Anda di halaman 1dari 25

ASUHAN KEPERAWATAN DIABETES MELITUS

DISUSUN UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH KMB 11

SISTEM HEMATOLOGI: DM

DISUSUN OLEH :

MARIA YUNITA ASUNG

19201036

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN DAN PERTANIAN

UNIVERSITAS KATOLIK INDONESIA SANTU PAULUS RUTENG

2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhab yang Maha Esa karena berkat dan rahmatnya saya
dapat menyelesaikan makalah keperawatan Medikal Bedah 11 (KMB) yang berjudul Asuhan
keperawatan pada pasien dengan gangguan system hematologi “DIABETES MELITUS”.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas matkuliah KMB agar dapat berguna bagi saya
dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan saya sebagai mahasiswa keperawatan.
Saya juga menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini terdapat kekurangan dan jauh
dari apa yang diharapkan. Oleh karena itu saya sangat membutuhkan adanya saran untuk
memperbaiki makalah ini.
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……………………………………….

DAFTAR ISI………………………………………………….

BAB I ANATOMI DAN FISIOLOGI PADA SISTEM HEMATOLOGI


ENDOKRIN……………

BAB II KONSEP DIABETES MELITUS

2.1 Definisi…………………………………………………….

2.1 Etiologi……………………………………………………

2.3 Patofisiologi…………………………………………….

2.4 Manifestasi Kliik…………………………………………

2.5 Komplikasi………………………………………………..

2.6 patofisiologi dan patoflodiagram……………………………………

2.7 Pemeriksaan diagnostic…………………………………………..

2.8 asuhan keperawatan (teori)

2.8 Discharge planning………………………………………….

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DIABETES MELITUS

3.1 Gambaran Kasus……………………………………………….

3.2 Pengkajian………………………………………………………

3.3 Diagnosa keperawatan (DO dan DS)……………………………..

3.4 Intervensi (NIC dan NOC)………………………………………

3.5 Implementasi…………………………………………………….

3.6 Evaluasi…………………………………………………………
BAB IV HASIL PENELITIAN TERKAIT PENATALAKSANAAN…………….

BAB V PENUTUP………………………………………………………

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………..
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 ANATOMI DAN FISIOLOGI PADA SISTEM ENDOKRIN

Sistem endokrin adalah control kelenjar tanpa saluran ( ductiess ) yang menghasilkan
hormon yang tersirkulasi di tubuh melalui aliran darah untuk mempengaruhi organ-organ
lain. Hormon bertindak sebagai “pembawa pesan” dan di bawah oleh aliran darah ke berbagai
sel dalam tubuh yang selanjutnya akan menerjemahkan “pesan” tersebut menjadi suatu
tindakan (Evi L. D, 2014). Sistem endokrin terdiri atas badan-badan jaringan kelenjar,seperti
tiroid,tapi juga terdiri atas kelenjar yg ada di dalam suatu organ tertentu,seperti
testis,ovarium,dan jantung. Sistem endokrin menggunakan hormon untunk mengendalikan
dan mengatur fungsi tubuh sama seperti sistem saraf menggunakan sinyal listrik kecil. Kedua
sistem berinteraksi di otak dan saling melengkapi,tapi mereka cenderung berkerja dengan
kecepatan yang berbeda. Saraf bereaksi dalam hitungan detik,tapi tindakan mereka tak lama
kemudian menghilang,beberapa hormon memiliki efek yang lebih lama dan bekerja dalam
hitungan jam,minggu,bahkan tahun (Philip E.P, 2001). Sistem endokrin, dalam kaitannya
dengan sistem saraf, mengontrol dan memadukan fungsi tubuh. Kedua sistem ini bersama-
sama bekerja untuk mempertahankan homeostasis tubuh. Fungsi mereka satu sama lain saling
berhubungan, namun dapat dibedakan dengan karakteristik tertentu. Misalnya, medulla
adrenal dan kelenjar hipofise posterior yang mempunyai asal dari saraf (neural). Jika
keduanya dihancurkan atau diangkat, maka fungsi dari kedua kelenjar ini sebagian diambil
alih oleh sistem saraf. Bila sistem endokrin umumnya bekerja melalui hormon, maka sistem
saraf bekerja melalui neurotransmiter yang dihasilkan oleh ujung-ujung saraf. Kelenjar
endokrin melepaskan sekresinya langsung ke dalam darah . Kelenjar endokrin ini termasuk
hepar, pancreas (kelenjar eksokrin dan endokrin), payudara, dan kelenjar lakrimalis untuk air
mata. Sebaiknya, kelenjar eksokrin melepaskan sekresinya kedalam duktus pada permukaan
tubuh, seperti kulit, atau organ internal, seperti lapisan traktusintestinal. Jika kelenjar
endokrin mengalami kelainan fungsi, maka kadar hormon di dalam darah bisa menjadi tinggi
atau rendah, sehingga mengganggu fungsi tubuh. Fungsi-fungsi Hormon: a. Mengatur
kesetimbangan cairan tubuh dalam proses hemeostatis(nutrisi metabolisme, kesetimbangan
garam dan air, kesetimbangan gula hingga eksresi) b. Bereaksi terhadap rangsang dari luar
tubuh c. Berperan dalam pertumbuhan dan perkembangan d. Pengaturan dan penyimpanan
energy.
Kelenjar endokrin adalah sebuah organ yang memproduksi zat aktif (hormone), yang
dilepaskan melaluai darah. Zat aktif ini akan mengatur kerja sebuah organ atau bahkan
beberapa organ sekaligus. Sifat kerja hormone adalah bekerja sebagai control umpan balik,
bekerja pada spesifik target, dan memiliki mekanisme kerja  tertentu. sistem endokrin
berfungsi untuk mempertahankan hemostasis selama istirahat dan olahraga. Saraf dan sistem
endokrin juga bekerja sama unttuk memulai dan mengendalikan gerakan, dan semua gerakan
yang melibatkan proses fisiologis. Dimana sistem saraf bertindak cepat (hamper seketika)
menyampaikan pesan impulls saraf , sistem endokrin memiliki respon lebih lambat tapi lebih
tahan lama dari impuls sistem saraf.

1. Jenis Kelenjar Endokrin


a. Kelenjar Pituitari
kelenjar ini terletak di dasar tengkorak yang memegang peranan penting
dalam sekresi hormon dari semua organ-organ endokrin. Kelenjar pituitari ini
dikenal sebagai master of glands (raja dari semua kelenjar) karena pituitari itu
dapat mengkontrol kelenjar endokrin lainnya. Sekresi hormon dari kelenjar
pituitari ini dipengaruhi oleh faktor emosi dan perubahan iklim. Pituitari
dibagi 2 bagian, yaitu anterior dan posterior.
 Hipofisis anterior:
 Hormon Somatotropin(untuk pembelahan sel,pertumbuhan)
 Hormon tirotropin(sintesis hormon tiroksin dan pengambilan
 

unsur yodium
 Hormon Adrenokortikotropin(merangsang kelenjar korteks
membentuk hormon)
 Hormon Laktogenik(sekresi ASI)
 

    Hormon Gonadotropin( FSH pada wanita pemasakan folikel,


pada pria pembentukan spermatogonium; LH pada wanita
pembentukan korpus luteum,pada pria merangsang sel
interstitial membentuk hormon testosteron)
 Hipofisis Medula(membentuk hormon pengatur melanosit)
 Hipofisis posterior
 Hormon oksitosin(merangsang kontraksi kelahiran)
 Hormon Vasopresin( merangsang reabsorpsi air ginjal)
2. Kelenjar Tiroid
Terletak dan menempel pada trakea di bagian depan. Kelenjar tiroid adalah salah satu
dari kelenjar endokrin terbesar pada tubuh manusia. Kelenjar ini dapat ditemui di
leher. Kelenjar ini berfungsi untuk mengatur kecepatan tubuh membakar energi,
membuat protein dan mengatur kesensitifan tubuh terhadap hormon lainnya. Kelenjar
tiroid dapat distimulasi dan menjadi lebih besar oleh epoprostenol. Fungsi tiroid diatur
oleh hormon perangsang tiroid (TSH) hipofisis, dibawah kendali hormon pelepas
tirotropin (TRH) hipotalamus melalui sistem umpan balik hipofisis-hipotalamus.
Faktor utama yang mempengaruhi laju sekresi TRH dan TSH adalah kadar hormon
tiroid yang bersirkulasi dan laju metabolik tubuh.
3. Kelenjar Paratiroid
kelenjar ini terletak di setiap sisi kelnjar tiroid yang terdapat di dalam leher. Kelenjar
ini berjumlah 4 buah yang tersusun berpasangan yang mengahasilkan hormon
paratiroksin. Ada 2 jenis sel dalam kelejar paratiroid, ada sel utama yang mensekresi
hormon paratiroid (PTH) yang berfungsi sebagai pengendali keseimbangan kalsium
dan fosfat dalam tubuh melalui peningkatan kadar kalsium darah dan penuurunan
kadar fosfat darah dan sel oksifilik yang merupakan tahap perkembangan sel chief.
4. Adrenal
Merupakan kelenjar ini berbentuk bola, yang menempel pada bagian atas ginjal.
Kelenjar ini disebut juga kelenjar adrenal atau kelenjar supra renal. Kelenjar adrenal 
dapat dibagi menjadi dua bagia, yaitu bagian luar yang berwarna kekuningan yang
bernama korteks, menghasilkan hormone kortisol,  dan bagian tengah (medula),
menghasilkan hormon Adrenalin (epinefrin) dan nor adrenalin (norepinefrin).
5. Pankreas
Pangkreas terletak dibelakang lambung di depan vertebra lumalis I dan II yang
tersusun dari pulau-pulau langerhans yang  tersebar di seluruh pangkreas. Di pulau
langerhans inila terdapat sel-sel alfa dan sel-sel beta. Sel alfa menghasilkan hormon
glucagon sedangkan sel-sel beta menghasilkan hormone insulin. Hormon insulin
berfungsi mengatur konsentrasi glukosa dalam darah. Kelebihan glukosa akan dibawa
ke sel hati dan selanjutnya akan dirombak menjadi glikogen untuk disimpan.
Kekurangan hormon ini akan menyebabkan penyakit diabetes.
6. Kelenjar Timus
Terletak di dalam midiastinum di belakan tulang sternum, kelenjar timus dijumpai
pada anak-anak di bawah usia 18 tahun. Kelenjar ini terletak di dalam toraks kira-kira
setinggi percabangan trakea, warnanya kemerah-merahan dan terdiri atas 2 lobus.
Pada bayi baru lahir beratnya kira-kira 10 gram, dan ukurannya bertambah pada masa
 

remaja sekitar 30-40 gram. Kelenjar timus menhasilkan suatu sel imun yang
membantu dalam pertahanan tubuh, selain itu hormon kelenjar timus berperan dalam
membatu pertumbuhan badan.
BAB 11

KONSEP DIABETES MELITUS

2.1 Definisi

Diabetes mellitus adalah sekelompok penyakit metabolic yang dikarakteristikkan


dengan meningkatnya kadar gula didalam darah (hiperglikemia) sebagai hasil dan gangguan
sekresi insulin, resistensi insulin atau keduanya (Hinkle dan Cheever, 2014; Ignatavicius dan
workman, 2010). Diabetes mellitus adalah gangguan metabolisme dan penggunaan glukosa
sebagai akibat dari malfungsi sel beta pancreas (DeWit dan kumagai, 2013).

2.2 Etiologi

Ada beberapa penyebab Diabetes Mellitus menurut Smeltzer (2002) yakni sebagai
berikut : 

a) Diabetes Tipe I ditandai oleh penghancuran sel-sel beta pankreas. Kombinasi faktor
genetik, imunologi, dan mungkin pula lingkungan diperkirakan turut menimbulkan
destruksi sel beta.
 Faktor  Genetik
Penderita  Diabetes  Mellitus  tidak   mewarisi  Diabetes  Tipe  I  itu sendiri,
tetapi mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetik ke arah
terjadinya Diabetes Tipe I. Kecenderungan genetik ini ditemukan pada
individu yang memiliki tipe antigen HLA (Human Leucocyte Antigen)
tertentu. HLA merupakan kumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen
transplantasi dan proses imun lainnya.
 Faktor Imunologi
Pada Diabetes Tipe I terdapat bukti adanya suatu proses autoimun. Respon ini
merupakan respon abnormal dimana antibodi terarah pada jaringan normal
tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya
saolah-olah sebagai jaringan asing. autoantibodi terhadap sel-sel pulau
langerhans dan insulin endogen (interna) terdeteksi pada saat diagnosis dibuat
dan bahkan beberapa tahun sebelum timbulnya tanda-tanda klinis Diabetes
Tipe I.
 Faktor Lingkungan
Infeksi virus misalnya Coxsackie B4, gondongan (mumps), rubella,
sitomegalovirus dan toksin tertentu misalnya golongan nitrosamin yang
terdapat pada daging yang diawetkan dapat memicu proses autoimun yang
menimbulkan destruksi sel beta pankreas.
b) Diabetes Tipe II
Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan
sekresi insulin pada Diabetes Tipe II  masih belum diketahui. Faktor genetik
diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin. Selain itu
terdapat pula faktor-faktor risiko tertentu yang berhubungan dengan proses terjadinya
Diabetes Tipe II. Faktor-faktor ini adalah
 Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 tahun)
 Obesitas
  Riwayat keluarga

2.3 Patofisiologi

Jaringan tubuh dan sel menggunakan glukosa untuk menghasilkan energy. Glukosa
adalah gula sederhana yang kita peroleg dari makanan yang kita makan. Makanan yang
mengandung karbohidrat akan dicerna dalam bentuk glukosa kemudian diabsorbsi dalam
aliran darah. Karbohidrat paling banyak menghasilkan glukosa dibandingkan dengan lemak
dan protein hanya sedikit saja menghasilkan glukosa. Glukosa dapat masuk kedalam sel
hanya dengan bantuan insulin. Insulin merupakan hormon yang disekresikan oleh sel beta
yang merupakan salah satu dari empat tipe sel dalam pulau-pulau langerhans pada pancreas.
Pada saat individu mengkonsumsi makanan, sekresi insulin meningkat dan insulin berperan
dalam memindahkan glukosa dari darah kedalam otot, hati dan sel lemak. Pada sel, insulin
berperan untuk transportasidan metabolisme glukosa untuk menghasikan energy, merangsang
penyimpanan glukosa oleh hati dan otot (disimpan dalam bentuk glokogen), memberikan
sinyal pada hati untuk menghentikan pengeluaran glukosa, meningkatkan penyimpanan
lemak dijaringan adipose, mempercepata transportasi asam amino kedalam sel serta
menghambat pemecahan penyimpanan glukosa, lemak dan protein (wiliams dan hopper,
2011; hinkle dan cheever, 2014)

Selama periode puasa, sel beta pancreas selalu mengeluarkan sejumlah kecil insulin
(basal insulin). Hormon pancreas lainnya yang disebut glucagon disekresikan oleh sel alpha
dari pulau-pulau langerhans, dikeluarkan ketika kadar gula darah berkurang yang merangsang
hati untuk mengeluarkan penyimpanan glukosa. Insulin dan glucagon bekerja bersama-sama
mengatur kadar gula darah yang konstan didalam darah melalui stimulus pengeluaran glukosa
dari hati. Hati memproduksi glukosa melalui pemecahan glikogen (glokogenolisis). Setelah
8-12 jam tanoa makanan, hati membentuk glukosa dari pemecahan substansi nonkarbohidrat
termasuk asam amino (glukoneogenesisi) (hinkle dan cheeverm, 2014).

2.4 Manifestasi klinik

Manifestasi klinis bergantung pada tingkat hiperglikeni. Manifestasi klinik yang


klasik dari diabetes adalah “ tiga P” Polyuria, polydispia, dan polyphagia. Polyuria
(meningkatnya orin) dan polydipsia (meningkatnya haus) terjadi akibat meningkatanya
kehilangan cairan yang berhubungan dengan dieresis osmotik. Polyphagia (meningkatnya
nafsu makan) merupakan hasil dari kondisi katabolisme yang diduksi oleh kekurangan insulin
dan adanya pemecahan lemak dan protein. Gejalah lain yang dapat muncul termasuk
kelemahan, perubahan penglihatan secara tiba-tiba, keadaan mati rasa pada tangan atau kaki,
kulit kering, penyembuhan luka yang lama.

2.5 Komplikasi

Komplikasi DM meliputi komplikasi akut dan komplikasi kronik. Komplikasi akut


dari DM yang memerlukan tindakan emergency adalah diabetic ketoacoidosis (DKA) dan
keadaan hiperglykemic-hyperosmolar. Komplikasi yang kronik yaitu gangguan
makrovaskuler dan mikrovaskuler (Ignatavicius dan workman, 2010) Komplikasi penyakit
diabetes mellitus diklasifikasikan menjadi dua, yaitu komplikasi bersifat akut dan kronis
(menahun). Kompliasi akut merupakan kompliasi yang harus ditindak cepat atau memerlukan
pertolongan dengan segera. Kompliasi kronis merupakan kompliasi yang timbul setelah
penderita mengidap diabetes mellitus selama 5-10tahun atau lebih

 Komplikasi akut
 Hipoglikemia
Adalah kadar gula yang rendah dan terjadi didalam darah dan terjadi ketika
gula darah kurang dari 70 mg/dl
 Diabetes ketoasidosis (DKA)
DKA disebabkan oleh tidak ada insulin atau akibat ketidak adekuatan jumlah
insulin.
 Hiperglikemik hyperosmolar syndrome
HHS adalah gangguan metabolik pada DM tipe 2 sebagai hasil dari defisiensi
insulin yang relative yang diawali dengan adanya kebutuhan terhadap insulin.
 Komplikasi kronik
 Komplikasi makrovaskuler
Komplikasi maskrovaskuler meliputi penyakit jantung coroner,
cerebovaskuler desease, dan penyakit pembuluh darah peripheral.
 Komplikasi mikrovaskuler
Penyakit mikrovaskuler pada DM dikarateristikan dengan penebalan
membrane dasar kapiler sebagai respon terhadap hiperglikemia kronik.
 Diabetic neuropati
Diabetic neuropati merupakan sekelompok penyakit yang berpengaruh
terhadap semua tipe sharaf memasuk peripheral (sensorimotor), autonomic,
dan saraf spinal penyebab dan neuropati adalah peningkatan kadar gula darah
dalam jangka waktu yang lama.
 Komplikasi pada kaki dan ekstremitas bawah
Komplikasi DM yang berkontribusi terhapap meningkatnya resiko masalah
dan infeksi pada kaki adalah neuropati penyakit pembuluh darah perifer dan
immunocompromise.

.
2.6 patofisiologi dan patofilodiagram
2.7 Pemeriksaan diagnostik
Abnormalitas dari kadar gula darah yang tinggi merupakan dasar dari kritea terhadap
diagnosa DM. beberapa kritea diagnostik terhadap DM adalah memiliki gejalah DM
ditambah dengan beberapa criteria diagnostik dibawah ini (hinkle dan vheever, 2014, p.
1420;sacks, Arnold,Bakris, dan Bruns, 2011).

Kriteria diagnostik DM menurut American diabetes association (2015)

Pemeriksaan Pre Diabetes Diabetes Normal


diagnostik
Gula darah sewaktu 200 mg/dl <200 mg/dl
2 jam setelah makan 140-199 mg/dl 200 mg/dl <140 mg/dl
Puasa 100-125 mg/dl 126 mg/dl <100 mg/dl
Hb A1C 5.7%-6.4% 6.5% <5.7%

2.8 Asuhan keperawatan (teori)

1) Pengkajian
Asuhan keperawatan pada tahap pertama yaitu pengkajian. Dalam pengkajian perlu
dikaji biodata pasien dan data-data untuk menunjang diagnose. Data tersebut harus
seakurat-akuratnya, agar dapat digunakan dalam tahap berikutnya, meliputi nama
pasien, umur, keluhan utama.
2) Diagnosa keperawatan
 Ketidakstabilan gula darah berhubungan dengan resistensi insulin
 Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik
 Intoleransi aktivitas berhubungan dengan imobilitas.
3) Intervensi (perencanaan)
Perencanaan adalah penyusunan rencana tindakan keperawatan yang akan
dilaksanakan untuk mengulangi masalah sesuai dengan diagnosis keperawatan yang
telah ditentukan dengan tujuan terpenuhnya kebutuhan klien.

4) Implementasi keperawatan
Implementasi keperawatan merupakan serangkaian tindakan yang dilakukan oleh
perawat maupun tenaga medis lain untuk membantu pasien dalam proses
penyembuhan dan perawatan serta masalah kesehatan yang dihadapi pasien yang
sebelumnya disusun dalam rencana keperawatan.

5) Evaluasi

Perencanaan evaluasi memuat criteria keberhasilan proses dan keberhasilan tindakan


keperawatan. Keberhasilan proses dapat dilihat dengan jalan membandingkan antara
proses dengan pedoman/renacana proses tersebut. Hasil evaluasi yaitu :

 Tujuan tercapai, apabila pasien telah menunjukan perbaikan/kemajuan sesuai


dengan criteria yang telah ditetapkan.
 Tujuan tercapai, sebagian, apabila tujuan itu tidak tercapai secara maksimal,
sehingga perlu dicari penyebab dan cara mengatasinya.
 Tujuan tidak tercapai, apabila pasien tidak menunjukan perubahan/kemajuan
sama sekali bahkan timbul masalah baru. Dalam hal ini perawat perlu
mengkaji secara lebih mendalam apakah terdapat data, analisis, diagnose,
tindakan, dan fakto-faktor lain yang tidak sesuai yang menjadi penyebab tidak
tercapainya tujuan.

2.9 Discharge planning


BAB 111

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DIABETES MELITUS


3.1 Gambaran kasus

Seorang laki-laki usia 55 tahun dirawat diruang penyakit dalam dengan keluhan luka
dibagian belakang dengan luas 15 cm, kondisi klien lemah, GDS 350 mg/dl, ada demam
dengan suhu tubuh 390C, nadi 86/menit, frekuensi nafas 23 kal/menit. Tekanan darah 160/90
mmHg. Selama dirawat pasien mengalami penurunan berat badan 8 kg dalam 1 minggu, dan
mengeluh mual muntah.

3.2 Pengkajian

Seorang laki-laki usia 55 tahun dirawat diruang penyakit dalam dengan Keluhan
utamanya luka dibagian belakang kaki, kondisi pasien lemah, mual muntah, adanya demam
dengan suhu tubuh 390C, NADI 86 kali/menit, frekuensi nafas 23 kali/menit. Tekanan darah
160/90 mmHg. Selama dirawat pasien mengala mi penurunan berat badan 8 kg dalam 1
minggu.

3.3 Diagnosa keperawatan (DO dan DS)

DS : Pasien mengeluh luka dibagian kaki belakang, mual muntah, dan badan merasa lemah.

DO : Kondisi pasien lemah, GDS 350 mg/dl, suhu tubuh 390C, nadi 86 kali/menit, frekuensi
nafas 23 kali/menit, tekanan darah 160/90 mmHg. Penurunan berat badan 8 kg dalam 1
minggu.

Diagnosa keperawatan :

Dari kasus diatas berdasarkan data subyektif dan obyektif kita dapat mengangkat diagnose
sebagai berikut :

1) Nyeri akut

3.4 Intervensi (NIC dan NOC)


Sesuai dengan diagnose keperawatan yang telah ditetapkan, maka menurut nursing
outcome classification (NOC) digunakan jenis skala likert dengan semua criteria hasil dan
indicator yang menyediakan sejumlah pilihan yang adekuat untuk menunjukan varibilitas
didalam status/kondisi, prilaku atau persepsi yang digambarkan oleh criteria hasil.

NIC :

 Kaji kebiasaan diet (kebiasaan jenis asupan makanan,waktu makan, pengetahuan


mengenai diet dan kebiasaan budaya yang mempengaruhi pola makan).
Rasional : banyak factor yang menentukan kebiasaan diet individu seperti fisiologi,
psikososial, agama dan budaya.
 Kaji keluhan mual muntah
Rasional : mual dan muntah dapat menyebabkan asupan nutrisi tidak adekuat.
Kaji factor yang dapat meningkatkan risiko ketidakseimbangan glukosa
Rasional : peningkatan asupam makanan dan pengobatan yang tidak teratur, stress
yang berlebihan dapat meningkatkan glukosa darah.
 Kaji kondisi kaki secara keseluruhan.
Rasinal : lesi pada kaki dan adanya luka infeksi paling sering terjadi pada pasien
diabetes. Pasien biasanya tidak menyadari adanya luka pada kaki

NOC :

 Berat badan tidak normal


 Integritas jaringan: kulit dan membrane mukosa utuh dan tidak ada lesi
 Pengetahuan manajemen diabetes mellitus yang mendalam meliputi pengetahuan
tentang obat, diet, aktivitas fisik dan pengontolan darah ditandai dengan:
 Mematuhi regimen pengobatan yang dianjurkan untuk kestabilan gula darah.
 Mematuhi diet dan latihan fisik yang dianjurkan.

Pada kasus diabetes mellitus laki-laki yang berusia 55 tahun intervensi keperawatan
pada diagnosa risiko nyeri akut meliputi: infeksi luka, stress yang berlebihan, muntah dapat
menyebabkan asupan nutrisi tidak adekuat

3.5 Implementasi
 Kaji riwayat nutrisi termasuk makanan yang disukai
Rasional : mengidentifikasi defisiensi, memudahkan intervensi.
 Observasi dan catat masukan makanan pasien
Rasional : mengawasi masukkan kalori atau kualitas kekurangan konsumsi makanan.
 Anjurkan pasien istirahat bila terjadi kelelahan dan kelemahan, anjurkan pasien
melakukan aktifitas semampunya tanpa memaksakan diri
Rasional : meningkatkan aktivitas secara bertahap sampai normal dan memperbaiki
stamina tanpa kelemahan.
 Berikan penjelasan pada klien tentang penyakit dan kondisinya sekarang
Rasional : dengan mengetahui penyakit dan kondisinya sekarang klien dan
keluarganya akan merasa tenang dan mengurangi rasa cemas.
 Anjurkan klien dan keluarga untuk memperhatikan diet makanannya.
Rasional : diet dan pola makan yang tepat membantu proses penyembuhan.
 Minta klien dan keluarga mengulangi kembali tentang materi yang telah diberikan
Rasional : mengetahui seberapa jauh pemahaman klien dan keluarga serta menilai
keberhasilan dari tindakan yang dilakukan.

3.6 Evaluasi

Perencanaan evaluasi memuat criteria keberhasilan proses dan keberhasilan tindakan


keperawatan. Keberhasilan proses dapat dilihat dengan jalan membandingkan antara proses
dengan pedoman/renacana proses tersebut.

Evaluasi pada pasien dengan Diabetes melitus adalah:

 Nyeri akut
S:
 Klien mengatakan nyeri pada kaki yang luka
 pasien mengatakan nyeri hilang timbul
 pasien mengatakan tidak nyaman dengan lukanya

O:

 klien tampak meringis


 klien tampak gelisah

A:
 Masalah belum teratasi nyeri akut

P:

 Intervensi dilanjutkan
 Melakukan manajemen nyeri.

BAB 1V
HASIL PENELITIAN TERKAIT PENATALAKSANAAN DIABETES MELITUS

Penatalaksanaan diabetes mellitus:

 Kontrol mekanik
 Mengistirahatkan kaki
 Menghindari tekanan pada daerah kaki yang luka
 Control luka
 evakuasi jaringan nekrotik dan pus yang adekuat perlu dilakukan secepat
mungkin, jika perlu dapat dilakukan dengan tindakan operatif.
 Pembalutan luka dengan pembalut yang moist
 kontrol infeksi
 pada luka yang dalam, luas, disertai gejalah infeksi sistematik yang
memerlukan perawatan di rumah sakit : dapat diberikan antibiotic spectrum
luas yang dapat mencakup kuman gram positif, gram negative dan anaerob.
 Penggunaan antibiotic diobservasi seminggu kemudian dan disesuaikan
dengan hasil kultur mikroorganisme
 kontrol metabolic
 Perencanaan yang baik selama proses infeksi dan penyembuhan luka.
 Regulasi gula darah yang ketat
 Pengendalian komorbiditas (hipertensi)
 kontrol edukasi
Edukasi pada pasien dan keluarga mengenai kondisi luka kaki pasien saat ini, rencana,
diagnosis, penatalaksanaan/terapi, penyulit yang mungkin timbul, serta prognosis
adalah aspek penting dalam penatalaksanaan agar kepatuhan pasien lebih baik.

BAB V
PENUTUP

Diabetes mellitus adalah sekelompok penyakit metabolic yang dikarakteristikkan


dengan meningkatnya kadar gula didalam darah (hiperglikemia) sebagai hasil dan gangguan
sekresi insulin, resistensi insulin atau keduanya (Hinkle dan Cheever, 2014; Ignatavicius dan
workman, 2010). Diabetes mellitus adalah gangguan metabolisme dan penggunaan glukosa
sebagai akibat dari malfungsi sel beta pancreas (DeWit dan kumagai, 2013).

Dari asuahan keperawatan pada pasien yang berumur 55 tahun dia mengalami
penyakit diabetes mellitus tipe 2. Resiko terjadi diabetes mellitus yaitu:

 Riwayat keluarga dengan diabetes mellitus misaknya orang tua atau saudara
dengan diabetes
 Obesitas, hampir 80 % individu denga DM tipe 2 memiliki obesitas dengan
penurunan berat badan dan meningkatmya aktivitas fisik, gula darah dapat
kembali normal.
 Stress emosional dan fisik merangsang produksi hormon dan korteks adrenal,
khusunya glukokortikoid yang dapat menginduksi glukogenesis.
 Kurangnya aktivitas fisik
 Hipertensi (140/90 mmHg)

DAFTAR PUSTAKA
Ns. Oliva Suyen Ningsih, M.Kep.Asuhan Keperawatan Diabetes Melitus dan Diabetes self-
management education. Cet 1. Ruteng: penerbit PKBM Sambi Poleng, 2019

Arjatmo Tjokronegoro. Penatalaksanaan diabetes mellitus terpadu. Cet 2. Jakarta: balai


penerbit FKUI, 2002

Anda mungkin juga menyukai