Anda di halaman 1dari 9

Setia Dalam Pernikahan, Masih Relevankah?

Maleakhi 2:10-16

AT : Berdasarkan Perjanjian kasih karunia Allah kepada umat srael,


seharusnya membawa Yehuda setia dalam perjanjian pernikahan
AT : Kesetiaan Tuhan dalam perjanjianNya, seharusnya mendorong orang
Kristen setia dalam pernikahan Kristen
Tujuan : saya ingin mengajar jemaat bahwa dasar pernikahan Kristen adalah
kesetiaan Allah dalam perjanjianNya untuk menjamin keamanan
hubungan dengan umatNya, sehingga ketika jemaat menghadapi
persoalan pernikahan mereka tetap berkomitmen untuk setia dalam
perjanjian pernikahan Kristen.

Pendahuluan

Suatu kali saya menonton sebuah iklan rokok, sesosok jin tiba-tiba datang kepada
seorang gadis jomblo yang rindu segera mendapatkan kekasih. Sang jin
menawarkan satu permintaan kepada si gadis jomblo itu. Apa permintaan gadis
itu? (tampilkan Video: Iklan rokok djarum 76 minta pasangan setia).

Anjing memang seringkali dipakai untuk melambangkan kesetiaan (loyalitas).


Anjing seringkali kali justru menginspirasi manusia tentang arti kesetiaan. Banyak
film dibuat untuk menunjukkan betapa setianya makhluk yang bernama anjing
ini.

Charles De Gaulle, mantan presiden Prancis mengatakan: semakin banyak saya


mengenal manusia, semakin saya mencintai anjing. Artis Indonesia, Soraya
Haque beberapa hari yang lalu, menuliskan dalam instagram pribadinya:
“sesungguhnya anjing itu memiliki sifat yang baik dan lebih mulia daripada
manusia”

Dengan tidak bermaksud merendahkan manusia, quotes berikut mungkin ada


benarnya: Feed a dog for three days and he will remember you for three years,
feed a human for 3 years and he will forget you in three days (berilah anjing
makan dalam 3 hari, dia akan mengingatmu, setia padamu selama 3 tahun.
Berilah orang makan selama 3 tahun, dia akan segera melupakanmu dalam 3
hari).

Manusia sangat mendambakan kesetiaan karena kesetiaan adalah pengabdian diri


dengan ketabahan sekalipun dalam keadaan yang sulit. Betapa membahagiakan
apabila seorang mempunyai pasangan yang tetap setia berada di sampingmu saat-
saat yang sulit; betapa bahagianya seorang direktur memiliki karyawan yang rela
gajinya dipotong demi menyelamatkan perusahaan; betapa senangnya pedagang,
memiliki pembeli yang selalu kembali membeli dagangannya sekalipun harganya
terpaksa naik; betapa bangganya negara memiliki seorang tentara yang tidak mau
membocorkan rahasia negara sekalipun dibawah siksaan. Manusia senang akan
kesetiaan, tapi kesetiaan bagi manusia menjadi barang mewah yang sangat
langka. Sulit untuk menemukannya.

Mengapa sulit bagi manusia untuk mewujudkan kesetiaan? mengapa manusia


cenderung lebih mudah untuk ingkar janji, lebih mudah untuk berpaling, lebih
mudah untuk berkhianat?

Saudara sebenarnya kesetiaan manusia bisa lebih mulia daripada kesetiaan seekor
anjing. Karena kita adalah ciptaan yang paling mulia dan paling sempurna di
antara semua ciptaan karena kita diciptakan segambar dan serupa dengan Tuhan,
Pencipta kita. Salah satu karakter Tuhan adalah Kesetiaan. Tuhan tetap setia,
selalu setia dan terus akan setia. KesetiaanNya tidak bergantung kepada pihak
luar. Tuhan tetap setia ketika manusia setia, tapi Dia tetap setia sekalipun
manusia mengkhiantainya.Tuhan tetap setia saat situasi baik namun Dia tetap
setia meskipun situasi buruk. Saat Dia menciptakan manusia diperlengkapinya
kita dengan kesetiaan ilahi. Namun sejak dosa masuk dalam hidup manusia, maka
karakter kesetiaan itupun sirna. Sejak itu karakter yang ada dalam diri manusia
adalah berkhianat, ingkar janji, tidak setia karena itulah karakter dosa.

Tak heran orang-orang di sekitar kita bahkan kita sendiri sendiri sulit untuk
menjadi orang yang setia. Sebelum jadi siapa2, baru lulus kuliah, rela mengabdi di
perusahaan yang mau menerima kita apa adanya, tapi beberapa tahun kemudian
setelah memiliki sedikit pengalaman segera membelot ke perusahaan lain.
Seorang anak yang rela menelantarkan orang tuanya, padahal orang tuanya
sedemikian berjuang baginya sampai menjadi anak yang sukses. Mudahnya
seorang meninggalkan gereja yang sudah membawanya mengenal Kristus, dan
segera meninggalkan karena persoalan yang sepele. Mudahnya seorang suami
atau istri meninggalkan pasangannya, dan berpaling kepada yang lain, saat
pasangan sudah mulai tak muda lagi. Ketidaksetiaan sudah merasuki seluruh
manusia, tak terkecuali pada anak-anak Tuhan.

Itulah yang terjadi pada umat Tuhan dalam teks kita. Kesetiaan Tuhan dalam
hidup umat Yehuda justru dibalas dengan pengkhianatan kepada Tuhan.
Bagaimana tidak, 70 tahun bangsa itu ada di daerah pembuangan, jauh dari
kampung halamannya, Tuhanlah yang setia memelihara mereka, membuat
mereka beranak cucu, dan sejahtera. Sekarang Tuhan setia menepati janjiNya
membawa mereka pulang kembali ke negeri asal mereka, dengan sejahtera, tapi
balasannya adalah: pengkhianatan terhadap Tuhan. Pengkhianatan apa?
Pengkhianatan dalam semua bidang kehidupan. Nggak main-main mulai dari
rakyat biasa sampai pemimpin-pemimpin mereka berkhianat. Para imam
(pemimpin2 agama) yang menjadi korup (1:6; 2:9), tak peduli panggilan
keimamannya; ibadah hanyalah kemunafikan (1:7; 2:9); mereka meninggalkan
Tuhan yang benar dan menyembah berhala (2:10-12); mencuri persembahan dan
persepuluhan yang menjadi milik Allah (3:7-12);

Bagaimana dengan jemaat biasa? Hal memprihatinkan terjadi di kalangan jemaat,


apa yang terjadi? Mereka mengkhianati perjanjian pernikahan (2:10-16): mereka
menikah dengan perempuan2 penyembah berhala, bahkan untuk dapat menikahi
perempuan-perempuan kafir mereka rela menceraikan istri mereka yang sah.
Mereka bukan tidak tahu bahwa apa yang mereka lakukan itu salah. Mereka tahu
bahwa mereka tlah melanggar perjanjian dengan Allah. Tapi demi memuaskan
hawa nafsu kedagingan, mereka tidak peduli.

Saudara, bukankah hal yang sama banyak terjadi pada orang-orang Kristen masa
sekarang. Berapa banyak anak-anak muda Kristen yang memutuskan untuk
menikah dengan orang yang tidak percaya Yesus, dengan berbagai alasan. Atas
nama demokrasi, kita sebagi orang tua memberi kebebasan kepada anak-anak kita
untuk menikah dengan siapa saja, tidak lagi peduli dengan perjanjian pernikahan
Kristen. Bagaimana dengan perceraian di kalangan orang Kristen? Tidak kalah
memprihatinkan. Di Indonesia tahun 2018 dilaporkan hampir 420 ribu kasus
perceraian (detiknews) dan tidak sedikit adalah pasangan yang mengaku Kristen.
Seorang peneliti sosial dari Harvard, Shaunti Fieldhann (Grapheministry.org),
melaporkan di Amerika tahun 2014, terjadi kasus perceraian di kalangan orang
Kristen sebanyak 15-20%. Jadi dari 100 pernikahan Kristen 15-20 bercerai. Kalau
melihat kenyataan ini nampaknya tidak ada bedanya antara orang Kristen dan
orang bukan Kristen. Padahal seharusnya sebagai orang yang sudah
diikat oleh perjanjian dengan Kristus, mendorong orang Kristen
untuk setia dalam perjanjian pernikahan Kristen

Tahukah saudara, Ketidaksetiaan pada perjanjian pernikahan Kristen


sama dengan pengkhianatan pada Tuhan, karena itu adalah
pelanggaran perjanjian dengan Tuhan.

Apa sebenarnya perjanjian Tuhan tentang pernikahan Kristen:

I. Bukan tentang aku dan engkau tapi tentang Tuhan


Pernikahan adalah Lembaga yang dibentuk oleh Tuhan. Pernikahan bukan hanya
penyatuan secara fisik tetapi juga secara sipiritual. Ketika Tuhan mendirikan
Lembaga pernikahan ini bukan hanya tentang pria dan wanita, tetapi yang
terutama adalah tentang Tuhan. Apa artinya? Pernikahan adalah tempat
menyembah Tuhan yang benar. Pernikahan menjadi tempat melaksanakan
pekerjaan2 Tuhan, Pernikahan menjadi alat kemuliaan Tuhan. Pernikahan
dimulai oleh Tuhan dan untuk Tuhan.

Jadi sangatlah penting untuk kita ketahui, dengan siapa engkau menikah akan
sangat mempengaruhi siapa Tuhan yang engkau sembah. Yehuda menikahi anak
perempuan allah asing akhirnya mengalami kemerosotan moral dan rohani, ikut
cara hidup kafir dan ikut menyembah ilah dan berhala-berhala mereka:
“Yehuda berkhianat, dan perbuatan keji dilakukan di Israel dan di Yerusalem,
sebab Yehuda telah menajiskan tempat kudus yang dikasihi TUHAN dan telah
menjadi suami anak perempuan allah asing” (11).

Mereka tidak peduli dengan ketetapan yang sudah dibuat Tuhan tentang
pernikahan:
“Janganlah juga engkau kawin-mengawin dengan mereka: anakmu perempuan
janganlah kauberikan kepada anak laki-laki mereka, ataupun anak perempuan
mereka jangan kauambil bagi anakmu laki-laki; 
sebab mereka akan membuat anakmu laki-laki menyimpang dari pada-Ku,
sehingga mereka beribadah kepada allah lain”. (Ul. 7:3,4a)

Tetapi Yehuda, malah sengaja menikahi perempuan asing penyembah berhala,


yang mengakibatkan Tuhan murka dan membuang mereka dari komunitas
umatNya:

“Biarlah Tuhan melenyapkan dari kemah-kemah Yakub segenap orang yang


berbuat demikian, sekalipun ia membawa persembahan kepada TUHAN semesta
alam”. (12)
Mengapa Tuhan sedemikian keras menegur pernikahan campur itu?
Perbuatan itu disebut sebagai: (1) pengkhianatan terhadap Tuhan; (2) Tindakan
yang kekejian yang menjijikkan di mata Tuhan; (3) menajiskan tempat kudus
Tuhan.

Jadi intinya adalah bahwa walaupun kita mengaku mencintai Tuhan dengan
segenap hati dan jiwa dan pikiran dan kekuatan kita, dan kemudian dengan
sengaja memilih untuk menikah dengan orang yang tidak percaya, kita
mencemarkan kekudusan Tuhan. Dengan kata lain menikah dengan orang yang
tidak takut Tuhan, sebenarnya kita sedang mengusir Tuhan Yesus Sang Pencipta
kita, Juruselamat kita dari keluarga kita dan menggantikan ilah lain. Iblislah yang
berkuasa dalam rumah tangga kita. Hasilnya kebinasaan dan kehancuran.

Mungkin engkau berkata: aku cukup kuat iman, tidak akan terpengaruh bahkan
aku bisa membawanya menjadi orang Kristen, hati-hati itu adalah tipuan iblis.
Betul ada pernikahan campur, yang kemudian membawa pasangan menjadi orang
Kristen, Tapi catat baik2, Kalaupun ada itu hanya 1 dari 1 juta pernikahan.
Kenyataannya justru anak-anak Tuhan yang terseret mengikuti ilah asing karena
pernikahan.

Saudara Salomo menjadi contoh yang sangat baik untuk mengingatkan kita (1 Rj
11:1-13). Allah sudah mengingatkan Salomo agar jangan menikahi perempuan-
perempuan kafir. Tapi Salomo tidak mengindahkannya. Salomo terlalu percaya
diri pada imannya. Dia mungkin berpikir, kakekku Isai sudah membawaku kepada
Tuhan yang benar, Ayahku Daud apalagi, tidak ada ketentuan Taurat yang tidak
diajarkannya kepadaku. Tuhan juga sangat menyayangiku, dari semua saudaraku
akulah yang diangkat menjadi Raja. Nggak mungkin aku berpaling dari Tuhan
Israel. Tapi apa yang terjadi saudara? :
“sebab pada waktu Salomo sudah tua, isteri-iastrinya itu mencondongkan hatinya
kepada allah-allah lain, sehingga ia tidak sepenuh hati berpaut pada TUHAN
Allahnya, seperti Daud Ayahnya. Demikianlah Salomo mengikuti Asytoret, dewi
orang Sidon, dan mengikuti Milkom, Dewa kejijikan sembahan orang Amon”
(4,5).

Saudara, saya banyak menjumpai dulunya adalah anak-anak Tuhan yang


sungguh, guru Sekolah Minggu yang setia, mahasiswa seminari bahkan Hamba
Tuhan yang akhirnya meninggalkan Tuhan Yesus karena pernikahan dengan
orang yang tidak percaya.

Saudara pernikahan, bukanlah soal penyatuan fisik tapi spiritual. Jangan biarkan
Tuhan Yesus terusir dari rumah kita karena pernikahan. Hai anak muda, semahal
apapun harganya pastikan calon pasanganmu adalah orang yang percaya Tuhan
Yesus. Bagi yang sudah terlanjur menikah dengan orang tidak percaya, teruslah
berdoa untuk pasanganmu agar diapun mengikut Tuhan, sambil dirimu sendiri
bertekun dalam iman kepada Tuhan Yesus. Jangan lengah.

II. Bukan tentang cinta sesaat tapi kasih tak berkesudahan

Saudara, suatu kali saya membaca berita seorang tokoh agama seberang
menceraikan istrinya dengan alasan tak jelas. Lalu seperti biasa di halaman
komentar banyak yang memberikan komentar miring akan hal itu Yang menarik,
ada juga orang Kristen yang memberikan komentar yang sama, tetapi langsung
diserbu “jangan ikut campur, aturan agamamu ga berlaku bagi kami”.

Saudara, memang ajaran Kristen yang melarang perceraian mungkin menjadi


salah satu “ajaran unggul” dari banyak ajaran lainnya, sampai2 agama lainpun
tahu ttg hal itu. Tapi kalau orang Kristen ditanya mengapa tidak boleh bercerai.
Biasanya jawaban kita: apa yang disatukan Allah tidak boleh diceraikan manusia.
Atau kita akan menjawab: “pokoknya itu aturan dari Tuhan”. Jawaban yang
sangat dogmatis. Artinya sepertinya aturan itu hanya sampai di otak kita, hanya
aturan yang mati, ga sampai di hati. Nggak heran ketika terjebak dalam persoalan
real pernikahan, ga sedikit orang Kristen memilih untuk bercerai.

Tapi tahukah mengapa Tuhan melarang perceraian? Bahkan secara tegas Tuhan
membenci perceraian: “Sebab Aku membenci perceraian, Firman Tuhan, Allah
Israel “ (16a) Bukan saja karena Dia yang mendirikan pernikahan, tapi pernikahan
menjadi satu-satunya lambang yang dipilih Tuhan untuk menunjukkan
kesetiaanNya kepada umatNya. Dirinya sebagai suami dan umatNya sebagai
istrinya.

Untuk memastikan kesetiaanNya, Tuhan membuat perjanjian. Perjanjian apa?


Perjanjian Allah dan Abraham. Kejadian 15:9-21 menunjukkannya bagi kita:
ketika Abraham meminta tanda kepada Tuhan bahwa Tuhan pasti akan menepati
janjinya. Maka Tuhan memerintahkan Abraham untuk mengambil seekor sapi,
kambing, domba jantan, burung tekukur dan merpati. Lalu Abraham diminta
memotong hewan2 itu menjadi dua (kecuali burung). Dan menempatkannya
sebelah menyebelah, sehingga seseorang dapat berjalan di antara potongan2 itu.
Apa artinya. Kematian hewan2 itu menunjukkan komitmen dua pihak untuk setia
pada kesepakatan. Dan siapa yang berjalan di antara potongan2 itu,
melambangkan kesediaan orang itu untuk dibunuh dan dipotong jika dia tidak
setia pada perjanjiannya.

Dan Tuhan tidak menyuruh Abraham yag lewat di tengah-tengah itu. Tapi Dia
sendirilah yag lewat (17) “Ketika matahari terbenam, dan hari menjadi gelap,
maka kelihatanlah perapian yang berasap beserta suluh yang berapi lewat di
antara potongan-potongan itu. Mengapa demikian? Perjanjian ini tidak setara,
antara Tuhan dan Abraham. Maka Tuhan berjanji demi dirinya sendiri, karena
tidak ada lagi yang lebih tinggi dari diriNya. Dialah yang melewati, karena hanya
dialah yang bisa setia, Tuhan tetap setia. Bagaimana kalau Abraham tidak setia?
Tuhan tetap setia.
Kenyataannya Abraham dan keturunannya banyak kali berlaku khianat terhadap
Tuhan. Apakah Tuhan menceraikan mereka? Tidak Tuhan tetap memegang
perjanjianNya. Mengapa? Karena hanya hidup Bersama Tuhanlah umatNya itu
akan mengalami kebahagiaan yang sejati.

Inilah lambang pernikahan, bukan cinta yang sesaat, tapi kasih tanpa syarat, kasih
yang tidak berkesudahan.

Perjanjian Antara Allah dan Abraham tidak pernah berakhir, bahkan dibarui
dalam diri Tuhan Yesus Kristus. Kali ini bukan dengan korban hewan tapi dengan
tubuhnya dan darahNya sendiri. Yesus membuat perjanjian yang baru:
“Demikianlah dibuatNya dengan cawan sesudah makan; Ia berkata: “Cawan ini
adalah Perjanjian Baru oleh darahku, yang ditumpahkan bagi kamu” (Luk.22:20).
Artinya apa? Kitalah seharusnya yang mati, karena kita pasti tidak setia. Tapi
Yesus yang menanggungnya untuk memastikan bahwa perjanjian itu akan tetap
belaku utuk selamanya. Karena Dia sudah membayar harganya yaitu darahNya
sendiri.

Begitu berharganya kita dalam pandangan Tuhan. Dia tidak akan pernah
menceraikan kita. Mengapa? Karena Yesus tahu hanya dengan hidup bersamaNya
kita megalami kebahagiaan yang sejati.

Itulah sebenarnya hakikat pernikahan Kristen. Kita sudah menerima kasih yang
tidak berkesudahan itu, tinggal dalam sumber kasih itu, kasih itu seperti sumber
mata air bagi orang Kristen yang mengalir tidak pernah berhenti sepanjang
pernikahan.

Saya berjanji mengasihimu suka maupun duka, kelimpahan maupun kekurangan;


sehat ataupun sakit.

Kalau melihat janji sebelah kiri mudah bagi kita untuk tetap menjaga perjanjian
pernikahan. Tapi bagaimana yag sebelah kanan: mengasihi dalam duka,
kekurangan dan sakit? Sulit.

Tapi jika Kasih Yesus sungguh tinggal di dalam dirimu dan diriku, maka kasih
itulah yang memampukan kita menghormati seorang suami sekalipun dia adalah
suami yang udah nggak mau kerja lagi dan nyusahin keluarga, mampu mengasihi
seorang istri sekalipun udah beberapa tahun istrimu sakit dan tidak mampu
melayanimu lagi. Mampu untuk mengampuni seorang suami atau istri yang
berulangkali melakukan perbuatan yang sangat melukai hati kita.
Ilustrasi

Seorang suami mengisahkan perjalanan pernikahannya yang ga mudah


(RibutRukun.net:)

Keluarga saya adalah keluarga Kristen yang sangat berbahagia. Sebagai suami
saya seorang rela banting tulang, kerja keras demi kesejahteraan keluarga, istri
saya ibu rumah tangga yang setiap hari mengurusi rumah tangga kami dengan
baik. Kami dikaruniai 2 anak.

Seiring dengan semakin berkembangnya usaha, saya menjadi sering keluar kota.
Tanpa saya sadari perhatian kepada istri menjadi berkurang. Berulangkali istri
saya mengeluh kesepian: “pa, kamu sekarang sering pergi aku kesepian”. Saya
malah berkata: “manja banget, ada dua anak kok kesepian”. Saya nggak sadar
bahwa istri saya serius dengan apa yang dia katakan sampai suatu kali ketika saya
pulang kerja, saya mendapati istri saya pergi dari rumah. Pergi meninggalkan 2
anak yang masih kecil2.

Saya kebingungan mencarinya. Waktu itu belum ada hp seperti sekarang. Saya
mencoba menghubungi semua teman2nya tapi ga ada yang tahu. Saya lapor polisi,
nihil. Anak-anakpun kebingungan, mengapa mama menghilang.

Sampai beberapa bulan kemudian saya mendengar kabar, istri saya hidup
bersama dengan mantan karyawan saya. Saya kaget dan segera menuju ke kota
itu. Saya melihat sendiri, mereka tinggal besama…hancurrr hati saya. Saya pulang
dengan hati yang sangat terluka dan langsung berpikir untuk menceraikannya.
Segera saya hubungi laywer untuk mengurus perceraian saya.

Saya pulang ke rumah dan bercerita pada anak-anak saya yang masih kecil.
Mereka menangis. Hati saya tambah berantakan, niat saya semakin bulat, cerai!
Orang yang tidak setia tak layak dikasihi.

Namun 3 bulan kemudian, ketika saya sedang getol2nya mengurus perceraian,


tiba2 istri saya kembali ke rumah. Saya kaget setengah mati.

Istri saya pulang, karena selingkuhannya meninggalkannya. Ia ga tahu lagi harus


kemana. Dengan tertunduk, dia membawa barang2nya ke kamar pembantu yang
kosong, karena merasa tidak layak lagi masuk ke kamar kami.
Saya marah dan jijik padanya. Saya tambah jijik lagi setelah melihat perutnya
membesar. Ia pulang bukan saja membawa dirinya, tetapi anak dalam
kandungannya, hasil perselingkuhan. Saya ingin mengusirnya, tetapi saya melihat
anak-anak saya justru sangat gembira melihat mamanya pulang. Saya bingung
harus bagaimana.

Saya semakin jarang pulang, saya gunakan semua waktu untuk bekerja,bekerja,
bekerja. Saya menghidari pulang ke rumah. Saya hanya pulang kalau anak-anak
cari saya melalui sekretraris saya. Saya betul2 tak berdaya.

Istri tak banyak mengajak saya bicara. Dia melakukan tugas rumah tangga seperti
dulu. Malam hari, ia kembali ke kamar pembantu. Berulangkali anak-anak tanya
“kok mama tidur di situ? Saya ga mampu menjawabnya.

Dalam kebingungan saya mencoba berkonsultasi dengan banyak orang. Ada yang
ngusulin: usir saja. Ada juga yang ngusulin untuk menerima istri dan
membiarkannya seperti pembantu. Sampai akhirnya saya berkonsultasi dengan
seorang Hamba Tuhan. Komentarnya singkat: “istrimu jadi seperti itu bukan
murni kesalahannya. Ada andilmu juga sebagai suami. Istrimu sudah membayar
dengan penderitaannya selama ini. Bagaimana kamu membayar kesalahanmu itu?

Setelah merenungkan jawaban itu, saya berdoa dan berpuasa bbp hari, sampai
akhirnya saya mengambil kesimpulan saya harus menerima kembali istri,
Bersama anak dalam kandungannya. Saya mengajak istri saya berbicara empat
mata. Sambil menangis, ia meminta maaf, yang menurut saya tidak perlu karena
sudah ia tunjukkan sejak pulang. Dan sayapun meminta maaf kepadanya. Kami
memulai hidup baru lagi, berjuang mempertahankan perjanjian pernikahan.

Saudara, syukur pasangan ini berubah, tapi mungkin ketika kita berusaha
mempertahankan perjanjian pernikahan, suami atau istri tidak berubah. Bukan
itu tujuannya. Kalau berubah syukur tapi kalaupun tidak berjuanglah setidaknya
dari pihak kita untuk tetap setia terhadap perikahan, lihatlah dari cara pandang
yang baru, sekarang di dalam Kristus, lihatlah pernikahan kita sebagai ladang
pelayanan kita kepada Kritus. Kita mau menjadi tangan Tuhan Yesus menyatakan
kasihNya kepada suami atau istri kita. Kita mau menjadi hati Tuhan Yesus untuk
mengampuni suami atau istri kita. Mudah2an melalui pelayanan kita suami atau
istri pun menerima Tuhan Yesus.

Saudara, mungkin sebagian dari kita pernah bercerai. Mengalami pernikahan


yang berantakan, jangan kecil hati, hari ini Tuhan Yesus memanggilmu untuk
datang kepadaNya, datanglah dan akui segala kesalahan masa lalumu, baruilah
lagi hidupmu, maju bersama dengan Tuhan Yesus dalam keluarga yang ada saat
ini. Tuhan Yesus dapat memulihkanmu, dan memberkati keluargamu lagi. Amin.

Anda mungkin juga menyukai