Anda di halaman 1dari 76

STRATEGI PENGAWASAN KEGIATAN DI LAUT

MODUL DIKLAT

PENGAWAS LINGKUNGAN HIDUP

PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN


KEMENTERIAN NEGARA LINGKUNGAN HIDUP
2008
STRATEGI PENGAWASAN KEGIATAN DI LAUT

Cetakan Pertama, Agustus 2008

Hak Cipta : Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kementerian


Negara Lingkungan Hidup

Isi modul ini dapat dikutip dengan tata cara ilmiah yang
berlaku

Diterbitkan oleh:
Pusat Pendidikan dan Pelatihan
Kementerian Negara Lingkungan Hidup
Kawasan Puspiptek, Jl. Raya Puspiptek, Serpong
Tangerang 15314
KATA PENGANTAR

Pengawasan lingkungan hidup merupakan mandat Undang-


undang Nomor 23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan
Lingkungan Hidup, sebagaimana yang ditetapkan dalam
Pasal 22, 23 dan 24.
Peraturan pelaksanaan mengenai pengawasan lingkungan
termaksud ditetapkan dalam beberapa Peraturan Pemerintah
(PP) dan Keptusan Menteri Negara Lingkungan Hidup
(KEPMEN-LH).
Peraturan perundang-undangan tersebut menetapkan
bahwa pengawasan lingkungan hidup dilakukan oleh Pejabat
Pengawas Lingkungan Hidup (PPLH) dan Pejabat Pengawas
Lingkungan Hidup Daerah (PPLHD).
Salah satu tugas pokok Pusat Pendidikan dan Pelatihan
Kementerian Negara Lingkungan Hidup (PUSDIKLAT KLH)
adalah menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan (Diklat)
Pegawai Negeri Sipil (PNS), antara lain program Diklat untuk
calon PPLH dan PPLHD termaksud diatas.
Penulisan dan penerbitan modul ini merupakan bagian dari
pelaksanaan tugas PUSDIKLAT-KLH, khususnya dalam
rangka penyelenggaraan Diklat sebagaimana dimaksud
diatas.
Dengan adanya buku atau modul ini maka diharapkan akan
dicapai proses penyelenggaraan ke-diklat-an yang semakin
membaik, khususnya berkenaan dengan standarisasi dan
akuntabilitas, dan akan dicapai pula hasil (output) yang lebih
efektif dan efisien, terutama dalam mewujudkan standar
kompetensi personil dari calon PPLH dan PPLHD.
Modul ini dirancang sebagai bahan ajar standar, yang

iii
muatannya hanya pokok-pokok materi yang penting dan intinya
saja. Oleh karena buku ini merupakan “standar minimum”
maka diharapkan para widyaiswara / fasilitator / nara-sumber
dapat memperluas dan memperdalamnya dalam agenda dan
proses pembelajaran bersama para peserta Diklat, seperti
misalnya perihal yang berupa contoh implementatif, materi
untuk diskusi aktualisasi/konstekstual, studi kasus, materi
mengenai paradigma baru, dan sebagainya. Bahan ajar
tambahan atau komplemen tersebut dapat berupa karya tulis
(hand out) dan/atau berupa bahan presentasi.
Kami merencanakan untuk menyempurnakan modul ini
secara berkala. Untuk itu kami mengharapkan masukan dari
semua pihak untuk penyempurnaan modul ini.
Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak
yang telah membantu penyusunan modul ini, khususnya
kepada Deputi Bidang Penataan Lingkungan. Semoga
modul ini bermanfaat dan dapat digunakan sebagai media
pembelajaran.

Serpong, Agustus 2008


Kepala Pusat Pendidikan dan Pelatihan

Inar Ichsana Ishak, SH, LMM

iv
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR . ......................................................... iii


DAFTAR ISI ............................................................... v
BAB I. PENDAHULUAN .................................................. 1
A. Latar Belakang ............................................... 1
B. Deskripsi Singkat ........................................... 2
C. Manfaat Modul Bagi Peserta . ......................... 3
D. Tujuan Pembelajaran ...................................... 3
1. Kompetensi Dasar ...................................... 3
2. Indikator Keberhasilan................................. 3
E. Materi Pokok dan Sub Materi Pokok . ............. 4
BAB II. DASAR HUKUM DAN KEBIJAKAN
PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR LAUT
DAN KERUSAKAN EKOSISTEM PESISIR
DAN LAUT ............................................................ 6
A. Pengawasan Lingkungan Hidup ..................... 6
B. Pengendalian Pencemaran dan/atau
Perusakan Laut ............................................... 8
C. Tolok Ukur ....................................................... 10
D. Rangkuman...................................................... 14
E. Latihan............................................................. 15
BAB III. STRATEGI DAN KERANGKA KERJA . ................ 16
A. Strategi............................................................. 16
B. Kerangka Kerja................................................ 17
C. Data dan Informasi........................................... 18
D. Rangkuman...................................................... 20
E. Latihan............................................................. 21
BAB IV. IDENTIFIKASI SUMBER-SUMBER PENCEMA-
RAN DI WILAYAH PESISIR DAN LAUT .............. 22
A. Sumber Pencemaran Di Wilayah Pesisir
dan Laut .......................................................... 22

B. Indikasi Pencemaran Air Laut dan Perusakan
Ekosistem Terumbu Karang, Padang Lamun
dan Mangrove ................................................. 25
C. Indikasi Penataan Baku Mutu Air Limbah ....... 26
D. Rangkuman . ................................................... 27
E. Latihan ............................................................ 34
BAB V. TATA CARA PENGAWASAN . .............................. 35
A. Tata cara pengawasan pengelolaan limbah
yang dibuang ke pesisir dan laut .................... 35
B. Tata cara pengawasan kerusakan di wilayah
pesisir dan laut ................................................ 42
C. Rangkuman ................................................... 47
D. Latihan ........................................................... 48
BAB VI STUDI KASUS PENGAWASAN KEGIATAN DI
PESISIR DAN LAUT ............................................ 50
A. Contoh Kasus ................................................. 50
B. Tugas Yang Diberikan ..................................... 51
C. Tugas Pengajar dan Fasilitator........................ 51
D. Pengawasan Kegiatan Penambangan Minyak
di Laut ............................................................. 52
E. Pengawasan Kegiatan Hotel dan Resort di
Pantai atau Pulau Kecil ................................... 55
F. Pengawasan Kegiatan Pelabuhan .................. 57
G. Rangkuman . ................................................... 60
H. Latihan ............................................................ 61
BAB VII P E N U T U P ...................................................... 62
A. Kesimpulan ..................................................... 62
B. Implikasi .......................................................... 63
C. Tindak Lanjut ................................................... 63
D. Evaluasi Akhir ................................................. 64
DAFTAR PUSTAKA ........................................................... 66

vi
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Untuk menjamin terselenggaranya pengelolaan lingkungan
hidup yang berkelanjutan, perlu dilakukan pengendalian
terhadap pemanfaatan sumberdaya serta kegiatan-kegiatan
yang berpotensi mencemari dan merusak lingkungan.
Pengawasan terhadap pelaksanaan ketentuan yang berlaku
bagi pengelolaan lingkungan hidup menjadi penting dilakukan
sebagai salah satu strategi untuk melaksanakan pengendalian
tersebut.
Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan
Lingkungan Hidup (selanjutnya disingkat dengan UU
23/1997), dan peraturan-peraturan turunannya menetapkan
antara lain ketentuan yang berkenaan dengan larangan,
kewajiban, dan/atau persyaratan, serta pengawasan dan
sanksinya. Pengawasan termaksud diatas pada dasarnya
adalah untuk mengetahui dan memastikan bahwa ketentuan
mengenai larangan/kewajiban/persyararan ditaati, dalam
rangka penegakan ketentuan hukum.
Ketentuan mengenai pengawasan dalam rangka pengelolaan
lingkungan hidup, disingkat dengan pengawasan lingkungan
hidup (environmental inspection), diatur dalam Pasal 22 UU
23/1997, sebagai berikut:
1. Menteri melakukan pengawasan terhadap penaatan
penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan atas
ketentuan yang telah ditetapkan dalam peraturan
perundang-undangan di bidang lingkungan hidup.
2. Untuk melakukan pengawasan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), Menteri dapat menetapkan pejabat yang


berwenang melakukan pengawasan.
3. Dalam hal wewenang pengawasan diserahkan kepada
Pemerintah Daerah, Kepala Daerah menetapkan pejabat
yang berwenang melakukan pengawasan.
Dalam Pasal 22 ayat 2 dan 3 diatas sangat jelas disebutkan
tentang pentingnya ketersediaan Pejabat Pengawas
Lingkungan Hidup (PPLH) yang ditetapkan oleh Menteri dan
Pejabat Pengawas Lingkungan Hidup Daerah (PPLHD) yang
ditetapkan oleh Kepala Daerah. Untuk dapat melaksanakan
peran dan tugasnya, PPLH dan PPLHD seyogyanya memiliki
kompetensi sebagai pengawas yaitu memiliki pengetahuan,
ketrampilan dan sikap yang sesuai dengan petunjuk tata-
laksana yang telah ditetapkan dalam peraturan perundang-
undangan.
Untuk memenuhi kompetensi pengawas tersebut, diperlukan
pendidikan dan pelatihan (diklat) bagi para calon PPLH dan
PPLHD. Kelulusan diklat ini merupakan salah satu persyaratan
untuk dapat diangkat dan dilantik sebagai PPLH atau PPLHD.
Buku ini merupakan modul yang berisikan bahan ajar mata
diklat “Strategi Pengawasan Kegiatan di Wilayah Pesisir
dan Laut”, yang penyusunannya mengacu kepada Rancang
Bangun Pembelajaran Mata Diklat, yaitu “Diklat Pengawas
Lingkungan Hidup”, dan berisikan uraian dari pokok-pokok
materi bahasan, sebagaimana dirumuskan dalam Rancang
Bangun Pembelajaran Mata Diklat termaksud diatas.

B. Deskripsi Singkat
Modul ini akan membahas sejumlah konsep dasar tentang
dasar hukum dan kebijakan pengendalian pencemaran air
laut dan kerusakan ekosistem pesisir dan laut, identifikasi
sumber-sumber pencemaran wilayah pesisir dan laut untuk
setiap jenis kegiatan dan atau usaha, tata cara pengawasan


pengelolaan air limbah yang dibuang ke pesisir dan laut, tata
cara pengawasan kerusakan di wilayah pesisir dan laut dan
tata cara pengawasan perizinan dan diakhiri dengan latihan
dengan beberapa studi kasus pengawasan di beberapa
jenis kegiatan di wilayah pesisir dan laut, seperti: kegiatan
penambangan pasir laut, kegiatan pelabuhan, kegiatan wisata
bahari (hotel dan resort).

C. Manfaat Modul Bagi Peserta


Dengan tersedianya modul ini maka peserta diklat akan
dapat memahami, menjelaskan dan menerapkan tatacara
pengawasan kegiatan yang berada di wilayah pesisir dan laut,
sehingga kegiatan tersebut dapat taat terhadap persyaratan
yang tercantum dalam ketentuan perizinan dan peraturan
perundangan yang berkaitan dengan masalah pesisir dan
laut. Disamping itu, modul ini dapat mendukung pelaksanaan
diklat, sehingga tujuan diklat pengawas lingkungan hidup
dapat tercapai.

D. Tujuan Pembelajaran
1. Kompetensi Dasar
Setelah mengikuti mata diklat ini peserta diharapkan dapat
memahami dan menerapkan strategi pengawasan kegiatan
di wilayah pesisir dan laut
2. Indikator Keberhasilan
Keberhasilan pelaksanaan penyampaian mata ajar
ini diindikasikan dengan kemampuan para peserta
dalam menjelaskan materi mengenai pengetahuan dan
ketrampilan sebagai berikut:
a. menjelaskan dasar hukum kebijakan pengendalian
pencemaran air laut dan kerusakan ekosistem pesisir


dan laut;
b. menjelaskan strategi dan kerangka kerja pengawasan
kegiatan di wilayah pesisir dan laut;
c. mengidentifikasi sumber-sumber pencemar wilayah
pesisir dan laut untuk setiap jenis kegiatan dan atau
usaha;
d. Menerapkan tata cara pengawasan kegiatan di wilayah
pesisir dan laut dan laut dan Tata Cara Pengawasan
Kerusakan Lingkungan di Wilayah Pesisir dan Laut yang
meliputi tahap persiapan, pelaksanaan pengawasan
dan pasca pengawasan lingkungan;
e. memahami dan menjelaskan komponen pengawasan
dan permasalahan pengawasan pada kegiatan
penambangan minyak lepas pantai, hotel dan resort di
pantai dan kegiatan pelabuhan.

E. Materi Pokok dan Sub Materi Pokok


Materi pokok mata ajar Strategi Pengawasan Kegiatan di Laut
adalah sebagai berikut:
1. Dasar hukum dan kebijakan pengendalian pencemaran
air laut dan kerusakan ekosistem pesisir dan laut;
2. Strategi dan Kerangka Kerja
3. Identifikasi sumber-sumber pencemaran di wilayah
pesisir dan laut untuk setiap jenis kegiatan dan/atau
usaha;
4. Tata cara pengawasan kegiatan di wilayah pesisir
dan laut termasuk ekosistemnya (al. terumbu karang,
padang lamun, mangrove)
5. Studi kasus pengawasan beberapa jenis kegiatan di
wilayah pesisir dan laut, antara lain: penambangan


minyak laut, kegiatan wisata bahari (hotel dan resort),
kegiatan pelabuhan
Sedangkan Sub Materi Pokok adalah sebagai berikut :
1.a. Pengawasan Lingkungan Hidup
b. Pengendalian Pencemaran dan/atau Perusakan
Laut
c. Tolok Ukur
d. Rangkuman
e. Latihan

2. a. Strategi
b. Kerangka Kerja
c. Data dan Informasi
d. Rangkuman
e. Latihan

3. a. Sumber Pencemaran Di Wilayah Pesisir dan Laut


b. Indikasi Pencemaran Air Laut dan Perusakan
Ekosistem Terumbu Karang, Padang Lamun dan
Mangrove
c. Indikasi Penataan Baku Mutu Air Limbah
d. Rangkuman
e. Latihan

4. a. Tata cara pengawasan pengelolaan limbah yang


dibuang ke pesisir dan laut
b. Tata cara pengawasan kerusakan di wilayah pesisir
dan laut
c. Rangkuman
d. Latihan

5. a. Pengawasan Kegiatan Penambangan Minyak di


Laut


b. Pengawasan Kegiatan Hotel dan Resort di Pantai
atau Pulau Kecil
c. Pengawasan Kegiatan Pelabuhan
d. Rangkuman
e. Latihan


BAB II
DASAR HUKUM DAN KEBIJAKAN PENGENDALIAN
PENCEMARAN AIR LAUT SERTA KERUSAKAN
EKOSISTEM PESISIR DAN LAUT

Indikator keberhasilan: Setelah mempelajari Bab II ini peserta


diklat diharapkan mampu:
1. Menjelaskan dasar hukum kebijakan pengendalian
pencemaran air laut
2. Menjelaskan kerusakan ekosistem pesisir dan laut.

Dasar hukum pengawasan lingkungan hidup yang


dikemukakan dalam bab ini meliputi peraturan perundang-
undangan mengenai mandat dan ketatalaksanaan
pengawasan lingkungan hidup, dan kontekstual berkenaan
dengan pengendalian pencemaran air laut dan kerusakan
lingkungan pesisir dan laut.

A. Pengawasan Lingkungan Hidup


Pengawasan lingkungan hidup merupakan mandat dari
Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan
Lingkungan Hidup (UU 23/1997), sebagaimana ditetapkan
dalam Pasal 22. Selanjutnya Peraturan Pemerintah Nomor
19 Tahun 1999 Tentang Pengendalian Pencemaran dan/atau
Perusakan Laut (PP 19/1999), yang merupakan turunan dari
UU 23/1997, menetapkan ketentuan lebih lanjut mengenai
pengawasan, yakni dalam Pasal 19 sampai dengan Pasal
22.
Menurut PP 19/1999 sebagaimana diatur dalam Pasal 19
ayat 1, pengawasan terhadap penaatan penanggung jawab


usaha dan/atau kegiatan yang dapat menyebabkan terjadinya
pencemaran dan atau perusakan laut dilakukan oleh Menteri
Negara Lingkungan Hidup, dimana dalam pelaksanaannya
Menteri kemudian menetapkan pejabat yang berwenang
untuk melakukan pengawasan (Pasal 19 ayat 2).
Menteri Negara Lingkungan Hidup sebagai penerima
mandat termaksud di atas kemudian menetapkan petunjuk
pelaksanaan pengawasan lingkungan hidup dengan
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup (KEPMEN-LH)
sebagai berikut:
1. KEPMEN-LH Nomor 07 Tahun 2001 Tentang Pejabat
Pengawas Lingkungan Hidup dan Pejabat Pengawas
Lingkungan Hidup Daerah;
2. KEPMEN-LH Nomor 56 Tahun 2002 Tentang Pedoman
Umum Pengawasan Penaatan Lingkungan Hidup Bagi
Pejabat Pengawas;
3. KEPMEN-LH Nomor 57 Tahun 2002 Tentang Tata Kerja
Pejabat Pengawas Lingkungan Hidup di Kementerian
Lingkungan Hidup;
4. KEPMEN-LH Nomor 58 Tahun 2002 Tentang Tentang Tata
Kerja Pejabat Pengawas Lingkungan Hidup di Provinsi/
Kabupaten/Kota.
Wewenang pejabat pengawas lingkungan diatur dalam
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 56
Tahun 2002 (Kepmen LH 56/2002) tentang Pedoman Umum
Pengawasan Penaatan Lingkungan Hidup Bagi Pejabat
Pengawas, yaitu sebagai berikut:
1. melakukan pemantauan usaha dan atau kegiatan yang
berpotensi menimbulkan pencemaran dan atau perusakan
lingkungan;


2. meminta keterangan dari pihak penanggung jawab usaha
dan atau kegiatan mengenai upaya-upaya yang dilakukan
dalam pengendalian pencemaran dan atau perusakan
lingkungan hidup;
3. membuat salinan dari dokumen dan atau membuat
catatan yang diperlukan (misalnya pembuatan denah,
sketsa, gambar, peta, dan atau dekripsi yang diperlukan
dalam pelaksanaan tugas pengawasan), antara lain
dokumen perizinan, dokumen Amdal, UKL, UPL, data
hasil swapantau, dokumen surat keputusan organisasi
perusahaan, memasuki tempat tertentu;
4. mengambil contoh (sample) pada titik-titik yang diperlukan
pada lokasi usaha dan atau kegiatan, serta melakukan
pengukuran, analisa dan atau melakukan pengawasan
terhadap analisa sampel secara langsung di lapangan
dan atau laboratorium;
5. memeriksa peralatan yang digunakan dalam proses
produksi, utilitas, dan instansi pengolahan limbah;
6. meminta keterangan dari pihak yang bertanggung jawab
atas usaha dan atau kegiatan.

B. Pengendalian Pencemaran dan/atau Perusakan Laut


Dalam undang-undang mengenai lingkungan hidup (UU
23/1997) ditetapkan antara lain kebijakan mengenai
pengendalian pencemaran dan perusakan lingkungan hidup.
Kebijakan tentang pengendalian pencemaran diatur lebih lanjut
dengan Peraturan Pemerintah, sebagaimana dimandatkan
dalam Pasal 14 Ayat (2), sebagai berikut: “Ketentuan
mengenai baku mutu lingkungan hidup, pencegahan
dan penanggulangan pencemaran serta pemulihan daya
tampungnya diatur dengan Peraturan Pemerintah”. Sedangkan
kebijakan tentang pengendalian perusakan diatur lebih lanjut


dengan Peraturan Pemerintah, sebagaimana dimandatkan
dalam Pasal 14 Ayat (3), sebagai berikut: “Ketentuan mengenai
kriteria baku kerusakan lingkungan hidup, pencegahan dan
penanggulangan kerusakan serta pemulihan daya dukungnya
diatur dengan Peraturan Pemerintah”.
Sebagaimana diamanatkan oleh UU 23/1997, Peraturan
Pemerintah Nomor 19 Tahun 1999 Tentang Pengendalian
Pencemaran dan/atau Perusakan Laut (selanjutnya disingkat
dengan PP 19/1999) memuat kebijakan untuk pengendalian
pencemaran dan perusakan laut, antara lain memuat ketentuan
tentang pencegahan dan penanggulangan pencemaran dan
perusakan laut serta pemulihannya. Sementara itu ketentuan
mengenai baku mutu air laut dan kriteria kerusakan ekosistem
pesisir seperti mangrove, terumbu karang dan padang lamun
ditetapkan terpisah dengan Keputusan Menteri.
Oleh karena modul ini mengenai pengawasan lingkungan
hidup, yang pada intinya adalah berkenaan dengan ketaatan
bagi penanggungjawab usaha/kegiatan, maka bahasan modul
ini difokuskan pada pasal-pasal yang mengatur ketaatan pada
larangan, kewajiban, dan persyaratan, dan serta pengawasan
penaatan dan tindak-lanjutnya.
Pada Peraturan Pemerintah Nomor: 19 tahun 1999 pasal-
pasal yang yang harus ditaati oleh penanggung jawab usaha
dan atau kegiatan, adalah:
1. Pasal 9, Pasal 10 dan Pasal 12 terkait dengan pencegahan
pencemaran kawasan pesisir dan laut;
2. Pasal 13 dan Pasal 14 terkait dengan pencegahan
perusakan lingkungan
3. Pasal 15 terkait dengan kewajiban penanggulangan
pencemaran dan/atau perusakan laut;
4. Pasal 16 terkait dengan kewajiban untuk melakukan

10
pemulihan mutu laut;
5. Pasal 17 tentang kewajiban dalam keadaan darurat
6. Pasal 18 tentang kewajiban mendapatkan izin Menteri
untuk melakukan kegiatan dumping ke laut
7. Pasal 21 tentang kewajiban mengizinkan pengawas
melakukan tugas dan memberikan keterangan dengan
benar dan dokumen dan atau data yang diperlukan
untuk pengawasan; dan Pasal 22 tentang kewajiban
menyampaikan laporan hasil pemantauan pengendalian
pencemaran dan/atau perusakan laut kepada instansi
yang bertanggung jawab.
8. Pasal 24 tentang kewajiban menanggung biaya
penanggulangan dan pemulihan serta membayar ganti
rugi terhadap pihak yang dirugikan.

C. Tolok Ukur Penaatan


Penentuan (determination) tolok-ukur ketaatan mengacu
kepada ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai
pengendalian pencemaran dan perusakan laut. Kata kunci
dalam pencarian tolok-ukur ketaatan dalam peraturan adalah
kata-kata: larang, wajib, syarat, izin, dan/atau sanksi, yang
berlaku bagi penanggungjawab usaha/kegiatan. Sebagai
contoh ketentuan mengenai larangan dan kewajiban bagi
penanggungjawab usaha/kegiatan yang ditetapkan dalam
Undang-Undang 23/1997 atau PP 19/1999 antara lain
terdapat dalam pasal-pasal sebagai berikut:
1. Pasal 14 Ayat (1) Undang Undang Nomor: 23 Tahun 1997
: “Untuk menjamin pelestarian fungsi lingkungan hidup,
setiap usaha dan/atau kegiatan dilarang melanggar baku
mutu dan kriteria baku kerusakan lingkungan hidup”.
2. Pasal 20 Ayat (1) UU 23/1997 : “Tanpa suatu keputusan

11
izin, setiap orang dilarang melakukan pembuangan
limbah ke media lingkungan hidup”.
3. Pasal 6 Ayat (1) UU 23/1997: “Setiap orang berkewajiban
memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup serta
mencegah dan menanggulangi pencemaran dan
perusakan lingkungan hidup”.
4. Pasal 6 Ayat (2) UU 23/1997: “Setiap orang yang
melakukan usaha dan/atau kegiatan berkewajiban
memberikan informasi yang benar dan akurat mengenai
pengelolaan lingkungan hidup”.
5. Pasal 16 Ayat (1) UU 23/1997: “Setiap penanggung jawab
usaha dan/atau kegiatan wajib melakukan pengelolaan
limbah hasil usaha dan/atau kegiatan”.
6. Pasal 9 PP 19/1999: “Setiap orang atau penanggung
jawab usaha dan/atau kegiatan dilarang melakukan
perbuatan yang dapat menimbulkan pencemaran laut”
7. Pasal 10 Ayat (1) PP 19/1999: “Setiap penanggung jawab
usaha dan/atau kegiatan yang dapat menyebabkan
pencemaran laut, wajib melakukan pencegahan
terjadinya pencemaran laut.
8. Pasal 10 Ayat (2) PP 19/1999: “Setiap penanggung jawab
usaha dan/atau kegiatan yang membuang limbahnya ke
laut, wajib memenuhi persyaratan mengenai baku mutu
air laut, baku mutu limbah cair, baku mutu emisi dan
ketentuan-ketentuan lainnya sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku”.
9. Pasal 12 PP19/1999: “Limbah cair dan/atau limbah
padat dari kegiatan rutin operasional di laut wajib dikelola
dan dibuang disarana pengelolaan limbah cair dan/atau
limbah padat sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku”.

12
10. Pasal 13 PP19/1999: “Setiap orang atau penanggung
jawab usaha dan/atau kegiatan dilarang melakukan
perbuatan yang dapat menimbulkan kerusakan laut”.
11. Pasal 14 Ayat (1) PP19/1999: “Setiap penanggung jawab
usaha dan/atau kegiatan yang dapat mengakibatkan
kerusakan laut wajib melakukan pencegahan perusakan
laut”.
12. Pasal 18 PP 19/1999: “Setiap orang atau penanggung
jawab usaha dan/atau kegiatan yang melakukan dumping
ke laut wajib mendapatkan izin oleh Menteri”.
Sedangkan ketentuan mengenai persyaratan bagi
penanggungjawab usaha/kegiatan yang akan membuang
limbah ke laut ditetapkan dalam Peraturan Menteri Negara
Lingkungan Hidup Nomor 12 Tahun 2006 (Permen LH
12/2006) tentang Persyaratan dan Tata Cara Perizinan
Pembuangan Air Limbah ke Laut. Peraturan tersebut berisi
ketentuan mengenai persyaratan yang tercantum dalam izin
pembuangan air limbah ke laut dan kewajiban melakukan
kajian pembuangan air limbah ke laut sebagai dasar pemberian
izin. Pada Permen LH 12/2006 ini, tolok ukur yang menjadi
acuan penaatan, antara lain adalah sebagai berikut:
1. Kewajiban untuk mengolah limbah sehingga memenuhi
persyaratan yang ditentukan;
2. Persyaratan mutu dan kualitas air limbah yang boleh
dibuang ke media lingkungan;
3. Persyaratan pembuangan air limbah didasarkan pada 1)
perhitungan daya tampung lingkungan; 2) karakteristik air
limbah yang dibuang; 3) rona awal badan air (laut/estuari);
4) dampak pembuangan; dan 5) upaya pengendalian
dampak dan rencana pemantauan.
4. Kewajiban mengintegrasikan kajian pembuangan air

13
limbah ke dalam kajian analisis dampak lingkungan;
5. Kewajiban untuk melaporkan hasil pemantauan terhadap
persyaratan yang tercantum di dalam izin pembuangan air
limbah ke laut paling sedikit 1 kali dalam 3 bulan kepada
Menteri dan/atau Gubernur dengan tembusan kepada
instansi teknis yang berwenang di bidang pengelolaan
lingkungan hidup di tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota.

Peraturan perundang-undangan mengenai baku mutu air


limbah antara lain adalah sebagai berikut:
1. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor
Kep-51/MENLH/10/1995 tentang Baku Mutu Limbah Cair
Bagi Kegiatan Industri. Dalam keputusan ini ditetapkan
baku mutu limbah cair yang secara spesifik bagi 21 jenis
industri, yaitu industri-industri: soda kaustik, pelapisan
logam, penyamakan kulit, minyak sawit, pulp dan kertas,
karet, gula, tapioka, tekstil, pupuk, etanol, MSG, kayu
lapis, susu dan makanan terbuat dari susu, minuman
ringan, sabun dan deterjen serta produk minyak nabati,
bir, baterai kering, cat, farmasi, dan pestisida.
2. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor
Kep-52/MENLH/10/1995 tentang Baku Mutu Limbah Cair
bagi Kegiatan Hotel.
3. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor
Kep-58/MENLH/12/1995 tentang Baku Mutu Limbah Cair
bagi Kegiatan Rumah Sakit.
4. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor Kep-
42/MENLH/12/1996 dan Kep-09/MENLH/4/1997 tentang
Baku Mutu Limbah Cair bagi Kegiatan Minyak dan Gas
serta Panas Bumi.

14
5. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor
Kep-03/MENLH/1/1998 tentang Baku Mutu Limbah Cair
bagi Kegiatan Kawasan Industri.
6. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 112
Tahun 2003 Tentang Baku Mutu Air Limbah Domestik.
7. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 113
Tahun 2003 Tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi Usaha
Dan Atau Kegiatan Pertambangan Batu Bara.
8. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 4 Tahun
2007 Tentang Baku Mutu Air Limbah bagi Usaha dan/atau
Kegiatan Minyak dan Gas serta Panas Bumi
9. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 6
Tahun 2007 Tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi Usaha
dan/atau Kegiatan Pengolahan Hasil Perikanan.
Acuan lainnya yang dipakai untuk penentuan tolok penaatan
dalam konteks pengendalian perusakan dan pencemaran
lingkungan hidup adalah dokumen AMDAL dari usaha/
kegiatan yang bersangkutan.

D. Rangkuman
Dalam bab ini diuraikan dasar hukum pengawasan termasuk
kewenangan pejabat pengawas dan peraturan yang berkaitan
dengan pengendalian pencemaran dan kerusakan pesisir
dan laut. Penanggung jawab perusahaan harus menaati
beberapa ketentuan yang telah diatur dalam Undang-Undang
Pengelolaan Lingkungan Hidup Nomor 23 Tahun 1997 dan
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1999, antara lain
kewajiban perusahaan untuk memiliki ijin pembuangan
limbah ke laut. Beberapa ketetapan mengenai baku mutu
yang disampaikan disini dapat dipakai sebagai dasar bagi
Pejabat Pengawas Lingkungan Hidup dalam melakukan

15
pengawasan maupun penerapan sanksi apabila ketentuan
tersebut dilanggar.

E. Latihan
Diskusikan secara kelompok diantara para peserta Diklat
beberapa pertanyaan berikut:
1. Apa yang harus dilakukan jika PPLH dalam melakukan
pengawasan lingkungan ke suatu kegiatan dan atau usaha
sesampainya di lokasi ditolak oleh SATPAM dengan
alasan Pimpinan perusahaan tidak ditempat padahal
sudah membawa surat tugas ?
2. Apakah langkah penegakan hukum dapat dilakukan
terhadap Kegiatan Hotel yang berada di pantai yang
membuang air limbahnya ke laut tanpa mempunyai ijin
pembuangan air limbah. Kalau dapat, peraturan mana
yang mengatur dan Pasal atau ayat berapa ?
3. Dapatkah dilakukan penegakan hukum pidana jika pabrik
pupuk yang berada di wilayah pesisir (pantai), jkondisi
emisi gas buanganya terutama parameter ammonia
melebihi baku mutu ? Apakah emisi gas buang pabrik
tersebut yang melebihi baku mutu dapat menimbulkan
pencemaran air laut.

16
BAB III
STRATEGI DAN KERANGKA KERJA

Indikator keberhasilan: Setelah mempelajari Bab III ini peserta


diklat diharapkan mampu:
1. Menjelaskan strategi pengawasan kegiatan di wilayah
pesisir dan laut
2. Menyusun kerangka kerja pengawasan kegiatan di wilayah
pesisir dan laut
3. Mengidentifikasi data/informasi sebagai data dasar
pengawasan yang digunakan sebagai tindaklanjut
pengawasan

A. Strategi
Secara umum strategi didefinisikan sebagai serangkaian
tindakan (action) atau pendekatan (approach) untuk mencapai
tujuan yang diinginkan, secara efektif dan efisien melalui
proses yang sah dan absah. Adapun tujuan, sasaran, dan
ruang lingkup pengawasan lingkungan hidup, serta proses
yang sah secara admistratif dan absah sesuai kaidah teknis
adalah sebagaimana ditetapkan dalam peraturan perundang-
undangan (lihat Bab II).
Gambar 3.1 - Strategi Pengawasan Lingkungan Hidup

TUJUAN & SASARAN

Dasar Hukum PENGAWASAN LH

STRATEGI UMUM

Pengendalian Pencemaran

Dan Perusakan Laut

STRATEGI KONTEKSTUAL
Dasar
Dasar Hukum
Hukum
Kontekstual
Kontekstual KERANGKA-KERJA

OPERASIONAL 17
Berdasarkan batasan pengertian tersebut diatas maka strategi
harus menghasilkan suatu rencana tindak yang diyakini
akan mencapai sasaran dan tujuan melalui proses yang
sah dan absah. Dengan demikian perlu ditentukan indikator
keberhasilan yang dapat dipantau capaian kinerjanya.
Indikator kinerja tersebut diatas mengacu pada tujuan dan
sasaran pengawasan lingkungan hidup serta tata kerjanya
sebagaimana materi pembelajaran dalam mata diklat Metoda
Pelaksanaan Pengawasan.

B. Kerangka kerja
Kerangka kerja dapat disusun antara lain dengan pendekatan
yang perumusannya didasarkan pada jawaban dari
pertanyaan-pertanyaan pokok sebagai berikut:
1. usaha/kegiatan yang diawasi (yang mana, dimana, dan
bilamana)?;
2. siapa yang diawasi (dari tiap target operasi
pengawasan)?;
3. diawasi oleh siapa?;
4. ketentuan apa yang harus ditaati oleh penanggungjawab
usaha/kegiatan?;
5. bagaimana cara mengawasi, yang hasilnya sah dan
absah?.
Berdasarkan peraturan perundang-undangan yang melandasi
pengawasan lingkungan hidup dalam konteks pengendalian
pencemaran dan perusakan laut, maka siapa yang diawasi
adalah penanggungjawab dari usaha/kegiatan yang
kemungkinan besar akan menyebabkan perusakan dan atau
pencemaran laut. Adapun yang mengawasi adalah Pejabat
Pengawas. Sedangkan apa yang harus diawasi adalah tolok
ukur penaatan. Peraturan perundang-undangan dan tolok
ukur ketaatan serta ketatalaksanaan termaksud diatas adalah

18
sebagaimana dijelaskan dalam Bab II.
Untuk mengetahui apakah telah mentaati atau belum
mentaati maka diperlukan data dan informasi faktual yang
cara memperolehnya melalui tata cara sebagaimana yang
diberikan dalam materi pembelajaran dalam mata diklat
Teknik Pengumpulan Data dan Wawancara dan mata diklat
Teknik Pengambilan Sampel Air Laut. Selanjutnya agar data
dan informasi yang didapat tersebut sah secara administratif
maka harus mengacu pada prosedur dan format berita acara
serta format pelaporan sebagaimana ditetapkan dalam
KEPMEN-LH Nomor 56 Tahun 2002 tentang Pedoman Umum
Pengawasan Penaatan Lingkungan Hidup Bagi Pejabat
Pengawas.

C. Data/Informasi
Oleh karena data dan informasi termaksud diatas akan
digunakan sebagai dasar untuk menentukan tindak lanjut
pengawasan dan akan digunakan untuk keperluan penegakan
hukum (jika ada pelanggaran), maka dalam persiapannya
harus memahami materi pembelajaran dari mata diklat –
mata diklat Tindak Lanjut Pengawasan, Penegakan Hukum
Administrasi Lingkungan, dan Menjadi Saksi Di Pengadilan.
Implementasi dari tolok ukur penaatan, sebagaimana
dijelaskan dalam Bab II, dalam konteks pengendalian
pencemaran dan perusakan laut secara garis besar meliputi
beberapa aspek, antara lain aspek yang berkenaan dengan:
1. ketaatan terhadap larangan mencemari dan/atau merusak
laut, atau kewajiban mencegah pencemaran dan/atau
perusakan laut, maka perlu didapat data/informasi yang
mengindikasikan apakah kondisi kualitas air laut telah cemar
atau tidak cemar dan apakah kondisi ekosistem pesisir
seperti terumbu karang, mangrove dan padang lamun telah

19
rusak. Jika diketahui telah cemar dan/ atau rusak, maka
kemudian dicari perusahaan/kegiatan yang berkontribusi
menimbulkan pencemaran dan/atau perusakan tersebut.
Untuk menentukan data/informasi yang diperlukan maka
harus memahami batasan pengertian pencemaran air
dan perusakan laut (PP19/1999), baku mutu air laut
(KEPMEN LH 51/2004), kriteria baku kerusakan terumbu
karang (KEPMEN LH 04/2001), kriteria baku kerusakan
padang lamun (KEPMEN LH 200/2004) dan kriteria
baku kerusakan mangrove (KEPMEN LH 201/2004), dan
pengendalian pencemaran dan/atau perusakan laut (PP
19/1999);
2. ketaatan terhadap persyaratan dan tata cara perizinan
pembuangan air limbah ke laut (PERMEN LH 12/2006),
maka perlu diperoleh data/informasi mengenai dokumen
perizinan dari usaha/kegiatan yang bersangkutan
termasuk izin dan dokumen lingkungan yang telah
diperoleh, dan data/informasi yang mengindikasikan
antara lain karakteristik air limbah dan beban pencemaran
dari parameter-parameter kunci air limbah sebagaimana
ditetapkan dalam ketentuan mengenai baku mutu air
limbah, serta data/informasi yang mengindikasikan cara
pengolahan dan pengaliran air limbah dari IPAL ke laut,
waktunya dan tempat pembuangannya;
3. ketaatan terhadap dokumen Amdal (termasuk RKL dan RPL
atau UKL dan UPL), maka perlu diketahui data/informasi
mengenai dokumen AMDAL dari usaha/kegiatan yang
bersangkutan, dan data/informasi yang mengindikasikan
upaya-upaya sebagaimana dinyatakan dalam dokumen
AMDAL tersebut;
4. penanggungjawab usaha/kegiatan merupakan subyek
hukum penaatan, maka perlu diketahui kepada siapa

20
persuratan ditujukan, siapa yang akan dimintai keterangan,
siapa yang menandatangani berita acara, maka perlu
diketahui data/informasi mengenai struktur organisasi dan
personalianya, serta ketatalaksanaan manajemen dari
usaha/kegiatan yang bersangkutan.
5. dampak negatif dan/atau kerugian pada publik akibat
pembuangan limbah suatu usaha/kegiatan, maka
perlu diketahui pengaruh dari tiap parameter kunci
limbah tersebut, dan perlu didapat data/informasi yang
mengindikasikan fenomena pengaruh tersebut serta
besarannya.

D. Rangkuman
Dalam melakukan pengawasan lingkungan harus menyusun
strategi agar pengawasan dapat berlangsung dengan efektif
dan efisien. Strategi yang ditempuh adalah menentukan
indikator keberhasilan yang dapat dipantau capaian
kinerjanya. Indikator kinerja tersebut mengacu pada tujuan
dan sasaran pengawasan serta tata kerja pengawasan.
Kerangka kerja pengawasan dapat kita pahami dengan
menjawab pertanyaan kegiatan apa yang akan diawasi, siapa
yang diawasi, siapa yang mengawasi, ketentuan apa yang
harus diawasi, bagaimana cara melakukan pengawasan.
Selanjutnya data dan informasi harus dihimpun sebagai
bahan pengawasan serta dasar bagi pengambilan keputusan
mengenai tindak lanjut pengawasan.

21
E. Latihan
Jawablah dengan singkat dan jelas, pertanyaan dibawah ini.
1. Untuk menentukan sasaran dan tujuan pengawasan,
hal-hal apa saja yang menjadi pertimbangannya.
2. Sebutkan tolok ukur keberhasilan dalam melakukan
pengawasan lingkungan, misalnya pengawasan pabrik
petrokimia yang ada di pantai.
3. Data dan informasi apa saja yang harus dikumpulkan
sebelum melakukan pengawasan ?

22
BAB IV
IDENTIFIKASI SUMBER-SUMBER PENCEMARAN
DI PESISIR DAN LAUT

Indikator keberhasilan: Setelah mempelajari Bab IV ini peserta


diklat diharapkan mampu:
1. Menjelaskan sumber-sumber pencemaran wilayah pesisir
dan laut
2. Mengidentifikasi usaha atau kegiatan yang berpotensi
memberikan dampak pada wilayah pesisir dan laut.

A. Sumber Pencemaran Wilayah Pesisir dan Laut


Pencemaran Laut adalah masuknya atau dimasukkannya
makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam
lingkungan laut oleh kegiatan manusia sehingga kualitasnya
turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan
lingkungan laut tidak sesuai lagi dengan baku mutu dan/atau
fungsinya. Terjadinya pencemaran lingkungan di wilayah
pesisir dan laut dapat diakibatkan oleh limbah kegiatan atau
aktifitas di daratan (land-based pollution), maupun kegiatan
atau aktivitas di lautan (sea-based pollution).
Sedangkan perusakan laut adalah tindakan yang menimbulkan
perubahan langsung atau tidak langsung terhadap sifat fisik
dan/atau hayatinya yang melampaui kriteria baku kerusakan
laut. Bentuk kerusakan lingkungan wilayah pesisir di beberapa
daerah antara lain berupa hancurnya terumbu karang akibat
pengeboman, rusaknya hutan bakau akibat penebangan liar,
hilangnya ekosistem padang lamun akibat memburuknya
kualitas air di habitatnya, dan abrasi pantai (al. pantai di
Marunda DKI Jakarta, pantai di Kelurahan Mangunharjo,
Semarang, dsb). Kegiatan yang berpotensi menimbukan
abrasi antara lain adalah penimbunan atau reklamasi pantai

23
dan pengambilan pasir laut yang tidak terkendali.
Seperti yang dijelaskan terdahulu, bahwa sumber pencemaran
di pesisir dan laut yang dapat juga menyebabkan kerusakan
ekosistem pesisir dan laut diklasifikasikan menjadi dua
golongan, yaitu yang berasal dari: aktivitas di daratan (land-
based pollution) dan aktivitas di laut (sea-based pollution)
1. Sumber pencemaran dari aktivitas di daratan (Land-based
pollution)
Kegiatan atau aktivitas di daratan yang berpotensi
mencemari lingkungan pesisir dan laut, antara lain
adalah :
a. Kegiatan penebangan hutan (deforestation)
b. Buangan limbah industri (disposal of industrial
wastes)
c. Buangan limbah pertanian (disposal of agricultural
wastes)
d. Buangan limbah cair domestik (sewage disposal)
e. Buangan limbah padat (solid waste disposal)
f. Buangan limbah kegiatan pertambangan (disposal of
mining waste)
g. Konversi lahan mangrove dan lahan basah lainnya
(mangrove swamp conversion)
h. Reklamasi di kawasan pesisir (reclamation)
2. Sumber pencemaran dari aktivitas di laut (Sea-based
pollution)
Sedangkan, kegiatan atau aktivitas di laut yang berpotensi
mencemari lingkungan pesisir dan laut antara lain
adalah:

24
a. Kegiatan transportasi di laut atau pelayaran (shipping)
b. Pembuangan limbah ke laut (ocean dumping)
c. Kegiatan pertambangan di laut (mining)
d. Eksplorasi dan eksploitasi minyak (oil exploration and
exploitation)
e. Budidaya laut (marine culture)
f. Kegiatan pemancingan/penangkapan ikan (fishing)
Sebagai gambaran, sumber pencemaran di wilayah pesisir
dan laut dapat dilihat pada gambar berikut ini:

Gambar 1: Sumber pencemaran pesisir dan laut akibat


kegiatan di darat dan laut

25
B. Indikasi Pencemaran Air Laut dan Perusakan Ekosistem
Terumbu Karang, Padang Lamun dan Mangrove
Salah satu tolok ukur penaatan adalah larangan mencemari
lingkungan hidup, dan kewajiban mencegah pencemaran dan/
atau perusakan laut. Untuk mengetahui apakah ketentuan
tersebut ditaati atau tidak maka perlu didapat data/informasi
tentang kondisi kualitas air laut dan ekosistem pesisir dan laut
yang ada (antara lain: terumbu karang, padang lamun dan
mangrove), sehingga dapat dievaluasi tingkat kualitasnya, baik
tingkat pencemarannya dan tingkat kerusakan ekosistemnya.
Parameter kualitas air laut yang dipantau mengacu kepada
baku mutu air laut (KEPMEN LH 51/2004), sedangkan tingkat
kerusakan yang dipantau mengacu kepada kriteria baku
kerusakan ekosistem pesisir dan laut (KEPMEN LH 04/2001,
KEPMEN LH 200/2004 dan KEPMEN LH 201/2004).
Dalam konteks pengawasan lingkungan hidup indikasi
pencemaran dan/atau perusakan laut mencakup indikator
sebab, penyebab, dan akibat. Ketiga indikator itu ditentukan
berdasarkan batasan ’pengertian pencemaran laut’ dan
‘pengertian perusakan laut sebagaimana ditetapkan dalam
PP 19/1999, sebagai berikut:
”Pencemaran laut adalah masuknya atau dimasukkannya
makhluk hidup, zat, energi, dan atau komponen lain ke dalam
lingkungan laut oleh kegiatan manusia, sehingga kualitasnya
turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan
lingkungan laut tidak sesuai lagi dengan baku mutu dan/atau
fungsinya”; dan
“Perusakan laut adalah tindakan yang menimbulkan
perubahan langsung atau tidak langsung terhadap sifat fisik
dan/atau hayati yang melampaui kriteria kerusakan laut”.
Untuk pencemaran laut, indikator sebab adalah sebagaimana
dimaksud dalam anak kalimat ”...masuknya atau

26
dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan atau komponen
lain ke dalam lingkungan laut....”; indikator penyebab adalah
sebagaimana dimaksud dalam anak kalimat ”...oleh kegiatan
manusia...”; dan indikator akibat adalah sebagaimana
dimaksud dalam anak kalimat ”..sehingga kualitas laut turun
sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan
laut tidak sesuai lagi dengan baku mutu dan/atau fungsinya”.
Untuk perusakan lingkungan laut, indikator sebab adalah “...
tindakan yang menimbulkan perubahan... terhadap sifat fisik
dan/atau hayati...”; indikator penyebab adalah “...(secara)
langsung atau tidak langsung...”; dan indikator akibatnya
adalah sebagaimana dimaksud dengan anak kalimat “...
melampaui kriteria kerusakan laut...”.
Berdasarkan ketiga indikator termaksud diatas kemudian
ditentukan data/informasi yang harus didapatkan untuk
menunjukkan fakta mengenai penaatan terhadap larangan
mencemari dan/atau merusak lingkungan laut serta kewajiban
mencegah pencemaran dan/atau perusakan laut.

C. Indikasi Penaatan Baku Mutu Air Limbah


Satu dari beberapa tolok ukur penaatan adalah persyaratan
pembuangan air limbah ke lingkungan laut, antara lain
kewajiban mentaati baku mutu air limbah. Pada hakekatnya,
baku mutu air limbah adalah batas kualitatif dan/atau
kuantitatif air limbah suatu usaha/kegiatan yang ditoleransi
untuk mendapat izin pembuangannya ke lingkungan. Batas
kualitatif meliputi parameter kualitas dan tingkatan satuannya,
antara lain kadar dan derajat. Sedangkan batas kuantitatif
meliputi volume dan beban pencemaran.

27
D. Contoh Usaha dan atau Kegiatan yang berpotensi
Memberikan Dampak pada Wilayah Pesisir dan Laut
Usaha/kegiatan yang banyak dilakukan di wilayah pesisir dan
laut yang berdampak terhadap kualitas lingkungan pesisir
dan laut adalah:

1. Kegiatan Pelabuhan
Pelabuhan adalah merupakan salah satu infrastruktur
transportasi yang memanfaatkan wilayah pesisir untuk
melaksanakan kegiatan operasionalnya, yang dinilai sangat
produktif bila dilihat dari aktivitas yang ada di dalamnya.
Beberapa kegiatan yang ada di pelabuhan antara lain
adalah bongkar muat barang (padat, cair, bulk), debarkasi/
embarkasi penumpang, olah gerak kapal, peralatan
bongkar muat industri dan perkantoran yang berpotensi
sebagai sumber pencemar yang dapat mencemari perairan
di sekitar pelabuhan.
Limbah pencemar yang diperkirakan mencemari perairan
dan daratan pelabuhan adalah: sampah, limbah cair industri,
minyak, oli, curah padat, sedimentasi dan sanitasi, dimana
jenisnya akan berbeda-beda untuk setiap pelabuhan.
Pencemaran lingkungan pelabuhan tidak saja akan
menurunkan kualitas dan produktivitas perairan tersebut,
tetapi juga akan mempengaruhi kualitas dan produktivitas
perairan sekitarnya. Tentu hal ini sangat merugikan,
karena lingkungan sekitar pelabuhan memiliki berbagai
peruntukan seperti pariwisata, perikanan budidaya,
rekreasi dan industri.

2. Kegiatan Permukiman
Lebih dari 65 % penduduk Indonesia menempati wilayah
pesisir dan laut. Padatnya penduduk di kawasan ini

28
menyumbang berbagai jenis limbah seperti limbah padat
dan limbah cair. Selayaknya limbah domestik harus diolah
untuk mengurangi zat/bahan pencemar sebelum dibuang
ke media lingkungan termasuk juga wilayah pesisir dan
laut. Potensi pencemaran akibat limbah domestik ini cukup
tinggi, sebagai contoh, nutrient dan amoniak yang berlebih
dari limbah domestik akan merangsang pertumbuhan
algae yang dapat menyebabkan perubahan mendasar dari
segi komposisi dan kelebihan pertumbuhan algae dan juga
dapat menyebabkan hilangnya beberapa jenis biota yang
sensitif. Jika beban bahan organik yang masuk ke perairan
cukup banyak, akan terjadi pengurangan oksigen terlarut
di perairan yang dapat menyebabkan kematian biota laut
terutama yang berada di sekitar tempat pembuangan.

3. Kegiatan Industri
Wilayah pesisir merupakan kawasan yang ideal bagi
penempatan lokasi industri karena dikawasan ini
memudahkan akses angkutan bagi produk dan bahan baku
industri tersebut, baik melalui darat maupun laut (pelayaran).
Berbagai jenis industri spesifik juga terletak di kawasan
pesisir disebabkan karena tidak hanya kemudahan akses
angkutan, tetapi juga karena kebutuhan akan air bersih
untuk proses industri tersebut dan air pendingin (cooling
water) untuk mendinginkan mesin industri. Di kawasan
pesisir dan laut, akses terhadap ketersedian air bersih
dan air pendingin tidak terbatas. Namun demikian, potensi
pembuangan limbah baik dari air bekas pakai dari kegiatan
industri tersebut maupun buangan limbah lain langsung ke
perairan laut juga menjadi besar yang secara langsung
maupun tidak langsung berdampak kepada biota atau
tanaman yang ada di kawasan pesisir dan laut. Sebagai
contoh, limbah yang mengandung logam berat yang

29
sifatnya berbahaya secara kronis maupun akut berasal
dari kegiatan industri pertambangan. Limbah minyak dan
lemak dari kegiatan migas yang juga berbahaya bagi
kehidupan biota atau juga mengurangi konsentrasi oksigen
terlarut yang ada diperairan. Limbah organik biasanya dari
kegiatan industri perikanan dan kelapa sawit yang secara
ekstrim dapat mengurangi ketersediaan oksigen di laut.
Proses desalinisasi seringkali menyebabkan terjadinya
konsentrasi garam yang tinggi pada perairan di sekitar
outlet pembuangan limbahnya yang berbahaya juga bagi
beberapa biota di laut.
Sementara itu, besarnya jumlah air yang diambil dari
laut sebagai air pendingin, seringkali menyebabkan
matinya beberapa biota dan juga larva akibat tersangkut
pada alat penyaring pada saat pengambilan air dari
laut. Selanjutnya buangan air panas akan berpengaruh
terhadap siklus kehidupan beberapa biota yang tidak
toleran terhadap perubahan suhu air laut. Bahan pencemar
yang kemungkinan akan berpengaruh terhadap benih ikan
yang ada di pantai antara lain adalah chlorine. Pemakaian
chlorine pada air pendingin ini bertujuan untuk membasmi
barnacle (teriptip) yang biasanya hidup menempel di
permukaan bagian dalam dari pipa.

4. Kegiatan Pariwisata
Kegiatan pariwisata di wilayah pesisir adalah salah
satu kegiatan yang berpotensi menyebabkan terjadinya
pencemaran dan/atau perusakan laut. Yang termasuk
kegiatan pariwisata disini adalah perhotelan atau resort,
olah raga air, dan wisata alam. Permasalahan utama
dari kegiatan perhotelan yang terletak di wilayah pesisir
adalah terkait dengan limbah cair dan padat dari hotel.
Hanya sedikit dari banyak hotel yang berlokasi di pesisir

30
mempunyai pengolah limbah dan mengolah limbahnya
sebelum dibuang ke lingkungan.
Disamping itu, kegiatan wisata bawah air seperti selam
maupun snorkeling juga dapat merusak ekosistem
pesisir khususnya terumbu karang, terutama pada lokasi
dimana terumbu karang menjadi andalan objek wisata
daerah tersebut. Para penyelam pemula biasanya tidak
memperhatikan keberadaan terumbu karang, dan seringkali
menginjakkan kakinya ke terumbu karang. Walaupun
demikian kerusakan terumbu karang lebih sering ditemukan
akibat akibat kegiatan penangkapan ikan, terutama ikan
hias ataupun penangkapan ikan dengan menggunakan
pukat harimau.
Kegiatan resort atau hotel di pulau-pulau kecil juga sering
merusak terumbu karang, rumput laut atau lamun, terutama
akibat penggunaan perahu, boat atau jetty yang melayani
pengunjung resort/hotel di pulau tersebut. Tumpahan
atau ceceran minyak, pembuangan sampah di laut oleh
pengunjung, pengambilan ikan hias dan terumbu karang
beresiko untuk terjadinya pencemaran dan kerusakan
ekosistem di pulau kecil tersebut.

5. Kegiatan Pertanian
Dampak dari kegiatan pertanian dan peternakan tidak
langsung membebani lingkungan pesisir dan laut. Beban
pencemaran lingkungan ini masuk ke laut melalui sistem
sungai. Masyarakat pertanian Indonesia masih banyak
yang menggunakan pupuk kimia dan pestisida dalam
menjalankan kegiatan pertanian. Limbah sisa dari pupuk dan
pestisida yang tidak terserap tanaman akan terakumulasi
di tanah dan akan tercuci masuk ke lingkungan pada saat
hujan.

31
Dampak dari besarnya beban limbah pertanian dan
peternakan yang masuk ke perairan adalah tingginya unsur
nitrogen, phosfat dan kalium di perairan. Ketiga unsur ini
jika berada dalam jumlah yang berlebihan, maka akan
mengakibatkan percepatan tumbuh dari plankton yang
ada. Fenomena percepatan pertumbuhan fitoplankton ini
disebut blooming. Pada pantai-pantai tertentu blooming ini
dapat mengakibatkan kematian ikan secara massal. Hal
ini diakibatkan karena pertumbuhan plankton yang sangat
cepat tersebut akan banyak menyerap oksigen perairan,
sehingga cenderung tercipta kondisi anaerob. Karena
itulah ikan pada kondisi perairan blooming akan mati
karena oksigen terlarut dalam air langsung berkurang.

6. Kegiatan Pertambangan
Kegiatan pertambangan di pantai atau di laut juga
memberikan dampak negatif pada kualitas pesisir dan laut.
Eksplorasi dan eksploitasi minyak di tengah laut sering
menimbulkan pencemaran, yaitu akibat pembuangan bahan
kimia saat dilakukan pengeboran dan adanya tumpahan
minyak. Kemudian, penambangan timah dan pasir di laut
yang tidak terkendali juga mengakibatkan abrasi pantai.
Debu atau tailing akibat kegiatan pertambangan pasir
laut atau tambang timah akan menutup terumbu karang
dan rumput laut, sehingga akan mati atau tidak dapat
berkembang.

7. Kegiatan Pembangkit Listrik


Pembangunan pembangkit listrik khususnya dengan
tenaga uap seringkali terletak di kawasan pesisir, karena
memerlukan banyak air pendingin. Pada saat pengoperasian
pembangkit listrik di kawasan pesisir, air laut digunakan
sebagai alat pertukaran panas untuk efisiensi panas dari

32
pembangkit listrik tersebut. Jika pembangkit listrik ini tidak
menggunakan system proses siklus pendinginan yang
tertutup, maka air panas yang berasal dari pembangkit
listrik ini biasanya langsung dibuang keperairan laut.
Pembuangan limbah yang dihasilkan dari pembangkit listrik
ini dapat diklasifikasikan kedalam dua sifat yaitu, buangan
rutin dan insidentil. Untuk yang bersifat rutin, misalnya
limbah thermal, pembuangan fly ash, limbah dari bahan
kimia pembersih tabung kondensat, ceceran/sisa bongkar
muat minyak dan batu bara. Sementara itu, buangan
yang sifatnya insidentil misalnya tumpahan bahan bakar,
overheating dari air pendingin, dan kecelakaan reactor dari
pembangkit listrik tenaga nuklir.

8. Kegiatan Perikanan
Kegiatan lainnya yang berpotensi terhadap pencemaran
dan kerusakan lingkungan pesisir dan laut adalah kegiatan
perikanan seperti budidaya tambak dan penangkapan ikan.
Kerusakan lingkungan pesisir yang sering dijumpai akibat
budidaya tambak adalah kerusakan hutan mangrove akibat
konversi kawasan hutan mangrove menjadi areal tambak.
Pada saat produksi tambak udang, biasanya setelah
panen dan akan memulai penanaman baru didahului oleh
pemakaian pestisida sebagai pembunuh hama. Hama
penyakit tadi dihilangkan dengan saponin atau pestisida
lainnya. Setelah diperkirakan hama penyakit sudah mati
maka air tambak yang mengandung pestisida dikeringkan
dan dibuang langsung ke laut. Setelah dibersihkan dari
bakteri dan penyakit barulah tambak siap untuk dipakai
budidaya udang. Untuk mempertahankan kondisi
pematang tambak dari gangguan kepiting kecil yang
membuat lubang, biasanya juga menggunakan pestisida.
Pencemaran pestisida dari kegiatan pertambakan ini dapat

33
menyebabkan matinya benih-benih ikan yang ada disekitar
tambak.
Kegiatan perikanan lainnya yang berpotensi mencemari
dan/atau merusak lingkungan pesisir dan laut adalah
industri pengolahan ikan dan penangkapan ikan karang.
Limbah yang dominan dari usaha perikanan adalah limbah
cair berupa sisa cucian ikan, darah dan lendir ikan, potongan
kecil daging ikan, kulit, sisik, isi perut, kondensat dari
operasi pemasakan dan air pendingin dari kondenser yang
telah terkontaminasi oleh bahan-bahan tersebut. Secara
spesifik, ketentuan tentang limbah dari usaha/kegiatan
pengolahan hasil perikanan ini diatur pada PERMEN LH
6/2007.
Usaha/kegiatan penangkapan ikan karang juga berpotensi
menyebabkan kerusakan lingkungan khususnya terumbu
karang. Penangkapan ikan karang sering dilakukan dengan
tidak memperhatikan kaidah lingkungan seperti dengan
menggunakan bom, sianida untuk menangkap ikan.

E. Rangkuman
Terdapat kegiatan baik di daratan maupun di lautan yang
berpotensi menimbulkan pencemaran dan atau kerusakan
di wilayah pesisir dan laut. Dalam konteks pengawasan
lingkungan hidup indikasi pencemaran dan/atau perusakan
pesisir dan laut mencakup indikator sebab, penyebab, dan
akibat. Ketiga indikator itu ditentukan berdasarkan batasan
’pengertian pencemaran laut’ dan ‘pengertian perusakan
laut. Sumber pencemaran dan kerusakan lingkungan yang
berada di daratan antara lain adalah kegiatan industri,
permukiman, pelabuhan, pariwisata dan kegiatan perkotaan
lainnya. Sedangkan kegiatan yang ada di lautan adalah
penambangan minyak lepas pantai, penambangan mineral

34
di laut, penambangan pasir laut, transportasi kapal, kegiatan
pengambilan terumbu karang dan eksploitasi ikan yang
berlebih. Kegiatan tersebut diatas harus dilakukan pengawasan
lingkungan oleh PPLH secara periodik dan berkala.

F. Latihan
Diskusikan kelompok dalam menjawab pertanyaan ini.
1. Apakah PPLH dapat melakukan pengawasan lingkungan
terhadap pengelola pelabuhan dan semua pabrik atau
kegiatan lainnya yang berada di lingkungan pelabuhan.
2. Komponen apa saja yang harus diawasi pada saat
melakukan pengawasan kegiatan penambangan pasir
laut dan penambangan mineral/batu granit di pantai atau
laut.
3. Bagaimana cara menetapkan telah terjadi kerusakan
ekosistem mangrove.

35
BAB V
TATA CARA PENGAWASAN

Indikator keberhasilan: Setelah mempelajari Bab V ini peserta


diklat diharapkan mampu:
1. Menerapkan tata cara pengawasan kegiatan di wilayah pe-
sisir dan laut
2. Menjelaskan tata Cara Pengawasan Kerusakan Lingkungan
di Wilayah Pesisir dan Laut yang meliputi tahap persiapan,
pelaksanaan pengawasan dan pasca pengawasan
lingkungan.

Pengawasan penaatan adalah kegiatan yang dilaksanakan


secara langsung atau tidak langsung oleh Pejabat Pengawas
untuk mengetahui tingkat ketaatan penanggung jawab usaha
dan atau kegiatan terhadap ketentuan peraturan perundang-
undangan di bidang lingkungan hidup. Pada bab ini dijelaskan
tentang tata cara pengawasan terkait dengan kegiatan dan/
atau usaha di wilayah pesisir dan laut serta pengawasan
kerusakan lingkungan di wilayah pesisir dan laut.

A. Tata Cara Pengawasan Kegiatan dan/atau Usaha di


Wilayah Pesisir dan Laut
Pedoman Umum Pengawasan Penaatan Lingkungan Hidup
Bagi Pejabat Pengawas telah diatur dalam Keputusan
Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor: 56 Tahun 2002.
Pada dasarnya ada tiga tahapan yang harus dilaksanakan,
yaitu tahap persiapan, tahap pelaksanaan dan tahap pasca
pengawasan lingkungan. Tahapan ini secara lengkap
dijelaskan dibawah ini.
1. Tahap Persiapan Pengawasan Lingkungan
Pada tahap persiapan, pejabat pengawas perlu

36
menyiapkan kelengkapan administrasi berupa surat
penugasan, tanda pengenal, dokumen perjalanan (surat
perintah perjalanan dinas) dan formulir berita acara
yang diperlukan dalam pelaksanaan pengawasan.
Terkait dengan pelaksanaan pengawasan kegiatan
yang membuang limbah ke pesisir atau laut, pejabat
pengawas diharuskan mempelajari peraturan/
dokumen/ referensi yang terkait, antara lain peraturan
tentang baku mutu air laut (KEPMEN 51/2004) dan
baku mutu limbah kegiatan yang akan diawasi (Bab
II), riwayat ketaatan usaha dan atau kegiatan yang
menjadi obyek pengawasan, izin-izin terkait, peta
situasi versi penanggung jawab usaha dan atau peta
situasi versi pejabat pengawas yang pernah melakukan
pengawasan ditempat yang sama atau bersebelahan.
Perlengkapan yang diperlukan untuk kegiatan
pengawasan ini disesuaikan dengan kondisi dan lokasi
usaha/kegiatan yang akan diawasi. Terkait dengan
usaha/kegiatan yang ada di kawasan pesisir atau
laut, maka diperlukan perlengkapan tambahan untuk
mencegah peralatan tertentu terkena air laut, antara
lain: kamera, handycam, notebook dan sebagainya.
Disamping itu pejabat pengawas perlu dilengkapi
dengan perlengkapan keselamatan kerja lain, yaitu
jaket pelampung atau peralatan selam jika diperlukan.
Perlengkapan utama yang diperlukan dalam
pengawasan di wilayah pesisir dan laut adalah:
a. Alat pencatat (note book, catatan tahan air).
b. Kamera atau handycam (kamera tahan air jika
diperlukan).
c. Perlengkapan keselamatan kerja, al. sepatu boot,
jas hujan, helm, pelampung, kaca mata, masker,

37
penutup telinga, kaos tangan.
d. Alat sampling yang diperlukan, al. botol plastic
dan gelas, sampler, zat pengawet, label, ember,
gayung.
e. Peralaan untuk segel, al. lak, benang/tali, lilin, korek
api.
f. Sarana transportasi.
g. Format Berita Acara Pengawasan.
h. Alat perekam suara.
i. Perlengkapan lain yang dianggap perlu, al. meteran,
stop watch, perahu atau speed boat jika diperlukan.

2. Tahap Pelaksanaan Pengawasan Lingkungan


Pada tahap pelaksanaan, setibanya di lokasi usaha dan
atau kegiatan, pejabat pengawas wajib menunjukkan
surat penugasan dengan menjelaskan maksud dan
tujuan pelaksanaan pengawasan dan dilanjutkan
dengan pertemuan pendahuluan antara pejabat
pengawas dengan penanggung jawab usaha dan atau
kegiatan.
Selanjutnya pada kesempatan ini, pengawas
menyampaikan kepada pihak fasilitas agar
mempresentasikan secara rinci tentang kegiatan
operasi yang mencakup penggunaan bahan baku,
bahan pendingin, air, proses produksi, produk, limbah-
limbah yang dihasilkan baik limbah padat, cair maupun
gas/debu (emisi). Sistem pengolahan limbah cair,
pengendalian pencemaran udara, pengelolaan limbah
B3 dan limbah non B3, pemanfaatan limbah (reduce,
reuse, recycle dan recovery) dan penggunaan energi.
Pada kesempatan ini pengawas memiliki peluang
untuk mempelajari lebih jauh tentang lay out, struktur

38
organisasi, kegiatan operasi, proses produksi, bahan
baku dan bahan penolong yang digunakan, keselamatan
kerja, penggunaan sumberdaya, limbah yang dihasilkan
dan informasi-informasi lainnya yang terkait dengan
kegiatan pengawasan lingkungan; dalam kesempatan
ini juga perlu ditanyakan apakah diperlukan briefing
atau latihan menggunakan alat pelindung diri sebelum
melakukan pemeriksaan. Pastikan juga bahwa personil
K3 menyertai selama melakukan pemeriksaan di
lapangan;
Pada saat melakukan pengawasan lingkungan seorang
pejabat pengawas harus peka, tanggap serta cermat
dalam melakukan inspeksi. Gunakan panca indera,
misalnya sikap curiga terhadap kebauan, rasa ingin tahu
(curious) harus dikembangkan di lapangan. Fokuskan
perhatian pada sumber-sumber penyebab dampak,
jenis-jenis bahan kimia yang digunakan dan tata cara
penyimpanan bahan kimia yang memiliki potensi
terhadap pencemaran lingkungan, keselamatan dan
kesehatan kerja, dan lain-lainnya.
Pejabat pengawas juga harus mencatat dan meneliti bila
terjadi perubahan warna air laut, bau atau kebisingan
yang melebihi kondisi normal; Lakukan penelitian lebih
lanjut jika terjadi tumpahan; Catat kondisi peralatan
yang tidak berfungsi, masih dalam perbaikan, berkarat,
bocoran, kapan rusak dan kapan akan diperbaiki/
diganti, kapan dilakukan inspeksi oleh petugas internal
atau dari Depnaker.
Pengawas harus menyampaikan bahwa dalam kegiatan
pengawasan ini diperlukan pengambilan gambar/foto.
Jika pihak fasilitas melarang untuk mengambil gambar/
foto, jelaskan bahwa Pejabat Pengawas Lingkungan

39
Hidup mempunyai kewenangan mengambil gambar/
foto yang dijamin oleh peraturan perundang-undangan
dibidang lingkungan hidup. (umumnya pihak fasilitas akan
mengijinkan mengambil gambar/foto). Jika pihak fasilitas
melarang untuk melakukan inspeksi di tempat tertentu,
katakan bahwa larangan itu merupakan penolakan untuk
menyelesaikan pengawasan. Hal ini melanggar peraturan
perundang-undangan dibidang lingkungan hidup dan
Pasal 216 KUHP. Janganlah berdebat, bila tak ada jalan
keluar maka tinggalkan tempat dan buatlah berita acara
yang ditanda tangani oleh pengawas dan personil yang
bertanggung jawab di unit tersebut.
Kata kunci yang baik untuk menghindari friksi dengan
pihak fasilitas adalah bersikap ramah, profesional, tegas
(assertive), dan menunjukan perintah (directive) sesuai
dengan fungsi dan tugas pengawas dalam peraturan
perundangan. Gunakan check list untuk panduan
wawancara sehingga didapatkan data yang lengkap.

Gambar 2: Penambangan granit di pesisir


mengakibatkan kerusakan mangrove di pantai dan
melanggar sepadan pantai, (Foto: Z. Abidin)

40
Beberapa hal yang perlu dilakukan dalam melakukan
pengawasan lingkungan, yaitu:
a. Pemeriksaan dokumen, al. hasil self monitoring,
perijinan yaitu persyaratan yang tercantum dalam
izin, dokumen lingkungan (RKL dan RPL atau UKL
dan UPL), bukti pembayaran retribusi penggunaan
air (air tanah/sungai/laut)
b. Pemeriksaan pabrik atau kegiatan lainnya,
al. penggunaan air proses, proses produksi,
penggunaan bahan kimia, sumber pencemaran,
saluran air limbah (perhatikan apakah ada saluran
bypass), pengelolaan bahan kimia dan limbah B3,
cerobong gas/debu, kondisi IPAL, flow meter.
c. Pengambilan sampel untuk air limbah dan emisi gas
buang, jika diperlukan sampel limbah B3. Selain itu,
lakukan analisis in-situ yaitu untuk parameter pH,
temperatur, pengukuran debid, dll.
d. Lakukan pemotretan dan pembuatan gambar
sketsa (lokasi buangan by pass, lokasi pengambilan
sampel.
e. Pembuatan berita acara (al. Berita acara
pengawasan, pengambilan sampel)
Lakukan pencatatan semua temuan di lapangan. Sampel
yang diambil perlu disegel agar tidak dibuka oleh orang
lain. Apabila pemeriksaan lapangan dianggap sudah
cukup, selanjutnya dilakukan pertemuan penutup
antara pejabat pengawas dengan penanggung jawab
usaha dan atau kegiatan. Pejabat pengawas harus
menyampaikan temuan lapangannya kepada wakil
dari usaha dan atau kegiatan, jika memungkinkan
bandingkan temuan tersebut dengan persyaratan izin

41
pembuangan limbah ke laut, ketentuan baku mutu dan
ketentuan dalam RKL dan RPL atau UKL dan UPL. Buat
berita acara, pastikan bahwa semua temuan sesuai
dengan kondisi lapangan yang sebenarnya.

Gambar 3: Pembuangan sampah dan limbah B3


di pantai dari kegiatan pembongkaran kapal (ship
dismentling) petugas sedang mengambil contoh
limbah (Foto: Z. Abidin)

3. Tahap Pasca Pengawasan Lingkungan


Pasca pemeriksaan lapangan, pejabat pengawas wajib
mendokumentasikan seluruh data dan informasi yang
diperoleh dari pelaksanaan pengawasan lingkungan
secara rinci, sistematis (dikelompokkan berdasarkan
jenisnya), dan jelas, artinya dilengkapi dengan catatan
berkenaan dengan waktu, tempat/sumber informasi
diperoleh. Dokumentasi berupa hasil wawancara,
foto/gambar, hasil analisa sampel harus disimpan
dalam lemari yang aman. Sampel yang diambil harus

42
secepatnya dibawa ke laboratorium untuk dianalisis
sesuai dengan parameter yang dikehendaki. Buat surat
pengiriman sampel dan berita acara atau manifest
penerimaan sampel dari petugas laboratorium. Apabila
sertifikat hasil analisa laboratorium sudah diterima,
perlu dilakukan penelaahan dengan segera.
Sebelum membuat laporan pengawasan, pejabat
pengawas harus melakukan pemeriksaan kembali data
dan fakta yang diperoleh di lapangan. Jangan menunda
membuat laporan pengawasan. Diskusikan temuan
lapangan dan hasil analisa sampel dengan teman
sejawat yang berpengalaman atau pernah melakukan
pengawasan pada kegiatan tersebut. Selanjutnya
pejabat pengawas wajib segera menyelesaikan laporan
dan menyampaikan laporan hasil pengawasan kepada
pejabat pemberi tugas beserta saran langkah tindak
selanjutnya.

B. Tata Cara Pengawasan Kerusakan Lingkungan di


Wilayah Pesisir dan Laut
Jika terjadi pencemaran dan atau perusakan lingkungan
di wilayah pesisir dan laut atau ada pengaduan dari
masyarakat, maka kegiatan pengawasan tidak hanya di
dalam pabrik atau kegiatan dan atau usaha saja tetapi
juga pada lingkungannya, yaitu wilayah pesisir dan laut
disekitarnya. Dalam masalah ini Pejabat Pengawas harus
melakukan investigasi di luar lingkungan pabrik secara
detail, misalnya lokasi pembuangan air limbah di laut,
kerusakan pantai, kerusakan terumbu karang, mangrove
atau lamun.
Seperti halnya tata cara pengawasan pengelolaan limbah
yang dibuang ke pesisir dan laut, tata cara pengawasan

43
kerusakan di wilayah pesisir dan laut juga melalui tiga tahap,
yaitu tahap persiapan, tahap pelaksanaan pengawasan
dan tahap pasca pengawasan lapangan. Pengukuran
tingkat kerusakan di wilayah pesisir dan laut dilakukan
mengacu kepada pedoman Keputusan Kepala Bapedal
No. 47 Tahun 2001 tentang Pedoman Pengukuran Kondisi
Terumbu Karang; KEPMEN 200/2004 tentang Kriteria
Baku Kerusakan dan Pedoman Penentuan Status Padang
Lamun; dan KEPMEN 201/2004 tentang Kriteria Baku dan
Pedoman Penetuan Kerusakan Mangrove.
1. Persiapan pelaksanaan pengawasan kerusakan di
wilayah pesisir atau laut
Pengawasan kerusakan di wilayah pesisir dan laut
merupakan kegiatan investigasi yang ditujukan untuk
mengetahui tingkat kerusakan yang terjadi, lokasi
kerusakannya, luasan dan perkiraan kasar kerugiannya.
Langkah pertama yang perlu ditetapkan dalam persiapan
pengawasan ini adalah menentukan tujuan dan sasaran
pengawasan. Untuk pengawasan mangrove sangat
berbeda dengan pengawasan terumbu karang. Obyek
utama pengawasan di wilayah pesisir dan laut adalah
pantai (abrasi pantai), padang lamun, terumbu karang
dan mangrove.
a. Persiapan Pengawasan Mangrove
Kawasan mangrove biasanya berada di pantai,
tiap daerah mempunyai karakteristik yang berbeda
beda. Sebagai contoh kawasan mangrove di
Papua, Kalimantan, Sumatera sangat berbeda
dengan di Jawa. Kawasan mangorove di luar Pulau
Jawa lebih lebat dibandingkan dengan di Jawa.
Begitu juga binatang berbahaya yang menghuni
kawasan mangrove tersebut. Dengan mengetahui
44
karakteristik kawasan mangrovenya kita dapat
mempersiapkan peralatan dan obat-obat (P3K)
yang harus dibawa. Untuk melakukan pengawasan
mangrove, disarankan dalam kondisi badan yang
sehat dan untuk menangkal malaria disarankan lebih
dahulu mengkonsumsi pil kina atau sejenisnya.
Jangan melakukan pengawasan sendirian, minimal
2 orang. Cari informasi jenis satwa atau serangga
apa saja yang berbahaya. Bahan makanan dan
minuman perlu dibawa secukupnya. Peralatan
yang dipersiapkan untuk dibawa antara lain adalah:
sepatu lapangan (boot), topi, kaos tangan, tali,
kamera, handy cam, jas hujan, meteran (roll meter),
alat tulis menulis, senter, obat-obatan (kotak P3K),
peta lokasi, kompas. Jika lokasi jauh dari pemukiman
siapkan tenda untuk menginap. Persiapkan
kelengkapan administrasi yang dibutuhkan, antara
lain surat tugas.
b. Persiapan Pengawasan Terumbu Karang
Langkah pertama yang harus dipersiapkan dalam
pengawasan terumbu karang adalah mengumpulkan
informasi tentang lokasi yang kita awasi, al. curah
hujan, kedalaman laut, kondisi arus/ombak, musim,
arah angin serta informasi lain tentang kondisi lokasi.
Bawa bahan makanan secukupnya. Peralatan yang
perlu dibawa antara lain adalah: peta, tali, roll
meter, peralatan selam/snorkling, perahu/speed
boad, peralatan sampling, alat ukur kedalaman laut,
kamera tahan air, buku catatan tahan air, peralatan
berenang, perijinan, obat-obatan (P3K). Persiapkan
kelengkapan adminstrasi yang dibutuhkan, antara
lain surat tugas dan perizinan. Jangan melakukan

45
pengawasan terumbu karang sendiri.
c. Pengawasan Lamun
Sebelum ke lapangan kumpulkan informasi tentang
keadaan lokasi, antara lain lokasi kedalaman
padang lamun, arus laut, ombak, satwa atau biota
yang berbahaya. Perlengkapan yang dibawa sama
dengan yang dipakai dalam pengawasan terumbu
karang. Jangan melakukan pengawasan sendirian.
Persiapkan juga peralatan untuk sampling dan
pengawetnya. Siapkan perlengkapan administrasi
dan bahan makanan atau minuman secukupnya.
d. Pengawasan Pantai (abrasi)
Kerusakan pantai yang sering terjadi adalah abrasi.
Selain itu juga terjadi akresi atau tanah timbulan.
Tanah timbulan ini akan menjadi masalah jika lokasi
tersebut terdapat terumbu karang atau padang
lamun. Sebelum ke lapangan persiapkan peta, kalau
memungkinkan foto satelit sehingga dapat diketahui
kerusakan pantainya. Peralatan yang harus
dibawa adalah roll meter, kamera, peta, perahu jika
diperlukan.
2. Pelaksanaan pengawasan lapangan kerusakan di
wilayah pesisir atau laut
Setelah persiapan administrasi, peralatan dan bahan
lengkap, selanjutnya menuju lokasi. Jika diperlukan
perjinan lagi segera diselesaikan dengan otoritas yang
bersangkutan.
Untuk pengawasan terumbu karang berpedoman pada
Kepmen LH Nomor 04 Tahun 2001 Tentang Kriteria
Baku Kerusakan Terumbu Karang dan Keputusan

46
Kepala Bapedal Nomor 47 Tahun 2001 Tentang
Pedoman Pengukuran Kondisi Terumbu Karang. Untuk
pengawasan Padang Lamun berpedoman pada Kepmen
LH Nomor 200 Tahun 2004 Tentang Kriteria Baku
Kerusakan dan Pedoman Penentuan Status Padang
Lamun. Untuk pengawasan Mangrove berpedoman
pada Kepmen LH Nomor 201 Tahun 2004 Tentang
Kriteria Baku dan Pedoman Penentuan Kerusakan
Mangrove. Sedangkan untuk pengawasan kerusakan
pantai (abrasi pantai) belum ada pedomannya. Namun
demikian, kita dapat mengukur laju abrasi tiap tahun dan
luasan tanah atau pantai yang terabrasi. Kumpulkan
juga data arah arus laut, ketinggian ombak, arah angin,
bangunan yang menjorok ke laut disekitar areal yang
terabrasi. Kumpulkan data dan informasi dari penduduk
mengenai lokasi pantai sebelum terabrasi dan tahun
berapa mulai terabrasi.
Dalam melakukan pengawasan mangrove, terumbu
karang dan padang lamun, perlu dicari penyebab
kerusakannya. Apakah dari kegiatan manusia atau ada
penyebab yang lain. Misal pada terumbu karang dapat
juga kerusakannya oleh adanya perubahan suhu air
laut. Cari informasi dari penduduk setempat penyebab
kerusakannya. Semua temuan lapangan atau informasi
yang diperoleh harus dicatat dan didokumentasikan.
Bila diperlukan, dapat dilakukan pengambilan sampel.
Untuk sampel yang diawetkan perlu dikemas dalam
wadah/botol yang diberi label. Pengambilan gambar/
foto dan sketsa lokasi pengambilan sampel harus
dibuat. Untuk kerusakan pantai harus dibuat sketsa
lokasi dan bangunan disekitarnya.
Jika kerusakan lingkungan di wilayah pesisir dan laut
ini ada kaitannya dengan kegiatan dan atau usaha

47
(al. pabrik, off shore, pelabuhan), maka pengawasan
lapangan harus diikuti oleh wakil dari pihak perusahaan.
Pada pertemuan penutup, harus dibuat berita acara hasil
pengawasan. Begitu pula berita acara pengambilan
sampel, jika dilakukan pengambilan sampel.
3. Pasca Pengawasan Lingkungan
Setelah pengawasan lingkungan di wilayah pesisir
dan laut dilakukan, maka masukkan semua data yang
diperoleh kedalam data base komputer. Sampel yang
telah diambil, segera dikirim ke laboratorium disertai
surat pengantar. Data lainnya berupa dokumen,
disimpan dalam lemari data yang aman.
Hasil temuan lapangan dan hasil analisis laboratorium di
diskusikan dengan tim pengawas. Bila perlu konsultasikan
dengan orang yang tahu permasalahannya atau pakar.
Semua data yang terkumpul dipakai sebagai dasar
pembuatan laporan akhir. Pembuatan laporan dapat
mengacu format baku yang telah ditetapkan Menteri
atau dapat ditambah dengan data lainnya sebagai
lampiran dan disertai dengan saran tindak lanjutnya.

C. Rangkuman
Mata ajar tata cara pengawasan dibagi dua, yaitu tata cara
pengawasan usaha dan atau kegiatan di wilayah pesisir dan
laut serta pengawasan kerusakan lingkungan ekosistem
pesisir dan laut. Kegiatan pengawasan lingkungan meliputi
tiga tahap, yaitu persiapan pengawasan, pelaksanaan
pengawasan dan pasca pelaksanaan pengawasan.
Tahap persiapan yang perlu dilakukan adalah menetapkan
tujuan pengawasan, mempelajari dokumen kegiatan
yang akan diawasi, persiapan peralatan, perencanaan

48
pengambilan sampel dan analisis in-situ serta persiapan
administrasi dan keuangan. Tahap pelaksanan pengawasan
yang harus diperhatikan adalah pengawasan terhadap
dokumen yang berkaitan dengan pengelolaan lingkungan,
pemeriksaan proses produksi (sumber pencemaran),
pemeriksaan pengelolaan air, udara dan limbah serta
bahan yang mengandung B3. Pada tahap ini juga dilakukan
pemeriksaan tanggap darurat, pengambilan sampel dan
analisis in situ, pemotretan, gambar sketsa dan pembuatan
berita acara. Pada tahap pasca pengawasan lapangan
yang harus dilakukan adalah analisis laboratorium,
pengelolaan data yang diperoleh, pembuatan laporan
dan yang paling penting adalah usulan tindak lanjut dari
temuan lapangan.
Apabila dilakukan pengawasan pada kerusakan ekosistem
pesisir dan laut, lakukan analisis apakah kerusakan
tersebut disebabkan oleh usaha dan atau kegiatan
yang kita awasi. jika tidak, cari penyebab kerusakannya
dari sumber lain. Dalam setiap melakukan pengawasan
gunakan teknik wawancara yang baik, gunakan check list,
selalu waspada dan perhatikan keselamatan kerja.

D. Latihan
Pertanyaan ini diskusikan dalam kelompok dan
presentasikan jawabannya untuk dibahas dengan peserta
diklat yang lain di kelas.
1. Kita akan melakukan pengawasan terhadap kegiatan
penambangan biji besi atau batu granit di suatu
Pulau. Sebagian lokasi penambangannya berada di
pantai pulau tersebut. Apa yang harus kita persiapkan
dan langkah apa saja yang harus diperhatikan pada
saat pengawasan lapangan dan pasca pengawasan

49
lapangan.
2. Masyarakat pantai mengadukan kepada Bapedalda
Kota mengenai tambaknya yang rusak akibat abrasi
pantai. Kegiatan yang diadukan adalah pabrik kayu
yang membuat dermaga di pantai dekat tambak.
Pembangunan dermaga tersebut diduga mengakibatkan
abarasi, karena dalam pembangunannya melakukan
pengurugan/reklamasi. Apa yang harus kita persiapkan
jika kita ditugaskan melakukan pengawasan lingkungan
terhadap kasus lingkungan ini.
3. Pabrik rafinasi gula yang berada di pantai membuang
limbahnya ke laut. Pabrik ini belum mempunyai ijin
pembuangan air limbah. Masyarakat mengeluhkan
adanya bau dan tangkapan ikan menurun. Setelah
dilakukan pengawasan lingkungan, diketahui pabrik ini
air limbahnya tidak memenuhi baku mutu dan sudah
pernah diberi peringatan oleh Dinas Lingkungan Hidup
Kota. Anda sebagai PPLH di Bapedalda Propinsi
ditugaskan untuk menangani kasus ini. Berdasarkan
fakta temuan di lapangan tersebut di atas, usulan
langkah tindak yang bagaimana yang akan anda usulkan
kepada atasan anda.

50
BAB VI
STUDI KASUS PENGAWASAN KEGIATAN
DI PESISIR DAN LAUT

Indikator keberhasilan: Setelah mempelajari Bab VI ini peserta


diklat diharapkan mampu: menjelaskan komponen pengawasan
dan permasalahan pengawasan lingkungan pada contoh kasus
yang disampaikan oleh pengajar.

Kegiatan yang dilakukan pengawasan lingkungan di wilayah


pesisir dan laut diutamakan kegiatan dan atau usaha yang
memberikan kontribusi beban pencemaran yang besar
terhadap ekosistem pesisir dan laut. Disamping itu, harus
mempunyai badan hukum, sehingga ada penanggung
jawabnya.

A. Contoh Kasus
Contoh kasus yang diberikan kepada peserta Diklat adalah
kegiatan di wilayah pesisir dan laut, antara lain kegiatan
pertambangan, pelabuhan, pariwisata, industri, dok atau
galangan kapal. Uraikan beberapa data mengenai usaha
dan atau kegaitan tersebut, antara lain:
1. gambaran umum perusahaan
2. Perizinan dan dokumen lingkungn yang dimiliki
3. Jenis produksi dan Kapasitasnya
4. Bahan Baku dan Bahan penolong yang digunakan
5. Proses produksinya
6. Sumber limbahnya
7. Pengelolaan limbah dan pengelolaan lingkungan
lainnya

51
8. Peta lokasi dan lay out pabrik/kegiatan
9. Serta data lainnya yang dianggap perlu untuk
diinformasikan kepada peserta dikla

B. Tugas yang Diberikan


Peserta diklat dibagi dalam beberapa kelompok, selanjutnya
ditugaskan untuk:
1. Mengindentifikasi ketaatan atau pelanggaran peraturan
yang dilakukan oleh perusahaan
2. Mendiskusikan temuan atau fakta-fakta yang adas dan
melakukan analisis yurisdis terhadap temuan ketaatan
maupun pelanggaran yang dilakukan perusahaan
3. Mengusulkan langkah tindak lanjut hasil temuan
4. Membuat surat peringatan kepada perusahaan, jika
ditemukan adanya pelanggaran, sebagai penerapan
sanksi administrasi.
5. Hasil diskusi kelompok maupun pembuatan surat
peringatan atau bentuk sanksi lainnya di preentasikan
di muka kelas
6. Kelompok lain dapat menyampaikan tanggapan,
pertanyaan dan atau koreksi maupun sanggahan
terhadap kelompok yang menyampaikan
presentasinya.
7. Kelompok yang mempresentasikan harus memberikan
jawaban, sanggahan maupun klarifikasi permasalahan
atau menerima saran pendapat yang dianggap benar
yang disampaikan oleh kelompok lain.

C. Tugas Pengajar atau fasilitator :


Pengajar atau fasilitator perlu:

52
1. Menyiapkan bahan contoh kasus
2. Menjelaskan contoh kasus kepada peserta
3. Membagi peserta dalam kelompok
4. Mengawasi kegiatan kelompok
5. Mengorganisir pelaksanaan presentasi dan diskusi
6. Mengatur waktu seluruh kegiatan, dan
7. Memberikan kesumpulan umum dan tanggapan
terhadap hasilkerja masing-masing kelumpok.

D. Studi Kasus Pengawasan Kegiatan Penambangan


Minyak Di Laut (Lepas Pantai)
Kegiatan penambangan minyak lepas pantai biasanya
berada di wilayah pesisir dan laut. Sampai saat ini PPLH
di Dinas Lingkungan atau Bapedalda masih jarang
yang melakukan pengawasan penambangan minyak
lepas pantai. Padahal pemerintah daerah mempunyai
kewenangan melakukan pengawasan dan penegakan
hukum lingkungan sampai 4 mil bagi pemerintah kabupaten/
kota dan 12 mil bagi pemerintah provinsi.
Kegiatan eksplorasi dan eksploitasi minyak lepas pantai
mempunyai potensi besar terhadap pencemaran air laut.
Berikut ini data perusahaan yang dilakukan pengawasan
Lingkungan:
- Nama Perusahaan : PT. CEMEX Petrolium
- Direktur : Ir. Agus Setiawan
- Jumlah Tenaga Kerja : 60 orang
- Alamat Kantor Perusahaan : Jl. Diponegoro, No.4,
Balikpapan
- Lokasi Kegiatan : Perairan Laut Kota
Balikpapan
- Kapasitas produksi : 15.000 barrel/hari
- Kegiatan yang dilakukan :

53
Pada saat kegiatan eksplorasi digunakan bahan kimia
untuk membantu proses pengeboran. Pada tahap ini juga
berpotensi terjadi tumpahan minyak. Sedangkan pada tahap
eksploitasi terjadinya tumpahan minyak menjadi isu yang
paling penting. Sebelum pelaksanaan kegiatan pemboran,
diperlukan ijin melakukan pemboran sumur produksi gas/
minyak dari BPMIGAS dan Marine Clearence dari SUSMAR
yang merupakan bagian dari Direktorat MIGAS. Kegiatan
pemboran terdiri dari tahapan pemboran, pemasangan
pipa selubung, pemasangan Blow Out Preventer dan
diventer, penyemenan selubung, pemasangan selubung
akhir, pemasangan tubing produksi dan pemasangan
kepala sumur. Ajungan pemboran ditempatkan pada titik
koordinat yang telah ditentukan atas kajian shallow hazard
assessment. Komposisi lumpur bor dan aditif, sebagai
berikut:
1. Syntetic Base Mud : water, saraline 185, Barite,
Versacom A, Versamod, Lime, Ecotrol, VG-69, CaCl2,
Versavet-1, VG Plus.
2. Water Base Mud : water, Barite, XCD Polymer.
Limbah lain yang keluar adalah air pengujian hidrostatis,
gas buang mesin diesel, material pasir pembersih (sand
blasting), material hasil pengerukan dan penggalian
(biasanya dipakai kembali).
Untuk limbah B3 dari lokasi penyimpanan limbah sementara
di Balikpapan dikirim ke PPLI di Bogor. Perusahaan
mempunyai manifestnya. Pada tahap operasi penambangan
minyak/gas lepas pantai, perusahaan mengeluarkan limbah
berupa: limbah cair perawatan sumur dan fasilitas produksi,
limbah padat (jika gas terproduksinya kotor), gas buang
mesin penggerak, sisa bahan bakar dan pelumas/oli, air
terproduksi. Air terproduksi ini diolah di IPAL tersendiri.

54
Apabila produksi sudah selesai, yaitu minyak dan gas habis,
maka akan ada kegiatan penutupan sumur pemboran dan
fasilitas produksi di anjungan. Pipa gas bawah laut akan
dikosongkan dari cairan berbahaya. Corrosion inhibitor
yang digunakan biasanya Corexit 6826 yang low toksik
dan ramah lingkungan. Pada tahap penutupan kegiatan ini
juga akan ada kegiatan penanganan sisa bahan kimia dan
limbah B3. Sisa-sisa material produksi seperti demulsifieer,
scale inhibitor, corrotion inhibitor, parafin solvent dan sisa
minyak atau oli dikirim ketempat penyimpanan sementara di
Balikpapan. Perusahaan telah mempunyai konsep kegiatan
tangap darurat., antara lain protokol-protokol tanggap
spesifik: on scene commander dan tangap darurat untuk
tumpahan minyak (oil spill contingency).
Kegiatan eksplorasi dan eksploitasi minyak lepas pantai ini
mempunyai beberapa jenis izin. Ketentuan yang tercantum
dokumen RKL atau RPL atau UKL dan UPL harus di check
satu persatu mengenai tingkat ketaannya. Demikian juga
ketentuan mengenai persyaratan yang tercantum dalam
ijin. Perlu diketahui hingga saat ini perusahaan belum
mempunyai izin pembuangan air limbah dari Pemerintah
Kota Balikpapan. Kadang-kadang pada kegiatan ini terjadi
tumpahan minyak, tetapi jumlahnya tidak banyak.
Hal-hal yang harus diwaspadai dalam melakukan pengawasan
lingkungan di lokasi ini adalah masalah keselamatan
kerja. Biasanya pihak perusahaan akan memberikan
briefing terlebih dahulu mengenai alat pelindung diri dan
keselamatan kerja, karena kita akan menuju ke Rig atau
Anjungan Minyak. Bila diperlukan, dilakukan penyelaman,
sehingga perencanaan pengawasan penambangan
minyak lepas pantai ini harus dilakukan dengan cermat.
Komponen lingkungan yang perlu dilakukan pengecekan
adalah dokumen perijinan (al. Ijin pembuangan air limbah),

55
self monitoring kualitas air limbah, pengelolaan air limbah,
pengelolaan limbah B3 dan adanya tumpahan minyak.
Tugas untuk peserta diklat:
1. Setiap kelompok melakukan analisis, diasumsikan
peserta diklat sebagai PPLH yang melakukan
pengawasan lingkungan kegiatan ini.
2. Diskusikan persiapan apa saja yang harus dilakukan jika
kita akan melakukan pengawasan terhadap kegiatan ini.
Buat check listnya.
3. Pada saat di lapangan isu lingkungan apa saja yang
harus kita awasi dengan ketat.
4. Pelanggaran apa saja yang dilakukan perusahaan ini,
diskusikan dengan kelompok dan diskusikan analisis
yuridisnya.
5. Usulkan langkah tindak lanjut dari pengawasan yang
saudara lakukan.
6. Presentasikan hasilnya di muka kelas dan kelompok
lain menanggapinya.

E. Studi Kasus Pengawasan Kegiatan Hotel (Resort) di


Pantai
Kegiatan penunjang pariwisata antara lain adalah hotel
atau resort di pantai. Operasional hotel dan resort akan
menghasilkan limbah padat dan cair. Limbah cair kegiatan
ini termasuk dalam kategori limbah domestik, jadi tidak
mengandung B3. Limbah cair yang dikeluarkan paling
banyak berasal dari kegiatan mandi dan cuci para tamu,
kemudian loundry dan dari restourant. Dari laundry biasanya
mengandung zat kimia (pemutih) dan sabun/detergent
sedangkan dari restoran biasanya mengandung minyak dan

56
lemak (zat organik). Untuk sampah berasal dari kegiatan para
tamu hotel, restoran dan sampah halaman hotel atau resort.
Kegiatan hotel di pantai sudah sering dilakukan pengawasan
lingkungan oleh PPLH, namun untuk resort di pulau kecil
masih jarang dilakukan pengawasan. Padahal kegiatan hotel
dan resort ini merupakan salah satu sumber pencemar air
laut. Dasar untuk melakukan pengawasan adalah dokumen
RKL dan RPL atau UKL dan UPL. Selain itu, persyaratan
yang tercantum dalam ijin juga harus dilakukan pengecekan.
Komponen lingkungan yang perlu dilakukan pengecekan
adalah: dokumen perijinan yang dimiliki (al. Ijin pembuangan
air limbah), pengelolaan limbah padat (sampah), pengelolaan
limbah cair. Dalam pengawasan, gunakan check list yang telah
disusun berdasarkan peraturan dibidang lingkungan hidup.
Dibawah ini diuraikan sebuah hotel yang akan dilakukan
pengawasan.
- Nama Hotel : Horison Indonesia Timur, PT
- Direktur : Hamidah Sunarya, MS.i.
- Alamat Hotel dan Kantor : Jl. Pantai Tumur, Menado
- Lokasi Hotel : Berada di Pantai, Kota Menado
- Kapasitas Hotel : 970 kamar, dilengkapi kolam
renang, dan wisata pantai.
- Perizinan : Mempunyai perijinan yang
lengkap serta
dokumen Amdal.
- Pengelolaan Lingkungan : Telah mempunyai IPAL
- Debid Limbah : 800 m3/hari.
- Pengelolaan limbah padat : Sampah di tampung di TPS
dan selanjutnya diangkut oleh
Petugas Dinas Kebersihan.

57
- Kualitas air limbah : Pada saat dilakukan pengawa-
san diambil contoh limbahnya.
Hasil analisa air imbah, ternyata
kandungan COD dan BOD me-
lebihi baku mutu.
Tugas:
1. Buatlah check list untuk persiapan pengawasan
lingkungan.
2. Pelanggaran apa saja yang dilakukan perusahaan ini.
3. Buatlah berita acara pengambilan contohnya.
4. Sanksi apa yang perlu diterapkan jika ada pelanggaran
peraturan.
5. Diskusikan masalah ini dengan kelompok dan
presentasikan hasilnya di depan kelas.

F. Pengawasan Kegiatan Pelabuhan


Kegiatan pelabuhan merupakan salah satu sumber pencemaran
di perairan laut. Hingga saat ini masih jarang PPLH dari
Bapedalda atau Dinas Lingkungan Hidup yang melakukan
pengawasan lingkungan tehadap kegiatan pelabuhan.
Padahal dokumen lingkungan atau Amdal yang telah dibuat
oleh pihak perusahaan harus dilakukan pengawasan. Hal
ini untuk mengetahui apakah dokumen RKL dan RPL atau
UKL dan UPL yang telah disetujui pemerintah dilaksanakan
secara konsisten atau tidak oleh pihak pengelola pelabuhan.
Selain itu juga untuk mengetahui apakah pihak pengelola
pelabuhan mentaati peraturan perundang-undangan dibidang
lingkungan hidup. Jadi Pejabat Pengawas Lingkungan Hidup
mempunyai kewajiban melakukan pengawasan terhadap
kegiatan pelabuhan maupun kegiatan dan atau usaha yang
berada di lingkungan pelabuhan. Di kota-kota besar biasanya
mempunyai pelabuhan umum (al. Tanjung Priuk, Tanjung

58
Perak), pelabuhan khusus (al. Pertamina), pelabuhan
perikanan dan dermaga bagi kapal pesiar yang kecil.

Uraian Kegiatan Pelabuhan:


Pelabuhan mempunyai beberapa kegiatan, yaitu aktifitas
bongkar muat barang, terminal pemberangkatan dan
kedatangan penumpang, pergudangan, galangan kapal serta
kegiatan industri atau kegiatan usaha lainnya yang berada
di lingkungan pelabuhan. Kegiatan ini semua berpotensi
menimbulkan pencemaran laut. Pada saat kapal berlabuh,
membuang limbah padat (sampah), air balast dan air limbah.
Kadang-kadang juga oli bekas atau sludge oil bagi kapal
tanker.
Komponen lingkungan yang perlu dilakukan pengawasan
adalah pembuangan limbah cair termasuk limbah cair dari
kegiatan domestik, pembuangan limbah padat, pengelolaan
limbah B3 terutama oli bekas serta pengelolaan air balast. Untuk
pengawasan kegiatan yang berada dilingkungan pelabuhan,
pengawasannya disesuaikan dengan jenis kegiatan dan atau
usahanya. Sebagai contoh dilingkungan Pelabuhan Tanjung
Perak Surabaya terdapat pabrik pembuatan tepung gandum/
terigu, pabrik minyak makan, tangki penimbunan atau gudang
bahan kimia berbahaya dan beracun, pabrik pengalengan,
tanki penimbunan Crude Palm Oil (CPO) dan lain-lainnya.

59
Gambar : Pembuangan limbah padat (B3) oleh
kegiatan dok di lingkungan pelabuhan
Agar pengawasan yang dilakukan dapat lebih teliti, gunakan
check list atau daftar periksa ketaatan yang telah disusun
sebelum melakukan pengawasan lapangan. check list ini dapat
diperbaiki (up date) disesuaikan dengan keadaan lapangan
atau adanya temuan-temuan yang baru. check list dapat
juga dibuat menyerupai daftar isian yang dikirimkan kepada
pihak pengelola pelabuhan untuk diisi dan dikembalikan lagi
kepada PPLH, sehingga sebelum melakukan pengawasan
di lapangan PPLH telah memperoleh beberapa informasi
penting yang dibutuhkan.
Dalam melakukan pengawasan harus berpedoman pada
dokumen RKL dan RPL atau UKL dan UPL serta persyaratan
yang tercantum dalam ijin yang dimiliki oleh pihak perusahaan,
antara lain ijin pembuangan air limbah, ijin usaha, ijin
pengambilan air tanah. Pada saat melakukan pengawasan
harus diambil gambar/foto serta pembuatan sketsa lokasi
pengambilan contoh atau temuan-temuan yang bersifat
pelanggaran peraturan. Di akhir pengawasan dilakukan
pertemuan penutup dengan pihak management pengelola
pelabuhan dan dibuat berita acara hasil pengawasan. Apabila

60
dilakukan pengambilan sampel, juga dibuat berita acara
pengambilan sampelnya.
Tugas bagi peserta Diklat:
- Buatlah perencanaan pengawasan lingkungan kegiatan
pelabuhan umum (pelabuhan internasional)
- Peraturan lingkungan yang mana dan Pasal Berapa
yang berkaitan dengan ketaatan lingkungan operasional
pelabuhan internasional.
- Jika pelabuhan tidak dilengkapi reception facilites, dapatkah
dikenakan sanksi administrasi
- Diskusikan dengan kelompok pertanyaan tersebut di atas
dan presentasikan hasilnya di muka kelas.

G. Rangkuman
Studi kasus pengawasan kegiatan di wilayah pesisir dan
laut adalah untuk memberi gambaran jenis kegiatan dan
komponen lingkungan yang dilakukan pengawasan. Pada
pelabuhan umum ternyata tidak hanya aktivitas bongkar muat
barang atau penumpang, tetapi dilingkungan pelabuhan juga
terdapat kegiatan yang perlu dilakukan pengawasan tersendiri.
Kegiatan tersebut antara lain berupa pabrik, gudang bahan
kimia atau tangki bahan kimia/minyak, perkantoran dan lain-
lainnya. Untuk pelabuhan khusus milik PT. Pertamina maupun
pelabuhan perikanan biasanya sudah spesifik tidak ada
kegiatan dan atau usaha yang lain. Komponen lingkungan
yang perlu untuk mendapat perhatian dalam melakukan
pengawasan adalah pengelolaan limbah cair termasuk air
balast, pengelolaan limbah padat (sampah) dan pengelolaan
bahan B3 atau limbah B3 termasuk oli bekas dan sludge minyak
atau tarball. Untuk kegiatan penambangan di wilayah pesisir
atau laut, komponen penting yang harus diperhatikan adalah

61
pengelolaan tailing dan limbah B3 bila ada. Sedangkan untuk
kegiatan pariwisata, isu pentingnya adalah limbah domestik.
Namun jika terdapat kegiatan reklamasi, maka adanya abrasi
pantai menjadi isu yang perlu diperhatikan.

E. Latihan
1. Setelah melakukan pengawasan terhadap kegiatan
di wilayah pesisir dan laut, kemudian diketahui bahwa
kegiatan tersebut tidak melaksanakan sebagian atau
seluruhnya terhadp ketentuan yang tercantum dalam
RKL dan RPL atau UKL dan UPL, atau DPPL dapatkah
kegiatan tersebut diberikan sanksi . Jika dapat diberikan
sanksi, maka bentuk sanksinya seperti apa.
2. Pemerintah Indonesia telah meratifikasi Marine Pollution
(Marpol ’78). Komponen lingkungan apa saja yang harus
kita lakukan pengawasan pada kegiatan pelabuhan
berdasarkan konvensi tersebut.
3. Jika pembangunan dermaga pelabuhan mengakibatkan
terjadinya abrasi pantai dan kerusakan mangrove,
bagaimanakah bentuk pengawasan lingkungan yang
harus dilakukan.
4. Buatlah perencanaan pengawasan kegiatan penambangan
di laut (al. Penambangan pasir, penambangan logam),
meliputi pembuatan check list, persiapan peralatan dan
bahan, pengambilan contoh dan beberapa hal yang
dianggap perlu dipersiapkan.

62
BAB VII
PENUTUP

A. Kesimpulan
Pengawasan kegiatan dan atau usaha di wilayah pesisir
dan laut merupakan salah satu mata ajar yang disampaikan
dalam pendidikan dan latihan untuk calon pejabat pengawas
lingkungan hidup baik yang di pusat maupun daerah. Antara
mata ajar yang satu dan yang lainnya ada kaitannya dan
saling mendukung, sehingga didalam memahami mata ajar
pengawasan kegiatan di wilayah pesisir dan laut juga harus
dikaitkan dengan mata ajar yang lain.
Mata ajar ini menguraikan dasar hukum pengawasan dan
kebijakan pengendalian pencemaran di wilayah pesisir
dan laut, strategi dan kerangka kerja, identifikasi sumber
pencemaran, tata cara pengawasan, baik pada tahap
persiapan, pengawasan lapangan dan pasca pengawasan
lingkungan. Sebagai bahan masukan bagi para peserta
diklat, juga diuraikan studi kasus pengawasan pada kegiatan
penambangan minyak lepas pantai, hotel dan resort serta
pengawasan pelabuhan.
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam melakukan
pengawasan di wilayah pesisir dan laut adalah mengenai
keselamatan kerja pengawas dan kemampuan untuk
melakukan penyelaman atau snorkling dan berenang. Jadi
PPLH yang akan melakukan pengawasan kegiatan dan
atau usaha di wilayah pesisir dan laut minimal harus dapat
berenang. Teknik pengawasan yang telah diajarkan dalam
metoda pelaksanaan pengawasan harus menjadi dasar
dalam melakukan pengawasan di wilayah pesisir dan laut.
Selain melakukan pengawasan kegiatan dan atau usaha
di wilayah pesisir dan laut, jika terjadi pencemaran atau

63
perusakan lingkungan yang diduga sebagai akibat dari
kegiatan tersebut, maka PPLH atau PPLD harus melakukan
pengawasan di luar areal kegiatan tersebut yang diduga
mengalami kerusakan, yaitu pantai yang terabrasi, kerusakan
mangrove, terumbu karang dan lamun. Untuk melakukan
pengawasan di areal mangrove terutama di luar Jawa yang
keadaan hutan mangrovenya masih asli harus memperhatikan
keselamatan kerja terutama adanya binatang buas seperti
ular berbisa.

B. Implikasi
Pengawasan di wilayah pesisir dan laut merupakan
pengawasan yang spesifik, maka implikasinya para PPLH dan
PPLHD harus belajar berenang dan menyelam agar menjadi
pengawas yang handal. Peralatan menyelam harus disediakan,
bila diperlukan speed boat atau perahu. Pengawasan bukan
kegiatan yang insidentil tetapi merupakan kegiatan yang
kontinu atau reguler dan terprogram. Makin sering dilakukan
pengawasan maka akan lebih baik, asalkan hasil pengawasan
apabila ditemukan adanya pelanggaran harus ditindaklanjuti
dengan langkah penegakan hukum. Penegakan hukum ini
tidak harus pidana, namun ada instrumen hukum yang lain
dapat juga untuk didayagunakan, misalnya penegakan hukum
administrasi dan perdata. PPLH dan PPLHD harus tetap
berpegang pada kode etik pengawasan atau sumpah jabatan
yang telah diucapkan pada saat dilantik sebagai pegawai
negeri atau sebagai PPLH/PPLHD.

C. Tindak Lanjut
Setelah mengikuti pelatihan ini peserta diklat yang lulus
harus diusulkan oleh Kepala Bapedal atau kepala dinasnya
masing-masing kepada Menteri/Gubernur/Bupati /Walikota
agar diangkat dengan surat keputusan dan dilantik sebagai

64
Pejabat Pengawas Lingkungan Hidup. PPLH/PPLHD yang
telah dilantik harus membuat rencana kerja pengawasan
lingkungan diwilayah kerjanya masing-masing untuk diusulkan
kepada atasannya dan dianggarkan melalui APBD. Setiap
akhir tahun harus membuat laporan tingkat ketaatan kegiatan
dan atau usaha di daerahnya terhadap peraturan perundang-
undangan di bidang lingkungan hidup (compliance report)
yang disampaikan kepada atasan dan dilaporkan kepada
kepala daerahnya. Bila perlu, disampaikan oleh Kepala
Daerah dalam laporan pertangungjawaban Kepala Daerah
kepada DPRD.

D. Evaluasi Akhir
1. Jelaskan dasar hukum pengawasan kegiatan dan atau
usaha di wilayah pesisir dan laut.
2. Dalam tahap persiapan, peralatan apa saja yang harus
dipersiapkan apabila kita akan melakukan pengawasan
kegiatan dan atau usaha serta pengawasan lingkungan
ekosistem pesisir dan laut (terumbu karang dan
mangrove).
3. Diskusikan dalam kelompok, hal-hal penting apa saja yang
harus diperhatikan pada saat melakukan pengawasan
lingkungan pada kegiatan dan tau usaha di wilayah pesisir
dan laut.
4. Diskusikan dalam kelompok, hal-hal penting apa saja yang
harus diperhatikan pada saat melakukan pengawasan
lingkungan pada ekosistem mangrove yang tercemar
tumpahan minyak dari kegiatan penambangan minyak
lepas pantai.
5. Dalam membuat laporan hasil pengawasan lingkungan,
hal-hal penting apa saja yang harus masuk dalam
laporan. Apabila pabrik yang dilakukan pengawasan tidak

65
mempunyai flow meter dan air limbahnya melebihi baku
mutu terutama paramater COD dan suspended solid,
saran tindak lanjut apa yang kita usulkan lepada atasan
kita.
6. Jika masyarakat melaporkan adanya abrasi pantai yang
diakibatkan oleh pembangunan dermaga kapal (jetty) yang
mengakibatkan tambak penduduk rusak. Pengawasan
lingkungan yang bagaimana yang harus kita lakukan.
Diskusikan dengan kelompok dan buat daftar periksa
ketaatan (check list) untuk pengawasan lingkungan
masalah ini.

66
DAFTAR PUSTAKA

Hamid, Hamrat, Bambang Pramudyanto, 2008. Pengawasan


Industri, Penerbit: Granit, Jakarta.
Snedaker, S. 1985. Coastal resources management
guidelines (Renewable resources information series.
Coastal Management publication; No. 2). Research
Planning Institutes, Inc., Columbia, South Carolina,
Washington, D.C.
KNLH, 1997., Undang-Undang No. 23/1997 tentang
Pengelolaan Lingkungan Hidup.
KNLH, 1999., Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.
19/ 1999 tentang Pengendalian Pencemaran dan/atau
Perusakan Laut
KNLH, 2001., Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup
No. 07/2001 tentang Pejabat Pengawas Lingkungan
Hidup dan Pejabat Pengawas Lingkungan Hidup
Daerah
KNLH, 2001., Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup
No. 04/2001 tentang Kriteria Baku Kerusakan Terumbu
Karang
KNLH, 2002., Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup
No. 56/2002 tentang Pedoman Umum Pengawas
Penaatan Lingkungan Hidup bagi Pejabat Pengawas
KNLH, 2002., Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup
No. 57/2002 tentang Tata Kerja Pejabat Pengawas
Lingkungan Hidup di Kementerian Lingkungan Hidup
KNLH, 2002., Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup
No. 58/2002 tentang Tata Kerja Pejabat Pengawas
Lingkungan Hidup di Propinsi/Kabupaten/Kota

67
KNLH, 2004., Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup
No. 51/2004 tentang Baku Mutu Air Laut
KNLH, 2004., Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup
No. 200/2004 tentang Kriteria Baku Kerusakan dan
Pedoman Penentuan Status Padang Lamun
KNLH, 2004., Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup
No. 201/2004 tentang Kriteria Baku dan Pedoman
Penentuan Kerusakan Mangrove
KNLH, 2006., Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup
No. 12/2006 tentang Persyaratan dan Tata Cara
Pembuangan Air Limbah ke Laut
KNLH, 2007., Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup
Nomor 06/2007 tentang Baku Mutu Air Limbah
Bagi Usaha dan/atau Kegiatan Pengolahan Hasil
Perikanan

68
69

Anda mungkin juga menyukai