Anda di halaman 1dari 2

Penggunaan benih bermutu dalam budidaya akan meningkatkan efektivitas dan efisiensi

karena populasi tanaman yang akan tumbuh dapat diperkirakan sebelumnya, yaitu dari data
(label) daya berkecambah dan nilai kemurniannya. Dengan demikian, dapat diperkirakan
jumlah benih yang akan ditanam dan benih sulaman. Secara fisik, benih bermutu
menampakkan ciri-ciri berikut: (a). Benih bersih dan terbebas dari kotoran, seperti potongan
tangkai, biji-bijian lain, debu dan kerikil. (b). Benih murni, tidak tercampur dengan varietas
lain. (c). Warna benih terang dan tidak kusam. (d). Benih mulus, tidak berbercak, kulit tidak
terkelupas. (e). Sehat, bernas, tidak keriput, ukurannya normal dan seragam
Secara umum, komponen mutu benih dibedakan menjadi tiga, yaitu komponen mutu fisik,
fisiologis, dan genetik. Sekarang pasar sudah mendesak dimasukkannya komponen mutu
pathologis. Komponen mutu fisik adalah kondisi fisik benih yang menyangkut warna, bentuk,
ukuran, bobot, tekstur permukaan, tingkat kerusakan fisik, kebersihan, dan keseragaman.
Komponen mutu fisiologis adalah hal yang berkaitan dengan daya hidup benih jika
ditumbuhkan (dikecambahkan), baik pada kondisi yang menguntungkan (optimum) maupun
kurang menguntungkan (suboptimum). Komponen mutu genetik adalah hal yang berkaitan
dengan kebenaran dari varietas benih, baik secara fenotip (fisik) maupun genetiknya. Adapun
mutu pathologis berkaitan dengan ada tidaknya serangan penyakit pada benih serta tingkat
serangan yang terjadi.
Selain itu, benih dianggap bermutu tinggi jika memiliki daya tumbuh (daya berkecambah)
lebih dari 80% (tergantung jenis dan kelas benih) dan nilai kadar air di bawah 13%
(tergantung jenis benihnya, untuk benih kedelai tingkat kadar airnya harus lebih rendah).
Benih merupakan hasil akhir dari proses panjang yang dilakukan oleh seorang pemulia
tanaman dalam merakit sebuah varietas baru. Jika proses penyebaran varietas baru dari
pemulia kepada petani dilakukan secara langsung maka jumlah benih yang tersedia tidak
mencukupi kebutuhan seluruh petani. Untuk mengatasi keterbatasan jumlah benih hasil
pemuliaan ini, dibutuhkan kegiatan perbanyakan benih atau produksi benih. Sistem
perbanyakan benih dilakukan secara berjenjang dengan selalu mempertahankan identitas
genetis dan kualitas benih dari varietas yang dihasilkan pemulia tanaman. Benih hasil
produksi ini kemudian dikelompokkan kedalam kelas-kelas sesuai dengan tahapan generasi
perbanyakan dan tingkat standar mutunya, melalui suatu prosedur yang diatur dalam aturan
sertifikasi benih. (Budisma, 2011).
Benih bersertifikat ditetapkan kelas-kelas benih sesuai dengan urutan keturunan dan
kualitasnya sebagai berikut:
1)   Benih penjenis (BP = breeder seed: (BS))
      Benih penjenis diproduksi dan diawasi oleh pemulian tanaman dan atau oleh instansi
yang menanganinya (Lembaga Penelitian atau Perguruan Tinggi). Benih ini sebagai sumber
untuk perbanyakan benih dasar. Khusus untuk benih penjenis tidak dilakukan sertifikasi
tetapi diberikan label warna kuning.
2)   Benih dasar (BD = foundation seed (FS))
Benih dasar merupakan turunan pertama dari benih penjenis. Benih ini diproduksi dan
diawasi secara ketat oleh pemulia tanaman sehingga kemurnian varietasnya dapat
dipertahankan. Benih dasar diproduksi oleh Balai Benih (terutam Balai Benih Induk, BBI)
dan proses produksinya diawasi dan disertifikasi oleh Balai Pengawasan dan Sertifikasi
Benih (BPSB). Benih dasar ini diberi label sertifikasi berwarna putih.
3)   Benih pokok (BP = stock seed (SS))
Benih pokok merupakan F1 dari benih dasar atau F2 dari benih penjenis. Produksi benih
pokok tetap mempertahankan identitas dan kemurnian varietas serta memenuhi standar
peraturan perbenihan maupun sertifikasi oleh BPSB. Benih pokok diproduksi oleh Balai
Benih atau pihak swasta yang terdaftar dan diberi label sertifikasi berwarna ungu.
4)   Benih sebar (BR = extension seed (ES))
Benih sebar merupakan F1 benih pokok. Produksinya tetap mempertahankan identitas
maupun kemurnian varietas dan memenuhi standar peraturan perbenihan maupun sertifikasi
oleh BPSB. Benih pokok dan benih sebar umumnya diperbanyak oleh Balai Benih atau
penangkar benih dengan mendapatkan bimbingan, pengawasan dan sertifikasi dari BPSB.
Benih sebar diberi label sertifikasi berwarna biru.

  

 
Pada label benih, unsur-unsur mutu benih yang dicantumkannya meliputi kadar air,
komponen benih murni, campuran varietas lain, kotoran dan daya tumbuh. Hal yang
berkaitan dengan ada atau tidaknya dan besarnya serangan penyakit yang terjadi, di
Indonesia, belum dicantumkan dalam label sertifikat benih (Budisma, 2011).

Anda mungkin juga menyukai