72
Ind
k
STBM
Sanitasi Total Berbasis
Masyarakat di indonesia
2019
i
Modul Pelatihan untuk Pelatih (TOT) Fasilitator STBM
Katalog Dalam Terbitan. Kementerian Kesehatan RI
ii
Modul Pelatihan untuk Pelatih (TOT) Fasilitator STBM
DAFTAR ISI
iii
Kurikulum dan Modul Pelatihan untuk Pelatih (TOT) Fasilitator STBM
DAFTAR GAMBAR
v
Kurikulum dan Modul Pelatihan untuk Pelatih (TOT) Fasilitator STBM
KURIKU
LUM
PELATIHAN
UNTUK
PELATIH
(TOT)
FASILITATO
Bagian 1
Kurikulum Pelatihan untuk Pelatih (TOT)
Fasilitator
Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM)
1
Kurikulum Pelatihan untuk Pelatih (TOT) Fasilitator STBM
BAB I. PENDAHULUAN...........................................................................................................3
A. Latar Belakang..........................................................................................3
B. Filosofi Pelatihan.......................................................................................4
BAB II. PERAN, FUNGSI, DAN KOMPETENSI.......................................................................5
A. Peran........................................................................................................5
B. Fungsi.......................................................................................................5
C. Kompetensi...............................................................................................6
BAB III. TUJUAN PELATIHAN.................................................................................................6
A. Tujuan Umum...........................................................................................6
B. Tujuan Khusus..........................................................................................6
BAB IV. STRUKTUR PROGRAM.............................................................................................7
BAB V. GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PEMBELAJARAN..............................................8
BAB VI. DIAGRAM PROSES PEMBELAJARAN.....................................................................19
BAB VII. PESERTA, PELATIH DAN PENGENDALI PELATIHAN...........................................22
A. Peserta...................................................................................................................... 22
B. Pelatih/Fasilitator/Instruktur.......................................................................................22
C. Pengendali Pelatihan (Master of Training)................................................................22
D. Narasumber..............................................................................................................22
BAB VIII. PENYELENGGARA DAN TEMPAT PENYELENGGARAAN...................................23
A. Penyelenggara..........................................................................................................23
B. Tempat Penyelenggaraan.........................................................................................23
BAB IX. EVALUASI.................................................................................................................. 23
A. Evaluasi terhadap peserta melalui :..........................................................................23
B. Evaluasi terhadap pelatih/fasilitator/narasumber......................................................23
C. Evaluasi terhadap penyelenggara pelatihan.............................................................24
BAB X. SERTIFIKAT................................................................................................................24
S
anitasi Total Berbasis Masyarakat yang selanjutnya disebut STBM merupakan
pendekatan dan paradigma baru pembangunan sanitasi di Indonesia yang mengedepankan
pemberdayaan masyarakat dan perubahan perilaku. STBM ditetapkan sebagai kebijakan
nasional berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 852/MENKES/
SK/IX/2008 untuk mempercepat pencapaian MDGs tujuan 7C, yaitu mengurangi hingga
setengah penduduk yang tidak memiliki akses terhadap air bersih dan sanitasi pada tahun 2015.
Tahun 2014, Kepmenkes ini diganti dengan Peraturan Menteri Kesehatan No.3 Tahun 2014
tentang STBM. Adapun tujuan penyelenggaraan STBM adalah untuk mewujudkan perilaku
masyarakat yang higienis dan saniter secara mandiri dalam rangka meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Diharapkan pada tahun 2025, Indonesia bisa
mencapai sanitasi total untuk seluruh masyarakat, sebagaimana tercantum dalam Rencana
Pembangunan Jangka Panjang
Nasional (RPJPN) Indonesia.
Pendekatan STBM diadopsi dari hasil uji coba Community Led Total Sanitation (CTS)
yang telah sukses dilakukan di beberapa lokasi proyek air minum dan sanitasi di Indonesia,
khususnya dalam mendorong kesadaran masyarakat untuk mengubah perilaku buang air besar
sembarangan (BABS) menjadi buang air besar di jamban yang higiene dan layak. Perubahan
perilaku BAB merupakan pintu masuk perubahan perilaku santasi secara menyeluruh. Atas dasar
pengalaman keberhasilan CLTS, pemerintah menyempurnakan pendekatan CLTS dengan aspek
sanitasi lain yang saling berkaitan yang ditetapkan sebagai 5 pilar STBM, yaitu (1) Stop Buang
Air Besar Sembarangan (SBS), (2) Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS), (3) Pengelolaan Air
Minum dan Makanan Rumah Tangga (PAMM-RT), (4) Pengamanan Sampah Rumah Tangga
(PS-RT), dan (5) Pengamanan Limbah Cair Rumah Tangga (PLC-RT).
Pendekatan STBM terdiri dari tiga komponen yang harus dilaksanakan secara seimbang
dan komprehensif, yaitu: 1) peningkatan kebutuhan sanitasi, 2) peningkatan penyediaan akses
sanitasi, dan 3) peningkatan lingkungan yang kondusif.
Dalam upaya penguatan kapasitas pelaksana program STBM, perlu disusun Buku
Kurikulum dan Modul Pelatihan Fasilitator Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM).
Diharapkan
pelatihan tersebut mampu mencetak lebih banyak fasilitator STBM yang handal, yang mampu
merencanakan dan melaksanakan program STBM untuk meningkatkan kebutuhan masyarakat
untuk mempraktikkan hidup bersih dan sehat, termasuk melakukan monitoring dan evaluasi
program STBM secara partisipatif dengan masyarakat.
Kurikulum ini didesain dengan pendekatan “learner centered” yakni pendekatan yang
menempatkan pembelajar sebagai pusat perhatian, sedangkan pelatih/fasilitator lebih berperan
sebagai katalisator (catalyst), pembantu proses (process helper), dan penghubung sumber daya
(resource linker). Mengingat adanya perbedaan gaya pengajaran dan budaya setempat, maka
tujuan pembelajarannyapun diarahkan pada tumbuhnya proses penemuan sendiri (self-
discovery), sehingga kompetensi yang telah diperoleh dapat diterapkan dalam pelaksanaan
tugas sebagai seorang fasilitator STBM.
Kebutuhan terhadap Pelatihan Fasilitator STBM ini masih belum diimbangi dengan
ketersediaan jumlah tenaga pelatih yang mencukupi, mumpuni dan mampu memahami serta
menyampaikan atau memfasilitasi materi sesuai kurikulum dan modul pelatihan yang telah
ditetapkan. sehingga untuk mengakomodir kebutuhan ini maka perlu dilakukan suatu Pelatihan
untuk Pelatih (Traning of Trainer / TOT) Fasilitator STBM ini. Sehubungan dengan hal itu,
Pelatihan untuk Pelatih (TOT) Fasilitator STBM ini menjadi begitu penting dan perlu segera
dilaksanakan untuk mencetak fasilitator-fasilitator STBM yang handal, yang mampu mendorong
percepatan pencapaian target sanitasi Indonesia yang berkelanjutan dan juga untuk
meningkatkan keterampilan para fasilitator dalam hal melatih, serta untuk memberikan
penyamaan persepsi diantara para fasilitator agar terdapat keseragaman materi yang akan
disampaikan pada pelatihan Pelatihan fasilitator STBM sesuai kurikulum yang telah ditetapkan.
Adapun penyelenggaraan pelatihan ini
mengacu pada kurikulum Pelatihan untuk Pelatih (TOT) Fasilitator STBM bagi pelaksana STBM.
B. Filosofi Pelatihan
Filosophi pelatihan untuk pelatih (TOF) Fasilitator STBM ini diselenggarakan dengan
memperhatikan:
1. Prinsip pembelajaran orang dewasa (andragogi), dimana selama pelatihan peserta berhak
untuk:
a. Didengarkan dan dihargai pengalamannya mengenai pemberdayaan masyarakat,
perubahan perilaku, dan STBM.
b. Dipertimbangkan setiap ide dan pendapat, sejauh berada di dalam konteks pelatihan.
c. Diberikan kesempatan yang sama untuk berpartisipasi dalam setiap proses pembelajaran.
d. Tidak dipermalukan, dilecehkan ataupun diabaikan.
2. Berorientasi kepada peserta, di mana peserta berhak untuk:
a. Mendapatkan 1 paket bahan belajar tentang STBM.
b. Mendapatkan pelatih profesional yang dapat menfasilitasi dengan berbagai metode,
melakukan umpan balik, dan menguasai materi STBM.
A. Peran
Setelah mengikuti pelatihan ini, peserta berperan sebagai pelatih pada pelatihan fasilitator
STBM di wilayah kerjanya masing-masing.
B. Fungsi
Dalam melaksanakan perannya peserta mempunyai fungsi melatih pada pelatihan fasilitator STBM.
C. Kompetensi
Untuk melaksanakan peran dan fungsi tersebut, maka peserta memiliki kompetensi sebagai
berikut :
1. Menjelaskan Konsep Dasar STBM.
2. Melakukan Pemberdayaan Masyarakat dalam STBM.
3. Melakukan Komunikasi, Advokasi dan Fasilitasi.
4. Melakukan Pemicuan STBM di Komunitas.
5. Melatih pada Pelatihan Fasilitator STBM.
B. Tujuan Khusus
Setelah mengikuti pelatihan ini, peserta mampu:
1. Menjelaskan Konsep Dasar STBM.
2. Melakukan Pemberdayaan Masyarakat dalam STBM.
3. Melakukan Komunikasi, Advokasi dan Fasilitasi.
4. Melakukan Pemicuan STBM di Komunitas.
5. Melatih pada Pelatihan Fasilitator STBM.
WAKTU
No MATERI JML
T P PL
A MATERI DASAR
1 Kebijakan dan Strategi Nasional STBM 2 0 0 2
Subtotal “A” : 2 0 0 2
B MATERI INTI
1 Konsep Dasar STBM 2 2 0 4
2 Pemberdayaan Masyarakat dalam STBM 1 2 0 3
3 Komunikasi, Advokasi dan Fasilitasi 2 2 0 4
4 Pemicuan STBM di komunitas 4 2 10 16
5 Teknik Melatih 6 7 0 13
Subtotal “B” : 15 17 10 40
C MATERI PENUNJANG
1 Membangun Komitmen Belajar (BLC) 0 3 0 3
3 2 0 0 2
Anti Korupsi
Subtotal “C” : 2 5 0 8
Total 18 22 10 50
9
10 Tujuan
Pokok Bahasan dan Sub
Pokok Pembelajaran Media dan Alat
Bahasan Metode Referensi
Khusus (TPK) Bantu
Ku
rik
ul
u
m
Pe
lat
ih
an
un
tu
k
Pe
lat
ih
(T
O
T)
Fa
sili
tat
or
S
Ku Nomor : MI.2
rik
ul Judul Materi : Pemberdayaan Masyarakat dalam STBM
u
m
Waktu : 3 JP (T=1 jp; P=2 jp; PL=0 jp)
Pe Tujuan Pembelajaran Umum : Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu menerapkan pemberdayaan masyarakat dalam
lat
ih STBM.
an
un
tu
k Tujuan
Pokok Bahasan dan Sub
Pokok Pembelajaran Media dan Alat
Pe Bahasan Metode Referensi
lat Khusus (TPK) Bantu
ih
(T
O
T)
Fa
sili Setelah mengikuti materi
tat ini peserta mampu:
or
S Bahan tayang DepKes RI, Pusat Promkes,
1. Menjelaskan 1. Pemberdayaan Masyarakat CTJ, Kebijakan Nasional Promosi
pemberdayaan a. Pengertian pemberdayaan masyarakat, Diskusi (slide ppt),
Kesehatan, Jakarta: 2004.
masyarakat, b. Tahapan kegiatan pemberdayaan kelompok. LCD,
DepKes RI, Pusat Promkes,
masyarakat, Komputer/ laptop, Pedoman Pelaksanaan Promosi
c. Prinsip dasar pemberdayaan Flipchart, Kesehatan di Daerah, Jakarta: 2005.
masyarakat. Spidol Totok Mardikanto, Konsep-Konsep
Meta plan, Pemberdayaan Masyarakat,
Kain tempel, Surakarta, 2010
Panduan Diskusi Kemenkes RI, Buku Sisipan STBM:
Kelompok 5 Kurikulum dan Modul Pelatihan
2. Melakukan 2. Partisipasi Masyarakat Dalam STBM CTJ, pilar, Fasilitator Pemberdayaan Masyarakat
pemberdayaan a. Pengertian partisipasi masyarakat Diskusi di Bidang Kesehatan, Jakarta: 2013.
Panduan Bermain
masyarakat dalam dalam STBM, kelompok, Peran.
STBM. b. Tingkatan partisipasi masyarakat Bermain Peran.
di STBM.
11
12 Nomor : MI.3
12 Judul Materi : Komunikasi, Advokasi dan Fasilitasi STBM
Waktu : 4 JP (T= 2 jp; P= 2 jp; PL= 0 jp)
Tujuan Pembelajaran Umum : Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu melakukan komunikasi, advokasi, dan fasilitasi dalam
STBM.
Tujuan
Pokok Bahasan dan Sub
Pokok Pembelajaran Media dan Alat
Bahasan Metode Referensi
Khusus (TPK) Bantu
1. Melakukan 1. Komunikasi CTJ, Bahan tayang Dinkes RI, Pusat Promosi Kesehatan,
komunikasi yang a. Pengertian komunikasi, Diskusi (slide ppt,) Modul Teknologi Advokasi Kesehatan,
efektif, b. Bentuk-bentuk komunikasi, kelompok, LCD, Jakarta: 2002.
c. Membangun komunikasi yang efektif. Bermain peran, Komputer/ laptop, Kemenkes RI, Buku Sisipan STBM:
Flipchart, Kurikulum dan Modul Pelatihan
Spidol, Fasilitator Pemberdayaan Masyarakat
Ku 2. Melakukan 2. Advokasi CTJ, di Bidang Kesehatan, Jakarta: 2013.
rik Meta plan,
advokasi, a. Pengertian advokasi, Bermain peran.
ul Skenario,
b. Langkah-langkah advokasi STBM,
u Kain tempel,
c. Cara melakukan advokasi yang efektif.
m Lembar diskusi
Pe kelompok,
lat 3. Menjelaskan 3. Prinsip-Prinsip Dasar Fasilitasi CTJ, Panduan Bermain
ih prinsip-prinsip a. Prinsip dasar fasilitasi, Diskusi Peran.
an dasar fasilitasi, b. Peran dan fungsi fasilitator, kelompok.
un c. Perilaku fasilitator dalam STBM,
tu d. Fasilitasi yang harus dilakukan dan dihindari
k dalam STBM.
Pe
lat
ih 4. Melakukan 4. Teknik Fasilitasi CTJ,
(T teknik-teknik a. Teknik mendengar, Curah Pendapat,
O fasilitasi. b. Teknik bertanya, Bermain peran.
T) c. Teknik menghadapi situasi sulit,
Fa d. Dinamika bertanya,
sili e. Curah pendapat.
tat
or
S
Ku Nomor : MI.4
rik
ul Judul Materi : Pemicuan 5 pilar STBM di Komunitas
u
m
Waktu : 16 JP (T=4 jp; P=2 jp; PL=10 jp)
Pe Tujuan Pembelajaran Umum : Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu melaksanakan pemicuan STBM di komunitas.
lat
ih
an
un
tu Tujuan Pembelajaran Pokok Bahasan dan Sub Pokok Media dan Alat
k Khusus (TPK) Bahasan Metode Bantu Referensi
Pe
lat
ih
(T Setelah mengikuti materi ini peserta
O mampu: Permenkes nomor 3 tahun
T) 1. Menjelaskan 1. Kegiatan Pra-Pemicuan CTJ, Bahan tayang (slide 2014 tentang STBM.
Fa kegiatan pra- a. Observasi kebiasaan PHBS masyarakat, Diskusi ppt, Film), Panduan Praktis 5 Pilar
sili pemicuan, b. Persiapan pemicuan dan menciptakan kelompok, LCD, STBM untuk masyarakat,
tat suasana yang kondusif sebelum pemicuan Simulasi. Komputer/ laptop, Kemenkes, 2017
or Flipchart, Panduan Praktis Pemicuan
S Spidol, 5 Pilar STBM
2. Melakukan pemicuan, 2. Pemicuan Meta plan, WSP, Film Memicu
a. Alat-alat utama partisipasi untuk pemicuan, CTJ, Panduan Perubahan Menuju
b. Elemen pemicuan dan faktor penghambat Diskusi diskusi Sanitasi Total di
pemicuan, kelompok, kelompok untuk Maharashta, India, New
c. Langkah-langkah pemicuan, Bermain peran, 5 pilar STBM Delhi: 2004.
d. Proses Pemicuan 5 Pilar STBM Putar film, Kain tempel Panduan teknis pilar 3
e. Komposisi tim pemicu. Alat-alat dan bahan STBM pengelolaan pangan
untuk pemicuan 5 aman sehat rumah tangga
pilar STBM , 2018
Panduan Praktik Kerja pedoman teknis pilar 4 dan
Lapang, 5 STBM pengelolaan
Pedoman simulasi.5 pilar sampah dan limbah cair
STBM rumah tangga
13
14
Tujuan Pembelajaran Pokok Bahasan dan Sub Pokok Media dan Alat
Khusus (TPK) Bahasan Metode Bantu Referensi
Ku
rik
ul
u
m
Pe
lat
ih
an
un
tu
k
Pe
lat
ih
(T
O
T)
Fa
sili
tat
or
S
Ku Nomor : MI. 5
rik
ul Judul Materi : Teknik Melatih
u
m
Waktu : 13 JP (T= 6jp; P=7 jp; PL=0 jp)
Pe Tujuan Pembelajaran Umum : Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu melatih pada pelatihan fasilitator STBM
lat
ih
an
un
Tujuan Media dan Alat
tu Metode Referensi
k Pembelajaran Pokok Bahasan dan Sub Pokok Bahasan
Bantu
Pe Khusus (TPK)
lat
ih
(T Setelah mengikuti materi
O ini peserta mampu : LAN RI, Modul
T) Widyaiswara, Jakarta:
Fa 1. Menjelaskan 1. Model pendekatan Pembelajaran Orang Dewasa (POD). Curah pendapat Komputer, 2008.
sili model pendekatan a. Perubahan Paradigma Pendidikan CTJ LCD, Kemenkes RI, Modul
tat Pembelajaran orang b. Pedagogi dan Andragogi Latihan Papan/ kertas Flipchart, Pelatihan untuk Pelatih
or dewasa (POD). c. Prinsip-prinsip POD Diskusi Kelompok Spidol Program Kesehatan,
S d. Ruang lingkup Pendekatan & tujuan POD Praktik melatih Lembar latihan Jakarta: 2009.
e. Strategi POD (micro- Panduan diskusi WSP-EAP,
teaching) kelompok Penyelenggaraan
2. Menyusun satuan 2. Satuan Acara Pembelajaran (SAP). Pedoman praktik Pelatihan Wirausaha
acara pembelajaran a. Pengertian SAP melatih Sanitasi, Jakarta: 2012.
(SAP) b. Manfaat SAP (micro-teaching) Kemenkes RI, Buku
c. Tujuan SAP Sisipan STBM: Kurikulum
d. Sistematika SAP dan Modul Pelatihan
e. Teknik Penyusunan SAP Fasilitator Pemberdayaan
f. Kegiatan Pembelajaran Masyarakat di Bidang
Kesehatan, Jakarta:
3. Menciptakan iklim 3. Penciptaan iklim pembelajaran yang kondusif : 2013.
pembelajaran yang a. Pengelolaan kelas secara efektif
kondusif dalam b. Perkembangan kelompok
sebuah proses c. Kondisi dan situasi belajar yang berpusat pada
pembelajaran pembelajar
d. Jurnal pembelajaran
17
16
16
18 Nomor : MP.2
18
Judul Materi : Rencana Tindak Lanjut (RTL)
Waktu : 3 JP T=1 jp; P=2 jp; PL=0 jp)
Tujuan Pembelajaran Umum : Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu menyusun rencana tindak lanjut dan mengevaluasi
pelaksanaan kegiatan STBM.
1. Menjelaskan pengertian dan ruang lingkup RTL. 1. RTL: Ceramah Tanya Flipchart, Kemenkes RI, Pusdiklat
a. Pengertian RTL Jawab Spidol, Aparatur, Rencana
b. Ruang lingkup RTL. Latihan Meta plan, Tindak Lanjut, Kurmod
Ku Diskusi kelompok Kain tempel, Surveillance, Jakarta:
rik 2. Menjelaskan langkah-langkah penyusunan RTL 2. Langkah-langkah penyusunan LCD, 2008.
ul RTL. Presentasi, BPPSDM Kesehatan,
u Lembar/Format RTL. Rencana Tindak Lanjut,
m 3. Melakukan evaluasi dan penyusunan RTL 3. Evaluasi dan RTL Modul TOT NAPZA,
Pe Jakarta: 2009.
a. Evaluasi Pelaksanaan STBM
lat
b. Penyusunan RTL dan Kemenkes RI, Pedoman
ih
4. Pelaksanaan STBM gantt chart Umum Pengembangan
an
Desa dan Kelurahan
un
Siaga Aktif, Jakarta:
tu
k 2010.
Pe Kemenkes RI, Second
lat Decentralized Health
ih Services Project, Model
(T Pelatihan Pemberdayaan
O Masyarakat Bagi Petugas
T) Puskesmas, Jakarta:
Fa 2010.
sili
tat
or
S
17
Nomor : MP.3
19 Judul Materi : Anti Korupsi
18
Waktu : 2 JP T=2 jp; P=0 jp; PL=0 jp)
Ku
Tujuan Pembelajaran Umum : Setelah mengikuti materi ini, peserta latih mampu memahami anti korupsi
rik
ul
u
m
Pe Pokok Bahasan dan Media dan Alat
lat Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK) Metode Referensi
ih Sub Pokok Bahasan Bantu
an
un
tu Setelah mengikuti materi ini peserta mampu:
k
Pe
lat 1. Konsep korupsi
1. Konsep korupsi
ih a. Definisi korupsi Curah pendapat • Modul • Undang-undang
(T b. Ciri-ciri korupsi Ceramah tanya • Bahan tayang Nomor 20 Tahun 2001
O c. Bentuk/jenis korupsi jawab • Komputer tentang Perubahan
T) d. Tingkatan korupsi Latihan kasus • Flipchart Atas Undang-undang
Fa e. Faktor penyebab korupsi • Spidol Nomor 31 Tahun 1999
sili f. Dasar hukum tentang • Panduan latihan tentang
tat korupsi Pemberantasan Tindak
or Pidana Korupsi
S • Instruksi Presiden
2. Konsep anti korupsi Nomor 1 Tahun 2013
2. Konsep anti korupsi a. Definisi anti korupsi • Keputusan Menteri
b. Nilai-nilai anti korupsi Kesehatan Nomor
232/MENKES/SK/
c. Prinsip-prinsip anti korupsi
VI/2013 tentang Strategi
Komunikasi Pekerjaan
3. Upaya pencegahan korupsi
3. Upaya pencegahan korupsi dan pemberantasan dan Budaya Anti
dan pemberantasan korupsi
korupsi Korupsi
a. Upaya pencegahan korupsi
b. Upaya pemberantasan
korupsi
c. Strategi komunikasi
Pemberatasan Korupsi (PK)
20
18
4. Tata cara pelaporan dugaan pelanggaran Tindak Tata cara pelaporan dugaan
Pidana Korupsi (TPK) pelanggaran Tindak Pidana
Korupsi (TPK)
a. Laporan
b. Penyelesaian hasil
penanganan pengaduan
masyarakat
c. Pengaduan
d. Tatacara penyampaian
pengaduan
e. Tim penanganan pengaduan
masyarakat terpadu di
lingkungan Kemenkes.
f. Pencatatan pengaduan
Ku
rik 5. Gratifikasi
5. Gratifikasi
ul a. Pengertian gratifikasi
u b. Aspek hukum
m c. Gratifikasi dikatakan sebagai
Pe Tindak Pidana Korupsi (TPK)
lat d. Contoh gratifikasi
ih e. Sanksi gratifikasi
an
un
tu
k
Pe
lat
ih
(T
O
T)
Fa
sili
tat
or
S
BAB VI. DIAGRAM PROSES PEMBELAJARAN
2. Pelaksanaan Pre-Test
Pelaksanaan pre-test dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana pemahaman awal peserta
terhadap materi yang akan diberikan pada proses pembelajaran.
4. Pengisian wawasan
Setelah materi Membangun Komitmen Belajar, kegiatan dilanjutkan dengan memberikan materi
sebagai dasar pengetahuan/wawasan yang sebaiknya diketahui oleh peserta dalam pelatihan ini,
yaitu Kebijakan dan Strategi Nasional Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM).
7. Evaluasi
Evaluasi dilakukan setiap hari dengan cara melakukan review terhadap kegiatan proses
pembelajaran yang sudah berlangsung sebagai umpan balik untuk menyempurnakan proses
pembelajaran selanjutnya. Proses umpan balik juga dilakukan dari pelatih ke peserta
berdasarkan penjajagan awal melalui pre-test, pemetaan kemampuan dan kapasitas peserta,
penilaian penampilan peserta, juga melalui pengamatan langsung baik di kelas selama proses
pembelajaran maupun selama mengikuti praktik kerja lapangan.
8. Microteaching
Setelah semua materi selesai dipaparkan dan praktik kerja lapangan telah dilaksanakan maka
dilanjutkan dengan microteaching yang dilaksanakan secara perkelompok dengan masing-
masing peserta menyiapkan materi Satuan Acara Pembelajaran (SAP) dan bahan paparan
terkait materi yang telah disampaikan sebelumnya. Dan masing-masing peserta diberikan waktu
selama kurang lebih 30 menit untuk pemaparan materinya dalam praktik microteaching (teknik
melatih) dengan penilaian dilakukan oleh seorang widyaiswara dan faslitator pelatihan dimana
hasil microteaching ini menentukan layak atau tidaknya seorang peserta menjadi fasilitator
STBM.
10. Post-Test
Post-test dilakukan untuk mengetahui sejauh mana peserta dapat menyerap materi selama
pelatihan. Selain post-test, dilakukan evaluasi kompetensi yaitu penilaian terhadap kemampuan
yang telah didapat peserta melalui penugasan-penugasan dan praktik lapangan, termasuk
didalamnya pengamatan yang dilakukan oleh fasilitator terhadap peserta latih selama proses
pelatihan.
11. Penutupan
Acara penutupan dapat dijadikan sebagai upaya untuk mendapatkan masukan dari peserta
kepada penyelenggara dan pelatih untuk perbaikan pelatihan yang akan datang. Dalam
penutupan dilakukan laporan hasil evaluasi penyelenggaraan pelatihan termasuk terhadap
fasilitator, narasumber, peserta, sarana dan prasarana yang ada maupun kepada penyelenggara
sendiri yang disampaikan oleh Ketua panitia penyelenggara. Selanjutnya pelatihan ditutup
dengan resmi oleh pejabat yang berwenang, dengan ditandai pelepasan kartu tandu peserta oleh
masing-masing peserta latih dan diakhiri dengan pembacaan doa semoga hasil dari pelatihan ini
dapat bermanfaat sesuai dengan harapan dan tujuan pelatihan fasilitator STBM.
B. Pelatih/Fasilitator/Instruktur
Pelatih adalah tim pelatih/fasilitator STBM dari Kementerian Kesehatan dan praktisi STBM dari
berbagai instansi dan proyek pendukung STBM, dengan memenuhi salah satu dari kriteria
berikut ini yaitu :
a. Memiliki latar belakang pengetahuan dan pengalaman serta terlibat dalam kegiatan STBM,
b. Memiliki pengalaman menjadi pelatih untuk STBM,
c. Widyaiswara sesuai dengan bidang keahlian yang dimiliki,
d. Pejabat struktural yang membidangi sanitasi dan penyehatan lingkungan.
Persyaratan:
a. Mengetahui program STBM,
b. Merancang kerangka acuan,
c. Menguasai materi secara garis besar,
d. Pernah mengikuti pelatihan MOT, atau
e. Pernah mengikuti Training of Trainer (TOT).
D. Narasumber
Narasumber berasal dari:
a. Ditjen PP dan PL, Badan PPSDM Kementerian Kesehatan RI dan Master
Trainer/Pelatih Nasional STBM.
b. Narasumber/pelatih dari mitra STBM.
Kriteria narasumber:
a. Menguasai materi di bidangnya.
b. Menguasai teknik melatih.
c. Pernah mengikuti pelatihan fasilitator STBM.
d. Pelaksana di salah satu program STBM
BAB VIII. PENYELENGGARA DAN TEMPAT PENYELENGGARAAN
A. Penyelenggara
Penyelenggara pelatihan untuk pelatih (TOT) fasilitator STBM di Indonesia adalah:
1. Pusat Pendidikan dan Pelatihan Aparatur, Badan PPSDM Kesehatan,
2. Pusat Pendidikan dan Pelatihan Tenaga Kesehatan Badan PPSDM Kesehatan,
3. Balai Besar Pelatihan Kesehatan (BBPK), Badan PPSDM Kesehatan,
4. Balai Pelatihan Kesehatan Nasional, Badan PPSDM Kesehatan,
5. Balai Pelatihan Kesehatan Daerah di tingkat Provinsi, atau
6. Dinas atau lembaga / institusi yang sudah bekerja sama dengan Balai Pelatihan Kesehatan.
B. Tempat Penyelenggaraan
Pelatihan akan diselenggarakan pada tempat/lokasi program yang telah menggunakan pendekatan
STBM di seluruh wilayah Republik Indonesia.
BAB X. SERTIFIKAT
Berdasarkan Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara nomor 01/PER/M.
PAN/2008 tanggal 28 Januari 2008 tentang Pedoman Penyusunan dan Pengangkatan Tenaga
Fungsional dan Angka Kreditnya, maka bagi peserta yang telah menyelesaikan proses pelatihan
selama 30 jp dengan kehadiran minimal 95 persen dan dinyatakan lulus berdasarkan hasil
evaluasi pelatihan akan diberikan sertifikat dengan angka kredit 1 (satu).
Sertifikat akan ditandatangani oleh pejabat yang berwenang atas nama Menteri Kesehatan
dan oleh panitia penyelenggara. Sertifikat juga bisa diberikan oleh Lembaga yang berwenang
menerbitkan sertifikat untuk pelatihan untuk pelatih Fasilitator Sanitasi Total Berbasis
Masyarakat.
MOD
UL
PELATIHAN
UNTUK
PELATIH
(TOT)
FASILITATO
Bagian 2
Modul Pelatihan untuk Pelatih (TOT) Fasilitator
Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM)
25
Modul Pelatihan untuk Pelatih (TOT) Fasilitator STBM
26
Modul Pelatihan untuk Pelatih (TOT) Fasilitator STBM
MD
.1
KEBIJAKAN
DAN
Modul
STRATEGI
NASIONAL
STBM
MD.1
Kebijakan dan Strategi Nasional STBM
27
Modul Pelatihan untuk Pelatih (TOT) Fasilitator STBM
MODUL MD.1 - KEBIJAKAN DAN STRATEGI NASIONAL STBM..........................................27
I. DESKRIPSI SINGKAT..............................................................................................29
II. TUJUAN PEMBELAJARAN......................................................................................29
A. Tujuan Pembelajaran Umum..................................................................................29
B. Tujuan Pembelajaran Khusus................................................................................29
III. POKOK BAHASAN DAN SUB POKOK BAHASAN..................................................30
A. Pokok Bahasan 1 - Kebijakan dan Strategi Pembangunan Sanitasi di Indonesia.
30 B. Pokok Bahasan 2 - Peran dan Strategi STBM..................................................30
IV. BAHAN BELAJAR.....................................................................................................30
V. METODE PEMBELAJARAN.....................................................................................30
VI. LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN PEMBELAJARAN..............................................30
A. Langkah 1: Pengkondisian (20 menit)....................................................................30
B. Langkah 2: Pengkajian Pokok Bahasan (60 menit)...............................................30
C. Langkah 3: Rangkuman (10 menit):.......................................................................31
VII. URAIAN MATERI......................................................................................................31
A. POKOK BAHASAN 1 - KEBIJAKAN DAN STRATEGI PEMBANGUNAN
SANITASI DI INDONESIA......................................................................................31
B. POKOK BAHASAN 2 - PERAN DAN STRATEGI STBM.......................................32
VIII. REFERENSI..............................................................................................................37
I. DESKRIPSI SINGKAT
Modul Kebijakan dan Strategi Nasional STBM ini disusun untuk membekali peserta agar dapat
memahami kebijakan dan stategi nasional Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM), dalam
kaitannya dengan keberhasilan pembangunan kesehatan manusia Indonesia.
Peraturan Menteri Kesehatan No. 3 Tahun 2014 tentang STBM dengan tujuan untuk mewujudkan
perilaku masyarakat yang higienis dan saniter secara mandiri dalam rangka meningkatkan
derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Selanjutnya, pada tahun 2025,
diharapkan seluruh masyarakat Indonesia telah memiliki akses sanitasi dasar yang layak dan
melaksanakan perilaku hidup bersih dan sehat dalam kesehariannya, sebagaimana amanat
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) Indonesia 2005-2025 dalam
mendukung pencapaian SDGs tahun 2030 tujuan 6 (khususnya 6.1 dan 6.2 ) tentang
peningkatan akses air minum yang aman dan sanitasi yang layak.
Pendekatan STBM terdiri dari tiga strategi yang harus dilaksanakan secara seimbang dan
komprehensif, yaitu: 1) peningkatan kebutuhan sanitasi, 2) peningkatan penyediaan akses
sanitasi, dan 3) peningkatan lingkungan yang kondusif. Penerapan STBM dilakukan dalam
naungan 5 pilar STBM, yaitu (1) Stop Buang Air Besar Sembarangan (SBS), (2) Cuci Tangan
Pakai Sabun (CTPS),
(3) Pengelolaan Air Minum dan Makanan Rumah Tangga (PAMM-RT), (4) Pengamanan Sampah
Rumah Tangga (PS-RT), dan Pengamanan Limbah Cair Rumah Tangga (PLC-RT).
B. POKOK BAHASAN 2
PERAN DAN STRATEGI STBM
a. Peran STBM dalam pencapaian RPJPN, RPJMN dan MDGs tujuan 7C,
b. Strategi STBM,
c. Pemetaan peran dan tanggung jawab pemangku kebijakan di masing-masing tingkatan.
V. METODE PEMBELAJARAN
Ceramah tanya jawab dan curah pendapat.
Undang-Undang No.17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional
(RPJPN) Tahun 2005-2025 menetapkan bahwa Pembangunan Kesehatan diarahkan untuk
meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar
peningkatan derajat kesehatan masyarakat setinggi-tingginya dapat terwujud. Selanjutnya dalam
Rencana Strategis Kementerian Kesehatan (Renstra Kemenkes) Tahun 2015-2019 No.
HK.02.02/MENKES/52/2015 tentang visi dan misi Kementerian Kesehatan yaitu terwujudnya
Indonesia yang berdaulat, mandiri dan berkepribadian berlandaskan gotong royong.
Tantangan yang dihadapi Indonesia terkait pembangunan kesehatan, khususnya bidang air
minum, higiene dan sanitasi masih sangat besar. Berdasarkan Riskesdas 2018, proporsi perilaku
buang air besar di jamban masyarakat adalah 88,2%, proporsi cara penanganan tinja balita
menggunakan jamban di rumah tangga adalah 37,8%, proporsi perilaku cuci tangan dengan benar
di masyarakat pada waktu kritis adalah 49,8 %, proporsi status gizi sangat pendek 11,5%, proporsi
status gizi pendek 19,3% dan prevalensi diare adalah 6,8%. Jumlah kasus keracunan pangan tahun
2018 adalah 4520 kasus, dengan 94 kejadian (PHEOC, 2018).
Untuk memperbaiki capaian ini, perlu dilakukan intervensi terpadu melalui pendekatan sanitasi
total. Untuk itu, pemerintah merubah pendekatan pembangunan sanitasi nasional dari
pendekatan sektoral dengan penyediaan subsidi perangkat keras yang selama ini tidak memberi
daya ungkit terjadinya perubahan perilaku higienis dan peningkatan akses sanitasi, menjadi
pendekatan sanitasi total berbasis masyarakat yang menekankan pada 5 (lima) perubahan
perilaku higienis.
Pada tahun 2005, pemerintah melakukan uji coba implementasi Community Led Total Sanitation
(CLTS) atau Sanitasi Total Berbasis Masyarakat di 6 kabupaten. Pada tahun 2006, ujicoba ini
telah
berhasil menciptakan 160 desa bebas buang air besar sembarangan (open defecation free-
ODF), sehingga pada tahun 2006, pemerintah mencanangkan gerakan sanitasi total dan
kampanye cuci tangan pakai sabun nasional. Pada tahun 2007, sebanyak 500 desa sudah ODF
dan pada tahun 2008. Pada tahun 2014, Kepmenkes tersebut disesuaikan dan diganti dengan
Peraturan Menteri Kesehatan No. 3 Tahun 2014 tentang STBM. Data terkini 2019 telah tercapai
18.665 desa/kelurahan ODF, 51.265 desa/kelurahan melaksanakan STBM dan 42
kabupaten/kota dan satu Provinsi DI Yogyakarta sudah ODF.
Arah Kebijakan dan Strategi STBM
Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) adalah pendekatan untuk merubah perilaku higiene
dan sanitasi melalui pemberdayaan masyarakat dengan metode pemicuan. Pendekatan STBM
memiliki indikator outcome dan indikator output.
Indikator outcome STBM yaitu menurunnya kejadian penyakit diare dan penyakit berbasis
lingkungan lainnya yang berkaitan dengan sanitasi dan perilaku.
Sedangkan indikator output STBM adalah sebagai berikut: (diganti dengan indikator terbaru, usulan utk
RPJMN ke depan)
1. Setiap individu dan komunitas mempunyai akses terhadap sarana sanitasi dasar
sehingga dapat mewujudkan komunitas yang bebas dari buang air di sembarang
tempat (SBS).
2. Setiap rumah tangga dan sarana pelayanan umum dalam suatu komunitas (seperti sekolah, kantor,
rumah makan, puskesmas, pasar, terminal) tersedia fasilitas cuci tangan (air, sabun, sarana cuci
tangan), sehingga semua orang mencuci tangan dengan benar.
3. Setiap rumah tangga telah melakukan pengolahan air minum dan makanan yang aman dan sehat.
B. POKOK BAHASAN 2
PERAN DAN STRATEGI STBM
a. Peran STBM Dalam Pencapaian RPJPN, RPJMN dan SDGs Tujuan 6
STBM adalah pendekatan yang digunakan dalam program nasional pembangunan sanitasi
di Indonesia yang dipilih untuk: memperkuat upaya pembudayaan hidup bersih dan sehat,
mencegah penyebaran penyakit berbasis lingkungan, meningkatkan kemampuan masyarakat
serta mengimplementasikan komitmen pemerintah untuk meningkatkan akses sanitasi dasar
yang layak dan berkesinambungan. Komitmen pemerintah tersebut tercantum dalam pencapaian
target Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals), khususnya target
6, khusus 6.1 dan 6.2 yaitu menjamin ketersediaan serta pengelolaan air bersih dan sanitasi
yang berkelanjutan untuk semua. Komitmen pemerintah terkait sanitasi lainnya tercantum dalam
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) adalah sanitasi total untuk seluruh
rakyat Indonesia pada tahun 2025.
3 Modul Pelatihan untuk Pelatih (TOT) Fasilitator STBM
b. Strategi STBM
Untuk mencapai kondisi sanitasi total, STBM memiliki 3 strategi, yaitu :
1. Penciptaan lingkungan yang kondusif (enabling environment)
Prinsip :
Meningkatkan dukungan pemerintah dan pemangku kepentingan lainnnya
dalam meningkatkan perilaku higienis dan saniter.
Pokok Kegiatan :
Melakukan advokasi dan sosialisasi kepada pemerintah dan pemangku
kepentingan lainnya secara berjenjang,
Mengembangkan kapasitas lembaga pelaksana di daerah,
Meningkatkan kemitraan antara pemerintah, pemerintah daerah, organisasi
masyarakat, lembaga swadaya masyarakat dan swasta.
2. Peningkatan kebutuhan sanitasi (demand creation)
Prinsip :
Menciptakan perilaku komunitas yang higienis dan saniter untuk mendukung
terciptanya sanitasi total.
Pokok Kegiatan :
Meningkatkan peran seluruh pemangku kepentingan dalam perencanaan
dan pelaksanaan sosialisasi pengembangan kebutuhan
Mengembangkan kesadaran masyarakat tentang konsekuensi dari kebiasaan
buruk sanitasi (buang air besar) dan dilanjutkan dengan pemicuan
perubahan perilaku komunitas,
Meningkatkan kemampuan masyarakat dalam memilih teknologi, material dan
biaya sarana sanitasi yang sehat.
Mengembangkan kepemimpinan di masyarakat (natural leader) untuk
memfasilitasi pemicuan perubahan perilaku masyarakat.
Mengembangkan sistem penghargaan kepada masyarakat untuk
meningkatkan dan menjaga keberlanjutan sanitasi total.
3. Peningkatan penyediaan suplai (supply improvement)
Prinsip :
Meningkatkan kertersediaan sarana sanitasi yang sesuai dengan kebutuhan
masyarakat.
Pokok Kegiatan :
Meningkatkan kapasitas produksi swasta lokal dalam penyediaan sarana
sanitasi
Mengembangkan kemitraan dengan kelompok masyarakat, koperasi, lembaga
keuangan dan pengusaha lokal dalam penyediaan sarana sanitasi
Meningkatkan kerjasama dengan lembaga penelitian perguruan tinggi untuk
pengembangan rancangan sarana sanitasi tepat guna.
Peningkata
n
lingkungan
yang
kondusif
Institusionali
sasi
Peningkatan Peningkatan
kebutuhan penyediaan
sanitasi sanitasi
STBM dilakukan di semua tingkatan dengan memperhatikan koordinasi lintas sektor dan lintas
pemangku kepentingan, termasuk lintas program pembangunan air minum dan sanitasi,
sehingga keterpaduan dalam persiapan dan pelaksanaan STBM dapat tercapai.
Tahapan penyelenggaraan STBM terlihat pada bagan dibawah :
39
Modul Pelatihan untuk Pelatih (TOT) Fasilitator STBM
MODUL MI.1 - KONSEP DASAR PENDEKATAN STBM.........................................................39
I. DESKRIPSI SINGKAT..............................................................................................41
II. TUJUAN PEMBELAJARAN......................................................................................41
A. Tujuan Pembelajaran Umum..................................................................................41
B. Tujuan Pembelajaran Khusus................................................................................41
III. POKOK BAHASAN DAN SUB POKOK BAHASAN..................................................41
A. Pokok Bahasan 1: Pengertian STBM.....................................................................41
B. Pokok Bahasan 2: Tiga Komponen STBM.............................................................42
C. Pokok Bahasan 3: Lima Pilar STBM......................................................................42
D. Pokok Bahasan 4: Prinsip-prinsip STBM...............................................................42
E. Pokok Bahasan 5: Tangga Perubahan Perilaku.....................................................42
IV. BAHAN BELAJAR.....................................................................................................42
V. METODE PEMBELAJARAN.....................................................................................42
VI. LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN PEMBELAJARAN..............................................42
VII. URAIAN MATERI......................................................................................................43
A. POKOK BAHASAN 1: PENGERTIAN STBM.........................................................43
B. POKOK BAHASAN 2: TIGA Strategi STBM...........................................................50
C. POKOK BAHASAN 3: LIMA PILAR STBM.............................................................52
D. POKOK BAHASAN 4: PRINSIP-PRINSIP STBM...................................................52
E. POKOK BAHASAN 5: TANGGA PERUBAHAN PERILAKU..................................54
VI. REFERENSI..............................................................................................................57
VII. LAMPIRAN................................................................................................................57
I. DESKRIPSI SINGKAT
Modul Konsep Dasar Pendekatan STBM ini disusun untuk membekali peserta agar memahami
pengertian, komponen-komponen pokok, pilar-pilar, prinsip-prinsip dasar, dan tangga perubahan
perilaku pada STBM secara lebih rinci dan mendalam.
Berdasarkan Riskesdas 2018, proporsi perilaku buang air besar di jamban masyarakat adalah
88,2%, proporsi cara penanganan tinja balita menggunakan jamban di rumah tangga adalah
37,8%, proporsi perilaku cuci tangan dengan benar di masyarakat pada waktu kritis adalah
49,8%, proporsi status gizi sangat pendek 11,5%, proporsi status gizi pendek 19,3% dan
prevalensi diare adalah 6,8%. Jumlah kasus keracunan pangan tahun 2018 adalah 4520 kasus,
dengan 94 kejadian (PHEOC, 2018). Hasil Riskesdas 2018 menunjukkan bahwa pengelolaan
sampah dirumah tangga menunjukkan bahwa 24,9% sampah diangkut, 0,4% dibuat kompos dan
49,5% dibakar bahkan masih ada yang buang sampah ke sungai/selokan sebesar 7,8% dan
dibuang ketempat terbuka lainnya sebesar 5,9%.
Oleh karena itu, pemahaman terkait konsep dasar pendekatan STBM menjadi sangat penting
agar peserta pelatihan bisa memahami secara utuh, untuk selanjutnya dapat memfasilitasi
penerapan STBM di masyarakat.
V. METODE PEMBELAJARAN
Ceramah tanya jawab, putar film, curah pendapat, diskusi dan bermain peran.
ODF (Open Defecation Free) atau SBS (Stop Buang air besar Sembarangan) adalah
kondisi ketika setiap individu dalam suatu komunitas tidak lagi melakukan perilaku
buang air besar sembarang yang berpotensi menyebarkan penyakit.
Jamban sehat adalah fasilitas pembuangan tinja yang efektif untuk memutus mata
rantai penularan penyakit.
Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS) adalah perilaku cuci tangan dengan menggunakan
air bersih yang mengalir dan sabun.
Sarana CTPS adalah sarana untuk melakukan perilaku cuci tangan pakai sabun yang
dilengkapi dengan sarana air mengalir, sabun dan saluran pembuangan air limbah.
Pengelolaan Pangan Aman Sehat ( air minum dan makanan) adalah pelaksanaan
kegiatan mengelola air minum dan makanan di rumah tangga untuk memperbaiki dan
menjaga kualitas air dari sumber air yang akan digunakan untuk air minum, serta untuk
menerapkan prinsip hygiene sanitasi pangan dalam proses pengelolaan makanan di
rumah tangga.
Pemerintah daerah adalah gubernur, bupati, atau walikota dan perangkat daerah
sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
Sanitasi komunal adalah sarana sanitasi yang melayani lebih dari satu keluarga,
biasanya sarana ini dibangun di daerah yang memiliki kepadatan tinggi dan
keterbatasan lahan.
LSM/NGO adalah organisasi yang didirikan oleh perorangan atau sekelompok orang
secara sukarela yang memberikan pelayanan kepada masyarakat umum tanpa
bertujuan untuk memperoleh keuntungan dari kegiatannya.
Rencana Tindak Lanjut (RTL) merupakan rencana yang disusun dan disepakati oleh
masyarakat dengan didampingi oleh fasilitator.
Desa STBM, selain menyandang status ODF,100% rumah tangga memiliki dan
menggunakan sarana jamban yang ditingkatkan dan telah terjadi perubahan perilaku
untuk pilar lainnya seperti memiliki dan menggunakan sarana cuci tangan pakai sabun
dan 100% rumah tangga mempraktikan penanganan yang aman untuk makanan dan air
minum rumah tangga.
Semua rumah tangga telah melakukan pengolahan air minum dan makanan
yang aman dan sehat
Semua rumah tangga telah melakukan pengolahan air minum dan makanan
yang aman dan sehat secara lengkap (4 indikator pengolahan air minum dan 7
indikator pengolahan makanan).
Desa/kelurahan Sanitasi Total selain menyandang status Desa STBM/ ODF++, 100%
rumah tangga melaksanakan praktik pembuangan sampah dan limbah cair domestik
yang aman, yaitu desa/kelurahan yang telah mencapai perubahan perilaku kolektif
terkait seluruh Pilar 1-5 STBM, artinya Kondisi Sanitasi Total.
b. Tujuan STBM
Tujuan pendekatan STBM adalah untuk mencapai kondisi sanitasi total dengan
mengubah perilaku higiene dan sanitasi melalui pemberdayaan masyarakat yang
meliputi 3 strategi yaitu penciptaan lingkungan yang mendukung, peningkatan
kebutuhan sanitasi, serta peningkatan penyediaan akses sanitasi.
Setelah merdeka, pemerintah mencanangkan program Sarana Air Minum dan Jamban
Keluarga (SAMIJAGA) melalui Inpres No. 5/1974. Untuk mendapatkan sumber daya
manusia dalam melaksanakan program-program tersebut, Kementerian Kesehatan
mendirikan sekolah-sekolah kesehatan lingkungan, yang sekarang dikenal dengan
nama Politeknik Kesehatan (Poltekes). Periode 1970-1997, pemerintah melakukan
beragam
Secara ringkas, perbedaan pendekatan pembangunan sanitasi sebelum dan saat ini terlihat pada
tabel di bawah ini:
Sasaran utama adalah kepala keluarga Sasaran utama adalah masyarakat desa
secara utuh
d. Konsep STBM
Konsep STBM diadopsi dari konsep Community Led Total Sanitation (CLTS) yang telah
disesuaikan dengan konteks dan kebutuhan di Indonesia. Sebelum memahami konsep
dan prinsip STBM, berikut dijelaskan secara singkat konsep CLTS.
CLTS adalah sebuah pendekatan dalam pembangunan sanitasi pedesaan dan mulai
berkembang pada tahun 2001. Pendekatan ini awalnya diujicobakan di beberapa
komunitas di Bangladesh dan saat ini sudah diadopsi secara massal di negara tersebut.
Salah satu negara bagian di India yaitu Provinsi Maharasthra telah mengadopsi
pendekatan CLTS ke dalam program pemerintah secara massal yang disebut dengan
program Total Sanitation Campaign (TSC). Beberapa negara lain seperti Cambodia,
Afrika, Nepal, dan Mongolia juga telah menerapkan CLTS.
Pendekatan ini berawal dari sebuah penilaian dampak partisipatif air bersih dan sanitasi
yang telah dijalankan selama 10 tahun oleh Water Aid. Salah satu rekomendasi dari
penilaian tersebut adalah perlunya mengembangkan sebuah strategi untuk secara
perlahan-lahan mencabut subsidi pembangunan toilet. Ciri utama pendekatan ini adalah
tidak adanya subsidi terhadap infrastruktur (jamban keluarga), dan tidak menetapkan
model standar jamban yang nantinya akan dibangun oleh masyarakat.
Pada dasarnya CLTS adalah “pemberdayaan” dan “tidak membicarakan masalah
subsidi”. Artinya, masyarakat yang dijadikan “guru” dengan tidak memberikan subsidi
sama sekali. Gambaran tentang CLTS dapat diperoleh melalui VCD tentang
implementasi CLTS di Propinsi Maharashtra di India dan pengembangan CLTS di
Indonesia (Awakening).
Community lead (dipimpin oleh masyarakat) tidak hanya dalam sanitasi, tetapi dapat
dalam hal lain seperti dalam pendidikan, pertanian, dan lain – lain, prinsip yang
terpenting adalah:
Inisiatif masyarakat,
Total atau keseluruhan, keputusan masyarakat dan pelaksanaan secara kolektif
adalah kunci utama,
Solidaritas masyarakat (laki perempuan, kaya miskin) sangat terlihat dalam
pendekatan ini,
Semua dibuat oleh masyarakat, tidak ada ikut campur pihak luar, dan biasanya
akan muncul “natural leader”.
Dasar dari CLTS adalah tiga pilar utama PRA, yaitu:
1. Attitude and Behaviour Change (perubahan perilaku dan kebiasaan)
2. Sharing (berbagi)
3. Method (metode)
Proses Penerapan
Berbagi Metode
Ketiganya merupakan pilar utama yang harus diperhatikan dalam pendekatan CLTS, namun
dari ketiganya yang paling penting adalah “perubahan perilaku dan kebiasaan” (Attitude and
Behavior Change)”, karena jika perilaku dan kebiasaan tidak berubah maka kita tidak akan
pernah mencapai tahap “berbagi (sharing)” dan sangat sulit untuk menerapkan “metode” yang
tepat.
Perubahan perilaku dan kebiasaan tersebut harus total, dimana didalamnya meliputi perilaku
personal atau individual, perilaku institusional atau kelembagaan dan perilaku profesional atau
yang berkaitan dengan profesi.
Salah satu perilaku dan kebiasaan yang harus berubah adalah perilaku fasilitator, diantaranya:
Pandangan bahwa ada kelompok yang berada di tingkat atas (upper) dan kelompok
yang berada di tingkat bawah (lower). Cara pandang “upper-lower” harus dirubah
menjadi “pembelajaran bersama”, bahkan menempatkan masyarakat sebagai “guru”
karena masyarakat sendiri yang paling tahu apa yang terjadi dalam masyarakat itu.
Cara pikir bahwa kita datang bukan untuk “memberi” sesuatu tetapi “menolong”
masyarakat untuk menemukan sesuatu.
Bahasa tubuh (gesture); sangat berkaitan dengan pandangan upper lower. Bahasa
tubuh yang menunjukkan bahwa seorang fasilitator mempunyai pengetahuan atau
keterampilan yang lebih dibandingkan masyarakat, harus dihindari.
Ketika perilaku dan kebiasaan (termasuk cara berpikir dan bahasa tubuh) dari fasilitator telah
berubah maka “sharing” akan segera dimulai. Masyarakat akan merasa bebas untuk mengatakan
tentang apa yang terjadi di komunitasnya dan mereka mulai merencanakan untuk melakukan
sesuatu. Setelah masyarakat dapat berbagi, maka metode mulai dapat diterapkan. Masyarakat
secara bersama-sama melakukan analisa terhadap kondisi dan masalah masyarakat tersebut.
Dalam CLTS fasilitator tidak memberikan solusi. Namun ketika metode telah diterapkan (proses
pemicuan telah dilakukan) dan masyarakat sudah terpicu sehingga diantara mereka sudah ada
keinginan untuk berubah tetapi masih ada kendala yang mereka rasakan misalnya kendala
teknis, ekonomi, budaya, dan lain-lain maka fasilitator mulai memotivasi mereka untuk mecapai
perubahan ke arah yang lebih baik, misalnya dengan cara memberikan alternatif pemecahan
masalah-masalah tersebut. Tentang usaha atau alternatif mana yang akan digunakan, semuanya
harus dikembalikan kepada masyarakat tersebut.
Konsep-konsep inilah yang kemudian diadopsi oleh STBM dan disesuaikan dengan kondisi
dan kebutuhan di Indonesia. Konsep STBM menekankan pada upaya perubahan perilaku yang
berkelanjutan untuk mencapai kondisi sanitasi total melalui pemberdayaan masyarakat.
Kedua komponen tersebut dapat berinteraksi melalui mekanisme pasar bila mendapatkan
dukungan dari pemerintah yang dituangkan dalam bentuk regulasi, kebijakan, penganggaran
dan pendekatan yang dikembangan. Bentuk upaya tersebut adalah penciptaan lingkungan yang
kondusif untuk mendukung kedua komponen berinteraksi. Ada beberapa indikator yang dapat
menggambarkan lingkungan yang kondusif antara lain:
Penyediaan sarana sanitasi dasar adalah tanggung jawab masyarakat. Sekiranya individu
masyarakat belum mampu menyediakan sanitasi dasar, maka diharapkan adanya kepedulian
dan kerjasama dengan anggota masyarakat lain untuk membantu mencarikan solusi.
c. Tidak menggurui/memaksa
STBM tidak boleh disampaikan kepada masyarakat dengan cara menggurui dan memaksa
mereka untuk mempraktikkan budaya higiene dan sanitasi, apalagi dengan memaksa mereka
membuat/ membeli jamban atau produk-produk STBM.
Indikator keberhasilan Menghitung jamban Tidak ada lagi kebiasaan BAB di sembarang
tempat
Indikator Pilar CTPS?
Tidak ada lagi yang minum air yang belum
diolah (masak mendidih, solar, filtrasi,dll
Indikator Pilar 4,5?
Kriteria Sistem Kejar Target STBM
(Proyek)
Bahan yang digunakan Semen, porselen, batu bata, Bisa dimulai dengan bambu, kayu, dan lain-
dan lain-lain lain
Waktu yang dibutuhkan Seperti yang ditargetkan oleh Ditentukan oleh masyarakat
proyek
Model penyebaran Oleh organisasi luar / formal Oleh masyarakat melalui hubungan
persaudaraan, perkawanan dan lain-lain
Sanksi bila melakukan Tidak ada Disepakati oleh masyarakat. Contoh denda
BAB sembarangan Rp. 1.000.000 di desa Jombe, kecamatan
Turatea, kab. Jeneponto
Bila budaya masyarakat sudah mempraktikkan perilaku hieginies dan saniter secara permanen
maka sarana sanitasi menjadi suatu hal yang tidak terpisahkan sehingga akan terjadi kondisi
sanitasi total sesuai dengan tujuan dari pendekatan STBM ini.
Tangga perubahan perilaku (terlihat dalam gambar dibawah), belajar dari pengalaman global,
diketahui perilaku higiene tidak dapat dipromosikan untuk seluruh rumah tangga secara
bersamaan. Promosi perubahan perilaku kolektif harus berfokus pada satu atau dua perilaku
yang berkaitan pada saat bersamaan.
a. Perilaku BABS
Perilaku BABS (Buang Air Besar Sembarangan) adalah kebiasaan/praktik budaya sehari-hari
masyarakat yang masih membuang kotoran/tinjanya di tempat terbuka dan tanpa ada
pengelolaan tinja yang higienis.
Tempat terbuka untuk BABS biasanya dilakukan di kebun, semak-semak, hutan, sawah, sungai
maupun di tempat-tempat masyarakat secara kolektif membuat jamban helikopter/ jamban plung
lap (jamban yang dibuat tanpa ada lubang septik langsung dibuang ke tempat terbuka seperti
sungai, rawa dll).
Kebiasaan BABS ini terjadi karena tidak adanya pengelolaan tinja yang memenuhi syarat-syarat
kesehatan, sehingga menimbulkan dampak yang merugikan bagi kesehatan baik untuk individu
yang melakukan praktik BABS maupun komunitas lingkungan tempat hidupnya.
Kondisi masyarakat seperti ini perlu diubah melalui sebuah kegiatan perubahan perilaku secara
kolektif dengan pendekatan STBM, yang bisa dilakukan dengan cara:
1. Diadakan pemicuan ke masyarakat yang difasilitasi oleh tenaga kesehatan atau masyarakat
yang sudah terlatih menjadi fasilitator STBM.
2. Dari pemicuan tersebut diharapkan munculnya natural leader atau komite yang dibentuk
oleh komunitas masyarakat tersebut.
3. Komite yang terbentuk mempunyai rencana aksi yang sistematis dalam rangka menuju
status SBS.
4. Adanya kegiatan pemantauan secara terus menerus yang dilakukan oleh individu maupun
kelompok dari masyarakat tersebut.
5. Tersedianya supply atau layanan pemenuhan akses sanitasi untuk masyarakat dengan
kualitas sesuai dengan standar kesehatan dengan harga yang terjangkau.
b. Perilaku SBS
Perilaku SBS (Stop Buang air besar Sembarangan) adalah kebiasaan/ praktik budaya sehari-
hari masyarakat yang tidak lagi membuang kotoran/tinjanya di tempat yang terbuka dan sudah
dilakukan pengelolaan tinjanya yang efektif untuk memutus rantai penularan penyakit.
Perilaku SBS ini biasanya diikuti dengan kemauan masyarakatnya yang mempunyai kemampuan
untuk mendapatkan sarana akses sanitasi yang dimulai dari sarana jamban sehat paling
sederhana sampai dengan tingkat sarana jamban yang sudah bagus sistem pengelolaannya
seperti IPAL komunal maupun IPAL terpusat. Kemauan serta komitmen dari masyarakat ini
dilakukan secara kolektif dan partisipatif dalam mengambil keputusannya.
Ketika masyarakat secara keseluruhan sudah berperilaku SBS maka dikatakan komunitas
tersebut mencapai kondisi Desa/Kelurahan SBS/ODF dimana kondisi komunitas tersebut dengan
kondisi sebagai berikut:
1. 100% masyarakat sudah berubah perilakunya dengan status SBS (sudah terverifikasi oleh
tim verifikasi dari puskesmas setempat),
2. Adanya rencana untuk merubah perilaku higiene lainnya,
3. Adanya aturan dari masyarakat untuk menjaga status SBS, dan
4. Adanya pemantauan dan verifikasi secara berkala.
c. Perilaku CTPS
Indikator: Cakupan Keluarga menerapkan Pengelolaan Pangan Aman Sehat di Rumah Tangga (PAS-RT).
Terdapat 4 parameter yang digunakan sebagai dasar dalam pelaksanaan pemantauan dan evaluasi yang
merupakan bagian dari verifikasi dan tidak bisa dipisahkan yaitu:
1. Keluarga Pangan Aman Sehat
Keluarga yang sudah Melaksanakan Pangan Aman Sehat adalah keluarga yang telah melakukan pengolahan
air minum dan makanan yang aman dan sehat.
2. Desa/Kelurahan Pangan Aman Sehat
Indikator suatu Desa/Kelurahan dikatakan telah mencapai status Desa/Kelurahan Pangan Aman Sehat
adalah :
a. Semua rumah tangga telah melakukan pengolahan air minum dan makanan yang aman dan sehat.
b. Ada mekanisme pemantauan umum yang dibuat masyarakat untuk memastikan rumah tangga
melakukan pengolahan air minum dan pangan
Status Desa/Kelurahan Pangan Aman Sehat yang digunakan untuk verifikasi dan Deklarasi Desa/Kelurahan 5
Pilar STBM.
Ketika masyakat secara keseluruhan sudah berperilaku higienis dan saniter maka dikatakan
komunitas tersebut mencapai kondisi Desa/Kelurahan STBM dimana kondisi komunitas tersebut
dengan kondisi sebagai berikut:
1. 100% masyarakat sudah berubah perilakunya dengan status Desa/Kelurahan SBS (sudah
terverifikasi oleh tim verifikasi dari puskesmas setempat),
Ketika masyarakat secara keseluruhan sudah berperilaku sanitasi total maka dikatakan komunitas
tersebut mencapai kondisi Desa/Kelurahan STBM dengan Kondisi Sanitasi Total.
VI. REFERENSI
1. Kar, Kamar, Working Paper184, Subsidy or Self-Respect Total Community Sanitation in
Bangladesh, Institute for Development Studies, September 2003.
2. Kelompok Kerja Antar Departemen, Project WASPOLA, Film Awakening Change Community
Led Total Sanitation in Indonesia, Jakarta: 2006.
3. Kemenkes RI, Film STBM, Jakarta, 2009.
4. Kemenkes RI, Modul Higiene Sanitasi Makanan dan Minuman, Dit. PL, Jakarta: 2012.
5. Kemenekes RI, Materi Advokasi STBM, Sekretariat STBM Nasional, Jakarta: 2012.
6. Kemenkes RI, Buku Sisipan STBM: Kurikulum dan Modul Pelatihan Fasilitator Pemberdayaan
Masyarakat di Bidang Kesehatan, Jakarta:enkes RI, Buku Sisipan STBM: Kurikulum dan
Modul Pelatihan Fasilitator Pemberdayaan Masyarakat di Bidang Kesehatan, Jakarta:2013.
7. Update STBM, www.stbm.kemkes.go.id.
8. Sejarah Sanitasi, Seri AMPL 23,www.ampl.or.id
9. Kemenkes RI, Panduan teknis pilar 3 sanitasi total berbasis masyarakat pengolahan pangan aman sehat
rumah tangga, Jakarta 2018
VII. LAMPIRAN
Lembar Penugasan
a. Pembelajaran Penerapan STBM
Dilakukan melalui Diskusi Kelompok. Maksimal waktu 30 menit.
Langkah-langkah melakukan diskusi kelompok:
1. Pembelajaran/Refleksi
Ajukan pertanyaan kepada peserta program/proyek apa saja yang memfasilitasi
penerapan STBM yang sedang atau pernah dilaksanakan di kabupaten/wilayah kerja
peserta.
Sepakatilah dengan peserta 3-4 program/proyek pelaksana STBM yang akan diambil
pembelajarannya, dan juga 1-2 nara sumber yang memahami program /proyek
tersebut.
Minta peserta berbagi dalam 3-4 kelompok sesuai program/proyek yang akan
didiskusikan. Aturlah agar jumlah peserta setiap kelompok seimbang.
Minta setiap kelompok untuk menganalisa/mendiskusikan program/proyek yang
menjadi pilihannya (selama 10 menit) dengan pokok-pokok kajian, sebagai berikut:
Capaian ODF/SBS dibandingkan dengan target? dan kenapa capaiannya seperti itu?
Capaian CTPS?
Capaian PAS-RT ? Apakah ada ???
Contoh program/proyek dengan 5 pilar STBM ??
Kesinambungan program (replikasi atau penyebarluasan ke wilayah lain)? Dan
kenapa kondisinya seperti itu?
Minta kelompok menuliskan hasil diskusi pada kertas plano, dan jika sudah selesai
menempelkannya di dinding atau kain rekat.
Setelah seluruh kelompok menyelesaikan diskusinya, minta masing-masing kelompok
mempresentasikan secara singkat hasil diskusinya selama 3 menit. Berikan
kesempatan kepada peserta lain untuk mengajukan pertanyaan klarifikasi, tetapi
bukan pertanyaan diskusi.
Dari hasil diskusi pleno, Pemandu memfasilitasi penyimpulan diskusi refleksi
pelaksanaan STBM. Penyimpulan jangan terlalu difokuskan pada hasil diskusi yang
membahas mengenai “kenapa”, karena akan dibahas pada diskusi selanjutnya.
Dari hasil diskusi pleno, pemandu memfasilitasi penegasan (bukan penyimpulan) tentang
faktor-faktor pendukung dan penghambat.
b. Komponen STBM
Dilakukan melalui Diskusi Kelompok. Maksimal waktu 30 menit.
Langkah-langkah melakukan diskusi kelompok:
1. Pemandu menanyakan apakah peserta pernah mendengar mengenai komponen STBM.
Mintalah 2-3 peserta untuk menjelaskan mengenai komponen STBM.
2. Tuliskan poin-poin kunci jawaban peserta ke dalam kertas plano.
Poin kunci untuk pemandu:
Pilih peserta yang sudah mengenal 3 komponen STBM
Giring diskusi untuk menyepakati 3 komponen STBM berikut: peningkatan kebutuhan,
penyediaan layanan, dan lingkungan yang kondusif.
Jika muncul komponen lain tanyakan pada peserta apakah komponen tersebut berdiri sendiri
atau bagian dari dari salah komponen tersebut.
3. Peserta diminta untuk kembali dalam kelompoknya untuk mendiskusikan hal berikut
dengan menggunakan hasil diskusi tentang faktor pendukung dan penghambat:
Kegiatan apa saja yang diperlukan untuk memunculkan faktor pendukung dan
mengatasi faktor penghambat dalam pelaksanaan STBM?
4. Mintalah kelompok menulis kegiatan-kegiatan tersebut pada kertas metaplan.
5. Sementara peserta berdiskusi, pemandu menuliskan 3 komponen STBM (demand,
supply, enabling) dalam kertas metaplan dan menempelkan pada kain rekat di 3 tempat
berbeda yang berbentuk segitiga.
ilustrasi:
Kegiatan penciptaan lingkungan yang mendukung adalah kegiatan-kegiatan yang terkait dengan
penciptaan dan penguatan lingkungan pendukung (dukungan dan keterlibatan para pelaku),
misalnya: advokasi kebijakan
dan pendanaan, peningkatan kapasitas (pelatihan, fasilitasi pembelajaran), pemantauan, dll.
9. Jika sebagian komponen memiliki kegiatan yang terbatas, pemandu dapat meminta
peserta untuk menambahkan kegiatan dalam komponen tersebut, atau pemandu dapat
juga menambahkan dengan terlebih dahulu meminta tanggapan dan konfirmasi peserta.
10. Dari hasil diskusi pleno, pemandu memfasilitasi penegasan (bukan penyimpulan)
tentang kegiatan-kegiataan untuk 3 komponen STBM
63
Modul Pelatihan untuk Pelatih (TOT) Fasilitator STBM
MODUL MI.2 - PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DALAM STBM..........................................63
I. DESKRIPSI SINGKAT..............................................................................................65
II. TUJUAN PEMBELAJARAN......................................................................................65
A. Tujuan Pembelajaran Umum..................................................................................65
B. Tujuan Pembelajaran Khusus................................................................................65
III. POKOK BAHASAN DAN SUB POKOK BAHASAN..................................................65
A. Pokok Bahasan 1: Pemberdayaan Masyarakat.....................................................65
B. Pokok Bahasan 2: Partisipasi Masyarakat dalam STBM.......................................66
IV. BAHAN BELAJAR.....................................................................................................66
V. METODE PEMBELAJARAN.....................................................................................66
VI. LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN PEMBELAJARAN..............................................66
A. Langkah 1: Pengkondisian (15 menit)....................................................................66
B. Langkah 2; Pengkajian Pokok Bahasan (105 menit).............................................66
C. Langkah 3: Rangkuman (15 menit):.......................................................................66
VII. URAIAN MATERI......................................................................................................67
A. POKOK BAHASAN 1: PEMBERDAYAAN MASYARAKAT.....................................67
B. POKOK BAHASAN 2: PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM STBM.....................67
VIII. REFERENSI..............................................................................................................70
IX. LAMPIRAN................................................................................................................70
A. Pokok Bahasan 1: Prinsip Pemberdayaan Masyarakat.........................................70
B. Pokok Bahasan 2: Tingkat Partisipasi....................................................................70
I. DESKRIPSI SINGKAT
Masyarakat merupakan pondasi paling utama dari pendekatan STBM. Suksesnya STBM hanya
akan terjadi apabila masyarakat terpicu untuk mau, berdaya dan melakukan praktik-praktik hidup
bersih dan sehat. Kegiatan STBM dimulai dari adanya pemahaman masyarakat atas
permasalahan yang mereka hadapi, adanya inisiatif dan keputusan masyarakat untuk berubah,
dan diikuti dengan pelaksanaan kegiatan secara bersama-sama menggunakan sumber daya
yang mereka miliki.
Modul pemberdayaan masyarakat dalam STBM disusun untuk memberikan pemahaman kepada
para pihak yang menfasilitasi peyelenggaraan STBM untuk memahami secara utuh perannya
sebagai fasilitator STBM.
V. METODE PEMBELAJARAN
Ceramah tanya jawab, diskusi kelompok, dan bermain peran.
Dalam pengertian tersebut, pemberdayaan mengandung arti perbaikan mutu hidup atau
kesejahteraan setiap individu dan masyarakat baik dalam arti :
1. Perbaikan ekonomi, terutama kecukupan pangan,
2. Perbaikan kesejahteraan sosial (pendidikan dan kesehatan),
3. Kemerdekaan dari segala bentuk penindasan,
4. Terjaminnya hak asasi manusia yang bebas dari rasa takut dan kekhawatiran, dan
lain-lain.
Beberapa komponen penting yang harus diperhatikan dalam upaya pemberdayaan
masyarakat yaitu (1) Enabling ; menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan
potensi masyarakat untuk berkembang (enabling). Artinya tidak ada masyarakat yang
sama sekali tanpa daya, karena jika demikian maka dapat dikatakan sudah punah.
Pemberdayaan adalah upaya untuk memotivasi dan membangkitkan kesadaran akan
potensi yang dimilikinya serta berupaya untuk mengembangkannya. (2) Empowering ;
memperkuat potensi atau daya yang dimiliki masyarakat. Pengkuatan ini meliputi
langkah lebih nyata dan menyangkut penyediaaan potensi berbagai masukan serta
pembukaan akses ke dalam berbagai peluang yang akan membuat masyarakat berdaya
upaya berupa peningkatan taraf pendidikan dan derajat kesehatan, sumber kemajuan
ekonomi seperti modal, teknologi dan informasi, serta peningkatan pranata, kerja keras,
hemat, keterbukaan dan kebertanggungjawaban.
Dari keempat tingkatan partisipasi tersebut, yang diperlukan dalam STBM adalah tingkat
partisipasi tertinggi dimana masyarakat tidak hanya diberi informasi, tidak hanya diajak
berunding tetapi sudah terlibat dalam proses pembuatan keputusan dan bahkan sudah
mendapatkan wewenang atas kontrol sumber daya masyarakat itu sendiri serta terhadap
keputusan yang mereka buat.
IX. LAMPIRAN
Panduan Diskusi Kelompok
A. POKOK BAHASAN 1: PRINSIP PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
1. Peserta di bagi ke dalam 3 kelompok.
2. Setiap kelompok diminta berdiskusi mengenai:
a. Kelompok 1 : Pengertian Pemberdayaan Masyarakat
b. Kelompok 2 : Tahapan Kegiatan Pemberdayaan Masyarakat
c. Kelompok 3 : Prinsip-prinsip Pemberdayaan Masyarakat
3. Setelah 10 menit, tuliskan hasil diskusi ke dalam kertas flipchart. Beri kesempatan masing-
masing kelompok untuk mempresentasikan hasilnya.
4. Berdasarkan hasil diskusi kelompok, bahas dan sepakati rumusan masing-masing
sub pokok bahasan.
B. POKOK BAHASAN 2: TINGKAT PARTISIPASI
1. Minta masing-masing peserta menggambarkan contoh partisipasi masyarakat dari
pengalaman sendiri yang mereka pahami dalam bentuk gambar (masing-masing
mengambil selembar kertas dan alat tulis/gambar).
2. Sementara mereka membuat gambar, fasilitator menyiapkan kartu-kartu yang bertuliskan
tingkatan partisipasi yang terdiri dari 4 kriteria (tingkat terendah sampai dengan tertinggi):
Menerima Informasi
3. Tempelkan keempat tingkatan kelompok tersebut pada dinding atau kain tempel. Tanpa
memberikan tingkatan partisipasi
Skenario pertama:
Desa Suka Damai, terletak di kecamatan Pantang Mundur merupakan salah satu desa yang
cukup jauh dari perkotaan. Sebagian besar masyarakatnya bekerja sebagai buruh tani, sebagian
mempunyai ladang yang cukup jauh dari rumahnya. Di desa tersebut mengalir sungai yang
setiap hari dipergunakan masyarakat untuk melakukan aktivitas mencuci pakaian, mandi dan
juga BAB. Selain di sungai mereka juga terbiasa BAB di kebun/ladang. Setelah dilakukan
pemicuan oleh fasilitator STBM, masyarakat desa Suka Damai berkeinginan untuk membangun
jamban. Pak kepala desa mengundang tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh pemuda, kader
dan anggota masyarakat untuk melakukan pertemuan dengan agenda menyusun rencana
kegiatan siapa saja yang sudah berminat untuk membangun jamban, kapan akan dilaksanakan,
jenis jamban yang akan dibangun dan besarnya dana yang diperlukan serta bagaimana
melaksanakan rencana tersebut.
Tugas: Sepakati bentuk partisipasi yang bisa diberikan oleh warga.
Skenario kedua:
Kelurahan Riuh Rendah terletak di Kecamatan Suka Senang. RW 10 merupakan RW terpadat
dengan gang-gang sempit dan juga kumuh. Sebagian besar penduduknya bekerja sebagai buruh
pabrik, pedagang dan penarik becak. Sebagian besar tidak mempunyai jamban, kalaupun ada
rumah yang mempunyai jamban pembuangannya disalurkan ke sungai yang mengalir di dekat
permukiman RW 10. Hanya 15 rumah yang mempunyai jamban dengan tangki septik. Karena
layanan pembuangan sampah dari pemerintah tidak sampai ke RW mereka dan belum ada
petugas yang mengumpulkan sampah sehingga masyarakat membuang sampah di sungai
bahkan ada yang membuang sampah begitu saja di pinggir jalan, sehingga lingkungan mereka
terlihat sangat kotor. Setelah dilakukan pemicuan oleh fasilitator STBM, masyarakat tergerak
untuk memperbaiki lingkungan mereka. Masyarakat berkeinginan untuk mempunyai jamban
tetapi karena lahan terbatas mereka memutuskan untuk membangun jamban umum, hanya saja
belum mendapatkan lahan. Masyarakat juga berkeinginan untuk membersihkan lingkungan dari
sampah. Disepakati akan dibuat pertemuan untuk membahas rencana tersebut dipimpin oleh
Pak RW. Pada pertemuan tersebut hadir juga Ketua RT 01 dan RT 02, tokoh agama, Ibu kader
kesling, kader PKK dan masyarakat.
Tugas: Sepakati bentuk partisipasi yang bisa diberikan oleh warga.
Skenario ketiga:
Kelurahan Nyiur Melambai terletak di Kecamatan Pantai Indah. Sebagian besar masyarakatnya
adalah Nelayan. Ada beberapa masyarakat mempunyai kapal ikan. Di Kelurahan Nyiur Melambai
juga sudah ada Koperasi nelayan. Rumah mereka terletak di pinggir pantai bahkan ada sebagian
yang rumahnya terletak diatas laut. Masyarakat mempunyai kebiasaan untuk BAB di pinggir
pantai, sementara rumah di atas laut tinggal membuat lubang di lantai rumah yang dipergunakan
untuk BAB dan juga untuk membuang sampah ke laut. Akibat pasang surut, sampah-sampah
yang berasal dari rumah-rumah penduduk menumpuk di perumahan dekat laut dan kolong-
kolong rumah di atas laut. Sehingga lingkungan menjadi kotor. Setelah dilakukan pemicuan oleh
fasilitator STBM, masyarakat tergerak untuk melakukan perubahan dan berkeinginan untuk
memperbaiki lingkungan mereka. Pak Lurah mengundang tokoh masyarakat, tokoh agama,
pengurus koperasi, tokoh pemuda, kader dan masyarakat untuk membahas rencana tersebut.
Skenario keempat:
Desa Taripa terletak di Kecamatan Lembah Bada. Kecamatan Lembah Bada terletak di Nusa
Tenggara Timur, dengan curah hujan yang sedikit. Sebagian besar masyarakatnya adalah
Nelayan. Rumah mereka terletak sebagian besar di pinggir pantai. Sarana air minum /SAM
masyarakat adalah sumur gali dan penampungan air hujan. Masyarakat mempunyai kebiasaan
untuk minum air langsung dari Sumur Gali atau dari penampungan air hujan, dikarenakan air
terasa segar. Masyarakat juga punya kebiasaan tidak menutup makanan, sehingga makanan
sering di hinggapi lalat dan kena debu. Akibatnya cukup sering terjadi kejadian diare di
masyarakat terutama pada bayi, balita, lansia, dll. Setelah dilakukan pemicuan oleh fasilitator
STBM, masyarakat tergerak untuk melakukan perubahan dan berkeinginan untuk mengelola air
minum mereka dengan merebus dan mengelola dengan Sodis dan juga mulai menutup
makanannya . Pak Lurah mengundang tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh pemuda, kader
dan masyarakat untuk membahas rencana tersebut.
MI.3
KOMUNIKA
SI,
ADVOKASI
DAN
FASILITASI
STBM
73
Modul Pelatihan untuk Pelatih (TOT) Fasilitator STBM
MODUL MI.3 - KOMUNIKASI, ADVOKASI DAN FASILITASI STBM.......................................73
I. DESKRIPSI SINGKAT..............................................................................................75
II. TUJUAN PEMBELAJARAN......................................................................................75
A. Tujuan Pembelajaran Umum..................................................................................75
B. Tujuan Pembelajaran Khusus................................................................................75
III. POKOK BAHASAN DAN SUB POKOK BAHASAN..................................................75
A. Pokok Bahasan 1: Komunikasi...............................................................................75
B. Pokok Bahasan 2: Advokasi...................................................................................76
C. Pokok Bahasan 3: Prinsip-Prinsip Dasar Fasilitasi................................................76
D. Pokok Bahasan 4: Teknik Fasilitasi........................................................................76
IV. BAHAN BELAJAR.....................................................................................................76
V. METODE PEMBELAJARAN.....................................................................................76
VI. LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN PEMBELAJARAN..............................................76
A. Langkah 1: Pengkondisian (15 menit)....................................................................76
B. Langkah 2: Pembahasan Pokok Bahasan (150 menit)..........................................77
C. Langkah 3: Rangkuman (15 menit):.......................................................................77
VII. URAIAN MATERI......................................................................................................77
A. POKOK BAHASAN 1: KOMUNIKASI.....................................................................77
B. POKOK BAHASAN 2: ADVOKASI.........................................................................85
C. POKOK BAHASAN 3: PRINSIP-PRINSIP DASAR FASILITASI.............................92
D. POKOK BAHASAN 4: TEKNIK FASILITASI...........................................................96
VIII. REFERENSI..............................................................................................................105
IX. LAMPIRAN................................................................................................................105
I. DESKRIPSI SINGKAT
Keberhasilan STBM ditentukan oleh perubahan perilaku masyarakat untuk menerapkan perilaku
sanitasi yang sehat dan berkelanjutan, yang didukung oleh tiga komponen STBM, yaitu
peningkatan kebutuhan, penyediaan layanan, dan lingkungan yang kondusif. Untuk itu diperlukan
fasilitator- fasilitator yang terampil, khususnya dalam berkomunikasi, melakukan advokasi dan
memfasilitasi kegiatan-kegiatan masyarakat.
Komunikasi dapat diartikan sebagai proses pertukaran pendapat, pemikiran atau informasi,
melalui ucapan, tulisan, maupun tanda-tanda yang dapat mencakup segala bentuk interaksi
dengan orang lain. Advokasi adalah upaya atau proses yang strategis dan terencana untuk
mendapatkan komitmen dan dukungan dari pihak-pihak yang terkait (stakeholders). Fasilitasi
adalah proses sadar untuk membantu sebuah kelompok sehingga dapat berhasil melaksanakan
tugas mereka sambil tetap berhasil menjaga eksistensi kelompok tersebut.
Modul komunikasi, advokasi dan fasilitasi ini disusun untuk memberikan pemahaman dan
keterampilan kepada para pelaksana STBM untuk memahami secara utuh perannya sebagai
fasilitator STBM.
V. METODE PEMBELAJARAN
Ceramah tanya jawab, diskusi kelompok, curah pendapat dan bermain peran.
PEMANGKU
NO. ISU KEGIATAN ADVOKASI
KEPENTINGAN
TOTAL NILAI
Pesan Advokasi
- Merupakan pernyataan yang singkat, padat dan bersifat membujuk.
- Berhubungan dengan tujuan Anda dan menyimpulkan apa yang ingin Anda capai.
- Bertujuan untuk menciptakan aksi yang Anda inginkan untuk dilakukan oleh
pendengar pesan Anda.
Pengemasan Pesan
- Presentasi adalah kunci untuk menyampaikan pesan.
- Sebuah presentasi yang berhasil adalah presentasi yang menarik, didukung oleh
fakta yang sahih dan tampilan yang menarik.
- Pengemasan mencakup cetakan, materi audiovisual.
- Dukungan kemasan dengan ilustrasi sederhana, grafik dan foto.
Sekutu/mitra/teman
Hal yang perlu diidentifikasi adalah :
Siapa, jumlah, lokasi dan jenis kelamin.
Pengetahuan tentang isu advokasi.
Jejaring kerja dan besarnya kelompok.
Kekuatan spesial seperti hubungan dengan media, kemampuan mobilisasi massa.
Pengalaman masa lalu di bidang advokasi.
Keinginan untuk membagi pengalaman keahlian dan sumber daya.
Harapan bergabung sebagai anggota sekutu.
2. Strategi Advokasi
Adalah sebuah kombinasi dari pendekatan, teknik dan pesan-pesan yang diinginkan
oleh para perencana untuk mencapai maksud dan tujuan advokasi.
3. Pendekatan
Pendekatan merupakan kunci advokasi
- Melibatkan para pemimpin/pengambil keputusan,
- Menjalin kemitraan,
- Memobilisasi kelompok peduli.
a. Lobi Politik
Merupakan suatu teknik advokasi yang bertujuan untuk menyampaikan kebijakan
publik melalui pertemuan, telepon resmi, surat, intervensi media, dll. Lobi politik
seringkali diarahkan kepada sekelompok pemimpin politik.
Hal-hal yang harus diingat:
- Akan efektif bila terdapat kebutuhan bersama yang spesifik dari sistem legislatif.
- Identifikasi anggota DPRD kunci yang anda ingin raih, jadikan mereka sebagai
individu atau komite yang berhubungan dengan pokok persoalan.
- Bertindaklah secara terfokus, tetapkan hanya pada satu pokok persoalan untuk
tiap-tiap komunikasi.
- Cari tahu posisi anggota DPRD dan latar belakangnya.
- Buatlah hubungan pribadi, jika Anda memiliki teman atau kolega yang akrab
dengan anggota parlemen tersebut, beritahu dia mengenai hal ini.
- Sampaikan kebenaran, memberikan informasi yang salah akan berakibat
sebaliknya.
- Melobi membutuhkan kesinambungan, kadang-kadang melebihi waktu yang
telah ditentukan.
b. Petisi
Merupakan pernyataan tertulis dan resmi untuk menyampaikan isu masalah
yang sedang hangat diperbincangkan.
Mewakili suatu pandangan kolektif dan tidak hanya individu dan kelompok
tertentu.
Merupakan pernyataan yang singkat dan jelas atas isu permasalahan dan
tindakan apa yang perlu dilakukan diikuti dengan nama dan alamat dari
sejumlah besar inividu yang mendukung petisi tersebut.
Dari berbagai informasi dan pendapat masyarakat, fasilitator kemudian meramu suatu
pertanyaan tentang apa yang akan diperbuat masyarakat ke depan untuk keluar dari kondisi
buruk/tidak nyaman seperti sekarang ini. Jawaban masyarakat akan menjadi komitmen
mereka tentang apa yang akan mereka lakukan (berubah perilaku), kapan memulai dan
bagaimana caranya.
Jika seorang calon fasilitator belum bersikap dan perilaku seperti diatas maka sangat
penting untuk memulai perubahan sikap dan perilaku dari sisi diri sendiri (sebagai individu),
juga dari sisi profesi dan dari sisi institusi. Jika perubahan sikap dan perilaku seorang
fasilitator sudah terjadi maka dia akan bisa berbagi (sharing) informasi dengan masyarakat
sasaran dan dapat berupaya untuk merubah perilaku masyarakat menggunakan metode
pemicuan yang ada. Hal diatas menjadi 3 pilar utama dalam pendekatan penilaian secara
partisipatif seperti tergambar dalam segitiga berikut:
Mengajari Memfasilitasi
Memberikan alat-alat atau petunjuk kepada Melibatkan masyarakat dalam setiap pengadaan alat
orang perorangan untuk proses fasilitasi.
Memberitahukan apa yang baik dan apa yang Membiarkan mereka menyadarinya sendiri
buruk
Langsung memberikan jawaban terhadap Kembalikan setiap pertanyaan dari masyarakat kepada
pertanyaan-pertanyaan masyarakat masyarakat itu sendiri, misalnya: “jadi bagaimana
sebaiknya menurut bapak/ibu?”
APA YANG DILAKUKAN (DO) DAN TIDAK DILAKUKAN (DON’T) UNTUK PELATIHAN
DAN PERLUASAN KEGIATAN
Dilakukan
Identifikasi orang yang sudah dilatih dengan kinerja yang baik selama melakukan
pemicuan.
Pilih, latih dan dukung fasilitator yang baik kinerjanya.
Menegaskan bahwa semua pelatihan memanfaatkan pengalaman pembelajaran
pemicuan dan tindak lanjut yang segera dapat dilaksanakan.
Komitmen untuk bekerja penuh waktu (full time) bagi tenaga pelatih dan fasilitator.
Arahkan fasilitator untuk berkerja secara tim.
Mulai dengan situasi yang menyenangkan.
Cari dan bentuk jejaring dengan duta (champion).
Penyuluhan/kampanye.
Mendorong kompetisi dan rayakan bila ada yang sukses.
Perkuat inovasi dan pembelajaran.
Identifikasi dan dukung fasilitator masyarakat.
Monitor progress setelah pemicuan.
Kembangkan metode yang menjadikan STBM sebuah gerakan yang luas dan mandiri.
Pertimbangkan penggunaan STBM bagai pintu masuk untuk pengembangan strategi
program lain.
Untuk mendengar secara lebih bermakna, kita dibantu sejumlah pertanyaan. Pertanyaan
itu membuat kita lebih mengerti makna dari pernyataan atau ucapan dari si pembicara.
Ketika si pembicara mengatakan ” Saya setuju bahwa”. Maka kita ajukan pertanyaan: ”Apa
yang anda setuju tadi?”. Sehingga kita menjadi pendengar yang lebih baik, atau mendorong
orang lain untuk mendengar secara lebih baik.
Apabila terdapat peserta yang berbicara berputar- putar dan nampak tidak yakin apakah
penjelasannya ditangkap oleh pendengar sehingga mengulang-ulang dan menjadi bingung
sendiri, triks paraphrasing diperlukan untuk membantu si pembicara memperjelas
GAGASAN POKOK yang ingin disampaikannya. Itu juga berarti kita mendengarkan si
pembicara secara lebih baik dan membantu pendengar untuk mendengarkan secara lebih
baik.
Untuk peserta atau pembicara yang ’pelit’ bicara, atau peserta yang kesulitan menyampaikan
gagasannya secara lengkap, triks ”drawing people out” diperlukan. Triksi ini
dimaksudkan untuk meminta pembicara menjelaskan lagi pernyataannya dan atau
mengklarifikasi, serta merumuskan kembali gagasan pokoknya. Triks ”mirroring” serupa
tapi tidak sama dengan paraphrasing, karena menyampaikan kembali pembicaraan
peserta tetapi dengan mengutip kembali kalimatnya secara lengkap. Jadi, fasilitator
tidak menggunakan kalimatnya sendiri melainkan kalimat si peserta (si pembicara)
seperti apa adanya.
Bagaimana Caranya?
Fasilitator meminta mereka yang hendak bicara untuk mengacungkan tangan.
Fasilitator mengurutkan giliran yang akan bicara.
Fasilitator mempersilahkan peserta untuk bicara ketika tiba gilirannya.
Sesudah peserta terakhir selesai bicara, fasilitator memeriksa jika ada peserta lain
yang hendak bicara. Jika ada, fasilitator kembali melakukan teknik mengurutkan.
b. Teknik Bertanya
Agar proses fasilitasi berhasil, fasilitator harus mempersiapkan segala sesuatunya dengan
matang. Sebagai acuan dalam diskusi penting dilakukan untuk membuat daftar pertanyaan
kunci supaya proses diskusi tidak melebar kemana-mana. Dalam pelaksanaan juga perlu
diperhatikan karakteristik peserta supaya kita dapat mengatasi peserta-peserta yang ‘sulit’
(dominan, diam saja, ngobrol sendiri dan sebagainya).
Anggapan banyak pihak, keterampilan yang paling dibutuhkan untuk memfasilitasi adalah
“pandai berbicara” padahal keterampilan yang sangat penting dimiliki oleh seorang fasilitator
adalah mendengarkan dan bertanya. Bertanya adalah keterampilan yang mutlak harus
dikuasai oleh fasilitator, karena hakekat dari fasilitasi dan komunikasi partisipatif adalah
menggali dengan pertanyaan-pengalaman peserta dan membantu proses agar peserta bisa
menganalisa sendiri masalah-masalah yang dihadapi dan menemukan jalan pemecahannya.
Tidak jarang ditemui, biasanya terjadi pada fasilitator pemula, fasilitator panik dan bukannya
menggali pemahaman peserta akan tetapi malah menyimpulkan dan berceramah
berdasarkan pengetahuannya dengan mengatasnamakan pengalaman belajar para peserta.
Di lain pihak fasilitator juga seiringkali tidak sabar untuk “menunggu” peserta berpikir dan
mendengarkan peserta dalam mengungkapkan isi pikirannya.
Agar peserta bisa mengungkapkan isi pikirannya, dan fasilitator konsentrasi mendengarkan
yang diungkapkan peserta maka kita perlu dibantu oleh beberapa pertanyaan. Pertanyaan
itu akan membuat peserta lain dan kita lebih mengerti makna yang ingin diungkapkan oleh si
pembicara.
Teknik bertanya dalam proses fasilitasi sebenarnya sederhana, yang paling penting harus
tetap mencerminkan komunikasi yang dialogis dan multi arah sehingga proses diskusi bukan
hanya
milik fasilitator akan tetapi milik para peserta diskusi. Artinya fasilitator harus memberikan
ruang kepada peserta untuk mengungkapkan pendapat dan pengalamannya.
e. Curah Pendapat
Metode curah pendapat (asah otak/brainstorming) adalah suatu cara yang cocok untuk
menghasilkan ide-ide baru. Asah otak memungkinkan warga belajar saling bekerjasama
mengumpulkan ide-ide untuk memecahkan masalah mereka.
Metode ini umumnya kita gunakan untuk kegiatan yang berhubungan dengan pemecahan
masalah tertentu, atau kegiatan-kegiatan lain yang membutuhkan munculnya gagasan-
gagasan baru.
Ada dua tahap pengorganisasian dan peraturan dari kegiatan asah otak :
Tahap pertama adalah untuk menghasilkan sebanyak mungkin ide. Ide tersebut
bisa ditulis di atas lembaran kertas dan memperkenalkannya di atas papan atau
VIII. REFERENSI
1. Depkes RI, Pusat Promosi Kesehatan, Modul Teknologi Advokasi Kesehatan, Jakarta: 2002.
2. Kemenkes RI, Buku Sisipan STBM: Kurikulum dan Modul Pelatihan Fasilitator
Pemberdayaan Masyarakat di Bidang Kesehatan, Jakarta: 2013.
IX. LAMPIRAN
LEMBAR KERJA
a. Simulasi (Games) Perubahan Perilaku:
1. Minta peserta untuk membagi dalam 3 kelompok kecil, dan masing-masing kelompok
membahas sekurang-kurangnya 5 point siapa yang dianggap upper dan lower (1
kelompok membahas personal, 1 kelompok membahas institusional dan yang lainnya
membahas dari segi profesional).
2. Setelah diskusi dalam kelompok kecil, minta masing-masing mempresentasikan dan
kelompok lain memanggapi atau memberi masukan.
3. Kembangkanlah diskusi tentang mengapa seseorang atau sesuatu dianggap “upper”
dan yang lainnya dianggap “lower”.
4. Di akhir diskusi sepakati bahwa dalam pendekatan STBM cara pandang tersebut
harus diubah sehingga tidak ada pendapat siapa upper dan siapa lower (tidak ada
yang memposisikan dirinya sebagai upper dan tidak ada pula pihak lain yang
dipandang sebagai lower).
5. Setelah diskusi pleno 1 selesai, minta kelompok yang sama untuk membuat skenario
melalui bahasa tubuh (gesture), masing-masing kelompok menggambarkan kegiatan
yang top – down, partisipatif dan bersahabat.
6. Minta masing-masing kelompok untuk menampilkan skenarionya (hanya melalui
bahasa tubuh) dan kelompok lain menjadi pengamat.
7. Di setiap akhir penampilan kelompok, tanyakan kepada kelompok pengamat apa
yang menjadi karakteristik dari bahasa tubuh yang ditampilkan.
8. Pada diskusi pleno, tanyakan kepada peserta bahasa tubuh yang bagaimana yang
sesuai untuk pendekatan STBM (didasarkan pada pemahaman bahwa tidak ada
yang dianggap upper dan lower).
Selamat berpentas!
Selamat berpentasi!
Siapkanlah suatu konsep advokasi yang memuat materi dan strategi/cara advokasinya
untuk suatu kabupaten yang memiliki banyak permasalahan sanitasi dan belum ada
dukungan kebijakan yang memadai dari pemerintah dan DPRD setempat serta juga
masyarakatnya.
Tujuan :
Pada akhir praktik, peserta:
Dapat menjelaskan perbedaan antara mendengar dan menyimak,
Dapat menjelaskan kenapa menyimak itu sulit dengan mendaftar beberapa hambatan
dalam menyimak,
Dapat mendaftar apa yang dilakukan dan tidak dilakukan selama menyimak sebagai
seorang fasilitator.
Langkah-langkah :
1. Bentuk kelompok menjadi 5.
2. Minta peserta dalam setiap kelompok jangan menulis apa pun selama menyelesaikan
teka-teki yang Anda akan bacakan berikut. Bacakan keras-keras (jangan dibagikan):
Anda seorang sopir bis. Pada pemberhentian berikutnya 12 orang naik. Pada pemberhentian
berikutnya 3 orang turun dan 5 naik. Pada pemberhentian ketiga 1 turun dan 6 naik. Pada
pemberhentian keempat 5 naik 8 turun. Pada pemberhentian kelima 9 turun dan 3 naik. Pada
pemberhentian keenam 3 turun dan 7 naik. Siapa kah sopir bisnya?
Komentar :
Aktifitas ini bisa digunakan sebagai ilustrasi pendek yang menyegarkan mengenai fakta bahwa
menyimak secara aktif tidak segampang seperti yang dibayangkan. Hal ini menunjukkan betapa
gampangnya untuk tenggelam dalam detail dan melewatkan poin-poin kritis.
Pengantar
Ada keterampilan yang bisa diuji dan bisa membantu seorang fasilitator untuk melakukan sesi
pelatihan atau pemicuan yang lebih efektif. Jadilah seorang pendengar yang baik kemudian
menjadi ahli dalam seni menggunakan pertanyaan yang tepat dengan cara yang tepat pada
waktu yang tepat. Beberapa cara yang bisa Anda lakukan, Anda bisa mendorong partisipasi
peserta dan memberi mereka kesempatan untuk merefleksikan, berpikir, menemukan dan belajar
sendiri. Mengajukan pertanyaan adalah alat fasilitasi yang sangat berguna dalam lingkungan
pelatihan partisipatif dan pemicuan STBM. Fasilitator harus bisa mengajukan pertanyaan yang
tepat dengan cara yang tepat pula.
5. Privacy (terutama
dengan kelompok
perempuan)
6. Jawaban kelompok ditulis di kertas plano untuk dipresentasikan setelah diskusi selesai.
g. Diskusi kelompok ”Bentuk Intervensi Dalam Menghadapi Situasi Sulit”
Selama 10 menit diskusikan dalam kelompok apa bentuk intervensi yang memungkinkan untuk
menghadapi berbagai tipe dan kesulitan orang yang difasilitasi.
3. Agresif
4. Terlalu dominan
6. Pelawak
7. Penyendiri
Setelah selesai diskusi pleno, bagikan tulisan “Tips untuk menyeimbangkan dinamika dan
mengelola anggota kelompok yang sulit” terlampir.
MI.4
PEMICUAN
STBM
DI
KOMUNITA
S
111
Modul Pelatihan untuk Pelatih (TOT) Fasilitator STBM
MODUL MI.4 - PEMICUAN STBM DI KOMUNITAS................................................................111
I. DESKRIPSI SINGKAT..............................................................................................113
II. TUJUAN PEMBELAJARAN......................................................................................113
A. Tujuan Pembelajaran Umum..................................................................................113
B. Tujuan Pembelajaran Khusus................................................................................113
III. POKOK BAHASAN DAN SUB POKOK BAHASAN..................................................113
A. Pokok Bahasan 1: Pra Pemicuan...........................................................................113
B. Pokok Bahasan 2: Pemicuan.................................................................................113
C. Pokok Bahasan 3: Paska Pemicuan......................................................................113
D. Pokok Bahasan 4: Simulasi Pemicuan STBM di Komunitas..................................114
E. Pokok Bahasan 5: Praktik Pemicuan di Lapangan................................................114
IV. BAHAN BELAJAR.....................................................................................................114
V. METODE PEMBELAJARAN.....................................................................................114
VI. LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN PEMBELAJARAN..............................................114
A. Langkah 1: Pengkondisian (15 menit)....................................................................114
B. Langkah 2: Pengkajian Pokok Bahasan (1050 menit)...........................................114
C. Langkah 3 : Rangkuman (15 menit).......................................................................115
VII. URAIAN MATERI......................................................................................................115
A. POKOK BAHASAN 1: PRA PEMICUAN................................................................115
B. POKOK BAHASAN 2: PEMICUAN........................................................................117
C. POKOK BAHASAN 3: PASKA PEMICUAN............................................................145
D. POKOK BAHASAN 4: SIMULASI PEMICUAN STBM DI KOMUNITAS.................175
E. POKOK BAHASAN 5: PRAKTIK PEMICUAN DI LAPANGAN...............................177
IV. REFERENSI..............................................................................................................177
V. LAMPIRAN................................................................................................................177
I. DESKRIPSI SINGKAT
Modul ini bertujuan untuk memperkuat pengetahuan dan keterampilan peserta dalam
menerapkan pendekatan STBM ketika memfasilitasi proses pemberdayaan masyarakat,
khususnya dalam melakukan pemicuan STBM di komunitas.
Dalam materi ini dibahas bagaimana melakukan prapemicuan, pemicuan, fasilitasi paska
pemicuan, simulasi pemicuan STBM di komunitas dan mempraktikkan pemicuan di lapangan
untuk pilar 1 (Stop Buang Air Besar Sembarangan/SBS).
Metode ini dapat digunakan untuk melakukan pemicuan pada pilar-pilar lainnya.
V. METODE PEMBELAJARAN
Ceramah tanya jawab, diskusi kelompok, simulasi, bermain peran, putar film, pemilihan kelompok
secara partisipatif, penugasan, dan praktik kerja lapang.
Pemicuan bisa dilakukan di ruang terbuka maupun tertutup, asal bisa mengoptimalkan rasa
jijik, takut penyakit, berdosa, dll., yang bisa memicu masyarakat untuk berubah. Beberapa
kegiatan bisa dilakukan pada proses pemicuan. Untuk pemicuan pilar 1 STBM, Stop Buang Air
Besar Sembarangan, tim pemicu bisa mengajak masyarakat melakukan kegiatan mencari tinja,
menghitung tinja, dan demonstrasi air yang terkena tinja. Untuk pilar 2 STBM, Cuci Tangan Pakai
Sabun, tim pemicu bisa mengajak masyarakat bermain alur penularan penyakit (diagram F) dan
simulasi cuci tangan pakai sabun.
Dasar utama pemicuan adalah bagaimana masyarakat memahami alur penularan penyakit yang
disebabkan kondisi lingkungan yang tidak sehat sehingga masyarakat menjadi tahu dan sadar
dengan sendirinya, terkait perilaku dan kondisi lingkungannya selama ini. Dengan mengetahui
kondisi tersebut, masyarakat diharapkan mempunyai komitmen secara kolektif untuk berubah
perilakunya dan mempunyai kemauan untuk menerapkan prilaku pengelolaan Pangan Aman
Sehat di tingkat rumah tangga.
Individu dapat menyadari bagaimana mendeteksi kondisi faktor risiko dirinya dan sesuai kondisi
faktor risiko dirinya dapat menentukan perubahan perilaku apa saja yang harus dimiliki untuk
mencegah kontaminasi silang. Kontaminasi silang merupakan proses masuknya benda atau zat
asing yang berasal dari lingkungan sekitar makanan, bukan dari makanan itu sendiri. Sumber-
sumber kontaminasi silang antara lain adalah lingkungan (air, tanah, udara), peralatan, orang
yang mengolah makanan, serta permukaan kerja yang kontak dengan bahan pangan. Di tingkat
kelompok masyarakat, dibangun sarana tempat penyediaan pangan lengkap dengan sanitasi
dapur yang dapat mencegah terjadinya cemaran hasil olahannya oleh sumber kontaminan:
tangan penjamak makanan, lalat, debu permukaan lantai alat masak dan makan minum, limbah
cair tempat cucian, feses penjamak carier gastro interitis, bahan makanan yang rusak.
Tim pemicu bisa menyesuaikan kegiatan sesuai dengan tujuan pemicuan yang akan dilakukan,
baik untuk pilar 1,2,3,4, ataupun 5.
Sebelum melakukan pemicuan, tim pemicu perlu mempersiapkan alat-alat yang dibutuhkan,
seperti tepung, dedak, botol air mineral, puzzle simulasi diagram F, sabun, ember, kertas
metaplan, spidol, kertas potong, lem, dll.
Peserta perlu mendiskusikan lebih detail dengan anggota kelompok mengenai alat yang
diperlukan sesuai dengan kondisi dan rencana proses melakukan pemicuan di masyarakat.
Penjelasan Tanda:
Gam Abalur
r---
6:P(garis
Aelnurmerah):
uPlaernpenghambat
aunlaPraennPyeankyitakit
(Diagram F)
Laporan WHO tahun 2009 menyebutkan bahwa sekitar 1,1 juta anak usia di bawah lima tahun
meninggal karena diare. Sementara UNICEF memperkirakan bahwa setiap 30 detik ada satu
anak yang meninggal karena diare. Kematian diare pada balita di negara-negara berkembang
mencapai 1,5 juta jiwa. Data di Indonesia menunjukkan diare adalah pembunuh balita kedua
setelah ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut). Di Indonesia setiap tahun 100.000 balita
Penyebab utama diare adalah bakteri Eschericia coli selanjutnya disingkat menjadi E.coli. E. coli
adalah tipe bakteri fecal coliform yang biasanya terdapat pada alat pencernaan binatang dan
manusia. Adanya E.coli di dalam air adalah indikasi kuat adanya kontaminasi adanya kotoran
manusia dan hewan.
Lalat sering hinggap di kotoran manusia dan hewan. Pada saat hinggap di makanan, lalat menempelkan kotoran manusia dan
hewan ke makanan dan minuman yang tidak ditutup dengan baik, yang bisa menyebabkan diare. Makanan dan minuman yang
tidak ditutup rapat, juga bisa terkena udara yang mengandung kuman penyakin dan bisa menyebabkan diare.
Kotoran manusia yang berserakan ataupun tidak dibuang ke saluran yang benar, dapat mencemari air. Jika langsung diminum,
air tersebut bisa berbahaya.
Sehabis buang air besar/ buang air kecil, tangan kita juga bisa mengandung kuman penyakit diare, yang bisa masuk ke tubuh
kita jika kita tidak membersihkan tangan. Perilaku buang air besar sembarangan merupakan perilaku yang dapat membantu
penyebaran bakteri E. Coli. Saat turun hujan, E. Coli dapat terbawa ke sumber-sumber air misalnya ke sungai, danau, dan air
bawah tanah. Jika sumber-sumber air ini tidak diolah dengan baik, maka E. Coli akan masuk ke dalam makanan dan minuman
kita. Kuman penyakit yang terdapat dalam tinja, tidak sengaja masuk ke dalam mulut.
Bagaimana kita bisa mencegah penyakit diare tersebut?
1. Pembuatan jamban sehat, sehingga lalat tidak dapat menyentuh kotoran manusia.
2. Pengelolaan air minum mulai dari sumber sampai siap untuk diminum.
3. Mengolah makanan dengan benar serta menutup makanan.
4. Mencuci tangan menggunakan sabun pada waktu-waktu penting.
1 2 3
Orang Sakit Orang Sakit Orang Sakit
Tipes Tipes Tipes
Sakit Tipes
Sakit Tipes Sakit Tipes
Orang yang memiliki Bakteri Staphylococcus GAMBAR ALUR
KONTAMINASI SILANG
KERACUNAN PANGAN
bersin dan Batuk tangan yang luka infeksi
Blocking:masker Blocking : Sarung Tangan
Plastik
Langkah kerja dari masing-masing alat tersebut dapat dilihat (untuk dikembangkan sesuai dengan
kebutuhan lapangan) dalam lampiran “PANDUAN FASILITASI DI TINGKAT KOMUNITAS”
b. Elemen Pemicuan dan Faktor Penghambat Pemicuan.
Dalam pemicuan di masyarakat terdapat beberapa faktor yang harus dipicu sehingga target
utama yang diharapkan dari pendekatan STBM, salah satunya, yaitu: merubah perilaku sanitasi
dari masyarakat yang masih melakukan kebiasaan BAB di sembarang tempat dapat tercapai.
Secara umum faktor-faktor yang harus dipicu untuk menumbuhkan perubahan perilaku sanitasi
dalam suatu komunitas, diantaranya:
o Perasaan jijik,
o Perasaan malu dan kaitannya dengan privacy seseorang,
o Perasaan takut sakit,
o Perasaan takut berdosa,
o Perasaan tidak mampu dan kaitannya dengan kemiskinan.
Berikut ini adalah elemen-elemen yang harus dipicu, dan alat – alat PRA yang digunakan untuk
pemicuan faktor-faktor tersebut.
Deteksi Bahan Kimia Menguji boraks dengan menggunakan kunyit dan tusuk gigi.
Menggunakan Tes Parut kunyit kemudian rendam tusuk gigi selama 30 menit,
Sederhana di rumah kemudian tusukkan tusuk gigi selama 5 detik ke makanan
yang akan diuji jika tusuk gigi berwarna merah bata maka
makanan tersebut mengandung boraks. Tusuk Gigi yang
sudah direndam tadi bisa dibawa selama berpergian.
• Menguji Minuman atau makanan yang mengandung pewarna
buatan (Sunset Yellow, Carmoisine, Briliant Blue) dengan
menggunakan air kapur. Siapkan gelas air minum bekas,
sendok, sampel makanan berwarna kuning misal tahu kuning,
kuah kare, opor dan sebagainya. Contoh kuah yang
mengandung pewarna kunyit alami sebelum ditetesi air kapur
dan sesudahnya, kuah tersebut akan berubah warna menjadi
lebih tua misal kuning menjadi jingga, jingga menjadi jingga
kecoklatan sedangkan kuah yang menggunkan pewarna
buatan tidak akan berubah wana/tetap. Air kapur bisa diganti
air sabun atau larutan basa lainnya
Tabel 5: Elemen Pemicuan
Dalam memicu elemen-elemen di atas, dalam suatu komunitas biasanya ada juga faktor-faktor
penghambat pemicuan. Salah satunya adalah bahwa masyarakat sudah terbiasa dengan subsidi,
sementara dalam pendekatan STBM tidak ada unsur subsidi sama sekali. Berikut adalah
beberapa hal yang biasanya menjadi penghambat pemicuan di masyarakat, dengan alternatif
solusi untuk mengurangi atau mengatasi faktor penghambat tersebut.
Kebiasaan dengan subsidi / bantuan Jelaskan dari awal bahwa kita tidak punya apa-
apa, kita tidak membawa bantuan
Faktor gengsi; malu untuk membangun jamban yang Gali model-model jamban menurut masyarakat
sangat sederhana (ingin jamban permanen) dan jangan memberikan 1 pilihan model
jamban
Juga tim ingin "melihat dan belajar" tentang kondisi perilaku pengolahan pangan aman
sehat yaitu pengolahan makanan dan minuman yang aman dan sehat di tingkat rumah
tangga di komunitas tersebut. Jelaskan dari awal bahwa kedatangan tim bukan untuk
memberikan penyuluhan apalagi memberikan bantuan. Tim hanya ingin melihat dan
mempelajari bagaimana kehidupan masyarakat, bagaimana masyarakat mendapat air
higiene sanitasi, bagaimana masyarakat mengolah makanan dan minuman, bagaimana
kondisi dapur/tempat mengolah makanan dan minuman di tingkat rumah tangga, dan
aktivitas lainnya yang beresiko terjadinya kontaminasi silang.
2. Bina suasana
Untuk menghilangkan “jarak” antara fasilitator dan masyarakat sehingga proses fasilitasi
berjalan lancar, sebaiknya lakukan pencairan suasana. Pada saat itu temukan istilah
setempat untuk “tinja” (misalnya tai, dll) dan BAB (ngising, naeng, dll).
Pada saat itu temukan istilah setempat untuk makanan, minuman, talenan, dapur, tudung
saji, nasi basi dan lain-lain.
3. Analisa partisipatif dan pemicuan
Memulai proses pemicuan di masyarakat, yang diawali dengan analisa partisipatif
misalnya melalui pembuatan peta desa/dusun/kampung yang akan menggambarkan
wilayah BAB masyarakatnya.
Juga peta yang akan menggambarkan rumah yang memiliki dapur/tempat mengolah
pangan masyarakat dan sarana air minum masyarakat.
Pemetaan
Tujuan:
Mengetahui/ melihat peta wilayah BAB masyarakat,
rumah masyarakat yang memiliki yang memiliki dapur/tempat mengolah pangan masyarakat dan
sarana air minum masyarakat.
Sebagai alat monitoring (pasca pemicuan, setelah ada mobilisasi
masyarakat). Alat yang diperlukan:
Tanah lapang atau halaman,
Bubuk putih untuk membuat batas desa,
Potongan-potongan kertas untuk menggambarkan rumah penduduk,
Bubuk kuning untuk menggambarkan kotoran,
Spidol,
Kapur tulis berwarna untuk garis akses penduduk terhadap sarana sanitasi,
Bahan tersebut bisa digantikan dengan bahan lokal seperti daun, batu, ranting,
kayu.
potongan kertas,
bubuk warna,
tali rapiah,
kertas plano/karton manila,
spidol warna,
botol berisi air minum 4 buah,
nasi basi atau makanan basi,
gambar Alur Kontaminasi Silang dan Media Panah,
Nasi Basi,
Buah Lokal setempat (pepaya atau jambu) 2 buah,
Air Kotor,
Bakso,
Mie,
Tahu,
Kunyit,
Tusuk Gigi,
Cairan Sabun/Cairan Kapur,
Mangkok,
Minuman yang warnanya mencolok,
minuman/kuah makanan dari air kunyit,
Proses:
Ajak masyarakat untuk membuat outline desa/ dusun/ kampong, seperti batas desa/
dusun/kampong, jalan, sungai, dll.
Siapkan potongan-potongan kertas dan minta masyarakat untuk mengambilnya,
menuliskan nama kepala keluarga masing-masing dan menempatkannya sebagai
rumah, kemudian peserta berdiri di atas rumah masing-masing.
Minta mereka untuk menyebutkan tempat BAB di luar rumahnya, baik itu di tempat
terbuka maupun “numpang di tetangga”, tunjukkan tempatnya dan tandai dengan
bubuk kuning. Beri tanda (garis akses) dari masing-masing KK ke tempat BABnya.
Tanyakan pula dimana tempat melakukan BAB dalam kondisi darurat seperti malam
hari, saat hujan atau saat terserang penyakit perut.
Pendalaman/ Analisa Partisipatif dari Kegiatan Pemetaan
Tanyakan berapa kira-kira jumlah “tinja” yang dihasilkan oleh setiap orang setiap
harinya. Sepakati jumlah rata-ratanya.
Minta masyarakat untuk menulis jumlah anggota keluarga di atas kertas yang berisi
nama KK dan berapa jumlah total “tinja” yang dihasilkan oleh 1 keluarga/rumah setiap
harinya.
Ajak masyarakat untuk melihat rumah mana (yang masih BAB di sembarang tempat)
yang paling banyak menghasilkan tinja. (Beri tepuk tangan).
Pada penduduk yang BAB di sungai, tanyakan ke mana arah aliran airnya.
Pada penduduk yang berada di daerah hilir, tanyakan dimana mereka mandi. Picu
masyarakat bahwa bapak/ibu telah mandi dengan air yang ada tinjanya.
Ajak masyarakat menghitung jumlah “tinja” dari masyarakat yang masih BAB di
sembarang tempat per hari, dan kemudian per bulan. Berapa banyak “tinja” yang ada
di desa/ dusun tersebut dalam 1 tahun? Berapa lama kebiasaan BAB sembarangan
tempat berlangsung?
Tanyakan kemana kira-kira “perginya” tinja-tinja tersebut.
fokus sarana air minum, pemetaan rumah, dapur/tempat pengolahan pangan, metode
Transect Walk
Tujuan
Melihat dan mengetahui tempat yang paling sering dijadikan tempat BAB, dengan
mengajak masyarakat berjalan ke sana dan berdiskusi di tempat tersebut, diharapkan
masyarakat akan merasa jijik dan bagi orang yang biasa BAB di tempat tersebut,
diharapkan akan terpicu rasa malunya.
Dengan mengetahui kontaminasi silang yang terjadi di dapur, peralatan masak, peralatan makan/minum
diharapkan masyarakat menjadi paham terkait patogen, vektor dan binatang pembawa penyakit,
masyarakat akan merasa jijik dan masyarakat akan merasa takut sakit jika perilaku yang dilakukan belum
PAS-RT. Mengunjungi beberapa rumah warga untuk melihat kondisi dapur, kondisi penyimpanan pangan,
kondisi peralatan masak/minum/makan yang dibersihkan atau tidak, kondisi air mengalir dan sabun di
rumah warga, kondisi pengolahan pangan, di beberapa rumah warga.
Proses :
Ajak masyarakat untuk mengunjungi wilayah-wilayah yang sering dijadikan tempat
BAB (didasarkan pada hasil pemetaan),
Lakukan analisa partisipatf di tempat tersebut,
Tanya siapa saja yang sering BAB di tempat tersebut atau siapa yang hari ini telah
BAB di tempat tersebut.
Jika diantara masyarakat ada yang ikut transect walk ada yang biasa melakukan BAB
di tempat tersebut, tanyakan:
o Bagaimana perasaannya,
o Berapa lama kebiasaan itu berlangsung,
o Apakah besok akan melakukan hal yang sama?
Jika diatara masyarakat yang ikut transect tidak ada satupun yang biasa melakukan
BAB di tempat tersebut, tanyakan pula bagaimana perasaannya melihat wilayah
tersebut. Tanyakan hal yang sama pada warga yang rumahnya berdekatan dengan
tempat yang sering dipakai BAB tersebut.
Jika ada anak kecil yang ikut dalam transect atau berada tidak jauh dengan tempat
BAB itu, tanyakan apakah mereka senang dengan keadaan itu? Jika anak-anak kecil
menyatakan tidak suka, ajak anak-anak itu untuk menghentikan kebiasaan itu, yang
bisa dituangkan dalam nyanyian, slogan, puisi, dan bentuk-bentuk kesenian (lokal)
lainnya.
masyarakat diajak untuk mengkaitkan dengan pengamanan pangan dari patogen, vektor dan binatang
pembawa penyakit seperti lalat, kecoa, bakteri.
Catatan:
Jika masyarakat sudah terpicu tetapi belum total (yang mau berubah baru sebagian),
natural leader dan anggota masyarakat lainnya dapat melakukan kembali transect walk
dengan membawa “peta”. Transect walk ini dilakukan dengan mengunjungi rumah-rumah
dan menanyakan kepada mereka kapan mereka mau berubah seperti masyarakat lainnya
yang sudah mulai berubah? Minta waktu yang detil, misalnya tanggal berapa. Tandai
rumah masing-masing dengan tanggal sesuai kesiapan mereka.
Alur Kontaminasi (Oral Fecal)
Tujuan
Mengajak masyarakat untuk melihat bagaimana kotoran manusia dapat dimakan oleh
manusia yang lainnya.
Alat yang digunakan:
Gambar tinja dan gambar mulut,
Potongan-potongan kertas,
Spidol.
Proses
Tanyakan kepada masyarakat apakah mereka yakin bahwa tinja bisa masuk ke dalam
mulut?
Tanyakan bagaimana tinja bisa “dimakan oleh kita”? melalui apa saja? Minta
masyarakat untuk menggambarkan atau menuliskan hal-hal yang menjadi perantara
tinja sampai ke mulut.
Analisa hasilnya bersama-sama dengan masyarakat dan kembangkan diskusi
(misalnya FGD untuk memicu rasa takut sakit).
KONTAMINASI SILANG
Kontaminasi silang adalah pencemaran pangan yang sudah diolah oleh bahan
mentah yang mengandung kuman phatogen. Hal ini dapat terjadi misalnya jika bahan
mentah terutama daging disimpan bersama dengan pangan yang sudah masak
dalam satu tempat. Penjamah pangan Penjamah pangan dapat memindahkan kuman
pathogen ke dalam pangan dengan berbagai cara. Batuk dan bersin dapat
menularkan kuman dari penjamah pangan. Tangan penjamah pangan yang luka,
mungkin mengandung kuman pathogen yang akan pindah ke pangan jika mereka
memegang pangan langsung dengan tangannya. Kuman pathogen dapat pindah ke
pangan melalui tangan penjamah yang tidak bersih, tidak mencuci tangan sesudah
dari toilet atau sebelum mengolah pangan. Serangga menularkan kuman pathogen ke
pangan secara mekanis melalui kaki mereka. Tikus dapat memindahkan penyakit
binatang ke manusia melalui kontaminasi pangan sebagaimana telah disinggung
terdahulu. Begitu pula hewan rumah seperti kucing dan anjing. Debu memindahkan
kuman pathogen yang terdapat di tanah ke pangan, apabila pangan dalam keadaan
terbuka.
FGD
Proses:
Mengajak masyarakat untuk mengetahui bahan berbahaya yang terdapat pada pangan
seperti boraks dan pewarna buatan dan cara mengatasinya dengan tes sederhana untuk
pangan yang mengandung bahan berbahaya.
Banyak hal yang harus dipicu yang dapat dilakukan melalui diskusi dengan masyarakat,
diantaranya:
FGD untuk memicu rasa “malu” dan hal-hal yang bersifat “pibadi”
Tanyakan seberapa banyak perempuan yang biasa melakukan BAB di tempat terbuka
dan alasan mengapa mereka melakukannya
Bagaimana perasaan kaum perempuan ketika BAB di tempat terbuka yang tidak
terlindung dan kegiatan uang dilakukan dapat dilihat oleh setiap orang?
Bagaimana perasaan laki-laki ketika istrinya, anaknya atau ibunya melakukan BAB di
tempat terbuka dan dapat dilihat oleh siapapun juga yang kebetulan melihatnya
secara sengaja atau tidak sengaja?
Apa yang dilakukan perempuan ketika harus BAB (di tempat terbuka) padahal ia
sedang mendapatkan rutinitas bulanan. Apa yang dirasakan?
Apa yang akan dilakukan besok hari? Apakah tetap akan melakukan kebiasaan yang
sama?
Catatan:
Dalam kebiasaan BAB di sembarang tempat, perempuan adalah pihak yang paling
terbebani (kehilangan privacy0, jadi perempuan termasuk kelompok yang paling
kompeten untuk dipicu.
5. Pemicuan
dengan FGD :
a. Elemen Rasa Menimbulkan rasa malu melakukan BABS. Buat posisi masyarakat melingkar satu lapis. 15 menit -
Malu Menimbulkan keinginan kuat untuk merubah Tanya kepada peserta pertemuan : siapa yang pagi
kebiasaan BABS-nya dengan melaksanakan Stop ini tadi BAB di sungai/sawah/kebun dll ? (Jangan
BABS. sebut : tidak dijamban ). Minta untuk tunjuk tangan.
Menimbulkan keinginan kuat untuk membangun &
12 menggunakan jamban sebagai tempat BAB.
9
13
WAKTU BAHAN
0 NO KEGIATAN TUJUAN PROSES
(DURASI) ALAT
b. Elemen Rasa Jijik Menimbulkan rasa jijik terhadap tinja yang Kalau belum ada yang terpicu dengan elemen rasa 15 menit Visualisasi
dibuang sembarangan. malu, lanjutkan dengan elemen rasa jijik. tinja
Menimbulkan keinginan kuat untuk merubah Tanyakan berapa anggota keluarga dan berapa kali
kebiasaan BABS-nya dengan melaksanakan Stop setiap hari BAB.
BABS. Minta mereka membuat tumpukan bahan
Menimbulkan keinginan kuat untuk membangun & menyerupai tinja (yang sudah disiapkan) sejumlah
menggunakan jamban sebagai tempat BAB. anggota keluarganya.
Minta mereka untuk melihat visualisasi tumpukan
tinja dan tanyakan perasaan mereka
Bila ada yang menyatakan jijik, tanyakan :
M Apakah mau seperti ini terus ?
od Bila mereka menyatakan mau ber-ubah, berikan
ul reward/pujian.
Pe Yang menyatakan mau berubah itulah masyarakat
lat yang terpicu.
ih Bila belum terpicu juga, kita ajak menghitung jumlah
an tinja yang dihasilkan perhari/bulan dan tahun.
un
tu
k c. Elemen Rasa Menimbulkan rasa takut sakit karena tahu bahwa Kalau belum ada yang terpicu dengan elemen rasa 15 menit Diagram
Pe Takut Sakit tinja yang dibuang sembarangan bisa termakan malu dan jijik lanjutkan dengan elemen rasa takut F, Meta
lat dan mengakibatkan sakit. sakit. plan & alat
ih Menimbulkan keinginan kuat untuk merubah Simulasikan air minum yang tercemar tinja atau gali tulis,
(T kebiasaan BABS-nya dengan melaksanakan Stop pengetahuan masyarakat bagaimana tinja seseorang Flip Chart
O BABS. bisa masuk kemulut.
T) Menimbulkan keinginan kuat untuk membangun & Tanyakan perasaan mereka setelah melihat
Fa menggunakan jamban sebagai tempat BAB. peragaan tinja bisa masuk mulut.
sili Bila ada yang menyatakan jijik atau takut sakit
tat tanyakan : Apakah mau seperti ini terus ?
or
S
M
od WAKTU BAHAN
NO KEGIATAN TUJUAN PROSES
ul (DURASI) ALAT
Pe
lat
ih Bila mereka menyatakan mau ber-ubah, berikan
an reward/pujian.
un Yang menyatakan mau berubah itulah masyarakat
tu yang terpicu.
k Bila belum terpicu juga, gunakan elemen selanjutnya.
Pe
lat
ih d. Elemen Rasa Menimbulkan rasa takut dosa karena tahu bahwa Kalau belum ada yang terpicu dengan elemen rasa 15 menit -
(T Takut Dosa tinja yang dibuang sem-barangan bisa membuat malu, jijik dan rasa takut sakit lanjutkan dengan
O najis alat ibadah atau orang lain yang mau elemen rasa takut dosa.
T) beribadah. Tanyakan perasaan mereka kalau tau bahwa
Fa Menimbulkan rasa takut dosa karena tahu bahwa tinja mereka bisa masuk mulut orang lain dan
sili tinja yang dibuang sem-barangan bisa membuat menimbulkan sakit atau
tat orang lain jatuh sakit. Tanyakan perasaan mereka kalau tau bahwa tinja
or Menimbulkan keinginan kuat untuk merubah mereka bisa membuat ibadah orang lain tidak
S kebiasaan BABS-nya dengan melaksanakan Stop diterima Tuhan karena alat ibadah atau
BABS. badannya tidak suci karena terkenan najisnya ?
Menimbulkan keinginan kuat untuk membangun & atau
menggunakan jamban sebagai tempat BAB. Tanyakan perasaan mereka kalau tau bahwa
tinja mereka bisa masuk mulut orang lain dan
menimbulkan sakit.
Bila ada yang menyatakan takut dosa tanyakan :
Apakah mau seperti ini terus ?
Bila mereka menyatakan mau ber-ubah, berikan
reward/pujian.
Yang menyatakan mau berubah itulah masyarakat
yang terpicu.
Bila belum terpicu juga, gunakan elemen selanjutnya
atau gunakan hadist atau ayat dari Kitab Suci.
e. Elemen Rasa Menimbulkan rasa jatuh harga diri karena masih Kalau belum ada yang terpicu dengan elemen- 15 menit -
Harga Diri berperilaku BABS. elemen diatas lanjut-kan dengan elemen rasa harga
Menumbuhkan kebanggaan karena telah diri.
mempunyai jamban dan telah melaksanakan Stop Tanyakan perasaan mereka kalau ada tamu yang
BABS. sangat dihormatinya mau numpang BAB dan
Menimbulkan keinginan kuat untuk merubah ternyata nggak punya jamban atau
kebiasaan BABS-nya dengan melaksanakan Stop Tanyakan perasaan mereka kalau tau bahwa banyak
BABS. orang yang lebih miskin darinya sudah mau berubah
Menimbulkan keinginan kuat untuk membangun & atau sudah punya jamban ? atau
menggunakan jamban sebagai tempat BAB. Tanyakan perasaan mereka kalau tau bahwa dirinya
tidak lebih baik dari kucing dalam hal BAB.
13
1
13
WAKTU BAHAN
2 NO KEGIATAN TUJUAN PROSES
(DURASI) ALAT
f. Elemen lain. Menimbulkan keinginan kuat untuk merubah Tanyakan perasaan mereka dengan menggunakan
kebiasaan BABS-nya dengan melaksanakan Stop elemen-elemen pemicu lain yang sesuai dengan
BABS. situasi dan kondisi setempat.
Menimbulkan keinginan kuat untuk membangun &
menggunakan jamban sebagai tempat BAB.
5. Transect Walk Menimbulkan rasa malu/jijik/takut sakit/takut dosa/ Transect Walk adalah kegiatan mengajak peserta 30 menit -
jatuh harga diri pertemuan untuk menelusuri desa/dusun/kampung
Menimbulkan keinginan kuat untuk merubah untuk melihat dimana masyarakat biasa melakukan
kebiasaan BABS-nya dengan melaksanakan Stop BAB.
BABS. Transect bisa dilakukan sebelum pemetaan, atau
Menimbulkan keinginan kuat untuk membangun & sesudah pemetaan dan tidak ada yang terpicu
menggunakan jamban sebagai tempat BAB. (setelah ada pemicuan) atau tidak usah dila-kukan
M bila dengan pemetaan dan elemen pemicunya
od sudah berhasil ada yang terpicu.
ul
Ditempat yang ada tumpukan tinja lakukan FGD
Pe
dengan elemen-ele-men pemicuan.
lat
Bila ada yang menyatakan mau berubah, berikan
ih
reward/pujian.
an
un
tu 6. Kesepakatan Membangun komitmen dari masyara-kat yang Minta kepada masyarakat yang terpicu untuk 30 menit Flip Chart
k mau berubah: kapan akan merealisasikan menuliskan komitmen/ kesanggupan mereka untuk & alat tulis
Pe keinginannya untuk berubah. mulai membangun jamban
lat Membuat kesepakatan keberadaan Komite Minta kepada masyarakat yang terpicu : kapan hasil
ih Masyarakat yang akan mempelopori karya mereka bisa dilihat oleh .......... ?
(T pembangunan jamban di komunitasnya. Fasilitasi masyarakat yang terpicu dalam menyusun
O Struktur Organisasi Komite Masyarakat.
T)
Fa
sili 7. RTL Memfasilitasi masyarakat yang terpicu untuk Minta kepada Komite untuk membu-at Rencana 30 menit Flip Chart
tat membuat Rencana Tindak Lanjut untuk Tindak Lanjut dalam rangka untuk & alat tulis
or merealisasikan Komitmen mereka merealisasikan komit-men mereka untuk
S mewujudkan ODF.
M LEMBAR PROSES UNTUK FASILITATOR STBM (CTPS)
od
ul
Pe WAKTU BAHAN
lat NO KEGIATAN TUJUAN PROSES
(DURASI) ALAT
ih
an
un 1. Perkenalan Saling mengenal (antar masyarakat dengan fasilitator), 1. Fasilitator menyampaikan maksud dan tujuan. 15 menit
tu Masyarakat/ Peserta pertemuan merasa senang, tanpa 2. Fasilator melakukan bina suasana/ice breaking
k beban mengikuti orientasi.Maksud dan tujuan diketahui yang sesuai dengan situasi kondisi.
Pe oleh masyarakat.
lat
ih
(T
O 2 Alur Penyakit Untuk mengetahui penyebab penyakit, cara penularan, 1. Fasilitator menanyakan beberapa penyakit o Kertas
T) pencegahan. yang sering muncul. meta plan
Fa 2. Masyarakat diminta menuliskan di kertas meta Spidol
sili plan. Stiky cloth
tat
3. Pilih salah satu penyakit yang berkaitan
or
dengan sanitasi (contoh diare)
S
4. Buat alur penyakit tersebut
5. Fasilitator menanyakan bagaimana
cara pencegahannya dan masyarakat
menuliskannya.
3 Demo cuci Memberi penjelasan pentingnya cuci tangan pakai 1. Minta kesediaan dua orang (si A dan B) dari Aqua botol
tangan pakai sabun masyarakat Lem dari
sabun 2. Si A praktik ctps yang benar tepung
3. Si B praktik ctps yang tidak benar kanji
4. Fsilitator meminta masyarakat untuk menilai Betadin
dan memberikan tanggapan Ember
5. Fasilitator menyimpulkan perilaku CTPS yang Sabun
benar Tisu
13
3
13 LEMBAR PROSES UNTUK FASILITATOR STBM (PAS RT)
4
WAKTU BAHAN
NO KEGIATAN TUJUAN PROSES
(DURASI) ALAT
Deteksi Bahan • Menguji boraks dengan menggunakan kunyit dan tusuk gigi. Parut kunyit kemudian rendam
Kimia tusuk gigi selama 30 menit, kemudian tusukkan tusuk gigi selama 5 detik ke makanan yang
Menggunakan akan diuji jika tusuk gigi berwarna merah bata maka makanan tersebut mengandung
Tes Sederhana di boraks. Tusuk Gigi yang sudah direndam tadi bisa dibawa selama berpergian.
rumah
• Menguji Minuman atau makanan yang mengandung pewarna buatan (Sunset Yellow,
Carmoisine, Briliant Blue) dengan menggunakan air kapur. Siapkan gelas air minum bekas,
sendok, sampel makanan berwarna kuning misal tahu kuning, kuah kare, opor dan
sebagainya. Contoh kuah yang mengandung pewarna kunyit alami sebelum ditetesi air
kapur dan sesudahnya, kuah tersebut akan berubah warna menjadi lebih tua misal kuning
menjadi jingga, jingga menjadi jingga kecoklatan sedangkan kuah yang menggunkan
pewarna buatan tidak akan berubah wana/tetap. Air kapur bisa diganti air sabun atau
larutan basa lainnya.
1. Perkenalan Saling mengenal ( antar 1. Fasilitator memperkenalkan diri dan mencoba mengenal beberapa anggota 5 menit
masyarakat dengan masyarakat yang hadir
fasilitator), 2. Fasilitator menyampaikan maksud dan tujuan.
Maksud dan tujuan
diketahui oleh masyarakat.
2 Bina Masyarakat/peserta merasa Fasilitator melakukan bina suasana/ice breaking yang sesuai dengan situasi kondisi 10 menit
suasana senang, tanpa beban dalam
mengikuti pertemuan
3 Identifikasi Mengajak masyarakat Fasilitator menyampaikan pertanyaan apa saja yang menjadi air limbah di rumah? 25 menit Kertas
limbah mengenali permasalahan Ketika masyarakat telah menyampaikan wujud limbah cair yang dihasilkan, flipchart
cair rumah pengelolaan limbah cairnya fasilitator menuliskan pada kertas metaplan dan menempelkan pada kain tempel. Spidol
tangga, sendiri Fasilitator meminta peserta membagi kelompok sesuai dengan wujud limbah yang Kertas
Pemetaaan disampaikan, kemudian diminta untuk menggambarkan bagaimana air limbah itu metaplan
Hitung disalurkan?
Volume Fasilitator menanyakan apakah nilai positif dan negatif dari adanya limbah cair dari
limbah cair setiap jenis penyaluran?
Ajukan pertanyaan kunci: Bagaimana perasaan kita kalau melihat lingkungan kita
dengan limbah cair seperti tergambarkan dalam bagan identifikasi?
Fasilitator menanyakan berapa banyak limbah cair yang dihasilkan setiap harinya?
M 3 Pemicuan:
od
ul
Pe A Alur Mengajak masyarakat untuk Tanyakan kepada masyarakat apakah mereka yakin bahwa tinja bisa masuk ke 10 menit Gambar
lat kontaminasi melihat bagaimana kotoran dalam mulut? tinja dan
ih manusia dapat dimakan oleh Tanyakan bagaimana limbah cair masuk ke tubuh kita? melalui apa saja? Minta gambar
an manusia yang lainnya masyarakat untuk menggambarkan hal – hal yang menjadi perantara limbah cair mulut
un sampai ke mulut. Potongan
tu Analisis hasilnya bersama–sama dengan masyarakat dan kembangkan diskusi kertas
k (misalnya FGD) Spidol
Pe
lat
ih
(T
O
T)
Fa
sili
tat
or
S
M WAKTU BAHAN
NO KEGIATAN TUJUAN PROSES
od (DURASI) ALAT
ul
Pe
C FGD Bersama dengan masyarakat, Ajak semua peserta untuk berjalan-jalan mengelilingi kampung mereka. Tujuan 20 menit
lat
mendiskusikan kondisi yang ada perjalanan adalah lokasi-lokasi dimana masyarakat membuang limbah cair tidak
ih
dan menganalisisnya, sehingga pada tempatnya
an
diharapkan dengan sendirinya Jika menemukan lokasi pembuangan limbah cair, ajukan pertanyaan: siapa yang
un
masyarakat dapat merumuskan buang limbah cair di sini?
tu
k yang sebaiknya dilakukan atau Bagaimana perasaan kita dengan melihat kondisi lingkungan yang seperti ini?
Pe tidak dilakukan
lat
ih Penelusuran Untuk melihat dan Fasilitator bertanya: Apakah bapak/ibu mau terus dalam kondisi seperti ini? 5 menit
(T Wilayah mengetahui tempat yang Apa yang akan dilakukan?
O paling sering dijadikan Apakah kita sepakat untuk melakukan tindakan tersebut?
T) tempat buang limbah
Fa cair.
sili Dengan mengajak
tat masyarakat berjalan
or ke sana dan berdiskusi
S di tempat tersebut,
diharapkan masyarakat
akan merasa jijik, bau, dsb
Memicu rasa malu bagi
yang membuang limbah
cair tidak pada tempatnya.
Kesepakatan Fasilitator mengajak masyarakat untuk menuliskan rencananya dalam rangka 5 menit kertas
mewujudkan kesepakatan flipchart
spidol
RTL Fasilitator mengajak masyarakat untuk menuliskan rencananya dalam rangka 5 menit kertas
mewujudkan kesepakatan flipchart
spidol
13
9
14 LEMBAR PROSES UNTUK FASILITATOR
0
STBM KOMPONEN 4 ( PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA )
WAKTU BAHAN
NO KEGIATAN TUJUAN PROSES
(DURASI) ALAT
1. Perkenalan Agar masyarakat dengan fasilitator 1. Fasilitator menyampaikan maksud dan tujuan. 15 menit -
dan saling mengenal, 2. Fasilator melakukan bina suasana/ice breaking yang sesuai
penyampaian Agar masyarakat mengetahui maksud dengan situasi kondisi.
tujuan. kedatangan fasilitator.
Agar masyarakat mengetahui bahwa
fasilitator tidak membawa bantuan
apapun.
2. Pencairan Agar masyarakat merasa senang 1. Ajak masyarakat melakukan perma-inan/game yang menimbulkan 15 menit Sesuai
suasana mengikuti acara pertemuan rasa lucu dan membuat gembira. kebutuhan
Agar masyarakat tidak merasa 2. Atau ajak masyarakat bernyanyi atau membuat joke/lelucon.
rendah diri terhadap fasilitator
Agar tidak ada kekakuan suasana
acara pertemuan
3. Pemetaan Digunakan untuk alat P.R.A. 1. Minta bbrp sukarelawan untuk meng-gambarkan batas desa/ 25 menit Bahan
Digunakan untuk mengetahui tempat- dusun/RW. setempat
tempat masy. biasa Buang Sampah. 2. Minta sukarelawan menggambarkan tempat-tempat yang mungkin
Digunakan sbg alat bantu pemicuan dipakai sebagai tempat buang sampah.
M
Digunakan sbg alat monitoring 3. Minta sukarelawan menandai posisi melakukan pertemuan.
od
4. Minta kepada semua peserta/masya-rakat yang hadir menandai
ul
rumah-nya masing-masing dengan benda sesuai kesepakatan.
Pe
lat
ih 4. Pemicuan
an dengan FGD :
un
tu a. Elemen Rasa Menimbulkan rasa malu melakukan Buat posisi masyarakat melingkar satu lapis. 15 menit -
k Malu buang sampah sembarangan Tanya kepada peserta pertemuan : siapa yang pagi ini tadi buang
Pe Menimbulkan keinginan kuat untuk sampah di sungai/sawah/kebun dll ? Minta untuk tunjuk tangan.
lat merubah kebiasaan buang sampah Yang tunjuk tangan pisahkan/minta maju satu langkah dari
ih sembarangan. lingkaran (dipisahkan dari lingkaran diharap-kan sudah muncul
(T Menimbulkan keinginan kuat untuk rasa malu)
O
mengelola sampah yang memenuhi Gali Rasa Malu mereka dengan per-tanyaan-pertanyaan yang ada
T)
syarat kesehatan. kaitannya dengan rasa malu.
Fa
Bila ada yang menyatakan malu, tanyakan : Apakah mau
sili
seperti ini terus ?
tat
or
S
M
od WAKTU BAHAN
NO KEGIATAN TUJUAN PROSES
ul (DURASI) ALAT
Pe
lat
Bila mereka menyatakan mau ber-ubah, berikan reward/pujian.
ih
an Yang menyatakan mau berubah itulah masyarakat yang terpicu.
un
tu b. Elemen Rasa Menimbulkan rasa jijik terhadap sam- Kalau belum ada yang terpicu dengan elemen rasa malu, lanjutkan 15 menit Visualisasi
k Jijik pah yang dibuang sembarangan. dengan elemen rasa jijik. sampah
Pe Menimbulkan keinginan kuat untuk Tanyakan berapa anggota keluarga dan berapa kali setiap hari
lat merubah kebiasaan buang sampah membuang sampah
ih sembarangan. Minta mereka membuat tumpukan bahan menyerupai sampah
(T Menimbulkan keinginan kuat untuk (yang sudah disiapkan) sejumlah berapa kali keluarga mereka
O mengelola sampah yang memenuhi buang sampah.
T) syarat kesehatan. Minta mereka untuk melihat visuali-sasi sampah berserakan dan
Fa tanyakan perasaan mereka
sili Bila ada yang menyatakan jijik, tanyakan : Apakah mau seperti
tat ini terus ?
or Bila mereka menyatakan mau ber-ubah, berikan reward/pujian.
S Yang menyatakan mau berubah itulah masyarakat yang terpicu.
Bila belum terpicu juga, kita ajak menghitung jumlah sampah yang
dihasilkan perhari/bulan dan tahun.
c. Elemen Rasa Menimbulkan rasa takut sakit karena Kalau belum ada yang terpicu dengan elemen rasa malu dan jijik 15 menit Diagram F,
Takut Sakit tahu bahwa sampah yang dibuang lanjutkan dengan elemen rasa takut sakit. Meta plan
sembarangan bisa termakan dan Simulasikan air minum yang terce-mar kotoran dari sampah atau & alat tulis,
mengakibatkan sakit. gali pengetahuan masyarakat bagaima-na kotoran disampah Flip Chart
Menimbulkan keinginan kuat untuk seseorang bisa masuk kemulut.
merubah kebiasaan buang sampah Tanyakan perasaan mereka setelah melihat peragaan kotoran
sembarangan. disampah bisa masuk mulut.
Menimbulkan keinginan kuat untuk Bila ada yang menyatakan jijik atau takut sakit tanyakan : Apakah
mengelola sampah yang memenuhi mau seperti ini terus ?
syarat kesehatan. Bila mereka menyatakan mau berubah, berikan reward/pujian.
Yang menyatakan mau berubah itulah masyarakat yang terpicu.
Bila belum terpicu juga, gunakan elemen selanjutnya.
14
1
14
WAKTU BAHAN
2 NO KEGIATAN TUJUAN PROSES
(DURASI) ALAT
d. Elemen Rasa Menimbulkan rasa takut dosa karena Kalau belum ada yang terpicu dengan elemen rasa malu, jijik dan 15 menit Visualisasi
Takut Dosa tahu bahwa sampah yang dibuang rasa takut sakit lanjutkan dengan elemen rasa takut dosa. sampah
sembarangan bisa membuat najis Tanyakan perasaan mereka kalau tau bahwa sampah yang mereka
alat ibadah atau orang lain yang mau buang bibit penyakit yang dibawanya bisa masuk mulut orang lain
beribadah. dan menimbulkan sakit atau
Menimbulkan rasa takut dosa karena Tanyakan perasaan mereka kalau tau bahwa sampah yang mereka
tahu bahwa sampah yang dibuang buang (misalnya ke sungai) bisa membuat ibadah orang lain tidak
sembarangan bisa membuat orang lain diterima Tuhan karena alat ibadah atau badannya tidak suci
jatuh sakit. karena terkenan najis dari sampah ? atau
Menimbulkan keinginan kuat untuk Tanyakan perasaan mereka kalau tau bahwa bibit penyakit yang
merubah kebiasaan buang sampah ada disampah yang mereka buang sembarangan bisa masuk mulut
sembarangan. orang lain dan menimbulkan sakit.
Menimbulkan keinginan kuat untuk Bila ada yang menyatakan takut dosa tanyakan : Apakah mau
mengelola sampah yang memenuhi seperti ini terus ?
syarat kesehatan. Bila mereka menyatakan mau ber-ubah, berikan reward/pujian.
Yang menyatakan mau berubah itulah masyarakat yang terpicu.
Bila belum terpicu juga, gunakan elemen selanjutnya atau gunakan
hadist atau ayat dari Kitab Suci.
e. Elemen Rasa Menimbulkan rasa jatuh harga diri Kalau belum ada yang terpicu dengan elemen-elemen diatas 15 menit -
Harga Diri karena masih berperilaku buang lanjut-kan dengan elemen rasa harga diri.
sampah sembarangan. Tanyakan perasaan mereka kalau ada tamu yang sangat
M Menumbuhkan kebanggaan karena dihormatinya tau disekitar rumahnya banyak sampah berserakan.
od telah mengelola sampah dengan atau
ul baik sehingga tidak menimbulkan Tanyakan perasaan mereka kalau tau bahwa banyak orang yang
Pe efek negatif bahkan mendapatkan lebih miskin darinya sudah mau berubah atau sudah mengelola
lat peningkatan nilai ekonomis.. sampahnya dengan baik/memenuhi syarat kesehatan ? atau
ih Menimbulkan keinginan kuat untuk Bila ada yang menyatakan jatuh harga diri/gengsi tanyakan :
an merubah kebiasaan buang sampah Apakah mau seperti ini terus ?
un sembarangan. Bila mereka menyatakan mau ber-ubah, berikan reward/pujian.
tu Menimbulkan keinginan kuat untuk Yang menyatakan mau berubah itulah masyarakat yang terpicu.
k mengelola sampah yang memenuhi Bila belum terpicu juga, gunakan elemen selanjutnya atau gunakan
Pe
syarat kesehatan. hadist atau ayat dari Kitab Suci.
lat
ih
(T f. Elemen Nilai Menimbulkan keinginan kuat untuk Tanyakan apakah masyarakat tau bahwa ada kegiatan 15 menit Barang
O Tambah dari merubah kebiasaan buang sampah pengelolaan sampah yang bisa mendatangkan keuntungan secara hasil
T) sampah sembarangan. ekonomi ? Reuse &
Fa Menimbulkan keinginan kuat untuk Tanyakan apakah ada yang sudah kenal dengan 3 R dan apa Recycle
sili mengelola sampah yang memenuhi manfaat yang didapatkannya.
tat syarat kesehatan dan memberikan nilai
or ekonomi dengan 3 R.
S
M
od WAKTU BAHAN
NO KEGIATAN TUJUAN PROSES
ul (DURASI) ALAT
Pe
lat g. Elemen lain. Menimbulkan keinginan kuat untuk Tanyakan perasaan mereka dengan menggunakan elemen-elemen -
ih merubah kebiasaan buang sampah pemicu lain yang sesuai dengan situasi dan kondisi setempat.
an sembarangan.
un Menimbulkan keinginan kuat untuk
tu mengelola sampah yang memenuhi
k syarat kesehatan dan memberikan nilai
Pe ekonomi dengan 3 R.
lat
ih
(T 5. Transect Menimbulkan rasa malu/jijik/takut sakit/ Transect Walk adalah kegiatan mengajak peserta pertemuan 30 menit -
O Walk takut dosa/jatuh harga diri untuk menelusuri desa/dusun/kampung untuk melihat dimana
T) Menimbulkan keinginan kuat untuk masyarakat biasa melakukan buang sampah sembarangan.
Fa merubah kebiasaan buang sampah Transect bisa dilakukan sebelum pemetaan, atau sesudah
sili sembarangan. pemetaan dan tidak ada yang terpicu (setelah ada pemicuan)
tat Menimbulkan keinginan kuat untuk atau tidak usah dila-kukan bila dengan pemetaan dan
or mengelola sampah yang memenuhi elemen pemicunya sudah berhasil ada yang terpicu.
S syarat kesehatan dan memberikan nilai Ditempat yang ada tumpukan sam-pah lakukan FGD dengan
ekonomi dengan 3 R. elemen-elemen pemicuan.
Bila ada yang menyatakan mau berubah, berikan reward/pujian.
6. Kesepakatan Membangun komitmen dari masyara- Minta kepada masyarakat yang terpicu untuk menuliskan 30 menit Flip Chart
kat yang mau berubah : kapan akan komitmen/ kesanggupan mereka untuk mulai melaksanakan 3 R & alat tulis
merealisasikan keinginannya untuk dan membentuk PSRT-BM
berubah. Minta kepada masyarakat yang terpicu : kapan hasil karya mereka
Membuat kesepakatan keberadaan bisa dilihat oleh .......... ?
Komite Masyarakat yang akan Fasilitasi masyarakat yang terpicu dalam menyusun Struktur
mempelopori Pengelolaan Sampah Organisasi PSRT-BM
Rumah Tangga Berbasis Masyarakat
dengan 3 R ( Reduce, Reuse &
Recycle ) di komunitasnya.
7. RTL Memfasilitasi masyarakat yang terpicu Minta kepada Komite PSRT-BM untuk membuat Rencana Tindak 30 menit Flip Chart
untuk membuat Rencana Tindak Lanjut dalam rangka untuk merealisasikan komitmen mereka untuk & alat tulis
Lanjut untuk merealisasikan Komitmen mewujudkan Kawasan Bebas Sampah (KBS).
mereka membentuk PSRT-BM.
14
3
14 LEMBAR PROSES UNTUK
4
FASILITATOR STBM,(KOMPONEN 5
LIMBAH)
WAKTU BAHAN
NO KEGIATAN TUJUAN PROSES
(DURASI) ALAT
1. Perkenalan Saling mengenal ( antar masyarakat 3. Fasilitator memperkenalkan diri dan mencoba mengenal beberapa 5 menit
dengan fasilitator), anggota masyarakat yang hadir
Maksud dan tujuan diketahui oleh 4. Fasilitator menyampaikan maksud dan tujuan.
masyarakat.
2 Bina suasana Masyarakat/peserta merasa senang, tanpa Fasilitator melakukan bina suasana/ice breaking yang sesuai dengan 10 menit
beban dalam mengikuti pertemuan situasi kondisi
2 Identifikasi Mengajak masyarakat mengenali Fasilitator menyampaikan pertanyaan apa saja yang menjadi air 25 menit Kertas
limbah cair permasalahan pengelolaan limbah cairnya limbah di rumah? flipchart
rumah tangga, sendiri Ketika masyarakat telah menyampaikan wujud limbah cair yang Spidol
Pemetaaan dihasilkan, fasilitator menuliskan pada kertas metaplan dan Kertas
Hitung Volume menempelkan pada sticky cloth metaplan
limbah cair Fasilitator meminta peserta membagi kelompok sesuai dengan
wujud limbah yang disampaikan, kemudian diminta untuk
menggambarkan bagaimana air limbah itu disalurkan?
Fasilitator menanyakan apakah nilai positif dan negatif dari adanya
limbah cair dari setiap jenis penyaluran?
M Ajukan pertanyaan kunci: Bagaimana perasaan kita kalau melihat
od lingkungan kita dengan limbah cair seperti tergambarkan dalam
ul bagan identifikasi?
Pe Fasilitator menanyakan berapa banyak limbah cair yang dihasilkan
lat setiap harinya?
ih
an
un 3 Pemicuan:
tu
k a Alur Mengajak masyarakat untuk melihat Tanyakan kepada masyarakat apakah mereka yakin bahwa tinja 10 menit Gambar
Pe kontaminasi bagaimana kotoran manusia dapat dimakan bisa masuk ke dalam mulut? tinja dan
lat oleh manusia yang lainnya Tanyakan bagaimana limbah cair masuk ke tubuh kita? melalui gambar
ih apa saja? Minta masyarakat untuk menggambarkan hal – hal yang mulut
(T menjadi perantara limbah cair sampai ke mulut. Potongan
O Analisis hasilnya bersama–sama dengan masyarakat dan kertas
T) kembangkan diskusi (misalnya FGD) Spidol
Fa
sili Tabel 9: Lembar Proses Pemicuan STBM
tat
or
S
e. Komposisi tim pemicu
Komposisi tim pemicu yang biasanya digunakan dalam memfasilitasi STBM di komunitas,
sebagai berikut:
Lead facilitator : fasilitator utama, yang menjadi motor utama proses fasilitasi, biasanya 1 orang
Content recorder: perekam proses, bertugas mencatat proses dan hasil untuk kepentingan
dokumentasi/pelaporan program
Process facilitator : penjaga alur proses fasilitasi, bertugas mengontrol agar proses sesuai alur
dan waktu, dengan cara mengingatkan fasilitator (dengan kode-kode yang disepakati) bilamana
ada hal-hal yang perlu dikoreksi.
Environment Setter : penata suasana, menjaga suasana ‘serius’ proses fasilitasi, misalnya
dengan: mengajak anak-anak bermain agar tidak mengganggu proses (sekaligus juga bisa
mengajak mereka terlibat dalam kampanye STBM, misalnya dengan: menyanyi bersama,
meneriakkan slogan, dsb.), mengajak berdiskusi terpisah partisipan yang mendominasi atau
mengganggu proses, dsb.
Membangun komitmen ini diawali dengan mempersilahkan kepada wakil masyarakat untuk
mempresentasikan kondisi sanitasi di komunitasnya dan rencana mereka ke depan. Selanjutnya
kita melakukan penegasan-penegasan untuk meningkatkan motivasi masyarakat, misalnya:
mengajak peserta memberi tepuk tangan, menegaskan tentang tanggal bebas dari BAB terbuka
untuk setiap komunitas, menunjukkan para natural leader yang akan memotori gerakan
masyarakat, dll.
Hasil komitmen yang telah disepakati bersama dengan masyarakat, diserahkan oleh perwakilan
kelompok masyarkat kepada pejabat yang berwenang di daerah untuk dilakukan tindak lanjut
sesuai dengan rencana. Diharapkan pemerintah daerah dapat menindaklanjuti sesuai proses
yang telah terjadi dan dapat menghasilkan keluaran yang diharapkan oleh masyarakat.
Dalam pemilihan opsi teknologi yang ada, masyarakat harus memahami tangga sanitasi. Tangga
sanitasi ini akan membantu masyarakat untuk mempraktikkan kebiasan pola hidup bersih dan
sehat, dengan bantuan alat yang sederhana hingga alat yang lebih canggih dan permanen.
Sebagai contoh, untuk pilar 1, masyarakat naik dari kebiasaan awal yang masih BAB
sembarangan hingga mencapai kondisi berperilaku higienis dan saniter dengan BAB di jamban
yang sehat dan permanen. Untuk pilar 2, masyarakat berubah perilakunya dari tidak mencuci
tangan hingga mencuci tangan pakai air dan sabun, dan naik lagi misalnya dengan
melakukannya di wastafel yang permanen. Begitupun dengan pilar-pilar lainnya, yang
menunjukkan adanya perubahan dan peningkatan perilaku menjadi lebih baik.
Dalam STBM, masyarakat tidak diminta atau disuruh untuk membuat sarana sanitasi tetapi
hanya mengubah perilaku sanitasi mereka. Namun pada tahap selanjutnya ketika masyarakat
sudah mau merubah kebiasaan BAB nya, sarana sanitasi menjadi suatu hal yang tidak
terpisahkan.
Seringkali pemikiran masyarakat akan sarana sanitasi adalah sebuah bangunan yang kokoh,
permanen, dan membutuhkan biaya yang besar untuk membuatnya. Pemikiran ini sedikit banyak
menghambat animo masyarakat untuk membangun sarana sanitasi, seperti jamban, karena
alasan ekonomi dan lainnya sehingga kebiasaan masyarakat untuk buang air besar pada tempat
yang tidak seharusnya tetap berlanjut.
Pada prinsipnya sebuah jamban yang saniter dan layak terbagi menjadi tiga kelompok
berdasarkan letak konstruksi dan kegunaannya. Pertama adalah bangunan bawah tanah yang
berfungsi sebagai tempat pembuangan tinja. Fungsi bangunan bawah tanah adalah untuk
melokalisir tinja dan mengubahnya menjadi lumpur stabil. Kedua adalah bangunan di permukaan
tanah (landasan). Bangunan di permukaan ini erat kaitannya dengan keamanan saat orang
tersebut membuang hajat. Terminologi aman disini dapat diartikan aman dari terperosok kepada
lubang kotoran, aman saat membuang hajat (malam hari/saat hujan/ aman digunakan oleh orang
jompo). Ketiga adalah bangunan dinding. Bangunan atau dinding penghalang erat kaitannya
dengan faktor kenyamanan, psikologis dan estetika.
Definisi jamban sehat (improved latrine) mengacu kepada definisi dalam Joint
Monitoring Program (JMP), dengan batasan sebagai berikut:
Indikator: Cakupan Keluarga menerapkan Pengelolaan Pangan Aman Sehat di Rumah Tangga (PAS-
RT).
Terdapat 4 parameter yang digunakan sebagai dasar dalam pelaksanaan pemantauan dan evaluasi
yang merupakan bagian dari verifikasi dan tidak bisa dipisahkan yaitu:
1. Keluarga Pangan Aman Sehat
Keluarga yang sudah Melaksanakan Pangan Aman Sehat adalah keluarga yang telah
melakukan pengolahan air minum dan makanan yang aman dan sehat.
2. Desa/Kelurahan Pangan Aman Sehat
Indikator suatu Desa/Kelurahan dikatakan telah mencapai status Desa/Kelurahan Pangan
Aman Sehat adalah :
a. Semua rumah tangga telah melakukan pengolahan air minum dan makanan yang aman dan
sehat.
b. Ada mekanisme pemantauan umum yang dibuat masyarakat untuk memastikan rumah
tangga melakukan pengolahan air minum dan pangan.
Status Desa/Kelurahan Pangan Aman Sehat yang digunakan untuk verifikasi dan Deklarasi
Desa/Kelurahan 5 Pilar STBM.
Gambar 10: Jamban Permanen Gambar 11: Desain Lantai Kamar Mandi
Jamban hendaknya mudah dibersihkan, dimana lantai kamar mandi berada pada posisi miring
1 derajat mengarah ke saluran pembuangan air supaya kamar mandi selalu bersih dan
kering. Disana juga dilarang membuang sampah, seperti plastik, puntung rokok atau benda
lainnya karena bisa menghambat saluran pembuangan.
6. Tidak menimbulkan pandangan yang kurang sopan sehingga jamban sebaiknya memiliki
dinding yang lebih tinggi dari manusia dan memiliki pintu. Sebaiknya jamban
7. juga memiliki atap agar penggunanya aman dari hujan dan panas.
11.
12.
13.
Sarana cuci tangan tidak perlu terdiri dari keran dan wastafel yang mewah atau mahal. Sarana
CTPS yang sederhana dan yang tepat guna yaitu dibuat dari bahan/material yang dapat
diperoleh dengan mudah, misalnya: dapat dibuat dari ruas bambu, tempat-tempat bekas seperti
botol plastik besar, jerigen, gentong, kaleng besar dan lain sebagainya, yang dibolongi sehingga
air dapat mengalir dan ditutup kembali.
Sarana CTPS yang dibuat khusus dengan Sarana CTPS dari gentong plastik
ukuran tinggi untuk anak-anak sekolah. ditemukan di Posyandu Subang Cijambe.
Sumber foto: WSLIC-2 Foto: ESP-USAID
Gambar 13: Contoh Sarana Cuci Tangan Pakai Sabun yang Layak
c. Sarana Pengelolaan Air Minum dan Makanan di Rumah Tangga
Hal penting untuk dilakukan :
- Cucilah tangan sebelum menangani air minum dan mengolah makanan siap santap.
- Mengolah air minum secukupnya sesuai dengan kebutuhan rumah tangga.
- Gunakan air yang sudah diolah untuk mencuci sayur dan buah siap santap dan mengolah
makan siap santap.
- Tidak mencelupkan tangan ke dalam air yang sudah diolah menjadi air minum.
- Secara periodik meminta petugas untuk melakukan pemeriksaan air guna pengujian
laboratorium.
5. Pengangkutan makanan
Dalam pengangkutan baik bahan makanan maupun makanan matang harus
memperhatikan beberapa hal yaitu alat angkut yang digunakan, teknik/cara
pengangkutan, lama pengangkutan dan petugas pengangkut. Hal ini untuk
menghindari risiko terjadinya pencemaran baik fisik, kimia maupun bakteriologis.
6. Penyajian makanan
Makanan dinyatakan laik santap apabila telah dilakukan uji organoleptik atau uji
biologis atau uji laboratorium, hal ini dilakukan bila ada kecurigaan terhadap makanan
tersebut. Adapun yang dimaksud dengan :
• Uji organoleptik yaitu memeriksa makanan dengan cara meneliti dan menggunakan
5 (lima) indera manusia yaitu dengan melihat (penampilan), meraba (tekstur,
keempukan), mencium (aroma), mendengar (bunyi misal telur) menjilat (rasa).
Apabila secara organoleptik baik maka makanan dinyatakan laik santap.
• Uji biologis yaitu dengan memakan makanan secara sempurna dan apabila
dalam waktu 2 (dua) jam tidak terjadi tanda – tanda kesakitan, makanan tersebut
dinyatakan aman.
• Uji laboratorium dilakukan untuk mengetahui tingkat cemaran makanan baik kimia
maupun mikroba. Untuk pemeriksaan ini diperlukan sampel makanan yang diambil
mengikuti standar/prosedur yang benar dan hasilnya dibandingkan dengan
standar yang telah baku.
Beberapa hal yang harus diperhatikan pada penyajian makanan yaitu tempat penyajian,
waktu penyajian, cara penyajian dan prinsip penyajian. Lamanya waktu tunggu makanan
mulai dari selesai proses pengolahan dan menjadi makanan matang sampai dengan
disajikan dan dikonsumsi tidak boleh lebih dari 4 (empat) jam dan harus segera
dihangatkan kembali terutama makanan yang mengandung protein tinggi, kecuali
makanan yang disajikan tetap dalam keadaan suhu hangat. Hal ini untuk menghindari
tumbuh dan berkembang biaknya bakteri pada makanan yang dapat menyebabkan
gangguan pada kesehatan.
Pengomposan ini diperkenalkan oleh Mr. Koji Takakura dari Jepang. Langkah-langkah
membuat kompos Tatakura:
a) Sampah sisa sayur/nasi, sebelum dimasukkan ke dalam keranjang/komposter perlu
dicacah terlebih dahulu,
b) Masukkan sisa makanan yang akan dikompos ke dalam keranjang, dan
usahakan sampah yang dimasukkan adalah sampah baru,
c) Tekan-tekan atau masukkan sampah ke dalam materi kompos dalam keranjang
atau aduk-aduk sehingga materi sampah tertutup oleh komps dalam keranjang.
Tutup dengan bantal sekam hingga rapat untuk mencegah lalat atau binatang
lain masuk.
d) Tutup dengan kain hitam.
Alat-Alat:
1. Blender,
2. Sceen (Cetak saring),
3. Rekel (dapat dibeli di toko kertas),
4. Papan kayu yang dilapisi kain tipis (disebut sebagai kain hero),
5. Bak besar.
Bahan-Bahan:
1. Kertas bekas (sewarna dan sejenis lebih baik),
2. Lem kertas,
3. Air.
Langkah Pembuatan:
1. Kertas bekas dipotong kecil-kecil dengan ukuran sekitar 3 x 3 cm. Potongan kertas
direndam di dalam bak air selama sekitar tiga jam (tergantung jenis kertasnya).
Kertas dilunakkan dengan blender hingga halus hasilnya dan menyerupai bubur
kertas (pulp). Masukkan bubur kertas (pulp) ke dalam bak besar lagi. Bubur kertas
dan lem kemudian dimasukkan ke dalam bak besar berisi air. Perbandingan antara
air, bubur kertas dan lem adalah: 15 liter air : liter bubur kertas :
2 sendok makan lem. Masukkan karakteristik yang dipilih ke dalam bak, lalu aduk
hingga merata dengan campuran pulp dan lem.
3. Masukkan screen ke dalam bak. Angkat screen hingga pulp tinggal di atas screen.
4. Basahi papan yang telah dilapisi dengan kain hero. Tempelkan screen ke papan lalu
dirakel sehingga airnya turun. Angkat screen hingga kertas menempel di papan.
5. Ulangi langkah berkali-kali hingga papan dipenuhi oleh kertas secara merata, jemur
papan di tempat panas hingga kertas menjadi kering.
6. Setelah kering, cabut kertas dengan perlahan-lahan.
Black water dihasilkan dari WC sebagai buangan seperti urin, tinja, air guyuran, dan
materi pembersih lainnya yang dibuang ke toilet, seperti kain lap, pembalut, dll.
Grey water dihasilkan dari air bekas mandi, mencuci pakaian, dan buangan cair dari
dapur. Air seperti ini bisa mencapai 60% dari air yang dihasilkan rumah tangga.
Contoh sarana pengelolaan limbah cair adalah bak perangkap lemak. Lemak dan minyak
bisa merusak sistem pengolahan, sehingga lemak dan minyak tidak boleh dimasukkan ke
dalam tempat cuci (sink). Perangkap lemak adalah metode sederhana yang dipakai dalam
sistem pengolahan grey water skala kecil.
Contoh lain adalah filter anaerobik, yaitu bak kedap air yang terbuat dari beton, fiberglas,
PVC atau plastik, untuk penampungan dan pengolahan black water dan grey water. Ini
adalah tangki pengendapan, dan proses anaerobic membantu mengurangi padatan serta
material organik.
Contoh-contoh yang disampaikan diatas hanya sebagian dari jenis pilihan produk dan jasa
sanitasi yang ada. Masih banyak sarana lain yang tersedia. Wirausaha STBM dapat
menyesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan masyarakat di wilayah kerjanya.
Proses pemicuan juga perlu diitegrasikan dengan perilaku cuci tangan pakai sabun. Terutama
ditujukan pada ibu-ibu dan anak-anak sekolah sebagai kelompok sasaran sehingga kedua
kelompok tersebut dapat berinteraksi melalui kegiatan di sekolah dan di lingkungan rumah.
Pentahapan pendampingan dapat dilaksanakan sebagai berikut :
Keberhasilan suatu kegiatan yang dilakukan apakah mempengaruhi perubahan yang diinginkan
atau tidak, tidak akan terjadi apabila kita tidak melakukan monitoring. Informasi yang diperoleh
dapat dimanfaatkan untuk perbaikan proses dan pendekatan kegiatan, dan bahan perencanaan
ke depan.
Monitoring dan evaluasi program STBM melalui Sistem Informasi Monitoring dilaksanakan secara
umum melalui tahapan, yaitu pengumpulan data dan informasi, pengolahan dan analisis data
dan informasi, dan pelaporan dan pemberian umpan-balik. Tahapan ini terjadi di masing-masing
tingkatan.
Monitoring program STBM sedapat mungkin dapat dilakukan secara mandiri dan partisipatori
oleh masyarakat sendiri, dan diharapkan peran aktif dari natural leader yang muncul dan
organisasi masyarakat seperti PKK, kelompok dasa wisma, dan lainnya. Namun demikian tetap
diharapkan peran aktif dari petugas PUSKESMAS/ sanitarian sebagai fasilitator dan katalisator di
tingkat kecamatan/desa dalam mengelola data dan informasi hasil monitoring kegiatan
kesehatan lingkungan ini. Bila di tingkat kabupaten terdapat proyek terkait STBM sedang
berjalan, fungsi monitoring ini akan diperkuat dengan memanfaatkan sumber daya tenaga
konsultan/fasilitator di tingkat kabupaten untuk melakukan alih pengetahuan dan pembinaan, baik
terhadap para petugas PUSKESMAS/sanitarian maupun langsung kepada masyarakat (natural
leader/ organisasi masyarakat yang berperan aktif). Adapun gambaran sederhana dari
pelaksanaan monitoring program STBM seperti pada tabel 13 berikut.
Tahap 1 2 3 4 5 6
Tingkatan Pusat
Kabupaten/
Desa/ Kelurahan Kecamatan Provinsi
Tabel Kota
10 :
Alur
pikir
tata Pelaku
laksa
na pemantauan
Dinas DInas
monit Fasilitator Natural leader/ Kesehatan Kesehatan
Kementerian
Komite Staf Puskesmas
oring Kabupaten/ Provinsi
Kesehatan
Kota
dan
pelap
oran Workshop review
dari Konsolidasi data pembelajaran
melalui SMS tahunan dan analisis
masy Mengkompilasi
gateway komparatif
update progress Rakornas STBM:
araka Melalui pemicuan
pemicuan Analisis data: pencapaian hasil review tahunan dan
masyarakat ataupun Memantau
t secara khusus ada perkembangan
Memverifikasi klaim perbaikan kegiatan antar kabupaten/ analisis komparatif
STBM dan dan perencanaan kota pencapaian hasil
hingg Aksi yang upaya untuk pemicuan di kedepan antar propinsi.
melaporkan hasil Disseminasi kepada
M a dilakukan melakukan masyarakat
verifikasi Feedback kepada lintas program Disseminasi kepada
od pengumpulan data Permintaan verifikasi
tingk dasar STBM oleh STBM
Feedback temuan staf puskesmas terkait dan sektor lintas program
ul Mengirim laporan AMPL
Pe at kabupaten/ kota
pemantauan via
Disseminasi kepada terkait dan sektor
lintas program Evaluasi tahunan AMPL
lat pusat SMS
terkait dan sektor kompetitif melalui
ih media massa
AMPL
an (contoh JPIP)
un
tu
k
Pe
akses sosial
lat Mencatat
Data dasar sanitasi di terhadap Pelaporan bulanan.
ih kemajuan dan
STBM (misal masyaraka perubahan Pelaporan tahunan
(T t memperbaharui yang terjadi Pelaporan bulanan.
O melalui peta Bahan untuk
Pelaporan dalam peta Verifikasi STBM.
sosial), berisi publikasi
T)
Fa
(Benchmarking) pencapaian Penilaian (Benchmarking)
program sanitasi Konsolidasi MDG. kinerja per program sanitasi
Penilaian kinerja per tahun kabupaten/kota untuk tahun propinsi.
Peran dan fungsi pelaku dalam pelaksanaan STBM, terlihat sebagai berikut:
Penanggung
Pelaku Peran
Jawab
Kabupaten Merekam/ entry data dan informasi hasil monitoring Staf Dinkes
kedalam database, yang
Melakukan pemantauan rutin terhadap indikator- membidangi
indikator tertentu yang harus dilakukan oleh tim Program STBM
kabupaten1,
Menganalisis data dan informasi hasil monitoring,
Memberikan umpan balik terhadap hasil analisis data
dan informasi monitoring,
Melakukan verifikasi dan sertifikasi terhadap
kecamatan yang telah mencapai ODF, hingga
Sanitasi Total (5 pilar).
Tabel 11: Peran dan Fungsi Pelaku dalam pelaksanaan Monitoring Program STBM
Pelaksanaan monitoring di tingkat masyarakat akan lebih bertumpu kepada indikator monitoring
yang mudah dilihat dan dirasakan secara langsung oleh masyarakat itu sendiri, antara lain terkait:
1. Pengumpulan data dasar terkait indikator 5 pilar perubahan perilaku hidup bersih dan
sehat, yaitu: a) data akses awal jumlah masyarakat yang memiliki dan menggunakan
jamban sehat, memiliki dan menggunakan jamban tidak sehat, jumlah masyarakat yang
masih numpang ke jamban tetangga atau umum dibedakan menurut jenis jamban sehat
dan tidak sehat, dan terakhir masih BAB di sembarang tempat; b) data akses awal jumlah
keluarga (termasuk anggota keluarga di dalamnya) yang telah terbiasa cuci tangan pakai
sabun pada waktu-waktu kritis; c) data akses awal jumlah keluarga yang telah mengelola
air minumnya dengan aman; d) data akses awal jumlah keluarga yang telah mengelola
sampahnya dengan aman; e) data akses awal jumlah keluarga yang telah mengelola
limbah cair rumah tangganya dengan aman.
2. Proses pemicuan perubahan perilaku Buang Air Besar masyarakat.
Indikator yang direkam antara lain: a) peningkatan akses masyarakat kepada penggunaan
sarana jamban sehat; b) kebersihan lingkungan sekitar rumah keluarga; c) peningkatan
perubahan perilaku pilar lainnya.
3. Pendataan tukang yang terkait dengan jasa dan layanan sanitasi.
Pendataan ini bertujuan untuk menjaring informasi jumlah tukang yang beredar di desa
bersangkutan yang memiliki pengalaman dan/ atau ketrampilan membangun/ memperbaiki
sarana jamban.
Berikut dibawah ini disajikan beberapa model pelaksanaan monitoring yang dapat dilakukan di
tingkat masyarakat.
Waktu
Pelaku Cara Pelaksanaan
Pelaksanaan
Pelaksanaan Monitoring:
Masyarakat yang telah berupaya berubah perilaku
untuk tidak BAB di sembarang tempat (termasuk
membuang kotoran anak batita tidak sembarangan),
menempelkan tanda kertas spot di depan rumah
mereka pada tempat yang tampak dari pandangan
orang yang berdiri di depan atau melalui rumah
tersebut. Warna yang ditempel sesuai kondisi
perkembangan upaya perubahan perilaku mereka.
Pada kertas tersebut dapat dituliskan tanggal mereka
melakukan perubahan tersebut.
Apabila pada keluarga tertentu ada peningkatan
perubahan perilaku dengan ditandai perubahan warna
kertas spot yang ditempel. Tempel warna baru diatas
warna lama, sehingga informasi warna awal masih
ada.
Natural leader atau komite secara berkala
memperbaharui informasi tersebut dalam peta
masyarakat (tanpa mengganggu informasi baseline)
Waktu
Pelaku Cara Pelaksanaan
Pelaksanaan
Pelaksanaan monitoring:
3. Monitoring status Desa STBM yang dicapai suatu komunitas (Verifikasi Desa STBM)
Pelaksanaan monitoring:
Fasilitator Persiapan:
pemicu
(Kecamatan/ Menyiapkan dan memahami cara pengisian
Puskesmas) format LB-3.
Waktu
Pelaku Cara Pelaksanaan
Pelaksanaan
Pelaksanaan:
Fasilitator Persiapan:
pemicu bekerja
sama dengan Menyiapkan dan memahami cara pengisian
natural leader format LT-3.
(NL)/ komite
Pelaksanaan:
Pelaksanaan monitoring:
Pelaksanaan monitoring:
Pelaksanaan:
Tim Persiapan:
Puskesmas/
kecamatan Menyiapkan dan memahami cara pengisian
format pendataan kegiatan peningkatan
kapasitas (format LT-5)
Waktu
Pelaku Cara Pelaksanaan
Pelaksanaan
Tulislah di papan tulis/ kertas plano daftar nama anggota setiap kelompok.
Masing-masing peserta memerankan sesuai dengan tugas dan fungsinya dalam tim. Skenario
dibuat berdasarkan data dan fakta yang ada di lapangan berdasarkan informasi yang didapatkan
dari petugas kesehatan atau dari tokoh pemerintah setempat yang sebelumnya sudah dilakukan
kordinasi.
Setelah skenario dan strategi tersusun, masing-masing kelompok melakukan simulasi praktik
pemicuan dengan dua kelompok yang berpasangan. Satu kelompok berperan sebagai tim
pemicu kelompok yang lain berperan sebagai masyarakat jika sudah selesai bisa bergantian
untuk bertukar peran dengan kelompok lainnya.
E. POKOK BAHASAN 5: PRAKTIK PEMICUAN DI LAPANGAN
Praktik pemicuan di lapangan
Praktik pemicuan di lapangan ini bertujuan untuk memperkuat pengetahuan dan keterampilan
peserta dalam menerapkan pendekatan STBM, sehingga kegiatan ini banyak dilakukan dalam
diskusi dan praktik di kelompok. Sesi praktik lapang ini diawali dengan persiapan lapang, praktik
lapang itu sendiri, refleksi dan review proses dan hasil dari kegiatan praktik lapang tersebut
dalam bentuk laporan tertulis
IV. REFERENSI
1. WSP, Film Memicu Perubahan Menuju Sanitasi Total di Maharashta, India, New Delhi: 2004.
2. Depkes RI, Sekretariat STBM, Film Proses Pemicuan di Kenongo, 2005.
3. Depkes RI, Sekretariat STBM, Film Pemicuan di Muara Enim, 2006.
4. Kemenkes RI, Pedoman Teknis Lapangan STBM, Ditjen PP&PL, Jakarta: 2013.
V. LAMPIRAN
LEMBAR KERJA
a. Panduan Persiapan Lapang
Persiapan lapang menjadi bagian yang terpisahkan dengan pesiapan penyelenggaran pelatihan.
Panitia/pelatih melakukan kunjungan kepada pemerintah daerah yang akan digunakan sebagai
lokasi praktik kerja lapangan dan dijelaskan secara rinci kegiatan yang akan dilaksanakan
selama kunjungan lapangan termasuk proses pemberdayaan masyarakat.
1. Jelaskanlah kepada peserta, bahwa akan dilaksanakan Praktik Kerja Lapang Fasilitasi
STBM di masyarakat. Peserta akan dibagi menjadi kelompok kecil (catatan: untuk
kepentingan praktik kerja lapang idealnya anggota kelompok tidak lebih dari 6 orang)
Setiap kelompok diharapkan merupakan gabungan dari individu-individu yang mewakili
berbagai komponen yang ada (berdasarkan bidang keahlian, unsur instansi atau lokasi
kerja, dan seterusnya), sehingga diharapkan semua kelompok memiliki kapasitas yang
berimbang.
3. Tulislah di papan tulis/ kertas plano daftar nama anggota setiap kelompok.
TUJUAN:
1. Tersusunnya panduan praktik lapang,
2. Peserta siap memfasilitasi proses STBM di masyarakat.
WAKTU:
Maksimum 90 menit
METODE:
Simulasi
Penugasan dan pendampingan.
MATERI:
Komposisi tim dalam memfasilitasi STBM di komunitas
Panduan Fasilitasi STBM di Komunitas
ALAT BANTU:
Bahan-bahan untuk simulasi Pemetaan Sosial:
Kertas potong (metaplan), Kertas plano, Spidol besar dan kecil, Flagband,
Ember berisi air bersih, Air mineral dalam kemasan gelas (2 gelas),
Video camera.
PROSES:
1. Jelaskanlah bahwa peserta akan melaksanakan praktik kerja lapang. Oleh karena itu setiap
kelompok harus mempersiapkan diri (menyusun panduan dan berlatih bila perlu). Berikanlah
gambaran tentang komposisi tim fasilitasi yang biasanya digunakan dalam memfasilitasi
STBM di komunitas, sebagai berikut:
o Lead facilitator : fasilitator utama, yang menjadi motor utama proses fasilitasi,
biasanya 1 orang,
o Co – facilitator : membantu fasilitator utama dalam memfasilitasi proses sesuai
dengan kesepakatan awal atau tergantung pada perkembangan
situasi,
o Content recorder : perekam proses, bertugas mencatat proses dan hasil untuk
kepentingan dokumentasi/pelaporan program,
o Process facilitator : penjaga alur proses fasilitasi, bertugas mengontrol agar proses
sesuai alur dan waktu, dengan cara mengingatkan fasilitator
(dengan kode-kode yang disepakati) bilamana ada hal-hal yang
perlu dikoreksi,
o Environment Setter : penata suasana, menjaga suasana ‘serius’ proses fasilitasi,
misalnya dengan: mengajak anak-anak bermain agar tidak
mengganggu proses (sekaligus juga bisa mengajak mereka
terlibat dalam kampanye STBM, misalnya dengan: menyanyi
bersama, meneriakkan slogan, dsb.), mengajak berdiskusi
terpisah partisipan yang mendominasi atau mengganggu proses,
dsb.
2. Panitia menjelaskan lokasi praktik lapang dan gambaran awal jika tersedia, rencana
keberangkatan (waktu, perlengkapan yang harus dibawa, kendaraan, alur perjalanan, dll.),
3. Berikanlah penugasan kepada setiap kelompok untuk mempersiapkan diri dan dampingilah
sesuai dengan keperluan. Berpakaian yang bersahaja guna menghidari kesan upper-lower,
bia perlu berpakaian seperti yang dikenakan oleh masyarakat yang akan dikunjungi.
4. Bila masih ada cukup waktu, lakukan bermain peran fasilitasi STBM di masyarakat. Minta
salah satu kelompok untuk menjadi tim fasilitator dan peserta lainnya sebagai masyarakat
(10 – 15 orang).
CATATAN PENTING
» Dalam fasilitasi sebenarnya, urutan tidaklah dibakukan, namun pemetaan sosial semestinya
dilakukan pertama,
» Lokasi pemetaan sosial sebaiknya di lahan terbuka (halaman), namun hasilnya harus segera
dipindahkan ke kertas plano,
» Lokasi pemicuan dengan alat-alat seperti alur kontaminasi, menghitung tinja, dll. tidaklah
harus di ruang pertemuan tertutup, tetapi sebaiknya di lokasi-lokasi yang bisa mengoptimalkan
rasa jijik, takut penyakit, berdosa, dll.
TUJUAN:
1. Masyarakat memahami permasalahan sanitasi di komunitasnya dan berkomitmen untuk
memecahkannya secara swadaya,
2. Tersusunnya rencana kegiatan masyarakat dalam rangka pemecahan masalah sanitasi di
komunitasnya,
3. Terpilihnya panitia lokal komunitas yang mengkoordinir kegiatan masyarakat.
WAKTU:
4 jam di masyarakat
ALAT BANTU:
- Tali rafia/plastik
- Bubuk/tepung berwarna : 3-4 warna
PROSES:
Karena kegiatan praktik kerja lapang yang dilakukan peserta ini merupakan kegiatan riil (bukan
simulasi), maka kesalahan proses dan hasil sedapat mungkin diminimalisir. Fungsi pelatih yang
melakukan observasi dan asistensi adalah menjamin agar proses dan hasil fasilitasi yang
dilakukan peserta benar dan optimal. Langkah-langkah yang bisa ditempuh perlu disepakati
dengan para peserta yang memfasilitasi di tingkat komunitas, agar proses dan hasil sesuai yang
diharapkan namun eksistensi peserta sebagai fasilitator haruslah dijaga (apalagi akan terus
memfasilitasi komunitas tersebut). Bila memungkinkan, setiap kelompok sebaiknya didampingi
oleh 1-2 fasilitator yang hanya berkonsentrasi untuk kelompok tersebut.
CATATAN PENTING
» Ingatkanlah, bahwa perwakilan masyarakat (6 orang per dusun atau total 12 orang per desa,
dengan perimbangan laki-laki dan perempuan) diundang dan akan dijemput (jam
09.00 pagi) untuk menyampaikan pengalamannya (kondisi sanitasi hingga saat ini) dan rencana
ke depan kepada seluruh peserta pelatihan di tempat penyelenggaraan pelatihan, sekaligus
makan siang bersama. Wakil masyarakat akan diantar kembali ke dusun/desa sekitar jam 14.00
dari tempat pelatihan.
» Untuk itu, peta lapangan dan rencana kegiatan sebaiknya disalin ke kertas (plano) sebagai
bahan presentasi masyarakat.
» Hal ini bisa disesuaikan dengan rencana pelatihan yang akan dilaksanakan.
e. Panduan Kompilasi Temuan Dan Pelaporan
TUJUAN:
1. Tersusunnya item-item pembelajaran dari praktik lapang setiap kelompok,
2. Tersusunnya laporan proses dan hasil praktik lapang setiap kelompok.
WAKTU:
Maksimum 60 menit
METODE:
Diskusi kelompok
MATERI:
Hasil praktik lapang.
ALAT BANTU:
Kertas plano dan peralatan lain sesuai kreatifitas peserta
PROSES:
1. Jelaskanlah, bahwa esok hari sebelum bertemu dengan masyarakat akan dilakukan
refleksi temuan praktik lapang. Untuk itu setiap kelompok perlu menyusun laporan yang
menggambarkan proses dan hasil serta pembelajaran yang diperoleh dari praktik lapang
tersebut. Berikan penegasan, bahwa peserta boleh berkreasi dalam menyajikan laporannya.
Untuk membantu dalam memetik pembelajaran, berikanlah penjelasan tentang analisis yang
bisa membantu menemukan pembelajaran dimaksud, misalnya: analisa SWOT (kekuatan,
kelemahan, peluang dan ancaman).
2. Persilahkanlah masing-masing kelompok melaksanakan tugasnya.
Fasilitaor pendamping di lapang setiap kelompok, tetaplah mendampingi agar tugas benar-
benar terselesaikan dengan baik.
CATATAN PENTING
» Fasilitator pendamping dalam penyusunan laporan sebaiknya adalah fasilitator yang
mendampingi dalam praktik lapang.
TUJUAN:
1. Ditemukannya item-item pembelajaran yang perlu diperhatikan dalam proses memfasilitasi
STBM selanjutnya,
2. Ditemukannya item-item pembelajaran yang spesifik lokal yang perlu dikembangkan dalam
rangka optimalisasi STBM.
METODE:
Presentasi kelompok
Diskusi pleno
MATERI:
Laporan praktik lapang masing-masing kelompok
ALAT BANTU:
Sesuai keperluan presentasi
PROSES:
1. Jelaskanlah tujuan dari session ini dan tegaskanlah bahwa waktu yang tersedia untuk setiap
kelompok hanya sekitar 15 menit (5 menit presentasi dan 10 menit untuk diskusi penajaman)
2. Berikanlah kesempatan kepada kelompok yang ingin memulai presentasi dan tanya jawab
pendalaman khususnya tentang pembelajaran yang diperoleh (total 25 menit), lanjutkan
sampai seluruh kelompok mempresentasikan laporannya.
3. Diskusikanlah secara pleno tentang pembelajaran bersama yang diperoleh, khususnya
tentang ‘apa yang seharusnya dilakukan’, ‘apa yang seharusnya dihindari’ serta ‘apa yang
spesifik bisa dikembangkan di daerah setempat’.
PENGANTAR
Dalam rangka memastikan rencana individu/ rumah tangga terkonsolidasi di tingkat RT dan
Kelurahan/ Desa, serta Kelurahan/Desa memiliki rencana yang jelas tentang target STBM dalam
perubahan perilaku yang lebih luas, maka dipandang perlu melakukan pleno masyarakat.
Pleno menjadi ajang kompetisi dan pemicuan ulang antar RT, sehingga akan melahirkan
komitmen kongkrit dalam menyelesaikan permasalahan kesehatan di tingkat kelurahan/desa
secara bersama-sama (collective action).
PESERTA
Peserta pleno dari setiap RT yang dipicu sebanyak 4 orang yang terdiri dari unsure:
1. Natural Leader (Kampium) 3 orang
2. Ketua RT atau tokoh formal 1 orang
Peserta adalah mereka-mereka yang kita sebut tamu istimewa, karena mereka adalah pilihan
dan leader alami yang diharapkan akan menjadi pemicu lanjutan. Peserta dari Natural Leader
atau kampium umumnya mereka yang terpicu lebih awal atau memiliki semangat belajar dan
kerelawanan yang kuat. Nama-nya sangat tergantung siapa yang terpicu lebih awal dan muncul
tanda-tanda sebagai relawan untuk menjadi leader alami.
Sedangkan peserta dari unsure RT atau tokoh formal, secara otomatis harus diinformasikan oleh
Peserta Latih. Peserta dari setiap RT diundang secara lisan oleh Tim Pemicu.
Peserta lainnya adalah perwakilan Dinas Kesehatan Kota Depok dan Unsur Puskemas yang
diundang oleh Panitia.
PEMANDU/FASILITATOR
Pleno dipandu atau difasilitasi oleh peserta latih yang dipilih pada saat pelatihan di kelas (sebelum
ke lapangan) dan disebut Tim Pemandu. Fasilitator adalah dalam bentuk tim yang terdiri dari:
No Langkah Output
PERSIAPAN
2. Tim Pemandu berbagi tugas dan memastikan bahwa rencana Tugas dihapami
pleno benar-benar siap. dengan baik.
PELAKSANAAN PLENO
8. Pemandu Utama meminta komunitas yang mau berubah lebih Reward untuk
cepat, maju kedepan kelas untuk diberi applaus dan selamat kampiun
serta foto bersama sebagai reward. Tanyakan “siapa lagi yang
mau menyusul?”.
185
Modul Pelatihan untuk Pelatih (TOT) Fasilitator STBM
Lampiran: Matriks Aspek Benchmark antar RT (Harus Divisualisasikan ketika pleno)
RW – 2 RW – 6
(Kelurahan Pasir Putih) (Kel. Pasir Putih)
Aspek Kategori
RT – 2 RT – 4 RT – 5 RT – 2 RT – 4
5. Target ODF
Semakin jelas, lebih dekat dari
sisi waktu dan semakin terukur,
maka semakin tinggi nilainya.
MI.5
TEKNIK
MELATI
H
Modul MI.5
TEKNIK MELATIH
187
Modul Pelatihan untuk Pelatih (TOT) Fasilitator STBM
MODUL MI.5 - TEKNIK MELATIH...........................................................................................187
I. DESKRIPSI SINGKAT..............................................................................................189
II. TUJUAN PEMBELAJARAN......................................................................................189
A. Tujuan Pembelajaran Umum..................................................................................189
B. Tujuan Pembelajaran Khusus................................................................................189
III. Pokok Bahasan dan Sub Pokok Bahasan................................................................190
A. Pokok Bahasan 1: Model pendekatan pembelajaran orang dewasa (POD)..........190
B. Pokok Bahasan 2: Satuan Acara Pembelajaran (SAP)..........................................190
C. Pokok Bahasan 3: Penciptaan iklim pembelajaran yang kondusif.........................190
D. Pokok Bahasan 4: Teknik presentasi interaktif dalam proses pembelajaran.........190
E. Pokok Bahasan 5: Metode pembelajaran..............................................................190
F. Pokok Bahasan 6: Media dan alat bantu pembelajaran.........................................191
G. Pokok Bahasan 7: Evaluasi hasil pembelajaran....................................................191
IV. BAHAN BELAJAR.....................................................................................................191
V. METODE PEMBELAJARAN.....................................................................................191
VI. LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN PEMBELAJARAN..............................................191
VII. URAIAN MATERI......................................................................................................194
A. POKOK BAHASAN 1 : MODEL PENDEKATAN PEMBELAJARAN
ORANG DEWASA (POD)......................................................................................194
B. POKOK BAHASAN 2 : SATUAN ACARA PEMBELAJARAN (SAP)......................205
C. POKOK BAHASAN 3 : PENCIPTAAN IKLIM PEMBELAJARAN YANG
KONDUSIF.............................................................................................................208
D. POKOK BAHASAN 4: TEKNIK PRESENTASI INTERAKTIF DALAM
PROSES PEMBELAJARAN...................................................................................213
E. POKOK BAHASAN 5: METODE PEMBELAJARAN..............................................217
F. POKOK BAHASAN 6: MEDIA DAN ALAT BANTU PEMBELAJARAN...................225
D. POKOK BAHASAN 7: EVALUASI HASIL PEMBELAJARAN................................232
VIII RANGKUMAN...........................................................................................................235
IX. REFERENSI..............................................................................................................236
X. LAMPIRAN................................................................................................................236
I. DESKRIPSI SINGKAT
Modul ini bertujuan membekali fasilitator dengan beberapa keterampilan dasar mengajar dan
proses pembelajaran. Bagi para calon fasilitator modul ini tentunya akan memberikan
pengalaman mengajar yang nyata dan memberikan latihan dengan sejumlah keterampilan dasar
mengajar secara terpisah, serta dapat mengembangkan dengan baik keterampilan dasar
mengajarnya sebelum mereka melaksanakan tugasnya sebagai tenaga fasilitator pada pelatihan
selanjutnya.
Didalam praktik melatih (micro teaching) ini diperlukan beberapa pemahaman tentang materi
model pendekatan pembelajaran orang dewasa (POD), pembuatan satuan acara pembelajaran
(SAP), iklim pembelajaran yang kondusif dalam sebuah proses pembelajaran, pemahaman
tentang metode dan media alat bantu pembelajaran yang sesuai dengan tujuan pembelajaran
dan evaluasi hasil pembelajaran serta teknik presentasi interaktif itu sendiri sebagai bahan dalam
melakukan teknik melatih.
Diharapkan dengan mempelajari modul ini dengan seksama akan dapat menghantarkan para
pembacanya untuk memperoleh pengetahuan, sikap dan ketrampilan yang lebih baik lagi dalam
melakukan kegiatan pelatihan dan memberikan tambahan wawasan yang lebih luas bagi para
fasilitator.
V. METODE PEMBELAJARAN
Curah pendapat, Ceramah Tanya Jawab, Diskusi kelompok, Latihan dan praktik melatih
(micro teaching).
Masalah yang sering muncul adalah bagaimana kiat, dan strategi membelajarkan orang
dewasa yang notabene tidak menduduki bangku sekolah. Dalam hal ini, orang dewasa
sebagai siswa dalam kegiatan belajar tidak dapat diperlakukan seperti anak-anak didik
biasa yang sedang duduk di bangku sekolah tradisional. Oleh sebab itu, harus dipahami
bahwa, orang dewasa yang tumbuh sebagai pribadi dan memiliki kematangan konsep
diri bergerak dari ketergantungan seperti yang terjadi pada masa kanak-kanak menuju
ke arah kemandirian atau pengarahan diri sendiri.
Kematangan psikologi orang dewasa sebagai pribadi yang mampu mengarahkan diri
sendiri ini mendorong timbulnya kebutuhan psikologi yang sangat dalam yaitu keinginan
dipandang dan diperlakukan orang lain sebagai pribadi yang mengarahkan dirinya
sendiri, bukan diarahkan, dipaksa dan dimanipulasi oleh orang lain. Dengan begitu
apabila orang dewasa menghadapi situasi yang tidak memungkinkan dirinya menjadi
dirinya sendiri maka dia akan merasa dirinya tertekan dan merasa tidak senang. Karena
orang dewasa bukan anak kecil, maka pendidikan bagi orang dewasa tidak dapat
disamakan dengan pendidikan anak sekolah. Perlu dipahami apa pendorong hagi orang
dewasa belajar, apa hambatan yang dialaminya, apa yang diharapkannya, bagaimana
ia dapat belajar paling baik dan sebagainya (Lunandi, 1987).
Kegiatan pendidikan baik melalui jalur sekolah ataupun luar sekolah memiliki daerah
dan kegiatan yang beraneka ragam. Pendidikan orang dewasa terutama pendidikan
masyarakat bersifat non formal sebagian besar dari siswa atau pesertanya adalah orang
dewasa, atau paling tidak pemuda atau remaja. Oleh sebab itu, kegiatan pendidikan
memerlukan pendekatan tersendiri. Dengan menggunakan teori andragogi kegiatan
atau usaha pembelajaran orang dewasa dalam kerangka pembangunan atau realisasi
pencapaian cita-cita pendidikan seumur hidup dapat diperoleh dengan dukungan
konsep teoritik atau penggunaan teknologi yang dapat dipertanggung jawabkan.
Salah satu masalah dalam pengertian andragogi adalah adanya pandangan yang
mengemukakan bahwa tujuan pendidikan itu bersifat mentransmisikan pengetahuan.
Tetapi di lain pihak perubahan yang terjadi seperti inovasi dalam teknologi, mobilisasi
penduduk, perubahan sistem ekonomi, dan sejenisnya begitu cepat terjadi. Dalam
kondisi seperti ini, maka pengetahuan yang diperoleh seseorang ketika ia berumur 21
tahun akan menjadi usang ketika ia berumur 40 tahun. Apabila demikian halnya, maka
pendidikan sebagai suatu proses transmisi pengetahuan sudah tidak sesuai dengan
kebutuhan modern (Arif, 1994). Oleh karena itu, bagaimana caranya untuk mengkaji
berbagai aspek yang mungkin dilakukan dalam upaya membelajarkan orang dewasa
sebagai salah satu altematif pemecahan masalah kependidikan, sebab pendidikan
sekarang ini tidak lagi dirumuskan hanya sekedar sebagai upaya untuk
mentransmisikan pengetahuan, tetapi dirumuskan sebagai suatu proses pendidikan
sepanjang hayat (long life education).
Pembelajaran yang diberikan kepada orang dewasa dapat efektif (lebih cepat dan
melekat pada ingatannya), bilamana pembimbing (fasilitator, pengajar, penatar,
instruktur,
dan sejenisnya) tidak terlalu mendominasi kelompok kelas, mengurangi banyak bicara,
namun mengupayakan agar individu orang dewasa itu mampu menemukan alternatif-
alternatif untuk mengembangkan kepribadian mereka. Seorang pembimbing yang baik
harus berupaya untuk banyak mendengarkan dan menerima gagasan seseorang,
kemudian menilai dan menjawab pertanyaan yang diajukan mereka.
Orang dewasa pada hakekatnya adalah makhluk yang kreatif bilamana seseorang
mampu menggerakkan/menggali potensi yang ada dalam diri mereka. Dalam upaya ini,
diperlukan keterampilan dan kiat khusus yang dapat digunakan dalam pembelajaran
tersebut. Di samping itu, orang dewasa dapat dibelajarkan lebih aktif apabila mereka
merasa ikut dilibatkan dalam aktivitas pembelajaran, terutama apabila mereka dilibatkan
memberi sumbangan pikiran dan gagasan yang membuat mereka merasa berharga
dan memiliki harga diri di depan sesama temannya. Artinya, orang dewasa akan belajar
lebih baik apabila pendapat pribadinya dihormati, dan akan lebih senang kalau ia boleh
sumbang saran pemikiran dan mengemukakan ide pikirannya, daripada pembimbing
melulu menjejalkan teori dan gagasannya sendiri kepada mereka.
Oleh karena sifat belajar bagi orang dewasa adalah bersifat subjektif dan unik, maka
terlepas dari benar atau salahnya, segala pendapat perasaan, pikiran, gagasan, teori,
sistem nilainya perlu dihargai. Tidak menghargai (meremehkan dan menyampingkan)
harga diri mereka, hanya akan mematikan gairah belajar orang dewasa. Namun
demikian, pembelajaran orang dewasa perlu pula mendapatkan kepercayaan dari
pembimbingnya, dan pada akhirnya mereka harus mempunyai kepercayaan pada
dirinya sendiri. Tanpa kepercayaan diri tersebut maka suasana belajar yang kondusif tak
akan pernh terwujud.
Orang dewasa memiliki sistem nilai yang berbeda, mempunyai pendapat dan pendirian
yang berbeda. Dengan terciptanya suasana yang baik, mereka akan dapat
mengemukakan isi hati dan isi pikirannya tanpa rasa takut dan cemas, walaupun
mereka saling berbeda pendapat. Orang dewasa mestinya memiliki perasaan bahwa
dalam suasana/ situasi belajar yang bagaimanapun, mereka boleh berbeda pendapat
dan boleh berbuat salah tanpa dirinya terancam oleh sesuatu sanksi (dipermalukan,
pemecatan, cemoohan, dll).
Dalam hal lainnya, tidak dapat dinafikkan bahwa orang dewasa belajar secara khas dan
Bagi orang dewasa, terciptanya suasana belajar yang kondusif merupakan suatu
fasilitas yang mendorong mereka mau mencoba perilaku baru, berani tampil beda,
dapat berlaku dengan sikap baru dan mau mencoba pengetahuan baru yang mereka
peroleh. Walaupun sesuatu yang baru mengandung resiko terjadinya kesalahan, namun
kesalahan, dan kekeliruan itu sendiri merupakan bagian yang wajar dari belajar. Pada
akhimya, orang dewasa ingin tahu apa arti dirinya dalam kelompok belajar itu. Bagi
orang dewasa ada kecenderungan ingin mengetahui kekuatan dan kelemahan dirinya.
Dengan demikian, diperlukan adanya evaluasi bersama oleh seluruh anggota kelompok
yang dirasakannya berharga untuk bahan renungan, di mana renungan itu dapat
mengevaluasi dirinya dan orang lain yang persepsinya bisa saja memiliki perbedaan.
2. Menciptakan iklim belajar yang mendukung untuk orang dewasa belajar. Adalah
sangat penting menciptakan iklim kerjasama yang menghargai antara fasilitator
dan siswa. Suatu iklim belajar orang dewasa dapat dikembangkan dengan
pengaturan lingkungan fisik yang memberikan kenyamanan dan interaksi yang
mudah, misalnya mengatur kursi atau meja secara melingkar, bukan berbaris-baris
ke belakang. Fasilitator lebih bersifat membantu bukan menghakimi.
Aplikasi yang diuraikan di atas sebenarnya lebih bersifat prinsip-prinsip atau rambu-
rambu sebagai kendali tindakan membelajarkan orang dewasa. Oleh karena itu,
keberhasilannya akan lebih banyak bergantung pada setiap pelaksanaan dan tentunya
juga tergantung kondisi yang dihadapi. Tapi, implikasi pengembangan teknologi atau
pendekatan andragogi dapat dikaitkan terhadap penyusunan kurikulum atau cara
mengajar terhadap pembelajar. Namun, karena keterikatan pada sistem lembaga yang
biasanya berlangsung, maka penyusunan program atau kurikulum akan banyak lebih
dikembangkan dengan menggunakan pendekatan andragogi ini.
c. Prinsip-prinsip POD
Pendidikan orang dewasa dapat. diartikan sebagai keseluruhan proses pendidikan yang
diorganisasikan, mengenai apapun bentuk isi, tingkatan status dan metoda apa yang
digunakan dalam proses pendidikan tersebut, baik formal maupun nonformal, baik
dalam rangka kelanjutan pendidikan di sekolah maupun sebagai pengganti pendidikan
di sekolah, di tempat kursus, pelatihan kerja maupun di perguruan tinggi, yang membuat
orang dewasa mampu mengembangkan kemampuan, keterampilan, memperkaya
khasanah pengetahuan, meningkatkan kualifikasi keteknisannya atau
keprofesionalannya dalam upaya mewujudkan kemampuan ganda yakni di suatu sisi
mampu mengembangankan pribadi secara utuh dan dapat mewujudkan
keikutsertaannya dalam perkembangan sosial budaya, ekonomi, dan teknologi secara
bebas, seimbang dan berkesinambungan.
Dalam hal ini, terlihat adanya tekanan rangkap bagi perwujudan yang ingin
dikembangankan dalam aktivitas kegiatan di lapangan, pertama untuk mewujudkan
pencapaian perkembangan setiap individu, dan kedua untuk mewujudkan peningkatan
keterlibatannya (partisipasinya) dalam aktivitas sosial dari setiap individu yang
bersangkutan. Begitu pula pula, bahwa pendidikan orang dewasa mencakup segala
aspek pengalaman belajar yang diperlukan oleh orang dewasa baik pria maupun
wanita, sesuai dengan bidang keahlian dan kemampuannya masing-masing.
Perubahan perilaku bagi orang dewasa terjadi melalui adanya proses pendidikan
yang berkaitan dengan perkembangan dirinya sebagai individu, dan dalam hal ini
sangat memungkinkan adanya partisipasi dalam kehidupan sosial untuk meningkatkan
kesejahteraan diri sendiri, maupun kesejahteraan bagi orang lain, disebabkan
produktivitas yang lebih meningkat. Bagi orang dewasa pemenuhan kebutuhannya
sangat mendasar, sehingga setelah kebutuhan itu terpenuhi ia dapat beralih kearah
usaha pemenuhan kebutuhan lain yang lebih diperlukannya sebagai penyempurnaan
hidupnya.
Setiap individu wajib terpenuhi kebutuhannya yang paling dasar (sandang dan pangan),
sebelum ia mampu merasakan kebutuhan yang lebih tinggi sebagai penyempurnaan
kebutuhan dasar tadi, yakni kebutuhan keamanan, penghargaan, harga diri, dan
aktualisasi dirinya. Bilamana kebutuhan paling dasar yakni kebutuhan fisik berupa
sandang, pangan, dan papan belum terpenuhi, maka setiap individu belum
membutuhkan atau merasakan apa yang dinamakan sebagai harga diri. Setelah
kebutuhan dasar itu terpenuhi, maka setiap individu perlu merasa aman jauh dari rasa
takut, kecemasan, dan kekhawatiran akan keselamatan dirinya, sebab ketidakamanan
hanya akan melahirkan kecemasan yang berkepanjangan. Kemudian kalau rasa aman
telah terpenuhi, maka setiap individu butuh penghargaan terhadap hak azasi dirinya
yang diakui oleh setiap individu di luar dirinya. Jika kesemuanya itu terpenuhi barulah
individu itu merasakan mempunyai harga diri.
Dalam kaitan ini, tentunya pendidikan orang dewasa yang memiliki harga diri dan dirinya
membutuhkan pengakuan, dan itu akan sangat berpengaruh dalam proses belajarnya.
Secara psikologis, dengan mengetahui kebutuhan orang dewasa sebagai peserta
kegiatan pendidikan/pelatihan, maka akan dapat dengan mudah dan dapat ditentukan
kondisi belajar yang harus disediakan, isi materi apa yang harus diberikan, strategi,
teknik serta metode apa yang cocok digunakan.
Menurut Lunandi(1987) yang terpenting dalam pendidikan orang dewasa adalah: Apa
yang dipelajari pembelajar, bukan apa yang diajarkan pengajar. Artinya, hasil akhir yang
dinilai adalah apa yang diperoleh orang dewasa dari pertemuan pendidikan/pelatihan,
bukan apa yang dilakukan pengajar, fasilitator atau penceramah dalam pertemuannya.
d. Ruang lingkup Pendekatan & tujuan POD
Pertumbuhan orang dewasa dimulai pertengahan masa remaja (adolescence) sampai
dewasa, di mana setiap individu tidak hanya memiliki kecenderungan tumbuh kearah
menggerakkan diri sendiri tetapi secara aktual dia menginginkan orang lain memandang
dirinya sebagai pribadi yang mandiri yang memiliki identitas diri. Dengan begitu orang
dewasa tidak menginginkan orang memandangnya apalagi memperlakukan dirinya
seperti anak-anak. Dia mengharapkan pengakuan orang lain akan otonomi dirinya,
dan dijamin ketentramannya untuk menjaga identitas dirinya dengan penolakan dan
ketidaksenangan akan usaha orang lain untuk menekan, memaksa, dan memanipulasi
tingkah laku yang ditujukan terhadap dirinya. Tidak seperti anak-anak yang beberapa
tingkatan masih menjadi objek pengawasan, pengendalian orang lain yaitu pengawasan
dan pengendalian orang dewasa yang berada di sekeliling dirinya.
Dalam kegiatan pendidikan atau belajar, orang dewasa bukan lagi menjadi obyek
sosialisasi yang seolah-olah dibentuk dan dipengaruhi untuk menyesuaikan dirinya
dengan keinginan memegang otoritas di atas dirinya sendiri, akan tetapi tujuan kegiatan
belajar alau pendidikan orang dewasa tentunya lehih mengarah kepada pencapaian
pemantapan identitas dirinya sendiri untuk menjadi dirinya sendiri menurut Rogers
dalam Knowles (1979), kegiatan belajar bertujuan menghantarkan individu untuk
menjadi pribadi atau menemukan jati dirinya. Dalam hal belajar atau pendidikan
merupakan process of becoming a person. Bukan proses pembentukan atau process of
being shaped yaitu proses pengendalian dan manipulasi untuk sesuai dengan orang
lain; atau kalau meminjam istilah Maslow (1966), belajar merupakan proses untuk
mencapai aktualiasi diri (self-actualization).
Seperti telah dikemukakan diatas bahwa dalam diri orang dewasa sebagai siswa yang
sudah tumbuh kematangan konsep dirinya timbul kebutuhan psikologi yang mendalam
yaitu keinginan dipandang dan diperlakukan orang lain sebagai pribadi utuh yang
mengarahkan dirinya sendiri. Namun tidak hanya orang dewasa tetapi juga pemuda
atau remaja juga memiliki kebutuhan semacam itu. Sesuai teori Peaget (1959)
mengenai perkembangan psikologi dari kurang lebih 12 tahun ke atas individu sudah
dapat berfikir dalam bentuk dewasa yaitu dalam istilah dia sudah mencapai
perkembangan pikir formal operation. Dalam tingkatan perkembangan ini individu sudah
dapat memecahkan segala persoalan secara logik, berfikir secara ilmiah, dapat
memecahkan masalah- masalah verbal yang kompleks atau secara singkat sudah
tercapai kematangan struktur kognitifnya. Dalam periode ini individu mulai
mengembangkan pengertian akan diri (self) atau identitas (identity) yang dapat
dikonsepsikan terpisah dari dunia luar di sekitarnya. Berbeda dengan anak-anak, di sini
remaja (adolescence) tidak hanya dapat mengerti keadaan benda-benda di dekatnya
tetapi juga kemungkinan keadaan benda-benda itu di duga. Dalam masalah nilai-nilai
remaja mulai mempertanyakan dan membanding- bandingkan nilai-nilai yang
diharapkan selalu dibandingkan dengan nilai yang aktual.
Dengan begitu jelaslah kiranya bahwa pemuda (tidak hanya orang dewasa) memiliki
kemampuan memikirkan dirinya sendiri, dan menyadari bahwa terdapat keadaan yang
bertentangan antara nilai-nilai yang dianut dan tingkah laku orang lain. Oleh karena itu,
dapat dikatakan sejak pertengahan masa remaja individu mengembangkan apa yang
dikatakan “pengertian diri” (sense of identity).
Asumsi ketiga, bahwa pendidikan itu secara langsung atau tidak langsung, secara
implisit atau eksplisit, pasti memainkan peranan besar dalam mempersiapkan anak dan
orang dewasa untuk memperjuangkan eksistensinya di tengah masayarakat. Karena
itu, sekolah dan pendidikan menjadi sarana ampuh untuk melakukan proses integrasi
maupun disintegrasi sosial di tengah masyarakat (Kartini Kartono, 1992). Sejalan
dengan itu, kita berasumsi bahwa setiap individu menjadi matang, maka kesiapan untuk
belajar kurang ditentukan oleh paksaan akademik dan perkembangan biologisnya,
tetapi lebih ditentukan oleh tuntutan-tuntutan tugas perkembangan untuk melakukan
peranan sosialnya. Dengan perkataan lain, orang dewasa belajar sesuatu karena
membutuhkan tingkatan perkembangan mereka yang harus menghadapi peranannya
apakah sebagai pekerja, orang tua, pimpinan suatu organisasi, dan lain-lain. Kesiapan
belajar mereka bukan semata-mata karena paksaan akademik, tetapi karena kebutuhan
hidup dan untuk melaksanakan tugas peran sosialnya. Hal ini dikarenakan belajar bagi
orang dewasa seolah-olah merupakan kebutuhan untuk menghadapi masalah hidupnya.
e. Strategi POD
Proses belajar manusia berlangsung hingga akhir hayat (long life education). Namun,
ada korelasi negatif antara perubahan usia dengan kemampuan belajar orang dewasa.
Artinya, setiap individu orang dewasa, makin bertambah usianya, akan semakin sukar
baginya belajar (karena semua aspek kemampuan fisiknya semakin menurun). Misalnya
daya ingat, kekuatan fisik, kemampuan menalar, kemampuan berkonsentrasi, dan lain-
lain semuanya memperlihatkan penurunannya sesuai pertambahan usianya pula.
Menurut Lunandi (1987), kemajuan pesat dan perkembangan berarti tidak diperoleh
dengan menantikan pengalaman melintasi hidup saja. Kemajuan yang seimbang
dengan perkembangan zaman harus dicari melalui pendidikan. Menurut Vemer dan
Davidson dalam Lunandi (1987) ada enam faktor yang secara psikologis dapat
menghambat keikutsertaan orang dewasa dalam suatu program pendidikan:
1. Dengan bertambahnya usia, titik dekat penglihatan atau titik terdekat yang dapat
dilihat secara jelas mulai bergerak makin jauh. Pada usia dua puluh tahun
seseorang dapat melihat jelas suatu benda pada jarak 10 cm dari matanya. Sekitar
usia empat puluh tahun titik dekat penglihatan itu sudah menjauh sampai 23 cm.
2. Dengan bertambahnya usia, titik jauh penglihatan atau titik terjauh yang dapat
dilihat secara jelas mulai berkurang, yakni makin pendek. Kedua faktor ini perlu
diperhatikan dalam pengadaan dan penggunaan bahan dan alat pendidikan.
3. Makin bertambah usia, makin besar pula jumlah penerangan yang diperlukan
dalam suatu situasi belajar. Kalau seseorang pada usia 20 tahun memerlukan 100
Watt cahaya maka pada usia 40 tahun diperlukan 145 Watt, dan pada usia 70
tahun seterang 300 Watt baru cukup untuk dapat melihat dengan jelas.
4. Makin bertambah usia, persepsi kontras warna cenderung ke arah merah dari
pada spektrum. Hal ini disebabkan oleh menguningnya kornea atau lensa mata,
sehingga cahaya yang masuk agak terasing. Akibatnya ialah kurang dapat
dibedakannya warna-warna lembut. Untuk jelasnya perlu digunakan warna-warna
cerah yang kontras untuk alat-alat peraga.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan orang dewasa dalam situasi belajar
mempunyai sikap tertentu, maka perlu diperhatikan hal-hal tersebut di bawah ini:
a. Terciptanya proses belajar adalah suatu proses pengalaman yang ingin
diwujudkan oleh setiap individu orang dewasa. Proses pembelajaran orang
dewasa berkewajiban memotivasi/mendorong untuk mencari pengetahuan
yang lebih tinggi.
b. Setiap individu orang dewasa dapat belajar secara efektif bila setiap individu
mampu menemukan makna pribadi bagi dirinya dan memandang makna
yang baik itu berhubungan dengan keperluan pribadinya.
c. Kadangkala proses pembelajaran orang dewasa kurang kondusif, hal ini
dikarenakan belajar hanya diorientasikan terhadap perubahan tingkah laku,
sedang perubahan perilaku saja tidak cukup, kalau perubahan itu tidak
mampu menghargai budaya bangsa yang luhur yang harus dipelihara, di
samping metode berpikir tradisional yang sukar diubah.
d. Proses pembelajaran orang dewasa merupakan hal yang unik dan khusus
serta bersifat individual. Setiap individu orang dewasa memiliki kiat dan
strategi sendiri untuk mempelajari dan menemukan pemecahan masalah
yang dihadapi dalam pembelajaran tersebut. Dengan adanya peluang untuk
mengamati kiat dan strategi individu lain dalam belajar, diharapkan hal itu
dapat memperbaiki dan menyempurnakan caranya sendiri dalam belajar,
sebagai upaya koreksi yang lebih efeklif.
e. Faktor pengalaman masa lampau sangat berpengaruh pada setiap tindakan
yang akan dilakukan, sehingga pengalaman yang baik perlu digali dan
ditumbuhkembangkan ke arah yang lebih bermanfaat.
f. Pengembangan intelektualitas seseorang melalui suatu proses pengalaman
secara bertahap dapat diperluas. Pemaksimalan hasil belajaran dapat dicapai
apabila setiap individu dapat memperluas jangkauan pola berpikirnya
Di satu sisi, belajar dapat diartikan sebagai suatu proses evolusi. Artinya penerimaan
ilmu tidak dapat dipaksakan sekaligus begitu saja, tetapi dapat dilakukan secara
bertahap melalui suatu urutan proses tertentu. Dalam kegiatan pendidikan, umumnya
pendidik menentukan secara jauh mengenai materi pengetahuan dan keterampilan yang
akan dipresentasikan. Mereka mengatur isi (materi) ke dalam unit-unit, kemudian
memilih alat yang paling efisien untuk menyampaikan unit-unit dari materi tersebut,
misalnya ceramah, membaca, pekerjaan laboratorium, pemutaran film, mendengarkan
kaset dan lain-lain. Selanjutnya mengembangkan suatu rencana untuk menyampaikan
unit-unit isi ini dalam suatu bentuk urutan.
Dalam andragogi, pendidik atau fasilitator mempersiapkan secara jauh satu perangkat
prosedur untuk melibatkan siswa, untuk selanjutnya dalam prosesnya melibatkan
elemen- elemen sebagai berikut :
1. Rancangan proses untuk mendorong orang dewasa mampu menata dan mengisi
pengalaman baru dengan memmedomani masa lampau yang pernah dialami,
misalnya dengan latihan keterampilan, melalui tanya jawab, wawancara,
konsultasi, latihan kepekaan, dan lain-lain, sehingga mampu memberi wawasan
baru pada masing-masing individu untuk dapat memanfaatkan apa yang sudah
diketahuinya.
3. Sejalan dengan itu, orang dewasa belajar lebih efektif apabila ia dapat
mendengarkan dan berbicara. Lebih baik lagi kalau di samping itu ia dapat melihat
b. Manfaat SAP
Manfaat penyusunan SAP dalam kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan
oleh setiap fasilitator antara lain :
a) Menjadi instrumen pengendalian dan pembinaan terhadap fasilitator dalam
melaksanakan kegiatan pembelajaran.
b) Fasilitator dan peserta dapat mengetahui proses pembelajaran yang akan
berlangsung dan metode-metode untuk mencapai tujuan materi tersebut.
c. Tujuan SAP
Sebagai pedoman dan arah bagi fasilitator dalam melaksanakan proses kegiatan
pembelajaran.
d. Sistematika SAP
Komponen –komponen suatu SAP adalah sebagai berikut :
a) Mata diklat (materi) : diisi dengan pokok / sub pokok bahasan
b) Tujuan materi : di ambil dari tujuan pembelajaran umum (TPU)
dan tujuan pembelajaran khusus (TPK).
c) Sasaran latihnya : sebutkan kriteria / siapa pesertanya.
d) Waktu : dalam menit atau jam pelajaran (JP).
e) Tempat : Kelas / Lab. / tempat lain (mis : bangsal RS).
f) Metode yg digunakan : cara pembelajaran yang akan digunakan.
g) Alat bantu : alat / instrumen yang akan digunakan.
h) Slide / transparant : bahan yang akan dipaparkan/ ditayangkan.
i) Lembar tugas : petunjuk penugasan.
j) Kegiatan pembelajaran : pembukan, pelaksanaan (inti)/penyajian, penutup.
k) Daftar Rujukan : buku yang digunakan sebagai referensi/
kepustakaan
l) Evaluasi : nilai evaluasi.
Rumusan TPU yang baik harus memenuhi kriteria antara lain sebagai berikut :
1. Merupakan kompetensi umum dari suatu kemampuan tertentu (TPU merupakan
gabungan dari beberapa kompetensi khusus).
2. Terdiri dari kata kerja operasional (= hasilnya dapat diukur dan diamati) yang diikuti
kata benda (objek = keterangan dari perilaku yang akan dicapai), sehingga
rumusan TPU menjadi rasional.
Contoh TPK :
Peserta latih (Audience) dapat melakukan pengobatan (Behaviour) pasien HIV AIDS
(Condition) sesuai dengan standar pengobatan yang ada (Degree).
Metode pembelajaran
Metode pembelajaran yang digunakan dalam suatu pelatihan sangat tergantung dari
tujuan kompetensi yang ingin dicapai. Walaupun hampir sama tujuannya, tetapi dengan
audience yang berbeda mungkin metode yang dipilih tidak persis sama.
Dalam setiap kegiatan pelatihan mungkin akan bervariasi metodenya, selain materi dan
peserta juga sangat tergantung pada waktu, alat yang tersedia, lokasi pembelajaran,
fasilitator dan sebagainya.
1. Alat bantu pembelajaran umum : seperti papan tulis (white board) beserta
kelengkapannya.
2. Alat bantu pembelajaran khusus : seperti alat peraga tertentu atau disebut teaching
/ training aids (Sebaiknya ditulis secara spesifik seperti contohnya : dildo, model
jantung, phantom., instrumen kesehatan seperti tensimeter, alat KB kondom dll)
merupakan alat yang mendukung peningkatan pemahaman, kemampuan dan
memperlancar kegiatan pembelajaran.
3. Pemilihan alat bantu pembelajaran, didasarkan atau sesuai tujuan dari metode
pembelajaran yang akan dilaksanakan.
4. Alat bantu pembelajaran yang akan digunakan dalam proses pembelajaran
HARUS ditulis secara jelas dan rinci, agar tidak menimbulkan kesulitan pada saat
kegiatan berlangsung.
f. Kegiatan Pembelajaran
Penyusunan kegiatan pembelajaran harus berfokus kepada peserta yang diposisikan
sebagai subyek, diikuti dengan bentuk kegiatan yang harus dilakukannya (behaviour).
Setiap langkah kegiatan pembelajaran harus ditulis secara berurutan (sequencing) mulai
dari awal s/d akhir, juga disesuaikan dengan pokok dan sub pokok bahasan yang tertera
dalam GBPP.
Untuk itu seluruh sumber daya di kelas yang terlibat dalam proses pembelajaran
diupayakan agar senantiasa menimbulkan perasaan nyaman dan menyenangkan
pembelajar. Keberadaan pembelajar yang hadir dan diterima seutuhnya dalam proses
pembelajaran akan melibatkan seluruh unsur individu yang terdiri dari intelektualitas,
kondisi fisik, maupun mentalnya yang sangat mudah terpengaruh oleh hal-hal yang
berbeda disekitarnya.
Keterampilan mengelola kelas merupakan seni yang harus dikuasai oleh fasilitator
karena hal ini merupakan bagiab dari tugasnya dalam menciptakan iklimpembelajaran
yang kondusif. Untuk itu diperlukan kreatifitas dalam menciptakan proses pembelajaran
yang nyaman, aman dan juga menyenangkan
Kegagalan mengelola kelas dengan baik biasanya akan memunculkan indikator yang
segera tampak yakni ritme proses pembelajaran melemah karena keterlibatan
pembelajar berada pada titik yang terendah. Masalah ini dapat terjadi karena berbagai
sebab antara lain oleh : Manusia (pembelajar, pelatih/fasilitator atau panitia), sarana
(misalnya : media pembelajaran dan fasilitas fisik lainnya) dan organisasi (misalnya :
perubahan jadwal, pergantian fasilitator dsbnya).
b. Perkembangan kelompok
Pengelompokan orang dapat terjadi karena disengaja ataupun karena tanpa disengaja.
Pengelompokan orang yang disengaja biasanya menggunakan kriteria tertentu yang
sudah dirancang sebelumnya, tetapi pengelompokan yang tidak disengaja biasanya
berkaitan dengan adanya kesamaan tujuan tertentu yang dirasakan oleh anggotanya.
Dalam kegiatan diklat sering terjadi keduanya, kelompok formal biasanya dilakukan
pengelompokannya oleh fasilitator dengan menggunakan kriteria / variabel tertentu
sesuai dengan kebutuhan pembelajaran, sedangkan kelompok non formal biasanya
terjadi karena adanya kesamaan tertentu misalnya : merasa satu suku, merasa pernah
bersama-sama dalam satu diklat terdahulu,merasa ada kesamaan hobi dan kesamaan
lainnya.
Semua jenis kelompok hampir dipastikan mengalami tahapan ini dkarenakan adanya
sifat manusia yang ingin selalu berkembang melalui berbagai kesempatan. Dalam kaitan
ini tugas fasilitator adalah memfasilitasi terbentuknya kelompok menjadi tim efektif yang
berguna untuk turut berperan menciptakan iklim pembelajaran yang kondusif.
Kelompok yang dinamis selalu terjadi siklus perkembangan dalam empat tahapan
sebagai berikut :
1) Tahap Forming
Pada tahap ini setiap anggota kelompok berhubungan secara formal, masing-
masing masih saling mengobservasi dan melempar ide / pendapat ke forum
kelompok. Ide
/ pendapat terus bermunculan. Fasilitator / pelatih pada tahap ini berperan dalam
memberikan rangsangan agar pada tahapini seluruh anggota kelompok berperan
serta dan memunculkan ide /pendapat yang bervariasi.
2) Tahap Storming
Pada tahap ini mulai terjadi debat yang makin lama suasananya makin ”memanas”
karena ide / pendapat yang dilemparkan mendapat tanggapan yang saling
mempertahankan ide / pendapatnya masing-masing. Fasilitator / pelatih pada saat
tahapan ini memberikan rangsangan pada individu yang kurang terlibat
menanggapi atau mempertahankannya, dan hendaknya para fasilitator / pelatih
secara samar (tidak terbuka) berusaha mempertahankan keutuhan kelompok.
3) Tahap Norming
Tahap selanjutnya suasana tegang sudah mulai reda karena kelompok sudah
setuju dengan klarifikasi yang dibuat dan adanya kesamaan persepsi. Masing-
masing anggota kelompok mulai menyadari dan muncul rasa mau menerima ide
/pendapat orang lain demi kepentingan kelompok./ Tahapan inilah sebenarnya
telah terbentuk “norma” baru yang telah disepakati oleh kelompok. Fasilitator /
pelatih pada tahapan ini harus mampu membulatkan ide/ pendapat yang telah
disepakati kelompok menjadi ide / pendapat kelompok.
4) Tahap Performing
Pada tahapan ini kelompok telah menjadi “kompak”, diliputi suasana kerja sama
yang harmonis sesuai dengan norma baru yang telah disepakati bersama untuk
menyelesaikan tugas sebaik-baiknya.
Untuk dapat memenuhi desain pembelajaran seperti tersebut diatas maka seorang
pelatih / fasilitator harus mampu menciptakan kondisi-kondisi tertentu dan situasi belajar
yang berpusat pada pembelajar.
Fasilitator harus dapat mengendalikan diri agar tidak terjebak pada situasi
belajar searah dalam arti pembelajar menjadi objek fasilitator / pelatih yang
sedang berorasi, dengan cara mengambil posisi pasif.
d. Jurnal pembelajaran
Jurnal pembelajaran merupakan sebuah refleksi berupa proses pembelajaran, dan
pengalaman belajar yang muncul setelah sehari berproses. Isi jurnal dapat berupa hal-
hal sebagai berikut :
1) Apa saja materi yang telah dipelajari sepanjang hari.
2) Bagaimana proses pembelajaran yang telah terjadi.
3) Bagaimana perasaan yang muncul setelah mendapat pengalaman
pembelajaran pada kurun waktu sehari.
4) Apa manfaat yang telah dirasakan oleh pembelajar terhadap pembahasan
materi, proses pembelajaran dan pengalaman belajar yang telah dialami.
Pembuatan jurnal pembelajaran merupakan salah satu unsur penunjang dalam
penciptaan iklim pembelajaran yang kondusif, karena melalui jurnal pembelajaran,
pembelajar secara individual dapat mengekspresikan / merefleksikan perasaan dan
tanggapannya terhadap materi, proses dan pengalaman belajar yang telah didapat hari
demi hari.
Demikian juga bagi fasilitator jurnal pembelajaran berguna sebagai cermin umpan balik
tentang respon pembelajar baik secara individual mauun rata-rata kelas terhadap
materi, proses dan pengalaman belajar yang telah dialami.
Manfaat jurnal pembelajaran bagi pembelajar yaitu :
1) Pembelajar tanpa sadar telah melakukan review tentang substansi materi yang
ia tangkap pada proses pembelajaran setiap harinya.
Jadi presentasi interaktif mempunyai makna suatu penyajian timbal balik / bergantian
antara pelatih / fasilitator (penyaji) dengan pembelajar yang saling merespon
pembelajaran dalam suatu topik bahasan. Dalam kaitan ini pembelajar dapat merespon
ditengah-tengah paparan penyaji dan penyaji dapat mengembangkan respon
pembelajar sepanjang masih dalam koridor pokok bahasan dan hal ini dapat dilakukan
berulang-ulang sampai tuntas.
tanyakan
~ KATA-KATA BIJAK ~
Pembelajar akan
belajar dari apa
yang kita
sampaikan
Sementara kita
perlu belajar dari
apa yang mereka
Dengan kata lain penyajian
(stimulus) yang dilakukan oleh
pelatih / fasilitator telah
memperoleh respon dari
pembelajar dan respon
pembelajar ini (sebagai stimulus)
mengundang respon
pelatih/fasilitator. Dengan demikian
dalampresentasi interaktif
yang
terjadi
sebenarnya adalah interaksi
stimulus-rspon yang terjadi
diantara pelatih/fasilitator dan
pembelajar dengan saling
menyajikan dan
saling membelajarkan.
Yang perlu diperhatikan oleh fasilitator / peatih dalam menggunakan pendekatan
presentasi interaktif adalah :
1) Waktu
2) Jangan keluar dari pokok bahasan
3) Tidakmendominasi
4) Menangkap dan membulatkan masukan/tanggapan.
Agar kegiatan tanya jawab menjadi momentum produktif maka pelatih/fasilitator perlu
mempunyai kemampuan dalam hal-hal sebagai berikut ;
Dari setiap metode pembelajaran, memiliki satu „ranah pembelajaran‟ yang paling
menonjol meskipun juga mengandung ranah pembelajaran lainnya. Ranah pembelajaran
tersebut ada 3 (tga), yaitu: Ranah kognitif atau ranah perubahan pengetahuan(P);
Ranah afektif atau ranah perubahan sikap-perilaku (S);dan Ranah psikomotorik atau
ranah perubahan / peningkatan keterampilan (K).
Ranah Pembelajaran
Metode Pembelajaran
Diklat Pengetahuan (P) Sikap-nilai (S), Keterampilan(K),
kognitif afektif psikomotorik
1. Diskusi kelas
2. Curah pendapat
3. Diskusi kelompok
4. Ceramah
5. Penugasan
7. Drama / sandiwara
8. Simulasi
9. Studi kasus
14. Demonstrasi
• CURAH PENDAPAT
Metode curah pendapat adalah suatu bentuk diskusi dalam rangka menghimpun
gagasan, pendapat, informasi, pengetahuan, pengalaman, dari semua peserta. Berbeda
dengan diskusi, gagasan dari seseorang dapat ditanggapi (didukung, dilengkapi,
dikurangi, atau tidak disepakati) oleh peserta lain, pada penggunaan metode curah
pendapat, ide/ gagasan orang lain tidak untuk ditanggapi. Tujuan curah pendapat
adalah untuk membuat kompilasi (kumpulan) pendapat, informasi, pengalaman semua
peserta yang sama atau berbeda. Hasilnya kemudian dijadikan peta informasi, peta
pengalaman, atau peta gagasan (mindmap) untuk menjadi pembelajaran bersama.
• SIMULASI
Simulasi digunakan dalam pembelajaran yang bertujuan untuk mengembangkan
keterampilan mental/ fisik/ teknis peserta diklat. Metode ini memindahkan suatu
situasi yang nyata ke dalam kegiatan atau ruang belajar karena adanya kesulitan untuk
melakukan praktik didalam situasi yang sesungguhnya. Misalnya: sebelum melakukan
praktik penerbangan, seorang siswa sekolah penerbangan melakukan simulasi
penerbangan terlebih dahulu (belum benar-benar terbang). Situasi yang dihadapi dalam
simulasi ini harus dibuat seperti benar-benar merupakan keadaan yang sebenarnya
(replikasi kenyataan). Contoh lainnya, dalam sebuah pelatihan fasilitasi, seorang
peserta melakukan simulasi suatu metode belajar seakan-akan tengah melakukannya
bersama kelompok dampingannya. Pendamping lainnya berperan sebagai kelompok
dampingan yang benar-benar akan ditemui dalam keseharian peserta (ibu tani, bapak
tani, pengurus
kelompok, dsb.). Dalamc ontoh yang kedua, metode ini memang mirip dengan bermain
peran. Tetapi dalam simulasi, peserta lebih banyak berperan sebagai dirinya sendiri
saatmelakukan suatu kegiatan / tugas yang benar-benar akan dilakukannya.
• SANDIWARA
Metode sandiwara seperti memindahkan „sepenggal cerita‟ yang menyerupai kisah
nyata atau situasi sehari-hari ke dalam pertunjukkan. Penggunaan metode ini ditujukan
untuk mengembang kan diskusi dan analisis peristiwa (kasus). Tujuannya adalah
sebagai media untuk memperlihatkan berbagai permasalahan pada suatu tema (topik)
sebagai bahan refleksi dan analisis solusi penyelesaian masalah. Dengan begitu, ranah
penyadaran dan peningkatan kemampuan analisis dikombinasikan secara seimbang.
• DEMONSTRASI
Demonstrasi adalah metode yang digunakan untuk membelajarkan peserta dengan
cara menceritakan sekaligus memperagakan suatu langkah-langkah pengerjaan
sesuatu. Demonstrasi merupakan praktik yang diperagakan kepada peserta. Karena
itu, demonstrasi dapat dibagi menjadi dua tujuan: demonstrasi proses untuk memahami
langkah demi langkah; dan demonstrasi hasil untuk memperlihatkan atau
memperagakan hasil dari sebuah proses. Biasanya, setelah demonstrasi dilanjutkan
dengan praktik oleh peserta sendiri. Sebagai hasil,peserta akan memperoleh
pengalaman belajar langsung setelah melihat, melakukan, dan merasakan sendiri.
Tujuan dari demonstrasi yang dikombinasikan dengan praktik adalah membuat
perubahan pada ranah keterampilan.
• PRAKTIK LAPANGAN
Metode praktik lapangan bertujuan untuk melatih dan meningkatkan kemampuan
peserta dalam mengaplikasikan pengetahuan dan keterampilan yang diperolehnya.
Kegiatan ini dilakukan di „lapangan‟, yang dapat berarti di tempat kerja, maupun di
masyarakat.
Keunggulan dari metode ini adalah pengalaman nyata yang diperoleh bisa langsung
dirasakan oleh peserta, sehingga dapat memicu kemampuan peserta dalam
mengembangkan kemampuan nya. Sifat metode praktik adalah pengembangan
keterampilan.
• PERMAINAN (GAMES)
Permainan (games), populer dengan berbagai sebutan antara lain pemanasan (ice-
breaker) atau penyegaran (energizer). Arti harfiah ice-breaker adalah„pemecah es‟.
Jadi, arti pemanasan dalam proses belajar adalah pemecah situasi kebekuan pikiran
atau fisik peserta. Permainan juga dimaksudkan untuk membangun suasana belajar
yang dinamis, penuh semangat, dan antusiasme. Karakteristik permainan adalah
menciptakan suasana belajar yang menyenangkan (fun) serta serius tapi santai.
Permainan digunakan untuk penciptaan suasana belajar dari pasif ke aktif, dari kaku
2) Diskusi Kelas
Kelebihan :
a. Anggota kelompok berpartisipasi aktif
b. Mengembangkan tanggung jawab peserta
c. Mengukur konsep & ide dari peserta
d. Mengembangkan percaya diri
e. Mendorong cara berpikir yang terbuka
f. Memperoleh banyak informasi
Kekurangan :
a. Memerlukan waktu yang relatif lama
b. Keterealisasian kurang (lebih banyak bertukar pendapat)
c. Memerlukan persiapan matang (bahan)
d. Tidak cocok jika ada yang terlalu dominan dan ada yang terlalu minor
3) Curah Pendapat
Kelebihan :
a. Merangsang partisipasi aktif
b. Menghasilkan reaksi rantai pendapat
c. Tidak menyita waktu
d. Dapat dipakai dalam kelompok besar maupun kecil
e. Memerlukan pengalaman yang cukup
f. Tidak perlu figur pimpinan yang terlalu dominan
Kekurangan :
a. Mudah terpancing emosi
b. Kesulitan dalam menyatukan pendapat
5) Simulasi
Kelebihan :
a. Menyenangkan peserta didik
b. Eksperimen dilakukan tanpa memerlukan lingkungan sebenarnya
c. Mengurangi hal-hal yang abstrak
d. Tidak memerlukan pengarahan yang rumit
e. Menimbulkan interaksi aktif antar peserta
f. Menumbuhkan cara berpikir kritis
g. Memperbanyak kesiapan dan penguasaan keterampilan
h. Mampu menambah kepercayaan diri
Kekurangan :
a. Peserta harus siap mental
b. Lebih mementingkan proses pengertian dan kurang
memperhatikan pembentukan sikap
c. Tidak memberikan kesempatan berpikir kreatif
d. Peran fasilitator dalam membangun suasana sangat penting.
7) Demonstrasi
Kelebihan :
a. Lebih menimbulkan minat
b. Menjelaskan sesuatu yang sifatnya masih abstrak
c. Penyampaian materi lebih jelas dan terarah
Kekurangan :
a. Membutuhkan persiapan yang matang
b. Memerlukan biaya yang relatif mahal
c. Hanya cocok diterapkan untuk kelompok kecil
d. Perlu persiapan yang panjang.
8) Praktik Lapangan
Kelebihan :
a. Menyenangkan peserta didik
b. Mengurangi hal-hal yang abstrak
c. Tidak memerlukan pengarahan yang rumit
d. Menimbulkan interaksi aktif antar peserta
e. Menumbuhkan cara berpikir kritis
f. Memperbanyak kesiapan dan penguasaan keterampilan
g. Mampu menambah kepercayaan diri
Kekurangan :
a. Peserta harus siap mental
b. Lebih mementingkan proses pengertian dan kurang
memperhatikan pembentukan sikap
c. Tidak memberikan kesempatan berpikir kreatif
d. Peran fasilitator dalam membangun suasana sangat penting
9) Permainan (games)
Kelebihan :
a. Menarik dalam penyajiannya
b. Mendorong keterlibatan yang mendalam
c. Membangkitkan pengertian, prasangka, dan persepsi
d. Memusatkan perhatian pada aspek tertentu yang dikehendaki
Kekurangan :
a. Menyita banyak waktu
b. Materi kurang dapat disampaikan dengan lugas
c. Keengganan untuk memerankan sesuatu
d. Kurang realistis
e. Dianggap dialog biasa
f. Cenderung memperhatikan peran orang lain, sehingga kurang
menghayati peran sendiri.
Beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam memilih metode pembelajaran adalah
sebagai berikut :
1) Pengajar / fasilitator : (pengetahuan, pengalaman, ketrampilan, kepribadian,
tanggung jawab dan responsif)
2) Peserta pelatihan : (tingkat intelektual, latar belakang pendidikan, umur,
pengalaman kerja, lingkungan sosial dan budaya)
3) Tujuan pembelajaran : (pengetahuan, sikap dan ketrampilan)
4) Bidang pelatihan
Dari ketiga pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa media pembelajaran adalah
segala sesuatu yang dapat menyalurkan pesan, dapat merangsang pikiran, perasaan,
dan kemauan peserta diklat sehingga dapat mendorong terciptanya proses belajar pada
diri peserta diklat.
Dari uraian tersebut maka jenis dari media pembelajaran bisa dikelompokkan menjadi:
a) Media Visual: grafik, diagram, chart, bagan, poster, kartun, komik
b) Media Audio: radio, tape recorder, laboratorium bahasa, dan sejenisnya
c) Projected still media: slide; over head projector (OHP), LCD projector, dan
sejenisnya
d) Projected motion media: film, televisi, video (VCD, DVD, VTR), komputer dan
sejenisnya.
Sejalan dengan perkembangan IPTEK penggunaan media, baik yang bersifat visual,
audio, projected still media maupun projected motion media bisa dilakukan secara
bersama dan serempak melalui satu alat saja yang disebut Multi Media. Contoh:
dewasa ini penggunaan komputer tidak hanya bersifat projected motion media, namun
dapat meramu semua jenis media yang bersifat interaktif.
Software adalah isi pesan yang disimpan dalam material, sedangkan hardware adalah
peralatan yang digunakan untuk menyampaikan pesan yang telah dituangkan ke dalam
material untuk dikirim kepada audience.
Contoh : OHP, proyektor film, video tape recorder, proyektor slide, proyektor filmstrip.
Setelah kita mengetahui begitu banyaknya media pembelajaran diklat memang agak
sulit menentukan kelemahan masing masing media dan keuntungannya tetapi
setidaknya sedikit banyak kita dapat mengetahui hubungan antar media pembelajaran
tersebut. Allen mengemukakan tentang hubungan antara media dengan tujuan
pembelajaran, sebagaimana terlihat dalam tabel berikut :
1 Gambar Diam S T S S R R
2 Gambar Hidup S T T T S S
3 Televisi S S T S R S
5 Rekaman Audio S R R S R S
6 Programmed Instruction S S S T R S
7 Demonstrasi R S R T S S
Keterangan :
R = Rendah 3 = Belajar prinsip, konsep dan aturan
S = Sedang 4 = Prosedur belajar
T = Tinggi 5 = Penyampaian keterampilan persepsi motorik
1 = Belajar Informasi faktual 6 = Mengembangkan sikap, opini dan motivasi
2 = Belajar pengenalan visual
Ada beberapa kriteria untuk menilai keefektifan sebuah media. Hubbard mengusulkan
sembilan kriteria untuk menilainya (Hubbard, 1983). Kriteria pertamanya adalah biaya.
Biaya memang harus dinilai dengan hasil yang akan dicapai dengan penggunaan media
itu. Kriteria lainnya adalah ketersediaan fasilitas pendukung seperti listrik, kecocokan
dengan ukuran kelas, keringkasan, kemampuan untuk dirubah, waktu dan tenaga
penyiapan, pengaruh yang ditimbulkan, kerumitan dan yang terakhir adalah kegunaan.
Semakin banyak tujuan pembelajaran yang bisa dibantu dengan sebuah media semakin
baiklah media itu. Kriteria di atas lebih diperuntukkan bagi media konvensional.Thorn
mengajukan enam kriteria untuk menilai multimedia interaktif (Thorn, 1995).
Kriteria penilaian yang pertama adalah kemudahan navigasi. Sebuah program harus
dirancang sesederhana mungkin sehingga peserta didik bahasa tidak perlu belajar
komputer lebih dahulu. Kriteria yang kedua adalah kandungan kognisi, kriteria yang
lainnya adalah pengetahuan dan presentasi informasi. Kedua kriteria ini adalah untuk
menilai isi dari program itu sendiri, apakah program telah memenuhi kebutuhan
pembelajaran peserta didik atau belum. Kriteria keempat adalah integrasi media di
mana media harus mengintegrasikan aspek dan keterampilan bahasa yang harus
dipelajari. Untuk menarik minat peserta didik program harus mempunyai tampilan yang
artistik maka estetika juga merupakan sebuah kriteria. Kriteria penilaian yang terakhir
adalah fungsi secara keseluruhan. Program yang dikembangkan harus memberikan
pembelajaran yang diinginkan oleh peserta didik. Sehingga pada waktu seorang selesai
menjalankan sebuah program dia akan merasa telah belajar sesuatu.
Kriteria yang paling utama dalam pemilihan media bahwa media harus disesuaikan
dengan tujuan pembelajaran atau kompetensi yang ingin dicapai. Contoh: bila tujuan
atau kompetensi peserta didik bersifat menghafalkan kata-kata tentunya media audio
yang tepat untuk digunakan. Jika tujuan atau kompetensi yang dicapai bersifat
memahami isi bacaan maka media cetak yang lebih tepat digunakan. Kalau tujuan
pembelajaran bersifat motorik (gerak dan aktivitas), maka media film dan video bisa
1. Sebagai alat untuk merangsang indera yang dikehendaki oleh fasilitator sesuai
dengan tingkatan domain yang ingin dicapai dalam tujuan pembelajaran.
2. Mengurangi efek distorsi persepsi, pemahaman, dan komunikasi yang sedang
ditangkap oleh peserta latih.
3. Menghasilkan daya lekat yang relatif lebih lama pada memori peserta latih.
4. Meningkatkan minat / gairah pembelajar dalam mengikuti proses pembelajaran
terutama sesi dengan durasi yang lama.
Ketepatan dalam pemilihan dan penggunaan alat bantú pembelajaran ini akan
menghasilkan proses pembelajaran yang efektif dan efisien karena disamping dapat
merangsangindera penglihatan juga indera yang lainpun ikut dirangsangnya pula dan
hal ini akan berefek secara kumulatif.
a) Wilbur Schramm,
Menurut Schramm, media digolongkan menjadi media rumit, mahal, dan media
sederhana. Schramm juga mengelompokkan media menurut kemampuan daya liputan,
yaitu:
• liputan luas dan serentak seperti TV, radio, dan fax
• iputan terbatas pada ruangan, seperti film, video, slide, poster, audio tape
• media untuk belajar individual, seperti buku, modul, program belajar dengan
komputer dam telepon.
b) Gagne,
Menurut Gagne, media diklasifikasi menjadi tujuh kelompok, yaitu :
1. benda untuk didemonstrasikan,
2. komunikasi lisan,
3. media cetak,
4. gambar diam,
5. gambar bergerak,
6. film bersuara, dan
7. mesin belajar.
Ketujuh kelompok media pembelajaran tersebut dikaitkan dengan kemampuannya
memenuhi fungsi menurut hierarki belajar yang dikembangkan, yaitu pelontar stimulus
belajar, penarik minat belajar, contoh perilaku belajar, memberi kondisi eksternal,
menuntun cara berpikir, memasukkan alih ilmu, menilai prestasi, dan pemberi umpan
balik.
c) Allen,
Menurut Allen, terdapat sembilan kelompok media, yaitu :
1) visual diam, 6) pelajaran terprogram,
2) film, 7) demonstrasi,
3) televisi, 8) buku teks cetak, dan
4) obyek tiga dimensi, 9) sajian lisan.
5) rekaman,
Di samping mengklasifikasikan, Allen juga mengaitkan antara jenis media pembelajaran
dan tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Allen melihat bahwa, media tertentu
memiliki kelebihan untuk tujuan belajar tertentu tetapi lemah untuk tujuan belajar yang
lain.
Allen mengungkapkan enam tujuan belajar, antara lain :
1. info faktual,
2. pengenalan visual,
3. prinsip dan konsep,
4. prosedur,
5. keterampilan, dan
6. sikap.
Setiap jenis media tersebut memiliki perbedaan kemampuan untuk mencapai tujuan
belajar; ada tinggi, sedang, dan rendah.
d) Gerlach dan Ely
Menurut Gerlach dan Ely, media dikelompokkan berdasarkan ciri-ciri fisiknya atas
delapan
kelompok, yaitu :
1) benda sebenarnya,
2) presentasi verbal,
b) Media pembelajaran dapat melampaui batasan ruang kelas. Banyak hal yang tidak
mungkin dialami secara langsung di dalam kelas oleh para peserta didik tentang suatu
obyek, yang disebabkan, karena :
3) Sumative test : dilakukan pada akhir sebuah diklat, dengan perakitan soal
memenuhi seluruh TPU / TPK pada meteri dasar 15 , materi inti 70% dan materi
penunjang 15% yang disusun dengan tingkat kesulitan bervariasi dari yang mudah
20%, sedang 50% dan sulit 30%. Penentuan batas kelulusan menggunakan PAP /
CRT (Criterion Referenced Test) menetapkan batas kelulusan. Butir-butir soal
harus mempunyai daya saring / daya pembeda dan jika lulus melewati saringan
ujian ini berarti yang bersangkutan memang memenuhi kualifikasi seperti yang
diharapkan oleh tujuan pelatihan dan berhak mendapatkan STTPL.
e. Bentuk, kaidah dan instrument serta pengukuran evaluasi hasil
pembelajaran
• Prosedur penyusunan instrumen penilaian pembelajaran :
Syarat Penilaian :
1) Validitas (menilai apa yang seharusnya dinilai)
2) Reliabilitas (kapanpun, dimanapun dan oleh siapapun penilaian itu digunakan
kan mendapatkan hasil yang relatif sama)
3) Pengukuran evaluasi hasil pembelajaran
VIII. RANGKUMAN
Pengajaran mikro (microteaching) bertujuan membekali fasilitator beberapa keterampilan dasar
mengajar dan pembelajaran. Salah satu aspek penting dalam pendidikan saat ini yang perlu
mendapat perhatian adalah mengenai konsep pendidikan untuk orang dewasa.Oleh sebab itu,
kegiatan pendidikan memerlukan pendekatan tersendiri. Dengan menggunakan teori andragogi
kegiatan atau usaha pembelajaran orang dewasa dalam kerangka pembangunan atau real-isasi
pencapaian cita-cita pendidikan seumur hidup dapat diperoleh dengan dukungan konsep teoritik
atau penggunaan teknologi yang dapat dipertanggung jawabkan.
Disamping itu juga perlu diperhatikan penciptaan iklim pembelajaran yang kondusif dalam
menghantar setiap sesi pembeljaran sehingga fasilitator dan peserta dapat berinteraksi dengan
baik dan tujuan pembelajaran dapat tercapai, yang disertai dengan penggunaan teknik
presentasi yang interaktf dalam proses pembelajaran mulai dari membuka, menghantarkan dan
menutup sesi pembelajaran.
Adapun pembuatan SAP merupakan pedoman / panduan yang memberi arah kepada fasilitator
dalam menyajikan materi pembelajaran kepada para peserta, dalam kurun waktu tertentu dengan
menggunakan metode dan alat bantu yang sesuai guna mencapai tujuan pembelajaran yang
telah ditentukan.
Media dan alat bantu pembelajaran juga merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari proses
pembelajaran guna mencapai tujuan pembelajaran yang diinginkan, dan semua itu dapat
dipraktikan pada saat melakukan teknik melatih sehingga terlihat keterkaitan satu dengan yang
lainnya, termasuk juga didalamnya membuat evaluasi proses pembelajaran terhadap peserta.
IX. REFERENSI
1. Abbat, F.R, Teaching for better learning, A guide for teachers of primary helath care staff,
2nd edition, WHO, Geneva, 1992
2. Buku Sisipan STBM: Kurikulum dan Modul Pelatihan Fasilitator Pemberdayaan Masyarakat
di Bidang Kesehatan, 2013
4. Modul pelatihan Training of trainer’s (TOT), Pusdiklat aparatur Badan PPSDM Kesehatan,
Kementerian Kesehatan RI, 2011
X. LAMPIRAN
a. Lembar penilaian praktik mengajar di kelas (Micro Teaching) Pelatihan untuk Pelatih
Wirausaha STBM
1. Obyek penilaian adalah aktifitas /kegiatan praktik melatih di kelas, untuk itu amatilah secara
seksama seluruh komponen kegiatan berjumlah....butir seperti yang tercantum pada halaman
2 (dua). Sedangkan untuk memberikan nilai pada setiap butir obyek penilaian dapat
digunakan panduan pada halaman 4, 5 dan 6.
2. Berilah nilai pada kolom hasil pengamatan dengan ketentuan:
[ √ ] Jika komponen kegiatan yang dilakukan/ dimunculkan sesuai dengan kaidah yang
tercantum pada panduan dan dilakukan secara baik dan benar (efektif dan efisien),
maka dapat diberikan nilai 8, 9 atau 10
[ x ] Jika komponen kegiatan yang dilakukan / dimunculkan sesuai dengan kaidah yang
tercantum pada panduan tetapi dilakukan dengan kurang baik atau kurang benar
(kurang efektif/efisien), atau kegiatan yang dilakukan/ dimunculkan kurang sesuai
dengan kaidah yang tercantum pada panduan, maka dapat diberikan nilai 5, 6 atau 7
[ O ] Jika komponen kegiatan tidak dilakukan/ dimunculkan sama sekali, maka dapat
diberikan nilai 2, 3 atau 4
3. Berikan catatan khusus berupa kritik dan saran jika Anda temukan hal-hal yang kurang sesuai
dengan kaidah kediklatan yang baik dan benar sesuai dengan panduan. Tetapi berikan pujian
jika Anda temukan hal-hal yang sudah baik sesuai panduan.
LEMBAR PENILAIAN
HASIL OBSERVASI
NO Praktik MELATIH
[V] [X] [O]
A PEMBUKAAN
1. Pengucapan salam dan perkenalan pengkondisian situasi dan
lingkungan
C PENGAKHIRAN :
1. Merangkum sesi pembelajaran/ evaluasi/ pencapaian TPU/
TPK
JUMLAH:
PENILAI
Jumlah Kumulatif : [v] + [x] + [o] =
10 (……………………….)
CATATAN [kritik, saran,perbaikan dan pujian] : …………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………………
PANDUAN PENILAIAN
PRAKTIK MENGAJAR DI KELAS
(MICRO TEACHING)
A. PEMBUKAAN
1. Pengucapan salam perjumpaan dan perkenalan (singkat, wajar, proporsional tapi
berkesan) dan pengkondisian situasi dan lingkungan ( kesesuaian lay out ruangan untuk
memeriksa kesepian, ekspresi wajah bersahabat dll).
2. Keterkaitan dengan materi sebelumnya dengan TPU/TPK dan Apersepsi: Menyajikan
judul materi (tulisan atau gambar/ grafis affirmasi) dan meminta pembelajaran untuk
mempersepsikan/menebak kira-kira apa yang akan “kita bahas” bersama, kemudian
dilakukan klarifikasi oleh kelas
B. PROSES KEGIATAN PEMBELAJARAN
1. Presentasi Interktif
a. Menghantar sesi pembelajaran:
Menangkap minat keseluruhan kelompok pembelajaran dan membuat pembelajar
menyadari harapan pelatih/fasilitator dengan cara:
Mereview tujuan sesi dengan menggunakan bahasa yang mudah dimengerti sesuai
dengan situasi kondisi pekerjaan pembelajaran di unit kerjanya
Menghubungkan pokok bahasan dengan: materi sebelumnya, pengalaman nyata
di tempat kerja penyaji, pengalaman kerja pembelajar, berbagi pengalaman antar
pembelajaran
Jika menginginkan agar suasana lebih “hidup” dapat dilakukan: (salah satu)
Mengajukan pertanyaan yang bersifat retorikal
Membuat definisi/pengertian/sinonim yang tidak “ghaib”
Mengutip pendapat orang bijak
Memberikan pertanyaan “misterius”
Mengemukakan ide yang mendukung pokok bahasan dengan : analogi ilmiah fakta
statistik, kesaksian pakar, pengalaman tragis/dramatis
Mengelola hubungan interaktif :
Menyesuaikan diri dengan pembelajar sebagai pendengar : bahasa yang digunakan,
berbicara efektif, gaya penampilan
Mendengarkan secara efektif: memberi perhatian khusus pada penanya
Menyadari apa yang sedang terjadi ketika proses pembelajaran sedang berlangsung:
keadaan tiap individu, suasana kelas, sarana, lingkungan dll.
Ekspresi wajah ramah, gerak tubuh dinamis tapi wajar, volume suara, intonasi,
kecepatan berbicara.
a. Sistematika penyajian
b. Penggunaan Bahasa, Volume suara, Bahasa tubuh dan sikap terhadap peserta
c. Pemberian motivasi belajar kepada peserta
d. Teknik bertanya Efektif
Cara/kaidah pertanyaan: dirumuskan secara jelas, bersifat sederhana, bersifat
menantang, bersifat khusus
Kesesuaian pertanyaan dengan tujuan/moment: pertanyaan yang dianjurkan
mempunyai tujuan tertentu dan sesuai dengan momentumnya
Cara menanggapi jawaban :
Untuk pertanyaan yang dijawab sekali benar
Untuk pertanyaan yang dijawab kurang benar
Untuk pertanyaan yang dijawab berkali-kali baru benar
Untuk pertanyaan yang sasarannya tidak mau menjawab
Cara menanggapi pertanyaan : Seluruh pertanyaan dari pembelajar dilempar ke forum
dan dibimbing untuk menemukanjawabannya
2. Pemilihan metoda pembelajaran :
Beragam metoda yang digunakan sesuai dengan dinamika kelas
Kesesuaian setiap metoda yang digunakan dengan TPK
Pengembangan/kreatifitas metoda yang digunakan
3. Pemilihan media & Alat Bantu Pembelajaran (APB) :
Beragam media & APB yang digunakan sesuai dengan dinamika kelas
Kesesuaian setiap media & APB yang digunakan dengan TPK
Pengembangan/kreatifitas media & APB yang digunakan
243
Modul Pelatihan untuk Pelatih (TOT) Fasilitator STBM
MODUL MP.1 - MEMBANGUN KOMITMEN BELAJAR (BLC)................................................243
I. DESKRIPSI SINGKAT..............................................................................................245
II. TUJUAN PEMBELAJARAN......................................................................................245
III. POKOK BAHASAN DAN SUB POKOK BAHASAN..................................................246
IV. BAHAN BELAJAR.....................................................................................................246
V. METODE PEMBELAJARAN.....................................................................................246
VI. LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN PEMBELAJARAN..............................................246
VII. URAIAN MATERI......................................................................................................249
A. POKOK BAHASAN 1 : PERKENALAN..................................................................249
B. POKOK BAHASAN 2 : PENCAIRAN.....................................................................249
C. POKOK BAHASAN 3 : HARAPAN-HARAPAN DALAM PROSES
PEMBELAJARAN DAN HASIL YANG INGIN DICAPAI..........................................250
D. POKOK BAHASAN 4 : NORMA KELAS DALAM PEMBELAJARAN....................251
E. POKOK BAHASAN 5 : KONTROL KOLEKTIF DALAM PELAKSANAAN
NORMA KELAS.....................................................................................................251
F. POKOK BAHASAN 6 : ORGANISASI KELAS.......................................................252
VIII. RANGKUMAN...........................................................................................................252
IX. REFERENSI..............................................................................................................252
X. LAMPIRAN................................................................................................................252
I. DESKRIPSI SINGKAT
Dalam suatu pelatihan terutama pelatihan dalam kelas (in class training), akan bertemu
sekelompok orang yang belum saling mengenal sebelumnya, dan berasal dari tempat yang
berbeda, dengan latar belakang sosial budaya, pendidikan/ pengetahuan, pengalaman, serta
sikap dan perilaku yang berbeda pula. Apabila hal ini tidak diantisipasi sejak awal pelatihan,
kemungkinan besar akan dapat mengganggu kesiapan peserta dalam memasuki proses
pelatihan yang bisa berakibat pada terganggunya kelancaran dari proses pembelajaran
selanjutnya.
Membangun komitmen Belajar (BLC) merupakan salah satu metode atau proses untuk
mencairkan kebekuan tersebut. BLC juga mengajak peserta mampu mengemukakan harapan
harapan mereka dalam pelatihan ini, serta merumuskan nilai-nilai dan norma yang kemudian
disepakati bersama untuk dipatuhi selama proses pembelajaran. Membuat kontol kolektif dan
struktur organisasi kelas. Jadi inti dari BLC juga adalah terbangunnya komitmen dari semua
peserta untuk berperan serta dalam mencapai harapan dan tujuan pelatihan, serta mentaati
norma yang dibangun berdasarkan perbauran nilai-nilai yang dianut dan disepakati.
V. METODE PEMBELAJARAN
CTJ, curah pendapat, diskusi kelompok dan permainan.
2. Kegiatan Peserta
• Mempersiapkan diri dan alat tulis bila diperlukan.
• Mengemukakan pendapat atas pertanyaan fasilitator.
• Memperkenalkan diri dan asal institusinya.
2. Kegiatan Peserta
a. Mendengar, mencatat dan mempersiapkan diri mengikuti games yang akan
dimainkan.
b. Mengajukan pertanyaan kepada fasilitator bila masih ada yang belum
dipahami.
c. Melakukan tugas yang diberikan oleh fasilitator.
2. Kegiatan Peserta
a. Membentuk kelompok diskusi dan memilih ketua, sekretaris dan penyaji.
b. Mendengar, mencatat dan bertanya terhadap hal-hal yang masih belum
jelas kepada fasilitator.
c. Melakukan proses diskusi sesuai dengan masalah yang ditugaskan
oleh fasilitator dan menuliskan hasil dikusi pada kertas flipchart untuk
dipresentasikan.
2. Kegiatan Peserta
Proses BLC adalah proses melalui tahapan dari mulai saling mengenal antar pribadi,
mengidentifikasi dan merumuskan harapan dari pelatihan ini, sampai terbentuknya norma
kelas yang disepakati bersama serta kontrol kolektifnya. Pada proses BLC setiap peserta
harus berpartisipasi aktif dan dinamis. Keberhasilan atau ketidakberhasilan proses BLC
akan berpengaruh pada proses pembelajaran selanjutnya.
Pada tahap perkenalan fasilitator memperkenalkan diri dan asal usul institusinya dilanjutkan
dengan menyampaikan tujuan pembelajaran. Kemudian mengajak peserta untuk ikut
berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran. Dalam memandu peserta untuk proses
perkenalan dengan menggunakan metode yaitu : dalam 5 menit pertama setiap peserta
diminta berkenalan dengan peserta lain sebanyak-banyaknya. Meminta peserta yang
berkenalan dengan jumlah peserta terbanyak, dan dengan jumlah peserta paling sedikit
untuk memperkenalkan teman-temannya. Meminta peserta yang belum disebut namanya
untuk memperkenalkan diri, sehingga seluruh peserta saling berkenalan, diikuti juga oleh
panitia untuk memperkenalkan dirinya.
Setiap kelompok diminta untuk mempresentasikan hasil diskusinya. Dan peserta dari
kelompok lainnya diminta untuk memberikan tanggapan dan masukan bila ada. Fasilitator
memandu peserta untuk membahas harapan dan kekhawatiran dari setiap kelompok
tersebut sehingga menjadi harapan kelas yang disepakati bersama. Berdasarkan hasil
pemaparan diskusi seluruh kelompok maka disepakati bersama fasilitator untuk
menentukan ketua kelas dan sekretaris yang akan memandu peserta secara bersama-
sama untuk merumuskan norma-norma kelas yang akan disepakati bersama. Peserta
difasilitasi sedemikian rupa agar semua berperan aktif dan memberikan komitmennya untuk
metaati norma kelas tersebut.
Dengan membangun komitmen belajar maka para peserta akan berupaya untuk mencapai
harapan yang diinginkannya dalam setiap proses pembelajaran. Dalam hal ini harapan
peserta adalah kehendak/ keinginan untuk memperoleh atau mencapai sesuatu. Dalam
pelatihan berarti keinginan untuk memperoleh atau mencapai tujuan yang diinginkan
25 Modul Pelatihan untuk Pelatih (TOT) Fasilitator STBM
sebagai hasil proses pembelajaran. Dalam menetukan harapan harus realistis dan rasional
sehingga kemungkinan untuk mencapainya menjadi besar. Harapan jangan terlalu tinggi
dan jangan terlalu rendah. Harapan juga harus menimbulkan tantangan atau dorongan
untuk mencapainya, dan bukan sesuatu yang diucapkan secara asal-asalan. Dengan
demikian dinamika pembelajaran akan terus terpelihara sampai proses pembelajaran
berakhir.
Pada kesempatan ini juga fasilitator akan merumuskan tujuan pembelajaran yang akan
dicapai dalam kegiatan membangun komitmen belajar, sehingga dengan demikian para
peserta dengan sendirinya sadar akan peran dan tanggung jawabnya dalam keberhasilan
pencapaian tujuan pembelajaran yang dilaksanakan pada pelatihan tersebut.
Norma kelas merupakan nilai yang diyakini oleh suatu kelompok atau masyarakat,
kemudian menjadi kebiasaan serta dipatuhi sebagai patokan dalam perilaku kehidupan
sehari hari kelompok/ masyarakat tersebut. Norma adalah gagasan, kepercayaan tentang
kegiatan, instruksi, perilaku yang seharusnya dipatuhi oleh suatu kelompok. Norma dalam
suatu pelatihan,adalah gagasan, kepercayaan tentang kegiatan, instruksi, perilaku yang
diterima oleh kelompok pelatihan, untuk dipatuhi oleh semua anggota kelompok (peserta,
pelatih/ fasilitator dan panitia).
n dari semua proses dan hasil pembelajaran selama sesi ini. Fasilitator memberi ulasan
singkat tentang materi yang terkait dengan BLC. Fasilitator meminta peserta untuk berdiri
membentuk lingkaran sambil berpegangan tangan, dan mengucapkan ikrar bersama untuk
mencapai harapan kelas dan mematuhi norma yang telah disepakati. Dan untuk mengakhiri
sesi diminta kepada peserta secara bersama-sama untuk bertepuk tangan. Fasilitator
mengucapkan salam dan mengajak semua peserta saling bersalaman.
VIII. RANGKUMAN
Dengan melakukan building learning commitment (BLC) yang didahului dengan proses
perkenalan dan dilanjutkan proses pencairan (unfreezing / ice breaking) maka akan
didapatkan komitmen peserta dalam melaksanakan proses pembelajaran selanjutnya
dengan baik berdasarkan dari norma-norma kelas yang dibuat oleh peserta sendiri. Adapun
untuk keberhasilan proses BLC ini diperlukan adanya partisipasi aktif dari seluruh peserta
pelatihan.
IX. REFERENSI
• Munir, Baderal, Dinamika Kelompok, Penerapannya Dalam Laboratorium Ilmu
Perilaku, Jakarta: 2001.
• Depkes RI,Pusdiklat Kesehatan, Kumpulan Games dan Energizer,Jakarta: 2004.
• LAN dan Pusdiklat Aparatur Kemenkes RI, Buku Panduan Dinamika Kelompok,
Jakarta: 2010.
X. LAMPIRAN
LEMBAR KERJA
a. Permainan untuk Perkenalan dan Pencairan Suasana
Deskripsi singkat:
Perkenalan merupakan proses yang sangat penting dalam suasana pelatihan untuk
menciptakan suasana akrab dan dinamika positif. Fasilitator harus menyiapkan suasana
Waktu: 20 menit
Tujuan
o Mencairkan situasi kaku dan saling mengenal antar peserta sehingga mudah untuk
bekerjasama,
o Terjadinya interaksi antar individu dalam kelompok secara lebih mendalam dan
dinamis,
o Terbentuknya sikap kesetiakawanan, keterbukaan dan kebersamaan antar seluruh
peserta.
Langkah-langkah:
Acara perkenalan bisa dilakukan dengan beberapa cara, berikut ini 2 alternatif yang bisa
digunakan:
CATATAN:
Ada kemungkinan beberapa partisipan tidak mau terlibat dalam perkenalan dan
pencairan suasana ini. Ajaklah mereka secara persuasif (dengan melibatkan
partisipan lainnya) agar mereka mau terlibat. Jangan paksa mereka, tetapi jangan
pula membatalkan proses karena beberapa individu tidak bersedia terlibat. Untuk
mempercepat perkenalan, peserta diminta menulis nama panggilan dan asal
instansi pada secarik kertas dengan spidol dan ditempelkan pada dada sebelah
kiri.
255
Modul Pelatihan untuk Pelatih (TOT) Fasilitator STBM
MODUL MP.2 - RENCANA TINDAK LANJUT (RTL)...............................................................255
I. DESKRIPSI SINGKAT..............................................................................................257
II. TUJUAN PEMBELAJARAN......................................................................................257
III. POKOK BAHASAN DAN SUB POKOK BAHASAN..................................................257
IV. BAHAN BELAJAR.....................................................................................................257
V. METODE PEMBELAJARAN.....................................................................................258
VI. LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN PEMBELAJARAN..............................................258
VII. URAIAN MATERI......................................................................................................258
A. POKOK BAHASAN 1 : RENCANA TINDAK LANJUT (RTL)..................................258
B. POKOK BAHASAN 2. LANGKAH-LANGKAH PENYUSUNAN RTL......................260
C. POKOK BAHASAN 3 : PENYUSUNAN RTL DAN GANTT CHART
UNTUK KEGIATAN YANG AKAN DILAKUKAN.....................................................262
a. Penyusunan RTL............................................................................................262
b. Gantt Chart......................................................................................................263
D. POKOK BAHASAN 4 : EVALUASI PELAKSANAAN STBM..................................264
VIII. REFERENSI..............................................................................................................264
IX. LAMPIRAN................................................................................................................265
TIM PENYUSUN KURMOD WIRAUSAHA STBM..............................................................266
I. DESKRIPSI SINGKAT
Rencana Tindak Lanjut (RTL) merupakan suatu dokumen tentang rencana yang akan dilakukan
setelah mengikuti suatu kegiatan atau merupakan tindak lanjut dari kegiatan tersebut. Dalam
suatu pelatihan, RTL merupakan dokumen rencana yang memuat tentang kegiatan-kegiatan
yang akan dilakukan setelah peserta kembali ketempat tugas untuk menerapkan hasil pelatihan.
Modul RTL ini disusun dalam rangka untuk membekali para fasilitator STBM agar mampu
memahami rincian kegiatan dan dapat menyusun RTL yang akan dilaksanakan di tempat
tugasnya masing-masing.
Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu menyusun rencana tindak lanjut proses belajar
mengajar dan mengevaluasi kegiatan STBM.
Oleh karena itu dalam menyusun RTL harus mencakup unsur-unsur sebagai berikut:
1. Kegiatan
yaitu uraian kegiatan yang akan dilakukan, didapat melalui identifikasi kegiatan yang
diperlukan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Agar hal ini terealisasi maka di
identifikasi kegiatan kegiatan apa yang diperlukan.
2. Tujuan
adalah membuat ketetapan ketetapan yang ingin dicapai dari setiap kegiatan yang
direncanakan pada unsur nomor 1. Penetapan tujuan yang baik adalah di rumuskan
secara konkrit dan terukur.
3. Sasaran
yaitu seseorang atau kelompok tertentu yang menjadi target kegiatan yang
direncanakan.
6. Biaya
Agar RTL dapat dilaksanakan perlu direncanakan anggaran yang dibutuhkan untuk
kegiatan tersebut.Akan tetapi perencanaan anggaran harus realistis untuk kegiatan yang
benar-benar membutuhkan dana, artinya tidak mengada-ada. Perhatikan/pertimbangkan
juga kegiatan yang memerlukan dana tetapi dapat digabung pelaksanaannya dengan
kegiatan lain yang dananya telah tersedia. Rencana anggaran adalah uraian tentang
biaya yang diperlukan untuk pelaksanaan kegiatan, mulai dari awal sampai selesai.
8. Indikator Keberhasilan
merupakan bentuk kegiatan/sesuatu yang menjadi tolok ukur dari keberhasilan dari
pelaksanaan kegiatan.
C. POKOK BAHASAN 3 : PENYUSUNAN RTL DAN GANTT CHART UNTUK
KEGIATAN YANG AKAN DILAKUKAN
a. Penyusunan RTL
Dalam menyusun RTL dapat menggunakan format isian sebagai berikut:
Format Isian Rencana Tindak Lanjut
PELAKSANA/
CARA/ WAKTU & INDIKATOR
NO KEGIATAN TUJUAN SASARAN BIAYA PENANGGUNG
METODE TEMPAT KEBERHASILAN
JAWAB
1 2 3 4 5 6 7 8 9
1.
2.
3.
4.
5.
6.
dst
b. Gantt Chart
Gantt chart adalah suatu alat yang bernilai khususnya untuk kegiatan-kegiatan dengan
jumlah anggota tim yang sedikit, kegiatan yang mendekati penyelesaian dan beberapa
kendala kegiatan.
Karakteristik Gantt Chart
Gantt chart secara luas dikenal sebagai alat fundamental dan mudah diterapkan oleh para
manajer kegiatan untuk memungkinkan seseorang melihat dengan mudah waktu dimulai
dan selesainya tugas-tugas dan sub- sub tugas dari suatu kegiatan.
Semakin banyak tugas-tugas dalam kegiatan dan semakin penting urutan antara tugas-
tugas maka semakin besar kecenderungan dan keinginan untuk memodifikasi gantt chart.
Gantt chart membantu menjawab pertanyaan-pertanyaan “what if” saat melihat
kesempatan- kesempatan untuk membuat perubahan terlebih dahulu terhadap
kebutuhan.
Keuntungan menggunakan Gantt chart :
• Sederhana, mudah dibuat dan dipahami, sehingga sangat bermanfaat sebagai alat
komunikasi dalam penyelenggaraan proyek.
• Dapat menggambarkan jadwal suatu kegiatan dan kenyataan kemajuan
sesungguhnya pada saat pelaporan
• Bila digabungkan dengan metoda lain dapat dipakai pada saat pelaporan
Kelemahan Gantt Chart :
• Tidak menunjukkan secara spesifik hubungan ketergantungan antara satu
kegiatan dan kegiatan yang lain, sehingga sulit untuk mengetahui dampak yang
diakibatkan oleh keterlambatan satu kegiatan terhadap jadwal keseluruhan
kegiatan.
• Sulit mengadakan penyesuaian atau perbaikan/pembaharuan bila diperlukan,
karena pada umumnya ini berarti membuat bagan balok baru.
Pelaksanaan evaluasi kegiatan STBM perlu dilakukan dalam waktu 6 bulan sekali untuk mencapai
tujuan yang diharapkan.
VIII. REFERENSI
1. Kemenkes RI, Pusdiklat Aparatur, Rencana Tindak Lanjut, Kurmod Surveillance,
Jakarta: 2008.
2. BPPSDM Kesehatan, Rencana Tindak Lanjut, Modul TOT NAPZA, Jakarta: 2009.
3. Kemenkes RI, Pedoman Umum Pengembangan Desa dan Kelurahan Siaga Aktif,
Jakarta: 2010,
4. Kemenkes RI, Second Decentralized Health Services Project, Model Pelatihan
Pemberdayaan Masyarakat Bagi Petugas Puskesmas, Jakarta: 2010.
SUMBER PELAKSANA/
Penyusunan RTLTUJUAN
NO KEGIATAN dapat menggunakan
SASARAN format sebagai
CARA/ WAKTU &berikut:
DANA / PENANGGUNG
INDIKATOR
METODE TEMPAT KEBERHASILAN
BIAYA JAWAB
1 2 3 Format
4 Isian
5 Rencana
6 Tindak 7 8 9
Lanjut
1.
2.
3.
4.
5.
6.
dst
TIM PENYUSUN
KURMOD FASILITATOR STBM
Kementerian Kesehatan
Direktorat Penyehatan Lingkungan, Ditjen PP dan PL :
F. Eko Saputro, SKM, MKM - Kasubdit PASD
Siti Nur Ayu - Kasie Standarisasi PASD
Kristin Darundiyah - Kasie Bimbingan dan Evaluasi PASD
Yulita Suprihatin, SKM, M.Kes - Staf PASD (Koordinator Sekretariat STBM Nasional)
Nugroho - Staf PASD
Indah Hidayat - Staf PASD
Zakiah Diana - Staf PASD
Dewi Mulyani - Staf PASD
Mitra STBM
I Nyoman Oka - Water and Sanitation Program, Bank Dunia
Rahmi Kasri - Water and Sanitation Program, Bank Dunia
Ronie Prasetyo - Water and Sanitation Program, Bank Dunia
Ontoseno Mahartodjo Oepojo - WASH, UNICEF
Lilik Trimaya - WASH, UNICEF
Nur Apriatman - Waspola
Yusmaidi - SHAW, SIMAVI
Asep M. Mulyana - High Five