Bab Ii
Bab Ii
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 HIV/AIDS
2.1.1 Pengertian
menginfeksi sel dari suatu system kekebalan tubuh dan bersifat dapat
Infeksi yang ditimbulkan dari virus tersebut dapat menimbulkan suatu kerusakan
yang bersifat progresif yang dapat menurunkan sistem dari kekebalan atau defisiensi
imun. Sistem dari suatu kekebalan dapat dianggap kurang atau tidak dapat berfungsi
lagi ketika perannya dalam memerangi infeksi dan penyakit (Manowati, 2019). AIDS
adalah berupa kumpulan dari penyakit yang ditimbulkan oleh virus HIV yang dapat
yang menyerang sistem imun dan jika tidak dilakukan pengobatan dapat menurunkan
daya tahan tubuh manusia sehingga jatuh kedalam kondisi Acquired Immuno
Dari data di atas, maka dapat ditarik suatu kesimpulan dimana HIV/AIDS adalah
disembuhkan, namun penyakit gangguan ini dapat dikontrol dengan terapi obat ART.
2.1.2 Perjalanan Penyakit
Proses terjadinya HIV menjadi AIDS melalui beberapa tahapan klinis sejalan dengan
menurunnya daya taha tubuh atau imunitas pasien, terutama imunitas seluler.
Turunnya daya tahan tubuh atau imunitas selelau diikuti dengan adanya peningkatan
resiko dan tingkat keparahan dari infeksi oportunistik dan penyakit penyerta lainnya.
Proses terjadinya HIV menjadi AIDS dibagi menjadi 2 tahapan (fase) (Permenkes RI,
peningkatan imun (aktivasi dari imun), yaitu tingkat seluler (HLA-DR: sel T: IL-
2R) serum (β-2 ikroglobulin, neopterin, CD8, IL-R) serta antibody upregulation
(gp 120, anti p24 : IgA). Induksi dari selT-helper dari sel-sel lain sangat
diperlukan agar dapat mempertahankan fungsi dari sel-sel faktor dari system imun
agar dapat berfungsi dengan baik. Infeksi dari virus HIV dapat menghancurkan
sel-sel T tersebut, sehingga sel T-helper tidak bsa memberikan induksi kepada sel-
sel efektor dari sistem imun. Jika sel T-helper tidak ada, maka system imun T8
sitotoksik, sel NK, monosit dan sel β tidak berfungsi secara maksimal. Makanya
daya tahan tubuh pasien akan menurun, dan pasien tersebut akan jatuh kedalam
Fase lanjut bisa disebut dengan fase imunodefisien, dimana pada serum pasien
yang sudah terinfeksi virus HIV dapat ditemukan faktor supresif, yaitu berupa
antibodi terhadap proliferasi dari sel T. Dengan adanya supresif pada proliferasi
dari sel T, maka akan menekan proses sintesis dan sekresi dari limfokin, sehingga
sel T tersebut tidak dapat memberikan suatu respon kepada nitrogen, lalu terjadi
disfungsi imun yang ditandai dengan penurunan dari kadar CD4 +, kadar sitoki
peningkatan imun (aktivasi dari imun), yaitu tingkat seluler (HLA-DR: sel T : IL-
upregulation(gp 120, anti p24:IgA). Induksi dari sel T-helper dari sel-sel lain
sangat diperlukan agar dapat mempertahankan fungsi dari sel-sel faktor dari
system imun agar dapat berfungsi dengan baik. Infeksi dari virus HIV dapat
induksi kepada sel-sel efektor dari sistem imun. Jika sel T-helper tidak ada, maka
system imun T8 sitotoksik, sel NK, monosit dan sel β tidak berfungsi secara
maksimal. Makan daya tahan tubuh pasien akan menurun, dan pasien tersebut
Fase lanjut bisa disebut dengan fase imunodefisien, dimana pada serum pasien
yang sudah terinfeksi virus HIV dapat ditemukan faktor supresif, yaitu berupa
antibody terhadap proliferasi dari sel T. dengan adanya supresif pada proliferasi
dari sel T, maka akan menekan proses sintesis dan sekresi dari limfokin, sehingga
sel T tersebut tidak dapat memberikan suatu respon kepada nitrogen, lalu terjadi
disfungsi imun yang ditandai dengan penurunan dari kadar CD4 +, kadar sitoki
1) Stadium 1: infeksi HIV dimulai dari masuknya virus HIV yang diikuti dengan
terjadinya perubahan dari serologis dimana antibodi virus tersebut dari negative
menjadi positive. Rentang waktu dimulai dari masuknya virus HIV ke dalam
tubuh sampai menjadi positive pada tes antibody HIV yang sering disebut
dengan Widow Period. Lama Window Period berbeda-beda antara satu pasien
tubuh terdapat virus HIV, namun tubuh sendiri tidak menunjukkan gejala-
gejala. Situasi ini dapat terjadi rata-rata 5-10 tahun, dimana cairan tubuh pasien
HIV/AIDS yang tampak sehat itu sangat dapat menularkan virus HIV kepada
orang lain.
3) Stadium III: mulai terjadi pembesaran kelenjar limfe. Pembesaran terjadi secara
Lympadenopathy), hal tersebut tidak hanya muncul di satu tempat saja dan
AIDS adalah semua orang terinfeksi HIV yang memiliki kurang dari 200 sel CD4+
per mikroliter darah. Pengertian tersebut juga mencakup 26 kondisi penyakit yang
umum pada penyakit HIV lanjut, tetapi yang jarang terjadi pada orang sehat.
b. Menggigil atau demam lebih tinggi dari 100 F (38o C) selama beberapa minggu.
e. Sakit kepala.
di mulut (sariawan).
Tes HIV harus mengikuti prinsip berupa 5 komponen dasar yang telah disepakati
diterapkan pada semua model layanan testing dan konseling (TK) HIV (Permenkes,
2019).
Suatu tinjauan pustaka sistematis mengenai pelaksanaan tes dan konseling atas
2019).
HIV negatif untuk melakukan tes ulang. Tes ulang dimaksudkan untuk
mengeluarkan kemungkinan infeksi akut pada periode yang terlalu dini untuk
melakukan tes diagnostik (periode jendela). Meski demikian tes ulang hanya perlu
dilakukan pada individu dengan HIV negatif yang baru saja mendapat atau sedang
memiliki risiko pajanan. Pada beberapa orang terduga terpapar secara spesifiatau
berisiko tinggi dapat disarankan tes ulang setelah 4 hingga 6 minggu. Orang
berisiko tinggi seperti populasi kunci, dianjurkan untuk melakukan tes ulang
secara rutin setiap tahun. Dimana Tes tersebut dapat memberikan memberikan
kesempatan kepastian diagnosis HIV sejak awal dan untuk mendapatkan edukasi
mengenai pencegahan HIV. Pada daerah dengan tingkat kejadian tinggi, tes ulang
HIV pada wanita hamil dapat dilakukan selama kehamilan, persalinan, atau segera
2016).
Catatan:
Test minimal perlu yang dilakukan sebelum terapi ARV karena berkaitan dengan
pemilihan obat ARV. Tentu saja hal ini perlu mengingat ketersediaan sarana dan
indikasi lainnya.
** Pengecekan pada Viral Load bukan merupakan anjuran untuk dilakukan sebagai
pemeriksaan awal tetapi akan sangat diperlukan (bila pasien punya data) utamanya
darah, cairan genitalia, dan ASI. Terdapat juga dalam saliva, air mata, dan urin
a. Melalui hubungan seksual, baik secara vagina, oral, maupun anal dengan seorang
pengidap. Kontak secara seksual merupakan cara paling umum dalam menularkan
HIV, dimana sekitar 80-90% dari kasus dunia. Kontaminasi HIV melalui seksual
terjadi jika terjadi kontak antara sekresi cairan vagina atau preseminal penderita
b. Kontak langsung dengan darah Jalur penularan ini terutama berhubungan dengan
pengguna obat suntik penderita hemofilia, dan resipien transfusi darah dan produk
darah.
1) Transfusi darah yang tercemar HIV, resikonya sangat tinggi sampai 90%.
2) Pemakaian jarum tidak steril dan syring pada para pecandu kasus sedunia.
narkotika suntik. Resiko sekitar 0,5-1% dan terdapat 5-10% dari total kasus
sedunia.
petugas kesehatan resikonya kurang dari 0,5% dan telah terdapat kurang dari
d. Selama hamil, saat melahirkan, atau setelah melahirkan. Resiko sekitar 25-40%
dan terdapat 0,1% dari total kasus sedunia. Kontaminasi HIV dari ibu ke bayi
dapat terjadi melalui rahim selama masa perinatal yaitu minggu-minggu terakhir
Berdasarkan pernyataan tersebut, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa secara umum
penularan HIV-AIDS melalui tiga cara yaitu penularan seksual, kontaminasi melalu
darah dan penularan masa perinatal. Dari ketiga resiko tersebut, yang menjadi
Sebagai usaha dalam pencegahan HIV dan AIDS, sebaiknya anda menghindari
1) Sperma dan cairan pra-ejakulasi
2) Cairan vagina
3) Lendir rektal
4) ASI
disengaja.
Studi HIV prevention trial network (HPTN) 052 membuktikan dimana terapi ART
merupakan pencegahan penularan HIV paling efektif hingga kini. Pemberian ART
lebih awal dapat menurunkan penularan HIV sebesar 93% pada pasangan seksual
terbukti memiliki hubungan dengan konsentrasi virus pada sekresi genital yang
rendah. Upaya pencegahan dengan terapi ART ini merupakan bagian dari treatment
dalam minum obat dan kontrol, harus diberikan terlebih dahulu sampai pasien merasa
siap, setelah siap maka terapi ART diberikan. Hal tersebut dikarenakan terapi ART
jumlah CD4 (bila tersedia) dan penentuan stadium klinis infeksi HIV-nya.
memenuhi syarat terapi antiretroviral atau belum. Berikut ini adalah rekomendasi
Rekomendasi:
2.1.7.1.1 Mulai terapi ART pada semua pasien dengan jumlah CD4 <350
2.1.7.1.2 Terapi ART dianjurkan pada semua pasien dengan TB aktif, wanita
>30 sel/mm2
Stadium klinis 1 < 30 sel/mm2 Belum mulai terapi.
&2 Observasi gejala
Stadium klinis 3 Berapapun jumlah sel klinis dan jumlah
&4 CD 4 sel CD4 setiap 6-
12 bulan
Penderita dengan Apapun stadium Berapapun jumlah sel Mulai terapi
ko-Infeksi TB klinis CD 4
penderita dengan Apapun stadium Berapapun jumlah sel Mulai terapi
ko-infeksi Hepatitis klinis CD 4
B kronik aktif
Wanita hamil Apapun stadium Berapapun jumlah sel Mulai terapi
klinis CD 4
b. Memulai Terapi ART pada Keadaan Infeksi Oportunistik (IO) yang Aktif
Infeksi oportunistik dan penyakit terkait HIV lainnya yang perlupengobatan atau
diredakan sebelum terapi ART dapat dilihat dalam tabel di bawah ini.
Table 2.3 Tatalaksana IO Sebelum Memulai Terapi ART
c. Profilaksis Kotrimoksasol
sebelumnya.
kesakitan pada orang yang terinfeksi HIV. Hal itu dihubungkan dengan penurunan
untuk pencegahan baik secara primer atau sekunder terhaap terjadinya PCP dan
2) PPK diberikan pada ODHpada A stadium klinis 2,3 dan 4 pada CD4<200
sel/mm3 atau pada stadium 3 dan 4 bila tidak dilakukan pemeriksaan CD4.
3) Dosis PPK untuk orang dewasa 1x960 mg (dua tablet atau satu tablet forte).
4) Efek samping yang dapat terjadi antara lain adalah ruam kulit (alergi) mulai
tingkat ringan sampai berat. Jika timbul ruam kulit yang luas atau basah
dengan tingkat kepatuhan minum obat ART baik dan CD4 >200 setelah
lama dari kehadiran terakhir untuk pengambilan terapi dan belum termasuk kedalam
orang-orang yang datanya sudah tidak aktif. Waktu untuk LTFU dihitung dalam
beberapa bulan sesuai dengan interval waktu antara tanggal mulai ART (Berheto et
al., 2014). Penelitian lain juga mengungkapkan jika pasien dikatakan LTFU adalah
pasien yang tidak kontrol dihitung dari 1 bulan dati terakhir pasien berobat
risiko kematian, menyulitkan untuk evaluasi dari pelayanan terapi ART. Apabila
terjadi resistensi terhadap ART, maka pengobatan menjadi tidak efektif sehingga
diperlukan upaya baru melawan infeksi dengan obat lain. Dari sudut ekonomi
2016).
LTFU didefinisikan sebagai tidak ada kunjungan klinis dalam setahun dari tanggal
terakhir pasien datang untuk kontrol dan data-data lain yang tidak diketahui.
Subyek yang diketahui telah ditransfer ke klinik lain tidak dihitung sebagai mangkir
(Carriquiry et al., 2015). Pasien dianggap LTFU jika dalam waktu 12 bulan dari awal
kontrol pasien tidak kembali lagi untuk kontrol, dan tidak diketahui apakah pasien
meninggal, transfer ke klinik lain atau memulai ART di tempat yang lain (Gwynn et
al., 2015).
2.2.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Loss to Follow Up
Tingkat keatuhan terhadap terapi ART merupakan salah satu tolak ukur keberhasilan
dari program ART, di samping adanya penurunan dari nilai viral load dan
kelangsungan hidup pasien HIV/AIDS. Indikator keberhasilan terapi ART jika angka
kejadian AIDS dan kematian yang ditimbulkan dari AIDS berkurang. Hal tersebut
dapat tercapai jika semua pasien HIV/AIDS dapat menjalani terapi dengan patuh.
perilaku LTFU.
hal-hal apa saja yang menjadikan penyebab ODHA berperilaku LTFU, diantaranya:
a. Stigma
Sangat Terkait pada kasus HIV dimana stigma adalah salah satu faktor yang
mendukung untuk terjadinya perilaku LTFU dari ODHA. Stigma berlaku pada
sekolah, dan di klinik. Salah satu tsigma yang di hadapi oleh pasien HIV/AIDS
yang mereka andalkan (yaituorangtua, guru, dan dokter) yang mengarah ke LTFU
b. Jenis Kelamin
Kemungkinan terbesar jenis kelamin laki-laki adalah yang beresiko untuk
mempunyai prilaku LTFU dibandingkan dengan jenis kelamin wanita, dimana hal
dibandingkan dengan laki-laki, selain itu untuk layanan kesehatn khusus wanita
sudah tersedia, seperti layanan system reproduksi, sedangkan pada pria masih
Nilai menggambarkan beberapa manfaat, baik yang terlihat maupun yang tidak
terlihat, begitu juga dengan biaya yang dipersepsikan oleh pasien. Nilai akan
meningkat jika kualitas pelayanan meningkat. Selai itu pelayanan dari segi
fasilitas yang diberikan ke pasien yag terdiri dari antrian saat pendaftaran,
lamanya saat pengobatan, sikap dari kokter dan petugas kesehatan, saat
Beberapa peneliti mengungkapkan jika jarak antara tempat tinggal dan pusat
(Fajarsari, 2016). Hal tersebut dirasakan jika pasien HIV/AIDS yang jauh dengan
hal tersebut dapat membuat pasien merasakan jika dirinya sudah sehat dan tidak
2014).
f. Usia
Usia yang semakin muda dapat meningkatkan resiko pasien HIV/AIDS untuk
dimana mereka sudah terinfeksi HIV, lalu mereka mencoba mencari laternatif
umur<30 tahun memiliki resiko lebih besar untuk LTFU (Manowati, 2019).
g. Pendidikan
Jika dilihat dari segi pekerjaan dan pendapatan, LTFU banyak terjadi pada pasien
pendapatan yang didapat. Pendapatan yang rendah memiliki resiko lebih tinggi
LTFU dibanding dengan pendapatan yang lebih besar (Handayani et al., 2017a).
2.3 Kepatuhan
Indonesia), Patuh berarti suka menurut perintah, taat kepada perintah atau aturan dan
terapi. Kepatuhan merupakan suatu bentuk perilaku manusia yang taat pada aturan,
perintah yang telah ditetapkan, prosedur dan disiplin yang harus dijalankan. Green
dan Kreuter (2000) mengatakan kesehatan individu atau masyarakat dipengaruhi oleh
faktor perilaku yang merupakan hasil daripada segala macam pengalaman maupun
sikap, dan tindakan. Kepatuhan (complying) merupakan salah satu bentuk perilaku
yang dapat dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Smeth (2004) mengatakan
bahwa kepatuhan adalah ketaatan atau pasrah pada tujuan yang telah ditetapkan (Dr.
sesuai dengan instruksi yang diberikan oleh tenaga medis mengenai penyakit dan
presentase jumlah obat yang diminum setiap hariya dan waktu minum dalam jangka
diartikan disini adalah ketaatan pasien dalam pengobatan ART. Akan tetapi
disusul dengan kepatuhan demi menjaga hubungan baik dengan petugas kesehatan
pengobatan yaitu sejauh mana perilaku pasien menggunakan obat yang diminum
setiap harinya dan waktu minum dalam jangka waktu tertentu sesuai ketentuan yang
b. Faktor pendukung mencakup tersedianya sarana dan fasilitas kesehatan dan juga
lingkungan.
perilaku masyarakat.
faktor, meliputi (Osterberg dan Terrence, 2005; Delamater, 2006; Kocurek, 2009):
a. Faktor demografi
regimen pengobatan.
b. Faktor psikologis
c. Faktor sosial
Peran anggota keluarga dan masyarakat juga berperan penting dalam pengobatan
ART. Stigma social yang baik dapat menurunkan rasa depresi atau stres penderita.
d. Faktor yang berhubungan dengan penyakit dan medikasi penyakit kronik yang
diderita pasien, regimen obat yang kompleks, dan efek samping obat yang terjadi
sehingga pasien tidak cukup mengerti dan paham akan pentingnya pengobatan.
Jumlah tenaga yang kesehatan yang kurang, seperti Apoteker waktu dan keahlian
yaitu:
salah paham mengenai instruksi yang diberikan padanya. Ley dan Splemen
(1967) menemukan bahwa lebih dari 60% yang diwawancarai setelah bertemu
dengan dokter salah mengerti tentang instruksi yang diberikan pada mereka.
2) Intensitas interaksi antara professional kesehatan dengan pasien HIV/AIDS,
3) Isolasi sosial dan keluarga. Dalam menentukan keyakinan dan nilai kesehatan
serta program pengobatan yang akan di terima, peran dari keluarga sangat di
pengobatan.
Dinicola dan dimatteo (1984) dalam Kaifar (2016), mengusulkan lima titik rencana
a. Perlu adanya suatu strategi dalam upaya dalam perubahan Perilaku sehat sangat
tersebut.
b. Pengontrolan perilaku seringkali tidak cukup untuk mengubah perilaku itu sendiri,
sangat diperlukan seperti dukungan sosial dalam bentuk dukungan emosional dari
Jika dilihat dari point di atas, maka dapat ditarik kesimpulan faktor-faktor yang
hubungan interaksi yang baik antara pasien dan konselor, peran dari orang tua,
teman-teman serta petugas kesehatan baik dalam bentuk dukungan keyakinan atau
sosial.
Berdasarkan teori yang diungkapkan oleh Osterberg dan Terrence (2005) dalam
Kafiar (2016), cara atau metode yang dapat digunakan dibagi menjadi dua, yaitu:
a. Metode langsung
Pengukuran kepatuhan melalui metode langsung dapat dilakukan dengan beberapa
cara, seperti mengukur viral load dalam darah atau urin, mengukur atau
juga dapat memberatkan tenaga kesehatan dan juga rentan terhadap penolakan
pasien.
respon klinik pasien, menghitung jumlah pil obat dan menghitung tingkat
dapat dilakukan dengan menghitung sisa obat sesuai dosis obat yang diberikan pada
waktu tertentu. Kepatuhan dikatakan baik, jika: jumlah kombinasi obat ART kurang
dari 0-3 dosis yang tidak diminum dalam periode 30 hari (≥ 95%). Kepatuhan
dikatakan sedang jika jumlah kombinasi obat ART antara 3-12 dosis yang tidak
kombinasi obat ART lebih dari 12 dosis yang tidak diminum dalam periode 30
(2016).
a. Pembedukasi yang diberikan kepada pasien, anggota keluarga atau keduanya
individu maupun kelompok, dan dapat diberikan juga melalui tulisan, telepon,
dalam mengingatkan pasien baik mengenai diit, olahraga dan meminum obat.
Kepatuhan adalah hal yang sangat penting dalam hal hidup sehat, sehingga butuh
pemahaman yang baik terhadap proses perubahan dan apa yang akan dialaminya
untuk mengubah perilaku. Dukungan dari pribadi pasien sendiri dan juga petugas
Menurut Depkes (2007) dalam Kafiar (2016), kepatuhan dalam pengobatan menjadi
masalah dalam pengobatan ART hal ini disebabkan oleh beberapa faktor yaitu:
hubungan yang kurang serasi antar pasien HIV dan petugas kesehatan, jumlah pil
tentang obat-obat yang akan ditelan dan toksisitas obat dan pasien terlalu sakit untuk
menelan obat.
Kepatuhan merupakan hal yang sangat penting dalam hal hidup sehat, sehingga
butuh pemahaman yang baik terhadap proses perubahan dan apa yang akan
dialaminya untuk mengubah perilaku. Dukungan dari pribadi pasien sendiri, keluarga
dan petugas kesehatan adalah faktor yang penting dalam kepatuhan pasien menjalani
pengobatan.
2.4 Motivasi
Motivasi adalah sifat manusia yang memberikan kontribusi pada tingkat komitmen
untuk menyalurkan dan mempertahankan satu tujuan yang ingin dicapai. Motivasi
adalah sesuatu yang berifat mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu. Motivasi
Pada dasarnya motivasi dasari dari tiga unsur, yaitu kebutuhan, dorongan dan tujuan.
Motivasi akan berhenti jika tujuan sudah tercapai. Tapi itu akan kembali pada
keadaan semula jika ada sesuatu kebutuhan lagi. Siklus tersebut merupakan siklus
dasar. Merupakan suatu motif pada manusia dengan lebih tuntas, ada faktor lain yang
berperan dalam siklus motif tersebut, yaitu faktor kognitif. Proses mental seperti
dua yaitu:
a. Motivasi internal
Motivasi yang berasal dari dalam diri seseorang. Motivasi internal akan muncul
jika ada keperluan dan keinginan yang akan dicapai. Motivasi yang kuat akan
1) Fisiologis, yang merupakan motivasi alamiah rasa lapar, haus dan lain-lain
2) Psikologis
berikut:
dan psikologis, menghindari dari rasa malu dan ditertawakan orang, serta
kehilangan.
b. Motivasi eksternal
hukuman, atau celaan yang diberikan oleh guru, teman atau keluarga.
gunakan. Penerapan teknologi komunikasi dan mobile phonecanggih saat ini sudah
berkembang sangat cepat dalam perawatan kesehatan dan kesehatan masyarakat yang lebih
Sebagai perangkat mobile health atau electronic health. Dimana Mobile Health berfungsi
untuk memberikan intervensi yang bertujuan untuk mengubah perilaku kesehatan, seperti
kepatuhan terhadap terapi ART. Tindakan yang diberikan berupa SMS reminder yang
dikirim pada pasien HIV-AIDS satu kali dalam seminggu, secara signifikan kepatuhan
pasien dalam terapi ART dapat meningkat, hal ini dapat dinilai pada setiap akhir siklus dari
jumlah obat ART yang tersisa dan pemeriksaan laboratorium berupa viral loads yang
Prioritas utama dalam mengoptimalkan kepatuhan terhadap ART dan resistensi dalam
perawatan HIV merupakan prioritas utama. Penggunaan mobile health menawarkan cara
untuk mendukung keterlibatan pasien dalam kepatuhan dan retensi dalam perawatan.
Seseorang yang terdiagnosis HIV biasanya akan mengalami stress persepsi (kognisi:
penerimaan diri, sosial, dan spiritual) dan tubuhnya menunjukan respons secara alami
selama menjalani perawatan dirumah sakit dan dirumah. Peran perawat dalam perawatan
pasien terinfeksi HIV adalah melaksanakan pendekatan asuhan keperawatan agar pasien
dapat beradaptasi dengan cepat(Krishnan et al., 2014). Fungsi perawat dalam hal tersebut
tersebut meliputi: (1) menfasilitasi strategi koping; dan (2) dukungan sosial. SMS Reminder
merupakan bagian dari intervensi keperawatan dalam menfasilitasi strategi koping dan
dukungan sosial sehingga pasien bisa menggunakan potensi diri agar terjadi respon
penerimaan sesuai terhadap keadaan penyakitnya dan terjadinya perubahan perilaku yang
Untuk meningkatkan kepatuhan perlu adanya intervensi keperawatan yang bisa memenuhi
kebutuhan fisik, psikologis, sosial, dan spiritual, sehingga dapat merubah perilaku pasien
ketika berada dalam masa perawatan, khususnya perilaku kepatuhan pasien HIV-AIDS
Hubungan antara teori Technology Acceptance Model dengan kepatuhan pengobatan ART
pada pasien HIV-AIDS dapat dilihat pada (Skema 2.1), pada prinsipnya pendekatan Theory
Technology Acceptance Model (TAM) ini adalah ada ptasi dari Theory of Reasoned Action
beralasandengan satu premis bahwa reaksi dan persepsi seseorang terhadap sesuatu hal, akan
Tanggapan dari pengguna Teknologi Informasi (TI) akan mempengaruhi sikapnya dalam
penerimaan terhadap teknologi tersebut. Theory technology acceptance model pada dasarnya
dibagi dalam beberapa faktor yaitu faktor eksternal, faktor perceived usefulness,
use. Unsur lain yaitu mobile phoneyang digunakan untuk mengirim SMS mengingatkan
pasien minum obat. Melalui Sistem pengingat (SMS Reminder) yang dikirim kepada pasien,
pesan yang dikirimkan selain untuk mengingatkan pasien minum obat tetapi juga berisikan
adalah untuk meningkatkan komunikasi antara pasien dan petugas kesehatan, mengingatkan
pasien untuk konsumsi ART, memotivasi pasien (dukungan emosional) sehingga pasien
merasa nyaman, dihargai, dicintai, dan diperhatikan sedangkan faktor perceived ease of use
(Kemudahan SMS Reminder) adalah dapat mengirimkan sms reminder pada banyak pasien
sekaligus walaupun tersebar dibeberapa daerah berbeda, biayanya relatif ringan (murah),
bentuknya kecil, murah dan mudah dibawah kemana-mana. Efek yang diharapkan
(behavioral intention to use) adalah pasien patuh dalam pengobatan ART sehingga kadar
viral loads dalam darah dapat menurun, terjadi peningkatan sistem imun dan peningkatan
Model adaptasi Roy utuk keperawatan merupakan suatu teori yang diturunkan dari teori
sebelumnya, seperti teori Harry Helson mengenai psikofisika yang diperluas menjadi ilmu
social dan perilaku. Roy mengkombinasikan teori dari Helson dengan pengertian dari
Rapoport tentang sistem untuk memandang manusia sebagai suatu sistem adaptif.
Konsep utama dari teori Calista Roy adalah adapatsi sesorang dalam menghadapi masalah
kesehatan kedalam suatu sistem, dimana sistem yang dimaksud adalah seperangkat bagian
yang terhubung dengan fungsi secara keseluruhan untuk tujuan tertentu dan masing-masing
adalah suatu titik yang berubah secara terus menerus, dibangun dari stimulus fokal,
kontekstual dan residual yang mewakili standar seseorang terhadap suatu rentng stimuli
dimana satu orang dapat berespon adaptif yang biasa (Siyoto, 2017). Roy menerangkan
bahwa respon yang menyebabkan penurunan integritas tubuh akan menimbulkan suatu
kebutuhan dan menyebabkan individu tersebut berespon melalui upaya atau perilaku
tertentu. Setiap manusia selalu berusaha menanggulangi perubahan status kesehatan dan
perawat harus merespon untuk membantu manusia beradaptasi terhadap perubahan ini
(Siyoto, 2017).
Stimulus kontektual merupakan stimulus yang dapat menunjang terjadinya sakit (faktor
presipitasi) seperti keadaan tidak sehat. Keadaan ini tidak terlihat langsung pada saat ini,
misalnya penurunan daya tahan tubuh, lingkungan yang tidak sehat dan isolasi sosial.
Banyak pasien HIV/AIDS yang ketika pasien mengalami gangguan psikis yang berasal dari
luar dan dapat menyebabkan terganggunya psikis atau beban pikiran sehingga
mengakibatkan sistem imun pasien HIV/AIDS yang rentan akan terjadi penurunan sehingga
dipandang sangat ideal untuk diterapkan dalam memberikan pelayanan asuhan keperawatan
professional terutama pada pasien dengan penyakit HIV/AIDS yang memerlukan adaptasi
2.8 Edukasi
Pendidikan formal adalah suatu proses pendidikan oleh pendidik penyampaian bahan atau
materi pendidikan kepada sasaran pendidikan (anak didik) guna mencapai perubahan
tingkah laku (tujuan). Pendidikan kesehatan atau penyuluhan kesehatan adalah suatu
kegiatan yang dilakukan dengan cara persuasi, bujukan, himbauan, ajakan, member
informasi, member kesadaran sebagai upaya agar masyarakat dapat berperilaku sehat.
Pendidik kesehatan adalah semua petugas kesehatan dan siapa saja yang berusaha untuk
mempengaruhi individu atau masyarakat guna meningkatkan kesehatan meraka oleh karena
itu individu, kelompok ataupun masyarakat dianggap sebagai sasaran (objek) pendidikan
dan dapat pula sebagai subjek (pelaku) pendidikan kesehatan masyarkat bila mereka
diikutsertakan dalam usaha kesehatan masyarakat (Wulandari, 2016). Pelayanan kesehatan
adalah upaya untuk mempengaruhi pengetahuan, sikap dan kebiasaan yang berkaitan dengan
kesehatan agar individu atau kelompok atau masyarakat mau dan mampu mengubah
perilaku yang tidak mendukung faktor yang mempengaruhi hidup sehat menjadi berperilaku
Proses mendidik individu atau masyarakat diberikan dengan tujuan agar mereka dapat secara
Edukasi kesehatan pada intinya adalah proses mendidik individu atau masyarakat supaya
pemakai sarana kesehatan dan petugas kesehatan) yang setelah diolah dengan tehnik-tehnik
yang sesuai dengan harapan atau tujuan dari kegiatan tersebut. Pemberian edukasi akan
Pelaksanaan komunikasi, informasi dan edukasi dapat dialkukan secara individu, kelompok
maupun masal dan secara formal dans truktural, misalnya seminar, lokakarya dan pelatihan.
Pemberian KIE dapat pula dilakukan secara informal melalui jalur swasta, masyarakat
seperti pada kegiatan arisan, radio, televisi, kegiatan RW atau RT, dan lain-lain.
Beberapa aspek pelaksanaan KIE dalam upaya pencegahan penyebaran HIV/AIDS, yaitu:
kepada kleuarga dan masyarakat dari yang semula hanya menggunakan ABC, menjadi
ABCD, yaitu Abstinence, BeFaithful, Condom, Drug dan Equipment. Abstinence adalah
Faithful berarti memberikan penyuluhan pentingnya berlaku setia pada pasangan masing-
masing yang sah. Condom mempunyai arti yaitu membantu melakukan promosi
pentingnya pemakaian kondom pada setiap aktivitas yang beresiko. Drug artinya
dan penggunaan jarum suntik yang tidak higienis. Equipment berarti memberikan KIE
masyarakat.
Edukasi yang diberikan kepada pasien HIV/AIDS sangat membantu pasien dalam
menentukan pengobatan, dimana jika pemahaman yang disampaikan oleh edikator dapat
diterima dengan baik, maka akan sangat mempengaruhi kualitas pasien HIV/AIDS. Banyak
cara yang dilakukan oleh seorang Educator/petugas VCT (Voluntary Conselig Test) dalam
memberikan edukasi mengenai HIV/AIDS. Bisa dengan menggunakan tehnik edukasi dalam
beberapa petugas VCT yang melakukan edukasi secara tatap muka langsung (empat mata)
yaitu:
a. Setiap orang berhak mendapat informasi yang benar dan tepat mengenai HIV/AIDS guna
c. Setiap pengidap HIV/AIDS berhak mendapat edukasi tentang cara penularan, cara
melakukan hubungan seksual yang sehat, faktor-faktor yang dapat berpengaruh terhadap
HIV/AIDS.