PENDAHULUAN
1
mengakibatkan bertambahnya costs yang dikeluarkan untuk membiayai karyawan.
Akan tetapi secara statistik bertambahnya costs tidak mampu menunjukkan
pengaruh dalam membedakan perusahaan yang bangkrut dan non-bangkrut. Secara
logika pengelolaan karyawan yang efisien tampaknya memainkan peranan penting
dalam mengurangi probabilitas terjadinya kebangkrutan, yakni dengan melakukan
efisiensi didalam penggunaan sumber daya manusia. Akan tetapi tindakan
mengurangi penggunaan sumber daya manusia juga dapat menimbulkan dampak
negatif, yaitu menurunnya tingkat produktifitas perusahaan (Khaliq, 2014).
Keterlibatan manajemen dalam kelangsungan hidup perusahaan juga turut
memegang peranan penting. Tindakan manajemen yang dapat merekonstruksi
transaksi secara internal yang menyebabkan kinerja perusahaan terlihat baik, akan
tetapi juga dapat menciptakan masalah dimasa mendatang. Terkait dengan
manajemen laba, Campa (2014) melakukan penelitian di Spanyol terhadap
perusahaan yang bankrut dan tidak listing saham kedalam bursa, menemukan
bahwa perusahaan yang bangkrut melakukan kegiatan manajemen laba lebih gencar
dibandingkan perusahaan yang sehat dan masih beroperasi. Perusahaan-perusahaan
yang bankrut di Spanyol melakukan kegiatan manajemen laba dengan
menggunakan kedua indikator manajemen laba yakni metode akrual dan manipulasi
transaksi real. Kedua praktek tersebut dilakukan setidaknya tiga tahun sebelum
awal terjadinya kebangkrutan, akan tetapi manipulasi transaksi real berhenti sesaat
sebelum mengajukan kebangkrutan dalam tahun berjalan. Tampaknya kondisi
kegagalan menjadi suatu motivasi bagi manajemen untuk melakukan manipulasi
demi berusaha menunda terjadinya kebangkrutan. Lain halnya dengan penelitian
Eternadi (2012) yang mengemukakan bahwa semakin gagal suatu perusahaan maka
tingkat manajemen laba semakin menurun. Hal ini terjadi dikarenakan manajemen
melakukan tindakan manajemen laba dengan metode income minimation. Pengaruh
tersebut juga dapat diartikan bahwa peningkatan manajemen laba akan berdampak
pada peningkatan untuk terbebas dari resiko kebangkrutan. Dutzi (2016) melakukan
review terhadap literatur-literatur penelitian terkait manajemen laba dan
kebangkrutan, menyatakan bahwa hubungan kedua hal tersebut cukup ambigu.
Terkadang manajemen laba dan kebangkrutan menunjukkan pengaruh yang searah
akan tetapi juga disisi lain manajemen laba dan kebangkrutan juga dapat
menunjukkan pengaruh yang bertolak belakang. Beberapa faktor utama yang dapat
melandasi amiguitas tersebut antara lain seperti: motivasi untuk mendapatkan
insentif, reversal accruals, pengaruh stress level dan opini audit. Perbedaan hasil-
hasil penelitian sebelumnya ini membuat penelitian ini menarik untuk diteliti lebih
lanjut dengan menggunakan objek penelitian yang berbeda.
Sampel data yang digunakan dalam penelitian ini bersumber dari laporan-
laporan keuangan perusahaan pertambangan di Indonesia yang di release oleh
Bursa Efek Indonesia (IDX) dengan penggunaan time series mulai dari tahun 2011
hingga tahun 2015. Pemilihan sampel ini didasari oleh kondisi harga dari komoditas
industri pertambangan yang masih cenderung menurun ditahun 2015 (Ministry of
Energy and Mineral Resources Republic of Indonesia, 2015) yang mengakibatkan
guncangan finansial bagi seluruh perusahaan yang bergerak pada sektor tersebut.
Berdasarkan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (2015) didapatkan
informasi bahwa
(1) Perlambatan pertumbuhan perekonomian global sedang terjadi, terutama pada
Tiongkok yang merupakan negara konsumen minyak mentah utama dunia. (2)
Sejauh ini produksi minyak mentah dari Amerika Serikat dan negara-negara non-
OPEC terus meningkat. (3) Terjadi kelebihan pasokan minyak mentah global, salah
satunya akibat peningkatan pasokan Iran sejak dicabutnya embargo terhadap Iran.
(4) Masih rendahnya permintaan minyak mentah di kawasan Eropa dan Asia,
khususnya India dan Tiongkok. Lalu untuk faktor domestik dalam negeri terdapat
pula peraturan pemerintah yang mengharuskan perusahaan pertambangan
khususnya sektor mineral dan batuan untuk dapat membangun pusat pengolahan
atau pemurnian barang tambang (smelter) agar komoditas pertambangan dapat
memiliki nilai jual lebih di pasar internasional (Supriadi, 2015).
Berdasarkan latar belakang diatas, terdapat gap didalam penelitian
terdahulu terkait penilaian kondisi perusahaan yang mengalami kebangkrutan
dengan
memanfaatkan indikator employee cost dan manajemen laba. Celah perbedaan
antara tiap hasil penelitian terdahulu dimanfaatkan untuk diaplikasikan dalam kasus
yang berbeda. Penelitian tentang employee cost terhadap pengaruhnya pada
kebangkrutan masih sangat jarang dipublikasikan (Situm, 2015) oleh karena itu
penelitian ini dilakukan untuk semakin menambah literatur dalam hal tersebut.
Begitu pula untuk manajemen laba, penelitian yang berfokus pada kaitan
manajemen laba terhadap kebangkrutan juga masih relatif “muda” yakni selama
sepuluh tahun belakangan. Studi-studi terdahulu tersebut menyatakan adanya
hubungan antara manajemen laba terhadap kebangkrutan namun dengan arah hasil
yang heterogen (Dutzi, 2016). Oleh karena itu, penelitian ini diharapkan dapat
semakin menjelaskan temuan baru yang lebih konsisten. Penelitian ini akan
membahas kasus perusahaan pertambangan di Indonesia yang sedang mengalami
gejolak (ketidakpastian) dan tampaknya masih belum menemukan titik terang
hingga saat ini. Penelitian ini bermaksud untuk menggabungkan hasil dari
penelitian terdahulu menggunakan indikator rasio keuangan seperti profitabilitas
yang terbukti di beberapa penelitian menunjukkan signifikansi dalam mendeteksi
kondisi kebangkrutan, lebih lanjut pemanfaatan indikator rasio keuangan juga dapat
mendukung kontribusi keseluruhan variabel dalam membedakan perusahaan yang
bangkrut dan non-bangkrut (Campa, 2014; Veronica, 2014; Habib, 2013).
Pengungkapan pengaruh karyawan dan manajemen laba dengan bantuan
proftibalitas diharap mampu memberikan informasi bagi pihak pengambil
keputusan diperusahaan pertambangan agar dapat memecahkan isu utama saat ini
yaitu kegagalan bisnis. Apakah dengan berfokus kepada karyawan maka
perusahaan dapat tetap survive ditengah kondisi yang tidak menguntungkan? atau
dengan adanya aktifitas manajemen laba sehingga kondisi terburuk dapat ditunda
atau harus tetap berfokus pada pencapaian profit demi kelangsungan hidup
perusahaan. Penelitian ini juga dapat berkontribusi bagi negara-negara berkembang
dalam menemukan solusi untuk dapat tetap selamat ditengah era gempuran bisnis
yang terbuka saat ini.
1.2. Perumusan Masalah
Perumusan masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Apakah employee cost berpengaruh terhadap kemungkinan kebangkrutan?
2. Apakah manajemen laba berpengaruh terhadap kemungkinan kebangkrutan?
3. Apakah profitabilitas berpengaruh terhadap kemungkinan kebangkrutan?
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini berisi uraian latar belakang penelitian yang menjadi dasar atau
alasan dilakukannya penelitian, perumusan terkait masalah-masalah yang
akan diteliti lebih mendalam, tujuan dan manfaat hasil dari penelitian,
serta sistematika penulisan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS
Bab ini menjelaskan mengenai tinjauan pustaka sebagai dasar konsep dan
teori-teori yang dianggap relevan dengan permasalahan dalam penelitian,
kerangka konseptual, serta perumusan hipotesis.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
Bab ini menjelaskan metode yang digunakan untuk memecahkan masalah
penelitian. Metode penelitian ini terdiri dari: rancangan penelitian, definisi
operasional dan pengukuran variabel, metode pengumpulan data serta
metode analisis data.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Bab ini menjelaskan mengenai hasil analisis dan pembahasan yang
berkaitan dengan masalah penelitian, dimana akan dibandingkan antara
hasil penelitian saat ini dengan hasil penelitian sebelumnya atau teori yang
digunakan, serta pembahasan mengenai hipotesis yang diajukan.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN SERTA IMPLIKASI
Bagian ini berisikan beberapa kesimpulan dari hasil penelitian, implikasi
dan keterbatasan dari penelitian yang dilakukan serta dilampirkan juga
saran bagi penelitian selanjutnya.
BAB II
2.1.1.6.1. Laba
Menurut Chariri (2003) pengertian laba adalah laba akuntansi yang
merupakan selisih pengukuran pendapatan dan beban. Besar kecilnya laba sebagai
pengukur kenaikan aktiva sangat tergantung pada ketepatan pengukuran pendapatan
dan beban. Earnings disebut juga sebagai konsep laba periode. Konsep laba periode
dimaksudkan untuk mengukur efisiensi suatu perusahaan. Ukuran efisiensi
umumnya dilakukan dengan membandingkan laba periode berjalan dengan laba
periode sebelumnya atau dengan laba perusahaan lain pada industri yang sama.
Yang termasuk elemen laba pada konsep laba periode adalah peristiwa atau
perubahan nilai yang dapat dikendalikan manajemen dan berasal dari keputusan-
keputusan periode berjalan.
; dimana,
NIit = Laba bersih (net income) perusahaan i pada periode t
CFit = Arus kas operasi (cash flow of operation)
perusahaan i pada periode t.
b. Lalu kemudian total accrual diestimasi dengan persamaan regresi
OLS (Ordinary Least Square), yakni sebagai berikut:
; dimana,
TACt = Total accrual dalam periode t
TAt-1 = Total asset periode t-1
∆REVt = Perubahan pendapatan atau penjualan bersih periode
t PPEt = Property, plan and equipment periode t
α1, α2, α3 = Koefisien regresi.
c. Setelah diestimasi dengan persamaan regresi OLS maka koefisien
regresi dari total accrual dapat digunakan untuk menghitung non
akrual diskresioner yakni sebagai berikut:
; dimana,
∆RECt = Perubahan piutang bersih dalam periode
t α1, α2, α3 = Fitted coefficients hasil regresi
d. Dengan didapatnya hasil total accrual yang telah diestimasi dalam
persamaan regresi OLS dan telah didapat pula ukuran dari non akrual
diskresioner maka tahap terakhir adalah menghitung total akrual
diskresioner yakni sebagai berikut:
; dimana,
DTACt = Total akrual diskresioner tahun
t TACt = Total akrual tahun t
NDTACt =Non akrual diskresioner pada tahun t (Dechow, 1995).
Nama
No. Judul Variabel Penelitian Hasil
Peneliti
1. Edward I. Financial Variabel Independen: Keseluruhan variabel
Altman (1968) Working Capital/Total independen terbukti dapat
Ratio, Assets, Retained digunakan untuk
Discriminant Earnings/Total membedakan perusahaan
Analysis and the Assets, yang bangkrut dan non-
Prediction EBIT/Total Assets, bangkrut dengan akurasi
of Market Value of sebesar 95% sejak 2 tahun
Corporate Equity/Book sebelum terjadinya
Bankruptcy Value of Total kegagalan.
Debt, Sales/Total
Assets Variabel
Dependen:
Bankruptcy
2. Sinarti dan Tia Bankruptcy Variabel Independen: Model prediksi Altman Z-
Maria Prediction Z-score Model, Springate Score terbukti lebih akurat
Sembiring Analysis Model, Zmijewski Model dari pada model prediksi
(2015) of Variabel Dependen: lain dalam memprediksi
Manufacturing Bankruptcy Prediction perusahaan yang sehat dan
3. Sveinn Vidar Airline Distress Variabel Independen: Dari keseluruhan variabel
Gudmundsson Prediction Using Load Factor, number of independen, yang
(2002) Non-Financial passengers, number menunjukkan signifikansi
Indicators of hours flown, terhadap kemungkinan
number of departure, kegagalan adalah average
number of pilots, age of aircraft dan number
number of of employees. Pengaruh
employees, average age average age of aircraft dan
of aircraft, inflation, number of employee
brands of aircraft, memiliki arah positif,
political influence bertambahnya umur rata-rata
Variabel Dependen: pesawat dan bertambahnya
Probability of Failure jumlah karyawan
berpengaruh terhadap
bertambahnya kemungkinan
kegagalan perusahaan dan
sebaliknya.
4. Janell L. Employe-Friendly Variabel Independen: Kinerja finansial dari
Blazovich, Companies and Financial Performance perusahaan yang
Katherine Worklife dan Risk Level employee- friendly lebih
Taken Smith, Balance: Is there Variabel Dependen: baik dibandingkan dengan
L. Murphy an Impact on Employee-Friendly Firms perusahaan serupa yang
Smith (2014) Financial tidak berorientasi terhadap
Performance and karyawan.
Risk Level? Perusahaan yang
employee- friendly
memiliki tingkatan resiko
yang lebih rendah daripada
perusahaan lain yang
serupa tapi tidak
berorientasikan terhadap
karyawan.
5. Domenico Earnings Variabel Independen: Perusahaan yang bangkrut
Campa dan management Bankrupt firms and non- melakukan manajemen laba
María-del-Mar among bankrupt bankrupt firms yang meningkat, manajemen
Camacho- non-listed Variabel Dependen: laba yang dilakukan
Miñano (2014) firms: Earnings Management menggunakan manipulasi
evidence accruals dan manipulasi
from penjualan selama 3 tahun
Spain berturut-turut sebelum
kebangkrutan secara resmi.
6. Andreas Dutzi Earnings Variabel Independen: Hasil review terhadap
dan Bastian Management Earnings Management beberapa penelitian
Rausch (2016) Before Variabel Dependen: manajemen laba terhadap
Bankruptcy: Bankruptcy kebangkrutan didapatkan
A bahwa hubungan
Review of manajemen laba dan
the kebangkrutan sangat ambigu.
Literature Terdapat kondisi dimana
manajemen laba meningkat
dan kondisi manajemen laba
menurun selama periode
menuju kebangkrutan,
faktor-faktor penyebab
utamanya antara lain:
motivasi insentif, reversal
accruals, stress
level dan opini audit.
7. Hossein Discretionary Variabel Independen: Hasil penelitian menyatakan
Eternadi, Accruals Failed Firms bahwa perusahaan yang
Mohsen Behavior Variabel Dependen: mengalami kegagalan
Dastgi, Earnings terbukti melakukan
Mansour of Iranian Management manajemen laba. Teknik
Momeni, dan Distressed Firms manajemen laba yang
Hassan dilakukan dengan metode
Farajzadeh income minimation.
Dehkordi
(2012)
8. Daniel Profitability Variabel Independen: Perusahaan dengan
Brindescu Ratio asa Profitability Ratio profitabilitas tinggi
(2016) Tool Variabel Dependen: menunjukkan kebangkrutan
for Corporate Bankruptcy yang rendah, penelitian ini
Bankruptcy menyatakan arah hubungan
Prediction variabel profitability ratio
dan corporate bankruptcy
negatif.
9. M. Sienly Bankruptcy Variabel Independen: Financial ratio dan cash
Veronica dan Prediction Inflasi, Interest flow ratio menunjukkan
Samuel PD Model: Rates, Gross pengaruh terhadap terjadinya
Anantadjaya An Domestic Product, kebangkrutan sedangkan
(2014) Industrial Exchange Makroekonomi tidak
Rates, Financial menunjukkan pengaruh
Study in Ratios, sama sekali.
Indonesian Cash Flow
Publicly-listed Ratios
Firms Variabel Dependen:
Corporate Bankruptcy
During
1999-2010
2.2. Rerangka Konseptual
Keinginanan untuk membuktikan pengaruh variabel employee cost
terhadap kemungkinan kebangkrutan dalam penelitian ini didasari oleh beberapa
penelitian terdahulu. Penelitian terdahulu oleh Gudmundsson (2002) tentang faktor-
faktor yang berpengaruh terhadap kemungkinan kebangkrutan pada perusahaan
penerbangan mengemukakan bahwa, dari keseluruhan faktor penyebab yang diteliti
yang menunjukkan pengaruh adalah umur rata-rata dari pesawat terbang dan jumlah
employee di perusahaan penerbangan. Dari hasil penelitiannya tersebut dapat
diartikan bahwa semakin meningkatnya umur rata-rata dari pesawat terbang dan
semakin meningkatnya jumlah karyawan akan berakibat pada peningkatan
kemungkinan terjadinya kebangkrutan. Penelitian lainnya oleh Situm (2015)
tentang pengaruh beberapa rasio terkait biaya karyawan (employee costs) tidak
dapat menunjukkan pengaruh dalam membedakan kondisi perusahaan yang
bangkrut dan kondisi perusahaan yang sehat.
Menurut equity theory and fairness (Noe, 2015) seorang karyawan akan
selalu membandingkan output yang diberikan dengan input yang diterima, jika
karyawan tersebut merasa bahwa ada ketidakadilan antara output dan input tersebut
akan menyebabkan karyawan untuk mengurangi kualitas dan atau kapasitas
kinerjanya, berupaya untuk mencari penghasilan tambahan, bahkan menolak untuk
bekerjasama yang tentu saja dapat mempengaruhi kinerja dari perusahaan bahkan
dapat memunculkan resiko bagi perusahaan. Menurut efficiency wage theory
(Akerlof, 1986) juga menyatakan bahwa perusahaan bersedia untuk memberikan
upah atau gaji diatas rata-rata pasar demi dapat menjaring talented individual,
semakin banyak talented individual didalam perusahaan juga tentu saja
membebankan perusahaan dalam mengalokasikan dana untuk membayar gaji
karyawan tersebut. Atas dasar literatur dan penelitian terdahulu diatas bahwa
peningkatan jumlah karyawan berpengaruh dalam menyebabkan terjadinya
kebangkutan dan oleh karena peningkatan jumlah karyawan juga turut
mengakibatkan peningkatan costs, maka
peneliti membangun argument bahwa peningkatan employee costs seharusnya juga
akan menyebabkan peningkatan kemungkinan kebangkrutan pada perusahaan.
Terkait pengaruh variabel manajeman laba terhadap kemungkinan
kebangkrutan dalam penelitian ini juga didasari oleh beberapa penelitian terdahulu.
Penelitian terdahulu oleh Campa (2014) tentang kebangkrutan terhadap
hubungannya dengan manajemen laba membuktikan bahwa perusahaan yang
bangkrut terjadi karena melakukan manajemen laba yang meningkat daripada
perusahaan yang normal. Hal tersebut dapat di interpretasikan bahwa manajer di
perusahaan yang mengalami kebangkrutan lebih berusaha untuk meningkatkan laba
karena perusahaan perlu untuk terlihat lebih baik daripada yang sebenarnya.
Tujuannya untuk menghindari dan atau berusaha untuk menunda resiko terjadinya
kebangkrutan. Penelitian Dutzi (2016) dengan melakukan review pada beberapa
literatur terkait pengaruh manajemen laba terhadap kebangkrutan perusahaan,
mengemukakan bahwa kedua hal tersebut menunjukkan hubungan yang ambigu.
Ada kondisi dimana manajemen laba dilakukan dengan income maximation disaat
perusahaan menuju kondisi kebangkrutan dan adapula kondisi dimana manajemen
laba dilakukan dengan income minimation saat menuju kondisi kebangkrutan.
Perlakuan yang berbeda-beda tersebut didasari oleh adanya kepentingan
manajemen.
Agency theory menurut Jensen (1976) menyatakan bahwa dalam
perusahaan terdapat kerjasama antara entitas manajemen (agent) dan pemilik atau
stakeholders (principal) dalam menjalankan bisnis. Oleh karena itu pula akan
terjadi asimetri informasi dimana agent akan lebih banyak memiliki informasi
tentang perusahaan daripada principal. Juga akan terjadi konflik kepentingan
dimana agent dan principal akan berbeda pandangan atau tujuan dalam
menjalankan bisnis. Atas dasar teori tersebut manajemen laba dengan pemanfaatan
metode pencatatan accrual basis akan menjadi celah bagi manajemen untuk
menciptakan situasi yang kondusif agar pemilik atau stakeholders akan selalu
merasa tidak ada masalah didalam perusahaan karena laba tersaji dengan baik. Atas
dasar beberapa penelitian terdahulu dan teori yang melandasi kegaitan manajemen
laba diatas peneliti membangun argumen untuk
membuktikan bahwa manajemen laba dengan tolak ukur discretionary accrual yang
semakin meningkat menandakan motivasi manajemen atas insentif sehingga
menyebabkan terjadinya penurunan kemungkinan kebangkrutan atau hanya untuk
melakukan penundaan terjadinya kebangkrutan.
Variabel profitabilitas di-implementasikan dalam model penelitian didasari
oleh penelitian terdahulu. Penelitian oleh Brindescu (2016) menyatakan bahwa
rasio profitabilitas terbukti menunjukkan pengaruh dengan arah negatif terhadap
kebangkrutan perusahaan. Dengan begitu dapat diartikan bahwa tingkat
profitabilitas harus dapat selalu ditingkatkan agar dapat meminimalisir resiko
kebangkrutan perusahaan. Penelitian ini bermaksud untuk menggabungkan hasil
dari penelitian terdahulu menggunakan indikator rasio keuangan yakni profitabilitas
yang terbukti di beberapa penelitian menunjukkan signifikansi terhadap
pendeteksian kondisi kebangkrutan, lebih lanjut pemanfaatan indikator rasio
keuangan juga dapat mendukung kontribusi keseluruhan variabel dalam
membedakan perusahaan yang bangkrut dan non-bangkrut (Campa, 2014;
Veronica, 2014; Habib, 2013).
Menurut Robert (1997) bahwa return on assets sebagai rasio atas
profitabilitas menggambarkan kemampuan perusahaan dalam menggunakan asset-
nya secara efektif sehingga dapat menghasilkan profit. Menurut Chariri (2003)
pengertian laba adalah laba akuntansi yang merupakan selisih pengukuran
pendapatan dan beban. Besar kecilnya laba sebagai pengukur kenaikan aktiva
sangat tergantung pada ketepatan pengukuran pendapatan dan beban. Dengan laba,
perusahaan dapat meramalkan arus kas masa depan. Menurut Keynes (1936) dalam
liquidity preference theory menyatakan bahwa likuiditas adalah atribut dari asset
sehingga semakin cepat suatu asset dikonversikan menjadi uang maka keperluan
operasional perusahaan dapat tercukupi, resiko tidak terduga dapat dicegah dan
dana yang ada bisa digunakan untuk berinvestasi lebih lagi pada hal lainnya yang
memberikan tingkat return yang baik maka tentu saja kemungkinan kebangkrutan
dapat dicegah. Sehingga peneliti berargumen bahwa tingkat profitabilitas yang
tinggi akan menyebabkan penurunan resiko terjadinya kemungkinan kebangkrutan.
Atas dasar penjelasan dari kumpulan
literatur dan penelitian terdahulu diatas, maka kerangka dari penelitan ini akan
dirancang dengan bentuk sebagai berikut:
Gambar 2.1
Rerangka Konseptual
H2
Manajemen Laba (X2) Kebangkrutan (Y)
H3
Profitabilitas (X3)
;dimana:
Staff Costs = Total nilai dari biaya karyawan pada periode t,
EBIT = Earnings before interest and tax selama periode
t.
2. Variabel Manajemen Laba
Manajemen laba dalam penelitian ini diukur menggunakan akrual
diskresioner karena akrula diskresioner merupakan suatu cara untuk
meningkatkan atau mengurangi pelaporan laba dimana hal ini akan sulit
dideteksi akibat dilakukannya manipulasi kebijakan akuntansi yang
berhubungan dengan akrual, misalnya dengan cara menaikkan biaya
amortisasi dan depresiasi, mencatat kewajiban yang besar atas jaminan
produk (garansi), kontigensi dan potongan harga, dan mencatat persediaan
yang sudah usang (Andromeda, 2008). Akrual diskresioner dalam
penelitian ini dihitung dengan menggunakan Modified Jones’ Models
(Dechow, 1995):
a. Total Accrual dihitung dengan rumus sebagai berikut:
;dimana:
NIit = Laba bersih (Net income) perusahaan i pada periode t,
CFit = Arus kas operasi (Cash flow of operation) perusahaan
i pada periode t.
b. Setelah nilai Total Accrual didapatkan, kemudian nilai total accrual
tersebut diestimasi dengan persamaan regresi OLS (Ordinary Least
Square), yaitu:
;dimana:
TACt = Total Accruals dalam periode
t, TAt-1 = Total Asset periode t-1,
∆SALt = Perubahan pendapatan atau penjualan bersih dalam
periode t,
PPEt = Property, Plan and Equipment periode
t, α1, α2, α3 = Koefisien Regresi.
c. Kemudian nilai koefisien regresi yang didapat digunakan untuk
menghitung nilai Non akrual diskresioner, sebagai berikut:
;dimana:
∆RECt = Perubahan piutang bersih dalam periode t,
α1, α2, α3 = Fitted coefficient yang diperoleh dari hasil regresi
pada perhitungan total accrual.
d. Total akrual diskresioner
;dimana:
DTACt = Total akrual diskresioner tahun
t, TACt = Total akrual tahun t,
NDTACt = Non akrual diskresioner pada tahun t.
3. Variabel Profitabilitas
Profitabilitas diukur menggunakan merupakan rasio return on asset
(ROA) yaitu rasio untuk mengukur efektifitas dari kegiatan managemen
suatu perusahaan. Efektifitas yang dimaksudkan adalah kemampuan untuk
mencapai tujuan akhir dari suatu perusahaan yaitu tingkat pendapatan
yang maksimum dengan memanfaatkan asset yang tersedia. Ketika rasio
profitabilitas meningkat maka dapat diartikan perusahaan menghasilkan
pendapatan yang tinggi (Veronica, 2014; Brindescu 2016). Berikut cara
perhitungan return on asset yang digunakan dalam penelitian ini yaitu:
ROA = NI/TA
;dimana:
NI = Laba bersih perusahaan setelah pajak selama periode t,
TA = Total asset perusahaan selama periode t.
4. Variabel Kebangkrutan
Pengukuran kebangkrutan di dalam penelitian ini mengaplikasikan metode
Z score model (Altman, 1968) dikarenakan berdasarkan penelitian
terdahulu oleh Sinarti & Tia (2015) tentang kebangkrutan menyatakan
bahwa model ini terbukti lebih akurat dalam memprediksi kebangkrutan
dibandingkan dengan metode pengukuran kebangkrutan lainnya. Lebih
lanjut, temuan model tersebut dapat memprediksi terjadinya kebangkrutan
secara akurat sejak dua tahun sebelum kegagalan sebenarnya dengan
akurasi yang berkurang setelah tahun kedua. Kelebihan model Altman
dibandingkan metode analisis lainnya adalah dalam proses simulasinya
mempertimbangkan likuiditas, asset management, debt management,
profitabilitas, dan market value (Khaliq, 2014). Berikut cara perhitungan Z
score yang akan digunakan dalam penelitian ini, yaitu:
Z = 1,2 X1 + 1,4 X2 + 3,3 X3 + 0,6 X4 + 1,0 X5
;dimana,
X1 : Working Capital / Total Assets
X2 : Retained Earnings / Total Assets
X3 : EBIT / Total Assets
X4 : Market Value of Equity / Book Value of Total Debt
X5 : Sales / Total Assets
Nilai dari Z score yang dihasilkan berdasarkan persamaan diatas dapat
dijelaskan sebagi berikut:
a. Nilai dari Z < 1,81 dapat mengartikan bahwa perusahaan diprediksi
akan mengalami kebangkrutan.
b. Nilai 1,81 ≤ Z ≤ 2,99 dapat mengartikan bahwa perusahaan dalam
kondisi tidak menentu (gray area)
c. Nilai dari Z > 2,99 dapat mengartikan bahwa perusahaan diprediksi
beroperasi dalam kondisi normal (Altman, 1968).
Untuk mengatasi kondisi grey area (1,81 ≤ Z ≤ 2,99) dipisahkan
menggunakan nilai tengah kritis yakni Z = 2,675 (Altman, 1968; Ross,
2010). Atas dasar mengurangi resiko dari grey area, digunakan variabel
dummy dengan syarat: dummy 1 (Z score ≤ 2,675), dummy 0 (Z score >
2,675).
Pada tabel 3.1 berikut merupakan summary dari definisi operasional dan
pengukuran variabel-variabel penelitian diatas, yaitu:
Tipe
No. Variabel Indikator Skala
Variabel
Berikut merupakan interpretasi nilai Altman
Z-score, yaitu:
Tabel 4.1
Tabel 4.2
BCP
Dummy = 1 Dummy = 0
Total
Z ≤ 2,675 Z > 2,675
n 73 62 135
(%) 54% 46% 100%
Sumber: Data sekunder yang diolah
Tabel 4.3
Dummy = 1 Dummy = 0
Total
BCP Z ≤ 2,675 Z > 2,675
SCEBT DACC ROA SCEBT DACC ROA SCEBT DACC ROA
Mean 1.409 -0.087 -2.286 0.350 0.019 8.681 0.923 -0.038 2.750
Std.
3.527 0.134 6.586 2.374 0.172 7.468 3.087 0.161 8.876
Deviation
Min. -5.080 -0.780 -22.260 -16.890 -0.170 -11.350 -16.890 -0.780 -22.260
Max. 16.230 0.200 15.300 4.000 1.150 26.830 16.230 1.150 26.830
Sumber: Data sekunder yang diolah menggunakan SPSS
Berdasarkan tabel 4.3 di atas dapat disimpulkan beberapa hal sebagai
berikut:
1. Dari hasil pengolahan data statistik didapatkan mean atas variabel
employee cost yang diukur menggunakan rasio staff costs/EBIT (SCEBT)
dan terkategori dummy = 1 adalah sebesar 1,409 dengan standar deviasi
sebesar 3,527 selama periode 2011-2015. Hal ini menunjukkan adanya
variasi data yang cukup heterogen antara data satu perusahaan dengan
perusahaan lainnya. Hal ini dapat dilihat dari nilai minimum sebesar
-5,080 adalah PT. Perdana Karya Perkasa pada tahun 2012 sedangkan
nilai maksimumnya
sebesar 16,230 adalah PT. SMR Utama Tbk pada tahun 2014. Hal ini
wajar terjadi dikarenakan tidak mungkin perusahan memiliki tingkat
ukuran salary dan EBIT yang sama rata. Sedangkan mean atas variabel
independen SCEBT yang terkategori dummy = 0 adalah sebesar 0,350
dengan standar deviasi sebesar 2,374 selama periode 2011-2015. Hal ini
menunjukkan adanya variasi data yang cukup heterogen antara data satu
perusahaan dengan perusahaan lainnya. Dapat dilihat dari nilai minimum
sebesar - 16,890 adalah PT. Aneka Tambang (Persero) Tbk pada tahun
2013 sedangkan nilai maksimumnya sebesar 4,000 adalah PT. Timah
(Persero) Tbk pada tahun 2012. Hal ini wajar terjadi juga dikarenakan
akibat tidak mungkin perusahan memiliki tingkat ukuran salary dan EBIT
yang sama rata. Dari 27 sampel perusahaan pertambangan yang diteliti
dapat ditunjukkan bahwa selama periode tahun 2011-2015 trend
perbandingan rata-rata dari staff costs, EBIT, dan Altman Z-Score pada
tabel 4.4 sebagai berikut:
Tabel 4.4
AVERAGE
Staff Costs ($) EBIT ($) Altman Z-Score
2011 51,729,449 208,788,929 4.72
2012 54,804,206 121,960,219 4.77
2013 40,645,856 68,316,223 3.49
2014 37,552,365 84,389,413 3.21
2015 33,351,692 (30,300,942) 2.16
Sumber: Data sekunder yang diolah
Pada tabel 4.4 diatas dapat diketahui bahwa disaat rata-rata dari jumlah
staff costs lebih kecil daripada rata-rata jumlah EBIT akan menyebabkan
rata-rata nilai Altman Z-Score yang bagus, sedangkan disaat rata-rata dari
jumlah staff costs yang lebih besar dari rata-rata jumlah EBIT akan
menyebabkan
penurunan kualitas nilai rata-rata dari Altman Z-Score sehingga menuju
arah yang beresiko.
2. Hasil pengolahan data statistik didapatkan mean atas variabel manajemen
laba yang diukur menggunakan rasio discretionary accrual (DACC) dan
terkategori dummy = 1 adalah sebesar -0,087 dengan standar deviasi
sebesar 0,134 selama periode 2011-2015. Adanya variasi data yang cukup
heterogen antara data satu perusahaan dengan perusahaan lainnya dapat
dilihat dari nilai minimum sebesar -0,780 adalah PT. SMR Utama Tbk
pada tahun 2014 sedangkan nilai maksimumnya sebesar 0,200 adalah PT.
J Resources Asia Pasifik Tbk pada tahun 2012. Sedangkan, mean atas
DACC yang terkategori dummy = 0 adalah sebesar 0,019 dengan standar
deviasi sebesar 0,172 selama periode 2011-2015. Hal ini menunjukkan
adanya variasi data yang cukup heterogen antara data satu perusahaan
dengan perusahaan lainnya dapat dilihat dari nilai minimum sebesar -0,170
adalah PT. Surya Esa Perkasa Tbk pada tahun 2011 sedangkan nilai
maksimumnya sebesar 1,150 adalah PT. Bara Jaya Internasional Tbk pada
tahun 2013. Dari 27 sampel perusahaan pertambangan yang diteliti dapat
ditunjukkan bahwa selama periode tahun 2011-2015 trend perbandingan
rata-rata dari sales, piutang, property plant and equipment (PPE) dan
Altman Z-Score pada tabel 4.5 sebagai berikut:
Tabel 4.5
AVERAGE
Sales ($) Piutang ($) PPE ($) Altman Z-Score
2011 800,796,375 116,581,845 426,890,730 4.72
2012 780,205,644 123,554,217 518,432,477 4.77
2013 685,226,275 120,939,487 542,146,611 3.49
2014 621,243,076 140,003,019 539,197,068 3.21
2015 416,221,521 83,105,695 492,180,149 2.16
Sumber: Data sekunder yang diolah
Pada tabel 4.5 dihalaman sebelumnya dapat diketahui bahwa disaat rata-
rata dari jumlah sales semakin menurun kemudian rata-rata jumlah piutang
semakin meningkat dan rata-rata nilai PPE juga turut meningkat akan
menyebabkan rata-rata nilai Altman Z-Score yang bagus, sedangkan saat
disaat rata-rata dari jumlah piutang semakin menurun dan rata-rata nilai
PPE juga turut menurun akan menyebabkan penurunan kualitas nilai rata-
rata dari Altman Z-Score sehingga menuju arah yang beresiko.
3. Dari pengolahan data statistik didapatkan mean atas variabel profitabilitas
yang diukur menggunakan rasio return on assets (ROA) dan terkategori
dummy = 1 adalah sebesar -2,286 dengan standar deviasi sebesar 6,586
selama periode 2011-2015. Hal ini menunjukkan adanya variasi data yang
cukup heterogen antara data satu perusahaan dengan perusahaan lainnya
dapat dilihat dari nilai minimum sebesar -22,260 adalah PT. Bara Jaya
Internasional Tbk pada tahun 2011 sedangkan nilai maksimumnya sebesar
15,300 adalah PT. J Resources Asia Pasifik Tbk pada tahun 2012.
Sedangkan, mean atas ROA yang terkategori dummy = 0 adalah sebesar
8,681 dengan standar deviasi sebesar 7,468 selama periode 2011-2015.
Hal ini menunjukkan adanya variasi data yang cukup heterogen antara data
satu perusahaan dengan perusahaan lainnya dapat dilihat dari nilai
minimum sebesar -11,350 adalah PT. SMR Utama Tbk pada tahun 2012
sedangkan nilai maksimumnya sebesar 26,830 adalah PT. Tambang
Batubara Bukit Asam (Persero) Tbk pada tahun 2011. Dari 27 sampel
perusahaan pertambangan yang diteliti dapat ditunjukkan bahwa selama
periode tahun 2011-2015 trend perbandingan rata-rata dari net income,
total assets dan Altman Z-Score pada tabel 4.6 sebagai berikut:
Tabel 4.6
AVERAGE
Net Income ($) Total Assets ($) Altman Z-Score
2011 107,900,610 1,104,751,750 4.72
2012 45,413,961 1,188,751,770 4.77
2013 6,323,547 1,165,468,822 3.49
2014 6,247,890 1,142,109,471 3.21
2015 (81,623,785) 1,015,347,983 2.16
Sumber: Data sekunder yang diolah
Pada tabel 4.6 diatas dapat diketahui bahwa disaat rata-rata dari jumlah net
income dan total assets bernilai positif menyebabkan rata-rata nilai
Altman Z-Score yang bagus, sedangkan disaat rata-rata dari jumlah net
income bernilai negatif akan menyebabkan penurunan kualitas nilai rata-
rata dari Altman Z-Score sehingga menuju arah yang beresiko.
4. Secara keseluruhan dari 135 perusahaan sampel yang diteliti untuk
variabel SCEBT didapatkan mean sebesar 0,923 yang berkisar antara nilai
minimum
-16,890 dan nilai maksimum 16,230. Terdapat nilai staff cost/EBIT yang
bertanda negatif disebabkan adanya perusahaan yang memiliki nilai EBIT
negatif. Untuk variabel DACC secara keseluruhan didapatkan mean
sebesar
-0.038 yang berkisar antara nilai minimum -0.780 dan nilai maksimum
1.150. Sedangkan, untuk variabel ROA secara keseluruhan didapatkan
mean sebesar 2.750 yang berkisar antara nilai minimum -22.260 dan nilai
maksimum 26.830.
Tabel 4.7
Uji Multikolinearitas
Collinearity Statistics
Model
Tolerance VIF
1 (Constant)
SCEBT 0.972 1.029
DACC 0.918 1.089
ROA 0.941 1.062
Sumber: Data sekunder yang diolah menggunakan SPSS
Berdasarkan table 4.7 diatas dapat di lihat bahwa angka tolerance berada
pada posisi lebih besar dari 0,10 (tolerance > 0,10) dan angka variance influence
factor berada pada posisi kecil dari 10 (VIF < 10) sehingga dapat disimpulkan tidak
terjadi multikolinearitas diantara variabel independen penelitian ini.
Tabel 4.8
-2 Log Coefficients
Iteration
likelihood Constant
Step 0 1 186.252 0.163
2 186.252 0.163
Sumber: Data sekunder yang diolah menggunakan SPSS
-2 Log Coefficients
Iteration
likelihood Constant SCEBT DACC ROA
Step 1 1 118.397 0.349 0.099 -2.104 -0.131
2 108.062 0.504 0.159 -3.779 -0.201
3 106.594 0.563 0.186 -4.980 -0.237
4 106.546 0.573 0.190 -5.287 -0.245
5 106.546 0.573 0.191 -5.300 -0.245
6 106.546 0.573 0.191 -5.300 -0.245
Sumber: Data sekunder yang diolah menggunakan SPSS
Hasil output SPSS pada tabel 4.8 dihalaman sebelumnya merupakan nilai
-2 log likelihood yang terdiri dari konstanta saja, sementara pada tampilan tabel 4.9
diatas merupakan nilai -2 log likelihood yang terdiri dari konstanta dan variabel
independen. Nilai -2 log likelihood yang hanya memasukkan konstanta saja adalah
sebesar 186,252 sedangkan nilai -2 log likelihood yang memasukkan konstanta dan
variabel independen adalah sebesar 106,546 maka perbandingan kedua nilai -2 log
likelihood tersebut adalah sebesar 79,706 seperti ditunjukkan pada tabel
selanjutnya.
Tabel 4.10 dihalaman selanjutnya merupakan perbandingan atau selisih nilai
-2 log likelihood yang terdiri dari konstanta saja dengan -2 log likelihood yang
terdiri dari konstanta dan variabel independen. Perbandingan tersebut mengikuti
sebaran chi square sebesar 79,706 dengan df = 3.
Berikut adalah tabel yang menjelaskan selisih dari Likelihood L yang
hanya mengikut sertakan konstanta dengan Likelihood L yang sudah mengikut
sertakan konstanta dan variabel independen, sebagai berikut:
Chi-square df Sig.
Step 1 Step 79.706 3 0.000
Step Sumber:
-2 LogData
likelihood Cox
sekunder & Snell
yang diolahR menggunakan
Square Nagelkerke R
SPSS
Square
1 106.546a 0.446 0.596
Pada tabel 4.11 dihalaman sebelumnya tampak bahwa besarnya nilai
koefisien determinasi pada model regresi logistik ditunjukkan oleh nilai Nagelkerke
R Square. Nagelkerke R Square adalah sebesar 0,596 yang berarti bahwa
variabilitas variabel dependen yang dapat dijelaskan oleh variabel independen
adalah sebesar 59,6% sedangkan sisanya sebesar 40,4% dijelaskan oleh variabel-
variabel lain diluar model penelitian ini.
Tabel 4.12
Pada tabel 4.12 diatas menunjukkan nilai chi-square sebesar 9,432 dengan
signifikansi (p) sebesar 0,307. Berdasarkan hasil tersebut, nilai signifikansi
menunjukkan nilai yang lebih besar dari taraf signifikansi 0,05. Maka dapat
disimpulkan bahwa model mampu memprediksi nilai observasinya atau dapat
dikatakan model dapat diterima karena cocok dengan data observasinya.
Predicted
Observed BCP Percentage
Z > 2,675 Z ≤ 2,675 Correct
Step 1 BCP Z > 2,675 47 15 75.8
Z ≤ 2,675 8 65 89.0
Sumber: Data sekunder yang diolah menggunakan SPSS
Overall Percentage 83.0
Tabel 4.14
B S.E. df
SCEBT 0.191 0.106 1
DACC -5.300 2.638 1
ROA -0.245 0.048 1
Constant 0.573 0.312 1
Sumber: Data sekunder yang diolah menggunakan SPSS
Berdasarkan hasil uji regresi logistik dari tabel di atas, maka persamaan
regresi logistik yang diperoleh adalah sebagai berikut:
Ln (BCP/1-BCP) = 0,573 + 0,191 SCEBT – 5,300 DACC – 0,245 ROA
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan terhadap hasil penelitian,
maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Employee cost berpengaruh positif terhadap kemungkinan kebangkrutan.
Pengaruh yang digambarkan oleh employee cost dalam penelitian ini
memiliki arah positif dimana mengindikasikan bahwa semakin
meningkatnya employee cost akan meningkatkan kecenderungan
terjadinya kebangkrutan vice versa. Hasil penelitian ini sejalan dengan
Gudmundsson (2002).
2. Manajemen laba berpengaruh negatif terhadap kemungkinan
kebangkrutan. Pengaruh yang digambarkan oleh manajemen laba dalam
penelitian ini memiliki arah negatif dimana mengindikasikan bahwa
semakin besar manajemen laba yang dilakukan mampu menurunkan
kecenderungan terjadinya kebangkrutan vice versa. Hasil penelitian ini
sejalan dengan penelitian Eternadi (2012).
3. Profitabilitas berpengaruh negatif terhadap kemungkinan kebangkrutan.
Pengaruh yang digambarkan oleh profitabilitas memiliki arah negatif yang
mengindikasikan bahwa semakin besar tingkat profitabilitas dengan
ukuran return on assets mampu menurunkan kecenderungan terjadinya
kebangkrutan vice versa. Hasil penelitian ini konsisten dengan hasil
penelitian Veronica (2014) dan Brindescu (2016).
5.2. Keterbatasan Penelitian
Berikut keterbatasan penelitian yang mungkin dapat mempengaruhi hasil
dari penelitian ini:
1. Dasar employee cost yang di teliti dalam penelitian ini hanya
menggunakan besaran salary dan tunjangan rutin yang diterima oleh
karyawan. Hal-hal lainnya yang berada diluar lingkup salary dan
tunjangan rutin dikeluarkan dari pengukuran sehingga menjadi
keterbatasan dalam penelitian ini.
2. Perusahaan tambang di Indonesia yang diteliti selama periode 2011-2015
sedang mengalami kondisi yang tidak menentu, sehingga anomali pada
data perusahaan akan sering terlihat.
5.3. Implikasi
Implikasi dari hasil penelitian ini antara lain:
1. Tenaga kerja merupakan salah satu faktor utama yang menentukan
produktifitas perusahaan, akan tetapi peningkatan employee cost dapat
mengakibatkan peningkatan resiko kebangkrutan. Oleh karena itu
diharapkan agar employee cost sebisa mungkin ditekan agar probabilitas
resiko tersebut muncul sangat kecil tentunya dengan tetap memperhatikan
produktifitas perusahaan.
2. Pada saat berhadapan dengan kondisi yang sulit manajemen laba mungkin
memberikan kesempatan dalam menunjukkan kemampuan perusahaan
untuk bangkit akan tetapi manajemen laba juga akan menghasilkan
keputusan yang bias karena informasi yang terbentuk akibat manipulasi
berdasarkan kepentingan manajemen. Bagi auditor ekternal dan internal
diharapkan selalu mengawasi aktifitas dan tingkat dari manajemen laba
yang dilakukan manajemen perusahaan.
3. Return on assets adalah salah satu tolak ukur atas profitabilitas, dengan
tingkat net income yang semakin besar daripada total asset menandakan
bahwa perusahaan dapat memperoleh laba yang tinggi dengan
memanfaatkan asset yang seminim mungkin sehingga kemungkinan
kebangkrutan akan semakin rendah. Akan tetapi sebagai pemilik
perusahaan atau stakeholder harus tetap memiliki prinsip kehati-hatian
terhadap hasil laba yang tinggi tersebut karena manajemen laba juga punya
peran dalam membentuk laba yang terlihat baik terutama perusahaan yang
mengaplikasikan metode pencatatan accrual basis.
5.4. Saran
Berikut beberapa saran yang dapat disampaikan berdasarkan hasil dari
penelitian ini:
1. Penelitian mendatang disarankan mengunakan time series yang lebih
panjang untuk bisa menggeneralisasi hasil penelitian.
2. Penelitian yang akan datang diharapkan dapat menambah varian sampel,
tidak hanya perusahaan manufaktur saja, tetapi juga dengan menggunakan
industri lain, seperti keuangan, jasa dan lainnya.
3. Jika akan memanfaatkan employee cost untuk penelitian selanjutnya,
disarankan agar mengekstrak data tidak hanya dari pos salary dan
tunjangan rutin, jika memungkinkan untuk bisa mendapatkan ukuran
lainnya terkait employee bahkan jika memungkinkan jumlah karyawan
dari tiap perusahaan yang dijadikan sampel penelitian.
4. Penelitian selanjutnya diharapkan dapat meneliti tentang perilaku
akuntansi dari perusahaan yang mengalami kebangkrutan. Hal ini penting
karena terdapat perusahaan yang berhasil menyembunyikan kondisi buruk
bisnisnya dengan pemanfaatan metode accrual basis. Oleh karena itu,
diperlukan metode pengukuran lainnya misalnya dengan pemanfaatan
metode cash basis sebagai tolak ukur.
DAFTAR PUSTAKA
Akerlof, G. and Janet Yellen. 1986. Efficiency Wage Models of the Labor Market.
Cambridge: Cambridge University Press.
Altman, E. 1968. Financial Ratios, Discriminant Analysis and the Prediction of
Corporate Bankruptcy. Journal of Finance, No. 23, pp: 589–609.
Andromeda, Donny A. 2008. Analisis Pengaruh Manajemen Laba Terhadap Return
Saham Pada Perusahaann Manufaktur di BEJ yang Diaudit Oleh Kantor
Akuntan Publik Berskala Besar dan Kantor Akuntan Publik Berskala Kecil.
Tesis. Pascasarjana Universitas Diponegoro, Semarang.
Bartual, C. et all. 2012. Credit Risk Analysis: Reflection on the Use of the Logit
Model. Journal of Applied Finance & Banking, Vol. 2(6), pp: 1-13.
Beaver, W.H. 1966. Financial Ratios as Predictors of Failure. Journal of
Accounting Research, Vol. 4, pp: 71-111.
Blazovich, Janell L., Katherine Taken Smith dan L. Murphy Smith. 2014.
Employee- Friendly Companies and Worklife Balance: Is There an Impact
on Financial Performance and Risk Level. Journal of Organizational
Culture Communications and Conflict, Vol. 18, No. 2, pp: 1-13.
Brigham, F. Eugene dan Louis C. Gapensky. 1997. Financial Management.
Florida: The Dryden Press.
Brindescu, Daniel. 2016. Profitability Ratio as a Tool for Bankruptcy Prediction.
SEA- Pratical Application of Science, Vol. 4(2), pp: 369-372.
Campa, Domenico dan Maria-del-Mar C.M. 2014. Earnings Management among
Bankrupt Non-Listed Firms: Evidence from Spain. Spanish Journal of
Finance and Accounting, Vol. 43, No. 1, pp: 3-20.
Chariri, Anis dan Imam Ghozali. 2003. Teori Akuntansi. Semarang: BP UNDIP.
Dechow, Patricia M., Richard G. Sloan dan Amy P. Sweeney. 1995. Detecting
Earnings Management. The Accounting Review, Vol. 70, No. 2, pp: 193-225.
Donald, G. Gardner, Linn Van Dyne dan Jon L. Pierce. 2004. The Effect of Pay
Level on Organization-Based Self Esteem & Performance: A Field Study.
Journal of Occupational and Organizational Psycology, Vol. 77, pp: 307-
322.
Dutzi, Andreas and Bastian Rausch. 2016. Earnings Management before
Bankruptcy: A Review of the Literature. Journal of Accounting and
Auditing: Research & Practice, Vol.2016, pp:1-21.
Emery, R. Douglas dan John D. Finnerty. 1997. Corporate Financial Management.
New Jersey: Prentice Hall Inc.
Eternadi, H. et all. 2012. Discretionary Accruals Behavior of Iranian Distressed
Firms. Middle Eastern Finance and Economics, Vol.16, pp: 44-53.
Gerhart, B. dan Milkovich, G. T. 1992. Employee Compensation: Research and
Practice. Handbook of industrial and organizational psychology, Vol. 3, pp:
481–570.
Ghozali, Imam. 2013. Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS.
Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Gitman, Lawrence J. 1994. Principle of Managerial Finance. Boston: Addison
Wesley Publishing Company.
Gudmundsson, Sveinn Vidar. 2002. Airline Distress Prediction Using Non-
Financial Indicators. Journal of Air Transportation, Vol.7 (2), pp: 3-24.
Gujarati, Damodar N. 1995. Basic Econometric, Third Edition. New York: Mc
Graw- Hill.
Gujarati, Damodar. 2003. Ekonometri Dasar. Diterjemahkan oleh: Sumarno Zain.
Jakarta: Erlangga.
Habib, Ahsan et all. 2013. Financial Distress, Earnings Management and Market
Pricing of Accruals during the Global Financial Crisis. Managerial Finance,
Vol. 39, No. 2, pp: 155-180.
Hanafi, Mamduh M. 2004. Manajemen Keuangan, Cetakan Pertama. Yogyakarta:
BPFE-Yogyakarta
Jensen, Michael C. dan William H. Meckling. 1976. Theory of the Firm:
Managerial Behavior, Agency Cost and Ownership Structure. Journal of
Financial Economics, No. 3, pp: 305-360.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. Peranan Sektor Pertambangan
Dalam Mendorong Perekonomian Nasional. 20 Desember 2016.
http://www2.esdm.go.id/berita/umum/37-umum/601-peranan-sektor-
pertambangan-dalam-mendorong-perekonomian- nasional.html?
tmpl=component&print=1&page=
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. 2015. Statistik Minyak dan Gas
Bumi. Jakarta: Direktorat Jendral Minyak dan Gas.
Keynes, J. Maynard. 1936. The General Theory of Employment, Interest and Money.
London: Palgrave Macmillan
Khaliq, Ahmad, et all. 2014. Identifying Financial Distress Firms: A Case Study of
Malaysia’s Government Linked Companies (GLC). International Journal of
Economics Finance and Management, Vol. 3, No. 3, pp:141-150.
Kim, H and Z. Gu. 2006. Predicting Restaurant Bankruptcy: A Logit Model in
Comparison with a Discriminant Model. Journal of Hospitality & Tourism
Research, Vol. 30(4), pp: 474-493.
Lawler, E. E. III, dan Jenkins, G. D. Jr. 1992. Strategic reward systems In M. D.
Dunnette & L. M. Hough (Eds.). Handbook of industrial and organizational
psychology, Vol. 3, No.2, pp: 1009–1055.
Miller, Merton H. 1977. Debt and Taxes. Journal of Finance, Vol. 23, pp: 261-275.
Ministry of Energy and Mineral Resources Republic of Indonesia, 2015. Handbook
of
Energy & Economic Statistics of Indonesia. Jakarta: Kementrian ESDM.
Modigliani, Franco dan Miller H. Miller. 1958. The Cost of Capital, Corporate
Finance and the Theory of Investment. American Economic Review, Vol.
48, pp: 261-297.
Noe, Raymond A. et all. 2015. Human Resource Management: Gaining a
Competitive Advantage, 9th Edition. New York: McGraw-Hill.
Prihanthini, Ni Made E.D. dan Maria M. Ratna Sari. 2013. Prediksi Kebangkrutan
Dengan Model Grover, Altman Z score, Springate dan Zmijewski pada
Perusahaan Food and Beverage di Bursa Efek Indonesia. E-Jurnal
Akuntansi Universitas Udayana, Vol. 5.2, pp: 417-435.
Robert, Ang. 1997. Buku Pintar: Pasar Modal Indonesia. Jakarta: Mediasoft
Indonesia.
Ross, Stephen A. et all. 2010. Corporate Finance, 9th Edition. New York: McGraw-
Hill.
Santoso, Singgih. 2000. Buku Latihan SPSS Statistik Parametrik. Jakarta: PT Elek
Media Komputindo.
Scott, W. 1997. Financial Accounting Theory. New Jersey: Prentice Hall Canada
Inc. Sheikhi, Maryam, Mirfeiz F. Shams, dan Zeinab S. 2012. Financial
Distress
Prediction Using Distress Score as a Predictor. International Journal of
Business and Management, Vol. 7, No. 1, pp: 169-181.
Sinarti dan Tia Maria Sembiring. 2015. Bankruptcy Prediction Analysis of
Manufacturing Companies Listed in Indonesia Stock Exchange.
International Jornal of Economics and Financial Issues, Vol. 5, pp: 354 –
359.
Situm, M. 2015. The Relevance of Employee Related Ratios for Early Detection of
Corporate Crises. Economic and Business Review, Vol. 16, No. 3, pp: 279-
314.
Sugiyono. 2014. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan Kombinasi (Mixed
Methods). Bandung: Alfabeta.
Supriadi, Agus et all. 2015. Dampak Pembatasan Ekspor Bijih Besi Terhadap
Penerimaan Sektor ESDM dan Perekonomian Nasional. Jakarta: Pusat Data
dan Teknologi Informasi Energi dan Sumber Daya Mineral Kementerian
Energi dan Sumber Daya Mineral (1).
Umar, Husein. 2011. Metode Penelitian untuk Skripsi dan Tesis Bisnis. Jakarta:
Rajawali Pers.
Veronica, M. Sienly dan Samuel P.D.A. 2014. Bankruptcy Prediction Model: An
Industrial Study in Indonesian Publicly-Listed Firms during 1999-2010.
Review of Integrative Business & Economics Research, Vol. 3(1), pp: 13-41.
Watts, Ross L. dan Jerold L. Zimmerman. 1990. Positive Accounting Theory: A
Ten Year Prespective. The Accounting Review, Vol. 65, No. 1, pp: 131-156.
Widarjono, Agus. 2010. Analisis Statistika Multivariat Terapan. Yogyakarta: UPP
STIM YKPN.
Zaki, Ehab, Rahim Bah dan Ananth Rao. 2011. Assessing Probabilities of Financial
Distress of Banks in UAE. International Journal of Managerial Finance,
Vol.7, No. 3, pp: 304-320.
LAMPIRAN I
Uji Multikolinearitas
Coefficientsa
Collinearity Statistics
1 (Constant)
Iteration Historya,b,c
Coefficients
2 186.252 0.163
Coefficients
a. Method: Enter
Omnibus Test
Chi-square df Sig.
Model Summary
1 9.432 8 0.30
7
Matriks Klasifikasi
Classification Tablea
Predicted
FDS
Percentage
Observed Z > 2,675 Z ≤ 2,675 Correct
2,675 Z ≤ 8 65 89.0
83.0
2,675
Overall Percentage
Uji Wald
Output Statistik
Deskriptif
Report
FDS SCEBT DACC ROA
Z > 2,675 N 62 62 62
Dummy 0 0.3501 0.0192 8.6815
Mean
Std. Deviation 2.37490 0.17279 7.46825
Minimum -16.89 -0.17 -11.35
Maximum 4.00 1.15 26.83
Z ≤ 2,675 N 73 73 73
Dummy 1 Mean 1.4099 -0.0879 -2.2868
Std. Deviation 3.52770 0.13419 6.58677
Minimum -5.08 -0.78 -22.26
Maximum 16.23 0.20 15.30
Total N 135 135 135
Mean 0.9232 -0.0387 2.7505
Std. Deviation 3.08791 0.16167 8.87699
Minimum -16.89 -0.78 -22.26
Maximum 16.23 1.15 26.83
Statistik Deskriptif per tahun 2011 - 2015
Report
tahun SCEBT DACC ROA
2011 N 27 27 27
Mean 1.3752 -0.0340 5.5673
Std. Deviation 3.23132 0.14420 10.07444
Minimum -2.03 -0.45 -22.26
Maximum 11.75 0.36 26.83
2012 N 27 27 27
Mean 1.0457 -0.0032 4.4146
Std. Deviation 2.59425 0.10535 9.42724
Minimum -5.08 -0.17 -11.35
Maximum 9.47 0.20 22.86
2013 N 27 27 27
Mean 0.1259 0.0002 3.0491
Std. Deviation 4.06124 0.24363 8.88168
Minimum -16.89 -0.22 -18.59
Maximum 9.01 1.15 18.20
2014 N 27 27 27
Mean 1.3275 -0.0728 1.7042
Std. Deviation 3.39414 0.16291 7.74355
Minimum -1.37 -0.78 -16.27
Maximum 16.23 0.16 15.37
2015 N 27 27 27
Mean 0.7417 -0.0838 -0.9827
Std. Deviation 1.69281 0.10345 7.07785
Minimum -1.06 -0.35 -12.20
Maximum 7.13 0.20 15.34