1.Tujuan :
2.Kebijakan :
a.Pengelola P2 TBC
b.Ruang Pengelola
c.Meja, kursi dan kipas angin
d.ATK dan buku register
e.Buku penderita TB.01, TB.02, TB.05 dan TB.06
f.OAT
g.Pot dahak
h.Slide dan Ose serta Lampu spritus.
3.Prosedur :
1. Pengertian :
Menyampaikan informasi berupa pesan atau pemikiran dari pihak pemberi pesan/sumber informasi
kepada pihak lain/penerima pesan dengan cara tertentu.
2. Tujuan :
3. Prosedur :
a. Menyusun Satuan Acara Penyuluhan ( SAP ) sesuai dengan kemampuan dan sumber daya yang
ada, meliputi :
1). Mentujuan tujuan penyuluhan
2). Menentukan sasaran penyuluhan ( Toma, Masyarakat umum, Kader Posyandu, Penderita,
Keluatga penderita atau PMO ).
3). Menentukan tempat penyuluhan ( di Unit Pelayanan Kesehatan atau di Luar Unit Pelayanan
Kesehatan ).
4). Menentukan waktu penyuluhan yang disesuaikan dengan situasi tempat, sasaran dan pelaksanaan
penyuluhan.
5). Menentukan metode penyuluhan (ceramah, tanya jawab atau diskusi) sesuai dengan jenis
penyuluhan, apakah penyuluhan langsung perorangan, kelompok atau mayarakat/massa.
6). Alat bantu/media yang digunakan ( media cetak seperti poster, lembar balik atau media elektronik
seperti pemutaran film ).
7). Menentukan biaya yang digunakan
8). Materi penyuluhan sesuai dengan tujuan penyuluhan dan sasaran.
b. Pelaksanaan penyuluhan :
1). Penyuluhan TBC diaksanakan di dalam gedung UPK dengan cara :
a) Penyuluhan langsung perorangan sasarannya : penderita TBC, keluarga penderita atau PMO.
b) Penyuluhan langsung kelompok sasarannya : kelompok penderita bersama keluarganya dan PMO
c) Penyuluhan tidak langsungseperti menepelkan poster dan broser TB.
2). Penyuluhan TBC diaksanakan di luar gedung UPK dengan cara :
a) Penyuluhan perongan dirumah penderita.
b) Penyuluhan kelompok di posyandu.
c. Mengevaluasi penyuluhan :
1). Terpaicanya tujuan yang diharapkan
2). Adanya perubahan prilaku penderita
3).Bertambahnya wawasan/pengetahun tentang penyakit TBC.
Alur Diagnosa TB
Gejala dan keluhan tergantung organ yang terkena, misalnya kaku kuduk pada
Meningitis TB, nyeri dada pada TB pleura (Pleuritis), pembesaran kelenjar limfe
superfisialis pada limfadenitis TB dan deformitas tulang belakang (gibbus) pada
spondilitis TB dan lain-lainnya.
Diagnosis pasti sering sulit ditegakkan sedangkan diagnosis kerja dapat ditegakkan
berdasarkan gejala klinis TB yang kuat (presumtif) dengan menyingkirkan
kemungkinan penyakit lain. Ketepatan diagnosis tergantung pada metode
pengambilan bahan pemeriksaan dan ketersediaan alat-alat diagnostik, misalnya uji
mikrobiologi, patologi anatomi, serologi, foto toraks dan lain-lain.
Alur Diagnosis TB Paru Dewasa
Disamping Kombipak, saat ini tersedia juga obat TB yang disebut Fix Dose
Combination(FDC). Obat ini pada dasarnya sama dengan obat kompipak, yaitu
rejimen dalam bentuk kombinasi, namun didalam tablet yang ada sudah berisi 2,
3 atau 4 campuran OAT dalam satu kesatuan.
WHO sangat menganjurkan pemakaian OAT-FDC karena beberapa keunggulan
dan keuntungannya dibandingkan dengan OAT dalam bentuk kombipak apalagi
dalam bentuk lepas.
Keuntungan penggunaan OAT FDC:
a. Mengurangi kesalahan peresepan karena jenis OAT sudah dalam satu
kombinasi tetap dan dosis OAT mudah disesuaikan dengan berat badan
penderita.
33
b. Dengan jumlah tablet yang lebih sedikit maka akan lebih mudah
pemberiannya dan meningkatkan penerimaan penderita sehingga dapat
meningkatkan kepatuhan penderita.
c. Dengan kombinasi yang tetap, walaupun tanpa diawasi, maka penderita tidak
bisa memilih jenis obat tertentu yang akan ditelan.
d. Dari aspek manajemen logistik, OAT-FDC akan lebih mudah pengelolaannya
dan lebih murah pembiayaannya.
Beberapa hal yang mungkin terjadi dan perlu diantisipasi dalam pelaksanaan
pemakaian OAT-FDC :
Salah persepsi, petugas akan menganggap dengan OAT-FDC, kepatuhan
penderita dalam menelan obat akan terjadi secara otomatis, karenanya
pengawasan minum obat tidak diperlukan lagi. Tanpa jaminan mutu obat, maka
bio-availability obat, khususnya Rifampisin akan berkurang.
Jika kesalahan peresepan benar terjadi dalam OAT-FDC, maka akan terjadi
kelebihan dosis pada semua jenis OAT dengan Risiko toksisitas atau
kekurangan dosis (sub-inhibitory concentration) yang memudahkan
berkembangnya resistensi obat.
Bila terjadi efek samping sulit menentukan OAT mana yang merupakan
penyebabnya.Karena paduan OAT-FDC untuk kategori-1 dan kategori-3 yang
ada pada saat ini tidak berbeda maka dapat menurunkan nilai pentingnya
pemeriksaan dahak mikroskopis bagi petugas.
Pemakaian OAT-FDC tidak berarti mengganti atau meniadakan tatalaksana
standar dan pengawasan menelan obat.
Satu blister tablet FDC (4FDC atau 2FDC) terdiri dari 28 tablet
36
1. ISONIAZIDA (H)
Identitas.
Sediaan dasarnya adalah tablet dengan nama generik Isoniazida
100 mg dan 300 mg / tablet Nama lain Isoniazida : Asam Nicotinathidrazida;
Isonikotinilhidrazida; INH
Dosis.
Untuk pencegahan, dewasa 300 mg satu kali sehari, anak anak 10 mg
per berat badan sampai 300 mg, satu kali sehari. Untuk pengobatan TB bagi
orang dewasa sesuai dengan petunjuk dokter / petugas kesehatan lainnya.
Umumnya dipakai bersama dengan obat anti tuberkulosis lainnya. Dalam
kombinasi biasa dipakai 300 mg satu kali sehari, atau 15 mg per kg berat badan
sampai dengan 900 mg, kadang kadang 2 kali atau 3 kali seminggu. Untuk anak
dengan dosis 10 20 mg per kg berat badan.Atau 20 – 40 mg per kg berat badan
sampai 900 mg, 2 atau 3 kali seminggu.
Indikasi.
Obat ini diindikasikan untuk terapi semua bentuk tuberkulosis aktif,
disebabkan kuman yang peka dan untuk profilaksis orang berisiko tinggi
mendapatkan infeksi. Dapat digunakan tunggal atau bersama-sama dengan
antituberkulosis lain.
Kontraindikasi.
Kontra indikasinya adalah riwayat hipersensistifitas atau reaksi
adversus, termasuk demam, artritis, cedera hati, kerusakan hati akut, tiap
etiologi : kehamilan(kecuali risiko terjamin).
Kerja Obat.
Bersifat bakterisid, dapat membunuh 90% populasi kuman dalam
beberapa hari pertama pengobatan.
Efektif terhadap kuman dalam keadaan metabolik aktif, yaitu kuman yang sedang
berkembang.
Mekanisme kerja berdasarkan terganggunya sintesa mycolic acid, yang
diperlukan untuk membangun dinding bakteri.
2. RIFAMPISIN
Identitas.
Sediaan dasar yang ada adalah tablet dan kapsul 300 mg, 450 mg,
600 mg
Dosis
Untuk dewasa dan anak yang beranjak dewasa 600 mg satu kali sehari,
atau 600 mg 2 – 3 kali seminggu. Rifampisin harus diberikan bersama dengan
obat anti tuberkulosis lain. Bayi dan anak anak, dosis diberikan dokter / tenaga
46
kesehatan lain berdasarkan atas berat badan yang diberikan satu kali sehari
maupun 2-3 kali seminggu. Biasanya diberikan 7,5 – 15 mg per kg berat badan.
Anjuran Ikatan Dokter Anak Indonesia adalah 75 mg untuk anak < 10 kg, 150 mg
untuk 10 – 20 kg, dan 300 mg untuk 20 -33 kg.
Indikasi
Di Indikasikan untuk obat antituberkulosis yang dikombinasikan
dengan antituberkulosis lain untuk terapi awal maupun ulang
Kerja Obat Bersifat bakterisid, dapat membunuh kuman semi-dormant yang
tidak dapat dibunuh oleh isoniazid.
Mekanisme kerja,
Berdasarkan perintangan spesifik dari suatu enzim bakteri
Ribose Nukleotida Acid (RNA)-polimerase sehingga sintesis RNA terganggu.
Dinamika / Kinetika Obat Obat ini akan mencapai kadar plasma puncak
(berbeda beda dalam kadar) setelah 2-4 jam sesudah dosis 600 mg, masih
terdeteksi selama 24 jam. Tersebar merata dalam jaringan dan cairan tubuh,
termasuk cairan serebrosfinal, dengan kadar paling tinggi dalam hati, dinding
kandung empedu, dan ginjal. Waktu paruh plasma lebih kurang 1,5- 5 jam( lebih
tinggi dan lebih lama pada disfungsi hati, dan dapat lebih rendah pada penderita
terapi INH). Cepat diasetilkan dalam hati menjadi emtablit aktif dan tak aktif;
masuk empedu melalui sirkulasi enterohepar. Hingga 30 % dosis diekskresikan
dalam kemih, lebih kurang setengahnya sebagai obat bebas.Meransang enzim
mikrosom, sehingga dapat menginaktifkan obat terentu.Melintasi plasenta dan
mendifusikan obat tertentu kedalam hati.
3. PIRAZINAMIDA
Identitas.
Sediaan dasar Pirazinamid adalah Tablet 500 mg/tablet.
Dosis Dewasa dan anak sebanyak 15 – 30 mg per kg berat badan, satu kali
sehari.Atau 50 – 70 mg per kg berat badan 2 – 3 kali seminggu.Obat ini dipakai
bersamaan dengan obat anti tuberkulosis lainnya.
Indikasi
Digunakan untuk terapi tuberkulosis dalam kombinasi dengan anti
tuberkulosis lain.
Kontraindikasi
terhadap gangguan fungsi hati parah, porfiria, hipersensitivitas.
Kerja Obat Bersifat bakterisid, dapat membunuh kuman yang berada dalam sel
dengan suasana asam.
Mekanisme kerja,
berdasarkan pengubahannya menjadi asam pyrazinamidase
yang berasal dari basil tuberkulosa.
Dinamika / Kinetika Obat Pirazinamid cepat terserap dari saluran cerna. Kadar
plasma puncak dalam darah lebih kurang 2 jam, kemudian menurun. Waktu paro
kira-kira 9 jam.Dimetabolisme di hati.Diekskresikan lambat dalam kemih, 30%
dikeluarkan sebagai metabolit dan 4% tak berubah dalam 24 jam.
Interaksi bereaksi dengan reagen Acetes dan Ketostix yang akan memberikan
warna ungu muda – sampai coklat.
Efek Samping
Efek samping hepatotoksisitas, termasuk demam anoreksia,
hepatomegali, ikterus; gagal hati; mual, muntah, artralgia, anemia sideroblastik,
urtikaria.
Keamanan penggunaan pada anak-anak belum ditetapkan. Hati-hati
penggunaan pada: penderita dengan encok atau riwayat encok keluarga atau
diabetes melitus; dan penderita dengan fungsi ginjal tak sempurna; penderita
dengan riwayat tukak peptik.
4. ETAMBUTOL
Identitas.
Sediaan dasarnya adalah tablet dengan nama generik Etambutol-HCl
250 mg, 500 mg/tablet.
Dosis.
Untuk dewasa dan anak berumur diatas 13 tahun, 15 -25 mg mg per kg
berat badan, satu kali sehari.Untuk pengobatan awal diberikan 15 mg / kg berat
badan, dan pengobatan lanjutan 25 mg per kg berat badan. Kadang kadang
dokter juga memberikan 50 mg per kg berat badan sampai total 2,5 gram dua
kali seminggu. Obat ini harus diberikan bersama dengan obat anti tuberkulosis
lainnya. Tidak diberikan untuk anak dibawah 13 tahun dan bayi .
Indikasi. Etambutol digunakan sebagai terapi kombinasi tuberkulosis dengan
obat lain, sesuai regimen pengobatan jika diduga ada resistensi. Jika risiko
resistensi rendah, obat ni dapat ditinggalkan. Obat ini tidak dianjurkan untuk
anak-anak usia kurang 6 tahun, neuritis optik, gangguan visual.
Kontraindikasi.
Hipersensitivitas terhadap etambutol seperti neuritis optik.
Kerja Obat. Bersifat bakteriostatik, dengan menekan pertumbuhan kuman TB
yang telah resisten terhadap Isoniazid dan streptomisin.
Mekanisme kerja, berdasarkan penghambatan sintesa RNA pada kuman yang
sedang membelah, juga menghindarkan terbentuknya mycolic acid pada dinding
sel.
Dinamika/Kinetika Obat.
Obat ini diserap dari saluran cerna. Kadar plasma
puncak 2-4 jam; ketersediaan hayati 77+ 8%. Lebih kurang 40% terikat protein
plasma.Diekskresikan terutama dalam kemih.Hanya 10% berubah menjadi
metabolit tak aktif. Klearaesi 8,6% + 0,8 % ml/menit/kg BB dan waktu paro
eliminasi 3.1 + 0,4 jam. Tidak penetrasi meninge secara utuh, tetapi dapat
dideteksi dalam cairan serebrospina pada penderita dengan meningetis
tuberkulosa
Interaksi.Garam Aluminium seperti dalam obat maag, dapat menunda dan
mengurangi absorpsi etambutol.Jika dieprlukan garam alumunium agar
diberikan dengan jarak beberapa jam.
Efek Samping
Efek samping yang muncul antara lain gangguan penglihatan
dengan penurunan visual, buta warna dan penyempitan lapangan pandang.
Gangguan awal penglihatan bersifat subjektif; bila hal ini terjadi maka etambutol
harus segera dihentikan. Bila segera dihentikan, biasanya fungsi penglihatan
akan pulih. Reaksi adversus berupa sakit kepala, disorientasi, mual, muntah dan
sakit perut.
5. STREPTOMISIN
Identitas
Sediaan dasar serbuk Streptomisin sulfat untuk Injeksi 1,5 gram / vial
berupa serbuk untuk injeksi yang disediakan bersama dengan Aqua Pro Injeksi
dan Spuit.
Dosis
Obat ini hanya digunakan melalui suntikan intra muskular, setelah
dilakukan uji sensitifitas.Dosis yang direkomendasikan untuk dewasa adalah
15 mg per kg berat badan maksimum 1 gram setiap hari, atau 25 – 30 mg per kg
berat badan, maksimum 1,5 gram 2 – 3 kali seminggu. Untuk anak 20 – 40 mg
per kg berat badan maksimum 1 gram satu kali sehari, atau 25 – 30 mg per kg
berat badan 2 – 3 kali seminggu. Jumlah total pengobatan tidak lebih dari 120
gram.
Indikasi.
Sebagai kombinasi pada pengobatan TB bersama isoniazid,
Rifampisin, dan pirazinamid, atau untuk penderita yang dikontra indikasi dengan
2 atau lebih obat kombinasi tersebut.
Kontraindikasi hipersensitifitas terhadap streptomisin sulfat atau aminoglikosida
lainnya.
Kerja Obat Bersifat bakterisid, dapat membunuh kuman yang sedang
membelah.Mekanisme kerja berdasarkan penghambatan sintesa protein kuman
dengan jalan pengikatan pada RNA ribosomal.
Dinamika / Kinetika Obat Absorpsi dan nasib Streptomisn adalah kadar plasma
dicapai sesudah suntikan im 1 – 2 jam, sebanyak 5 – 20 mcg/ml pada dosis
tunggal 500 mg, dan 25 – 50 mcg/ml pada dosis 1. Didistribusikan kedalam
jaringan tubuh dan cairan otak, dan akan dieliminasi dengan waktu paruh
2 – 3 jam kalau ginjal normal, namun 110 jam jika ada gangguan ginjal.
Interaksi Interaksi dari Streptomisin adalah dengan kolistin, siklosporin,
Sisplatin menaikkan risiko nefrotoksisitas, kapreomisin, dan vankomisin
menaikkan ototoksisitas dan nefrotoksisitas, bifosfonat meningkatkan risiko
hipokalsemia, toksin botulinum meningkatkan hambatan neuromuskuler,
diuretika kuat meningkatkan risiko ototoksisitas, meningkatkan efek relaksan otot
yang non depolarising, melawan efek parasimpatomimetik dari neostigmen dan
piridostigmin.
Efek Samping
Efek samping akan meningkat setelah dosis kumulatif 100 g,
yang hanya boleh dilampaui dalam keadaan yang sangat khusus.
Prinsip Pengobatan TB
1. TUJUAN
Menyembuhkan penderita
Mencegah kematian
Mencegah kekambuhan
Menurunkan tingkat penularan
3. PRINSIP PENGOBATAN
Obat TBC diberikan dalam bentuk kombinasi dari beberapa jenis, dalam jumlah cukup dan
dosis tepat selama 6-8 bulan,
supaya semua kuman (termasuk kuman persister) dapat dibunuh.Dosis tahap intensif dan
dosis tahap lanjutan ditelan
sebagai dosis tunggal, sebaiknya pada saat perut kosong.
Aapabila paduan obat yang digunakan tidak adekuat (jenis, dosis dan jangka waktu
pengobatan), kuman TBC akan
berkembang menjadi kuman kebal obat (resisten). uNtuk menjamin kepatuhan penderita
menelan obot , pengobatan perlu
dilakukan dengan pengawasan langsung (DOT=Direcly Observed Treatment) oleh seorang
pengawas Menelan Obat (PMO )
Pengobatan TBC diberikan dalam 2 tahap yaitu tahap intensif dan lanjutan.
Tahap Intensif
Pada tahap intensif ( awal ) penderita mendapat obat setiap hari dan diawasi langsung untuk
mencegah terjadinya
kekebalan terhadap semua OATterutama rifampisin . Bila pengobatan tahap intensif tersebut
diberikan secara tepat
biasanya penderita menular menjadi tidak menular dalamkurun waktu 2 minggu sebagian
besar penderita TBC BTA positif
menjadi BTA negatif ( konversi ) pada akhir pengobatan intensif.
Tahap Lanjutan
Pada tahap lanjutan penderita mendapat jenis obat lebih sedikit , namum dalam jangka waktu
yang lebih lama
Kategori 2:
Kategori 3:
2HRZ / 4H3R3
2 HRZ / 4 HR
2HRZ / 6 HE
Kategori 1 : 2HRZE/4H3R3
Selama 2 bulan minum obat INH, rifampisin, pirazinamid, dan etambutol setiap hari (tahap
intensif), dan 4 bulan selanjutnya minum obat INH dan rifampisin tiga kali dalam
seminggu (tahap lanjutan).
Diberikan kepada:
o Penderita baru TBC paru BTA positif.
o Penderita TBC ekstra paru (TBC di luar paru-paru) berat.
Kategori 2 : HRZE/5H3R3E3
Diberikan kepada:
o Penderita kambuh.
o Penderita gagal terapi.
o Penderita dengan pengobatan setelah lalai minum obat.
Kategori 3 : 2HRZ/4H3R3
Diberikan kepada:
o Penderita BTA (+) dan rontgen paru mendukung aktif.
Adapun dosis untuk pengobatan TBC jangka pendek selama 6 atau 9 bulan, yaitu:
Pengobatan TBC pada anak-anak jika INH dan rifampisin diberikan bersamaan, dosis maksimal
perhari INH 10 mg/kgbb dan rifampisin 15 mg/kgbb.
Dosis anak INH dan rifampisin yang diberikan untuk kasus:
TB tidak berat
INH : 5 mg/kgbb/hari
Rifampisin : 10 mg/kgbb/hari
TB berat (milier dan meningitis TBC)
INH : 10 mg/kgbb/hari
Rifampisin : 15 mg/kgbb/hari
Dosis prednison : 1-2 mg/kgbb/hari (maks. 60 mg)
DOTS
DOTS (Directly Observed Treatment Shortcourse chemotherapy) adalah strategi pengobatan pasien
TB dengan menggunakan paduan obat jangka pendek dan diawasi langsung oleh seorang pengawas
yang dikenal sebagai PMO (pengawas menelan obat).
Pengobatan TBC dengan strategi DOTS ini merupakan satu-satunya pengobatan TBC yang saat ini
direkomendasikan oleh oraganisasi kesehatan sedunia (WHO) karena terbukti paling efektif.
Obat TBC harus diminum secara teratur sampai penderita dinyatakan sembuh. Lama pengobatan
berkisar 6 sampai dengan 8 bulan.
APAKAH DOTS ITU ?
DOTS atau kependekan dari Directly Observed Treatment, Short-course adalah strategi
penyembuhan TBC jangka pendek dengan pengawasan secara langsung.
Dengan menggunakan startegi DOTS, maka proses penyembuhan TBC dapat secara cepat.
DOTS menekankan pentingnya pengawasan terhadap penderita TBC agar menelan obatnya
secara teratur sesuai ketentuan sampai dinyatakan sembuh.
Strategi DOTS memberikan angka kesembuhan yang tinggi, bisa sampai 95 %. Startegi
DOTS direkomendasikan oleh WHO secara global untuk menanggulangi TBC.
Strategi DOTS terdiri dari 5 komponen, yaitu :
o Adanya komitmen politis dari pemerintah untuk bersungguh-sungguh menanggulangi TBC.
o Diagnosis penyakit TBC melalui pemeriksaan dahak secara mikroskopis
o Pengobatan TBC dengan paduan obat anti-TBC jangka pendek, diawasi secara langsung
oleh PMO (Pengawas Menelan Obat).
o Tersedianya paduan obat anti-TBC jangka pendek secara konsisten.
o Pencatatan dan pelaporan mengenai penderita TBC sesuai standar.
Bank dunia menyatakan strategi DOTS merupakan strategi kesehatan yang paling ?cost
effective?.
Bangladesh : Dengan strategi DOTS, angka kesembuhan mampu mencapai sekitar 80 %.
Maldives : Angka kesembuhan mencapai angka sekitar 85 % berkat strategi DOTS.
Nepal : Setelah menggunakan DOTS, angka kesembuhan mencapai 85 % – sebelumnya
hanya mencapai 50 %.
RRC : Tingkat kesembuhan mencapai 90 % dengan DOTS.
DOTS adalah strategi yang paling efektif untuk menangani pasien TBC saat ini, dengan
tingkat kesembuhan bahkan sampai 95 persen.DOTS diperkenalkan sejak tahun 1991 dan
sekitar 10 juta pasien telah menerima perlakuan DOTS ini.Di Indonesia sendiri DOTS
diperkenalkan pada tahun 1995 dengan tingkat kesembuhan 87 persen pada tahun 2000
(http:www.who.int). Angka ini melebihi target WHO, yaitu 85 persen, tapi sangat
disayangkan bahwa tingkat deteksi kasus baru di Indonesia masih rendah. Berdasarkan data
WHO, untuk tahun 2001, tingkat deteksi hanya 21 persen, jauh di bawah target WHO, 70
persen. Karena itu, usaha untuk medeteksi kasus baru perlu lebih ditingkatkan lagi.
Diposkan oleh Faiz'Profil'Blog di 22.56
Penyakit Tuberkulosis (TB) sampai saat ini masih menjadi masalah kesehatan
masyarakat, bukan saja di dunia atau nasional tetapi juga di Jawa Barat,
Penanggulangan TB sampai saat ini belum berhasil dengan optimal. Salah satu
kendalanya adalah cara pengobatan yang salah, tidak berkualitas dan tidak sesuai
dengan standar penanganan TB.
Hal-hal tersebut akan dapat mengakibatkan pelayan pengobatan terhadap
penderita TB yang di bawah standar dan sebagai akibatnya hasil pengobatan yang
buruk, penderita tetap infeksius dan menularkan pada anggota keluarga dan
masyarakat disekitarnya. Dampak buruk lainnya adalah penderita bisa menjadi
resisten terhadap multiple obat anti tuberkulosis, sehingga semakin sulit diobati dan
memerlukan waktu yang lama serta biaya yang mahal.
ISTC (International Standards for Tuberculosis Care) merupakan standar
yang melengkapi pedoman program penanggulangan TB Nasional yang di
rekomendasikan oleh WHO. ISTC telah di dukung oleh berbagai organisasi
kesehatan baik internasional maupun nasional, antara lain KNCV, ATS, IUATLD,
US CDC dan di Indonesia telah didukung oleh IDI, PDPI, PAPDI, IDAI, POGI,
PAMKI.
Tujuannya memberikan penjelasan standar penanganan TB yang dapat diterima
luas di setiap tingkat pelayanan oleh semua praktisi, baik instansi pemerintah
maupun swasta dalam menangani pasien yang diduga atau menderita TB,
memberikan pelayanan bermutu tinggi kepada pasien TB meliputi semua usia, BTA
positif ataupun negatif, ekstraparu, MDR (multiple Drugs Resistance), HIV dengan
TB.
ISTC terdiri dari 17 standar :
· 6 standar diagnosis
· 9 standar terapi
· 2 standar tanggungjawab kesehatan masyarakat.
Dalam ‘Clinic Corner’ kali ini akan di bahas mengenai 6 standar diagnosis.
Standar 1 : Setiap orang dengan batuk produktif selama 2-3 minggu atau lebih,
yang tidak jelas penyebabnya, harus dievaluasi untuk tuberkulosis (TB).
6 standar diagnosis.
Standar 1 : Setiap orang dengan batuk produktif selama 2-3 minggu atau lebih,
yang tidak jelas penyebabnya, harus dievaluasi untuk tuberkulosis (TB).
Mengapa 2-3 minggu ?
Standar 2 : Semua pasien (dewasa, remaja dan anak yang dapat mengeluarkan
dahak) yang diduga menderita TB paru harus menjalani pemeriksaan dahak
mikroskopis minimal 2 dan sebaiknya 3 kali. Minimal satu spesimen harus berasal
dari dahak pagi hari.
Pemeriksaannya mudah, dapat dilakukan di hampir semua pusat pelayanan
kesehatan. Data terakhir menunjukkan :
Standar 3 : Pada semua pasien (dewasa, remaja dan anak) yang diduga menderita
tuberkulosis ekstraparu, spesimen dari bagian tubuh yang sakit seharusnya diambil
untuk pemeriksaan mikroskopis dan jika tersedia fasilitas dan sumber daya,
dilakukan pemeriksaan biakan dan histopatologi.
Hal ini dikarenakan sedikitnya Mycobacterium Tb . yang ditemukan pada ekstra
paru. Pada pleuritis TB BTA positif hanya 5-10%, pada meningitis TB lebih rendah
lagi.
Sebaiknya dilakukan juga pemeriksaan foto toraks untuk mengetahui ada
tidaknya TB paru dan TB millier.
Standar 4 : Semua orang dengan gambaran foto toraks diduga tuberkulosis
seharusnya menjalani pemeriksaan dahak secara mikrobiologi.
Hasil penelitian dari 2229 pasien yang dilakukan pemeriksaan foto toraks, 227
pasien dianggap TB, 36 % ternyata BTA negatif, sisa nya (2002 pasien) yang
dianggap tidak TB, ternyata pada 31 pasien kultur BTA nya positif.
Standar 5 : Diagnosis tuberkulosis paru sediaan apus dahak negatif harus
didasarkan pada kriteria berikut :
· Minimal pemeriksaan dahak mikroskopik 3 kali negatif (termasuk minimal 1 kali
dahak pagi hari)
Dengan berdasarkan 6 standar diagnosis di atas, diharapkan setiap dokter baik dari
instansi pemerintah maupun swasta dapat mendiagnosis penderita TBC dengan
tepat sehingga menurunkan angka kesakitan dan kematian karena TB , resiko
penularan TB, mengurangi dampak sosial dan ekonomi akibat TB
Penyakit TBC
Penyakit TBC dapat menyerang siapa saja (tua, muda, laki-laki, perempuan, miskin, atau
kaya) dan dimana saja.Setiap tahunnya, Indonesia bertambah dengan seperempat juta kasus
baru TBC dan sekitar 140.000 kematian terjadi setiap tahunnya disebabkan oleh
TBC.Bahkan, Indonesia adalah negara ketiga terbesar dengan masalah TBC di dunia.
Survei prevalensi TBC yang dilakukan di enam propinsi pada tahun 1983-1993 menunjukkan
bahwa prevalensi TBC di Indonesia berkisar antara 0,2 – 0,65%. Sedangkan menurut laporan
Penanggulangan TBC Global yang dikeluarkan oleh WHO pada tahun 2004, angka insidensi
TBC pada tahun 2002 mencapai 555.000 kasus (256 kasus/100.000 penduduk), dan 46%
diantaranya diperkirakan merupakan kasus baru.
Penyebab Penyakit TBC
Penyakit TBC adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri Mikobakterium
tuberkulosa.Bakteri ini berbentuk batang dan bersifat tahan asam sehingga dikenal juga
sebagai Batang Tahan Asam (BTA). Bakteri ini pertama kali ditemukan oleh Robert Koch
pada tanggal 24 Maret 1882, sehingga untuk mengenang jasanya bakteri tersebut diberi nama
baksil Koch. Bahkan, penyakit TBC pada paru-paru kadang disebut sebagai Koch Pulmonum
(KP).
Saat Mikobakterium tuberkulosa berhasil menginfeksi paru-paru, maka dengan segera akan
tumbuh koloni bakteri yang berbentuk globular (bulat). Biasanya melalui serangkaian reaksi
imunologis bakteri TBC ini akan berusaha dihambat melalui pembentukan dinding di
sekeliling bakteri itu oleh sel-sel paru. Mekanisme pembentukan dinding itu membuat
jaringan di sekitarnya menjadi jaringan parut dan bakteri TBC akan menjadi dormant
(istirahat). Bentuk-bentuk dormant inilah yang sebenarnya terlihat sebagai tuberkel pada
pemeriksaan foto rontgen.
Pada sebagian orang dengan sistem imun yang baik, bentuk ini akan tetap dormant sepanjang
hidupnya. Sedangkan pada orang-orang dengan sistem kekebalan tubuh yang kurang, bakteri
ini akan mengalami perkembangbiakan sehingga tuberkel bertambah banyak. Tuberkel yang
banyak ini membentuk sebuah ruang di dalam paru-paru.Ruang inilah yang nantinya menjadi
sumber produksi sputum (dahak).Seseorang yang telah memproduksi sputum dapat
diperkirakan sedang mengalami pertumbuhan tuberkel berlebih dan positif terinfeksi TBC.
Meningkatnya penularan infeksi yang telah dilaporkan saat ini, banyak dihubungkan dengan
beberapa keadaan, antara lain memburuknya kondisi sosial ekonomi, belum optimalnya
fasilitas pelayanan kesehatan masyarakat, meningkatnya jumlah penduduk yang tidak
mempunyai tempat tinggal dan adanya epidemi dari infeksi HIV. Disamping itu daya tahan
tubuh yang lemah/menurun, virulensi dan jumlah kuman merupakan faktor yang memegang
peranan penting dalam terjadinya infeksi TBC.
Gejala Penyakit TBC
Gejala penyakit TBC dapat dibagi menjadi gejala umum dan gejala khusus yang timbul
sesuai dengan organ yang terlibat.Gambaran secara klinis tidak terlalu khas terutama pada
kasus baru, sehingga cukup sulit untuk menegakkan diagnosa secara klinik.
Gejala sistemik/umum
Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan malam hari
disertai keringat malam. Kadang-kadang serangan demam seperti influenza dan
bersifat hilang timbul.
Penurunan nafsu makan dan berat badan.
Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan darah).
Perasaan tidak enak (malaise), lemah.
Gejala khusus
Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi sumbatan sebagian
bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru) akibat penekanan kelenjar getah bening
yang membesar, akan menimbulkan suara "mengi", suara nafas melemah yang
disertai sesak.
Kalau ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat disertai dengan
keluhan sakit dada.
Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang yang pada suatu
saat dapat membentuk saluran dan bermuara pada kulit di atasnya, pada muara ini
akan keluar cairan nanah.
Pada anak-anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak) dan disebut sebagai
meningitis (radang selaput otak), gejalanya adalah demam tinggi, adanya penurunan
kesadaran dan kejang-kejang.
Pada pasien anak yang tidak menimbulkan gejala, TBC dapat terdeteksi kalau diketahui
adanya kontak dengan pasien TBC dewasa.Kira-kira 30-50% anak yang kontak dengan
penderita TBC paru dewasa memberikan hasil uji tuberkulin positif. Pada anak usia 3 bulan –
5 tahun yang tinggal serumah dengan penderita TBC paru dewasa dengan BTA positif,
dilaporkan 30% terinfeksi berdasarkan pemeriksaan serologi/darah.
Penegakan Diagnosis
Apabila dicurigai seseorang tertular penyakit TBC, maka beberapa hal yang perlu dilakukan
untuk menegakkan diagnosis adalah:
Tanda-tanda orang yang dicurigai terkena penyakit TBC yaitu secara umum dapat dilihat dari
gejalanya terlebih dahulu yaitu, demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya
dirasakan malam hari disertai keringat malam.Kadang-kadang serangan demam seperti
influenza dan bersifat hilang timbul.Penurunan nafsu makan dan berat badan.Batuk-batuk
selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan darah).Perasaan tidak enak (malaise),
lemah.Dan untuk memberikan kepastian maka orang tersebut harus diperiksa lebih lanjut,
jadi tidak selalu bahwa orang batuk-batuk lama pasti menderita TBC, harus dipastikan
dengan pemeriksaan laboratorium dan foto rontgen.
Apakah setiap orang yang mengalami batuk berdarah berarti menderita TBC?
Belum tentu, karena batuk berdarah dapat disebabkan oleh berbagai macam sebab, bisa
karena penyakit paru-paru lainnya, karena adanya perdarahan di daerah hidung bagian
belakang yang tertelan dan pada saat batuk keluar dari mulut atau karena anak batuk terlalu
keras sehingga menyebabkan lukanya saluran nafas sehingga mengeluarkan darah.
TBC menular melalui media apa saja? Dan rata-rata berapa lama gejala timbul setelah
orang terpapar kuman TBC?
Pada umumnya adalah melalui percikan dahak penderita yang keluar saat batuk (beberapa
ahli mengatakan bahwa air ludah juga bisa menjadi media perantara), bisa juga melalui debu,
alat makan/minum yang mengandung kuman TBC. Kuman yang masuk dalam tubuh akan
berkembangbiak, lamanya dari terkumpulnya kuman sampai timbulnya gejala penyakit dapat
berbulan-bulan sampai tahunan.
Apakah kena udara pagi terus menerus dan merokok dapat menyebabkan TBC?
Kena udara pagi terus menerus tidak terlalu bermasalah dalam hal penularan TBC, sedangkan
merokok dapat menurunkan daya tahan dari paru-paru, sehingga relatif akan mempermudah
terkena TBC.
Penyakit TBC tidak diwariskan secara genetik, karena penyakit TBC bukanlah penyakit
turunan.Hanya karena penularannya adalah melalui percikan dahak yang mengandung kuman
TBC, maka orang yang hidup dekat dengan penderita TBC dapat tertular.
Karena bakteri TBC dapat hidup berbulan-bulan walaupun sudah terkena antibiotika (bakteri
TBC memiliki daya tahan yang kuat), sehingga pengobatan TBC memerlukan waktu antara 6
sampai 9 bulan.Walaupun gejala penyakit TBC sudah hilang, pengobatan tetap harus
dilakukan sampai tuntas, karena bakteri TBC sebenarnya masih berada dalam keadaan aktif
dan siap membentuk resistensi terhadap obat.Kombinasi beberapa obat TBC diperlukan
karena untuk menghadapi kuman TBC yang berada dalam berbagai stadium dan fase
pertumbuhan yang cepat.
Hal ini akan menyebabkan tidak tuntasnya penyembuhan, sehingga dikhawatirkan akan
timbul resistensi bakteri TBC terhadap antibiotika sehingga pengobatan akan semakin sulit
dan mahal.
Apakah orang yang telah sembuh dari penyakit TBC dapat terjangkit kembali?
Dapat, karena setelah sembuh dari penyakit TBC tidak ada kekebalan seumur hidup.Jadi bila
telah sembuh dari penyakit TBC kemudian tertular kembali oleh kuman TBC, maka orang
tersebut dapat terjangkit kembali.
Apakah flek kecil di paru-paru pada anak balita sudah dapat dikatakan TBC?
Flek kecil di paru-paru balita pada umumnya memang disebabkan oleh TBC.Oleh karena itu
perlu diteliti apakah ada gejala-gejala klinis penyakit TBC atau tidak.Bila tidak ada berarti
pernah tertular penyakit TBC tapi karena daya tahan tubuhnya tinggi sehingga tidak
bergejala.Atau saat ini anak tersebut sudah sembuh dari penyakit TBC dan hanya
meninggalkan bekasnya saja di paru-paru.
Mungkinkan terkena penyakit TBC bila kita hidup di lingkungan yang bersih?
Kemungkinan kita tertular akan tetap ada, karena kita hidup tidak hanya di lingkungan sekitar
rumah kita saja, bisa saja suatu saat kita berada di sekolahan, bioskop, kantor, bus yang
belum tentu terbebas dari kuman TBC. Hidup di lingkungan yang bersih memang akan
memperkecil risiko terjangkit TBC.
Bagaimana efek terhadap janin bila ibu hamil sedang mengidap penyakit TBC?
Biasanya keadaan gizi penderita TBC kurang baik, sehingga hal ini dapat mempengaruhi
perkembangan bagi janin dalam kandungan.Ibu hamil tetap harus diberikan terapi dengan
obat TBC dengan dosis efektif terendah. Obat TBC yang diminum oleh ibu dapat melewati
plasenta dan masuk ke janin dan berdasarkan beberapa kepustakaan disebutkan tidak
memberikan efek yang terlampau berbahaya, akan tetapi pemantauan ketat pada
perkembangan janin harus tetap dilakukan. Setelah bayi dilahirkan dapat dipisahkan terlebih
dahulu dari ibu selama TBC masih aktif.
Bagaimana sikap kita bila di rumah terdapat anggota keluarga yang menderita
penyakit TBC?
Bawa pasien ke dokter untuk mendapatkan pengobatan secara teratur, awasi minum obat
secara ketat dan beri makanan bergizi.Sirkulasi udara dan sinar matahari di rumah harus
baik.Hindarkan kontak dengan percikan batuk penderita, jangan menggunakan alat-alat
makan/minum/mandi bersamaan.
Pola hidup bagaimana yang harus kita miliki agar terhindar dari penyakit TBC?
Pola hidup sehat adalah kuncinya, karena kita tidak tahu kapan kita bisa terpapar dengan
kuman TBC. Dengan pola hidup sehat maka daya tahan tubuh kita diharapkan cukup untuk
memberikan perlindungan, sehingga walaupun kita terpapar dengan kuman TBC tidak akan
timbul gejala. Pola hidup sehat adalah dengan mengkonsumsi makanan yang bergizi, selalu
menjaga kebersihan diri dan lingkungan hidup kita, rumah harus mendapatkan sinar matahari
yang cukup (tidak lembab), dll.Selain itu hindari terkena percikan batuk dari penderita TBC.
TBC