Anda di halaman 1dari 6

PERTUMBUHAN FITOPLANKTON Coccolithophore sp

DI WADAH TERKONTROL DENGAN KEPADATAN INOKULUM


YANG BERBEDA

Anita Padang
Staf Pengajar Faperik UNIDAR-Ambon, e-mail : -

ABSTRAK

Fitoplankton merupakan pakan alami yang baik bagi larva ikan pada fase awal
pengenalan makanan dan zooplankton. Salah satu jenis fitoplankton yang
dibudidayakan sebagai pakan alami yaitu Coccolithophore sp, dimana
pertumbuhan Coccolithophore sp dipengaruhi oleh salinitas, pH, suhu dan
kepadatan inokulum. Inokulum adalah bibit kultur yang diperoleh dari stok bibit
atau sering disebut stok starter tujuan penelitian adalah untuk mengamati
pertumbuhan Coccolithophore sp dalam wadah terkontrol dengan kepadatan
inokulum yang berbeda. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2011 di
Laboratorium Pakan Alami Balai Budidaya Laut Ambon, dengan tiga perlakuan
kepadatan inokulum yaitu: 1,6-2,2x106sel/ml (A), 2,3-2,7x106sel/ml (B) dan 2,8-
3,2x106sel/ml (C). Perhitungan kepadatan dilakukan setiap 24 jam selama 14 hari
dengan menggunakan miksrokop NIKON SF pada pembesaran 400x. Hasil
penelitian memperlihatkan perbedaan kepadatan sel serta waktu pencapaian
puncak pertumbuhan, dimana perlakuan A dan B menggalami puncak
pertumbuhan pada hari kesebelas dengan kepadatan sel pada perlakuan A sebesar
72,07 x106sel/ml dan perlakuan B sebesar 63,36 x106 se/ml sedangkan perlakuan C
mencapai puncak pertumbuhan pada hari kesepuluh sebesar 51,69 x106sel/ml.

Kata Kunci: Inokulum, Coccolithophore sp, Pertumbuhan

I. PENDAHULUAN berfotosintesis. Umumnya berwarna coklat


1.1. Latar Belakang keemasan karena adanya pigmen β-carotene,
Fitoplankton merupakan pakan alami fucoxanthin, diadinoxanthin dan diatoxanthin
yang baik bagi larva ikan dan zooplankton dalam selnya. Satuan selnya disebut
Salah satu jenis fitoplankton yang kokolitofor (cocccolithophore) sedangkan pelat-
dibudidayakan sebagai pakan alami yaitu pelat perisai pelindungnya disebut kokolit
Coccolithophore sp (Cahyaningsih dan (coccolith). Berbentuk seperti cakram, bintang,
Nurwijayanto, 2006) serta digunakan sebagai kembang maupun terompet Ukuran selnya
pakan alami bagi zooplankton Rotifer (Padang sangat kecil, sekitar 2-20 µm atau tergolong
dkk, 2010), hal ini disebabkan karena nanoplankton (Nontji, 2008).
Coccolithophore sp memiliki banyak senyawa Pertumbuhan pada fitoplankton ditandai
organik. Senyawa-senyawa ini biasanya dengan bertambah kepadatan sel fitoplankton
digunakan sebagai pakan larva dan pakan bagi (Isnansetyo dan Kurniastuty, 1995). Dimana
zooplankton dalam budidaya perikanan yang pertumbuhannya dipengaruhi oleh faktor
dapat meningkatkan hasil budidaya tersebut lingkungan antara lain, salinitas, pH, suhu dan
(Isnansetyo dan Kurniastuty,1995). kepadatan inokulum. Inokulum adalah bibit
Coccolithophore sp merupakan jenis kultur yang diperoleh dari stok bibit atau
fitoplankton yang termasuk dalam kelas sering disebut stok starter (Sapta et al, 2002).
Prymnesiophyceae atau Haptophyceae bersifat Inokulum merupakan salah satu faktor yang
uniselluler dan mempunyai kemampuan untuk sangat penting dalam kultur fitoplankton
Jurnal Ilmiah Agribisnis dan Perikanan (agrikan UMMU-Ternate) Volume 6 Edisi 3 (Januari 2014)

termasuk Coccolithophore sp. Walaupun semua Pupuk tersebut dimasukan ke dalam


peralatan kultur dan media kultur tersedia, wadah kultur dengan dosis 1 ml pupuk untuk
kultur Coccolithophore sp tidak terlaksana 1 liter volume (Rusyani dkk, 2007). Kemudian
tanpa adanya inokulum (Sapta et al, 2002). memasukan inokulum yang berasal dari stok
Dimana penggunaan kepadatan inokulum yang starter dengan tiga perlakuan kepadatan
berbeda diharapkan akan memberikan hasil inokulum yaitu perlakuan A sebanyak
yang berbeda pula dalam waktu pencapaian 1,6-2,2 x 106sel/ml, perlakuan B sebanyak
kepadatan sel maksimum maupun tingkat 2,3-2,7 x 106sel/ml dan perlakuan C sebanyak
kepadatan sel maksimum (Sutomo, 2005). 2,8-3,2 x 106sel/ml ke dalam wadah kultur
Dengan demikian penelitian ini bertujuan sebanyak 9 buah (masing-masing perlakuan
adalah mengamati pertumbuhan 3 kali ulangan). Selang dan batu aerasi
Coccolithophore sp dalam wadah terkontrol dipasang dan wadah ditutup dengan
dengan kepadatan inokulum yang berbeda. aluminium foil serta diletakan dekat sumber
cahaya dengan intensitas cahaya 3000-5000 lux.
1.2. Tujuan Penelitian Perhitungan kepadatan dilakukan setiap 24 jam
penelitian bertujuan untuk mengamati selama 14 hari.
pertumbuhan Coccolithophore sp dalam wadah
terkontrol dengan kepadatan inokulum yang 2.3. Metode Analisa Sampel
berbeda. Pengamatan pertumbuhan pada
Coccolithophore sp dilakukan dengan
II. METODE PENELITIAN perhitungan kepadatan pada sampel, dimana
2.1. Waktu dan Lokasi Penelitian sampel diperoleh dengan cara:
Penelitian dilaksanakan pada bulan 1. Sampel diambil dengan pipet tetes dari
Maret 2011 di Laboratorium Pakan Alami Balai dalam wadah kultur sebanyak 3 ml setiap
Budidaya Laut Ambon. perlakuan dan ulangan kemudian
dimasukan ke dalam rol film.
2.2. Prosedur Penelitian 2. Sampel ditetesi larutan formalin 10%
Menyiapkan wadah kultur dan bahan sebanyak 4 tetes, untuk mempermudah
yang akan digunakan. Selanjutnya air laut yang perhitungan sel.
digunakan dalam penelitian ini disterilkan 3. Kemudian sampel ditetesi ke
dengan memberikan kaporit sebanyak 0,1 gram haemocytometer, selanjutnya dipasang gelas
dan diaerasi selama 24 jam, kemudian penutupnya, dan diamati di bawah
dilakukan tes kandungan chlorin dengan mikroskop type NIKON SF dengan
chlorin test. Jika masih ada kandungan kaporit pembesaran 400x sebanyak 3x ulangan.
maka dinetralkan dengan natrium tiosulfat 5 4. Pengamatan pertumbuhan pada
ppm sebanyak 0,05 gram (BBLA, 1994). Coccolithophore sp dilakukan dengan
Air laut yang telah steril dimasukan ke perhitungan kepadatan sel pada sampel
wadah kultur yang berkapasitas 10 liter selama 14 hari.
sebanyak 1 liter. Tambahkan stok pupuk
Conwy/Walne’s (Rusyani dkk, 2007) yang terdiri 2.4. Analisa Data
dari komposisi bahan kimia yaitu : NaNO3 Analisa data kepadatan inokulum
sebanyak 83,8 gram, NaH2PO4.2H2O sebanyak terhadap pertumbuhan Coccolithophore sp
5,7 gram, FeCl3.6H2O sebanyak 1,5 gram, dihitung berdasarkan rumus kepadatan
Vitamin 0,5 ml (terdiri dari : Thiamin chlorid menurut (Cahyaningsih dan Nurwijayanto,
0,2 gr, B12 0,2 gr, Biotin 10 gr yang dilarutkan 2006) sebagai berikut:
dalam aquades 1000 ml), Trence element 1 ml
N x 104 sel/ml
(terdiri dari ZnCl2 2,20 gram, CoCl2.6H2O 1,00
gram, CuSO4. 5H2O 0,98 gram, MnCl2.4H2O 18,0 Dimana:
gram, Na2MoO4.2H2O 0,63 gram yang N = Jumlah rata-rata sel yang terdapat
dilarutkan dalam aquades 1000 ml). pada kotak bujur sangkar
x 104 = Jumlah kepadatan sel sebenarnya
pada 1 ml media atau air

34
Jurnal Ilmiah Agribisnis dan Perikanan (agrikan UMMU-Ternate) Volume 6 Edisi 3 (Januari 2014)

III. HASIL DAN PEMBAHASAN Pertumbuhan Coccolithophore sp pada


3.1. Kepadatan Coccolithophore sp ketiga perlakuan dapat dilihat pada gambar di
Kepadatan rata-rata Coccolithophore sp bawah ini:
dengan perlakuan kepadatan inokulum yang
berbeda dapat dilihat pada tabel 1 di bawah ini.

Tabel 1. Kepadatan Rata-Rata Sel Coccolithophore


Kepadatan Rata-Rata (x106sel/ml)
Hari
A B C
0 2,16 2,62 3,08
1 4,69 5,87 4,00
2 5,80 7,34 5,16
3 16,55 15,63 14,04
4 20,38 20,19 16,38
5 25,91 22,41 17,80
6 44,83 32,68 21,08
7 46,91 42,57 34,83
8 52,18 44,87 39,51 Gambar 2. Kurva Pertumbuhan Coccolithophore sp
9 63,58 47,90 40,23
10 65,30 57,18 51,69
11 72,07 63,36 47,44 Berdasarkan grafik di atas terlihat pola
12 63,63 60,56 47,26 pertumbuhan Coccolithopohore sp menggalami
13 63,19 59,70 46,40 empat fase pertumbuhan sebagaimana yang
14 56,97 53,71 45,46
Sumber : Data Primer 2011
dikemukakan oleh Isnansetyo dan Kurniastuty
(1995) bahwa ada 4 fase pertumbuhan
Tabel di atas memperlihatkan perbedaan fitoplankton, yaitu:
pertumbuhan Coccolithophore sp, untuk setiap a. Fase Istirahat
perlakuan dalam kepadatan selnya maupun Sesaat setelah penambahan inokulum ke
waktu pencapaian puncak pertumbuhan. dalam media kultur, populasi tidak
Coccolithophore sp pada perlakuan A dan B menggalami perubahan. Pada umumnya,
mengalami fase logaritmik selama 11 hari dan ukuran sel akan meningkat secara
puncaknya pada hari kesebelas yaitu perlakuan fisiologis, Coccolithophore sp sangat aktif
A sebesar 72,07 x106sel/ml dan perlakuan B dan terjadi proses sintesa protein baru.
sebesar 63,36 x106 se/ml sedangkan perlakuan C Coccolithophore sp mengalami
hanya 10 hari dengan puncaknya pada hari metabolisme, tetapi belum terjadi
kesepuluh dengan kepadatan sel sebesar 51,69 pembelahan sel sehingga kepadatan sel
x106sel/ml. belum meningkat. Namun dalam penelitian
Setelah mengalami fase logaritmik maka ini ketiga perlakuan tidak lagi menggalami
sel Coccolithophore sp menggalami fase fase istirahat yang lama karena langsung
penurunan kepadatan sel yaitu pada perlakuan menggalami penambahan jumlah sel.
A dan B pada hari keduabelas sedangkan b. Fase Logaritmik atau Eksponensial
perlakuan C pada hari kesebelas, karena Fase ini diawali oleh pembelahan jumlah
adanya kematian sel Coccolithophore sp. sel dengan laju pertumbuhan cepat. Laju
Ketiga perlakuan kepadatan inokulum pertumbuhan pada fase ini mencapai
mampu beradaptasi terhadap media yang baru maksimal pada kondisi kultur yang
sehingga ketiga perlakuan kepadatan inokulum optimum. Ketiga perlakuan
Coccolithophore sp langsung memasuki fase memperlihatkan fase logaritmik yang
logaritmik tanpa adanya fase istirahat yang cukup lama yaitu selama 11 hari (perlakuan
panjang. Fase istirahat merupakan fase adaptasi A dan B) dan perlakuan C selama 10 hari
sel terhadap media yang diberikan berbeda dengan penelitian Padang dkk
(BBLA,1994). Hal ini berarti bahwa kultur (2010) dimana sel Coccolithophore sp lebih
dengan masing-masing kepadatan inokulum cepat menggalami fase logaritmik yaitu 6
tidak membutuhkan masa adaptasi yang terlalu sampai 8 hari.
lama untuk mencapai fase logaritmik yaitu Pada fase ini jika Coccolithophore sp akan
ketika sel mengalami penambahan jumlah sel. digunakan sebagai inokulum sangat baik.

35
Jurnal Ilmiah Agribisnis dan Perikanan (agrikan UMMU-Ternate) Volume 6 Edisi 3 (Januari 2014)

Sebagaimana yang dikemukakan oleh nutrien pada media kultur dalam jumlah
Priyambodo dan Wahyuningsih (2004) tertentu mutlak diperlukan ketika kultur
bahwa untuk mendapatkan kualitas bibit dilakukan (Silfester dkk, 2002). Namun karena
(inokulum) yang baik, bibit yang akan media hidup dari Coccolithophore sp ini adalah
diinokulasikan diambil dari fase air laut maka salinitas juga mempengaruhi
pertumbuhan karena bibit dari fase tetap proses penyerapan nutrisi tersebut.
dan fase kematian memiliki pertumbuhan Kepadatan maksimum dicapai oleh
yang sangat lambat. Coccolithophore sp dengan kepadatan
c. Fase Stasioner inokulum 1,6-2,2x10 sel/ml (perlakuan A) pada
6

Pada fase ini, pertumbuhan mulai hari kesebelas dengan kepadatan mencapai
menggalami penurunan dibandingkan 72,07x106sel/ml, lebih tinggi dari dua perlakuan
dengan fase logaritmik. Laju reproduksi lainya. Perlakuan A dengan kepadatan
sama dengan laju kematian, dengan inokulum yang lebih sedikit ternyata
demikian penambahan dan pengurangan memberikan pertumbuhan yang lebih tinggi
jumlah Coccolithophore sp relatif sama atau jika dibandingkan dengan perlakuan B dan C.
seimbang sehingga kepadatan Selanjutnya ketiga perlakuan inokulum
Coccolithophore sp tetap. Pada penelitian ini mengalami fase penurunan hingga
ini ketiga perlakuan tidak memperlihatkan mencapai fase kematian, ini diakibatkan karena
fase stasioner karena langsung menggalami adanya persaingan makanan, ruang dan
penurunan jumlah sel. oksigen. Organisme yang tidak dapat
d. Fase Kematian mempertahankan dirinya akan mati, sehingga
Pada fase ini, laju kematian lebih cepat dari mengakibatkan penurunan jumlah sel (Silfester
laju reproduksi. Jumlah sel menurun secara dkk, 2002).
geometrik. Dimana pada penelitian ini Coccolithophore sp dapat dibudidayakan
ketiga perlakuan menggalami fase sebagai pakan alami karena merupakan jenis
penuruan pada hari keduabelas (perlakuan fitoplankton yang dapat hidup dengan
A sebesar 63,63 x106 sel/ml dan B sebsar intensitas cahaya yang rendah (Nontji, 2008;
60,56 x106 sel/ml) sedangkan perlakuan C Huliselan dkk, 2006), sehingga jika kondisi
pada hari kesebelas sebesar 47,44 x106 cuaca tidak baik yaitu pada saat musim
sel/ml. penghujan yang mempengaruhi cahaya
Hasil yang diperoleh dalam penelitian matahari dalam kultur secara outdoor, maka
ini memperlihatkan adanya perbedaan dalam fitoplankton ini dapat digunakan dalam
kepadatan sel pada saat mencapai puncak memenuhi ketersediaan pakan alami.
pertumbuhan. Dimana pertumbuhan Sebagaimana yang dilakukan oleh
dipengaruhi oleh faktor genetik, hormon dan Khabibbulloh, dkk (2010) di Balai Budidaya
zat hara (Fujaya, 2004). Selanjutnya juga Laut Ambon yang mengkultur Coccolithophore
dikatakan bahwa zat hara yang termasuk di sp sebagai pakan alternatif bagi pemeliharaan
dalamnya adalah makanan, air dan oksigen. larva kerapu tikus (Epinephelus altivelis)
Untuk menunjang pertumbuhanya dalam selama musim hujan, karena pakan Chlorella sp
wadah pemeliharaan, Coccolithophore sp yang biasa digunakan sebagai pakan terganggu
memperoleh zat hara melalui proses dengan cuaca yang kurang cahaya matahari.
penyerapan dari media hidupnya. Dimana Coccolithophore sp merupakan sumber
nutrisi yang dibutuhkan tersebut telah pakan penting bagi berbagai biota laut (Nontji,
disediakan melalui proses pemupukan dengan 2008) karena dinding selnya terdiri dari calsium
pupuk Conwy/Walne’s. carbonat (CaCO3) berbentuk seperti kristal
Media yang digunakan dalam kultur (Huliselan dkk, 2006; Nontji, 2008). CaCO3
Coccolithophore sp berbentuk cair yang merupakan salah satu mineral yang berguna
merupakan sumber nutrien. Coccolithophore sp bagi pembentukan struktur tulang dan gigi,
akan mengabsorsi nutrien dari media untuk menjaga tekanan osmosis untuk mengatur
tumbuh dan berkembang. Hal ini berarti pertukaraan air dan bahan terlarut dalam
ketersediaan unsur makro nutrien dan mikro tubuh, struktur dari jaringan serta menjaga

36
Jurnal Ilmiah Agribisnis dan Perikanan (agrikan UMMU-Ternate) Volume 6 Edisi 3 (Januari 2014)

kesimbangan asam-basa dan fungsi habitat asalnya termasuk Coccolithophore sp.


metabolisme, dimana ikan laut yang Salinitas optimum untuk Coccolithophore sp
dibudidayakan dapat memperoleh mineral dari adalah 25-35‰ (Cotteaue, 1996).
media pemeliharaan serta pakan yang Suhu secara langsung mempengaruhi
diberikan efisiensi fotosintesis dan merupakan faktor
(Isnansetyo dan Kurniastuty, 1995; Kordi, 2011). penentu dalam pertumbuhan. Saputro (1986)
Coccolithophore sp merupakan plankton mengemukakan bahwa kisaran suhu optimum
laut yang memiliki dua flagel seperti bagi pertumbuhan fitoplankton adalah 25-32°C.
Dinoflagellata namun jenis ini tidak beracun Hampir semua fitoplankton toleran terhadap
sehingga aman digunakan sebagai pakan alami suhu (eurythermal) antara 16-36°C, dimana suhu
bagi biota laut yang dibudidayakan serta di bawah 16°C dapat menyebabkan penurunan
memberikan pertumbuhan yang baik bagi pertumbuhan, sedangkan suhu di atas 36°C
rotifer (Padang dkk, 2010). dapat menyebabkan kematian pada jenis
Coccolithophore sp selain mengandung tertentu (Taw, 1990).
calsium carbonat juga berdasarkan hasil analisa Derajat keasaaman (pH) dapat
proximat mengandung tepung 13,5%, mempengaruhi metabolisme dan pertumbuhan
karbohidrat 6,56%, lemak 0,2%, Abu 66,69% dan fitoplankton dalam beberapa hal, antara lain
air 12,75% (Khabibbulloh dkk, 2010), sehingga mengubah keseimbangan dari karbon organik,
fitoplankton jenis ini sangat baik mengubah ketersediaan nutrien dan dapat
dibudidayakan selain jenis-jenis fitoplankton mempengaruhi fisiologis sel. Kisaran pH untuk
yang telah dibudidayakan seperti Chlorella sp, kultur alga biasanya antara 7-9, kisaran
Navicula sp Pavlova sp, Tetraselmis sp, optimum untuk alga laut antara 7,5-8,5 (Dorling
Dunaliella sp, Chaetoceros sp, Nitzschia sp, et al, 1997).
Skelotonema costatum, Isochrysis galbana,
Thallasisira sp dan Nannochloropsis sp sebagai IV. PENUTUP
pakan alami karena mengandung nutrisi yang 4.1. Kesimpulan
cukup. Berdasarkan hasil penelitian maka dapat
disimpulkan :
3.2. Parameter Lingkungan 1. Pertumbuhan sel Coccolithophore sp
Selama penelitian, parameter lingkungan berbeda antara ketiga perlakuan kepadatan
yang terukur yaitu suhu 30 0C, pH 8,0-8,5 dan inokulum.
salinitas 30‰. Ternyata ketiga parameter 2. Kepadatan inokulum yang lebih sedikit
lingkungan ini masih dalam batas optimum (perlakuan A) memberikan hasil kepadatan
bagi pertumbuhan Coccolithophore sp dan sel yang lebih tinggi.
berdasarkan standar mutu air laut untuk 3. Fase istirahat/adaptasi dan fase stasioner
budidaya fitoplankton dan zooplankton yaitu ketiga perlakuan lebih cepat sedangkan fase
suhu berkisar antara 28-320C, salinitas 30-32‰ logaritmik lebih lama.
dan pH (7,8-8,3) (Silfester dkk, 2007) 4. Parameter lingkungan mendukung
Salinitas merupakan salah satu faktor pertumbuhan Coccolithophore sp
pembatas bagi pertumbuhan dan
perkembangan fitoplankton. Fluktuasi salinitas 4.2. Saran
secara langsung menyebabkan perubahan Perlakuan kepadatan inokulum
tekanan osmosis dalam sel. Terlalu tinggi atau 1,6-2,2x106sel/ml dapat digunakan dalam proses
rendahnya salinitas akan menyebabkan pengkulturan Coccolithophore sp sebagai pakan
tekanan osmosis di dalam sel menjadi lebih alami, karena mampu menghasilkan kepadatan
rendah atau tinggi pula sehingga aktivitas sel yang lebih baik serta perlu adanya penelitian
pun menjadi terganggu. Hampir semua jenis lanjutan tentang pengaruh cahaya bagi
fitoplankton yang berasal dari air laut dapat pertumbuhan Coccolithophore sp.
tumbuh optimal pada salinitas sedikit di bawah

37
Jurnal Ilmiah Agribisnis dan Perikanan (agrikan UMMU-Ternate) Volume 6 Edisi 3 (Januari 2014)

DAFTAR PUSTAKA

BBLA.1994. Petunjuk Teknis Produksi Pakan Alami. Departemen Kelautan dan Perikanan.
Laporan Uji Coba Budidaya Algae. Produksi Pakan.
Cahyaningsih dan Nurwijayanto. 2006. Petunjuk Teknis Produksi Pakan Alami. Departemen
Kelautan dan Perikanan Budidaya, Balai Budidaya Air Payau Situbondo.
Cotteaue. P.1996. Mikroalga in: Manual On Production. Perikanan Indonesia.
Dorling, Sir Edward Bullard, Eyewitness Science, Eart, 1997. Kamus Biologi Lengkap.
Fujaya. Y. 2004. Fisiologi Ikan Dasar Pengembangan Teknologi Perikanan. PT. Rineka Cipta
Jakarta.
Huliselan, N.V; F.S.Pello dan Y.A.Lewerissa, 2006. Buku Ajar Planktonologi. Penerbit Jurusan
Manajeman Sumberdaya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas
Pattimura
Isnansetyo, A dan Kurniastuty. 1995. Teknik Kultur Phytoplankton dan Zooplankton. Pakan Alami
Untuk Pembenihan Organisme Laut. Kanisius.Yogyakarta.
Khabibbulloh, Narulita Ely, Marwa dan Ramlan. 2010. Penggunaan Coccolite sp Sebagai
Fitoplanktom Alternatif Dalam Pemeliharaan Larva Kerapu Bebek (Cromileptes altivelis)
Dalam Upaya Peningkatan Produktivitas Benih.
Kordi, M.G.H. 2011. Marikultur, Prinsip dan Praktik Budidaya Laut. Penerbit Lily Publisher.
Nontji, A. 2008. Plankton Laut. LIPI Press-Jakarta
Padang, A, Marwa, M. Sangadji dan O. Salampessy. 2010. Pengaruh Salinitas Terhadap
Kepadatan Sel Fitoplankton Coccolithophore sp di Bak Terkontrol. Dalam : Jurnal
BIMAFIKA Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Darussalam, ISSN: 2086
1869. Volume 3 No. 2 Mei 2012, Hal : 351-354.
Padang, A. La Rajaku dan M. Sangadji. 2010. Pemberian Pakan Fitoplankton yang Berbeda
Terhadap Kepadatan Rotifer Brachionus plicatilis Skala Laboratorium. Dalam : Jurnal
Agrikan, ISSN :1979-6072. Volume 6 Edisi 2 Tahun 2013, Hal : 41-48.
Priambodo, K. dan Wahyuningsih. 2004. Budidaya Pakan Alami Untuk Ikan. Cetakan IV. Penebar
Swadaya. Jakarta.
Rusyani, E. Sapta, AIM, M.Firdaus dan Reynaldo, 2007. Budidaya Skala Laboratorium,. Dalam :
Seri Budidaya Laut Nomor 9, ISBN : 979-95483-9-X, Balai Besar Pengembangan Budidaya
Laut, Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya, Departemen Kelautan dan Perikanan, Hal :
48-59.
Sapta, AIM.,E. Rusyani dan L. Erawati. 2002. Budidaya Fitoplankton dan Zooplankton Skala
Laboratorium.
Saputro, D.1986. Pengantar Fisiologi Tumbuhan. Gramedia. Jakarta.
Sutomo, 2005. Kultur Tiga Jenis Mikroalga (Tetraselmis sp, Chlorella sp, dan Chaetoceros gracilis)
dan Pengaruh Kepadatan Awal Terhadap Pertumbuhan C. gracilis di
Laboratorium.Oseanologi dan Limnology di Indonesia.
Silfester, B.,D.Nelvi dan Sudjiharno. 2002. Persyaratan Budidaya Fitoplankton dan Zooplankton.
Silfester, B.,D. Supriya dan A.H.Q.Sugianto. 2007. Persyaratan Budidaya. Dalam : Seri Budidaya
Laut Nomor 9, ISBN : 979-95483-9-X, Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut,
Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya, Departemen Kelautan dan Perikanan,
Hal : 27-37.
Taw, N. 1990. Petunjuk Pemeliharaan Kultur Murni dan Massal Mikroalga.

38

Anda mungkin juga menyukai