Anda di halaman 1dari 4

1.

Pendahuluan
Pada umumnya makroalga terbagi kedalam kloropita (alga hijau), Phaephyta
(alga coklat) dan Rhodophyta (alga merah) berdasarkan dari pigmentasinya.
Perbedaan antar pigmen alga ini adalah adaptasi lingkungannya yang mana
membutuhkan optimalisasi penangkapan cahaya untuk proses fotosintesis pada
perbedaan kedalaman. Terdapat tiga tipe dari pigmen makroalga disebut klorofil,
karotenoid, dan phycobillin (fig.1) Klorofil dan karetenoid adalah pigmen yang tidak
larut dalam air dimana phycobillin adalah kelompok dari protein yang larut dalam air.
Klorofil adalah pigment utama pada sebagain besar organisme fotosintesis,
terutama chl a. klorofil ada dalam jenis yang berbeda pada setiap organisme, seperti
chl a, chl b, chl c, chl d, dll, yang masing-masing dibedakan oleh berbagai substituen
tetapi komponen utamanya, yaitu cincin porfirin, tetap sama. Pigmen lain berlaku
sebagai pigmen hiasan untuk memperluas spektrum cahaya yang diserap dan
melindungi proses pemanenan foton. Karotenoid adalah isoprenoid polyena yang
terdiri dari 8 unit isoprena (C5). Berdasarkan strukturnya, karotenoid dibagi kedalam
carotee dan Xantophyll. Xantophyll atau Carotenol adalah derivatif dari oksidasi
karoten yang mana lebih polar dari karoten, jadi dapat larut pada pelarut polar
tertentu. Phycobillin memiliki tetraphyrol ring dan termasuk dalam kelompok
kromofor yang sering ditemukan dalam alga merah dan cyanobacteria. Ada dua jenis
umum dari phycobillin, phycoeritrin dan phycocyanin. Phycobillin memiliki llebih
banyak struktur yang tidak stabil jadi lebih mudah rusak oleh cahaya, oksigen, panas,
atau substansi kimia seperti urea dan piridine.
Kloropita dikenal mengandung chl a dan chl b sebagai pigmen yang dominan,
rhoophyta memiliki chl a dan phycobillin, dimana phaephyta memiliki fucoxanthin
dan chl c. beberapa studi telah memverifikasi keuntungan dari pigmen untuk
kemakmuran manusia terutama makanan, industri, dan farmasi. Produsen telah
mencoba untuk memproduksi pewarna alami seperti klorofil dan beberapa karotenoid
untuk mengganti pewarna sintetis yang dikenal memiliki pengaruh karsinogenik.
Klorofil dapat menginduksi pengambilan jaringan yang rusak, meningkatkan
imunitas, memperbaiki sirkulasi darah dan sistem pencernaan, dan mengobati
penyakit ganas. Klorofil telah dikembangkan untuk cancer photodynamic therapy
(PDT) karena merupakan karakter dari photosintizer. Klorofil memiliki daya serap
maksismum antara 600 nm sampai 700 nm yang dapat menghasilkan energi yang
cukup untuk membentuk yield substansial dari spesies oksigen yang reaktif.
Karotenoid dikenal sebagai agen antioxidan yang baik dan pendahulu dari vitamin A,
dimana phycobillin berpotensi sebagai selular market yang berguna untuk diagnonsis
imun dan juga sebagai kinerja immunomodulasi.
Sejak ditemukannya keuntungan dari pigmen, pigmen telah digunakan pada
banyak aplikasi. Kebutuhan pigmen tetap dipasok kebanyakan oleh produsen
microalga, untuk contoh Chlorella sebagai sumber dari klorofil, diatom untuk
karotenoid dan Porphyridium untuk phycobillin. Belakangan ini, tren dari industri
bergantung pada meningkatnya produk alami yang mendorong pengekplorasian
sumber pigmen. Indonesia adalah negara tropis di Asia Tenggara yang melewati
wilayah pesisir yang panjang namun pemanfaatan sumber daya laut, terutama pigmen
masih belum optimal. Gunungkidul adalah salah satu kecamatan yang ada di provinsi
DIY, memiliki beberapa pantai dengan keanekaragaman organisme yang tinggi.
Makroalga mudah ditemukan di zona pasang surut pantai namun masih terdapat
beberapa studi pada potensi makroalga. Penduduk setempat telah membuat usaha
untuk memproduksi keripik rumput laut, terutama Ulva dan Enteromorpha pada
sekala rumah tangga dimana rumput laut memiliki banyak keuntungan. Penelitian ini
bertujuan untuk memutuskan pigmen dari rumput laut yang umum di Gunungkidul,
DIY untuk memahami potensi dari pigmen makroalga untuk keperluan industri kecil
hingga industri.

2. Bahan dan Metode

2.1Bahan
Enam spesies dari kloropita dan rhodophyta yang mudah ditemukan digunakan
sebagai sampel. Masing-masing sampel diambil sepenuhnya dari substrat untuk di
identifikasi. Bahan yang digunakan yaitu pasir pantai, acetone dingin 90% (analitikal
grade), dan air suling dingin. Pasir pantai digunakan untuk maserasi, acetone dingin
digunkan utuk ekstraksi pigmen non polar sementara air suling dingin untuk ekstraksi
pigmen polar.

2.2Alat
Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah plastik zip-lock dan ice box
untuk penyimpanan, semi-analytic balance, mortar dan alu untuk maserasi thallus,
botol flacon untuk tempat ekstraksi pigmen, micro pipet, glasssware, micro tubes,
centrifuge, aluminium foil, dan spectrofotometer UV-VIS Shimadzu Genesys 10 UV
scanning.

2.3Sampel dan Persiapan


Contoh selesai pada Maret 2013 di pantai Porok, Gunungkidul, DIY. Sampel
dimasukan pada zip-lock plastik dan disimpan di ice box. Sampel dibersihkan dan di
identifikasi. Flacon untuk penyimpanan sampel di bungkus dengan aluminium foil.

2.4Extraksi Pigmen
Extraksi dilakukan di laboratorium dengan intensitas cahaya yang rendah dan
temperatur dibawah 25˚C. Extraksi pigmen non polar dilakukan pada kedua
Chlorophyta dan Rhodophyta. 5g dari sampel macroalga bersih pada masing-masing
spesies dipotong menjadi bagian kecil. Sampel dimasukan pada mortar dan 2g pasir
pantai juga ditambahkan diikuti dengan 6ml dari 90% acetone dingin. Itu digiling
selama 4 menit hingga larutang menjadi hijau lalu dituangkan ke dalam flacon.
Langkah sebelumnya diulang dengan menambahkan 5 ml dari 90% acetone ke dalam
sampel awal lalu dimaserasi lagi selama 3 menit dan di masukan ke dalam flacon
bottle yang sama. 1ml ekstraksi diukur menggunakan centrifuge selama 5 menit, dan
disimpan kedalam micro tube.
Extraksi pigmen polar hanya dilakukan untuk Rhodophyta. 5g dari macro alag
yang bersih di potong menjadi bagian-bagian kecil dan diletakan kedalam mortar lalu
2g pasir pantai dan 10 ml air suling dingin ditambahkan. Itu di maserasi selama 3
menit-4 menit lalu 5 ml air suling dingin ditambahkan. Maserasi selesai selama 1-2
menit sampai pelarut menjadi merah. Ektrak pigmen pada pelarut dituanng dan
disaring kedalam falcon lalu dilakukan perlakuan yang sama dengan pigmen non
polar.

2.5Spectrophotometer method
Spectrofotometric method dilakukan pada penentuan pigmen dari ekstrak
makroalga. Mula-mula spektrophotometer dikalibrasi menggunakan 90% acetone
untuk menentukan pigmen notn polar, sedangkan air sling digunakan untuk
menentukan pigmen polar. 1 ml ektrak diletakan kedalam quartz cuvette dan
ditambahkan pelarut. Absorbansi dicatat dari panjang gelombang 400 nm sampai 750
nm dengan interval 25 nm. Pada setiap pengukuran panjang gelombang, kalibrasi
harus dilakukan. Hasil absorbansi dikonversi kedalam grafik garis untuk analisis.

3. Hasil dan Diskusi


3.1Common seaweed in Gunungkidul
Makroalga yang ditemukan di Pantai Porok adalah Ulva fasciata, chaetomorpha,
Enteromorpha intestinalis, Gracilaria verrucosa, Acanthophora spicifera, dan
Launrencia cartilaginea yang ditampilkan pada Fig.2 dan 3.
Penelitian pada keanekaragaman dari makroalga di Gunungkidul telah dilakukan,
namun, studi lebih spesifik di Porok belum dilakukan. Enteromorpha, Ulva,
Chaetommorpha act as epiphyte pada area pasang surut yang tersedia untuk menyerap
nutrient dari organisme lain, karena itu spesies tersebut dominan di area pesisir
Gunungkidul yang mana berlokasi di selatan pulau jawa. Berlokasi di samudera
hindia, pesisirnya memiliki gelombang yang kuat, jadi, makroalga di area ini memiliki
ukuran yang kecil dan thalli ramping sebagai adaptasi. Komunitas dari makroalga ini
terbentuk dari berbagai spesies yang terikat kuat pada relung terumbukarang mati.
Pemantauan sebelumnya di Pantai Sarangan, Gunungkidul terindikasi pergantian
spesies di garis pantai Gunungkidul. Beberapa genus cenderung tumbuh setiap tahun
seperti Ulva , Cladophora dan Chaetomorpha tetapi genus lain muncul dibulan
tertentu seperti Gracilaria dan Acantophora. Pemantauan ketersediaan dari spesies
makroalga dibutuhkan sejak makroalga adalah salah satu sumber pigmen. Spesies
yang memenuhi syarat harus tersedia secara berlimpah dan terus ada utuk memenuhi
permintaan industrial pada pigmen. Gunungkidul terletak di Indonesia yang memiliki
2 musim, musim kemarau dan musim hujan. Tentu beberapa faktor perubahan
lingkugan pada umumnya seperti salinitas, temperatur, kekuatan gelombang dan
ketersediaan nutrient yang mungkin mempengaruhi pada perbedaan spesies. Beberapa
spesies mungkin sedikit toleransi pada perubahan lingkungan dapat terjadi perbedaan
di bulan lain. Perubahan spesies sangatlah tidak layak untuk memahami pola dari
penyebaran makroalga. Makroalga yang berlimpah harus di klarifikasi oleh data
statistik seperti analisis persentase awal atau densitas spesies.

3.2Pigment determination of microalga


Studi ini adalah pendahuluan penelitian untuk menenmukan tipe dari pigmen
makroalga menggunakan metode sederhana tanpa analisis secara quantitas. Ektraksi
pigmen dilakukan oleh metode spektofotometri dan dibedakan oleh polaritas pigmen.
Pigmen menyerap cahaya tampak kira-kira berkisar dari 400nm hingga 700nm.
Acetone dikenal sebagai pelarut organik yang baik untuk analisis klorofil karena
memberikan puncak penyerapan Chl yang sangat tajam, sedangan penelitian lain telah
menunjukan bahwa methanol dan ethanol memberikan hasil yang lebih baik. Anggota
dari Chlorophyta menunjukan puncak penyerapan pada kisaran 400nm - 475 nm dan
660 nm. Entheromorpha intestinalis diserap sangat tinggi pada kisaran 430 nm-475nm
dan 660 nm, Ulva fasciata memiliki puncak penyerapan maksimal pada kisaran
430nm-475nm sedangkan Chaetomorpha crassa diantara 430nm-475nm dan
660nm(Fig.4).
Pigmen dari Rhodophyta juga diekstrak menggunakan acetone. Pigmen diekstrak
dari Laurencua cartilaginea menunjukan puncak penyerapan sekitar 400nm, 430nm,
dan 660nm, Gracilaria verrucosa tidak terdeteksi, sedangkan pucak penyerapan
Acanthophora spicifera diantara 410nm-450nm dan 660nm (Fig.5). Fig 3 dan Fig.4
menggambarkan dua puncak penyerapan pada kisaran 400-475nm dan sekitar 660nm.
Laurencia cartilaginea (Rhodophyta) diektraksi menggunakan air suling yang
menghasilkan puncak penyerapan pada 490nm dan 540nm; Gracilaria verrucosa
pada 490nm, 560nm dan 690 nm; Acanthophora spicifera pada 490nm, 540nm dan
680nm.
Menentukan tipe dari pigmen diperoleh dari membandingkan puncak penyerapan
maksimum dengan literatur yang ada yang dapat dilihat dari Tabel 1 dan Tabel 2.

Kandidat yang sesuai dengan sumber pigmen dari makroalga juga harus
mengandung cukup banyak pigmen. Spektrofotetri adalah metode yang cukup akurat
untuk menentukan pigmen, penggeseran puncak penyerapan sering terjadi. Terlebih
lagi, puncak penyerapan dari perbedaan pigmen saling tumpang tindih satu sama lain
karena pembentukan degradasi produk seperti Clhorophyllides dan pheophytin yang
memiliki kesamaan spektrum penyerapan. Pada kombinasi yang sempurna mungkin
menimbulkan keambiguan pada penentuan pigmen. Jadi, pada studi ini, pigmen juga
ditentukan berdasarkan pada literatur. Puncak penyerapan diantara 400nm-475nm
diekspektasikan sebagai chl a dan b. Puncak diantara 410nm dan 660nm mungkin
terindikasi sebagai pheophyta a sedangkan pada sekitar 440nm ada kemungkinan
menjadi konsentrasi. Terdapat puncak yang besar sekitar 690nm yang diharapkan
sebagai chl d. Chl d adalah pengecualian dari chlorophyll yang larut dalam air dan
memiliki penyerapan maksimum sejauh red region.
Contoh, sistem pelarut, dan spektrofotometer mungkin mempersulit metode
spektrofotometrik. Ketebalan dinding sel mempengaruhi hasil dari maserasi. Thallus
yang lebih tebal membutuhkan waktu lebih lama untuk memperoleh ektrak pigmen.
Gracilaria verrucosa memiliki thallus lebih gemuk sehingga sulit untuk di hancurkan
dan menghasilkan ektrak yang konsentrasinya rendah. Pemelihan pelarut adalah hal
yang sangat penting spektrofotometri karena itu menentukan tingkat afinitas dari
cairan berkontribusi dalam gangguan sel. Kombinasi dari pelarut tertentu mungkin
memberikan hasil yang lebih baik dari penyerapan pigmen. Air suling dapat
digantikan dengan phospate buffer untuk mencegah degradasi selama pengekstrasian.
Dari studi pendahuluan, penindaklajutan studi ini dibutuhkan untuk medapatkan data
yang andal tentang pigmen microalga dan quantitas yang digunakan untuk metode
reproduksi.

4. Kesimpulan
Makroalga yang sering ditemukan saat pasang surut di pantai Porok,
Gunungkidul yaitu Ulva fasciata, Enteromorpha intestinalis, Cheotomorpha crassa
yang termasuk anggota dari chlorophyta sedangkan Laurencia cartilaginea,
Acanthopora spicifera, dan Gracilaria verucossa adalah Rhodophyta. Spesies
chlorophyta mengandung chlorophyll a, chlorophyll b, dan karotenoid sedangkan
anggota dari Rhodophyta memiliki Chlorophyta a dan phycoerythrin. Penelitian
lanjutan menggunakan perubahan protocol yang sangat direkomendasikan untuk lebih
pantas ditentukan pada sumber pigmen.

Anda mungkin juga menyukai