Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

Teori Psikoanalisis Alfred Adler

Dosen Pengampu

Rusdjianto, Drs., M.Psi

Disusun Oleh :

Magistrani Sekar Ayu Azizah (1924090147)


Armita Azizah Rahmani (1924090149)
Aulia Febriana (1924090146)
Kamila Chairunnisa (1924090158)
Nabila Adzraa Kamila (1924090140)
Vadia Ayanur (1924090155)

UNIVERSITAS PERSADA INDONESIA


Y.A.I FAKULTAS PSIKOLOGI
2020/2021
i
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan dalam
menyelesaikan makalah tepat waktu. Tanpa rahmat dan pertolongan-Nya, kami
tidak akan mampu menyelesaikan makalah ini dengan baik.

Kami ingin mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat
sehat-Nya, sehingga makalah “Teori Psikoanalisis Alfred Adler” dapat
diselesaikan. Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Psikologi
Sosial. Kami berharap makalah ini dapat menambah wawasan bagi para
pembaca agar lebih paham mengenai teori psikoanalisis Alfred Adler.

Kami menyadari makalah ini masih perlu benyak penyempurnaan karena


kesalahan dan kekurangan. Kami terbuka terhadap kritik dan saran pembaca
agar makalah ini dapat lebih baik. Apabila terdapat banyak kesalahan pada
makalah ini, baik terkait penulisan maupun konten, kami memohon maaf.

Demikian yang dapat kami sampaikan. Akhir kata, semoga makalah ini dapat
bermanfaat. Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh

Jakarta, 31 Oktober 2020

Penyusun
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...................................................................................................i
KATA PENGANTAR…............................................................................................ii
DAFTAR ISI............................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN

1. Latar belakang masalah......................................................................................1


2. Batasan masalah….............................................................................................2
3. RumusanMasalah…............................................................................................2
4..............................................................................................................................Tuj
uan.......................................................................................................................2
5. Manfaat…............................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN

1. Ciri-Ciri Utama dari Teori Alfred Adler……………………………………………...3


2. Kontribusi Teori Alfred Adler terhadap Psikologi Sosial………………………….4
3. Prinsip Dasar dan Konsep yang menjadi Inti Pembahasan dari Teori Alfred
Adler……………………………………………………………………………………5
4. Contoh Kasus yang berkaitan dengan Teori Alfred Adler……………………….11

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan…....................................................................................................17
B. Saran….............................................................................................................18

Daftar Pustaka………………………………………………………………………...19
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Adler merupakan salah satu teoris besar dalam psikologi kepribadian yang
telah mengembangkan Konseling Adlerian bersama para pengikutnya berdasarkan
teori psikologi individual Adler. Konsep - konsepnya revolusioner dan menampilkan
sisi kemanusiaan yang utuh dalam dialektikanya. Adler awalnya merupakan
anggota bahkan sebagai ketua Masyarakat Psikoanalisis Wina yang merupakan
organisasi pengembang teori Freud, namun kemudian memisahkan diri karena
mengambangkan ide-ide dan konsepnya sendiri.

Konsep yang dikembangkan oleh Adler memiliki perbedaan yang substansial


dengan teoris Freud. Adler yang berlatar belakang pendidikan dokter kemudian
mengembangkan suatu teori yang spesifik yang disebutnya psikologi individual.
Teori Adler ini sangat menekankan peranan ego dan kontekstualitas sosial dalam
gerak dinamika kehidupan manusia.

Dari beberapa sumber, diperoleh keterangan bahwa selama perang dunia I,


Adler bekerja sebagai dokter pada laskar tentara Austria dan sesudah perang, dia
tertarik pada bimbingan anak-anak dan mendirikan klinik bimbingan pertama yang
berhubungan dengan sistem aliaran Wina. Dia juga mendorong berdirinya aliran
eksperimental di wina yang menerapkan teorinya di bidang pendidikan (Furtmuller,
dalam Hall & Lindzey, 1993).

1
1.2 Batasan Masalah

Agar pembahasan tidak terlalu luas, penulis perlu membatasi pembahasan dalam
makalah ini. Pembatasan yang penulis terapkan yaitu hanya membahas konsep
dari teori Alfred Adler dan kontribusi teori Alfred Adler terhadap Psikologi Sosial.

1.3 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah yang akan penulis terapkan yaitu :

1. Apa saja ciri-ciri utama dari teori Alfred Adler?

2. Apa kontribusi teori Alfred Adler terhadap Psikologi Sosial?

3. Apa saja prinsip dasar dan konsep yang menjadi inti pembahasan dari teori
Alfred Adler?

4. Apa contoh kasus yang berkaitan dengan teori Alfred Adler?

1.4 Tujuan

Makalah ini bertujuan untuk menambah wawasan para pembaca mengenai


konsep dari teori Alfred Adler dan agar para pembaca bisa mengetahui dan
memahami bagaimana kontribusi teori Alfred Adler terhadap dunia Psikologi
Sosial.

1.5 Manfaat

Secara umum, makalah ini memberikan manfaat untuk menggambarkan konsep


dari teori Alfred Adler.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Ciri-Ciri Utama dari Teori Alfred Adler


Adler menekankan adanya keunikan pribadi. Setiap pribadi merupakan
konfigurasi unik dari motif motif, sifat, minat, dan nilai-nilai; setiap perbuatan
dilakukan orang secara khas gaya hidup orang itu. Bagi Adler, manusia itu lahir
dalam keadaan tubuh yang lemah, tak berdaya. Kondisi ketidakberdayaan itu
menimbulkan perasaan inferiorita dan ketergantungan kepada orang lain.

Menurut Adler makhluk hidup adalah suatu kesatuan sosial yang tidak dapat
dipisahkan. Mereka menghubungkan dirinya dengan orang-orang disekitar mereka
dalam usaha kerja sama sosial, menempatkan kesejahteraan umum diatas
keinginan diri sendiri, dan mendapatkan gaya hidup yang bersifat lebih kuasa dalam
organisasi sosial.

Adler memiliki sumbangan pemikiran yang besar yaitu penekanan determinan


sosial dari tingkah laku, konsep tentang mengkreatifkan diri, dan penekanan pada
ciri khas dari masing-masing kepribadian. Manusia pada mulanya dimotivasikan
oleh dorongan-dorongan sosial dan bukan dorongan seksual. Dorongan sosial
adalah sesuatu yang dibawa sejak lahir yang ditentukan oleh corak masyarakat
tempat orang itu dilahirkan.

Dalam konsepnya mengenai diri yang kreatif, menurut Adler diri yang kreatif
merupakan sistem subjektif yang sangat dipersonalisasikan, yang
menginterpretasikan dan membuat pengalaman-pengalaman organisme penuh arti.

Setiap orang merupakan konfigurasi unik dari motif-motif, sifat-sifat, minat-


minat dan nilai-nilai; setiap perbuatan yang dilakukan orang membawa corak khas
gaya hidupnya sendiri. Manusia berusaha berjuang mengembangkan gaya hidup
unik, dan dorongan seksual memainkan peranan yang kecil. Sebenarnya, cara
orang memuaskan kebutuhan - kebutuhan seksualnya ditentukan oleh gaya
hidupnya.

2.2 Kontribusi Teori Alfred Adler terhadap Psikologi Sosial


Aliran Adler, yang dikenal sebagai psikologi individual memfokuskan pada
psikologi sosial, komunitas, sekaligus psikologi dalam. Teori psikologi individual
Adler ini, memang lebih banyak berupaya menyadarkan manusia, bahwa ia
merupakan mahluk yang berdaya dan memiliki rasa sosial yang dalam, sehingga itu
pulalah ia dapat “survive” dalam menjalani hidup.

Teori ini pula, memiliki kekuatan dalam hal memprediksi perilaku manusia
melalui tujuan semu atau akhir dari perilaku yang diperbuatnya, sebagai tujuan
akhir yang merupakan gambaran dari diri manusia tersebut. Berbeda dengan tokoh
yang seangkatan (yang fokus pada mengobati), Adler bisa dibilang tokoh pelopor
yang fokus pada pencegahan abnormal. Ia mengajarkan para guru dan orang tua
untuk membolehkan anak melatih kemampuan dalam mengambil keputusan, sambil
bekerjasama dengan sesama teman.

Menurut Adler, lingkungan sosial punya dampak psikologis yang sama dengan
alam pemikiran internal (pikiran individu itu sendiri). Bagi Adler, dinamika
kekuasaan dan kompensasi sama pentingnya dengan seks. Jenis kelamin dan
politik sama pentingnya dengan libido. Adler percaya bahwa bahwa orang awam
pun perlu memahami ilmu psikologi. Adler juga pendukung awal feminisme di
psikologi dan di dunia sosial. Adler percaya bahwa perasaan superioritas dan
inferioritas seringkali dikarenakan gender, dan diekspresikan dalam bentuk
karakteristik feminin dan maskulin.
2.3 Prinsip dasar dan Konsep yang menjadi Inti Pembahasan dari Teori Alfred
Adler
Adler mengembangkan pokok-pokok pikirannya sehingga menjadi ciri khusus dari
pemikiran Adlerian yaitu:

1. Fictional finalism (Tujuan Hidup)


2. Dorongan keakuan
3. Perasaan rendah diri
4. Dorongan kemasyarakatan
5. Gaya hidup
6. Daya kreatif

Pokok-pokok teori adler yang terdiri dari enam konsep pemikiran tersebut dapat
dijelaskan sebagai berikut:

A. Perjuangan ke arah Superioritas


Adler menggambarkan manusia sebagai individu yang berjuang untuk
meraih kesempurnaan atau superioritas. Psikologi individual mengajarkan bahwa
setiap orang memulai hidup dengan kelemahan fisik yang memunculkan perasaan
inferior. Perjuangan ke arah superioritas adalah perjuangan yang bersifat bawaan.
Ia adalah bagian dari hidup dan bahkan hidup itu sendiri. Dari lahir sampai mati
perjuangan ke arah superioritas itu membawa setiap individu dari satu tahap
perkembangan ke tahap-tahap perkembangan berikutnya yang lebih tinggi.

Adler menyebutkan bahwa dorongan ke arah superioritas itu dapat menjelma


dengan bermacam-macam cara yang berbeda-beda, dan setiap individu memiliki
cara masing-masing untuk mencapai kesempurnaan. Dalam pemikiran Adler,
terdapat tiga tahap tentang tujuan akhir (final) manusia, yakni: menjadi agresif,
menjadi berkuasa, dan menjadi superior (berjuang untuk meraih superioritas).
Superioritas yang dimaksudkan oleh Adler adalah perjuangan ke arah
kesempurnaan, itu merupakan “dorongan kuat ke atas”.
B. Fictional Finalism (Tujuan hidup)
Menurut Adler, manusia berjuang demi sebuah tujuan akhir, entah itu
superioritas pribadi atau keberhasilan untuk semua umat manusia. Tujuan akhir ini
semata-mata bersifat fiktif, yang tidak ada bentuk objektifnya. Dalam dinamika
kepribadian, kenyataan fiktif memungkinkan manusia dapat menghadapi realitas
dengan lebih baik. Namun demikian, tujuan akhir memiliki makna yang besar
karena mempersatukan kepribadian dan membuat semua perilaku dapat dipahami.

Setiap individu memiliki kekuatan untuk menciptakan sebuah tujuan fiksional.


Tujuan ini tidak ditentukan oleh faktor genetik dan lingkungan. Ia lebih sebagai
produk dari daya kreatif (creative power), yaitu kemampuan manusia untuk secara
bebas membentuk perilakunya dan menciptakan kepribadian mereka sendiri. Anak-
anak yang berusia empat atau lima tahun memiliki daya kreatif yang telah terbentuk
sampai pada titik di mana mereka bisa menetapkan tujuan akhir mereka. Tujuan
akhir dari individu adalah mengurangi rasa sakit akibat perasaan inferior dan
mengarahkan individu tersebut kepada superioritas atau keberhasilan. Di dalam
prinsip ini, Adler mereduksi semua motivasi menjadi satu dorongan tunggal untuk
meraih keberhasilan atau superioritas. Superioritas bukan pengkotakan sosial,
kepemimpinan, atau kedudukan yang tinggi di dalam masyarakat, tetapi perjuangan
ke arah kesempurnaan.

C. Inferioritas
Inferioritas bagi Adler berarti perasaaan lemah dan tidak terampil dalam
menghadapi tugas yang harus diselesaikan. Bukan rendah diri terhadap orang lain
dalam pengertian yang umum, walaupun ada unsur membandingkan kemampuan
khusus diri dengan kemampuan orang lain yang lebih matang dan berpengalaman.
Perasaan inferiorita yang melahirkan perjuangan superiorita, dan bersama-sama
keduanya menjadi dorongan maju yang sangat besar yang mendorong orang terus
menerus bergerak dari minus ke plus, dari bawah ke atas. Dorongan ini menurut
Adler dibawa sejak lahir dan menjadi tenaga semua dorongan lainnya.
Perasaan inferiorita ada pada semua orang, karena manusia mulai hidup
sebagai makhluk yang kecil dan lemah. Sepanjang hidup, perasaan ini terus
muncul ketika orang menghadapi tugas baru dan belum dikenal yang harus
diselesaikan. Perasaan ini justru menjadi sebab semua perbaikan dalam tingkah
laku manusia. Kondisi-kondisi khusus seperti cacat, pemanjaan dan pengabaian
mungkin dapat membuat orang mengembangkan kompleks inferiorita (inferiority
complex) atau kompleks superiorita (superiority complex). Dua kompleks ini
berhubungan erat. Kompleks superior selalu menyembunyikan atau kompensasi
dari perasaan inferior, sebaliknya kompleks inferior sering menyembunyikan
perasaan superiorita. Banyak orang yang berjuang menjadi superiorita dengan tidak
memperhatikan orang lain. Tujuannya bersifat pribadi dan perjuangannya dimotivasi
oleh perasaan diri inferior yang berlebihan.
Namun pada umumnya perjuangan menjadi superior sukar dibedakan, mana
yang motivasinya untuk keuntungan pribadi dan mana yang motivasinya minat
sosial. Secara khusus, perjuangan menjadi superior yang dilatar belakangi motivasi
sosial disebut perjuangan menjadi sukses. Orang yang secara psikologis sehat,
mampu meninggalkan perjuangan menguntungkan diri menjadi perjuangan yang
dimotivasi oleh minat sosial, perjuangan untuk menyukseskan nilai – nilai
kemanusiaan.

D. Minat Sosial

Minat sosial adalah terjemahan Adler yang berasal dari istilah Jerman, yaitu
Gemeinschaftsgefuhl, yang maknanya adalah perasan menjadi satu dengan umat
manusia, menyatakan secara tidak langsung keanggotaan dalam komunitas sosial
umat manusia. Minat sosial terjelma dalam bentuk-bentuk seperti kerjasama,
hubungan antar pribadi dan hubungan sosial, identifikasi dengan kelompok, empati
dan sebagainya. Minat sosial membuat orang mampu berjuang mengejar
superiorita dengan cara yang baik, yaitu berjuang bukan untuk superioritas pribadi
tetapi untuk kesempurnaan semua orang dalam masyarakat luas.
Individu diarahkan untuk memelihara dan memperkuat perasaan minat
sosialnya ini dan meningkatkan kepedulian pada orang lain. Melalui empati, individu
dapat belajar apa yang dirasakan orang lain sebagai kelemahannya dan mencoba
memberi bantuan kepadanya. Individu juga belajar untuk melatih munculnya
perasaan superior sehingga jika saatnya tiba, ia dapat mengendalikannya.
Dikarenakan manusia tidak sepenuhnya dapat mencapai superioritas, individu tetap
memiliki perasaan ketidakmampuan. Namun individupun yakin bahwa masyarakat
yang kuat dan sempurna akan dapat membantunya mencapai pemenuhan
perasaan superior.

Adler yakin bahwa minat sosial bersifat bawaan; bahwa manusia adalah
makhluk sosial menurut kodratnya, bukan karena kebiasaan belaka. Akan tetapi
sama seperti setiap bakat kodrati lainnya, kecenderungan yang dibawa sejak lahir
ini tidak bisa muncul secara spontan, tetapi harus ditumbuhkan lewat bimbingan
dan latihan. Itulah yang menjadi tugas ibu untuk mendorong kemasakan minat
sosial anaknya melalui ikatan hubungan anak yang kooperatif. Oleh karenanya,
setiap anak pasti akan memiliki minat sosial dalam kadar tertentu. Minat sosial ini
bersumber dari hubungan ibu dan anak serta lingkungan sosial selama bulan-bulan
pertama masa kanak-kanak. Setelah umur 5 tahun, efek dari keturunan akan
digantikan oleh kekuatan lingkungan sosial, dan membentuk hampir setiap aspek
kepribadian anak.

Minat sosial adalah tongkat pengukur Adler untuk mengukur kesehatan


psikologis seseorang dan sebagai ‘the sole criterion of human values’. Minat sosial
juga merupakan satu - satunya sarana penilaian keberhargaan, standar untuk
menentukan kemanfaatan hidup seseorang yang disebut oleh Adler sebagai
barometer normalitas.
E. Gaya Hidup

Gaya hidup adalah cara yang unik dari setiap orang dalam berjuang
mencapai tujuan khusus yang telah ditentukan orang itu dalam kehidupan tertentu
dimana dia berada dan juga mencakup tujuan seseorang, konsep diri, perasaan
terhadap orang lain, dan sikap terhadap dunia. Gaya hidup itu tidak hanya
ditentukan oleh kemampuan intrinsik (hereditas) dan lingkungan obyektif, tetapi
dibentuk oleh anak melalui pengamatannya dan interpretasinya terhadap keduanya.
Terutama, hidup ditentukan oleh inferioritas - inferioritas khusus yang dimiliki
seseorang (bisa khayalan bisa nyata), yakni kompensasi dari inferioritas itu. Apabila
anak memiliki kelemahan fisik, maka gaya hidupnya akan berwujud melakukan hal-
hal yang akan menghasilkan fisik yang kuat. Anak yang kurang pintar akan
berjuang mencapai superioritas intelektual.

Gaya hidup yang sudah terbentuk tak dapat diubah lagi, meskipun cara
pengekspresiannya dapat berubah. Jadi gaya hidup itu tetap atau konstan dalam
diri manusia. Apa yang berubah hanya cara untuk mencapai tujuan dan kriteria
tafsiran yang digunakan untuk memuaskan gaya hidup. Misalnya, bagi anak yang
merasa memiliki gaya hidup tidak disayangi, adalah lebih praktis untuk membentuk
tujuan semu bahwa kasih sayang baginya tidak begitu penting dibandingkan
dengan usaha meyakinkan bahwa tidak dicintai pada masa lalu tidak penting
baginya, dan bahwa meyakinkan kemungkinan untuk dicintai pada masa yang akan
datang diharapkan dapat memperbaiki peristiwa masa lampau. Perubahan gaya
hidup meskipun mungkin dapat dilakukan, akan tetapi kemungkinannya sangat
sukar, karena beberapa pertimbangan emosi, energi, dan pertumbuhan gaya hidup
itu sendiri yang mungkin keliru. Karenannya jauh lebih mudah melanjutkan gaya
hidup yang telah ada dari pada mengubahnya.
F. Diri Kreatif

Diri kreatif bersifat padu, konsisten, berdaulat dalam struktur kepribadian.


Menurut Adler, keturunan memberi “kemampuan tertentu” dan lingkungan memberi
“impresi kesan tertentu”. Keduanya, beserta bagaimana manusia mengalami dan
menginterpretasi keturunan dan lingkungan itu, adalah bahan dari diri kreatif untuk
membangun sikap terhadap kehidupan dan hubungan-hubungan dengan dunia
luar. Jadi diri kreatif adalah yang mengolah fakta-fakta dunia dan
mentransformasikan fakta-fakta itu menjadi kepribadian yang bersifat subyektif,
dinamik, menyatu, personal, dan unik. Diri kreatif memberi arti kepada kehidupan,
menciptakan tujuan maupun sarana untuk mencapainya.

Adler percaya bahwa setiap orang diperkuat oleh kebebasan untuk


menciptakan gaya hidupnya sendiri. Intinya, setiap orang bertanggung jawab pada
siapa diri mereka dan bagaimana mereka berperilaku. Manusia mempunyai
kekuatan kreatif untuk mengontrol kehidupan dirinya, bertanggungjawab mengenal
tujuan finalnya, menentukan cara memperjuangkan mencapai tujuan itu, dan
menyumbang pengembangan minat sosial. Kekuatan diri kreatif itu membuat setiap
manusia menjadi manusia bebas, bergerak menuju tujuan yang terarah.

Dengan prinsip ini Adler ingin menjelaskan bahwa manusia adalah seniman
bagi dirinya. Ia lebih dari sekedar produk lingkungan atau mahluk yang memiliki
pembawaan khusus. Ia adalah yang menafsirkan kehidupannya. Individu
menciptakan struktur pembawaan, menafsirkan kesan yang diterima dari
lingkungan kehidupannya, mencari pengalaman yang baru untuk memenuhi
keinginan untuk superior, dan meramu semua itu sehingga tercipta diri yang
berbeda dari orang lain, yang mempunyai gaya hidup sendiri. Namun diri kreatif ini
adalah tahapan di luar gaya hidup. Gaya hidup adalah bersifat mekanis dan kreatif,
sedangkan diri kreatif lebih dari itu. Ia asli, membuat sesuatu yang baru yang
berbeda dari sebelumnya, yakni kepribadian yang baru. Individu mencipta dirinya.
2.4 Contoh Kasus yang berkaitan dengan Teori Alfred Adler

DINAMIKA KEPRIBADIAN ANAK JALANAN PEREMPUAN YANG TERLIBAT


PELACURAN DITINJAU DARI TEORI ALFRED ADLER

Anak yang mengalami pelecehan seksual, berasal dari keluarga miskin, tingkat
pendidikan rendah dan mengalami perlakuan pengasuhan yang salah dapat
mendorong anak turun ke jalan dan terlibat pelacuran. Subjek mengalami
perasaan-perasaan inferior seperti ketidakamanan, merasa tidak berharga dan
perasaan terkekang, penggunaan teori kepribadian Alfred Adler dapat menjelaskan
mengenai inferioritas yang subjek alami serta kompensasi yang subjek lakukan
dengan berjuang menjadi superior (menuju arah kesempurnaan).

Tujuan penelitian ini adalah mengetahui dinamika kepribadian anak jalanan


perempuan yang terlibat pelacuran ditinjau dari teori Alfred Adler. Metode yang
digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan pendekatan studi
kasus instrumental. Sedangkan metode pengumpulan data yang digunakan dalam
penelitian ini menggunakan metode wawancara dan observasi. Sumber data dalam
penelitian ini menggunakan satu subjek utama dan lima informan. Teknik
keabsahan data dilakukan dengan triangulasi data dan triangulasi investigator.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa subjek mengalami perasaan inferior yang


perkuat dari faktor-faktor pendorong pelacuran yaitu tingkat pendidikan dan
ekonomi yang rendah serta pelecehan seksual. Kompensasi dari perasaan-
perasaan inferior tersebut dilakukan dengan cara memiliki pacar dengan pengaruh
kuat pada komunitas jalanan, minta ditemani pacar setiap hari, dan menjalani
kehidupan bebas.

Perasaan inferior juga memicu finalisme semu yang dipersepsi kabur yang
dipengaruhi oleh lingkungan dan diri subjek. Karena hal itu, maka perjuangan
menuju superioritas yang terpusat pada diri sendiri (private logic) dilakukan melalui
mengadu domba laki-laki yang menyukainya dan melakukan hubungan seks
dengan banyak orang (sexual poligamously). Hal ini berdampak pada minat sosial
rendah yang ditandai dengan hubungan orang tua buruk, hubungan dengan pacar
ekstrim (sangat baik namun juga kadang sangat sadis), dan tidak ada afeksi antar
teman serta diwarnai oleh gaya hidup subjek seperti alcholic, drugs, perokok,
perilaku kriminal, berganti-ganti pasangan dan berbohong (mytomania). Akhirnya,
dinamika kepribadian ini mengarahkan pada kenakalan remaja dan bias agama
yang tertuju pada pelacuran (immorality sexual).

Penggunaan teori kepribadian Alfred Adler (individual psychology) dirasa tepat


untuk menjelaskan fenomena mengenai anak jalanan perempuan yang terlibat
pelacuran, karena teori ini menjelaskan tentang permasalahan seksualitas yang
dikaji tidak hanya dalam permasalahan pribadi tetapi juga dalam konteks sosial.

Subjek penelitian ini bernama PT, alasan memilih subjek PT karena dia
seorang anak yang cukup diperhitungkan dalam komunitasnya. Dia seorang anak
yang sering membuat masalah antar anak jalanan laki-laki (kebiasaan berganti-
ganti pasangan). PT berusia 17 tahun, ia mengaku turun ke jalan karena merasa
dikekang oleh orang tuanya. Baginya, jalanan adalah tempat pencarian kebebasan
dan kesenangan. Peran lingkungan (jalanan) juga berpengaruh dalam kepribadian
PT yang tertutup, suka berbohong, dan tidak mudah percaya dengan orang lain.
Adler juga mengemukakan bahwa setiap orang menciptakan tujuan final yang semu
(fictional final goal), memakai hal-hal yang diperoleh dari keturunan dan lingkungan.
Tujuan ini semu karena mereka tidak harus didasarkan pada kenyataan, tetapi
tujuan itu lebih menggambarkan pikiran orang itu mengenai bagaimana seharusnya
kenyataan itu, didasarkan pada interpretasi subjektifnya mengenai dunia. Hal
tersebut berkaitan dengan nilai dan kebutuhan, menurut Sutan dan Wirawan (2006:
39) nilai dan kebutuhan mempengaruhi perilaku para pekerja seks baik dalam
pandangan, gaya hidup, dan tingkah laku sehari-hari, termasuk didalamnya
keputusan yang diambil untuk menjalani profesinya. Kenyataan ini akan mengubah
pandangan seseorang terhadap dirinya, orang lain, maupun lingkungan, dan
sebaliknya.

Pelacur anak jalanan dapat disebut sebagai anak yang dilacurkan. Istilah
tersebut merupakan terjemahan dari prostituted children, yang digunakan sebagai
pengganti istilah pelacur anak atau child prostitutes. Penggunaan istilah ini
diperkenalkan sejalan dengan berkembangnya kampanye internasional anti
pelacuran anak dalam pariwisata Asia (ECPAT) yang dicanangkan tahun 1990.

Istilah anak yang dilacurkan merujuk pada subjek yakni anak-anak yang terlibat
dalam prostitusi dan sengaja dipilih untuk memberikan tekanan pada bobot yuridis
dimana seorang anak, berbeda dari orang dewasa, harus dianggap tidak punya
kemampuan untuk memilih prostitusi sebagai profesi. Dengan demikian, istilah ini
menegaskan posisi anak sebagai korban, bukan pelaku; sekaligus menegaskan
bahwa tindakan menjerumuskan anak kedalam pelacuran merupakan suatu
kejahatan. Sejauh tidak menunjuk kepada subjek, namun kepada situasinya, istilah
pelacuran anak (child prostitution) tetap digunakan.

Mereka yang telah mengalami eksploitasi biasanya mengatakan perasaan -


perasaan malu, rasa bersalah dan rendah diri. Sebagian anak tidak percaya bahwa
mereka layak untuk diselamatkan, sedangkan sebagian yang lain mengalami
perasaan bahwa mereka telah dikhianati oleh seseorang yang telah mereka
percayai, lainnya mengalami mimpi buruk, tidak bisa tidur, putus asa dan depresi.
Reaksi yang sama juga terjadi pada anak - anak tersebut berusaha untuk bunuh diri
atau menyalahgunakan narkoba. Banyak diantara mereka yang merasa sulit untuk
berhasil berintegrasi kedalam masyarakat ketika mereka sudah dewasa kelak.
(Naebklang, 2006: 23). Pelacuran anak-anak merupakan masalah kemanusiaan
yang membutuhkan perhatian dunia karena dampaknya terhadap pertumbuhan
anak. Anak-anak yang dijadikan pelacur rentan terhadap hinaan, eksploitasi,
penipuan dan marjinalisasi, serta banyak diantara mereka yang tidak dapat
memenuhi kebutuhan dasar untuk berkembang secara sehat. Apabila keadaan
tersebut terjadi, akan mengakibatkan hilangnya moral anak yang dapat meresahkan
masyarakat.

Adler menegaskan bahwa superioritas bukan pengkotakan sosial,


kepemimpinan, atau kedudukan yang tinggi dalam masyarakat. Tetapi superioritas
yang dimaksudkan Adler adalah sesuatu yang sangat mirip dengan konsep Jung
tentang diri atau prinsip aktualisasi diri dari Goldstein. Superioritas adalah
perjuangan kearah kesempurnaan. Ia merupakan “dorongan kuat ke atas”. Dengan
kata lain, perjuangan menuju superioritas merupakan tujuan final yang
diperjuangkan oleh manusia dan memberikan konsistensi dan kesatuan pada
kepribadian.

Adler menyatakan bahwa perjuangan menuju superioritas bersifat bawaan;


bahwa ia merupakan bagian dari hidup; malahan hidup itu sendiri. Dari lahir sampai
mati perjuangan kearah superioritas itu membawa sang pribadi dari satu tahap
perkembangan ke tahap tahap perkembangan berikutnya yang lebih tinggi. Adler
mengakui bahwa dorongan kearah superioritas itu menjelma dengan beribu - ribu
cara yang berbeda-beda (gaya hidup), dan bahwa setiap orang mempunyai cara
kongkret masing - masing untuk mencapai atau berusaha mencapai kesempurnaan.
Berdasarkan hasil temuan penelitian diketahui bahwa PT mengalami
ketidaknyaman ketika berada di rumah. PT merasa dikekang dan merasa kurang
ada penerimaan yang hangat dari bapak dan ibunya. Saat berhadapan dengan
bapak (SM), PT merasa takut karena bapaknya seorang yang temperamental.
Begitu pula dengan ibu (NR), sosok ibu menurut hasil temuan peneliti terlihat tidak
berdaya menghadapi perlakuan suaminya terhadap PT. Pada masa kecil, PT
mengalami kekerasan yang dilakukan oleh bapak dan pamannya seperti: diikat,
dipukul dan disekap dalam ruangan. Tindak kekerasan tersebut menurut NR
dilakukan karena PT sulit diatur. Faktor kekerasan inilah yang membuat PT tidak
betah di rumah dan mendorong PT turun ke jalan. Padahal pemberian hukuman
seperti itu merupakan suatu bentuk pola pengasuhan yang salah (Unnever et al,
2006 dalam Patchin 2006: 4).
Menurut Adler (1997: 8), pendekatan pendisiplinan anak secara kasar, mulai
dari ke-kerasan emosional hingga kekerasan fisik secara ekstrim menyebabkan
perilaku memberontak dan mengganggu pada anak. Orangtua dan anak akan
memandang hubungan timbal balik mereka sebagai musuh. Akibat orangtua yang
bertindak kejam terhadap mereka, anak yang frustasi akan mencari dukungan dari
teman sebaya atau sumber dukungan lain. Hubungan ini kemudian akan
meningkatkan kenakalan, penyalahgunaan obat-obatan, dan perkembangan
identitas seksual yang tidak sesuai. Pendidikan yang rendah dapat mempengaruhi
cara berpikir seseorang terhadap pekerjaan yang dipilihnya. Sedangkan rendahnya
tingkat ekonomi dapat dijelaskan dengan menganalisis hilangnya fungsi bapak
sebagai pencari nafkah.

Keadaan emosi dan perasaan PT berdasarkan hasil interpretasi gambar DAM


dan HTP menunjukkan bahwa ia berada dalam keadaan takut, tertekan, ragu -
ragu, malu, dan tidak percaya diri. Keadaan tersebut mempengaruhi sikap PT
terhadap cita - citanya. Emosi dan perasaan yang negatif itu seakan mengikis cita -
cita PT sehingga ia takut untuk membuat sebuah perencanaan masa depan dan
bertanggungjawab terhadap hidupnya sendiri. Perasaan inferioritas yang dialami PT
ini berkenaan dengan ketidakamanan yang dikompensasi dengan gaya hidup
berganti - ganti pasangan atau memilih seseorang yang memiliki pengaruh kuat di
jalanan.
Perasaan inferioritas kedua yang dialami PT yaitu perasaan tidak berharga.
Perasaan tidak berharga ini dikompensasikan dengan perasaan bangga dan
kesenangan mengadu domba laki - laki yang menyukainya.Tujuan hidup PT adalah
menuju kebebasan, hal ini dijelaskan melalui perilaku PT seperti: alcoholic, drugs,
merokok, kriminal, berganti-ganti pasangan dan berbohong (mythomania). Gaya
hidup PT tersebut merupakan manifestasi dari tujuan hidup PT yaitu meraih
kebebasan. Cara PT memperjuangkan tujuannya dengan kebiasaan berbohong.
Kebiasaan ini dilakukan PT untuk membuat orang lain berempati pada dirinya
sehingga ia dapat dengan mudah mendapatkan materi dan perlindungan. Selain itu,
minat sosial PT sangat rendah karena perjuangan superioritasnya hanya terpusat
pada dirinya sendiri.

Kesimpulan
Kepribadian subjek cenderung tertutup dan banyak melakukan kompensasi
terhadap perasaan - perasaan inferior pada dirinya (inferiority complex). Perasaan
inferior yang dialami subjek seperti perasaan tidak aman dan tidak berharga berasal
dari situasi emosional keluarga yang ekstrim (ketidakseimbangan karakter bapak
dan ibu). Kompensasi dari perasaan inferioritas pada subjek sebagai bentuk
perjuangan menuju superioritas ada dua yaitu kesenangan mengadu domba laki -
laki dan banyak melakukan hubungan seksual dengan banyak laki - laki (sexual
poligamously).

Perjuangan menuju superioritas ini diwarnai oleh gaya hidup bebas yang
diperlihatkan dengan perilaku maladaptif seperti pecandu alkohol, rokok, obat
-obatan, berganti - ganti pasangan, perilaku kriminal, dan perilaku berbohong. Gaya
hidup PT yang memperlihatkan perilaku berbohong merupakan penggambaran diri
kreatif (creative power of the self) untuk memperjuangkan tujuan hidupnya.
Pertama, efek yang timbul dari kekerasan fisik, seksual atau kekerasan yang
berdampak emosional menyebabkan anak memiliki tingkat inteligensi yang rendah.
Penelitian ini mengindikasikan subjek memiliki inteligensi amat rendah (dull) tetapi
tetap memiliki kapasitas yang sama (dalam hal kriminalitas) dengan anak-anak
yang cerdas.
Kedua, penelitian ini “memperluas” penjelasan teori Adler mengenai pelacuran
dapat terjadi karena kurangnya minat sosial. Penelitian ini menemukan bahwa
pelacuran terjadi akibat adanya dorongan menuntut hak dan kompensasi karena ia
tidak pernah merasakan kehangatan, perhatian, dan kasih sayang dari
orangtuanya.
Ketiga, penjelasan Adler mengenai gaya hidup yang mulai terbentuk pada usia
4-5 tahun tidak sesuai untuk kasus ini karena berdasarkan hasil penelitian, gaya
hidup subjek mulai terbentuk pada saat ia berusia 8 tahun atau saat ia mulai turun
ke jalan.
Keempat, Adler ( 1998: 79) menyatakan bahwa kekuatan diri kreatif membuat
setiap manusia menjadi manusia bebas, bergerak menuju tujuan yang terarah. Hal
ini tidak terjadi pada kasus PT, meskipun PT adalah individu yang bebas tetapi ia
bergerak menuju tujuan yang tak terarah. Maka pernyataan ini menggantikan
penjelasan Adler mengenai diri kreatif.
Kelima, temuan bias agama dapat memberikan warna tersendiri pada teori
Adler. Dalam teorinya, Adler tidak menjelaskan mengenai permasalahan yang
berkaitan dengan spiritualitas.
Implikasi praktis yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah pemahaman
yang menyeluruh mengenai hal - hal yang berpengaruh terhadap pembentukan
dinamika kepribadian anak jalanan perempuan yang terlibat pelacuran sehingga
dapat memberikan penanganan yang tepat pada subjek langsung pada akar
masalah yang menyebabkan kasus terjadi. Misalnya dengan menyusun program
rehabilitasi yang disesuaikan dengan dinamika kepribadian anak jalanan yang
terlibat pelacuran.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Adler semula anggota bahkan ketua Masyarakat Psikoanalisis Wina yang
menjadi organisasi pengembang teori Freud, namun kemudian memisahkan diri
karena mengembangkan ide - idenya sendiri. Dia kemudian membentuk
kelompoknya sendiri, yakni Individual Psychology.

Psikologi Individual memandang individu sebagai makhluk yang saling saling


bergantung secara sosial. Perasaan bersatu dengan orang lain ada sejak manusia
dilahirkan dan menjadi syarat utama kesehatan jiwa. Rincian pokok - pokok teori
Adler mencakup enam hal berikut:
1. Satu-satunya kekuatan dinamik yang melatarbelakangi aktivitas manusia
adalah perjuangan untuk sukses atau menjadi superior (Striving for
Superiority).
2. Persepsi subyektif (Subjective Perception) individu membentuk tingkah laku
dan kepribadian.
3. Semua fenomena psikologis disatukan (Unity of Personality) didalam diri
individu dalam bentuk self.
4. Manfaat dari aktivitas manusia harus dilihat dari sudut pandang interes sosial
(Social Interest).
5. Semua potensi manusia dikembangkan sesuai dengan gaya hidup (Life of
Style) dari self.
6. Gaya hidup dikembangkan melalui kekuatan kreatif (Creative Power)
individu.
B. Saran

Demikianlah yang dapat kami sampaikan mengenai materi yang menjadi


bahasan dalam makalah ini, menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh
dari kata sempurna, kedepannya kami akan lebih fokus dan detail dalam
menjelaskan tentang makalah di atas dengan sumber-sumber yang lebih banyak,
yang tentunya dapat dipertanggungjawabkan.
Kami berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan penulis.
Kami juga sangat mengharapkan saran dan kritik dari para pembaca demi
kesempurnaan makalah ini. Sekian penutup dari kami, semoga dapat diterima di
hati dan kami ucapkan terima kasih.
DAFTAR PUSTAKA

 Alwisol. 2009. Psikologi Kepribadian. Edisi Revisi. Malang: UMM Press.

 Biografi Alfred Adler. Diakses pada 23 Oktober 2020 pukul 11:00 melalui
https://psikologihore.com/biografi-alfred-adler/

 Irfan Roy Tua Sarumpaet. Teori Kepribadian: Alfred Adler (1870 – 1937).
Diakses pada 25 Oktober pukul 19.24 melalui http://irfan-
roy.blogspot.com/2017/11/teori-kepribadian-alfred-adler-1870-
1937.html#:~:text=Superioritas%20yang%20dimaksudkan%20oleh%20Adler,
%E2%80%9Cdorongan%20kuat%20ke%20atas%E2%80%9D.&text=Menurut
%20Adler%2C%20manusia%20berjuang%20demi,keberhasilan%20untuk
%20semua%20umat%20manusia.

 Nahdliyatul Ulfah. 2010. Dinamika Kepribadian Aanak Jalanan Perempuan


Yang Terlibat Pelacuran Ditinjau Dari Teori Alfred Adler.

 Teori Kepribadian Alfred Adler, diakses pada 25 Oktober 2020, pukul 19:00
melalui
http://hamdimuhamad.blogspot.com/2015/09/teori-kepribadian-alfred-
adler.html

 Zulkifli Sidiq. Psikologi Individual Alfred Adler.

Anda mungkin juga menyukai