Anda di halaman 1dari 13

Judul : A Criminal

Alur : Kasus-pengadilan-tidak bersalah-difitnah-cinta pertama-pacaran-konflik-


pernikahan

Cast:

Niel Adiwiratmo : Jung Hae In

Maria Annariswati : Park Shin Hye

--------------------------------------------------------------------------------------------------------------

“Nona Maria, silakan kunjungannya,” ujar salah satu sipir penjara seraya
mempersilakanku masuk ke dalam ruang kunjungan.

Disinilah aku, melakukan pekerjaan sehari-hari dimana aku harus bertemu klien
dengan harus mendengarkan ceritanya.

“Mr. Niel, sebelumnya perkenalkan saya Maria Annariswati saya di tunjuk


pengadilan Negeri untuk menjadi pengacara Anda, khususnya kasus ini,”
perkenalanpun dimulai….

Hmm.., sepertinya dia orang yang ramah, hanya saja keadaan membuatnya menjadi
angkuh, batinku sambal mengamati gerak-geriknya.

“Oke Mr. Niel bisakah saya memulai sedikit wawancara mengenai kasus Anda
sekarang ini? Mengingat Anda merupakan seorang Tentara yang sangat
diperbincangkan di seluruh negeri ini,”

“Sebelumnya saya akan menyebutkan hak dan kewajiban saya selaku pengacara
terhadap klien saya, disini saya tidak akan membocorkan informasi dari klien kepada
orang lain, serta saya akan menjaga kerahasiaan kasus Anda..”

“Hmmm.. baguslah kalau begitu,” ujarnya memotong perkataan saya sambal


mendengus.

“Maaf Mr. Niel saya disini belum selesai berbicara, kemudian saya berhak untuk
menggali informasi lebih dalam mengenai kasus Anda, jadi saya mohon Anda dapat
bekerja sama dengan saya dan sebaiknya Anda tidak menutup-nutupi apa yang
sebenarnya terjadi,”
“Hmm.. baiklah,” ujarnya sambil menatapku dengan tatapan yang tidak bisa ku
mengerti.

“Maria kau tak pulang? Ini sudah pukul 9 malam lho, apa kau tidak takut saat naik lift
nanti?” tegur Natha yang hendak pulang.

“Apa sebaiknya ku pulang sekarang saja bareng kamu, hehehe…”

“Tuh kan, kau sengaja menungguku agar bisa menebeng denganku kan? Cepatlah
beli mobil sendiri agar kau tidak merepotkanku terus-terusan,” omelnya padaku.

“Ya ya ya baiklah Ibu Negara..” ujarku sambil membereskan berkas-berkas kasus


dan mengambil tasku.

“Hei, tunggu aku,” dia malah meninggalkanku.

“Cepatlah ku sudah mengantuk,” akupun lari menuju lift yang ditahan olehnya.

Maria Annariswati adalah nama lengkapku, temanku biasa memanggilku Maria, aku
lahir di salah satu Provinsi terpencil di Negara ini dan aku kini merantau ke Ibu Kota.
Aku merantau sejak kuliah, dan sampai sekarang aku bekerja di salah satu Firma
Hukum yang cukup terkenal di daerah Ibu Kota. Pengacara, itulah sebutan untuk
pekerjaanku. Orang lain menganggap bahwa pengacara itu buruk karena mereka
membela pelaku-pelaku criminal. Yah memang seperti itu tuntutan pekerjaan.

Entah aku bermimpi apa kemarin lusa hingga aku mendapatkan klien yang sangat
baru menurutku. 5 tahun bekerja di bidang ini dan biasanya aku hanya menangani
kasus perdata seperti perceraian, pencemaran nama baik, sengketa warisan.
Beberapa aku mendapat kasus pidana seperti pencurian, penyerangan dan lain lain.
Menurutku atasanku memberikan kasus-kasus yang tidak begitu besar, makanya
aku bilang aku mendapat kasus baru menurutku.

Pembunuhan…

Yap itu kasus yang sedang ku tangani. Mr. Niel klienku yang bernama lengkap Niel
Adiwiratmo, merupakan seorang tantara dengan pangkat Kapten yang di tugaskan di
salah satu Batalyon Ibu Kota menjadi tersangka kasus pembunuhan kepada anak
buahnya. Luar biasa aku harus menyelesaikan kasus ini tanpa adanya pengalaman.

Aku mencoba bertanya pada seniorku dan mencari data kasus serupa, namun nihil
sepertinya kali ini aku harus berusaha dengan sungguh sungguh. Setelah
mendapatkan kasus ini aku langsung pergi ke penjara tempat klienku ditahan.

“Mar, kau tidak takut pada klien mu yang sekarang kau tangani?” tanyanya sambil
membuka percakapan di lift yang hening ini.

“Tidak, aku biasa saja sama seperti klien lainnya, dia angkuh, tak punya rasa
hormat, menyebalkan..” dengusku di akhir percakapan.

“Aku mendapat rumor bahwa dia seorang tantara yang tampan..” Natha
mendekatkan wajahnya pada wajahku seolah menggodaku dengan kebiasaannya
akan mudah jatuh cinta dengan seorang yang tampan.

“Tuh, kau mulai lagi kan yang kemaren kemaren kemana kok udah ngincer orang
baru lagi,” ku mengejeknya karna dia sering sekali gonta-ganti pasangan dalam
berkencan.

“Tidak, aku hanya memastikan bahwa rumor yang ku dengar itu benar, lagipula aku
sudah tidak berkencan lagi dengan Ramon, sikapnya buruk sangat posesif. Aku
tidak menyukai itu,” dia mulai lagi menjelek-jelekkan mantan pacarnya. Padahal dia
sendiri yang selalu menyimpan banyak sekali nomor laki-laki dan mungkin itu yang
membuat Ramon marah padanya.

“Hmm, menurutku Mr. Niel cukup tampan sebagai seorang tantara,” ujarku
menjawab pertanyaan awal Natha.

“Asyikk,, boleh dong kamu certain first impression kamu ke Mr. Niel,” kini lift sudah
sampai lantai basement dan kami menuju mobil Natha.

“Boleh banget tapi….”

“Tapi apa nih?”

“Antarkan aku ke minimarket dulu ada yang harus ku beli untuk keperluan kost ku,”
Natha tak menjawab hanya memalingkan wajah seolah dia tahu bahwa jika meminta
informasi dariku tidak gratis, pasti ada maunya.

“Mar, bolehkah aku menginap di kost mu?” tanya Natha tiba-tiba dengan matanya
yang menatap lurus ke depan, dengan posisi masih menyetir.

“Kenapa tiba-tiba kau ingin menginap di kostku?”

“Yah selagi kau tadi di minimarket mama sms aku, katanya mereka pergi mendadak
jenguk nenekku di kampung halaman, jadi di rumah tidak ada orang. Kau tahu kan
aku benci sendirian di rumah,” yah Natha memang tipe orang yang manja sekaligus
penakut, karena dia anak satu-satunya alias anak tunggal.

“Bagaimana jika aku yang menginap di rumahmu, kan kau tahu sendiri aku tinggal di
kost, kalau kita berdua di kostku kau mau tidur di lantai? Hanya satu Kasur
dikamarku,” aku menawarkan tawaran yang ku anggap menguntungkanku.

“Baiklah, asal aku ada teman di rumah. Eh! Mampir drive thru dulu skuy, ada Mcd tu
di depan laper nih,”

“Jangan lupa kau mampir dulu di kost ku. Aku ingin mengambil pakaian untuk
besok,”

“Siap bos,” ujarnya singkat dengan raut wajah sumringah.

Boleh dibilang aku beruntung memiliki sahabat sekaligus partner kerja di


perusahaan, karena Natha merupakan orang yang cuek pada urusan pribadi orang
lain. Itu yang membuatku nyaman berteman dengannya. Selain dia tajir, cantik, dia
juga berkepribadian yang asyik jika sudah lama mengenalnya. Yahh walau sedikit
manja dan cuek ya orangnya.

Setelah perjalanan kurang lebih 30 menit sampailah kita di rumah besarnya Natha.
Natha merupakan seorang yang sangat berkecukupan menurutku, yah mengingat
ayahnya merupakan seorang pembisnis di perusahaan teknologi. Dan ibunya
seorang dokter spesialis bedah yang terkenal membuat tidak aneh jika rumahnya
sudah hamper sebesar supermarket dengan halaman yang luas di tumbuhi banyak
sekali macam tumbuhan.

“Wah, Nath aku sudah lama tidak main ke rumahmu. Kamarmu ganti cat lagi ya? 1
minggu yang lalu perasaan warna lilac, sekarang sudah warna abu-abu muda lagi
aja, terus ini meja rias baru ya? Gile gile aku yang ada lama lama pengen tinggal di
rumahmu aja deh,”

“Eh eh apaan kau lama tidak main ke rumahku. Inget ya Miss Maria Annariswati
kamu Jumat kemarin ke rumahku kita party di halaman belakang. Terus ini cat
kamar kemarin aku bosen yaudah aku minta ganti aja, sama ni meja rias aku pas
belanja Senin kemarin liat ini bagus yaudah aku ambil aja. Oiyaa, kamu janji mau
cerita penampilan si napi ganteng itu kan. Cepet cerita!” Hmm kan dia mulai kumat.

“Oke-oke, jadi gini… sebenarnya aku tidak percaya bahwa dia seorang tantara,”

“Mengapa bisa begitu?”

“Dia memiliki kulit yang putih, kan biasanya tantara-tentara diluar sana kan memiliki
kulit yang lebih gelap dibandingkan laki-laki pada umumnya kan, terus dia memiliki
watak yang cukup aneh menurutku,”

“aneh bagaimana?”

“Aneh saja, dia melihatku dengan tatapan yang hmmm, yang terlihat dia seperti
marah padaku padahal aku tidak melakukan apa-apa. Tetapi, saat ku tidak sengaja
melihatnya dan dia melihat ke arah jendela di sampingnya dia tersenyum, dan kau
tau senyumnya manis dan tidak terlihat seperti pembunuh,”

“Aelah, emangnya pembunuh harus seperti di film-film gitu? Harus menyeramkan?


Tidak Nyonya Maria, pembunuh yang memiliki senyuman manis dan memiliki kesan
dia bukan seorang pembunuh itulah yang harus kau waspadai. Lagipula mana ada
sih napi yang bukan orang jahat,” ucapan Natha kini ada benarnya. Jangan hanya
karna senyum manisnya aku jadi lupa bahwa dia seorang pembunuh.

“Oiya satu lagi, saat ku tanyai tentang apa yang sebenarnya terjadi tatapannya
berubah menjadi berkaca-kaca seolah ingin menangis,”

“Hmm cukup aneh, ah sudahlah ku ingin menonton drama korea dulu, hari ini
episode baru tayang,” ujarnya sambil menyalakan televisi di kamarnya.
Flashback…

“Mr. Niel saya disini akan menanyakan beberapa pertanyaan ringan mengenai kasus
Anda. Sebelumnya, apakah Anda memiliki rasa dendam kepada mendiang Kopral
Nilam? Saya mendengar dari persidangan sebelumnya Anda kerap melakukan
Tindakan bullying terhadap Kopral Nilam,”

“cih…”

Apa yang barusan dia lakukan, dia mengejeku?

“Bagaimana mungkin saya sebagai komandan kompi melakukan Tindakan seperti


yang Anda sebutkan tadi. Memang Anda tidak bisa melihat dari tampang saya?
Saya bukan tipe orang yang suka memukuli anggota saya,” ujarnya melanjutkan
perkataannya.

“Anda didakwa atas penyerangan terhadap Kopral Nilam dengan memukul kepala
dan dadanya. Bahkan disini tertulis bahwa Anda menendang daerah dadanya
sehingga menimbulkan shock kemudian dia dinyatakan meninggal saat malam
harinya,”

“Saya ingin Anda berhenti untuk membaca hasil dakwaan yang lalu, bukankah Anda
disini untuk mendengarkan penjelasan saya karena Anda merupakan pengacara
saya Miss Maria Annariswati?” apa-apaan ini dia malah memakiku secara halus.
Jujur aku tidak terbiasa dengan ini. Ya Tuhan bisakah aku hanya mengatasi kasus
pencurian roti di minimarket atau kasus perebutan warisan?! Napi ini membuatku
malu karena Tindakan konyolku, batinku dalam hati.

“Hey Miss Maria, apakah kau mendengarkan aku?” Niel mengagetkanku dari
lamunanku.

“Maaf, saya tidak focus. Baiklah saya akan mendengarkan penjelasan darimu,”

“Sayang sekali Miss Maria, kunjungan ini sudah berakhir hanya karena lamunanmu
yang membuang-buang waktu. Lain kali datanglah kesini dengan pertanyaan yang
mantap agar kau bisa tidur dengan tenang,” tutupnya seraya berdiri meninggalkan
ruang kunjungan.
Sial… gara-gara pengalamanku kurang dikasus ini aku jadi malu menghadapi napi
yang pintar ini.

Flashback off..

Hari Rabu ku dimulai dengan sangat indah, bangun di kamar impian. Berangkat ke
kantor tanpa ada hambatan dengan biasanya ku harus berdesakkan di busway.
Namun, pagiku yang indah hancur Ketika menghadapi kenyataan bahwa aku hari ini
harus Kembali ke penjara dan menemui napi kesayangan yang juga aneh ini.

Kali ini aku meminta pada sipir untuk memberiku waktu lama untuk berdiskusi
dengan Mr. Niel, tujuannya agar aku mendapat clue dari kasus ini. Untungnya sipir
memperbolehkanku, dengan mengunjungi napi dengan kunjungan terbuka.

“Penampilanmu cukup menggambarkan bahwa sebenarnya kau ingin berkencan,


bukan untuk mengunjungi klien yang merupakan seorang tahanan penjara,”
sapaannya sangat begitu menohok membuat mood ku makin turun. Salahku juga
kenapa aku hanya mengenakan blouse dengan celana Panjang.

“Bagaimana keadaan Anda hari ini Mr. Niel, apakah siap untuk memulai tanya
jawab?” ujarku mengalihkan topik pembicaraan.

“Hmm, yah kondisiku cukup baik, asal kau ingin tahu saja, aku tadi tidak mandi,
hanya menyikat gigiku saja, hahaha,” tawanya cukup riang. Aku bisa membuat
kesimpulan bahwa keadaan dia hari ini sangat baik.

“Baik, bolehkah kau menceritakan apa yang terjadi pada hari Jumat, 12 Mei 2017?”

“Miss Maria, apakah kau memiliki kekasih?” apa-apaan ini kenapa dia mengalihkan
topik seperti ini. Sungguh membuatku tidak nyaman.

“Mr. Niel saya mohon focus untuk pertemuan kali ini,” ujarku mengembalikan topik
pembicaraan.

“Miss Maria, kurasa kau harus berkencan denganku setelah aku keluar dari penjara
sialan ini. Kau merupakan tipe idealku, dengan bentuk mata yang besar, wajahmu,
mengingatkanku pada cinta pertamaku,” Ya Tuhan kenapa ini. Kenapa dia malah
curhat padaku, aku sungguh tidak peduli bagaimana tipe idealnya siapa cinta
pertamanya.
“Kau memiliki wajah yang manis Miss Maria, aku menyukaimu,” Gila ya napi yang
satu ini. Aku tidak habis pikir dengan bagaimana pola pikir tahanan satu ini. Sampai-
sampai aku tak sanggup untuk menjawab pertanyaannya lagi.

“Sebentar ya, saya rasa saya harus keluar sebentar,”

“Okelah, jangan lama-lama ya,” ujarnya. Peduli apa dia padaku terserah padakulah
jika aku ingin keluar lebih lama atau hanya sebentar. Bagaimana bisa dia bersikap
tenang seolah-olah memang benar dia pembunuhnya. Mikir apa aku, kalau sudah
masuk tahanan kan berarti memang dia yang membunuh korban itu. Sudahlah
daripada aku pusing sendiri memikirkan hal ini. Lebih baik aku masuk dan coba
mendengarkan apa yang dia katakana saja.

“Saya bukannya tidak mau mengikuti prosedur pemeriksaan, Miss Maria. Saya
hanya mencoba menenangkan pikiran saya, dan seharusnya saya mengendalikan
emosi saya. Mencoba bergurau denganmu mungkin menghilangkan rasa stress
yang ada pada saya,” ujarnya tersenyum. Seolah-olah dia mengerti mengapa aku
keluar tadi.

“Oh jadi seperti itu, baiklah mungkin hari ini saya tidak akan menekan Anda untuk
mengatakan apa yang terjadi pada hari itu. Maaf jika menyinggung perasaan Anda,”
Jujur akupun merasa tidak nyaman setelah apa yang dia katakana padaku.

“Sebenarnya, pada hari itu adalah hari ulang tahun saya,” dia mencoba membuka
cerita. Aku terkejut dan tidak menyadari bahwa hari itu adalah hari ulang tahunnya.

“Sepertinya pengacara saya tidak sadar bahwa hari itu hari ulang tahun saya,” Dia
mengejekku dengan senyum tawanya yang manis. Astaga Maria, kau memikirkan
apa.

“Coba dipikirkan, apakah mungkin saya merusak hari ulang tahun saya dengan
mengotori tangan saya? Apalagi membunuh seseorang,” Dia melanjutkan
perkataannya.

“Ya mungkin saja, mungkin juga Anda tidak melakukannya sendiri, semisal Anda
memiliki kaki tangan,” Aku tidak sadar apa yang ku katakan. Aku hanya berpendapat
secara rasional.
“Ha ha ha… kau memang pintar Ibu Pengacara,” Ledeknya. Jujur tatapannya saat
tertawa dan tersenyum membuat perasaan di dalam diriku aneh.

“Maaf Miss Maria, waktu untuk kunjungan tahanan sudah habis. Datanglah tiga hari
lagi,” Ujar sipir penjaga. Diapun beranjak dari tempat duduknya dengan tangan yang
diborgol. Sekilas aku melihat dia melirik ke arahku. Entah apa yang dia lihat tapi aku
tak mau kegeeran.

“See you next time Maria,” Maria? Dia memanggil namaku? Astaga.

Kunjungan hari ini aku merasa tidak mendapat petunjuk apapun mengenai kasus ini.
Arghhh… aku tidak mengerti apa yang sebenarnya dia coba sampaikan padaku.

----------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Setelah dari penjara aku memutuskan pergi ke cafe biasanya aku belajar saat masa-
masa kuliah. ‘Gerbera Coffee’ dari sekian banyak café di kota ini entah mengapa
aku tertarik dengan café yang satu ini. Padahal letaknya lumayan jauh dari
kampusku dulu. Menurutku nama dari café ini saja membuatku tersentuh, padahal
entah apa itu artinya. Aku memesan salah satu kopi favoritu dan membaca di sudut
ruangan. Apalagi yang kubaca, ya pastinya berkas-berkas kasus dari Mr. Niel.
Sangat sulit memahami kasus ini. Disini hanya tertulis bahwa Mr. Niel melakukan
kekerasan terhadap 3 orang bawahannya dengan menendang bagian dada, tulang
kering, serta memukul di bagian dada. Cukup mengejutkan, melihat cara dia
melakukan kekerasan terhadap bawahannya.

Tak terasa jam sudah menunjukkan pukul 3 sore. Aku harus pulang membersihkan
kostanku yang kemarin sudah ku tinggal menginap di rumah Natha. Saat aku keluar
dari café tiba-tiba ada seorang pria mengenakan seragam tantara menghampiriku.

“Permisi, apa betul dengan Miss Maria?” Aku bingung, jelas bingung. Aku tidak tahu
dia siapa, yang kulihat dia hanya seorang tantara dengan nama Alam.

“Ah iya betul, maaf Anda siapa ya?” Tanyaku balik.

“Saya Alam Firmansyah, rekan satu kantor Kapten Niel,” Ujarnya sambil
mengulurkan tangan hendak berkenalan denganku.

“Eh.. saya Maria. Maaf kalau boleh tahu Anda tahu saya disini darimana ya?” aku
bertanya was-was kupikir ini orang mengikutiku.
“Tenang saja saya tadi melihatmu keluar dari ruang kunjungan Kapten Niel. Saya
juga hendak mengunjungi beliau tetapi daftar kunjungan hari itu ternyata Kapten Niel
sudah mendapat kunjungan dari Anda,”

“Ah.. begitu,” Canggung. Akward sekali, dan aku bingung harus jawab apalagi.

“Sebelumnya maaf jika saya mengganggu waktunya, bolehkah saya berbicara


sedikit mengenai Kapten Niel dan mendiang Kopral Nilam. Setidaknya ada yang
harus Anda ketahui mengenai mereka berdua,” Dia menawarkan bantuan! Bisa jadi
aku dapat clue kasus ini dari perkataannya.

“Sebenarnya saya ingin sekali berbincang dengan Anda, namun saya rasa saya
harus segera pulang, saya takut kucing saya di kost kelaparan karena belum saya
kasih makan dari pagi,” aku mencari alasan agar tidak hari ini. Hari ini aku sangat
Lelah.

“Hmm.. bagaimana kalau saya antar pulang? Saya rasa kita searah, jadi tidak perlu
duduk di café untuk berbincang masalah ini,” Boleh juga nih aku dapet tumpangan
gratis, demi menghemat uang gajiku.

“Dengan senang hati jika Anda menawarkannya,” Jawabku tersenyum, diapun


tersenyum.

(Hening di mobil…)

“Jadi apa yang hendak Anda bicarakan Mr. Alam?” Tanyaku memulai percakapan.

“Tunggu.. tunggu.. bolehkah saya berbicara santai padamu Miss Maria, sepertinya
umur kita tak terlalu jauh,” Hmm, mungkin dia ingin merasa lebih nyaman berbicara
denganku.

“Baiklah, kalau itu yang bisa membuatmu nyaman,” Dia tersenyum, lagi, dan
senyumannya sungguh indah. Sadarlah Maria, dia hanya seorang teman klienmu.

“Hmm.. mulai darimana ya,” Dia bingung, sepertinya banyak yang ingin dia
bicarakan padaku.

“Sebenarnya Kapten Niel merupakan seorang atasan yang sangat peduli pada
anggotanya, tapi kadang sikap dia yang tegas membuat beberapa anggota
menyalah artikan sikapnya itu,” Aku menaikkan sebelah alisku.
“Kopral Nilam merupakan salah satu anggota yang badannya paling kecil diantara
anggota lainnya, dia kerap menjadi sasaran bahan bullying di Unit Batalyonku.
Pangkatnya yang rendah, dengan latar belakang orang tua yang biasa saja,
menuntut dia harus bertahan di Unit,” Alam melanjutkan ceritanya.

“Aku sendiri pernah memergoki beberapa rekanku bahkan rekannya Kopral Nilam
sendiri melakukan Tindakan yang tidak wajar. Aku menegur mereka, tetapi kau tahu
setelah kejadian itu Kopral Nilam semakin menjadi sasaran bullying di Unit,” aku
heran dan ingin bertanya padanya.

“Kenapa bisa di Unit Tentara masih ada perlakuan bullying seperti itu?”

“Tentu saja masih ada, pernahkan Miss Maria melihat perlakuan tidak adil di
kantormu? Kurasa sering. Dimulai dari perlakuan tidak adil itu bisa menimbulkan
awal mula bullying di tempat kerja,” ujarnya. Kali ini aku mulai mengerti sedikit kasus
ini.

“Kapten Niel sendiri kerap mengajak anggota untuk bermain voli saat sore hari,
beliau pernah bilang kalau beliau ingin dekat dengan anggotanya, dan ingin menjadi
atasan yang bisa diandalkan, ya walau caranya sedikit salah,”

“Salah bagaimana maksudnya?”

“Ya, seperti yang kau tahu, kalau atasan memihak salah satu bawahannya pasti
yang lain cemburu. Disaat seperti inilah Kapten Niel dilemma harus bagaimana
memperlakukan anggotanya agar tidak dicap sebagai pemihak satu anggota,”

“Terus tadi kau bilang bahwa Kapten Niel dan Kopral Nilam ada hubungannya,”

“Kopral Nilam merupakan anggota teladan, rajin, namun memiliki sikap ceroboh. Hal
itu yang membuat Kapten Niel agak memberikan perhatiannya pada Kopral Nilam.
Disaat yang sama Kopral Nilam merasakan bahwa perhatian dari Kapten Niel bukan
sekedar perhatian dari atasan kepada bawahannya…”

“Tunggu jadi maksudmu Kapten Niel dan Kopral Nilam memiliki hubungan special?
Like a dating?” Sejujurnya aku tak mengerti, sungguh tak mengerti.

“Hahaha.. kau dapat nilai berapa sewaktu ujian pengacara? Mengapa bicaramu
melantur sekali,” Dia mengejekku. Maklum saja aku tidak tahu karena posisinya dia
menceritakan sikap Kapten Niel dan Kopral Nilam.
“Ini abis ini belok kemana?” tanya nya memcah konsentrasiku. Tanpa kusadari aku
sudah berada di wilayah dekat kostan ku.

“Tau darimana kost saya di dekat sini? Kan kita baru saja bertemu,”

“Ayolah Miss Maria, aku seorang tentara, tidak sulit bagiku mengetahui alamat
rumahmu. Bahkan nomor telepon mu saja aku sudah tahu,” Ah iya tentara terkenal
memiliki Intel yang akurat.

“Sudah sampai, jika kau ingin bertanya mengenai kasus Kapten Niel, aku bersedia
membantumu Miss Maria. Hubungi aku jika ada sesuatu hal yang penting,” Dia
menyerahkan kertas yang bertuliskan nomor teleponnya.

-------------------------------------------------------------------------------------------------------------

“Hallo Bu, sudah lama rasanya Maria tidak nelpon Ibu, Ibu apa kabar?” Baru saja
aku selesai beres-beres eh Ibu telpon.

“Hallo anak Ibu sayang, kabar ibu baik Nak, kamu sudah makan? Sehat kan disana?
Kapan mau pulang ke rumah? Kerjaan gimana? Baik-baik semua, kan?” Seperti
biasa Ibu memborbardirku dengan banyak sekali pertanyaan.

“Baik Bu, semua baik-baik saja. Sepertinya bulan ini Maria belum bisa pulang deh,
Bu. Kerjaan Maria numpuk nih masih ada kasus yang belum selesai.”

“Oh ya sudah kalau belum bisa pulang, yang penting disana baik-baik ya, jaga diri,
jangan sampai lupa makan, nanti kamu sakit lagi,”

“Siap Ibu Negara,” jawabku konyol

“Ibu, sudah dulu ya Bu, ini Maria dapat telpon dari kantor. Bye Ibu, nanti Maria telpon
lagi,” Tumben sekali Natha telpon malam-malam. Biasanya kalau ada apa-apa dia
langsung ke kost.

“Hallo Nath, kenapa telp…”

“Mar, kamu dapet surat nih dari Lapas,” Tanpa basa-basi dia langsung ke intinya.

“Lapas? Dari siapa Nath?” Aku heran, aku hanya menangani satu kasus. Masa iya
dari Mr. Niel, dia juga sepertinya bukan tipe orang yang suka menulis surat pada
pengacaranya.
“Siapa lagi. Pasti klienmu lah. Tapi ini dikirim dari sipir lapas, Mar. Mungkin dari
klienmu yang tampan itu. Boleh aku buka tidak?”

“Eh Nath, jangan, kau tahu kan kalau itu dari lapas berarti dari klienku, dan ada
aturan dimana pengacara wajib menjaga kerahasiaan kasus kliennya. Mungkin dia
ingin menyampaikan sesuatu padaku yang tadi tidak sempat dia katakana padaku,”

“Baiklah kalau gitu, ini aku simpan di ruanganku saja ya. Besok kalau mau ambil,
ambil saja ke ruanganku,” Tutup Natha.

Aku jadi penasaran apa isi suratnya. Mungkinkah dia ingin mengatakan sesuatu,
atau dia hanya menggodaku seperti tadi saat kunjungan. Ah sudahlah ini sudah
malam dan aku harus tidur.

Anda mungkin juga menyukai