MANAJEMEN FARMASI
(INDIKATOR PENGELOLAAN OBAT)
DI SUSUN OLEH:
KENDARI
2020
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan Masalah
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Pengelolaan obat
2.2 Pelayanan Kefarmasian
2.3 Indikator Pengelolaan Obat
2.4 Dasar-dasar seleksi kebutuhan obat
2.5 Acuan yang digunakan dalam perencanaan
2.6 Beberapa indikator yang digunakan dalam perencanaan obat adalah
(Pudjaningsih, 1996)
2.7 Indikator-indikator dalam pengadaan obat
2.8 Indikator penyimpanan obat antara lain (Pudjaningsih, 1996)
2.9 Indikator-indikator distribusi obat (Pudjaningsih, 1996)
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT. karena atas rahmat,
karunia serta kasih sayangNya kami dapat menyelesaikan makalah mengenai
Indikator Pengelolaan Obat ini dengan sebaik mungkin. Makalah ini dibuat
dalam rangka memperoleh pengetahuan dan pemahaman tentang Indikator
Pengelolaan Obat yang merupakan suatu pengetahuan umum pada mata kuliah
“Manajemen Farmasi” yang perlu diketahui baik sebagai mahasiswa jurusan
Farmasi pada umumnya.
Dalam penulisan makalah ini, kami menyadari masih banyak terdapat
kesalahan dan kekeliruan, baik yang berkenaan dengan materi pembahasan
maupun dengan teknik pengetikan, walaupun demikian, inilah usaha maksimal
kami selaku para penulis usahakan.
Semoga dalam makalah ini para pembaca dapat menambah wawasan ilmu
pengetahuan dan diharapkan kritik yang membangun dari para pembaca guna
memperbaiki kesalahan sebagaimana mestinya.
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan
meningkatkan kesehatan, bertujuan untuk mewujudkan derajat kesehatan
yang optimal bagi masyarakat. Upaya kesehatan diselenggarakan dengan
pendekatan pemeliharaan, peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan
penyakit (preventif), penyembuhan penyakit (kuratif) dan pemulihan
kesehatan (rehabilitatif), yang dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu dan
berkesinambungan. Konsep kesatuan upaya kesehatan ini menjadi pedoman
dan pegangan bagi semua fasilitas kesehatan di Indonesia termasuk rumah
sakit (Depkes, 2004).
Farmasi Rumah Sakit (FRS) merupakan salah satu unit di rumah sakit
yang menyelenggarakan upaya kesehatan dengan memberikan pelayanan
kesehatan yang bermutu. Hal tersebut diperjelas dalam keputusan Menteri
Kesehatan NO. 1197/MENKES/SK/X/2004 yaitu bagian yang tidak
terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan rumah sakit yang utuh
berorientasi kepada pelayanan pasien, penyediaan obat yang bermutu,
termasuk pelayanan farmasi klinik yang terjangkau bagi semua lapisan
masyarakat (Depkes, 2004).
Pelayanan farmasi merupakan pelayanan penunjang sekaligus
merupakan revenue center utama. Hal tersebut mengingat bahwa lebih dari
90% pelayanan kesehatan di rumah sakit menggunakan perbekalan farmasi
(obat-obatan, bahan kimia, bahan radiologi, bahan habis pakai alat kesehatan,
alat kedokteran dan gas medik), dan 50% dari seluruh pemasukan rumah sakit
berasal dari pengelolaan perbekalan farmasi. Untuk itu, jika masalah
perbekalan farmasi tidak dikelola secara cermat dan penuh tanggung jawab
maka dapat diprediksi bahwa pendapatan rumah sakit akan mengalami
penurunan (Suciati et al, 2006).
Pada dasarnya, obat berperan sangat penting dalam pelayanan
kesehatan. Penanganan dan pencegahan berbagai penyakit tidak dapat
dilepaskan dari tindakan terapi dengan obat atau farmakoterapi (Badan POM,
2008).
Pengelolaan obat adalah bagaimana cara mengelola tahap-tahap dari
kegiatan tersebut agar 1 2 dapat berjalan dengan baik dan saling mengisi
sehingga dapat tercapai tujuan pengelolaan obat yang efektif dan efisien agar
obat yang diperlukan oleh dokter selalu tersedia setiap saat dibutuhkan dalam
jumlah cukup dan mutu terjamin untuk mendukung pelayanan yang bermutu
(Anief, 2003).
Tahap penyimpanan merupakan bagian dari pengelolaan obat menjadi
sangat penting dalam memelihara mutu obat-obatan, menghindari
penggunaan yang tidak bertanggung jawab, menjaga kelangsungan
persediaan, memudahkan pencarian dan pengawasan, mengoptimalkan
persediaan, memberikan informasi kebutuhan obat yang akan datang, serta
mengurangi resiko kerusakan dan kehilangan (Aditama, 2003).
Penyimpanan yang salah atau tidak efisien membuat obat kadaluwarsa
tidak terdeteksi dapat membuat rugi rumah sakit. Oleh karena itu dalam
pemilihan sistem penyimpanan harus dipilih dan disesuaikan dengan kondisi
yang ada sehingga pelayanan obat dapat dilaksanakan secara tepat guna dan
hasil guna. Porsi dari beban kerja apoteker dan asisten apoteker digunakan
untuk penyimpanan obat. Pada rumah sakit, apoteker dalam praktek klinik
penyimpanan obat mempunyai porsi sebesar 55% (Credes, 2000).
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa definisi pengelolaan obat?
2. Bagaimna pelayanan kefarmasian?
3. Apa indikator pengelolaan obat?
4. Bagaiman dasar-dasar seleksi kebutuhan obat?
5. Apa acuan yang digunakan dalam perencanaan?
6. Apa indikator yang digunakan dalam perencanaan obat?
7. Apa indikator-indikator dalam pengadaan obat?
8. Apa indikator penyimpanan obat antara?
9. Apa indikator-indikator distribusi obat?
3.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang bisa dia mbil dari makalah indicator obat adalah
sebagai berikut:
1. Pengelolaan obat merupakan salah satu manajemen di Rumah Sakit
menyelenggarakan pelayanan kesehatan secara keseluruhan, karena
ketidaklancaran dalam proses pengelolaan obat akan berdampak negatif
terhadap Rumah Sakit baik secara medis, sosial maupun secara ekonomis.
2. Indicator pengelolaan Merupakan alat ukur kuantitatif yang dapat
digunakan untuk monitoring, evaluasi, dan mengubah atau meningkatkan
mutu pengelolaan obat di farmasi rumah sakit.
3. Penyimpanan merupakan proses kegiatan menempatkan perbekalan
farmasi yang diterima pada tempat yang memenuhi syarat dan aman,
sehingga obat berada dalam keadaan aman, dan dapat dihindari
kemungkinan obat rusak
4. Pengadaan merupakan proses untuk memperoleh barang. Pengadaan yang
efektif menjamin ketersediaan obat dalam jenis dan jumlah yang tepat,
harga yang rasional, dan kualitas obat yang terjamin.
3.2 Saran
Dalam hal pengelolaan obat, beberapa indikator sudah berjalan
dengan baik dan dapat dipertahankan sehingga bisa menghasilkan obat yang
berkualitas baik. Kemudian melakukan perbaikan sehubungan dengan
ketepatan jumlah data obat pada kartu stok. Ketidakcocokan jumlah fisik obat
dengan jumlah obat dikartu stok dapat diatasi dengan meningkatkan ketelitian
karyawan.
DAFTAR PUSTAKA
Anief, 2003, Ilmu Meracik Obat, Teori dan Praktek, 161-171, Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta.
BPOM, 2008, Informatorium Obat Nasional Indonesia, Badan Pengawas Obat dan
Makanan Republik Indonesia, Jakarta
Quick. Et. Al., 1997. Managing Drug Supply, 2nd Edition, Revised and Expanded.
Kumarian Press. West Hartriod.