Anda di halaman 1dari 6

Crossroads

Oleh : Deviatul Indah Pramadhani

“Kamu lagi apa, Bun?” Suara serak khas laki-laki yang sangat Jelita kenali tiba-tiba
masuk dalam pendengarannya. Perempuan bernama Jelita itu sejak tadi tengah duduk di teras
rumahnya sembari membuka lembaran buku tahunan SMAnya. “Eh, nggak lagi apa-apa kok,
Yah.”
Laki-laki yang berstatus sebagai suami Jelita itu menatap istrinya lekat. “Masa sih?
Kok ayah nggak percaya,” ujarnya kemudian. Jelita ganti menatap suaminya itu dengan
tatapan yang sulit diartikan. “Aku lagi kangen SMA, Yah.”
“Tiba-tiba?” tanya suaminya tidak percaya. Sementara Jelita hanya tersenyum dengan
malu-malu.”Pasti kangen sama ayah ya?” Jelita mendelik, tidak percaya dengan apa yang
dikatakan suaminya baru saja. Sementara suaminya tersenyum mengingat kenangannya
dengan sang istri semasa
+++
Kalau ada yang bertanya kepada Jelita apa yang paling berkesan dalam kehidupan
Jelita SMA, jawabannya pasti Jay. Namanya Muhammad Jaya Nur Prameswara. Karena
saking banyaknya orang yang bernama Jaya di sekolahnya dulu, lelaki itu jadi dipanggil Jay.
Jelita sebenarnya tidak mengenal Jay. Tapi, Jelita telah memendam perasaan kepada
Jay. Hal itu bermula saat Jelita tidak sengaja melihat Jay yang sedang sibuk latihan karate.
Menurut Jelita, Jay sangat keren waktu itu.
Sejak saat itu, Jelita jadi banyak mengumpulkan informasi mengenai Jay. Banyak
yang Jelita ketahui, lantaran sahabat dekatnya merupakan teman sekelas Jay. Jelita tahu hal-
hal mendasar tentang Jay, hingga fakta-fakta unik mengenai Jay. Bahkan, Jelita tahu kalau
sebenarnya Jay tidak ingin masuk MIPA. Saat pendaftaran di kelas 10 dulu, sebenarnya Jay
mendaftar diri di jurusan IPS. Tetapi saat pengumuman, ternyata Jay gagal masuk IPS dan
malah masuk MIPA-5. Uniknya lagi, tidak hanya Jay yang seperti itu. Tetapi, beberapa
temannya juga mengalami hal yang sama dan berakhir masuk MIPA-5. Hal itulah yang
membuat suasana kelas Jay terasa seperti IPS. Jelita tentu tahu hal ini dari Sofia, sahabatnya
itu. Berbeda dengan kelas Jelita yang merupakan kelas unggulan di angkatannya, yang tak
lain adalah MIPA-1.
Memori Jelita kemudian berkelana menuju saat hari terburuknya di SMA. Saat itu,
Jelita masih mengingat dengan jelas bagaimana emosinya memuncak hanya karena sebuah
foto. Yang Jelita ingat, waktu itu ada jadwal pemotretan buku tahunan untuk anak-anak yang
mengikuti ekstrakurikuler karate. Jelita masih tidak menyangka hingga sekarang kalau
setelah pemotretan itu, dua orang temannya mengajak Jay untuk berfoto bersama. Sampai
saat ini pun, sepertinya Jelita tetap memiliki dendam tersendiri kepada Mona dan Yuria yang
tidak salah lagi adalah kedua temannya yang mengajak Jay berfoto bersama. Apalagi, Yuria
menggoda Jelita dengan mengatakan kalau Jay tampak serasi dengan Mona karena sama-
sama tinggi. Jelita yang tingginya di bawah rata-rata pun hanya bisa mendengus sebal.
Emosi Jelita bertambah ketika pulang sekolah, orang rumahnya mendadak tidak ada
yang bisa menjemputnya. Padahal, Jelita sudah menunggu sejak awal. Pun, dirinya menolak
tawaran teman-temannya untuk pulang bersama. Rasanya, hari itu sudah pantas disebut
sebagai hari sial bagi Jelita.
Mau tidak mau, Jelita harus memesan ojek online lantaran sekolahnya sudah sepi.
Tidak ada siapa-siapa lagi kecuali dirinya. Jelita merasa agak ketakutan sebenarnya, apalagi
cuacanya juga tidak bagus. Jelita masih harus bersabar menunggu ojek online yang ia pesan
yang akan datang sekitar 15 menit lagi. Sebetulnya, Jelita tampak sedikit tersentak begitu
membaca nama tukang ojeknya itu di aplikasi. Tertera nama Arzeki Juanda di sana, dengan
foto profil pria memakai helm dan masker. Namanya seperti nama laki-laki yang Mona sukai.
Fotonya juga agak mirip. Tapi apa iya itu Jeki, orang yang disukai Mona itu?
Begitu tukang ojek tersebut datang, Jelita terkejut bukan main. Orang itu memang
benar-benar Jeki. Selama perjalanan, Jelita malah sibuk memandangi Jeki. Suasananya dari
tadi hening, kecuali deru kendaraan yang terdengar di sekitar. Baik Jelita ataupun Jeki
sepertinya tidak ada yang ingin membuka suara. “Ehm.” Deheman Jeki berhasil membuat
Jelita mengalihkan pandangan. “Pasti kaget ya?” Jelita bingung harus menjawab bagaimana.
“Eh, anu. Kamu Jeki IPS 4 kan?” Jeki malah tertawa mendengar pertanyaan Jeki, anehnya
lagi nada tertawanya terdengar ambigu.
“Iya benar. Nggak difoto dulu nih aku? Siapa tahu mau dikirim ke Mona.” Jelita lagi-
lagi dikagetkan dengan ucapan Jeki. “Eh? Kamu tahu Mona?” tanya Jelita hati-hati. “Ya
tahulah, kan dia suka sama aku. Tapi sayangnya sekarang aku nggak suka, nggak tahu kalau
di masa depan.” Wah, Jelita tidak mengerti manusia jenis apa seorang Jeki ini. “Terus kamu
sendiri, sama Jay bagaimana? Sudah ada perkembangan?” Loh? “M-maksud kamu apa, ya?”
tanya Jelita yang masih belum bisa mencerna ucapan Jeki. “Wkwk, lupakan-lupakan. Kalau
kamu tanya kenapa aku bisa jadi tukang ojek online, jawabannya iseng.” Semakin lama, Jeki
semakin aneh kalau menurut Jelita. Entah karena Jelita yang bingung merespon atau Jeki
yang ingin diam saja, yang jelas setelah itu tidak ada lagi yang membuka suara. Rasanya,
Jelita ingin segera memberitahu Mona kalau laki-laki yang disukainya itu aneh.
+++
Setelah Jelita menceritakan tentang Jeki waktu itu kepada Mona, temannya itu justru
semakin bersemangat dan berusaha mendekati Jeki. Sementara Jelita sendiri, sebisa mungkin
menghindar dan tidak bertemu dengan Jeki. Ya walaupun semenjak saat itu tidak ada yang
berubah. Dari awal sebenarnya dirinya juga jarang bertemu dengan Jeki di sekolah. Tetapi
yang menjadi masalah adalah sosok Jay. Entah kenapa, semenjak saat itu Jelita menghindari
Jay. Bahkan, dirinya tidak lagi bertanya-tanya tentang Jay kepada Sofia. Mungkin, Jelita
malu? Yang ada di pikiran Jelita adalah kalau Jeki yang tidak mengenalinya sama sekali bisa
berbicara seperti itu, mungkin saja kan Jay selama ini telah mengetahuinya? Jeki kebetulan
juga anak karate sama seperti Jay dan yang Jelita tahu, mereka berdua berteman dengan
cukup baik. Jadi, bisa saja kan Jeki tahu hal itu dari Jay sendiri?
Memikirkan itu semua hanya membuat Jelita tambah pusing. Apalagi waktu itu, dari
pagi Jelita merasakan sakit gigi. Giginya berlubang, ditambah semalam Jelita memakan
banyak coklat. Itu memang kesalahan Jelita, gadis itu sadar betul. Beruntung, hari itu di
sekolah Jelita sedang diadakan campus fair, sehingga dari pagi tidak ada kegiatan
pembelajaran. Jelita pun meminta temannya untuk mengantarkannya ke uks. Begitu sampai
di uks, temannya langsung pergi. Jelita tidak mempermasalahkan hal itu. Tetapi sekarang,
yang menjadi masalahnya adalah di uks tidak ada orang. Kecuali seseorang yang tengah tidur
dengan posisi membelakanginya. Dan yang membuat Jelita tidak bisa berkutik adalah ketika
tahu, orang tersebut adalah Jay.
Setelahnya Jelita tidak mengingat apa-apa. Lantaran giginya yang semakin sakit dan
tidak adanya petugas uks yang berjaga, Jelita pun memutuskan untuk tidur di atas ranjang
yang tentunya berbeda dengan ranjang tempat Jay tertidur. Jelita tidak mengingat dengan
jelas berapa lama dirinya tertidur, tetapi begitu terbangun Jelita langsung dikejutkan dengan
sosok Jay yang tengah memandanginya. Rasa sakit di gigi yang semenjak pagi dia rasakan,
seakan telah melebur setelah puas tertidur nyenyak. Jelita belum berani menatap Jay, kini
yang ia pandang malah sekeliling yang sudah tampak sepi. Saat atensimya tidak sengaja
mengarah ke jam dinding yang berada dalam uks, Jelita lagi-lagi dibuat terkejut lantaran ini
sudah jam 12. Acara campus fair kalau tidak salah diagendakan akan usai pukul 11.00, yang
berarti Jelita telah melewatkannya. Meskipun begitu, sebenarnya acara tersebut masih
berlanjut besoknya yang membuat rasa kekecewaan Jelita sedikit berkurang.
Jay berdehem, membuat Jelita mau tidak mau menatapnya. “Kok sudah sepi?”
Astaga. Jelita merutuki dirinya sendiri lantaran menanyakan pertanyaan konyol tersebut
kepada Jay. “Iya lah, sudah pada pulang satu jam yang lalu.” Eh? “Tadi aku mau bangunin
kamu tapi nggak tega.” Jelita masih dalam mode terkejut. “Jadi, kamu nunggu aku sampai
bangun?” Jelita kembali merutuki dirinya sendiri karena pertanyaan retorisnya. Jay hanya
mengangguk. “Tadi saya diamanati sama Bu Nita buat ngunci pintu uks sampai kamunya
bangun.” Sebentar. Apa katanya? Saya? “Oh iya katanya kamu belum minum obat ya?” tanya
Jay. “Eh? Alhamdulillah sudah mendingan kok.” Jay pun hanya mengangguk.
“Kamu sakit apa kalau boleh tahu?” Tidak sampai hitungan menit keheningan
menyelimuti, Jay sudah bersuara kembali. Jantung Jelita benar-benar sedang tidak sehat saat
ini. “Sakit gigi, gigiku berlubang,” jawab Jelita dengan mencoba tetap tenang. “Wah sama.
Jangan-jangan jodoh, wkwk.” Jelita tahu itu hanya bercanda, tapi kenapa rasanya
perasaannya menganggap itu betulan. “Kok diam? Bukannya kamu senang kalau jodoh sama
saya? Hehe.”
+++
Jelita di masa depan masih sulit percaya mengingat setelah kejadian itu, dirinya di
SMA menjadi dekat dengan Jay. Bahkan bisa menjadi pacarnya. Jay saat sudah menjadi
kekasih Jelita bercerita kalau sebenarnya Jay telah tahu perasaan Jelita sejak lama. Kalau
tidak salah, dulu Jay tidak sengaja membaca roomchat antara Jelita dan Sofia di ponsel Sofia.
Jay sebenarnya tidak begitu berani mendekati Jelita, baru berani semenjak mereka berdua
tidak sengaja mengobrol di uks kala itu.
Perkara Jeki, Jelita tentunya juga sempat menanyakannya pada Jay. Jeki ternyata juga
diam-diam menyukai Mona. Entah bagaimana jalan ceritanya, yang jelas setelah Jelita
menjadi pacar Jay, beberapa bulan berselang Mona juga menjadi pacar Jeki. Indah memang
kalau dibayangkan saat masa-masa itu berlangsung. Apalagi, saat itu adalah saat-saat terakhir
masa sekolah.
Akan tetapi, ketika kelulusan tiba dan kehidupan mereka mulai berubah membawa
dampak besar. Hubungan mereka mulai berubah. Bukan hanya hubungan Jelita dan Jay,
tetapi juga Mona dan Jeki. Penyebab utamanya adalah jarak. Entah takdir apa yang berpihak
kepada mereka, semuanya tabu. Jelita dan Jay yang tengah berdiri di sebuah persimpangan,
seakan memilih jalannya masing-masing yang berbeda satu sama lain. Begitu pula Mona dan
Jeki. Lucunya lagi, mereka berempat seperti tengah bertukar. Jelita memilih jalan yang sama
dengan Jeki, sementara Mona bersama dengan Jay.
Terdengar lucu, akan tetapi itu memang benar adanya. Saat kuliah, Jelita satu kampus
dengan Jeki. Begitu juga Mona, yang satu kampus dengan Jay. Padahal sejak awal, mereka
berempat telah berkomitmen satu sama lain. Jeki akan menjaga Jelita untuk Jay, sama halnya
Mona yang dijaga Jay untuk Jeki. Tetapi takdir ternyata lucu. Mereka pada akhirnya saling
mengkhianati.
“Kalau saja ayah satu kampus, pasti ayah nikahnya sama Mona. Iya, kan?” Setelah
puas berkelana menjelajahi masa lalu, Jelita langsung menanyai suaminya dengan pertanyaan
aneh. Jeki, suami Jelita lagi-lagi memandang aneh Jelita. “Kalau begitu, bunda juga pasti
nikahnya sama Jay.”
Jelita tersenyum. “Ayah sayang sama bunda, nggak?” Jeki justru menetarwakan
pertanyaan istrinya. Pertanyaan retoris, menurutnya. “Kalau nggak sayang, mana mungkin
ada Jeffry sama Jingga?” Dua nama itu adalah nama sepasang anak kembar mereka yang
lahir beberapa hari yang lalu. Jelita tersenyum penuh arti. “Kalau begitu, ungkapin dong.”
Jeki menatap Jelita seakan-akan tidak percaya dengan apa yang baru saja diucapkan
Jelita. “Bunda kenapa sih?” Jelita berpura-pura memasang wajah kecewa. Jeki
menghembuskan napas dalam lalu mendekat ke arah Jelita sembari berbisik, “ayah sayang
sama bunda.” Jelita langsung tertipu malu.
Suara tepuk tangan yang sengaja dibuat-buat mampu mengagetkan sepasang orang tua
baru tersebut. Seketika, Jelita dan Jeki mengalihkan atensi menuju sumber suara. Begotu
menoleh, mereka mendapati sebuah keluarga kecil di sana. Keluarga keccil Jay, yang
beranggotakan Jay, Mona, beserta anak mereka yang berumur 1 tahun. Arjuna namanya.
“Bagus, ada tamu malah enak-enakan pacaran di depan rumah!” sindir Jay.
“Mentang-mentang ada Tante Bilqis, jadi si kembar ditinggalin, astaga.” Mona yang tengah
menggendong Arjuna juga ikut-ikutan menyindir. “Lah, kalian datang-datang juga buat kaget
saja,” ujar Jelita tidak terima. “Ya kalau ada tamu tuh segera dipersilahkan masuk atau apa
begitu, lah kalian malah kaya gini.”
“Biasanya juga kamu tinggal masuk loh, Na. Kemarin perasaan juga begitu,” sangkal
Jeki. “Kali ini kan ada papanya Arjuna, jarang-jarang lho orang ini bertamu,” ucap Mona
melakukan pembelaan. “Ya sudah, silahkan masuk tuan dan nyonya,” ujar Jelita sembari
memutar bola matanya. Baik Jay ataupun Mona malah tertawa. Takdir memang lucu. Tidak
ada kata dendam atau rasa terkhianati di antara mereka. Karena pada kenyataannya, mereka
dulu saling mengkhianati. Mereka berempat hidup rukun dan damai sampai sekarang. Jay dan
Mona beserta buah hati mereka tinggal di perumahan yang tidak jauh dengan Rumah Jeki dan
Jelita. Lebih lucunya lagi, rumah mereka dipisahkan oleh persimpangan yang seakan menjadi
bukti bahwa jalan yang mereka pilih berbeda, dengan pasangan yang berbeda pula.
SELESAI

Anda mungkin juga menyukai