Anda di halaman 1dari 9

1.

DEFINISI
Ileus (Ileus Paralitik, Ileus Adinamik) adalah suatu keadaan dimana
pergerakan kontraksi normal dinding usus untuk sementara waktu berhenti.
Ileus paralitik atau adynamic ileus adalah keadaan di mana usus gagal / tidak
mampu melakukan kontraksi peristaltik untuk menyalurkan isinya. Gerakan
peristaltik merupakan suatu aktivitas otot polos usus yang terkoordinasi dengan baik
diatur oleh neuron inhibitory dan neuron exitatory dari sistim enteric motor neuron.
Kontraksi otot polos usus ini dipengaruhi dan dimodulasi oleh berbagai faktor seperti
sistim saraf simpatik – parasimpatik, neurotransmiter (adrenergik, kolinergik,
serotonergik,dopaminergik, hormon intestinal, keseimbangan elektrolit dan
sebagainya.
Ileus paralitik ini bukan suatu penyakit primer usus melainkan akibat dari
berbagai penyakit primer, tindakan (operasi) yang berhubungan dengan rongga
perut, toksin dan obat-obatan yang dapat mempengaruhi kontraksi otot polos usus.
Ileus Paralitik adalah obstruksi yang terjadi karena suplai saraf otonom
mengalami paralisis dan peristaltik usus terhenti sehingga tidak mampu mendorong
isi sepanjang usus. Contohnya amiloidosis, distropi otot, gangguan endokrin seperti
diabetes mellitus, atau gangguan neurologis seperti penyakit Parkinson.
Ileus Paralitik adalah istilah gawat abdomen atau gawat perut
menggambarkan keadaan klinis akibat kegawatan di rongga perut yang biasanya
timbul mendadak dengan nyeri sebagai keluhan utama. Keadaan ini memerlukan
penanggulangan segera yang sering berupa tindakan bedah, misalnya pada
obstruksi, perforasi, atau perdarahan masif di rongga perut maupun saluran cerna,
infeksi, obstruksi atau strangulasi saluran cerna dapat menyebabkan perforasi yang
mengakibatkan kontaminasi rongga perut oleh isi saluran cerna sehingga terjadilah
peritonitis.
Ileus secara umum didefinisikan sebagai penurunan aktivitas motorik dari
saluran GI sebagai penyebab non-mekanik, suatu keadaan akut abdomen berupa
kembung (distensi abdomen) karena usus tidak berkontraksi akibat adanya
gangguan motilitas. Peristaltic usus dihambat akibat pengaruh toksin atau trauma
yang mempengaruhi pengendalian otonom motilitas usus.
2. KLASIFIKASI
Klasifikasi ileus ada bermacam-macam. Berdasarkan sumbatannya ileus
dibagi menjadi total dan parsial; menurut klinisnya akut, subakut dan kronis;
menurut sebabnya ileus obstruksi dan ileus fungsional (paralitik) dan ileus karena
gangguan vaskularisasi.
Ileus obstruksi parsial terjadi apabila lumen usus menyempit tapi masih dapat
sebagian isi usus masih dapat lewat ke arah distal. Ileus obstruksi total terjadi akibat
lumen usus tersumbat total sehingga tidak ada isi usus yang dapat lewat ke arah
distal. Ileus obstruksi total menyebabkan peningkatan risiko gangguan vaskular atau
strangulasi dan bila ini terjadi maka membutuhkan penanganan operatif segera.

3. EPIDEMIOLOGI
Sekitar 20% pasien ke rumah sakit datang dengan keluhan akut abdomen
oleh karena obstruksi pada saluran cerna, 80% obstruksi terjadi pada usus halus
(Emedicine, 2009). 
Setiap tahunnya 1 dari 1000 penduduk dari segala usia didiagnosis ileus. Di
Amerika diperkirakan sekitar 300.000-400.000 menderita ileus setiap tahunnya. Di
Indonesia tercatat ada 7.059 kasus ileus paralitik dan obstruktif  tanpa hernia yang
dirawat inap dan 7.024 pasien rawat jalan (Deparetemen Kesehatan RI, 2004).
Menurut data statistik negara, di Amerika diperkirakan insiden rate untuk
ileus obstruktif 1/746 atau 0,13% atau 365.563 orang. Berdasarkan laporan situasi
statistik kematian di Nepal tahun 2007, jumlah penderita ileus paralitik dan ileus
obstruktif pada tahun 2005/2006 adalah 1.053 kasus dengan CFR sebesar 5,32%.
Setiap tahunnya 1 dari 1.000 penduduk dari segala usia didiagnosa ileus.
Berdasarkan data salah satu rumah sakit umum di Australia pada tahun
2001-2002, sekitar 6,5 per 10.000 penduduk di Australia diopname di rumah sakit
karena ileus paralitik dan ileus obstruktif. Hasil penelitian Markogiannakis, dkk
(2001-2002), insiden rate penderita penyakit ileus obstruktif yang dirawat inap
sebesar 60% di Rumah Sakit Hippokratian, Athena di Yunani dengan rata-rata
pasien berumur antara sekitar 16 - 98 tahun dengan rasio perbandingan laki-laki
lebih sedikit daripada perempuan (2:3). Di Indonesia tercatat ada 7.059 kasus ileus
paralitik dan 7.024 kasus obstruktif tanpa hernia yang dirawat inap pada tahun 2004.

4. ETIOLOGI
a. Neurologik
- Pasca operasi Pembedahan Abdomen
- Kerusakan medula spinalis
- Keracunan timbal kolik ureter
- Iritasi persarafan splanknikus
- Pankreatitis
- Trauma abdomen: Tumor yang ada dalam dinding usus meluas kelumen
usus atau tumor di luar usus menyebaban tekanan pada dinding usus.
b. Metabolik
- Gangguan keseimbangan elektrolit (terutama hipokalemia, natrium)
- Kelainan metabolic yang mempengaruhi fungsi otot
- Uremia
- Komplikasi DM
- Penyakit sistemik seperti SLE, sklerosis multipel, Pneumonia, Sepsis,
Serangan Jantung

c. Obat-obatan
- Narkotik
- Antikolinergik
- Katekolamin
- Fenotiasin
- Antihistamin
- Antihipertensi
d. Infeksi
- Pneumonia
- Empiema
- Urosepsis
- Peritonitis
- Appendicitis
- Diverticulitis
- Infeksi sistemik berat lainnya
e. Iskemia usus

5. FAKTOR RESIKO
Faktor resiko yang dapat meningkatkan resiko terjadinya ileus paralitik adalah
 Batu empedu
 Trauma
 DM (Diabetes Mellitus)
 Obat-obat spasmolitik
 Pancreatitis akut
 Pnemonia
 Tindakan bedah di abdomen

6. PATOFISIOLOGI
Patofisiologi dari ileus paralitik merupakan manifestasi dari terangsangnya
sistem saraf simpatis dimana dapat menghambat aktivitas dalam traktus
gastrointestinal, menimbulkan banyak efek yang berlawanan dengan yang
ditimbulkan oleh sistem parasimpatis. Sistem simpatis menghasilkan pengaruhnya
melalui dua cara: (1) pada tahap yang kecil melalui pengaruh langsung norepineprin
pada otot polos (kecuali muskularis mukosa, dimana ia merangsangnya), dan (2)
pada tahap yang besar melalui pengaruh inhibitorik dari noreepineprin pada neuron-
neuron sistem saraf enterik. Jadi, perangsangan yang kuat pada sistem simpatis
(7)
dapat menghambat pergerakan makanan melalui traktus gastrointestinal.
Hambatan pada sistem saraf parasimpatis di dalam sistem saraf enterik akan
menyebabkan terhambatnya pergerakan makanan pada traktus gastrointestinal,
namun tidak semua pleksus mienterikus yang dipersarafi serat saraf parasimpatis
bersifat eksitatorik, beberapa neuron bersifat inhibitorik, ujung seratnya
mensekresikan suatu transmitter inhibitor, kemungkinan peptide intestinal vasoaktif
dan beberapa peptide lainnya.
Menurut beberapa hipotesis, ileus pasca operasi dimediasi melalui aktivasi
hambat busur refleks tulang belakang. Secara anatomis, 3 refleks berbeda yang
terlibat: ultrashort refleks terbatas pada dinding usus, refleks pendek yang
melibatkan ganglia prevertebral, dan refleks panjang melibatkan sumsum tulang
belakang. Refleks panjang yang paling signifikan.
Respon stres bedah mengarah ke generasi sistemik endokrin dan mediator
inflamasi yang juga mempromosikan perkembangan ileus.

7. MANIFESTASI KLINIS
Obstruksi usus halus awal biasanya berupa nyeri abdomen bagian
tengah seperti kram yang cenderung bertambah berat sejalan dengan beratnya
obstruksi dan bersifat hilang timbul. Pasien dapat mengeluarkan darah dan mucus,
tetapi bukan materi fekal dan tidak terdapat flatus. Pada obstruksi komplet,
gelombang peristaltic pada awalnya menjadi sangat keras dan akhirnya berbalik
arah dan isi usus terdorong kedepan mulut. Apabila obstruksi terjadi pada ileum
maka muntah fekal dapat terjadi. Semakin kebawah obstruksi di area
gastrointestinal yang terjadi, semakin jelas adanya distensi abdomen. Jika berlanjut
terus dan tidak diatasi maka akan terjadi syok hipovolemia akibat dehdrasi dan
kehilangan volume plasma.
Obstruksi usus besar nyeri perut yang bersifat kolik dalam kualitas yang
sama dengan obstruksi pada usus halus tetapi intensitasnya jauh lebih rendah.
Muntah muncul terakhir terutama bila katup ileosekal kompeten. Pada pasien
dengan obstruksi di sigmoid dan rectum, konstipasi dapat menjadi gejala satu-
satunya selama beberapa hari. Akhirnya abdomen menjadi sangat distensi, loop
dari usus besar menjadi dapat dilihat dari luar melalui dinding abdomen, dan pasien
menderita kram akibat nyeri abdomen bawah.
Pasien ileus paralitik akan mengeluh perutnya kembung (abdominal
distention), anoreksia, mual dan obstipasi. Muntah mungkin ada mungkin pula tidak
ada. Keluhan perut kembung pada ileus paralitik ini perlu dibedakan dengan
keluhan perut kembung pada ileus obstruksi. Pasien ileus paralitik mempunyai kelu
han perut kembung, tidak disertai nyeri kolik abdomen yang paroksismal.Pada
pemeriksaan fisik keadaan umum pasien bervarias i dari ringan sampai berat
bergantung pada penyakit yang mendasarinya, didapatkan adanya distensi
abdomen, perkusi timpani dengan bising usus yang lemah dan jarang bahkan
dapat tidak terdengar sama sekali. Padapalpasi, pasien hanya menyat akan
perasaan tidak enak pada perutnya. Tidak dite mukan adanya reaksi peritoneal
(nyer i tekan dan nyeri lepas negatif). Apabila penyakit primernya peritonitis,
manifestasi klinis yang ditemukan adalah gambaran peritonitis.
 Distensi yang hebat tanpa rasa nyeri ( kolik )
 Mual dan mutah
 Tak dapat defekasi dan flatus, sedikitnya 24 – 48 jam
 Pada palpasi ringan perut, ada nyeri ringan, tanpa defans muskuler
 Bising usus menghilang
 Gambaran radiologis : semua usus menggembung berisi udara

8. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
 Amilase
 Lipase
 Kadar gula darah
 Kalium serum
 Analisis gas darah.
 Tes laboratorium mempunyai keterbatasan nilai dalam menegakkan diagnosis,
tetapi sangatmembantu memberikan penilaian berat ringannya dan membantu
dalam resusitasi. Pada tahap awal, ditemukan hasil laboratorium yang normal.
Selanjutnya ditemukan adanyahemokonsentrasi, leukositosis dan nilai elektrolit
yang abnormal.
 Peningkatan serum amylase sering didapatkan.
 Leukositosis menunjukkan adanya iskemik atau strangulasi, tetapi hanyaterjadi
pada 38% - 50% obstruksi strangulasi dibandingkan 27% - 44% pada obstruksi
nonstrangulata.
 Hematokrit yang meningkat dapat timbul pada dehidrasi. Selain itu dapat
ditemukanadanya gangguan elektrolit.
 Analisa gas darah mungkin terganggu, dengan alkalosis metabolik  bila muntah
berat, dan metabolik asidosis bila ada tanda – tanda shock, dehidrasi dan
ketosis.
 Foto abdomen 3 posisi
Tampak dilatasi usus menyeluruh dari gaster sampai rektum. Penebalan dinding
usus halus yangdilatasi memberikan gambaran herring bone appearance
(gambaran seperti tulang ikan), karenadua dinding usus halus yang menebal
dan menempel membentuk gambaran vertebra danmuskulus yang sirkuler
menyerupai kosta dan gambaran penebalan usus besar yang juga
distensitampak di tepi abdomen. Tampak gambaran air fluid level pendek-
pendek berbentuk sepertitangga yang disebut step ladder appearance di usus
halus dan air fluid level panjang-panjang dikolon

9. PENATALAKSANAAN
Pengelolaan ileus paralitik bersifat konservatif dan suportif. Tindakannya
berupa dekompresi, menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit, mengobati kausa
dan penyakit primer dan pemberiaan nutrisi yang adekuat. Prognosis biasanya baik,
keberhasilan dekompresi kolondari ileus telah dicapai oleh kolonoskopi berulang.
Beberapa obat-obatan jenis penyekatsimpatik (simpatolitik) atau
parasimpatomimetik pernah dicoba, ternyata hasilnya tidak konsisten. Untuk
dekompresi dilakukan pemasangan pipa nasogastrik (bila perlu dipasang juga rectal
tube). Pemberian cairan, koreksi gangguan elektrolit dan nutrisi parenteral
hendaknyadiberikan sesuai dengan kebutuhan dan prinsip-prinsip pemberian nutrisi
parenteral. Beberapaobat yang dapat dicoba yaitu metoklopramid bermanfaat untuk
gastroparesis, sisaprid bermanfaatuntuk ileus paralitik pascaoperasi, dan klonidin
dilaporkan bermanfaat untuk mengatasi ileusparalitik karena obat-obatan.
Neostigmin juga efektif dalam kasus ileus kolon yang tidak berespon setelah
pengobatan konservatif.
a. Konservatif 
 Penderita dirawat di rumah sakit.§ Penderita dipuasakan§ Kontrol status
airway, breathing and circulation
 Dekompresi dengan nasogastric tube
 Intravenous fluids and electrolyte
 Dipasang kateter urin untuk menghitung balance cairan.
b. Farmakologis
 Antibiotik broadspectrum untuk bakteri anaerob dan aerob.
 Analgesik apabila nyeri.
 Prokinetik: Metaklopromide, cisapride
 Parasimpatis stimulasi: bethanecol, neostigmin
 Simpatis blokade: alpha 2 adrenergik antagonis
c. Operatif 
 Ileus paralitik tidak dilakukan intervensi bedah kecuali disertai dengan
peritonitis.
 Operasi dilakukan setelah rehidrasi dan dekompresi nasogastric untuk
mencegah sepsissekunder atau rupture usus.
 Operasi diawali dengan laparotomi kemudian disusul dengan teknik bedah
yang disesuaikandengan hasil explorasi melalui laparotomi.
 Pintas usus : ileostomi, kolostomi.
 Reseksi usus dengan anastomosis
 Diversi stoma dengan atau tanpa reseksi.

Anda mungkin juga menyukai