PENDAHULUAN
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Imunitas Humoral adalah jenis pertahanan inang yang diperantarai oleh
sekresi antibodi dan penting untuk perlindungan terhadap mikroba
ekstraseluler dan toksin-toksinnya.
Antibodi bekerja terhadap mikroba di ekstraseluler dengan cara berikatan
pada toksin mikroba dan mencegah penghancuran sel-sel inang. Selain itu
fungsi dari antibodi, yaitu mengeliminasi mikroba, toksin dan sel-sel yang
terinfeksi dari tubuh.
Gambar 2.4 Opsonisasi dan fagositosis mikroba yang diperantarai oleh antibodi (Antibodi
dari subkelas IgG tertentu mengikat mikroba dan kemudian dikenali oleh reseptor Fc pada
fagosit. Sinyal dari reseptor Fc merangsang fagositosis mikroba yang telah diopsonisasi dan
mengaktivasi fagosit untuk menghancurkan mikroba tersebut)
FcγRI (CD64) adalah reseptor Fcγ afinitas tinggi pada sel-sel fagosit, dan
merupakan reseptor yang paling penting untuk fagositosis partikel-partikel
yang di-opsonized yang mengekspresikan pada netrofil dan makrofag. Fagosit
memperluas membran plasmanya di sekeliling mikroba yang ditempeli dan
menelan mikroba kedalam suatu vesikel yang disebut fagosom, yang bersatu
dengan lisosom. Pengikatan ujung Fc antibodi pada FcℽRI juga mengaktivasi
fagosit, karena FcℽRI megandung suatu rantai sinyal yang memicu berbagai
jalur biokimiawi dalam fagosit. Netrofil atau makrofag yang teraktivasi
memproduksi banyak reactive oxygen species, nitric oxide, dan enzim-enzim
proteolitik di dalam lisosomnya, yang semuanya bekerja sama untuk
menghancurkan mikroba yang ditelan tersebut.
Fagositosis yang diperantarai antibodi merupakan mekanisme utama
pertahanan melawan bakteri yang memiliki kapsul, seperti pneumokokus.
Kapsul kaya polisakarida dari bakteri ini melindungi organisme tersebut ari
fagositosis di dalam keadaan tidak ada antibodi, namun opsonisasi oleh
antibodi merangsang fagositosis dan perusakan bakteri ini. Limpa berisi
banyak fagosit dan merupakan suatu tempat yang penting untuk pemusnahan
bakteri-bakteri yang telah di fagosit melalui proses opsonisasi sebelumnya.
Salah satu reseptor Fcℽ yaitu FcℽRIIB, tidak memperantarai fungsi
efektor antibodi namun menghentikan produksi antibodi dan menekan
inflamasi. FcℽRIIB berperan dalam penghambatan aumpan balik terhadap
aktivasi sel B selain itu FcℽRIIB juga menghambat aktivasi makrofag dan sel
dendritik sehingga juga memberikan fungsi anti radang. IgG yang
dikumpulkan dari donor sehat diberikan secara intravena untuk mnegobati
penyakit radang. Sediaan ini disebut intravenous immune globulin (IVIG),
dan efeknya yang bermanfaat pada penyakit tersebut salah satunya
diperantarai oleh pengikatan dengan FcℽRIIB pada berbagai sel.
E. Sitotoksisitas Seluler yang Tergantung Antibodi
Sel-sel natural killer (NK) dan leukosit lainnya dapat berikatan dengan
sel-sel yang telah dilapisi antibodi dan menghancurkan sel-sel itu (Gambar
2.5). Sel-sel NK mengekspresikan suatu reseptor Fcℽ, yang disebut FcℽRIII
(CD16), yang merupakan salah satu reseptor-reseptor sel NK yang teraktivasi.
FcℽRIII berikatan dengan susunan antibodi IgG yang menempel pada
permukan suatu sel. Sebagai akibat dari sinyal yang diperantarai FcℽRIII, sel-
sel NK teraktivasi untuk melepaskan granul-granulny, berisi protein yang
membunuh target yang telah diopsonisasi. Proses ini disibut sitotoksisitas
seluler yang tergantung antibodi (Antibody-dependent cellular cytotoxicity/
ADCC). Sel- sel yang terinfeksi oleh virus-virus berkapsul akan
mengekspresikan glikoprotein virus pada permukaannya yang dapat dikenali
oleh antibodi spesifik dehingga akan membantu penghancuran sel terinfeksi
yang diperantarai oleh ADCC. ADCC juga merupakan salah satu mekanisme
yang digunakan dalam pengobatan antibodi untuk mengeliminasi sel tumor
pada kanker.
Gambar 2.5 Sitotoksisitas seluler yang diperantarai oleh ADCC. Antibodi dari subkelas IgG
tertentu (IgG1 dan IgG3) terikat pada sel (misalnya yang terinfeksi), dan regio Fc mereka
dikenali oleh suatu reseptor Fcℽ pada sel NK. Sel NK teraktivasi dan membunuh sel-sel yang
dilapisi oleh antibodi.
F. Antibodi-Mediated Clearance dari Helminths
Antibodi, eosinofil, dan sel mast berfungsi bersama untuk memediasi
pembunuhan dan pengusiran beberapa parasit cacing. Helminths (cacing)
terlalu besar untuk ditelan oleh fagosit, dan integument mereka relatif tahan
terhadap produk mikrobisidal dari neutrofil dan makrofag. Namun, mereka
dapat dibunuh oleh protein kationik beracun, yang dikenal sebagai protein
dasar utama, yang ada dalam butiran eosinofil. Antibodi IgE dan, pada tingkat
lebih rendah, antibodi IgG dan IgA yang melapisi cacing dapat mengikat
reseptor Fc pada eosinofil dan menyebabkan degranulasi sel-sel ini,
melepaskan protein dasar dan kandungan dari granul eosinophil lain yang
membunuh parasite. Reseptor Fcɛ afinitas tinggi dari eosinofil (FcεRI) tidak
memiliki pensinyalan rantai β dan hanya dapat memberi sinyal melalui rantai
ℽ yang terkait. Selain mengaktifkan eosinofil, antibodi IgE yang mengenali
antigen pada permukaan cacing dapat memulai degranulasi sel mast lokal
melalui reseptor IgE afinitas tinggi. Mediator sel mast dapat menyebabkan
bronkokonstriksi dan meningkatkan motilitas lokal, berkontribusi terhadap
pengusiran cacing dari situs-situs seperti saluran udara dan lumen saluran
gastrointestinal. Kemokin dan sitokin yang dilepaskan oleh sel mast yang
diaktifkan dapat menarik eosinofil dan menyebabkan degranulasi mereka.
G. Imunoglobulin E- dan Reaksi yang Diperantarai Sel Mast/Eosinofil
Antibodi immunoglobulin E (IgE) mengaktivasi sel mast dan reaksi yang
diperantarai oleh eosinophil, yang sangat penting pada pertahanan terhadap
parasite cacing dan terlibat dalam penyakit-penyakit alergi. Sebagian besar
cacing terlalu besar untuk difagositosis, dan mereka memiliki kulit tebal yang
membuat mereka resisten terhadap sebagian besar substansi mikrobisidal dari
neutrofil dan makrofag. Respon imun humoran terhadap cacing didominasi
oleh antibodi IgE. IgE dapat berikatan pada cacing dan merangsang
penempelan eosinofil melalui reseptor Fc afinitas tinggi untuk IgE, yang
disebut FcεRI, yang diekspresikan pada eosinofil dan sel mast. Pengikatan
FcεRI bersama dengan sitokin interleukin-5 (IL-5) yang diptoduksi oleh sel
Th2 bereaksi bersama melawan cacing, yang menyebabkan aktivasi eosinofil.
Eosinofil selama aktivasi melepaskan sel granulanya, yaitu protein yang dapat
membunuh cacing (Gambar 2.6). Antibodi IgE juga dapat berikatan dan
mengaktivasi sel mast, yang akhirnya akan mensekresi sitokin, termasuk
kemokin, yang menarik lebih banyak leukosit yang berfungsi untuk
menghancurkan cacing.
Gambar 2.5 Pembunuhan cacing yang diperantarai oleh IgE dan eosinofil. Antibodi IgE
terikat pada cacing dan memanggil serta mengaktivasieosinofil melalui FcεRI, menimbulkan
degranulasi sel tersebut dan mengeluarkan mediator toksik. IL-5 yang disekresi oleh sel Th2
meningkatkan kemampuan eosinofil untuk membunuh parasit.
Reaksi yang diperantarai oleh IgE ini mengambarkan bagaimana
perubahan isotipe immunoglobulin ditunjukan untuk pertahanan inang yang
optimal. Sel B merespon cacing snegan perubahan antibodi menjadi IgE,
yang beguna dalam perlawanan terhadap cacing, namun sel B merespon
terhadap kebanyakan bakteri dan virus dengan perubahan menjadi antibodi
IgG yang merangsang fagositosis melalui FcℽRI. Pola perubahan isotime ini
ditentukan oleh sitokin yang diproduksi oleh sel T helper yang merespon
berbagai jenis mikroba yang berbeda. Antibodi IgE juga terlibat dalam
penyakit alergi.
H. Sistem Komplemen
Sistem komplemen merupakan suatu kumpulan protein dalam darah dan
membran sel yang berperan penting dalam pertahanan inang terhadap
mikroba dan kerusakan jaringan yang diperantarai antibodi. Istilak
komplemen mengarah pada kemampuan protein ini untuk mendampingi, atau
melengkapi aktivitas antibodi dalam menghancurkan (melisiskan) sel,
termasuk mikroba. Sistem komplemen dapat diaktivasi oleh mikroba dalam
ketiadaan antibodi, sebagai bagian dari respon imun alami terhadap infeksi,
dan oleh antibodi yang menempel pada mikroba, sebagian besar dari imunitas
adaptif.
Aktivasi protein komplemen meliputi pemecahan proteolitik yang
berurutan dari protein tersebut dan mengakibatkan terbentuknya molekul
efektor yang turut berperan dalam mengeliminasi mikroba dalam berbagai
cara. Kaskade aktivasi protein komplemen ini, seperti kaskade aktivasi enzim
lainnya, dapat teramplifikasi besar-besaran, karena molekul komplemen yang
teraktivasi dalam jumlah kecil pada awalnya dapat membangkitkan banyak
molekul efektor. Protein komplemen yang teraktivasi menjadi terikat secara
kovalen pada permukaan sel dimana terjadi aktivasi, memastikan bahwa
aktivasi ini terbatas pada tempat yang tepat. Sel inang normal mempunyai
pengaturan yang ketat untuk menghambat aktivasi komplemen dan
penimbunan protein komplemen yang teraktivasi, pengaturan inimencegah
kerusakan sel yangs ehat akibat komplemen.
I. Jalur Aktivasi Komplemen
Terdapat tiga jalur utama aktivasi komplemen; jalur alternative, jalur
lektin yang dipicu oleh mikroba dalam ketiadaan antibodi, dan jalur klasik
yang dipicu oleh isotipe antibodi tertentu yang menempel pada antigen
(Gambar 2.6). jalur alternative dan lektin berfungsi dalam respon imun alami.
Beberapa protein pada masingmasing jalur berinteraksi dalam suatu urutan
yang tetap. Protein komplemen yang paling banyak ditemukan di dalam
plasma, yaitu C3, memegang peran penting dalam ketiga jalur ini. C3
spontan dihidrolisasi di dalam plasma pada konsentrasi rendah, namun
produk-produknya tidak stabil dan cepat dihancurkan dan hilang. Langkah
awal dari fungsi ketiga jalur ini adalah membentuk banyak molekul C3
teraktivasi yang terikat pada mikroba atau sel dimana komplemen teraktivasi.
Gambar 2.6 Tahap awal aktivasi komplemen (Meskipun urutan dari kejadian-kejadian sama
pada ketiga jalur, ketiga jalur berbeda dalam kebutuhan antibodi dan penggunaan protein.
Beberapa langkah awal aktivasi komplemen dapat dijelaskan sebagai
berikut :
1. Aktivasi komplemen pada jalur alternative
Aktivasi komplemen pada jalur alternative dipicu ketika suatu produk
pecahan dari hidrolisis C3 yaitu C3b, ditimbun pada permukaan suatu
mikroba tanpa peran dari antibodi (Gambar 2.7)(Tabel 2.3). Di sini, C3b
membentuk suatu ikatan kovalen yang stabil dengan protein microbial atau
polisakarida dan dengan demikian terlindungi dari degradasi lanjutan
(seperti yang akan dijelaskan kemudian, C3b dicegah untuk berikatan
dengan sel inang yang normal oleh beberapa protein regulator yang
terdapat pada sel inang namun tidak terdapat pada mikroba). C3b yang
terikat pada mikroba mengikat protein lain yang disebut faktor B, yang
dihancurkan oleh suatu protease plasma yang disebut faktor D untuk
membangkitkan fragmen Bb. Fragmen ini tetap menempel pada C3b, dan
kompleks C3bBb berfungsi sebagai enzim, disebut jalur alternative C3
konvertase, yang memecah lebih banyak lagi C3. C3 konvertase
distabilkan oleh properdin, suatu regulator positif sistem komplemen.
Aktivitas enzimatik ini mengakibatkan lebih banyak lagi molekul C3b dan
C3bBb diproduksi dan menjadi terikat pada mikroba tersebut. Beberapa
molekul C3bBb mengikat C3b tambahan dan kompleks C3bBb3b
berfungsi sebagai suatu C5 konvertase, untuk menghancurkan protein
komplemen C5 dan menginisiasi tahap lanjut aktivasi komplemen.
Konsentra
Protein Struktur si Serum Fungsi
(µg/mL)
C3b berikatan pada
permukaan mikroba, dimana
185kD (subunit α, 110kD; dia brfungsi sebagai opsonin
C3 1000-1200
subunit β, 75kD) dan sebagai komponen
konvertase C3 dan C5
C3a merangsang inflamasi
Bb adalah suatu protease
Faktor B 93-kD monomer 200 serine dan enzim aktif dari
konvertase C3 dan C5
Protease serin plasma yang
Faktor D 25-kD monomer 1-2 memecah faktor B ketika
berikatan dnegan C3b
Properdin yang menstabilkan
Terdiri atas 4 subunit 56-
Properdin 25 C3 konvetase (C3bBb) pada
kD
permukaan mikroba
Konsentra
Protein Struktur si Serum Fungsi
(µg/mL)
Memulai jalur klasik;; C1r dan
C1 C1s merupakan protease yang
750 kD
(C1qr2s2) mengakibatkan aktivasi C4
dan C2
C1q berikatan pada bagian Fc
460 kD; hexamer dari
antibodi yang telah terikat
C1q tida pasang rantai (22, 75-150
dengan antigen, sel apoptosis
23, 24 kD)
dan pada permukaan kationik
Serine protease, memotong
C1r 85 kD dimer 50 C1s untuk membuatnya
menjadi protease aktif
Serine protease, memotong C4
C1s 85 kD dimer 50
dan C2
C4b berikatan secara kovalen
pada permukaan mikroba atau
210 kD, trimer dari sel di mana antibodi terikat
C4 rantai 97-, 75-, dan 33- 300-600 dan komplemen teraktivasi
kD C4b terikat dengan C2 untuk
dipotong oleh C1s
C4a merangsang inflamasi
C2a adalah suatu protease
serine yang berfungsi sebagai
C2 102-kD monomer 20
suatu enzim aktif dari
konvertase C3 dan C5
C3b berikatan pada
permukaan mikroba, dimana
185kD (subunit α, dia brfungsi sebagai opsonin
C3 1000-1200
110kD; subunit β, 75kD) dan sebagai komponen
konvertase C3 dan C5
C3a merangsang inflamasi
Konsentra
Protein Struktur si Serum Fungsi
(µg/mL)
Mannose- Helical trimer rantai 32- Agglutinin, opsonin,
binding kD dan dimer ke memperbaiki komplemen
108
lectin hexamers dari triple
(MBL) helix ini
M-ficolin Helical trimer rantai 34- Tidak Agglutinin, opsonin,
(ficolin-1) kD dan tetramer ke terdeteksi memperbaiki komplemen
hexamers dari triple
helix ini
Helical trimer rantai 34- Agglutinin, opsonin,
L-ficolin kD dan tetramer ke memperbaiki komplemen
1-7
(ficolin-2) hexamers dari triple
helix ini
Helical trimer rantai 34- Agglutinin, opsonin,
H-ficolin kD dan tetramer ke memperbaiki komplemen
6-83
(ficolin-3) hexamers dari triple
helix ini
Bentuk kompleks dengan
90-kD homodimer, MASP2 dan collektin atau
MASP1 1-13
homolog dari C1r/C1s ficolin dan mengaktifkan
MASP3
110-kD homodimer, Bentuk kompleks dengan
MASP2 2-13
homolog dari C1r/C1s lektin, khususnya ficolin-3
Berhubungan dengan collektin
76-kD homodimer,
MASP3 0,02-1,0 atau ficolin dan MASP1 dan
homolog dari C1r/C1s
memotong C4
Gambar 2.9 Tahap akhir dari aktivasi komplemen dan formasi dari MAC
(Sel terkait C5 konvertase memotong C5 dan menghasilkan C5b, yang menjadi terikat
dengan konvertase. C6 dan C7 mengikat secara berurutan, dan C5b, 6,7 menyisipkan
kompleks ke dalam membran plasma, diikuti oleh penyisipan C8. Hingga 15 molekul C9
kemudian dapat berpolimerisasi di sekitar kompleks untuk membentuk MAC, yang
menciptakan pori-pori di membran dan menginduksi lisis sel. C5a yang dirilis dengan
proteolisis C5 merangsang peradangan)
Tabel 2.5 Protein dari tahap akhir aktivasi komplemen
Konsentra
Protein Struktur si Serum Fungsi
(µg/mL)
C5b memulai perakitan
190-kD dimer dari rantai membrane attack complex
C5 80
115- dan 75-kD (MAC)
C5a merangsang inflamasi
Komponen MAC; terikat pada
C6 110-kD monomer 45
C5b dan menerima C7
Komponen MAC; mengikat
C7 100-kD monomer 90 C5b, 6 dan masuk ke dalam
membran lipid
Komponen MAC; mengikat
155-kD trimer dari rantai
C8 60 C5b, 6, 7 dan memulai
64- dan 22-kD
pengikatan dan polimerasi C9
Komponen MAC; mengikat
C5b, 6, 7, 8 dan berpolimerasi
C9 79-kD monomer 60
untuk membentuk pori-pori
membran
J. Fungsi Sistem Komplemen
Protein plasma C
Protein Konsentrasi Fungsi
Plasma
Penghambat 200 µg/ml Menghambat aktivitas serin protease C1r
C1 (C1 INH) dan C1s
Faktor I 35 µg/ml Memecahkan C3b dan C4b secara
proteolitik
Faktor H 480 µg/ml Menyebabkan penyimpangan jalur
alternative subunit C3 konvertase.
Co-factor untuk pemecahan C3b yang
diperantarai factor I.
Protein terikat 300 µg/ml Menyebabkan penyimpangan jalur klasik
C4 (C4BP) subunit C3 konvertase.
Co-factor untuk pemecahan C4b yang
diperantarai factor I.
Protein Membran
Protein Distribusi Fungsi
M. Imunitas Mukosa
Imunoglobulin A (IgA) diproduksi dalam jaringan limfoid mukosa,
diangkut melalui epital, dan berikatan pada mikroba dan menetralkan
mikroba yang berada di dalam lumen mukosa organ tersebut (Gambar 2-12).
Mikroba seringkali terhisap atau tertelan, dan antibody yang disekresi ke
dalam lumen dari traktus respiratorius atau gastrointestinalis mengikat
mikroba dan mencegahnya berkoloni pada inang. Jenis imunitas ini disebut
imunitas mukosa (atau imunitas sekretorik). Kelas antibody utama yang
diproduksi di dalam jaringan mukosa adalah IgA. Pada kenyatanyaanya,
karena permukaan usus yang luas, IgA merupakan dua pertiga dari hamper 3
gram antibody yang diproduksi tiap hari olehidividu dewasa yang sehat.
Kecenderungan sel B di ajringan epitel mukosa untuk memproduksi IgA
disebabkan oleh sitokin yang menginduksi perubahan ke jenis isotipe ini,
termasuk transforming growth factor-β (TGF-β), diproduksi sangat banyak di
dalam jaringan limfoid mukosa tersebut. Disamping itu, sel B yang
memproduksi IgA yang terbentuk di kelenjar limfe regional atau limfe
cenderung un tuk kembali ke jaringan mukosa sebagai respons terhadap
kemokin yang dihasilkan di jaringan tersebut. Beberapa IgA juga dapat
diproduksi oleh suatu subset sel B, yang disebut sel B-1, yang juga cenderung
bermigrasi ke jaringan mukosa; sel sel tersebut mensekresi IgA sebagai
respons terhadap antigen nonprotein, tanpa bantuan sel T.
Sel B pada mukosa usus terletak pada lamina propria, di bawah epitel
pelindung, dan IgA diproduksi pada bagian tersebut. Untuk dapat mengikat
dan menetralkan mikroba pathogen di dalam lumen sebelum melakukan
invasi, IgA harus ditranspor melalui epitel pelindung ke dalam lumen.
Pengangkutan melalui epitel tersebut dilakukan oleh suatu reseptor Fc
khusus, yang disebut reseptor poli-Ig, yang diekspresikan pada permukaan
basal sel epitel. Reseptor ini mengikat IgA, memasukkanya ke dalam vesikel,
dan mengangkutnya ke permukaan lumen. Disini, reseptor dipecah oleh suatu
protease, dan IgA dilepaskan ke dalam lumen dengan masih membawa bagian
dari reseptor poli-Ig yang terikat (komponen sekretorik). Komponen
sekretorik yang terbawa akan melindungi antibody dari degradasi oleh
protease usus. Antibodi kemudian dapat mengenali mikroba di dalam lumen
dan menghalangi pengikatan mikroba ke epitel dan masuknya melaluim
epitel. Imunitas mukosa yang diperantarai IgA adalah mekanisme imunitas
protektif terhadap infekasi virus polio yang dicetuskan oleh imunisasi oral
dengan virus yang dilemahkan. Usus mengandung banyak bakteri komensal
yang penting bagi fungsi dasar seperti penyerapan makanan, sehingga harus
ditoleransi oleh system imun. Antibodi IgA terutama diprodukasi untuk
melawan bakteri yang dapat merusak dan menyebabkan inflamasi, sehingga
menghalangi masuknya bakteri-bakteri tersebut ke dalam sel epitel. Bakteri
komensal yang tidak merusak ditoleransi oleh system imun dalam usus.
Gambar 2-12. Pengangkutan IgA melalui epitel. Di dalam mukosa saluran cerna dan
pernapasan, IgA diproduksi oleh sel-sel plasma di dalam lamina propria dan secara aktif
diangkut melalui sel-sel epitel oleh suatu reseptor Fc yang spesifik IgA yang disebut reseptor
poli-Ig karena dia mengenali IgM juga. Pada permukaan lumen, IgA dengan sejumlah
reseptor yang terikat dilepaskan. Di sini, antibody mengenali mikroba yang tertelan atau
terhisap dan menghalangi masuk mereka melewati epitel
N. Imunitas Neonatal
Antibodi maternal diangkut melalui plasenta ke fetus dan melalui
epitel usus dari neonates, melindungi neonates dari infeksi. Neonatus
mamalia memiliki system imun yang belum berkembang secara lengkap dan
tidak mampu menghasilkan respons imun yang efektif melawan berbagai
mikroba. Sepanjang awal masa kehidupan, neonates dilindungi dari infeksi
oleh antibody yang didapatkan dari ibunya. Hal ini merupakan contoh dari
imunitas pasif alami. Neonates mendapatkan antibody IgG maternal melalui
dua jalan. Selama kehamilan, IgG maternal berikatan dengan reseptor Fc
neonatal (FcRn) yang diekspresikan di plasenta, dan secara aktif diangkut ke
dalam sirkulasi fetus. Setelah kelahiran,neonates menelan antibody maternal
di dalam kolostrum dan air susu ibunya. Antibodi IgA yang ditelan
menyediakan perlindungan kekebalan mukosa pada neonates. Dengan
demikian, neonates mendapatkan profil antibody dari ibunya dan terlindung
dari mikroba infeksius yang dipaparkan atau divaksinasikan oleh ibunya.
O. Penghindaran Imunitas Humoral oleh Mikroba
Mikroba telah mengalami berbagai evolusi dalam mekanisme untuk
lolos dari imunitas humoral (Gambar 2-13). Banyak bakteri dan virus
mengubah molekul antigen permukaannya sehingga mereka tidak lagi
dikenali oleh antibody yang diproduksi sebagai respons terhadap infeksi
sebelumnya. Variaasi antigenic umumnya terlihat pada berbagai virus, seperti
virus influenza, human immunodeficiency virus (HIV), dan rhinovirus. HIV
mengalami mutase yang sangat cepat pada genomnya, sehingga galur HIV
yang berdeba dapat mengandung banyak bentuk varian glikoprotein
permikaan antigenic utama HIV, yang disebut gp120. Sebagai akibatnya
antibody terhdapat satu isolate HIV tidak melindungi terhadap isolate HIV
lainnya. Inilah alas an mengapa vaksin gp120 tidak efektif untuk melindungi
orang dari infeksi HIV. BAkteri seperti Escherichia coli memiliki variasi
antigen yang terkandung di dalam pilinya sehingga lolos dari pertahanan yang
diperantarai oleh antibody. Parasit tripanosoma, yang menyebabkan
penyakit tidur, mengekspresikan glikoprotein permukaan yang baru setiap
kali parasite ini berhadapan dengan antibody terhadap glikoprotein asalnya.
Sebagai akibatnya, infeksi parasite protozoa ini ditandai dengan gelombang
parasitemia, setiap gelombang terdiri atas suatu parasite yang baru secara
antigenic yang tidak dikenali oleh antibody yang diproduksi terhadap parasite
pada gelombang sebelumnya. Mikroba lainnya menghambat aktivasi
komplemen, atau bertahan terhadap opsonisasi dan fagositosis dengan
menyembunyikan antigen permukaan di bawah suatu kapsul asam hyaluronat.
Gambar 2-13. Penghindaran imunitas humoral oleh mikroba. Gambar ini menunjukkan
mekanismea di mana mikroba lolos dari imunitas humoral, disajikan dengan contoh ilustrasi.
HIV, Human immunodeficiency virus.
P. Vaksinasi
Setelah membahas mekanisme pertahanan inang melawan mikroba,
termasuk imunitas seluler dan imunitas humoral, sangat penting untuk
mempelajari bagaimana respons imunitas adaptif ini dapat diinduksi oleh
vaksin profilaksis. Vaksinasi adalah proses merangsang respons imun
adaptif terhadap mikroba melalui paparan terhadap bentuk yang tidak
pathogen atau komponen dari mikroba. Perkembangan vaksin terhadap
infeksi telah menjadi satu keberhasilan besar dibidang imunologi. Satu-
satunya penyakit pada manusia yang dapat dimusnahkan dari muka bumi
adalah cacar, dan hal ini dicapai melalui suatu program vaksinasi di seluruh
dunia. Polio tampaknya menjadi penyakit kedua setelah cacar, dan banyak
penyakit lainnya yang telah dikontrol secara luas dengan vaksinasi. Beberapa
jenis vaksin telah digunakan dan dikembangkan (Tabel 2-6)
PENUTUP