PERKOTAAN
Abstrak
Perkembangan kota dapat dilihat dari tingkat pembangunan yang sedang berlangsung,
termasuk infrastruktur fungsi hunian. Namun terkadang pembangunan infrastruktur ini juga
dapat menjadi suatu permasalahan yang kompleks. Permasalahan yang terjadi ialah
keterbatasan lahan pada kawasan urban. Hunian vertikal merupakan salah satu solusi
terhadap masalah perkotaan seperti keterbatasan lahan. Hunian vertikal juga menjadi
solusi untuk mengurangi permukiman kumuh yang semakin tak terkendali karena
urbanisasi, khususnya daerah perkotaan. Hunian vertikal berupa rumah susun sederhana
juga telah menjadi terobosan untuk masyarkat berpenghasilan rendah yang ingin memiliki
rumah. Karya tulis ini membahas seputar konfigurasi elemen fisik hunian vertikal seperti
konfigurasi bentuk, sirkulasi, tatanan ruang, dan ruang publik pada hunian vertikal sebagai
fasilitas bersama. Pada pembahasan ini, digunakan metode perbandingan antara berbagai
hunian vertikal yang ada di Bandung dan Jakarta, karena sebagai representasi kota yang
maju.
Abstract
City development can be seen from the level of infrastructure that currently underway,
including infrastructure of residential function. However, development of infrastructure can
also be a complex problem. The problem that occurs is limited space in urban areas.
Vertical housing is the one of the solutions due to urban problems, such as limited space.
Vertical housing can also be a solution to reduce slums area that are increasingly out of
control because of urbanization. Vertical housing in the form of “rumah susun sederhana”,
has also become a breakthrough for low-income people who need to own the house. This
article discusses about configuration of vertical housing physical element such a form
configuration, circulation, spatial planning and public space in vertical housing as public
facilities. In this discussion, comparison method is used between various vertical housing
at Bandung and Jakarta, because the cities as representation of the developed city.
Kota Bandung merupakan salah satu kota terpadat di Indonesia. Menurut Badan
Pusat Statistika Jawa Barat, dalam e-book berjudul Provinsi Jawa Barat dalam
Angka 2020, populasi di Bandung mencapai 14.857 jiwa/km2. Populasi yang kian
meningkat menjadi problematika, terutama dalam isu rumah tinggal. Adapun
permasalahan lain seperti lahan yang semakin sempit dan mahal karena
banyaknya pembangunan komplek perumahan. Di kota Bandung sendiri, sudah
terdapat solusi berupa rumah susun. Rumah susun dianggap dapat menjadi solusi
atas permasalahan lahan yang semakin menipis.
Hunian vertikal adalah rumah yang dibangun secara vertikal dan digunakan secara
komunal oleh masyarakat, dan mampu meminimalisasi terhadap penggunaan
lahan. Khususnya pada kota-kota besar seperti Bandung yang mengalami
permasalahan dalam penyediaan rumah yang sehat dan murah bagi masyarakat
yang kebutuhannya terus meningkat sepanjang tahun.
Namun realitanya, banyak didapatkan berbagai persoalan pada perencanaan
hunian vertikal yang tidak sesuai dengan harapan masyarakat, dan tak sedikit juga
yang tidak sesuai dengan standar perancangan yang baik. Persoalan seperti
perancangan yang kurang baik, konstruksi, maintenance, dan kesehatan menjadi
permasalahan utama. Dengan adanya karya tulis ini, diharapkan permasalahan ini
dapat diminimalisir, sehingga masyarakat tidak dirugikan terutama dalam aspek
kesehatan dan pembiayaan.
Menurut Wisnu Budiarso (2007), bahwa rumah susun dan lingkungannya harus
memenuhi persyaratan-persyaratan teknis antara lain: 1. Ruang hunian adalah
bagian dari rusun yang digunakan untuk tidur, makan, masak, mandi dan berhajad.
Serta memenuhi persyaratan penghawaan, pencahayaan, gangguan suara dan
bau. 2. Bangunan harus memperhatikan persyaratan bahaya kebakaran, ventilasi
udara alami, cahaya matahari sebagai penerangan, dan mobilitas penghuni. 3.
Struktur bangunan mempunyai keawetan sekurang-kurangnya 50 tahun dan
bahan non struktural sekurang-kurangnya 20 tahun. 4. Rumah susun harus
dilengkapi alat transportasi bangunan (tangga), pintu dan tangga darurat
kebakaran, alat dan sistem alarm kebakaran, alat pemadam kebakaran, penangkal
petir dan jaringanjaringan air bersih, saluran pembuangan air kotor, tempat
sampah, jaringan listrik, generator listrik, tempat jaringan telepon dan alat
komunikasi (Clare Cooper, 1977). 5. Pengaturan ruang harus memperhatikan
pencapain dari ruang ke ruang, pengaturan mebel dan peralatan, memerlukan
daerah yang tenang, bersih dan menjamin keamanan.
2.2 Sirkulasi
Dalam buku Time Saver Standard for Building Types, tercantum bahwa tuntutan
kenyamanan fisik sirkulasi untuk pengguna adalah 30%.Presentase tersebut
berlaku terhadap maksimum sirkulasi untuk apartemen di Indonesia.Sedangkan
menurut John Mascai berkaitan dengan efisiensi apartemen/rumah susun, area
ruang pada apartemen/rumah susun (ruang keluarga, ruang makan, kamar tidur,
dapur, kamar mandi, dan gudang) dapat dihitung bagian yang termasuk sirkulasi,
yaitu entry hall dan koridor adalah 15-20%. Pada buku Panduan Sistem
Banagunan Tinggi, fungsi apaetemen memiliki koefisien 0.67 luas netto terhadap
luas lantai brutto.Luas netto merupakan luas lantai bangunan untuk beraktivitas
pengguna bangunan, sedangkan luas lantai bruto merupakan luas lantai netto
yang ditambahkan ruang sirkulasi internal, penempatan perlengkapan/peralatan
bangunan,baik mekanikal elektrikal dan struktur bangunan didalamnya.
Pada pembahasannya, digunakan metode perbandingan antar hunian vertikal,
untuk mengetahui sirkulasi yang terjadi pada hunian vertikal tersebut. Contoh
hunian vertikal mengambil dari wilayah Bandung dan Jakarta. Berikut
perbandingan tipologi sirkulasi horizontal rumah susun di Bandung dan Jakarta.
No Konfigurasi Keterangan
Menurut Josef Prijotomo tata ruang adalah bagian dari bangunan yang berupa
rongga, sela yang terletak diantara dua obyek dan alam terbuka yang mengelilingi
dan melingkup kita. (Todd Kim, 1991). Dan menurut klasifikasinya, hunian vertikal
banyak jenisnya, seperti apartemen, rumah susun, flat, kondominium, dll. Tata
ruang tiap klasifikasi tersebut terdapat perbedaan. Perbedaan tersebut mungkin
didasari dari tipologi, harga, sifat atau peruntukan penghuninya.
Menurut KBBI, apartemen adalah tempat tinggal suatu bangunan bertingkat yang
lengkap dengan ruang duduk, kamar tidur, dapur, ruang makan, jamban, dan
kamar mandi yang terletak pada satu lantai, bangunan bertingkat yang terbagi atas
beberapa tempat tinggal. Mennurut Undang-Undang No.16 Tahun 1985 tentang
Rumah Susun, Rumah susun adalah bangunan gedung bertingkat yang dibangun
dalam suatu lingkungan yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan
secara fungsional dalam arah horisontal maupun vertikal dan merupakan satuan-
satuan yang masing-masing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah
terutama untuk tempat hunian yang dilengkapi dengan bagian bersama, benda
bersama dan tanah Bersama
Pada pembahasan kali ini, akan dilakukan perbandingan tata ruang unit antara
hunian vertikal. Tata ruang ini meliputi penataan secara horizontal maupun
vertikal.
Terdapat
pengelompokan ruang
sesuai dengan
persamaan fungsinya.
1 Terdapat 3 pembagian
kelompok ruang
utama yaitu area living,
area kitchen/service dan
area bedroom.
Gambar 7. Unit Apartemen Avana Apartement,
Jakarta
Lalu, berdasarkan jumlah lantai pada unit, hunian vertikal terdiri atas simpleks,
dupleks, dan mezzanine. Berikut klasifikasi hunian vertikal berdasarkan jumlah
lantai.
3. Penutup
Acuan
Pynkyawati, Theresia, dkk. 2016. Perancangan Tata Ruang Hunian Vertikal Ditinjau Dari
Sistem Pembuangan Air Limbah Bangunan The Suites Metro Bandung. Prodi Arsitektur,
Institut Teknologi Nasional.
Nurhermaya, Asterina, dkk. 2016. Pola Tatanan Unit Terhadap Perletakan Sirkulasi
Vertikal Penghuni Pada Apartemen Casa Grande Residence. Prodi Arsitektur, Institut
Teknologi Nasional.
Zuhri, Syaifuddin, dkk. Adaptasi Ruang Terhadap Perilaku Penghuni Pada Rumah Susun
Penjaringansari Surabaya. Prodi Arsitektur, Universitas Pembangunan Nasional “Veteran”
Jawa Timur.
Permana, Asep Yudi., dan Karto Wijaya. 2019. Analisis Konfigurasi Ruang Pondokan
Mahasiswa di Kawasan Taman Hewan Balubur – Tamansari, Bandung. Prodi Arsitektur,
Universitas Pendidikan Indonesia.
Harianto, Gabriela. 2014. Keleluasaan Ruang pada Unit Apartemen. Program Magister
Arsitektur, Universitas Katolik Parahyangan.
Andrian, Damianus., dan Chairil Budiarto. 2017. Perubahan Pola Tata Ruang Unit Hunian
pada Rusunawa Bayuangga di Kota Probolinggo. Prodi Arsitektur, Universitas Brawijaya.
Suriansyah, Yasmin. 2012. Konfigurasi Elemen Fisik Spatial di Rumah Susun Dukuh
Semar Cirebon. Lembaga Penelitian Dan Pengabdian Kepada Masyarakat, Universitas
Katolik Parahyangan.
Pramudito, Sidhi, dkk. 2018. Studi Model Rancangan Hunian Vertikal Berdasarkan Bentuk
Interaksi Warga di Bantaran Sungai Winogo Yogyakarta. Prodi Arsitektur, Universitas Atma
Jaya Yogyakarta.
Said, Rtariana., dan Alfiah. 2017. Teritorialitas pada Ruang Publik dan Semi Publik di
Rumah Susun. Prodi Arsitektur, UIN Alauddin Makassar.
Magagnin, Cardozo Renata, dkk. 2016. Spatial Quality of Social Housing for Seniors:
Village of the Elderly in São Paulo (Brazil). Architecture, Arts and Communication Faculty,
Sao Paulo State University Brazil.
Florencia, M, dkk. 2018. Spatial Solution for Lower Class Vertical Housing. Case Study
‘Rusunawa’ Tambora, Jakarta, Indonesia. Department of Architecture, Tarumanegara
University Indonesia.
Huertas, Virginia De Jorge. 2020. Rethinking Collective Housing: A Case Study of Spatial
Flexibility and Adaptability in Arturo Soria (Madrid, 1975). Dipartimento di Culture del
Progetto, Università Iuav di Venezia Italy.
Saladin, Agus, dkk. 2016. Penerapan Aspek Efisiensi Terhadap Sirkulasi Rumah Susun
Pasar Rumput. Prodi Arsitektur, Universitas Trisakti.
Musyawaroh., dan Murtanti Jani Rahayu. 2012. Konsep Desain Penataan Ruang Servis
Pada Rumah Susun Sederhana Sewa Berlandaskan Hasil Evaluasi Purna Huni. Prodi
Arsitektur, Universitas Negeri Surakarta.