NIM : 18641036
2019
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa,
Shalawat serta salam kita ucapkan kepada Nabi kita Nabi Muhammad SAW yang
telah membawa kita dari zaman kebodohan menuju zaman yang canggih seperti
sekarang ini.
Sungguh anugrah yang tiada terkira dari Allah SWT penulis dapat
menyelesaikan tugas ini yang berjudul “Kajian teori kepribadian teori Alferd Adler”
tugas ini dibuat sebagai syarat untuk memenuhi nilai dari Mata Kuliah Psikologi
Keperibadian Prodi Bimbingan Konseling Pendidikan Islam, Fakultas Tarbiyah dan
Ilmu Keguruan, Institut Agama Islam Negeri Curup.
Penulis menyadari dalam penulisan tugas ini, tidak lepas dari bantuan
berbagai pihak. Terima kasih penulis haturkan kepada :
1. Ibu Dewi Kartika. M, Pd, selaku Dosen Mata Kuliah Psikologi Kepribadian.
2. Teman-teman Prodi Bimbingan Konseling Pendidikan Islam Lokal 3 B.
Penulis
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
KAJIAN TEORI
1
Sumadi Suryabrata,Psikologi Kepribadian, ( Jakarta : Rajawali Pers,1983) hal.222-
223
1
2. Pokok-pokok teori Adler
Teori Adler dapat difahami lewat pengertian-pengertian pokok yang
digunakan untuk membahas kepribadian. Adapun pokok teori Adler sebagai
berikut2 :
a) Individualitas sebagai pokok persoalan
Adler memberi tekanan kepada pentingnya sifat khas (unik) kepribadian,
yaitu individualitas, kebulatan serta sifat-sifat pribadi manusia. Menurut
Adler tiap orang adalah suatu konfigurasi motif-motif, sifat-sifat, serta nilai-
nilai yang khas; tiap tindak yang dilakukan oleh seseorang membawakan
corak khas gaya kehidupannya yang bersifat individual.
2
mengenai dunia. Tujuan final adalah hasil dari kekuatan kreatif individu;
kemampuan untuk membentuk untuk membentuk tingkah laku diri dan
menciptakan kepribadian diri. Pada usia 4 atau 5 tahun, fikiran kreatif anak
mencapai tingkat perkembangan yang membuat mereka mampu menentukan
tujuan final, bahkan bayi sesungguhnya sudah memiliki dorongan (yang dibawa
sejak lahir) untuk tumbuh, menjadi lengkap, atau sukses. Karena mereka kecil,
tidak lengkap dan lemah, mereka measa inferior dan tanpa tenaga. Untuk
mengatasi keadaan ini mereka menetapkan tujuan final besar menjadi besar,
lengkap dan kuat. Tujuan final semacam ini mengurangi penderitaan akibat
perasaan inferior, dan menunjukan arah menuju superiorita dan sukses3.
Meskipun Adler mangakui bahwa masa lalu adalah penting, namun ia
mengganggap bahwa yang terpenting adalah masa depan. Yang terpenting
bukan apa yang telah individu lakukan, melainkan apa yang akan individu
lakukan dengan diri kreatifnya itu pada saat tertentu. Dikatakannya, tujuan akhir
manusia akan dapat menerangkan perilaku manusia itu sendiri. Misalkan,
seorang mahasiswa yang akan masuk perguruan tinggi bukanlah didukung oleh
prestasinya ketika di Sekolah Dasar atau
Sekolah Menengah, melainkan tujuannya mencapai gelar tersebut. usaha
mengikuti setiap tingkat pendidikan adalah bentuk tujuan semunya, sebab kedua
hal tidak menunjukkan sesuatu yang nyata, melainkan hanya perangkat semu
yang menyajikan tujuan yang lebih besar dari tujuan-tujuan yang lebih jauh
pada masa datang.
Dengan kata lain, tujuan yang dirumuskan individu adalah semua karena
dibuat amat ideal untuk diperjuangkan sehingga mungkin saja tidak dapat
direalisasikan. Tujuan fiksional atau semu ini tak dapat dipisahkan dari gaya
hidup dan diri kreatif. Manusia bergerak ke arah superioritas melalui gaya hidup
dan diri kreatifnya yang berawal dari perasaan rendah diri dan selalu ditarik
oleh tujuan semu tadi.
3
Alwisol, Teori Kepribadian,( Malang:UMM Press,2009) hal.65
3
Tujuan semu yang dimaksud oleh Adler ialah pelaksanaan kekuatan-
kekuatan tingkah laku manusia. Melalui diri keratifnya manusia dapat membuat
tujuan semu dari kemampuan yang nyata ada dan pengalaman pribadinya.
Kepribadian manusia sepenuhnya sadar akan tujuan semu dan selanjutnya
menafsirkan apa yang terjadi sehari-hari dalam hidupnya dalam kaitannya
dengan tujuan semu tersebut.
4
Sumadi Suryabrata, Psikologi Kepribadian, ( Jakarta : Rajawali Pers,1983) hal.224-225.
4
Misalnya saja anak merasa kurang jika membandingkan diri dengan orang
dewasa, dan karenanya didorong untuk mencapai taraf perkembangan yang lebih
tinggi, dan apabila dia telah mencapai taraf perkembangan itu timbul lagi lagi rasa
diri kurangnya dan didorong untuk maju lagi, demikian selanjutnya. Adler
berpendapat, bahwa rasa rendah diri itu bukanlah suatu pertanda ketidak normalan;
melainkan justru merupakan pendorong bagi segala perbaikan dalam kehidupan
manusia. Tentu saja dapat juga rasa rendah diri itu berlebih-lebihan sehingga
manifestasinya juga tidak normal, misalnya timbulnya kompleks rendah diri atau
kompleks superior. Tetapi dalam keadaan normal rasa rendah diri itu merupakan
pendorong ke arah kemajuan atau kesempurnaan (superior).
d) Dorongan kemasyarakatan
Dorongan kemasyarakatan itu adalah dasar yang dibawa sejak lahir. Pada
dasarnya manusia adalah makhluk sosial. Namun sebagaimana lain-lain
kemungkinan bawaan, kemungkinan mengabdi kepada masyarakat itu tidak
nampak spontan, melainkan harus dibimbing dan dilatih. Jadi kalau mengikuti
perkembangan teori adler maka dapat digambarkan sebagai berikut:
(a). Mula-mula manusia dianggap didorong untuk dorongan untuk mengejar
kekuatan dan kekuasaan sebagai lantaran untuk mencapai kompensasi
bagi rasa rendah dirinya.
(b). Selanjutnya manusia dianggapnya didorong oleh dorongan
kemasyarakatan yang dibawa sejak lahir yang menyebabkan dia
menempatkan kepentingan umum diatas kepentingan pribadi.
e) Gaya hidup
Gaya hidup adalah pengertian yang sentral dalam teori Adler, tetapi juga
pengertian yang paling sukar dijelaskan. Gaya hidup ini adalah prinsip yang
dapat dipakai landasan untuk memahami tingkah laku seseorang; inilah yang
melatarbelakangi sifat khas seseorang. Tiap orang memiliki gaya hidup
5
masing-masing. Setiap orang punya tujuan yang sama yaitu mencapai keadaan
superioriatas, namun caranya untuk mengejar tujuan itu yang boleh dikatakan
tak terhingga banyak. Ada yang dengan mengembangkan akalnya, ada yang
dengan melatih ototnya dan sebagainya. Setiap tingkah laku orang, tentu
membawakan gaya hidupnya, dia mengamati, berangan-angan, berfikir serta
bertindak dalam gayanya yang khas.
Usaha individu untuk mencapai superioritas atau kesempurnaan yang
diharapkan, memerlukan cara tertentu. Adler menyebutkan hal ini sebagai gaya
hidup (Style of Life). Gaya hidup yang diikuti individu adalah kombinasi dari
dua hal, yakni dorongan dari dalam diri (the inner self driven) yang mengatur
aarah perilaku, dan dorongan dari lingkungan yang mungkin dapat menambah,
atau menghambat arah dorongan dari dalam tadi.
Dari dua dorongan itu, yang terpenting adalah dorongan dalam diri (inner
self) itu. Bahwa karena peranan dalam diri ini, suatu peristiwa yang sama dapat
ditafsirkan berbeda oleh dua orang manusia yang mengalaminya. Dengan adanya
dorongan dalam diri ini, manusia dapat menafsirkan kekuatan-kekuatan di luar
dirinya, bahkan memiliki kapasitas untuk menghindari atau menyerangnya. Bagi
Adler, manusia mempunyai kekuatan yang cukup, sekalipun tidak sepenuhnya
bebas, untuk mengatur kehidupannya sendiri secara wajar. Jadi dalam hal ini
Adler tidak menerima pandangan yang menyatakan bahwa manusia adalah
produk dari lingkungan sepenuhnya. Menurut Adler, justru jauh lebih banyak
hal-hal yang muncul dan berkembang dalam diri manusia yang mempengaruhi
gaya hidupnya.
Gaya hidup manusia tidak ada yang identik sama, sekalipun pada orang
kembar. Sekurang-kurangnya ada dua kekuatan yang dituntut untuk
menunjukkan gaya hidup seseorang yang unik, yakni kekuatan dari dalam diri
yang dibawa sejak lahir dan kekuatan yang datang dari lingkungan yang
dimasuki individu tersebut. Dengan adanya perbedaan lingkungan dan
pembawaan, maka tidak ada manusia yang berperilaku dalam cara yang sama.
6
Gaya hidup seseorang sering menentukan kualitas tafsiran yang bersifat
tunggal atas semua pengalaman yang dijumpai manusia. Misalnya, individu yang
gaya hidupnya berkisar pada perasaan diabaikan (feeling of neglect) dan
perasaan tak disenangi (being unloved) menafsirkan semua pengalamannya dari
cara pandang tersebut. misalnya ia merasa bahwa semua orang yang ingin
mengadakan kontak komunikasi dipandangnya sebagai usaha untuk
menggantikan perasaan tak disayangi tersebut.
Gaya hidup seseorang telah terbentuk pada usia tiga sampai lima tahun.
Gaya hidup yang sudah terbentuk tak dapat diubah lagi, meskipun cara
pengekspresiannya dapat berubah. Jadi gaya hidup itu tetap atau konstan dalam
diri manusia. Apa yang berubah hanya cara untuk mencapai tujuan dan kriteria
tafsiran yang digunakan untuk memuaskan gaya hidup. Misalnya, bagi anak
yang merasa memiliki gaya hidup tidak disayangi, adalah lebih baik praktis
untuk membentuk tujuan semu bahwa kasih sayang baginya tidak begitu penting
dibandingkan dengan usaha meyakinkan bahwa tidak dicintai pada masa lalu
tidak penting baginya, dan bahwa meyakinkan kemungkinan untuk dicintai pada
masa yang akan datang diharapkan dapat memperbaiki peristiwa masa lampau.
Perubahan gaya hidup meskipun mungkin dapat dilakukan, akan tetapi
kemungkinannya sangat sukar, karena beberapa pertimbangan emosi, energi, dan
pertumbuhan gaya hidup itu sendiri yang mungkin keliru. Karenannya jauh lebih
mudah melanjutkan gaya hidup yang telah ada dari pada mengubahnya.
Mengenai bagaimana gaya hidup itu berkembang, dan kekuatan yang
mempengaruhinya, menurut Adler dapat dipelajari dengan meyakini bahwa
perasaan rendah diri itu bersifat universal pada semua manusia, dan berikutnya
karena adanya usaha untuk mencapai superioritas. Akan tetapi ada karakteristik
umum yang berasal dari sumber lain di luar dirinya yang turut menentukan
keunikan kepribadian individu, yakni kehadiran kondisi sosial, psikologis, dan
fisik yang unik pada setiap manusia. Dikatakan, bahwa setiap manusia mencoba
menangani pengaruh-pengaruh itu. Faktor yang khusus yang dapat menyebabkan
7
gaya hidup yang salah adalah pengalaman masa kecil, banyaknya saudara, dan
urutan dalam keluarga.
Adler juga menemukan tiga faktor lainnya yang dapat menyebabkan gaya
hidup keliru dalam masyarakat dan menyebabkan kehidupan manusia tidak
bahagia. Ketiga Pkanak-kanak yang dimanja atau dikerasi, dan masa kanak-
kanak yang diacuhkan oleh orang tuanya.
Pada anak cacat tubuh, perasaan rendah diri akan lebih besar dari pada anak
yang sehat fisiknya. Biasanya reaksi yang muncul ada yang menyerah pada
keadaan dikalahkan oleh lingkungan, akan tetapi ada juga yang berusaha
mengkonpensasikannya pada bidang yang jauh dari bakat normal pada orang
biasa, misalnya berhasil dalam kegiatan olahraga, kesenian, atau industri. Pada
anak cacat mental, menyebabkan masalah yang lebih parah lagi, hal ini
disebabkan oleh: (a) kompensasinya jauh lebih sukar, (b) keragaman kesempatan
yang dapat digunakan untuk kompensasi lebih sedikit, (c) tuntutan masyarakat
modern lebih menekankan kemampuan intektual ketimbang kerja otot, (d)
masyarakat sendiri kadang kurang mau memahami usaha kompensasi orang-
orang yang terbelakang mental. Jadi secara umum kondisi sosial dapat
membentuk gaya hidup yang keliru sekalipun kondisi fisik dan psikologisnya
masih normal.
8
bagi semua tingkah laku. Dengan prinsip ini Adler ingin menjelaskan bahwa
manusia adalah seniman bagi dirinya. Ia lebih dari sekedar produk lingkungan
atau mahluk yang memiliki pembawaan khusus. Ia adalah yang menafsirkan
kehidupannya. Individu menciptakan struktur pembawaan, menafsirkan kesan
yang diterima dari lingkungan kehidupannya, mencari pengalaman yang baru
untuk memenuhi keinginan untuk superior, dan meramu semua itu sehingga
tercipta diri yang berbeda dari orang lain, yang mempunyai gaya hidup sendiri.
namun diri kreatif ini adalah tahapan di luar gaya hidup. Gaya hidup adalah
bersifat mekanis dan kreatif, sedangkan diri kreatif lebih dari itu. Ia asli,
membuat sesuatu yang baru yang berbeda dari sebelumnya, yakni kepribadian
yang baru. Individu mencipta dirinya.
9
superior sebagai usaha untuk meninggalkan perasaan rendah diri. Namun perlu
dicatat bahwa superior disini bukanlah kekuatan melebihi orang lain, melainkan
usaha untuk mencapai keadaan superior dalam diri dan tidak selalu harus
berkompetisi dengan orang lain. Superioritas yang dimaksud adalah superior atas
diri sendiri. Jadi daya penggerak yang utama dalam hidup manusia adalah
dinamika yang mengungkapkan sebab individu berperilaku, yakni dorongan
untuk mencapai superior atau kesempurnaan.
Dalam sebuah keluarga, setiap anak lahir dengan unsur genetic yang
berbeda, masuk kedalam setting sosial yang berbeda, dan anak-anak itu
menginterpretasikan situasi dengan cara yang berbeda. Karena itu penting untuk
melihat urutan kelahiran dan perbedaan cara orang menginterpretasikan
pengalamannya.
Anak sulung mendapat perhatian yang utuh dari orang tuanya, sampai
perhatian itu terbagi saat dia mendapat adik. Perhatian dari orang tua itu membuat
anak memiliki perasaan secara mendalam untuk menjadi superior/kuat,
kecemasannya tinggi dan terlalu dilindungi. Kelahiran adik menimbulkan dampak
tarumatik kepada anak sulung yang “turun tahta”. Peristiwa itu mengubah situasi
(dari monopoli perhatian orang tua menjadi harus berbagi menjadi orang tua kedua
setelah adik) dan mengubah cara pandangnya terhadap dunia. Anak sulung itu
10
mungkin menjadi pemuda yang bertanggungjawab, melindungi orang lain, atau
sebaliknya menjadi orang yang merasa tidak aman dan miskin interst sosial. Itu
semua tergantung kepada sejumlah faktor ; keturunan (misalya cacat dapat
merusak interasi), persiapan menerima saudara baru dan interpretasi unik terhadap
pengalamannya sendiri. Kalau adiknya lahir setelah usianya 3 tahun atau lebih, dia
menggabungkan peristiwa itu dengan gaya hidup yang sudah dimilikinya. Anak
sulung bisa menjadi marah dan benci kepada adiknya, tetapi kalau dia sudah
mengembangkan gaya kooperatifnya, dia memakai gaya kooperatif itu kepada
adiknya. Apabila adiknya lahir sebelum dia berusia 3 tahun, kemarahan dan
kebencian itu sebagian besar tidak disadari, sikap itu menjadi resisten dan sulit
diubah pada masa dewasa. Anak kedua biasanya memulai hidup dalam situasi
yang lebih baik untuk mengembangkan kerja sama dan minat sosial. Sampai tahap
tertentu kepribadian anak kedua dibentuk melalui pengamatannya terhadap sikap
kakaknya kepada dirinya. Jika sikap kakaknya penuh kemarahan dan kebencian,
anak kedua mungkin menjadi sangat kompetitif atau penakut dan sangat kecil
hatinya. Umumnya anak kedua tidak mengembangkan kedua arah itu, tetapi masak
dengan dorongan kompetisi yang baik, memiliki keinginan yang sehat untuk
mengalahkan kakaknya. Jika dia mengalami banyak keberhasilan, anak akan
mengembangkan sikap revolusioner dan merasa bahwa otoritas dapat dikalahkan.
Anak bungsu, paling sering dimanja, sehingga beresiko tinggi menjadi anak
yang bermasalah. Mereka mudah terdorong memiliki perasaan inferior yang kuat
dan tidak mampu berdiri sendiri. Namun demikian dia mempunyai banyak
keuntungan. Mereka sering termotivasi untuk melampaui kakakk-kakaknya,
menjadi anak yang ambisius.
11
merasa dunia ini adalah tempat yang berbahaya, khusunya kalau orang tua
memperhatikan kesehatannya. Adler menyatakan, anak tunggal mungkin kurang
baik dalam mengembangkan perasaan kerjasama dan minat sosial, memiliki sifat
parasit dan mengharap orang lain memanjakan dan melidunginya
Konseling aliran Adler dibangun mengitari empat tujuan sentral, yang sesuai
dengan empat fase proses terapeutik (Dreikurs,1967). Fase-fase ini tidaklah linear
dan tidak bergerak maju dengan langkah-langkah yang kaku, melainkan fase-fase
itu akan bisa difahami sangat baiknya sebagai suatu jalinan benang yang nantinya
akan membentuk selembar kain. Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya maka
tahap-tahap ini adalah:
1) Menciptakan hubungan terapeutik yang tepat
2) Menggali dinamika psikologi yang ada dalam diri kilen (analisis dan
penilaian)
3) Membangunkan semangat pengembangan rasa memahami diri sendiri
(wawasan diri)
4) Menolong klien menentukan pilihan-pilihan baru (reorientasi dan reedukasi)
12
B. Inferiority
1. Pengertian Inferiority
Perasaan inferior dan kompensasi pertama kali dipelajari oleh Alfred Adler pada
kecacatan jasmani dan kompensasi. Menurut Alfred Adler dalam bukunya Study of
Organ Inferiority and Its Physical Compensation (1907), mendeskripsikannya
sebagai proses dari kompensasi atas ketidakmampuan atau keterbatasan fisik
seseorang. Tergantung pada sikap yang diambil atas kekurangan fisiknya,
kompensasi atas ketidakmampuan atau keterbatasan tersebut bisa saja memuaskan
atau tidak. Dari studinya pada kecacatan jasmani dan kompensasinya, Adler mulai
melihat bahwa setiap individu sebagai seseorang yang memiliki perasaan inferior
baik dia sadari maupun tidak.
Dalam pandangan Adler, orang-orang pada dasarnya didorong oleh kompleks
inferioritas, bukan insting sexsual seperti yang dikemukakan oleh Freud. Pada
beberapa orang, perasaan-perasaan inferioritas ini disebabkan oleh masalah - masalah
fisik dan ada kebutuhan untuk mengkompenisasikannya. Akan tetapi, semua dari
kita- karena pada masa kanak-kanak ukuran tubuh kita kecil dan tidak berdaya
terhadap orang dewasa- mengalami perasaan inferioritas.
Kompleks Inferioritas muncul dari suatu inferioritas organic, dari suatu bentuk
pendidikan yang menindas, atau dari suatu pendidikan yang terabaikan. Adler
mempelajari secara khusus inferioritas ( kekurangan) organic dengan memperlihatkan
bahwa hal tersebut mempunyai pengaruh besar terhadap psikis. Pengaruhnya bisa
positif (kompensasi) atau negative (komplek neurotisme).
Inferioritas psikologis yaitu perasaan – perasaan inferioritas yang bersumber
pada rasa tidak lengkap atau tidak sempurna dalam setiap bidang kehidupan. Contoh :
anak yang dimotivasikan oleh perasaan inferior akan berjuang untuk mencapai taraf
perkembangan yang lebih tinggi.
Inferioritas adalah keraguan terhadap diri sendiri tentang siapa dan apa yang
dapat kita lakukan. Hal ini menyebabkan orang menarik diri dan bahkan mengisolasi
13
diri dari orang lain. Seseorang yang menderita hal ini akan mendapati bahwa mereka
tidak dapat memimpin orang lain dengan efektif.
Jadi inferiority adalah suatu bentuk sikap, emosi keadaan diri yang
menganggap lemah diri sendiri, menganggap diri orang lain lebih baik dari dirinya
hingga timbul perasaan takut untuk menjadi diri sendiri dan melangkah lebih maju.
14
3). Senantiasa berprasangka baik kepada Allah SWT terhadap kejadian apapun
yang dialami
4). Jangan menganggap setiap kendala sebagai ancaman, namun lihatlah sebagai
peluang yang menantang
5). Berusaha menjadi diri sendiri, karena meniru-niru orang lain akan membuat
diri anda merasa tidak nyaman
6). Jangan pernah berada dalam baying-bayang kesuksesan orang lain, karena
sampai kapanpun bayangan tidak akan lebih baik dari benda aslinya
7). Ingatlah berbagai prestasi anda di masa lalu dan jangan dihantui oleh dihantui
oleh mimpi buruk tentang masa depan
8). Terus tanamkan sikap penuh pengharapan (raja’) terhadap kebaikan-kebaikan
Allah SWT dalam hati kita
9). Hindari sejauh mungkin perasaan takut (khauf) yang berlebihan terhadap
orang-orang dan lingkungan di sekitar anda, seperti takut tidak diterima dalam
pergaulan atau takut dilecehkan oleh lingkungan baru.
15
Dalam teori Adlerian Family Teraphy memandang konseli bukan sebagai orang
yang “Sakit “ dan perlu “disembuhkan”, melainkan sasaranya adalah melakukan re-
edukasi kepada konseli sehingga mereka bisa hidup ditengah masyarakat sebagai
anggota yang sederajat, yang mau memberi dan menerima dari orang lain (Mosak,
1989).
Inferiority adalah keraguan terhadap keraguan diri sendiri tentang siapa dan apa
yang dapat kita lakukan. Hal ini menyebabkan orang menarik diri dan bahkan
mengisolasi diri.
Inferioritas yang membuat individu menarik diri menyebabkan hubungan
sosial individu dengan individu lainnya menjadi terganggu. Ketakukan untuk
berhubungan dengan orang lain ini bersumber dari fikiran ( kognitif ) individu. Hal
ini berkesinambungan dan sesuai dengan terapi yang diberikan yakni Adlerian
Family Teraphy bahwa pengalaman pengalaman masa lampau individu.
Implikasi dari teori adler dalam konseling diantaranya adalah untuk
menentukan tujuan konseling. Tujuan konseling menurut Adler adalah mengurangi
intensitas perasaan rasa rendah diri (inferior), memperbaiki kebiasaan-kebiasaan
yang salah dalam persepsi, menetapkan tujuan hidup, mengembangkan kasih
sayang terhadap orang lain, dan meningkatkan kegiatan
16
BAB II
ANALISIS PENULIS
Hasil Analisis
17
diri subyek, sebagai bagian dari hidupnya, yang malahan hidup itu sendiri. Sejak
lahir sampai mati dorongan superioritas itu membawa pribadi dari satu fase
perkembangan ke fase selanjutnya. Dorongan ini dapat menjelma kedalam beribu-
ribu bentuk atau cara. Bagaimana jalan terbentuknya dorongan superioritas itu
sangat erat hubungannya dengan masalah rendah diri.
Urutan Kelahiran
Adler (dalam Olson, 2013 : 198) menyebutkan bahwa urutan kelahiran dalam
keluarga mempunyai peranan penting dalam membentuk pandangan seseorang
terhadap dunia, tujuan hidup dan gaya hidup seseorang. Adler menggambarkan:
Anak sulung mendapat perhatian yang utuh dari orangtuanya, sampai
perhatian itu terbagi saat ia mendapatkan adiknya. Perhatian dari orang tua
cenderung membuat anak memiliki perasaan mendalam untuk menjadi superior
atau kuat, kecemasan tinggi dan terlalu dilindungi. Saat kelahiran adiknya,
menimbulkan dampak traumatik kepada anak sulung yang turun tahta sebagai anak
tunggal.
Anak kedua biasanya memulai hidup dalam situasi yang lebih baik untuk
mengembangkan kerjasama dan minat sosial. Pada tahap tertentu, kepribadian anak
dibentuk melalui pengamatannya terhadap sikap kakaknya. Jika sikap kakaknya
penuh kemarahan dan kebencian, anak kedua mungkin menjadi sangat kompetitif,
atau menjadi penakut dan sangat kecil hati. Umumnya anak kedua tidak
mengembangkan kedua arah itu, tetapi masak dengan dorongan kompetisi yang
baik, memiliki keinginan yang sehat untuk mengalahkan kakaknya. Jika dia banyak
mengalami keberhasilan, anak akan mengembangkan sikap revolusioner dan
merasa bahwa otoritas itu dapat dikalahkan.
Anak bungsu, seringkali dimanja, sehingga beresiko tinggi menjadi anak
bermasalah. mudah terdorong pada perasaan inferior yang kuat dan tidak mampu
berdiri sendiri. Namun demikian ia mempunyai banyak keuntungan, ia termotivasi
untuk selalu mengungguli kakak-kakaknya dan menjadi anak yang ambisius.
18
Anak tunggal mempunyai posisi unik dalam berkompetisi, tidak dengan
saudara-saudaranya melainkan dengan kedua orangtuanya. Mereka sering
mengembangkan perasaan superior berlebihan, konsep diri rendah dan perasaan
bahwa dunia adalah tempat yang berbahaya bila kedua orangtuanya terlalu menjaga
kesehatannya. Adler menyatakan bahwa anak tunggal mungkin kurang baik
mengembangkan kerjasama dan minat sosial, memiliki sifat parasit, dan
mengharapkan perhatian untuk melindungi dan memanjakannya.
Anak tunggal sering kali tampil manis dan penuh sayang, dan difase
kehidupan selanjutnya bisa saja mereka mengembangkan cara-cara yang menawan
untuk menarik perhatian orang lain.
Implikasi dari teori adler dalam konseling diantaranya adalah untuk
menentukan tujuan konseling. Tujuan konseling menurut Adler adalah mengurangi
intensitas perasaan rasa rendah diri (inferior), memperbaiki kebiasaan-kebiasaan
yang salah dalam persepsi, menetapkan tujuan hidup, mengembangkan kasih
sayang terhadap orang lain, dan meningkatkan kegiatan.
Berikut penulis sajikan implikasi dari konsep-konsep teori adler dalam
bimbingan konseling
19
konseling, konselor harus dapat
mengungkap dan memperjelas tujuan-tujuan
hidup dari konseli sebagai kekuatan untuk
meraih kesuksesan yang menjadi goalnya.
3. The Style of Life Gaya hidup disamping faktor bawaan juga
terbentuk melalui interaksi social individu
pada masa usia 4 – 5 tahun. Implikasinya
dalam konseling, bahwa orang tua harus
dapat memberikan lingkungan yang positif
untuk perkembangan gaya hidup anak pada
usia tersebut. Karena gaya hidup seseorang
itu relative sulit untuk diubah. Gaya hidup
menjadi salah satu penentu dari sikap-sikap
kita ke depannya.
4. Social Interest Orang tua harus dapat mengembangkan
potensi social anak sejak lahir sampai
kanak-kanak karena hal tersebut akan
berpengaruh pada kemampuan social
seseorang kedepannya.
5. Urutan kelahiran Urutan kelahiran mempunyai peranan yang
penting bagi pembentukan perilaku
seseorang, maka sebagai orang tua harus
dapat memberikan stimulasi yang tepat
kepada anak-anaknya disesuaikan dengan
urutan kelahirannya supaya perilaku
negative akibat urutan kelahiran dapat
dikurangi atau dihilangkan.
Menurut pendapat saya tentang teori Alferd Adler disini dijelaskan bahwa
manusia dimotivasikan oleh adanya dorongan utama, yaitu mengatasi perasaan
inferior dan menjadi superior. Inferioritas berarti manusia itu merasa lemah atau
20
rendah diri dan tidak memiliki keterampilan. Rendah diri yang dimaksud ini adalah
rendah diri terhadap orang lain, meskipun terkadang ada unsur yang membandingkan
kemampuan diri sendiri dengan kemampuan orang lain yang lebih matang dan
berpengalaman. Misalnya manusia yang lemah akan berjuang untuk menjadi lebih
kuat.
Sedangkan superioritas bukan berarti lebih baik dibandingkan dengan orang
lain, melainkan mencoba untuk menjadi lebih baik lagi, semakin seseorang dekat
dengan tujuannya maka semakin orang itu menjadi lebih baik lagi. Adler meyakini
bahwa motif utama setiap orang adalah untuk menjadi kuat, kompoten, berprestasi,
dan kreatif.
Ada perbedaan pokok sebelumnya antara Sigmund Freud, Carl Gustav Jung dan
Alfred Adler :
1) Freud menjelaskan bahwa tingkah laku itu didorong oleh insting-insting yang
dibawa sejak lahir, contohnya saya mempunyai insting lapar dan
kemungkinan saya akan marah jika hasrat lapar saya belum terpenuhi dan
dalam kondisi itu juga banyak hal yang membuat saya tidak dapat mengontrol
emosional, karena seketika itu saya akan marah.
2) Jung menjelaskan bahwa tingkah laku itu dikuasai oleh arketipe-arketipe yang
dibawa sejak lahir dan mempunyai pola pemikiran yang primodial, seperti :
setiap orang sudah ber-minset bahwa orang tua adalah sosok pelindung bagi
anaknya.
3) Menurut Adler tingkah laku setiap orang menciptakan tujuan final yang semu,
memakai bahan yang diperoleh dari keturunan dan lingkungan.
Saya adalah anak bungsu dari dua bersaudara, jarak kelahiran antara saya dan
kakak saya cukup jauh, yaitu sekitar 5 tahun, berdasarkan studi khusus tentang
Birth Older yang dijelaskan Adler mengenai anak bungsu dengan kriteria: manja,
tergantung, penyesuaian diri kurang, santai, paling humoris dan easy going, tidak
21
semuanya sesuai dengan diri saya. Saya tergolong cukup manja dan butuh waktu
yang lama untuk adaptasi ditempat baru, tetapi tidak bisa santai, harus tetap
konsisten dengan hal yang harus saya kerjakan, tidak humoris juga tetapi dengan
sangat mudah bisa tertawa, ketika ada masalah saya tidak bisa cepat melupakannya,
apalagi jika masalah tersebut adalah kesalahan saya, untuk bertingkah easy going
itu sangat sulit, saya cenderung menjadi seorang pemikir berat, memikirkan
bagaimana pendapat orang lain terhadap diri saya dan memikirkan bagaimana agar
masalah yang saya alami cepat selesai.
Bedasarkan teori adler bahwa kepribadian seseorang mempunyai prinsip
yaitu kekuatan dinamis di balik perilaku manusia adalah berjuang untuk meraih
keberhasilan atau superioritas. Adler mereduksi semua motivasi menjadi satu
dorongan tunggal- berjuang untuk meraih keberhasilan atau sperioritas. Dari contoh
kasus terlihat bahwa dalam keluarga terjadi persaingan antar saudara secara
langsung maupun tak langsung untuk menunjukan dominasi pengaruh siapa yang
paling berkuasa dan berpengaruh. Saya melakukan hal apapun untuk berada satu
langkah lebih maju dari mereka.
Saya menyadari bahwa diri saya mempunyai sifat pemalu, pendiam dan sulit
untuk berbicara di depan muka. Saya menganggap sifat tersebut merupakan sifat
yang menjadi hal inferioritas atau kelememahan sya dalam meraih cita-cita.
Adler berpendapat bahwa perasaan rendah diri (inferiority) bukan merupakan
hal yang abnormal. Dibawah keadaan normal, perasaan rendah diri dapat
merupakan kekuatan penggerak yang sangat besar. Dengan kata lain jika manusia
ditekan oleh keinginan untuk mengatasi rendah diri dengan keinginan menjadi
superior. Usaha tersebut dapat dikatakan kompensasi. Jika seseorang mengalami
gejala gangguan psikis rasa rendah diri, ia akan mengalami kompleks rendah diri
yang kemudian akan menimbulkan over kompensasi sehingga dapat diatasi dengan
kompleks superior.
Menurut analisis saya bahwa kepribadian seseorang mempunyai prinsip yaitu
kekuatan dinamis di balik perilaku manusia adalah berjuang untuk meraih
22
keberhasilan atau superioritas. manusia berjuang demi sebuah tujuan akhir, entah
itu superioritas pribadi atau keberhasilan untuk semua umat manusia. saya
merupakan orang yang meluap-luap dalam mengekspresikan emosi, mempunyai
motivasi yang tinggi bila menginginkan segala sesuatu. Saya tergolong orang yang
tidak bias diam ketika beraktifitas.
Saya termasuk orang yang mudah dalam mencari teman, walaupun awalnya
sering sungkan dan canggung untuk memulai perkenalan. Umumnya orang-orang
yang pertama kali bertemu saya akan mengira saya adalah orang yang pendiam dan
tidak banyak bicara. Memang seperti itulah saya jika baru kenal dengan orang, saya
akan lebih banyak diam dan berbicara seperlunya saja. Namun keadaan seperti ini
tidak seterusnya terjadi, apabila saya sudah merasa dekat dengan orang tersebut,
sikap awalnya canggung dan lebih banyak diam, bias jadi berubah menjadi lebih
ceria, semangat dan banyak berbicara.
Menurut saya bahwa setiap orang itu unik dan tak terpisahkan, pikiran yang
tidak konsisten itu tidak ada. Pikiran, perasaan dan tindakan semuanya mengarah
pada satu sasaran dan berfungsi untuk mencapai satu tujuan.
23
BAB III
KESIMPULAN
24
DAFTAR PUSTAKA
Adler, Alfred. 1930. Individual Psychology. Worcester Mass: Clark Univ Press.
Alwisol. 2007. Psikologi Kepribadian. Malang: UMM Press.
Suryabrata, Sumadi. 2005. Psikologi Kepribadian, Jakarta: PT Rajagrafindo Persada.
Cervone, Daniel dkk.. Kepribadian: Teori dan Penelitian. Terj. Aliya Tusyani
dkk., .Jakarta: Salemba Humanika, 2011
25