Anda di halaman 1dari 16

1.

MATERI METODE

1.1. Materi
1.1.1. Alat
Sentrifuge, pengaduk, stirrer, alat pengering (oven), plate stirrer.

1.1.2. Bahan
Biomassa Spirulina basah atau kering, akuades, dekstrin.

1.2. Metode
Biomassa Spirulina dimasukkan dalam

Dilarutkan dalam aqua destilata

erlenmeyer

(1 : 10)

Disentrifugasi 5000 rpm, 10 menit hingga

Diaduk dengan stirrer 2 jam

diperoleh endapan dan supernatant.

Supernatan diencerkan sampai pengenceran 10-2 dan diukur kadar fikosianinnya pada
panjang gelombang 615 nm dan 652 nm

Supernatan diambil 8 ml dan ditambah dekstrin dengan perbandingan supernatan :


dekstrin = 1 : 1 (kelompok C1-C3), sedangkan kelompok C4-C5 menggunakan
perbandingan 8 : 9

Dicampur merata dan dituang ke

Dioven pada suhu 50C

wadah

hingga kadar air 7%

Dihancurkan dengan penumbuk hingga

Didapat adonan kering

berbentuk powder

yang gempal

Kadar Fikosianin (mg/g) diukur dengan rumus :

1. HASIL PENGMATAN
2. PEMBAHASAN

2.

HASIL PENGAMATAN

Hasil pengamatan Fikosianin, Pewarna Alami dari Blue Green Microalgae Spirulina dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Pewarna Alami dari Blue Green Microalgae Spirulina.
Kel

C1
C2
C3
C4
C5

Berat
Jumlah aquades
Biomassa
yang ditambahkan (ml)
Kering (g)
8
80
8
80
8
80
8
80
8
80
Keterangan :
Warna :
+
= biru muda
++
= biru
+++
= biru tua

Total Filtrat
yang diperoleh
(ml)
56
56
56
56
56

OD
615

OD
652

0,1490
0,1460
0,1437
0,1410
0,1440

0,0575
0,0594
0,0574
0,0593
0,0588

KF

Yield

(mg/ml) (mg/ml)
2,280
2,207
2,181
2,114
2,175

15,960
15,449
15,267
14,798
15,225

Warna
Sebelum
Sesudah
dioven
dioven
+++
+
+++
+
+++
+
++
+
++
++

Berdasarkan tabel di atas, diketahui berat biomassa kering, jumlah akuades, dan total filtrat yang diperoleh dari kelima kelompok sama.
Pada hasil OD615 nilai absorbansi tertinggi didapat oleh kelompok C1 sebesar 0,1490 dan nilai absorbansi OD615 terendah oleh kelompok
C4 sebesar 0,1410. Hasil OD652 nilai absorbansi tertinggi pada kelompok C2 sebesar 0,0594 dan nilai absorbansi OD652 terendah pada
kelompok C3 sebesar 0,0574. Setelah dihitung dengan rumus, KF terbesar diperoleh kelompok C1 sebesar 2,280 mg/ml dan terendah pada
kelompok C4 sebesar 2,114 mg/ml. Hasil perhitungan yield menunjukkan hasil tertinggi diperoleh kelompok C1 sebesar 15,960 mg/ml dan
terendah pada kelompok C4 sebesar 14,798 msg/ml. Warna fikosianin yang dibuat oleh tiap kelompok juga dianalisa secara sensori,

dengan hasil warna yang menurun pada tiap kelompok, kelompok C1, C2 dan C3 warna sebelum dioven menunjukkan warna biru tua
kemudian setelah dioven intensitas warna menurun menjadi biru muda, sedangkan pada kelompok C4 dan C5 sebelum dioven berwarna
biru kemudian setelah dioven berubah warna menjadi biru muda untuk C4 dan tetap berwarna biru pada kelompok C5.

3.

PEMBAHASAN

Pada praktikum kali ini dilakukan proses ekstraksi pigmen fikosianin dari mikroalga
Spirulina sp. Fikosianin merupakan pigmen paling banyak dalam alga hijau biru dimana
beratnya mencapai 20% berat kering. Fikosianin merupaka pigmen yang dapat
menangkap radiasi sinar matahari paling efisien (Hall & Rao, 1999). Kandungan
fikosianin dalam 500 mg tablets spirulina adalah 333 mg. Pigmen fikosianin memiliki
warna biru tua yang dapat memancarkan warna merah tua ( Carra & heocha, 1976).
Fikosianin sebagai biliprotein mampu menghambat pembentukan kanker (Adams,
2005). Fikosianin bersifat seperti pigmen alami pada umumnya yaitu mengalami
kerusakan akibat suhu tinggi. Larutan fikosianin warnanya memudar sebesar 30%
setelah disimpan 5 hari dan menjadi bening setelah 15 hari pada suhu 350C (Mishra, et
al. 2008).

Mikroalga adalah mikroorganisme fotosintetik dengan morfologi sel uni-selular maupun


multiselular. Sebagian besar mikroalga tumbuh secara fototrofik namun ada juga yang
tumbuh secara heterotrofik. Mikroalga mempunyai banyak sekali kelompok yang
beragam dari organisme fotoautotrof dimana mikroalga sangat penting untuk makanan
hewan air. Mikroalga juga didefinisikan sebagai tumbuhan air yang berukuran
mikroskopik yang dapat digunakan sebagai sumber pakan, pangan, dan bahan kimia
lainnya. Karena tingkat pertumbuhannya yang tinggi dan mampu menyesuaikan pada
kondisi lingkungan yang bervariasi membuat budidaya mikroalga banyak diminati
(Borowitzka, 1997). Selain itu mikroalga juga merupakan produsen alami dari
ekosistem perairan yang dapat menghasilkan energi dan dapat menghasilkan metabolit
yang sangat bermanfaat. Oleh karena itu, sebagai organisme hidup yang berukuran
mikroskopis, mikroalga sudah banyak dikaji mengenai keberadaannya. Beberapa
manfaat dari mikroalga yakni sebagai makanan sehat dan pakan alami serta juga
berpotensi untuk menghasilkan komponen bioaktif yang digunakan pada bidang
kedokteran, farmasi, industri pangan dan sebagainya. Salah satu jenis mikroalga yang
memiliki potensi untuk dikembangkan yakni Spirulina sp. Spirulina sp. telah banyak
diproduksi untuk menghasilkan bahan pangan sehat yang merupakan sumber dari
protein, vitamin, dan mineral (Metting & Pyne, 1986 dan McCarty, 2007 dalam Kamble

et al., 2013). Dalam penelitian yang dilakukan Zhang et al., (2015) manfaat lain dari
fikosianin dapat dimasukkan dalam bahan pangan, dan berfungsi sebagai antioksidan,
antiinflamasi, dan aktivitas hepatoprotektif. Pemafaatan pigmen fikosianin sebagai
bahan pewarna alami pada makanan sudah lama dilakukan, sebagai contoh pada produk
Lina Blue yang diaplikasikan pada permen, permen karet, minumang ringa, wasabi dan
dairy product (Spoalaore, et al., 2006 dalam Chantal et al., 2008). Fikosianin diketahui
mampu menghambat pembentukan koloni kanker (Adams, 2005).

Spirulina sp. adalah nama umum dari dua spesies Cyanobacteria (alga biru-hijau/blue
green algae). Spirulina sp. merupakan mikroorganisme autotrof berwarna hijaukebiruan, dengan sel berkoloni membentuk filamen terpilin menyerupai spiral. Bentuk
tubuhnya yang menyerupai benang merupakan rangkaian sel (trichome) berbentuk
silindris dengan dinding sel tipis, berdiameter 1-12 m. Borowitzka (1988) dalam
Venkatesh, et al., (2009) mendefinisikan Spirulina adalah ganggang mikro dengan
pigmen hijau biru dan mengandung 18 asam amino dan vitamin, seperti biotin,
tokoferol, tiamin, riboflavin, niasin, asam folat, asam pyrodozoic, beta-karoten dan
vitamin B12. Spirulina sp. biasanya ditemukan pada tempat lembab atau lahan yang
sering terkena air. Spirulina sp. dapat hidup di tempat yang cukup sinar matahari, air
dan CO2. Spirulina sp. dapat menyerap karbondioksida dan mengkonversikan menjadi
oksigen sehingga dapat mengurangi polusi dan dampak pemanasan global. Struktur sel
Spirulina sp. dikelompokkan menjadi bakteri prokariotik. Spirulina sp. memiliki
karotenoid, klorofil, dan fikosianin yang merupakan pigmen utama. Menurut
Minkovaet, et al., (2002) pigmen fikosianin sering digunakan dalam pewarna makanan,
kosmetik dan penelitian biomedis. Spirulina sp. mampu menghasilkan pigmen
fikosianin berwarna biru. Pigmen ini larut dalam pelarut polar seperti air. Pigmen ini
berpotensi digunakan sebagai pewarna alami (Spolaore, et al., 2006). Pada penelitian
yang dilakukan Tang & Suter (2011), menambahkan bahwa Spirulina, Chlorella, dan
Dunalliella merupakan jenis alga uniseluler yang diproduksi secara komersial di seluruh
dunia, dan alga ini mengandung sumber karotenoid (provitamin A) dan nutrisi lain yang
baik bagi kesehatan, seperti vitamin B12. Manfaatnya sebagai sumber makanan
pelengkap untuk nutrisi mikro dan makro, produk dari alga ini aman jika dibudidayakan

di lingkungan tanpa kontaminasi dan dikonsumsi dengan kadar yang tepat dan tidak
berlebihan.

Pada praktikum teknologi hasil laut, juga dilakukan pembuatan fikosianin dari
mikroalga Spirulina sp. Pertama-tama biomassa Spirulina dimasukkan ke dalam
erlenmeyer, lalu dilarutkan dengan aquades dengan perbandingan 1 : 10. Kemudian
diaduk dengan stirrer selama kurang 2 jam. Pelarutan dengan aquades bertujuan supaya
fikosianin dapat larut dalam pelarut polar (Richmond, 1988). Selain itu, pengadukan
dengan stirrer bertujuan untuk membuat lartan menjadi lebih homogen, untuk
memaksimalkan ekstraksi polar, setelah itu larutan disentrifugasi (5000 rpm, 10 menit)
hingga diperoleh endapan dan supernatan dengan cairan berisi fikosianin. Selanjutnya,
supernatant yang diperoleh dari sentrifugasi diukur kadar fikosianinnya menggunakan
spektrofotometer dengan panjang gelombang 615 nm dan 652 nm. Sebelum diukur
absorbansinya, karena larutan terlalu pekat, maka harus diencerkan terlebih dahulu
dengan cara mengambil 1 ml supernatant dan diencerkan dengan 9 ml aquades,
diencerkan hingga pengenceran 10-2. Hal tersebut sesuai dengan teori yang diungkapkan
oleh Antelo, et al,. (2010) bahwa panjang gelombang yang digunakan untuk mengukur
supernatan atau filtrat hasil ekstraksi fikosianin adalah 615 nm dan 652 nm.
Spektrofotometer adalah alat yang digunakan untuk mengukur nilai absorbansi dan
pengukuran

terhadap

sampel

dengan

suatu

panjang

gelombang

tunggal.

Spektrofotometer modern dilengkapi dengan sel fotolistrik yang menghasilkan arus


yang kekuatannya tergantung pada banyaknya sinar yang diserap oleh larutan yang
diukur (Hadi, 1986). Faktor yang harus diperhatikan saat melakukan pengukuran nilai
absorbansi adalah cuvet yang digunakan harus dibersihkan dari sidik jari praktikan,
karena dapat menyebabkan cahaya yang dipancarkan tidak bisa tembus 100% pada
larutan dan tidak diperbolehkan terdapat gelembung udara di dalam larutan. Apabila
tidak dilakukan dengan hati-hati, dapat menyebabkan terjadinya galat (Ebbing, 1987).

Kemudian, supernatant diberi tambahan dekstrin dengan perbandingan supernatant :


dekstrin adalah 1:1 untuk kelompok C1, C2 dan C3 sedangkan perbandingan 8:9 untuk
kelompok C4 dan C5. Menurut Goldman (1979), dekstrin merupakan salah satu

golongan dari polisakarida yang memilikii struktur kimia yang lebih sederhana, terdiri
dari ikatan-ikatan 1,6 -glukosidik dan 1,4 -glukosidik. Dekstrin dapat terbentuk dari
gula sederhana dan turunannya atau secara enzimatis, katalis biologis dan fermentasi
(Norman & Pother, 1979). Dekstrin termasuk dalam hidrokoloid yang mudah larut
dalam air dingin. Penambahan dekstrin pada supernatant bertujuan untuk meningkatkan
berat produk dalam bentuk bubuk, karena seperti diketahui dekstrin dapat digunakan
sebagai bahan pengisi dan memiliki sifat mudah larut air. Selain itu dekstrin mampu
menaikkan rendemen lebih tinggi karena dekstrin memiliki kemampuan membentuk
suspensi yang baik dalam larutan sebelum dikeringkan. Penambahan dekstrin juga
diperlukan dengan tujuan untuk mempercepat pengeringan dan mencegah kerusakan
komponen bahan akibat proses pengeringan yang menggunakan panas, melapisi
komponen flavor, meningkatkan total padatan dan memperbesar volume serta untuk
dapat mengurangi kehilangan komponen volatile selama proses pengolahan bubuk
pewarna fikosianin tersebut, seperti pigmen fikosianin. Menurut teori Lorenz (1998),
pigmen fikosianin sangat mudah rusak akibat adanya paparan suhu tinggi, dan
membantu menurunkan kadar air atau menaikkan konsentrasi dekstrin. Tahap
selanjutnya antara supernatant dan dektrin dicampur hingga merata dan dituangkan ke
dalam wadah dan diratakan. Lalu dikeringkan dengan oven pada suhu 50oC hingga
kadar air mencapai kurang lebih 7%, kemudian apabila sudah didapatkan adonan kering
yang gempal, selanjutnya dihaluskan dengan penumbuk hingga menjadi berbentuk
powder. Dari hasil nilai absorbansi dapat diketahui konsentrasi fikosianin dan yield
dengan dihitung menggunakan rumus.

Berdasarkan hasil pengamatan fikosianin di atas, dapat diketahui bahwa hasil


pengukuran nilai absorbansi supernatant berisi fikosianin, hasil nilai absorbansi yang
diperoleh dengan panjang gelombang 615 nm lebih besar daripada dengan panjang
gelombang 652 nm. Hal ini sesuai dengan teori yang diungkapkan oleh Day &
Underwood (1992) dimana menurut skala pembacaan spektrofotometer, semakin besar
panjang gelombang yang digunakan untuk mengukur, maka semakin kecil nilai
absorbansi yang dihasilkan. Hal ini terjadi karena sinar putih pada setiap panjang
gelombang dapat terseleksi lebih detail oleh prisma. Sehingga spektrofotometri
menampilkan hasil pengukuran jauhnya penyerapan energi cahaya oleh suatu sistem

10

kimia sebagai suatu fungsi dari panjang gelombang radiasi. Dalam spektrofotometri
perlu dilakukan pengenceran terlebih dahulu apabila larutan terlalu pekat, untuk
menghindari penyimpangan hasil nilai absorbansi yang terbaca. Menurut Ewing (1976)
bila konsentrasi larutan yang akan diukur nilai absorbansinya semakin tinggi maka
semakin tinggi pula tingkat absorbancenya.

Pada hasil pengamatan, diketahui hasil konsentrasi fikosianin C1 tertinggi sebesar 2,280
mg/ml dan yield tertinggi sebesar 15,960 mg/ml. Hasil konsentrasi fikosianin C2
tertinggi kedua sebesar 2,207 mg/ml dan yield tertinggi kedua sebesar 15,449 mg/ml.
Hasil konsentrasi fikosianin C3 tertinggi ketiga sebesar 2,181 mg/ml dan yield tertinggi
ketiga sebesar 15,267 mg/ml. Hasil konsentrasi fikosianin C5 tertinggi keempat sebesar
2,175 mg/ml dan yield tertinggi keempat sebesar 15,225 mg/ml. Hasil konsentrasi
fikosianin C4 terendah sebesar 2,114 mg/ml dan yield terendah sebesar 14,798 mg/ml.
Berdasarkan hasil tersebut diketahui, bahwa nilai konsentrasi fikosianin berbanding
lurus dengan nilai yield. Kelima kelompok tersebut mempunyai warna yang berbedabeda dan nilai yang tidak sama, ketidakseragaman hasil yang didapatkan setiap
kelompok ini dapat disebabkan karena kandungan fikosianin yang dimiliki mikroalga
dari tiap kelompok berbeda-beda, karena menurut Prabuthas et al, (2011) mikroalga
dipengaruhi oleh kondisi tempat hidup dan sistem budidayanya, termasuk faktor lain
seperti pH, intensitas cahaya, serta kehadiran kontaminan pada mikroalga yang
digunakan. Selain itu, hasil yang berbeda dapat pula dikarenakan praktikan kurang teliti
dalam melakukan langkah-langkah pembuatan bubuk pewarna, seperti saat mengambil
dan menimbang dekstrin yang ditambahkan kurang sesuai, sehingga dekstrin yang
ditambahkan tidak sama kadarnya dan konsentrasinya, karena semakin tinggi
konsentrasi dekstrin yang ditambahkan akan membuat bubuk fikosianin menjadi
semakin pudar warnanya atau cenderung berwarna lebih cerah. Warna dekstrin adalah
putih, sehingga apabila ditambahkan terlalu banyak pada fikosianin dapat membuat
bubuk fikosianin menjadi memudar warnanya. Selain itu, dapat juga dikarenakan
kesalahan saat mencampurkan supernantant dengan dekstrin dimana supernatant dan
dekstrin dicampurkan secara bersamaan sehingga proses pencampuran kurang
sempurna.

4.

KESIMPULAN

Mikroalga adalah tumbuhan air yang berukuran mikroskopik yang dapat digunakan
sebagai sumber pakan, pangan, bahan kimia, energi dan metabolit yang sangat
bermanfaat.

Spirulina sp. adalah kelompok alga biru-hijau yang merupakan salah satu sumber
pangan dan pakan potensial dengan kandungan pigmen fikosianin yang tinggi yang
mencapai 20% dari total protein selnya.

Karakteristik Spirulina sp. yaitu mempunyai membran sel yang tipis dan lembut
sehingga mudah dicerna dan tidak membutuhkan proses pengolahan khusus.

Fikosianin adalah pigmen yang paling banyak pada alga hijau biru, dan jumlahnya
lebih dari 20% berat kering alga.

Fikosianin merupakan salah satu dari tiga pigmen yang paling efisien menangkap
radiasi sinar matahari dan merupakan kompleks pigmen-protein yang saling
berhubungan dan berperan dalam pemanenan cahaya dan energi transduksi.

Sifat dekstrin adalah mudah larut dalam air, lebih cepat terdispersi, tidak kental
serta lebih stabil daripada pati.

Penambahan dekstrin bertujuan agar proses pengeringan berjalan lebih cepat dan
dapat mencegah terjadinya kerusakan akibat panas, melapisi komponen flavour,
meningkatkan total padatan, dan memperbesar volume.

Semakin tinggi konsentrasi dekstrin yang ditambahkan akan membuat bubuk


fikosianin menjadi semakin berwarna pudar atau cenderung berwarna lebih cerah.

Sentrifugasi bertujuan untuk memisahkan antara debris sel dengan pigmen


fikosianin yang larut dalam pelarut polar.

Pengekstrakan fikosianin dari Spirulina sp. memerlukan pelarut polar yang


memiliki pH netral seperti buffer fosfat pH 7.

Semakin tinggi nilai OD maka semakin tinggi nilai yield dan konsentrasi fikosianin.

Panjang gelombang yang digunakan untuk mengukur supernatant atau filtrat hasil
ekstraksi fikosianin adalah pada panjang gelombang 615 nm dan 652 nm.

Hasil nilai absorbansi yang diperoleh dengan panjang gelombang 615 nm lebih
besar daripada 652 nm.

Semakin tinggi konsentrasi fikosianun, semakin tinggi pula tingkat absorbancenya.


11

12

Semarang, 22 Oktober 2015


Praktikan,

Asisten Dosen,

Chikita Eljo Brilliarien M.

- Deanna Suntoro

13.70.0110

- Ferdyanto Juwono

5.

DAFTAR PUSTAKA

Adams M. 2005. Superfood for Optimum Health: Chlorella and Spirulina. New York:
Truth Publishing International, Ltd. Hal 26.
Antelo, F. S., Andreia A., Jorge A. V. C. and Susanna J. K. 2010. Extraction and
Purification of C-phycocyanin from Spirulina platensis in Conventional and
Integrated Two-Phase Systems. J. Braz. Chem. Soc., Vol. 21, No. 5, 921-926.
Borowitzka M. A. 1997. Microalgae for Aquaculture, Opportunities and Constraints.
Journal Application Phycology Vol. 9, hal. 393-401.
Borowitzaka M. A., Borowitzaka L. J. 1988. Mikroalgae Biotechnology. Cambridge
University Press. Cambridge.
Chantal D., Doust A. B., Stokkum I. H., Dekker J. P., Wilk K. E., Curmi P. M.,
Grondelle R V. 2008. Phycocyanin Sensitizes both Photosystem I and
Photosystem II in Cryptophyte Chriiminas CCMP270 Cells. Biophyical Journal,
Vol. 9 (4). Faculty of Sciences: Amsterdam.
Day, R.A. & A.L. Underwood. 1992. Analisa Kimia Kuantitatif edisi Kelima. Erlangga.
Jakarta.
Ebbing, D. D. 1987. General Chemistry. Houghton Mifflin Company. Boston.
Ewing, G. W. 197. Instrumental Methods of Chemichal Analysis. Mc Grow Hill Book
Company. USA.
Goldman JC. 1979. Outdoor algal mass culture. II. Photosynthetic yield limitations.
Water Research 13, 119-136.
Hadi P. W. K. 1986. Growth and Pigment Profile of Spirulina platensis Isolated from
Rajashtan, India. Research Journal of Agricultural Sciences 2(1): 83-86.
Hall D. O., Rao K. K. 1999. Photosynthesis Six edition. Cambridge: Cambridge
University Press.
Kamble S. P., Gaikar R. B., Padalia R. B., Shinde K. D. 2013. Extraction and
Purification of C-phycocyanin from dry Spirulina Powder and Evaluating its
Antioxidant, Anticoagulant and Prevention of DNA Damage Activity. Journal of
Applied Pharmaceutical Science, Vol 3 (08), pp. 149-153. Department of
Biochemistry: India.

13

14

Lorenz RT. 1998. Quantitative Analysis of C-phycocyanin from Spirulina pasifica (low
temperature method). www.cyanotech.com [Diakses pada 16 Oktober 2015].
Metting, B. dan Pyne, J.W. 1986. Biologically active compounds from microalgae.
Minkova, K.M.; A.A. Tchernov; M.I. Tchorbadjieva; S.T. Fournadjieva; R.E. Antova;
dan M.Ch. Busheva. 2002. Purification of C-phycocyanin from Spirulina
(Arthrospira) fusiformis. Hill Book Company : USA.
Mishra S. K., Shrivastav A., Mishra S. 2008. Effect of preservatives for food grade CPC from Spirulina platensis. Process Biochemistry 43:339345.
Norman, N. and Pother, 1979. Food Science, Second Edition, TheAvi Publishing
Company, New York.
Carra P., hEocha C. 1976. Algal Biliproteins and Phycobilins. Goodwin TW,
editor. 1976. Chemistry and Biochemistry of Plant Pigments. London: Academic
press inc. Hal 328-371.
Richmond A. 1988. Spirulina. Di dalam Borowitzka MA dan Borowitzka LJ, editor.
Micro-algal biotechnology. Cambridge: Cambridge University Press.
Spolaore P, Joanis-Carson C, Duran E, Isambert A. 2006. Comercial application of
microalgae. Journal of bioscience and bioenginering 101(2):87-96.
Tang G., Suter P. M. 2011. Vitamin A, Nutrition and Health Values of Algae: Spirulina,
Chlorella, and Dunaliella. Journal of Pharmacy and Nutrition Sciences, Vol. 1,
pp. 111-118. Department of Medicine: Switzerland.
Venkatesh K. R., Dhiraj K., Ashutosh K., Dhami S. S. 2009. Effect of Blue Green
Microalgae (Spirulina) on Cocoon Quantitative Parameters of Silkworm (Bombyx
mory L.). Journal of Agriculture and Biological Science, Vol. 4 (3). Department of
Applied Animal Sciences: Lucknow, India.
Zhang X., Zhang F., Luo G., Yang S., Wang D. 2015. Extraction and Separation of
Phycocyanin from Spirulina using Aqueous Two-Phase Systems of Ionic Liquid
and Salt. Journal of Food and Nutrition Research, Vol. 3 (1), 15-19. Agriculture
and Biotechnology: China.

6.

LAMPIRAN

6.1. Perhitungan
Rumus perhitungan :

,474

Konsentrasi Fikosianin / KF (mg/ml) =

Yield (mg/g) =

F
g

ol total filtrat
erat iomassa

Kelompok C1
KF =

,149 ,474

Yield =

,28

56

, 575

= 2,280 mg/ml

= 15,960 mg/g

Kelompok C2
KF =

,146 ,474

Yield =

2,2 7 56

, 594

= 2,207 mg/ml

= 15,449 mg/g

Kelompok C3
KF =

,1437 ,474

Yield =

2,181 56

, 574

= 2,181 mg/ml

= 15,267 mg/g

Kelompok C4
KF =

,141 ,474

, 593

= 2,114 mg/ml

15

16

Yield =

2,114 56

= 14,798 mg/g

Kelompok B5
KF =

,144 ,474

Yield =

2,175

56

, 588

= 15,225 mg/g

6.2. Laporan Sementara


6.3. Diagram Alir
6.4. Abstrak Jurnal

= 2,175 mg/ml

Anda mungkin juga menyukai