Anda di halaman 1dari 48

1

(Fe-Fe3C) Iron Carbon Equilibrium Diagram

Gambar 1.1 Diagram Fasa Fe-Fe3C Pada Baja


Continuous Cooling Transformation Diagram

Gambar 1.2 Diagram CCT Pada Baja Eutectoid

1.1 Equipment and Material


Equipment yang dibutuhkan:
1. Muffle furnace
2. Tang penjepit
3. Bejana berisi air
Material yang dibutuhkan:
1. Baja dengan ukuran disesuaikan
2. Kertas gosok (Amplas)
CHAPTER 2
JOMINY HARDENABILITY TEST

2.1 Introduction
Jominy Hardenability Test merupakan pengujian kekerasan
yang dilakukan pada benda kerja kondisi Non-Equilibrium Heat
Treatment. Pengujian ini dinamakan juga Jominy End-Quenched
Hardenability Test karena pengujiannya menggunakan suatu
batang yang diquench pada salah satu ujungnya.
Suatu baja pada dasarnya memiliki kekerasan maksimum
dan minimum yang tergantung pada komposisi kimia (kadar
karbon dan unsur paduannya) dan struktur mikro martensit yang
terbentuk pada saat proses pendinginan Heat Treatment. Makin
tinggi kadar karbon nilai kekerasannya akan meningkat karena
dipengaruhi banyaknya martensit yang terbentuk. Semakin
banyak martensit yang terbentuk mengakibatkan nilai

kekerasannya semakin tinggi.


Gambar 2.3 Grafik Pengaruh Kadar Karbon Pada Data Uji Jominy
Jominy Hardenability Test berguna untuk mendapatkan data
Hardenability, data ini dapat dipergunakan menetapkan variasi
laju pendinginan untuk mencapai kekerasan tertentu dari suatu
benda kerja, juga dapat memprediksi besarnya pengerasan yang
terjadi bila baja didinginkan dengan kondisi pendinginan tertentu,
sehingga dapat dipergunakan dalam memilih media pendingin
saat Heat Tretment pada baja sesuai dengan kebutuhan.

2.2 Basic Theory


Jominy Hardenability Test pada dasarnya adalah pengujian
dengan membandingkan data kekerasan benda kerja yang terkena
pendinginan air seluruhnya, sebagian (terkena rambatan dingin
dari air), dan tidak terkena air sama sekali (pendiginan udara)

Gambar 4.2 (a) Penempatan Benda Kerja Jominy (b) Titik


pengambilan Data Kekerasan

2.3 Equipment and Material


Equipment yang dibutuhkan:
1. Muffle furnace
2. Jominy Practical Device
3. Tang penjepit
Material yang dibutuhkan:
1. Benda kerja Jominy yang telah dilakukan Heat Treatment
2. Kertas gosok (Amplas)

Gambar 2.5 Dimensi Benda kerja Uji Jominy sesuai Standar


ASTM A255 (Methods for Determining Hardenability of
Steel)

2.4 Operational Procedure


Perhatikan setiap langkah percobaan, gunakan Alat Pelindung
Diri (APD) untuk meminimalisir dampak kecelakaan kerja.
1. Benda kerja dimasukkan ke dalam Muffle Furnace
dengan temperatur hingga austenisasi (800oC) dan diberi
Holding Time selama waktu tertentu
2. Nyalakan pompa air pada Jominy Practical Device,
pastikan Nozzle menyemprotkan air
Prosedur pengujian kekerasan Rockwell dilakukan dengan
melakukan identasi dengan beban awal 10 kg (Minor Weight),
yang menyebabkan kedalaman indentasi h, jarum penunjuk diset
pada angka nol skala hitam, kemudian Mayor Weight diberikan.
Tabel 3.1 Skala Uji dan Jenis Identor Kekerasan Rockwell
Scale Identor Mayor Weight (kgf) Unit
B Ball Ø 1.588 mm 100 HRB
C Diamond Cone 120o 150 HRC
A Diamond Cone 120o 60 HRA
Skala B digunakan untuk mengukur logam-logam yang nilai
kekerasannya rendah dan menengah, Skala C digunakan untuk
mengukur kekerasan logam telah diberi perlakuan khusus, dan
Skala A digunakan untuk mengukur logam yang kekerasannya
melebihi 70 Rockwell C misalnya Tungsten Carbide Alloy.
Angka kekerasan Rockwell tidak bersatuan, tetapi didahului
dengan satu huruf depan yang menyatakan kondisi pengujian.
Walau nilai kekerasan Rockwell otomatis terbaca pada mesin, ada
metode perhitungan yang dapat digunakan dengan
memperhatikan kedalaman identasi (h1)

Gambar 3.6 Nomenklatur Hasil Identasi Rockwell Hardness Tester

Dimana (0-0) Adalah posisi sebelum identasi, (1-1) Hasil


identasi pembebanan minor, (2-2) Hasil identasi saat pembebanan
mayor, dan (3-3) Hasil identasi setelah pembebanan mayor
dilepas.
Adapun rumus yang digunakan untuk menghitung nilai kekerasan
Rockwell secara manual sebagai berikut, dimana kedalaman
identasi adalah (h1)
𝐾𝑒𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚𝑎𝑛 𝐼𝑑𝑒𝑛𝑡𝑎𝑠𝑖 (𝑚𝑚)
𝐻𝑅𝐵 = 130 − 0.002 (𝑚𝑚) (3.1)

𝐾𝑒𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚𝑎𝑛 𝐼𝑑𝑒𝑛𝑡𝑎𝑠𝑖 (𝑚𝑚)


𝐻𝑅𝐶 = 100 − 0.002 (𝑚𝑚) (3.2)

3.1 Equipment and Material


Equipment yang dibutuhkan:
4. Hardness Rorckwell Tester

1 0

Gambar 3.7 Komponen Rockwell Hardenabilitiy Test

Dimana (1) Dial, (2) Housing Identor, (3) Landasan, (4)


Handwheel, (5) Handle, (6) Top Cassing, (7) Main Cassing, (8)
Dashpot, (9) Rear Cassing, (10) Main Handle, dan (11) Base
Mounting
CHAPTER 4
IMPACT TEST

4.1 Introduction
Beberapa peralatan pada bidang otomotif, seperti gear
transmisi akan mengalami suatu beban kejutan atau beban secara
mendadak dalam pengoperasianya. Maka dari itu ketahanan suatu
material terhadap beban mendadak, serta faktor-faktor yang
mempengaruhi sifat material tersebut perlu diperhatikan.
Pengujian ini berguna untuk melihat efek-efek yang
ditimbulkan oleh adanya takikan, bentuk takikan, temperatur, dan
faktor lainnya. Impact Test bisa didefiniskan sebagai suatu
pengujian yang mengukur kemampuan suatu bahan dalam
menerima beban kejut dengan mengukur dari besarnya energi
yang diperlukan untuk mematahkan benda kerja tersebut. Adapun
Impact Test bertujuan untuk menentukan:
1. Ketahanan terhadap beban impak
2. Sensitivity dari bahan terhadap adanya takik (notch)
3. Analisa patahan (Fracture Analysis) dari benda kerja
Berdasarkan penempatan benda kerjanya dan arah gayanya
pengujian Impak terbagi menjadi dua yaitu izod dan charpy,
benda kerja izod memiliki panjang lengan yang bebeda
(Asimetri), sedangkan benda kerja charpy memiliki panjang
lengan yang sama (Simetris)

Gambar 4.8 Metode Pengujian Impact Test


Ketahanan suatu material terhadap energi impak,
dipengaruhi juga oleh temperatur kerja. Pada umumnya
kenaikan temperatur kerja akan meningkatkan kekuatan impact
logam, sedangkan penurunan temperatur akan menurunkan
kekuatan impactnya. Apabila temperatur kerja dari suatu benda
kerja berada dibawah temperatur transisi dari material yang
digunakan, maka akan terbentuk crack hingga fracture yang dapat
menyebabkan kerusakan pada benda kerja, sedangkan apabila
temperatur kerja terlalu rendah namun masih diatas temperatur
transisi dari material, crack tidak akan terbentuk.

FCC
BCC Metal,
Ceramic, Polymer
Impact Energy

brittle tough

High Strength
Material
Transition
Temperature
Temperature
Gambar 4.9 Korelasi Temperatur Kerja, Material, dan Kekuatan Impak

4.2 Basic Theory


Dalam praktikum ini, Impact Test yang digunakan adalah
dengan metode charpy. Energi yang didapat berasal dari
pendulum yang dilepaskan dari ketinggian tertentu, dan
berayun menghantam benda kerja, berkurangnya energi
potensial dari pendulum setelah menghatam benda kerja
merupakan energi yang diserap oleh benda kerja tesebut.
Notch atau takik memegang peranan penting terhadap
kekuatan Impak suatu material. Dua buah benda kerja yang
mempunyai luas penampang yang sama dapat memiliki kekuatan
impak yang jauh berbeda, hanya diakibat perbedaan bentuk takik
yang dimiliki. Perbedaan bentuk takikan pada benda kerja bisa
berupa bentuk konfigurasi hasil desain, kesalahan selama proses
pengerjaan, atau cacat seperti korosi lokal yang bersifat tegangan
memusat (stress concentration).
Fracture atau patah pada suatu material dapat digolongkan
sebagai Brittle Fracture (getas) atau Ductile Fracture (ulet).
Suatu material yang mengalami patah tanpa mengalami deformasi
plastis dikatakan patah secara brittle. Sedangkan apabila patah
didahului dengan suatu deformasi plastis dikatakan mengalami
Ductile Fracture.

Gambar 4.10 Pola Patahan Pada Penampang Uji Impak

Dengan memperhatikan sudut akhir pada indikator Charpy


Imapct Tester (sudut 𝛽) besarnya energi impak dapat dihitung
dengan penurunan persamaan energi mekanik berikut:
𝐸0 = 𝑊. ℎ0
𝐸0 = 𝑊( 𝐿 − 𝐿. 𝐶𝑜𝑠𝛼) (4.1a)
𝐸1 = 𝑊. ℎ1
𝐸1 = 𝑊( 𝐿 − 𝐿. 𝐶𝑜𝑠𝛽) (4.1b)
Subtitusi persamaan (4.1a) dan (4.1b) ke dalam persamaan ∆𝐸
∆𝐸 = 𝐸0 − 𝐸1
∆𝐸 = (𝑊( 𝐿 − 𝐿. 𝐶𝑜𝑠𝛼)) − (𝑊( 𝐿 − 𝐿. 𝐶𝑜𝑠𝛽))
∆𝐸 = 𝑊. 𝐿(𝐶𝑜𝑠𝛽 − 𝐶𝑜𝑠𝛼) (4.2)
Untuk mendapatkan nilai kekuatan impak ∆𝐸 (kgm) dibagi
dengan luas penampang benda kerja dibagian yang patah (mm2)

𝐼𝑆 =
𝑊.𝐿(𝐶𝑜𝑠𝛽 −𝐶𝑜𝑠𝛼) (4.3)
𝐴
Keterangan
:
E0 : Energi awal saat pendulum dilepas (𝑘𝑔𝑚)
𝛼 : Sudut awal (o)
E1 : Energi akhir saat pendulum menghantam benda uji (𝑘𝑔𝑚)
𝛽 : Sudut akhir (o)
W : Berat pendulum (𝑘𝑔𝑚)
L : Jarak titik tumpu ke titik berat pendulum (𝑚)
∆𝐸: Energi yang digunakan mematahkan benda kerja
(𝑘𝑔𝑚) A : Luas penampang yang rusak (𝑚𝑚2)
𝐼𝑆 : Kekuatan Impak (𝑘𝑔𝑚⁄𝑚𝑚2)
Gambar 11.4 Sudut Pembebanan Pada Charpy Impact Test
4.3 Equipment and Material
Equipment yang dibutuhkan:
1. Charpy Impact Tester

Gambar 4.12 Komponen Charpy Impact Test

Dimana (1) Lock Handle, (2) Pendulum, (3) Indikator,


(4) Brake Handle, (5) Brake, (6) Anvil, (7) Cassing, (8)
Dashpot, (9) Electric Motor
Material yang dibutuhkan:
1. Benda kerja Impact yang telah dilakukan Heat Treatment
(Praktikum ini menggunakan kedalaman Notch adalah 5
mm dari 10 mm tinggi benda kerja)

Gambar 4.13 Dimensi Benda kerja Uji Impak Standar ASTM E


23 (Standard Test Methods for Notched Bar Impact Testing)
pada Metallography Test, bila tidak rata, foto yang dihasilkan
akan tidak jelas (Blur) karena fokus disetiap bagian berbeda-beda.
Etching adalah proses pengkorosian sebagian butir Kristal
struktur mikro pada permukaan benda kerja, dengan
mencelupkannya pada campuran yang memiliki pH dibawah 7.
Etching merupakan proses yang paling penting dalam
Metallography Test, kesalahan dalam proses ini dapat
mengakibatkan tidak terlihatnya struktur mikro pada benda kerja,
kesalahan yang sering terjadi, yaitu:
1. Kualitas benda kerja belum layak Etching
2. Penakaran campuran larutan yang tidak teliti
3. Waktu pengetsaan terlalu lama
4. Proses pengeringan yang tidak rata
Pengunaan campuran larutan etsa berbeda material satu
dengan yang lainnya, adapun yang umum digunakan pengetsaan
untuk melihat struktur mikiro:
Table 5.1 Etching Reagent Untuk Melihat Microstructure
Nama Komposisi Durasi Material
HNO3 2 ml
Nital 1-3 menit Carbon Steel
Alkohol 95% 98 ml
C6H3N3O7: 4 gr
Picral 1-3 menit Carbon Steel
Alkohol 95% 100 ml
HNO3 20 ml Stainless
Aqua Regia 1-3 menit
HCL 60 ml Steel
Untuk melihat crack, porosity, atau daerah las (Struktur makro)
Table 5.2 Etching Reagent Untuk Melihat Macrostructure
Nama Komposisi Durasi Material
H2O 50 ml 1-3 menit
Hidrochloric
Pada suhu Carbon Steel
acid HCl 50 ml
75oC
C6H3N3O7 4 gr
Nitric acid 1-3 menit Carbon Steel
Alkohol 95% 100 ml
5.2.1 Menghitung Presentase Tiap Microstructur

Gambar 5.14 Garis Bantu Menghitung Presentase Tiap Struktur Mikro

Sebelumnya hasil foto Metallography Test dicrop dengan


dimensi (100x100 mm). Rumus yang digunakan untuk
menentukan presentase tiap struktur mikro, yaitu:
𝑄𝑀𝑠 ( )
𝑃𝑀𝑠 ( ) = × 100% (5.1)
𝑄𝑂

Keterangan
:
PMs ( ) : Presentase Microstruktur tertentu (%)
QMs ( ) : Jumlah titik Microstruktur tertentu
Qo : Jumlah titik total
5.2.2 Menghitung Rata-rata Besar Butir (ASTM)
Dengan mengetahui besar butir suatu struktur mikro
kekerasan suatu material dapat ditentukan, benda kerja degan
ukuran struktur mikro yang kecil (jumlahnya banyak) akan lebih
keras dibanding benda kerja dengan ukuran struktur mikro yang
besar (jumlahnya sedikit)
Gambar 5.15 Garis Bantu Intercept Counting ASTM
E112 (Standard Test Methode Determining Average
Grain Size)

Sebelumnya hasil foto Metallography Test dithreshold.


Penandaan batas butir dapat hanya menggunakan 3 lingkaran
(LT=500mm) maupun seluruh garis (LT=1200mm). Rumus yang
digunakan untuk menentukan ukuran besar butir yaitu:
𝐿𝑇
𝐺 = (−6.645 log ) − 3.298 (5.2)
𝑁×𝑀
Keterangan:
G : Grain Size Number
LT : Total panjang garis yang terkena batas butir (mm)
N : Jumlah titik potong batas butir yang terkena garis
M : Total perbesaran mikroskop

5.1 Equipment and Material


Equipment yang dibutuhkan:
1. Microscope and Olympus Video (Set)
2. Etching Practical Device (Set)
3. Hair Dryer
Gambar 5.16 Komponen Mikroskop

Dimana (1) Power Switch, (2) Panel Switch, (3) Object


Table, (4) Object Table X-Z Adjuster, (5) Objective Lens, (6)
Object Table Y Adjuster, (7) Brightness Adjuster, (8) Ocular
Lens, (9) Ocular Lens Adjuster
Hal yang perlu dilakukan pertama kali adalah
menyalakan Power Switch (1) setelah menyalakan Olympus
Video. Setelah itu letakan benda pada tempatnya (3), lalu
periksalah perbesaran yang diinginkan pada panel (5) dengan
memutarnya secara perlahan. Langkah selanjutnya,
menaikkan benda kerja dengan memutar panel (6). Panel (6)
terdiri dari dua bagian, yang pertama untuk menaikan secara
cepat dan bagian yang lain untuk memfokuskan
pemgamatan.
Gambar 5.17 Olympus Video

Untuk mengambil gambar tekan Expose hingga lampu


indikator card menyala, biarkan prosesnya selesai. Ulangi
hingga beberapa gambar sesuai kebutuhan. Untuk melihat
hasil penyimpanan pada Olympus Video tekan Mode, silakan
geser (pada tombol arah di Olympus Video) untuk melihat
gambar yang lain. Jangan lupa mengembalikan setingan
denga menekan Mode kembali. Sebelum menyimpan gambar
sebaiknya perhatikan indikator pengamatan yang tertera pada
LCD pojok kiri bawah berwarna putih berbentuk garis
panjang (strip). Apabila strip putih telah menyentuh garis
merah, hal ini berarti posisi fokus perbesaran adalah
maksimum dan ambilah gambar pada posisi ini.
Material yang dibutuhkan:
1. Benda kerja yang telah dilakukakan Heat Treatment
dengan dimensi disesuaikan (17x17x10) pxlxt
CHAPTER 6
TENSILE TEST

6.1 Introduction
Salah satu sifat mekanik yang sangat penting dan dominan
dalam suatu perancangan konstruksi dan proses manufaktur
adalah kekuatan tarik. Untuk melakukan Tensile Test diperlukan
benda kerja yang disesuaikan dimensinya dengan standar tertentu
contohnya ASTM E8, JIS Z2201, dan ISO 6892
Pada proses Tensile Test, benda kerja di beri beban aksial
yang semakin besar secara kontinyu, akibat pembebanan aksial
tersebut, benda kerja mengalami pertambahan panjang. Perubahan
Force
(F) dan perubahan Elongation (∆L) akan tercatat pada Tensile
Test Machine berupa grafik yang merupakan fungsi gaya dan
pertambahan panjang atau lebih di kenal sebagai Force (F) -
Elongation (∆𝐿) Diagram

Gambar 6.18 Proportional Limit, Elastic Limit, dan Yield Point

Tampak dari titik 0 sampai titik p, perpanjangan sebanding


dengan pertambahan beban. Pada daerah inilah berlaku hukum
Hooke, sedangkan titik p merupakan batas berlakunya hukum
tersebut. Oleh karena itu titik p disebut juga Proporsional Limit.
Sedikit di atas titik p terdapat titik e yang merupakan batas elastis
di mana bila beban di hilangkan maka belum terjadi pertambahan
panjang permanen dan spesimen kembali ke panjang semula.
Daerah di bawah titik e (elastic limit) disebut daerah elastis,
sedangkan daerah di atasnya di sebut daerah plastis.
Di atas titik e terdapat titik y yang merupakan yield point
(luluh) yakni di mana logam mengalami pertambahan panjang
tanpa pertambahan beban yang berarti. Dengan kata lain yield
point merupakan keadaan di mana bendakerja terdeformasi
dengan beban minimum. Deformasi yang yang di mulai dari titik
y ini bersifat permanen sehingga bila gaya di hilangkan masih
tersisa deformasi yang berupa pertambahan panjang yang di sebut
deformasi plastis. Karena perbedaan antara ke tiga titik p, e dan y
sangat kecil seringkali keberadaan ke tiga titik ini diwakili dengan
titik y saja.
Penampakan titik y ini tidak sama untuk semua logam. Pada
material yang Ductile seperti besi murni dan baja karbon rendah,
titik y tampak sangat jelas. Namun pada material Brittle
penampakan titik y tidak tampak jelas. Untuk kasus seperti ini
cara menentukan titik y dengan menggunakan Offset Method.
Dilakukan dengan cara menarik garis lurus yang sejajar dengan
garis miring pada daerah proporsional dengan jarak 0,2% dari
regangan maksimal.

Gambar 6.19 Diagram Tegangan Regangan (a) Brittle (b) Ductile


Kenaikan beban lebih lanjut akan menyebabkan deformasi
yang akan semakin besar pada keseluruhan volume benda kerja.
Beban maksimum ditunjukkan dengan puncak kurva sampai pada
beban maksimum ini, deformasi yang terjadi masih homogen
sepanjang benda kerja. Pada material yang ulet (ductile),
setelahnya beban maksimum akan terjadi pengecilan penampang
setempat (necking), selanjutnya beban turun dan akhirnya benda
kerja patah (fracture). Sedangkan pada material yang getas
(brittle), benda kerja akan patah setelah tercapai beban
maksimum.

6.2 Basic Theory


Hasil pengujian yang berupa Force (F) - Elongation (∆𝐿)
Diagram tersebut sebenarnya belum menunjukkan kekuatan
material, tetapi hanya menunjukkan kekuatan benda kerja saja.
Untuk mendapatkan kekuatan materialnya maka Force (F) -
Elongation (∆𝐿) Diagram harus dikonversikan ke dalam
tegangan- regangan teknik Stress (𝜎) – Strain (ε) Engineering
Diagram dibuat dengan asumsi luas penampang benda kerja
konstan selama pengujian. Sebelumnya tambahkan garis sumbu
tegak (sby) sebagai F dan garis sumbu mendatar (sbx) sebagai
∆𝐿, sebanyak 30 titik secara berurutan, titik ini termasuk yield
point, ultimate tensile strength, dan fracture point.
Gambar 6.20 Contoh garis bantu sebanyak 10 Titik (Engineering)
Konversi Force (F) menjadi Stress (𝜎𝐸) dan Elongation
(∆𝐿) menjadi Strain (𝜀𝐸) pada titik Force (F) - Elongation
(∆𝐿) di 30 titik garis bantu yang telah dibuat, dengan rumus:

𝜎𝐸
𝐹
= 𝐴𝑜 (6.1)

𝐿𝑖 −𝐿𝑂 ∆𝐿
𝜀 = = (6.2)
𝐸
Keterangan 𝐿𝑜 𝐿𝑜
:
𝜎𝐸 : Engineering Stress (𝑘𝑔𝑓/𝑚𝑚2)
F : Force (𝑘𝑔𝑓)
𝐴𝑜 : Luas penampang awal, ∅ Gauge (𝑚𝑚2)
𝜀𝐸 : Engineering Strain (𝑚𝑚/𝑚𝑚)
𝐿𝑖 : Panjang akhir benda kerja setelah pengujian (𝑚𝑚)
𝐿𝑂 : Panjang awal benda kerja (𝑚𝑚)
Setelah dilakukan perhitungan maka akan terbentuk 30 titik
𝜎𝐸 dan 30 titik 𝜀𝐸 gambarkan garis bantu sumbu tegak (sby)
sebagai 𝜎𝐸 dan garis sumbu mendatar (sbx) sebagai 𝜀𝐸 ,
pertemuan garis bantu 𝜀𝐸 dan 𝜎𝐸 disetiap titik bila dihubungkan
akan terbentuk Stress (𝜎𝐸) – Strain (𝜀𝐸) Engineering Diagram

Gambar 6.21 Contoh garis bantu sebanyak 10 Titik (True)


6.3 Equipment and Material
Equipment yang dibutuhkan:
1. Universal Testing Machine

Gambar 6.22 Komponen Universal Testing Machine

Dimana (1) Screw Track for Lower Crosshead, (2)


Ragum atas (Upper Grip), (3) Clamping Ring, (4) Hoop, (5)
Upper Crosshead, (6) Column, (7) Gapless Assembly, (8)
Lower Crosshead, (9) Ram Cylinder Cover, (10) Base, (11)
Gap Neck, (12) Grip Crank, (13) Ragum Bawah (Lower
Grip), (14) Liner, (15) Shaft Adapter, dan (16) Test Stand
2. Vernier Calipher
3. Timbangan
Material yang dibutuhkan:
3. Benda kerja Tensile Test (Round)

Gambar 6.23 Dimensi Benda Kerja Tensile Test ASTM


E8 (Test Methods for Tension Testing of Metallic
Materials)

Table 6.3 Dimensi Benda Kerja Tensile Test ASTM E8


G (Gage Length) 2.00 ± 0.005 50.0± 0.10 mm
in
D (Diamerter) 0.5 ± 0.01 in 12.5± 0.25 mm
R (Radius of Fillet) 3⁄ in 10 mm
8
A (Length of Red. Sector) 2 1⁄3 in 60 mm

6.4 Operational Procedure


Perhatikan setiap langkah percobaan, gunakan Alat
Pelindung Diri (APD) untuk meminimalisir dampak kecelakaan
kerja.
1. Tekan Switch Power On pada Universal Testing Machine
(Personal Computer otomatis menyala)
2. Buka program U-60 di Personal Computer
3. Ukur dan catat dimensi benda kerja meliputi Width (Plat)
Diameter (Round), Thickness, Gauge Length, Grip
Length, dan Weight
4. Input data dimensi benda kerja dan metode pengujian
pada program U-60
5. Cekam benda kerja pada ragum Universal Testing
Machine bagian atas, naikkan ragum bagian bawah (tekan
40

Anda mungkin juga menyukai