PERANCANGAN ARSITEKTUR V
Merancang Apartemen Dengan Menerapkan Greenship Building
Dan Memperhatikan Smart Energy Building
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Palangka Raya merupakan kota terbesar kelima di provinsi Kalimantan Tengah setelah kota Tarakan. Dengan luas wilayah
2.853,12 km2 dengan jumlah penduduk sebanyak 305 907 jiwa per/2022. Kini kota Palangka Raya secara administratif,
terdiri atas 5 kecamatan, yakni: Pahandut, Jekan Raya, Bukit Batu, Sabangau, dan Rakumpit. Perkembangan kota besar
berjalan sejajar dengan semakin lajunya penambahan warga kota dan kegiatannya. Hal ini sekaligus juga semakin tingginya
tuntutan warga kota terhadap pemanfaatan lahan untuk fungsi-fungsi kota yang makin produktif seperti fungsi bisnis,
perdagangan, jasa dan perkantoran. Melihat perkembangan kebutuhan masyarakat, maka sangat diperlukan bangunan
bangunan sebagai sarana dan prasarana untuk menunjang kebutuhan - kebutuhan masyarakat. Namun mengingat
mahalnya harga lahan yang disebabkan regulasi zoning kota yang telah diatur oleh pemerintah menurut fungsinya,
mengakibatkan lahan menjadi terbatas, sehingga pemenuhan kebutuhan sebagai sarana dan prasarana tersebut tidak
Kota Palangka Raya, Provinsi Kalimantan mungkin dibangun di sembarang tempat melainkan harus dibangun pada lahan yang sesuai dengan regulasi zoning kotanya.
Keterbatasan lahan untuk memenuhi kebutuhan papan atau tempat tinggal tidak memungkinkan dibangun secara
horizontal, oleh karena itu alternatif yang dapat dilakukan adalah dengan merancang bangunan secara vertikal.
Meningkatnya rancangan hunian bertingkat perlu mempertimbangkan prinsip Greenship Building melalui enam kategori, yaitu : konservasi air, tepat guna lahan,
efisiensi dan konservasi energi, sumber dan siklus material, kualitas udara dan kenyamanan udara dalam ruang, serta manajemen lingkungan bangunan. Dalam pencapaian
kenyaman termal khususnya di daerah tropis diperlukan penataan vegetasi yang dapat mendinginkan bangunan dan mengurangi kebutuhan pendingin ruangan buatan, dan
dengan memperhatikan Smart Energy Building yang dimana adalah suatu usaha untuk mewujudkan bangunan hemat energy. Dengan menitik beratkan bagaimana energi
digunakan untuk melangsungkan kegiatan-kegiatan dalam bangunan meliputi HVAC ( Heating, Ventilation, Air Condition), yang pada prinsipnya bagaimana konsumsi energi
dalam bangunan tersebut dapat dikurangi Sementara penggunaan energi yang paling besar dikonsumsi untuk kegiatan dalam bangunan, adalah penghawaan / pendinginan
buatan dan pencahayaan sekitar (60 %), maka dari itu diupayakan untuk menekan dan meminimalkan proses pemanasan yang masuk ke dalam bangunan (heat gain
process) baik secara internal dan eksternal dan memaksimalkan proses pengeluaran panas dari bangunan (heat loss process). Selanjutnya adalah mengatur proses
masuknya cahaya alami yang sekaligus dapat meminimalkan panas yang masuk ke dalam bangunan. Proses memasukan dan mengeluarkan panas dalam bangunan harus
diupayakan seimbang, karena jika proses pemanasannya lebih besar dibanding proses pelepasan panasnya, maka dengan sendirinya bangunan akan mengalami
peningkatan temperatur udara (overheating). Kondisi ini tentu akan memaksa penghawaan alami bekerja lebih berat, yang ujungnya pemborosan pada pemakaian energi.
2. Identifikasi Masalah 3. Rumusan Masalah
Perkembangan kota Palangka Raya berjalan sejajar dengan semakin a. Dengan semakin tingginya produktivitas masyarakat di Kota Palangka
lajunya penambahan warga kota dan kegiatannya. Hal ini sekaligus juga Raya dan dengan lahan yang terbatas karena regulasi zoning di
semakin tingginya tuntutan warga kota terhadap pemanfaatan lahan untuk daerahnya. Bagaimana apartment dapat memenuhi kebutuhan hunian
fungsi-fungsi kota yang makin produktif seperti fungsi bisnis, perdagangan, sesuai dengan fungsinya ?
jasa dan perkantoran. Melihat perkembangan kebutuhan masyarakat, maka b. Dikarenakan Kota Palangka Raya adalah daerah Tropis, Bagaimana
sangat diperlukan bangunan bangunan sebagai sarana dan prasarana untuk caranya Apartemen dapat merancang bangunan yang nyaman di segala
menunjang kebutuhan - kebutuhan masyarakat. Namun mengingat iklim?
mahalnya harga lahan yang disebabkan regulasi zoning kota yang telah c. Selain bangunan yang nyaman, Apartemen juga perlu memperhatikan
diatur oleh pemerintah menurut fungsinya, mengakibatkan lahan menjadi kenyamanan termal dan pencahayaan yang cukup untuk penghuninya,
terbatas, sehingga pemenuhan kebutuhan sebagai sarana dan prasarana Bagaimana Apartemen menganalisa sistem energi yang diperlukan pada
tersebut tidak mungkin dibangun di sembarang tempat melainkan harus bangunan yang akan dibangun ?
dibangun pada lahan yang sesuai dengan regulasi zoning kotanya.
Keterbatasan lahan untuk memenuhi kebutuhan papan atau tempat tinggal
tidak memungkinkan dibangun secara horizontal, oleh karena itu alternatif
yang dapat dilakukan adalah dengan merancang bangunan secara vertikal.
1. Apartemen
a) Definisi Apartemen
Dalam Undang-Undang Rumah Susun Nomor 20 Tahun 2011, Pasal 1 menyebutkan bahwa yang diartikan dengan apartemen adalah bangunan
gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional, baik dalam arah
horizontal maupun vertikal dan merupakan satuan-satuan yang masing-masing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah, terutama untuk tempat
hunian yang dilengkapi dengan bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama.
Apartemen di Indonesia juga mengenal istilah strata title dan banyak istilah yang dipergunakan kalangan masyarakat di Indonesia, seperti flat,
coorperative, atau rumah susun (rusun). Hal tersebut akan semakin membingungkan orang awam. Dalam Perkembangannya muncul berbagai istilah lain
dari apartemen maka arti makna dari apartemen sama sekali tidak berbeda dengan rumah susun sehingga tetap tunduk dan berlaku Undang-Undang
tentang rumah susun (Paramita, 2015).
Macam-macam istilah strata title di Indonesia dibagi menjadi 3 (tiga) yaitu (Paramita, 2015) :
1) Rumah susun adalah bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang tebagi
dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional dalam arah horizontal maupun vertikal dan
merupakan satu satuan yang masing-masing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah, terutama
untuk tempat hunian, dilengkapi dengan bagian bersama, benda bersama dan tanah bersama.
Rumah Susun
2) Apartemen adalah kepemilikan bersama, bangunan yang terdiri dari beberapa unit untuk tempat
tinggal. Biasanya dikonsumsi oleh masyarakat konsumen menengah ke atas.
Apartemen
3) Coorperative adalah milik bersama, daerah yang dikuasai bersama-sama, gedung bertingkat.
Coorperative
Semua pembangunan rumah susun, apartemen, coorperative, tersebut di atas termasuk flat, town house (pembangunan secara vertikal) semuanya
mengacu kepada Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun sebagai dasar hukum pengaturannya.
b) Fungsi Apartemen
Menurut Joseph De Chiara dalam bukunya Time Saver Standards For Building Type, fungsi apartemen adalah sebagai berikut:
1. Fungsi utama, sebagai permukman vertical dengan kegiatan yang relative sama dengan
permukiman pada umumnya. Penekananya adalah pada aktivitas rutin seperti tidur, makan,
menerima tamu, interaksi social, melakukan hobi, bekerja, dan lain-lain.
Tidur Makan Menerima Tamu
Poliklinik Apotik
2. Duplex Apartement
Satu unit hunian terbagi atas
dua lantai dengan sebuah
tangga pribadi. Lantai satu
terdiri dari ruang tamu,
ruang makan, dan dapur.
Lantai dua terdiri dari ruang-
ruang
tidur.
E. Apartemen Berdasarkan Bentuk Denah (De Chiara, 2001 Time Saver Standards For Buiding Type. Mc. Graw Hill)
1. Tower Plan 5. Circular Plan
F. Apartemen Berdasarkan Sirkulasi Horizontal (De Chiara, Joseph 2001. Time Saver Standards For Buiding Type. Mc. Graw Hill)
1. Thru Flat Exterior Corridor 4. Double Loaded Interior Corridor
3. Thru Flat Skip Stop 6. Interior Corridor Split And Flat Combination
3. Apartemen dengan dua kamar tidur (two bedrooms 6. Mewah (penthouse) terdiri dari 5 ruang tidur, ruang makan, ruang
apartement, ± 46,45-92,60 m²). Terdiri dari 2 kamar tidur, duduk, ruang kerja, dapur (lengkap dengan pantry), 3 kamar mandi
ruang duduk, ruang makan, dapur dan kamar mandi. dengan ruang ganti, ruang pelayan, ruang cuci dan gudang.
2. Greenship Building
A. Green Building
Bangunan Hijau atau Green Building, berdasarkan USGBC didefinisikan sebagai perencanaan, perancangan, konstruksi, dan operasi bangunan dengan
beberapa pertimbangan utama, yakni: penggunaan energi, penggunaan air, kualitas lingkungan dalam ruangan, bagian material dan pengaruh bangunan terhadap
site. Istilah bangunan hijau (green building) menurut Charles J. Kibert mengacu pada kualitas dan karakteristik struktur aktual yang dibuat dengan menggunakan
prinsip dan metodologi konstruksi berkelanjutan. Green Building dapat didefinisikan sebagai "desain fasilitas yang sehat dan dibangun dengan cara yang hemat
sumber daya, dengan menggunakan prinsip-prinsip berbasis ekologis”. Dengan demikian, Green Building adalah suatu konsep yang mengacu pada prinsip
keberlanjutan bangunan dan aspek ekologis yang ada pada setiap tahapan sejak tahap perencanaan, perancangan, konstruksi, operasi bangunan dan
pemeliharaannya dengan mempertimbankan berbagai petrimbangan utama yakni penggunaan energi, penggunaan air, kualitas lingkungan dalam, material dan
limbah yang dihasilkan serta pengaruh bangunan terhadap site. Adapun menurut USGBC terdapat 5 elemen Green Building Design, yaitu:
Sustainable Site Design
Water Conservation and Quality
Energy and Environment
Indoor Environmental Quality
Conservation of Material and Resource
Dengan demikian, sebuah bangunan dikatakan sebagai bangunan hijau didasarkan pada beberapa kategori, yakni penggunaan lahan yang berkelanjutan, konservasi
air, konservasi energi, kesehatan dan kenyamanan ruang, serta konservasi sumber daya material. Berangkat dari filosofi sustainable design, green building adalah
konsep bangunan yang memfokuskan pada penghematan lahan, material, energi, air, kualitas udara dan manajemen pengelolaan limbah. Elemen Elemen- elemen
green building antara lain :
Lahan : Pembangunan lahan yang tepat guna tidak menggunakan seluruh lahan yang ada untuk bangunan melainkan menyediakan 30% dari total lahan untuk
daerah resapan.
Material : Material diperoleh secara lokal untuk mengurangi biaya transportasi. Material dipakai menggunakan green specification yang termasuk ke dalam
daftar life cycle analysis seperti energi yang dihasilkan, daya tahan material, minimalisasi limbah, penggunaan kayu bersertifikat, dan kemampuan untuk
dapat didaur ulang.
Energi : Perencanaan dalam pengaturan sirkulasi udara yang optimal untuk mengurangi penggunaan AC dengan cara mengoptimalkan cahaya matahari
sebagai penerangan di siang hari. Green building juga menggunakan tenaga surya dan turbin angin sebagai penghasil listrik alternatif.
Air : Green building mengurangi penggunaan air dengan menggunakan STP (Sewage Treatment Plant) untuk mendaur ulang air dari limbah rumah tangga
sehingga bisa digunakan kembali untuk toilet, penyiraman tanaman dan lainnya. Green building juga menggunakan peralatan penghemat air seperti shower
bertekanan rendah, kran otomatis (self-closing atau spay tubs), dan tanki toilet yang low-flush toilet yang intinya dapat mengatur penggunaan air dalam
bangunan sehemat mungkin.
Udara : Green building menggunakan material dan produk-produk non-toxic yang akan meningkatkan kualitas udara dalam ruangan dan mengurangi tingkat
asma, alergi dan sick building syndrome. Green building menggunakan material yang bebas emisi dan tahan untuk mencegah kelembaban yang menghasilkan
spora dan mikroba lainnya. Kualitas udara dalam ruangan juga harus didukung dengan menggunakan sistem ventilasi yang efektif dan bahan-bahan
pengontrol kelembaban yang memungkinkan bangunan untuk bernapas.
Limbah dan Manajemen Lingkungan : Green building juga meliputi aspek manajemen lingkungan dan pengolahan limbah secara lokal. Beberapa kriteria
desainnya antara lain penggunaan material kayu yang bersertifikat untuk mendukung manajemen pemeliharaan hutan, penggunaan material yang didesain
untuk dapat dibongkar dan dirakit ulang dan didaur/digunakan ulang pada fungsi terakhirnya, penggunaan material dari sumberdaya terbarukan serta
manajemen limbah, baik padat maupun cair yang ramah lingkungan
B. Greenship
GREENSHIP merupakan sistem penilaian yang dikelola oleh GBC Indonesia, digunakan sebagai alat bantu bagi para pelaku industri bangunan, baik
pengusaha, arsitek, teknisi mekanikal elektrikal, desain interior, teknisi bangunan, arsitek lansekap , maupun pelaku lainnya dalam menerapkan best practice dan
mencapai standar terukur yang dapat dipahami oleh khalayak umum. Standar yang ingin dicapai dalam penerapan GREENSHIP adalah terwujudnya suatu konsep
bangunan hijau atau ramah lingkungan (green building) sejak tahap perencanaan, pelaksanaan, hingga pengoperasian dan pemeliharaan. Penulis memilih
GREENSHIP sebagai tolak ukur penilaian dalam penelitian ini, selain karena berasal dari Indonesia, hal ini juga didasarkan pada kategori sistem penilaian yang
dimiliki, yang mencakup hampir keseluruhan aspek lingkungan untuk memenuhi prinsip keberlanjutan suatu bangunan. Adapun 6 kategori tersebut adalah sebagai
berikut.
GREENSHIP diperuntukkan untuk bangunan- bangunan yang memenuhi kelayakan sesuai dengan penggolongannya, yang dibedakan sebagai berikut:
1. Untuk Gedung Terbangun, digunakan GREENSHIP EXISTING BUILDING versi 1.1
2. Untuk Bangunan Baru, digunakan GREENSHIP NEW BUILDING versi 1.2, yang dibedakan dalam tahap Design Recognition dan Final Assessment
3. Untuk Rumah Tinggal, digunakan GREENSHIP HOME versi 1.0
4. Untuk Ruang Dalam, digunakan GREENSHIP INTERIOR SPACE versi 1.0
5. Untuk Kawasan digunakan GREENSHIP NEIGHBORHOOD versi 10 Untuk kawasan, terdapat beberapa kategori yang digunakan yang meliputi:
a. Peningkatan Ekologi Lahan (Land Ecological Enhancement) ,
b. Pergerakan Dan Konektivitas (Movement and Connectivity),
c. Manajemen Dan Konservasi Air (Water Management and Conservation),
d. Limbah Padat Dan Material (Solid Waste anda Material),
e. Strategi Kesejahteraan Masyarakat (Community Wellbeing Strategy),
f. Bangunan Dan Energi (Building and Energy), Serta
g. Inovasi Dan Pengembangan Masa Depan (Innovation and Future Development)
Smart building merupakan sebuah konsep teknologi otomatis pada bangunan yang dapat memberikan kenyamanan dan efisiensi tersebut.Konsep smart
building memiliki nilai investasi awal yang tidak sedikit dan tidak murah, namun tidak sedikit pula manfaat yang dapat diperoleh dengan menerapkan konsep
tersebut. Kenyamanan dan kemudahan yang diberikan konsep smart building merupakan langkah peningkatan layanan bangunan yang dapat diterapkan pada
beberapa elemen bangunan, seperti atap. Di samping itu, penerapan konsep smart building dapat memberikan efisiensi energi bangunan.Konsep ini diterapkan
untuk sistem penerangan bangunan. Sistem penerangan buatan yang dikontrol secara manual menjadi salah satu penyebab pemborosan energi listrik. Kelalaian
pengguna dalam hal switching power dari on ke off seringkali menyebabkan penggunaan energi listrik terbuang percuma.Efisiensi energi listrik dapat diperoleh
dengan mengoptimalkan penggunaan penerangan alami di siang hari dan menggunakan penerangan buatan (lampu) sesuai kebutuhan.Hal ini dilakukan dengan
mengintegrasikan penerangan alami dan penerangan buatan dengan alat kontrol/sensor yang berkonsep smart building, sehingga efisiensi energi pada bangunan
dapat diperoleh.
Smart building sendiri sebenarnya bukanlah hal baru dalam dunia konstruksi atau pembangunan. Smart building system atau mungkin juga biasa disebut
intelligent building system adalah sebuah integrasi teknologi dengan instalasi bangunan yang memungkinkan seluruh perangkat fasilitas gedung dapat dirancang
dan di program sesuai kebutuhan, keinginan, dan kontrol otomatis terpusat. Banyak sekali perbedaan pendapat mengenai pengertian smart building. Untuk itu
dalam bukunya Intelligent Buildings and Automation, Shengwei Wang membaginya ke dalam 3 kategori yang terdiri dari:
a. Performance Based Definitions Dengan mengoptimalkan performa bangunan yang dibuat untuk efisiensi lingkungan dan pada saat itu juga mampu
menggunakan dan mengatur sumber energi bangunan dan meminimalkan life cost perangkat dan utilitas bangunan. Smart building menyediakan efisiensi
tinggi, kenyamanan dan kesesuaian dengan lingkungan dengan mengoptimalkan penerapan struktur, sistem, servis dan manajemen. Smart building juga
harus mampu beradaptasi dan memberikan respon cepat dalam berbagai perubahan kondisi internal maupun external dan dalam menghadapi tuntutan
users.
b. Services Based Definitions Dalam tujuan utamanya bangunan harus mampu menyediakan kualitas servis bagi user. Japanese Intelligent Building Institute (JIBI)
mendefinisikan smart building atau intelligent building adalah sebuah bangunan dengan fungsi servis komunikasi, otomatisasi bangunan dan mampu
menyesuaikan dengan aktivitas user. Di Jepang 4 aspek layanan servis dibagi menjadi 4 sesuai dengan key issue smart building yaitu: 1. Layanan dalam
menerima dan menghubungkan informasi serta mendukung efisiensi control manajemen 2. Menjamin kepuasan dan kenyamanan user yang bekerja atau
berada di dalamnya 3. Merasionalkan manajemen bangunan dalam menyediakan layanan administrasi yang murah. 4. Perubahan yang cepat, fleksibel dan
ekonomis dalam responnya terhadap sosiologi lingkungan,kompleksitas dan bermacam-macamnya tuntutan pekerjaan serta strategi bisnis.
c. System Based Definitions Smart building harus memiliki sebuah teknologi dan sistem teknologi yang digabungkan. Chinese Intelligent Building Design
Standard mengeluarkan standar yang harus dimiliki smart building yaitu menyediakan otomatisasi bangunan, sistem jaringan komunikasi, optimalisasi
integrasi komposisi dalam struktur, sistem, servis, manajemen dalam menyediakan efisiensi tinggi, kenyamanan dan ketenangan bagi users. Dari uraian di
atas dapat disimpulkan bahwa bangunan smart building atau intelligent building haruslah memenuhi aspek-aspek perancangan seperti:
1. Menyediakan informasi dan mengoptimalkan performa building system dan fasilitas.
2. Aktif dalam memonitor dan mendeteksi kesalahan dan kekurangan dalam building systems.
3. Mengintegrasikan system untuk dalam kegiatan bisnis, real time report dan manajemen operasi utilitas, energy dan kenyamanan users.
4. Menggabungkan tools, teknologi, sumber energy dan layanan dalam mengkontribusikan konservasi energy dan sustainability atau keberlanjutan
lingkungan
5.
A. Penerapan Smart Building dalam Bangunan
B.
Dalam smart building melibatkan berbagai instalasi dan penggunaan kecanggihan dan terintegrasi dalam sistem teknologi bangunan. Sistem ini
mencakup otomatisasi bangunan, keamanan, telekomunikasi, sistem pengguna, dan sistem manajemen fasilitas. Smart Building mengenali dan
menunjukkan kemajuan teknologi dan konvergensi sistem bangunan, unsur-unsur umum dari sistem dan fungsionalitas tambahan bahwa sistem telah
terintegrasi. Smart building memberikan tindak lanjut informasi mengenai bangunan atau ruang dalam bangunan untuk memungkinkan pemilik bangunan
atau penghuni mengelola gedung dan ruang. Smart building memberikan pendekatan yang paling efektif dalam mendesain dan dalam membangun system
teknologi. Cara konvensional merancang dan membangun sebuah bangunan namun mengoperasikan sistem secara terpisah. Artinya kurang ada kerjasama
antara semua sub-sistem sehingga sistem yang ada secara keseluruhan menjadi tidak. Lebih jauh dijelaskan pada gambar di bawah ini:
Sumber (https://ejournal.uin-malang.ac.id/index.php/JIA/article/viewFile/2205/pdf)
Smart building mengambil pendekatan yang berbeda dalam merancang sebuah sistem. Pada dasarnya, suatu desain atau koordinat dari seluruh
desain bangunan bersistem teknologi termasuk ke dalam dokumen konstruksi yang terpadu dan konsisten. Dokumen konstruksi menentukan setiap sistem
dan alamat sistem elemen umum atau sebuah integrasi untuk sistem. Ini termasuk kabel, jalur kabel, peralatan kamar, database sistem, dan komunikasi
protokol antar perangkat. Salah satu desain konsolidasi ini kemudian dipasang oleh kontraktor, disebut sebagai Kontraktor Teknologi atau sebagai Master
System Integrator. Proses ini mengurangi inefisiensi dalam proses desain dan konstruksi, menghemat waktu dan uang. Selama operasi bangunan, bangunan
sistem teknologi yang terintegrasi secara horizontal antara semua subsistem maupun vertikal, yang subsistem dalam sistem manajemen fasilitas bisnis
memungkinkan sistem informasi dan data operasi gedung digunakan oleh beberapa individu yang menempati dan mengelola bangunan.
Sumber(https://ejournal.uin-malang.ac.id/index.php/JIA/article/viewFile/2205/pdf)