Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

MANAJEMEN FARMASI
(INDIKATOR PENGELOLAAN OBAT)

DI SUSUN OLEH:

APRILIA ANJELINA : F201801166


SULASTRI WULANDARI : F201801192
MUH. HIJAYAH : F201801179
WA RAMA : F201801200
NI LUH INTAN WULANDARI : F201801202
NURUL HIDAYAT : F201801195
TAKBIRULSYAH : F201801207
DESI PERMATASARI : F201801206
LILI SRI : F201801191
ASNUR ALIMASI : F201801193
FAJAR ISHAK : F201801196
KASNI : F201801216

PROGRAM STUDI S1 FARMASI

UNIVERSITAS MANDALA WALUYA

KENDARI

2020
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan Masalah
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Pengelolaan obat
2.2 Pelayanan Kefarmasian
2.3 Indikator Pengelolaan Obat
2.4 Dasar-dasar seleksi kebutuhan obat
2.5 Acuan yang digunakan dalam perencanaan
2.6 Beberapa indikator yang digunakan dalam perencanaan obat adalah
(Pudjaningsih, 1996)
2.7 Indikator-indikator dalam pengadaan obat
2.8 Indikator penyimpanan obat antara lain (Pudjaningsih, 1996)
2.9 Indikator-indikator distribusi obat (Pudjaningsih, 1996)
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT. karena atas rahmat,
karunia serta kasih sayangNya kami dapat menyelesaikan makalah mengenai
Indikator Pengelolaan Obat ini dengan sebaik mungkin. Makalah ini dibuat
dalam rangka memperoleh pengetahuan dan pemahaman tentang Indikator
Pengelolaan Obat yang merupakan suatu pengetahuan umum pada mata kuliah
“Manajemen Farmasi” yang perlu diketahui baik sebagai mahasiswa jurusan
Farmasi pada umumnya.
Dalam penulisan makalah ini, kami menyadari masih banyak terdapat
kesalahan dan kekeliruan, baik yang berkenaan dengan materi pembahasan
maupun dengan teknik pengetikan, walaupun demikian, inilah usaha maksimal
kami selaku para penulis usahakan.

Semoga dalam makalah ini para pembaca dapat menambah wawasan ilmu
pengetahuan dan diharapkan kritik yang membangun dari para pembaca guna
memperbaiki kesalahan sebagaimana mestinya.

Kendari, 01 Januari 2020

Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan
meningkatkan kesehatan, bertujuan untuk mewujudkan derajat kesehatan
yang optimal bagi masyarakat. Upaya kesehatan diselenggarakan dengan
pendekatan pemeliharaan, peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan
penyakit (preventif), penyembuhan penyakit (kuratif) dan pemulihan
kesehatan (rehabilitatif), yang dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu dan
berkesinambungan. Konsep kesatuan upaya kesehatan ini menjadi pedoman
dan pegangan bagi semua fasilitas kesehatan di Indonesia termasuk rumah
sakit (Depkes, 2004).
Farmasi Rumah Sakit (FRS) merupakan salah satu unit di rumah sakit
yang menyelenggarakan upaya kesehatan dengan memberikan pelayanan
kesehatan yang bermutu. Hal tersebut diperjelas dalam keputusan Menteri
Kesehatan NO. 1197/MENKES/SK/X/2004 yaitu bagian yang tidak
terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan rumah sakit yang utuh
berorientasi kepada pelayanan pasien, penyediaan obat yang bermutu,
termasuk pelayanan farmasi klinik yang terjangkau bagi semua lapisan
masyarakat (Depkes, 2004).
Pelayanan farmasi merupakan pelayanan penunjang sekaligus
merupakan revenue center utama. Hal tersebut mengingat bahwa lebih dari
90% pelayanan kesehatan di rumah sakit menggunakan perbekalan farmasi
(obat-obatan, bahan kimia, bahan radiologi, bahan habis pakai alat kesehatan,
alat kedokteran dan gas medik), dan 50% dari seluruh pemasukan rumah sakit
berasal dari pengelolaan perbekalan farmasi. Untuk itu, jika masalah
perbekalan farmasi tidak dikelola secara cermat dan penuh tanggung jawab
maka dapat diprediksi bahwa pendapatan rumah sakit akan mengalami
penurunan (Suciati et al, 2006).
Pada dasarnya, obat berperan sangat penting dalam pelayanan
kesehatan. Penanganan dan pencegahan berbagai penyakit tidak dapat
dilepaskan dari tindakan terapi dengan obat atau farmakoterapi (Badan POM,
2008).
Pengelolaan obat adalah bagaimana cara mengelola tahap-tahap dari
kegiatan tersebut agar 1 2 dapat berjalan dengan baik dan saling mengisi
sehingga dapat tercapai tujuan pengelolaan obat yang efektif dan efisien agar
obat yang diperlukan oleh dokter selalu tersedia setiap saat dibutuhkan dalam
jumlah cukup dan mutu terjamin untuk mendukung pelayanan yang bermutu
(Anief, 2003).
Tahap penyimpanan merupakan bagian dari pengelolaan obat menjadi
sangat penting dalam memelihara mutu obat-obatan, menghindari
penggunaan yang tidak bertanggung jawab, menjaga kelangsungan
persediaan, memudahkan pencarian dan pengawasan, mengoptimalkan
persediaan, memberikan informasi kebutuhan obat yang akan datang, serta
mengurangi resiko kerusakan dan kehilangan (Aditama, 2003).
Penyimpanan yang salah atau tidak efisien membuat obat kadaluwarsa
tidak terdeteksi dapat membuat rugi rumah sakit. Oleh karena itu dalam
pemilihan sistem penyimpanan harus dipilih dan disesuaikan dengan kondisi
yang ada sehingga pelayanan obat dapat dilaksanakan secara tepat guna dan
hasil guna. Porsi dari beban kerja apoteker dan asisten apoteker digunakan
untuk penyimpanan obat. Pada rumah sakit, apoteker dalam praktek klinik
penyimpanan obat mempunyai porsi sebesar 55% (Credes, 2000).
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa definisi pengelolaan obat?
2. Bagaimna pelayanan kefarmasian?
3. Apa indikator pengelolaan obat?
4. Bagaiman dasar-dasar seleksi kebutuhan obat?
5. Apa acuan yang digunakan dalam perencanaan?
6. Apa indikator yang digunakan dalam perencanaan obat?
7. Apa indikator-indikator dalam pengadaan obat?
8. Apa indikator penyimpanan obat antara?
9. Apa indikator-indikator distribusi obat?

1.3 Tujuan Masalah


1. Untuk mengetahui definisi pengelolaan obat
2. Untuk mengetahui pelayanan kefarmasian
3. Untuk mengetahui indikator pengelolaan obat
4. Untuk mengetahui dasar-dasar seleksi kebutuhan obat
5. Untuk mengetahui acuan yang digunakan dalam perencanaan
6. Untuk mengetahui indikator yang digunakan dalam perencanaan obat
7. Untuk mengetahui indikator-indikator dalam pengadaan obat
8. Untuk mengetahui indikator penyimpanan obat antara?
9. Untuk mengetahui indikator-indikator distribusi obat
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Pengelolaan obat


Pengelolaan obat merupakan salah satu manajemen di Rumah Sakit
menyelenggarakan pelayanan kesehatan secara keseluruhan, karena
ketidaklancaran dalam proses pengelolaan obat akan berdampak negatif
terhadap Rumah Sakit baik secara medis, sosial maupun secara ekonomis.
Ketidakefisienan manajemen pengelolaan obat dapat memberikan dampak
yang negative pada biaya operasional Rumah Sakit, dikarenakan bahan
logistic obat dapat menjadi tempat kebocoran anggaran. Oleh karena itu
manajemen pengelolaan obat dapat menjadi proses penggerak dan
pemberdayaan seluruh sumber daya yang dimiliki untuk 2 dimanfaatkan
dengan tujuan mewujudkan ketersediaan obat agar terwujud operasional yang
aktif dan efisien.

2.2 Pelayanan Kefarmasian


Pelayanan kefarmasian di Rumah Sakit merupakan pelayanan
pengobatan yang memiliki tanggung jawab terhadap pasien, yang bermaksud
untuk meningkatkan kualitas hidup pasien. Pelayanan kefarmasian di rumah
sakit menjadi pelayanan yang sangat penting dimulai dari seleksi, pengadaan,
penyimpanan, permintaan obat, penyalinan, pendistribusian, penyiapan,
pemberian, dokumentasi, dan monitoring terapi obat. Hal tersebut wajib patuh
pada peraturan perundang-undangan, yang bertujuan untuk menjamin
keselamatan dan kepuasan pasien. Apabila suatu sistem tidak diterapkan
maka akan berpengaruh terhadap mutu pelayanan dan keselamatan pasien.
Pelayanan farmasi adalah pelayanan penunjang dan merupakan
revenue center yang utama dalam sebuah Rumah Sakit. Hal ini dikarenakan
lebih dari 90% pelayanan kesehatan di Rumah Sakit menggunakan
perbekalan farmasi yang meliputi obat-obatan, bahan kimia, bahan radiologi,
bahan alat kesehatan habis pakai, alat kedokteran serta gas medik dan
pemasukan rumah sakit secara keseluruhan, 50% nya berasal dari pengelolaan
perbekalan farmasi. Oleh karena itu, jika masalah dalam perbekalan farmasi
tidak dikelola dengan cermat serta penuh tanggung jawab maka dapat
diperkirakan bahwa pendapatan RS akan menurun

2.3 Indikator Pengelolaan Obat


Indicator pengelolaan Merupakan alat ukur kuantitatif yang dapat
digunakan untuk monitoring, evaluasi, dan mengubah atau meningkatkan
mutu pengelolaan obat di farmasi rumah sakit (Jati, 2010).Indikator juga
digunakan untuk menetapkan prioritas, pengambilan keputusan, serta untuk
pengujian cara atau metode dalam mencapai sasaran yang ditetapkan.

2.4 Dasar-dasar seleksi kebutuhan obat


Merupakan proses kegiatan sejak dari :meninjau masalah kesehatan di
RS↓identifikasi pemilihan terapi, bentuk dan dosismenentukan kriteria
pemilihan dengan memprioritaskan obat esensialstandarisasi, menjaga, dan
memperbaharui standar obatdasar-dasar seleksi kebutuhan obat meliputi :1.
Obat dipilih berdasarkan seleksi ilmiah, medis dan statistik yang memberikan
efek terapi jauh lebih baik dibandingkan dengan risiko efek samping yang
ditimbulkan.2. Jenis obat yang dipilih seminimal mungkin untuk menghindari
duplikasi dan kesamaan jenis.3. Apabila jenis obat dengan indikasi sama
dalam jumlah banyak, maka kita memilih berdasarkan “drug of choice” dari
penyakit yang prevalensinya tinggi.4. Jika ada obat baru, harus ada bukti
yang spesifik untuk terapi yang lebih baik.5. Menghindari penggunaan obat
kombinasi, kecuali jika obat kombinasi tersebut mempunyai efek yang lebih
baik dibanding obat tunggal.Indikator seleksi obat: kesesuaian item obat yang
tersedia dengan DOEN.

2.5 Acuan yang digunakan dalam perencanaan


DOEN, Formularium RS, Standar Terapi Rumah Sakit (Standard
Treatment Guidelines/STG) dan kebijakan setempat yang berlakudata catatan
medikanggaran yang tersediapenetapan prioritaspola penyakitsisa
persediaandata pengggunaan periode yang lalurencana pengembangan
perencanaan merupakan suatu proses kegiatan dalam pemilihan jenis, jumlah,
dan harga perbekalan farmasi yang sesuai dengan kebutuhan dan anggaran,
untuk menghindari kekosongan obat dengan menggunakan metode yang
dapat dipertanggung jawabkan dan dasar-dasar perencanaan yang telah
ditentukan antara lain metode konsumsi, epidemiologi, serta metode
kombinasi konsumsi dan epidemiologi yang disesuaikan dengan anggaran
yang tersedia (Anonim, 2004). Tujuan perencanaan: untuk mendapatkan jenis
dan jumlah obat yang sesuai dengan pola penyakit dan kebutuhan pelayanan.

2.6 Beberapa indikator yang digunakan dalam perencanaan obat adalah


(Pudjaningsih, 1996)
Persentase Dana→ persentase dana yang tersedia pada IFRS
dibanding kebutuhan dana yang sesungguhnya.Nilai standar persentase dana
yang tersedia adalah 100%.Penyimpangan perencanaan→ jumlah item obat
dalam perencanaan dan jumlah item obat dalam kenyataan pakai.Nilai standar
batas penyimpangan perencanaan adalah %.

2.7 Indikator-indikator dalam pengadaan obat


Pengadaan merupakan proses untuk memperoleh barang. Menurut
Quick et al (1997), pengadaan yang efektif menjamin ketersediaan obat dalam
jenis dan jumlah yang tepat, harga yang rasional, dan kualitas obat yang
terjamin. Tiga sumber pengadaan barang: Pembelian Sumbangan Pembuatan
Metode pengadaan obat ada empat, yaitu:Open Tender (Tender Terbuka)
Restricted Tender (Tender Tertutup) Competitive Negotiation (Negosiasi)
Direct Procurement (Pengadaan Langsung).
Frekuensi pengadaan tiap item obat setiap tahunnyadigolongkan
menjadi 3 kategori: rendah (<12), sedang (12-24), tinggi (>24)Banyaknya
obat dengan frekuensi sedang dan tinggi → kemampuan IFRS dalam
merespon perubahan kebutuhan obat dan melakukan pembelian obat dalam
jumlah sesuai dengan kebutuhan saat itu.Pengadaan obat yang berulang
menunjukkan bahwa yang tersedia di IFRS merupakan obat dengan
perputaran cepat (fast moving).Banyaknya obat yang masuk kedalam
jenis slow moving → kerugian bagi rumah sakit.Frekuensi kesalahan
fakturKriteria kesalahan faktur: adanya ketidakcocokan jenis obat, jumlah
obat dalam suatu item, atau jenis obat dalam faktur terhadap surat pesanan
yang bersesuaian Penyebab: Tidak ada stok, atau barang habis di PBFStok
barang yang tidak sesuaiReorder atau frekuensi pemesanan terlalu banyak
Frekuensi tertundanya pembayaran oleh rumah sakit terhadap waktu yang
disepakati Tingginya frekuensi tertundanya pembayaran menunjukkan kurang
baiknya manajemen keuangan pihak rumah sakit. Hal ini dapat
mempengaruhi kepercayaan pihak pemasok kepada rumah sakit sehingga
potensial menyebabkan ketidaklancaran suplai obat di kemudian hari.

2.8 Indikator penyimpanan obat antara lain (Pudjaningsih, 1996)


Penyimpanan merupakan proses kegiatan menempatkan perbekalan
farmasi yang diterima pada tempat yang memenuhi syarat dan aman,
sehingga obat berada dalam keadaan aman, dan dapat dihindari kemungkinan
obat rusak.Semakin besar persediaan berarti resiko penyimpanan, fasilitas
yang harus dibangun dan pemeliharaan yang dibutuhkan menjadi lebih
besar.Penyimpanan yang baik bertujuan untuk mempertahankan kualitas obat,
meningkatkan efisiensi, mengurangi kerusakan atau kehilangan obat,
mengoptimalkan manajemen persediaan, serta memberikan informasi
kebutuhan obat yang akan datang (Quick et al, 1997).
Persentase kecocokan antara barang dan stok komputer atau kartu stok
Proses pencocokan harus dilakukan pada waktu yang sama untuk
menghindari kekeliruan karena adanya barang yang keluar atau masuk
(adanya transaksi). Apabila tidak dilakukan bersamaan maka kemungkinan
ketidakcocokan akan meningkat.Ketidakcocokan akan menyebabkan
terganggunya perencanaan pembelian barang dan pelayanan terhadap
pasien.Turn Over Ratio (TOR)TOR = perbandingan Harga Pokok Penjualan
(HPP) dalam 1 tahun dengan nilai rata – rata persediaan pada akhir
tahun.TOR digunakan untuk mengetahui berapa kali perputaran modal dalam
1 tahun, menghitung efisiensi dalam pengelolaan obat.Apabila TOR rendah,
berarti masih banyak stok obat yang belum terjual sehingga mengakibatkan
obat menumpuk dan berpengaruh terhadap keuntungan (Jati, 2010).Sistem
penataan gudang.Sistem penataan gudang bertujuan untuk menilai sistem
penataan obat di gudang Standar sistem penataan obat adalah FIFO (First In
First Out) dan FEFO (First Expired First Out).

2.9 Indikator-indikator distribusi obat (Pudjaningsih, 1996)


Syarat distribusi yang baik: Ketersediaan obat tetap terpelihar aMutu
dan kondisi sediaan obat tetap stabil dalam seluruh proses distribusi.
Kesalahan obat minimal dan keamanannya maksimum pada penderitaObat
yang rusak dan kadaluarsa sangat minimal. Efisiensi dalam penggunaan
sumber terutama personel Meminimalkan pencurian, kehilangan,
pemborosan, dan penyalah gunaan obat
IFRS  mempunyai  akses  dalam  semua  tahap  produksi  untuk 
pengendalia,  pemantauan  dan  penerapan pelayanan farmasi klinik.
Terjadinya interaksi antara dokter- apoteker – perawat – penderita. Harga
terkendali Meningkatnya penggunaan obat yang rasionalMerupakan proses
yang dimulai dari permintaan sampai penyerahan ke penggunaan perbekalan
farmasi di RS yaitu pasien dan petugas kesehatan.
Tujuan distribusi: untuk menjamin ketersediaan obat, memelihara
mutu obat, menghindari penggunaan yang tidak bertanggungjawab, menjaga
kelangsungan persediaan, memperpendek waktu tunggu, pengendalian
persediaan, dan memudahkan pencarian dan pengawasan.Sistem distribusi
obat di rumah sakit sangat bervariasi tergantung dari kebijakan yang
diterapkan rumah sakit, kondisi serta fasilitas fisik, sumber daya manusia
serta tata ruang rumah sakit tersebut. Macam sistem distribusi obat di RS:
sistem floor stock, individual prescription, dan unit dose dispensing.
Rata-rata waktu yang digunakan untuk melayani resep sampai ke
tangan pasienBertujuan untuk mengetahui tingkat kecepatan pelayanan
apotek rumah sakit.Persentase obat yang diserahkanBertujuan untuk
mengetahui sejauh mana kemampuan IFRS menyediakan obat yang
diresepkan.Persentase obat yang diberi label dengan benarBertujuan untuk
mengetahui penguasaan peracik (dispenser) tentang informasi pokok yang
harus ditulis dalam etiket.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang bisa dia mbil dari makalah indicator obat adalah
sebagai berikut:
1. Pengelolaan obat merupakan salah satu manajemen di Rumah Sakit
menyelenggarakan pelayanan kesehatan secara keseluruhan, karena
ketidaklancaran dalam proses pengelolaan obat akan berdampak negatif
terhadap Rumah Sakit baik secara medis, sosial maupun secara ekonomis.
2. Indicator pengelolaan Merupakan alat ukur kuantitatif yang dapat
digunakan untuk monitoring, evaluasi, dan mengubah atau meningkatkan
mutu pengelolaan obat di farmasi rumah sakit.
3. Penyimpanan merupakan proses kegiatan menempatkan perbekalan
farmasi yang diterima pada tempat yang memenuhi syarat dan aman,
sehingga obat berada dalam keadaan aman, dan dapat dihindari
kemungkinan obat rusak
4. Pengadaan merupakan proses untuk memperoleh barang. Pengadaan yang
efektif menjamin ketersediaan obat dalam jenis dan jumlah yang tepat,
harga yang rasional, dan kualitas obat yang terjamin.

3.2 Saran
Dalam hal pengelolaan obat, beberapa indikator sudah berjalan
dengan baik dan dapat dipertahankan sehingga bisa menghasilkan obat yang
berkualitas baik. Kemudian melakukan perbaikan sehubungan dengan
ketepatan jumlah data obat pada kartu stok. Ketidakcocokan jumlah fisik obat
dengan jumlah obat dikartu stok dapat diatasi dengan meningkatkan ketelitian
karyawan.
DAFTAR PUSTAKA

Aditama. 2003. Manajemen Administrasi Rumah Sakit. Jakarta: UI Press.

Anief, 2003, Ilmu Meracik Obat, Teori dan Praktek, 161-171, Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta.

Anonim. 2004. Keputusan Menteri Kesehatan RI, No. 1204/MENKES/SK/X/2004,


tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit.

BPOM, 2008, Informatorium Obat Nasional Indonesia, Badan Pengawas Obat dan
Makanan Republik Indonesia, Jakarta

Credes, 2000, Responding to the Crissis Supply and Distribution of Pharmaceutical


in Indonesia, Asemtrusfund, Washingthon.

Departemen Kesehatan RI, 2004, Keputusan Menteri Kesehatan Republik


Indonesia Nomor 1197/Menkes/SK/X/2004, tentang Standar Pelayanan
Farmasi di Rumah Sakit, Jakarta.

Pudjaningsih, D., 1996, Pengembangan Indikator Efisiensi Pengelolaan Obat di


Farmasi Rumah Sakit , Tesis, Fakultas Farmasi Pasca Sarjana Universitas
Gadjah Mada, Yogyakarta.

Quick. Et. Al., 1997. Managing Drug Supply, 2nd Edition, Revised and Expanded.
Kumarian Press. West Hartriod.

Anda mungkin juga menyukai