utama (IKU). Berikut adalah jenis indikator dan
target yang harus dicapai selama lima tahun kedepan:

TARGET RENSTRA
No Cara Penghitungaan
Indikator 202 202 202 202
. Indikator
2020 1 2 3 4
Jumlah fasilitas
pelayanan
Persentase
kesehatan yang
fasilitas
telah terstandar
1 pelayanan % 45 50 55 60 65
dibagi fasilitas
kesehatan
pelayanan
terstandar
kesehatan yang
ada dikali 100
Jumlah
Persentase penyelenggara obat
penyelenggar terstandar dibagi
2 % 70 75 80 85 90
a obat penyelenggara obat
terstandar yang ada dikali
100
Jumlah
penyelenggara
Persentase
pangan sekolah
penyelenggar
yang aman dibagi
3 a pangan % 12 15 20 25 30
penyelenggara
sekolah yang
pangan sekolah
aman
yang ada dikali
100%
Jumlah fasilitas
pelayanan
Persentase
kesehatan yang
fasilitas
telah dibina dan
4 kesehatan % 70 80 90 95 100
diawasi dibagi
yang dibina
seluruh fasilitas
dan diawasi
kesehatan yang
ada dikali 100
Persentase Jumlah
penyelenggar penyelenggara obat
5 a obat yang yang dibina dan % 90 95 100 100 100
dibina dan diawasi dibagi
diawasi seluruh

Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Fasilitas Kesehatan Obat dan Makanan


40
penyelenggara obat
yang ada dikali
100
Jumlah
penyelenggara
pangan sekolah,
Pasar Modern,
Persentase
Pasar Tradisional
penyelenggar
dan IRTP yang
6 a pangan % 15 40 60 80 100
telah dilakukan
yang dibina
pembinaan dan
dan diawasi
pengawasan dibagi
jumlah seluruh
penyelenggara
pangan dikali 100

1. Persentase fasilitas pelayanan kesehatan terstandar


Definisi operasionalnya adalah persentase dari seluruh fasilitas
kesehatan yang tediri dari Puskesmas, Klinik, Praktek mandiri, Apotek,
laboratorium, Rumah Sakit dan optik yang ada di Kabupaten Serang yang
telah melakukan standarisasi pelayanan. Untuk fasilitas yang bekerjasama
dengan BPJS standarisasinya dengan proses akreditasi. Sedangkan untuk
fasilitas lainnya dilakukan oleh Dinas Kesehatan dengan instrumen keluaran
dari Dinas Kesehatan. Cara perhitungannya adalah jumlah fasilitas
pelayanan kesehatan yang telah terstandar dibagi jumlah fasilitas pelayanan
kesehatan yang ada dikali 100 persen.
2. Persentase penyelenggara obat terstandar
Definisi operasionalnya adalah persentase dari seluruh Apotek dan toko
obat dan penyelenggara obat lainnya UMOT dan jamu gendong yang ada di
Kabpaten Serang yang telah melakukan standarisasi dengan instrumen dari
Dinas Kesehatan. Cara perhitungannya adalah Jumlah penyelenggara obat
terstandar dibagi penyelenggara obat yang ada dikali 100.
3. Persentase penyelenggara pangan sekolah yang aman

Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Fasilitas Kesehatan Obat dan Makanan


41
Definisi operasionalnya adalah persentase dari jumlah penyelenggara
pangan sekolah yang ada di Sekolah Dasar, Madrasah Ibtidaiyah (MI), SMP
dan SMA yang sesuai dengan standar kesehatan kantin sekolah. Cara
perhitungannya adalah jumlah penyelenggara pangan sekolah yang aman
dibagi jumlah seluruh penyelenggara pangan sekolah dikali 100.
4. Persentase fasilitas kesehatan yang dibina dan diawasi
Definisi operasionalnya adalah persentase dari seluruh fasilitas
kesehatan yang dilakukan pembinaan dan pengawasan dengan cara
pertemuan maupun kunjungan langsung baik oleh seksi binwas sendiri
maupun oleh seksi lain seperti seksi rujukan, pelayanan dasar maupun seksi
kesehatan lingkungan atau seksi lain yang terkait yang diketahui atau
melibatkan seksi binwas. Cara penghitungannya adalah jumlah fasilitas
pelayanan kesehatan yang telah dibina dan diawasi dibagi seluruh fasilitas
kesehatan yang ada dikali 100.
5. Persentase penyelenggara obat yang dibina dan diawasi
Definisi operasionalnya adalah persentase dari seluruh Apotek dan Toko
Obat, jemu gendong dan UMOT yang telah dilakukan pembinaan dan
pengawasan. Cara penghitungannya adalah jumlah penyelenggara obat yang
dibina dan diawasi dibagi seluruh penyelenggara obat yang ada dikali 100.
6. Persentase penyelenggara pangan sekolah yang dibina dan diawasi
Definisi operasionalnya adalah persentase dari seluruh penyelenggara
pangan sekolah SD, MI, SMP dan SMA serta yang sederajat yang telah
dilakukan pembinaan dan pengawasan. Cara penghitungannya adalah
jumlah penyelenggara pangan sekolah yang telah dilakukan pembinaan dan
pengawasan dibagi jumlah seluruh penyelenggara pangan sekolah dikali 100.

H. Pembiayaan
Pembiayaan untuk penyelenggaraan dan operasional Seksi Binwas
dapat bersumber dari :

Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Fasilitas Kesehatan Obat dan Makanan


42
1. APBN.
2. APBD Kabupaten Serang.
3. Bantuan Gubernur.
4. Dana Alokasi Khusus (DAK).
5. Dana Dekonsentrasi.
6. Pihak ketiga (sponsorship/Corporate Social Responsibility).
7. Sumber pendanaan lain yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Untuk pembiayaan petugas binwasfaskom di Puskesmas menggunakan
dana Puskesmas sebagai Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) atau dana
Corporate Social Responsibility (CSR) dari fasilitas kesehatan obat dan
pangan yang ada di wilayah Puskesmas atau dana CSR dari perusahaan lain
atau dana lain yang sah dan tidak mengikat.

I. Pencatatan Dan Pelaporan


Laporan rutin Program Binwasfaskom yang dibuat petugas binwas
Puskesmas setiap bulan dengan memuat rekapitulasi fasilitas kesehatan,
pelayanan kefarmasian dan pangan rumah tangga di wilayahnya. Laporan
yang dilakukan setiap bulan disampaikan kepada Dinas Kesehatan. Laporan
memuat data sebagai berikut :
1. Jumlah fasilitas terdiri dari:
a. Jumlah Klinik.
b. Jumlah Praktek mandiri Dokter.
c. Jumlah Praktek mandiri Dokter Gigi.
d. Jumlah praktek mandiri Bidan.
e. Jumlah praktek mandiri Perawat.
f. Jumlah Rumah Sakit.
g. Jumlah apotik.
h. Jumlah Toko Obat.

Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Fasilitas Kesehatan Obat dan Makanan


43
i. Jumlah Toko Kosmetik.
j. Jumlah fasilitas kesehatan tradisional.
k. Jumlah industri rumah tangga pangan.
l. Jumlah industri perbekalan kesehatan rumah tangga.
m. Jumlah Pasar Tradisional.
n. Jumlah Pasar Modern.
o. Jumlah rumah makan.
p. Jumlah warung yang penjual makanan/obat bebas.
q. Jumlah fasilitas kesehatan obat dan pangan lainnya jika ada.
2. Kondisi fasilitas kesehatan obat dan pangan, meliputi:
a. Status perizinan: berizin atau tidak.
b. Tanggal akhir perizinan.
c. Operasional atau tidak.
d. Jumlah karyawan.
e. Bekerjasama dengan BPJS atau tidak.
f. Keluhan masyarakat/LSM/media jika ditemukan.
g. Masalah lain yang ditemukan, misalnya tidak benar dalam
pengelolaan limbah.
Apabila ditemukan masalah khusus yang mendesak petugas harus
segera membuat pemberitahuan dan laporan lisan kepada Dinas Kesehatan
tanpa menunggu laporan bulanan. Selain laporan bulanan, pengelola binwas
juga harus membuat laporan tahunan yang berisi kondisi fasilitas kesehatan
obat dan pangan, pemasalahan yang ditemukan dalam satu tahun, solusi
yang sudah dilakukan dan permasalahan yang belum terselesaikan.
Demikian juga seksi binwasfaskom membuat laporan untuk Kepala Bidang
Pelayanan Dasar dan untuk subbag Perencanaan dan Evaluasi sebagai bahan
pembuatan profil Dinas Kesehatan dan bahan perencanaan serta untuk
kepentingan lainnya.

Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Fasilitas Kesehatan Obat dan Makanan


44

BAB III
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN

Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Fasilitas Kesehatan Obat dan Makanan


45

A. Pengawasan Bidang Kesehatan


Pengawasan di Bidang Kesehatan adalah kegiatan mengawasi dan
menegakkan pelaksanaan peraturan perundang-undangan di Bidang
kesehatan terhadap sumberdaya kesehatan dan upaya kesehatan. Sumber
Daya di Bidang Kesehatan meliputi:
1. Tenaga Kesehatan.
2. Perbekalan Kesehatan yaitu semua bahan dan peralatan yang
diperlukan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan.
3. Sediaan Farmasi yaitu obat, bahan obat, obat tradisional dan
kosmetika.
4. Alat Kesehatan yaitu instrumen, aparatus, mesin dan/atau implan
yang tidak mengandung obat yang digunakan untuk mencegah,
mendiagnosis, menyembuhkan dan meringankan penyakit, merawat
orang sakit, memulihkan kesehatan pada manusia, dan/atau
membentuk struktur dan memperbaiki fungsi tubuh.
Penyelenggaraan Pengawasan di Bidang Kesehatan bertujuan untuk
memastikan dilaksanakannya ketentuan peraturan perundang-undangan di
Bidang kesehatan oleh masyarakat dan setiap penyelenggara kegiatan yang
berhubungan dengan Sumber Daya di Bidang Kesehatan dan Upaya
Kesehatan.
Objek Pengawasan di Bidang Kesehatan meliputi masyarakat dan
setiap penyelenggara kegiatan yang berhubungan dengan Sumber Daya di
Bidang Kesehatan dan Upaya Kesehatan. Sumber daya kesehatan meliputi:
1. Tenaga Kesehatan dan tenaga non kesehatan.
2. Perbekalan Kesehatan termasuk Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan.
3. Fasilitas Pelayanan Kesehatan.
4. Fasilitas Kefarmasian dan Alat Kesehatan.
5. Teknologi dan Produk Teknologi Kesehatan.

Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Fasilitas Kesehatan Obat dan Makanan


46
Dalam melaksanakan tugas pengawasan Tenaga Pengawas Kesehatan
berwenang:
1. Memasuki setiap tempat yang diduga digunakan dalam kegiatan yang
berhubungan dengan Sumber Daya di Bidang Kesehatan dan Upaya
Kesehatan.
2. Memeriksa setiap lokasi, fasilitas, tempat yang berkaitan dengan
Sumber Daya di Bidang Kesehatan dan Upaya Kesehatan.
3. Memeriksa perizinan yang berkaitan dengan Sumber Daya di Bidang
Kesehatan dan Upaya Kesehatan.
4. Memeriksa setiap dokumen yang berkaitan dengan Sumber Daya di
Bidang Kesehatan dan Upaya Kesehatan.
5. Mewawancarai orang yang dianggap penting.
6. Melakukan verifikasi atau klarifikasi, dan kajian.
7. Memberikan rekomendasi berdasarkan hasil pengawasan.
Dalam melaksanakan tugas pengawasan, Tenaga Pengawas Kesehatan
harus dilengkapi dengan surat perintah yang ditandatangani oleh kepala
Dinas Kesehatan yang paling sedikit berisi:
1. Nama Tenaga Pengawas Kesehatan yang akan melakukan
pemeriksaan.
2. Nama dan alamat tempat kegiatan yang akan dilakukan
pemeriksaan.
3. Alasan dilakukan pemeriksaan.
4. Hal atau kegiatan yang akan diperiksa.
5. Tanggal, bulan, dan tahun pelaksanaan pemeriksaan.
6. Keterangan lain yang dianggap perlu.
Dalam menjalankan tugas pengawasan, Tenaga Pengawas Kesehatan
berkewajiban merahasiakan segala sesuatu yang menurut sifatnya patut
dirahasiakan dan tidak menyalahgunakan kewenangannya. Dalam hal Tenaga
Pengawas Kesehatan mendapat penolakan dalam menjalankan tugas dan

Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Fasilitas Kesehatan Obat dan Makanan


47
kewenangan dari pihak yang diduga melakukan pelanggaran ketentuan
peraturan perundang-undangan di Bidang kesehatan, maka Tenaga
Pengawas Kesehatan dapat meminta bantuan Polisi Republik Indonesia.
Setiap melakukan pemeriksaan dalam rangka tugas pengawasan,
Tenaga Pengawas Kesehatan harus membuat berita acara dan melaporkan
hasil pengawasan kepada kepala Dinas Kesehatan. Laporan hasil pengawasan
sekurang-kurangnya memuat:
1. Tanggal pemeriksaan.
2. Identitas tenaga pengawas.
3. Analisis.
4. Kesimpulan.
5. Tanda tangan dan nama terang tenaga pengawas kesehatan.
Laporan hasil pengawasan digunakan sebagai dasar untuk mengambil
tindakan administratif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan. Tindakan administratif yang diberikan dapat berupa peringatan
secara tertulis atau pencabutan izin sementara atau izin tetap.
Pengenaan tindakan administratif berupa peringatan secara tertulis
diberikan oleh Kepala Dinas Kesehatan. Pengenaan tindakan administratif
berupa peringatan secara tertulis dapat diberikan paling banyak 3 (tiga) kali
untuk jangka waktu masing-masing 14 (empat belas) hari kerja. Apabila
sampai berakhirnya teguran tertulis ketiga, pihak yang terkena tindakan
administratif tidak mematuhi ketentuan peraturan perundang-undangan
maka Kepala Dinas Kesehatan dapat mengenakan rekomendasi tindakan
administratif berupa pencabutan izin sementara atau izin tetap.
Pengenaan tindakan administratif berupa pencabutan izin sementara
atau izin tetap diberikan oleh Kepala Dinas DPMPTSP berdasarkan
rekomendasi dari Kepala Dinas Kesehatan.

B. Pembinaan dan Pengawasan Fasilitas Kesehatan

Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Fasilitas Kesehatan Obat dan Makanan


48
Fasilitas Pelayanan Kesehatan (fasyankes) adalah suatu
alat dan/atau tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan
upaya pelayanan kesehatan, baik promotif, preventif, kuratif maupun
rehabilitatif yang dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah
daerah, dan/atau masyarakat. Didalam fasilitas kesehatan beroperasi
Tenaga Kesehatan yaitu setiap orang yang mengabdikan diri dalam
Bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan
melalui pendidikan di Bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu
memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan.
Fasilitas Pelayanan Kesehatan didirikan untuk
menyelenggarakan pelayanan kesehatan baik promotif, preventif,
kuratif, maupun rehabilitatif. Fasilitas Pelayanan Kesehatan
menyelenggarakan pelayanan kesehatan berupa:
1. Pelayanan kesehatan perseorangan.
2. Pelayanan kesehatan masyarakat.
Jenis Fasilitas Pelayanan Kesehatan terdiri atas:
1. Tempat Praktik Mandiri Tenaga Kesehatan.
2. Pusat Kesehatan Masyarakat.
3. Klinik.
4. Rumah Sakit.
5. Apotek.
6. Unit Transfusi Darah.
7. Laboratorium Kesehatan.
8. Optikal.
9. Fasilitas pelayanan keDokteran untuk kepentingan hukum.
10. Fasilitas Pelayanan Kesehatan Tradisional.
Berdasarkan jenjangnya, Fasilitas Pelayanan Kesehatan terbagi
menjadi:
1. Fasilitas Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama.

Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Fasilitas Kesehatan Obat dan Makanan


49
2. Fasilitas Pelayanan Kesehatan Tingkat Kedua.
3. Fasilitas Pelayanan Kesehatan Tingkat Ketiga.
Fasilitas Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama memberikan
pelayanan kesehatan dasar. Fasilitas Pelayanan Kesehatan Tingkat
Kedua dan Ketiga disebut Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjut. Fasilitas
Pelayanan Kesehatan Tingkat Kedua memberikan pelayanan
kesehatan spesialistik. Fasilitas Pelayanan Kesehatan Tingkat Ketiga
memberikan pelayanan kesehatan subspesialistik. Fasilitas Pelayanan
Kesehatan Tingkat Kedua dan Tingkat Ketiga dapat memberikan
pelayanan yang diberikan oleh Fasilitas Pelayanan Kesehatan tingkat
dibawahnya.
Pemerintah Kabupaten Serang menentukan jumlah dan jenis
Fasilitas Pelayanan Kesehatan serta pemberian izin beroperasi di
daerahnya. Kewenangan Pemerintah dalam menentukan jumlah dan
jenis Fasilitas Pelayanan Kesehatan didasarkan pada kebutuhan dan
tanggung jawab daerah sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan. Penentuan jumlah dan jenis Fasilitas
Pelayanan Kesehatan yang dilakukan oleh Pemerintah dengan
mempertimbangkan unsur-unsur:
1. Luas wilayah.
2. Kebutuhan kesehatan.
3. Jumlah dan persebaran penduduk.
4. Pola penyakit.
5. Pemanfaatannya.
6. Fungsi sosial.
7. Kemampuan dalam memanfaatkan teknologi.
Ketentuan mengenai jumlah dan jenis Fasilitas Pelayanan
Kesehatan serta pemberian izin beroperasi berlaku juga untuk Fasilitas

Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Fasilitas Kesehatan Obat dan Makanan


50
Pelayanan Kesehatan yang diselenggarakan melalui kegiatan
penanaman modal asing.

C. Pembinaan dan Pengawasan Tempat Praktik Mandiri Tenaga


Kesehatan Dokter dan Dokter Gigi
Pemerintah menentukan jumlah tempat praktik mandiri Tenaga
Kesehatan berdasarkan kebutuhan masyarakat terhadap pelayanan
kesehatan. Penentuan kebutuhan masyarakat terhadap pelayanan
kesehatan dilakukan melalui penetapan rasio antara jumlah Tenaga
Kesehatan dibanding dengan jumlah penduduk. Penetapan rasio
dilakukan dengan pertimbangan sebagai berikut:
1. Kondisi geografis dan aksesibilitas masyarakat.
2. Tingkat utilitas.
3. Jam kerja pelayanan.
Apabila hal penetapan rasio tidak sesuai dengan ketersediaan
jumlah Tenaga Kesehatan di wilayah tersebut, Pemerintah wajib
menetapkan kebijakan untuk memenuhi jumlah praktik mandiri
masing-masing Tenaga Kesehatan.
Dokter dan Dokter Gigi adalah lulusan pendidikan keDokteran atau
keDokteran gigi baik di dalam maupun di luar negeri yang diakui oleh
Pemerintah Republik Indonesia sesuai dengan peraturan perundang-
undangan. Dokter dengan kewenangan tambahan adalah Dokter dan Dokter
Gigi dengan kewenangan klinis tambahan yang diperoleh melalui pendidikan
dan pelatihan yang diakui organisasi profesi untuk melakukan praktik
keDokteran tertentu secara mandiri. Praktik keDokteran merupakan
rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh Dokter dan Dokter Gigi terhadap
pasien dalam melaksanakan upaya kesehatan. Pelayanan keDokteran yang
diberikan oleh Dokter dan Dokter Gigi sesuai dengan kompetensi dan

Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Fasilitas Kesehatan Obat dan Makanan


51
kewenangannya dapat berupa pelayanan promotif, preventif, diagnostik,
konsultatif, kuratif, atau rehabilitatif.

Standar profesi adalah batasan kemampuan (knowledge, skill and


professional attitude) minimal yang harus dikuasai oleh seorang Dokter atau
Dokter Gigi untuk dapat melakukan kegiatan profesionalnya pada
masyarakat secara mandiri yang dibuat oleh organisasi profesi. Standar
prosedur operasional adalah suatu perangkat instruksi/langkah-langkah
yang dibakukan untuk menyelesaikan suatu proses kerja rutin tertentu yang
memberikan langkah yang benar dan terbaik berdasarkan konsensus
bersama untuk melaksanakan berbagai kegiatan dan fungsi pelayanan yang
dibuat oleh fasilitas pelayanan kesehatan berdasarkan standar profesi.
Surat Izin Praktik (SIP) Dokter adalah bukti tertulis yang diberikan
Dinas Kesehatan kabupaten/kota kepada Dokter dan Dokter Gigi yang akan
menjalankan praktik keDokteran setelah memenuhi persyaratan. Kepala
Dinas Kesehatan dalam memberikan SIP harus mempertimbangkan
keseimbangan antara jumlah Dokter dan Dokter Gigi dengan kebutuhan
pelayanan kesehatan.
SIP bagi Dokter dan Dokter Gigi dapat berupa SIP Dokter, SIP Dokter
Gigi, SIP Dokter spesialis, dan SIP Dokter Gigi spesialis. SIP bagi Dokter
peserta program internsip berupa SIP Internsip dengan kewenangan yang
sama dengan Dokter.
Dalam rangka melaksanakan program pemerataan pelayanan
kesehatan maka SIP bagi Dokter dan Dokter Gigi yang melakukan praktik
keDokteran pada suatu fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah berlaku
juga bagi fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah dalam wilayah binaannya
yang tidak memiliki Dokter/Dokter Gigi. SIP bagi Dokter dan Dokter Gigi
spesialisasi tertentu yang melakukan praktik keDokteran pada suatu fasilitas
pelayanan kesehatan dapat berlaku juga bagi fasilitas pelayanan kesehatan

Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Fasilitas Kesehatan Obat dan Makanan


52
pemerintah di daerah lain yang belum memiliki pelayanan spesialisasi yang
sama.
Dokter dan Dokter Gigi yang telah memiliki SIP untuk melakukan
pelayanan di bawah ini tidak memerlukan SIP khusus di tempat yakni dalam
dalam hal:
1. Diminta oleh suatu fasilitas pelayanan kesehatan dalam rangka
pemenuhan pelayanan keDokteran yang bersifat khusus, yang tidak
terus menerus atau tidak berjadwal tetap.
2. Dalam rangka melakukan bakti sosial/kemanusiaan.
3. Dalam rangka tugas kenegaraan.
4. Dalam rangka melakukan penanganan bencana atau pertolongan
darurat lainnya.
5. Dalam rangka memberikan pertolongan pelayanan keDokteran kepada
keluarga, tetangga, teman, pelayanan kunjungan rumah dan
pertolongan masyarakat tidak mampu yang sifatnya insidentil.
Pemberian pelayanan keDokteran i n i harus diberitahukan kepada Kepala
Dinas Kesehatan Kabupaten.
Untuk memperoleh SIP, Dokter dan Dokter Gigi harus mengajukan
permohonan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten tempat praktik
keDokteran dilaksanakan dengan melampirkan :
1. Fotokopi STR yang diterbitkan dan dilegalisasi asli oleh KKI; Surat
Tanda Registrasi, selanjutnya disingkat STR adalah bukti tertulis
yang diberikan oleh Konsil KeDokteran Indonesia kepada Dokter dan
Dokter Gigi yang telah diregistrasi.
2. Surat pernyataan mempunyai tempat praktik, atau surat keterangan
dari fasilitas pelayanan kesehatan sebagai tempat praktiknya.
3. Surat persetujuan dari atasan langsung bagi Dokter dan Dokter Gigi
yang bekerja pada instansi/fasilitas pelayanan kesehatan
pemerintah atau pada instansi/fasilitas pelayanan kesehatan lain

Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Fasilitas Kesehatan Obat dan Makanan


53
secara purna waktu.
4. Surat rekomendasi dari organisasi profesi, sesuai tempat praktik.
5. Pas foto berwarna ukuran 4x6 sebanyak 3 (tiga) lembar dan 3x4
sebanyak 2 (dua) lembar.
6. Persyaratan lain yang ditentukan oleh DPMPTSP atas rekomendasi
Dinas Kesehatan.
Dalam pengajuan permohonan SIP harus dinyatakan secara tegas
permintaan SIP untuk tempat praktik pertama, kedua atau ketiga.
Kepala Dinas DPMPTSP Kabupaten dapat langsung memberikan SIP
kepada Dokter dan Dokter Gigi yang telah memiliki STR yang ditempatkan di
fasilitas pelayanan kesehatan milik pemerintah setempat berdasarkan
permohonan yang bersangkutan dengan tetap memenuhi persyaratan
memperoleh SIP.
Permohonan memperoleh SIP Internsip diajukan Dokter Program
Internsip kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten tempat praktik
keDokteran dengan melampirkan :
1. Fotokopi STR untuk kewenangan internsip yang diterbitkan dan
dilegalisasi asli oleh KKI atau tanda terima pengurusan STR dari KKI.
2. Surat keterangan dari Komite Internsip Dokter Indonesia.
3. Surat rekomendasi dari organisasi profesi, sesuai tempat praktik.
4. Pas foto berwarna ukuran 4x6 sebanyak 3 (tiga) lembar dan 3x4
sebanyak 2 (dua) lembar.
SIP Dokter, SIP Dokter Gigi, SIP Dokter spesialis, dan SIP Dokter Gigi
spesialis berlaku untuk 5 (lima) tahun. SIP Internsip berlaku untuk 1 (satu)
tahun. SIP berlaku sepanjang STR masih berlaku dan tempat praktik masih
sesuai dengan yang tercantum dalam SIP, dan dapat diperpanjang selama
memenuhi persyaratan. Perpanjangan SIP harus sudah diajukan kepada
Kepala Dinas Kesehatan selambat- lambatnya 3 (tiga) bulan sebelum masa
berlaku SIP berakhir. Dalam keadaan STR habis masa berlakunya, SIP dapat

Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Fasilitas Kesehatan Obat dan Makanan


54
diperpanjang apabila permohonan perpanjangan STR telah diproses yang
dibuktikan dengan tanda terima pengurusan yang dikeluarkan oleh
organisasi profesi dengan masa berlaku paling lama 6 (enam) bulan.
Untuk kepentingan pemenuhan kebutuhan pelayanan keDokteran,
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi atas nama Menteri dapat memberikan
Surat Tugas kepada Dokter spesialis atau Dokter Gigi spesialis tertentu yang
telah memiliki SIP untuk bekerja di fasilitas pelayanan kesehatan atau
Rumah Sakit tertentu tanpa memerlukan SIP di tempat tersebut berdasarkan
permintaan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten. Surat Tugas adalah bukti
tertulis yang diberikan Dinas Kesehatan provinsi kepada Dokter atau Dokter
Gigi dalam rangka pelaksanaan praktik keDokteran pada fasilitas pelayanan
kesehatan tertentu. Surat Tugas hanya dapat diberikan di daerah yang tidak
ada Dokter spesialis untuk memberikan pelayanan kesehatan spesialis yang
sama. Surat Tugas berlaku untuk jangka waktu 1 (satu) tahun. Perpanjangan
Surat Tugas dapat dilakukan sepanjang mendapat persetujuan dari Kepala
Dinas Kesehatan Provinsi setempat atas nama Menteri.
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten dalam mengajukan permintaan
Surat Tugas seorang Dokter spesialis atau Dokter Gigi spesialis tertentu
harus mempertimbangkan keseimbangan antara kebutuhan pelayanan
dengan kemampuan Dokter spesialis atau Dokter Gigi spesialis tersebut.
Keseimbangan antara kebutuhan pelayanan dengan kemampuan Dokter
spesialis atau Dokter Gigi spesialis yang harus dipertimbangkan oleh Kepala
Dinas Kesehatan Kabupaten berdasarkan kesepakatan antara Kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten, Organisasi Profesi terkait setempat, dan asosiasi
perumahsakitan setempat.
Dokter dan Dokter Gigi yang akan menghentikan kegiatan praktik
keDokteran atau praktik keDokteran gigi di suatu tempat, wajib
memberitahukan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten.
Pemberitahuan dilakukan secara tertulis dengan pengembalian SIP. Kepala

Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Fasilitas Kesehatan Obat dan Makanan


55
Dinas Kesehatan Kabupaten, harus mengembalikan fotokopi STR yang
dilegalisasi asli oleh Konsil KeDokteran Indonesia (KKI) milik Dokter dan
Dokter Gigi tersebut segera setelah SIP dikembalikan.
Dalam keadaan fotokopi STR yang dilegalisasi asli oleh KKI hilang,
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten harus membuat pernyataan mengenai
hilangnya STR tersebut untuk permintaan fotokopi STR legalisasi asli kepada
KKI.
Dokter dan Dokter Gigi yang telah memiliki SIP berwenang untuk
menyelenggarakan praktik keDokteran, yang meliputi antara lain:
1. Mewawancarai pasien.
2. Memeriksa fisik dan mental pasien.
3. Menentukan pemeriksaan penunjang.
4. Menegakkan diagnosis.
5. Menentukan penatalaksanaan dan pengobatan pasien.
6. Melakukan tindakan keDokteran atau keDokteran gigi.
7. Menulis resep obat dan alat kesehatan.
8. Menerbitkan surat keterangan Dokter atau Dokter Gigi.
9. Menyimpan dan memberikan obat dalam jumlah dan jenis yang sesuai
dengan standar.
10. Meracik dan menyerahkan obat kepada pasien, bagi yang praktik di
daerah terpencil yang tidak ada Apotek.
Lingkup dan tingkat kewenangan penyelenggaraan praktik keDokteran
bagi masing-masing Dokter atau Dokter Gigi sesuai dengan sertifikat
kompetensi, dan/atau surat keterangan kompetensi dari Ketua Kolegium
atau Ketua Program Studi atas nama Ketua Kolegium bagi peserta Program
Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) atau peserta Program Pendidikan Dokter
Gigi Spesialis (PPDGS).
Dokter atau Dokter Gigi dalam melaksanakan praktik keDokteran
harus sesuai dengan kewenangan dan kompetensi yang dimiliki. Dalam

Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Fasilitas Kesehatan Obat dan Makanan


56
rangka memberikan pertolongan pada keadaan gawat darurat guna
penyelamatan nyawa, Dokter atau Dokter Gigi dapat melakukan tindakan
keDokteran atau keDokteran gigi di luar kewenangan klinisnya sesuai
dengan kebutuhan medis. Pelaksanaan kewenangan harus dilakukan sesuai
dengan standar profesi.
Dokter atau Dokter Gigi dapat memberikan pelimpahan suatu tindakan
keDokteran atau keDokteran gigi kepada Perawat, Bidan atau tenaga
kesehatan tertentu lainnya secara tertulis dalam melaksanakan tindakan
keDokteran atau keDokteran gigi. Tindakan keDokteran atau keDokteran gigi
hanya dapat dilakukan dalam keadaan di mana terdapat kebutuhan
pelayanan yang melebihi ketersediaan Dokter atau Dokter Gigi di fasilitas
pelayanan tersebut.
Pelimpahan tindakan dilakukan dengan ketentuan:
1. Tindakan yang dilimpahkan termasuk dalam kemampuan dan
keterampilan yang telah dimiliki oleh penerima pelimpahan.
2. Pelaksanaan tindakan yang dilimpahkan tetap di bawah pengawasan
pemberi pelimpahan.
3. Pemberi pelimpahan tetap bertanggung jawab atas tindakan yang
dilimpahkan sepanjang pelaksanaan tindakan sesuai dengan
pelimpahan yang diberikan.
4. Tindakan yang dilimpahkan tidak termasuk mengambil keputusan
klinis sebagai dasar pelaksanaan tindakan.
5. Tindakan yang dilimpahkan tidak bersifat terus menerus.
Pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan wajib membuat daftar Dokter
dan Dokter Gigi yang melakukan praktik keDokteran di fasilitas pelayanan
kesehatan yang bersangkutan. Pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan wajib
menempatkan daftar Dokter dan Dokter Gigi pada tempat yang mudah
dilihat.

Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Fasilitas Kesehatan Obat dan Makanan


57
Dokter dan Dokter Gigi yang telah memiliki SIP dan menyelenggarakan
praktik perorangan wajib memasang papan nama praktik keDokteran. Papan
nama harus memuat nama Dokter atau Dokter Gigi, nomor STR, dan nomor
SIP. Dalam hal Dokter atau Dokter Gigi berhalangan melaksanakan praktik
dapat menunjuk Dokter atau Dokter Gigi pengganti. Dokter atau Dokter Gigi
pengganti harus Dokter atau Dokter Gigi yang memiliki SIP yang setara dan
tidak harus SIP di tempat tersebut.
Dalam keadaan tertentu untuk kepentingan pemenuhan kebutuhan
pelayanan, Dokter atau Dokter Gigi yang memiliki SIP dapat menggantikan
Dokter spesialis atau Dokter Gigi spesialis, dengan memberitahukan
penggantian tersebut kepada pasien. Dokter atau Dokter Gigi yang
berhalangan melaksanakan praktik atau telah menunjuk Dokter atau Dokter
Gigi pengganti wajib membuat pemberitahuan. Pemberitahuan harus
ditempelkan atau ditempatkan pada tempat yang mudah terlihat.
Kerja sosial oleh Dokter dan Dokter Gigi yang telah memiliki SIP yang
dilakukan di Kabupaten yang sama dapat dilaksanakan dengan
memberitahukan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten. Kerja sosial
oleh Dokter dan Dokter Gigi yang telah memiliki SIP yang dilakukan di
Kabupaten/Kota yang berbeda dilaksanakan dengan memperoleh izin dari
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan mengikutsertakan Dokter dan
Dokter Gigi setempat. Kerja sosial oleh Dokter dan Dokter Gigi warga negara
asing harus dilaksanakan bekerjasama dan berada di bawah tanggungjawab
Dokter dan Dokter Gigi yang memiliki STR dan SIP di Indonesia dengan
kompetensi yang setara, dan memperoleh izin dari Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten.
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten wajib melakukan pencatatan
terhadap semua SIP Dokter dan Dokter Gigi yang telah dikeluarkannya.
Catatan disampaikan secara berkala minimal 3 (tiga) bulan sekali kepada
Kepala Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia

Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Fasilitas Kesehatan Obat dan Makanan


58
Kesehatan Kementerian Kesehatan, KKI, dan tembusan kepada Kepala Dinas
Kesehatan Provinsi serta organisasi profesi setempat.
Pembinaan dan pengawasan diarahkan pada pemerataan dan
peningkatan mutu pelayanan yang diberikan oleh Dokter dan Dokter Gigi.
Dalam rangka pembinaan dan pengawasan, Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten dapat mengambil tindakan administratif terhadap pelanggaran
Peraturan berupa Sanksi administratif dapat berupa peringatan lisan,
tertulis sampai dengan pencabutan SIP. Kepala DPMPTSP atas rekomendasi
Dinas Kesehatan Kabupaten dapat mencabut SIP Dokter dan Dokter Gigi
dalam hal:

1. Atas dasar rekomendasi Majelis Kehormatan Disipilin KeDokteran


Indonesia (MKDKI).
2. STR Dokter dan Dokter Gigi dicabut oleh KKI.
3. Tempat praktik tidak sesuai lagi dengan sipnya.
4. Dicabut rekomendasinya oleh organisasi profesi melalui sidang yang
dilakukan khusus untuk itu.
Pencabutan SIP yang dilakukan wajib disampaikan kepada Dokter dan
Dokter Gigi yang bersangkutan dalam waktu paling lambat 14 (empat belas)
hari terhitung sejak tanggal Keputusan ditetapkan. Dalam hal Keputusan
tidak dapat diterima, yang bersangkutan dapat mengajukan keberatan
kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi untuk diteruskan kepada Menteri
dalam waktu 14 (empat belas) hari setelah Keputusan diterima. Paling
lambat 14 (empat belas) hari setelah menerima surat keberatan Menteri
dalam perkara pelanggaran disiplin keDokteran, meneruskannya kepada
MKDKI.
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota melaporkan setiap
pencabutan SIP Dokter dan Dokter Gigi kepada Kepala Badan Pengembangan
dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan Kementerian

Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Fasilitas Kesehatan Obat dan Makanan


59
Kesehatan, Ketua KKI dan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi, serta
tembusannya disampaikan kepada organisasi profesi setempat.

D. Praktek Mandiri Bidan


Bidan adalah seorang perempuan yang lulus dari pendidikan Bidan yang
telah teregistrasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Praktik KeBidanan adalah kegiatan pemberian pelayanan yang dilakukan oleh
Bidan dalam bentuk asuhan keBidanan. Praktik Mandiri Bidan adalah tempat
pelaksanaan rangkaian kegiatan pelayanan keBidanan yang dilakukan oleh
Bidan secara perorangan. Dalam menjalankan Praktik KeBidanan, Bidan
paling rendah memiliki kualifikasi jenjang pendidikan diploma tiga
keBidanan.
Dalam penyelenggaraan Praktik KeBidanan, Bidan memiliki kewenangan
untuk memberikan:
1. Pelayanan kesehatan ibu.
2. pelayanan kesehatan anak.
3. Pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana.
Pelayanan kesehatan ibu diberikan pada masa sebelum hamil, masa
hamil, masa persalinan, masa nifas, masa menyusui, dan masa antara dua
kehamilan. Pelayanan kesehatan ibu ini meliputi pelayanan:
a. Konseling pada masa sebelum hamil.
b. Antenatal pada kehamilan normal.
c. Persalinan normal.
d. Ibu nifas normal.
e. Ibu menyusui.
f. Konseling pada masa antara dua kehamilan.
Dalam memberikan pelayanan kesehatan ibu Bidan berwenang
melakukan:
a. Episiotomi.

Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Fasilitas Kesehatan Obat dan Makanan


60
b. Pertolongan persalinan normal.
c. Penjahitan luka jalan lahir tingkat i dan ii.
d. Penanganan kegawat-daruratan, dilanjutkan dengan perujukan.
e. Pemberian tablet tambah darah pada ibu hamil.
f. Pemberian vitamin a dosis tinggi pada ibu nifas.
g. Memfasilitasi/bimbingan inisiasi menyusu dini dan promosi air susu
ibu eksklusif.
h. Pemberian uterotonika pada manajemen aktif kala tiga dan
postpartum.
i. Penyuluhan dan konseling.
j. Bimbingan pada kelompok ibu hamil; dan k. Pemberian surat
keterangan kehamilan dan kelahiran.
Pelayanan kesehatan anak b diberikan pada bayi baru lahir, bayi, anak
balita, dan anak prasekolah. Dalam memberikan pelayanan kesehatan anak,
Bidan berwenang melakukan:
a. Pelayanan neonatal esensial.
b. Penanganan kegawatdaruratan dilanjutkan dengan perujukan.
c. Pemantauan tumbuh kembang bayi, anak balita, dan anak
prasekolah.
d. Konseling dan penyuluhan.
Pelayanan noenatal esensial meliputi inisiasi menyusui dini, pemotongan
dan Perawatan tali pusat, pemberian suntikan Vit K1, pemberian imunisasi
B0, pemeriksaan fisik bayi baru lahir, pemantauan tanda bahaya, pemberian
tanda identitas diri, dan merujuk kasus yang tidak dapat ditangani dalam
kondisi stabil dan tepat waktu ke Fasilitas Pelayanan Kesehatan yang lebih
mampu.
Penanganan kegawatdaruratan, dilanjutkan dengan perujukan meliputi:
a. Penanganan awal asfiksia bayi baru lahir melalui pembersihan jalan
nafas, ventilasi tekanan positif, dan/atau kompresi jantung.

Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Fasilitas Kesehatan Obat dan Makanan


61
b. Penanganan awal hipotermia pada bayi baru lahir dengan bblr melalui
penggunaan selimut atau fasilitasi dengan cara menghangatkan tubuh
bayi dengan metode kangguru.
c. Penanganan awal infeksi tali pusat dengan mengoleskan alkohol atau
povidon iodine serta menjaga luka tali pusat tetap bersih dan kering.
d. Membersihkan dan pemberian salep mata pada bayi baru lahir dengan
infeksi gonore (GO).
Pemantauan tumbuh kembang bayi, anak balita, dan anak prasekolah
meliputi kegiatan penimbangan berat badan, pengukuran lingkar kepala,
pengukuran tinggi badan, stimulasi deteksi dini, dan intervensi dini
peyimpangan tumbuh kembang balita dengan menggunakan Kuesioner Pra
Skrining Perkembangan (KPSP).
Konseling dan penyuluhan yang dilakukan Bidan meliputi pemberian
komunikasi, informasi, edukasi (KIE) kepada ibu dan keluarga tentang
Perawatan bayi baru lahir, ASI eksklusif, tanda bahaya pada bayi baru lahir,
pelayanan kesehatan, imunisasi, gizi seimbang, PHBS, dan tumbuh kembang.
Dalam memberikan pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan
keluarga berencana Bidan berwenang memberikan:
a. Penyuluhan dan konseling kesehatan reproduksi perempuan dan
keluarga berencana.
b. Pelayanan kontrasepsi oral, kondom, dan suntikan.
Setiap Bidan harus memiliki STRB untuk dapat melakukan praktik
keprofesiannya. Bidan yang menjalankan praktik keprofesiannya wajib
memiliki SIPB yang berlaku untuk 1 (satu) Fasilitas Pelayanan Kesehatan.
Bidan hanya dapat memiliki paling banyak 2 (dua) SIPB. Permohonan SIPB
kedua, harus dilakukan dengan menunjukan SIPB pertama.
Untuk memperoleh SIPB, Bidan harus mengajukan permohonan kepada
DPMPTSP dengan melampirkan:
1. Fotokopi STRB yang masih berlaku dan dilegalisasi asli.

Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Fasilitas Kesehatan Obat dan Makanan


62
2. Surat keterangan sehat dari Dokter yang memiliki surat izin praktik.
3. Surat pernyataan memiliki tempat praktik.
4. Surat keterangan dari pimpinan Fasilitas Pelayanan Kesehatan tempat
Bidan akan berpraktik. Persyaratan surat keterangan dari pimpinan
Fasilitas Pelayanan Kesehatan tempat Bidan akan berpraktik s
dikecualikan untuk Praktik Mandiri Bidan.
5. Pas foto terbaru dan berwarna dengan ukuran 4X6 cm sebanyak 3
(tiga) lembar.
6. Rekomendasi dari kepala Dinas Kesehatan kabupaten/kota setempat.
7. Rekomendasi dari IBI.
SIPB dinyatakan tidak berlaku dalam hal:
1. Tempat praktik tidak sesuai lagi dengan SIPB.
2. Masa berlaku STRB telah habis dan tidak diperpanjang.
3. Dicabut oleh pejabat yang berwenang memberikan izin.
4. Bidan meninggal dunia.
Pimpinan Fasilitas Pelayanan Kesehatan dilarang mempekerjakan Bidan
yang tidak memiliki SIPB. Pimpinan Fasilitas Pelayanan Kesehatan harus
melaporkan Bidan yang bekerja dan berhenti bekerja di Fasilitas Pelayanan
Kesehatannya pada tiap triwulan kepada kepala Dinas Kesehatan dengan
tembusan kepada Organisasi Profesi.
Praktik Bidan desa merupakan tempat praktik Bidan desa sebagai
jaringan Puskesmas. Dalam rangka penjaminan mutu pelayanan kesehatan
praktik Bidan desa sebagai jaringan Puskesmas Dinas Kesehatan kabupaten
harus melakukan penilaian pemenuhan persyaratan tempat yang akan
dipergunakan untuk penyelenggaraan praktik Bidan desa. Hasil penilaian
menjadi dasar rekomendasi sebelum SIPB untuk Bidan desa diterbitkan.
Bidan desa dapat mengajukan Permohonan SIPB kedua berupa Praktik
Mandiri Bidan, selama memenuhi persyaratan mengikuti ketentuan:
1. Lokasi Praktik Mandiri Bidan yang diajukan, berada pada satu desa

Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Fasilitas Kesehatan Obat dan Makanan


63
sesuai dengan tempat tinggal dan penugasan dari Pemerintah.
2. Memiliki tempat Praktik Mandiri Bidan tersendiri yang tidak bergabung
dengan tempat praktik Bidan desa.
3. Waktu Praktik Mandiri Bidan yang diajukan, tidak bersamaan dengan
waktu pelayanan praktik Bidan desa.
Selain kewenangan sebagai Bidan, Bidan memiliki kewenangan
memberikan pelayanan kesehatan lain berdasarkan:
a. Penugasan dari pemerintah sesuai kebutuhan.
b. Pelimpahan wewenang melakukan tindakan pelayanan kesehatan
secara mandat dari Dokter.
Kewenangan memberikan pelayanan berdasarkan penugasan dari
pemerintah sesuai kebutuhan terdiri atas:
a. Kewenangan berdasarkan program pemerintah.
b. Kewenangan karena tidak adanya tenaga kesehatan lain di suatu
wilayah tempat Bidan bertugas.
c. Kewenangan karena tenaga kesehatan yang ada di suatu wilayah
Puskesmas tidak mencukupi.
Kewenangan diperoleh Bidan setelah mendapatkan pelatihan. Pelatihan
diselenggarakan oleh Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah bersama
organisasi profesi terkait berdasarkan modul dan kurikulum yang
terstandarisasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Kewenangan berdasarkan program pemerintah meliputi:
1. Pemberian pelayanan alat kontrasepsi dalam rahim dan alat
kontrasepsi bawah kulit.
2. Asuhan antenatal terintegrasi dengan intervensi khusus penyakit
tertentu.
3. Penanganan bayi dan anak balita sakit sesuai dengan pedoman yang
ditetapkan.
4. Pemberian imunisasi rutin dan tambahan sesuai program pemerintah.

Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Fasilitas Kesehatan Obat dan Makanan


64
5. Melakukan pembinaan peran serta masyarakat di Bidang kesehatan
ibu dan anak, anak usia sekolah dan remaja, dan penyehatan
lingkungan.
6. Pemantauan tumbuh kembang bayi, anak balita, anak pra sekolah
dan anak sekolah.
7. Melaksanakan deteksi dini, merujuk, dan memberikan penyuluhan
terhadap infeksi menular seksual termasuk pemberian kondom, dan
penyakit lainnya.
8. pencegahan penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif
lainnya (NAPZA) melalui informasi dan edukasi.
Pelimpahan wewenang melakukan tindakan pelayanan kesehatan secara
mandat dari Dokter diberikan secara tertulis oleh Dokter pada Fasilitas
Pelayanan Kesehatan tingkat pertama tempat Bidan bekerja. Tindakan
pelayanan kesehatan hanya dapat diberikan dalam keadaan di mana terdapat
kebutuhan pelayanan yang melebihi ketersediaan Dokter di Fasilitas
Pelayanan Kesehatan tingkat pertama tersebut. Pelimpahan tindakan
pelayanan kesehatan dilakukan dengan ketentuan:
1. Tindakan yang dilimpahkan termasuk dalam kompetensi yang telah
dimiliki oleh Bidan penerima pelimpahan.
2. Pelaksanaan tindakan yang dilimpahkan tetap di bawah pengawasan
Dokter pemberi pelimpahan.
3. Tindakan yang dilimpahkan tidak termasuk mengambil keputusan
klinis sebagai dasar pelaksanaan tindakan.
4. Tindakan yang dilimpahkan tidak bersifat terus menerus.
Dalam melaksanakan praktikkeBidanannya, Bidan berkewajiban untuk:
1. Menghormati hak pasien.
2. Memberikan informasi tentang masalah kesehatan pasien dan
pelayanan yang dibutuhkan.
3. Merujuk kasus yang bukan kewenangannya atau tidak dapat ditangani

Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Fasilitas Kesehatan Obat dan Makanan


65
dengan tepat waktu.
4. Meminta persetujuan tindakan yang akan dilakukan.
5. Menyimpan rahasia pasien sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangan-undangan.
6. Melakukan pencatatan asuhan keBidanan dan pelayanan lainnya yang
diberikan secara sistematis.
7. Mematuhi standar profesi, standar pelayanan, dan standar prosedur
operasional.
8. Melakukan pencatatan dan pelaporan penyelenggaraan praktik
keBidanan termasuk pelaporan kelahiran dan kematian.
9. Pemberian surat rujukan dan surat keterangan kelahiran; dan
10. Meningkatkan mutu pelayanan profesinya, dengan mengikuti
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi melalui pendidikan
dan pelatihan sesuai dengan Bidang tugasnya.
Bidan yang menyelenggarakan Praktik Mandiri Bidan harus memenuhi
persyaratan, selain ketentuan persyaratan memperoleh SIPB yaitu
persyaratan lokasi, bangunan, prasarana, peralatan, serta obat dan bahan
habis pakai.
Persyaratan lokasi Praktik Mandiri Bidan harus berada pada lokasi yang
mudah untuk akses rujukan dan memperhatikan aspek kesehatan
lingkungan.
Persyaratan bangunan meliputi ruang dalam bangunan Praktik Mandiri
Bidan yang terdiri atas:
1. Ruang tunggu.
2. Ruang periksa.
3. Ruang bersalin.
4. Ruang nifas.
5. WC/kamar mandi.
6. Ruang lain sesuai kebutuhan.

Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Fasilitas Kesehatan Obat dan Makanan


66
Selain persyaratan bangunan Praktik Mandiri Bidan harus bersifat
permanen dan tidak bergabung fisik bangunan lainnya. Ketentuan tidak
bergabung fisik bangunan lainnya tidak termasuk rumah tinggal perorangan,
apartemen, rumah toko, rumah kantor, rumah susun, dan bangunan yang
sejenis. Dalam hal praktik mandiri berada di rumah tinggal perorangan, akses
pintu keluar masuk tempat praktik harus terpisah dari tempat tinggal
perorangan. Bangunan praktik mandiri Bidan harus memperhatikan fungsi,
keamanan, kenyamanan dan kemudahan dalam pemberian pelayanan serta
perlindungan keselamatan dan kesehatan bagi semua orang termasuk
penyandang cacat, anak-anak dan orang usia lanjut.
Persyaratan prasarana Praktik Mandiri Bidan paling sedikit memiliki:
1. Sistem air bersih.
2. Sistem kelistrikan atau pencahayaan yang cukup.
3. Ventilasi/sirkulasi udara yang baik.
4. Prasarana lain sesuai kebutuhan.
Persyaratan peralatan berupa peralatan Praktik Mandiri Bidan harus
dalam keadaan terpelihara dan berfungsi dengan baik untuk
menyelenggarakan pelayanan.
Persyaratan obat dan bahan habis pakai Praktik Mandiri Bidan
meliputi pengelolaan obat dan bahan habis pakai yang diperlukan untuk
pelayanan antenatal, persalinan normal, penatalaksanaan bayi baru lahir,
nifas, keluarga berencana, dan penanganan awal kasus kedaruratan
keBidanan dan bayi baru lahir. Obat dan bahan habis pakai hanya diperoleh
dari Apotek melalui surat pesanan kebutuhan obat dan bahan habis pakai.
Bidan yang melakukan praktik mandiri harus melakukan pendokumentasian
surat pesanan kebutuhan obat dan bahan habis pakai serta melakukan
pengelolaan obat yang baik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.

Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Fasilitas Kesehatan Obat dan Makanan


67
Praktik Mandiri Bidan harus melaksanakan pengelolaan limbah medis.
Pengelolaan limbah medis dapat dilakukan melalui kerjasama dengan
institusi yang memiliki instalasi pengelolaan limbah.
Praktik Mandiri Bidan harus memasang papan nama pada bagian atau
ruang yang mudah terbaca dengan jelas oleh masyarakat umum dengan
ukuran 60x90 cm dasar papan nama berwarna putih dan tulisan berwarna
hitam. Papan nama paling sedikit memuat nama Bidan, nomor STRB, nomor
SIPB, dan waktu pelayanan.
Praktik Mandiri Bidan tidak memerlukan izin penyelenggaraan sebagai
Fasilitas Pelayanan Kesehatan. Izin penyelenggaraan Praktik Mandiri Bidan
melekat pada SIPB yang bersangkutan. Bidan dalam menyelenggarakan
Praktik Mandiri Bidan dapat dibantu oleh tenaga kesehatan lain atau tenaga
nonkesehatan. Tenaga kesehatan lain harus memiliki SIP sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan. Bidan yang berhalangan
sementara dalam melaksanakan praktik keBidanan dapat menunjuk Bidan
pengganti dan melaporkannya kepada kepala Puskesmas setempat. Bidan
pengganti harus memiliki SIPB dan tidak harus SIPB di tempat tersebut.
Dalam rangka melaksanakan praktik keBidanan, Praktik Mandiri
Bidan dapat melakukan pemeriksaan laboratorium sederhana antenatal.
Praktek Mandiri Bidan wajib melakukan pencatatan dan pelaporan sesuai
dengan pelayanan yang diberikan. Pelaporan ditujukan ke Puskesmas
wilayah tempat praktik.

E. Pusat Kesehatan Masyarakat


Pemerintah wajib menyediakan paling sedikit 1 (satu) Pusat
Kesehatan Masyarakat pada setiap kecamatan. Pendirian lebih dari 1
(satu) pusat kesehatan masyarakat didasarkan pada pertimbangan
kebutuhan pelayanan, jumlah penduduk, dan aksesibilitas.

Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Fasilitas Kesehatan Obat dan Makanan


68
Ketentuan Teknis mengenai Puskesmas diatur oleh Peraturan
Menteri Kesehatan nomor 43 tahun 2019 tentang Puskesmas.

F. Klinik
Klinik adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan
pelayanan kesehatan perorangan yang menyediakan pelayanan medis dasar
dan/atau spesialistik. Instalasi Farmasi adalah bagian dari Klinik yang
bertugas menyelenggarakan, mengoordinasikan, mengatur, dan mengawasi
seluruh kegiatan pelayanan farmasi serta melaksanakan pembinaan teknis
kefarmasian di Klinik.
Berdasarkan jenis pelayanan, Klinik dibagi menjadi:
1. Klinik pratama adalah merupakan Klinik yang menyelenggarakan
pelayanan medic dasar baik umum maupun khusus.
2. Klinik utama adalah merupakan Klinik yang menyelenggarakan
pelayanan medik spesialistik atau pelayanan medik dasar dan
spesialistik.
Klinik dapat mengkhususkan pelayanan pada satu Bidang tertentu
berdasarkan cabang/disiplin ilmu atau sistem organ.
Klinik dapat dimiliki oleh pemerintah, masyarakat, perorangan atau
badan usaha. Klinik yang dimiliki oleh Pemerintah harus didirikan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Klinik yang dimiliki oleh
masyarakat yang menyelenggarakan rawat jalan dapat didirikan oleh
perorangan atau badan usaha. Klinik yang dimiliki oleh masyarakat yang
menyelenggarakan rawat inap harus didirikan oleh badan hukum.
Pemerintah mengatur persebaran Klinik dengan memperhatikan
kebutuhan pelayanan berdasarkan rasio jumlah penduduk. Rasio
ditetapkan dengan pertimbangan sebagai berikut:
1. Kondisi geografis dan aksesibilitas masyarakat.
2. Tingkat utilitas.

Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Fasilitas Kesehatan Obat dan Makanan


69
3. Jam kerja pelayanan.
4. Jumlah praktik mandiri Dokter/Dokter Gigi atau Dokter
spesialis/Dokter Gigi spesialis di Kabupaten Serang.
Apabila hal penetapan rasio tidak sesuai dengan ketersediaan jumlah
Klinik, Pemerintah Daerah menetapkan kebijakan untuk memenuhi
jumlah Klinik.
Lokasi Klinik harus memenuhi ketentuan mengenai persyaratan
kesehatan lingkungan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan. Ketentuan mengenai persebaran Klinik ini tidak berlaku untuk
Klinik perusahaan atau Klinik instansi pemerintah tertentu yang hanya
melayani karyawan perusahaan, warga binaan, atau pegawai instansi
tersebut.
Bangunan Klinik harus bersifat permanen dan tidak bergabung fisik
bangunannya dengan tempat tinggal perorangan. Ketentuan tempat tinggal
perorangan tidak termasuk apartemen, rumah toko, rumah kantor, rumah
susun, dan bangunan yang sejenis. Bangunan Klinik harus memperhatikan
fungsi, keamanan, kenyamanan dan kemudahan dalam pemberian
pelayanan serta perlindungan keselamatan dan kesehatan bagi semua orang
termasuk penyandang cacat, anak-anak dan orang usia lanjut. Bangunan
Klinik paling sedikit terdiri atas:
1. Ruang pendaftaran/ruang tunggu.
2. Ruang konsultasi.
3. Ruang administrasi.
4. Ruang obat dan bahan habis pakai untuk Klinik yang
melaksanakan pelayanan farmasi.
5. Ruang tindakan.
6. Ruang/pojok ASI.
7. Kamar mandi/WC.
8. Ruangan lainnya sesuai kebutuhan pelayanan.

Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Fasilitas Kesehatan Obat dan Makanan


70
Selain persyaratan tersebut untuk Klinik rawat inap harus memiliki
tambahan ruangan:
9. Ruang rawat inap yang memenuhi persyaratan.
10. Ruang farmasi.
11. Ruang laboratorium.
12. Ruang dapur/gizi.
Jumlah tempat tidur pasien pada Klinik rawat inap paling sedikit 5 (lima)
buah dan paling banyak 10 (sepuluh) buah.
Selain sarana bangunan Klinik harus memiliki Prasarana Klinik yang
meliputi:
1. Instalasi sanitasi; meliputi instalasi air bersih, instalasi pembuangan
limbah, Ruang penyimpanan limbah B3, Instalasi Pengelolaan Air
Limbah (IPAL) atau instalasi penampungan limbah cair B3 sementara.
2. Instalasi listrik; untuk rawat inap dan Klinik yang melayani imunisasi
harus memiliki instalasi Gen Set.
3. Pencegahan dan penanggulangan kebakaran; minimal berupa
tersedianya Alat Pemadam Api Ringan Apar.
4. Ambulans (khusus untuk Klinik yang menyelenggarakan rawat inap)
5. Sistem gas medis.
6. Sistem tata udara.
7. Sistem pencahayaan.
8. Prasarana lainnya sesuai kebutuhan..
Sarana dan Prasarana Klinik harus dalam keadaan terpelihara dan
berfungsi dengan baik.
Klinik harus dilengkapi dengan tenaga kesehatan dan tenaga lain sesuai
kebutuhan. Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri
dalam Bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan
melalui pendidikan di Bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu
memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan. Penanggung

Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Fasilitas Kesehatan Obat dan Makanan


71
jawab teknis Klinik harus seorang tenaga medis yang memiliki Surat Izin
Praktik (SIP) di Klinik tersebut, dan dapat merangkap sebagai pemberi
pelayanan. Tenaga Medis hanya dapat menjadi penanggung jawab teknis
pada 1 (satu) Klinik.
Ketenagaan Klinik rawat jalan terdiri atas tenaga medis, tenaga
kePerawatan, Tenaga Kesehatan lain, dan tenaga non kesehatan sesuai
dengan kebutuhan. Ketenagaan Klinik rawat inap terdiri atas tenaga medis,
tenaga kefarmasian, tenaga kePerawatan, tenaga gizi, tenaga analis
kesehatan, Tenaga Kesehatan lain dan tenaga non kesehatan sesuai dengan
kebutuhan. Jenis, kualifikasi, dan jumlah Tenaga Kesehatan lain serta tenaga
non kesehatan disesuaikan dengan kebutuhan dan jenis pelayanan yang
diberikan oleh Klinik.
Tenaga medis pada Klinik pratama yang memberikan pelayanan
keDokteran paling sedikit terdiri dari 2 (dua) orang Dokter dan/atau Dokter
Gigi sebagai pemberi pelayanan. Tenaga medis pada Klinik utama yang
memberikan pelayanan keDokteran paling sedikit terdiri dari 1 (satu) orang
Dokter spesialis dan 1 (satu) orang Dokter sebagai pemberi pelayanan.
Tenaga medis pada Klinik utama yang memberikan pelayanan keDokteran
gigi paling sedikit terdiri dari 1 (satu) orang Dokter Gigi spesialis dan 1 (satu)
orang Dokter Gigi sebagai pemberi pelayanan.
Setiap tenaga medis yang berpraktik di Klinik harus mempunyai Surat
Tanda Registrasi (STR) dan Surat Izin Praktik (SIP) sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan. Setiap tenaga kesehatan lain yang bekerja
di Klinik harus mempunyai Surat Tanda Registrasi (STR), dan Surat Izin
Kerja (SIK) atau Surat Izin Praktik (SIP) sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Setiap tenaga kesehatan yang bekerja di Klinik harus bekerja sesuai
dengan standar profesi, standar prosedur operasional, standar pelayanan,
etika profesi, menghormati hak pasien, serta mengutamakan kepentingan

Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Fasilitas Kesehatan Obat dan Makanan


72
dan keselamatan pasien. Pendayagunaan tenaga kesehatan warga negara
asing di Klinik dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan. Klinik yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan 24 (dua
puluh empat) jam harus menyediakan Dokter serta tenaga kesehatan lain
sesuai kebutuhan pelayanan dan setiap saat berada di tempat.
Klinik harus dilengkapi dengan peralatan medis dan nonmedis yang
memadai sesuai dengan jenis pelayanan yang diberikan. Peralatan medis
dan nonmedis harus memenuhi standar mutu, keamanan, dan keselamatan.
peralatan medis harus memiliki izin edar sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan. Peralatan medis yang digunakan di Klinik harus diuji
dan dikalibrasi secara berkala oleh institusi pengujian fasilitas kesehatan
yang berwenang. Peralatan medis yang menggunakan sinar pengion harus
mendapatkan izin sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Penggunaan peralatan medis di Klinik harus dilakukan berdasarkan indikasi
medis.
Klinik rawat jalan tidak wajib melaksanakan pelayanan farmasi. Klinik
rawat jalan yang menyelenggarakan pelayanan kefarmasian wajib memiliki
Apoteker yang memiliki Surat Izin Praktik Apoteker (SIPA) sebagai
penanggung jawab atau pendamping dan dapat melakukan pemesanan
kebutuhan obat untuk Klinik. Klinik rawat inap wajib memiliki instalasi
farmasi yang diselenggarakan Apoteker. Melayani resep dari Dokter Klinik
yang bersangkutan, serta dapat melayani resep dari Dokter praktik
perorangan maupun Klinik lain. Klinik yang menyelenggarakan pelayanan
rehabilitasi medis pecandu narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya
wajib memiliki instalasi farmasi yang diselenggarakan oleh Apoteker.
Klinik rawat inap wajib menyelenggarakan pengelolaan dan pelayanan
Laboratorium Klinik. Klinik rawat jalan dapat menyelenggarakan
pengelolaan dan pelayanan Laboratorium Klinik. Laboratorium Klinik pada
Klinik pratama merupakan pelayanan Laboratorium Klinik umum pratama

Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Fasilitas Kesehatan Obat dan Makanan


73
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Klinik utama
dapat menyelenggarakan pelayanan Laboratorium Klinik umum pratama
atau Laboratorium Klinik umum madya. Perizinan Laboratorium Klinik
terintegrasi dengan perizinan Klinik. Dalam hal Klinik menyelenggarakan
Laboratorium Klinik yang memiliki sarana, prasarana, ketenagaan dan
kemampuan pelayanan melebihi kriteria dan persyaratan Klinik maka
Laboratorium Klinik tersebut harus memiliki izin tersendiri sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Setiap penyelenggaraan Klinik wajib memiliki Izin Mendirikan dan Izin
Operasional. Izin Mendirikan dan Izin Operasional diberikan oleh
pemerintah Kabupaten Serang. Untuk mendapatkan izin mendirikan,
penyelenggara Klinik harus melengkapi persyaratan:
1. Identitas lengkap pemohon.
2. Salinan/fotokopi pendirian badan hukum atau badan usaha, kecuali
untuk kepemilikan perorangan.
3. Salinan/fotokopi yang sah sertifikat tanah, bukti kepemilikan lain yang
disahkan oleh notaris, atau bukti surat kontrak minimal untuk jangka
waktu 5 (lima) tahun.
4. Dokumen SPPL untuk Klinik rawat jalan, atau dokumen UKL-UPL
untuk Klinik rawat inap sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan.
e. Profil Klinik yang akan didirikan meliputi pengorganisasian, lokasi,
bangunan, prasarana, ketenagaan, peralatan, kefarmasian,
laboratorium, serta pelayanan yang diberikan.
f. Persyaratan lainnya sesuai dengan peraturan daerah setempat
dijelaskan di BAB VII.
Izin Mendirikan diberikan untuk jangka waktu 6 (enam) bulan, dan
dapat diperpanjang paling lama 6 (enam) bulan apabila belum dapat
memenuhi persyaratan. Apabila batas waktu sebagaimana dimaksud pada

Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Fasilitas Kesehatan Obat dan Makanan


74
ayat (2) habis dan pemohon tidak dapat memenuhi persyaratan, maka
pemohon harus mengajukan permohonan izin mendirikan yang baru.
Untuk mendapatkan izin operasional, penyelenggara Klinik harus
memenuhi persyaratan teknis dan administrasi. Persyaratan teknis meliputi
persyaratan lokasi, bangunan, prasarana, ketenagaan, peralatan,
kefarmasian, dan laboratorium. Persyaratan administrasi meliputi izin
mendirikan dan rekomendasi dari Dinas Kesehatan Kabupaten Serang. Izin
operasional diberikan untuk jangka waktu 5 (lima) tahun dan dapat
diperpanjang kembali selama memenuhi persyaratan.
Pemerintah melaui DPMPTSP mengeluarkan keputusan atas
permohonan izin operasional, paling lama 1 (satu) bulan sejak diterima
permohonan izin. Keputusan dapat berupa penerbitan izin, penolakan izin
atau pemberitahuan untuk kelengkapan berkas. Apabila dalam permohonan
izin operasional, pemohon dinyatakan masih harus melengkapi persyaratan
maka DPMTSP segera memberitahukan kepada pemohon dalam jangka
waktu 1 (satu) bulan. Pemohon dalam jangka waktu 60 (enam puluh) hari
sejak pemberitahuan disampaikan, harus segera melengkapi persyaratan
yang belum dipenuhi. Apabila dalam jangka waktu tersebut pemohon tidak
dapat memenuhi persyaratan, DPMPTSP mengeluarkan surat penolakan
atas permohonan izin operasional dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari.
Perpanjangan izin operasional harus diajukan pemohon paling lama 3
(tiga) bulan sebelum habis masa berlaku izin operasional. Dalam waktu satu
bulan DPMPTSP mengeluarkan surat penolakan atau penerimaan
permohonan tersebut. Misalnya untuk Klinik yng memiliki catatan buruk
atau sebab lain permohonan perpanjangan dapat ditolak.
Perubahan izin operasional Klinik harus dilakukan apabila terjadi:
1. Perubahan nama.
2. Perubahan jenis badan usaha.
3. Perubahan alamat dan tempat.

Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Fasilitas Kesehatan Obat dan Makanan


75
Perubahan izin operasional Klinik dengan mengajukan permohonan
izin operasional serta melampirkan:
1. Surat pernyataan penggantian nama dan/atau jenis badan usaha
Klinik yang ditandatangani oleh pemilik.
2. Perubahan Akta Notaris.
3. Izin operasional Klinik yang asli, sebelum perubahan.
Perubahan kepemilikan dan/atau penanggung jawab teknis Klinik harus
dilaporkan kepada Pemerintah Kabupaten Serang .
Klinik menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan yang
bersifat promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif yang dilaksanakan
dalam bentuk rawat jalan, rawat inap, pelayanan satu hari (one day care)
dan/atau home care. Pelayanan satu hari (one day care) merupakan
pelayanan yang dilakukan untuk pasien yang sudah ditegakkan diagnosa
secara definitif dan perlu mendapat tindakan atau Perawatan semi intensif
(observasi) setelah 6 (enam) jam sampai dengan 24 (dua puluh empat) jam.
Home care merupakan bagian atau lanjutan dari pelayanan kesehatan yang
berkesinambungan dan komprehensif yang diberikan kepada individu dan
keluarga di tempat tinggal mereka yang bertujuan untuk meningkatkan,
mempertahankan atau memulihkan kesehatan atau memaksimalkan tingkat
kemandirian dan meminimalkan dampak penyakit.
Klinik rawat inap hanya dapat memberikan pelayanan rawat inap
paling lama 5 (lima) hari. Apabila memerlukan rawat inap lebih dari 5 (lima)
hari, maka pasien harus secara terencana dirujuk ke Rumah Sakit.
Klinik pratama hanya dapat melakukan bedah kecil (minor) tanpa
anestesi umum dan/atau spinal. Klinik utama dapat melakukan tindakan
bedah, kecuali tindakan bedah yang:
1. Menggunakan anestesi umum dengan inhalasi dan/atau spinal.
2. Operasi sedang yang berisiko tinggi.
3. Operasi besar. Klasifikasi bedah kecil, sedang, dan besar ditetapkan

Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Fasilitas Kesehatan Obat dan Makanan


76
oleh organisasi profesi yang bersangkutan.
Setiap Klinik mempunyai kewajiban:
1. Memberikan informasi yang benar tentang pelayanan yang diberikan.
2. Memberikan pelayanan yang efektif, aman, bermutu, dan non-
diskriminasi dengan mengutamakan kepentingan terbaik pasien sesuai
dengan standar profesi, standar pelayanan dan standar prosedur
operasional.
3. Memberikan pelayanan gawat darurat kepada pasien sesuai dengan
kemampuan pelayanannya tanpa meminta uang muka terlebih dahulu
atau mendahulukan kepentingan finansial.
4. Memperoleh persetujuan atas tindakan yang akan dilakukan (informed
consent).
5. Menyelenggarakan rekam medis.
6. Melaksanakan sistem rujukan dengan tepat.
7. Menolak keinginan pasien yang bertentangan dengan standar profesi
dan etika serta peraturan perundang-undangan.
8. Menghormati dan melindungi hak-hak pasien.
9. Memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai hak dan
kewajiban pasien.
10.Melaksanakan kendali mutu dan kendali biaya berdasarkan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
11.Memiliki standar prosedur operasional.
12.Melakukan pengelolaan limbah sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
13.Melaksanakan fungsi sosial.
14.Melaksanakan program pemerintah di Bidang kesehatan.
15.Menyusun dan melaksanakan peraturan internal Klinik.
16.Memberlakukan seluruh lingkungan Klinik sebagai kawasan tanpa
rokok.

Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Fasilitas Kesehatan Obat dan Makanan


77
Selain kewajiban setiap Kinik juga mempunyai hak:
1. Menerima imbalan jasa pelayanan sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan.
2. Melakukan kerja sama dengan pihak lain dalam mengembangkan
pelayanan.
3. Menggugat pihak yang mengakibatkan kerugian.
4. Mendapatkan perlindungan hukum dalam melaksanakan pelayanan
kesehatan.
5. Mempromosikan pelayanan kesehatan yang ada di Klinik sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Penyelenggara Klinik wajib:
1. Memasang nama dan klasifikasi Klinik.
2. Membuat dan melaporkan kepada Dinas Kesehatan daftar tenaga medis
dan tenaga kesehatan lain yang bekerja di Klinik dengan menyertakan:
a. Nomor Surat Tanda Registrasi (STR) dan Surat Izin Praktik (SIP) bagi
tenaga medis.
b. Nomor surat izin sebagai tanda registrasi atau Surat Tanda Registrasi
(STR), dan Surat Izin Praktik (SIP) atau Surat Izin Kerja (SIK) bagi
tenaga kesehatan lain.
3. Melaksanakan pencatatan untuk penyakit-penyakit tertentu dan
melaporkan kepada Dinas Kesehatan dalam rangka pelaksanaan
program pemerintah sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dalam upaya peningkatan mutu pelayanan Klinik, dilakukan
standarisasi pelayanan berupa akreditasi yang dinilai secara berkala 3 (tiga)
tahun sekali. Akreditasi ini wajib untuk Klinik yang melakukan kerjasama
dengan BPJS. Untuk Klinik non BPJS standarisasi pelayanan dilakukan oleh
Dinas Kesehatan dengan menggunakan instrumen stndarisasi dari Dinas
Kesehatan Kabupaten Serang. Setiap Klinik yang telah memperoleh izin

Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Fasilitas Kesehatan Obat dan Makanan


78
operasional dan telah beroperasi paling sedikit 2 (dua) tahun mengajukan
permohonan akreditasi/standarisasi kepada Dinas Kesehatan.
Pembinaan dan pengawasan diarahkan untuk meningkatkan mutu
pelayanan, keselamatan pasien dan melindungi masyarakat terhadap segala
risiko yang dapat menimbulkan bahaya bagi kesehatan atau merugikan
masyarakat. Pembinaan dan pengawasan berupa pemberian bimbingan,
supervisi, konsultasi, penyuluhan kesehatan, pendidikan dan pelatihan.
Dalam rangka pembinaan dan pengawasan Bupati melalui Kepala Dinas
DPMPTSP dan Kepala Dinas Kesehatan dapat mengambil tindakan
administrative yang dilakukan melalui:
1. Teguran lisan.
2. Teguran tertulis.
3. Pencabutan izin tenaga kesehatan.
4. Pencabutan izin/rekomendasi pencabutan izin Klinik.

G. Rumah Sakit
Pemerintah Daerah bertanggung jawab dalam melakukan
pemenuhan sebaran Rumah Sakit secara merata berdasarkan
pemetaan daerah dengan memperhatikan jumlah dan persebaran
penduduk, rasio jumlah tempat tidur, dan akses masyarakat.
Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang
menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang
menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.
Izin Mendirikan Rumah Sakit yang selanjutnya disebut Izin Mendirikan
adalah izin usaha yang diterbitkan oleh Lembaga OSS untuk dan atas nama
menteri, gubernur, atau bupati/wali kota setelah pemilik Rumah Sakit
melakukan pendaftaran sampai sebelum pelaksanaan pelayanan kesehatan
dengan memenuhi persyaratan dan/atau komitmen. Izin Operasional Rumah
Sakit yang selanjutnya disebut Izin Operasional adalah izin komersial atau

Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Fasilitas Kesehatan Obat dan Makanan


79
operasional yang diterbitkan oleh Lembaga OSS untuk dan atas nama
menteri, gubernur, atau bupati/wali kota setelah pemilik Rumah Sakit
mendapatkan Izin Mendirikan.
Rumah Sakit dapat berbentuk Rumah Sakit statis, Rumah Sakit
bergerak, atau Rumah Sakit lapangan. Rumah Sakit statis merupakan
Rumah Sakit yang didirikan di suatu lokasi dan bersifat permanen untuk
jangka waktu lama dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan
perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat
jalan, dan kegawatdaruratan. Rumah Sakit bergerak merupakan Rumah
Sakit yang siap guna dan bersifat sementara dalam jangka waktu tertentu
dan dapat dipindahkan dari satu lokasi ke lokasi lain.
Rumah Sakit bergerak dapat berbentuk bus, pesawat, kapal laut,
karavan, gerbong kereta api, atau kontainer. Rumah Sakit bergerak
sebagaimana difungsikan pada daerah tertinggal, perbatasan, kepulauan,
daerah yang tidak mempunyai Rumah Sakit, dan/atau kondisi bencana dan
situasi darurat lainnya.
Rumah Sakit lapangan merupakan Rumah Sakit yang didirikan di
lokasi tertentu dan bersifat sementara selama kondisi darurat dan masa
tanggap darurat bencana, atau selama pelaksanaan kegiatan tertentu.
Rumah Sakit lapangan dapat berbentuk tenda, kontainer, atau bangunan
permanen yang difungsikan sementara sebagai Rumah Sakit.
Berdasarkan jenis pelayanan yang diberikan, Rumah Sakit
dikategorikan menjadi Rumah Sakit umum dan Rumah Sakit khusus.
Rumah Sakit umum memberikan pelayanan kesehatan pada semua Bidang
dan jenis penyakit. Pelayanan kesehatan yang diberikan oleh Rumah Sakit
umum paling sedikit terdiri atas:
1. Pelayanan medik dan penunjang medik.
2. Pelayanan kePerawatan dan keBidanan.
3. Pelayanan nonmedik.

Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Fasilitas Kesehatan Obat dan Makanan


80
Pelayanan medik dan penunjang medik terdiri atas:
1. Pelayanan medik umum.
2. Pelayanan medik spesialis.
3. Pelayanan medik subspesialis.
Pelayanan medik umum berupa pelayanan medik dasar. Pelayanan
medik spesialis berupa pelayanan medik spesialis dasar dan pelayanan medik
spesialis lain. Pelayanan medik spesialis dasar meliputi pelayanan penyakit
dalam, anak, bedah, dan obstetri dan ginekologi. Pelayanan medik
subspesialis berupa pelayanan medik subspesialis dasar dan pelayanan
medik subspesialis lain.
Pelayanan kePerawatan dan keBidanan meliputi asuhan kePerawatan
generalis dan/atau asuhan kePerawatan spesialis, dan asuhan keBidanan.
Pelayanan nonmedik terdiri atas pelayanan farmasi, pelayanan
laundry/binatu, pengolahan makanan/gizi, pemeliharaan sarana prasarana
dan alat kesehatan, informasi dan komunikasi, pemulasaran jenazah, dan
pelayanan nonmedik lainnya.
Sumber daya manusia pada Rumah Sakit umum berupa tenaga tetap
meliputi:
1. Tenaga medis.
2. Tenaga psikologi klinis.
3. Tenaga kePerawatan.
4. Tenaga keBidanan.
5. Tenaga kefarmasian.
6. Tenaga kesehatan masyarakat.
7. Tenaga kesehatan lingkungan.
8. Tenaga gizi.
9. Tenaga keterapian fisik.
10. Tenaga keteknisian medis.
11. Tenaga teknik biomedika.

Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Fasilitas Kesehatan Obat dan Makanan


81
12. Tenaga kesehatan lain.
13. Tenaga non kesehatan.
Tenaga medis terdiri atas Dokter, Dokter Gigi, Dokter spesialis,
Dokter Gigi spesialis, dan/atau Dokter subspesialis. Dokter spesialis terdiri
atas Dokter spesialis atau Dokter Gigi spesialis untuk melakukan pelayanan
medik spesialis. Dokter subspesialis meliputi Dokter subspesialis dasar dan
Dokter subspesialis lain untuk melakukan pelayanan medik. Dalam hal
belum terdapat Dokter subspesialis Dokter spesialis dengan kualifikasi
tambahan dapat memberikan pelayanan medik subspesialis tertentu sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Jumlah dan kualifikasi
sumber daya manusia disesuaikan dengan hasil analisis beban kerja,
kebutuhan, dan kemampuan pelayanan Rumah Sakit.
Sakit Khusus Rumah Sakit khusus memberikan pelayanan utama
pada satu Bidang atau satu jenis penyakit tertentu berdasarkan disiplin
ilmu, golongan umur, organ, jenis penyakit, atau kekhususan lainnya.
Rumah Sakit khusus dapat menyelenggarakan pelayanan lain di luar
kekhususannya meliputi pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan
kegawatdaruratan.
Pelayanan rawat inap untuk pelayanan lain di luar kekhususannya
paling banyak 40% dari seluruh jumlah tempat tidur. Rumah Sakit khusus
terdiri atas:
1. Ibu dan anak.
2. Mata.
3. Gigi dan mulut.
4. Ginjal.
5. Jiwa.
6. Infeksi.
7. Telinga-hidung-tenggorok kepala leher.
8. Paru.

Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Fasilitas Kesehatan Obat dan Makanan


82
9. Ketergantungan obat.
10. Bedah.
11. Otak.
12. Orthopedi.
13. Kanker.
14. Jantung dan pembuluh darah.
Pelayanan kesehatan yang diberikan oleh Rumah Sakit khusus paling
sedikit terdiri atas:
1. Pelayanan medik dan penunjang medik.
2. Pelayanan kePerawatan dan/atau keBidanan.
3. Pelayanan non medik.
Pelayanan medik dan penunjang terdiri atas pelayanan medik umum,
pelayanan medik spesialis sesuai kekhususan, pelayanan medik subspesialis
sesuai kekhususan, pelayanan medik spesialis lain, dan pelayanan medik
subspesialis lain. Pelayanan kePerawatan dan/atau keBidanan meliputi
asuhan kePerawatan generalis, asuhan kePerawatan spesialis, dan/atau
asuhan keBidanan, sesuai kekhususannya. Pelayanan nonmedik meliputi
pelayanan farmasi, pelayanan laundry/binatu, pengolahan makanan/gizi,
pemeliharaan sarana prasarana dan alat kesehatan, informasi dan
komunikasi, pemulasaran jenazah, dan pelayanan nonmedik lainnya.
Sumber daya manusia pada Rumah Sakit khusus berupa tenaga tetap
meliputi:
1. Tenaga medis.
2. Tenaga kePerawatan dan/atau tenaga keBidanan.
3. Tenaga kefarmasian.
4. Tenaga kesehatan lain.
5. Tenaga non kesehatan sesuai dengan pelayanan kekhususan dan/atau
pelayanan lain di luar kekhususannya.
Klasifikasi Rumah Sakit umum terdiri atas:

Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Fasilitas Kesehatan Obat dan Makanan


83
1. Rumah Sakit umum kelas A.
2. Rumah Sakit umum kelas B.
3. Rumah Sakit umum kelas C.
4. Rumah Sakit umum kelas D.
Rumah Sakit umum kelas D terdiri atas Rumah Sakit umum kelas D
Rumah Sakit kelas D pratama. Rumah Sakit umum kelas C merupakan
Rumah Sakit umum yang memiliki jumlah tempat tidur paling sedikit 100
(seratus) buah. Rumah Sakit umum kelas D paling sedikit 50 (lima puluh)
buah.
Rumah Sakit khusus terdiri atas:
1. Rumah Sakit khusus kelas A.
2. Rumah Sakit khusus kelas B.
3. Rumah Sakit khusus kelas C.
Rumah Sakit khusus kelas C merupakan Rumah Sakit khusus yang memiliki
jumlah tempat tidur paling sedikit 25 (dua puluh lima) buah.
Setiap Rumah Sakit wajib memiliki izin setelah memenuhi
persyaratan yang meliputi persyaratan lokasi, bangunan, prasarana, sumber
daya manusia, kefarmasian, dan peralatan. Lokasi Rumah Sakit harus
berada pada lahan yang sesuai dengan rencana tata ruang wilayah dan/atau
rencana tata bangunan lingkungan kabupaten/kota setempat, dan
peruntukan lahan untuk fungsi Rumah Sakit. Lahan Rumah Sakit harus
memiliki batas yang jelas dan dilengkapi akses/pintu yang terpisah dengan
bangunan fungsi lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Bangunan dan prasarana harus memenuhi prinsip keselamatan,
kesehatan, kenyamanan, dan keamanan serta kemudahan. Rencana blok
bangunan Rumah Sakit harus berada dalam satu area yang terintegrasi dan
saling terhubung. Bangunan dan prasarana harus memenuhi peryaratan
teknis sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Fasilitas Kesehatan Obat dan Makanan


84
Sumber daya manusia merupakan tenaga tetap yang bekerja secara
purna waktu.Tenaga tetap yang bekerja secara purna waktu diangkat dan
ditetapkan oleh pimpinan Rumah Sakit. Selain tenaga tetap Rumah Sakit
dapat mempekerjakan tenaga tidak tetap dan/atau konsultan berdasarkan
kebutuhan dan kemampuan Rumah Sakit sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Kefarmasian Rumah Sakit merupakan pelayanan kefarmasian yang
menjamin ketersediaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis
habis pakai yang aman, bermutu, bermanfaat, dan terjangkau. Pelayanan
kefarmasian sebagaimana dilaksanakan di instalasi farmasi sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan. Peralatan meliputi peralatan
medis dan peralatan nonmedis yang memenuhi standar pelayanan,
persyaratan mutu, keamanan, keselamatan, dan laik pakai. Peralatan medis
berupa peralatan medis yang sesuai dengan kebutuhan pelayanan Rumah
Sakit.
Izin Rumah Sakit meliputi:
1. Izin Mendirikan: merupakan izin yang diajukan oleh pemilik Rumah
Sakit untuk mendirikan bangunan atau mengubah fungsi bangunan
yang telah ada menjadi Rumah Sakit. Izin Mendirikan berlaku selama
Rumah Sakit memberikan pelayanan kesehatan.
2. Izin Operasional: merupakan izin yang diajukan oleh pimpinan Rumah
Sakit untuk melakukan kegiatan pelayanan kesehatan termasuk
penetapan kelas Rumah Sakit dengan memenuhi persyaratan dan/atau
komitmen. Izin Operasional berlaku untuk jangka waktu 5 (lima)
tahun dan dapat diperpanjang selama memenuhi persyaratan dan
klasifikasi Rumah Sakit.
Dalam hal Rumah Sakit memberikan pelayanan kesehatan tertentu,
Rumah Sakit harus mendapatkan izin dari Menteri. Pelayanan kesehatan
tertentu yang harus mendapatkan izin dari Menteri berupa pelayanan

Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Fasilitas Kesehatan Obat dan Makanan


85
radioterapi, keDokteran nuklir, kehamilan dengan bantuan atau kehamilan
di luar cara alamiah, transplantasi organ, dan sel punca untuk penelitian
berbasis pelayanan terapi. Izin Mendirikan dan Izin Operasional Rumah Sakit
kelas C dan Rumah Sakit kelas D diberikan oleh Bupati Serang.
Persyaratan untuk memperoleh Izin Mendirikan Rumah Sakit meliputi:
1. Dokumen kajian dan perencanaan bangunan yang terdiri atas :
a. Feasibility study (fs)
b. Detail engineering design.
c. master plan.
2. Pemenuhan alat kesehatan.
Persyaratan untuk memperoleh Izin Operasional meliputi:
a. Profil Rumah Sakit paling sedikit meliputi visi dan misi, lingkup
kegiatan, rencana strategi, dan struktur organisasi.
b. Self assessment meliputi jenis pelayanan, sumber daya manusia,
peralatan, dan bangunan dan prasarana Rumah Sakit.
c. Surat keterangan atau sertifikat izin kelayakan bangunan atau
pemanfaatan.
d. Sertifikat atau keterangan kalibrasi alat kesehatan.
e. Sertifikat akreditasi (untuk perpanjangan izin operasional).
f. Surat pernyataan yang mencantumkan komitmen jumlah tempat tidur
untuk Rumah Sakit penanaman modal asing berdasarkan
kesepakatan/kerja sama internasional sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Untuk memperoleh izin, pemilik Rumah Sakit mengajukan
pendaftaran melalui sistem OSS untuk mendapatkan nomor induk berusaha.
Nomor induk berusaha merupakan identitas berusaha dan digunakan oleh
pemilik Rumah Sakit untuk mendapatkan Izin Mendirikan dan Izin
Operasional. Pemilik Rumah Sakit harus melakukan pemenuhan komitmen
untuk mendapatkan Izin Mendirikan yang berlaku efektif. Pemenuhan

Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Fasilitas Kesehatan Obat dan Makanan


86
komitmen dipenuhi paling lama 2 (dua) tahun.
Untuk mendapatkan Izin Operasional yang diterbitkan oleh Lembaga
OSS, pimpinan Rumah Sakit harus memiliki Izin Mendirikan dan pemenuhan
komitmen Izin Operasional. Pemenuhan komitmen Izin Operasional
dilakukan dengan menyampaikan persyaratan Izin Operasional melaui
DPMPTSP.
Visitasi dilakukan oleh tim yang bertugas melakukan penilaian
kesesuaian komitmen terhadap pemenuhan klasifikasi Rumah Sakit. Tim
yang dibentuk oleh Dinas Kesehatan terdiri atas unsur Dinas Kesehatan
Provinsi, Dinas Kesehatan Kabupaten, dan asosiasi perumahsakitan.
Berdasarkan hasil verifikasi dan visitasi DPMPTSP mengeluarkan notifikasi
persetujuan atau penolakan melalui sistem OSS Notifikasi persetujuan
merupakan pemenuhan komitmen Izin Operasional. Izin Operasional memuat
penetapan kelas berdasarkan hasil penilaian pemenuhan jumlah tempat
tidur Dalam hal hasil penilaian tidak memenuhi ketentuan penetapan kelas
pada Izin Operasional ditetapkan berdasarkan hasil visitasi jumlah tempat
tidur.
Pimpinan Rumah Sakit harus melakukan perpanjangan Izin
Operasional paling lambat 6 (enam) bulan sebelum Izin Operasional berakhir.
Dalam hal masa berlaku Izin Operasional berakhir dan pemilik Rumah Sakit
belum mengajukan perpanjangan Izin Operasional, Rumah Sakit harus
menghentikan kegiatan pelayanannya kecuali pelayanan kegawatdaruratan
dan pasien yang sedang dalam Perawatan inap.
Peningkatan kelas Rumah Sakit dilakukan dengan pemenuhan jumlah
tempat tidur sesuai dengan klasifikasi Rumah Sakit. Peningkatan kelas
Rumah Sakit hanya dapat dilakukan terhadap Rumah Sakit yang telah
terakreditasi. Rumah Sakit yang menambah jumlah tempat tidur, dan
memenuhi jumlah tempat tidur minimal kelas Rumah Sakit diatasnya harus
melakukan perubahan Izin Operasional sesuai dengan klasifikasi Rumah

Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Fasilitas Kesehatan Obat dan Makanan


87
Sakit. Selain itu perubahan Izin Operasional harus dilakukan apabila terjadi
perubahan:
1. Badan hukum.
2. Nama Rumah Sakit.
3. Kepemilikan modal.
4. Jenis Rumah Sakit.
5. Alamat Rumah Sakit.
Perubahan Izin Operasional dilakukan dengan melampirkan:
1. Izin Operasional sebelum perubahan.
2. Surat pernyataan penggantian badan hukum dan/atau nama Rumah
Sakit yang ditandatangani pemilik Rumah Sakit.
3. Perubahan akta notaris.
Setiap Rumah Sakit harus menyelenggarakan pelayanan rawat inap, rawat
jalan, dan kegawatdaruratan. Dalam menyelenggarakan pelayanan rawat
inap Rumah Sakit harus memiliki:
1. Jumlah tempat tidur Perawatan kelas III paling sedikit 30% (tiga puluh
persen) dari seluruh tempat tidur untuk Rumah Sakit milik Pemerintah
Pusat dan Pemerintah Daerah, 20% (dua puluh persen) dari seluruh
tempat tidur untuk Rumah Sakit milik swasta.
2. Jumlah tempat tidur Perawatan di atas Perawatan kelas I paling banyak
30% (tiga puluh persen) dari seluruh tempat tidur untuk Rumah Sakit
milik Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan swasta.
3. Jumlah tempat tidur Perawatan intensif paling sedikit 8% (delapan
persen) dari seluruh tempat tidur. Jumlah tempat tidur Perawatan
intensif untuk Rumah Sakit umum, terdiri atas 5% (lima persen) untuk
pelayanan unit rawat intensif (ICU), dan 3% (tiga persen) untuk
pelayanan intensif lainnya.

Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Fasilitas Kesehatan Obat dan Makanan


88
Rumah Sakit milik Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dapat
menyelenggarakan unit transfusi darah. Unit transfusi darah memiliki izin
yang melekat dengan Izin Operasional.
Rumah Sakit yang didirikan oleh swasta dapat berupa Rumah Sakit
dengan penanaman modal asing. Rumah Sakit dengan penanaman modal
asing memiliki paling sedikit 200 (dua ratus) tempat tidur atau sesuai dengan
kesepakatan/kerja sama internasional.
Rumah Sakit dapat mendayagunakan tenaga kesehatan dan tenaga
non kesehatan warga negara asing sesuai dengan kebutuhan pelayanan.
Setiap Rumah Sakit harus memiliki peraturan internal dan organisasi yang
efektif, efisien, dan akuntabel.
Pimpinan Rumah Sakit tidak boleh merangkap jabatan manajerial di Rumah
Sakit lain. Pemilik Rumah Sakit tidak boleh merangkap menjadi kepala atau
direktur Rumah Sakit. Kepala atau direktur Rumah Sakit dan pimpinan
unsur pelayanan medik di Rumah Sakit harus seorang tenaga medis yang
mempunyai kemampuan dan keahlian di Bidang perumahsakitan yang
dibuktikan dengan ijazah, sertifikat atau keterangan pengalaman
bekerja.Kemampuan dan keahlian di Bidang perumahsakitan dapat diperoleh
melalui pendidikan formal, pelatihan, dan/atau pengalaman bekerja di
Rumah Sakit.
Dalam rangka pengelolaan Rumah Sakit, pemilik Rumah Sakit dapat
melakukan kerja sama dengan pihak ketiga. Pemberian nama Rumah Sakit
harus memperhatikan nilai dan norma agama, sosial budaya, dan etika.
Pemberian nama Rumah Sakit dilarang: menambahkan kata internasional,
international, kelas dunia, world class, global, dan/atau sebutan nama
lainnya yang bermakna sama; dan/atau menggunakan nama orang yang
masih hidup.
Pembinaan dan pengawasan terhadap Rumah Sakit ditujukan untuk
menilai aspek:

Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Fasilitas Kesehatan Obat dan Makanan


89
1. Pemenuhan kebutuhan pelayanan kesehatan yang terjangkau oleh
masyarakat.
2. Pemantauan terhadap mutu dan keselamatan pasien dalam
penyelenggaraan Rumah Sakit.
3. Pengembangan jangkauan pelayanan dan pemantauan sistem rujukan.
4. Penilaian kelayakan lokasi sesuai dengan peruntukkan dan pemenuhan
persyaratan perizinan Rumah Sakit lain.
5. Peningkatan kemampuan kemandirian Rumah Sakit.
6. Peningkatan kemampuan manajemen risiko.
7. Peningkatan sistem pembuangan limbah.
Ketentuan detail lain mengenai klasifikasi Rumah Sakit dapat dilihat
dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 3 Tahun
2020 tentang Klasifikasi Dan Perizinan Rumah Sakit.

H. Laboratorium Kesehatan
Pemerintah bertanggung jawab menyediakan laboratorium
kesehatan sesuai dengan kebutuhan masyarakat terhadap pelayanan
kesehatan. Penyediaan laboratorium kesehatan dilakukan
berdasarkan pemetaan daerah dengan mempertimbangkan jumlah
Fasilitas Pelayanan Kesehatan lain berupa tempat praktik mandiri
Tenaga Kesehatan, Klinik, pusat kesehatan masyarakat, dan Rumah
Sakit.
Laboratorium Klinik adalah laboratorium kesehatan yang
melaksanakan pelayanan pemeriksaan spesimen Klinik untuk mendapatkan
informasi tentang kesehatan perorangan terutama untuk menunjang upaya
diagnosis penyakit, penyembuhan penyakit, dan pemulihan kesehatan.
Spesimen Klinik adalah bahan yang berasal dan/atau diambil dari tubuh
manusia untuk tujuan diagnostik, psnelitian, pengembangan, pendidikan,

Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Fasilitas Kesehatan Obat dan Makanan


90
dan/atau analisis lainnya, termasuk new-emerging dan re-emerging, dan
penyakit infeksi berpotensi pandemik.
Pemeriksaan teknik sederhana adalah pemeriksaan laboratorium
menggunakan alat fotometer. carik celup, pemeriksaan metode rapid,
dan/atau mikroskopik sederhana yang memenuhi standar sesuai ketentuan
yang berlaku.
Laboratorium Klinik berdasarkan jenis pelayanannya terbag i menjadi:
1. Laboratorium Klinik umum.
2. Laboratorium Klinik khusus.
Laboratorium Klinik umum merupakan laboratorium yang
melaksanakan pelayanan pemeriksaan spesimen Klinik di Bidang
hematologi, kimia Klinik, mikrobiologi Klinik, parasitologi Klinik, dan
imunologi Klinik. Laboratorium Klinik khusus merupakan laboratorium yang
melaksanakan pelayanan pemeriksaan spesimen Klinik pada 1 (satu)
Bidang pemeriksaan khusus dengan kemampuan tertentu.
Laboratorium Klinik umum diklasifikasikan menjadi:
1. Laboratorium Klinik umum pratama, perizinannya di kabupaten.
2. Laboratorium Klinik umum madya, perizinannya di provinsi.
3. Laboratorium Klinik umum utama, perizinannya di Kementerian
Kesehatan.
Laboratorium Klinik umum pratama merupakan laboratorium yang
melaksanakan pelayanan pemeriksaan spesimen Klinik dengan kemampuan
pemeriksaan terbatas dengan teknik sederhana. Laboratorium Klinik umum
madya yaitu laboratorium yang melaksanakan peiayanan pemeriksaan
spesimen Klinik dengan kemampuan pemeriksaan tingkat Laboratorium
Klinik umum pratama dan pemeriksaan imunologi dengan teknik sederhana.
Laboratorium Klinik umum utama merupakan laboratorium yang
melaksanakan pelayanan pemeriksaan spesimen Klinik dengan kemampuan
pemeriksaan lebih lengkap dari laboratorium Klinik umum madya dengan

Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Fasilitas Kesehatan Obat dan Makanan


91
teknik automatik. Pemeriksaan teknik automatik adalah pemeriksaan
laboratorium menggunakan alat automatik yang memenuhi standar sesuai
ketentuan yang berlaku mulai dari tahap melakukan pengukuran sampel
sampai dengan pembacaan hasil.
Laboratorium Klinik mempunyai kewajiban:
1. Melaksanakan pemantapan mutu internal dan mengikuti kegiatan
pemantapan mutu eksternal yang diakui oleh pemerintah.
2. Mengikuti akreditasi laboratorium yang diselenggarakan oleh komite
akreditasi laboratorium kesahatan (KALK) setiap 5 (lima) tahun.
3. Menyelenggarakan upaya keselamatan dan keamanan laboratorium.
4. Memperhatikan fungsi social.
5. Membantu program pemerintah di Bidang
pelayanan kesehatan kepada masyarakat.
6. Berperan serta secara aktif dalam asosiasi laboratorium kesehatan.
Laboratorium Klinik hanya dapat melakukan pelayanan
pemeriksaan spesimen Klinik atas permintaan tertulis dari:
1 Fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah atau swasta.
2 Dokter.
3 Dokter Gigi untuk pemeriksaan keperluan kesehatan gigi dan mulut.
4 Bidan untuk pemerik aan kehamilan dan kesehatan ibu.
5 Instansi pemerintah untuk kepentingan penegakan hukum.
Laboratońum Klinik dilarang mendirikan pos sampel atau laboratońum
pembantu.Promosi yang dilakukan Laboratorium Klinik tidak boleh
bertentangan dengan norma dan etika yang berlaku dalam masyarakat.
Materi promosi Laboratorium Klinik hanya diperkenankan berkaitan dengan
tempat dan produk layanan laboratorium.
Laboratorium Klinik harus memenuhi persyaratan lokasi bangunan,
prasarana, peralatan, kemampuan pemeriksaan spesimen Klinik, dan

Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Fasilitas Kesehatan Obat dan Makanan


92
ketenagaan sesuai dengan klasifikasinya. Persyaratan lokasi harus
memenuhi ketentuan mengenai kesehatan lingkungan dan tata ruang.
Laboratorium Klinik harus mempunyai persyaratan minimal yang
meliputi bangunan, prasarana. peralatan, dan kemampuan pemeriksaan
spesimen Klinik sesuai dengan klasifikasinya
Laboratorium Klinik umum pratama Klinik harus memenuhi ketentuan
ketenagaan meliputi:
1. Penanggung jawab teknis sekurang-kurangnya seorang Dokter
umum dengan sertifikat peiatihan teknis dan manajemen
laboratorium kesehatan sekurang-kurangnya 3 (tiga) bulan, yang
dilaksanakan oleh organisasi profesi patologi Klinik dan institusi
pendidikan kesehatan bekerjasama dengan kementerian
kesehatan.
2. Tenaga teknis dan administrasi, sekurang-kurangnya 2 (dua) orang
analis kesehatan serta 1 (satu) orang tenaga administrasi.
Dokter spesialis penanggung jawab teknis laboratorium Klinik
diperbolehkan menjadi penanggung jawab teknis paling banyak 3 (tiga)
Laboratorium Klinik. Penanggung jawab teknis dapat merangkap sebagai
tenaga teknis pada laboratorium yang dlpimpinnya.
Pendirian Laboratorium Klinik yang dibiayai sebagian atau seluruhnya
daû penanaman modal asing harus mendapat persetujuan penanaman modal
dari Badan Koordinasi Penanaman Modal sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan dengan berdasarkan rekomendasi Menteri.
Setiap Laboratorium Klinik wajib melaksanakan pencatatan
pelaksanaan kegiatan laboratorium dan menyimpan arsip mengenai:
1 Surat permintaan pemeriksaan.
2 Hasil pemeriksaan.
3 Hasil pemantapan mutu.
4 Hasil rujukan.

Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Fasilitas Kesehatan Obat dan Makanan


93
Setiap Laboratorium Klinik wajib memberikan laporan secara berkala
setiap 3 (tiga) bulan kepada instansi pemberi izin mengenai kegiatan
pelayanan sesuai kebutuhan. Setiap Laboratorium Klinik wajib segera
melaporkan hasil pemeriksaan laboratorium untuk penyakit yang berpotensi
wabah dan kejadian luar biasa kepada Dinas Kesehatan Kabupaten Serang
dalam waktu kurang dari 24 jam sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan.

I. Optikal
Optikal adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan
pelayanan refraksi, pelayanan optisi, dan/atau pelayanan lensa kontak.
Surat Izin Praktik Refraksionis Optisien yang selanjutnya disingkat SIP-RO
adalah bukti tertulis yang diberikan oleh pemerintah daerah kabupaten/kota
kepada Refraksionis. Optisien sebagai pemberian kewenangan untuk
menjalankan praktik. Surat Izin Praktik Optometris yang selanjutnya
disingkat SIP-O adalah bukti tertulis yang diberikan oleh pemerintah daerah
kepada Optometris sebagai pemberian kewenangan untuk menjalankan
praktik.
Untuk memperoleh izin penyelenggara optik mengajukan permohonan
kepada DPMPTSP dengan melampirkan:
1. Fotokopy KTP pemohon.
2. Fotokopi NPWP/SIUP/TDP perusahaan atau pemohon.
3. Pernyataan kesediaan refraksionis optisien atau optometris untuk
menjadi penanggung jawab pada optikal yang akan didirikan.
4. Fotokopi STR Refraksionis Optisien atau Optometris.
5. Fotokopi SIP atau surat keterangan SIP dalam proses penerbitan izin
dari instansi yang berwenang menerbitkan SIP.
6. Daftar Sarana Dan Peralatan Yang Akan Digunakan.
7. Fotokopi Perjanjian Kerja Sama Dengan Laboratorium Dispensing Bagi

Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Fasilitas Kesehatan Obat dan Makanan


94
Optikal Yang Tidak Memiliki Laboratorium.
8. Rekomendasi Dari Asosiasi Optikal Setempat.
9. Rekomendasi Dari Kepala Dinas Kesehatan.
Setiap optikal harus mempunyai laboratorium dispensing.
Laboratorium dispensing adalah tempat yang khusus melakukan
pemotongan dan pemasangan lensa pada bingkai kacamata sesuai dengan
ukuran yang ditentukan dalam resep kacamata. Laboratorium dispensing
dapat berada di optikal atau bekerja sama dengan laboratorium dispensing
yang berada di optikal lain. Izin laboratorium dispensing yang bangunannya
menjadi satu dengan optikal melekat pada perizinan optikal.
Laboratorium dispensing harus memenuhi persyaratan paling sedikit
memiliki:
1. 1 (satu) buah tang pemotong lensa.
2. Lembaran patron (pattern sheet) pembuat mal bingkai secukupnya.
3. 1 (satu) unit alat sentrasi penggenggam lensa (lens blocker). (satu) buah
mesin faset lensa.
4. 1 (satu) set peralatan (obeng dan tang) untuk memasang
lensa, menyetel dan mereparasi bingkai kacamata.
5. 1 (satu) buah alat pemanas bingkai kacamata.
6. 1 (satu) unit lensometer.
7. 1 (satu) buah lemari penyimpan peralatan dan stok lensa.
Optikal yang sedang dalam proses perubahan izin tetap dapat
menyelenggarakan kegiatan pelayanan refraksi, pelayanan optisi, dan/atau
pelayanan lensa kontak. Setiap kaca mata korektif, lensa korektif, lensa
kontak, dan cairan pembersih lensa kontak yang dijual di optikal harus
memiliki izin edar sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Penyelenggara optikal dilarang:
1. Mempekerjakan refraksionis optisien atau optometris yang tidak
memiliki SIP-RO atau SIP- O.

Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Fasilitas Kesehatan Obat dan Makanan


95
2. Menggunakan optikal untuk kegiatan usaha lainnya yang tidak
berkaitan dengan pelayanan refraksi, pelayanan optisi, dan/atau
pelayanan lensa kontak.
3. Mengiklankan harga/diskon kacamata koreksi, lensa koreksi, lensa
kontak, dan cairan pembersih lensa kontak sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Setiap optikal harus memiliki seorang Refraksionis Optisien atau
Optometris sebagai penanggung jawab. Refraksionis optisien atau optometris
adalah setiap orang yang telah lulus pendidikan refraksi optisi atau optometri
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Refraksionis
Optisien atau Optometris dapat menjadi penanggung jawab paling banyak
untuk 2 (dua) optikal. Refraksionis Optisien atau Optometris penanggung
jawab h a r u s b e r p e n d i d i k a n pendidikan paling rendah Diploma Tiga.
Dalam menjalankan pekerjaan keprofesiannya, Refraksionis Optisien atau
Optometris penanggung jawab dapat dibantu oleh Refraksionis Optisien atau
Optometris lain sebagai pemberi pelayanan kesehatan.
Penyelenggara optikal wajib mencantumkan nama, nomor surat
tanda registrasi, dan nomor SIP Refraksionis Optisien atau Optometris pada
papan nama. Refraksionis Optisien yang keahlian/kompetensinya didapat
berdasarkan penataran yang dibuktikan dengan sertifikat penataran dari
Kementerian Kesehatan pada tahun 1980-1981 dan telah menyelenggarakan
atau menjalankan praktik pelayanan refraksi, pelayanan optisi, dan/atau
pelayanan lensa kontak dan/atau sebagai penanggung jawab optikal tetap
dapat menyelenggarakan atau menjalankan praktik pelayanan refraksi,
pelayanan optisi, dan/atau pelayanan lensa kontak dan/atau sebagai
penanggung jawab optikal paling lama sampai dengan tanggal 17 Oktober
2020.
Persyaratan Sarana, Prasarana Serta Peralatan optikal adalah sebagai
berikut:

Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Fasilitas Kesehatan Obat dan Makanan


96
1. Sarana:
a. Ruang tunggu/ruang pamer.
b. Ruang pelayanan refraksi optisi minimal 1 x 3 m2.
c. Ruang pelayanan lensa kontak minimal 1 x 2 m2.

d. Ruang pelayanan refraksi, optisi dan display/pamer minimal 4 m2.


2. Prasarana:
a. Penerangan ruang pemeriksaan refraksi.
1) Penyinaran luar : 480 – 600 lux.

2) Penyinaran dalam : 120 cd/m2.


3) Kontras : > 84 %.
b. Meja untuk menempatkan trial lens set, trial frame dan lensmeter.
c. Kursi untuk pasien dan pemeriksa.
d. Kartu kerja/rekam medik/kartu status refraksi.
e. Bak pencuci tangan, handuk/tissue.
3. Peralatan :
a. Peralatan pelayanan refraksi meliputi :
1) Kartu snellen/optotip yang dilengkapi dengan astigmat dials.
2) Kartu baca.
3) Trial lens set dan trial frame.
4) Red green test.
5) Worth four dots test.
6) Penggaris PD.
7) Kaca pembesar/loupe.
8) Pen light/lampu senter.Buku tes buta warna.
9) Lensmeter.
10) Retinoskop.
11) Silinder silang.
b. Peralatan pelayanan optisi meliputi :

Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Fasilitas Kesehatan Obat dan Makanan


97
1) Gunting.
2) Cermin.
3) Seperangkat tang fitting.
4) Seperangkat obeng.
5) Center thickness/thickness gauge.
6) Caliper.
7) Spherometer.
8) Heather/pemanas.
9) Pembersih lensa kacamata.
c. Peralatan pelayanan lensa kontak meliputi:
1) Keratometer (lensa uji coba).
2) Lensa kontak lunak uji coba.
3) Mangkok pencuci lensa kontak.
4) Cermin cembung dan datar.
5) Perangkat tes fungsi air mata.
6) Cairan pembersih lensa kontak.
7) Cairan tetes lensa kontak.
8) Lens case/tempat lensa kontak.
9) Lemari untuk penyimpan lensa kontak dan cairan.
Penyediaan optikal dilakukan berdasarkan pemetaan daerah
dengan mempertimbangkan jumlah Fasilitas Pelayanan Kesehatan lain
berupa tempat praktik mandiri Tenaga Kesehatan, Klinik, pusat
kesehatan masyarakat, dan Rumah Sakit.

J. Tata Kelola Fasilitas Pelayanan Kesehatan


Setiap Fasilitas Pelayanan Kesehatan wajib memiliki sistem tata
kelola manajemen dan tata kelola pelayanan kesehatan atau klinis
yang baik. Penanggung jawab Fasilitas Pelayanan Kesehatan wajib
memasang papan nama Fasilitas Pelayanan Kesehatan sesuai dengan

Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Fasilitas Kesehatan Obat dan Makanan


98
jenisnya. Papan nama harus dipasang pada tempat yang mudah
dilihat. Papan nama paling sedikit memuat:
1. Jenis dan nama Fasilitas Pelayanan Kesehatan.
2. Nomor izin dan masa berlakunya.
3. Untuk Fasilitas Pelayanan Kesehatan berupa praktik mandiri
Tenaga Kesehatan: papan nama harus memuat nama lengkap,
gelar dan/atau jenis Tenaga Kesehatan, waktu praktik, dan
nomor izin praktik.
Dalam meningkatkan mutu pelayanan fasilitas pelayanan
kesehatan Dinas Kesehatan akan melakukan standarisasi fasilitas
bersamaan dengan kegiatan pembinaan dan pengawasan. Untuk
fasilitas yang bekerjasama dengan BPJS, standarisasi dilakukan
dengan mekanisme akreditasi. Sedangkan untuk fasilitas yang tidak
bekerjasama Dinas Kesehatan membuat standar sendiri yang mirip
dengan standar akreditasi. Penetapan terstandarnya diputuskan oleh
Dinas Kesehatan Kabupaten Serang.
Setiap Fasilitas Pelayanan Kesehatan wajib melaksanakan sistem
rujukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Fasilitas Pelayanan Kesehatan dapat dimanfaatkan sebagai
tempat atau wahana pendidikan bagi Tenaga Kesehatan, serta tempat
penelitian dan pengembangan di Bidang kesehatan yang
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.

J. Kewenangan Dinas dan Puskesmas dalam Pembinaan dan Pengawasan


Pembinaan dan pengawasan yang dilakukan Dinas Kesehatan
diarahkan untuk:
1. Memenuhi kebutuhan setiap orang dalam memperoleh akses atas

Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Fasilitas Kesehatan Obat dan Makanan


99
Fasilitas Pelayanan Kesehatan.
2. Meningkatkan mutu penyelenggaraan Fasilitas Pelayanan
Kesehatan.
3. Mengembangkan sistem rujukan pelayanan kesehatan yang
efisien dan efektif.
Pembinaan dilaksanakan melalui:
1. Memberikan Komunikasi, informasi, edukasi, dan pemberdayaan
masyarakat. Untuk memanfaatkan fasilitas kesehatan dan untuk
berperan serta dalam pembangunan kesehatan.
2. Melakukan Advokasi dan sosialisasi. Advokasi untuk menujang
dukungan dari berbagai sektor dan lapisan masyarakat agar
pemerintah mampu mewujudkan fasilitas kesehatan yang
terjangkau dan bermutu. Sosialisasi diberikan terhadap kebijakan
dan peraturan terkait kesehatan dan fasilitas kesehatan yang
terbaru.
3. Monitoring dan evaluasi. Monitoring dilakukan untuk menilai
kualitas pelayanan oleh fasilitas dan efektifitas pembinaan dan
pengawasan yang dilakukan terhadap fasilitas kesehatan.

Dalam melakukan pembinaan serta pengawasan terhadap fasilitas


kesehatan, obat dan pangan maka Dinas Kesehatan Kabupaten Serang
mempunyai kewenangan sebagai berikut :
1. Melakukan perencanaan pelaksanaan binwas untuk Kabupaten Serang.
2. Melakukan pendataan, pemetaan dan merekap data Sasaran
Binwasfaskom di Kabupaten Serang.
3. Melaksanakan kegiatan pelaksaan binwas di Kabupaten Serang.
4. Melakukan monitoring dan evaluasi serta tindak lanjut terhadap
kegiatan binwas di Kabupaten Serang.

Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Fasilitas Kesehatan Obat dan Makanan


100
5. Menerima laporan dari Puskesmas, Organisasi Profesi, Balai POM, LSM
maupun Masyarakat terkait Binwas.
6. Menerbitkan Surat teguran atau peringatan tertulis kepada faskes atau
penyelenggara obat dan pangan yang tidak mematuhi aturan atau tidak
sesuai standar.
7. Menerbitkan surat pemenuhan komitmen untuk perizinan faskes atau
pengelolaan Obat dan pangan setelah melakukan visitasi dan yang
bersangkutan memenuhi syarat atau standar Sesuai peraturan yang
berlaku.
8. Membina Puskesmas sebagai salah satu jenis fasilitas kesehatan.
9. Melakukan visitasi ke faskom dalam rangka pemenuhan komitmen
10. Melakukan kredensialing baik bersama BPJS maupun mandiri.
11. Menyusun Berita Acara hasil pemeriksaan
12. Berkoordinasi dengan lintas sector terkait Binwas seperti DPMPTSP,
Dinas Lingkungan Hidup, Balai Besar POM, Aparat Kepolisian dll.

Sebagai pemilik wilayah dimana fasilitas kesehatan berada dan juga


sebagai fasilitas kesehatan tingkat pertama di kecamatan maka kewenangan
Puskesmas adalah:
1. Melakukan Perencanaan pelaksanaan binwas di wilayah kerjanya.
2. Melakukan pendataan, pemetaan dan merekap data sasaran Binwas di
wilayah kerjanya.
3. Melaksanakan kegiatan pelaksaan binwas di wilayah kerjanya.
4. Melakukan monitoring dan evaluasi serta tindak lanjut terhadap proses
binwas di wilayah kerjanya.
5. Menerima laporan dari jaringan dan jejaring Puskesmas, Organisasi
Profesi di tingkat kecamatan, LSM maupun Masyarakat terkait Binwas.
6. Melaksanakan kunjungan untuk pembinaan dan pengawasan rutin
secara berkala minimal satu kali dalam satu tahun.

Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Fasilitas Kesehatan Obat dan Makanan


101
7. Membuat berita acara hasil pemeriksaan Binwas.
8. Melaporkan kondisi faskom yang ada di wilayahnya ke pada Seksi
binwasfaskom Dinas Kesehatan setiap bulan sesuai format laporan
bulanan melalui hardkopi atau softcopy yang dikirim melalui email :
binwasfaskespom@gmail.com.
9. Memberikan teguran secara lisan kepada faskom yang menyimpang dari
aturan yang berlaku.
10. Melaporkan secara tertuis kepada Dinas Kesehatan kegiatan yang
menyimpang.
11. Melakukan visitasi bagi pihak swasta yang akan mendirikan faskom,
merubah atau memperpanjang izin faskom.
12. Meminta kesediaan
a. Membuat berita acara hasil pemeriksaan Binwas.
Dalam melakukan pembinaan dan pengawasan di Kabupaten Serang
alur dan mekanisme Binwas adalah sebagai berikut:
1. Pendataan sasaran Binwas oleh seluruh Puskesmas yang divalidasi
setiap tahun.
2. Puskesmas membuat jadwal Binwas untuk tahun berjalan sesuai
Rencana Pelaksanaan Kegiatan (RPK) Puskesmas tahun tersebut.
3. Puskesmas melaporkan hasil pendataan sarana Binwas dan rencana
kegiatan Binwas kepada seksi Binwas.
4. Seksi Binwas melakukan rekapitulasi dan validasi data.
5. Seksi membuat rencana pelaksanaan kegiatan (POA) termasuk jadwal
binwas sesuai Dokumen Pelaksanaan Anggaran tahun berjalan.
6. Seksi melakukan persiapan Binwas dengan menyiapkan surat tugas,
ceklis Binwas, Format berita acara, logistik, profil fasilitas dan kopi
surat pengaduan bila ada.
7. Melaksanakan Binwas antara bulan Januari sampai dengan bulan
Desember tahun berjalan.

Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Fasilitas Kesehatan Obat dan Makanan


102
8. Memberitahukan petugas binwas Puskesmas dan pemilik fasilitas
sebelum turun ke lapanngan.
9. Memberikan softcopy format binwas yang akan dilaksanakan kepada
pemilik atau pimpinan fasilitas paling lambat 7 hari sebelum
pelaksanaan binwas.
10. Membuat berita acara hasil pemeriksaan Binwas.
11. Menyampaikan Berita acara hasil pemeriksaan Binwas kepada pemilik
atau pimpinan fasilitas yang dilakukan dibinwas.
12. Meminta perbaikan atas hasil Binwas kepada pemilik atau pimpinan
fasilitas yang di binwas, dibuat dalam bentuk dokumen perbaikan
paling lambat satu bulan setelah dilakukan Binwas, disampaikan
kepada seksi binwasfaskom dan Puskesmas.
13. Apabila Dokumen perbaikan tidak di sampaikan kepada Dinas
Kesehatan dalam waktu satu bulan, maka diberikan surat peringatan
atau teguran pertama.
14. Apabila Surat Peringatan Pertama tidak dipenuhi dalam waktu satu
bulan maka di terbitkan Surat Peringatan Kedua.
15. Apabila Surat Peringatan Kedua tidak dipenuhi dalam waktu satu
bulan maka di terbitkan Surat Peringatan ketiga.
16. Apabila Surat Peringatan ketiga tidak dipenuhi dalam waktu satu
bulan maka Dinas Kesehatan dapat memberikan rekomendasi
pencabutan izin operasional fasilitas yang bersangkutan kepada Dinas
Penanaman Modal dan Pelayanan Satu Pintu.
Dalam melaksanakan pembinaan, Dinas Kesehatan dapat
mengikutsertakan asosiasi Fasilitas Pelayanan Kesehatan seperti
Asosiasi Klinik (ASKLIN) dan organisasi profesi Tenaga Kesehatan
seperti Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Perhimpunan Dokter Umum
Indonesia (PDUI), Perhimpunan Dokter Spesialis terkait Rumah Sakit
dan Klinik Utama, Ikatan Bidan Indonesia (IBI), Ikatan Apoteker

Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Fasilitas Kesehatan Obat dan Makanan


103
Indonesia (IAI), Perhimpunan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) dan
sebagainya.

BAB IV
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN FASILITAS PELAYANAN KEFARMASIAN

A. Apotek
Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan
praktek kefarmasian oleh Apoteker. Sedangkan fasilitas Kefarmasian adalah
sarana yang digunakan untuk melakukan pekerjaan kefarmasian. Apotek

Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Fasilitas Kesehatan Obat dan Makanan


104
dan fasilitas kefarmasian dijalankan oleh Tenaga Kefarmasian yaitu tenaga
yang melakukan pekerjaan kefarmasian, yang terdiri atas:
1. Apoteker
Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai Apoteker
dan telah mengucapkan sumpah jabatan Apoteker.
2. Tenaga Teknis Kefarmasian.
Tenaga Teknis Kefarmasian adalah tenaga yang membantu Apoteker
dalam menjalankan pekerjaan kefarmasian, yang terdiri atas Sarjana
Farmasi, Ahli Madya Farmasi dan Analis Farmasi.
Dalam menjalankan pelayanan kefarmasian diperlukan Surat Izin
Apotek yang selanjutnya disingkat SIA yaitu bukti tertulis yang diberikan
oleh pemerintah Kabupaten Serang kepada Apoteker sebagai izin untuk
menyelenggarakan Apotek. Surat Izin Praktik Apoteker yang selanjutnya
disingkat SIPA adalah bukti tertulis yang diberikan oleh pemerintah
Kabupaten Serang kepada Apoteker sebagai pemberian kewenangan untuk
menjalankan praktik kefarmasian. Surat Izin Praktik Tenaga Teknis
Kefarmasian yang selanjutnya disingkat SIPTTK adalah bukti tertulis yang
diberikan oleh pemerintah Kabupaten Serang kepada tenaga teknis
kefarmasian sebagai pemberian kewenangan untuk menjalankan praktik
kefarmasian.
Keberadaan Apotek bertujuan untuk:
1. Meningkatkan kualitas pelayanan kefarmasian di Apotek;
2. Memberikan perlindungan pasien dan masyarakat dalam memperoleh
pelayanan kefarmasian di Apotek; dan
3. Menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian dalam
memberikan pelayanan kefarmasian di Apotek.
Apoteker dapat mendirikan Apotek dengan modal sendiri dan/atau
modal dari pemilik modal baik perorangan maupun perusahaan. Dalam hal
Apoteker yang mendirikan Apotek bekerjasama dengan pemilik modal maka

Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Fasilitas Kesehatan Obat dan Makanan


105
pekerjaan kefarmasian harus tetap dilakukan sepenuhnya oleh Apoteker
yang bersangkutan. Untuk melakukan Pendirian Apotek harus memenuhi
persyaratan, meliputi:
1. Lokasi;
2. Bangunan;
3. Sarana, prasarana, dan peralatan; dan
4. Ketenagaan.
Bangunan Apotek harus memiliki fungsi keamanan, kenyamanan,
dan kemudahan dalam pemberian pelayanan kepada pasien serta
perlindungan dan keselamatan bagi semua orang termasuk penyandang
cacat, anak-anak, dan orang lanjut usia. Bangunan Apotek harus bersifat
permanen. Bangunan bersifat permanen dapat merupakan bagian dan/atau
terpisah dari pusat perbelanjaan, apartemen, rumah toko, rumah kantor,
rumah susun, dan bangunan yang sejenis.
Bangunan Apotek paling sedikit memiliki sarana berupa ruangan -
ruangan yang berfungsi untuk melakukan:
1. Penerimaan Resep.
2. Pelayanan Resep dan peracikan (produksi sediaan secara terbatas).
3. Penyerahan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan sambil melakukan
Pemberian Informasi Obat (PIO).
4. Konseling.
5. Penyimpanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan.
6. Penataan Arsip.
Untuk dapat melakukan pelayanan, bangunan Apotek harus
dilengkapi dengan prasarana dan alat-alat. Prasarana Apotek paling sedikit
terdiri atas:
1. Instalasi air bersih.
2. Instalasi listrik.
3. Sistem tata udara.

Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Fasilitas Kesehatan Obat dan Makanan


106
4. Sistem proteksi kebakaran.
Peralatan Apotek meliputi semua peralatan yang dibutuhkan dalam
pelaksanaan pelayanan kefarmasian. Peralatan antara lain meliputi rak
obat, alat peracikan, timbangan sampai tingkat milligram, bahan pengemas
obat, lemari pendingin, meja, kursi, komputer, sistem pencatatan mutasi
obat, formulir catatan pengobatan pasien dan peralatan lain sesuai dengan
kebutuhan. Formulir catatan pengobatan pasien merupakan catatan
mengenai riwayat penggunaan Sediaan Farmasi dan/atau Alat Kesehatan
atas permintaan tenaga medis dan catatan pelayanan Apoteker yang
diberikan kepada pasien. Sarana, prasarana, dan peralatan harus dalam
keadaan terpelihara dan berfungsi dengan baik.
Apoteker pemegang SIA dalam menyelenggarakan Apotek dapat
dibantu oleh Apoteker lain, Tenaga Teknis Kefarmasian dan/atau tenaga
administrasi. Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian wajib memiliki surat
izin praktik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Setiap pendirian Apotek wajib memiliki izin dari Menteri. Menteri
melimpahkan kewenangan pemberian izin kepada Pemerintah Kabupaten
Serang. Izin yang diberikan berupa SIA yang berlaku 5 (lima) tahun dan
dapat diperpanjang selama memenuhi persyaratan. Untuk memperoleh SIA,
Apoteker harus mengajukan permohonan tertulis kepada Pemerintah
Kabupaten Serang. Permohonan harus ditandatangani oleh Apoteker disertai
dengan kelengkapan dokumen administratif meliputi:
1. Fotokopi STRA dengan menunjukan STRA asli.
2. Fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP).
3. Fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak Apoteker.
4. Fotokopi peta lokasi dan denah bangunan.
5. Daftar prasarana, sarana, dan peralatan.
6. Persyaratan lain dicantumkan dalam BAB VII.

Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Fasilitas Kesehatan Obat dan Makanan


107
Paling lama dalam waktu 6 (enam) hari kerja sejak menerima
permohonan dan dinyatakan telah memenuhi kelengkapan dokumen
administratif Pemerintah Daerah Kabupaten menugaskan tim pemeriksa
untuk melakukan pemeriksaan setempat terhadap kesiapan Apotek. Tim
pemeriksa harus terdiri atas:
1. Tenaga kefarmasian.
2. Tenaga lainnya yang menangani Bidang sarana dan prasarana bila
diperlukan.
Apotek menyelenggarakan fungsi:
1. Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai.
2. Pelayanan farmasi Klinik, termasuk di komunitas.
Apotek hanya dapat menyerahkan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai kepada:
1. Apotek lainnya.
2. Puskesmas.
3. Instalasi Farmasi Rumah Sakit.
4. Instalasi Farmasi Klinik.
5. Dokter.
6. Bidan praktik mandiri sesuai kewenangan.
7. Pasien sesuai resep yang dimiliki.
8. Masyarakat sesuai kebolehannya dalam daftar obat.
Penyerahan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai nomor 1 sampai nomor 4 hanya dapat dilakukan untuk
memenuhi kekurangan jumlah sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan
medis habis pakai dalam hal:
1. Terjadi kelangkaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai di fasilitas distribusi.
2. Terjadi kekosongan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis

Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Fasilitas Kesehatan Obat dan Makanan


108
Habis Pakai di fasilitas pelayanan kesehatan.
Penyerahan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis
pakai sampai nomor 8 hanya dapat dilakukan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang- undangan.
Apotek wajib memasang papan nama yang harus dipasang di dinding
bagian depan bangunan atau dipancangkan di tepi jalan, secara jelas dan
mudah terbaca, isi papan nama terdiri atas :
1. Papan nama Apotek, yang memuat paling sedikit informasi mengenai
nama Apotek, nomor SIA, dan alamat.
2. Papan nama praktik Apoteker, yang memuat paling sedikit informasi
mengenai nama Apoteker, nomor SIPA, dan jadwal praktik Apoteker.
Setiap Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian harus bekerja sesuai
dengan standar profesi, standar prosedur operasional, standar pelayanan,
etika profesi, menghormati hak pasien dan mengutamakan kepentingan
pasien. Penyelenggaraan pelayanan kefarmasian di Apotek harus menjamin
ketersediaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai
yang aman, bermutu, bermanfaat, dan terjangkau. Apoteker wajib melayani
Resep sesuai dengan tanggung jawab dan keahlian profesinya yang dilandasi
pada kepentingan masyarakat. Dalam hal obat yang diresepkan terdapat obat
merek dagang, maka Apoteker dapat mengganti obat merek dagang dengan
obat generik yang sama komponen aktifnya atau obat merek dagang lain atas
persetujuan Dokter dan/atau pasien.
Dalam hal obat yang diresepkan tidak tersedia di Apotek atau pasien
tidak mampu menebus obat yang tertulis di dalam Resep, Apoteker dapat
mengganti obat setelah berkonsultasi dengan Dokter penulis Resep untuk
pemilihan obat lain. Apabila Apoteker menganggap penulisan Resep terdapat
kekeliruan atau tidak tepat, Apoteker harus memberitahukan kepada Dokter
penulis Resep. Apabila Dokter penulis Resep tetap pada pendiriannya, maka
Apoteker tetap memberikan pelayanan sesuai dengan Resep dengan

Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Fasilitas Kesehatan Obat dan Makanan


109
memberikan catatan dalam Resep bahwa Dokter sesuai dengan pendiriannya.
Pasien berhak meminta salinan Resep. Salinan Resep harus disahkan
oleh Apoteker. Salinan Resep harus sesuai aslinya sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan. Resep bersifat rahasia. Resep harus
disimpan di Apotek dengan baik paling singkat 5 (lima) tahun. Resep atau
salinan Resep hanya dapat diperlihatkan kepada Dokter penulis Resep,
pasien yang bersangkutan atau yang merawat pasien, petugas kesehatan
atau petugas lain yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan. Pengadaan obat dan/atau bahan obat di Apotek
menggunakan surat pesanan yang mencantumkan SIA. Surat pesanan harus
ditandatangani oleh Apoteker pemegang SIA dengan mencantumkan nomor
SIPA.
Apotek dapat bekerja sama dengan Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial Kesehatan dan asuransi lainnya. Kerja sama dilakukan berdasarkan
rekomendasi Dinas Kesehatan Kabupaten Serang.
Apabila Apoteker pemegang SIA meninggal dunia, ahli waris Apoteker
wajib melaporkan kepada Pemerintah Daerah Kabupaten. Pemerintah Daerah
kabupatenharus menunjuk Apoteker lain untuk jangka waktu paling lama 3
(tiga) bulan. Apoteker lain) wajib melaporkan secara tertulis terjadinya
pengalihan tanggung jawab kepada Pemerintah Daerah kabupaten/kota
dalam jangka waktu 3 x 24 (tiga kali dua puluh empat) jam dengan
menggunakan Formulir 7. Pengalihan tanggung jawab ini disertai penyerahan
dokumen Resep Apotek, narkotika, psikotropika, obat keras, dan kunci
penyimpanan narkotika dan psikotropika.
Pembinaan dan pengawasan sediaan farmasi selain dilaksanakan oleh
Menteri, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi, dan Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten dilakukan juga oleh Kepala Badan sesuai dengan tugas dan
fungsi masing-masing. Kepala Badan dapat melakukan pemantauan,
pemberian bimbingan, dan pembinaan terhadap pengelolaan sediaan farmasi

Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Fasilitas Kesehatan Obat dan Makanan


110
di instansi pemerintah dan masyarakat di Bidang pengawasan sediaan
farmasi. Pelanggaran terhadap ketentuan dalam Peraturan kefarmasian
dapat dikenai sanksi administratif. Sanksi administratif yang diberikan dapat
berupa:
1. Peringatan tertulis.
2. Penghentian sementara kegiatan.
3. Pencabutan SIA.
Pencabutan SIA dilakukan oleh pemerintah berdasarkan:
1. Hasil pengawasan.
2. Rekomendasi kepala balai POM.
Pelaksanaan pencabutan SIA dilakukan setelah dikeluarkan teguran
tertulis berturut-turut sebanyak 3 (tiga) kali dengan tenggang waktu masing-
masing 1 (satu) bulan. Dalam hal Apotek melakukan pelanggaran berat yang
membahayakan jiwa, SIA dapat dicabut tanpa peringatan terlebih dahulu.
Keputusan Pencabutan SIA oleh pemerintah daerah kabupaten disampaikan
langsung kepada Apoteker dengan tembusan kepada Direktur Jenderal,
kepala Dinas Kesehatan provinsi, dan Kepala Badan POM.
Pemerintah bertanggung jawab menyediakan Apotek sesuai
dengan kebutuhan masyarakat terhadap pelayanan kefarmasian.
Penyediaan Apotek berdasarkan pemetaan daerah dengan
mempertimbangkan jumlah Fasilitas Pelayanan Kesehatan berupa
tempat praktik mandiri Tenaga Kesehatan, Klinik, pusat kesehatan
masyarakat, dan Rumah Sakit.
Teknis tentang Apotek diatur secara detail oleh Peraturan
Menteri Kesehatan nomor 73 tahun 2016 tentang Standar Pelayanan
Kefarmasian.

B. Toko Obat
Toko Obat atau Pedagang Eceran Obat adalah Orang atau Badan Hukum

Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Fasilitas Kesehatan Obat dan Makanan


111
Indonesia yang memilih izin untuk menyimpan Obat-obat Bebas dan Obat-
obat Bebas Terbatas (daftar W) untuk dijual secara eceran di tempat tertentu
sebagaimana tercantum dalam surat izin.
Pedagang Eceran Obat dapat diusahakan oleh perusahaan Negara
perusahaan Swasta atau Perorangan. Pertanggungan jawab teknis
kefarmasiannya terletak pada seorang Asisten Apoteker dengan prndidikan
minmal Diploma III asisten Apoteker. Setiap pergantian penanggung jawab
harus segera dilaporkan kepada Dinas Kesehatan dan DPMPTSP.
Untuk mendirikan Pedagang Eceran Obat harus ada izin dari Bupati
melalui DPMPTSP dengan memperhatikan rekomendasi Kepala Dinas
Kesehatan.
Permohonan izin Pedagang Eceran Obat harus diajukan secara tertulis
dengan disertai:
1. Alamat dan denah tempat usaha.
2. Nama dan alamat pemohon.
3. Nama dan alamat Asisten Apoteker.
4. Foto copi ijazah.
5. Surat Penugasan.
6. STR asisten Apoteker.
7. Surat Izin Kerja Asisten Apoteker.
8. Surat pernyataan kesediaan asisten Apoteker sebagai penanggung
jawab teknis.
Setiap penerbitan izin Pedagang Eceran Obat, Kepala Dinas
DPMPTSP harus menyampaikan tembusan kepada menteri, Kepala Dinas
Kesehatan Propinsi serta Kepala Balai POM setempat. Apabila izin batal
atau dicabut maka pemilik izin harus segera menyerahkan surat izinnya
kepada Kepala Dinas DPMPTSP.
Pedagang Eceran Obat harus memasang papan tulisan dengan tulisan
“Toko Obat Berizin" tidak menerima resep Dokter dan namanya di depan

Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Fasilitas Kesehatan Obat dan Makanan


112
tokonya. Tulisan tersebut harus mudah dilihat umum dan dibagian bawah
pojok kanan harus dicantumkan nomor izin.Tulisan harus berwarna hitam di
atas dasar putih; tinggi huruf paling sedikit 5 cm dan tebalnya paling sedikit
5 mm. Ukuran papan tersebut paling sedikit: lebar 40 cm dan panjang 50
cm.
Pedagang Eceran Obat dilarang menerima atau melayani resep Dokter.
Pedagang Eceran Obat dilarang membuat obat, membungkus kembali obat.
Obat-obat yang masuk Daftar Obat Bebas Terbatas harus disimpan dalam
almari khusus dan tidak boleh dicampur dengan obat – obat atau barang-
barang lain.
Di depan tokonya, pada iklan-iklan dan barang-barang cetakan Toko
Obat tidak boleh memasang nama yang sama atau menyamai nama apotik,
pabrik obat atau pedagang besar farmasi, yang dapat menimbulkan kesan
seakan-akan Toko Obat tersebut adalah sebuah apotik atau ada
hubungannya dengan apotik, pabrik farmasi atau Pedagang Besar Farmasi.
Pedagang eceran obat menjual obat-obatan bebas dan obat-obatan
bebas terbatas dalam bungkusan dari pabrik yang membuatnya secara
eceran. Pedagang eceran obat harus menjaga agar obat-obat yang dijual
bermutu baik dan berasal dari pabrik-pabrik farmasi atau pedagang
besar farmasi yang mendapat izin dari Menteri Kesehatan.

C. Kelengkapan Fasilitas Kefarmasian


Pelayanan Kefarmasian merupakan satu kesatuan yang tidak
terpisahkan dari pelaksanaan upaya kesehatan, yang berperan penting dalam
meningkatkan mutu pelayanan kesehatan bagi masyarakat. Pelayanan
Kefarmasian merupakan kegiatan yang terpadu dengan tujuan untuk
mengidentifikasi, mencegah dan menyelesaikan masalah obat dan masalah
yang berhubungan dengan kesehatan.

Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Fasilitas Kesehatan Obat dan Makanan


113
Pelayanan kefarmasian di fasilitas kesehatan ada yang menggunakan
Apotek dan ada juga yang menggunakan instalasi farmasi. Masing-masing
harus memiliki seorang penanggung jawab layanan kefarmasian yaitu
seorang Apoteker. Untuk pelayanan langsung bisa dibantu oleh tenaga
asisten farmasi atau sarjana farmasi.
Pengelolaan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai merupakan salah satu
kegiatan pelayanan kefarmasian, yang dimulai dari perencanaan,
permintaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, pengendalian,
pencatatan dan pelaporan serta pemantauan dan evaluasi. Tujuannya adalah
untuk menjamin kelangsungan ketersediaan dan keterjangkauan Obat dan
Bahan Medis Habis Pakai yang efisien, efektif dan rasional, meningkatkan
kompetensi/kemampuan tenaga kefarmasian, mewujudkan sistem informasi
manajemen, dan melaksanakan pengendalian mutu pelayanan.
Kegiatan pengelolaan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai meliputi:
1. Perencanaan kebutuhan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai.
2. Permintaan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai.
3. Penerimaan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai.
4. Penyimpanan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai.
Penyimpanan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai dengan
mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:
a. Bentuk dan jenis sediaan.
b. Stabilitas (suhu, cahaya, kelembaban).
c. Mudah atau tidaknya meledak/terbakar.
d. Narkotika dan psikotropika disimpan dalam lemari khusus.
5. Pendistribusian Obat dan Bahan Medis Habis Pakai.
Pendistribusian Obat dan Bahan Medis Habis Pakai merupakan
kegiatan pengeluaran dan penyerahan Obat dan Bahan Medis Habis
Pakai secara merata dan teratur untuk memenuhi kebutuhan sub

Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Fasilitas Kesehatan Obat dan Makanan


114
unit/satelit farmasi di fasilitas. Misalnya untuk Sub-sub unit yang ada
di Puskesmas obat didistribusikan ke:
a. Sub unit pelayanan kesehatan di dalam lingkungan Puskesmas;
UGD, ruang bersalin dan ruang rawat inap.
b. Puskesmas Pembantu.
c. Pos kesehatan desa.
d. Puskesmas Keliling.
e. Posyandu.
f. Polindes.
g. Bakti sosial.
Pendistribusian ke sub unit (ruang rawat inap, UGD, dan lain-lain)
dilakukan dengan cara pemberian Obat sesuai resep yang diterima
(floor stock), pemberian Obat per sekali minum (dispensing dosis unit)
atau kombinasi, sedangkan pendistribusian ke jaringan Puskesmas
dilakukan dengan cara penyerahan Obat sesuai dengan kebutuhan
(floor stock).
6. Pengendalian Obat dan Bahan Medis Habis Pakai.
Pengendalian Obat terdiri dari:
a) Pengendalian persediaan.
b) Pengendalian penggunaan.
c) Penanganan Obat hilang, rusak, dan kadaluwarsa.
7. Pencatatan, pelaporan dan pengarsipan.
8. Pemantauan dan evaluasi pengelolaan Obat dan Bahan Medis Habis
Pakai.
Penyelengaraan Pelayanan Kefarmasian di Klinik dan Puskesmas
minimal harus dilaksanakan oleh 1 (satu) orang tenaga Apoteker sebagai
penanggung jawab, yang dapat dibantu oleh Tenaga Teknis Kefarmasian
sesuai kebutuhan. Jumlah kebutuhan Apoteker dihitung berdasarkan rasio

Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Fasilitas Kesehatan Obat dan Makanan


115
kunjungan pasien. Rasio untuk menentukan jumlah Apoteker adalah
berkisar 1 (satu) Apoteker untuk 50 (lima puluh) pasien perhari.
Semua tenaga kefarmasian harus melaksanakan Pelayanan
Kefarmasian berdasarkan Standar Operasional Prosedur (SOP) yang dibuat
secara tertulis, disusun oleh Kepala Ruang Farmasi, dan ditetapkan oleh
Kepala Fasilitas Kesehatan. SOP diletakkan di tempat yang mudah dilihat.
Sarana yang diperlukan untuk menunjang pelayanan kefarmasian di
fasilitas kesehatan meliputi sarana yang memiliki fungsi:
1. Ruang penerimaan resep
Ruang penerimaan resep meliputi tempat penerimaan resep, 1 (satu) set
meja dan kursi, serta 1 (satu) set komputer, jika memungkinkan. Ruang
penerimaan resep ditempatkan pada bagian paling depan dan mudah
terlihat oleh pasien.
2. Ruang pelayanan resep dan peracikan (produksi sediaan secara
terbatas).
Ruang ini meliputi rak Obat sesuai kebutuhan dan meja peracikan. Di
ruang peracikan disediakan peralatan peracikan, timbangan Obat, air
mineral untuk pengencer, sendok Obat, bahan pengemas Obat, lemari
pendingin, termometer ruangan, blanko salinan resep, etiket dan label
Obat, buku catatan pelayanan resep, buku-buku referensi/standar
sesuai kebutuhan, serta alat tulis. Ruang harus mendapatkan cahaya
dan sirkulasi udara yang cukup dan disediakan pendingin ruangan.
3. Ruang penyerahan Obat.
Ruang penyerahan Obat meliputi konter penyerahan Obat, buku
pencatatan penyerahan dan pengeluaran Obat. Ruang penyerahan Obat
dapat digabungkan dengan ruang penerimaan resep.
4. Ruang konseling.
Ruang konseling meliputi satu set meja dan kursi konseling, lemari
buku, buku-buku referensi sesuai kebutuhan, leaflet, poster, alat bantu

Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Fasilitas Kesehatan Obat dan Makanan


116
konseling, buku catatan konseling, formulir jadwal konsumsi Obat,
formulir catatan pengobatan pasien, dan lemari arsip (filling cabinet),
serta 1 (satu) set komputer, jika memungkinkan.
5. Ruang penyimpanan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai.
Ruang penyimpanan harus memperhatikan kondisi sanitasi, temperatur,
kelembaban, ventilasi, pemisahan untuk menjamin mutu produk dan
keamanan petugas. Ruangan harus memungkinkan masuknya cahaya
yang cukup. Ruang dilengkapi dengan rak/lemari Obat, pallet,
pendingin ruangan, lemari pendingin, lemari penyimpanan khusus
narkotika dan psikotropika, lemari penyimpanan Obat khusus,
pengukur suhu, dan kartu suhu.
6. Ruang arsip
Ruang arsip dibutuhkan untuk menyimpan dokumen yang berkaitan
dengan pengelolaan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai dan Pelayanan
Kefarmasian dalam jangka waktu tertentu.
Istilah ‘ruang’ di sini tidak harus diartikan sebagai wujud ‘ruangan’
secara fisik, namun lebih kepada fungsi yang dilakukan. Bila
memungkinkan, setiap fungsi tersebut disediakan ruangan secara tersendiri.
Jika tidak, maka dapat digabungkan lebih dari 1 (satu) fungsi, namun harus
terdapat pemisahan yang jelas antar fungsi.

D. Usaha Mikro Obat Tradisional


Obat Tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa
bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian
(galenik), atau campuran dari bahan tersebut yang secara turun
temurun telah digunakan untuk pengobatan, dan dapat diterapkan
sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat. Cara Pembuatan
Obat Tradisional yang Baik (CPOTB) adalah seluruh aspek kegiatan
pembuatan obat tradisional yang bertujuan untuk menjamin agar

Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Fasilitas Kesehatan Obat dan Makanan


117
produk yang dihasilkan senantiasa memenuhi persyaratan mutu yang
ditetapkan sesuai dengan tujuan penggunaannya. Usaha Jamu
Racikan adalah usaha yang dilakukan oleh depot jamu atau
sejenisnya yang dimiliki perorangan dengan melakukan pencampuran
sediaan jadi dan/atau sediaan segar obat tradisional untuk dijajakan
langsung kepada konsumen.
Obat tradisional hanya dapat dibuat oleh industri dan usaha di
Bidang obat tradisional. Diantara usaha obat tradisional adalah:
1. Usaha Kecil Obat Tradisional (UKOT) adalah usaha yang membuat
semua bentuk sediaan obat tradisional, kecuali bentuk sediaan
tablet dan efervesen, izinnya berada di provinsi.
2. Usaha Mikro Obat Tradisional (UMOT) adalah usaha yang hanya
membuat sediaan obat tradisional dalam bentuk param, tapel,
pilis, cairan obat luar dan rajangan.
3. Usaha Jamu Racikan (UJR).
4. Usaha Jamu Gendong (UJG).
UJR dan UJG tidak memerlukan izin khusus akan tetapi tetap diawasi
oleh Dinas Kesehatan. Yang memerlukan rekomendasi dari Dinas Kesehatan
adalah UMOT. Untuk membuat UMOT persyaratan yang harus dipenuhi
adalah:
1. Surat permohonan.
2. Fotokopi akta pendirian badan usaha perorangan yang sah
sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
3. Susunan direksi/pengurus dan komisaris/badan pengawas
dalam hal permohonan bukan perseorangan.
4. Fotokopi ktp/identitas pemohon dan/atau direksi/pengurus
dan komisaris/badan pengawas.
5. Pernyataan pemohon dan/atau direksi/pengurus dan
komisaris/badan pengawas tidak pernah terlibat pelanggaran

Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Fasilitas Kesehatan Obat dan Makanan


118
peraturan perundang-undangan di Bidang farmasi.
6. Fotokopi bukti penguasaan tanah dan bangunan.
7. Surat tanda daftar perusahaan dalam hal permohonan bukan
perseorangan.
8. Fotokopi surat izin usaha perdagangan dalam hal permohonan
bukan perseorangan.
9. Fotokopi nomor pokok wajib pajak.
10. Fotokopi surat keterangan domisili.
Setiap industri dan usaha obat tradisional berkewajiban:
1. Menjamin keamanan, khasiat/manfaat dan mutu produk obat
tradisional yang dihasilkan.
2. Melakukan penarikan produk obat tradisional yang tidak
memenuhi ketentuan keamanan, khasiat/manfaat dan mutu
dari peredaran.
3. Pembuatan obat tradisional wajib memenuhi pedoman CPOTB
yang ditetapkan oleh Menteri.
4. Memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan lain yang
berlaku.

Setiap industri dan usaha obat tradisional dilarang membuat:


1. Segala jenis obat tradisional yang mengandung bahan kimia
hasil isolasi atau sintetik yang berkhasiat obat.
2. Obat tradisional dalam bentuk intravaginal, tetes mata, sediaan
parenteral, supositoria kecuali untuk wasir.
3. Obat tradisional dalam bentuk cairan obat dalam yang
mengandung etanol dengan kadar lebih dari 1% (satu persen).
UMOT dapat membuat obat tradisional secara kontrak kepada
Industri Obat Tradisional (IOT) atau UKOT lain yang telah
menerapkan CPOTB. Izin edar obat tradisional yang dibuat secara

Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Fasilitas Kesehatan Obat dan Makanan


119
kontrak dipegang oleh pemberi kontrak. UMOT pemberi kontrak dan
IOT atau UKOT penerima kontrak bertanggung jawab terhadap
keamanan, khasiat/manfaat, dan mutu obat tradisional. IOT, UKOT,
atau UMOT dapat melakukan perjanjian dengan perorangan atau
badan usaha yang memiliki hak kekayaan intelektual di Bidang obat
tradisional untuk membuat obat tradisional. Perjanjian harus memuat
ketentuan bahwa izin edar obat tradisional yang diperjanjikan dimiliki
oleh IOT, UKOT atau UMOT.

UMOT yang telah mendapat izin, yang melakukan perubahan


nama, alamat, atau Tenaga Teknis Kefarmasian penanggung jawab
wajib melaporkan secara tertulis kepada Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten dengan tembusan kepada Kepala Balai setempat. Industri
dan usaha obat tradisional yang akan melakukan perubahan
kapasitas dan/atau fasilitas produksi wajib melapor dan mendapat
persetujuan sesuai ketentuan. Laporan UMOT disampaikan kepada
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten dengan tembusan kepada Kepala
Balai setempat.

BAB V
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA
DAN INDUSTRI RUMAH TANGGA PANGAN

Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Fasilitas Kesehatan Obat dan Makanan


120
C. Perusahaan Rumah Tangga Alat Kesehatan dan Perbekalan
Kesehatan Rumah Tangga
Perusahaan Rumah Tangga adalah perusahaan yang memproduksi alat
kesehatan dan/atau perbekalan kesehatan rumah tangga tertentu dengan
fasilitas sederhana dan tidak menimbulkan bahaya bagi pengguna, pasien,
pekerja, dan lingkungan. Alat Kesehatan adalah instrumen, aparatus, mesin,
perkakas, dan/atau implan, reagen in vitro dan kalibrator, perangkat lunak,
bahan atau material yang digunakan tunggal atau kombinasi, untuk
mencegah, mendiagnosis, menyembuhkan, dan meringankan penyakit,
merawat orang sakit, memulihkan kesehatan pada manusia, dan/atau
membentuk struktur dan memperbaiki fungsi tubuh, menghalangi
pembuahan, desinfeksi alat kesehatan, dan pengujian in vitro terhadap
spesimen dari tubuh manusia, dan dapat mengandung obat yang tidak
mencapai kerja utama pada tubuh manusia melalui proses farmakologi,
imunologi atau metabolisme untuk dapat membantu fungsi/kinerja yang
diinginkan.
Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT) adalah alat, bahan, atau
campuran bahan untuk pemeliharaan dan Perawatan kesehatan untuk
manusia, pengendali kutu hewan pemeliharaan, rumah tangga dan tempat-
tempat umum.
Sertifikat Perusahaan Rumah Tangga adalah sertifikat yang diberikan
kepada Perusahaan Rumah Tangga dan produk yang dihasilkan yang telah
memenuhi persyaratan dalam rangka peredaran. Perusahaan Rumah Tangga
hanya dapat memproduksi Alat Kesehatan dan PKRT tertentu yang
memenuhi persyaratan keamanan, mutu, dan manfaat yang ditetapkan
berdasarkan kriteria sebagai berikut:
1. Produk yang menggunakan peralatan manual sampai semi
otomatis dalam proses produksinya.
2. Produk yang berisiko rendah bagi pengguna.

Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Fasilitas Kesehatan Obat dan Makanan


121
3. Produk non-invasif.
4. Produk non-steril.
5. Produk non-elektrik.
6. Produk tidak mengandung antiseptik dan desinfektan.
7. Proses produksi tidak perlu penanganan limbah.
Jenis alat kesehatan dan perbekalan kesehatan tertentu yang dapat
diproduksi oleh perusahaaan rumah tangga yaitu:
A. Alat Kesehatan Tertentu
NNo. Alat Kesehatan Tertentu Kode
1 Kapas non steril A01
2 Kasa pembalut non steril A02
3 Tiang infus A03
4 Tongkat {Walker) A04
5 Tempat tidur manual A05
6 Pispot A08
7 Bedpan A09
8 Masker non steril A10
9 Gendongan tangan/ Arm slinq A12
10 Duk/ drapes non steril A13
11 Hand-carried stretcher A14

B. Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga Tertentu

No PKRT Tertentu Kode


1 Tisu makan P0l
2 Toilet Tissue P02
3 Paper Ton el P03
4 Cottort bud P04
5 Kapas kecantikan P05
6 Kapas bola P06
7 Sabun cuci (cream dan batang) POT
8 Sabun cuci tangan cair P08
9 Sabun cuci piring P09
10 Pembersih Lantai Pl0

Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Fasilitas Kesehatan Obat dan Makanan


122
Setiap Perusahaan Rumah Tangga wajib memiliki Sertifikat Perusahaan
Rumah Tangga dari Kepala Dinas DPMPTSP. Sertifıkat Perusahaan Rumah
Tangga hanya dapat diberikan kepada Perusahaan Rumah Tangga yang telah
mendapatkan penyuluhan dari petugas kesehatan yang berwenang di Dinas
Kesehatan Provinsi yang dibuktikan dengan surat keterangan/rekomendasi.
Sertifikat Perusahaan Rumah Tangga berlaku sebagai izin edar untuk setiap
produk yang diedarkan di wilayah Provinsi Banten. Apabila produk
diedarkan di luar wilayah provinsi maka produk harus memiliki izin edar
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Untuk memperoleh Sertifikat Perusahaan Rumah Tangga, Pemohon
harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1. Berbentuk badan usaha atan perseorangan yang termasuk usaha mikro
yang telah memperoleh izin usaha sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
2. Memiliki nomor pokok wajib pajak.
3. Memiliki sarana bangunan dengan status milik sendiri, kontrak atau
sewa paling singkat 2 (dua) tahun.
4. Memiliki prasarana yang memadai.
Untuk memperoleh rekomendasi pembuatan Sertifikat Perusahaan
Rumah Tangga, Pemohon harus mengajukan permohonan kepada Kepala
Dinas Kesehatan Kabupaten dengan melampirkan kelengkapan sebagai
berikut:
1. Fotokopi izin usaha.
2. Fotokopi nomor pokok wajib pajak.
3. Peta lokasi dan denah bangunan.
4. Daftar peralatan produksi.
5. Daftar alat kesehatan dan/atau pkrt yang akan diproduksi.
6. Surat keterangan/rekomendasi hasil penyuluhan dari petugas kesehatan
yang berwenang di Dinas Kesehatan provinsi.

Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Fasilitas Kesehatan Obat dan Makanan


123
Untuk memperoleh surat keterangan/rekomendasi hasil penyuluhan
dari petugas kesehatan yang berwenang di Dinas Kesehatan Provinsi
pemohon harus mengajukan surat permohonan kepada Kepala Dinas
Kesehatan Provinsi. Setiap penambahan jenis produk yang diproduksi oleh
Perusahaan Rumah Tangga harus dilakukan permohonan penerbitan
Sertifikat Perusahaan Rumah Tangga yang baru. Permohonan penambahan
ini tidak memerlukan persyaratan surat keterangan/rekomendasi hasil
penyuluhan dari petugas kesehatan yang berwenang di Dinas Kesehatan
Provinsi. Perusahaan Rumah Tangga dilarang memproduksi jenis Alat
Kesehatan dan/atau PKRT tertentu selain yang tercantum dalam Sertifikat
Perusahaan Rumah Tangga.
Perusahaan Rumah Tangga selain melakukan produksi, dapat juga
menyalurkan dan mengedarkan jenis Alat Kesehatan dan/atau PKRT tertentu
yang diproduksinya sebagaimana tercantum dalam Sertifikat Perusahaan
Rumah Tangga. Perusahaan Rumah Tangga dalam melakukan proses
produksi harus memperhatikan prinsip Cara Pembuatan Alat
Kesehatan yang Baik sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan.

B. Industri Rumah Tangga Pangan


Industri Rumah Tangga Pangan (IRTP) adalah pelaku usaha pangan
yang memiliki tempat usaha di tempat tinggal dengan peralatan pengolahan
pangan manual hingga semi otomatis. IRTP diselenggarakan oleh pelaku
usaha perseorangan atau non perseorangan berupa usaha mikro dan kecil.
Peralatan pengolahan pangan manual adalah peralatan pengolahan
pangan yang tidak menggunakan motor penggerak, untuk
mengoperasikannya. Contohnya pelaku usaha mengupas, memotong dan
mengiris menggunakan pisau dengan tangan. Peralatan pengolahan pangan
semiotomatis adalah peralatan yang menggunakan motor penggerak dan

Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Fasilitas Kesehatan Obat dan Makanan


124
pengoperasiannya dilakukan secara manual aeperti alat penggiling, blender,
dan alat pengaduk. Sedangkan peralatan pengolahan pangan otomatis adalah
Peralatan otomatis adalah peralatan yang menggunakan motor penggerak dan
pengoperasiannya dikendalikan secara otomatis (pengolahannya bukan
proses kontinyu). Umumnya yang paling dominan sering digunakan adalah
penggunaan alat pengemas otomatis yang mempunyai kapasitas pengemasan
tinggi.
Yang tidak termasuk kategori IRTP adalah usaha yang memenuhi
salah satu kriteria berikut:
1. Beroperasi bukan di rumah tinggal.
2. Beroperasi di mall, plaza, kawasan industri, dan sejenisnya.
3. Menggunakan peralatan otomatis.
Pangan yang diproduksi oleh sebuah industri mempunyai resiko
terhadap kesehatan manusia. Pada dasarnya risiko terhadap kesehatan
timbul karena pangan itu sendiri dan/atau karena proses produksinya.
Pangan dapat dikelompokkan berdasarkan kemudahannya menimbulkan
penyakit karena tercemarnya pangan. Umumnya pangan basah yang mudah
rusak (perishable food) seperti pangan hewani mudah sekali ditumbuhi
bakteri patogen seperti Salmonella, E. coli, dan Clostridium botulinum,
sehingga dapat menimbulkan penyakit serius.
Proses produksi dapat dikategorikan berisiko tinggi, jika proses
produksinya tidak dapat mengendalikan bahaya (hazard) baik bahaya biologis
seperti cemaran mikroba, bahaya kimia seperti kontaminan kimia, atau
bahaya fisik seperti benda asing, sehingga produknya berisiko terhadap
kesehatan konsumennya.
Berdasarkan pH dan aktivitas air (aw), pangan dikategorikan menjadi:
2. Pangan Berisiko Tinggi (High-Risk Food) yang mempunyai pH > 4.6 dan
aw > 0.85.

Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Fasilitas Kesehatan Obat dan Makanan


125
3. Pangan Berisiko Rendah (Low-Risk Food) yang mempunyai pH < 4.6 dan
aw< 0.85.
4. Pangan Berisiko Sedang (Medium-Risk Food) yang mempunyai pH > 4.6
dan aw < 0.85 atau mempunyai pH < 4.6 dan aw > 0.85.
Pangan Berisiko Rendah (Low-Risk Food) adalah produk pangan olahan
kering dengan aw rendah atau kadar air rendah dan dapat disimpan lebih
dari 7 hari di suhu ruang. Contoh pangan berisiko rendah adalah:
1. Keripik.
2. Kerupuk.
3. Abon.
4. Dendeng.
5. Emping.
6. Kue Kering.
7. Permen
8. Coklat.
9. Madu.
10. Sirup.
11. Jeli.
12. Biscuit.
Untuk membuat produk makanan pelaku IRTP harus memperhatikan:
1. Jenis dan deskripsi pangan harus menyesuaikan dengan Peraturan
BPOM Nomor 22 Tahun 2018 tentang Pedoman Pemberian SPP-IRT.
2. Rancangan label pangan harus sesuai Peraturan BPOM Nomor 31
Tahun 2018 mengenai Label Produk Pangan.
3. Penamaan produk pangan sesuai Peraturan BPOM Nomor 21 Tahun
2016 tentang Kategori Pangan.
4. Penggunaan BTP harus sesuai Peraturan BPOM Nomor 11 Tahun 2019
tentang BTP.

Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Fasilitas Kesehatan Obat dan Makanan


126
5. Tidak boleh melakukan pengemasan ulang (repacking) produk impor
kemudian diganti nama.
Pangan Berisiko Sedang (Medium-Risk Food) adalah produk pangan
olahan dengan kadar sedang seperti:
4. Sayuran.
5. Buah-buahan.
6. Cake.
7. Roti.
Produk pangan olahan yang berisiko sedang ini harus mendapatkan
izin edar dari Badan POM.
Pangan Berisiko Tinggi (High-Risk Food) seperti:
8. Daging sapi.
9. Daging unggas termasuk ayam
10. Ikan.
11. Telur.
12. Susu.
13. Baso.
14. Nugget.
15. Siomay yang diawetkan dan dikemas.
16. Otak-otak yang dikemas, didinginkan/dibekukan.
Semua produk di atas harus mendapatkan izin edar dari Badan POM
pusat. Pangan berisiko tinggi (high-risk food) tidak boleh diproduksi oleh
IRTP karena:
1. Untuk mengendalikan bakteri patogen agar tidak tumbuh dan
berkembang dalam Pangan Berisiko Tinggi (High-Risk Food) dibutuhkan
peralatan dan kompetensi karyawan yang memadai.
2. Dalam pengolahan pangan, proses-proses yang ditujukan untuk
menjamin bahwa bakteri patogen dapat dikendalikan termasuk ke

Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Fasilitas Kesehatan Obat dan Makanan


127
dalam Titik Kendali Kritis yang harus selalu dipantau agar tidak
menyimpang. Kompetensi ini tidak dimiliki oleh IRTP.
3. IRTP hanya boleh memproduksi pangan olahan di tempat tinggalnya
dengan peralatan pengolahan manual hingga semi otomatis sehingga
sulit bagi IRTP untuk mengendalikan Titik Kendali Kritis dalam
menjamin bakteri patogen dalam batas aman.
Produk pangan lain yang harus didaftar melaui BPOM untuk
mendapatkan sertifikat MD/ML, (MD kode untuk makanan yang diproduksi
dalam negeri, ML untuk makanan yang diproduksi dari luar) adalah:
1. Pangan yang diproduksi di dalam negeri/yang diimpor dijual dalam
kemasan eceran.
2. Pangan Fortifikasi.
3. Pangan Wajib Standar Nasional Indonesi (SNI).
4. Pangan Program Pemerintah.
5. Pangan yang ditujukan untuk uji pasar.
6. Bahan Tambahan Pangan (BTP).
Produk Pangan yang wajib memiliki SNI adalah:
1. Air mineral alami.
2. Kopi Instan.
3. Air embun.
4. Tuna Dalam kaleng.
5. Air Minum Dalam Kemasan.
6. Sarden dan makarel dalam kaleng.
7. Garam konsumsi beryodium.
8. Tepung Terigu.
9. Gula Kristal Putih.
10. Minyak Goreng Sawit.
11. Kakao bubuk.

Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Fasilitas Kesehatan Obat dan Makanan


128
Ada juga pangan yang tidak wajib didaftarkan yaitu pangan yang
memiliki salah satu kriteria:
1. Masa simpan kurang dari 7 hari.
2. Diimpor dalam jumlah kecil.
3. Digunakan lebih lanjut sebagai bahan baku.
4. Pangan olahan dalam jumlah besar dan tidak dijual secara langsung
kepada konsumen akhir.
5. Diolah dan dikemas di hadapan pembeli.
6. Pangan siap saji.
Pangan Siap Saji (PSS) tidak ditujukan untuk menjadi pangan yang
awet dan bisa disimpan lebih dari 7 (tujuh) hari pada suhu lingkungan.
Contoh sarana penjualan Pangan siap saji, adalah:
1. Mie bakso.
2. Mie ayam/pangsit.
3. Pecel/karedok.
4. Gado-gado lontong.
5. Ayam panggang/ayam bakar/ayam geprek.
6. Ikan bakar.
7. Ikan presto.
8. Soto/sop.
9. Sate.
10. Ketoprak.
11. Nasi goreng.
12. Siomay.
13. Bubur ayam.
14. Kupat tahu/sayur.
15. Seblak.
16. Pecak bandeng.

Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Fasilitas Kesehatan Obat dan Makanan


129
Produk sejenis di atas menjadi kewenangan Dinas Kesehatan Kabupaten
Serang untuk membina dan mengawasinya melalui Sertifikasi Higiene
Sanitasi oleh yang dilakukan oleh Seksi Kesehatan Lingkungan.
Pangan yang mengandung herbal yang dapat diizinkan sebagai PIRT
harus memenuhi kriteia:
1. Mengandung bahan herbal yang lazim digunakan sebagai bahan
pangan (digunakan dalam produk pangan).
2. Tidak berklaim memiliki khasiat atau kegunaan khusus.
3. Digunakan tidak dalam dosis tunggal.
4. Sesuai dengan ketentuan Peraturan BPOM No.7 Tahun 2018 tentang
Bahan Baku yang Dilarang dalam Pangan Olahan.
5. Untuk bahan herbal yang belum pernah digunakan dalam pangan
harus mendapatkan telaahan atau kajian dari Direktorat Standardisasi
Pangan Olahan Deputi Bidang Pengawasan Pangan Olahan Badan
POM. Misalnya yang mengandung ginseng (panax ginseng/asian
ginseng), kembang sepatu (hibiscus rosa sinenis), rooibos (asphalatus
linearis), mate green (illex paraguariensis), honeybush (cyclopia atau
heidelbergtee), rhubarb batang (rheum r.), akar licorice (succus
liquiritiae), acai (euterpe oleracea), psyllium husk, dan produk pangan
herbal lainnya harus mendapatkan izin edar dari Badan POM dan
memperoleh nomor pendaftaran MD.
Pangan segar seperti buah dan sayuran segar merupakan kewenangan
Kementerian Pertanian dan Dinas terkait untuk melakukan pengaturannya.
Penggolongan Industri Pangan Olahan berdasarkan Kewajiban Izin
Edar dilakukan untuk memudahkan para pembina, pengawas, penyuluh, dan
petugas yang berada di lingkungan Pemerintah Kabupaten dalam
menetapkan apakah industri yang menghasilkan produk pangan olahan
dalam kemasan eceran itu harus mendaftarkan produknya di Badan POM,
atau diizinkan untuk memperoleh SPP-IRT dari Bupati.

Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Fasilitas Kesehatan Obat dan Makanan


130
Dalam rangka produksi dan peredaran Pangan oleh IRTP, berdasarkan
Pasal 43 PP No. 28 Tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan
mengamanatkan bahwa pangan olahan yang diproduksi oleh IRTP wajib
memiliki “Sertipikat Produksi Pangan Industri Rumah Tangga”.

Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Fasilitas Kesehatan Obat dan Makanan


131
Apng

Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Fasilitas Kesehatan Obat dan Makanan


132

an yang
Tidak Wajib Didaftarkan Pangan yang Tidak Wajib Didaftarkan

Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Fasilitas Kesehatan Obat dan Makanan


133
BAB VII
PERIZINAN FASILITAS KESEHATAN OBAT DAN PANGAN

A. Pengertian Perizinan dan Fungsi Perizinan


Perizinan adalah pemberian legalitas kepada seseorang atau pelaku
usaha/kegiatan tertentu baik berupa izin ataupun tanda daftar usaha.
Fungsi Perizinan adalah sebagai alat pengesahan yang di berikan oleh
pemerintah sesuai kewenangannya atas kegiatan usaha yang dijalankan,
sehingga dalam kegiatan usaha tidak terjadi masalah perizinan. dengan
memiliki surat izin usaha dapat mempermudah/memperlancar kegiatan
usaha.
Setiap penyelenggara Fasilitas Pelayanan Kesehatan, Pelayanan
Kefarmasian maupun pangan/makanan wajib memiliki izin yang
diberikan setelah memenuhi persyaratan sesuai dengan jenis Fasilitas
Pelayanan kesehatan. Izin diberikan oleh Bupati melaui Dinas
Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu dengan melalui
rekomendasi Dinas Kesehatan.

B. Cara Mendapatkan Perizinan


Seluruh perizinan di Kabupaten Serang dikelola oleh Dinas Penanaman
Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) termasuk perizinan
sektor kesehatan obat dan pangan. Perizinan yang dikelola DPMPTSP terbagi
menjadi dua macam yaitu yang melalui OSS (Online Single Submission) dan
melalui non OSS. Untuk mendapatkan perizinan yang melaui OSS dilakukan
dengan melakukan pendaftaran melaui Perizinan Terintegrasi Secara
Elektronik yang selanjutnya disingkat OSS melalui Website www.oss.go.id.
Kemudian pelaku usaha melakukan pemenuhan komitmen untuk
selanjutnya memperoleh persetujuan di DPMPTSP Kabupaten Serang.

Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Fasilitas Kesehatan Obat dan Makanan


134
Pengelolaan Perizinan Sektor Kesehatan, Obat dan Makanan yang
dilakukan terintegrasi secara elektronik melalui sistem OSS sesuai dengan
Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 2018 dan Peraturan Menteri Kesehatan
No. 10 Tahun 2018 yang dapat di akses melalui www.oss.go.id. OSS adalah
Perizinan Berusaha yang diterbitkan oleh Lembaga OSS untuk dan atas nama
Menteri, Pimpinan Lembaga, Gubernur, atau Bupati/Wali Kota kepada
Pelaku Usaha melalui sistem elektronik yang terintegrasi.
Perizinan sektor kesehatan yang melalui Sistem OSS adalah:
1. Izin Usaha Mikro Obat Tradisional (UMOT).
2. Izin Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT).
3. Sertipikat Produksi Pangan Rumah Tangga.
4. Sertifikat Higiene Sanitasi Pangan.
5. Izin Toko Alat Kesehatan.
6. Izin Operasional Klinik.
7. Izin Toko Obat.
8. Izin Mendirikan dan Operasional Rumah Sakit Kelas C&D.
9. Izin Operasional Laboratorium Klinik Umum Pratama.
10. Izin Penyelenggaraan Pengendalian Vektor dan Binatang Pembawa
Penyakit.
Perizinan yang dikelola di luar Sistem OSS yaitu dengan Aplikasi
Simponi yaitu:
17. Izin Tempat Praktik Mandiri,
18. Izin Tenaga Kesehatan,
19. Izin Sarana Radiologi,
20. Izin Unit Transfusi Darah,
21. Izin Optikal,
22. Izin Penyehat Tradisional (Pengobatan Patah Tulang, Tukang Gigi,
Pengobatan Bekam) dan
23. Izin Pelayanan Kesehatan Tradisional Empiris.

Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Fasilitas Kesehatan Obat dan Makanan


135

C. Jenis Perizinan dan Tata Cara Pendaftaran


Jenis perizinan berusaha terdiri dari :
1. Izin Usaha berupa, terdiri dari :
a. Izin Usaha Mikro Kecil: Kekayaan bersih sampai dengan 50 juta
diluar tanah dan bangunan serta memiliki hasil penjualan
paling banyak 300 jt/thn.
b. Izin Usaha Industri (IUI)
2. Izin Komersial atau Operasional
Berupa Sertifikat Produksi Pangan Industri Rumah Tangga. Izin
Komersial/Operasional ditempuh setelah pelaku usaha memiliki Izin
Usaha.

D. Proses Pendaftaran Perizinan Berusaha melalui Sistem OSS


1. Pelaku Usaha Perseorangan melakukan pendaftaran secara Online
melalui Aplikasi OSS dengan mengakses OSS.go.id. Kemudian
memasukan data paling sedikit meliputi data:
a. Nama dan NIK.
b. Alamat tempat tinggal.
c. Bidang usaha.
d. Lokasi penanaman modal.
e. Besaran rencana penanaman modal.
f. Rencana penggunaan tenaga kerja.
g. Nomor kontak usaha dan/atau kegiatan.
h. Rencana permintaan fasilitas fiskal, kepabeanan, dan/atau fasilitas
lainnya.
i. NPWP Pelaku Usaha perseorangan.
2. Lembaga OSS akan menerbitkan Nomor Induk Berusaha (NIB) setelah
Pelaku Usaha melakukan pendaftaran melalui pengisian data pada

Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Fasilitas Kesehatan Obat dan Makanan


136
Aplikasi OSS dan menerbitkan Izin Usaha berupa Izin Usaha Mikro
Kecil/ IUI dan Izin Komersial/Operasional yang belum berlaku efektif.

Berikut ini contoh Pendaftaran melalui Sistem OSS

Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Fasilitas Kesehatan Obat dan Makanan


137

Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Fasilitas Kesehatan Obat dan Makanan


138

Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Fasilitas Kesehatan Obat dan Makanan


139

Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Fasilitas Kesehatan Obat dan Makanan


140

Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Fasilitas Kesehatan Obat dan Makanan


141

Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Fasilitas Kesehatan Obat dan Makanan


142

Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Fasilitas Kesehatan Obat dan Makanan


143

Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Fasilitas Kesehatan Obat dan Makanan


144

Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Fasilitas Kesehatan Obat dan Makanan


145

Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Fasilitas Kesehatan Obat dan Makanan


146

Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Fasilitas Kesehatan Obat dan Makanan


147

Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Fasilitas Kesehatan Obat dan Makanan


148

Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Fasilitas Kesehatan Obat dan Makanan


149

Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Fasilitas Kesehatan Obat dan Makanan


150

3. Pelaku usaha melakukan pemenuhan komitmen, sesuai dengan item


yang dipersyaratkan Dinas Kesehatan dan DPMPTSP.
4. Pelaku usaha mengajukan survey kepada Seksi Binwas.
5. Seksi Binwas memverifikasi kelayakan berkas, bila berkasnya layak
akan dilanjutkan dengan penjadwalan, bila belum layak pemohon
diminta memperbaiki berkas dan sarana prasarananya.
6. Seksi Binwas mekakukan survey pemenuhan komitmen, bila
memenuhi persyarakatan Seksi Binwas akan membuatkan surat
rekomendasi pemenuhan komitmen.
7. Bila belum layak pihak pemohon diminta melengkapi kelengkapan
sesuai standarisasi yang ditetapkan dan tempo waktu yang diberikan.
Tempo waktu yang diebrikan maksimal 30 hari kecuali ada kondisi
khusus misalnya pelaku usaha sakit.
8. Pelaku usaha mendatangi DPMPTSP, untuk selanjutnya DPMPTSP
mengirimkan rekomendasi melaui OSS atau Simponi.

E. Kelengkapan Persyaratan Pemenuhan Komitmen

PERSYARATAN PEMENUHAN KOMITMEN KLINIK

N
PERSYARATAN KLINIK
O
1 Surat Permohonan Komitmen
2 Foto Copy Nomor Induk Berusaha (NIB)
3 Foto Copy Izin Komersial / Operasional
Foto Copy Surat Pernyataan Pemenuhan Persyaratan Perizinan
4 Komersial/Operasional
5 Foto Copy Surat Pernyataan Kesedian Mematuhi dan menyelesaikan

Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Fasilitas Kesehatan Obat dan Makanan


151
perizinan Prasarana Usaha
6 Fotocopy Izin lingkungan
7 Fotocopy Izin Lokasi
8 Fotocopy IMB
9 Pernyataan tidak keberatan dari lingkungan/Tetangga
10 Daftar Ketenagaan seluruh karyawan Sesuai Maklumat Layanan
SIP SDM Klinik ( Dokter, Apoteker, Perawat, Bidan, Analis ) sesuai
11 maklumat layanan
12 Jadwal Kerja Karyawan Setiap Layanan
Komitmen Pengelolaan Limbah : SPPL bagi rawat jalan, Dokumen
13 UKL / UPL bagi rawat inap
14 MOU Pengelolaan Limbah
15 Struktur Organisasi Klinik sesuai jenis Klinik
Dokumen Pendukung Lainnya (Profil Klinik, Lay out Sarana, Daftar
16
Sarana, Prasarana Klinik dan alkes)

PERSYARATAN PEMENUHAN KOMITMEN APOTEK

N
O PEMENUHAN KOMITMEN APOTEK
1 Surat Pernyataan Permohonan Komitmen Kepada Dinas Kesehatan
2 Foto Copy Nomor Induk Berusaha (NIB)
3 Foto Copy Izin Usaha
4 Foto Copy Komersial / Operasional
Foto Copy Surat Pernyataan Pemenuhan Persyaratan Perizinan
5 Komersial/Operasional
Foto Copy Surat Pernyataan Kesedian Mematuhi dan menyelesaikan
6
perizinan Prasarana Usaha
7 Foto Copy IMB
8 F0to Copy Dokumen SPPL
9 Lay out Bangunan Apotek
SIPA Apoteker Penanggung Jawab dan SIPTTK untuk Tenaga Teknis
10
Kefarmasian
11 Jadwal Kerja Karyawan
12 Struktur Organisasi Apotek

Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Fasilitas Kesehatan Obat dan Makanan


152
13 Surat Rekomendasi IAI Sebagai Apoteker Penanggung Jawab

PERSYARATAN IZIN MENDIRIKAN RUMAH SAKIT

1 Surat Permohonan
2 Foto Copy Nomor Induk Berusaha (NIB)
3 Foto Copy Izin Komersial / Operasional
Foto Copy Surat Pernyataan Pemenuhan Persyaratan Perizinan
4
Komersial/Oprasional
Foto Copy Surat Pernyataan Kesedian Mematuhi dan menyelesaikan
5
perizinan Prasarana Usaha
6 Fotocopy Izin lingkungan
7 Fotocopy Izin Lokasi
8 Fotocopy IMB
9 Dokumen Kajian dan Perencanaan bangunan;
  a. Feasibility Study (FS)
  b. Detail Engineering Design
  c. Master Plan
1
0 Pemenuhan pelayanan alat kesehatan

PERSYARATAN PEMENUHAN KOMITMEN IZIN OPERASIONAL RUMAH


SAKIT

1 Surat Permohonan
2 Foto Copy Nomor Induk Berusaha (NIB)
3 Foto Copy Izin Komersial / Operasional
Foto Copy Surat Pernyataan Pemenuhan Persyaratan Perizinan
4
Komersial/Operasional
Foto Copy Surat Pernyataan Kesedian Mematuhi dan menyelesaikan
5
perizinan Prasarana Usaha
6 Fotocopy Izin lingkungan
7 Fotocopy Izin Lokasi

Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Fasilitas Kesehatan Obat dan Makanan


153
8 Fotocopy IMB
Profil Rumah Sakit paling sedikit : Visi, Misi, rencana strategis dan
9
struktur organisasi
  a. visi
  b. Misi
  c. lingkup Kegiatan
  d. Rencana Strategis
  e. Struktur Organisasi
1
0 Self assessment
  a. Jenis Pelayanan
  b. Sumber Daya Manusia
  c. Peralatan
  d. Bangunan dan Prasarana RS
  e. Surat Keterangan atau Sertifikat Izin Kelayakan
  d. Kalibrasi Alat Kesehatan
  e. Sertifikat Akreditasi
f. Surat Pernyataan yang mencantumkan komitmen jumlah tempat
  tidur

PERSYARATAN PEMENUHAN KOMITMEN LABRORATORIUM PRATAMA

1 Surat Permohonan kepada Dinas Kesehatan


2 Foto Copy Nomor Induk Berusaha (NIB)
3 Foto Copy Izin Usaha
4 Foto Copy Komersial / Operasional
Foto Copy Surat Pernyataan Pemenuhan Persyaratan Perizinan
5
Komersial/Operasional
Foto Copy Surat Pernyataan Kesedian Mematuhi dan menyelesaikan
6 perizinan Prasarana Usaha
7 Foto Copy Surat Pernyataan Permohonan Komitmen Kepada Dinkes
8 Pernyataan tidak keberatan dari lingkungan/Tetangga
9 SIP Dokter Penanggung Jawab
1
0 Daftar Ketenagaan seluruh karyawan

Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Fasilitas Kesehatan Obat dan Makanan


154
1
1 Jadwal Kerja Karyawan
1
2 Struktur Organisasi Laboratorium
1
3 Dokumen Komitmen Pengelolaan Limbah SPPL
1
4 Surat Izin Kerja Analis Kesehatan

PERSYARATAN PEMENUHAN KOMITMEN PKRT

1 Surat Permohonan Komitmen


2 Foto Copy Nomor Induk Berusaha (NIB)
3 Foto Copy Izin Komersial / Operasional
Foto Copy Surat Pernyataan Pemenuhan Persyaratan Perizinan
4
Komersial/Oprasional
Foto Copy Surat Pernyataan Kesedian Mematuhi dan menyelesaikan
5
perizinan Prasarana Usaha
6 Fotocopy Izin lingkungan
7 Fotocopy Izin Lokasi
8 Fotocopy IMB
9 Fotocopy KTP Pemohon
1
0 Fotocopy Izin Usaha
1
1 Fotocopy NPWP
1
2 Peta Lokasi dan Denah bangunan
1 Surat yang menyatakan status bangunan dalam bentuk akte, hak
3 milik/sewa/kontrak
1
4 Daftar Peralatan produksi
1 Surat Keterangan/ rekomendasi hasil penyuluhan dari Dinkes Provinsi
5 Banten

Untuk rekomendasi perizinan PIRT diberikan oleh seksi kesehatan


lingkungan setelah sampel makanan dilakukan pemeriksaan. Selanjutnya

Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Fasilitas Kesehatan Obat dan Makanan


155
pelaku PIRT menghubungi DPMPTSP untuk mengurus sertifikat IRTP dengan
melampirkan persyaratan sebagai berikut:
1. Memiliki Sertifikat Penyuluhan Keamanan Pangan.
2. Hasil Pemeriksaan Sarana Produksi.
3. Hasil Pengujian Laboratorium Produk Pangan.
4. Pertimbangan Teknis/rekomendasi dari Dinas Kesehatan.
Masa berlaku perizinan semua fasilitas kesehatan obat dan pangan
berlaku selama 5 (lima) tahun. Pelaku usaha dikenakan tarif retribusi
perizinan berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Serang No. 1 Tahun
2016 tentang Retribusi Jasa Umum bahwa untuk Retribusi yang harus di
bayarkan ke Pemerintah Daerah melaui DPMPTSP.

BAB VIII
PENUTUP

Pembinaan dan pengawasan fasilitas baik fasilitas kesehatan, fasilitas


pelayanan kefarmasian maupun pembinaan dan pengawasan terkait
pangan/makanan merupakan proses panjang dan berkesinambungan.
Semakin banyak populasi masyarakat dan jumlah fasilitas semakin kompleks
permasalahan pembinaan dan pengawasan. Seiring berkembangnya ilmu dan

Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Fasilitas Kesehatan Obat dan Makanan


156
teknologi semakin berkembang juga tuntunan masyarakat akan pentingnya
pembinaan dan pengawasan. Demikian pula munculnya regulasi dan
kebijakan baru memerlukan penyesuain aktifitas pelayanan oleh fasilitas
kesehatan obat maupun pangan yang membutuhkan perbaikan aspek
pembinaan dan pengawasan juga.
Masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan oleh Dinas
Kesehatan terkait pembinaan dan pengawasan. Diantaranya adalah
pelayanan kesehatan diluar standar, pelayanan keDokteran oleh bukan
tenaga medis, pelayanan kefarmasian bukan oleh tenaga farmasi, pengelolaan
limbah yang belum sesuai ketentuan, penjualan obat secara grosir oleh dan
kepada pihak yang tidak berhak, praktek kesehatan tradisional yang
membahayakan dan penyebaran makanan yang tidak sesuai standar
kesehatan.
Walaupun dengan berbagai keterbatasan diharapkan dengan
kehadiran pedoman ini berbagai aspek permasalahan terkait pembinaan dan
pengawasan terhadap fasilitas kesehatan, obat dan pangan dapat
diselesaikan sebagaimana mestinya. Oleh karena itu berbagai kritik, saran
dan masukan dari berbagai pihak sangat diperlukan terhadap pedoman ini
agar dapat dilakukan revisi dan perbaikan untuk tercapainya pembinaan dan
pengawasan yang optimal.

LAMPIRAN-LAMPIRAN

Lampiran 1 Daftar SOP yang ada pada Seksi Pembinaan dan Pengawasan
Sarana Prasarana Fasilitas Kesehatan Obat dan Pangan

1. SOP Pemberian Informasi Publik


2. SOP Klarifikasi Pelayanan Publik
3. SOP Kegiatan Pertemuan

Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Fasilitas Kesehatan Obat dan Makanan


157
4. SOP Saksi Ahli
5. SOP Pengawasan Pasar Tradisional
6. SOP Pengawasan Pasar Modern
7. SOP Visitasi Perizinan Faskes Bermasalah
8. SOP Pengawasan Rumah Sakit
9. SOP Pengawasan Puskesmas
10. SOP Pengawasan Dokter Praktek Mandiri
11. SOP Pengawasan Dokter Gigi praktek Mandiri
12. SOP Pengawasan Bidan Praktek mandiri
13. SOP Pengawasan Perawat Praktek Mandiri
14. P SOP engawasan Toko Obat
15. SOP Pengawasan Apotek
16. SOP Pengawasan Klinik
17. SOP Pengawasan Praktek Batra
18. SOP Pengawasan Kantin Sekolah
19. SOP RTL Pertemuan Binwas Sarfaskes Obat dan Pangan
20. SOP Pelayanan Rekomendasi
21. SOP Pengawasan PIRT
22. SOP Pelayanan Binwas
23. SOP Pemenuhan Komitmen
24. SOP Kredensialing
25. Penutupan Sementara Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Karena
Terpapar Covid-19

Lampiran 2 Format laporan Bulanan Program Binwas

LAPORAN BULANAN
PROGRAM PEMBINAAN DAN PENGAWASAN FASILITAS KESEHATAN
OBAT DAN PANGAN

Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Fasilitas Kesehatan Obat dan Makanan


158

Nama Puksemas :
Bulan :
Petugas :
1. Jumlah fasilitas
a. Jumlah Klinik :………….
b. Jumlah Praktek mandiri Dokter :………….
c. Jumlah Praktek mandiri Dokter Gigi :………….
d. Jumlah praktek mandiri Bidan :…………
e. Jumlah praktek mandiri Perawat :…………
f. Jumlah Rumah Sakit : …………
g. Jumlah Apotek : …………
h. Jumlah Toko Obat : …………
i. Jumlah Optik :………….
j. Jumlah Toko Kosmetik : …………
k. Jumlah fasilitas kesehatan tradisional : …………
l. Jumlah industri rumah tangga pangan : …………
m. Jumlah industri perbekalan kesehatan rumah tangga : …………
n. Jumlah Pasar Tradisional : …………
o. Jumlah Pasar Modern : …………
p. Jumlah rumah makan : …………
q. Jumlah warung yang penjual makanan/obat bebas : …………
r. Jumlah jamu gendong : …………
s. Jumlah UMOT : …………
t. Jumlah took jamu :………….

2. Kondisi fasilitas kesehatan obat dan pangan, meliputi:


a. Status perizinan:
1) Berizin :………..buah

Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Fasilitas Kesehatan Obat dan Makanan


159
2) Tidak berizin :………….buah.
b. Keluhanmasyarakat/LSM/media jika ditemukan:…………………………
…………………………………………………………………………………………
c. Masalah lain yang ditemukan:
…………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………..………………………..

Pembuat Laporan

……………………….

Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Fasilitas Kesehatan Obat dan Makanan

Anda mungkin juga menyukai