Dosen Pengampu
Disusun Oleh :
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan dalam
menyelesaikan makalah tepat waktu. Tanpa rahmat dan pertolongan-Nya, kami
tidak akan mampu menyelesaikan makalah ini dengan baik.
Kami ingin mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat
sehat-Nya, sehingga makalah “Teori Psikoanalisis Alfred Adler” dapat
diselesaikan. Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Psikologi
Sosial. Kami berharap makalah ini dapat menambah wawasan bagi para
pembaca agar lebih paham mengenai teori psikoanalisis Alfred Adler.
Demikian yang dapat kami sampaikan. Akhir kata, semoga makalah ini dapat
bermanfaat. Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh
Penyusun
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL...................................................................................................i
KATA PENGANTAR…............................................................................................ii
DAFTAR ISI............................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
A. Kesimpulan…....................................................................................................17
B. Saran….............................................................................................................18
Daftar Pustaka………………………………………………………………………...19
BAB I
PENDAHULUAN
1
1.2 Batasan Masalah
Agar pembahasan tidak terlalu luas, penulis perlu membatasi pembahasan dalam
makalah ini. Pembatasan yang penulis terapkan yaitu hanya membahas konsep
dari teori Alfred Adler dan kontribusi teori Alfred Adler terhadap Psikologi Sosial.
3. Apa saja prinsip dasar dan konsep yang menjadi inti pembahasan dari teori
Alfred Adler?
1.4 Tujuan
1.5 Manfaat
Menurut Adler makhluk hidup adalah suatu kesatuan sosial yang tidak dapat
dipisahkan. Mereka menghubungkan dirinya dengan orang-orang disekitar mereka
dalam usaha kerja sama sosial, menempatkan kesejahteraan umum diatas
keinginan diri sendiri, dan mendapatkan gaya hidup yang bersifat lebih kuasa dalam
organisasi sosial.
Dalam konsepnya mengenai diri yang kreatif, menurut Adler diri yang kreatif
merupakan sistem subjektif yang sangat dipersonalisasikan, yang
menginterpretasikan dan membuat pengalaman-pengalaman organisme penuh arti.
Teori ini pula, memiliki kekuatan dalam hal memprediksi perilaku manusia
melalui tujuan semu atau akhir dari perilaku yang diperbuatnya, sebagai tujuan
akhir yang merupakan gambaran dari diri manusia tersebut. Berbeda dengan tokoh
yang seangkatan (yang fokus pada mengobati), Adler bisa dibilang tokoh pelopor
yang fokus pada pencegahan abnormal. Ia mengajarkan para guru dan orang tua
untuk membolehkan anak melatih kemampuan dalam mengambil keputusan, sambil
bekerjasama dengan sesama teman.
Menurut Adler, lingkungan sosial punya dampak psikologis yang sama dengan
alam pemikiran internal (pikiran individu itu sendiri). Bagi Adler, dinamika
kekuasaan dan kompensasi sama pentingnya dengan seks. Jenis kelamin dan
politik sama pentingnya dengan libido. Adler percaya bahwa bahwa orang awam
pun perlu memahami ilmu psikologi. Adler juga pendukung awal feminisme di
psikologi dan di dunia sosial. Adler percaya bahwa perasaan superioritas dan
inferioritas seringkali dikarenakan gender, dan diekspresikan dalam bentuk
karakteristik feminin dan maskulin.
2.3 Prinsip dasar dan Konsep yang menjadi Inti Pembahasan dari Teori Alfred
Adler
Adler mengembangkan pokok-pokok pikirannya sehingga menjadi ciri khusus dari
pemikiran Adlerian yaitu:
Pokok-pokok teori adler yang terdiri dari enam konsep pemikiran tersebut dapat
dijelaskan sebagai berikut:
C. Inferioritas
Inferioritas bagi Adler berarti perasaaan lemah dan tidak terampil dalam
menghadapi tugas yang harus diselesaikan. Bukan rendah diri terhadap orang lain
dalam pengertian yang umum, walaupun ada unsur membandingkan kemampuan
khusus diri dengan kemampuan orang lain yang lebih matang dan berpengalaman.
Perasaan inferiorita yang melahirkan perjuangan superiorita, dan bersama-sama
keduanya menjadi dorongan maju yang sangat besar yang mendorong orang terus
menerus bergerak dari minus ke plus, dari bawah ke atas. Dorongan ini menurut
Adler dibawa sejak lahir dan menjadi tenaga semua dorongan lainnya.
Perasaan inferiorita ada pada semua orang, karena manusia mulai hidup
sebagai makhluk yang kecil dan lemah. Sepanjang hidup, perasaan ini terus
muncul ketika orang menghadapi tugas baru dan belum dikenal yang harus
diselesaikan. Perasaan ini justru menjadi sebab semua perbaikan dalam tingkah
laku manusia. Kondisi-kondisi khusus seperti cacat, pemanjaan dan pengabaian
mungkin dapat membuat orang mengembangkan kompleks inferiorita (inferiority
complex) atau kompleks superiorita (superiority complex). Dua kompleks ini
berhubungan erat. Kompleks superior selalu menyembunyikan atau kompensasi
dari perasaan inferior, sebaliknya kompleks inferior sering menyembunyikan
perasaan superiorita. Banyak orang yang berjuang menjadi superiorita dengan tidak
memperhatikan orang lain. Tujuannya bersifat pribadi dan perjuangannya dimotivasi
oleh perasaan diri inferior yang berlebihan.
Namun pada umumnya perjuangan menjadi superior sukar dibedakan, mana
yang motivasinya untuk keuntungan pribadi dan mana yang motivasinya minat
sosial. Secara khusus, perjuangan menjadi superior yang dilatar belakangi motivasi
sosial disebut perjuangan menjadi sukses. Orang yang secara psikologis sehat,
mampu meninggalkan perjuangan menguntungkan diri menjadi perjuangan yang
dimotivasi oleh minat sosial, perjuangan untuk menyukseskan nilai – nilai
kemanusiaan.
D. Minat Sosial
Minat sosial adalah terjemahan Adler yang berasal dari istilah Jerman, yaitu
Gemeinschaftsgefuhl, yang maknanya adalah perasan menjadi satu dengan umat
manusia, menyatakan secara tidak langsung keanggotaan dalam komunitas sosial
umat manusia. Minat sosial terjelma dalam bentuk-bentuk seperti kerjasama,
hubungan antar pribadi dan hubungan sosial, identifikasi dengan kelompok, empati
dan sebagainya. Minat sosial membuat orang mampu berjuang mengejar
superiorita dengan cara yang baik, yaitu berjuang bukan untuk superioritas pribadi
tetapi untuk kesempurnaan semua orang dalam masyarakat luas.
Individu diarahkan untuk memelihara dan memperkuat perasaan minat
sosialnya ini dan meningkatkan kepedulian pada orang lain. Melalui empati, individu
dapat belajar apa yang dirasakan orang lain sebagai kelemahannya dan mencoba
memberi bantuan kepadanya. Individu juga belajar untuk melatih munculnya
perasaan superior sehingga jika saatnya tiba, ia dapat mengendalikannya.
Dikarenakan manusia tidak sepenuhnya dapat mencapai superioritas, individu tetap
memiliki perasaan ketidakmampuan. Namun individupun yakin bahwa masyarakat
yang kuat dan sempurna akan dapat membantunya mencapai pemenuhan
perasaan superior.
Adler yakin bahwa minat sosial bersifat bawaan; bahwa manusia adalah
makhluk sosial menurut kodratnya, bukan karena kebiasaan belaka. Akan tetapi
sama seperti setiap bakat kodrati lainnya, kecenderungan yang dibawa sejak lahir
ini tidak bisa muncul secara spontan, tetapi harus ditumbuhkan lewat bimbingan
dan latihan. Itulah yang menjadi tugas ibu untuk mendorong kemasakan minat
sosial anaknya melalui ikatan hubungan anak yang kooperatif. Oleh karenanya,
setiap anak pasti akan memiliki minat sosial dalam kadar tertentu. Minat sosial ini
bersumber dari hubungan ibu dan anak serta lingkungan sosial selama bulan-bulan
pertama masa kanak-kanak. Setelah umur 5 tahun, efek dari keturunan akan
digantikan oleh kekuatan lingkungan sosial, dan membentuk hampir setiap aspek
kepribadian anak.
Gaya hidup adalah cara yang unik dari setiap orang dalam berjuang
mencapai tujuan khusus yang telah ditentukan orang itu dalam kehidupan tertentu
dimana dia berada dan juga mencakup tujuan seseorang, konsep diri, perasaan
terhadap orang lain, dan sikap terhadap dunia. Gaya hidup itu tidak hanya
ditentukan oleh kemampuan intrinsik (hereditas) dan lingkungan obyektif, tetapi
dibentuk oleh anak melalui pengamatannya dan interpretasinya terhadap keduanya.
Terutama, hidup ditentukan oleh inferioritas - inferioritas khusus yang dimiliki
seseorang (bisa khayalan bisa nyata), yakni kompensasi dari inferioritas itu. Apabila
anak memiliki kelemahan fisik, maka gaya hidupnya akan berwujud melakukan hal-
hal yang akan menghasilkan fisik yang kuat. Anak yang kurang pintar akan
berjuang mencapai superioritas intelektual.
Gaya hidup yang sudah terbentuk tak dapat diubah lagi, meskipun cara
pengekspresiannya dapat berubah. Jadi gaya hidup itu tetap atau konstan dalam
diri manusia. Apa yang berubah hanya cara untuk mencapai tujuan dan kriteria
tafsiran yang digunakan untuk memuaskan gaya hidup. Misalnya, bagi anak yang
merasa memiliki gaya hidup tidak disayangi, adalah lebih praktis untuk membentuk
tujuan semu bahwa kasih sayang baginya tidak begitu penting dibandingkan
dengan usaha meyakinkan bahwa tidak dicintai pada masa lalu tidak penting
baginya, dan bahwa meyakinkan kemungkinan untuk dicintai pada masa yang akan
datang diharapkan dapat memperbaiki peristiwa masa lampau. Perubahan gaya
hidup meskipun mungkin dapat dilakukan, akan tetapi kemungkinannya sangat
sukar, karena beberapa pertimbangan emosi, energi, dan pertumbuhan gaya hidup
itu sendiri yang mungkin keliru. Karenannya jauh lebih mudah melanjutkan gaya
hidup yang telah ada dari pada mengubahnya.
F. Diri Kreatif
Dengan prinsip ini Adler ingin menjelaskan bahwa manusia adalah seniman
bagi dirinya. Ia lebih dari sekedar produk lingkungan atau mahluk yang memiliki
pembawaan khusus. Ia adalah yang menafsirkan kehidupannya. Individu
menciptakan struktur pembawaan, menafsirkan kesan yang diterima dari
lingkungan kehidupannya, mencari pengalaman yang baru untuk memenuhi
keinginan untuk superior, dan meramu semua itu sehingga tercipta diri yang
berbeda dari orang lain, yang mempunyai gaya hidup sendiri. Namun diri kreatif ini
adalah tahapan di luar gaya hidup. Gaya hidup adalah bersifat mekanis dan kreatif,
sedangkan diri kreatif lebih dari itu. Ia asli, membuat sesuatu yang baru yang
berbeda dari sebelumnya, yakni kepribadian yang baru. Individu mencipta dirinya.
2.4 Contoh Kasus yang berkaitan dengan Teori Alfred Adler
Anak yang mengalami pelecehan seksual, berasal dari keluarga miskin, tingkat
pendidikan rendah dan mengalami perlakuan pengasuhan yang salah dapat
mendorong anak turun ke jalan dan terlibat pelacuran. Subjek mengalami
perasaan-perasaan inferior seperti ketidakamanan, merasa tidak berharga dan
perasaan terkekang, penggunaan teori kepribadian Alfred Adler dapat menjelaskan
mengenai inferioritas yang subjek alami serta kompensasi yang subjek lakukan
dengan berjuang menjadi superior (menuju arah kesempurnaan).
Perasaan inferior juga memicu finalisme semu yang dipersepsi kabur yang
dipengaruhi oleh lingkungan dan diri subjek. Karena hal itu, maka perjuangan
menuju superioritas yang terpusat pada diri sendiri (private logic) dilakukan melalui
mengadu domba laki-laki yang menyukainya dan melakukan hubungan seks
dengan banyak orang (sexual poligamously). Hal ini berdampak pada minat sosial
rendah yang ditandai dengan hubungan orang tua buruk, hubungan dengan pacar
ekstrim (sangat baik namun juga kadang sangat sadis), dan tidak ada afeksi antar
teman serta diwarnai oleh gaya hidup subjek seperti alcholic, drugs, perokok,
perilaku kriminal, berganti-ganti pasangan dan berbohong (mytomania). Akhirnya,
dinamika kepribadian ini mengarahkan pada kenakalan remaja dan bias agama
yang tertuju pada pelacuran (immorality sexual).
Subjek penelitian ini bernama PT, alasan memilih subjek PT karena dia
seorang anak yang cukup diperhitungkan dalam komunitasnya. Dia seorang anak
yang sering membuat masalah antar anak jalanan laki-laki (kebiasaan berganti-
ganti pasangan). PT berusia 17 tahun, ia mengaku turun ke jalan karena merasa
dikekang oleh orang tuanya. Baginya, jalanan adalah tempat pencarian kebebasan
dan kesenangan. Peran lingkungan (jalanan) juga berpengaruh dalam kepribadian
PT yang tertutup, suka berbohong, dan tidak mudah percaya dengan orang lain.
Adler juga mengemukakan bahwa setiap orang menciptakan tujuan final yang semu
(fictional final goal), memakai hal-hal yang diperoleh dari keturunan dan lingkungan.
Tujuan ini semu karena mereka tidak harus didasarkan pada kenyataan, tetapi
tujuan itu lebih menggambarkan pikiran orang itu mengenai bagaimana seharusnya
kenyataan itu, didasarkan pada interpretasi subjektifnya mengenai dunia. Hal
tersebut berkaitan dengan nilai dan kebutuhan, menurut Sutan dan Wirawan (2006:
39) nilai dan kebutuhan mempengaruhi perilaku para pekerja seks baik dalam
pandangan, gaya hidup, dan tingkah laku sehari-hari, termasuk didalamnya
keputusan yang diambil untuk menjalani profesinya. Kenyataan ini akan mengubah
pandangan seseorang terhadap dirinya, orang lain, maupun lingkungan, dan
sebaliknya.
Pelacur anak jalanan dapat disebut sebagai anak yang dilacurkan. Istilah
tersebut merupakan terjemahan dari prostituted children, yang digunakan sebagai
pengganti istilah pelacur anak atau child prostitutes. Penggunaan istilah ini
diperkenalkan sejalan dengan berkembangnya kampanye internasional anti
pelacuran anak dalam pariwisata Asia (ECPAT) yang dicanangkan tahun 1990.
Istilah anak yang dilacurkan merujuk pada subjek yakni anak-anak yang terlibat
dalam prostitusi dan sengaja dipilih untuk memberikan tekanan pada bobot yuridis
dimana seorang anak, berbeda dari orang dewasa, harus dianggap tidak punya
kemampuan untuk memilih prostitusi sebagai profesi. Dengan demikian, istilah ini
menegaskan posisi anak sebagai korban, bukan pelaku; sekaligus menegaskan
bahwa tindakan menjerumuskan anak kedalam pelacuran merupakan suatu
kejahatan. Sejauh tidak menunjuk kepada subjek, namun kepada situasinya, istilah
pelacuran anak (child prostitution) tetap digunakan.
Kesimpulan
Kepribadian subjek cenderung tertutup dan banyak melakukan kompensasi
terhadap perasaan - perasaan inferior pada dirinya (inferiority complex). Perasaan
inferior yang dialami subjek seperti perasaan tidak aman dan tidak berharga berasal
dari situasi emosional keluarga yang ekstrim (ketidakseimbangan karakter bapak
dan ibu). Kompensasi dari perasaan inferioritas pada subjek sebagai bentuk
perjuangan menuju superioritas ada dua yaitu kesenangan mengadu domba laki -
laki dan banyak melakukan hubungan seksual dengan banyak laki - laki (sexual
poligamously).
Perjuangan menuju superioritas ini diwarnai oleh gaya hidup bebas yang
diperlihatkan dengan perilaku maladaptif seperti pecandu alkohol, rokok, obat
-obatan, berganti - ganti pasangan, perilaku kriminal, dan perilaku berbohong. Gaya
hidup PT yang memperlihatkan perilaku berbohong merupakan penggambaran diri
kreatif (creative power of the self) untuk memperjuangkan tujuan hidupnya.
Pertama, efek yang timbul dari kekerasan fisik, seksual atau kekerasan yang
berdampak emosional menyebabkan anak memiliki tingkat inteligensi yang rendah.
Penelitian ini mengindikasikan subjek memiliki inteligensi amat rendah (dull) tetapi
tetap memiliki kapasitas yang sama (dalam hal kriminalitas) dengan anak-anak
yang cerdas.
Kedua, penelitian ini “memperluas” penjelasan teori Adler mengenai pelacuran
dapat terjadi karena kurangnya minat sosial. Penelitian ini menemukan bahwa
pelacuran terjadi akibat adanya dorongan menuntut hak dan kompensasi karena ia
tidak pernah merasakan kehangatan, perhatian, dan kasih sayang dari
orangtuanya.
Ketiga, penjelasan Adler mengenai gaya hidup yang mulai terbentuk pada usia
4-5 tahun tidak sesuai untuk kasus ini karena berdasarkan hasil penelitian, gaya
hidup subjek mulai terbentuk pada saat ia berusia 8 tahun atau saat ia mulai turun
ke jalan.
Keempat, Adler ( 1998: 79) menyatakan bahwa kekuatan diri kreatif membuat
setiap manusia menjadi manusia bebas, bergerak menuju tujuan yang terarah. Hal
ini tidak terjadi pada kasus PT, meskipun PT adalah individu yang bebas tetapi ia
bergerak menuju tujuan yang tak terarah. Maka pernyataan ini menggantikan
penjelasan Adler mengenai diri kreatif.
Kelima, temuan bias agama dapat memberikan warna tersendiri pada teori
Adler. Dalam teorinya, Adler tidak menjelaskan mengenai permasalahan yang
berkaitan dengan spiritualitas.
Implikasi praktis yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah pemahaman
yang menyeluruh mengenai hal - hal yang berpengaruh terhadap pembentukan
dinamika kepribadian anak jalanan perempuan yang terlibat pelacuran sehingga
dapat memberikan penanganan yang tepat pada subjek langsung pada akar
masalah yang menyebabkan kasus terjadi. Misalnya dengan menyusun program
rehabilitasi yang disesuaikan dengan dinamika kepribadian anak jalanan yang
terlibat pelacuran.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Adler semula anggota bahkan ketua Masyarakat Psikoanalisis Wina yang
menjadi organisasi pengembang teori Freud, namun kemudian memisahkan diri
karena mengembangkan ide - idenya sendiri. Dia kemudian membentuk
kelompoknya sendiri, yakni Individual Psychology.
Biografi Alfred Adler. Diakses pada 23 Oktober 2020 pukul 11:00 melalui
https://psikologihore.com/biografi-alfred-adler/
Irfan Roy Tua Sarumpaet. Teori Kepribadian: Alfred Adler (1870 – 1937).
Diakses pada 25 Oktober pukul 19.24 melalui http://irfan-
roy.blogspot.com/2017/11/teori-kepribadian-alfred-adler-1870-
1937.html#:~:text=Superioritas%20yang%20dimaksudkan%20oleh%20Adler,
%E2%80%9Cdorongan%20kuat%20ke%20atas%E2%80%9D.&text=Menurut
%20Adler%2C%20manusia%20berjuang%20demi,keberhasilan%20untuk
%20semua%20umat%20manusia.
Teori Kepribadian Alfred Adler, diakses pada 25 Oktober 2020, pukul 19:00
melalui
http://hamdimuhamad.blogspot.com/2015/09/teori-kepribadian-alfred-
adler.html