Anda di halaman 1dari 11

Melalui esai berikut ini, Rudolf Steiner, perintis paradigma pendidikan yang digunakan

Sekolah Waldorf, menerangkan hubungan erat antara kemampuan berjalan, berbicara,


dan berpikir pada anak-anak. Selain itu, ia juga menekankan pentingnya bimbingan
yang tepat kepada seorang anak ketika ia dalam fase mempelajari ketiga kemampuan
tersebut, yang sebaliknya bila dilakukan dengan keliru dapat mengakibatkan penyakit
fisik pada diri si anak pada hari tuanya. Menarik pula ketika ia menyoroti satu
perlakuan umum orangtua yang dianggapnya melukai batin si anak, dalam hal ini
mengenalkan “boneka-boneka cantik” kepada anak-anak perempuan; berangkat dari
situ ia kemudian menunjukkan jenis mainan yang menurutnya tepat bagi anak-anak
kecil. Dan, tak kalah pentingnya, kita diingatkannya untuk tidak mengoceh seperti anak
balita di hadapan balita kita. (Inga’ inga’! Ting!)
-----------------------------------
BERJALAN, BERBICARA, BERPIKIR
Oleh: Rudolf Steiner
10 Agustus 1923
Apa yang saya sampaikan sejauh ini mestinya tidak semata mengarah pada
beberapa teori tentang perlunya bentuk pendidikan yang baru, tetapi juga tentang sikap
yang baru terhadap pendidikan. Dalam kuliah-kuliah saya sebelumnya, saya ingin
bicara lebih sedikit mengenai intelek dan lebih banyak mengenai hati. Ini paling penting
bagi guru karena, seperti yang telah kita tahu, kita harus melandaskan seni pendidikan
pada pemahaman penuh tentang manusia.
Dalam beberapa kesempatan sekarang, kapan pun orang-orang membicarakan
seni pendidikan, kita mendengar bahwa anaklah yang penting. Ada banyak tujuan
pendidikan dan juga tuntutan teoritis, dalam arti tertentu, bagaimana kita harus
mendekati anak-anak. Tetapi ini bukanlah cara mengembangkan pengabdian total guru
terhadap pendidikan. Ini hanya mungkin manakala guru dapat memahami manusia
seutuhnya, dalam tubuh, jiwa, dan ruh. Mereka yang menghidupkan ide-ide tentang
manusia (seperti yang telah saya sampaikan) akan menemukan bahwa ide-ide itu
berubah secara langsung menjadi kehendak. Dalam praktiknya, jam demi jam, guru-
guru akan belajar bagaimana menjawab pertanyaan penting tersebut. Tetapi siapa yang
menanyakan pertanyaan ini? Adalah anak-anak itu sendiri. Alhasil, hal yang paling
penting adalah belajar membaca anak-anak. Dan dalam hal ini kita dituntun oleh
pemahaman yang sangat praktis tentang manusia dalam tubuh, jiwa, dan ruh.
Sulit menjelaskan apa yang orang sebut pendidikan Waldorf, karena ia bukan
sepenuhnya hal yang bisa kita pelajari atau bicarakan. Pendidikan Waldorf benar-benar
hal praktis, dan satu-satunya cara untuk menjelaskannya yakni dengan menggunakan
contoh-contoh bagaimana ia dipraktikkan dalam satu dan lain situasi sesuai dengan
kebutuhan tertentu. Pengalaman menentukan bagaimana kita mempraktikkan
pendidikan Waldorf. Ketika kita mulai dengan sikap ini, kita mengasumsikan bahwa
guru memiliki pemahaman yang tepat tentang manusia. Ketika ini terwujud, dalam arti
tertentu pendidikan melibatkan pertanyaan-pertanyaan sosial yang sangat umum,
karena mengajar anak-anak harus dimulai segera setelah mereka lahir. Artinya, bahwa
umat manusia secara keseluruhan, setiap keluarga dan setiap kelompok orang,
bertanggung jawab atas pendidikan. Ini adalah sesuatu yang kita pahami dari sifat alami
anak-anak sebelum pergantian gigi pada usia tujuh tahun.
Jean Paul, seorang penulis Jerman, mengatakan sesuatu yang sangat
mengagumkan ketika dia mengklaim bahwa orang belajar lebih banyak tentang
kehidupan pada tiga tahun pertama hidup mereka ketimbang pada tiga tahun mereka di
universitas. Memang benar, pada kenyataannya, tiga tahun pertama sebagaimana
tahun-tahun berikutnya sebelum tahun ketujuh adalah yang paling penting bagi
perkembangan manusia seutuhnya. Seorang anak adalah makhluk yang sangat berbeda
pada usia selanjutnya.
Selama tahun-tahun pertamanya, seorang anak benar-benar merupakan organ
persepsi inderawi. Masalahnya adalah bahwa orang-orang biasanya tidak memahami
pentingnya hal ini. Kita harus membuat pernyataan yang sangat tegas jika kita ingin
mengungkapkan kebenaran penuh dari gagasan tersebut. Dalam hidupnya kemudian,
ketika orang makan, mereka merasakan dengan mulut, gusi, atau lidah; rasa
terlokalisasi di kepala. Itu tidak berlaku untuk anak-anak, terutama selama tahun-tahun
pertama kehidupannya. Rasa memengaruhi seluruh organ mereka. Anak-anak dapat
mencicipi susu ibu dan makanan pertama mereka hingga ke seluruh anggota tubuh.
Bagi seorang anak kecil, apa yang terjadi pada lidah kemudian terjadi di seluruh
anggota tubuh. Dalam arti tertentu, anak-anak hidup dengan mencicipi semua yang
mereka temui. Ini adalah sesuatu yang seperti-binatang (animal-like) pada anak kecil,
tetapi jangan membayangkan bahwa ia sama dengan binatang. “Seperti-binatang” pada
anak kecil, dalam arti tertentu, ada pada tingkat yang lebih tinggi. Manusia tidak pernah
menjadi binatang, bahkan ketika masih janin. Kita dapat mengklarifikasi ide tersebut
dengan membandingkannya dengan sesuatu yang lain.
Jika Anda pernah mengamati proses alamiah dengan pemahaman tertentu—
katakanlah, sekawanan sapi yang merumput di padang, lalu berbaring untuk mencerna,
masing-masing ditujukan ke seluruh dunia dalam arti tertentu—maka Anda mungkin
mendapat kesan tentang apa yang sebenarnya terjadi dalam diri seekor hewan. Seluruh
alam semesta, sebuah ekstrak peristiwa kosmik, sedang berlangsung pada seekor
hewan, dan ia mengalami penglihatan paling indah saat mencerna. Pencernaan adalah
cara terpenting yang dimiliki hewan untuk memahami. Saat seekor hewan mencerna, ia
mencurahkan dirinya dalam suatu cara yang mengawang-awang dan imajinatif ke
seluruh dunia. Ini mungkin tampak berlebihan, tetapi hal yang paling aneh adalah
bahwa ini tidak berlebihan sama sekali dan sesuai dengan kenyataan. Jika kita
menaikkan gambar itu satu tingkat, kita akan melihat pengalaman fungsi-fungsi fisik
anak kecil. Rasa menyertai semua fungsi fisik. Dan, saat rasa menyertai semua fungsi
fisik, sesuatu yang lain meresapi seluruh anggota tubuh anak dan kemudian
terlokalisasi di mata dan telinga.
Renungkan keajaiban mata. Kita tahu bahwa ketika ia menerima sesuatu yang
terbentuk di luar dan penuh warna, ia kemudian menciptakan gambar di dalam. Ini
dilokalisasi dan terpisah dari keseluruhan pengalaman kita. Kita memahami secara
intelektual apa yang diciptakan mata melalui cara yang menakjubkan ini. Akal
membuatnya menjadi semacam bayangan gambar. Ini sama dengan proses
menakjubkan yang terlokalisasi di telinga orang dewasa. Apa yang dilokalisasi sebagai
rasa di telinga orang dewasa, bagaimanapun, tersebar ke seluruh anggota tubuh anak
kecil. Dengan demikian anak-anak tidak membedakan antara ruh, jiwa, dan tubuh.
Segala sesuatu yang memengaruhi seorang anak dari luar diciptakan kembali di dalam.
Anak-anak meniru seluruh lingkungan mereka di dalam diri.
Sekarang, setelah mempertimbangkan berbagai hal dari perspektif ini, mari kita
lihat bagaimana anak-anak mempelajari tiga kegiatan yang penting selama tahun-tahun
pertamanya: berjalan, berbicara, dan berpikir. Kemampuan-kemampuan awal ini
sangat penting untuk sisa hidup anak-anak.
“Belajar berjalan” (learning to walk) adalah semacam penyederhanaan untuk
sesuatu yang jauh lebih luas. Karena proses belajar berjalan yang paling mudah dilihat,
kita mengatakan "anak-anak belajar untuk berjalan". Tetapi belajar berjalan terhubung
langsung dengan upaya menyeimbangkan diri kita dalam hubungannya dengan dunia
spasial. Sebagai anak-anak, kita mencoba berdiri, mencoba membawa kaki kita ke
semacam hubungan dengan gravitasi sehingga kita memperoleh keseimbangan. Kita
mencoba hal yang sama dengan lengan dan tangan kita. Seluruh tubuh kita berorientasi
dengan cara ini. Belajar berjalan berarti mengorientasikan diri kita secara spasial.
Adalah penting untuk memahami bahwa anak kecil bersifat peniru dan peka
inderawi (sensory perceptive), karena, selama tahun-tahun awal, mereka harus
mempelajari segala sesuatu melalui peniruan, menyalin yang terjadi di sekitar mereka.
Jelaslah bagi semua orang bahwa anak mengembangkan kekuatan orientasinya sendiri
dan bahwa organisme manusia cenderung membawa dirinya ke posisi vertikal dan tidak
tetap horizontal, atau merangkak, dan membawa lengan ke dalam keseimbangan serupa
secara spasial. Semua ini melekat pada anak kecil dan lahir dari impuls-impuls
organismenya sendiri.
Kita merusak individu manusia selama sisa hidupnya jika, sebagai guru, kita
mengenalkan sedikit saja dorongan ke arah hasrat-hasrat sejati fitrah manusia (human
nature); kita harus membebaskan fitrah manusia dan hanya bertindak sebagai
pembantunya. Jika kita tidak sebatas membantu si anak tapi menggunakan tindakan-
tindakan eksternal yang tak pantas untuk memaksanya mulai berjalan, kita
menghancurkan kehidupan anak itu, saat itu juga hingga akhir hidupnya. Secara
khusus, kita menghancurkan hari tua anak itu. Dalam mendidik anak dengan benar,
adalah penting untuk tidak melihat sebatas pada saat ini tetapi juga pada keseluruhan
hidup anak itu sampai matinya. Kita harus memahami bahwa benih-benih keseluruhan
hidup seseorang ada dalam diri individu tersebut pada masa kanak-kanak.
Karena anak-anak merupakan organ-organ persepsi inderawi yang sangat halus,
mereka tidak hanya menerima pengaruh-pengaruh fisik sekitarnya, tapi juga pengaruh-
pengaruh moral, khususnya dari pikiran. Seaneh yang mungkin terlihat bagi pikiran
materialistis saat ini, anak-anak merasakan apa yang kita pikirkan ketika kita di dekat
mereka. Sebagai orangtua atau guru, adalah penting untuk tidak hanya menghindari
perilaku yang tak patut di depan anak-anak, tetapi kita juga harus benar secara batiniah
dan moral dalam pikiran dan perasaan kita, yang dapat dirasakan oleh anak-anak.
Anak-anak membentuk diri mereka tidak hanya berdasarkan kata-kata dan tindakan
kita, tetapi juga oleh sikap, pikiran, dan perasaan kita. Selama periode pertama masa
kanak-kanak ini, sebelum usia tujuh tahun, hal terpenting untuk pendidikan adalah
lingkungan anak.
Sekarang kita sampai pada apa yang bisa dilakukan untuk membimbing anak-anak
yang sedang belajar berjalan dan mengorientasikan diri. Adalah penting bahwa, melalui
ilmu ruhaniah, kita melihat hubungan yang hidup yang tidak bisa ditemukan pada ilmu
materialistik yang mati. Bayangkan seorang anak yang dipaksa dengan segala cara
untuk berjalan dan menemukan orientasi dalam ruang, hanya karena orang-orang
merasa itulah yang harus dilakukan. Sekarang bayangkan anak itu pada usia lima puluh
atau enam puluh tahun. Jika tiada yang bertindak untuk memperbaiki keadaan itu, kita
mungkin menemukan orang ini mempunyai pelbagai penyakit metabolis, rematik, asam
urat, dsb. Segala yang kita lakukan kepada anak-anak dengan memaksa mereka ke
posisi vertikal sehingga mereka dapat berjalan—bahkan ketika kita melakukannya
dengan setengah hati—masuk begitu dalam ke jiwa sehingga ruh memengaruhi tubuh
fisik. Tekanan yang kita ciptakan melalui cara yang meragukan semacam itu akan tetap
ada sepanjang hidupnya, dan, jika mereka bukan tekanan yang tepat, mereka kemudian
mewujud sebagai penyakit fisik.
Semua pendidikan anak kecil juga merupakan pendidikan jasmani. Anda tidak
dapat mengisolasi pendidikan jasmani, karena semua jenis pendidikan terhadap ruh
dan jiwa memengaruhi tubuh fisik anak-anak, dan dengan demikian mereka juga
termasuk pendidikan jasmani. Ketika Anda melihat anak-anak mulai mengorientasikan
diri mereka dengan berdiri dan mulai berjalan, jika Anda dengan penuh kasih melihat
rahasia indah organisme manusia yang menyebabkan anak-anak bergerak dari
horizontal ke vertikal; jika Anda mempunyai rasa hormat dan kerendahan hati ketika
melihat daya kreatif Tuhan dalam cara anak-anak mengorientasikan diri mereka dalam
ruang; jika Anda sangat mencintai fitrah manusia dari anak-anak, karena Anda
mencintai segala ekspresi fitrah manusia—dengan kata lain, ketika Anda mendukung
anak-anak belajar berjalan dan mengorientasikan diri sendiri—Anda menciptakan
kekuatan yang sehat dalam diri anak-anak yang akan mengejawantah sebagai
metabolisme yang sehat ketika mereka mencapai usia lima puluh atau enam puluh
tahun, suatu fase ketika orang-orang membutuhkan kontrol tertentu atas metabolisme
mereka.
Rahasia sejati perkembangan manusia terkandung dalam fakta bahwa apa pun
yang dijiwai dan dijadikan ruhaniah pada tahap kehidupan tertentu akan mewujud
secara fisik pada kemudian hari, seringkali setelah bertahun-tahun. Beginilah dengan
belajar berjalan. Seorang anak yang dibimbing dengan cinta dalam belajar berjalan akan
tumbuh sehat. Menggunakan cinta untuk menolong anak-anak dalam berjalan sangat
bermanfaat bagi pendidikan jasmani dan kesehatan dasar.
Kemampuan berbicara berkembang dari orientasi seorang anak dalam ruang.
Fisiologi modern hanya tahu sedikit tentang itu, tapi ia tahu sesuatu. Para ahli fisiologi
menyadari bahwa, walaupun kita secara umum menggunakan tangan kanan kita, ada
area tertentu di bagian kiri otak yang menjadi sumber wicara. Fisiologi kemudian
menunjukkan hubungan antara gerakan tangan kanan dan apa yang disebut Area Broca
di dalam sisi kiri otak. Gerakan tangan, kial-kial dan sarana kekuatannya, memasuki
otak dan membentuk sumber kemampuan berbicara. Itu hanya aspek kecil dari apa
yang diketahui sains soal ini. Bagaimanapun, faktanya adalah kemampuan berbicara
tidak hanya lahir dari gerakan tangan kanan (yang terhubung dengan sisi kiri otak)
tetapi juga dari fungsi-fungsi motorik keseluruhan. Cara anak belajar berjalan dan
mengarahkan diri mereka secara spasial, dan cara mereka belajar mengubah gerakan-
gerakan pertama lengan mereka yang menggantung dan tak terkendali menjadi
gerakan-gerakan yang bermakna di dunia luar, masuk secara misterius ke pengaturan
dalam kepala. Pengaturan dari dalam ini mewujud sebagai kemampuan berbicara.
Mereka yang memahami dengan tepat hal-hal demikian juga menyadari bahwa
anak-anak yang menyeret kaki mereka juga bersuara, khususnya dengan bibir, dengan
cara berbeda dibanding mereka yang berjalan tegas. Semua nuansa bicara lahir dari
bentuk-bentuk gerakan. Kehidupan pertama-tama melibatkan gerakan; gerak diubah ke
dalam menjadi sumber kemampuan bicara. Berbicara karenanya merupakan hasil dari
berjalan dan orientasi spasial. Cara seorang anak berbicara sangat bergantung pada
bantuan penuh kasih dari kita ketika ia belajar berjalan. Ada hubungan yang halus dari
pemahaman nyata tentang manusia. Saya mempunyai alasan untuk masuk ke detail hal
tersebut dalam kuliah-kuliah sebelumnya tentang bagaimana ruh masuk ke susunan
tubuh manusia. Jadi, kita membawa ruh ke jasmani, karena jasmani mengikuti ruh di
tiap langkahnya, selama ruh dibawa ke sana dengan cara yang tepat.
Awalnya, anak-anak belajar berbicara dengan menggunakan seluruh anggota
tubuh. Saat mengamatinya, Anda dapat melihat bahwa yang pertama adalah gerakan
kaki bagian luar, yang mengarah pada kontur ucapan yang kuat. Ini diikuti gerakan
lengan dan tangan, yang memengaruhi perubahan bunyi kata-kata dan bentuk-
bentuknya. Kita dapat melihat bahwa gerakan-gerakan eksternal memengaruhi
keluwesan bahasa seorang anak. Kita perlu memelihara bimbingan dengan cinta saat
membantu anak-anak belajar berjalan; demikian juga saat menolong mereka belajar
berbicara, kita membutuhkan kesungguhan batin (the inner truth). Dusta-dusta
terbesar kehidupan tercipta saat seorang anak belajar bicara, karena kemampuan
berbicara sejatinya diserap melalui anggota tubuh.
Jika, sebagai guru, kita selalu bicara jujur kepada anak-anak, mereka akan meniru
sekeliling mereka dan belajar bicara seperti itu sehingga aktivitas pernapasan yang
halus dan sinambung akan menjadi lebih kuat. Namun, kita tak boleh memikirkan hal-
hal ini secara kasar, tapi sebaliknya dengan sangat halus. Meski eksistensinya sangat
halus, tapi mereka mewujud sepanjang hidup. Kita menghirup oksigen dan
mengembuskan karbondioksida. Di dalam tubuh, kita harus mengubah oksigen menjadi
karbondioksida melalui proses bernapas. Dunia memberi kita oksigen dan menerima
karbondioksida dari kita. Apakah kita mampu mengubah oksigen menjadi
karbondioksida dengan baik bergantung pada apakah kita diperlakukan dengan tulus
oleh orang-orang di sekitar kita saat kita belajar bicara. Dalam situasi ini, ruh diubah
sepenuhnya menjadi jasmani.
Salah satu dusta terkait itu adalah keyakinan bahwa kita berlaku baik dengan
menurunkan bahasa kita ke bahasa anak-anak ketika kita di dekat mereka. Secara tak
sadar, anak-anak tidak tertarik pada bahasa kekanak-kanakan. Mereka ingin
mendengar tuturan nyata orang dewasa. Kita mesti berbicara normal kepada anak-
anak, tidak dengan semacam tuturan kanak-kanak temuan kita. Karena
ketidakmampuan mereka, anak-anak awalnya mengocehkan tiruan dari apa yang kita
ucapkan kepada mereka, tapi kita tidak boleh mengoceh juga. Itu kesalahan besar. Saat
kita mengoceh ala bayi, kita menyakiti organ-organ pencernaan anak, karena ruh selalu
menjadi jasmaniah dan memengaruhi fisik dalam pembentukannya. Segala yang kita
lakukan dengan melibatkan batin kepada anak-anak juga merupakan pendidikan
jasmani, karena anak-anak itu rapuh dalam diri mereka sendiri. Sebuah organ
pencernaan yang tidak sehat pada kemudian hari biasanya disebabkan oleh belajar
bicaranya yang keliru.
Sama seperti kemampuan berbicara berasal dari aktivitas berjalan dan gerak
tubuh, kemampuan berpikir berkembang dari berbicara. Kita perlu memberi bimbingan
penuh kasih saat membantu anak-anak belajar berjalan, dan juga kita harus memberi
perhatian khusus pada kejujuran saat mereka belajar berbicara, karena mereka meniru
sekeliling mereka di dalam batin. Karena anak-anak sepenuhnya makhluk persepsi
inderawi dan secara jasmani mencipta-kembali ruh, kita perlu menekankan kejernihan
dalam pemikiran kita, dengan begitu mereka akan mengembangkan pemikiran yang
tepat dari aktivitas berbicara.
Hal terburuk yang dapat kita lakukan kepada seorang anak adalah mengatakan
sesuatu lalu menariknya kembali, lalu mengatakan sesuatu yang berbeda. Ini
mengakibatkan kebingungan. Menggunakan pemikiran membingungkan kepada
seorang anak adalah penyebab nyata dari apa yang saat ini disebut kegugupan
(nervousness). Mengapa begitu banyak orang yang gugup? Ketika mereka masih anak-
anak, dan mereka belajar berpikir setelah belajar bicara, orang-orang di dekat mereka
tidak berpikir secara jernih dan tepat.
Kesalahan terbesar dalam perilaku generasi mana pun merupakan cerminan sejati
dari generasi sebelumnya. Jika di kemudian hari Anda mengamati anak-anak yang
Anda ajar dan menemukan sifat buruk mereka, itu akan membuat Anda merenungkan
diri sendiri. Terdapat hubungan sangat erat antara segala yang terjadi di lingkungan
anak dengan apa yang diekspresikan anak-anak itu melalui tubuh fisik. Pada anak-anak
kecil, pembawaan tubuh dibentuk oleh cinta ketika mereka belajar berjalan, oleh
kejujuran ketika mereka belajar berbicara, dan oleh kejernihan dan ketepatan di
lingkungan mereka ketika mereka belajar berpikir. Organ-organ dan pembuluh darah
anak-anak terbentuk sesuai dengan bagaimana cinta, kejujuran, dan kejernihan
berkembang di lingkungan mereka. Penyakit metabolik timbul dari belajar berjalan
tanpa adanya cinta; masalah pencernaan dapat diakibatkan oleh ketidakjujuran ketika
si anak belajar berbicara; dan kegugupan muncul dari pemikiran membingungkan di
lingkungan anak.
Saat Anda melihat bagaimana kegugupan banyak terjadi pada 1920-an, Anda dapat
menyimpulkan bahwa guru-guru sangat membingungkan pada awal abad ini.
Pemikiran membingungkan masa itu mewujud menjadi kegugupan pada masa
sekarang. Lebih jauh, kegugupan pada pergantian abad ini tidak lebih dari gambaran
kebingungan pada sekitar tahun 1870. Kita tidak dapat melihat hal-hal demikian dan
mengatakan bahwa sudah ada pendidikan fisiologis, higienis, dan psikologis, atau
bahwa seorang dokter harus dibawa masuk kapan pun guru perlu menangani sesuatu
secara sehat. Malahan, pedagogi fisiologis dan kebersihan sekolah membentuk
keseluruhan, dan ini bagian dari misi para guru untuk bekerja dengan pengaruh ruh
pada susunan organ fisik dan indera.
Karena semua orang adalah guru bagi anak-anak antara kelahiran dan usia tujuh
tahun, kita menghadapi tugas sosial mencapai pemahaman murni tentang manusia.
Jika tidak, kemanusiaan akan mundur dan bukannya bergerak maju. Usia kita yang
lebih manusiawi telah dengan tepat menyingkirkan sebuah praktik yang umum di
sekolah-sekolah: memukul dan menampar. Tak seorang pun boleh menuduh saya
mendukung pemukulan, tapi satu-satunya alasan pemukulan berhasil dihilangkan dari
sekolah-sekolah kita yaitu perhatian yang demikian cermat kepada hal-hal eksternal.
Masyarakat cukup mampu melihat betapa pemukulan membahayakan secara fisik dan
konsekuensi moral yang lahir darinya. Banyak yang hari ini berorientasi ke arah fisik,
dunia indera, dan sedikit ke arah ruh dan jiwa. Akibatnya, kita membawa bentuk lain
dari pemukulan ke dalam pendidikan, sebuah bentuk yang orang-orang tidak sadari,
karena mereka sangat sedikit melihat kepada ruh.
Sebagai contoh, saat ini para ibu (dan sampai batas tertentu para ayah)
menganggap sangat penting untuk memberi boneka-boneka “cantik’’ untuk dimainkan
anak perempuan. Terlepas dari niat baik, boneka-boneka semacam itu tampak
mengerikan, karena mereka sangat tidak artistik. Namun demikian, orang-orang sering
berpikir bahwa sebuah boneka cantik harus mempunyai rambut yang nyata, riasan yang
nyata, dan bahkan mata yang bergerak, sehingga matanya tertutup saat boneka
dibaringkan dan, ketika kau meraihnya, matanya melihatmu. Bahkan ada boneka yang
bergerak sendiri. Dengan kata lain, kita memberi anak-anak mainan yang meniru
kehidupan dalam cara yang aneh dan tidak artistik. Boneka-boneka demikian hanyalah
contoh tipikal. Peradaban kita secara bertahap membuat semua mainan dengan cara
ini. Akibatnya, mereka memberi pukulan batin yang mengerikan bagi anak-anak. Anak-
anak mungkin berperilaku baik di depan umum dan tak pernah mengungkapkan
pengasuhan konvensional dan pemukulan yang mereka terima di rumah; juga, anak-
anak tidak mengungkapkan antipati jauh di dalam jiwa mereka terhadap apa yang
disebut boneka cantik. Kita memaksa anak-anak menyukai mereka, tapi kekuatan
bawah sadar anak-anak, ketidaksukaan mereka atas segala tentang boneka-boneka
cantik, juga memainkan peran yang kuat. Seperti yang akan saya tunjukkan sebentar
lagi, hal-hal semacam itu memukul anak-anak dari dalam.
Saat Anda merenungkan segala yang dialami anak-anak dalam pemikiran
sederhana mereka sebelum usia empat atau lima—bahkan enam atau tujuh tahun—
selagi belajar berdiri dan berjalan, maka yang sesuai adalah sebuah boneka yang
mungkin terbuat dari saputangan, dengan kepala di atas dan mungkin dua titik tinta
untuk matanya. Pada boneka ini, Anda menemukan segala yang bisa dipahami dan
disukai anak kecil. Ia menyajikan karakteristik paling sederhana bentuk manusia—
setidaknya pada tingkat yang dapat diserap anak kecil.
Seorang anak tak tahu banyak tentang manusia kecuali bahwa mereka berdiri;
mereka bisa naik dan turun. Dan di atasnya ada sebuah kepala dengan sepasang mata.
Pada gambar anak-anak, Anda sering menemukan mereka menggambar mulut di dahi.
Posisi mulut seseorang tidak sepenuhnya jelas bagi anak kecil. Yang betul-betul dapat
dialami seorang anak hadir dalam sebuah boneka saputangan dengan sepasang titik
tinta padanya. Daya kreatif batin akan aktif dalam diri anak-anak kecil. Segala yang
mereka terima dari lingkungan kemudian diterjemahkan ke dalam pengembangan
batin, yang mencakup pembentukan organ.
Jika ayah seorang anak sering marah—jika sewaktu-waktu suatu kejadian secara
kebetulan membuat si anak syok, maka itu juga ‘dialami’. Seorang anak mengalaminya
sedemikian rupa sehingga ia terungkapkan dalam pernapasan dan peredaran darah.
Karena terungkapkan dalam sistem ritmik, ia secara aktif membentuk paru-paru dan
jantung—malahan, keseluruhan sistem peredaran darah. Anak-anak membawa kondisi
batin terpahat itu sepanjang hidupnya; itu adalah keadaan yang terbentuk karena
melihat tindakan seorang ayah pemarah.
Apa yang saya katakan hanya bermaksud menunjukkan bagaimana anak-anak
mempunyai kekuatan formatif internal yang mengagumkan, dan bagaimana itu bekerja
terus-menerus dalam diri mereka seperti pematung. Jika Anda memberi si anak sebuah
boneka dari saputangan, kekuatan formatif tersebut bergerak tenang ke otak—dengan
kata lain, kekuatan itu memengaruhi sistem ritmik lewat pernapasan dan sirkulasi
darah yang bergerak lembut ke otak dan memberinya bentuk. Mereka membentuk otak
anak-anak lebih mirip seorang pematung berkarya dengan tangan yang lembut, ringan,
penuh semangat dan perasaan. Semuanya dihasilkan melalui pengembangan organis.
Anak-anak melihat sebuah boneka yang terbuat dari saputangan, dan kekuatan-
kekuatan formatif yang muncul dari sistem ritmik mulai bekerja di otak.
Jika Anda memberi seorang anak apa yang disebut boneka cantik, boneka yang
mungkin bahkan mampu bergerak atau menutup matanya, dengan rambut indah dan
berwarna, sebuah boneka yang tampak sangat artistik tapi sebenarnya sangat jelek,
kekuatan-kekuatan formatif yang timbul dari sistem ritmik yang membentuk otak akan
bertindak seperti lecutan cambuk. Semua yang belum dapat dipahami anak akan
mencambuk otak; otak dipukuli habis-habisan dengan cara yang mengerikan. Itulah
problem boneka-boneka “cantik”, dan itu juga problem kebanyakan permainan anak-
anak.
Bila kita ingin membimbing permainan anak-anak dengan penuh kasih, kita mesti
jelas tentang seberapa besar kekuatan pengembangan internal mereka yang
dibutuhkan. Dalam pengertian ini, keseluruhan peradaban kita memandang hal-ihwal
dalam cara yang keliru. Sebagai contoh, masyarakat kita telah menciptakan satu bentuk
animisme. Seorang anak kesakitan karena menabrak meja, dan kemudian merespons
dengan memukul meja itu. Orang-orang sekarang akan berkata bahwa si anak telah
menjadikan meja itu “hidup” melalui imajinasi. Mereka bilang si anak “membayangkan”
meja itu hidup dan kemudian memukulnya. Tetapi bukan begini cara kerjanya. Si anak
tidak membayangkan apa pun atas mejanya. Sebetulnya, anak-anak membayangkan
hidup dari makhluk hidup nyata. Anak-anak tidak membayangkan hidup atas sebuah
meja; mereka membayangkan hidup dari makhluk hidup aktual. Ketika anak-anak
melukai diri sendiri, mereka menyerang balik secara refleks, karena segala sesuatu
sebenarnya tidaklah hidup bagi anak-anak. Mereka tidak membayangkan hidup atas
sebuah meja, tapi merespons dalam cara yang sama terhadap objek-objek hidup
maupun mati.
Tampak bahwa peradaban kita tidak mampu mendekati anak-anak secara tepat
karena ide-ide terbelakang macam itu. Yang penting adalah kita bekerja dalam suatu
cara yang betul-betul penuh kasih kepada anak-anak, sehingga kita membimbing
mereka hanya dengan cinta menuju apa yang mereka inginkan. Konsekuensinya, kita
tidak boleh memukul anak-anak dari dalam dengan boneka-boneka “cantik”. Kita mesti
menyesuaikan diri dengan mereka dan membuat sebuah boneka yang merefleksikan
cara mereka mengalaminya dalam batin.
Dan ini berlaku untuk semua permainan. Permainan membutuhkan pemahaman
nyata tentang masa kanak-kanak. Jika kita mengoceh seperti anak kecil, jika kita
mereduksi bahasa kita menjadi seperti anak kecil dan tidak berbicara sebagaimana yang
seharusnya mereka dengar dan yang sesuai dengan fitrah manusia, kita mengenalkan
anak-anak kepada dusta. Bagaimanapun, kita hendaknya tidak menempatkan diri kita
pada cara berbicara yang tidak jujur, tetapi kita harus menempatkan diri secara khusus
pada tingkatan anak-anak sesuai kegiatan yang dikehendaki, khususnya bermain. Jika
kita melakukannya, akan menjadi jelas bahwa intelektualitas, yang sangat dicintai
peradaban kita, tidak ada dalam diri anak-anak. Dengan demikian, kita tidak boleh
menyela apa pun dipengaruhi intelek dalam permainan anak-anak.
Anak-anak secara alamiah meniru, dalam permainan mereka, apa yang terjadi di
lingkungan mereka. Kita jarang melihat anak-anak yang ingin menjadi, katakanlah, ahli
bahasa ketika mereka bermain. Tentu akan menjadi sebuah pengalaman aneh bagi
seorang anak usia empat tahun yang berhasrat menjadi seorang ahli bahasa. Namun,
dalam keadaan tertentu, seorang anak barangkali ingin menjadi sopir. Kenapa? Karena
kita bisa melihat segala yang sopir lakukan, dan itu menghasilkan sebuah kesan yang
tergambar langsung. Tetapi tidak ada gambaran tentang apa yang dilakukan ahli
bahasa, dan itu sepenuhnya melampaui kehidupan seorang anak kecil. Kita hendaknya
hanya melibatkan hal-hal yang tidak luput dari perhatian anak-anak, dan hal-hal
intelektual melampauinya. Apa yang kita butuhkan sebagai orang dewasa untuk
membimbing anak-anak bermain dengan tepat? Orang dewasa membajak ladang,
membuat topi, menjahit pakaian, dan sebagainya. Semua ini berorientasi pada yang
praktis, dan di dalamnya terdapat yang intelektual. Di mana pun kita menemukan
tujuan hidup, kita telah menembusnya dengan intelek.
Di sisi lain, segala sesuatu dalam hidup, selain diarahkan ke sebuah tujuan, juga
mempunyai bentuk luar—apakah membajak atau sesuatu seperti membuat gerobak atau
sepatu kuda. Ketika Anda melihat seorang petani memandu bajak melalui galur-galur,
selain dari tujuan kegiatan itu, kita merasakan (jika saya boleh menggunakan ungkapan
ini) apa yang hidup dalam gambar itu. Jika, sebagai orang dewasa, kita bisa berusaha
memahami apa yang ada dalam sebuah kegiatan selain dari tujuannya, kita bisa
mengenalkannya kepada anak-anak dalam permainan. Kepekaan estetika kita
memungkinkan kita melakukan itu. Secara khusus, dengan tidak mengejar jenis
keindahan yang diperjuangkan oleh boneka-boneka sekarang, yang sepenuhnya
intelektual, tapi dengan memasuki apa yang berbicara ke perasaan manusia, kita sampai
pada yang primitif, benar-benar boneka menyenangkan yang tampak lebih seperti ini
[sebuah boneka yang diukir seorang siswa Waldorf], bukan yang disebut boneka cantik.
Tapi ini, tentu saja, untuk anak-anak yang lebih besar.
Yang paling penting, para pendidik harus mampu melihat estetika kerja dalam
kegiatan itu sendiri, sehingga kita bisa menyajikannya saat kita membuat mainan. Jika
kita membawa estetika itu ke dalam mainan yang kita buat, kita mendekati apa yang
betul-betul diinginkan anak-anak. Kita telah menjadi sangat utilitarian, atau intelektual,
dalam peradaban kita, dan dengan begitu kita mengenalkan anak-anak kepada segala
jenis penemuan. Bagaimanapun, adalah penting untuk tidak mengenalkan anak kecil
kepada hal-hal dari kehidupan selanjutnya, hal-hal yang kita pikirkan. Sebaliknya, kita
ingin memberi mereka sesuatu yang bisa dirasakan oleh mereka ketika mereka menjadi
lebih tua. Inilah yang dibutuhkan dalam mainan. Kita mungkin ingin memberi seorang
bocah sebuah mainan bajak, tapi penting bagi kita menanamkan sesuatu yang formatif
dan estetis tentang membajak ke dalam mainan itu. Ini sepenuhnya akan
mengembangkan kekuatan manusia.
Dalam hal inilah banyak taman kanak-kanak yang baik sebaliknya membuat
kesalahan besar. TK Fröbel dan lainnya yang dibangun karena cinta tulus kepada anak-
anak mesti jelas memahami bahwa anak-anak kecil itu peniru, tapi mereka hanya bisa
meniru apa yang tidak intelektual. Oleh karena itu, kita tidak boleh membawa semua
jenis kegiatan yang diciptakan (invented activities) ke taman kanak-kanak. Permainan
seperti pick-up sticks atau braiding, yang sering memainkan peran penting di taman
kanak-kanak, sebenarnya diciptakan. Di taman kanak-kanak, kita harus melakukan
hanya hal-hal yang dilakukan orang besar, bukan hal-hal yang diciptakan untuk
dimainkan. Orang-orang yang betul-betul memahami fitrah manusia sering dikuasai
perasaan tragis ketika mereka masuk ke TK-TK yang dirancang baik ini. Di satu sisi, ada
niat baik tak habis-habis di sana dan kecintaan yang besar kepada anak-anak. Di sisi
lain, tidak ada perhatian pada fakta bahwa semua kegiatan di sana bersifat intelektual.
TK-TK harus meniadakan semua yang ‘dipikirkan’ itu dari permainan anak-anak, dan
anak-anak TK hanya boleh meniru kegiatan orang dewasa yang dapat dilihat.
Bila kita mendidik anak-anak secara intelektual sebelum usia empat atau lima
tahun, mereka akan menarik sesuatu yang mengerikan ke dalam hidupnya:
materialisme. Semakin banyak anak yang kita besarkan secara intelektual pada usia
dini, semakin banyak pula materialis yang kita ciptakan untuk kehidupan selanjutnya.
Otak berkembang sedemikian rupa sehingga ruh hidup di dalam bentuknya, tapi orang-
orang telanjur meyakini bahwa segala sesuatu jasmaniah belaka, karena otak diambil-
alih oleh intelektualisme pada usia dini.
Jika Anda ingin mendidik orang-orang memahami ruh, Anda mesti menunggu
selama mungkin untuk menyajikan versi intelektual dari ruhaniah eksternal (the
externally spiritual). Meskipun orang-orang perlu, khususnya sekarang ini, sepenuhnya
sadar di hidupnya kemudian, adalah penting juga membiarkan anak-anak hidup dalam
pengalaman mimpi lembut mereka (their gentle dreamy experiences) selama mungkin,
sehingga mereka bergerak perlahan ke dalam kehidupan. Mereka harus tetap selama
mungkin dalam imajinasi dan kapasitas gambar (pictorial capacities) mereka tanpa
intelektualitas. Dalam peradaban modern kita, jika Anda mengizinkan individu
diperkuat tanpa intelektualisme, anak-anak akan bergerak ke dalam intelektualisme
yang dibutuhkan dengan cara yang tepat.
Jika Anda menyakiti otak anak seperti yang saya jelaskan sebelumnya, Anda akan
menghancurkan jiwanya selama sisa hidupnya. Persis seperti Anda merusak
pencernaan seorang anak dengan mengoceh, atau metabolisme seorang anak dengan
kurangnya cinta, seperti itu juga Anda menghancurkan jiwa seorang anak dengan
memukul si anak dari dalam. Cita-cita pendidikan kita harusnya meniadakan memukul
jiwa anak, dan karena seorang anak dipersatukan dalam tubuh, jiwa, dan ruh, kita juga
mesti menghilangkan pemukulan fisik-dalam. Dengan kata lain, cita-cita kita adalah
menghilangkan apa yang disebut boneka-boneka cantik dan, yang paling penting,
membawa permainan ke tingkat yang tepat.
Saya ingin menutup catatan saya hari ini dengan mengatakan lagi bahwa kita perlu
menghindari hal yang salah secara ruhaniah, sehingga apa yang benar-benar ruhaniah—
manusia seutuhnya—dapat muncul kelak dalam kehidupan.***

Sumber: A Modern Art of Education (Foundations of Waldorf Education),


Anthroposophic Press, 2004.
Gambar: tipsdemadre.com

Anda mungkin juga menyukai