PARA PELAKU :
PEMBUKA
LANGIT.
2
(LANGIT BERGEJOLAK. MEGA-MEGA GELISAH. REMBULAN DAN GEMINTANG GEMETARAN. MATAHARI
SEMBUNYI. BUMI RESAH. AWAN-AWAN BERPUTARAN DAN ANGIN KEBINGUNGAN. ALAM SEMESTA
BERGUNCANG. PASUKAN ELIT LANGIT DI BAWAH PIMPINAN BAHAI TENGAH BERIKRAR)
LANGIT BERUBAH
1
LANGIT.
(BAHAI BERLUTUT, MENERIMA ’SK PEMBASMI SILUMAN’ DARI WUFU, SANG DEWA SELATAN. SEMACAM
UPACARA PENGANGKATAN PEJABAT LANGIT. LINGKARAN CAHAYA DARI ATAS, MENYOROT KEPADA
MEREKA BERDUA. DAN DI BUMI, SEJUTA LAMPION BERGERAK PERLAHAN MENGIKUTI ALIRAN SUNGAI.
BERGERAK KE HILIR, PERLAHAN, SAMPAI SEMUA LAMPION LENYAP)
BAHAI : Hamba akan patuh dan melaksanakan tugas mulia yang Paduka bebankan
ke pundak hamba. Kepercayaan Paduka merupakan kehormatan yang
wajib hamba junjung tinggi-tinggi. SK ini adalah jimat yang akan hamba
jaga dengan taruhan nyawa.
3
(MELANTUNKAN IKRAR DALAM NYANYIAN)
Sejak saat ini, akan hamba tingkatkan siskamling langit, agar tidak terjadi
penerobosan gelap yang bisa membahayakan tahta Dewa-Dewa.
LAMPU BERUBAH
2
SUDUT-SUDUT BUMI YANG JOROK.
(SUDUT-SUDUT BUMI YANG JOROK DAN KELAM, YANG BAU DAN SUMPEK. KELUHAN SELURUH
PENGEMIS DAN ORANG MISKIN DI DUNIA)
4
Jangan beri umpatan
Beri kami bunga
Jangan beri dusta
Beri kami cinta
Jangan beri luka
Merdeka!
(MENANGIS)
Merdeka. Merdeka ..
LAMPU BERUBAH
3
RUMAH LIKONGHU. PAGI.
KOKIYONG : Omong kosong itu merdeka. Mana ada seratus persen merdeka? Nyatanya
kita semua masih bergantung kepada banyak pihak. Kita ini ’kan cuma
wayang, yang patuh saja dikendalikan dengan ketat oleh ..
KOKIYONG : Ya, ya, aku tidak akan “slip of the tongue”. Jangan kuatir. Hanbun jelas
masih bergantung kepada kita.
LIKONGHU : Ya, tapi rejeki, kematian dan jodoh adalah urusan para dewa. Jangan paksa
Hanbun menikah, kalau jodoh belum ketemu. Maksudku, dia merdeka
menentukan pilihan jodohnya sendiri.
KOKIYONG : Tapi umur sudah cukup, pekerjaan punya dan masa depannya tidak jelek-
jelek amat. Lagian aku sudah ingin menimang keponakan.
LIKONGHU : Oo, kalau maumu begitu, itu soal lain. Merawat adikmu dari sejak kecil,
membuat kamu sering bersikap sebagai ibunya. Diteteki melulu ...
KOKIYONG : Kami cuma tinggal berdua. Garis keturunan keluarga harus berlanjut, dan
hanya pada Hanbun harapan itu dibebankan. Apa harus menunggu sampai
dia tua?
LIKONGHU : Ya, tidak. Serahkan saja pada Hanbun. Aku yakin dia juga pasti sudah
berfikir ke arah situ. Cuma, siapa calon isterinya, itu yang jadi soal.
KOKIYONG : Kan kita bisa sewa mak comblang. Banyak perawan di desa kita, pasti ada
satu yang sedia jadi isteri adikku itu. Hanbun kuat, anaknya pasti bisa
banyak.
KOKIYONG : Tidak ada yang dilupa? Alat-alat untuk membersihkan makam? Kertas
kuning, kembang, sesajian, buku doa?
5
HANBUN : Ada. Semuanya ada. Mungkin saya pulang sore. Sehabis ziarah mau jalan-
jalan dulu di pinggir danau. Lihat-lihat orang pesiar.
KOKIYONG : (MENGGEBU)
Ya, ya, siapa tahu ...
LIKONGHU : Kiyong ..
LIKONGHU : Kokiyong ..
KOKIYONG : Syukur dia mau pesiar di danau. Banyak pemandangan, banyak pelancong
perawan, kemudian satu dipilih, lalu hidupnya akan menjadi lebih lengkap.
LIKONGHU : Asal jangan salah pilih. Amit-amit, hidup bukannya lebih lengkap malah
jadi neraka jahanam.
LAMPU BERUBAH
4
LANGIT LUAS.
HITAM : Untuk apa jadi manusia? Apa ada gunanya? Takdir sudah memutuskan,
hanya sengsara yang harus mereka terima. Lebih nikmat jadi siluman. Bisa
bebas terbang ke mana suka. Bergerak mengikuti putaran alam, dan
jangan melawan. Hanya itu tugas kita. Dan kita bisa hidup hingga akhir
zaman.
PUTIH : Adikku, kita hanya sekedar bergerak. Karena hukum alam. Karena
peranan. Itulah soalnya. Kita ini salah satu jenis sampah alam. Sekedar
ada. Tak berdaya menyatakan sesuatu yang berbeda. Tak sanggup bilang
tidak, tak sanggup menolak. Apa itu yang kau sebut, bebas?
HITAM : Justru itu. Inilah yang jadi topik utama dalam setiap seminar berkala kaum
siluman : “Apakah Kita Harus Jadi Manusia”?
6
Dan jawabannya selalu : tidak, tidak, tidak!
Mereka juga cuma wayang. Tak jauh beda dengan kita. Kakakku yang lugu,
masih tetap ingin jadi manusia?
PUTIH : Ya.Kenapa?
PUTIH : Sekarang kutanya : untuk apa kamu bertapa sampai 500 tahun? Apa yang
hendak kamu minta kepada Dewa-Dewa?
HITAM : Kakak sendiri, sudi bertapa sampai 1000 tahun, untuk apa? Apa coba,
yang dicari?
PUTIH : Pintaku kepada Dewa, berkali-kali, jadikan aku manusia. Aku hanya ingin
berbuat kebaikan kepada mereka. Dan kelihatannya, permintaanku mulai
dikabulkan. Apa pun yang kurasakan sekarang, apa pun yang kulakukan,
aku merasakan dan melakukannya, sudah seperti manusia.
HITAM : Gawat.
PUTIH : Nikmat.
PUTIH : Kamu bisa memilih. Tetap seperti sekarang, atau mengikuti jejakku.
HITAM : Aku ingin tetap jadi siluman ular hitam! Itu karma-ku. Aku cuma ingin
sekali-sekali saja jadi manusia, untuk membuktikan aku punya kelebihan.
Tapi aku, selalu, tak pernah punya pilihan selain pergi ke mana kakak
pergi. Sehidup semati. Benci, benci. Apa boleh buat ..
7
PUTIH : Kamu memang adikku yang sejati.
PUTIH : Sudah kupikirkan. Namaku Pektinio. Tapi panggil saja Tinio. Dan kamu,
Siocing. Kita akan tetap jadi kakak beradik yang yatim piatu. Lalu, kita
akan melancong ke mana-mana. Atau menetap di daerah yang paling
indah.
HITAM : Kami ..
(HITAM DIAM. DIA BERIKAN KTP MILIKNYA DAN JUGA MILIK PUTIH. AHENG
MEMERIKSANYA)
AHENG : (KAGET)
Sudah saya duga. Mereka!
AHENG : Mereka!
HITAM : Lalu? Apa salahnya? Kami memang siluman. Di dalam KTP itu jelas
terbaca. Saya, Siluman Ular Hitam, dan kakak saya ini Siluman Ular Putih.
Terus kenapa?
8
ASENG : Fatal. Kamu berdua sudah melanggar aturan, melakukan kesalahan
fatal. Langit di mana saja, hanya boleh bagi Dewa-dewa dan para pendita
setengah dewa. Dan jelas verboden bagi para siluman serta sejenisnya.
Faham?
HITAM : Tidak. Kapan aturan itu dibikin? Kami tak pernah dengar. Sejak ribuan
tahun lalu, langit kawasan ini sudah jadi tempat kami tamasya.
HITAM : Kalian ini siapa? Mendadak cengegesan melarang ini itu? Selama ini belum
pernah dengar para dewa melarang ini itu.
HITAM : Kalau aku yang terluka, bagaimana? Mereka yang duluan cari perkara,
bukan kita.
9
BAHAI : Manusia harus di bumi. Siluman tinggal di kerak magma dan langit sampai
lapis ke-33 hanya terbuka bagi para dewa. Pelanggaran ini bisa dianggap
sebagai subversi.
PUTIH : Tapi tuan, apa tidak ada kekecualian bagi yang tidak tahu?
Tindakan ini kami lakukan tanpa sengaja.
BAHAI : Mati!
ASENG : Mati!
MUSIK
(BERULANG-ULANG KATA ’MATI’ DISEBUTKAN DALAM IRAMA STAKATO, SEHINGGA BUNYI KATA ITU
MENJADI SEPERTI DERU PUKULAN GENDERANG KEMATIAN BAGI PUTIH DAN HITAM)
(BAHAI BERPUTARAN, BERHADAPAN DENGAN HITAM DAN PUTIH YANG JUGA BERPUTARAN. MEREKA
BAGAI AYAM ADUAN. DALAM LINGKARAN PARA POLISI YANG MENGURUNG)
(PADA SAAT ITU, SEBERKAS CAHAYA GEMILANG MELUNCUR DARI LANGIT. DAN KETIKA SAMPAI KE
HADAPAN DUA PIHAK YANG HENDAK BERTEMPUR, CAHAYA ITU BERUBAH MENJADI SOSOK WUFU,
SANG DEWA PENGUASA LANGIT SELATAN)
WUFU : Stop! Tunggu! Berhenti dulu! Jangan berkelahi dulu! Aduh, aduh, untung
saya segera datang. Dewi Welas Asih pasti akan menyemprot saya, kalau
di antara kalian ada yang sampai cedera. Ya? Untung, untung ..
Sudah. Ya? Hanya Tuan yang saya beritahu rahasia Buku Catatan Langit
ini. Faham?
BAHAI : Hamba tidak berani membantah, meski hati masih penasaran sebab
mereka sudah melanggar aturan.
10
WUFU : Ya. Ya. Pergi saja, cepat! Dan jangan lagi lancang ke mari, ya? Anggap saja
kali ini sebagai peringatan.
(MENYANYI)
Perdamaian, Oh Perdamaian
Mudah diucap, susah dilaksanakan
Tapi heran, banyak yang percaya
Damai baru bisa diwujudkan
Jika perang sudah dimenangkan
Jadi, itu artinya
Segala jenis senjata
Terus dicipta orang
Untuk membunuh !!!
LAMPU BERUBAH
MUSIK
5
SEBUAH DANAU DI MUSIM PANAS. SIANG.
(PARA PELANCONG PESIAR DENGAN PERAHU DI DANAU. KOTA AIR TERLETAK DI SISI BARAT DANAU
INDAH ITU. SEORANG PEMUDA, KOHANBUN, BERJALAN DI SEPINGGIR DANAU. LANGIT CERAH,
MATAHARI NYARIS TERIK, PEMANDANGAN SANGAT CANTIK. KOHANBUN DUDUK DI BAWAH POHON, DIA
BERPAYUNG).
11
Para pelancong senang hatinya
Sampan-sampan bak buih berapungan
Alam nan cantik seindah lukisan
(TINIO DAN SIOCING MUNCUL DI SISI DANAU YANG LAIN, AGAK JAUH DARI HANBUN. MEREKA JUGA
BERPAYUNG. NAMPAK HANBUN MULAI TERTIDUR KARENA ANGIN SEMILIR)
SIOCING : Aduh, cantik sekali. Airnya jernih seperti kumpulan kristal. Ikan-ikan emas
yang berenang nampak jelas dari sini. Angsa. Ah, bunga rumput.
Wanginya ..
TINIO : Matamu serakah sekali. Mana yang sebetulnya ingin kamu nikmati
sekarang ini?
Sekitar 900 tahun yang lalu, aku kena nasib sial. Seorang pawang ular
berhasil menangkapku, dan membawaku ke pasar sebagai barang
dagangan.
Tapi seorang petani jatuh kasihan dan sudi menolongku. Aku kembali
bebas, dan bisa meneruskan tapaku. Sungguh, Siocing, di dalam
perjalanan waktuku, setelah ber-kali2 kelahiran kembali, lihatlah di pinggir
danau seberang sana. Dialah petani yang dulu menolongku itu.
TINIO : Sudah menjadi tekad, aku harus membalas budinya. Aku harus bersedia
menjadi istrinya.
SIOCING : Apa? Ya, ampun. Sudah cukup jadi manusia, sekarang kakak ingin jadi
isteri manusia. Untuk apa?
Dan kakak sudi jadi istri lelaki yang sedang ’ngorok itu? Aduh. Apa tidak
salah pilih? Lagipula, dia punya kaki, punya tangan dan tidak punya ekor.
TINIO : Dia manusia, seperti kita sekarang. Mana bisa punya ekor?
SIOCING : Cari yang lain saja, ah! Kelihatannya dia agak begok.
TINIO : Bukan begok, tapi jujur. Aku sudah menyelidikinya. Sekali ini, adikku, kamu
jangan merusak rencanaku. Dan aku butuh bantuanmu.
12
NYAMBAR DAN GELUDUK TERDENGAR BERSAHUTAN. TIDAK ANTARA
LAMA, HUJAN TURUN DENGAN SANGAT DERAS)
(PERAHU MENDEKAT)
HANBUN : Datangnya mendadak. Apa tidak aneh? Ah, sudahlah. Tolong antar ke
Dermaga Dua. Langsung saja, jangan cari penumpang lain. Saya sewa
penuh.
TAUKE PERAHU : Maaf, perahu saya sudah disewa tuan yang di dalam ..
SIOCING : Dalam hujan seperti ini? Lagian sudah sore. Dan kakak basah kuyup
begini. Bisa masuk angin. Coba saya tanya dulu ke mana tujuan tuan ini.
Dia kan cuma sendirian. Di dalam perahu masih bisa muat tiga orang lagi.
HANBUN : Maaf, tadi saya dengar nona-nona hendak ke Jembatan Patah. Saya turun
di Dermaga Dua. Bagaimanapun, perahu ini harus melewati Jembatan
Patah. Artinya kita searah. Silahkan naik, kalau Nona-nona tidak
keberatan.
13
(SIOCING MEMBIMBING TANGAN TINIO MASUK KE DALAM PERAHU.
KEMUDIAN MEREKA BERDUA DUDUK BERHADAPAN DENGAN HAMBUN)
PERAHU NASIB
HANBUN : Jangan. Nona-nona adalah tamu saya. Saya yang bayar. Kalau nona-nona
tidak keberatan.
HANBUN : Tapi masih hujan. Nona-nona bisa sakit. Kalau tidak keberatan, pakailah
payung saya.
(KEPADA HANBUN)
Ya, kan?
SIOCING : Dikembalikan ke mana? Kami tidak tahu di mana rumah tuan. Dan, apa
tuan sudah tahu di mana kami tinggal?
14
SIOCING : (TERTAWA)
Kami tinggal di ujung Jalan Mawar, rumah paling besar. Gampang
dicarinya.
(KEPADA TINIO)
Mau terus di sini? Ayo!
TINIO : Sekali lagi, terima kasih. Payung tuan pasti akan saya kembalikan. Besok.
HANBUN : Tidak, saya yang akan mengambilnya. Besok, saya datang. Kalau nona
tidak keberatan.
HANBUN : (SADAR)
Eh, terus Dermaga Dua. Jalan, pak!
(MENGGUMAM)
Saya lupa tanya nama mereka. Juga lupa kasih tahu nama saya. Apa ada
rumah besar, di jalan Mawar?
TAUKE PERAHU : Ada. Satu. Tapi setahu saya, sudah lama tidak dihuni orang, tidak terawat
dan sudah jadi sarang ular. Ee, tapi siapa tahu, ada rumah besar lain yang
baru dibangun kemarin. Zaman sekarang, asal punya uang, rumah
sebesar apa pun bisa dibangun dalam tempo satu hari. Apalagi kalau
pemiliknya berasal dari ibukota dan punya kuasa. Kabarnya, orang-orang
ibukota yang kaya amat pintar bermain sulapan. Betul begitu, tuan?
HANBUN : Barangkali.
LAMPU BERUBAH
6
RUMAH TINIO DAN SIOCING. MALAM.
SIOCING : Kalau tidak keberatan, boleh saya tanya apa rencana kita selanjutnya?
TINIO : (TERSENYUM)
Jangan menggoda terus.
15
TINIO : Besok dia pasti datang. Ladeni sebaik-baiknya. Dan kamu harus jadi
comblang. Makin cepat kami menikah, makin baik. Bujuklah dia, pengaruhi
agar cinta padaku dan bersedia menjadi suamiku.
SIOCING : Apa dia mampu? Kita tahu, dia bukan orang kaya.
(MEMBACA UDARA)
Betul. Jika dia diajak kawin, pasti menolak dengan alasan, masa depan
masih sulit. Kita harus membantunya.
SIOCING : Bagaimana?
TINIO : Penguasa kawasan ini, jadi kaya raya karena memeras rakyat. Kalau kita
ambil hartanya sedikit, tentu dia tidak akan merasa kehilangan. Kita akan
panggil Setan Lima Penjuru Angin. Dan minta mereka ambil 1000 keping
emas dari peti harta Tuan Koruptor itu. Lalu sebagian emas itu kita berikan
kepada Hanbun sebagai ongkos kawin. Dia pasti senang dan tidak punya
alasan lagi untuk tidak bersedia menikahi aku. Sesudah pernikahan, kita
pindah ke kota lain dan mendirikan usaha rumah obat sendiri, dengan
Hanbun sebagai bos.
TINIO : Sekarang akan kupanggil Setan Lima Penjuru Angin, Siluman Ikan dan
Siluman Kepiting.
(TIDAK ANTARA LAMA, LIMA SETAN : WA, WI, WU, WE, WO, MUNCUL
SAMBIL BERSALTO. LALU MENGHADAP TINIO. SILUMAN IKAN DAN
KEPITING, MENYUSUL)
TINIO : Siocing akan membagikan surat perintah kepada kalian. Baca baik-baik
dan jangan sampai melakukan kesalahan. Khusus untuk Lima Setan
Penjuru Angin, lakukan pekerjaan kalian tanpa meninggalkan bukti atau
jejak dan tak boleh ada korban. Siocing!
(SIOCING MEMBAGI-BAGI SURAT PERINTAH KEPADA MASING-MASING
SETAN DAN SILUMAN. MEREKA MENERIMA PENUH HORMAT)
TINIO : (LEMAS)
16
Siocing ... Mendadak aku merasa seperti sedang berjalan dalam lorong
gua yang gelap. Aku mendengar banyak jeritan. Dan aku yakin, itu
suaraku, jeritanku sendiri.
TINIO : Ah, aku tak tahu, keinginanku untuk menjadi manusia dan menikahi
Hanbun, tindakan benar atau salah. Padahal, ini baru permulaan. Baru
permulaan ..
TINIO : Terima kasih, adikku. Aku tidak tahu, apa jadinya kalau kamu tidak ada.
LAMPU BERUBAH
MUSIK
7
PELAMARAN TINIO ATAS KOHANBUN,
DALAM BENTUK WAYANG POTEHI.
(TINIO, HANBUN DAN SIOCING MENJADI BONEKA-BONEKA WAYANG YANG HANYA BERGERAK ATAS
PERINTAH DALANG)
DALANG : Terjadilah apa yang sudah ditakdirkan harus terjadi! Langit punya aturan,
manusia hanya sekedar menjalankan. Maka, pada suatu pagi yang cerah,
Kohanbun datang berkunjung ke rumah dua gadis yang kemarin, waktu
hari hujan, sudah meminjam payung miliknya.
(BONEKA HANBUN BERPERAN)
Gadis yang lemah gemulai. Sopan santun. Dan cantik. Hanbun terpesona
sehingga dia tertegun agak lama. Selamat datang, silahkan diminum
tehnya, sapa Tinio. Suaranya yang bagaikan seruling, membuat Hanbun
lebih terpesona lagi. Baru pada ajakan yang kedua, Hanbun sadar diri.
Ya, nona, ya, jawab Hanbun terbata-bata.
Panggil saya Tinio saja, kata Tinio. Dan tuan?
Saya Hanbun, jawab pemuda itu masih tergagap-gagap.
17
Dan saya Siocing. Ujar Siocing yang nimbrung mendadak. Perkenalan
unik dan menggelikan, sebab baru pada pertemuan yang kedua itulah
mereka saling tahu nama masing-masing.
Ada seorang wanita, dia bersedia menjadi isteri tuan, kata Siocing
perlahan. Dia juga bersedia mengongkosi semua biaya perkawinan,
dan menjanjikan sebuah usaha toko obat yang akan tuan jalankan
sendiri sebagai bos. Dan supaya tuan tidak menganggap saya
main-main. Ini, uang 300 keping emas, yang bisa tuan pergunakan
untuk semua keperluan awal pernikahan. Silakan.
Geger, geger. Siocing dan Tinio kebingungan tapi juga gembira karena
Hanbun sudah menyatakan ’Ya’. Berkah!
Hanbun datang hendak mengambil payung, tapi yang dia peroleh ternyata
lebih dari sekedar payung : Isteri.
Mau tidak mau pernikahan harus dilaksanakan segera.
LAMPU BERUBAH
8
RUMAH LIKONGHU. SIANG.
18
(KOKIYONG MASUK KE DALAM ADEGAN WAYANG POTEHI ITU, MEMBUAT DALANG MENJADI BINGUNG.
DALANG MEMBALIK-BALIK BUKU PAKEM. DAN MEMANG TIDAK ADA TERCATAT BAHWA KOKIYONG AKAN
NIMBRUNG. LALU, PADA ADEGAN INI SEMUANYA BERUBAH KEMBALI MENJADI SEPERTI MANUSIA
BIASA)
KOKIYONG : Apa? Malam ini? Bagaimana? Apa kamu pikir menikah itu sama dengan
makan capcay, yang langsung bisa kita lakukan begitu perut lapar? Enak
saja. Jangan begitu. Harus ada upacaranya. Ini peristiwa besar. Sakral,
Hanbun, sakral. Jangan sampai mayat para leluhur kita terbalik-balik di
kuburan mereka. Konghu!!!
DALANG : Bu, bu, maaf, bu, ini masih adegannya Hanbun, Tinio dan Siocing.
DALANG : Maaf, bu, seharusnya ibu masih dalam kotak. Belum waktunya keluar.
Jangan bikin saya bingung, bu..
KOKIYONG : Masa bodo. Ini persoalan keluarga. Orang lain tidak boleh ikut campur.
KOKIYONG : Dalang apaan kamu? Mau bikin bencana sama keluarga saya, ya? Hah?
Masa bikin cerita seperti ini; adik saya yang laki-laki, dilamar wanita yang
baru dia kenal kemarin dulu, lalu malam ini juga mereka setuju pernikahan
dijalankan. Terus, saya ini apa? Apa peranan saya? Saya ini kakaknya,
yang merawat sejak dia masih ngompol. Keterlaluan. Di mana letak
moralitas cerita kamu itu? Hah? Masa saya tidak diajak serta? Masa saya
dilupakan? Saya sedih, ini, sedih ...
KOKIYONG : Ubah! Kalau kamu memang betul dalangnya, kamu kan bisa mengubah
jalan ceritanya? Dalang mengubah-ubah jalan lakon, kan biasa itu? Di
mana-mana dalang yang pinter selalu berbuat seperti itu. Harus banyak
pakem, tahu?
DALANG : Kalau diubah, nanti bagaimana? Dosa, bu, kalau lakon yang sudah jadi
diubah-ubah, biarpun dalang punya kekuasaan untuk itu. Lagian, saya
bukan jenis dalang macam begitu. Maaf saja, amit-amit ..
DALANG : Aduh, pusing saya. Jadi saya harus bikin apa ini?
KOKIYONG : Minggir! Biar saya selesaikan bagian ini dulu. Ini masalah keluarga. Biar
kamu dalang, kamu tidak berhak mengarang-ngarang cerita seenaknya.
Saya tuntut, adegan ini mutlak milik saya. Kalau tidak, akan saya laporkan
kamu ke Komite HAM internasional. Bisa mampus lu ..
Konghu, di mana sih orang itu? Konghu !!!
(MEMELOTOTI DALANG)
19
Apa? Kan kubilang kamu minggir dulu? Mau main kasar?
DALANG : Biar dia selesaikan dulu adegannya. Nanti saya cari akal, bagaimana
caranya supaya cerita tetep ’nyambung.
DALANG : Eee, saya ini kan cuma dalang wayang, bukan dalang sono nooh. Kalau
saya dalang sonooh sih, jangan harap. Dan jangan salah, saya mengalah,
bukan kalah. Hayooo!
TINIO : Siocing, jangan melawan dalang. Bisa kualat. Ayo, kita masuk kotak.
(TINIO DAN SIOCING MASUK KOTAK KEMBALI. DALANG PUN MINGGIR DAN
MEMERIKSA BUKU PANDUAN)
HANBUN : Kak, ini ada 300 keping emas untuk biaya pernikahan.
KOKIYONG : (MENANGIS)
Konghu, ini 300 keping emas, dari Hanbun. Dia coba menyogok kita.
Belum pernah kita lihat uang sebanyak ini. Aku senang, tapi aku tetap
tidak senang kalau kami dilupakan. Pernikahan, adalah perkawinan dua
keluarga, bukan hanya perkawinan antara perawan dan jejaka saja. Kamu
harus ingat itu, Hanbun.
HANBUN : Aku tidak berniat melupakan kakak berdua. Kan aku bilang sekarang?
Kalau tidak, aku ’kan sudah kawin tanpa kasih tahu kakak? Kak, kumohon,
tolonglah urus perkawinanku. Terserah kakak mau bikin cara bagaimana,
aku menurut saja.
KOKIYONG : Betul?
HANBUN : Betul.
KOKIYONG : Nah, ini baru namanya jalan cerita yang benar. Dalang!!!
KOKIYONG : Dan tidak pakai lagi cara boneka wayang seperti itu. Ini kehidupan nyata.
Bukan lakon wayang. Jalan seperti manusia biasa!
TINIO-SIOCING : Baik.
DALANG : Sekarang?
20
KOKIYONG : Ya, sekarang. Memangnya kapan? Tahun depan?
DALANG : Ya, deh.
(TERIAK)
Inilah pernikahan Kohanbun dengan Pektinio! Musik!
(MUSIK “HERE COME THE BRIDE” CARA CINA)
LAMPU BERUBAH
9
PERNIKAHAN HANBUN & TINIO. MALAM.
(DALAM UPACARA SEDERHANA, KOHANBUN DINIKAHKAN DENGAN TINIO. SIOCING MENJADI SAKSI DAN
DALANG MENJADI PEMANDU UPACARA. ANTARA LAIN KE MANA HARUS BERJALAN, KEPADA SIAPA
HARUS BERLUTUT SERTA MEMBERI HORMAT, DAN LAIN-LAIN TRADISI ADAT TATACARA PERNIKAHAN)
LAMPU BERUBAH
10
KERAMAIAN PASAR SEBUAH KOTA. SIANG.
(GOWI, DENGAN TIGA ASISTENNYA — ASENG, AHENG DAN AMENG — SEDANG MENGGELAR RAMALAN
YANG DIDAGANGKAN. ORANG BANYAK BERKERUMUN. GOWI, HANYA DUDUK BERSILA DENGAN MATA
TERPEJAM. YANG BERKAOK-KAOK ADALAH SI TRIO ITU, BERGANTIAN, DIIRINGI GENJRENG ATAU
KENONG).
AHENG : Di zaman serba tidak karuan seperti sekarang, sihir para siluman bisa
gampang masuk badan kita. Fatal. Fatal. Mulanya kita tidak mengira, tapi
tahu-tahu, tanpa dirasa, kita juga sudah jadi siluman; babi, ular, monyet,
kura-kura, kutu atau apa saja, tergantung jenis siluman yang sudah sukses
menjajah kita itu.
AMENG : Suhu Gowi, datang berniat menyelamatkan kalian. Kiamat makin dekat.
Zaman hancur-hancuran sudah di depan mata.
AMENG : Kan lebih baik siap sebelum terlanjur hancur? Suhu Guowei adalah The
Best Peramal yang sampai sekarang belum ada tandingannya. Di bawah
bimbingan beliau, kalian pasti selamat dan siip ..
ASENG : Ini zaman serba susah ditebak. Hitam bisa jadi putih, putih ternyata hitam.
Berabe kalau gegabah atau masa bodoh. Manusia mahluk paling lemah,
paling gampang diaduk-aduk, dipengaruhi, dipelet, diinjak-injak.
AMENG : Zaman sekarang, kita makin sulit percaya sama orang lain. Juga makin
sulit percaya sama diri sendiri. Seringkali, yang kelihatannya seperti kita
itu, sebenarnya bukan kita, tapi orang lain.
AHENG : Tapi besok, Guru Gowi berkenan mengajari kalian tentang bagaimana cara
membaca tanda-tanda zaman, bagaimana bisa keluar dari setiap
kesulitan, dan bagaimana bisa tahu apa yang orang lain tidak tahu.
21
ASENG : Datang saja besok ke kelenteng Bukit Atas. Suhu kami akan buka ramalan
dan peruntungan kalian. Ajak pamili dan handai tolan. Semuanya akan
dilayani dengan full senyum. Percayalah, semua ramalan suhu kami
cespleng dan kena di hati. Siip ..
GOWI : (KESURUPAN) Aku mencium bau; siluman! Di kota ini ada siluman.
GOWI : Ular! Ada dua ular! Putih dan Hitam. Tapi mereka sudah berubah menjadi
dua perempuan. Celaka! Salah satunya berhasil membujuk seorang
pemuda untuk jadi suaminya.
GOWI : Harus hati-hati, Aseng, Aheng, Ameng. Sepasang siluman ular itu sakti
sekali. Cepat kita hengkang dari sini ..
GOWI : Sudah, sudah jangan cerewet lagi. Orang mau datang, silakan, tidak juga
tidak apa-apa. Siluman ular, jauh lebih penting untuk ditangani. Kita harus
siapkan pertarungan hidup mati. Ayo, jangan buang-buang waktu.
LAMPU BERUBAH
11
LANGIT LUAS.
22
LAMPU BERUBAH
12
RUMAH TINIO. MALAM.
(HANBUN DAN TINIO MENYIAPKAN SEGALA KEPERLUAN SEMBAHYANGAN DI KELENTENG. SIOCING IKUT
MEMBANTU)
SIOCING : Besok, jangan terlalu lama di kelenteng. Lekas pulang. Kakak tidak biasa
ditinggal sendirian.
SIOCING : Di sana pasti banyak pemandangan. Tapi, awas kalau sampai ngeceng.
Mata jangan dibuka terlalu lebar, nanti kelilipan.
TINIO : Siocing ..
HANBUN : Sudah lama aku tidak sembahyang. Besok, kata orang, hari baik. Banyak
harapan doa-doa bakal dikabulkan. Jadi, di hadapan Dewa-dewa, aku juga
tidak akan lupa mendoa supaya Siocing cepet-cepet dapat jodoh ..
SIOCING : Jodoh manusia, eh, lelaki? Nggak usah. Untuk apa? Aku..
TINIO : Siocing ..
HANBUN : Semua sudah ditaruh Siocing di dalam keranjang itu. Besok, aku berangkat
sebelum matahari terbit.
TINIO : Lebih baik cepat tidur, supaya besok tidak bangun kesiangan.
Tidur dulu ..
(MASUK KAMAR)
23
TINIO : Siocing, ada apa?
SIOCING : Sudah, ah, lupakan saja. Mungkin aku yang lagi kacau.
SIOCING : Aku mencium hawa jelek. Rasanya akan terjadi sesuatu. Dari kemarin,
jantungku berdebar-debar terus. Mata kekedutan. Aku malah mimpi
Hanbun berubah jadi ular.
LAMPU BERUBAH
13
KELENTENG TEMBAGA. SIANG.
PENGEMIS : Sedekah, minta sedekah. Yang ogah kasih sedekah, saya doakan sulit
dapat berkah. Jangan sampai lupa. Orang miskin manjur doanya. Derma,
derma. Yang lupa kasih derma, biar mampus di neraka. Jangan lupa, orang
miskin tajam lidahnya.
ASENG : Belum.
GOWI : Kita harus menolongnya. Lelaki itu sudah dijerat. Tapi celakanya, dia tidak
tahu apa-apa.
GOWI : Bagus.
24
GOWI : Sebentar, Tuan. Maafkan kalau murid saya sampai bertindak kurang
sopan. Memang saya yang meminta supaya Tuan datang ke mari begitu
Tuan selesai sembahyang. Tapi percayalah, kami bukan orang jahat.
HANBUN : (TERKEJUT)
Kamu tahu namaku?
GOWI : Bukan hanya namamu, tapi semuanya. Aku tahu kamu dan
isterimu, Sepasang Tabib Sakti, pemilik rumah obat ’Sehat Bahagia’. Lima
bulan lalu kamu pindah ke kota ini. Asalmu dari Kota Air. Dengan cepat,
kalian sanggup naik ke puncak. Kalian dicintai rakyat karena mau buka
praktek gratis untuk orang-orang miskin yang tidak mampu bayar dokter
atau beli obat. Mendadak kalian jadi kebanggaan kota ini. Isterimu cantik,
pintar dan baik budi. Tapi Hanbun, apa kamu pernah tanya, dari mana
asal-usul isterimu? Dan mengapa dulu, mendadak, dia ingin kawin dengan
kamu? Lalu, dari mana asal muasal kekayaan yang sekarang kamu
nikmati?
HANBUN : Apa itu aneh? Kami berdua kerja keras untuk mendapatkan apa yang
sekarang kami nikmati.
GOWI : Bangun, Hanbun! Jangan tidur terus. Melek! Awasi sekeliling dengan mata
hati. Wajahmu yang pucat memberitahu aku, kamu sedang kena pelet.
Tubuhmu yang dibungkus uap tipis, menjelaskan keadaanmu yang kacau
balau. Kamu sudah masuk jerat, kamu kerasukan!
HANBUN : Fitnah. Saya baru saja memuja Dewa, dan tidak terjadi apa-apa. Saya
orang baik-baik. Semua orang di kota ini mengenal saya. Jangan omong
sembarangan. Itu jahat.
GOWI : Harus aku beritahu, isterimu adalah siluman ular putih dan iparmu itu
siluman ular hitam. Kamu bisa celaka kalau tidak cepat-cepat pergi
menghindari mereka.
HANBUN : Apa? Isteriku, siluman ular? Kamu mabok? Kalau dia siluman mana
mungkin dia jadi tabib, buka toko obat dan mau menolong orang sakit
dengan penuh perhatian?
GOWI : Isteri dan iparmu licik. Itu siasat mereka, supaya kamu terjerat makin
dalam. Coba putar daya ingatmu! Begitu kalian pindah ke mari, kota ini
kena wabah. Ingat? Siapa penyebabnya? Isterimu. Dan iparmu. Siluman
Ular Putih dan Hitam. Dengan sihir, mereka menyebar penyakit, dan tentu
saja hanya mereka yang sanggup menyembuhkan. Sebab merekalah
dalang bencana wabah itu.
HANBUN : Bohong. Dibayar berapa kamu oleh toko obat saingan kami? Jangan harap
aku percaya omong kosongmu itu.
GOWI : Baik. Begini saja. Sekarang kamu boleh tidak percaya aku. Tapi aku ada
cara untuk membuktikan kebenaran.
HANBUN : Bagaimana?
25
GOWI : Aku punya Tiga Surat Isim. Ini. Silakan ambil! Tempel satu di depan pintu
rumah, maka tidak sepotong siluman pun berani masuk rumah. Satu,
kamu tempel di badanmu, dan yang satunya bakar. Abunya larutkan di air
teh, lalu sembur isterimu itu. Pasti dia akan segera berubah menjadi wujud
yang aslinya. Ular putih! Kalau itu tidak terjadi, jangan panggil aku Gowi.
HANBUN : Baik. Tapi, maaf, kalau kamu minta imbalan, aku hanya bawa 3 keping
emas. Cuma ini bekalku.
AMENG : Tiga keping emas juga boleh. Kalau gagal, uang kembali.
(MENGAMBIL UANG HANBUN)
GOWI : Jangan ragu-ragu. Cepat pulang. Kami menunggu di sini. Silakan datang
lagi dengan kabar baik.
(HANBUN BERGEGAS PERGI)
GOWI : Pasti. Sudah takdir, kita dilahirkan untuk menolong sesama manusia. Kita
adalah orang-orang yang terpilih.
(MEMEJAMKAN MATA DAN BERDOA)
LAMPU BERUBAH
14
RUMAH TINIO. MALAM.
(TINIO SUDAH TIDUR KETIKA HANBUN PULANG DENGAN MENGENDAP-ENDAP. HANBUN MEMASTIKAN
DULU APA TINIO MEMANG BENAR TIDUR. BARU DIA MEMBAKAR SURAT ISIM DAN MELARUTKAN
ABUNYA KE DALAM CANGKIR TEH. DIA MEMINUMNYA DAN MENYEMBURKAN AIRNYA KE ARAH TINIO)
(HANBUN KEMBALI MEMINUM AIR LARUTAN ABU, MENYEMBUR TINIO LAGI. JUGA TAK TERJADI APA-APA.
KETIKA HANBUN MEMINUM AIR LARUTAN UNTUK YANG KETIGA KALI, TINIO TERBANGUNDAN DUDUK DI
RANJANG)
(HANBUN KAGET DANTERPAKSA MENELAN LARUTAN ABU ITU. DIA MULAI MERASA SUDAH DITIPU OLEH
GOWI)
26
HANBUN : Aku yang salah. Salah. Salah. Goblok. Bodoh. Salah.
HANBUN : Aku lebih percaya orang lain, padahal mereka cuma ingin menipuku. Aku
sudah mengkhianati kamu.
TINIO : Seharusnya kau jangan gampang percaya orang asing. Niat mereka hanya
dagang. Memetik keuntungan. Mencari korban. Sekali kena bujuk, habis
kita.
SIOCING : Masa tidak ada apa-apa? Yang bener. Tapi aku dengar ada yang ’nangis.
(KEPADA HANBUN)
Dan kenapa kamu terlambat pulang?
TINIO : Siocing, sudah. Sudah beres semuanya. Pergilah, biar Hanbun istirahat.
Dia pasti lelah.
(TINIO TERSENYUM)
HANBUN : Maafkan aku, Tinio. Aku tidak akan melakukannya lagi. Aku janji, sumpah.
Aku salah.
27
MUSIK
(TINIO MEMBIMBING HANBUN KE RANJANG. HANBUN MENURUT SEPERTI KERBAU DICUCUK HIDUNG.
MEREKA NAIK RANJANG. TINIO MENUTUP KELAMBU)
RODA NASIB
Tidurlah, tidur
LAMPU BERUBAH
15
DEPAN RUMAH TINIO. MALAM.
(SIOCING MUNCUL BERPAKAIAN RINGKAS. DIA MEMBAWA PEDANG. KEMUDIAN, TINIO MUNCUL, JUGA
BERPAKAIAN RINGKAS, TANPA PEDANG)
TINIO : Siap?
LAMPU BERUBAH
16
KELENTENG TEMBAGA. MALAM.
GOWI : (GAGAH)
Siluman. Setapak pun Gowi tidak sudi mundur.
28
(TAPI KEMUDIAN ASENG-AHENG-AMENG TUNGGANG LANGGANG. GOWI
PUN KALAH, LALU TINIO MENGGANTUNGNYA DI LANGIT. GOWI BERTERIAK-
TERIAK MINTA AMPUN)
GOWI : Ampun, Putri, ampun. Hamba tidak tahu kesaktian Putri begini hebat.
Ampun, jangan bunuh hamba.
SIOCING : Kasih balik dulu, 3 keping emas yang kamu rampok dari Hanbun. Cepat!
Kalau tidak, kuiris kupingmu.
GOWI : Ampun. Bukan saya yang ambil. Sumpah. Murid saya. Ameng, cepat kasih
balik uangnya!
GOWI : Terima kasih, Putri, terima kasih. Kami janji tidak akan berani mengganggu
lagi. Sumpah.
TINIO : Gowi, kali ini kamu aku ampuni. Tapi aku tidak mau lihat mukamu lagi.
Pergilah dari kota ini, terserah ke mana kamu suka. Ini, ambil lagi uang
Hanbun untuk bekal di jalan.
SIOCING : Pokoknya, kalau sampai besok aku lihat kalian masih berkeliaran di kota,
kucabut nyawa kalian berkali-kali.
SIOCING : Aku sangsi dia rela menepati sumpah dan janjinya itu.
TINIO : Kita harus belajar mempercayai janji dan sumpah manusia. Kalau tidak,
kita akan terus menerus curiga. Hidup dengan kecurigaan, sangat
melelahkan.
SIOCING : Tadi aku sudah gatal ingin mencabut nyawanya. Daripada jadi urusan di
kemudian hari? Kan mending babat habis.
TINIO : Apa gunanya? Pembunuhan, tidak selalu jadi jaminan persoalan bakal bisa
diselesaikan. Lagipula, hanya para Dewa yang berhak mencabut nyawa
manusia. Bukan kita. Kita hanya boleh mencegah bencana semampunya.
Meski belum tentu bisa. Langkah selanjutnya, biarlah para Dewa yang
menentukan jalan lakon kita. Begitulah aturan langit dijalankan.
29
LAMPU BERUBAH
17
PINGGIR KOTA. PAGI.
(NAMPAK HANBUN TENGAH MEMAKI-MAKI GOWI. ASENG, AHENG DAN AMENG KESAL, TAPI DIAM SAJA.
GOWI DAN TIGA MURIDNYA, NAMPAK BABAK BELUR)
HANBUN : Sialan. Penipu. Bangsat. Bajingan. Aku kamu jadikan bola mainan. Berani
amat jual isim badutan. Kalau aku lapor ke walikota, kalian bisa masuk
penjara, tahu? Sembarangan. Kalau mau jualan, lihat dulu kemampuan.
Lagaknya kayak dukun jagoan, padahal cuma baru bisa cengengesan.
Sekarang siapa yang siluman, isteriku apa kalian? Hah? Tadi aku cari kalian
di kelenteng, kata orang, sudah pada minggat. Aku marah dan bingung
harus cari kamu ke mana. Untung ketemu Ameng, yang mau mengantarku
ke mari. Mana uangku, setan?
GOWI : (AKHIRNYA TAK TAHAN JUGA. DIA BERIKAN 3 KEPING EMAS PEMBERIAN
TINIO DENGAN KESAL)
Ini, makan. Kamu memang picek. Peduli setan kamu jadi makanan para
siluman. Biar kamu jadi cacing, jadi kokokbeluk, masa bodo. Kamu sudah
kena pelet. Tahu? Otakmu sudah tidak waras lagi. Selama ini kamu cuma
makan sihir, dikiranya sedang hidup enak. Goblok.
Ah, tidak percaya? Ini aku kasih kamu arak kuning. Gratis. Aku hanya ingin
kamu buktikan apa aku omong benar atau cuma dagang bualan. Ambil,
tolol! Prodeo.
Dua hari lagi Perayaan Pehcun. Malam jam sebelas, suruh isterimu minum
arak kuning itu. Jika dia masih tetap tidak berubah, berarti aku yang salah.
Tapi kalau kemudian dia berubah jadi siluman ular putih, biar mampus
kamu. Sesal kemudian tidak berguna.
LAMPU BERUBAH
18
RUMAH TINIO. SORE.
TINIO : Aku tidak bisa meninggalkan Hanbun, kuatir kalau dia curiga. Nanti kucari
akal, supaya dia tidak tahu.
30
SIOCING : Aku tidak tega meninggalkan kakak sendirian.
TINIO : Tidak tahu. Seminggu ini, rasanya perutku selalu muter-muter. Mual terus
dan setiap pagi ingin muntah.
SIOCING : Tunggu.
TINIO : Aku pikir juga begitu. Tapi jangan kasih tahu Hanbun dulu. Biar sampai aku
yakin.
(TERMENUNG)
Lakon hidup kakak jadi makin rumit. Ingin jadi manusia, kawin dengan
manusia, lalu hamil. Nasib macam bagaimana lagi akan menunggumu
nanti? Dan bayimu, mudah-mudahan bukan berwujud seperti kita yang
asli.
TINIO : Anakku pasti akan lahir sebagai manusia. Sebab hanya itu yang selalu
kumintakan kepada Dewa-dewa. Siocing, adikku, waktu semakin
mendesak. Pergilah cepat, sebelum hari gelap. Kamu kan tidak ingin
berubah wujud di hadapan Hanbun?
SIOCING : Ya, tidak. Nanti gegeran. Aku pergi. Jaga dirimu, kak.
TINIO : Selamat jalan, Siocing. Aku juga tidak tahu, nasib apa yang akan
menimpaku besok.
LAMPU BERUBAH
19
PERAYAAN PEHCUN DI JALANAN KOTA. MALAM.
(SEBUAH FESTIVAL, SEBUAH ARAK-ARAKAN, DILENGKAPI DENGAN MUSIK, TARI DAN AKROBAT. KEDOK
DAN TOPENG ANEKA BENTUK DIPAKAI BANYAK ORANG. LAMPION DAN TENGLOLENG, MEMBUAT
MALAM JADI SANGATBENDERANG)
31
Jika amuk merajalela
Cepat cuci noda kotornya
Jika bumi jorok dan hitam
Nyalakan lilin pengusir kelam
LAMPU BERUBAH
20
TAMAN DALAM RUMAH TINIO-HANBUN. MALAM.
(PASANGAN SUAMI ISTERI ITU BERCENGKEREMA DI TAMAN. HANBUN TENGAH MEMBUJUK AGAR TINIO
MAU MINUM ARAK KUNING)
HANBUN : Apa susahnya? Cuma satu cawan. Teguklah! Anggap ini upacara.
Pelengkap dari Pesta Naga. Ayolah, jangan bikin aku penasaran.
HANBUN : Cuma secawan. Ayo! Apa kata orang, kalau mereka tahu, Sepasang
Tabib Sakti menghabiskan malam Pehcun hanya dengan minum
teh? Lagi pula sudah kebiasaan. Kita minum bukan karena araknya, tapi
karena niatnya.
HANBUN : Cobalah. Sekali ini saja. Nih, aku minum. Nggak mabok, ’kan? Ayo!
HANBUN : (TERSINGGUNG)
Ya, sudah, tidak usah minum kalau memang tidak suka.
(BERSIAP-SIAP PERGI)
HANBUN : Pergi ke warung arak, mencari orang yang bersedia menemaniku minum.
32
TINIO : Hanbun, jangan marah dulu. Bukannya aku tidak mau, aku cuma takut
mabok. Aku sering melihat orang yang mabok. Mendadak mereka jadi
orang yang sangat menjijikkan. Aku tidak pernah minum arak. Mencium
baunya saja perutku sudah mual. Tapi, kalau memang harus, aku akan
minum.
HANBUN : Aku tidak apa-apa. Cuma ingin cari angin dulu, sebentar. Nanti balik lagi.
(PERGI CEPAT TANPA BISA DICEGAH)
TINIO : Mengapa dia begitu cepat tersinggung? Hanbun, lihat, aku minum seperti
yang kau inginkan.
LAMPU BERUBAH
21
JALANAN KOTA. PERAYAAN PEHCUN. MALAM.
LAMPU BERUBAH
22
JALANAN KOTA. PERAYAAN PEHCUN. MALAM.
33
HANBUN : Kenapa aku ada di sini? Aduh, apa yang sudah kulakukan? Sinting. Ya,
gara-gara Gowi, otakku jadi sinting. Mencurigai isteri sendiri. Apa itu bukan
sinting namanya? Padahal aku sudah janji tidak akan menemui Peramal
palsu itu lagi. Aku jahat dan tidak sanggup berfikir jernih. Tinio, aku
salah. Maafkan aku.
LAMPU BERUBAH
23
KAMAR TIDUR TINIO. MALAM.
(HANBUN BERGEGAS MASUK KAMAR. DIA MELIHAT KELAMBU RANJANG YANG TERTUTUP. PERLAHAN
DIA MENDEKATI RANJANG. BERSIJINGKAT, TAKUT MENGAGETKAN ISTERINYA)
HANBUN : Tinio, aku minta maaf. Kalau kamu memang tidak suka, aku tidak akan
paksa lagi kamu minum. Tinio. Tinio.
LAMPU BERUBAH
24
KAMAR TIDUR TINIO. MALAM.
(ULAR PUTIH KINI MENJELMA KEMBALI MENJADI TINIO. DIA TURUN DARI RANJANG DAN KAGET MELIHAT
HANBUN TERGELETAK DI LANTAI. DIA LANGSUNG MEMERIKSA, DAN SEKETIKA TANGISNYA MELEDAK)
TINIO : Hanbun. Hanbun. Aduh, Dewa. Kenapa peruntungan seperti ini yang harus
hamba telan? Hanbun .. jangan mati ..
SIOCING : (JUGA SUDAH BERUBAH LAGI JADI MANUSIA. DIA BERLARI MASUK)
34
(KAKAK BERADIK ITU KEMUDIAN SALING MEMELUK DENGAN HATI SANGAT
GUNDAH)
TINIO : Siocing.
SIOCING : Kakak.
MUSIK
TINIO : Hanya ada satu cara untuk menyembuhkan Hanbun. Rumput Sakti di
Gunung Suci. Itulah obat paling mujarab. Kalau aku bisa memperoleh
rumput itu, jantung Hanbun pasti akan kembali berdetak.
SIOCING : Tapi Rumput Sakti milik Dewa-dewa. Dan Gunung Suci dijaga sangat ketat.
Lagipula mata komandan jaganya, Dewi Bangau, juga sangat awas.
Manusia, apalagi siluman dilarang masuk daerah itu. Satu-satunya cara
untuk mendapatkan rumput itu .. adalah ..
TINIO : Mencuri!
SIOCING : Kak ..
TINIO : (GAGAH)
Ya. Aku akan ke Gunung Suci.
TINIO : Mula-mula, aku akan meminta dengan baik-baik. Kalau ditolak, baru aku
akan cari daya upaya yang lain. Kalau perlu, curi. Apaboleh buat. Aku
tidak tega melihat Hanbun seperti ini. Sebab kejadian ini, bagaimanapun,
akulah penyebab utamanya. Demi dia, mati pun aku rela.
TINIO : Tidak, Siocing. Kalau kau ikut, siapa yang akan menjaga jasadnya?
Bagaimana kalau ada yang datang, kemudian mengira Hanbun benar-
benar sudah mati, kemudian dia dikuburkan? Atau, bagaimana kalau
anjing-anjing merusak tubuhnya? Harus ada yang menjaga di sini. Dan
hanya padamu aku percaya. Siocing, tolong aku.
SIOCING : (MENANGIS)
Mana tega aku biarkan kau menghadapi bahaya sendirian?
TINIO : Kalau dalam tiga hari aku tidak kembali, itu berarti aku gagal. Dan pasti
aku sudah mati dalam pertarungan. Kau boleh langsung menguburkan
jasad Hanbun. Selamat tinggal adikku. Di kehidupan yang berikutnya, pasti
kita akan ketemu lagi. Jagalah Hanbun baik-baik. Aku pergi.
(DENGAN CEPAT MELESAT KE ANGKASA, MENUJU GUNUNG SUCI)
SIOCING : Kakak .. aduh. Dulu, aku kan sudah bilang, apa gunanya jadi manusia? Apa
manfaatnya punya rasa cinta. Cuma sengsara. Benci, benci ...
35
LAMPU PADAM PERLAHAN
INTERVAL
25
BUKIT SUCI DI LANGIT, TEMPAT TUMBUHNYA RUMPUT SAKTI.
(TINIO TENGAH DIKURUNG OLEH LIMA DEWI PENJAGA RUMPUT SAKTI. NAMPAKNYA PERTARUNGAN
BAKAL TAK TERELAKKAN LAGI. KEDUA BELAH PIHAK SUDAH SIAGA)
TINIO : (BERLUTUT)
Beribu-ribu terima kasih, Paduka Dewa Wufu sudah menolong hamba
untuk yang kedua kalinya.
36
WUFU : Ada apa lagi, kamu datang mengacau langit? Ya?
DEWI BANGAU : Mengapa ditolong, Tuan Wufu? Siluman Ular Putih itu sudah jelas-jelas
melanggar aturan langit. Dia masuk taman Dewa-dewi dan mencuri
Rumput Sakti. Apalagi hukumannya kalau bukan mati?
DEWI BANGAU : Untuk apa mendengarkan dia? Kita tahu, watak ular sangat licik. Bisa
putar balik soal. Dia siluman ular, kelicikannya pasti lipat ganda. Kita harus
keras menjaga aturan. Kalau tidak, kita akan diperlakukan sembarangan.
Tidak ada lagi kewibawaan.
WUFU : Sebentar, saudariku Dewi Bangau, sebentar. Aku datang, diutus oleh Dewi
Welas Asih. Tidak ada salahnya kita mendengar apa alasan si ular putih itu
mencuri Rumput Sakti. Kita ’kan dewa? Bisa tahu dia bohong apa tidak. Ya,
kan? Nah, kalau dia bohong, dia boleh kalian babat. Aku lepas tangan. Ya?
(MEMBENTAK TINIO)
Ayo, lekas cerita, apa maksudmu datang mengacau?
TINIO : Rumput sakti ini, bukan untuk hamba. Tapi untuk menyembuhkan suami
hamba, Hanbun. Dia pingsan dan jantungnya berhenti berdetak lantaran
kaget.
WUFU : Baru aku dengar, ada orang yang jantungnya langsung stop lantaran
kaget. Kenapa suamimu kaget?
TINIO : Hanbun, memaksa hamba meminum arak kuning pada malam Pehcun.
Sudah dengan berbagai cara hamba menolak, tapi dia malah tersinggung
dan pergi. Lalu, karena cinta, hamba akhirnya menuruti kehendaknya.
Meskipun hamba tahu, sesudah itu hamba pasti akan berubah wujud
menjadi ular putih kembali.
Tapi rupanya, dia menyesal dan pulang bermaksud minta maaf. Tapi dia
hanya menjumpai hamba yang berwujud ular putih. Pada saat itulah dia
kaget, dan pingsan. Dan detak jantungnya langsung berhenti. Hamba
bingung, hamba tidak ingin kehilangan suami. Dan hamba yakin, hanya
rumput sakti yang sanggup mengobati Hanbun.
TINIO : Hamba cuma sedih, lantaran bayi yang sekarang ada di dalam rahim
hamba, tidak akan sempat melihat dunia. Dia anak hamba dan Hanbun.
Tapi demi menegakkan aturan langit, hamba rela dihukum mati. Silakan!
37
DEWI BANGAU : Tuan percaya, ceritanya?
DEWI-1 : Kami percaya ceritanya, Paduka. Seluruh ceritanya itu sudah tersurat
dalam Buku Langit.
DEWI BANGAU : Aduh, bagaimana sih? Kalian ini kan kaum Dewi, masa memintakan ampun
untuk seekor siluman?
WUFU : Tidak perlu risau, saudariku Dewi Bangau. Aku datang, justeru untuk
urusan bayi di dalam perut si ular putih itu. Dewi Welas Asih bersabda,
Siluman Ular ini belum waktunya binasa. Sebab dia sedang mengandung
Bintang Timur, seorang calon pemimpin besar. Tuh kan? Jadi, kalau dia kita
lepaskan, jelas bukan kita yang bakal menanggung kesalahan. Ya, kan? Ya?
DEWI BANGAU : Ya, sudah. Sudah. Kamu dengar apa sabda Dewi Welas Asih. Kita harus
patuh. Pergilah, dan ambil sekalian rumput itu! Lawanku ternyata bukan
hanya siluman, tapi air mata. Sabar. Sabar.
(KEPADA TINIO)
Tunggu apa lagi? Pergi, sebelum aku berubah pikiran!
Ah, itulah enaknya jadi dewa. Sudah tahu sebelum kalian semua tahu.
Hehehe ....
LAMPU BERUBAH
26
KAMAR TIDUR TINIO. MALAM.
38
(HANBUN DIBARINGKAN DI RANJANG, DITUNGGUI SIOCING. TINIO DATANG DAN MEMINUMKAN RAMUAN
OBAT RUMPUT SAKTI KE MULUT HANBUN. KEMUDIAN DIA MENUNGGU. TIDAK ANTARA LAMA, HANBUN
MENGELUH. LALU PERLAHAN DIA MEMBUKA MATANYA. TAPI BEGITU MELIHAT TINIO, LANGSUNG
HANBUN MELONCAT BANGUN DAN BERTERIAK)
HANBUN : Tolong. Ular. Kamu ular. Siluman ular. Aku sudah melihatnya, di sini. Di
ranjang ini.
SIOCING : Kamu pasti habis mabuk. Tidak ada ular di rumah kita.
SIOCING : (MARAH)
Bodoh sekali
(TERIAK KERAS)
Hanbun, dengar!
SIOCING : Memang benar, ada ular kemarin malam di ranjang itu. Kamu sudah
melihatnya. Betul. Lalu kamu kaget, dan detak jantungmu berhenti.
Isterimu menangis dan hilang akal. Aku juga bingung. Jika tidak segera
ditolong, kamu pasti mati. Lalu, isterimu memutar akal dan membuatkan
obat siang malam, sampai kamu sembuh. Sekarang kutanya, siapa yang
sudah menolong kamu, hah? Peramal jelek itu atau Tinio?
SIOCING : Sudah mati, dibunuh oleh isterimu. Sekarang ada di luar, tesangkut di
pohon jati. Lihat saja, kalau tidak percaya.
SIOCING : Aku juga dengar adatmu yang jelek kemarin malam kumat. Kamu
tinggalkan isterimu sendirian, padahal dia sedang tidak enak badan dan
butuh perhatian. Sekali lagi berbuat seperti itu, aku hajar kamu.
TINIO : Siocing ..
SIOCING : Atau kamu ingin isterimu keguguran? Hah? Kamu memang picek. Isteri
hamil, disuruh minun arak. Sebel aku.
(PERGI DENGAN KESAL)
39
TINIO : Ya, memang begitu.
HANBUN : Jadi, apa yang kuminta kemarin malam, memang keterlaluan. Kenapa
kamu tidak bilang?
TINIO : Sudahlah, tidak apa-apa. Aku juga minum seperti yang kamu ingin. Sedikit.
HANBUN : Seharusnya jangan. Aku akan punya anak. Apa tidak hebat?
(BERTERIAK)
Hanbun, akan punya anak ..
TINIO : Lihatlah!
(BERTERIAK)
Siocing ...
(KEPADA SIOCING)
Siocing, bangkai ular itu?
LAMPU BERUBAH
27
KELENTENG EMAS, BAHAI. PAGI.
(BAHAI SEDANG DIHADAP OLEH GOWI, ASENG, AHENG DAN AMENG. DIA MENDENGARKAN KISAH
KEKALAHAN MURID-MURIDNYA ITU DENGAN GERAM)
40
AMENG : Kami dibikin seperti bola sepak, ditendang ke sana, disodok ke mari.
Badan kami sampai bonyok-bonyok.
AHENG : Malu, jadi hinaan orang. Seluruh kota menonton waktu kami jadi
pecundang.
ASENG : Waktu mereka tanya, siapa sih guru kalian, kok loyo begini berani bekoar
mau membasmi seluruh siluman? Terpaksa kami menjawab; kami adalah
murid-murid tersayang dari Paduka Bahai. Ya, kan? Ya, dong. Masa harus
bohong?
AMENG : Tadinya, kami kira, begitu mendengar nama Paduka Bahai, nyali mereka
akan langsung ciut, lalu minta maaf. Eh, kurang ajar. ’Nggak ah, aku nggak
mau cerita mereka omong apa. Sakit kalau ingat itu.
ASENG : Mereka tidak omong apa-apa, cuma tertawa ’ngakak. Hahahaha, begitu.
Ngeledek ’nggak tuh? Hahahaha .. begitu. Hahahaha .. begitu .. konyol
’nggak tuh?
AMENG : Betul, Paduka. Malah mereka bilang lagi, “Suruh seribu Bahai datang
sekaligus, jangan kirim yang kroco-kroco begini.” Begitu mereka bilang.
Panas nggak hati ini? Tuh, sampai sekarang masih panas. Siluman sial. Dia
pikir cuma dia yang paling jago. Dia lupa di atas langit masih ada langit.
AHENG : Kami ingin menyumbat mulut mereka dengan tinju. Tapi waktu itu kami
tidak berdaya, sebab kami bertiga sedang digantung di langit seperti
gombal busuk.
BAHAI : (KAGET)
Ada keperluan apa mereka datang?
PESURUH : Katanya penting sekali ketemu Paduka. Dilihat dari sikapnya, mereka
adalah petinggi Istana Raja.
MUSIK
(TIGA PETINGGI ISTANA BERPAKAIAN PERANG LENGKAP, MASUK DENGAN SIKAP MENGHORMAT)
41
BAHAI : Silakan, silakan!
BAHAI : Mohon kami diberitahu, ada maksud apa sehingga kami mendapat
kehormatan dikunjungi Tuan-tuan?
PETINGGI-1 : Kami datang dengan maksud mohon pertolongan. Nama Tuan sudah
berkumandang di seantero wilayah kerajaan. Orang bilang, hanya Tuan
yang sanggup menolong kami.
BAHAI : Silakan cerita, ada apa sebenarnya? Kami pasti akan menolong, jika ada
kemampuan.
PETINGGI-1 : Sudah tiga kali istana kebobolan. Tiga pusaka hilang dicuri maling. Yang
mengherankan, semua pintu dan jendela Gedung Harta, samasekali tidak
rusak. Orang pintar bilang, ini perbuatan jahat sepasang siluman ular yang
mencuri dengan kekuatan sihirnya.
PETINGGI-1 : Tuan dikenal sebagai pembasmi siluman. Kami yakin, kami datang kepada
pihak yang tepat.
BAHAI : Tuan-tuan benar. Jika siluman yang sedang kami kejar adalah benar
penjahat yang sedang tuan cari, maka kami jamin, tiga pusaka itu pasti
akan kembali.
PETINGGI-1-2-3 : (BERLUTUT)
Mohon, tuan membantu kami.
BAHAI : Baik. Kami akan urus mereka dengan cara kami sendiri. Tunggulah kabar
dari kami. Gowi, Aseng, Aheng, Ameng, kini saatnya kita bertindak.
Kejahatan mereka, sudah semakin keterlaluan.
LAMPU BERUBAH
28
JALANAN KOTA. PAGI.
42
Dipuja sebagai kebaikan?
LAMPU BERUBAH
29
JALANAN KOTA. PAGI.
(PENANGKAPAN HANBUN)
AHENG : Lama-lama kamu juga jadi ular, tahu? Tuh, baunya saja sudah mulai bau
ular. Antek siluman.!!!
GOWI : Syukur masih ingat. Artinya otakmu tidak seluruhnya sinting. Waktu itu
kami pecundang, karena ilmu belum cukup. Tapi sekarang, mati untuk
isteri dan iparmu.
BAHAI : Ikut kami ke Kuil Emas. Bertobatlah, sebut nama Raja Dewa. Mudah-
mudahan jalan terang masih terbuka untuk kamu. Apa yang terjadi selama
ini bukan melulu salahmu. Kamu sudah dipelet, mata dan hatimu dibikin
buta oleh sepasang siluman ular itu. Tapi masih ada waktu untuk bertobat!
Sadar, Hanbun, sadar!
AMENG : Anak ini bener-bener buntet otaknya. Dikasih tahu panjang lebar, masih
tanya juga. Percuma cape mulut.
43
AHENG : Angkat saja, Guru. Daripada buang-buang waktu.
BAHAI : Kita bicara lagi nanti. Aseng, Aheng, Ameng, bawa dia!
HANBUN : Mengapa saya diculik? Saya kan bukan aktivis ... Tolong! Tolong! Saya
diculik ..
(DIBAWA BAHAI Cs. KE KELENTENG EMAS)
LAMPU BERUBAH
30
RUMAH TINIO. PAGI.
(TINIO MENDADAK MERASA ADA SESUATU YANG MENGGANJAL BENAKNYA. DIA KEMUDIAN
MENGHITUNG RAMALAN DENGAN JARI-JARINYA. AKHIRNYA LEMAS SENDIRI. LALU TINIO BERTERIAK)
TINIO : Siocing!
TINIO : Hanbun.
TINIO : Bahai berhasil menangkapnya. Kini dia jadi sandera, supaya kita segera
datang kepadanya.
SIOCING : (GERAM)
Kita memang harus satroni dia. Jahat sekali. Apa cuma itu kerjanya?
Mengganggu rumah tangga orang?
TINIO : Apa boleh buat buat. Kita pakai cara lain, apa saja, asal suamiku bebas.
TINIO : Tapi Siocing, harus hati-hati. Bahai memiliki seluruh berkah dan kesaktian
dari Dewa-dewa. Jangan sembrono.
TINIO : Ya, Dewa, maafkan kalau sekali lagi aku terpaksa nekat.
(BERGEGAS MENUJU KE KUIL EMAS)
LAMPU BERUBAH
44
31
KELENTENG EMAS. SIANG.
(TINIO DAN SIOCING KINI BERHADAPAN DENGAN BAHAI DAN MURID-MURIDNYA. DENGAN JUMAWA,
BAHAI MENCEMOOH KEDUA SILUMAN ULAR ITU)
BAHAI : Sungguh besar nyalimu siluman, berani datang ke kawasan suci ini. Nekat,
nekat dan sok jago.
TINIO : Paduka Bahai, mohon, kasihani saya. Pandang saya bukan sebagai siluman
tapi sebagai seorang isteri yang butuh cinta seorang suami. Seorang isteri
yang menguatirkan nasib suaminya. Apa manfaatnya Paduka menahan
suami saya? Dia tidak bersalah apa-apa. Dan jika Paduka menganggap
saya memang bersalah, hukumlah saya saja, tapi jangan dia. Mohon,
paduka lepaskan Hanbun.
SIOCING : Benar dugaanku. Mana sudi dia mempertimbangkan perasaan orang lain.
BAHAI : Suamimu sudah bertobat. Sekarang dia sedang menjalani puasa dan tapa
supaya dosa-dosanya di masa lampau diampuni para dewa. Harap jangan
ganggu dia lagi. Selama ini kalian sudah membikin buta mata hatinya,
kalian sihir dia supaya jadi kerbau penurut. Kini dia sudah sadar, dan tidak
ingin ketemu kalian lagi.
SIOCING : Bohong!
Jangan suruh saya diam. Aku sudah muak dan bosan dengar omong
kosong macam itu. Dia putar balik kenyataan. Kita tahu, Hanbun diculik,
tapi dia omong, sudah sadar.
SIOCING : Kalian yang justru sudah memaksanya. Ya, kan? Tidak mengaku? Bisa,
bisa. Tapi suruh Hanbun datang ke mari, dan biar dia omong sendiri, tidak
ingin ketemu kami. Baru kami percaya bicaramu benar. Tapi kami tidak
butuh jurubicara. Dan memangnya sejak kapan kamu diupah jadi
jurubicara-nya Hanbun?
ASENG : Mulut siluman hitam itu, jahat sekali. Paduka, tidak perlu pakai upacara
beginian lagi, deh. Kalau dia memang mau tarung, kita ladeni saja.
BAHAI : Siluman. jangan ganggu manusia lagi. Bersiaplah untuk mati. Kami merasa
sudah cukup sabar selama ini.
AMENG : Supaya kalian bisa main pelet lagi? Tak usah-lah ya?
45
TINIO : Mengapa kalian menuduh kami jahat, padahal kenal pun tidak? Kami tidak
pernah menganggu kalian, mengapa kalian tega mengganggu kami? Apa
tidak bisa kita bicara baik-baik, agar pertarungan tak terjadi?
SIOCING : Sial. Sombong. Kakak, sudah, jangan merendahkan diri lagi. Mereka kira
kita lemah. Padahal dari tadi kita hanya mengalah.
TINIO : Siocing!
TINIO : (MENGELUH)
Aduh ..
SIOCING : Jangan berhenti! Bahai pasti tenggelam oleh banjir yang kita ciptakan.
Bertahanlah sebentar lagi.
46
SIOCING : Aku tidak kuat menahan sendirian. Kakak ..
SIOCING : Tidak.
TINIO : Lari! Biar aku yang menghadapi Bahai. Aku masih sanggup bertahan
sampai kamu lari jauh.
SIOCING : Tidak mau. Kita hidup bersama, mati bersama. Itu ikrarku.
(CAHAYA MENYOROT DARI BATOK DERMA SAKTI KE ARAH TINIO. TAPI TINIO
TIDAK BERHASIL DITARIK MASUK KE DALAMNYA. BAHAI HERAN. TINIO
MENGGELIAT KESAKITAN)
BAHAI : Batok Derma Sakti ini tidak berdaya menyerap siluman itu. Tidak biasanya
begini. Tidak ada seekor siluman pun yang berhasil menghindari
kesaktiannya. Hanya ini senjata pamungkasku.
WUFU : Aduh, aduh, aduh, sungguh pertarungan yang hebat, ya? Bahai, kamu
heran ya mengapa kesaktian Batok Derma milikmu itu mendadak hilang?
47
BAHAI : Benar, Paduka. Salam sejahtera, dan selamat datang.
WUFU : Jangan salah paham ya? Aku diutus Dewi Welas Asih untuk melindungi
mahluk kecil yang ada dalam perut dia. Jadi jangan dianggap aku ikut
campur urusanmu. Ya?
BAHAI : (SADAR)
Apa siluman itu sedang mengandung?
GOWI : Manusia. Di dalam perut siluman itu ada manusia. Pantas saja Batok
Derma Guru tidak mampu bekerja.
BAHAI : (LEMAS)
Siluman, pergilah kamu. Kali ini kamu kuampuni. Lahirkan dulu anakmu
itu, sesudahnya aku akan datang lagi mengambil kamu. Pergilah, cepat!
TINIO : Baik. Aku akan datang membebaskan suamiku. Paduka Wufu, sekali lagi
terima kasih. Paduka sudah sudi berkali-kali menolong hamba. (PERGI
CEPAT, MELAYANG KE LANGIT)
WUFU : Bagus. Bagus. Itulah keputusan paling adil. Tapi jangan dibilang, aku yang
mempengaruhi kamu supaya melepaskan siluman itu, ya? Ini bukan
rekayasa, kan? Ya?
ASENG : Hanbun lenyap dari kamarnya. Tidak ada tanda-tanda dia sudah
membongkar pintu, jendela atau genting. Dia lenyap begitu saja seperti
angin.
48
LAMPU BERUBAH
32
PUNCAK GUNUNG. MALAM.
(TINIO DAN SIOCING TENGAH BERTANGISAN DAN SALING MENGHIBUR. MEREKA BERTENGGER DI
PUNCAK SEBUAH GUNUNG)
SIOCING : Habis kita, kak. Kita tidak punya daya lagi. Untung Paduka Dewa Wufu
masih sudi menolongmu. Kalau tidak, pasti kita tidak bisa ketemu lagi.
SIOCING : Kembali ke Kota Air? Kembali menyusul Hanbun? Apa masih belum cukup
kesengsaraan yang kamu alami selama kumpul dengan Hanbun? Berapa
banyak sengsara lagi yang harus kamu terima? Belum kapok? Kenapa kita
tidak tinggalkan saja dia, dan mencari manusia lelaki yang lebih ganteng
dari Hanbun, lalu kita pelihara sebagai barang mainan, dan kita tinggalkan
kalau sudah bosan?
SIOCING : Kita ini siluman. Empat kata omong kosong itu, cuma milik manusia. Biar
saja mereka meyakininya dan menderita. Apa peduli kita?
TINIO : Aku sudah manusia. Apa pun terjadi, aku ini isterinya Hanbun. Sah. Jadi
sudah kewajibanku untuk mengabdi kepadanya. Dalam susah maupun
senang. Lagipula, aku ingin anakku lahir di dekat bapaknya. Diberi nama
oleh bapaknya. Itu kebahagiaan tertinggi seorang isteri.
TINIO : Aah .. perutku mules-mules. Aku tidak kuat lagi. Kamu mau ikut menemani
kakakmu ’kan?
SIOCING : Lagi-lagi, itulah nasib sialku, ikut ke mana kamu pergi. Tidak beda seperti
buntelan kentutmu.
TINIO : (TERSENYUM)
Ayo, jangan sia-siakan waktu. Aku merasa, sebentar lagi si jabang bayi
akan nongol.Siocing, ayoo ..
LAMPU BERUBAH
33
LANGIT. MALAM.
49
(Biar copot dari tangkainya
(Jatuh di pangkuan dan jadi milikku
(Oo, Langit, berikan restumu)
LAMPU BERUBAH
34
RUMAH LIKONGHU DI KOTA AIR. MALAM.
(HANBUN MEMAKI TINIO, DENGAN KASAR. SEBALIKNYA, TINIO LEBIH BANYAK MENUNDUK. SIOCING
YANG NAMPAK GEMAS MENAHAN SABAR)
HANBUN : Siluman jahat, kenapa terus mengejarku? Kenapa kamu pilih aku sebagai
korbanmu? Dengan banyak cara, akal licik, kamu tipu aku. Kamu colok
kedua mataku sampai picek. Kamu rayu aku, supaya tetap kena jerat
tipuan. Tapi sekarang aku sudah melek. Aku sudah sadar. Aku manusia,
dan bukan sebangsa jejadian.
HANBUN : Pergi kamu, cari yang sama dengan jenismu dan jangan ganggu aku lagi.
HANBUN : Jangan sentuh dia, kak, dia siluman ular yang aku ceritakan itu. Dia
mahluk berbahaya.
HANBUN : Aku sudah melihat wujud aslinya, waktu malam pesta naga. Mengerikan.
LIKONGHU : Kenapa kita tidak bicarakan ini semua di dalam rumah? Tidak sopan
bertengkar di sini. Banyak mata melihat, banyak telinga mendengar.
HANBUN : Mereka ular! Siluman! Tidak ada lagi yang pantas dibicarakan. Lebih baik
ambil pentungan lalu gebuk mereka. Usir sejauh-jauhnya.
TINIO : Hanbun, teganya kamu bilang begitu. Apa selama ini aku pernah berlaku
jahat kepada kamu? Aku selalu penuh perhatian dan cinta. Apa kamu
menikahiku karena dipaksa? Tidak kan? Taruh kata aku siluman,
bagaimana juga kamu tetap suamiku. Dan hanya padamu aku akan
mengabdi.
HANBUN : Aku tidak sudi punya abdi seekor siluman. Pergi! Jangan ganggu aku lagi.
Aku mau hidup tenang.
50
Pengecut. Tidak tahu diri. Mana rasa terimakasihmu? Baik, isterimu
memang siluman. Kamu mau apa? Puter baik-baik otakmu. Kamu sudah
mati, waktu isterimu menyabung nyawa mencari obat sehingga kamu
sembuh.
SIOCING : Waktu senang, kamu tenang. Begitu sengsara, baru kamu menghina. Itu
habis manis sepah dibuang, namanya.
Sudah, kak. Kita pergi saja cari dukun beranak. Untuk apa ingin melahirkan
di depan bapak si bayi, kalau nyatanya begini. Bukan bahagia, tapi derita
melulu ..
TINIO : Ya.
LIKONGHU : Ya, lagian mau diusir ke mana, malam-malam begini? Pertengkaran dalam
rumah tangga itu biasa. Besok juga baikan lagi.
KOKIYONG : Dan jangan sebut-sebut lagi perkara siluman. Tidak baik isteri sedang
hamil dimaki begitu. Memangnya kamu bukan siluman, kalau malam-
malam tega mengusir isteri hamil?
KOKIYONG : Sudah, jangan banyak omong lagi. Bagus punya isteri yang setia dan baik
seperti dia. Dimaki habis-habisan tetap sabar. Kalau aku diperlakukan
begitu, kamu sudah kubikin jadi dendeng abon. Sembarangan ..
KOKIYONG : Ketuban. Ketubannya pecah. Ini pasti gara-gara kamu maki-maki. Kita
bawa masuk dia, Siocing. Dan Konghu, cepat panggil Mak Dukun di ujung
gang itu.
KOKIYONG : Ayo, ayo. Tahan dulu Tinio. Tunggu sampai Mak Dukun datang. Jangan
lahiran dulu. Ayo, bawa masuk!
(MEMAPAH TINIO MASUK RUMAH)
51
LAMPU BERUBAH
MUSIK
35
KELAHIRAN PADA MUSIM SEMI.
Matahari pagi
Daun bambu menari
Cemara bergoyang
Riak danau tenang
Musim Semi
Lahir Kembali
Di Musim Semi
Cinta Bertaut Lagi
(DAN DI TENGAH NYANYIAN DAN TARIAN, BAHAI, GOWI,ASENG, AHENG DAN AMENG DUDUK DAN
MENUNGGU DI SUATU TEMPAT. MEREKA MEMUKUL KETUK-DOA SECARA BERATURAN, SAMBIL
BERULANG-ULANG MENGUCAP :)
(KEMUDIAN DI UJUNG NYANYIAN DAN TARIAN KUPU-KUPU, TERDENGAR TANGISAN BAYI TINIO)
(SESUDAH PETASAN HABIS, SEMUA TERDIAM. HANYA TANGIS BAYI YANG TERUS MENERUS BERKOAR.
SUARANYA MENGGEMA DALAM SUNYI)
52
SIOCING : Ya, sejam yang lalu. Bayi lelaki yang sehat dan lucu.
BAHAI : Suruh dia keluar. Aku tidak ingin buang-buang tenaga. Biar kuhadapi
kalian berdua sekaligus.
SIOCING : Kamu lebih baik istirahat. Biar aku yang mengusir manusia bau ini.
BAHAI : Siluman, bersiaplah untuk masuk ke dalam Batok Derma Sakti milikku!
BAHAI : Baik. Sekarang urusanmu dulu. Perkara siluman ular hitam itu, aku yakin
pasti bisa kubereskan di lain waktu.
TINIO : Paduka Bahai, jangan kuatir, aku tidak akan melawan. Tapi maukah Paduka
meluluskan satu permintaanku?
BAHAI : Sebutkan!
TINIO : Hukumlah hamba saja, dan jangan ganggu Hanbun atau anak hamba.
Mohon, biarkan mereka hidup dengan tenteram.
TINIO : Terima kasih, Paduka. Sekarang hamba rela Paduka hukum. Silahkan,
hamba sudah siap.
53
HANBUN : (TERIAK)
Tinio ..
TINIO : Hanbun, sudah takdir kita harus berpisahan dengan cara begini. Aku
mohon relakan kepergianku, demi anak kita. Selamat tinggal, tolong jaga
anak kita dan jaga dirimu baik-baik. Hanbun ..
Jantung batu
Mata hati buta
Mana mampu
Menyentuh cahaya surga
Kekasihku ..
HANBUN : (BERTERIAK)
Tinio! Jangan pergi! Jangan tinggalkan aku!
BAHAI : Terlambat. Dia sudah jadi tawananku sekarang. Dari Batok Derma ini,
isterimu akan kupindahkan ke dalam pagoda di Kelenteng Emas. Pagoda
itu akan menjadi penjaranya selama berabad-abad.
HANBUN : Siluman. Aku sudah tahu isteriku siluman. Tapi dia isteriku, yang sudah
memberiku anak. Aku tidak peduli dia siluman atau bukan. Sebab dia
mencintaiku. Dan nyatanya, aku juga mencintainya. Tadinya aku memang
benci, dan takut.
HANBUN : Tapi dia tidak pernah berbuat jahat kepadaku. Juga tidak pernah berbuat
jahat kepada orang lain. Apa yang dilakukannya selama ini, hanyalah
upaya untuk menolong orang lain. Mungkin dulu dia jahat, tapi setelah
kawin dengan aku, hanya kebaikan-kebaikan saja yang dia lakukan. Dan
itu dilakukannya dengan tulus.
Aku kawini dia, tanpa dipaksa. Aku memang ingin dan suka. Aku bekerja
membanting tulang, dan tidak pernah minta uang dari kamu, tidak pernah
merepotkan kamu.
Isteriku memang siluman, tapi apakah dia tidak berhak bertobat dan
menjadi manusia? Seluruh hidupnya dia curahkan untuk menjadi manusia.
Dia berusaha dengan susah payah untuk menjadi manusia. Apakah untuk
itu dia harus kamu kutuk, lalu kamu masukkan ke dalam penjara? Apakah
capnya sebagai siluman, tetap harus dia sandang seumur hidup, dan tidak
ada air jenis apa pun yang sanggup mencuci bersih noda dari cap itu?
Padahal dia sudah tidak menginginkan cap itu lagi. Dia sudah menjadi
manusia. Bahkan lebih manusia dari manusia.
54
Apa hak kamu mengadili? Apa kamu dewa?
HANBUN : Ya, Dewa. Apakah bicaraku yang panjang lebar tadi sama sekali tidak
masuk ke dalam benaknya? Hatinya batu.
(KEMUDIAN LEMAS)
Tapi tak berdaya.
LAMPU BERUBAH
PENUTUP
CERMIN BAGI LANGIT, CERMIN BAGI BUMI.
(DARI ATAS TURUN “DEWI WELAS ASIH” MENAIKI KENDARAAN LANGIT. BELIAU MENATAP SEMUA
MANUSIA. TAPI TAK SEORANG PUN MAMPU MELIHAT SANG DEWI)
LAKON SELESAI
55
Memanggungkan lakon versi ini harus seijin penulisnya, atau kepada Teater Koma, Jakarta.
Jakarta, Januari 1994 - Februari 2000, N. RIANTIARNO.
56