Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN PENDAHULUAN DAN STRATEGI PELAKSANAAN

PADA KELUARGA REMAJA AKHIR DENGAN NAPZA

A. Pendahuluan
Penyalahgunaan narkotika, zat adiktif (napza), termasuk alkohol, opium,
obat dengan resep, psikotomimetiks, kokain, mariyuana. Masalah serius dan
terus berkembang dalam penyalahgunaan zat adalah peningkatan penggunaan
lebih dari satu jenis zat secara serentak atau berurutan. Penyalahgunaan zat
terlarang di Indonesia, menjadi perhatian bagi seluruh elemen yang ada di
Negara ini. Golongan yang menjadi pengguna napza terbesar di Indonesia
adalah remaja. Usia remaja adalah usia yang rentan terhadap napza. Dari
sekitar 2 juta orang pengguna napza di Indonesia, mayoritas pengguna
berumur 20-25 tahun. Sembilan puluh persen pengguna adalah pria. Usia
pertama kali menggunakan napza rata-rata 19 tahun. Demikian data yang
diungkap oleh Perhimpunan Ahli Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI) cabang
DKI Jaya. Bahkan Hasil survei LSM pemantau masalah narkoba di
Kalimantan Barat menyebutkan 15% pelajar sekolah menengah umum
(SMU) dan sekolah menengah kejuruan (SMK) di Kota Palu mengkonsumsi
narkoba jenis pil koplo, ganja, dan sabu.
Penyalahgunaan zat merujuk pada penggunaan obat secara terus menerus
bahkan sampai setelah terjadi masalah. Ketergantungan zat menunjukkan
suatu kondisi yang parah dan sering dianggap sebagai penyakit. Sedangkan
istilah adiktif umumnya merujuk pada perilaku psikososial yang berhubungan
dengan ketergantungan zat. Rentang respon koping kimiawi pada
penyalahgunaan napza:

Respon Adaptif Respon Maladaptif

Tinggi Penggunaan Pengguanaan Ketergantunga


Alamiah;aktifitas jarang dari sering dari n
fisik, meditasi tembakau, tembakau, Penyalahguna
kafein,alcohol, kafein, alcohol, an gejala
obat yang obat yang putus zat,
diresepkan, obat diresepkan, obat Toleransi
terlarang terlarang
B. Etiologi
Fokus penyebab dari terjadinya masalah penyalahgunaaan obat adalah
ketidakmatangan atau defesiensi personal, lingkungan yang rusak, kesulitan
dalam beradaptasi, tekanan dari kelompok, dan ketidakmampuan menghadapi
stres atau ketegangan. Data lain juga menyebutkan bahwa faktor sosial, tipe
kepribadian, serta kemudahan mendapatkan obat-obatan berperan dalam
penyalahgunaan dan ketergantungan terhadap obat. Berikut penjelasannya:
1. Faktor Biologi
a. Genetik
Faktor herediter dapat berkembang ke arah penyalahgunaan zat,
khususnya para pengguna alkohol dan sejenisnya. Anak dari orang tua
yang alkoholik beresiko empat kali lebih kuat untuk menjadi anak
alkoholik (American Academy of Child and Adolescent Psychiatry,
1999). Pengamatan terhadap kembar monozigotik dan dizigotik
mendukung hipotesa genetic. Kembar monozigotik (satu telur,
genetically identical) dua kali lebih kuat daripada kembar dizigotik
(dua telur, genetically nonidentical). (Franklin and Frances, 1999).
Pengamatan lainnya menunjukkan bahwa laki-laki alkoholik dari ayah
yang alkoholik empat kali lebih besar kemungkinannya daripada ayah
yang bukan alkoholik. (Harvard Medical School, 2011).
b. Biokimia
Hipotesa biologis yang kedua berhubungan dengan kemungkinan
2. Faktor sosial.
Proses sosialisasi secara keseluruhan yang terjadi pada masa
remaja berperan dalam penyalahgunaan obat. Kelompok sebaya dan nilai-
nilai didalamnya sangat memberikan pengaruh pada mereka. Perilaku
coba-coba, rasa keingintahuan, perilaku memberontak, serta rasa bosan
hanyalah beberapa alasan yang sering diutarakan oleh para remaja.
Diadakannya pesta obat bius membuat marijuana mudah diterima oleh
kalangan ini. Marijuana, kokain, dan heroin sangat mudah didapatkan
pada pertemuan-pertemuan mereka.
3. Tipe kepribadian
Walaupun tidak teridentifikasi suatu tipe kepribadian khusus,
namun banyak teori mengatakan bahwa para penyalahguna obat erat
kaitannya dengan ketidakmatangan perkembangan pada fase oral. Seperti
orang yang ingin dengan segera memperoleh kesenangan sebagai sebuah
kebutuhan atau sebagai cara untuk menghindari ketegangan, dan kembali
lagi menggunakan obat untuk pencari pengalaman sebagai suatu perasaan
senang yang berlebihan seperti euporia atau lupa diri. Karakteristik yang
biasanya dapat dilihat pada seorang pecandu obat-obatan meliputi rasa
rendah diri, perasaan sangat tergantung, rasa toleransi yang rendah pada
kasus frustasi atau kecemasan, perasaan anti sosial, dan ketakutan. Para
pakar tidak menyatakan secara pasti apakah karakteristik tersebut ada
sebelum kecanduan atau apakah timbul akibat penyalahgunaan obat.
4. Kemudahan mendapatkan obat-obatan.
Di berbagai tempat pembelian obat, resep mudah disediakan
untuk gangguan tidur, bingung, cemas, nyeri; dan diberikan untuk
medikasi sebagai pengobatan paling dasar selama di rumah sakit.
Kesemua faktor tersebut membuat kemudahan bagi para pecandu obat-
obatan.

C. Klasifikasi Substansi yang Disalahgunakan


Adiktif merupakan suatu gambaran yang dipergunakan untuk mendefinisikan
pernyataan kronik atau berulangnya keracunan dan merupakan karakteristik
ketergantungan secara psikologis atau fisik, dan toleransi. Dampak
ketergantungan secara psikologis seperti luapan emosi akibat ketergantungan
suatu jenis obat, atau merasa senang atau kejang yang berlangsung selama
penggunaan obat.
Ada 11 klasifikasi zat yang sering disalahgunakan, yaitu:
1. Alkohol
2. Amfetamin dan sejenisnya
3. Fenisiklidin dan sejenisnya
4. Sedatif, hipnitika atau anxiolitiks
5. Kokain
6. Halusinogen
7. Inhalan
8. Opoid
9. Kafein
10. Kannabis
11. Nikotin

Pola (Rentang) Gangguan pada Klien Napza


1. Alkohol
Menurut Jellinek ( 2013), terdapat 4 fase pada tahap ketergantungan terhadap
alcohol, yaitu ;
● Fase I. Fase Prealkoholik
Fase ini ditandai dengan penggunaan alkohol sebagai penghilang stress
dan hidup. Pada remaja, alkohol dikenal pertama kali dengan melihat dari
orang tua dan orang dewasa lainnya saat menggunakan alcohol. Dia
memmpelajari hal itu sebagai salah satu metode untuk mengatasi masalah.
● Fase II. Fase Alkoholik awal
Pada fase ini, remaja sudah mulai menggunakan alkohol secara diam –
diam dan merahasiakan dari orang lain. Jumlah alkohol yang
dikonsumsinya masih relatif sedikit. Remaja pada fase ini remaja masih
merasa bersalah dan menyangkal menggunakan alkohol.
● Fase III. Fase Krusial
Pada fase ini, individu telah kehilangan kontrol dan ketergantungan secara
fisiologis. Kehilangan kontrol itu ditandai dengan ketidakmampuan untuk
tidak minum. Pada episode ini ditandai dengan kesakitan, kehilangan
kesadaran, marah dan agresif. Alkohol menjadi fokus perhatian utama
individu tersebut. Biasanya pada fase individu akan mempunyai
pengalaman seperti kehilangan pekerjaan, keluarga, penghargaan terhadap
dirinya dan lain – lain
● Fase IV. Fase Kronik
Fase ini ditandai dengan gangguan integritas dari emosi dan fisik.
2. Sedativa, Hipnotik atau Aksiolitik
a. Pengkajian
Pengkajian pada klien korban napza, menggunakan format pengkajian
psikososial secara komprehensif. Hal – hal yang perlu di kaji pada klien
korban napza meliputi :
1. Pengkajian secara umum (evaluasi terhadap masalah yang dirasakan
klien)
2. Riwayat medis (fisik).
3. Pengkajian Keperawatan
4. Pengkajian Spiritual
5. Pengkajian Psikososial : status mental dan emosional
6. Latar belakang sosial : aktifitas, penghasilan, pekerjaan, riwayat
seksual, riwayat marital, kehilangan, perilaku emosional dan riwayat
keluargaan
7. Formulasi klinik : identifikasi perilaku dan deskripsi masalah
Pengkajian pada klien napza menggunakan formal pengkajian umum
psikitrik dan ditambahkan dengan format pengkajian Drug History and
Assesment. Pertanyaan – pertanyaan yang diajukan pada klien adalah
sebagai berikut:
a) Kapan Anda mulai mengenal obat – obatan/alcohol, dan adakah
anggota keluarga anda yang mengkonsumsi alcohol/obat – obatan ?
b) Jika ada, bagaimana pengaruhnya pada situasi di dalam keluarga?
c) Sejak kapan Anda pertama kali minum alkohol/obat?
d) Berapa lama Anda minum alcohol/obat dalam keadaan biasa?
e) Bagaimana pola penggunaan napza tersebut?
1) Kapan ?
2) Apa?
3) Berapa banyak ?
4) Dimana dan dengan siapa Anda menggunakan
f) Kapan Anda terkahir kali minum alkohol/obat –obatan dan berapa
banyak anda konsumsi ?
g) Apakah dalam menggunakan zat – zat tersebut menyebabkan masalah
– masalah? Jelaskan (keluarga, teman, pekerjaan, sekolah dan lain –
lain)
h) Pernahkah Anda mempunyai pengalaman terluka sebagi akibat dari
menggunakan zat – zat tersebut ?
i) Pernahkah Anda istirahat atau dalam menggunakan minum alkohol/zat
– zat aditif?
j) Pernahkah Anda mencoba berhenti menggunakan zat aditif ? Apakah
anda mempunyai gejala – gejala fisik dengn pengalaman tersebut,
seperti; tremor, sakit kepala, insomnia, berkeringat dingin dan
serangan ?
k) Pernahkah Anda mempunyai pengalaman kehilangan memori/ingatan
ketika menggunakan alkohol/obat – obatan?
l) Gambarkan / jelaskan kegiatan sehari – hari Anda?
m) Adakah yang Anda ingin ubah dalam hidup? Jika ada, apa?
n) Apa rencana/ide Anda agar keinginan itu dapat terwujud ?

D. RENCANA TINDAKAN
1. Terapi keluarga dengan tehnik Komunikasi
2. Terapi kelompok Logoterapi
3. Terapi Komunitas Psikoedukasi
4. Terapi kelompok terapeutik AA/NA.
Strategi Pelaksanaan
Tanggal: Jum’at 18 Desember 2020
Keluarga dengan anak Remaja NAPZA

1. Proses Keperawatan
a. Identitas Klien: Sdr .A
b. Kondisi Klien: Klien suka jalan-jalan dan nongkrong bersama geng atau
kelompoknya. Anak mempunyai kebiasaan merokok, atau ada riwayat
meminum alkohol.
c. Masalah Keperawatan: Koping individu tidak efektif
d. Tujuan Khusus: 1. Klien mampu membina hubungan saling percaya
2. Klien mampu mengenal dan mengekspresikan
perasaan
e. Tindakan Keperawatan:
● Salam terapeutik
● Perkenalkan diri
● Tanyakan nama klien
● Jelaskan tujuan interaksi
● Perhatikan dengan penuh empati
● Pertahankan lingkungan yang kondusif
● Lakukan kontrak dengan jelas pada tiap pertemuan
● Melakukan terapi komunikasi pada klien remaja NAPZA

2. Strategi Komunikasi dalam Pelaksanaan Tindakan Keperawatan


Orientasi
a. “Hai, selamat pagi, saya Nelta Cori Itaty, panggil saja suster Nelta, dari
Puskesmas Mempawah Hilir, saya berada di sini ya hari ini dan besok
terus jumat dan sabtu depan juga dik dari jam 09.00 sampai 12.30.”
b. “Saya dengar dari Bapak dan Ibu, adik bernama A, biasanya suka
dipanggil siapa ya dik?”
c. “Lagi ngapain dik pagi ini, lagi nyantai ya, atau lagi mikirin sesuatu
nih.”
“Bagaimana dik, kalau pagi ini kita ngobrol, kira-kira mau berapa
lama nih?”
d. “Kalau gitu, kita ngobrolin tentang kegiatan yang biasa dilakukan adik
selama ini, supaya saya dapat membantu kalau nanti adik punya
masalah.”
e. “Oke, mau berapa lama ngobrolnya, bagaimana kalau 30 menit. Mau
dimana tempatnya biar nyantai, bagaimana kalau di sini aja?

Kerja
a. “Tadi kita sudah berkenalan kan, “Tadi juga kita sudah sepakat kalau
ngobrolnya selama 30 menit.”
b. “Pagi ini kita kan mau ngobrolin tentang kegiatan yang biasanya adik
kerjakan.”
c. “Nah, sekarang adik nih bagi cerita ke saya, ayo dik.”
d. “Atau adik mempunyai keluhan selama ini.”
e. “Punya teman-teman geng yang asyik atau apa saja deh.”
f. “Nah kalau menurut adik, kira-kira anak remaja yang sehat mental itu
seperti apa sih, apa adik bisa sebutkan ciri-cirinya?”
g. “Seseorang yang sehat mental itu dik, tentunya memiliki kebiasaan
yang juga sehat, salah satunya bebas dari pengaruh narkoba atau
minuman keras, punya teman curhat yang bisa membantu untuk
menjadi lebih baik.” Kan remaja tuh punya masa depan yang masih
panjang, gimana dik?”
h. Mempertahankan kontak mata, menunjukkan sikap empati,
memperhatikan anggota keluarga serta responnya secara verbal dan
non verbal, agak mencondongkan badan ke depan, sikap terbuka,
menunjukkan kejujuran antara verbal dan non verbal.

Terminasi
a. Evalusi Respon Klien terhadap tindakan keperawatan
● “Gimana nih setelah kita ngobrol, apa masih bingung dengan gaya
hidup remaja yang sehat mental.”
● “Pagi ini adik sudah bisa menyebutkan ciri-ciri anak remaja yang
sehat mental dan mengungkapkan permasalahannya kepada saya.”
● “Bagus banget tuh dik, nanti adik bisa membantu teman-teman lain
atau jadi tempat curhat jadi dapat menghindari hal-hal yang tidak
sehat. ”
b. “Baiklah, kalau begitu gimana kalau nanti, adik mengingat apa yang
sudah kita bicarakan tadi, dan coba nanti juga disampaikan ke teman
gengnya.”
c. Kontrak yang akan datang
“Nah, dik, nda’ terasa kita ngobrol sudah 30 menit lho.” Apa masih
ada yang mau disampaikan.”Baiklah, besok kita ketemu lagi untuk
ngobrolin mengenai masalah yang adik hadapi serta cara
penyelesaiannya. ”Bagaimana dik, oke kan.”Ya tempatnya disini saja,
kan saya yang kesini.” Baiklah kalau begitu sampai ketemu besok ya,
saya permisi dulu ya dik.”

Anda mungkin juga menyukai