Anda di halaman 1dari 2

Perjuangan Dahlan

Novel Sepatu Dahlan karya Khrisna Pabichara merupakan salah satu novel yang
mendapat sambutan baik dari masyarakat. Dengan begitu novel Sepatu Dahlan ini menjadi
novel best seller di gramedia seluruh Indonesia. Novel tersebut terinspirasi dari Menteri
Badan Usaha Milik Negara Dahlan Iskan.

Novel sepatu dahlan menggambarkan dengan cukup detail bagaimana masa kecil
seorang Dahlan Iskan yang pernah menduduki jabatan menteri BUMN di Indonesia. Semasa
kecil, Dahlan Iskan hidup dalam kemiskinan dengan mimpi sederhananya yaitu “sepatu”.
Sebuah mimpi yang sederhana, namun sulit untuk didapatkan karena keterbatasan ekonomi,
untuk makan saja kesulitan. Namun demi “mimpi” kita memang harus berjuang.

Cerita ini diawali dengan keadaan yang kritis karena ia terkena penyakit liver akut.
Pada saat di bius beliau bermimpi akan masa lalunya. Dahlan Iskan merupakan anak kecil
yang bersekolah di sekolah rakyat takeran bersama teman-teman dekatnya Arif, Imran,
Komaryah, Maryati, kadir. Ketika duduk di sekolah rakyat Dahlan tidak pernah merasakan
bagaimana rasanya menggunakan sepatu. Ia berangkat ke sekolah dengan tidak menggunakan
alas apapun, padahal Dahlan harus berjalan berkilo-kilo meter untuk sampai ke sekolahnya.
Tapi Dahlan tidak pernah mengeluh akan keadaan yang dialaminya.

Novel ini berhasil melontarkan sesuatu yang patut direnungkan oleh pembacanya. Di
samping itu, ceritanya cukup enak untuk dinikmati. Tanpa banyak tutur, Dahlan iskan
berhasil melukiskan adegan demi adegan dengan gaya ceritanya yang lembut. Akan tetapi
alur yang disajikan cukup membingungkan pembaca karena alur antar bab tidak menentu
(maju-mundur) ada yang tidak tidak berkesinambungan. Seperti pada bab kelima sampai bab
ketujuh, yang berturut-turut berjudul “Berhenti Merawat Luka”, “Riwayat Sumur Tua”, dan
“Senyum Ibu”. Bab kelima dan ketujuh menceritakan tentang keadaan keluarganya namun
pada bab keenam menceritakan tentang sejarah yang tidak ada hubungannya sama sekali, hal
ini bisa saja dapat membingungkan pembaca.

Untuk setting ceritanya menggambarkan kehidupan di kampung maka tidak


mengherankan apabila sering muncul  gurauan-gurauan dan humor versi anak-anak kampung
kebon dalem dalam bentuk bahasa Jawa. Untuk beberapa orang yang tidak mengerti bahasa
jawa mungkin akan kebingungan dengan dialog tersebut.

Namun, di tengah keunggulan tersebut, tentu ada beberapa kelemahan yang terdapat
dalam novel tersebut. Salah satunya adalah bahasa dalam novel tersebut tidak terlalu menarik,
saat menceritakan hal-hal yang biasa saja, tanpa ada masalah yang menegangkan disana,
maka novel terkesan agak membosankan. Selain menceritakan keadaan kehidupan sang
tokoh, tak ada hal menarik lainnya yang bisa menjadi daya tarik, sehingga novel ini hanya
enak dibaca satu kali saja. Sesungguhnya hal inti yang dibicarakan dalam novel ini adalah
cita-cita sang tokoh untuk memiliki sepatu dan sepeda, tapi seiring dengan jalan cerita yang
disajikan novel ini yang masih menekankan kedua hal tersebut, moment ketika sang tokoh
mendapatkan kedua cita-citanya itu malah terkesan tidak jelas, dan tidak ada penekanan,
sehingga moment yang bagus itu hanya berlalu begitu saja, tidak ada kesan bahagia yang luar
biasa, hanya pembaca yang bingung dibuatnya. Akan lebih baik, penulis novel ini membuat
kalimat-kalimat yang hiperbola dalam menceritakan kebahagiaan tersebut, sehingga pembaca
juga ikut bahagia karenanya.

Jadi, menilik kepada banyaknya keunggulan yang ditawarkan novel ini, maka novel ini
amat pas dibaca oleh semua kalangan, terutama keluarga Indonesia, karena novel ini
menawarkan nilai karakter yang tidak sedikit yang bisa dijadikan bahan untuk hidup bahagia
di dunia dan di akhirat. Ya keluarga. Bangsa ini harus dibangun dari sebuah keluarga

Anda mungkin juga menyukai