Anda di halaman 1dari 14

TUGAS UAS

Analisis Film “Front of The Class”

Disusun Oleh :
Devi Haerani Harahap (707201003)

JURUSAN PSIKOLOGI SAINS


MAGISTER PSIKOLOGI
UNIVERSITAS TARUMANAGARA
DESEMBER 2020
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Deskripsi / Sinopsis Film

❖ Tautan film dapat dilihat pada : http://103.194.171.205/front-of-the-class-2008/

Judul Film : Front of The Class


Tahun Rilis : 2008
Penulis Cerita : Brad Cohen
Sutradara : Peter Werner
Produser : Andrew Gottlieb
Durasi : 1 jam 37 menit

Film Front of The Class merupakan sebuah film yang menceritakan


tentang seorang guru bernama Bradley Cohen yang menderita gangguang
neurologis yaitu sindrom Tourette. Brad, ia biasa dipanggil, menderita sindrom
Tourette sejak usia enam tahun. Pada masa itu, sindrom Tourette belum banyak
diketahui secara umum. Brad dianggap anak yang hiper aktif dan senang mencari
perhatian. Brad juga sering dimarahi oleh guru bahkan hingga dikeluarkan dari
kelas karena dianggap mengganggu konsentrasi siswa lain saat pembelajaran
akibat suara dan gerakan aneh yang ia lakukan.
Brad adalah siswa yang cukup berprestasi. Ia dapat mengikuti
pembelajaran dengan baik meskipun sindrom Tourette tersebut membuat ia
kesulitan untuk berkonsentrasi. Namun, ia belajar lebih keras dari siswa-siswa
lainnya agar dapat mengimbangi siswa-siswa normal. Selain itu, Brad memiliki
prestasi dalam olahraga baseball. Brad sangat menyukain olahraga tersebut karena
tidak perlu merasa malu ketika tanpa sadar mengeluarkan suara dan gerakan aneh
saat permainan. Saat pertandingan baseball, semua pemain melakukan suara aneh
dan tingkah yang lucu.

1
Sindrom Tourette yang di derita Brad semakin parah karena ia tidak
mendapatkan iklim yang positif dari lingkungan sekolah maupun dukungan dari
ayah nya. Sang Ayah menganggap Brad adalah anak yang anak dan tidak dapat
diatur. Brad sering berpindah-pindah sekolah karena dikeluarkan akibat sindrom
Tourette tersebut. Kedua orang tua Brad pun akhirnya bercerai karena sang ayah
merasa malu dan tidak tahan dengan tingkah laku Brad. Gejala sindrom Tourette
akan semakin parah saat Brad merasa emosi, panik, maupun tertekan. Namun,
sang Ibu terus mendukung dan memotivasi Brad untuk tetap percaya diri dan tidak
menyerah dengan penyakit nya meskipun sindrom Tourette tidak dapat
disembukan.
Sampai suatu hari, Brad menemukan sekolah yang dapat menerima
kekurangannya. Berkat dukungan dari sang Ibu dan lingkungan sekolah,
membantu Brad mengurangi suara dan gerakan aneh. Sejak saat itu, Brad
teriinspirasi untuk menjadi seorang guru. Brad akhirnya lulus dari Illionis Georgia
dan mendapatkan sertifikat mengajar. Ia bahkan mendapatkan surat rekomendasi
sebagai pengajar yang baik. Puluhan sekolah ia datangi untuk melamar menjadi
seorang guru, namun tidak ada sekolah yang mau menerima kekurangannya.
Banyak sekolah menganggap bahwa kekurangannya – sindrom Tourette – akan
mengganggu proses belajar-mengajar. Puluhan kali mendapat penolakan namun
Brad tetap gigih dan tidak menyerah. Sampai suatu hari, Brad akhirnya diterima di
satu sekolah untuk mengajar kelas dua sekolah dasar.
Cara pengajaran Brad terbilang unik. Brad selalu menyajikan materi
pelajaran dengan menarik dan mendorong rasa ingin tahu siswa. Contohnya ketika
mengajarkan geografi, ia menceritakan terlebih dahulu tentang Maxine – truk
merah besar – yang berkeliling dunia. Setelah itu, Brad memasang peta besar dan
menunjuk wilayah yang salah, kemudian siswa-siswanya membenarkan
jawabannya dengan menunjuk wilayah yang benar. Brad pun mendatangkan
Maxine ke sekolah agar siswanya dapat melihat dan merasakan langsung
pengalaman melihat dan menaiki truk merah besar tersebut. Brad pun berhasil
mengajari Thomas, salah satu siswa yang memiliki masalah dalam belajar. Berkat
usaha dan kerja kerasnya, Brad akhirnya dinobatkan sebagai Teacher of The Year
dan menjadi guru favorit bagi siswa-siswanya.

2
2.1. Permasalahan

Permasalahan yang terjadi dalam film Front of The Class adalah :


• Apakah yang dimaksud dengan sindrom Tourette berdasarkan perspektif
neurosains?
• Bagaimanakah cara Brad untuk tidak menyerah menjadi seorang guru
meskipun menderita sindrom Tourette?
• Teori mengajar apakah yang tepat yang dapat digunakan untuk menarik rasa
ingin tahu siswa-siswa jenjang pendidikan dasar, sehingga siswa dapat
memahami pembelajaran yang diberikan melalui pengalamannya?

3
BAB II
TEORI DAN PEMBAHASAN

2.1. Teori Neurosains Pembelajaran

➢ Neurosains Pembelajaran – Sistem Saraf

Neurosains merupakan kajian mengenai kesadaran dan kepekaan otak dari


segi biologi, persepsi, ingatan, dan kaitannya dengan pembelajaran. Neurosains
merupakan ilmu pengetahuan tentang hubungan sistem saraf dengan pembelajaran
dan perilaku, atau menjelaskan perilaku manusia dari sudut pandang aktivitas
yang terjadi di otak. Dalam perspektif neurosains, pembelajaran adalah sebuah
perubahan dalam daya penerimaan sel-sel yang dibawa oleh koneksi-koneksi saraf
yang dibentuk, diperkuat, dan dihubungkan dengan yang lainnya melalui
penggunaan koneksi tersebut (Jensen, 2005; Wolfe, 2001 dalam Schunk, 2012).

Gambar 1. Struktur dan Fungsi Otak

Sistem saraf merupakan sistem kompleks yang berperan dalam mengatur


dan mengoordinasikan seluruh aktivitas tubuh yang terdiri dari otak, sumsum

4
tulang belakang, organ-organ sensorik (mata, telinga, dan organ lainnya), dan
semua saraf yang menghubungkan organ-organ tersebut dengan seluruh tubuh.
Sistem saraf, terdiri dari sistem saraf pusat (Central Nervous System) dan Sistem
Saraf Otonomi (Autonomic Nervous System).
1. Sistem saraf pusat (Central Nervous System)
Sistem saraf pusat merupakan pusat mekanisme tubuh yang mengendalikan
perilaku-perilaku sadar, seperti berpikir, bertindak, berbicara, dsb, terdiri atas
otak dan sumsum tulang belakang. Sistem saraf pusat terdiri dari miliaran sel
di dalam otak dan sumsum tulang belakang, terbagi menjadi dua tipe sel yaitu
neuron dan sel glia.
• Neuron. Otak dan sumsum tulang belakang mengandung 100 miliar
neuron yang mengirim dan menerima informasi melalui otot-otot dan
organ-organ tubuh. Antar neuron dapat saling berkomunikasi
menggunakan sinyal elektrik dan reaksi kimia.
• Sel glia memiliki jumlah yang lebih banyak dibandingkan neuron dan
berfungsi dalam mendukung kerja neuron, memastikan neuron bekerja
pada lingkungan yang bagus dan membuang zat kimia pengganggu kerja
neuron, serta membentuk myelin yang membantu mengirimkan sinyal-
sinyal otak.

Gambar 2. Bagian-bagian Neuron

5
2. Sistem Saraf Otonomi (Autonomic Nervous System)
Sistem Saraf Otonomi mengatur aktivitas-aktivitas tidak sadar, seperti
gerakan-gerakan dalam pencernaan, pernapasan, sirkulasi darah, dsb. Sistem
Saraf Otonomi menghubungkan respon sistem saraf pusat ke organ tubuh dan
bagian lainnya di tubuh. Saraf ini meluas dari saraf pusat ke area terluar tubuh
sebagai jalur penerimaan dan pengiriman rangsangan dari dan ke otak.

Meskipun struktur otak manusia serupa, namun terdapat berbagai faktor


yang mempengaruhi perkembangan otak antara individu yang satu dengan yang
lainnya, yaitu genetik, stimulasi lingkungan, nutrisi, steroid, dan teratogen. Selain
itu, penelitian sebelumnya menjelaskan bahwa proses-proses di otak berhubungan
dengan fungsi kognitif dan non-kognitif seperti motivasi dan emosi (Schunk,
2012).

➢ Pembahasan Kelainan Sistem Saraf – Sindrom Tourette

Sindrom Tourette merupakan gangguan sistem saraf yang menyebabkan


seseorang mengeluarkan suara atau melakukan gerakan secara tiba-tiba, singkat,
dan terputus-putus atau disebut tics (Tourette Syndrome Association, 2008).
Tourette dikaitkan dengan gangguan pada beberapa bagian otak yang disebut
ganglia yang berfungsi dalam mengontrol gerakan. Menurut Moe, Benke dan
Bernard (dalam Prima, E., 2016), sindrom Tourette juga dipicu oleh stimulan
seperti methylphenidate dan dextroamphetamine. Selain itu, adanya
ketidakseimbangan atau hipersensitivitas terhadap neurotransmiter, terutama
dopamin, serotonin dan norepinephrine yang bertanggung jawab dalam
komunikasi antar sel saraf.
Faktor penyebab sindrom Tourette sebagian besar disebabkan oleh faktor
genetik, namun dapat juga disebabkan akibat gangguan perinatal dan gangguan
neuropsikiatris-autoimun akibat infeksi bakteri streptokokus (Dhamayanti et al.,
2004). Gejala terutama tics akan lebih sering muncul jika seseorang mengalami
stress dan ketidakstabilan emosi.
Dalam film Front of The Class, gangguan sindrom Tourette yang diderita
Brad menyebabkan ia mengalami kesulitan konsentrasi dalam belajar sehingga
membutuhkan intervensi pendidikan khusus. Brad harus belajar da sampai tiga

6
kali lebih keras dari anak normal agar dapat mengikuti pelajaran. Pada akhirnya,
penerimaan dan motivasi dari keluarga dan lingkungan terhadap penyakit yang
diderita menyebabkan kestabilan emosi sehingga gejala yang dirasakan Brad
semakin berkurang.
Sebagian besar gangguan perilaku memerlukan penanganan multidisiplin
oleh ahli perilaku, ahli saraf, psikiater, dan keilmuan pedagogik, serta
memberikan informasi lebih lanjut tentang sindrom Tourette sehingga dapat
dideteksi lebih dini. Oleh karena itu, anak-anak yang menderita penyakit ini dapat
hidup lebih baik dan mengembangkan kemampuannya (Dhamayanti et al., 2004).
Hal tersebut sejalan dengan cerita Brad dalam film. Brad berusaha dengan
gigih dan tidak membiarkan sindrom Tourette menang menguasai kehidupannya.
Brad dapat membuktikan bahwa sindrom Tourette tidak akan mengalahkannya
dalam menggapai cita-citanya untuk menjadi seorang guru. Ketika mendapat
dukungan dari keluarga dan lingkungan, serta mendapatkan kesempatan
selayaknya manusia normal, Brad akhirnya dapat mencapai cita-citanya untuk
menjadi seorang guru. Ia bahkan menjadi guru terbaik dan dicintai oleh seluruh
siswanya.

2.2. Teori Belajar Discovery Learning – Jerome Bruner

Jerome Bruner merupakan seorang psikolog perkembangan yang


memformulasikan sebuah teori pertumbuhan kognitif (Lutkehaus dalam Schunk,
2012). Berbeda dari Piaget yang mengaitkan perkembangan dengan struktur
kognitif, Bruner menyoroti fungsional perkembangan dengan cara menampilkan
pengetahuan. Menurut Bruner, perkembangan fungsi intelektual manusia dibentuk
oleh serangkaian perkembangan teknologi dalam penggunaan pikiran yang
tergantung pada peningkatan fasilits Bahasa dan pengajaran sistematis. Proses
kognitif mengaitkan antara stimulus dan respon yang bersifat adaptif dimana
siswa dapat menjaga respon yang sama pada lingkungan yang berbeda, ataupun
menunjukkan respon yang berbeda pada lingkungan yang sama.
Menurut Bruner perkembangan kognitif dapat ditingkatkan dengan cara
menyusun materi pelajaran dengan tahap perkembangan orang tersebut.
Pendekatan penataan materi dari umum ke rinci yang dikemukakannya dalam

7
model kurikulum spiral (a spiral curriculum), merupakan bentuk penyesuaian
antara materi yang dipelajari dengan tahap perkembangan kognitif siswa. Teori
Bruner menampilkan pengetahuan dalam tiga pengolahan kognitif yang berbeda,
bukan merupakan suatu struktur, yaitu:
1. Enactive, merupakan cara untuk memanipulasi objek dan aspek lingkungan.
Tahap ini merupakan tahap representasi pengetahuan dalam melakukan
tindakan. Dalam belajar, siswa menggunakan atau memanipulasi obyek-obyek
secara langsung. Siswa melakukan aktivitas dalam upayanya untuk memahami
lingkungan sekitar menggunakan pengetahuan motorik. Misalnya, melalui
gigitan, sentuhan, pegangan, dan sebagainya.
2. Iconic, merupakan bayangan mental bebas tindakan. Memvisualisasikan objek
dan kejadian yang dapat diubah. Tahap ini merupakan tahap perangkuman
bayangan secara visual. Pada tahap ini siswa melihat dunia melalui gambar-
gambar atau visulisasi. Siswa tidak memanipulasi obyek-obyek secara
langsung dalam benaknya, tetapi memanipulasi menggunakan gambaran atau
obyek. Pengetahuan yang dipelajari anak disajikan dalam bentuk gambar-
gambar yang mewakili suatu konsep. Maksudnya adalah siswa memahami
dunia sekitarnya melalui bentuk perumpamaan dan perbandingan (komparasi).
3. Symbolic, merupakan system symbol misalnya bahasa dan matematika. Tahap
ini merupakan tahap memanipulasi simbol-simbol secara langsung dan tidak
lagi menggunakan obyek-obyek atau gambaran obyek. Pada tahap ini siswa
memiliki gagasan abstrak yang banyak dipengaruhi bahasa dan logika.
Semakin matang seseorang dalam proses berpikirnya, semakin dominan sistem
simbolnya. Ketika siswa sudah memiliki kemampuan symbolic, bukan berarti
tidak lagi menggunakan sistem enaktif dan ikonik. Penggunaan media dalam
kegiatan pembelajaran merupakan salah satu bukti masih diperlukannnya
sistem enaktif dan ikonik dalam proses belajar.

Teori belajar Bruner disebut belajar penemuan (discovery learning),


merupakan model pengajaran yang dikembangkan berdasarkan prinsip-prinsip
konstruktivis. Prinsip kostruktif memberikan makna pada stimulus dan kejadian
berdasarkan kapabilitas kognitif dan pengalaman mereka dengan lingkungan
sosial dan fisik (Schunk, 2012). Dalam discovery learning, siswa didorong terlibat

8
aktif dalam penemuan konsep-konsep dan prinsip-prinsip melalaui pemecahan
masalah atau hasil abstraksi untuk belajar secara mandiri.

Guru mendorong dan memotivasi siswa untuk mendapatkan pengalaman


dengan melakukan kegiatan yang memungkinkan mereka untuk menemukan
konsep-konsep dan prinsip-prinsip mereka sendiri. Metode pembelajaran ini dapat
membangkitkan rasa keingintahuan siswa. Untuk meningkatkan proses belajar
memerlukan lingkungan yang dinamakan eksplorasi, yaitu untuk menemukan
penemuan baru yang belum dikenal atau pengertian yang mirip dengan yang
sudah diketahui.

Pembahasan Teori Belajar Bruner dalam Film Front of The Class

Dalam film Front of The Class, Mr. Brad menggunakan teori belajar
Bruner untuk mengajarkan siswa kelas dua sekolah dasar. Inti dari teori Bruner
ialah belajar penemuan (discovery learning) dimana siswa belajar melalui
partisipasi aktif dengan konsep dan prinsip untuk memperoleh pengalaman. Siswa
melakukan eksperimen yang mendorong penemuan konsep dan prinsip. Tahap
Enactive dan Iconic terlihat dengan penggunaan media dalam kegiatan
pembelajaran seperti penggunaan peta, binatang peliharaan, gambar-gambar
lainnya di dalam ruangan kelas, sehingga siswa menjadi aktif secara motorik dan
dapat memvisualisasikannya.

Aplikasi teori Bruner juga terlihat dalam scene ketika Mr. Brad
memberikan materi pelajaran geografi wilayah. Mr. Brad memfasilitasi siswa
untuk membangun pemahamannya dengan cara menceritakan terlebih dahulu
mengenai Maxine – mobil truk merah besar – yang melakukan perjalanan keliling
dunia. Setelah itu, ia memasang peta besar dan menunjukkan wilayah yang salah
dimana siswa yang akhirnya membenarkan jawaban dengan menunjukkan
wilayah yang benar. Hal tersebut dapat dikategorikan belajar penemuan karena
siswa belajar melalui partisipasi aktif dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip
yang mereka miliki dan mereka bangun sendiri.

9
Belajar penemuan (discovery learning) juga dilakukan ketika Mr. Brad
dengan mendatangkan Maxine – mobil truk merah besar ke sekolah sehingga
siswanya dapat melihat, memegang, dan merasakan untuk menaiki truk merah
besar tersebut. Siswa belajar melalui pengalaman secara langsung bagaimana
bentuk truk yang dapat berkeliling wilayah dan dapat lebih memaknainya.

10
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan (Keberhasilan Mr. Brad)

Film Front of The Class merupakan sebuah film yang menceritakan tentang
seorang penderita sindrom Tourette yang bercita-cita menjadi seorang guru.
sindrom Tourette merupakan gangguan sistem saraf yang menyebabkan seseorang
mengeluarkan suara atau melakukan gerakan secara tiba-tiba, singkat, dan terputus-
putus (tics). Sejak masa kanak-kanak hingga dewasa, Brad selalu mengalami
kesulitan karena penyakitnya. Namun, ia tidak menyerah dengan sindrom Tourette
yang dideritanya. Dengan penuh kegigihan, semangat, dan pantang menyerah, ia
terus berusaha untuk dapat menggapai tujuannya. Dengan dukungan dari keluarga
dan lingkungan, akhirnya Brad berhasil mencapai cita-citanya untuk menjadi
seorang guru. Brad bahkan dinobatkan sebagai guru terbaik dan menjadi guru yang
sangat dicintai oleh siswa-siswanya.

3.2. Solusi dan Saran

Berdasarkan film Front of The Class, banyak hal yang tentunya dapat kita
pelajari dan mengambil maknanya dari tokoh Bradley Cohen (Brad), diantaranya
sebagai berikut :
1. Sebagai seorang yang memilki kekurangan dari orang-orang normal, Brad tidak
menyerah dengan keadaannya. Ia bahkan dapat membuktikan bahwa dia dapat
lebih berprestasi dibandingkan orang normal lainnya. Hal ini mengajarkan
kepada kita untuk tidak menyerah dan tidak putus asa dengan segala kondisi
yang kita alami. Dengan kegigihan dan semangat, kita akan dapat menggapai
tujuan kita.
2. Sebagai seorang guru hendaknya dapat memahami karakteristik siswa sehingga
tidak serta merta menghakimi siswa tanpa memahami kondisi fisik dan
psikologis yang dialami siswa. Guru juga hendaknya memperluas wawasan,

11
bukan hanya tentang materi pelajaran tapi seluruh ilmu pengetahuan yang dapat
mendukung pemahaman tentang perkembangan siswa.
3. Dalam proses belajar mengajar, guru senantiasa dapat menarik minat siswa
untuk belajar dan dapat menumbuhkan semangat agar siswa senantiasa aktif
dalam pembelajaran. Salah satu teori yang dapat digunakan dalam proses belajar
adalah teori Bruner dimana siswa belajar melalui penemuan (discovery learning)
yang disesuaikan dengan kemampuan kognitifnya, sehingga pembelajaran dapat
bermakna bagi kehidupannya.
4. Guru senantiasa memiliki semangat yang tinggi, kreatif, inovatif, dan tidak
pantang menyerah dalam menghadapi permasalahan-permasalahan selama
proses pembelajaran. Hal ini dicontohkan Mr. Brad dengan tidak menyerah
kepada Thomas, siswa yang sulit diatur dan mengalami kesulitan dalam belajar.
Thomas akhirnya dapat mengikuti pelajaran seperti anak-anak lainnya.

12
DAFTAR PUSTAKA

Dhamayanti, M., Riandani, I., & Resna, L. (2004). Tourette’s Syndrome.


Pediatrica Indonesiana, 42, 31-40.

Gottlieb, A. (Producer) & Werner, P. (Director). (2008). Front of The Class


[DVDRip]. McGee Production. http://149.56.24.226/front-class-2008/

Prima, E. (2016). Peran Penerimaan Sosial terhadap Psikopatologi


Perkembangan Sindrom Tourette Pada Anak. Buana Gender, 1(2). http://
10.22515/bg.v1i2.234

Schunk, D. H. (2012). Learning Theories : An Educational Perspektif (6th


Edition). Pearson Education, Inc.

Tourette Syndrome Association of Australia. (2014). Tourette Syndrome.


https://www.betterhealth.vic.gov.au/health/ConditionsAndTreatments/tourette-
syndrome

13

Anda mungkin juga menyukai