Anda di halaman 1dari 56

1

OPERA ULAR PUTIH


d/h Ouw Pek Coa

Sebuah Lakon versi


(Pertama dimainkan TEATER KOMA, April 1994, di Graha Bhakti Budaya-TIM)

PARA PELAKU :

NAMA-NAMA YANG DIKENAL SELAMA INI : NAMA DALAM LAKON INI :

01. PEKCOA/TIN NIO/Bai Su-Zhen - TINIO


02. HEKCOA/SIAUW CENG/Xiao Qing - SIOCING
03. KHOUW HAN BUN/Khouw Sian/Xu Xian - KOHANBUN

04. PAI HAI/Hoat Hay Siansu/Fai Hai - BAHAI

05. KHOUW KIAUW YONG/


kakak perempuan Han Bun - KOKIYONG
06. LIE KONG HOE/
suami Kiauw Yong - LIKONGHU

07. Siang Ie Ya/Wufudadi/Dewa Selatan - WUFU


08. Bangau Putih - DEWI BANGAU
09. Peramal, murid Pahai/Gouwei - GOWI
10. Dalang - DALANG

11. Tukang Perahu - ACANG


12. Setan Lima Penjuru Angin - WO, WI, WU, WE, WA
13. Tiga Pengikut Gouwei/Polisi-1,2,3 - ASENG, AHENG, AMENG

14. Para Perawan Penjaga Rumput Sakti - DEWI-1, DEWI-2


15. Siluman Ikan, Siluman Kepiting -
16. Lima Jendral -
17. Pengemis di kuil -

18. Guanyin/Kwan Im - DEWI WELAS ASIH

PARA PENDETA KUIL EMAS


PARA SILUMAN
PARA PELANCONG DI SEPUTAR DANAU
PARA PENGEMIS
PARA PEMAIN WAYANG POTEHI
ORANG YANG YANG MEMEGANG LAMPION
ORANG-ORANG DI KERAMAIAN PEHCUN

PEMBUKA
LANGIT.

2
(LANGIT BERGEJOLAK. MEGA-MEGA GELISAH. REMBULAN DAN GEMINTANG GEMETARAN. MATAHARI
SEMBUNYI. BUMI RESAH. AWAN-AWAN BERPUTARAN DAN ANGIN KEBINGUNGAN. ALAM SEMESTA
BERGUNCANG. PASUKAN ELIT LANGIT DI BAWAH PIMPINAN BAHAI TENGAH BERIKRAR)

BUMI LANGIT BERSIH

Bumi harus bersih


Langit harus suci

Menggebrak jagat, menggoreng setan


Dengan topan badai dan banjir
Mencuci langit, menggusah siluman
Dengan geledek dan cakar petir

Dewa-Dewi pemilik semesta


Penguasa abadi alam raya
Tahta Langit tabu dibantah
Mahluk bumi cuma debu semata

Ada Lima Jalan Utama


Agar jauh dari sengsara
Dan bisa membuka surga:
Satu, cintailah sesama
Junjung tinggi kebenaran
Wajib punya kesusilaan
Yang ke-empat, bijaksana
Dan lima, dapat dipercaya

Waspada kepada siluman


Yang cuma punya benci
Memainkan kekuasaan
Intrik taktik politik

Bumi harus bersih


Langit harus suci
Dan Tahta Dewa-Dewi
Selamanya, abadi !!!

LANGIT BERUBAH
1
LANGIT.

(WUFU, SANG DEWA SELATAN TURUN DARI LANGIT PALING ATAS)

(BAHAI BERLUTUT, MENERIMA ’SK PEMBASMI SILUMAN’ DARI WUFU, SANG DEWA SELATAN. SEMACAM
UPACARA PENGANGKATAN PEJABAT LANGIT. LINGKARAN CAHAYA DARI ATAS, MENYOROT KEPADA
MEREKA BERDUA. DAN DI BUMI, SEJUTA LAMPION BERGERAK PERLAHAN MENGIKUTI ALIRAN SUNGAI.
BERGERAK KE HILIR, PERLAHAN, SAMPAI SEMUA LAMPION LENYAP)

BAHAI : Hamba akan patuh dan melaksanakan tugas mulia yang Paduka bebankan
ke pundak hamba. Kepercayaan Paduka merupakan kehormatan yang
wajib hamba junjung tinggi-tinggi. SK ini adalah jimat yang akan hamba
jaga dengan taruhan nyawa.

Hamba bersumpah, demi kemuliaan langit dan kehormatan Dewa-Dewa;


sejak saat ini tak akan ada sesosok siluman pun yang bisa lepas dari mata
hamba. Ibarat rumput, semua akan hamba basmi sampai ke akar-akarnya.

3
(MELANTUNKAN IKRAR DALAM NYANYIAN)

Bumi harus bersih


Langit harus suci

Bumi, rumah bagi manusia


Sumber daya patut dijaga

Kerak magma, gorong-gorong lautan


Wadah paling pas bagi siluman

Langit suci lapis tiga-tiga


Milik abadi Para Dewi dan Dewa

Siapa ingkar, mati hukumannya!

Sejak saat ini, akan hamba tingkatkan siskamling langit, agar tidak terjadi
penerobosan gelap yang bisa membahayakan tahta Dewa-Dewa.

WUFU : Bagus. Bagus. Puas aku.Ya?


(TERBANG KEMBALI KE LANGIT)

LAMPU BERUBAH

2
SUDUT-SUDUT BUMI YANG JOROK.

(SUDUT-SUDUT BUMI YANG JOROK DAN KELAM, YANG BAU DAN SUMPEK. KELUHAN SELURUH
PENGEMIS DAN ORANG MISKIN DI DUNIA)

NYANYIAN KAUM MELATA

(Nafkah, nafkah, limpahi kami berkah)


(Nafkah, nafkah, limpahi kami berkah)

Melata, kami melata


Merayap seperti ular
Takut dan diburu-buru
Sembunyi di balik batu-batu

Masa lalu mengejar


Masa depan membakar
Lari dan sembunyi
Dari bencana nasib

(Nafkah, nafkah, limpahi kami berkah)


(Nafkah, nafkah, limpahi kami berkah)

Beri kami nurani


Jangan beri benci
Beri kami kasih
Jangan beri belati
Beri kami nasi
Jangan beri kami tai
Beri kami matahari
Jangan beri janji-janji
Beri kami harga
Jangan beri tipu daya
Beri kami kesempatan

4
Jangan beri umpatan
Beri kami bunga
Jangan beri dusta
Beri kami cinta
Jangan beri luka

Merdeka!
(MENANGIS)
Merdeka. Merdeka ..

LAMPU BERUBAH

3
RUMAH LIKONGHU. PAGI.

(KOKIYONG DAN LIKONGHU TENGAH MEMBICARAKAN HANBUN)

KOKIYONG : Omong kosong itu merdeka. Mana ada seratus persen merdeka? Nyatanya
kita semua masih bergantung kepada banyak pihak. Kita ini ’kan cuma
wayang, yang patuh saja dikendalikan dengan ketat oleh ..

LIKONGHU : Hush .. hush .. jangan keceplosan, bahaya ..

KOKIYONG : Ya, ya, aku tidak akan “slip of the tongue”. Jangan kuatir. Hanbun jelas
masih bergantung kepada kita.

LIKONGHU : Ya, tapi rejeki, kematian dan jodoh adalah urusan para dewa. Jangan paksa
Hanbun menikah, kalau jodoh belum ketemu. Maksudku, dia merdeka
menentukan pilihan jodohnya sendiri.

KOKIYONG : Tapi umur sudah cukup, pekerjaan punya dan masa depannya tidak jelek-
jelek amat. Lagian aku sudah ingin menimang keponakan.

LIKONGHU : Oo, kalau maumu begitu, itu soal lain. Merawat adikmu dari sejak kecil,
membuat kamu sering bersikap sebagai ibunya. Diteteki melulu ...

KOKIYONG : Apa salah?

LIKONGHU : Sekali-sekali kek, kita lepas biar dia bisa mandiri.

KOKIYONG : Kami cuma tinggal berdua. Garis keturunan keluarga harus berlanjut, dan
hanya pada Hanbun harapan itu dibebankan. Apa harus menunggu sampai
dia tua?

LIKONGHU : Ya, tidak. Serahkan saja pada Hanbun. Aku yakin dia juga pasti sudah
berfikir ke arah situ. Cuma, siapa calon isterinya, itu yang jadi soal.

KOKIYONG : Kan kita bisa sewa mak comblang. Banyak perawan di desa kita, pasti ada
satu yang sedia jadi isteri adikku itu. Hanbun kuat, anaknya pasti bisa
banyak.

LIKONGHU : Sstt.. sstt ..jangan omong lagi. Dia ke mari..

(HANBUN MASUK. DIA MEMAKAI PAKAIAN BEPERGIAN)


HANBUN : Saya sudah siap. Pamit dulu.

KOKIYONG : Tidak ada yang dilupa? Alat-alat untuk membersihkan makam? Kertas
kuning, kembang, sesajian, buku doa?

5
HANBUN : Ada. Semuanya ada. Mungkin saya pulang sore. Sehabis ziarah mau jalan-
jalan dulu di pinggir danau. Lihat-lihat orang pesiar.

KOKIYONG : (MENGGEBU)
Ya, ya, siapa tahu ...
LIKONGHU : Kiyong ..

KOKIYONG : (MENGHELA NAPAS)


Ah, kalau ayah dan ibu masih hidup, pasti bangga lihat kamu. Sudah
begini besar, tekun bekerja dan bakti kepada leluhur. Sayang mereka
sudah buru-buru pergi dipanggil Dewa, sebelum sempat menimang cucu ..

LIKONGHU : Kokiyong ..

KOKIYONG : (MENGUSAP AIR MATA)


Ya, sudah, sudah. Pergilah. Boleh jalan-jalan, tapi jangan pulang terlalu
malam. Kirim doa dari aku dan Konghu.

HANBUN : Baik. Pergi dulu. (PERGI)

KOKIYONG : Syukur dia mau pesiar di danau. Banyak pemandangan, banyak pelancong
perawan, kemudian satu dipilih, lalu hidupnya akan menjadi lebih lengkap.

LIKONGHU : Asal jangan salah pilih. Amit-amit, hidup bukannya lebih lengkap malah
jadi neraka jahanam.

KOKIYONG : Dewa memutuskan, tapi manusia tak putus berusaha.

LIKONGHU : Heran, omonganmu jadi seperti kotbah pendeta.

LAMPU BERUBAH

(MUSIK DARI LANGIT)


(TARIAN AWAN-AWAN BERGERAK)

4
LANGIT LUAS.

(SILUMAN ULAR PUTIH DAN ULAR HITAM, BERDEBAT DI LANGIT)

HITAM : Untuk apa jadi manusia? Apa ada gunanya? Takdir sudah memutuskan,
hanya sengsara yang harus mereka terima. Lebih nikmat jadi siluman. Bisa
bebas terbang ke mana suka. Bergerak mengikuti putaran alam, dan
jangan melawan. Hanya itu tugas kita. Dan kita bisa hidup hingga akhir
zaman.

PUTIH : Adikku, kita hanya sekedar bergerak. Karena hukum alam. Karena
peranan. Itulah soalnya. Kita ini salah satu jenis sampah alam. Sekedar
ada. Tak berdaya menyatakan sesuatu yang berbeda. Tak sanggup bilang
tidak, tak sanggup menolak. Apa itu yang kau sebut, bebas?

Tapi coba perhatikan manusia. Mereka punya kemampuan untuk


menentukan masa depan sendiri. Mereka memiliki kehendak, perasaan,
cita-cita, impian, dan cinta. Dalam banyak hal mereka adalah mahluk
terpilih, dan jauh lebih mulia dari kita.

HITAM : Justru itu. Inilah yang jadi topik utama dalam setiap seminar berkala kaum
siluman : “Apakah Kita Harus Jadi Manusia”?

6
Dan jawabannya selalu : tidak, tidak, tidak!

Kehendak, mencipta keserakahan


Perasaan, berujung kepedihan
Cita-cita, awal kebodohan
Jika dibarengi kepongahan
Akhirnya, cuma kehancuran!
Untuk apa punya impian
Jika tidak jadi kenyataan?
Dan cinta, cinta, cinta?
Cinta cuma mainan para budak
Merana dengan sejuta dalih
Lalu nyeri dan hati perih
Cuma itu takdir manusia!

Mereka juga cuma wayang. Tak jauh beda dengan kita. Kakakku yang lugu,
masih tetap ingin jadi manusia?

PUTIH : Ya.Kenapa?

HITAM : Aduh, bagaimana? Bandel sekali ..

PUTIH : Sekarang kutanya : untuk apa kamu bertapa sampai 500 tahun? Apa yang
hendak kamu minta kepada Dewa-Dewa?

HITAM : Ya .. terus terang aku tidak tahu. Mungkin .. aku ..

PUTIH : .. memang tidak tahu ...

HITAM : Kakak sendiri, sudi bertapa sampai 1000 tahun, untuk apa? Apa coba,
yang dicari?

PUTIH : Pintaku kepada Dewa, berkali-kali, jadikan aku manusia. Aku hanya ingin
berbuat kebaikan kepada mereka. Dan kelihatannya, permintaanku mulai
dikabulkan. Apa pun yang kurasakan sekarang, apa pun yang kulakukan,
aku merasakan dan melakukannya, sudah seperti manusia.

Aku bisa gembira


Aku bisa bahagia
Aku bisa marah dan kecewa
Aku bisa mencinta
Aku bisa sedih, menangis ..
Aku punya rasa, punya cita-cita.

HITAM : Gawat.

PUTIH : Nikmat.

HITAM : Lalu apa untungnya?

PUTIH : Mungkin besok atau lusa, aku bukan siluman lagi.

HITAM : Dan aku?

PUTIH : Kamu bisa memilih. Tetap seperti sekarang, atau mengikuti jejakku.

HITAM : Aku ingin tetap jadi siluman ular hitam! Itu karma-ku. Aku cuma ingin
sekali-sekali saja jadi manusia, untuk membuktikan aku punya kelebihan.
Tapi aku, selalu, tak pernah punya pilihan selain pergi ke mana kakak
pergi. Sehidup semati. Benci, benci. Apa boleh buat ..

7
PUTIH : Kamu memang adikku yang sejati.

HITAM : Tunggu, kalau kita manusia, tentu harus punya nama.

PUTIH : Sudah kupikirkan. Namaku Pektinio. Tapi panggil saja Tinio. Dan kamu,
Siocing. Kita akan tetap jadi kakak beradik yang yatim piatu. Lalu, kita
akan melancong ke mana-mana. Atau menetap di daerah yang paling
indah.

(MENDADAK TERDENGAR PELUIT PANJANG DIBUNYIKAN. TINIO DAN


SIOCING KAGET. LANGIT SEKETIKA BERUBAH SUASANANYA. KALAU DI
BUMI, YA SEMACAM RAZIA DI JALAN-JALAN RAYA. POLISI-POLISI LANGIT
BERKELIARAN)

HITAM : Apa ini?

ASENG : Operasi justisi.

AHENG : KTP! KTP!

HITAM : Apa? KTP apa?

AHENG : KTP Anda! Aidi Kardd-deh!

HITAM : Untuk apa?

AMENG : Ya, untuk diperiksa. Masa untuk dimakan?

HITAM : Kami ..

PUTIH : Siocing, berikan saja! Ini, punyaku!

(HITAM DIAM. DIA BERIKAN KTP MILIKNYA DAN JUGA MILIK PUTIH. AHENG
MEMERIKSANYA)

AHENG : (KAGET)
Sudah saya duga. Mereka!

ASENG : Bagaimana? Siapa mereka?

AHENG : Mereka!

HITAM : Ya. Apa? Kami apa?

AMENG : Siluman. Mereka berdua siluman.

HITAM : Lalu? Apa salahnya? Kami memang siluman. Di dalam KTP itu jelas
terbaca. Saya, Siluman Ular Hitam, dan kakak saya ini Siluman Ular Putih.
Terus kenapa?

AHENG : Ya. Begitu. Seperti pengakuan mereka itu! Persis.

ASENG : Coba lihat!

(MENGAMBIL KTP. MEMERIKSANYA. LALU MENELITI KEDUA WANITA ITU.


KEMUDIAN BERSIAGA. MEMBUNYIKAN PELUIT. POLISI-POLISI LAIN SEGERA
MENGEPUNG)

ASENG : Bereskan mereka!

HITAM : Bereskan bagaimana?

8
ASENG : Fatal. Kamu berdua sudah melanggar aturan, melakukan kesalahan
fatal. Langit di mana saja, hanya boleh bagi Dewa-dewa dan para pendita
setengah dewa. Dan jelas verboden bagi para siluman serta sejenisnya.
Faham?

HITAM : Tidak. Kapan aturan itu dibikin? Kami tak pernah dengar. Sejak ribuan
tahun lalu, langit kawasan ini sudah jadi tempat kami tamasya.

AHENG : Sekarang tidak boleh lagi. Ada UU-nya. Ada SK-nya.

HITAM : Kenapa? Kami juga menyembah Dewa-dewa.

HITAM : Kalian ini siapa? Mendadak cengegesan melarang ini itu? Selama ini belum
pernah dengar para dewa melarang ini itu.

AMENG : Apa ditunggu? Kata-kata semakin banyak berhamburan. Ini bukan


pengadilan, tapi razia. Tilang! Cekal!

ASENG : Bereskan! Basmi! Bikin mampus!

AMENG : Repot amat. Cuma dua siluman tante-tante. Hajar!

HITAM : (MARAH. SIAP MELAWAN)


Sial. Sombong sekali.

PUTIH : Hitam, sabar. Dinginkan hati yang panas.

HITAM : Masa bodo. Hati sudah terlanjur panas menyala-nyala..

(HITAM DIKEROYOK PARA POLISI LANGIT. PUTIH TERPAKSA MEMBANTU)

PUTIH : Hitam, hati-hati. Jangan sampai mereka terluka.

HITAM : Kalau aku yang terluka, bagaimana? Mereka yang duluan cari perkara,
bukan kita.

PUTIH : Pokoknya, jangan sampai ada yang cedera ..

(TAPI HITAM TAK MAU DENGAR. DIA MENGHAJAR SEMUA PENGEROYOKNYA


TANPA AMPUN. ASENG, AHENG & AMENG JATUH TUNGGANG-LANGGANG.
POLISI-POLISI LAIN, MENGURUNG)

ASENG : Huaduuuhh .. panas. Ilmu apa ini? Fffffaanassss ..

AHENG - AMENG : Tolong, aku juga panaasss-dingin ... tolong ..

(PADA SAAT ITU, BAHAI MELUNCUR DARI LANGIT SELATAN BERMAKSUD


MEMBANTU PARA APARATNYA)

BAHAI : Aseng, Aheng, Ameng, minggir kalian!! Minggir semua!

(PERKELAHIAN BERHENTI. BAHAI BERHADAPAN DENGAN HITAM DAN


PUTIH. KEDUA PIHAK BERSIAGA. NAMPAKNYA PERTEMPURAN SERU BAKAL
TAK TERHINDARKAN)

BAHAI : Mengapa berani melanggar aturan?

HITAM : Aturan apa? Aturan yang mana?

9
BAHAI : Manusia harus di bumi. Siluman tinggal di kerak magma dan langit sampai
lapis ke-33 hanya terbuka bagi para dewa. Pelanggaran ini bisa dianggap
sebagai subversi.

PUTIH : (PUTIH MENCEGAH HITAM BERTINDAK LEBIH NGAWUR)


Maafkan kelancangan kami, tuan. Kalau memang begitu aturannya, kami
akan segera menyingkir. Maafkan, karena kami sungguh-sungguh tidak
tahu.

BAHAI : Setiap pelanggaran pasti ada dendanya. Kelancangan, baik disengaja


ataupun tanpa rencana, tetap merupakan kesalahan. Jika semua
kesalahan hanya ditutup dengan kata maaf, lalu dilupakan, sementara
korban sudah terlanjur berjatuhan, apa jadinya dunia. Di mana harga
kewibawaan dewa-dewa? Kalian sudah tahu, hukuman akibat kelancangan
ini cuma satu : mati!

PUTIH : Tapi tuan, apa tidak ada kekecualian bagi yang tidak tahu?
Tindakan ini kami lakukan tanpa sengaja.

BAHAI : Mati!

ASENG : Mati!

AHENG - AMENG : Mati!

SEMUA : Mati! Mati! Mati!

MUSIK

(BERULANG-ULANG KATA ’MATI’ DISEBUTKAN DALAM IRAMA STAKATO, SEHINGGA BUNYI KATA ITU
MENJADI SEPERTI DERU PUKULAN GENDERANG KEMATIAN BAGI PUTIH DAN HITAM)

(BAHAI BERPUTARAN, BERHADAPAN DENGAN HITAM DAN PUTIH YANG JUGA BERPUTARAN. MEREKA
BAGAI AYAM ADUAN. DALAM LINGKARAN PARA POLISI YANG MENGURUNG)

(PADA SAAT ITU, SEBERKAS CAHAYA GEMILANG MELUNCUR DARI LANGIT. DAN KETIKA SAMPAI KE
HADAPAN DUA PIHAK YANG HENDAK BERTEMPUR, CAHAYA ITU BERUBAH MENJADI SOSOK WUFU,
SANG DEWA PENGUASA LANGIT SELATAN)

WUFU : Stop! Tunggu! Berhenti dulu! Jangan berkelahi dulu! Aduh, aduh, untung
saya segera datang. Dewi Welas Asih pasti akan menyemprot saya, kalau
di antara kalian ada yang sampai cedera. Ya? Untung, untung ..

(BAHAI, HITAM DAN PUTIH BERLUTUT)

WUFU : Tuan Bahai, sini, sini, saya kasih tahu. Ya?


Wes, wes, wes, wes ... tuh,

(BAHAI MENGANGGUK PATUH)

Sudah. Ya? Hanya Tuan yang saya beritahu rahasia Buku Catatan Langit
ini. Faham?

BAHAI : Hamba tidak berani membantah, meski hati masih penasaran sebab
mereka sudah melanggar aturan.

WUFU : Sudah, untuk yang kali ini, lupakan aturan, dahulukan


kebijaksanaan. Damai dulu, damai. Ya?

HITAM : Jadi kami boleh pergi?

10
WUFU : Ya. Ya. Pergi saja, cepat! Dan jangan lagi lancang ke mari, ya? Anggap saja
kali ini sebagai peringatan.

PUTIH : (MENCEGAH HITAM BERTINDAK LEBIH NGAWUR)


Hamba berdua berterimakasih. Kami akan pergi. Dan sekali lagi, maafkan
kelancangan kami.

WUFU : Ya, ya, sudah. Pergi deh. Ya?

PUTIH : (MENYERET HITAM. MEREKA TERBANG MENGHINDAR, TURUN KE BUMI.


NAMPAK BAHAI MASIH PENASARAN)

WUFU : Sudah, sudah, tidak perlu penasaran. Semua bubaran! Ya?

(MENYANYI)

Perdamaian, Oh Perdamaian
Mudah diucap, susah dilaksanakan
Tapi heran, banyak yang percaya
Damai baru bisa diwujudkan
Jika perang sudah dimenangkan
Jadi, itu artinya
Segala jenis senjata
Terus dicipta orang
Untuk membunuh !!!

Damai! Tangan kanan sudi bersalaman


Damai! Tangan kiri siaga mengancam
Dasar manusia. Sombong dan dungu sejak dulu

LAMPU BERUBAH

MUSIK

5
SEBUAH DANAU DI MUSIM PANAS. SIANG.

(PARA PELANCONG PESIAR DENGAN PERAHU DI DANAU. KOTA AIR TERLETAK DI SISI BARAT DANAU
INDAH ITU. SEORANG PEMUDA, KOHANBUN, BERJALAN DI SEPINGGIR DANAU. LANGIT CERAH,
MATAHARI NYARIS TERIK, PEMANDANGAN SANGAT CANTIK. KOHANBUN DUDUK DI BAWAH POHON, DIA
BERPAYUNG).

NYANYIAN MUSIM PANAS


(TARIAN MUSIM PANAS)

Musim panas datang


Bunga bermekaran
Matahari gemerlap
Bercahya keemasan

Riak air danau kilau berkilauan


Angsa berenang, riang berkejaran
Pucuk cemara lentur bergoyangan
Rumput perdu bernyanyi senang
Buah apel dan leci di mana-mana

11
Para pelancong senang hatinya
Sampan-sampan bak buih berapungan
Alam nan cantik seindah lukisan

(TINIO DAN SIOCING MUNCUL DI SISI DANAU YANG LAIN, AGAK JAUH DARI HANBUN. MEREKA JUGA
BERPAYUNG. NAMPAK HANBUN MULAI TERTIDUR KARENA ANGIN SEMILIR)

SIOCING : Aduh, cantik sekali. Airnya jernih seperti kumpulan kristal. Ikan-ikan emas
yang berenang nampak jelas dari sini. Angsa. Ah, bunga rumput.
Wanginya ..

TINIO : Matamu serakah sekali. Mana yang sebetulnya ingin kamu nikmati
sekarang ini?

SIOCING : Semuanya. Sebab, semuanya indah sekali.

TINIO : Siocing, dengar. Kisah kita akan diawali di sini.


(MENYANYI)

Musim panas. Telaga indah.


Perahu. Hujan. Payung merah.
Pertemuan. Derita, aiihh ..

SIOCING : Di tengah-tengah keindahan alam yang begini menakjubkan, untuk apa


mendengarkan ramalan?

TINIO : Ini bukan ramalan, Siocing, tapi karma. Karma kita.

Sambil menikmati bunga-bunga, kamu boleh dengar kisahku.

Sekitar 900 tahun yang lalu, aku kena nasib sial. Seorang pawang ular
berhasil menangkapku, dan membawaku ke pasar sebagai barang
dagangan.

Tapi seorang petani jatuh kasihan dan sudi menolongku. Aku kembali
bebas, dan bisa meneruskan tapaku. Sungguh, Siocing, di dalam
perjalanan waktuku, setelah ber-kali2 kelahiran kembali, lihatlah di pinggir
danau seberang sana. Dialah petani yang dulu menolongku itu.

TINIO : Sudah menjadi tekad, aku harus membalas budinya. Aku harus bersedia
menjadi istrinya.

SIOCING : Apa? Ya, ampun. Sudah cukup jadi manusia, sekarang kakak ingin jadi
isteri manusia. Untuk apa?

Dan kakak sudi jadi istri lelaki yang sedang ’ngorok itu? Aduh. Apa tidak
salah pilih? Lagipula, dia punya kaki, punya tangan dan tidak punya ekor.

TINIO : Dia manusia, seperti kita sekarang. Mana bisa punya ekor?

SIOCING : Cari yang lain saja, ah! Kelihatannya dia agak begok.

TINIO : Bukan begok, tapi jujur. Aku sudah menyelidikinya. Sekali ini, adikku, kamu
jangan merusak rencanaku. Dan aku butuh bantuanmu.

SI0CING : Aku selalu dipaksa. Tapi selalu, bersedia. Benci.

(TINIO TERSENYUM. LALU, DIA MENGAMBIL SEGENGGAM AIR DANAU DAN


SAMBIL MEMBACA MANTERA, DIA MELEMPARKAN AIR DANAU ITU KE
UDARA. SIOCING HANYA MEMPERHATIKAN. SEKETIKA PETIR MENYAMBAR-

12
NYAMBAR DAN GELUDUK TERDENGAR BERSAHUTAN. TIDAK ANTARA
LAMA, HUJAN TURUN DENGAN SANGAT DERAS)

(PARA PELANCONG LARI SERABUTAN UNTUK BERTEDUH)

(HANBUN TERBANGUN, MEMBUKA PAYUNGNYA)

HANBUN : Hujan di musim panas? Masa? Tapi ini betul hujan.

(MEMANGGIL PERAHU YANG KEBETULAN LEWAT)


Pak, pak! Sini!

(PERAHU MENDEKAT)

(NAIK KE PERAHU, MENGGUMAM)


Kira-kira, dari mana hujan datang?

TAUKE PERAHU : Ya, dari langit, tuan. Masa dari danau?

HANBUN : Datangnya mendadak. Apa tidak aneh? Ah, sudahlah. Tolong antar ke
Dermaga Dua. Langsung saja, jangan cari penumpang lain. Saya sewa
penuh.

TAUKE PERAHU : Baik.

(TINIO DAN SIOCING MEMBUANG PAYUNG KE DANAU, LALU BERLARI


MENUJU KE PERAHU YANG SUDAH DINAIKI HANBUN. SIOCING YANG
PERTAMA NAIK)

SIOCING : Mari kak, ke dalam sini.

TAUKE PERAHU : Maaf, Nona ....

SIOCING : Antar kami ke Jembatan Patah!


(MEMBERI UANG SEWA)

TAUKE PERAHU : Maaf, perahu saya sudah disewa tuan yang di dalam ..

(HANBUN MENONGOLKAN DIRINYA)

(NAMPAK SIOCING DAN TINIO KECEWA)

SIOCING : Oo, sudah ada penumpang lain ...

TINIO : Sudahlah, kita cari perahu lain saja.

SIOCING : Dalam hujan seperti ini? Lagian sudah sore. Dan kakak basah kuyup
begini. Bisa masuk angin. Coba saya tanya dulu ke mana tujuan tuan ini.
Dia kan cuma sendirian. Di dalam perahu masih bisa muat tiga orang lagi.

HANBUN : Maaf, tadi saya dengar nona-nona hendak ke Jembatan Patah. Saya turun
di Dermaga Dua. Bagaimanapun, perahu ini harus melewati Jembatan
Patah. Artinya kita searah. Silahkan naik, kalau Nona-nona tidak
keberatan.

SIOCING : Oh, terima kasih. Ayo, dia bilang tidak keberatan.

HANBUN : Silakan, silakan!

13
(SIOCING MEMBIMBING TANGAN TINIO MASUK KE DALAM PERAHU.
KEMUDIAN MEREKA BERDUA DUDUK BERHADAPAN DENGAN HAMBUN)

TINIO : Terima kasih, tuan sudi berbaik hati.

HANBUN : Sama-sama. Jalan, pak!

(PERAHU PUN BERGERAK MENUJU KE TUJUAN)

PERAHU NASIB

Laju, laju, perahu melaju


Meluncur maju, menuju
Dermaga nasib yang tak tentu
Jembatan patah di tengah jalan
Kias takdir dua sejoli insan

Laju, laju, perahu melaju


Dan hidup terus melangkah maju
Ke mana? Tak ada yang tahu.

TAUKE PERAHU : Tuan dan Nona-nona, Jembatan Patah!

SIOCING : Wah, sudah sampai. Cepat juga.


(MEMBERI UANG SEWA KEPADA TUKANG PERAHU)

HANBUN : Jangan. Nona-nona adalah tamu saya. Saya yang bayar. Kalau nona-nona
tidak keberatan.

SIOCING : Tidak, tidak keberatan ..

TINIO : (MENGERLING KEPADA SIOCING)


Biarlah. Harap diterima, pak. Anggap saja hadiah. Siocing ..

SIOCING : Ya, ya .. Nih!


(MEMBERI UANG KEPADA TAUKE PERAHU)

TAUKE PERAHU : (MENERIMA UANG DARI SIOCING)


Terima kasih.

HANBUN : Tapi masih hujan. Nona-nona bisa sakit. Kalau tidak keberatan, pakailah
payung saya.

SIOCING : (CEPAT MENGAMBIL PAYUNG)


Aduh, kebetulan. Terima kasih.

TINIO : Siocing ...

SIOCING : Dia bilang tidak keberatan ...

(KEPADA HANBUN)
Ya, kan?

HANBUN : Ya. Kan bisa dikembalikan lagi, nanti.

SIOCING : Dikembalikan ke mana? Kami tidak tahu di mana rumah tuan. Dan, apa
tuan sudah tahu di mana kami tinggal?

HANBUN : Ee, ya, belum. Memangnya, di mana nona tinggal?

14
SIOCING : (TERTAWA)
Kami tinggal di ujung Jalan Mawar, rumah paling besar. Gampang
dicarinya.

(KEPADA TINIO)
Mau terus di sini? Ayo!

TINIO : Sekali lagi, terima kasih. Payung tuan pasti akan saya kembalikan. Besok.

HANBUN : Tidak, saya yang akan mengambilnya. Besok, saya datang. Kalau nona
tidak keberatan.

SIOCING : Masa keberatan? Ya, tidak.


(KEPADA TINIO)
Ayo, sudah hampir gelap.

(TINIO TERSENYUM MANIS. LALU PERGI BERSAMA SIOCING. HANBUN


MEMPERHATIKAN SAMPAI DUA WANITA ITU MENGHILANG. DIA TERMANGU-
MANGU)

TAUKE PERAHU : Jadi ke Dermaga Dua, atau turun di sini, tuan?

HANBUN : (SADAR)
Eh, terus Dermaga Dua. Jalan, pak!

(PERAHU PUN MELUNCUR LAGI)

(MENGGUMAM)
Saya lupa tanya nama mereka. Juga lupa kasih tahu nama saya. Apa ada
rumah besar, di jalan Mawar?

TAUKE PERAHU : Ada. Satu. Tapi setahu saya, sudah lama tidak dihuni orang, tidak terawat
dan sudah jadi sarang ular. Ee, tapi siapa tahu, ada rumah besar lain yang
baru dibangun kemarin. Zaman sekarang, asal punya uang, rumah
sebesar apa pun bisa dibangun dalam tempo satu hari. Apalagi kalau
pemiliknya berasal dari ibukota dan punya kuasa. Kabarnya, orang-orang
ibukota yang kaya amat pintar bermain sulapan. Betul begitu, tuan?

HANBUN : Barangkali.

LAMPU BERUBAH

6
RUMAH TINIO DAN SIOCING. MALAM.

SIOCING : Kalau tidak keberatan, boleh saya tanya apa rencana kita selanjutnya?

TINIO : (TERSENYUM)
Jangan menggoda terus.

SIOCING : Dia selalu bilang begitu.

TINIO : Itulah sopan santun.

SIOCING : Jadi, apa rencana kita?

15
TINIO : Besok dia pasti datang. Ladeni sebaik-baiknya. Dan kamu harus jadi
comblang. Makin cepat kami menikah, makin baik. Bujuklah dia, pengaruhi
agar cinta padaku dan bersedia menjadi suamiku.

SIOCING : Apa dia mampu? Kita tahu, dia bukan orang kaya.

TINIO : Coba kulihat lagi biodatanya.

(MEMBACA UDARA)

TINIO : Nama, Kohanbun. Bujangan. Pekerjaan, asisten apoteker di rumah obat


’Sehat Sejahtera’. Sejak kecil, yatim piatu. Dirawat oleh satu-satunya
kakak perempuan, bernama Kokiyong, yang kawin dengan Likonghu,
bendahara kecamatan. Gaji Hanbun pas-pasan. Harta, tak punya. Tapi dia
punya kejujuran dan tekun bekerja.

Betul. Jika dia diajak kawin, pasti menolak dengan alasan, masa depan
masih sulit. Kita harus membantunya.

SIOCING : Bagaimana?

TINIO : Penguasa kawasan ini, jadi kaya raya karena memeras rakyat. Kalau kita
ambil hartanya sedikit, tentu dia tidak akan merasa kehilangan. Kita akan
panggil Setan Lima Penjuru Angin. Dan minta mereka ambil 1000 keping
emas dari peti harta Tuan Koruptor itu. Lalu sebagian emas itu kita berikan
kepada Hanbun sebagai ongkos kawin. Dia pasti senang dan tidak punya
alasan lagi untuk tidak bersedia menikahi aku. Sesudah pernikahan, kita
pindah ke kota lain dan mendirikan usaha rumah obat sendiri, dengan
Hanbun sebagai bos.

SIOCING : Rencana bagus.

TINIO : Sekarang akan kupanggil Setan Lima Penjuru Angin, Siluman Ikan dan
Siluman Kepiting.

(UPACARA PEMANGGILAN LIMA SETAN DAN DUA SILUMAN. ADA MEJA


SEBAGAI ALTAR. PEDANG KAYU. KERTAS-KERTAS. LILIN. TEMPAT DUPA.
HIO. DAN BENDERA-BENDERA). TINIO MULAI MERAPAL ISIM PEMANGGIL
SETAN DAN SILUMAN)

(TIDAK ANTARA LAMA, LIMA SETAN : WA, WI, WU, WE, WO, MUNCUL
SAMBIL BERSALTO. LALU MENGHADAP TINIO. SILUMAN IKAN DAN
KEPITING, MENYUSUL)

SEMUA : Kami siap menunggu perintah. Laksanakan.

TINIO : Siocing akan membagikan surat perintah kepada kalian. Baca baik-baik
dan jangan sampai melakukan kesalahan. Khusus untuk Lima Setan
Penjuru Angin, lakukan pekerjaan kalian tanpa meninggalkan bukti atau
jejak dan tak boleh ada korban. Siocing!
(SIOCING MEMBAGI-BAGI SURAT PERINTAH KEPADA MASING-MASING
SETAN DAN SILUMAN. MEREKA MENERIMA PENUH HORMAT)

TINIO : Silakan pergi. Saya menunggu kabar secepatnya!

SEMUA : Baik. Kami segera pamit mundur. Laksanakan.


(LALU, DENGAN CARANYA, MASING-MASING MELENYAPKAN DIRI)

TINIO : (LEMAS)

16
Siocing ... Mendadak aku merasa seperti sedang berjalan dalam lorong
gua yang gelap. Aku mendengar banyak jeritan. Dan aku yakin, itu
suaraku, jeritanku sendiri.

TINIO : Ah, aku tak tahu, keinginanku untuk menjadi manusia dan menikahi
Hanbun, tindakan benar atau salah. Padahal, ini baru permulaan. Baru
permulaan ..

SIOCING : Apa pun resikonya, aku akan selalu mendampingi kakak.

TINIO : Terima kasih, adikku. Aku tidak tahu, apa jadinya kalau kamu tidak ada.

(MEMBUKA PAYUNG HANBUN. MENYANYI DENGAN PERASAAN PERIH)


Kupinjam payung dari seorang manusia. Sekaligus, kupinjam juga
nasibnya agar aku bisa sempurna jadi manusia. Ya, dewa-dewa,
kabulkanlah impianku.

LAMPU BERUBAH
MUSIK

7
PELAMARAN TINIO ATAS KOHANBUN,
DALAM BENTUK WAYANG POTEHI.

(ROMBONGAN DALANG MENGGEBER LAYAR BERGAMBARKAN ADEGAN-ADEGAN, SEJAK DIA DATANG KE


RUMAH TINIO HINGGA MENYATAKAN ’YA’ ATAS LAMARAN COMBLANG SIOCING YANG BERTINDAK
MEWAKILI PIHAK TINIO)

(TINIO, HANBUN DAN SIOCING MENJADI BONEKA-BONEKA WAYANG YANG HANYA BERGERAK ATAS
PERINTAH DALANG)

DALANG : Terjadilah apa yang sudah ditakdirkan harus terjadi! Langit punya aturan,
manusia hanya sekedar menjalankan. Maka, pada suatu pagi yang cerah,
Kohanbun datang berkunjung ke rumah dua gadis yang kemarin, waktu
hari hujan, sudah meminjam payung miliknya.
(BONEKA HANBUN BERPERAN)

Ketika Hanbun sampai di depan alamat yang dituju, mendadak pintu


gerbang terbuka lebar-lebar dan Siocing berdiri di sana, seakan sudah
menanti kedatangannya. Gadis itu membungkuk dengan sangat hormat,
dan segera menyilakan Hanbun masuk. Hanbun tertegun.
(BONEKA SIOCING BERPERAN)

DALANG : Kakakku sudah menunggu tuan, kata Siocing. Silakan masuk ke


dalam, kami akan menjamu tuan sebelum payung kami
kembalikan, ajak Siocing lagi dengan ramah. Tidak ada jalan untuk
menghindar. Hanbun pun masuk. Dia dipersilahkan duduk dan teh wangi
dihidangkan. Tidak antara lama, Tinio muncul. Langkah-langkahnya seperti
menari. Lembut dan halus.
(BONEKA TINIO BERPERAN)

Gadis yang lemah gemulai. Sopan santun. Dan cantik. Hanbun terpesona
sehingga dia tertegun agak lama. Selamat datang, silahkan diminum
tehnya, sapa Tinio. Suaranya yang bagaikan seruling, membuat Hanbun
lebih terpesona lagi. Baru pada ajakan yang kedua, Hanbun sadar diri.
Ya, nona, ya, jawab Hanbun terbata-bata.
Panggil saya Tinio saja, kata Tinio. Dan tuan?
Saya Hanbun, jawab pemuda itu masih tergagap-gagap.

17
Dan saya Siocing. Ujar Siocing yang nimbrung mendadak. Perkenalan
unik dan menggelikan, sebab baru pada pertemuan yang kedua itulah
mereka saling tahu nama masing-masing.

Apakah tuan sudah menikah? Tanya Siocing memancing. Tinio pura-


pura menegur adiknya dengah wajah merah.

Hanbun menghela napas panjang. Lalu menjawab. Di zaman susah


seperti ini, mana sanggup saya menanggung isteri dan keluarga.
Saya cuma seorang karyawan dengan gaji pas-pasan. Lagipula,
dari mana harus saya cari ongkos pernikahan, biaya comblang dan
lain sebagainya itu. Barangkali sudah nasib saya harus jadi
bujangan tua.

Tanpa dinyana, Siocing menawarkan diri menjadi comblang dengan gratis.


Hanbun bengong. Siocing senyum menggoda. Tinio, pura-pura pamit ke
belakang. Dia jengah dan tak kuat bermain sandiwara seperti itu.

Siapa yang harus saya lamar, tanya Hanbun heran.

Ada seorang wanita, dia bersedia menjadi isteri tuan, kata Siocing
perlahan. Dia juga bersedia mengongkosi semua biaya perkawinan,
dan menjanjikan sebuah usaha toko obat yang akan tuan jalankan
sendiri sebagai bos. Dan supaya tuan tidak menganggap saya
main-main. Ini, uang 300 keping emas, yang bisa tuan pergunakan
untuk semua keperluan awal pernikahan. Silakan.

(BONEKA SIOCING MENYERAHKAN 300 KEPING EMAS)

Perasaan Hanbun seperti melayang-layang. Seumur hidup belum pernah


dia melihat uang sebanyak itu.
DALANG : Siapakah wanita itu, tanya Hanbun dengan nafas sesak. Setelah tuan
bilang ya, baru saya beri tahu siapa dia. Dan jika tuan setuju,
pernikahan dilangsungkan besok.

Akhirnya Hanbun menjawab dengan mata berkunang-kunang, Baiklah.


Ya. Saya setuju saja. Tapi siapa wanita itu?
Wanita itu adalah, kakak saya, Tinio, jawab Siocing.

Seketika Hanbun jatuh pingsan. Dia tak menyangka bakal kejatuhan


untung seperti itu. Hatinya campur aduk, antara kaget, gembira dan was-
was, dan tak percaya. Apakah ini bukan mimpi?
Tapi Hanbun sudah pingsan.

Geger, geger. Siocing dan Tinio kebingungan tapi juga gembira karena
Hanbun sudah menyatakan ’Ya’. Berkah!

Hanbun datang hendak mengambil payung, tapi yang dia peroleh ternyata
lebih dari sekedar payung : Isteri.
Mau tidak mau pernikahan harus dilaksanakan segera.

LAMPU BERUBAH

8
RUMAH LIKONGHU. SIANG.

18
(KOKIYONG MASUK KE DALAM ADEGAN WAYANG POTEHI ITU, MEMBUAT DALANG MENJADI BINGUNG.
DALANG MEMBALIK-BALIK BUKU PAKEM. DAN MEMANG TIDAK ADA TERCATAT BAHWA KOKIYONG AKAN
NIMBRUNG. LALU, PADA ADEGAN INI SEMUANYA BERUBAH KEMBALI MENJADI SEPERTI MANUSIA
BIASA)

(KOKIYONG NAMPAK SANGAT SENEWEN DAN “MEMARAHI” HANBUN HABIS-HABISAN)

KOKIYONG : Apa? Malam ini? Bagaimana? Apa kamu pikir menikah itu sama dengan
makan capcay, yang langsung bisa kita lakukan begitu perut lapar? Enak
saja. Jangan begitu. Harus ada upacaranya. Ini peristiwa besar. Sakral,
Hanbun, sakral. Jangan sampai mayat para leluhur kita terbalik-balik di
kuburan mereka. Konghu!!!

DALANG : Bu, bu, maaf, bu, ini masih adegannya Hanbun, Tinio dan Siocing.

KOKIYONG : Semuanya serba dadakan. Kamu anggap aku ini apa?

DALANG : Maaf, bu, seharusnya ibu masih dalam kotak. Belum waktunya keluar.
Jangan bikin saya bingung, bu..

KOKIYONG : Masa bodo, Konghu! Konghu!

DALANG : Betul, bu, tindakan ibu bisa mengacaukan jalannya cerita.

KOKIYONG : Masa bodo. Ini persoalan keluarga. Orang lain tidak boleh ikut campur.

DALANG : Tapi, saya kan dalangnya?

KOKIYONG : Dalang apaan kamu? Mau bikin bencana sama keluarga saya, ya? Hah?
Masa bikin cerita seperti ini; adik saya yang laki-laki, dilamar wanita yang
baru dia kenal kemarin dulu, lalu malam ini juga mereka setuju pernikahan
dijalankan. Terus, saya ini apa? Apa peranan saya? Saya ini kakaknya,
yang merawat sejak dia masih ngompol. Keterlaluan. Di mana letak
moralitas cerita kamu itu? Hah? Masa saya tidak diajak serta? Masa saya
dilupakan? Saya sedih, ini, sedih ...

DALANG : Tapi, memang begitu pakemnya, nih, lihat buku putihnya!

KOKIYONG : Ubah! Kalau kamu memang betul dalangnya, kamu kan bisa mengubah
jalan ceritanya? Dalang mengubah-ubah jalan lakon, kan biasa itu? Di
mana-mana dalang yang pinter selalu berbuat seperti itu. Harus banyak
pakem, tahu?

Banyak versi : skenario-1, skenario-2, skenario-3, dan seterusnya. Itu


berguna kalau di belakang hari terjadi masalah, sehingga susah dilacak
siapa yang salah ..

DALANG : Kalau diubah, nanti bagaimana? Dosa, bu, kalau lakon yang sudah jadi
diubah-ubah, biarpun dalang punya kekuasaan untuk itu. Lagian, saya
bukan jenis dalang macam begitu. Maaf saja, amit-amit ..

KOKIYONG : Kalau begitu, kamu cuma dalang palsu. Masih plonco.

DALANG : Aduh, pusing saya. Jadi saya harus bikin apa ini?

KOKIYONG : Minggir! Biar saya selesaikan bagian ini dulu. Ini masalah keluarga. Biar
kamu dalang, kamu tidak berhak mengarang-ngarang cerita seenaknya.
Saya tuntut, adegan ini mutlak milik saya. Kalau tidak, akan saya laporkan
kamu ke Komite HAM internasional. Bisa mampus lu ..
Konghu, di mana sih orang itu? Konghu !!!
(MEMELOTOTI DALANG)

19
Apa? Kan kubilang kamu minggir dulu? Mau main kasar?

DALANG : Ya, baik, saya minggir dulu.

KOKIYONG : Bagus. Konghu !!

DALANG : Susah melawan orang nekat.


(KEPADA TINIO DAN SIOCING YANG SEJAK TADI BENGONG)
Sudah, kalian masuk kotak dulu deh.

DALANG : Biar dia selesaikan dulu adegannya. Nanti saya cari akal, bagaimana
caranya supaya cerita tetep ’nyambung.

SIOCING : Masa dalang kalah sama wayang?

DALANG : Eee, saya ini kan cuma dalang wayang, bukan dalang sono nooh. Kalau
saya dalang sonooh sih, jangan harap. Dan jangan salah, saya mengalah,
bukan kalah. Hayooo!

TINIO : Siocing, jangan melawan dalang. Bisa kualat. Ayo, kita masuk kotak.
(TINIO DAN SIOCING MASUK KOTAK KEMBALI. DALANG PUN MINGGIR DAN
MEMERIKSA BUKU PANDUAN)

HANBUN : Kak, ini ada 300 keping emas untuk biaya pernikahan.

LIKONGHU : (MASUK) Ada apa panggil saya?

KOKIYONG : (MENANGIS)
Konghu, ini 300 keping emas, dari Hanbun. Dia coba menyogok kita.
Belum pernah kita lihat uang sebanyak ini. Aku senang, tapi aku tetap
tidak senang kalau kami dilupakan. Pernikahan, adalah perkawinan dua
keluarga, bukan hanya perkawinan antara perawan dan jejaka saja. Kamu
harus ingat itu, Hanbun.

HANBUN : Aku tidak berniat melupakan kakak berdua. Kan aku bilang sekarang?
Kalau tidak, aku ’kan sudah kawin tanpa kasih tahu kakak? Kak, kumohon,
tolonglah urus perkawinanku. Terserah kakak mau bikin cara bagaimana,
aku menurut saja.

KOKIYONG : Betul?
HANBUN : Betul.

KOKIYONG : Nah, ini baru namanya jalan cerita yang benar. Dalang!!!

DALANG : (BERGEGAS MENGHAMPIRI) Ya?

KOKIYONG : Sekarang, pernikahan bisa dilakukan. Tapi ada syaratnya; pasangan


pengantin harus minta restu kepadaku dan Konghu.

DALANG : Boleh, boleh. Tinio! Siocing!


(TINIO DAN SIOCING DATANG SECARA BONEKA)

KOKIYONG : Dan tidak pakai lagi cara boneka wayang seperti itu. Ini kehidupan nyata.
Bukan lakon wayang. Jalan seperti manusia biasa!

TINIO-SIOCING : Baik.

KOKIYONG : Ayo, tunggu apa lagi? Aku sudah tidak sabar.

DALANG : Sekarang?

20
KOKIYONG : Ya, sekarang. Memangnya kapan? Tahun depan?
DALANG : Ya, deh.
(TERIAK)
Inilah pernikahan Kohanbun dengan Pektinio! Musik!
(MUSIK “HERE COME THE BRIDE” CARA CINA)

LAMPU BERUBAH
9
PERNIKAHAN HANBUN & TINIO. MALAM.

(DALAM UPACARA SEDERHANA, KOHANBUN DINIKAHKAN DENGAN TINIO. SIOCING MENJADI SAKSI DAN
DALANG MENJADI PEMANDU UPACARA. ANTARA LAIN KE MANA HARUS BERJALAN, KEPADA SIAPA
HARUS BERLUTUT SERTA MEMBERI HORMAT, DAN LAIN-LAIN TRADISI ADAT TATACARA PERNIKAHAN)

LAMPU BERUBAH

10
KERAMAIAN PASAR SEBUAH KOTA. SIANG.

(GOWI, DENGAN TIGA ASISTENNYA — ASENG, AHENG DAN AMENG — SEDANG MENGGELAR RAMALAN
YANG DIDAGANGKAN. ORANG BANYAK BERKERUMUN. GOWI, HANYA DUDUK BERSILA DENGAN MATA
TERPEJAM. YANG BERKAOK-KAOK ADALAH SI TRIO ITU, BERGANTIAN, DIIRINGI GENJRENG ATAU
KENONG).

ASENG : Tuan-tuan dan nyonya-nyonya. Melek dan waspadalah! Siluman, sekarang


ada di mana-mana. Dan siluman bisa berubah menjadi apa saja. Awas,
jangan kena tipu!

AHENG : Di zaman serba tidak karuan seperti sekarang, sihir para siluman bisa
gampang masuk badan kita. Fatal. Fatal. Mulanya kita tidak mengira, tapi
tahu-tahu, tanpa dirasa, kita juga sudah jadi siluman; babi, ular, monyet,
kura-kura, kutu atau apa saja, tergantung jenis siluman yang sudah sukses
menjajah kita itu.

AMENG : Suhu Gowi, datang berniat menyelamatkan kalian. Kiamat makin dekat.
Zaman hancur-hancuran sudah di depan mata.

AMENG : Kan lebih baik siap sebelum terlanjur hancur? Suhu Guowei adalah The
Best Peramal yang sampai sekarang belum ada tandingannya. Di bawah
bimbingan beliau, kalian pasti selamat dan siip ..

ASENG : Ini zaman serba susah ditebak. Hitam bisa jadi putih, putih ternyata hitam.
Berabe kalau gegabah atau masa bodoh. Manusia mahluk paling lemah,
paling gampang diaduk-aduk, dipengaruhi, dipelet, diinjak-injak.

AMENG : Zaman sekarang, kita makin sulit percaya sama orang lain. Juga makin
sulit percaya sama diri sendiri. Seringkali, yang kelihatannya seperti kita
itu, sebenarnya bukan kita, tapi orang lain.

AMENG : Kan celaka tuh?

AHENG : Tapi besok, Guru Gowi berkenan mengajari kalian tentang bagaimana cara
membaca tanda-tanda zaman, bagaimana bisa keluar dari setiap
kesulitan, dan bagaimana bisa tahu apa yang orang lain tidak tahu.

(GOWI KESURUPAN. ASENG, AHENG, AMENG TERUS MENGOCEH)

21
ASENG : Datang saja besok ke kelenteng Bukit Atas. Suhu kami akan buka ramalan
dan peruntungan kalian. Ajak pamili dan handai tolan. Semuanya akan
dilayani dengan full senyum. Percayalah, semua ramalan suhu kami
cespleng dan kena di hati. Siip ..

GOWI : (GEMETARAN) Aseng ..Aheng .. Ameng ..

ASENG : Ya, Guru?

GOWI : (MAKIN GEMETARAN) Aku mencium bau ..

AMENG : Bau apa, Guru? Bakpao?

GOWI : (KESURUPAN) Aku mencium bau; siluman! Di kota ini ada siluman.

AHENG : Ah, yang bener? Kok saya tidak cium apa-apa?

GOWI : Ular! Ada dua ular! Putih dan Hitam. Tapi mereka sudah berubah menjadi
dua perempuan. Celaka! Salah satunya berhasil membujuk seorang
pemuda untuk jadi suaminya.

ASENG : Aduh. Lagi-lagi, siluman ular. Brengsek.

GOWI : Harus hati-hati, Aseng, Aheng, Ameng. Sepasang siluman ular itu sakti
sekali. Cepat kita hengkang dari sini ..

(GOWI DAN ASENG BERKEMAS-KEMAS, SEMENTARA AHENG DAN AMENG


BICARA LAGI KEPADA PENONTON YANG HANYA BENGONG)

AHENG : Kalian kami tunggu besok di kelenteng Bukit Atas.

AMENG : Di sana kami akan buka praktek mambowjambow .. hei!

GOWI : Sudah, sudah jangan cerewet lagi. Orang mau datang, silakan, tidak juga
tidak apa-apa. Siluman ular, jauh lebih penting untuk ditangani. Kita harus
siapkan pertarungan hidup mati. Ayo, jangan buang-buang waktu.

AMENG : Ya, baik, Guru.

(MEREKA PUN BERGEGAS PERGI)

LAMPU BERUBAH

11
LANGIT LUAS.

(DUA NAGA, PUTIH DAN HITAM, TERBANG MELAYANG DI ANGKASA)

Nasib manusia seperti roda


Berputar peruntungannya
Kemarin hidup sengsara
Hari ini mulia dan bahagia

Ooi, roda hidup gulir-bergulir


Ooi, panas hujan silih berganti

22
LAMPU BERUBAH

12
RUMAH TINIO. MALAM.

(HANBUN DAN TINIO MENYIAPKAN SEGALA KEPERLUAN SEMBAHYANGAN DI KELENTENG. SIOCING IKUT
MEMBANTU)

SIOCING : Besok, jangan terlalu lama di kelenteng. Lekas pulang. Kakak tidak biasa
ditinggal sendirian.

HANBUN : Ya, ya. Sudah empat kali kamu omong itu.

SIOCING : Di sana pasti banyak pemandangan. Tapi, awas kalau sampai ngeceng.
Mata jangan dibuka terlalu lebar, nanti kelilipan.

TINIO : Siocing ..

HANBUN : Sudah lama aku tidak sembahyang. Besok, kata orang, hari baik. Banyak
harapan doa-doa bakal dikabulkan. Jadi, di hadapan Dewa-dewa, aku juga
tidak akan lupa mendoa supaya Siocing cepet-cepet dapat jodoh ..

SIOCING : Jodoh manusia, eh, lelaki? Nggak usah. Untuk apa? Aku..

TINIO : Siocing ..

SIOCING : Pokoknya jangan macem-macem. Terlambat pulang, awas!

HANBUN : Ya, ya, aku janji sehabis sembahyang langsung pulang.

TINIO : Tidak ada yang kelupaan lagi?

HANBUN : Semua sudah ditaruh Siocing di dalam keranjang itu. Besok, aku berangkat
sebelum matahari terbit.

TINIO : Aku akan bangun, sebelum kau bangun.

HANBUN : Tidak perlu repot-repot.

TINIO : Tidak apa. Sudah kewajibanku.

HANBUN : (MENGUAP) ...

TINIO : Lebih baik cepat tidur, supaya besok tidak bangun kesiangan.

HANBUN : Memang sudah ngantuk.


(MENGUAP LAGI)

Tidur dulu ..
(MASUK KAMAR)

SIOCING : (SETELAH AGAK LAMA)


Aku masih tetap ragu, apa dia sungguh-sungguh mencintai kakak. Orang
bilang, manusia, lebih-lebih yang lelaki, gemar berbohong. Karena sudah
watak. Sebel.

23
TINIO : Siocing, ada apa?

SIOCING : Sudah, ah, lupakan saja. Mungkin aku yang lagi kacau.

TINIO : Mendadak kamu jadi galak. Kuatir apa?

SIOCING : Aku mencium hawa jelek. Rasanya akan terjadi sesuatu. Dari kemarin,
jantungku berdebar-debar terus. Mata kekedutan. Aku malah mimpi
Hanbun berubah jadi ular.

TINIO : (MENGHITUNG WAKTU DENGAN JARI-JARINYA. KAGET)


Kamu benar. Besok, tanpa disadari, Hanbun akan pulang membawa aral.
Tapi bukan salahnya. Dia hanya kena bujuk. Gowi! Peramal palsu itu! Ya,
dia!

TINIO : (MENYANYI DENGAN HATI PERIH)


Maju memburu masa depanku
Sambil diburu-buru masa lalu
Tak tahu apa kelak takdirku
Madu ataukah sembilu?

LAMPU BERUBAH

13
KELENTENG TEMBAGA. SIANG.

(GOWI BERSILA MEMEJAMKAN MATA. ASENG MENEMANINYA. SEORANG PENGEMIS BERKAOK-KAOK


MINTA SEDEKAH)

PENGEMIS : Sedekah, minta sedekah. Yang ogah kasih sedekah, saya doakan sulit
dapat berkah. Jangan sampai lupa. Orang miskin manjur doanya. Derma,
derma. Yang lupa kasih derma, biar mampus di neraka. Jangan lupa, orang
miskin tajam lidahnya.

GOWI : Sudah datang?

ASENG : Belum.

GOWI : Kita harus menolongnya. Lelaki itu sudah dijerat. Tapi celakanya, dia tidak
tahu apa-apa.

ASENG : Guru yakin, dia akan datang?

GOWI : Pasti datang. Baunya sudah semakin dekat.

ASENG : Ah, itu Aheng dan Ameng datang.

GOWI : Bagus.

(AHENG DAN AMENG DATANG BERSAMA HANBUN)

AMENG : Guru, inilah orang yang Guru inginkan.

HANBUN : Apa-apaan? Saya mau diapakan?

24
GOWI : Sebentar, Tuan. Maafkan kalau murid saya sampai bertindak kurang
sopan. Memang saya yang meminta supaya Tuan datang ke mari begitu
Tuan selesai sembahyang. Tapi percayalah, kami bukan orang jahat.

HANBUN : Saya harus cepat-cepat pulang.

GOWI : Kami berniat menolong Tuan.

HANBUN : Menolong? Bagaimana? Saya tidak butuh pertolongan.

GOWI : (MENDADAK BERSIKAP GARANG)


Kohanbun! Coba dengar aku punya omongan!

HANBUN : (TERKEJUT)
Kamu tahu namaku?

GOWI : Bukan hanya namamu, tapi semuanya. Aku tahu kamu dan
isterimu, Sepasang Tabib Sakti, pemilik rumah obat ’Sehat Bahagia’. Lima
bulan lalu kamu pindah ke kota ini. Asalmu dari Kota Air. Dengan cepat,
kalian sanggup naik ke puncak. Kalian dicintai rakyat karena mau buka
praktek gratis untuk orang-orang miskin yang tidak mampu bayar dokter
atau beli obat. Mendadak kalian jadi kebanggaan kota ini. Isterimu cantik,
pintar dan baik budi. Tapi Hanbun, apa kamu pernah tanya, dari mana
asal-usul isterimu? Dan mengapa dulu, mendadak, dia ingin kawin dengan
kamu? Lalu, dari mana asal muasal kekayaan yang sekarang kamu
nikmati?

HANBUN : Apa itu aneh? Kami berdua kerja keras untuk mendapatkan apa yang
sekarang kami nikmati.

GOWI : Bangun, Hanbun! Jangan tidur terus. Melek! Awasi sekeliling dengan mata
hati. Wajahmu yang pucat memberitahu aku, kamu sedang kena pelet.
Tubuhmu yang dibungkus uap tipis, menjelaskan keadaanmu yang kacau
balau. Kamu sudah masuk jerat, kamu kerasukan!

HANBUN : Fitnah. Saya baru saja memuja Dewa, dan tidak terjadi apa-apa. Saya
orang baik-baik. Semua orang di kota ini mengenal saya. Jangan omong
sembarangan. Itu jahat.

GOWI : Harus aku beritahu, isterimu adalah siluman ular putih dan iparmu itu
siluman ular hitam. Kamu bisa celaka kalau tidak cepat-cepat pergi
menghindari mereka.

HANBUN : Apa? Isteriku, siluman ular? Kamu mabok? Kalau dia siluman mana
mungkin dia jadi tabib, buka toko obat dan mau menolong orang sakit
dengan penuh perhatian?

GOWI : Isteri dan iparmu licik. Itu siasat mereka, supaya kamu terjerat makin
dalam. Coba putar daya ingatmu! Begitu kalian pindah ke mari, kota ini
kena wabah. Ingat? Siapa penyebabnya? Isterimu. Dan iparmu. Siluman
Ular Putih dan Hitam. Dengan sihir, mereka menyebar penyakit, dan tentu
saja hanya mereka yang sanggup menyembuhkan. Sebab merekalah
dalang bencana wabah itu.

HANBUN : Bohong. Dibayar berapa kamu oleh toko obat saingan kami? Jangan harap
aku percaya omong kosongmu itu.

GOWI : Baik. Begini saja. Sekarang kamu boleh tidak percaya aku. Tapi aku ada
cara untuk membuktikan kebenaran.

HANBUN : Bagaimana?

25
GOWI : Aku punya Tiga Surat Isim. Ini. Silakan ambil! Tempel satu di depan pintu
rumah, maka tidak sepotong siluman pun berani masuk rumah. Satu,
kamu tempel di badanmu, dan yang satunya bakar. Abunya larutkan di air
teh, lalu sembur isterimu itu. Pasti dia akan segera berubah menjadi wujud
yang aslinya. Ular putih! Kalau itu tidak terjadi, jangan panggil aku Gowi.

HANBUN : Baik. Tapi, maaf, kalau kamu minta imbalan, aku hanya bawa 3 keping
emas. Cuma ini bekalku.

AMENG : Tiga keping emas juga boleh. Kalau gagal, uang kembali.
(MENGAMBIL UANG HANBUN)
GOWI : Jangan ragu-ragu. Cepat pulang. Kami menunggu di sini. Silakan datang
lagi dengan kabar baik.
(HANBUN BERGEGAS PERGI)

AHENG : Apa kita akan berhasil, Guru?

GOWI : Pasti. Sudah takdir, kita dilahirkan untuk menolong sesama manusia. Kita
adalah orang-orang yang terpilih.
(MEMEJAMKAN MATA DAN BERDOA)

LAMPU BERUBAH

14
RUMAH TINIO. MALAM.

(TINIO SUDAH TIDUR KETIKA HANBUN PULANG DENGAN MENGENDAP-ENDAP. HANBUN MEMASTIKAN
DULU APA TINIO MEMANG BENAR TIDUR. BARU DIA MEMBAKAR SURAT ISIM DAN MELARUTKAN
ABUNYA KE DALAM CANGKIR TEH. DIA MEMINUMNYA DAN MENYEMBURKAN AIRNYA KE ARAH TINIO)

(TAK TERJADI APA-APA. TINIO PUN TAK TERBANGUN)

(HANBUN KEMBALI MEMINUM AIR LARUTAN ABU, MENYEMBUR TINIO LAGI. JUGA TAK TERJADI APA-APA.
KETIKA HANBUN MEMINUM AIR LARUTAN UNTUK YANG KETIGA KALI, TINIO TERBANGUNDAN DUDUK DI
RANJANG)

(HANBUN KAGET DANTERPAKSA MENELAN LARUTAN ABU ITU. DIA MULAI MERASA SUDAH DITIPU OLEH
GOWI)

TINIO : Baru pulang?

HANBUN : Ya. Ya. Baru bangun?

TINIO : Ya. Ada apa? Bawa cangkir teh. Haus?

HANBUN : Ya, ya, memang .. baru haus. Haus.

(DENGAN SEGERA MEMINUM TEH DI CANGKIR SAMPAI LUDES. SEHABIS


ITU, HANBUN MEMANDANGI TERUS ISTERINYA DENGAN MATA BERKACA-
KACA)

TINIO : Hanbun. Kenapa memandangiku terus? Ada yang salah?

(MENDADAK HANBUN MENANGIS, MENAMPARI KEDUA PIPINYA SENDIRI


BERKALI-KALI DENGAN PENUH PENYESALAN)

26
HANBUN : Aku yang salah. Salah. Salah. Goblok. Bodoh. Salah.

TINIO : Hanbun, ada apa? Sudah. Hanbun. Sudah.


(MENCEGAH, TAPI HANBUN TETAP MENANGIS)

HANBUN : Aku lebih percaya orang lain, padahal mereka cuma ingin menipuku. Aku
sudah mengkhianati kamu.

TINIO : (PURA-PURA TIDAK TAHU PERSOALAN)


Mengkhianati bagaimana? Percaya apa? Siapa menipumu?

(HANBUN LARI KELUAR KAMAR)

HANBUN : (TIDAK ANTARA LAMA KEMBALI MEMBAWA DUA KERTAS ISIM)


Lihat. Kertas jahanam ini. Seorang peramal di kelenteng memberiku ini,
menyebut kamu dan Siocing siluman ular. Tapi sudah kusembur kamu dua
kali. Dan lihat! Kamu masih seperti kamu, samasekali tidak berubah. Aku
sudah dia tipu. Dan dia juga kuberi 3 keping emas. Setan.

(MENYOBEK-NYOBEK KERTAS DENGAN GEMAS. LALU DIA KEMBALI


MENAMPARI KEDUA PIPINYA DENGAN MENANGIS)

Aku salah, goblok, salah, bodoh, salah ..

TINIO : Seharusnya kau jangan gampang percaya orang asing. Niat mereka hanya
dagang. Memetik keuntungan. Mencari korban. Sekali kena bujuk, habis
kita.

SIOCING : (MASUK BERGEGAS)


Ada apa? Aku dengar ribut-ribut ..

TINIO : Tidak ada apa-apa.

SIOCING : Masa tidak ada apa-apa? Yang bener. Tapi aku dengar ada yang ’nangis.

(KEPADA HANBUN)
Dan kenapa kamu terlambat pulang?

HANBUN : Aku .. aku ..

TINIO : Siocing, sudah. Sudah beres semuanya. Pergilah, biar Hanbun istirahat.
Dia pasti lelah.

SIOCING : Tadi, bukan kakak yang menangis, kan?

(TINIO TERSENYUM)

TINIO : Bukan. Dia. Pergilah!

SIOCING : Oo, dia. Kalau begitu, teruskan saja ’nangisnya!


(PERGI DENGAN LENGGANG MENGGEMASKAN)

HANBUN : Maafkan aku, Tinio. Aku tidak akan melakukannya lagi. Aku janji, sumpah.
Aku salah.

TINIO : (TERSENYUM MANIS)


Kau tidak salah. Hanya sedang lengah. Istirahatlah. Tidur.

27
MUSIK

(TINIO MEMBIMBING HANBUN KE RANJANG. HANBUN MENURUT SEPERTI KERBAU DICUCUK HIDUNG.
MEREKA NAIK RANJANG. TINIO MENUTUP KELAMBU)

RODA NASIB

Tidurlah tidur, mata yang lelah


Redam hati yang gelisah
Buang jauh-jauh curiga
Tidur dan istirahatlah
Panggil nyali yang pergi
Jadikan bekal esok hari

Bangunlah jiwa tidur


Luruskan dengan tulus
Roda nasib yang berputar mundur
Agar bencana urung menggusur

Tidurlah, tidur

LAMPU BERUBAH

15
DEPAN RUMAH TINIO. MALAM.

(SIOCING MUNCUL BERPAKAIAN RINGKAS. DIA MEMBAWA PEDANG. KEMUDIAN, TINIO MUNCUL, JUGA
BERPAKAIAN RINGKAS, TANPA PEDANG)

TINIO : Siap?

SIOCING : Ya. Gowi, terima pembalasanku!

(MEREKA TERBANG MENEMBUS LANGIT MALAM, MENUJU KELENTENG


TEMPAT GOWI BERSARANG)

LAMPU BERUBAH

16
KELENTENG TEMBAGA. MALAM.

(PERKELAHIAN TINIO & SIOCING VERSUS GOWI CS.)

GOWI : (GAGAH)
Siluman. Setapak pun Gowi tidak sudi mundur.

SIOCING : Bagus. Kalau begitu, mampuslah kamu!

ASENG : Aheng, Ameng, maju! Hajar!

(PERKELAHIAN TERJADI SERU SEKALI)

28
(TAPI KEMUDIAN ASENG-AHENG-AMENG TUNGGANG LANGGANG. GOWI
PUN KALAH, LALU TINIO MENGGANTUNGNYA DI LANGIT. GOWI BERTERIAK-
TERIAK MINTA AMPUN)

GOWI : Ampun, Putri, ampun. Hamba tidak tahu kesaktian Putri begini hebat.
Ampun, jangan bunuh hamba.

SIOCING : Kasih balik dulu, 3 keping emas yang kamu rampok dari Hanbun. Cepat!
Kalau tidak, kuiris kupingmu.

GOWI : Ampun. Bukan saya yang ambil. Sumpah. Murid saya. Ameng, cepat kasih
balik uangnya!

AMENG : (BURU-BURU KASIH UANG)


Ini .. masih utuh.

(SETELAH MENERIMA UANG DARI SIOCING, DENGAN SABAR. TINIO


MELEPASKAN IKATAN GOWI, SEHINGGA PERAMAL ITU JATUH KE TANAH
DENGAN SUARA BERDEBUK. GOWI LANGSUNG MERANGKAK KE HADAPAN
TINIO)

GOWI : Terima kasih, Putri, terima kasih. Kami janji tidak akan berani mengganggu
lagi. Sumpah.

TINIO : Gowi, kali ini kamu aku ampuni. Tapi aku tidak mau lihat mukamu lagi.
Pergilah dari kota ini, terserah ke mana kamu suka. Ini, ambil lagi uang
Hanbun untuk bekal di jalan.

(GOWI RAGU-RAGU. TINIO SENYUM)


Ini uang asli. Percayalah. Sekarang, pergi!

SIOCING : Pokoknya, kalau sampai besok aku lihat kalian masih berkeliaran di kota,
kucabut nyawa kalian berkali-kali.

GOWI : Ampun, kami tidak berani membantah perintah ..

SIOCING : Kalau begitu tunggu apa lagi? Pergi cepat, kutubusuk!

GOWI : Ya, ya. Aseng, Aheng, Ameng, ayo!


(SEGERA HENGKANG BERSAMA TIGA MURIDNYA)

SIOCING : Aku sangsi dia rela menepati sumpah dan janjinya itu.

TINIO : Kita harus belajar mempercayai janji dan sumpah manusia. Kalau tidak,
kita akan terus menerus curiga. Hidup dengan kecurigaan, sangat
melelahkan.

SIOCING : Tadi aku sudah gatal ingin mencabut nyawanya. Daripada jadi urusan di
kemudian hari? Kan mending babat habis.

TINIO : Apa gunanya? Pembunuhan, tidak selalu jadi jaminan persoalan bakal bisa
diselesaikan. Lagipula, hanya para Dewa yang berhak mencabut nyawa
manusia. Bukan kita. Kita hanya boleh mencegah bencana semampunya.
Meski belum tentu bisa. Langkah selanjutnya, biarlah para Dewa yang
menentukan jalan lakon kita. Begitulah aturan langit dijalankan.

SIOCING : Cara kakak bicara, sudah seperti manusia.

TINIO : Aku memang sedang belajar jadi manusia.

29
LAMPU BERUBAH

17
PINGGIR KOTA. PAGI.

(NAMPAK HANBUN TENGAH MEMAKI-MAKI GOWI. ASENG, AHENG DAN AMENG KESAL, TAPI DIAM SAJA.
GOWI DAN TIGA MURIDNYA, NAMPAK BABAK BELUR)

HANBUN : Sialan. Penipu. Bangsat. Bajingan. Aku kamu jadikan bola mainan. Berani
amat jual isim badutan. Kalau aku lapor ke walikota, kalian bisa masuk
penjara, tahu? Sembarangan. Kalau mau jualan, lihat dulu kemampuan.
Lagaknya kayak dukun jagoan, padahal cuma baru bisa cengengesan.

Sekarang siapa yang siluman, isteriku apa kalian? Hah? Tadi aku cari kalian
di kelenteng, kata orang, sudah pada minggat. Aku marah dan bingung
harus cari kamu ke mana. Untung ketemu Ameng, yang mau mengantarku
ke mari. Mana uangku, setan?

GOWI : (AKHIRNYA TAK TAHAN JUGA. DIA BERIKAN 3 KEPING EMAS PEMBERIAN
TINIO DENGAN KESAL)
Ini, makan. Kamu memang picek. Peduli setan kamu jadi makanan para
siluman. Biar kamu jadi cacing, jadi kokokbeluk, masa bodo. Kamu sudah
kena pelet. Tahu? Otakmu sudah tidak waras lagi. Selama ini kamu cuma
makan sihir, dikiranya sedang hidup enak. Goblok.

Ah, tidak percaya? Ini aku kasih kamu arak kuning. Gratis. Aku hanya ingin
kamu buktikan apa aku omong benar atau cuma dagang bualan. Ambil,
tolol! Prodeo.

Dua hari lagi Perayaan Pehcun. Malam jam sebelas, suruh isterimu minum
arak kuning itu. Jika dia masih tetap tidak berubah, berarti aku yang salah.
Tapi kalau kemudian dia berubah jadi siluman ular putih, biar mampus
kamu. Sesal kemudian tidak berguna.

Brengsek. Aku kasih tahu, malah marah-marah. Aseng, Aheng, Ameng,


kita pergi dari kota siluman ini. Dendam, dendam! Terhina. Aku harus balas
dendam.

(GOWI PERGI BERSAMA KETIGA MURIDNYA. KINI, MALAH HANBUN YANG


BENGONG. LAMA DIA PANDANGI BOTOL ARAK ITU. KEMUDIAN, NAMPAK
DIA MEMUTUSKAN SESUATU. DIAMBILNYA BOTOL ARAK ITU, LALU PERGI)

LAMPU BERUBAH

18
RUMAH TINIO. SORE.

TINIO : Adikku, besok perayaan Pehcun. Sebaiknya, kamu menyingkir dulu ke


gunung. Kamu tahu, besok kita semua akan berubah kembali ke wujud asli
pada malam jam 12. Di gunung, kamu bisa berubah dengan tenang.

SIOCING : Dan kakak?

TINIO : Aku tidak bisa meninggalkan Hanbun, kuatir kalau dia curiga. Nanti kucari
akal, supaya dia tidak tahu.

30
SIOCING : Aku tidak tega meninggalkan kakak sendirian.

TINIO : Cuma sebentar. Jangan kuatir. Aku bisa jaga diri.

(MERASA MUAL DAN HENDAK MUNTAH)


Aduh ..

SIOCING : Kenapa? Sakit?

TINIO : Tidak tahu. Seminggu ini, rasanya perutku selalu muter-muter. Mual terus
dan setiap pagi ingin muntah.

SIOCING : Tunggu.

(MEMERIKSA PERUT TINIO)


Ya, ampun, kakak. Selamat, selamat. Tokcer juga. Sebentar lagi aku bakal
punya keponakan.

TINIO : Aku pikir juga begitu. Tapi jangan kasih tahu Hanbun dulu. Biar sampai aku
yakin.

SIOCING : Tidak perlu ragu lagi. Jelas kakak hamil.

(TERMENUNG)
Lakon hidup kakak jadi makin rumit. Ingin jadi manusia, kawin dengan
manusia, lalu hamil. Nasib macam bagaimana lagi akan menunggumu
nanti? Dan bayimu, mudah-mudahan bukan berwujud seperti kita yang
asli.

TINIO : Anakku pasti akan lahir sebagai manusia. Sebab hanya itu yang selalu
kumintakan kepada Dewa-dewa. Siocing, adikku, waktu semakin
mendesak. Pergilah cepat, sebelum hari gelap. Kamu kan tidak ingin
berubah wujud di hadapan Hanbun?

SIOCING : Ya, tidak. Nanti gegeran. Aku pergi. Jaga dirimu, kak.

(SEGERA TERBANG DAN MENUJU KE PUNCAK SEBUAH GUNUNG)

TINIO : (MENGUSAP AIR MATA)

TINIO : Selamat jalan, Siocing. Aku juga tidak tahu, nasib apa yang akan
menimpaku besok.

LAMPU BERUBAH

19
PERAYAAN PEHCUN DI JALANAN KOTA. MALAM.

(SEBUAH FESTIVAL, SEBUAH ARAK-ARAKAN, DILENGKAPI DENGAN MUSIK, TARI DAN AKROBAT. KEDOK
DAN TOPENG ANEKA BENTUK DIPAKAI BANYAK ORANG. LAMPION DAN TENGLOLENG, MEMBUAT
MALAM JADI SANGATBENDERANG)

NYANYIAN PESTA TOPENG

Jika napsu makin menggila


Buang jauh hawa jahatnya

31
Jika amuk merajalela
Cepat cuci noda kotornya
Jika bumi jorok dan hitam
Nyalakan lilin pengusir kelam

Datang, ya datang, semua bersih


Pergi, ya pergi, segala dalih
Jangan percaya topeng asli
Tutup tempat setan sembunyi
Hengkang, ya buang, biang bencana
Buka, ya buka, pintu bahagia

Bumi harus bersih


Langit harus suci

Gusur setan siluman najis


Usir ke dalam kerak bumi
Copot topeng-topeng munafik
Tatap langit dengan mata batin
Dan nyalakan lilin cahaya hati

Zalim. Palsu. Jahat.


Busuk. Licik. Bejat.
Gedor! Gusur! Usir! Kubur!
Gedor! Gusur! Usir! Kubur!

LAMPU BERUBAH

20
TAMAN DALAM RUMAH TINIO-HANBUN. MALAM.

(PASANGAN SUAMI ISTERI ITU BERCENGKEREMA DI TAMAN. HANBUN TENGAH MEMBUJUK AGAR TINIO
MAU MINUM ARAK KUNING)

HANBUN : Apa susahnya? Cuma satu cawan. Teguklah! Anggap ini upacara.
Pelengkap dari Pesta Naga. Ayolah, jangan bikin aku penasaran.

TINIO : (AGAK TEGANG)


Dari kecil aku tidak suka minum arak. Maaf.

HANBUN : Cuma secawan. Ayo! Apa kata orang, kalau mereka tahu, Sepasang
Tabib Sakti menghabiskan malam Pehcun hanya dengan minum
teh? Lagi pula sudah kebiasaan. Kita minum bukan karena araknya, tapi
karena niatnya.

TINIO : Apa harus? Nanti aku mabok, karena tidak biasa.

HANBUN : Cobalah. Sekali ini saja. Nih, aku minum. Nggak mabok, ’kan? Ayo!

TINIO : Mengapa harus dipaksa?

HANBUN : (TERSINGGUNG)
Ya, sudah, tidak usah minum kalau memang tidak suka.
(BERSIAP-SIAP PERGI)

TINIO : Mau ke mana?

HANBUN : Pergi ke warung arak, mencari orang yang bersedia menemaniku minum.

32
TINIO : Hanbun, jangan marah dulu. Bukannya aku tidak mau, aku cuma takut
mabok. Aku sering melihat orang yang mabok. Mendadak mereka jadi
orang yang sangat menjijikkan. Aku tidak pernah minum arak. Mencium
baunya saja perutku sudah mual. Tapi, kalau memang harus, aku akan
minum.

HANBUN : Minumlah sendiri.

TINIO : Hanbun, jangan tersinggung. Aku akan minum. Betul.

HANBUN : Aku tidak apa-apa. Cuma ingin cari angin dulu, sebentar. Nanti balik lagi.
(PERGI CEPAT TANPA BISA DICEGAH)

TINIO : Hanbun. Tunggu. Aku akan minum. Hanbun.


(TAPI HANBUN SUDAH LENYAP. TANPA TERASA, AIR MATA TINIO MELELEH)

TINIO : Mengapa dia begitu cepat tersinggung? Hanbun, lihat, aku minum seperti
yang kau inginkan.

(MINUM SECAWAN, SECAWAN LAGI, LALU SECAWAN LAGI. KEPALANYA


MULAI PENING, DAN RASANYA BERPUTAR-PUTAR)

Ah, kepalaku. Lebih baik tiduran di ranjang.

(PERGI KE KAMAR TIDUR)

LAMPU BERUBAH

21
JALANAN KOTA. PERAYAAN PEHCUN. MALAM.

(ARAK-ARAKAN MALAH SEMAKIN MERIAH. MEREKA MENGGEBUKI PATUNG-PATUNGAN SETAN DAN


SILUMAN DENGAN KEGILAAN YANG NYARIS BAGAI KESURUPAN)
(HANBUN ADA DI ANTARA MEREKA)

Bumi harus bersih


Langit harus suci

Gusur setan siluman najis


Usir ke dalam kerak bumi
Copot topeng-topeng munafik
Tatap langit dengan mata batin
Dan nyalakan lilin cahaya hati

Zalim. Palsu. Jahat.


Busuk. Licik. Bejat.
Gedor! Gusur! Usir! Kubur!
Gedor! Gusur! Usir! Kubur!

LAMPU BERUBAH
22
JALANAN KOTA. PERAYAAN PEHCUN. MALAM.

(HANBUN NAMPAK MULAI MENYESAL)

33
HANBUN : Kenapa aku ada di sini? Aduh, apa yang sudah kulakukan? Sinting. Ya,
gara-gara Gowi, otakku jadi sinting. Mencurigai isteri sendiri. Apa itu bukan
sinting namanya? Padahal aku sudah janji tidak akan menemui Peramal
palsu itu lagi. Aku jahat dan tidak sanggup berfikir jernih. Tinio, aku
salah. Maafkan aku.

(BERGEGAS PERGI. BERMAKSUD PULANG)

(JAM BERDENTANG KERAS 12 KALI)

LAMPU BERUBAH

23
KAMAR TIDUR TINIO. MALAM.

(HANBUN BERGEGAS MASUK KAMAR. DIA MELIHAT KELAMBU RANJANG YANG TERTUTUP. PERLAHAN
DIA MENDEKATI RANJANG. BERSIJINGKAT, TAKUT MENGAGETKAN ISTERINYA)

HANBUN : Tinio, aku minta maaf. Kalau kamu memang tidak suka, aku tidak akan
paksa lagi kamu minum. Tinio. Tinio.

(HANBUN PERLAHAN MEMBUKA KELAMBU. DAN, DIA MELIHAT ULAR PUTIH


YANG BESAR SEDANG MENGGELIAT-GELIAT DI RANJANG. KEPALA ULAR
MENYOSOR KE ARAH HANBUN, SEAKAN HENDAK MENYAPA. HANBUN
KAGET BUKAN MAIN. DIA MENJERIT DAN LANGSUNG JATUH PINGSAN.
JANTUNGNYA SEKETIKA BERHENTI BERDETAK)

LAMPU BERUBAH

24
KAMAR TIDUR TINIO. MALAM.

(BEBERAPA SAAT SETELAH HANBUN PINGSAN)


(JAM BERDENTANG KENCANG TIGA KALI)

Nasib manusia, bergulir bagai roda


Hujan dan panas, silih berganti
Rejeki dan naas, duka dan bahagia
Semua tersurat dalam Buku Langit
Hidup nyatanya cuma sekedar bergerak
Minum seteguk dan pergi entah ke mana

(ULAR PUTIH KINI MENJELMA KEMBALI MENJADI TINIO. DIA TURUN DARI RANJANG DAN KAGET MELIHAT
HANBUN TERGELETAK DI LANTAI. DIA LANGSUNG MEMERIKSA, DAN SEKETIKA TANGISNYA MELEDAK)

TINIO : Hanbun. Hanbun. Aduh, Dewa. Kenapa peruntungan seperti ini yang harus
hamba telan? Hanbun .. jangan mati ..

SIOCING : (JUGA SUDAH BERUBAH LAGI JADI MANUSIA. DIA BERLARI MASUK)

34
(KAKAK BERADIK ITU KEMUDIAN SALING MEMELUK DENGAN HATI SANGAT
GUNDAH)

TINIO : Siocing.

SIOCING : Kakak.

TINIO : Hanbun kaget, dan jantungnya tidak berdetak lagi ..

MUSIK

TINIO : Hanya ada satu cara untuk menyembuhkan Hanbun. Rumput Sakti di
Gunung Suci. Itulah obat paling mujarab. Kalau aku bisa memperoleh
rumput itu, jantung Hanbun pasti akan kembali berdetak.

SIOCING : Tapi Rumput Sakti milik Dewa-dewa. Dan Gunung Suci dijaga sangat ketat.
Lagipula mata komandan jaganya, Dewi Bangau, juga sangat awas.
Manusia, apalagi siluman dilarang masuk daerah itu. Satu-satunya cara
untuk mendapatkan rumput itu .. adalah ..

TINIO : Mencuri!

SIOCING : Kak ..

TINIO : (GAGAH)
Ya. Aku akan ke Gunung Suci.

TINIO : Mula-mula, aku akan meminta dengan baik-baik. Kalau ditolak, baru aku
akan cari daya upaya yang lain. Kalau perlu, curi. Apaboleh buat. Aku
tidak tega melihat Hanbun seperti ini. Sebab kejadian ini, bagaimanapun,
akulah penyebab utamanya. Demi dia, mati pun aku rela.

SIOCING : Baik, kalau begitu, aku ikut. Kita nekat sama-sama.

TINIO : Tidak, Siocing. Kalau kau ikut, siapa yang akan menjaga jasadnya?
Bagaimana kalau ada yang datang, kemudian mengira Hanbun benar-
benar sudah mati, kemudian dia dikuburkan? Atau, bagaimana kalau
anjing-anjing merusak tubuhnya? Harus ada yang menjaga di sini. Dan
hanya padamu aku percaya. Siocing, tolong aku.

SIOCING : (MENANGIS)
Mana tega aku biarkan kau menghadapi bahaya sendirian?

TINIO : Tolong, demi Hanbun, demi aku.

SIOCING : (TANGISNYA MAKIN KERAS)


Ya, ya, baik. Benci, benci ..

TINIO : Kalau dalam tiga hari aku tidak kembali, itu berarti aku gagal. Dan pasti
aku sudah mati dalam pertarungan. Kau boleh langsung menguburkan
jasad Hanbun. Selamat tinggal adikku. Di kehidupan yang berikutnya, pasti
kita akan ketemu lagi. Jagalah Hanbun baik-baik. Aku pergi.
(DENGAN CEPAT MELESAT KE ANGKASA, MENUJU GUNUNG SUCI)

SIOCING : Kakak .. aduh. Dulu, aku kan sudah bilang, apa gunanya jadi manusia? Apa
manfaatnya punya rasa cinta. Cuma sengsara. Benci, benci ...

(Hidup nyatanya cuma sekedar bergerak


(Minum seteguk dan pergi entah ke mana)

35
LAMPU PADAM PERLAHAN

INTERVAL

25
BUKIT SUCI DI LANGIT, TEMPAT TUMBUHNYA RUMPUT SAKTI.

(TINIO TENGAH DIKURUNG OLEH LIMA DEWI PENJAGA RUMPUT SAKTI. NAMPAKNYA PERTARUNGAN
BAKAL TAK TERELAKKAN LAGI. KEDUA BELAH PIHAK SUDAH SIAGA)

TINIO : (MULUT MENGGIGIT BATANG RUMPUT SAKTI, KEDUA TANGAN


MENGGENGGAM PEDANG. WAJAHNYA TEGANG, TAPI SOROT MATANYA
MEMILUKAN)
Sudah kuminta baik-baik, tapi kalian tak percaya, malah memaksaku untuk
angkat senjata. Jangan salahkan aku kalau sampai ada yang luka.

DEWI-1 : Siluman sial, sebentar lagi kamu mampus.

DEWI-2 : Serbu! Jangan sampai lolos.

(MAKA, PERKELAHIAN PUN PECAH. TINIO MENGAMUK DENGAN GAGAH.


KORBAN BERJATUHAN DI PIHAK PARA DEWI. TAPI SETIAP KALI TINIO
BERHASIL MELUKAI SALAH SATU DARI MEREKA, DARAH YANG MENGALIR
DARI TUBUH PARA DEWI ITU KEMUDIAN BERUBAH MENJADI DEWI BARU.
BEGITU SETERUSNYA. SEHINGGA, AKHIRNYA JUMLAH PENGEROYOK
MALAH JADI BERLIPAT GANDA)

(TINIO NAMPAK PAYAH, TAPI TETAP BERTARUNG DENGAN PERKASA.


BANYAK SUDAH PENJAGA YANG SUDAH DIA JATUHKAN, TANPA DARAH.
ITULAH AKAL YANG DIA PEROLEH UNTUK SEMENTARA. PARA PENGEROYOK
KINI TINGGAL BEBERAPA SAJA)

(MENDADAK DARI ANGKASA, MENCELOROT SINAR TERANG MENGHANTAM


TUBUH TINIO, MENYEBABKAN WANITA ITU JATUH TERJENGKANG. ITULAH
DIA SANG DEWI BANGAU, KOMANDAN JAGA BUKIT SUCI. DEWI BANGAU
KINI MEMIMPIN PENANGKAPAN SANG PENCURI RUMPUT SAKTI. SANG DEWI
JUGA MENGHIDUPKAN KEMBALI PARA DEWI YANG GUGUR. MEREKA
BANGKIT KEMBALI MENGEROYOK TINIO. AKHIRNYA TINIO SEMAKIN
KEPAYAHAN)

(PADA SUATU SAAT, TINIO TERPELANTING. KEDUA PEDANGNYA


TERLEMPAR. DIA SUNGGUH TAK BERDAYA. LALU, SELURUH PENGEROYOK,
MENGURUNGNYA. MEREKA BERAMAI HENDAK MENUSUK MATI SANG
SILUMAN. TINIO PASRAH)

(TAPI MENDADAK TERJADI KEAJAIBAN. DENGAN TERIAKAN SEREMPAK,


PARA PENGEROYOK TERLEMPAR KE SAMPING. TINIO BISA MELIHAT
DENGAN JELAS. DEWA SELATAN, WUFU, BERDIRI DI ANTARA PARA
PENGEROYOK. DEWA ITULAH YANG SUDAH MENOLONGNYA. SEGERA,
TINIO BERLUTUT DI HADAPAN WUFU)

TINIO : (BERLUTUT)
Beribu-ribu terima kasih, Paduka Dewa Wufu sudah menolong hamba
untuk yang kedua kalinya.

36
WUFU : Ada apa lagi, kamu datang mengacau langit? Ya?

DEWI BANGAU : Mengapa ditolong, Tuan Wufu? Siluman Ular Putih itu sudah jelas-jelas
melanggar aturan langit. Dia masuk taman Dewa-dewi dan mencuri
Rumput Sakti. Apalagi hukumannya kalau bukan mati?

WUFU : Oo, begitu? Benar begitu, Ular Putih? Ya?

TINIO : Perkenankan hamba menjelaskan.

DEWI BANGAU : Untuk apa mendengarkan dia? Kita tahu, watak ular sangat licik. Bisa
putar balik soal. Dia siluman ular, kelicikannya pasti lipat ganda. Kita harus
keras menjaga aturan. Kalau tidak, kita akan diperlakukan sembarangan.
Tidak ada lagi kewibawaan.

WUFU : Sebentar, saudariku Dewi Bangau, sebentar. Aku datang, diutus oleh Dewi
Welas Asih. Tidak ada salahnya kita mendengar apa alasan si ular putih itu
mencuri Rumput Sakti. Kita ’kan dewa? Bisa tahu dia bohong apa tidak. Ya,
kan? Nah, kalau dia bohong, dia boleh kalian babat. Aku lepas tangan. Ya?
(MEMBENTAK TINIO)
Ayo, lekas cerita, apa maksudmu datang mengacau?

TINIO : Rumput sakti ini, bukan untuk hamba. Tapi untuk menyembuhkan suami
hamba, Hanbun. Dia pingsan dan jantungnya berhenti berdetak lantaran
kaget.

WUFU : Baru aku dengar, ada orang yang jantungnya langsung stop lantaran
kaget. Kenapa suamimu kaget?

TINIO : Hanbun, memaksa hamba meminum arak kuning pada malam Pehcun.
Sudah dengan berbagai cara hamba menolak, tapi dia malah tersinggung
dan pergi. Lalu, karena cinta, hamba akhirnya menuruti kehendaknya.
Meskipun hamba tahu, sesudah itu hamba pasti akan berubah wujud
menjadi ular putih kembali.

Tapi rupanya, dia menyesal dan pulang bermaksud minta maaf. Tapi dia
hanya menjumpai hamba yang berwujud ular putih. Pada saat itulah dia
kaget, dan pingsan. Dan detak jantungnya langsung berhenti. Hamba
bingung, hamba tidak ingin kehilangan suami. Dan hamba yakin, hanya
rumput sakti yang sanggup mengobati Hanbun.

WUFU : Terus? Lalu?

DEWI BANGAU : Dia jadi pencuri. Apalagi? Mau mungkir?

TINIO : (MULAI MELELEHKAN AIR MATA)


Hamba tahu, hamba salah besar, karena mencuri dan melanggar aturan.
Tapi hamba tidak tahu jalan lain. Jika hamba gagal membawa pulang
rumput sakti ini, nyawa suami hamba tidak akan tertolong lagi. Dan
sekarang, hamba sudah gagal. Hukumlah, bunuhlah. Hamba pasrah. Tidak
ada gunanya hidup, tanpa dia.

TINIO : Hamba cuma sedih, lantaran bayi yang sekarang ada di dalam rahim
hamba, tidak akan sempat melihat dunia. Dia anak hamba dan Hanbun.
Tapi demi menegakkan aturan langit, hamba rela dihukum mati. Silakan!

(SEBAGIAN PENJAGA RUMPUT SAKTI, YANG SEMUANYA DEWI, ADA YANG


MULAIMELELEHKAN AIR MATA)

WUFU : Waduh, waduh, waduh, jadi bagaimana ya, enaknya?

37
DEWI BANGAU : Tuan percaya, ceritanya?

WUFU : Jangan tanya saya, tanya mereka.

(KINI SEMUA DEWI PENJAGA MENANGIS. LALU SEREMPAK MEREKA


BERLUTUT KEHADAPAN DEWI BANGAU)

DEWI-1 : Kami percaya ceritanya, Paduka. Seluruh ceritanya itu sudah tersurat
dalam Buku Langit.

DEWI-2 : Kami semua memohonkan ampun bagi dia, paduka.

DEWI BANGAU : Aduh, bagaimana sih? Kalian ini kan kaum Dewi, masa memintakan ampun
untuk seekor siluman?

DEWI-1 : Biar dewi, kami tetap perempuan.

DEWI BANGAU : Wah, makin ’nggak beres. Jadi bagaimana ini?

WUFU : Tidak perlu risau, saudariku Dewi Bangau. Aku datang, justeru untuk
urusan bayi di dalam perut si ular putih itu. Dewi Welas Asih bersabda,
Siluman Ular ini belum waktunya binasa. Sebab dia sedang mengandung
Bintang Timur, seorang calon pemimpin besar. Tuh kan? Jadi, kalau dia kita
lepaskan, jelas bukan kita yang bakal menanggung kesalahan. Ya, kan? Ya?

DEWI BANGAU : Ya, sudah. Sudah. Kamu dengar apa sabda Dewi Welas Asih. Kita harus
patuh. Pergilah, dan ambil sekalian rumput itu! Lawanku ternyata bukan
hanya siluman, tapi air mata. Sabar. Sabar.

DEWI-DEWI : (SEREMPAK BERLUTUT)


Terima kasih, Paduka Dewi Bangau ..

DEWI BANGAU : Ya, sudah, sudah.

(KEPADA TINIO)
Tunggu apa lagi? Pergi, sebelum aku berubah pikiran!

TINIO : Sejuta terimakasih. Hamba pergi segera.

(DENGAN SIGAP TINIO MELESAT KE LANGIT MENUJU PULANG)

WUFU : (TERTAWA SENANG, KEMUDIAN MENYANYI)

WUFU : Di mana-mana, orang rindu kebijaksanaan


Dan kecewa jika yang datang hanya hukuman
Berkah yang digunakan dengan benar,
Bisa mendatangkan damai dan keberuntungan
Tapi jika ampunan maaf diselewengkan
Hanya buah bencana yang bakal ditelan

Ah, itulah enaknya jadi dewa. Sudah tahu sebelum kalian semua tahu.
Hehehe ....

LAMPU BERUBAH

26
KAMAR TIDUR TINIO. MALAM.

38
(HANBUN DIBARINGKAN DI RANJANG, DITUNGGUI SIOCING. TINIO DATANG DAN MEMINUMKAN RAMUAN
OBAT RUMPUT SAKTI KE MULUT HANBUN. KEMUDIAN DIA MENUNGGU. TIDAK ANTARA LAMA, HANBUN
MENGELUH. LALU PERLAHAN DIA MEMBUKA MATANYA. TAPI BEGITU MELIHAT TINIO, LANGSUNG
HANBUN MELONCAT BANGUN DAN BERTERIAK)

HANBUN : Ular! Dia ular. Tolong..

TINIO : Hanbun, ini aku, isterimu. Tidak ada ular di sini.

HANBUN : Tolong. Ular. Kamu ular. Siluman ular. Aku sudah melihatnya, di sini. Di
ranjang ini.

(SADAR DIA ADA DI RANJANG, LALU LONCAT TURUN)


Aduh, tolong, aku malah di sini. Ampun, jangan telan aku. Ampun. Aku
masih ingin hidup.

SIOCING : Kamu pasti habis mabuk. Tidak ada ular di rumah kita.

HANBUN : (KALAP, MENGELUH)


Peramal itu benar, aku yang goblok tidak mempercayai dia. Ya, dewa-
dewa, apa jadinya hidupku nanti? Aku sudah dijerat dua siluman ular. Aku
dikurung, dan tidak bisa melarikan diri. Tolong, ampun ..

SIOCING : (MARAH)
Bodoh sekali

(TERIAK KERAS)
Hanbun, dengar!

SIOCING : Memang benar, ada ular kemarin malam di ranjang itu. Kamu sudah
melihatnya. Betul. Lalu kamu kaget, dan detak jantungmu berhenti.
Isterimu menangis dan hilang akal. Aku juga bingung. Jika tidak segera
ditolong, kamu pasti mati. Lalu, isterimu memutar akal dan membuatkan
obat siang malam, sampai kamu sembuh. Sekarang kutanya, siapa yang
sudah menolong kamu, hah? Peramal jelek itu atau Tinio?

HANBUN : Tapi ular itu ..

SIOCING : Sudah mati, dibunuh oleh isterimu. Sekarang ada di luar, tesangkut di
pohon jati. Lihat saja, kalau tidak percaya.

HANBUN : Benar begitu?

TINIO : Memang begitu.

SIOCING : Aku juga dengar adatmu yang jelek kemarin malam kumat. Kamu
tinggalkan isterimu sendirian, padahal dia sedang tidak enak badan dan
butuh perhatian. Sekali lagi berbuat seperti itu, aku hajar kamu.

TINIO : Siocing ..

SIOCING : Atau kamu ingin isterimu keguguran? Hah? Kamu memang picek. Isteri
hamil, disuruh minun arak. Sebel aku.
(PERGI DENGAN KESAL)

HANBUN : (MENATAP TINIO DENGAN PENUH PERTANYAAN)


Apa aku tidak salah dengar, kamu hamil?

39
TINIO : Ya, memang begitu.

HANBUN : Jadi, apa yang kuminta kemarin malam, memang keterlaluan. Kenapa
kamu tidak bilang?

TINIO : Aku baru mau bilang, kamu sudah pergi.

HANBUN : Jadi memang aku yang jahat.

TINIO : Sudahlah, tidak apa-apa. Aku juga minum seperti yang kamu ingin. Sedikit.

HANBUN : Seharusnya jangan. Aku akan punya anak. Apa tidak hebat?

(BERTERIAK)
Hanbun, akan punya anak ..

SIOCING : (BERTERIAK DARI LUAR)


Hanbun! Kalau mau lihat bangkai ular, lihat. Ini, mumpung masih belum
busuk.

TINIO : Lihatlah!

HANBUN : (MELANGKAH RAGU KE JENDELA, LALU MELIHAT KE LUAR. BEGITU LIHAT


BANGKAI ULAR, LANGSUNG PINGSAN LAGI, TUBUHNYA MELOROT JATUH
KE LANTAI)
Aduh, besar sekali ..

TINIO : Hanbun, Hanbun.

(BERTERIAK)
Siocing ...

(SEGERA MEMERIKSA NADI HANBUN)

SIOCING : (BERGEGAS MASUK)


Ada apa? Pingsan lagi. Mati lagi?

TINIO : (MENGHELA NAPAS LEGA)


Syukur, tidak. Dia kaget dan hanya pingsan.

(KEPADA SIOCING)
Siocing, bangkai ular itu?

SIOCING : Kuciptakan, dari selendangku.


(TINIO HANYA BISA MENGGELENGKAN KEPALA)

LAMPU BERUBAH

27
KELENTENG EMAS, BAHAI. PAGI.

(BAHAI SEDANG DIHADAP OLEH GOWI, ASENG, AHENG DAN AMENG. DIA MENDENGARKAN KISAH
KEKALAHAN MURID-MURIDNYA ITU DENGAN GERAM)

ASENG : Mereka jauh lebih sakti dibanding Guru Gowi.

40
AMENG : Kami dibikin seperti bola sepak, ditendang ke sana, disodok ke mari.
Badan kami sampai bonyok-bonyok.

AHENG : Malu, jadi hinaan orang. Seluruh kota menonton waktu kami jadi
pecundang.

ASENG : Waktu mereka tanya, siapa sih guru kalian, kok loyo begini berani bekoar
mau membasmi seluruh siluman? Terpaksa kami menjawab; kami adalah
murid-murid tersayang dari Paduka Bahai. Ya, kan? Ya, dong. Masa harus
bohong?

AMENG : Tadinya, kami kira, begitu mendengar nama Paduka Bahai, nyali mereka
akan langsung ciut, lalu minta maaf. Eh, kurang ajar. ’Nggak ah, aku nggak
mau cerita mereka omong apa. Sakit kalau ingat itu.

BAHAI : (KENA DIKOMPORI)


Apa, mereka omong apa, Ameng?

ASENG : Mereka tidak omong apa-apa, cuma tertawa ’ngakak. Hahahaha, begitu.
Ngeledek ’nggak tuh? Hahahaha .. begitu. Hahahaha .. begitu .. konyol
’nggak tuh?

BAHAI : Mereka menertawakan aku? Masa? Betul, Ameng?

AMENG : Betul, Paduka. Malah mereka bilang lagi, “Suruh seribu Bahai datang
sekaligus, jangan kirim yang kroco-kroco begini.” Begitu mereka bilang.
Panas nggak hati ini? Tuh, sampai sekarang masih panas. Siluman sial. Dia
pikir cuma dia yang paling jago. Dia lupa di atas langit masih ada langit.

AHENG : Kami ingin menyumbat mulut mereka dengan tinju. Tapi waktu itu kami
tidak berdaya, sebab kami bertiga sedang digantung di langit seperti
gombal busuk.

BAHAI : Benar begitu, Gowi?

GOWI : Memang benar begitu, Guru.


(SEORANG PESURUH BERGEGAS DATANG MENGHADAP)

PESURUH : Paduka, ada tamu-tamu dari kotaraja.

BAHAI : (KAGET)
Ada keperluan apa mereka datang?

PESURUH : Katanya penting sekali ketemu Paduka. Dilihat dari sikapnya, mereka
adalah petinggi Istana Raja.

BAHAI : Suruh segera masuk.

PESURUH : Baik, Paduka.


(BERGEGAS PERGI KE LUAR)

BAHAI : Ada apa lagi?

GOWI : Mudah-mudahan mereka bawa hadiah untuk Guru.

MUSIK

(TIGA PETINGGI ISTANA BERPAKAIAN PERANG LENGKAP, MASUK DENGAN SIKAP MENGHORMAT)

41
BAHAI : Silakan, silakan!

PETINGGI-1-2-3 : Terima kasih.

BAHAI : Mohon kami diberitahu, ada maksud apa sehingga kami mendapat
kehormatan dikunjungi Tuan-tuan?

PETINGGI-1 : Kami datang dengan maksud mohon pertolongan. Nama Tuan sudah
berkumandang di seantero wilayah kerajaan. Orang bilang, hanya Tuan
yang sanggup menolong kami.

BAHAI : Silakan cerita, ada apa sebenarnya? Kami pasti akan menolong, jika ada
kemampuan.

PETINGGI-1 : Sudah tiga kali istana kebobolan. Tiga pusaka hilang dicuri maling. Yang
mengherankan, semua pintu dan jendela Gedung Harta, samasekali tidak
rusak. Orang pintar bilang, ini perbuatan jahat sepasang siluman ular yang
mencuri dengan kekuatan sihirnya.

ASENG : Mereka lagi

AMENG : Lagi-lagi mereka.

AHENG : Mereka memang kurang ajar.

PETINGGI-2 : Mereka? Siapa mereka? Apa tuan-tuan sudah tahu?

PETINGGI-3 : Mohon, kami dibantu.

PETINGGI-1 : Tuan dikenal sebagai pembasmi siluman. Kami yakin, kami datang kepada
pihak yang tepat.

BAHAI : Tuan-tuan benar. Jika siluman yang sedang kami kejar adalah benar
penjahat yang sedang tuan cari, maka kami jamin, tiga pusaka itu pasti
akan kembali.

PETINGGI-1 : Terima kasih.

PETINGGI-1-2-3 : (BERLUTUT)
Mohon, tuan membantu kami.

BAHAI : Baik. Kami akan urus mereka dengan cara kami sendiri. Tunggulah kabar
dari kami. Gowi, Aseng, Aheng, Ameng, kini saatnya kita bertindak.
Kejahatan mereka, sudah semakin keterlaluan.

LAMPU BERUBAH

28
JALANAN KOTA. PAGI.

(ORANG-ORANG PERGI BEKERJA, MEMBUKA HIDUP HARI ITU, MENYANYI)

NYANYIAN SUDUT PADANG

Dari sisi mana kejahatan


dituduh sebagai kejahatan?
Dari sisi mana kebaikan

42
Dipuja sebagai kebaikan?

Rimba jagat cuma kenal satu pasangan


Mati dan hidup, makan atau dimakan
Ambil satu, tak ada lain pilihan
Dengan itu alam sanggup bertahan

Baik dan jahat cuma sebutan


Yang dipisah karena aturan
Ambil satu, tak ada lain pilihan
Dengan itu, manusia sanggup bertahan

LAMPU BERUBAH

29
JALANAN KOTA. PAGI.

(PENANGKAPAN HANBUN)

HANBUN : (LARI DIKEJAR ASENG, AHENG DAN AMENG)


Tolong .. Tolong, jangan culik saya ..

ASENG : Goblok. Bodoh. Tolol.

AMENG : Picek. Bergaul lama dengan ular, tidak merasa.

AHENG : Lama-lama kamu juga jadi ular, tahu? Tuh, baunya saja sudah mulai bau
ular. Antek siluman.!!!

HANBUN : Tolong, biarkan saya pergi. Saya mau pulang.

GOWI : (BERSAMA BAHAI, MUNCUL MENCEGAT HANBUN)


Hanbun. Aku kembali, sesuai janji. Dendam. Terhina.

HANBUN : Peramal Gowi.

GOWI : Syukur masih ingat. Artinya otakmu tidak seluruhnya sinting. Waktu itu
kami pecundang, karena ilmu belum cukup. Tapi sekarang, mati untuk
isteri dan iparmu.

HANBUN : Dan saya mau diapakan?

BAHAI : Ikut kami ke Kuil Emas. Bertobatlah, sebut nama Raja Dewa. Mudah-
mudahan jalan terang masih terbuka untuk kamu. Apa yang terjadi selama
ini bukan melulu salahmu. Kamu sudah dipelet, mata dan hatimu dibikin
buta oleh sepasang siluman ular itu. Tapi masih ada waktu untuk bertobat!
Sadar, Hanbun, sadar!

HANBUN : Tapi apa salah saya?

ASENG : (BERSAMA AMENG DAN AHENG, MENIRUKAN)


Tapi apa salah saya?

AMENG : Anak ini bener-bener buntet otaknya. Dikasih tahu panjang lebar, masih
tanya juga. Percuma cape mulut.

43
AHENG : Angkat saja, Guru. Daripada buang-buang waktu.

HANBUN : Kasihani saya. Mohon, jangan ganggu lagi.

BAHAI : Kita bicara lagi nanti. Aseng, Aheng, Ameng, bawa dia!

HANBUN : Mengapa saya diculik? Saya kan bukan aktivis ... Tolong! Tolong! Saya
diculik ..
(DIBAWA BAHAI Cs. KE KELENTENG EMAS)

LAMPU BERUBAH

30
RUMAH TINIO. PAGI.

(TINIO MENDADAK MERASA ADA SESUATU YANG MENGGANJAL BENAKNYA. DIA KEMUDIAN
MENGHITUNG RAMALAN DENGAN JARI-JARINYA. AKHIRNYA LEMAS SENDIRI. LALU TINIO BERTERIAK)

TINIO : Siocing!

SIOCING : (BERGEGAS DATANG)


Ada apa?

TINIO : Hanbun.

SIOCING : Kenapa lagi Hanbun?

TINIO : Bahai berhasil menangkapnya. Kini dia jadi sandera, supaya kita segera
datang kepadanya.

SIOCING : (GERAM)
Kita memang harus satroni dia. Jahat sekali. Apa cuma itu kerjanya?
Mengganggu rumah tangga orang?

TINIO : Kita akan meminta dengan baik-baik supaya Hanbun dibebaskan.

SIOCING : Kalau ditolak?

TINIO : Apa boleh buat buat. Kita pakai cara lain, apa saja, asal suamiku bebas.

SIOCING : Kalau begitu ayo, cepat. Tanganku sudah gatal.

TINIO : Tapi Siocing, harus hati-hati. Bahai memiliki seluruh berkah dan kesaktian
dari Dewa-dewa. Jangan sembrono.

SIOCING : Ya, ya. Akan kujaga sikapku.

TINIO : Ya, Dewa, maafkan kalau sekali lagi aku terpaksa nekat.
(BERGEGAS MENUJU KE KUIL EMAS)

LAMPU BERUBAH

44
31
KELENTENG EMAS. SIANG.

(TINIO DAN SIOCING KINI BERHADAPAN DENGAN BAHAI DAN MURID-MURIDNYA. DENGAN JUMAWA,
BAHAI MENCEMOOH KEDUA SILUMAN ULAR ITU)

BAHAI : Sungguh besar nyalimu siluman, berani datang ke kawasan suci ini. Nekat,
nekat dan sok jago.

TINIO : Paduka Bahai, mohon, kasihani saya. Pandang saya bukan sebagai siluman
tapi sebagai seorang isteri yang butuh cinta seorang suami. Seorang isteri
yang menguatirkan nasib suaminya. Apa manfaatnya Paduka menahan
suami saya? Dia tidak bersalah apa-apa. Dan jika Paduka menganggap
saya memang bersalah, hukumlah saya saja, tapi jangan dia. Mohon,
paduka lepaskan Hanbun.

BAHAI : Kalau aku menolak, kamu mau apa?

SIOCING : Benar dugaanku. Mana sudi dia mempertimbangkan perasaan orang lain.

TINIO : Siocing! Diam! Jangan omong sembarangan!

BAHAI : Suamimu sudah bertobat. Sekarang dia sedang menjalani puasa dan tapa
supaya dosa-dosanya di masa lampau diampuni para dewa. Harap jangan
ganggu dia lagi. Selama ini kalian sudah membikin buta mata hatinya,
kalian sihir dia supaya jadi kerbau penurut. Kini dia sudah sadar, dan tidak
ingin ketemu kalian lagi.

SIOCING : Bohong!

(TINIO HENDAK MENCEGAH SIOCING)

Jangan suruh saya diam. Aku sudah muak dan bosan dengar omong
kosong macam itu. Dia putar balik kenyataan. Kita tahu, Hanbun diculik,
tapi dia omong, sudah sadar.

GOWI : Memang sudah sadar. Tobat.

SIOCING : Kalian yang justru sudah memaksanya. Ya, kan? Tidak mengaku? Bisa,
bisa. Tapi suruh Hanbun datang ke mari, dan biar dia omong sendiri, tidak
ingin ketemu kami. Baru kami percaya bicaramu benar. Tapi kami tidak
butuh jurubicara. Dan memangnya sejak kapan kamu diupah jadi
jurubicara-nya Hanbun?

ASENG : Mulut siluman hitam itu, jahat sekali. Paduka, tidak perlu pakai upacara
beginian lagi, deh. Kalau dia memang mau tarung, kita ladeni saja.

BAHAI : Siluman. jangan ganggu manusia lagi. Bersiaplah untuk mati. Kami merasa
sudah cukup sabar selama ini.

TINIO : Paduka, kasihani kami.

AMENG : Supaya kalian bisa main pelet lagi? Tak usah-lah ya?

AHENG : Mendiamkan kejahatan berlangsung, sama dengan berbuat jahat juga.


Enak saja. Jangan lupa, kami ini para pembasmi kejahatan.Kami ini hero,
hero ..

45
TINIO : Mengapa kalian menuduh kami jahat, padahal kenal pun tidak? Kami tidak
pernah menganggu kalian, mengapa kalian tega mengganggu kami? Apa
tidak bisa kita bicara baik-baik, agar pertarungan tak terjadi?

AMENG : Tidak ada kompromi. Mau tarung, tarung. Hajar!

SIOCING : Sial. Sombong. Kakak, sudah, jangan merendahkan diri lagi. Mereka kira
kita lemah. Padahal dari tadi kita hanya mengalah.

BAHAI : Bagus. Aseng, suruh semua siap. Kita habisi mereka.

ASENG : Ya, Guru.

TINIO : (AKHIRNYA NAIK DARAH JUGA)


Dewa-dewa jadi saksi, bukan aku yang menghendaki pertarungan ini
terjadi. Mereka yang memaksa kami, mereka tidak sudi menempuh cara-
cara damai.

AHENG : Omong melulu. Perang. Jangan tunda-tunda mampusmu.

TINIO : Siocing!

SIOCING : Ya. Aku siap!

BAHAI : Gowi, Aseng, Aheng, Ameng!

GOWI : (BERSAMA ASENG, AHENG DAN AMENG)


Ya, Guru, kami siap!

(PERTARUNGAN PUN TERJADI DENGAN SANGAT DAHYAT. DUA KEKUATAN,


HITAM DAN PUTIH SALING BERADU SAKTI)

(SELEMBAR RAMBUT TINIO BERUBAH JADI MONYET PUTIH. SELEMBAR


RAMBUT BAHAI PUN BERUBAH JADI MONYET HITAM. KEDUA MONYET
JEJADIAN ITU KEMUDIAN BERTARUNG. MONYET HITAM, CIPTAAN BAHAI
KALAH)

(TONGKAT BAHAI MENJELMA MENJADI NAGA API. TUSUK KONDE TINIO


BERUBAH JADI NAGA AIR. KEDUA NAGA BERKELAHI DI ANGKASA. NAGA
API BAHAI KALAH DAN KEMBALI MENJELMA JADI TONGKAT)

(BAHAI MENGEMBANGKAN JUBAHNYA, DAN MENJELMAKAN BERJUTA-JUTA


PANAH API YANG MENYERBU TINIO-SIOCING. TINIO KEMUDIAN MEMBACA
MANTERA. SIOCING MEMBANTUNYA. TIDAK ANTARA LAMA, ANGIN PUYUH
DAN BANJIR BANDANG MENYAPU HABIS PANAH API BAHAI)

(BAHAI BERTAHAN. KERINGAT BERCUCURAN DI DAHINYA. INIO-SIOCING


TERUS MENYERANG. BANJIR BANDANG SEMAKIN MELUAP, MENGGENANGI
KELENTENG EMAS. NAMPAK BAHAI MULAI TERDESAK. TAPI MENDADAK
TERJADI SESUATU)

TINIO : (MENGELUH)
Aduh ..

SIOCING : Ada apa? Kenapa?

TINIO : Aku tidak kuat lagi. Perutku ..

SIOCING : Jangan berhenti! Bahai pasti tenggelam oleh banjir yang kita ciptakan.
Bertahanlah sebentar lagi.

46
SIOCING : Aku tidak kuat menahan sendirian. Kakak ..

TINIO : Bayi di dalam perutku menendang-nendang, dia merasa kesakitan.


Siocing, aku tidak kuat lagi ..

SIOCING : Aku tidak bisa sendirian. Kakak, bertahan!

TINIO : Tidak bisa, tidak kuat ...

(MAKA, BANJIR PUN MEMBALIK KE ARAH TINIO-SIOCING. AIR BAH YANG


SEMULA MENGELILINGI KELENTENG EMAS, DAN HANYA MENAMPAKKAN
PUNCAK PAGODANYA SAJA, KINI DENGAN CEPAT MULAI SURUT)

BAHAI : (TERTAWA KERAS)


Mampuslah kamu sekarang. Batok derma sakti ini akan segera menangkap
kalian.

TINIO : Siocing, lari!

SIOCING : Tidak.

TINIO : Lari! Biar aku yang menghadapi Bahai. Aku masih sanggup bertahan
sampai kamu lari jauh.

SIOCING : Tidak mau. Kita hidup bersama, mati bersama. Itu ikrarku.

TINIO : Bodoh. Salah satu dari kita harus selamat. Pergi!


(MEMUKUL SIOCING. SILUMAN ULAR HITAM TERLEMPAR KE LANGIT DAN
ENTAH DI KAWASAN MANA DIA JATUH)

SIOCING : (GEMA JERITNYA TERDENGAR PILU)


Kakak ....

(CAHAYA MENYOROT DARI BATOK DERMA SAKTI KE ARAH TINIO. TAPI TINIO
TIDAK BERHASIL DITARIK MASUK KE DALAMNYA. BAHAI HERAN. TINIO
MENGGELIAT KESAKITAN)

BAHAI : Kenapa jadi begini?

GOWI : Ada apa Guru?

BAHAI : Batok Derma Sakti ini tidak berdaya menyerap siluman itu. Tidak biasanya
begini. Tidak ada seekor siluman pun yang berhasil menghindari
kesaktiannya. Hanya ini senjata pamungkasku.

GOWI : Tapi dia kan siluman?

BAHAI : Pasti dia siluman, tidak mungkin dia itu manusia.

(SECLOROT CAHAYA DARI LANGIT, MENDADAK DATANG KE HADAPAN


ARENA PERTARUNGAN. LALU TERDENGAR TERTAWA YANG KHAS. ITULAH
WUFU, SANG DEWA PENGUASA LANGIT SELATAN. DIA MENCOBA UNTUK
RAMAH KEPADA KEDUA PIHAK)

WUFU : Aduh, aduh, aduh, sungguh pertarungan yang hebat, ya? Bahai, kamu
heran ya mengapa kesaktian Batok Derma milikmu itu mendadak hilang?

(BAHAI BERLUTUT, DIIKUTI OLEH KEEMPAT MURIDNYA)

47
BAHAI : Benar, Paduka. Salam sejahtera, dan selamat datang.

WUFU : Jangan salah paham ya? Aku diutus Dewi Welas Asih untuk melindungi
mahluk kecil yang ada dalam perut dia. Jadi jangan dianggap aku ikut
campur urusanmu. Ya?

BAHAI : (SADAR)
Apa siluman itu sedang mengandung?

TINIO : (BERLUTUT DI HADAPAN WUFU)


Ya. Di dalam perutku ada benih Hanbun.

GOWI : Manusia. Di dalam perut siluman itu ada manusia. Pantas saja Batok
Derma Guru tidak mampu bekerja.

BAHAI : (LEMAS)
Siluman, pergilah kamu. Kali ini kamu kuampuni. Lahirkan dulu anakmu
itu, sesudahnya aku akan datang lagi mengambil kamu. Pergilah, cepat!

TINIO : Baik. Aku akan datang membebaskan suamiku. Paduka Wufu, sekali lagi
terima kasih. Paduka sudah sudi berkali-kali menolong hamba. (PERGI
CEPAT, MELAYANG KE LANGIT)

WUFU : Bagus. Bagus. Itulah keputusan paling adil. Tapi jangan dibilang, aku yang
mempengaruhi kamu supaya melepaskan siluman itu, ya? Ini bukan
rekayasa, kan? Ya?

(PADA SAAT ITU, AMENG BERGEGAS MENDATANGI)

ASENG : Paduka. Maaf, hamba membawa kabar buruk.

BAHAI : Apa, kabar burukmu itu?

ASENG : Hanbun lenyap dari kamarnya. Tidak ada tanda-tanda dia sudah
membongkar pintu, jendela atau genting. Dia lenyap begitu saja seperti
angin.

BAHAI : (LEBIH LEMAS)


Apakah Paduka juga melepaskan Hanbun?

WUFU : (TERTAWA DAN MENYANYI)

Rahasia Bumi, Rahasia Langit


Siapa tahu selain Raja Dewa?
Bacaan terukir di Buku Langit
Baru bisa dipahami
Jika kisahnya terjadi
Sebelum itu, hanya ada
Tebakan, ramalan, dugaan
Dan gosip-gosip murahan

(WUFU PERGI MELAYANG KE LANGIT)

BAHAI : (SEMAKIN LEMAS)


Ini semua sudah menjadi kehendak Dewa. Terjadilah apa saja yang Dewa-
dewa kehendaki. Mereka yang membuat aturan, mereka juga yang
melanggar aturan. Tapi mereka berkuasa penuh. Dan kita harus tetap
patuh.

48
LAMPU BERUBAH

32
PUNCAK GUNUNG. MALAM.

(TINIO DAN SIOCING TENGAH BERTANGISAN DAN SALING MENGHIBUR. MEREKA BERTENGGER DI
PUNCAK SEBUAH GUNUNG)

SIOCING : Habis kita, kak. Kita tidak punya daya lagi. Untung Paduka Dewa Wufu
masih sudi menolongmu. Kalau tidak, pasti kita tidak bisa ketemu lagi.

TINIO : Sudah, sudah. Yang penting kita masih tetap bersama-sama.

(MENGHITUNG DENGAN JARI-JARINYA)


Siocing. Menurut perhitunganku, Hanbun juga sudah diselamatkan Dewa
Wufu. Sekarang dia mudik ke rumah kakaknya di Kota Air. Kita harus
menyusulnya ke sana.

SIOCING : Kembali ke Kota Air? Kembali menyusul Hanbun? Apa masih belum cukup
kesengsaraan yang kamu alami selama kumpul dengan Hanbun? Berapa
banyak sengsara lagi yang harus kamu terima? Belum kapok? Kenapa kita
tidak tinggalkan saja dia, dan mencari manusia lelaki yang lebih ganteng
dari Hanbun, lalu kita pelihara sebagai barang mainan, dan kita tinggalkan
kalau sudah bosan?

TINIO : Kamu belum merasakan apa yang dinamakan cinta, kesetiaan,


pengorbanan. Pengabdian.

SIOCING : Kita ini siluman. Empat kata omong kosong itu, cuma milik manusia. Biar
saja mereka meyakininya dan menderita. Apa peduli kita?

TINIO : Aku sudah manusia. Apa pun terjadi, aku ini isterinya Hanbun. Sah. Jadi
sudah kewajibanku untuk mengabdi kepadanya. Dalam susah maupun
senang. Lagipula, aku ingin anakku lahir di dekat bapaknya. Diberi nama
oleh bapaknya. Itu kebahagiaan tertinggi seorang isteri.

TINIO : Aah .. perutku mules-mules. Aku tidak kuat lagi. Kamu mau ikut menemani
kakakmu ’kan?

SIOCING : Lagi-lagi, itulah nasib sialku, ikut ke mana kamu pergi. Tidak beda seperti
buntelan kentutmu.

TINIO : (TERSENYUM)
Ayo, jangan sia-siakan waktu. Aku merasa, sebentar lagi si jabang bayi
akan nongol.Siocing, ayoo ..

(MEREKA BERGEGAS MELAYANG TURUN DARI PUNCAK GUNUNG)

LAMPU BERUBAH
33
LANGIT. MALAM.

(NAGA PUTIH DAN NAGA HITAM TERBANG MENUJU KE KOTA AIR)

(Ingin kulempar mata naga


(Agar bahagia datang segera
(Kupanah bintang di angkasa

49
(Biar copot dari tangkainya
(Jatuh di pangkuan dan jadi milikku
(Oo, Langit, berikan restumu)

LAMPU BERUBAH

34
RUMAH LIKONGHU DI KOTA AIR. MALAM.

(HANBUN MEMAKI TINIO, DENGAN KASAR. SEBALIKNYA, TINIO LEBIH BANYAK MENUNDUK. SIOCING
YANG NAMPAK GEMAS MENAHAN SABAR)

HANBUN : Siluman jahat, kenapa terus mengejarku? Kenapa kamu pilih aku sebagai
korbanmu? Dengan banyak cara, akal licik, kamu tipu aku. Kamu colok
kedua mataku sampai picek. Kamu rayu aku, supaya tetap kena jerat
tipuan. Tapi sekarang aku sudah melek. Aku sudah sadar. Aku manusia,
dan bukan sebangsa jejadian.

HANBUN : Pergi kamu, cari yang sama dengan jenismu dan jangan ganggu aku lagi.

TINIO : (SANGAT SABAR)


Hanbun, apa pun makianmu, aku tetap istrimu yang sah. Kamu boleh siksa
aku sepuas hatimu, aku tetap setia dan mencinta. Itu ikrarku di altar
pernikahan, itu juga ikrarku di hadapan Dewa-dewa.

HANBUN : Omong kosong. Aku sudah kena tipu.

KOKIYONG : (JUGA LIKONGHU, DATANG BERGEGAS)


Ada apa ini? Hanbun? Ada apa lagi?

(MELIHAT TINIO DAN SIOCING)


Kenapa berdiri di luar? Dingin. Ayo, masuk!

HANBUN : Jangan sentuh dia, kak, dia siluman ular yang aku ceritakan itu. Dia
mahluk berbahaya.

KOKIYONG : Hanbun, jangan bicara ngawur.

HANBUN : Aku sudah melihat wujud aslinya, waktu malam pesta naga. Mengerikan.

LIKONGHU : Kenapa kita tidak bicarakan ini semua di dalam rumah? Tidak sopan
bertengkar di sini. Banyak mata melihat, banyak telinga mendengar.

HANBUN : Mereka ular! Siluman! Tidak ada lagi yang pantas dibicarakan. Lebih baik
ambil pentungan lalu gebuk mereka. Usir sejauh-jauhnya.

TINIO : Hanbun, teganya kamu bilang begitu. Apa selama ini aku pernah berlaku
jahat kepada kamu? Aku selalu penuh perhatian dan cinta. Apa kamu
menikahiku karena dipaksa? Tidak kan? Taruh kata aku siluman,
bagaimana juga kamu tetap suamiku. Dan hanya padamu aku akan
mengabdi.

HANBUN : Aku tidak sudi punya abdi seekor siluman. Pergi! Jangan ganggu aku lagi.
Aku mau hidup tenang.

SIOCING : (NAIK DARAH)

50
Pengecut. Tidak tahu diri. Mana rasa terimakasihmu? Baik, isterimu
memang siluman. Kamu mau apa? Puter baik-baik otakmu. Kamu sudah
mati, waktu isterimu menyabung nyawa mencari obat sehingga kamu
sembuh.

Kamu ditawan Bahai, isterimu kembali menyabung nyawa bertarung


dengan Bahai untuk membebaskan kamu. Bukan hanya nyawanya yang
nyaris dirampas Bahai, tapi juga bayi dalam kandungannya ikut tersiksa.
Anakmu. Kalau bukan karena kakakku, sudah dari tadi kepalamu kupotong
dan kubikin dendeng gule. Enak saja maki-maki orang.

SIOCING : Waktu senang, kamu tenang. Begitu sengsara, baru kamu menghina. Itu
habis manis sepah dibuang, namanya.

Sudah, kak. Kita pergi saja cari dukun beranak. Untuk apa ingin melahirkan
di depan bapak si bayi, kalau nyatanya begini. Bukan bahagia, tapi derita
melulu ..

KOKIYONG : Tunggu! Tinio, jadi kamu sedang hamil?

TINIO : Ya.

KOKIYONG : (MEMARAHI ADIKNYA)


Kamu memang tidak tahu perasaan wanita. Isteri hamil, dibentak-bentak.
Ini rumah abang iparmu. Rumahku. Siapa yang berhak menerima tamu?
Bukan kamu, tapi kami. Aku. Kalau kamu tidak mau menerima isterimu,
aku yang akan menerimanya. Ya, kan, begitu Konghu?

LIKONGHU : Ya, lagian mau diusir ke mana, malam-malam begini? Pertengkaran dalam
rumah tangga itu biasa. Besok juga baikan lagi.

KOKIYONG : Dan jangan sebut-sebut lagi perkara siluman. Tidak baik isteri sedang
hamil dimaki begitu. Memangnya kamu bukan siluman, kalau malam-
malam tega mengusir isteri hamil?

HANBUN : Tapi, kak ..

KOKIYONG : Sudah, jangan banyak omong lagi. Bagus punya isteri yang setia dan baik
seperti dia. Dimaki habis-habisan tetap sabar. Kalau aku diperlakukan
begitu, kamu sudah kubikin jadi dendeng abon. Sembarangan ..

TINIO : (MENGELUH) Aduh .. Perutku ..

SIOCING : Kenapa kak? Mulai terasa lagi?

TINIO : Ada air keluar dari rahimku ..

KOKIYONG : Ketuban. Ketubannya pecah. Ini pasti gara-gara kamu maki-maki. Kita
bawa masuk dia, Siocing. Dan Konghu, cepat panggil Mak Dukun di ujung
gang itu.

LIKONGHU : Ya, baik. (CEPAT PERGI)

(HANBUN HANYA BISA BENGONG. TAK BISA OMONG APA-APA)

KOKIYONG : Ayo, ayo. Tahan dulu Tinio. Tunggu sampai Mak Dukun datang. Jangan
lahiran dulu. Ayo, bawa masuk!
(MEMAPAH TINIO MASUK RUMAH)

HANBUN : Betul. Sekarang rasanya aku sudah jadi dendeng abon.

51
LAMPU BERUBAH

MUSIK

35
KELAHIRAN PADA MUSIM SEMI.

(BERJUTA KUPU-KUPU MEMENUHI ANGKASA. SAYAPNYA MENARI-NARI)

NYANYIAN MUSIM SEMI


(TARIAN MUSIM SEMI)

Pucuk-pucuk daun muncul


kuncup-kuncup bunga, kembang
Embun-embun pagi, timbul
burung-burung nyanyi, riang

Matahari pagi
Daun bambu menari
Cemara bergoyang
Riak danau tenang

Padang rumput luas terbentang


Burung dan kupu-kupu terbang
Warna-warni pelangi di langit
Warna-warni kembang di bukit

Musim Semi
Lahir Kembali
Di Musim Semi
Cinta Bertaut Lagi

(DAN DI TENGAH NYANYIAN DAN TARIAN, BAHAI, GOWI,ASENG, AHENG DAN AMENG DUDUK DAN
MENUNGGU DI SUATU TEMPAT. MEREKA MEMUKUL KETUK-DOA SECARA BERATURAN, SAMBIL
BERULANG-ULANG MENGUCAP :)

Bumi harus bersih


Langit harus suci

(LEWAT NADA-NADA YANG DALAM, DAN KOOR YANG PADU)

(KEMUDIAN DI UJUNG NYANYIAN DAN TARIAN KUPU-KUPU, TERDENGAR TANGISAN BAYI TINIO)

(LALU BUNYI PETASAN TERDENGAR BERUNTUN)

(SESUDAH PETASAN HABIS, SEMUA TERDIAM. HANYA TANGIS BAYI YANG TERUS MENERUS BERKOAR.
SUARANYA MENGGEMA DALAM SUNYI)

BAHAI : (BERDIRI. YANG LAIN JUGA IKUT BERDIRI. SIAGA)


Waktunya sudah tiba.

(TIDAK ANTARA LAMA, MUNCUL SIOCING DENGAN PEDANG DI TANGAN.


DIA LANGSUNG BERSIAGA)

SIOCING : Aku tahu, kamu sudah tidak sabar lagi.

BAHAI : Kakakmu pasti sudah melahirkan.

52
SIOCING : Ya, sejam yang lalu. Bayi lelaki yang sehat dan lucu.

BAHAI : Suruh dia keluar. Aku tidak ingin buang-buang tenaga. Biar kuhadapi
kalian berdua sekaligus.

SIOCING : Tidak. Hadapi aku saja!

(SIOCING LANGSUNG MENYERANG BAHAI. TAPI DENGAN TENANG BAHAI


MENGIBASKAN JUBAHNYA. SIOCING TERPELANTING JATUH. DIA BANGKIT
LAGI, MENYERANG LAGI, JATUH LAGI. BEGITU TERJADI BERULANG-ULANG)

TINIO : (BERGEGAS KELUAR)


Siocing, pergilah! Kamu bukan lawannya.

SIOCING : Kak, bayimu.

TINIO : Tidak apa. Dia bisa menjaga dirinya sendiri.

SIOCING : Kamu lebih baik istirahat. Biar aku yang mengusir manusia bau ini.

TINIO : Percuma. Kesaktianmu masih belum setimpal dengannya. Kamu masih


harus bertapa 500 tahun lagi, baru bisa mengimbangi dia.

BAHAI : Siluman, bersiaplah untuk masuk ke dalam Batok Derma Sakti milikku!

TINIO : (KEPADA SIOCING)


Pergilah kamu! Bertapalah dengan tekun, supaya tidak ada yang berani
menghinamu lagi. Pergi!

(DENGAN SISA KEKUATAN, MENGIBASKAN SELENDANGNYA. SIOCING


TERLEMPAR DENGAN CEPAT KE LANGIT, LALU LANGSUNG LENYAP)

Siocing, bebaskan aku, kalau kamu sudah mampu!

BAHAI : Baik. Sekarang urusanmu dulu. Perkara siluman ular hitam itu, aku yakin
pasti bisa kubereskan di lain waktu.

TINIO : Paduka Bahai, jangan kuatir, aku tidak akan melawan. Tapi maukah Paduka
meluluskan satu permintaanku?

BAHAI : Sebutkan!

TINIO : Hukumlah hamba saja, dan jangan ganggu Hanbun atau anak hamba.
Mohon, biarkan mereka hidup dengan tenteram.

BAHAI : Baik. Aku janji tidak akan mengusik mereka.


(TINIO BERLUTUT)

TINIO : Terima kasih, Paduka. Sekarang hamba rela Paduka hukum. Silahkan,
hamba sudah siap.

BAHAI : Masuklah ke dalam Batok Derma Sakti ini! Masuk!


(DENGAN CARA YANG SANGAT AJAIB, TINIO MENJADI MENGECIL LALU DIA
TERSEDOT MASUK KE DALAM BATOK DERMA SAKTI ITU)

(PADA SAAT ITU, MUNCUL HANBUN, LIKONGHU DAN KOKIYONG. MEREKA


MASIH SEMPAT MELIHAT TINIO TERSEDOT OLEH KESAKTIAN BATOK DERMA
MILIK BAHAI)

53
HANBUN : (TERIAK)
Tinio ..

TINIO : Hanbun, sudah takdir kita harus berpisahan dengan cara begini. Aku
mohon relakan kepergianku, demi anak kita. Selamat tinggal, tolong jaga
anak kita dan jaga dirimu baik-baik. Hanbun ..

(MENYANYI DENGAN PERIH)

Jantung batu
Mata hati buta
Mana mampu
Menyentuh cahaya surga

Bahkan para dewa bungkam


Dan pintu langit terkunci
Masa depan tega diterkam
Tali nafas disimpul mati

Tak tahu kapan bumi paham


Tak tahu kapan langit mengerti
Makna cinta abadi

Kekasihku ..

HANBUN : (BERTERIAK)
Tinio! Jangan pergi! Jangan tinggalkan aku!

BAHAI : Terlambat. Dia sudah jadi tawananku sekarang. Dari Batok Derma ini,
isterimu akan kupindahkan ke dalam pagoda di Kelenteng Emas. Pagoda
itu akan menjadi penjaranya selama berabad-abad.

HANBUN : Mengapa kamu lakukan itu?

BAHAI : Seharusnya kamu berterimakasih karena sudah kutolong dan kubebaskan


dari pengaruh sihir siluman itu.

HANBUN : Siluman. Aku sudah tahu isteriku siluman. Tapi dia isteriku, yang sudah
memberiku anak. Aku tidak peduli dia siluman atau bukan. Sebab dia
mencintaiku. Dan nyatanya, aku juga mencintainya. Tadinya aku memang
benci, dan takut.

HANBUN : Tapi dia tidak pernah berbuat jahat kepadaku. Juga tidak pernah berbuat
jahat kepada orang lain. Apa yang dilakukannya selama ini, hanyalah
upaya untuk menolong orang lain. Mungkin dulu dia jahat, tapi setelah
kawin dengan aku, hanya kebaikan-kebaikan saja yang dia lakukan. Dan
itu dilakukannya dengan tulus.

Aku kawini dia, tanpa dipaksa. Aku memang ingin dan suka. Aku bekerja
membanting tulang, dan tidak pernah minta uang dari kamu, tidak pernah
merepotkan kamu.

Isteriku memang siluman, tapi apakah dia tidak berhak bertobat dan
menjadi manusia? Seluruh hidupnya dia curahkan untuk menjadi manusia.
Dia berusaha dengan susah payah untuk menjadi manusia. Apakah untuk
itu dia harus kamu kutuk, lalu kamu masukkan ke dalam penjara? Apakah
capnya sebagai siluman, tetap harus dia sandang seumur hidup, dan tidak
ada air jenis apa pun yang sanggup mencuci bersih noda dari cap itu?
Padahal dia sudah tidak menginginkan cap itu lagi. Dia sudah menjadi
manusia. Bahkan lebih manusia dari manusia.

54
Apa hak kamu mengadili? Apa kamu dewa?

BAHAI : (TAK PEDULI. EKSPRESI WAJAHNYA TETAP MEMBEKU)


Jika kamu ingin bezuuk, ingatlah, isterimu ada dalam salah satu ruangan di
dalam pagoda. Bawa sekalian anakmu, dan kelak ceritakan kepadanya
dengan jujur bahwa ibunya adalah seekor siluman ular putih.
(PERGI TANPA MENOLEH KE BELAKANG LAGI. GOWI, ASENG, AHENG DAN
AMENG MENGIKUTINYA)

HANBUN : Ya, Dewa. Apakah bicaraku yang panjang lebar tadi sama sekali tidak
masuk ke dalam benaknya? Hatinya batu.

LIKONGHU : Mungkin dia tuli.

KOKIYONG : Dan buta.

HANBUN : (BERTERIAK SEKUAT-KUATNYA)


Aku marah.

(KEMUDIAN LEMAS)
Tapi tak berdaya.

LAMPU BERUBAH

PENUTUP
CERMIN BAGI LANGIT, CERMIN BAGI BUMI.

(PARA PELAKON MENYANYI BERSAMA DENGAN SEMANGAT MENGGEBU)

(DARI ATAS TURUN “DEWI WELAS ASIH” MENAIKI KENDARAAN LANGIT. BELIAU MENATAP SEMUA
MANUSIA. TAPI TAK SEORANG PUN MAMPU MELIHAT SANG DEWI)

BERI KAMI NURANI

Beri kami nurani


Jangan beri benci
Beri kami kasih
Jangan beri belati
Beri kami nasi
Jangan beri kami tai
Beri kami matahari
Jangan beri janji-janji
Beri kami harga
Jangan beri tipu daya
Beri kami kesempatan
Jangan beri umpatan
Beri kami bunga
Jangan beri dusta
Beri kami cinta
Jangan beri luka

OOH, BERI KAMI CINTA. CINTA. CINTA !!!

LAKON SELESAI

55
Memanggungkan lakon versi ini harus seijin penulisnya, atau kepada Teater Koma, Jakarta.
Jakarta, Januari 1994 - Februari 2000, N. RIANTIARNO.

56

Anda mungkin juga menyukai