Anda di halaman 1dari 7

Belum Saatnya

Oleh: Madina Celyne Agustina

“ Mungkin ini belum saatnya” ucapku lirih


Angin berhembus kencang ke arahku dengan membawa rintikan
hujan seolah ia tau apa yang sedang aku rasakan.
Pradipta Daneswara, seorang remaja laki-laki yang berusia 17 yang
dimana ia duduk di bangku kelas 11 sekolah menengah atas. Dipta merupakan
anak pertama dari 2 bersaudara, dan satu-satunya laki-laki di keluarga selain
ayahnya. Ia sangat menyukai kesenian tradisional, apalagi kesenian krawitan
sehingga ia gabung untuk ekstrakurikuler tersebut di sekolahnya.
Saat di sekolah Ia sering kali di ejek karena penampilannya yang bisa
dibilang culun atau kuno oleh teman-temannya hingga membuatnya tidak pd
akan penampilannya. Bahkan ada beberapa anak yang sampai menjelek-
jelekannya di depan umum. Dan lebih parahnya lagi pihak sekolah bahkan
tidakmau campur tangan akan hal itu.
Ia sudah lelah mental dan fisik.
“ eh liat ada si culun”
“ aduh-aduh kok masih ada sih orang kayak dia”
“ iya, mana jelek, miskin, culun. Pas paket komplit”
BLA BLA BLA dan lain sebagainya
Ucapan itu sudah biasa, seperti makana Dipta setiap hari dimana ada
Dipta pasti ada ucapan-ucapan seperti itu.
“ emang kenapa kalo aku culun?” benakku selalu bertanya.

“ Tapi bener apa yang mereka omongin, aku memang berasal dari
keluarga yang bisa di bilang berkecukupan. Dan aku bisa sekolah disini hanya
mengandalkan Beasiswa yang aku dapat” batinnya lagi
Ia pun tetap berjalan menuju kelas dengan cacian dan maikian yang
mereka lontarkan padanya. Saat hendak masuk ruang kelas,
Byurr
Air kotor membasahi badannya. Ia basah kuyup karna perbuatan
temanya yang iseng, mungkin bukan hanya sekadar iseng tapi itu untuk
membuatnya malu juga. Ia melihat teman-teman sekelasnya menertawai nya,
bagi mereka mungkin ini konyol tapi tidak bagi Dipta.
Kringgg kringgg kringgg, jam pelajaran pertama dimulai
Saat mendengar suara itu Dipta langsung berlari menuju toilet untuk
berganti pakaiannya yang basah dengan pakaian olahraga. Setelah selesai
berganti pakaian ia bergegas kembali kedalam kelas. Saking hafalnya guru yang
mengajar mempersilahkan masuk Dipta. Dan ia pun belajar dengan khidmat.
Jam istirahat pun tiba, siswa maupun siswi berbondong-bondong keluar
dari ruang kelas untuk membeli makanan di kantin
Tapi tidak dengan pemeran utama kita. Ia malahan lebih memilih
mengulas materi dari pada berdesak-desakan dikantin.
Bib bib
Handphone Dipta berbunyi, ia melihat notifikasi pada layar
handphonenya terpampang nama grup ekstra yang di ikuti. Di grup tersebut
ada pemberitahuan bahwa Guru yang melatih karawitan tidak bisa datang
besok karena ada acara mendadak, sehingga jadwal ekstranya di majuin hari ini
selepas bel pulang berbunyi.

Brakk!
Saat sedang asik melihat handphonenya, Dipta dikagetkan dengan
gebrakan pada mejanya. Terlihat 3 remaja laki-laki mengepungnya. Dan salah
satu nya duduk di bangku depan Dipta. 3 remaja itu merupakan orang yang
selalu membullynya sejak ia masih sekolah menengah pertama.
“ oi culun!, beliin kita makan. Laperni” ucap orang yang duduk di depan
Dipta, sebut saja namanya Gara
“ pake duit Lo dulu ya, kapan-kapan kita ganti” ucap gara lagi.
Dipta pun beranjak ke kantin untuk membelikan pesanan mereka.
Sebenarnya dulu ia pernah menolak Karana ada tugas yang harus diselesaiin,
itu membuat Meraka murka dan Mereka menamparnya dengan keras hingga
membuat sudut bibirnya berdarah.
Sebenarnya Dipta lelah diperlakukan seperti Ini tapi apalah daya, untuk
melawan mereka semua.
Saat ia sudah dapat apa yang mereka pesan, Dipta bergegas menuju ke
kelasnya karna bel pelajaran selanjutnya akan dimulai. Tak lupa dengan bisikan-
bisikan yang mereka lontarkan padanya pada setiap ia melangkah.
Kringgg kringg kringgg, jam perjalanan pun usai
Ia membersihkan alat tulis serta buku-bukunya Yanga dan di atas meja.
Setelah selesai ia bergegas untuk pergi keruangan ekstranya.
Disana terlihat beberapa siswa yang sedang asik berbincang-bincang.
Tapi saat ia masuk ruangan tersebut tiba-tiba semua diam. Ia pun tak tau apa
yang harus ia lakuakan dan ia memilih duduk ditempat biasanya. Dipta disini
bukanlah anggota inti namun ia menjadi cadangan untuk lomba.
Dipta tau kalau ia tidak akan diikutsertakan dalam lomba. Tapi kata
pelatihnya dia disuruh datang saja, Entah itu nanti akan di suruh ini itu.
Hari pun mulai petang, Dipta masih di sekolah. Saat ini ia sedang beberes
ruang karawitan karna ia ini menjadi rutinitasnya. Sesudah ia membersihkan
ruangan itu, ia pun bergegas untuk pulang.
Sesampainya di rumah
“loh, tumben hari ini pulang telat? Bukanya besok jadwal kamu pulang
telat?” tanya ibunya, ibunya tau kalau ia akan pulang telat saat ada jadwal
ekstra karawitannya dan ibunya juga tau keadaannya saat di sekolah.
“ tadi aku pulang telat karena ekstra nya di majuin, besok gurunya ga
bisa dateng” jawab Dipta dengan pelan.
“ohh, ya sudah kalau begitu kamu mandi dulu habis itu kita makan
malam” ujar ibu lagi. Saat mendengar itu Dipta pun ke kamar setelah itu ia
segera menuju ke kamar mandi lalu makan makan. Itu rutinitas nya saat di
rumah.
Beberapa hari setelah nya. Keesokan paginya
Dipta sudah siap dengan seragam sekolahnya dan jangan lupakan kaca
mata yang bertengger di dihidungnya. Setelah siap dengan semua ia pun pergi
ke sekolah dengan berjalan kaki. Sesampainya di sekolah, ia kagat pasalnya
banyak sekali orang di koridor kelas.
“ apa yang mau mereka lakukan?” ucapku lirih
Ia sedikit takut karena kemungkinan besar ia akan di isengin lagi sama
teman sekelasnya atau lebih parah?. Ia pun tetap berjalan dengan ke ruang
kelasnya dengan perasaan was-was dan gelisa.
Dan benar saja
Brak
Dia terhuyung, Karana menabrak seseorang
“ LO PUNYA MATA NGGASIH!?” ucap Gara dengan keras hingga membuat
seluruh orang di koridor itu diam
Iyap, ia menabrak Gara orang yang selalu membullynya. Dan lebih
parahnya lagi ia membuat singa itu marah. Semua orang dikoridor menatap
Dipta deanang pandangan yang sulit di artikan.
“ Lo buta ya, bangun Lo! ” ucapnya dengan penekanan di setiap kata
Saat mendengar itu Dipta pun dengan cepat bangun. Tiba tiba Gara
mencengkram kerah baju yang di pakai Dipta lalu dengan telak meninju
rahangnya hingga membuat sudut bibirnya terluka dan juga membuat
kacamatanya jatuh ke lantai, Gara menghempaskan tubuh Dipta dengan keras
lalu menendangnya berkali kali hingga Dipta merikuk.
Sakit
Itu yang dirasakan Dipta saat ini
Tidak hanya itu, Gara dengan cepat menggambil air kotor yang biasanya
untuk mengisengi Dipta.
Byurr
Air itu membasahi badannya hingga basah kuyup. Gara pun tidak peduli
keadaan Dipta yang masih dalam posisi merikuk, Gara pun pergi meninggalkan
koridor sekolah.
Siswa dan siswi di sekolah itu mulai ber bisik bisik satu sama lain, tidak
ada yang memperdulikan Dipta.
Dipta yang Masi meringkuk pun berusaha bangun dan mencari kacamata
nya. Setelah menemukannya di lalu berjalan tertatih menuju ke toilet.
Sesampainya di sana ia membuka salah satu bilik toilet tersebut dan
menguncinya. Di dalam bilik toilet tersebut Dipta menangis dalam diam tak
bersuara.
Ia sering kali menangis di sini, saat ia lelah menghadapi semua yang
mereka perbuat padanya.
Mati
Kata yang sering kali muncul dalam benaknya bahkan bukan hanya di
benaknya saja tadi juga orong orang di sekitarnya. Dari dulu ia dibully hal tadi
adalah hal yang menurutnya paling parah bukan hanya sakit yang ia rasakan
tapi juga malu. Ia ingin mengakhiri semua andai ia tidak culun dan kuno seperti
ini mungkin nasib nya akan berbeda?
Dipta pun pergi ke roof top sekolahnya dengan tertatih. Ia pun menaiki
tangga menuju roof top dengan diiringi suara gamelan ia tak tahu pasti suara
gamelan itu dari mana tapi ia berpikir positif kalau itu anak ekstra karawitan
yang lagi gladi untuk lomba. Saat di sudah berada di roof top ia segera menuju
ke pinggir untuk mengakhiri hidupnya.
Ia pun menutup mata merasakan angin yang berhembus kearahnya, ia
pun menjatuhkan diri dari atas sana,
Tapi sebelum ia jatuh ada seseorang yang menariknya kembali ke tengah
roof top sambil ia menyadarkan Dipta yang tatapannya sudah kosong.
“ Lo itu bodoh atau gimana sih!, kalo Lo ada masalah selesai baik baik
jangan langsung bunuh diri. Lo anggap dengan bunuh diri bisa menyelesaikan
masalah Lo, ngga kan. Jangan Lo pikirin Diri Lo sendiri tapi juga pikirin keluarga
Lo yang Lo tinggal. Dan Lo ngga sendiri disini, disi masih ada keluarga Lo yang
ada di sisi Lo jadi please jangan sekali kali Lo laku hal tadi. Lo dengar ga sih!”
ucapnya panjang, Dipta hanya menatapnya
“ oh iya kenalin nama gw Daniel Pangestu, panggil aja Niel. Lo pasti
orang yang tadi di koridor kan? Oke mulai hari ini kita teman” ucap Niel lagi
“ Emm, E-emang kamu ga malu temenan sama aku? Aku jelek, miskin,
culun” balas Dipta
“ perasaan gw, Lo ga jelek jelak amat. Hanya saja Tatan rambut sama cara
pakain Lo yang kurang” ucap Niel. “ kalo Lo mau gw bisa bantu ngubah Lo biar
Kelian keren” ucap Niel lagi.
“ emangnya bisa?” tanya Dipta
“ bisa dong besok gw jemput Lo ” jawab Niel
“ ehmm, mulai hari ini kita teman” jawab Dipta lagi
Dipta pun tidak jadi untuk mengakhiri hidupnya, karena ia sudah
memikirkan ucapan Niel dalam dalam. Ia tidak mau mengecewakan dirinya
sendi dan kedua orang tua nya. Bahkan ia bangkit dari keterpurukannya dan
berusaha untuk bangkit dan meraih cita-cita.
“ eh itu si culun?”
“ mana-mana, denger denger dia berubah Karana di bantu murid baru”
“ iya si culun berubah ia ngga culun lagi meskipun dia masih pake
kacamatanya”
Dan BLA BLA BLA sebagainya
Ia mendapat kesan yang baik di tahun ini, karena ia berhasil bangkit. Ia
tidak lagi di bully seperti dulu. Ia berhasil melewati masa masa sekolah
menengah atas nya dengan penuh tantangan dan Dipta juga berhasil
mendapatkan seorang teman yang tulus mau berteman dengannya.
Di hari kelulusan
“ Diptaaa, Lo dari mana aja sih! Itu pertunjukan wayangnya mau mulai
ayok kesanaaa” ucap Niel
“ iya iya betar, Lo kayak ga pernah liat aja” jawab Dipta
“ kan emang ga pernah!, eh dip dip itu alat musik apa?” tanya Niel
“ oh itu namanya Gamelan, alat musik tradisional Jawa. Kan kelulusan
tahun ini memuat unsur tema Jawa an” jawab Dipta memperkenalkan
“ ohh, yak gw ga tau. Dulu kan gw sekolahnya di sekolah internasional
jadi ya nggak tau” jawab Niel jujur
“ tapi sekarang udah tau kan?” ucap dipta
“ He’em ” jawab Niel
Mereka berdua pun menikmati pertunjukan wayang kulit dengan
khidmat, meskipun Niel selalu bertanya. Tapi Dipta bersyukur bisa mempunyai
teman sepertinya. Dan Dipta mengucapkan banyak banyak terimakasih kepada
Niel karna ia sudah membantu nya Selami ini, meskipun mereka baru
bertaman.
Dan mereka selalu berharap agar bisa menjadi teman baik selamanya.
Tamat

Anda mungkin juga menyukai