Anda di halaman 1dari 2

#TantanganMenulis60Hari_IGMPLKotaBlitarHariKe_43

JAKET
By: Elifia Taraka

Jelita benar- benar tak mengerti atas sikap kedua orang tuanya. Ia tak habis pikir, kenapa lama-
lama keadaan di rumah bagai neraka. Sejak ia masih kelas sebelas SMA, hingga kini duduk di
semester empat perguruan tinggi, tak pernah merasakan keharmonisan dalam keluarganya.
Kadang, Jelita iri dengan kehidupan teman- teman di kelasnya yang terlihat bahagia dilimpahi
kasih sayang kedua orang tua mereka. Wajar, jika Jelita merasa demikian. Sebagai anak
konglomerat, seharusnya Jelita bahagia karena punya segalanya. Namun, nyatanya yang ia lihat
setiap hari adalah percekcokan antara Papa dan Mamanya. Mamanya seolah-olah tak mau tahu
dengan kelakuan suaminya yang suka main perempuan di luar sana, bahkan sering gonta- ganti
wanita. Bagi mamanya, yang penting uang dari suaminya tetap mengalir ke rekeningnya.

Lama kelamaan Jelita tak betah tinggal di rumah. Mamanya juga sekarang mulai terang-
terangan membawa teman laki- lakinya ke rumah meski yang Jelita lihat hanya sebatas
mengobrol bersama. Laki-laki yang dibawa Mamanya kebanyakan masih muda dan tampan alias
masih berondong. Kadang, Jelita bergidik dan muak melihat kelakuan kedua orang tuanya yang
sudah melampaui batas serta mengabaikannya sebagai anak mereka. Bukan uang, baju bagus,
atau mobil mewah yang diperlukan Jelita. Jelita selalu ingin mendapatkan keluarganya utuh dan
harmonis kembali. Seringkali Jelita menasihati Papa dan Mamanya, namun apa yang ia dapat?
Hanya cacian dan tamparan menyakitkan mendarat di pipinya yang putih itu. Jelita putus asa.
Ketika frustasi dan tak tahu harus bagaimana, Jelita selalu mencurahkan hatinya pada pacarnya
di kampus, yaitu Alex. Alek yang tampan, penuh pengertian, selalu menghibur Jelita selalu siap
menjadi tempatnya bersandar.

Suatu pagi, saat Jelita bangun tidur dan turun dari lantai dua, Jelita melihat mobil mamanya
dibawa seseorang ke luar gerbang rumahnya. Entah siapa yang mengemudikannya, yang jelas
Jelita tahu, Jika Papanya sedang ke luar kota, berondong simpanan mamanya tadi malam pasti
menginap di rumahnya. Dengan menahan marah, Jelita menuju kamar mamanya dan masuk ke
dalam. Tidak ada siapa- siapa, mungkin mamanya sedang ada di kamar mandi. Jelita
menyapukan pandangannya ke seluruh ruangan. Matanya menangkap sebuah jaket hitam dari
fleece bertuliskan “You Can Be There Too”. Jelita meraih jaket itu dan meremasnya dengan
perasaan bercampur aduk. Bersamaan dengan itu, mamanya ke luar dari kamar mandi dan
terkejut melohat Jelita ada di kamarnya. Jelita memandnag mamanya dengan sorot penuh
kebencian.

“Mama! Lama- lama Mama sudah gila! Ini…,siapa lagi yang menginap semalam di sini?” teriak
Jelita penuh amarah sambil membanting jaket yang ia pegang.

“Diam, kamu! Nggak usah ikut campur urusan orang tua!” tangkis Mamanya dengan marah pula.
Jelita tak kuasa meneteskan air matanya.

Dengan cepat, Jelita ke luar dari kamar mamanya dengan perasaan putus asa. Ditujunya kamar
mandi yang ada di dalam kamarnya dan dguyurnya kepalanya dengan shower hingga bermenit-
menit lamanya. Pikiran Jelita kacau.

Dua hari kemudian, setelah mengikuti kuliah pada jam pertama di kampus, Jelita menuju kantin
bakso. Ia berjanji akan betemu Alex, pacarnya. Sambil menunggu, Jelita memesan semangkuk
bakso dan menikmatinya sendirian. Tak lama kemudian, terlihat memasuki kantin bakso,
melepaskan jaketnya, dan menuju kursi di depan Jelita. Jelita menyambut kedatangan Alex
dengan senyum tipisnya. Tak sengaja, mata Jelita tertuju pada jaket yang dilepaskan Alex dan
ditaruhnya di meja depannya itu. Jelita tersentak dan mengusap matanya beberapa kali. Jaket
itu…, berwarna hitam, dari kain fleece, dan bertuliskan “You Can Be There Too”.
***

Anda mungkin juga menyukai