Anda di halaman 1dari 166

LAPORAN AKHIR

Studi Tinjau Ulang Tatrawil Propinsi Jawa Timur dalam Mendukung


Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi

TELAAH KEBIJAKAN NASIONAL


TERHADAP WILAYAH JAWA TIMUR

3.1. TELAAH RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL


(RTRWN)

Rencana tata ruang wilayah nasional merupakan arahan kebijakan dan strategi
pemanfaatan ruang wilayah negara, sebagaimana diatur dalam Peraturan
Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2008 tentang RTRWN (Rencana Tata Ruang
Wilayah Nasional). Tujuan penyelenggaraan penataan ruang wilayah nasional
adalah :
(1) ruang wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan;
(2) keharmonisan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan;
(3) keterpaduan perencanaan tata ruang wilayah nasional, provinsi, dan
kabupaten/kota;
(4) keterpaduan pemanfaatan ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk
ruang di dalam bumi dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia;
(5) keterpaduan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah nasional, provinsi, dan
kabupaten/kota dalam rangka pelindungan fungsi ruang dan pencegahan
dampak negatif terhadap lingkungan akibat pemanfaatan ruang;
(6) pemanfaatan sumber daya alam secara berkelanjutan bagi peningkatan
kesejahteraan masyarakat;
(7) keseimbangan dan keserasian perkembangan antarwilayah;
(8) keseimbangan dan keserasian kegiatan antarsektor; dan
(9) pertahanan dan keamanan negara yang dinamis serta integrasi nasional.

Rencana struktur ruang wilayah nasional meliputi sistem perkotaan nasional,


sistem jaringan transportasi nasional, sistem jaringan energi nasional, sistem
jaringan telekomunikasi nasional dan sistem jaringan sumber daya air. Struktur

III-1
LAPORAN AKHIR
Studi Tinjau Ulang Tatrawil Propinsi Jawa Timur dalam Mendukung
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi

ruang wilayah nasional yang terkait dengan tinjau ulang tatrawil Provinsi Jawa
Timur adalah sistem perkotaan nasional dan sistem jaringan transportasi nasional.
Sistem perkotaan nasional terdiri atas PKN, PKW dan PKL. Pembagian sistem
perkotaan nasional di Provinsi Jawa Timur terdiri dari PKN dan PKW, yang dapat
dijelaskan sebagai berikut :
(1) Kawasan perkotaan yang termasuk dalam hinterland PKN adalah kawasan
Gerbangkertosusila (Gresik, Bangkalan, Mojokerto, Surabaya, Sidoarjo,
Lamongan) dan kawasan Malang, dengan pusat kegiatan nasionalnya adalah
Kota Surabaya dan Kota Malang.
(2) Kawasan perkotaan yang termasuk dalam hinterland PKW adalah
Probolinggo, Tuban, Kediri, Madiun, Banyuwangi, Jember, Blitar,
Pamekasan, Bojonegoro dan Pacitan.

Ketentuan dalam RTRWN tersebut merupakan acuan penting dalam konteks


pembangunan infrastruktur khususnya infrastruktur transportasi karena berfungsi
sebagai arahan dan batasan dalam pembangunan yang menuju sustainable
development, sehingga dengan mengacu pada RTRWN akan tercapai hasil
pembangunan sektor transportasi yang sinergi dengan pembangunan sektor-sektor
lainnya. Oleh karena itu integrasi antara rencana tata ruang dan rencana
pembangunan infrastruktur transportasi dalam tataran transportasi wilayah
Provinsi Jawa Tmur menjadi sangat penting. Selain itu RTRWN juga menetapkan
beberapa kawasan andalan di Provinsi Jawa Timur beserta sektor unggulannya
yang nantinya harus didukung pengembangan prasarana dan sarana transportasi
wilayah, sebagaimana dapat dilihat dalam Tabel 3.1.

Tabel 3.1. Kawasan andalan dan sektor unggulan di Provinsi Jawa Timur
No Kawasan Andalan Sektor Unggulan
1 Kawasan Gresik, Bangkalan, Mojokerto, Pertanian, perikanan, industri,
Surabaya, Sidoarjo, Lamongan pariwisata
(Gerbangkertosusila)
2 Kawasan Malang dan Sekitarnya Pertanian, perikanan, industri,
pariwisata dan perkebunan
3 Kawasan Probolinggo, Pasuruan, Lumajang Pertanian, perikanan, industri,
pariwisata, pertambangan dan
perkebunan
Sumber: PP 26/2008 tentang RTRWN

III-2
LAPORAN AKHIR
Studi Tinjau Ulang Tatrawil Propinsi Jawa Timur dalam Mendukung
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi

Tabel 3.1. Kawasan andalan dan sektor unggulan di Provinsi Jawa Timur
(lanjutan)
No Kawasan Andalan Sektor Unggulan
4 Kawasan Tuban-Bojonegoro Pertanian, perikanan, industri,
pariwisata, pertambangan dan
perkebunan
5 Kawasan Kediri-Tulung Agung-Blitar Pertanian, perikanan, industri,
pariwisata, dan perkebunan
6 Kawasan Situbondo-Bondowoso-Jember Pertanian, perikanan, industri,
pariwisata, dan perkebunan
7 Kawasan Madiun dan Sekitarnya Pertanian, perikanan, industri,
pariwisata, dan perkebunan
8 Kawasan Banyuwangi dan Sekitarnya Perikanan dan pertanian
9 Kawasan Madura dan Kepulauan Pertanian, perikanan, industri,
pariwisata, dan perkebunan
10 Kawasan Andalan Laut Madura dan Perikanan, pertambangan dan
Sekitarnya pariwisata
Sumber: PP 26/2008 tentang RTRWN

Kebijakan nasional MP3EI di wilayah Jawa Timur sudah memperhatikan 10


(sepuluh) kawasan andalan tersebut terutama kawasan Gerbangkertosusila,
Malang dan sekitarnya, Pasuruan, Kediri. Selain itu juga RTRWN di wilayah
Jawa Timur juga mengakomodasi kepentingan pengembangan KEK
Gerbangkertosusila dan KEK Maduran beserta kepulauannya, sebagaimana dapat
dilihat dalam Gambar 3.1. Sistem jaringan transportasi nasional terdiri dari
sistem : jaringan transportasi darat, jaringan transportasi laut, dan jaringan
transportasi udara. Sistem jaringan transportasi darat terdiri atas jaringan jalan
nasional, jaringan jalur kereta api, dan jaringan transportasi sungai, danau, dan
penyeberangan, yang dapat dijelaskan sebagai berikut :
(1) Jaringan jalan nasional terdiri atas jaringan jalan arteri, jaringan jalan kolektor
primer, jaringan jalan strategis nasional, dan jalan tol;
(2) Jaringan jalur kereta api terdiri atas jaringan jalur kereta api umum dan
khusus;
(3) Jaringan transportasi sungai dan danau terdiri atas pelabuhan sungai dan
pelabuhan danau serta alur pelayaran untuk kegiatan angkutan sungai dan
danau;
(4) Jaringan transportasi penyeberangan terdiri atas pelabuhan penyeberangan
dan lintas penyeberangan.

III-3
LAPORAN AKHIR
Studi Tinjau Ulang Tatrawil Propinsi Jawa Timur dalam Mendukung
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi

Sistem jaringan transportasi laut terdiri atas tatanan kepelabuhan dan alur
pelayaran. Tatanan kepelabuhanan terdiri atas :
(1) Pelabuhan umum, terdiri atas : pelabuhan internasional hub, pelabuhan
internasional, pelabuhan nasional, pelabuhan regional, dan pelabuhan lokal;
(2) Pelabuhan khusus dikembangkan untuk menunjang kegiatan atau fungsi
tertentu.
Sistem jaringan transportasi udara terdiri atas tatanan kebandarudaraan dan ruang
udara untuk penerbangan. Tatanan kebandarudaraan terdiri atas :
(1) Bandar udara umum, terdiri atas bandar udara pusat penyebaran skala
pelayanan primer, sekunder, tersier, dan bukan pusat penyebaran;
(2) Bandar udara khusus
Dengan demikian RTRWN bagi penyusunan tatanan transportasi wilayah Provinsi
Jawa Timur menjadi pedoman untuk :
(1) Penyusunan rencana pembangunan jangka panjang nasional;
(2) Penyusunan rencana pembangunan jangka menengah nasional; dan
(3) Pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang di wilayah nasional.

KAWASAN ANDALAN :
1. Gerbangkertosila
4 9
1 10 2. Malang dan Sekitarnya
3. Probolinggo, Pasuruan,
7 Lumajang
4. Tuban, Bojonegoro
5 2 3
6
5. Kediri,Tulung Agung,
Blitar
8 6. Situbondo, Bondowoso,
Jember
7. Madiun dan Sekitarnya
8. Banyuwangi dan
sekitarnya
9. Madura dan Kepulauan
10. Laut Madura dan
Sekitarnya
8 KPI berada di Kawasan Andalan 1, 2, 3, dan 5
4 KEK berada di Kawasan Andalan 1 dan 9

Sumber : diolah dari RTRWN

Gambar 3.1. Sebaran Kawasan Andalan di Wilayah Jawa Timur

III-4
LAPORAN AKHIR
Studi Tinjau Ulang Tatrawil Propinsi Jawa Timur dalam Mendukung
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi

3.2. TELAAH MASTERPLAN PERCEPATAN DAN PERLUASAN


PEMBANGUNAN EKONOMI INDONESIA (MP3EI) 2011-2025
3.2.1. Perubahan Paradigma Menuju Indonesia yang Mandiri, Adil, dan
Makmur
Sepanjang sejarah kemerdekaan selama lebih dari enam dasawarsa, Indonesia
telah mengalami beragam kemajuan di bidang pembangunan ekonomi. Bermula
dari sebuah negara yang perekonomiannya berbasis kegiatan pertanian tradisional,
saat ini Indonesia telah menjelma menjadi negara dengan proporsi industri
manufaktur dan jasa yang lebih besar. Kemajuan ekonomi juga telah membawa
peningkatan kesejahteraan masyarakat, yang tercermin tidak saja dalam
peningkatan pendapatan per kapita, namun juga dalam perbaikan berbagai
indikator sosial dan ekonomi lainnya termasuk Indeks Pembangunan Manusia
(IPM). Dalam periode 1980 dan 2010, Indeks Pembangunan Manusia meningkat
dari 0,39 ke 0,60.

Indonesia juga memainkan peran yang makin besar di perekonomian global. Saat
ini Indonesia menempati urutan ekonomi ke-17 terbesar di dunia. Keterlibatan
Indonesia pun sangat diharapkan dalam berbagai forum global dan regional
seperti ASEAN, APEC, G-20, dan berbagai kerjasama bilateral lainnya.
Keberhasilan Indonesia melewati krisis ekonomi global tahun 2008, mendapatkan
apresiasi positif dari berbagai lembaga internasional. Hal ini tercermin dengan
perbaikan peringkat hutang Indonesia di saat peringkat negara-negara lain justru
mengalami penurunan.

Di sisi lain, tantangan ke depan pembangunan ekonomi Indonesia tidaklah mudah


untuk diselesaikan. Dinamika ekonomi domestik dan global mengharuskan
Indonesia senantiasa siap terhadap perubahan. Keberadaan Indonesia di pusat baru
gravitasi ekonomi global, yaitu kawasan Asia Timur dan Asia Tenggara,
mengharuskan Indonesia mempersiapkan diri lebih baik lagi untuk mempercepat
terwujudnya suatu negara maju dengan hasil pembangunan dan kesejahteraan
yang dapat dinikmati secara merata oleh seluruh masyarakat.

3.2.2. Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

III-5
LAPORAN AKHIR
Studi Tinjau Ulang Tatrawil Propinsi Jawa Timur dalam Mendukung
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi

Selaras dengan visi pembangunan nasional sebagaimana tertuang dalam Undang-


Undang No. 17 tahun 2007 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang
Nasional 2005 – 2025, maka visi Percepatan dan Perluasan Pembangunan
Ekonomi Indonesia adalah “Mewujudkan Masyarakat Indonesia yang Mandiri,
Maju, Adil, dan Makmur”.

Melalui langkah MP3EI, percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi akan


menempatkan Indonesia sebagai negara maju pada tahun 2025 dengan pendapatan
per kapita yang berkisar antara USD 14.250 – USD 15.500 dengan nilai total
perekonomian (PDB) berkisar antara USD 4,0 – 4,5 triliun. Untuk
mewujudkannya diperlukan pertumbuhan ekonomi riil sebesar 6,4 – 7,5 persen
pada periode 2011 – 2014, dan sekitar 8,0 – 9,0 persen pada periode 2015 – 2025.
Pertumbuhan ekonomi tersebut akan dibarengi oleh penurunan inflasi dari sebesar
6,5 persen pada periode 2011 – 2014 menjadi 3,0 persen pada 2025. Aspirasi
pencapaian PDB menurut MP3EI dapat dilihat dalam Gambar 3.2. Kombinasi
pertumbuhan dan inflasi seperti itu mencerminkan karakteristik negara maju.
Visi 2025 tersebut diwujudkan melalui 3 (tiga) misi yang menjadi fokus
utamanya, yaitu:
1) Peningkatan nilai tambah dan perluasan rantai nilai proses produksi serta
distribusi dari pengelolaan aset dan akses (potensi) SDA, geografis wilayah,
dan SDM, melalui penciptaan kegiatan ekonomi yang terintegrasi dan
sinergis di dalam maupun antar-kawasan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi.

Sumber MP3EI 2011-2025


Gambar 3.2. Aspirasi pencapaian PDB Indonesia menurut MP3EI

III-6
LAPORAN AKHIR
Studi Tinjau Ulang Tatrawil Propinsi Jawa Timur dalam Mendukung
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi

2) Mendorong terwujudnya peningkatan efisiensi produksi dan pemasaran serta


integrasi pasar domestik dalam rangka penguatan daya saing dan daya tahan
perekonomian nasional.
3) Mendorong penguatan sistem inovasi nasional di sisi produksi, proses,
maupun pemasaran untuk penguatan daya saing global yang berkelanjutan,
menuju innovation-driven economy.

3.2.3. Posisi Indonesia dalam Dinamika Regional dan Global


Pembangunan Indonesia tidak lepas dari posisi Indonesia dalam dinamika regional
dan global. Secara geografis Indonesia terletak di jantung pertumbuhan ekonomi
dunia. Kawasan Timur Asia memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi yang jauh di
atas rata-rata kawasan lain di dunia. Ketika tren jangka panjang (1970 – 2000)
pertumbuhan ekonomi dunia mengalami penurunan, tren pertumbuhan ekonomi
kawasan Timur Asia menunjukkan peningkatan. Sebagai pusat gravitasi
perekonomian global, Kawasan Timur Asia (termasuk Asia Tenggara) memiliki
jumlah penduduk sekitar 50 persen dari penduduk dunia. Cina memiliki sekitar
1,3 miliar penduduk, sementara India menyumbang sekitar 1,2 miliar orang, dan
ASEAN dihuni oleh sekitar 600 juta jiwa.

Secara geografis, kedudukan Indonesia berada di tengah-tengah Kawasan Timur


Asia yang mempunyai potensi ekonomi sangat besar. Dalam aspek perdagangan
global, dewasa ini perdagangan South to South, termasuk transaksi antara India –
Cina – Indonesia, menunjukkan peningkatan yang cepat. Sejak 2008,
pertumbuhan ekspor negara berkembang yang didorong oleh permintaan negara
berkembang lainnya meningkat sangat signifikan (kontribusinya mencapai 54
persen). Hal ini berbeda jauh dengan kondisi tahun 1998 yang kontribusinya
hanya 12 persen. Pertumbuhan yang kuat dari Cina, baik ekspor maupun impor
memberikan dampak yang sangat penting bagi perkembangan perdagangan
regional dan global. Impor Cina meningkat tajam selama dan setelah krisis
ekonomi global 2008. Di samping itu, konsumsi Cina yang besar dapat menyerap
ekspor yang besar dari negara-negara di sekitarnya termasuk Indonesia.

Di Asia Tenggara, Indonesia adalah negara dengan luas kawasan terbesar,


penduduk terbanyak dan sumber daya alam terkaya. Hal tersebut menempatkan

III-7
LAPORAN AKHIR
Studi Tinjau Ulang Tatrawil Propinsi Jawa Timur dalam Mendukung
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi

Indonesia sebagai kekuatan utama negara-negara di Asia Tenggara. Di sisi lain,


konsekuensi dari akan diimplementasikannya komunitas ekonomi ASEAN dan
terdapatnya Asean – China Free Trade Area (ACFTA) mengharuskan Indonesia
meningkatkan daya saingnya guna mendapatkan manfaat nyata dari adanya
integrasi ekonomi tersebut. Oleh karena itu, percepatan transformasi ekonomi
yang dirumuskan dalam MP3EI ini menjadi sangat penting dalam rangka
memberikan daya dorong dan daya angkat bagi daya saing Indonesia.

Dengan melihat dinamika global yang terjadi serta memperhatikan potensi dan
peluang keunggulan geografi dan sumber daya yang ada di Indonesia, serta
mempertimbangkan prinsip pembangunan yang berkelanjutan, dalam kerangka
MP3EI, Indonesia perlu memposisikan dirinya sebagai basis ketahanan pangan
dunia, pusat pengolahan produk pertanian, perkebunan, perikanan, dan sumber
daya mineral serta pusat mobilitas logistik global.

3.2.4. Potensi Indonesia dalam MP3EI


Secara garis besar indonesia memiliki 3(tiga) potensi penting yang mendukung
percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi Indonesia, antara lain : (1)
potensi sumber daya manusia, (2) potensi sumber daya alam, dan (3) letak
geografis Indonesia yang strategis.

Potensi sumber daya manusia


Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk terbanyak ke-4 di dunia,
jumlah penduduk banyak dengan daya beli dan kualitas sumber daya manusia
yang terus meningkat merupakan potensi daya saing luar biasa. Pada kurun waktu
2020 – 2030 jumlah penduduk usia produktif (usia 15 – 64 tahun) berada pada
tingkat terbesar dengan jumlah penduduk usia non produktif (usia <15 tahun dan
>64 tahun) berada pada tingkat terendah, apabila tingkat pendidikan secara umum
diasumsikan terus membaik dan lapangan pekerjaan terus bertambah maka
produktivitas perekonomian Indonesia sesungguhnya berada dalam kondisi
premium (optimal). Prediksi demografi umur penduduk Indonesia hingga tahun
2050 dapat dilihat dalam Gambar 3.3. Data demografi tersebut sangat
menguntungkan Indonesia yang tidak akan kehilangan generasi SDM usia aktif
pada tahun 2025 pada akhir RPJPN, yang saat ini beberapa negara maju seperti

III-8
LAPORAN AKHIR
Studi Tinjau Ulang Tatrawil Propinsi Jawa Timur dalam Mendukung
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi

Jepang sudah hampir akan mengalami kehilangan generasi penduduk aktif tahun
2025.

Sumber: MP3EI, 2011-2025

Gambar 3.3. Keadaan demografi umur penduduk Indonesia

Potensi sumber daya alam


Kekayaan sumber daya alam (hayati dan non hayati) yang dimiliki Indonesia
sangat besar sehingga harus dapat dikelola seoptimal mungkin dengan cara
meningkatkan industri pengolahan yang memberikan nilai tambah tinggi dan
mengurangi ekspor bahan mentah. Sampai tahun 2010, Indonesia masih menjadi
salah satu produsen besar di dunia untuk berbagai komoditas antara lain kelapa
sawit, kakao, timah, nikel, bauksit, besi baja, tembaga, karet dan perikanan.
Indonesia juga memiliki cadangan energi yang sangat besar seperti batubara,
panas bumi, gas alam, dan air yang sebagian besar dimanfaatkan untuk
mendukung industri andalan seperti tekstil, perkapalan, peralatan transportasi dan
makanan-minuman. Pemetaan potensi sumber daya alam Indonesia dapat dilihat
dalam Gambar 3.4. Potensi sumber daya alam yang melimpah tersebut dapat
menjadi modal dasar percepatan dan perluasan pembangunan koridor ekonomi
Indonesia terutama koridor Jawa dan koridor Sumatera.

III-9
LAPORAN AKHIR
Studi Tinjau Ulang Tatrawil Propinsi Jawa Timur dalam Mendukung
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi

Sumber: MP3EI 2011-2025

Gambar 3.4. Potensi sumber daya alam Indonesia

Letak geografis yang strategis


Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, Indonesia memiliki wilayah dengan
panjang mencapai 5.200 km dan lebar mencapai 1.870 km. Lokasi geografisnya
juga sangat strategis (memiliki akses langsung ke pasar terbesar di dunia) karena
Indonesia dilewati oleh satu Sea Lane of Communication (SLoC), yaitu Selat
Malaka, di mana jalur ini menempati peringkat pertama dalam jalur pelayaran
kontainer global sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 3.5.

Berdasarkan data United Nations Environmental Programme (UNEP, 2009)


terdapat 64 wilayah perairan Large Marine Ecosystem (LME) di seluruh dunia
yang disusun berdasarkan tingkat kesuburan, produktivitas, dan pengaruh
perubahan iklim terhadap masing-masing LME. Indonesia memiliki akses
langsung kepada 6 (enam) wilayah LME yang mempunyai potensi kelautan dan
perikanan yang cukup besar, yaitu: LME 34 – Teluk Bengala; LME 36 – Laut
Cina Selatan; LME 37 – Sulu Celebes; LME 38 – Laut-laut Indonesia; LME 39 –
Arafura – Gulf Carpentaria; LME 45 – Laut Australia Utara. Kondisi posisi
geografis tersebut berdampak peluang Indonesia untuk mengembangkan industri
perikanan tangkap sangat besar.

III-10
LAPORAN AKHIR
Studi Tinjau Ulang Tatrawil Propinsi Jawa Timur dalam Mendukung
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi

Sumber: MP3EI 2011-2025

Gambar 3.5. Peringkat pelabuhan dalam jalur pelayaran kontainer dunia

3.2.5. Tantangan Indonesia dalam MP3EI


Struktur ekonomi Indonesia saat ini masih terfokus pada pertanian dan industri
yang mengekstraksi dan mengumpulkan hasil alam. Industri yang berorientasi
pada peningkatan nilai tambah produk, proses produksi dan distribusi di dalam
negeri masih terbatas. Selain itu, saat ini terjadi kesenjangan pembangunan antara
Kawasan Barat dan Kawasan Timur Indonesia. Hal ini tidak bisa dibiarkan
berlanjut ke generasi yang akan datang. Harus pula dipahami bahwa upaya
pemerataan pembangunan tidak akan terwujud dalam jangka waktu singkat.
Namun begitu, upaya tersebut harus dimulai melalui upaya percepatan dan
perluasan pembangunan ekonomi Indonesia sebagai titik awal menuju Indonesia
yang lebih merata.

Tantangan lain dari suatu negara besar seperti Indonesia adalah penyediaan
infrastruktur untuk mendukung aktivitas ekonomi. Infrastruktur itu sendiri
memiliki spektrum yang sangat luas. Satu hal yang harus mendapatkan perhatian
utama adalah infrastruktur yang mendorong konektivitas antar wilayah sehingga
dapat mempercepat dan memperluas pembangunan ekonomi Indonesia.
Penyediaan infrastruktur yang mendorong konektivitas akan menurunkan biaya
transportasi dan biaya logistik sehingga dapat meningkatkan daya saing produk,
dan mempercepat gerak ekonomi. Termasuk dalam infrastruktur konektivitas ini

III-11
LAPORAN AKHIR
Studi Tinjau Ulang Tatrawil Propinsi Jawa Timur dalam Mendukung
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi

adalah pembangunan jalur transportasi dan teknologi informasi dan komunikasi


(TIK), serta seluruh regulasi dan aturan yang terkait dengannya.

Kualitas sumber daya manusia juga masih menjadi tantangan Indonesia. Saat ini
sekitar 50 persen tenaga kerja di Indonesia masih berpendidikan sekolah dasar dan
hanya sekitar 8 persen yang berpendidikan diploma/sarjana. Kualitas sumber daya
manusia ini sangat terkait dengan kualitas sarana pendidikan, kesehatan, dan akses
ke infrastruktur dasar.

Indonesia sedang menghadapi urbanisasi yang sangat cepat. Jika pada tahun 2010
sebanyak 53 persen penduduk Indonesia tinggal di kawasan perkotaan, maka BPS
memprediksi bahwa pada tahun 2025 penduduk di kawasan perkotaan akan
mencapai 65 persen. Implikasi langsung yang harus diantisipasi akibat urbanisasi
adalah terjadinya peningkatan pada pola pergerakan, berubahnya pola konsumsi
dan struktur produksi yang berdampak pada struktur ketenagakerjaan,
meningkatnya konflik penggunaan lahan, dan meningkatnya kebutuhan dukungan
infrastruktur yang handal untuk mendukung distribusi barang dan jasa.

Sebagai negara kepulauan, Indonesia juga menghadapi tantangan akibat


perubahan iklim global. Beberapa indikator perubahan iklim yang berdampak
signifikan terhadap berlangsungnya kehidupan manusia adalah: kenaikan
permukaan air laut, kenaikan temperatur udara, perubahan curah hujan, dan
frekuensi perubahan iklim yang ekstrem. Demikian pula, pengaruh kombinasi
peningkatan suhu rata-rata wilayah, tingkat presipitasi wilayah, intensitas
kemarau/banjir, dan akses ke air bersih, menjadi tantangan bagi percepatan dan
perluasan pembangunan ekonomi Indonesia.

3.2.6. Fokus pengembangan MP3EI


Metode pembangunan infrastruktur oleh dunia usaha perlu dikembangkan untuk
mempercepat implementasi MP3EI. Peran Pemerintah adalah menyediakan
perangkat aturan dan regulasi yang memberi insentif bagi dunia usaha untuk
membangun kegiatan produksi dan infrastruktur. Selanjutnya, Pemerintah Pusat
dan Daerah harus membangun linkage semaksimal mungkin untuk mendorong
pembangunan daerah dan sekitar pusat pertumbuhan ekonomi. Percepatan dan

III-12
LAPORAN AKHIR
Studi Tinjau Ulang Tatrawil Propinsi Jawa Timur dalam Mendukung
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi

perluasan pembangunan ekonomi Indonesia menetapkan 8 (delapan) program


utama dan 22 kegiatan ekonomi utama, dapat dilihat pada Gambar 3.6.

Delapan program utama tersebut adalah : pertanian, pertambangan, energi,


industri, kelautan, pariwisata, dan telematika, serta pengembangan kawasan
strategis. Program utama pertanian meliputi kelapa sawit, kakao, peternakan,
pertanian pangan. Program utama pertambangan meliputi minyak dan gas,
batubara, nikel, tembaga, bauksit. Program utama industri meliputi makan dan
minuman, besi baja, perkayuan, peralatan transportasi, tekstil. Program utama
kelautan meliputi perikanan dan perkapalan. Pengembangan strategis lebih fokus
pada KSN Selat Sunda dan Jabodetabek area.

Sumber: MP3EI 2011-2025

Gambar 3.6. Kegiatan ekonomi utama fokus pengembangan MP3EI

3.2.7. Kerangka Desain MP3EI sebagai Bagian Integral Perencanaan


Pembangunan Nasional
Visi MP3EI mengikuti visi Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasioal
(RPJPN) 2025 yaitu :”mewujudkan masyarakat Indonesia yang mandiri, maju,
adil dan makmur”. Untuk menjalankan visi tersebut, maka RPJPN 2005-2025
memiliki misi sebagai berikut :
(1) mewujudkan bangsa Indonesia yang berdaya saing tinggi;
(2) mewujudkan pemerataan pembangunan yang berkeadilan;
(3) mewujudkan Indonesia yang asri dan lestari;

III-13
LAPORAN AKHIR
Studi Tinjau Ulang Tatrawil Propinsi Jawa Timur dalam Mendukung
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi

(4) mewujudkan Indonesia menjadi negara kepulauan yang mandiri, maju, kuat,
dan berbasiskan kepentingan nasional; dan
(5) mewujudkan Indonesia berperan penting dalam pergaulan dunia internasional

Kurun waktu capaian RPJPN selama 20 tahun yang dalam pelaksanaannya


dijabarkan dalam kegiatan 5 (lima) tahunan yang disebut sebagai Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN), sehingga saat ini Indonesia
sudah melewati RPJMN-I (2005-2009) dan sedang menjalankan RPJMN-II
(2010-2014). Hasil evaluasi terhadap RPJPMN-I menunjukkan capaian belum
maksimal pada semua sektor karena berbagai problem nasional yang kompleks.
Oleh karena sisa waktu 15 tahun ke depan (2011-2025) memerlukan percepatan
sekaligus perluasan capaian RPJPN 2025 terutama percepatan dan perluasan pada
sektor-sektor pembangunan yang memiliki daya pengungkit pertumbuhan
ekonomi nasional dan peningkatan daya saing yang tinggi. Berkaitan dengan
maksud tersebut maka Pemerintah telah menyusun suatu masterplan akan dibawa
kemana Indonesia seiring ingin mewujudkan capaian RPJPN 2025. Masterplan
tersebut diberi nama Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan
Ekonomi Indonesia (MP3EI) 2011-2025, yang lebih fokus meluali pengembangan
8 (delapan) program utama yang terdiri dari 22 kegiatan ekonomi utama. Strategi
pelaksanaan MP3EI dilakukan dengan mengintegrasikan 3 (tiga) elemen utama,
yaitu : (1) mengembangkan potensi ekonomi wilayah di 6 (enam) Koridor
Ekonomi Indonesia, yaitu : Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Bali-Nusa
Tenggara, dan Papua-Kepulauan Maluku; (2) memperkuat konektivitas nasional
yang terintegrasi secara lokal dan terhubung secara global (locally integrated,
globally connected); dan (3) memperkuat kemampuan SDM dan IPTEK nasional
untuk mendukung pengembangan program utama di setiap koridor ekonomi.
Posisi MP3EI di dalam Rencana Pembangunan Pemerintah dapat dilihat pada
Gambar 3.7.

Sebagai dokumen kerja, MP3EI berisikan arahan pengembangan kegiatan


ekonomi utama yang sudah lebih spesifik, lengkap dengan kebutuhan infrastruktur
dan rekomendasi perubahan/revisi terhadap peraturan perundang-undangan yang
perlu dilakukan maupun pemberlakuan perundang-undangan baru yang diperlukan
untuk mendorong percepatan dan perluasan investasi. Selanjutnya MP3EI menjadi

III-14
LAPORAN AKHIR
Studi Tinjau Ulang Tatrawil Propinsi Jawa Timur dalam Mendukung
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi

bagian bagian yang tidak terpisahkan dari Sistem Perencanaan Pembangunan


Nasional. MP3EI bukan dimaksudkan untuk mengganti dokumen perencanaan
pembangunan yang telah ada seperti Rencana Pembangunan Jangka Panjang
Nasional 2005-2025 (UU No. 17 Tahun 2007) dan Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional, namun menjadi dokumen yang terintegrasi dan
komplementer yang penting serta khusus untuk melakukan percepatan dan
perluasan pembangunan ekonomi. MP3EI juga dirumuskan dengan
memperhatikan Rencana Aksi Nasional Gas Rumah Kaca (RAN-GRK) karena
merupakan komitmen nasional yang berkenaan dengan perubahan iklim global.
Berdasarkan berbagai faktor di atas, maka kerangka desain dari MP3EI 2011-2025
dapat dijelaskan dalam Gambar 3.8. Tahapan pelaksanaan MP3EI dari tahun
2011 hingga 2025 dapat dijelaskan dalam Gambar 3.9.

Sumber: MP3EI 2011-2025

Gambar 3.7. Posisi MP3EI di dalam Rencana Pembangunan Pemerintah

Sumber: MP3EI 2011-2025


Gambar 3.8. Kerangka desain pendekatan MP3EI 2011-2025

III-15
LAPORAN AKHIR
Studi Tinjau Ulang Tatrawil Propinsi Jawa Timur dalam Mendukung
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi

Sumber: MP3EI 2011-2025

Gambar 3.9. Tahapan dalam pelaksanaan MP3EI 2011-2025

3.2.8. Peningkatan potensi ekonomi wilayah melalui Koridor Ekonomi


Percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi Indonesia diselenggarakan
berdasarkan pendekatan pengembangan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi yang
bertujuan untuk memaksimalkan keuntungan aglomerasi, menggali potensi dan
keunggulan daerah serta memperbaiki ketimpangan spasial pembangunan
ekonomi Indonesia dengan cara mengembangkan klaster industri dan kawasan
Ekonmi Khusus (KEK). Pembangunan koridor ekonomi juga dapat diartikan
sebagai pengembangan wilayah untuk menciptakan dan memberdayakan basis
ekonomi terpadu dan kompetitif serta berkelanjutan. Percepatan dan perluasan
pembangunan ekonomi Indonesia melalui pembangunan Koridor Ekonomi
Indonesia (KEI) memberikan penekanan baru bagi pembangunan ekonomi
wilayah sebagai berikut :
(1) KEI diarahkan pada pembangunan yang menekankan pada peningkatan
produktivitas dan nilai tambah pengelolaan sumber daya alam melalui
perluasan dan penciptaan rantai kegiatan dari hulu sampai hilir secara
berkelanjutan;
(2) KEI diarahkan pada pembangunan ekonomi yang beragam dan inklusif, dan
dihubungkan dengan wilayah-wilayah lain diluar koridor ekonomi, agar

III-16
LAPORAN AKHIR
Studi Tinjau Ulang Tatrawil Propinsi Jawa Timur dalam Mendukung
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi

semua wilayah Indonesia dapat berkembang sesuai dengan potensi dan


keunggulan masing-masing wilayah;
(3) KEI menekankan pada sinergi pembangunan sektoral dan wilayah untuk
meningkatkan keunggulan komparatif dan kompetitif secara nasional,
regional maupun global;
(4) KEI menekankan pembangunan konektivitas yang terintegrasi antara sistem
transportasi, logistik serta komunikasi dan informasi untuk membuka akses
daerah; dan
(5) KEI akan didukung dengan pemberian insentif fiskal dan non fiskal,
kemudahan peraturan, perijinan dan pelayanan publik dari Pemerintah Pusat
maupun Daerah.
Ilustrasi koridor ekonomi tersebut dapat dilihat dalam Gambar 3.10.

Sumber: MP3EI, 2011

Gambar 3.10. Ilustrasi Koridor Ekonomi (KE)

3.2.9. Penguatan konektivitas nasional


Suksesnya pelaksanaan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi
Indonesia tersebut sangat tergantung pada kuatnya derajat konektivitas ekonomi
nasional (intra dan inter wilayah) maupun konektivitas ekonomi internasional
Indonesia dengan pasar dunia. Dengan pertimbangan tersebut Masterplan
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) menetapkan

III-17
LAPORAN AKHIR
Studi Tinjau Ulang Tatrawil Propinsi Jawa Timur dalam Mendukung
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi

penguatan konektivitas nasional sebagai salah satu dari tiga strategi utama (pilar
utama).

Konektivitas nasional merupakan pengintregasian 4 (empat) elemen kebijakan


nasional agar dapat diwujudkan konektivitas nasional yang efektif, efisien dan
terpadu yang terdiri dari Sistem Logistik Nasional (Sislognas), Sistem
Transportasi Nasional (Sistranas), Pengembangan wilayah (RPJMN/RTRWN),
Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK/ICT). Upaya yang perlu dilakukan
agar dapat diwujudkan konektivitas nasional yang efektif, efisien dan terpadu.

Sebagaimana diketahui, konektivitas nasional Indonesia merupakan bagian dari


konektivitas global. Oleh karena itu, perwujudan penguatan konektivitas nasional
perlu mempertimbangkan keterhubungan Indonesia dengan dengan pusat-pusat
perekonomian regional dan dunia (global) dalam rangka meningkatkan daya saing
nasional. Hal ini sangat penting dilakukan guna memaksimalkan keuntungan dari
keterhubungan regional dan global/internasional.

Unsur pengelolaan mobilitas dalam konektivitas nasional


Konektivitas nasional menyangkut kapasitas dan kapabilitas suatu bangsa dalam
mengelola mobilitas yang mencakup 5 (lima) unsur sebagai berikut :
(1) Personel/penumpang, yang menyangkut pengelolaan lalu lintas manusia di,
dari dan ke wilayah.
(2) Material/barang abiotik (physical and chemical materials), yang menyangkut
mobilisasi komoditi industri dan hasil industri
(3) Material/unsur biotik/species, yang mencakup lalu lintas unsur mahluk hidup
di luar manusia seperti ternak, bio-toxins, veral, serum, velum, seeds, bio-
plasma, biogen, bioweapon.
(4) Jasa dan keuangan, yang menyangkut mobilitas informasi unruk kepentingan
pembangunan wilayah yang saat ini sangat terkait dengan pengusaan
teknologi informasi dan komunikasi.

Peningkatan pengelolaan mobilitas terhadap lima unsur tersebut diatas akan


meningkatkan kemampuan nasional dalam mempercepat dan memperluas
pembangunan dan mewujudkan pertumbuhan yang berkualitas sesuai amanat UU

III-18
LAPORAN AKHIR
Studi Tinjau Ulang Tatrawil Propinsi Jawa Timur dalam Mendukung
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi

No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional


2005 – 2025.

Indonesia sebagai negara maritim


Total panjang garis pantai Indonesia seluas 54.716 km2 yang terbentang sepanjang
Samudera India, Selat Malaka, Laut Cina Selatan, Laut Jawa, Laut Sulawesi, Laut
Maluku, Samudera Pasifik, Laut Arafura, Laut Timor, dan di wilayah laut lainnya.
Indonesia memiliki beberapa alur yang berbobot strategis ekonomi dan militer
global, yaitu Selat Malaka (SLoC), Selat Sunda (ALKI 1), Selat Lombok dan
Selat Makassar (ALKI 2), dan Selat Ombai Wetar (ALKI 3). Sebagian besar
pelayaran dunia melewati dan memanfaatkan alur-alur tersebut sebagai jalur
pelayarannya.

MP3EI mengedepankan upaya memaksimalkan pemanfaatan SLoC maupun


ALKI (Alur Laut Kepulauan Indonesia) tersebut di atas. Indonesia bisa meraih
banyak keuntungan dari modalitas maritim ini untuk mengakselerasi pertumbuhan
di berbagai kawasan di Indonesia (khususnya Kawasan Timur Indonesia),
membangun daya saing maritim, serta meningkatkan ketahanan dan kedaulatan
ekonomi nasional. Untuk memperoleh manfaat dari posisi strategis nasional,
upaya Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia perlu
memanfaatkan keberadaan SLoC dan ALKI sebagai jalur laut bagi pelayaran
internasional.

Garis depan konektivitas global Indonesia


Dalam rangka penguatan konektivitas nasional yang memperhatikan posisi geo-
strategis regional dan global, perlu ditetapkan pintu gerbang konektivitas global
yang memanfaatkan secara optimal keberadaan SLoC dan ALKI tersebut di atas
sebagai mobilitas utama percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi
Indonesia. Konsepsi tersebut akan menjadi tulang-punggung yang membentuk
postur konektivitas nasional dan berfungsi menjadi instrumen pendorong dan
penarik keseimbangan ekonomi wilayah, sehingga dapat menciptakan
kemandirian dan daya saing ekonomi nasional yang solid. Konsep gerbang
pelabuhan dan bandar udara internasional di masa mendatang dapat dilihat pada
Gambar 3.11.

III-19
LAPORAN AKHIR
Studi Tinjau Ulang Tatrawil Propinsi Jawa Timur dalam Mendukung
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi

Sumber: MP3EI 201-2025

Gambar 3.11. Konsep gerbang pelabuhan dan bandar udara internasional di masa
mendatang

Kerangka strategis dan kebijakan penguatan konektivitas


Maksud dan tujuan penguatan konektivtas nasional adalah sebagai berikut :
(1) Menghubungkan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi utama untuk
memaksimalkan pertumbuhan berdasarkan prinsip keterpaduan, bukan
keseragaman, melalui inter-modal supply chains systems.
(2) Memperluas pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan aksesibilitas dari
pusat-pusat pertumbuhan ekonomi ke wilayah belakangnya (hinterland)
(3) Menyebarkan manfaat pembangunan secara luas (pertumbuhan yang inklusif
dan berkeadilan) melalui peningkatan konektivitas dan pelayanan dasar ke
daerah tertinggal, terpencil dan perbatasan dalam rangka pemerataan
pembangunan.

Untuk mencapai tujuan tersebut perlu diintegrasikan beberapa komponen


konektivitas yang saling berhubungan kedalam satu perencanaan terpadu.
Beberapa komponen dimaksud merupakan pembentuk postur konektivitas secara
nasional yang secara jelas dapat dilihat dalam Tabel 3.2, yang meliputi: (a)
Sistem Logistik Nasional (SISLOGNAS); (b) Sistem Transportasi Nasional
(SISTRANAS); (c) Pengembangan Wilayah (RPJMN dan RTRWN); (d)

III-20
LAPORAN AKHIR
Studi Tinjau Ulang Tatrawil Propinsi Jawa Timur dalam Mendukung
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi

Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK/ICT). Rencana dari masing-masing


komponen tersebut telah selesai disusun, namun dilakukan secara terpisah. Oleh
karena itu, Penguatan Konektivitas Nasional berupaya untuk mengintegrasikan
keempat komponen tersebut.

Tabel 3.2. Komponen pembentukan postur konektivitas nasional


Pengembangan wilayah
Sislognas Sistranas ICT
( RPJM dan RTRWN)
1. Penentuan Key 1. Keselamatan 1. Peningkatan 1. Migrasi Menuju
Commodities Transportasi Ekonomi Lokal Konvergensi
2. Penguatan Jasa 2. Pengusaha 2. Peningkatan 2. Pemerataan Akses
Logistik Transportasi Kapasitas SDM dan Layanan
3. Jaringan 3. Jaringan 3. Pengembangan 3. Pengembangan
Infrastruktur Transportasi Infrastruktur Jaringan Broadband
4. Peningkatan 4. Peningkatan 4. Peningkatan 4. Peningkatan
Kapasitas SDM SDM dan Iptek Kapasitas Keamanan Jaringan
5. Peningkatan 5. Pemeliharaan Kelembagaan & Sistem Informasi
ICT Kualitas 5. Peningkatan Akses 5. Integrasi
6. Harmonisasi Lingkungan Modal Kerja Infrastruktur,
Regulasi Hidup 6. Peningkatan Aplikasi & Data
7. Perlu Dewan 6. Penyediaan Fasilitas Sosial Nasional
Logistik Dana Dasar 6. Peningkatan e-
Nasional Pembangunan Literasi, Kemandirian
7. Peningkatan Industri ICT
Administrasi Domestik dan SDM
Negara ICT Siap Pakai
7. Peningkatan
Kemandirian Industri
ICT Dalam Negeri
Sumber: MP3EI 2011-2025

Hasil dari pengintegrasian keempat komponen konektivitas nasional tersebut


kemudian dirumuskan visi konektivitas nasional yaitu “terintegrasi secara lokal,
terhubung secara global (locally integrated, globally connected)”. Visi
konektivitas nasional dapat dilihat dalam Gambar 3.12. Locally integrated adalah
pengintegrasian sistem konektivitas untuk mendukung perpindahan komoditas,
yaitu barang, jasa, dan informasi secara efektif dan efisien dalam wilayah NKRI.
Oleh karena itu, diperlukan integrasi simpul dan jaringan transportasi, pelayanan
inter-moda transportasi, komunikasi dan informasi serta logistik.

Simpul-simpul transportasi (Pelabuhan, terminal, stasiun, depo, pusat distribusi


dan kawasan pergudangan serta bandara) perlu diintegrasikan dengan jaringan
transportasi dan pelayanan sarana inter-moda transportasi yang terhubung secara
efisien dan efektif. Jaringan komunikasi dan informasi juga perlu diintegrasikan

III-21
LAPORAN AKHIR
Studi Tinjau Ulang Tatrawil Propinsi Jawa Timur dalam Mendukung
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi

untuk mendukung kelancaran arus informasi terutama untuk kegiatan


perdagangan, keuangan dan kegiatan perekonomian lainnya berbasis elektronik.

Sumber: MP3EI 2011-2025

Gambar 3.12. Visi konektivitas nasional

Selain itu, sistem tata kelola arus barang, arus informasi dan arus keuangan harus
dilakukan secara efektif dan efisien, tepat waktu, serta dapat dipantau melalui
jaringan informasi dan komunikasi (virtual) mulai dari proses pengadaan,
penyimpanan/pergudangan, transportasi, distribusi, dan penghantaran barang
sesuai dengan jenis, kualitas, jumlah, waktu dan tempat yang dikehendaki
produsen dan konsumen, mulai dari titik asal (origin) sampai dengan titik tujuan
(destination). Visi ini mencerminkan bahwa penguatan konektivitas nasional
dapat menyatukan seluruh wilayah Indonesia dan mendorong pertumbuhan
ekonomi secara inklusif dan berkeadilan serta dapat mendorong pemerataan antar
daerah.

Globally connected adalah sistem konektivitas nasional yang efektif dan efisien
yang terhubung dan memiliki peran kompetitif dengan sistem konektivitas global
melalui jaringan pintu internasional pada pelabuhan dan bandara (international
gateway/exchange) termasuk fasilitas costum dan trade/industry facilitation

III-22
LAPORAN AKHIR
Studi Tinjau Ulang Tatrawil Propinsi Jawa Timur dalam Mendukung
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi

Efektifitas dan efisiensi sistem konektivitas nasional dan keterhubungannya


dengan konektivitas global akan menjadi tujuan utama untuk mencapai visi
tersebut. Untuk mewujudkan visi tersebut diperlukan penguatan konektivitas
secara terintegrasi antara pusat-pusat pertumbuhan dalam koridor ekonomi dan
juga antar koridor ekonomi, serta keterhubungan secara internasional terutama
untuk memperlancar perdagangan internasional maupun sebagai pintu masuk bagi
para wisatawan mancanegara. Kerangka kerja konektivitas nasional secara jelas
dapat dilihat pada Gambar 3.13.

Dalam pelaksanaannya, perlu diperhatikan beberapa prinsip utama sebagai berikut


: (1) meningkatkan kelancaran arus barang, jasa dan informasi, (2) menurunkan
biaya logistik, (3) mengurangi ekonomi biaya tinggi, (4) mewujudkan akses yang
merata di seluruh wilayah, dan (5) mewujudkan sinergi antar pusat-pusat
pertumbuhan ekonomi.

Sumber: MP3EI 2011-2025

Gambar 3.13. Kerangka kerja konektivitas nasional

Fokus penguatan konektivitas nasional untuk mendukung percepatan dan


perluasan pembangunan indonesia adalah sebagi berikut :
(1) Konektivitas Intra – Koridor Ekonomi :
(a) Meningkatkan dan membangun jalan/pelayaran lintas di dalam koridor;

III-23
LAPORAN AKHIR
Studi Tinjau Ulang Tatrawil Propinsi Jawa Timur dalam Mendukung
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi

(b) Meningkatkan dan membangun sarana dan prasarana perkeretaapian


penumpang dan barang;
(c) Meningkatkan jalan akses lokal antara pusat-pusat pertumbuhan dengan
fasilitas pendukung (pelabuhan, energi) dan dengan wilayah
belakangnya, termasuk wilayah-wilayah non koridor ekonomi;
(d) Merevitalisasi angkutan penyeberangan, pelabuhan lokal serta
optimalisasi pelayaran perintis dan mekanisme PSO;
(e) Meningkatkan pelayanan angkutan udara dan penerbangan perintis;
(f) Pembangunan jaringan ekstension backbone hingga ke pusat
pertumbuhan dan pusat kegiatan utama;
(g) Pemerataan akses infrastruktur hingga ke pusat pertumbuhan dan pusat
kegiatan utama beserta penguatan jaringan backhaul;
(h) Pengembangan jaringan broadband terutama fixed broadband;
(i) Pengalokasian spektrum frekuensi radio yang memadai;
(j) Implementasi infrastruktur sharing termasuk untuk infrastruktur pasif
(menara, pipa, tiang, right of way) dengan operator non-telekomunikasi;
(k) Peningkatan pasokan listrik dan penggunaan green technology equipment
untuk mendukung penyediaan listrik di wilayah non komersial; dan
(l) Pembangunan nasional/nusantara internet exchange di pusat-pusat
pertumbuhan.
(2) Konektivitas Antar Koridor Ekonomi :
(a) Memperlancar arus pengiriman barang dan jasa secara efisien dan efektif
antar-koridor ekonomi untuk daya saing regional dan global;
(b) Menurunkan biaya logistik dan ekonomi biaya tinggi pengiriman barang
dan jasa antar koridor ekonomi;
(c) Penetapan dan peningkatan kapasitas beberapa pelabuhan dan bandara
utama sebagai pusat koleksi dan distribusi dengan menerapkan manajemen
logistik yang terintegrasi (integrated logistic port management);
(d) Pengembangan interkoneksi antara pelabuhan utama (pusat koleksi dan
distribusi) dengan pelabuhan lokal dan pelabuhan „hub‟ internasional;
(e) Pengintegrasian multi moda backbone (serat optik, satelit, microwave);

III-24
LAPORAN AKHIR
Studi Tinjau Ulang Tatrawil Propinsi Jawa Timur dalam Mendukung
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi

(f) Penguatan infrastruktur backbone serat optik: pembangunan di Koridor


Ekonomi Kalimantan, Koridor Ekonomi Sulawesi dan Koridor Ekonomi
Papua – Kepulauan Maluku, dan pengintegrasian dengan pelayanan di
koridor ekonomi wilayah barat; dan
(g) Penerapan teknologi informasi dan komunikasi untuk memfasilitasi
perdagangan dan pengembangan sistem inaportnet pada pelabuhan
regional.
(3) Konektivitas Internasional :
(a) Menyiapkan dan menetapkan pelabuhan dan bandara sebagai
„hub‟internasional di Kawasan Barat dan Timur Indonesia;
(b) Optimalisasi pengoperasian sistem National Single Window (NSW) di
pelabuhan dan bandara yang berfungsi sebagai „hub‟ internasional melalui
peningkatan pelayanan teknologi informasi dan komunikasi dalam rangka
penerapan Customs Advance Trade System (CATS) dan NSW serta
terkoneksinya sistem jaringan logistik nasional (national supply chain)
dengan sistem jaringan logistik ASEAN (ASEAN supply chain) dan sistem
jaringan logistik global (global supply chain) pada pelabuhan dan bandara
internasional;
(c) Peningkatan efisiensi dan produktivitas operasional pelabuhan dan bandara
internasional dengan menerapkan sistem manajemen logistik yang
terintegrasi (integrated logistic port management system);
(d) Membuka link/international gateway baru ke luar negeri sebagai alternatif
link yang ada;
(e) Pembangunan international exchange di pusat-pusat pertumbuhan; dan
(f) Mempersiapkan diri dalam peningkatan pelayanan sarana dan prasarana
konektivitas regional dan global untuk mencapai target integrasi logistik
ASEAN pada 2013, integrasi pasar ASEAN pada 2015, dan integrasi pasar
global pada 2020.

Pada tataran regional dan global terdapat perkembangan kerjasama lintas batas
yang perlu diperhatikan terutama adalah komitmen kerjasama pembangunan di
tingkat ASEAN dan APEC. Indonesia perlu mempersiapkan diri mencapai target
integrasi bidang logistik ASEAN pada tahun 2013 dan integrasi pasar tunggal

III-25
LAPORAN AKHIR
Studi Tinjau Ulang Tatrawil Propinsi Jawa Timur dalam Mendukung
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi

ASEAN tahun 2015, sedangkan dalam konteks global WTO perlu mempersiapkan
diri menghadapi integrasi pasar bebas global tahun 2020. Berdasarkan cermatan
ketertinggalan Indonesia saat ini, perkuatan konektivitas nasional akan
memastikan terintegrasinya Sistem Logistik Nasional (Sislognas) secara domestik,
terhubungnya dengan pusat-pusat perekonomian regional, ASEAN dan dunia
(global) dalam rangka meningkatkan daya saing nasional. Hal ini sangat penting
dilakukan untuk memaksimalkan keuntungan dari keterhubungan regional dan
global (regionally ang globally connected). Perkuatan konektivitas nasional perlu
diintegrasikan dengan perkembangan kerjasama pembangunan ditingkat ASEAN
yang memiliki tujuan :
(1) Memfasilitasi terbentuknya aglomerasi ekonomi dan integrasi jaringan
produksi;
(2) Penguatan perdagangan regional antar negara ASEAN; dan
(3) Penguatan daya tarik investasi dan pengurangan kesenjangan pembangunan
antar anggota ASEAN dan antar ASEAN dan negara-negara di dunia.

Upaya di atas dilakukan melalui penguatan jaringan infrastruktur, komunikasi,


dan pergerakan komoditas (barang, jasa, dan informasi) secara efektif dan efisien.
Hal ini merupakan bagian dari konektivitas internasional. Elemen-elemen utama
penguatan konektivitas ASEAN (lihat Gambar 3.14), terdiri dari :
(1) Konektivitas Fisik (Physical Connectivity)
(a) Tranportasi
(b) Teknologi, Informasi dan Komunikasi
(c) Energi
(2) Konektivitas Kelembagaan (Institutional Connectivity)
(a) Fasilitas dan liberalisasi perdagangan
(b) Fasilitas dan liberalisasi perdagangan investasi dan jasa
(c) Kerjasama yang saling menguntungkan
(d) Kerjasama transportasi regional
(e) Prosedur lintas perbatasan
(f) Program pemberdayaan kapasitas.
(3) Konektivitas Sosial Budaya (People-to-People Connectivity)
(a) Pendidikan dan budaya

III-26
LAPORAN AKHIR
Studi Tinjau Ulang Tatrawil Propinsi Jawa Timur dalam Mendukung
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi

(b) Pariwisata

Sumber: MP3EI 2011-2025

Gambar 3.14. Elemen utama penguatan konektivitas ASEAN

3.2.10. Koridor Ekonomi Indonesia (KEI)


Pembangunan koridor ekonomi di Indonesia dilakukan berdasarkan potensi dan
keunggulan masing-masing wilayah yang tersebar di seluruh Indonesia. Sebagai
negara yang terdiri atas ribuan pulau dan terletak di antara dua benua dan dua
samudera, wilayah kepulauan Indonesia memiliki sebuah konstelasi yang unik,
dan tiap kepulauan besarnya memiliki peran strategis masing-masing yang ke
depannya akan menjadi pilar utama untuk mencapai visi Indonesia tahun 2025.
Dengan memperhitungkan berbagai potensi dan peran strategis masing-masing
pulau besar (sesuai dengan letak dan kedudukan geografis masing-masing pulau),
telah ditetapkan 6 (enam) koridor ekonomi, sebagaimana dapat dilihat dalam
Gambar 3.15. Hasil simulasi indikator income per kapita masyarakat dalam
koridor ekonomi dapat dilihat dalam Gambar 3.16.

Tema pembangunan masing-masing koridor ekonomi dalam percepatan dan


perluasan pembangunan ekonomi adalah sebagai berikut:
(1) Koridor Ekonomi Sumatera memiliki tema pembangunan sebagai “Sentra
Produksi dan Pengolahan Hasil Bumi dan Lumbung Energi Nasional”;

III-27
LAPORAN AKHIR
Studi Tinjau Ulang Tatrawil Propinsi Jawa Timur dalam Mendukung
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi

(2) Koridor Ekonomi Jawa memiliki tema pembangunan sebagai “Pendorong


Industri dan Jasa Nasional”;
(3) Koridor Ekonomi Kalimantan memiliki tema pembangunan sebagai “Pusat
Produksi dan Pengolahan Hasil Tambang & Lumbung Energi Nasional”;
(4) Koridor Ekonomi Sulawesi memiliki tema pembangunan sebagai ‟Pusat
Produksi dan Pengolahan Hasil Pertanian, Perkebunan, Perikanan, Migas dan
Pertambangan Nasional”;
(5) Koridor Ekonomi Bali – Nusa Tenggara memiliki tema pembangunan sebagai
“Pintu Gerbang Pariwisata dan Pendukung Pangan Nasional‟,
(6) Koridor Ekonomi Papua – Kepulauan Maluku memiliki tema pembangunan
sebagai “Pusat Pengembangan Pangan, Perikanan, Energi, dan Pertambangan
Nasional”.

Sumber: MP3EI 2011-2025

Gambar 3.15. Pembagian Koridor Ekonomi (KE) Indonesia

Tujuan awal dilakukannya MP3EI adalah mencapai aspirasi Indonesia 2025, yaitu
menjadi negara maju dan sejahtera dengan PDB sekitar USD 4,3 Triliun dan
menjadi negara dengan PDB terbesar ke-9 di dunia. Untuk mewujudkan hal
tersebut, sekitar 82% atau USD 3,5 Triliun akan ditargetkan sebagai kontribusi
PDB dari koridor ekonomi sebagai bagian dari transformasi ekonomi.

Dengan diterapkannya koridor ekonomi yang tertuang di dalam MP3EI ini, secara
keseluruhan, PDB Indonesia akan bertumbuh lebih cepat dan lebih luas, baik

III-28
LAPORAN AKHIR
Studi Tinjau Ulang Tatrawil Propinsi Jawa Timur dalam Mendukung
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi

untuk daerah di dalam koridor, maupun untuk di daerah di luar koridor.


Pertumbuhan tahunan PDB nasional dengan penerapan MP3EI akan menjadi
sekitar 12,7% secara nasional, dengan pertumbuhan wilayah di dalam koridor
sebesar 12,9%. Sedangkan pertumbuhan di luar koridor juga akan mengalami
peningkatan sebesar 12,1% sebagai hasil dari adanya spillover effect
pengembangan kawasan koridor ekonomi. Target pertumbuhan tahunan untuk
masing-masing Koridor Ekonomi tahun 2025 dapat dilihat dalam Gambar 3.17.

Sumber: MP3EI 2011-2025

Gambar 3.16. Hasil simulasi indikator income per kapita masyarakat tiap
koridor ekonomi

Sumber: MP3EI 2011-2025

Gambar 3.17. Target pertumbuhan tahunan untuk masing-masing Koridor


Ekonomi tahun 2025

III-29
LAPORAN AKHIR
Studi Tinjau Ulang Tatrawil Propinsi Jawa Timur dalam Mendukung
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi

Pertumbuhan tahunan di Koridor Ekonomi Jawa disesuaikan dengan RPJMN agar


tercapai pengurangan dominasi Pulau Jawa dibandingkan dengan pulau-pulau lain
pada Tahun 2025. Selain itu, diharapkan juga terjadi kenaikan pertumbuhan
ekonomi secara merata untuk koridor-koridor ekonomi di luar Jawa.

Pengembangan MP3EI berfokus pada 8 program utama, yaitu: pertanian,


pertambangan, energi, industri, kelautan, pariwisata, telematika, dan
pengembangan kawasan strategis. Kedelapan program utama tersebut terdiri dari
22 kegiatan ekonomi utama yang disesuaikan dengan potensi dan nilai
strategisnya masing-masing di koridor yang bersangkutan. Pemetaan kegiatan
ekonomi utama pada tiap koridor ekonomi dapat dilihat dalam Tabel 3.3.

Tabel 3.3. Pemetaan kegiatan ekonomi utama pada tiap koridor ekonomi
Bali – Papua dan
Kegiatan
Sumatera Jawa Kalimantan Sulawesi Nusa Kep.
Ekonomi Utama
Tenggara Maluku
Besi Baja √ √
Makanan

Minuman
Tekstil √
Peralatan

Transportasi
Perkapalan √ √
Nikel √ √
Tembaga √
Bauksit √
Kelapa Sawit √ √
Karet √
Pertanian
√ √
Pangan
Pariwisata √
Telematika √
Batu Bara √ √
Migas √ √ √
Jabodetabek

Area
KSN Selat

Sunda
Alutsista √
Peternakan √
Perkayuan √
Kakao √
Perikanan √ √ √
Sumber: MP3EI 2011-2025

III-30
LAPORAN AKHIR
Studi Tinjau Ulang Tatrawil Propinsi Jawa Timur dalam Mendukung
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi

3.2.11. Koridor Ekonomi (KE)-II : Jawa


Pengembangan Koridor Ekonomi Jawa mempunyai tema pendorong industri dan
jasa nasional. Selain itu, strategi khusus Koridor Ekonomi Jawa adalah
mengembangkan industri yang mendukung pelestarian daya dukung air dan
lingkungan. Secara umum, Koridor Ekonomi Jawa memiliki kondisi yang lebih
baik di bidang ekonomi dan sosial, sehingga Koridor Ekonomi Jawa berpotensi
untuk berkembang dalam rantai nilai dari ekonomi berbasis manufaktur ke jasa.
Beberapa keunggulan Koridor Ekonomi Jawa, adalah :
(1) memiliki 6 (enam) kegiatan ekonomi utama (makanan-minuman, tekstil,
perkapalan, alustita, peralatan transportasi, dan telematika) dan 2 (dua) non-
kegiatan ekonomi utama (migas dan besi baja) serta 1 (satu) kawasan yaitu
Jabodetabek Area, dapat dilihat dalam Gambar 3.18;
(2) memiliki 119 proyek 119 proyek industri (investasi Rp.304.433 M) dan
ditetapkan terdapat 31 proyek industri prioritas tahun 2011-2012 (investasi
Rp. 169.465 M)
(3) bersama dengan sektor industri terkait telah melakukan validasi 115 proyek
industri (proyek tervalidasi 96%)
(4) memiliki 34 KPI (Kawasan Perhatian Investasi) KPI) yang tersebar di seluruh
Pulau Jawa, dapat dilihat dalam Gambar 3.19 dan Tabel 3.4.
(5) mengidentifikasi nilai investasi proyek infrastruktur yang telah
groundbreaking 2011 adalah Rp. 81.862 M, proyek industri yang telah
groundbreaking 2011 adalah Rp. 24.468 M, proyek infrastruktur yang akan
groundbreaking 2012 adalah Rp. 121.553 M, dan proyek industri yang akan
groundbreaking 2012 adalah Rp. 19.430 M.

Komite Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (KP3EI)


telah mencatat jumlah investasi untuk 34 KPI sebagaimana dapat dilihat dalam
Gambar 3.19. Nilai investasi di Koridor Ekonomi Jawa tahun 2012 sebesar Rp
209,150T. Nilai investasi tiap provinsi di Koridor Ekonomi Jawa tahun 2012
adalah : KPI Banten Rp 62,96T (30,10%); KPI DKI Jakarta 7,60T (3,63%); KPI
di Jawa Barat Rp 91,94T (43,96%); KPI Jawa Tengah Rp 23,624T (11,29%); KPI
Daerah Istimewa Yogyakarta Rp 5,40T (2,58%); KPI Jawa Timur Rp 17,627T
(8,43%). Provinsi Jawa Barat memiliki investasi terbesar untuk pengembangan

III-31
LAPORAN AKHIR
Studi Tinjau Ulang Tatrawil Propinsi Jawa Timur dalam Mendukung
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi

migas di Balongan dan Cilegon, pengembangan peralatan transportasi di Bekasi,


serta pengembangan besi baja di Karawang.

Sumber: MP3EI 2011-2025

Gambar 3.18. Koridor Ekonomi Jawa

Sumber: KP3EI (2012)

Gambar 3.19. Pemetaan sebaran Kawasan Perhatian Investasi (KPI) di Jawa

III-32
LAPORAN AKHIR
Studi Tinjau Ulang Tatrawil Propinsi Jawa Timur dalam Mendukung
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi

Sumber: KP3EI (2012)


Gambar 3.19. Pemetaan sebaran Kawasan Perhatian Investasi (KPI) di Jawa
(lanjutan)

Tabel 3.4. Aglomerasi indikasi investasi KE-II Jawa


Nama Kegiatan Ekonomi
No Lokasi Pelaku Infrastruktur Pendukung
Kode Utama
Jalan, Power dan Energi,
Makanan - Bandara, Pelabuhan, Rel
Minuman Kereta, Infrastruktur
K2-
1 Banten Swasta lainnya
(2,4)-1
Jalan, Power dan Energi,
Peralatan
Bandara, Pelabuhan,
Transportasi
Infrastruktur lainnya
Swasta, Bandara, Rel Kereta,
K2-(16)-
2 Jabodetabek Jabodetabek Area BUMN dan Pelabuhan, Jalan,
2
Pemerintah Infrastruktur lainnya
Peralatan Jalan, Power dan Energi,
3 K2-(3)-3 Bogor Transportasi Swasta Infrastruktur lainnya
Jalan, Pelabuhan, Rel
Kereta, Power dan
Peralatan Energi, Infrastruktur
K2- Bekasi dan Transportasi lainnya
4 Swasta
(4,2)-4 sekitarnya Jalan, Pelabuhan, Rel
Kereta, Power dan
Makanan - Energi, Infrastruktur
Minuman lainnya
Bandara, Pelabuhan,
Alutsista Power dan Energi, Jalan,
Bandung
K2- BUMN, Infrastruktur lainnya
5 dan
(18,3)-5 Swasta Rel Kereta, Jalan, Power
sekitarnya
Tekstil dan Energi, Infrastruktur
lainnya
Sumber: MP3EI 2011-2025

III-33
LAPORAN AKHIR
Studi Tinjau Ulang Tatrawil Propinsi Jawa Timur dalam Mendukung
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi

Tabel 3.4. Aglomerasi indikasi investasi KE-II Jawa (lanjutan)

Nama Kegiatan Ekonomi


No Lokasi Pelaku Infrastruktur Pendukung
Kode Utama
Jalan, Pelabuhan, Rel
Makanan - Kereta, Power dan
Selatan Minuman Energi, Infrastruktur
K2-
6 Jawa Swasta lainnya
(2,3)-6
Tengah Jalan, Pelabuhan, Power
Tekstil dan Energi, Infrastruktur
lainnya
Jalan, Pelabuhan, Rel
Metropolita Makanan - Kereta, Power dan
K2- n Minuman Swasta, Energi, Infrastruktur
7 lainnya
(3,5)-7 GerbangKer BUMN
tosusila Pelabuhan, Power dan
Perkapalan
Energi
Jalan, Rel Kereta, Power
Pasuruan - Makanan -
8 K2-(2)-8 Swasta dan Energi, Infrastruktur
Malang Minuman
lainnya
K2-(23)-
-
9 9 Trans Jawa Lintas Sektor Pemerintah
Jalur Kereta
K2-(23)- Api dan Swasta,
10 Lintas Sektor -
10 Kereta Api BUMN dan
Cepat Pemerintah
Sumber: MP3EI 2011-2025

Koridor ini dapat menjadi benchmark perubahan ekonomi yang telah sukses
berkembang dalam rantai nilai dari yang sebelumnya fokus di industri primer
menjadi fokus di industri tersier, sebagaimana telah terjadi di Singapura, Shenzen
dan Dubai. Koridor Ekonomi Jawa memiliki beberapa hal yang harus dibenahi
yaitu :
(1) Tinggingnya tingkat kesenjangan PDRB dan kesenjangan kesejateraan
diantara provinsi di dalam koridor;
(2) Pertumbuhan tidak merata sepanjang rantai nilai, kemajuan sektor manufaktur
tidak diikuti kemajuan sektor yang lain;
(3) Kurangnya investasi domestik maupun asing; dan
(4) Kurang memadainya infrastrutur dasar.
Persebaran PDRB per Kapita pada saat harga berlaku dan tingkat pertumbuhan riil
untuk Kabupaten/Kota di Koridor Ekonomi Jawa Tahun 2008 dapat dilihat dalam
Gambar 3.20.

III-34
LAPORAN AKHIR
Studi Tinjau Ulang Tatrawil Propinsi Jawa Timur dalam Mendukung
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi

Sumber: MP3EI 2011-2025

Gambar 3.20. Persebaran PDRB per Kapita pada saat harga berlaku dan tingkat
pertumbuhan riil untuk Kabupaten/Kota di Koridor Ekonomi
Jawa Tahun 2008

3.2.12. MP3EI untuk Wilayah Jawa Timur


MP3EI 2011-2025 telah memberikan arahan visi dan misi pembangunan
infrastruktur di Provinsi Jawa Timur yang berbasis Koridor Ekonomi Jawa :
“Pendorong Industri dan Jasa Nasional” dengan menetapkan 8 (delapan) KPI
(Kawasan Perhatian Investasi) yang lebih mengumpul atau berdekatan satu sama
lain di hinterland Lamongan-Surabaya-Malang, sebagaimana dapat dilihat dalam
Gambar 3.19. Komite Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi
(KP3EI) mengidentifikasi program investasi di Koridor Ekonomi Jawa tahun
2012 sebesar Rp 209,150T. Sebagai bahan perbandingan, nilai investasi tiap
provinsi di Koridor Ekonomi Jawa adalah : KPI Banten Rp 62,96T (30,10%);
KPI DKI Jakarta 7,60T (3,63%); KPI di Jawa Barat Rp 91,94T (43,96%); KPI
Jawa Tengah Rp 23,624T (11,29%); KPI Daerah Istimewa Yogyakarta Rp 5,40T
(2,58%); KPI Jawa Timur Rp 17,627T (8,43%). Sebaran KPI di Jawa Barat lebih
menyebar di semua wilayah kabupaten/kota dan menjadi akses langsung ke
wilayah Jabodetabek area sehingga Provinsi Jawa Barat memiliki investasi

III-35
LAPORAN AKHIR
Studi Tinjau Ulang Tatrawil Propinsi Jawa Timur dalam Mendukung
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi

terbesar (43,96%) terutama untuk pengembangan migas di Balongan,


pengembangan peralatan transportasi di Bekasi, pengembangan besi baja di
Karawang, serta pengembangan tekstil di Purwakarta. Kondisi tersebut juga
diikuti Banten yang memiliki proprsi investasi kedua terbesar (30,10%) jauh
lebih besar daripada Jawa Timur (hanya 8,43%) terutama untuk pengembangan
migas di Banten dan Cilegon, pengembangan tekstil dan peralatan transportasi di
Tangerang, serta pengembangan makanan dan minuman di Serang.

Provinsi Jawa Timur tahun 2012 hanya memiliki investasi sebesar Rp 17,627T
atau 8,43% dari total investasi di Jawa, yang terpetakan di 8 (delapan) KPI
sebagaimana dapat dilihat dalam Gambar 3.21, dengan nilai investasi awal
adalah sebagai berikut :
(1) KPI Gresik : Rp 9,40T untuk kegiatan ekonomi utama makanan-minuman,
dan migas;
(2) KPI Surabaya : Rp 3,56T untuk kegiatan ekonomi utama besi baja,
makanan-minuman, dan migas;
(3) KPI Pasuruan : Rp 2,17T untuk kegiatan ekonomi utama makanan-
minuman;
(4) KPI Malang : Rp 0,767T untuk kegiatan ekonomi utama makanan-
minuman;
(5) KPI Kediri : Rp 0,563T untuk kegiatan ekonomi utama makanan-minuman;
(6) KPI Mojokerto : Rp 0,461T untuk kegiatan ekonomi utama makanan-
minuman, dan migas;
(7) KPI Lamongan : Rp 0,40T untuk kegiatan ekonomi utama perkapalan; dan
(8) KPI Sidoarjo : Rp 0,306T untuk kegiatan ekonomi utama makanan-
minuman.

Pola sebaran KPI di Jawa Timur menggambarkan bahwa arah pengembangan


MP3EI untuk Provinsi Jawa Timur dalam upaya mendukung Koridor Ekonomi
Jawa lebih cenderung dari arah Surabaya menuju :
(1) ke arah utara-barat melalui Gresik-Lamongan dengan memanfaatkan jalur
lintas Pantai Utara Jawa (Pantura);
(2) ke arah selatan-tengah melalui Sidoarjo-Mojokerto dengan memanfaatkan
jalur tengah Jawa;

III-36
LAPORAN AKHIR
Studi Tinjau Ulang Tatrawil Propinsi Jawa Timur dalam Mendukung
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi

(3) ke arah selatan-barat melalui Sidoarjo-Malang-Kediri dengan memanfaatkan


jalur Surabaya-Malang;
(4) ke arah timur hanya sampai Pasuruan dengan memanfaatkan jalur Pantura
Sidoarjo-Pasuruan.
Beberapa wilayah kabupaten/kota yang berada di sebelah timur dari wilayah
Pasuruan seperti Probolinggo, Lumajang, Situbondo, menuju Banyuwangi, dan
sebelah timur dari wilayah Malang seperti Bondowoso, Jember, menuju
Banyuwangi, ternyata tidak termasuk dalam orientasi rencana pengembangan
Koridor Ekonomi Jawa. Wilayah Probolinggo-Lumajang yang memiliki wisata
nasional Gunung Bromo ke arah timur memiliki orientasi ke arah Koridor
Ekonomi Bali-Nusa Tenggara dengan visi “pintu gerbang pariwisata dan
pendukung pangan nasional”, dengan memanfaatkan pintu gerbang
penyeberangan Ketapang (Banyuwangi) ke Gilimanuk (di Bali) serta
penyeberangan (Panarukan) Situbondo ke NTB khusus angkutan barang.
Kondisi dukungan MP3EI terhadap pengembangan transportasi wilayah Jawa
Timur dapat diilustrasikan dalam Gambar 3.22.

Sumber: KP3EI (2012)

Gambar 3.21. Kawasan Perhatian Investasi (KPI) Jawa Timur

III-37
LAPORAN AKHIR
Studi Tinjau Ulang Tatrawil Propinsi Jawa Timur dalam Mendukung
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi

Sumber: MP3EI 2011-2025

Gambar 3.22. Posisi Jawa Timur dalam Koridor Ekonomi Jawa dan Bali-Nusa
Tenggara

3.3. Masterplan Percepatan dan Perluasan Pengurangan Kemiskinan


(MP3KI )
Pemerintah telah menyiapkan MP3EI untuk mendorong percepatan dan perluasan
pembangunan ekonomi melalui pengembangan 6 (enam) Koridor Ekonomi :
Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Bali-Nusa Tenggara, Papua-Kepulauan
Maluku. Upaya tersebut diharapkan memberikan peningkatan kesejahteraan
masyarakat serta penyerapan tenaga kerja. Dalam rangka memaksimalkan manfaat
MP3EI dan untuk mendorong terwujudnya pembangunan yang inklusif dan
berkeadilan, Pemerintah sedang menyiapkan Masterplan Percepatan dan
Perluasan Pengurangan Kemiskinan Indonesia (MP3KI). Dengan demikian
menuju tahun 2025 akan terjadi sinergitas keadilan antara kemajuan pertumbuhan
ekonomi juga sekaligus pemerataan hasil-hasil pembangunan yang pada akhirnya
mempercepat pengentasan kemiskinan.

MP3KI merupakan afirmative action, artinya tindakan non-deskriminasi dalam


membagi hasil-hasil pembangunan ekonomi dengan adil dan merata tanpa
pandang status wilayah, sehingga pembangunan ekonomi yang terwujud tidak
hanya pro-growth, tetapi juga pro-poor, pro-job, dan pro-environment, termasuk

III-38
LAPORAN AKHIR
Studi Tinjau Ulang Tatrawil Propinsi Jawa Timur dalam Mendukung
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi

penyediaan lapangan kerja bagi masyarakat miskin. MP3KI akan mendorong


terwujudnya pembangunan yang inklusif dan berkeadilan yang dapat mendorong
capaian visi dan misi MP3EI. Sinergisitas antara MP3EI dan MP3KI dalam
mewujudkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi, inklusif, berkeadilan dan
berkelanjutan dapat diilutrasikan pada Gambar 3.23.

Sumber: MP3KI ( 2012)

Gambar 3.23. Pola Sinergisitas MP3KI dan MP3EI

Kedudukan MP3KI dalam penataan pemerintah Indonesia adalah sebagai


kebijakan nasional yang lebih mengedepankan upaya-upaya pengurangan
kemiskinan dengan melalui integrasi/sinergi program pengentasan kemiskinan
sesuai kondisi wilayah yang melibatkan pemerintah, BUMN/BUMD, swasta,
masyarakat dalam bentuk P4 (public-private-people-partnership) yang memiliki
rencana komprehensif terkait kebijakan makro, sektor dan regional. Tujuan utama
MP3KI adalah akselerasi pengurangan kemiskinan, dengan sasarannya adalah
meningkatkan kesempatan kerja atau pengurangan pengangguran. Strategi yang
diulakukan untuk mewujudkan program MP3KI adalah pemenuhan kebutuhan
dasar, pemberdayaan masyarakat dan dunia usaha, peningkatan akses wirausaha
dan wiraswasta, serta pengaturan jaminan sosial masyarakat, sebagaimana
diilustrasikan dalam Gambar 3.24.

III-39
LAPORAN AKHIR
Studi Tinjau Ulang Tatrawil Propinsi Jawa Timur dalam Mendukung
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi

Sumber: MP3KI (2012)

Gambar 3.24. Kedudukan MP3KI dalam penataan pemerintah Indonesia

Program yang terdapat dalam MP3KI terbagi menjadi empat klaster program pro-
rakyat sebagaimana dapat dilihat dalam Gambar 3.25. Salah satu klaster ang
berkaitan langsung dengan penataaan transportasi wilayah adalah klaster-4, yaitu :
(1) program rumah sangat murah; (2) program kendaraan angkutan murah; (3)
program air bersih untuk rakyat; (4) program listrik murah dan hemat; (5)
program peningkatan kehidupan nelayan; (6) program peningkatan kehidupan
masyarakat miskin perkotaan. Jaringan sistem transportasi wilayah harus mampu
mendukung program angkutan murah, dan mendukung peningkatan kehidupan
nelayan masyarakat miskin perkotaan melalui penyediaan sarana dan prasarana
dalam mendukung mobilitas penduduk sehingga laju pertumbuhan ekonomi
masyarakat miskin menjadi makin membaik dengan cepat.
Arah pengembangan MP3KI terkait transportasi wilayah lebih menekankan
kepada pengadaan angkutan massal yang terjangkau oleh masyarakat seperti
pengadaan angkutan komuter yang disubsidi pemerintah atau program lainnya.
Sasaran program kendaraaan angkutan umum murah adalah tersedianya
kendaraan angkutan umum yang dapat meningkatkan kegiatan ekonomi pedesaan,
sektor pertanian dan UKM. Rencana aksi program kendaraan angkutan umum
murah dalam MP3KI tahun 2012, antara lain:

III-40
LAPORAN AKHIR
Studi Tinjau Ulang Tatrawil Propinsi Jawa Timur dalam Mendukung
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi

(1) Investasi peralatan PT.INKA melalui Penyertaan Modal Negara sebesar


Rp.50 Miliar;
(2) Investasi peralatan PT.INKA melalui Penyertaan Modal Negara sebesar
Rp.50 Miliar;
(3) Research and development produksi untuk 2 (dua) merek (GEA dan Tawon)
sebesar Rp.20 Miliar;
(4) Pembelian mobil uji coba GEA + Tawon 40 unit dan uji coba sebesar Rp. 10
Miliar
(5) Pemberian BM-DTP atas impor bahan dan komponen dalam negeri sebesar
Rp.5 Miliar.

Sumber: MP3KI (2012)


Gambar 3.25. Klaster program MP3KI

KPI-MP3EI meliputi 8 (delapan) kabupaten/kota, yaitu : Lamongan, Gresik,


Surabaya, Sidoarjo, Mojokerto, Pasuruan, Malang, dan Kediri, yang sifatnya lebih
mengumpul karena karena fokus pada aspek pertumbuhan bukan pemerataan
sehingga melalui kebijakan nasional MP3KI perlu dilakukan penyebaran hasil-
hasil implementasi 8 (delapan) KPI-MP3EI tersbut yang lebih berkeadilan dan
proprsional di tiap kabupaten/kota. Indikator penting yang dipertimbangkan dalam
penyebaran hasil implementasi 8 (delapan) KPI-MP3EI di Provinsi Jawa Timur,
adalah :

III-41
LAPORAN AKHIR
Studi Tinjau Ulang Tatrawil Propinsi Jawa Timur dalam Mendukung
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi

(1) Indeks Pembangunan Manusia (IPM), yaitu indikator yang menjelaskan


bagaimana penduduk suatu wilayah mempunyai kesempatan untuk
mengakses hasil dari suatu pembangunan sebagai bagian dari haknya dalam
memperoleh pendapatan, kesehattan, pendidikan, dan lain-lain. Makin besar
angka IPM artinya makin mudah kesempatan untuk meningkatkan
kesejahteraan hidup. Klaster IPM adalah : (a) IPM < 50 kategori bawah; (b)
50 < IPM < 66 kategori menengah ke bawah; (c) 66 < IPM < 80 kategori
menengah ke atas; (d) IPM > 80 kategori atas. Pemetaan IPM di Provinsi
Jawa Timur dapat dilihat dalam Gambar 3.26.
(2) Nilai PDRB, yaitu indikator pertumbuhan ekonomi suatu negara/wilayah/
daerah yang dinyatakan dalam nilai 9 (sembilan) sektor, adalah : pertanian;
pertambangan dan penggalian; industri pengolahan; listrik, gas dan air
bersih; perdagangan, hotel dan restoran; pengangkutan dan komunikasi;
keuangan, persewaan dan jasa perusahaan; dan jasa-jasa.
Arah pengembangan MP3KI untuk distribusi hasil implementasi 8 (delapan)
KPI-MP3EI berdasarkan pemetaan IPM dan PDRB Kabupaten/Kota di Provinsi
Jawa Timur, dapat dilihat dalam Gambar 3.27. Berdasarkan kajian evaluasi
Kawasan Ekonomi Khusus, disebutkan bahwa nilai rata-rata IPM secara nasional
adalah 71,76 (tahun 2010). Nilai IPM Provinsi Jawa Timur adalah 71,06 (tahun
2010) mendekati IPM rata-rata nasional. Kombinasi antara IPM dan PDRB lebih
mencerminkan kondisi ekonomi wilayah dan tingkat kesejahteraan penduduk di
suatu wilayah, makin rendah kombinasi kedua indikator tersebut berarti suatu
wilayah makin miskin dan makin tertingal sehingga perlu dipikirkan subsidi
silang antar wilayah untuk meningkatkan IPM. Nilai IPM rendah dan nilai PDRB
rendah terjadi di beberapa wilayah cukup strategis seperti Kabupaten
Probolinggo, Bondowoso, Situbondo, Bangkalan, Sampang, dan Pamekasan.
Oleh karenanya affirmative action MP3KI harus dapat meningkatkan penyebaran
hasil-hasil implementasi 8 (delapan) KPI-MP3EI ke seluruh wilayah yang
tertinggal (IPM rendah dan PDRB rendah) di Provinsi Jawa Timur. Gambar 3.26
memberikan indikasi peningkatan distribusi hasil-hasil pembangunan KPI-
MP3EI maupun KEK dapat berdampak meningkatkan pertumbuhan ekonomi
wilayah tertinggal di Provinsi Jawa Timur.

III-42
LAPORAN AKHIR
Studi Tinjau Ulang Tatrawil Propinsi Jawa Timur dalam Mendukung
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi

Sumber : BPS Provinsi Jawa Timur (2011)


Gambar 3.26. Pemetaan IPM tiap kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur

Sumber: BPS Jawa Timur, 2011

Gambar 3.27. Arah pengembangan MP3KI untuk distribusi hasil 8 (delapan)


KPI-MP3EI berdasarkan pemetaan IPM PDRB Kabupaten/Kota
di Provinsi Jawa Timur

III-43
LAPORAN AKHIR
Studi Tinjau Ulang Tatrawil Propinsi Jawa Timur dalam Mendukung
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi

3.4. TELAAH KAWASAN EKONOMI KHUSUS (KEK)


3.4.1. KEK dalam Tinjauan Aspek Legal dan Global
Kebijakan nasional kawasan khusus ekonomi telah diatur dalam Undang-Undang
RI Nomor 39 Tahun 2009 tentang Kawasan Ekonomi Khusus. Kawasan Ekonomi
Khusus (KEK) adalah kawasan dengan batas tertentu dalam wilayah hukum
NKRI yang ditetapkan untuk menyelenggarakan fungsi perekonomian dan
memperoleh fasilitas tertentu. KEK dikembangkan melalui penyiapan kawasan
yang memiliki keunggulan geoekonomi dan geostrategi dan berfungsi untuk
menampung kegiatan industri, ekspor, impor, dan kegiatan ekonomi lain yang
memiliki nilai ekonomi tinggi dan daya saing internasional.
KEK dibentuk untuk membuat lingkungan kondusif bagi akitivitas investasi,
ekspor, dan perdagangan guna mendorong laju pertumbuhan ekonomi serta
sebagai katalis reformasi ekonomi. Ide reformasi tersebut diinspirasi dari
keberhasilan beberapa negara yang lebih dulu mengadopsinya, seperti Cina dan
India. Data empiris menunjukkan bahwa KEK di negara Cina dan India mampu
menarik para investor, terutama investor asing untuk berinvestasi dan
menciptakan lapangan kerja. Kondisi tersebut didukung beberapa kemudahan
yang didapat para investor di bidang fiskal, perpajakan dan kepabeanan, bahkan
ada juga kemudahan di bidang non-fiskal, seperti kemudahan birokrasi,
pengaturan khusus di bidang ketenagakerjaan dan keimigrasian, serta pelayanan
yang efisien, dan ketertiban dan keamanan di dalam kawasan yang disepakati.
Fungsi KEK adalah untuk melakukan dan mengembangkan usaha di bidang
perdagangan, jasa, industri, pertambangan dan energi, transportasi, maritim dan
perikanan, pos dan telekomunikasi, pariwisata, dan bidang lain.
KEK terdiri atas satu atau beberapa zona yang meliputi zona-zona : (1)
pengolahan ekspor; (2) logistik; (3) industri; (4) pengembangan teknologi; (5)
pariwisata; (6) energi; dan/atau (7) ekonomi lain. KEK memiliki fasilitas
pendukung dan perumahan bagi pekerja. Kriteria lokasi KEK adalah sebagai
berikut :
(1) sesuai dengan RTRW dan tidak berpotensi mengganggu kawasan lindung;
(2) pemerintah provinsi/kabupaten/kota yang bersangkutan mendukung KEK;

III-44
LAPORAN AKHIR
Studi Tinjau Ulang Tatrawil Propinsi Jawa Timur dalam Mendukung
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi

(3) terletak pada posisi yang dekat dengan jalur perdagangan internasional atau
dekat dengan jalur pelayaran internasional di Indonesia atau terletak pada
wilayah potensi sumber daya unggulan di bidang kelautan dan perikanan,
perkebunan, pertambangan dan pariwisata.
(4) Mempunyai batas yang jelas, baik batas alam maupun batas buatan.
Pembentukan KEK diusulkan kepada Dewan Nasional oleh badan usaha,
pemerintah kabupaten/kota, atau pemerintah provinsi. Badan usaha yang
mengajukan usulan KEK harus melalui pemerintah provinsi setelah memperoleh
persetujuan pemerintah kabupaten/kota. Pemerintah kabupaten/kota yang
mengajukan usulan KEK harus disampaikan melalui pemerintah provinsi.
Pemerintah provinsi dapat mengajukan usulan KEK setelah mendapatkan
persetujuan pemerintah kabupaten/kota. Usulan KEK tersebut harus dilengkapi
persyaratan minimal, adalah :
(1) peta lokasi pengmebangan serta luas area yang diusulkan yang terpisah dari
permukiman penduduk;
(2) rencana tata ruang KEK yang diusulkan dilengkapi dengan peraturan zonasi;
(3) rencana dan sumber pembiayaan;
(4) analisis mengenai dampak lingkungan yang sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan;
(5) hasil studi kelayakan ekonomi dan finasial; dan
(6) jangka waktu suatu KEK dan rencana strategis.
Pemerintah provinsi atau pemerintah kabupaten/kota menetapkan badan usaha
untuk membangun KEK sesuai ketentuan peraturan perundangan. Penetapan
badan usaha yang dilakukan oleh pemerintah provinsi jika KEK berada pada lintas
kabupaten/kota. Penetapan badan usaha yang dilakukan oleh pemerintah
kabupaten/kota jika KEK berada pada satu kabupaten/kota.

3.4.2. Keterkaitan Tujuan Nasional dan KEK


Peran KEK dalam pembangunan ekonomi Indonesia adalah untuk meningkatkan
investasi Indonesia, meningkatkan sektor industri pengolahan, menyebarkan
kegiatan ekonomi ke seluruh wilayah Indonesia, dan meningkatkan lapangan
pekerjaan. KEK dikembangkan melalui penyiapan yang memiliki keunggulan
geoekonomi dan geostrategi dan berfungsi untuk menampung kegiatan industri,

III-45
LAPORAN AKHIR
Studi Tinjau Ulang Tatrawil Propinsi Jawa Timur dalam Mendukung
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi

ekspor, impor dan kegiatan ekonomi lain yang memiliki nilai ekonomi tinggi dan
daya saing internasional. Maksud dan tujuan pengembangan KEK adalah :
(1) meningkatkan penanaman modal, melalui penyiapan kawasan yang memiliki
keunggulan geoekonomi dan geostrategis;
(2) memaksimalkan kegiatan industri, ekspor, impor, dan kegiatan ekonomi lain
yang memiliki nilai ekonomi tinggi;
(3) mempercepat perkembangan daerah;
(4) sebagai model terobosan pengembangan kawasan untuk pertumbuhan
ekonomi, antara lain industri, pariwisata, dan perrdagangan sehingga dapat
menciptakan lapangan pekerjaan.
Tujuan Nasional yang ingin dicapai dalam kebijakan nasional RPJPN 2005-2025,
adalah : (1) peningkatan PDB perkapita ; (2) peningkatan kontribusi sektor
industri terhadap perekonomian nasional yang mandiri, maju, kuat dan
berbasiskan kepentingan nasional; (3) peningkatan investasi dan daya saing
internasional (global competitiveness index = GCI; dan (4) pemerataan hasil-hasil
pembangunan antar wilayah yang berkeadilan. Tujuan KEK adalah: (1)
meningkatkan penanaman modal (investasi); (2) memaksimalkan kegiatan
industri; (3) mempercepat perkembangan daerah; dan (4) terobosan baru dalam
pengembangan kawasan yang potensial dan strategis. Untuk mencapai Tujuan
KEK maka disusun Rencana Induk Nasional KEK atau RINKEK dan Rencana
Strategis (RENSTRA) yang menitikberatkan kegiatan ekonomi yang dilakukan
oleh: (1) pelaku kegiatan usaha di dalam KEK, terutama kegiatan sektor industry,
administrator, dan pengelola kawasan; dan (2) pengaturan ruang wilayah.
Keterkaitan KEK terhadap Tujuan Nasional adalah KEK harus mampu
mendukung Tujuan Nasional, sehingga perlu dukungan kelancaran dan
kemudahan akses dan perpindahan barang dan jasa melalui pengembangan dan
pengaturan sistem transportasi wilayah. Provinsi Jawa Timur telah melakukan
evaluasi ulang penataan ruang wilayah untuk memfasilitasi penetapan beberapa
zona wilayah menjadi KEK yang melintasi beberapa kabupaten seperti KEK
Pulau Madura dan KEK Kawasan Industri Gemopolis, serta KEK yang lebih
menonjolkan satu kabupaten atau satu kota, seperti KEK Kawasan Industri
Kabupaten Lamongan dan KEK Kali Lamong - Kota Surabaya. Pengelolaan KEK

III-46
LAPORAN AKHIR
Studi Tinjau Ulang Tatrawil Propinsi Jawa Timur dalam Mendukung
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi

Provinsi Jawa Timur diharapkan dapat mendukung Tujuan Nasional dalam


RPJPN 2005-2025 dan Kebijakan Nasional MP3EI dan MP3KI.

3.4.3. Prinsip Penyusunan RINKEK dan Pemetaan Lokasi KEK


Rencana Induk Nasional Kawasan Ekonomi Khusus (RINKEK) merupakan
bagian terpenting dari rencana pengaturan ruang nasional jangka panjang untuk
penyelenggaraan KEK yang berupa indikasi potensi lokasi KEK yang menjadi
pedoman pengembangan bertahap infrastruktur penunjangnya, analisa kesesuaian
lokasi untuk usulan KEK, dan pemberian fasilitas KEK.
Prinsip utama dalam penyusunan Rencana Induk Nasional KEK adalah:
(1) Mengoptimalkan penataan ruang : (a) meningkatkan efisiensi/mengurangi
biaya produksi dan distribusi/ meningkatkan daya saing usaha KEK; dan (b)
mencegah/membatasi dampak lingkungan langsung dan tidak langsung akibat
KEK, agar tercapai kegiatan ekonomi berkelanjutan.
(2) Bersikap netral, artinya tidak ada keberpihakan suku, golongan, kelompok,
kecuali yang telah diarahkan dalam RPJM : (a) mendahulukan yang
berdampak besar pada pengentasan kemiskinan; dan (b) mengutamakan
tumbuhnya lokus pertumbuhan baru.
Kebijakan penyusunan RINKEK adalah pengembangan KEK melalui peningkatan
investasi, yang dapat berdampak untuk :
(1) menciptakan lapangan kerja serta memperluas multiplier efek;
(2) menciptakan lokus baru; dan
(3) mengoptimalkan pemrosesan/pengolahan potensi sumber daya alam/lokal
didalam negeri untuk meningkatkan value added.
Prinsip pengembangan indikasi lokasi kegiatan KEK meliputi peningkatan daya
saing dan perhatian terhadap keterbatasan sumber daya lingkungan. Hasil indikasi
lokasi pengembangan KEK (selain pariwisata) di Indonesia dapat dilihat dalam
Gambar 3.28. Sedangkan indikasi lokasi pengembangan KEK pariwisata wilayah
Indonesia dapat dilihat dalam Gambar 3.29. Konsep peningkatan daya saing
meliputi: (1) transportasi (weight gaining/weight losing /transhipment point);

III-47
LAPORAN AKHIR
Studi Tinjau Ulang Tatrawil Propinsi Jawa Timur dalam Mendukung
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi

Sumber : Sekretariat Dewan Nasional KEK (2012)


Gambar 3.28. Hasil indikasi lokasi pengembangan KEK (selain pariwisata) di Indonesia

III-48
LAPORAN AKHIR
Studi Tinjau Ulang Tatrawil Propinsi Jawa Timur dalam Mendukung
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi

Sumber : Sekretariat Dewan Nasional KEK (2012)


Gambar 3.29. Hasil indikasi lokasi pengembangan KEK pariwisata di Indonesia

III-49
LAPORAN AKHIR
Studi Tinjau Ulang Tatrawil Propinsi Jawa Timur dalam Mendukung
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi

(2) ketersediaan SDM (tenaga terampil/tenaga ahli); dan (3) aglomerasi dan
lokalisasi. Konsep perhatian terhadap keterbatasan sumber daya
lingkungan meliputi: (1) rendah polusi; (2) sedikit penggunaan air; (3) kepadatan
penduduk; dan (4) sumber terbarukan. Berdasarkan indikasi lokasi pengembangan
KEK maka disusunlah RINKEK, yang langkah-langkah penyusunannya dapat
dilihat dalam Gambar 3.30.

Sumber: Sekretariat Dewan nasional KEK (2012)


Gambar 3.30. Langkah-langkah penyusunan RINKEK

Langkah-langkah penyusunan RINKEK dapat dijelaskan sebagai berikut :


(1) Langkah awal penyusunan RINKEK dimulai dari fokus kegiatan ekonomi
yang disepakati dalam MP3EI, antara lain: (a) sektor pertambangan dan
pertanian; (b) sektor industri pengolahan dan industri unggulan provinsi;
dan (c) sektor yang menjadi rekomendasi dari JICA, antara lain : pariwisata

III-50
LAPORAN AKHIR
Studi Tinjau Ulang Tatrawil Propinsi Jawa Timur dalam Mendukung
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi

dan transportasi. Sektor pertambangan dan pertanian menghasilkan industri


yang berbasis sumber daya mineral dan pertanian. Sedangkan sektor industri
pengolahan dan industri unggulan provinsi menghasilkan Daftar Potensi
Pengolahan dalam KEK.
(2) Langkah kedua adalah mencermati Potensi Kegiatan dalam KEK yang
meliputi: industri pengolahan, logistik, jasa ekspor-impor, jasa pendukung
per wilayah yang mempertimbangkan aspek efisiensi (transportasi, proses,
aglomerasi/lokalisasi, dan sumber bahan).
(3) Langkah ketiga menyusun Indikasi Potensi Kegiatan dalam KEK (per
wilayah) yang mempertimbangkan hal-hal khusus, seperti kebutuhan air dan
listrik, polusi, bencana alam, serta sosial dan keamanan.
Dari langkah pertama hingga langkah ketiga dapat tersusun Peta Indikasi Potensi
Kegiatan dalam KEK (per wilayah) sebagaimana dapat dilihat dalam Gambar
3.31. Peta indikasi potensi kegiatan KEKmerekomendasikan 65 KEK yang
tersebar hampir di semua provinsi. Berdasarkan peta tersebut maka ruang lingkup
pengembangan KEK meliputi :
(1) Dimensi spasial, lebih fokus pada : (a) regional homogenous karakteristik
ekonomi (tidak berbasis wilayah administrasi); (b) cenderung pendekatan
pulau dan kepulauan besar.
(2) Dimensi waktu : (a) sampai tahun 2015, kebijakan mengutamakan
penguatan efficiency enhancement dan quick gain; (b) sampai tahun 2020,
kebijakan mengutamakan penguatan innovation driver; dan (c) sampai tahun
2025 : kebijakan mengutamakan ekonomi berkelanjutan.
Untuk mewujudkan tujuan dan sasaran KEK maka perlu dibuat keterkaitan
industri, lokasi, dan KEK, yang memerlukan dukungan jasa transportasi dan
logistik agar terjadi keseimbangan distribusi barang dan jasa KEK. Keterkaitan
tersebut dapat dilihat dalam Gambar 3.32. KEK harus dapat menarik investasi
asing sehingga mampu menjawab problematika investasi serta menjanjikan
peningkatan daya saing nasional maupun internasional. Sebaran investasi di
Indonesia saat ini masih terpusat di Kawasan Barat Indonesia (KBI) khususnya
Sumatera-Jawa-Bali untuk PMDN dan Jawa-Bali untuk PMA sebagaimana dapat
dilihat dalam Gambar 3.33.

III-51
LAPORAN AKHIR
Studi Tinjau Ulang Tatrawil Propinsi Jawa Timur dalam Mendukung
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi

Sumber: Sekretariat Dewan nasional KEK (2012)


Gambar 3.31. Pemetaan wilayah Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) di Indonesia

III-52
LAPORAN AKHIR
Studi Tinjau Ulang Tatrawil Propinsi Jawa Timur dalam Mendukung
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi

Sumber: Sekretariat Dewan nasional KEK (2012)


Gambar 3.32. Keterkaitan industri, lokasi, dan kegiatan KEK

Sumber: Sekretariat Dewan nasional KEK (2012)


Gambar 3.33. Sebaran investasi PMDN dan PMA saat ini

3.4.4. Indikasi Kegiatan KEK di Wilayah Jawa-Bali

Indikasi pengembangan wilayah KEK dibagi menjadi 6 (enam) wilayah, yaitu (1)
Wilayah Papua - Kep. Maluku; (2) Wilayah Sulawesi; (3) Wilayah Kalimantan;
(4) Wilayah Nusa Tenggara; (5) Wilayah Jawa-Bali; dan (6) Wilayah Sumatera.
Secara nasional indikasi kegiatan yang akan dikembangkan di wilayah KEK
adalah perikanan; nikel; minyak dan gas bumi; pertanian pangan; perkayuan;
kakao; makanan dan minuman; perkapalan; logistik; litbantek (penelitian dan

III-53
LAPORAN AKHIR
Studi Tinjau Ulang Tatrawil Propinsi Jawa Timur dalam Mendukung
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi

bantuan teknik); kelapa sawit; karet; batu bara; bauksit; kimia dasar; peternakan;
tembaga berupa industri hulu dan antara; kerajinan; transportasi; telematika;
tekstil; dan besi baja. Wilayah Jawa dan Bali merupakan wilayah yang memiliki
potensi besar dalam hal penduduk dan industri serta pusat birokrasi Pemerintah
Pusat yang didukung oleh infrastruktur wilayah yang lebih komprehensif seperti
jaringan jalan raya dan KA, angkutan laut dan udara, serta angkutan
penyeberangan. Kondisi tersebut yang sangat kuat mengindikasikan bahwa
hampir 61,0% Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) dan hampir 92,0%
Penanaman Modal Asing (PMA) berada di wilayah Jawa dan Bali, sehingga
memerlukan dukungan infrastruktur transportasi yang handal, efektif dan efisien,
serta berkelanjutan. Sebaran indikasi kegiatan KEK yang akan dikembangkan di
wilayah Jawa-Bali dapat dilihat dalam Gambar 3.34.

Sumber: Sekretariat Dewan nasional KEK (2012)


Gambar 3.34. Indikasi kegiatan KEK yang dikembangkan di wilayah Jawa-Bali

Indikasi kegiatan KEK yang akan dikembangkan di Jawa-Bali dikelompokkan


menjadi 5 (lima) wilayah, yaitu; (1) Jabodetabek dan Bandung; (2) Jawa Bagian
Barat, Tengah dan Timur; (3) Kawasan Selat Sunda; (4) Gerbangkertosusilo; dan
(5) Bali-Lombok, yang dapat dijelaskan sebagai berikut :

III-54
LAPORAN AKHIR
Studi Tinjau Ulang Tatrawil Propinsi Jawa Timur dalam Mendukung
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi

(1) Indikasi kegiatan yang akan dikembangkan di wilayah Jabodetabek dan


Bandung adalah kegiatan : (a) transportasi berupa industri komponen dan
produk akhir; (b) telematika berupa industri komponen dan produk akhir; (c)
logistik; dan (d) litbantek.
(2) Indikasi kegiatan Jawa Bagian Barat, Tengah dan Timur adalah kegiatan: (a)
tekstil berupa industri produk akhir (garmen); (b) makanan dan minuman
berupa industri produk akhir; dan (c) kerajinan.
(3) Indikasi kegiatan di Kawasan Selat Sunda adalah kegiatan: (a) besi baja
berupa industri hulu, antara, komponen dan produk akhir; (b) perkapalan
berupa industri hulu, antara, komponen dan produk akhir; dan (c) kimia dasar
berupa industri hulu dan antara.
(4) Indikasi kegiatan yang akan dikembangkan di wilayah Gerbangkertosusilo
adalah kegiatan: (a) transportasi berupa industri komponen dan produk akhir;
(b) telematika berupa industri komponen dan produk akhir; (c) perkapalan
berupa industri komponen dan produk akhir; (d) kimia dasar berupa industri
hulu dan antara; (e) logistik; dan (f) litbantek.
(5) Indikasi kegiatan yang akan dikembangkan di wilayah Bali-Lombok adalah
kegiatan: (a) perikanan berupa industri produk akhir; (b) peternakan berupa
indusri produk akhir; (c) makanan dan minuman berupa industri produk akhir
dan (d) kerajinan.

3.4.5. Indikasi Kegiatan KEK di Provinsi Jawa Timur


Berdasarkan program kerja Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian yang
mendasarkan pemberlakuan Undang-Undang RI Nomor 39 Tahun 2009 tentang
KEK, Provinsi Jawa Timur memiliki 4 (empat) usulan KEK yang meliputi : (1)
Kawasan Industri Lamongan di Kabupaten Lamongan; (2) Kawasan Industri
Gemopolis di Kabupaten/Kota Sidoarjo; (3) Pulau Madura, dan (4) Kali Lamong
di Kota Surabaya sebagaimana dapat dilihat dalam Gambar 3.35. Keempat
usulan KEK tersebut sangat mendukung KPI-MP3EI di Provinsi Jawa Timur
kecuali Pulau Madura. Saat ini Pemerintah bersama Pemerintah Provinsi Jawa
Timur telah menyiapkan penataan ruang pasca pembangunan Jembatan Suramadu
yang berupa Rencana Induk Percepatan Pembangunan Wilayah Suramadu dan
Rencana Strategis Badan Pengembangan Wilayah Suramadu (BPWS) 2010-2014.

III-55
LAPORAN AKHIR
Studi Tinjau Ulang Tatrawil Propinsi Jawa Timur dalam Mendukung
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi

Sumber : RTRWP Jawa Timur dan Sekretariat Dewan Nasional KEK (2012), diolah konsultan
Gambar 3.35. Peta sebaran usulan KEK Jawa Timur

3.4.6. Pengembangan KEK Pulau Madura yang Mendukung KPI-MP3EI

Usulan pembentukan KEK Pulau Madura dilatarbelakangi kepentingan


pengembangan wilayah Madura beserta hinterland-nya pasca pembangunan
Jembatan Madura sebagai satu-kesatuan dalam pengembangan wilayah Provinsi
Jawa Timur, sehingga diprediksi akan terjadi pergeseran simpul-simpul kegiatan
ekonomi wilayah. Sementara saat ini kondisi infrastruktur Pulau Madura belum
didukung rencana pengembangan wilayah yang sinergis dan komprehensif
sehingga tidak menarik bagi investor untuk membangun lokasi perindustrian
maupun pariwisata. Kondisi eksisting infrastruktur Pulau Madura dapat dilihat
dalam Gambar 3.36. Oleh karenanya saat ini Pemerintah dan Pemerintah Jawa
Timur telah menyiapkan penyusunan Rencana Induk Percepatan Pengembangan
Wilayah Suramadu, yang meliputi pengembangan wilayah khusus :
(1) KKJSS = Kawasan Kaki Jembatan Suramadu Sisi Surabaya;
(2) KKJSM = Kawasan Kaki Jembatan Suramadu Sisi Madura; dan
(3) KKM = Kawasan Khusus di Pantai Utara dan Selatan Madura.

III-56
LAPORAN AKHIR
Studi Tinjau Ulang Tatrawil Propinsi Jawa Timur dalam Mendukung
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi

Ketiga kawasan tersebut tersebar dalam bentuk simpul-simpul kawasan


sebagaimana dapat dilihat dalam Gambar 3.37 dan Tabel 3.5. Infrastruktur jalan
masih menunjukkan kesenjangan antara kawasan pantai utara dan pantai selatan
Madura karena disparitas spasial yang tajam sehingga berdampak terjadinya
disparitas sektoral, status, dan modernitas.

Sumber : Rencana Induk Percepatan Pengembangan Wilayah Suramadu (2012)

Gambar 3.36. Kondisi eksisting infrastruktur Pulau Madura

Sumber : Rencana Induk Percepatan Pengembangan Wilayah Suramadu (2012)


Gambar 3.37. Pemetaan kawasan potensial di Pulau Madura

III-57
LAPORAN AKHIR
Studi Tinjau Ulang Tatrawil Propinsi Jawa Timur dalam Mendukung
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi

Tabel 3.5. Kawasan potensial dan sektor strategis di Pulau Madura


SURABAYA BANGKALAN SAMPANG PAMEKASAN SUMENEP

Kawasan I Kawasan II Kawasan VII Kawasan XII Kawasan XVI


KKJSS KKJSM Pariwisata, Agro/Perkebunan, Industri Pertanian, Perkebunan, Perikanan Pertanian, Perkebunan, Perikanan,
Perdagangan Industri, Perdagangan Jasa, Besar (Kec Ketapang, Banyuates, (Kec. Waru, Pengantenan, Kadur, Pertambangan, Industri dan Wisata
Jasa, Permukiman, Wisata Tambelangan) Pakong) (Kec. Rubaru, Pasongsongan, Ambunten,
Permukiman, (Kec. Labang, Tragah) Dasuk)
Wisata
(Kec. Kawasan III Kawasan VIII Kawasan XIII Kawasan XVII
Kenjeran) Socah-Industri, Perdagangan Pariwisata, industri, perdagangan jasa, Industri, Pergudangan, Perdagangan Jasa Perikanan, Wisata, Pertambangan
Jasa (Kec. Socah) perikanan dan pertambangan (Kec. Pasean, Batumarmar) (Kec. Batu Putih
(Kec. Sokobanah, Ketapang) Kecamatan Batang – Batang
Kecamatan Dungkek

Kawasan IV Kawasan IX Kawasan XIV Kawasan XVIII


Pertanian Pangan, Perkebunan, Industri kecil dan pertambangan Pariwisata (Kec. Pamekasan, Tlanakan, Perdagangan Jasa, Industri, Wisata, Perikanan,
Perikanan (Kec. Burneh, Geger, (Kec. Robatal, Kedungdung) Pademawu, Larangan) Pertambangan (Kec. Sumenep, Saronggi,
Galis, Tanah Merah, Bangkalan) Kalianget, Talango)

Kawasan V Kawasan X Kawasan XV Kawasan XIX


Industri, pergudangan, Pariwisata, Industri, perdagangan jasa Industri & pergudangan, perdag jasa, Perdagangan Jasa, Wisata, Industri
perdagangan jasa dan migas (Kec. Camplong, Sampang, perikanan , kelautan (Kec. Pragaan, Bluto)
(Kec. Klampis, Arosbaya) Sreseh, Pengarengan (Kec. Tlanakan, Pademawu, Galis,
Larangan)

Kawasan VI Kawasan XI Kawasan XX


Pertanian pangan, perkebunan, Pertambangan, Pariwisata, Perikanan Peternakan, Perikanan, Wisata, Pertambangan,
pertambangan (Kec. Kokop, (Pulau Mandangin) Perdagangan Jasa (Kec. Arjasa, Kangayan,
Konang, Geger) Sapeken)

Kawasan XXI
Peternakan, Perikanan, Perdagangan Jasa
(Kec. Nonggunong, Gayam, Ra‟as)

Kawasan XXII
Pertambangan (Kec. Masalembu, Giligenting)
Sumber: Rencana Induk Percepatan Pengembangan Wilayah Suramadu (2012)

III-58
LAPORAN AKHIR
Studi Tinjau Ulang Tatrawil Propinsi Jawa Timur dalam Mendukung
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi

Visi Rencana Induk Percepatan Pengembangan Wilayah Madura adalah


terwujudnya wilayah Suramadu sebagai pusat pertumbuhan ekonomi Jawa Timur
dan sebagai simpul transportasi nasional yang tetap dapat mempertahankan nilai
budaya yang hidup dalam masyarakat. Untuk mencapai visi tersebut, maka misi
yang harus dilaksanakan adalah :
(1) Mengembangkan kawasan potensial untuk mendorong pertumbuhan ekonomi
wilayah dan sekaligus meningkatkan pemerataan perkembangan antar
wilayah;
(2) Mengembangkan kegiatan sektor produktif pada masing-masing kawasan
yang didukung oleh potensinya dan mempunyai pengaruh kuat terhadap
pengembangan wilayah sekitarnya;
(3) Mengembangkan infrastruktur untuk mendukung sektor pada kawasan-
kawasan dan untuk mendukung kelancaran arus barang antar kawasan;
(4) Mengembangkan kawasn industri dan jasa yang kompetitif pada skala dunia;
(5) Mengembangkan infrastruktur dan kawasan untuk meningkatkan kualitas tata
ruang dengan prinsip pembangunan berkelanjutan;
(6) Meningkatkan kemampuan SDM dengan tetap mempertahankan nilai budaya
dan agama yang hidup dalam masyarakat;
(7) Mengelola infrastruktur untuk menjamin kehandalannya; dan
(8) Mengembangkan sistem perizinan dan pelayanan publik yang cepat dan
transparan.
Upaya untuk melaksanakan misi Rencana Induk Percepatan Pengembangan
Wilayah Suramadu maka disusun kerangka dasar pengembangan infrastruktur
wilayah Suramadu sebagaimana disajikan dalam Gambar 3.38. Kerangka dasar
tersebut lebih mengedepankan keseimbangan wilayah Pulau Madura yang
menjadi satu kesatuan dengan wilayah Surabaya, antara lain : pengembangan
Pelabuhan Utama Tanjung Bulupandan di Kabupaten Bangkalan untuk
mengurangi overcapacity Pelabuhan Utama Tanjung Perak di Surabaya,
pembangunan terminal tipe A di Burneh bangkalan dan Sumenep, peningkatan
penyeberangan dari Sumenep ke kepulauan Sapudi dan Kangean, peningkatan
Bandara Trunojoyo dan bandara perintis di kepulauan Pagerungan Besar.
Peningkatan pelayanan simpul beserta jaringan transportasi tersebut untuk

III-59
LAPORAN AKHIR
Studi Tinjau Ulang Tatrawil Propinsi Jawa Timur dalam Mendukung
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi

mendukung distribusi pariwisata, industri, perdagangan/jasa, agro/perkebunan,


pertanian pangan, pertambangan/migas, perikanan, dan pekernakan, sebagai upaya
meningkatkan IPM dan kesejahteraan hidup penduduk Pulau Madura untuk
mendukung percepatan pembangunan ekonomi melalui KPI-MP3EI dan MP3KI.
Rencana percepatan pengembangan infrastruktur wilayah Suramadu dapat dilihat
dalam Gambar 3.39.

Sumber: Rencana Induk Percepatan Pengembangan Wilayah Suramadu (2012)


Gambar 3.38. Kerangka dasar pengembangan infrastruktur wilayah Suramadu

Sumber: Rencana Induk Percepatan Pengembangan Wilayah Suramadu (2012)


Gambar 3.39. Rencana percepatan pengembangan infrastruktur wilayah
Suramadu

III-60
LAPORAN AKHIR
Studi Tinjau Ulang Tatrawil Propinsi Jawa Timur dalam Mendukung
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi

Rencana induk percepatan pengembangan wilayah Suramadu tersebut juga


didukung oleh fasilitasi dan stimulasi percepatan pertumbuhan ekonomi
masyarakat Jawa Timur, antara lain dengan :
(1) Fasilitasi pembangunan jalan akses menuju jembatan tol Suramadu di wilayah
sisi Surabaya maupun di wilayah sisi Madura;
(2) Fasilitasi pembangunan jalan pantai utara Madura (Bangkalan-Sumenep);
(3) Fasilitasi pembangunan jalan lintas selatan Madura (Bangkalan-Sumenep);
(4) Fasilitasi pembangunan jalan penghubung pantai utara Madura dengan lintas
selatan Madura;
(5) Fasilitasi pembangunan infrastruktur perhubungan antar wilayah kepulauan;
(6) Fasilitasi pengembangan SDM dalam rrangka industrilisasi di Pulau Madura;
(7) Fasilitasi penyediaan infrastruktur air baku, air minum, sanitasi, energi, dan
telekomunikasi.
Berkaitan dengan dengan program percepatan pembangunan ekonomi Provinsi
Jawa Timur untuk wilayah Suramadu tersebut, maka rencana induk percepatan
pengembangan wilayah Suramadu telah menyusun kebutuhan peningkatan
infrastruktur transportasi wilayah sebagai berikut :
(1) Pengembangan infrastruktur jalan, meliputi :
(a) Pengembangan jalan lintas utara untuk mendukung perkembangan
kawasan wisata dan industri di Pantai Utara serta untuk menghubungkan
kawasan di pantai utara dengan Pelabuhan Peti Kemas;
(b) Pengembangan lintas tengah selatan untuk mendukung pusat – pusat
permukiman utama;
(c) Pengembangan lintas selatan (Sampang – Bangkalan) untuk mendukung
kawasan pantai selatan;
(d) Pengembangan jalan penghubung lintas utara dengan lintas selatan di
Kabupaten Sampang, Pamekasan dan Sumenep untuk meningkatkan
keterkaitan kawasan – kawasan di pantai utara dan pantai selatan;
(e) Pengembangan jalan bebas hambatan dari Jembatan Tol Suramadu ke
Pelabuhan Peti Kemas di Pantai Utara Bangkalan untuk mendukung
pengembangan KKJSM dan KKM termasuk Pelabuhan Peti Kemas

III-61
LAPORAN AKHIR
Studi Tinjau Ulang Tatrawil Propinsi Jawa Timur dalam Mendukung
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi

(2) Pengembangan prasarana perhubungan, meliputi :


(a) Pembangunan pelabuhan peti kemas di pantai utara Madura;
(b) Pengembangan pelabuhan regional/pengumpan di Kabupaten Sampang,
Pamekasan dan Sumenep;
(c) Peningkatan Kapasitas Bandar Udara Trunojoyo.
(3) Pengembangan prasarana perhubungan di pulau-pulau kecil, seperti : Pulau
Kangean, Pulau Paliat, Kepulauan Pagerungan, Pulau Sapekan, Pulau
Sepanjang, Pulau Raas, Pulau Sapudi, Pulau Gili Yang, Pulau Puteran, Pulau
Gili Genteng dan Pulau Gili Raja.

3.4.7. Arah Pengembangan KEK Jawa Timur yang Difasilitasi KPI-MP3EI


Beberapa usulan KEK di Jawa Timur yang difasilitasi MP3EI 2011-2025 adalah
KEK Kawasan Industri Lamongan, KEK Kawasan Gemopolis-Sidoarjo, dan KEK
Kali Lamong-Surabaya.

A. Usulan KEK kawasan industri Lamongan


Kegiatan KEK di Kabupaten Lamongan adalah KEK yang berbasis pada
kemaritiman yang didukung oleh Kawasan Industri Lamongan (KIL). Wilayah
utara Kabupaten Lamongan khususnya Kecamatan Brondong sebagai KEK sektor
industri maritim yang segera dikembangkan. KEK industri maritim akan
difokuskan pada industri perkapalan dan sarana lepas pantai mulai dari
penyediaan bahan baku, teknologi produksi, reparasi/pemeliharaan, pemasaran
baik untuk pasar dalam negeri maupun ekspor. Kegiatan pendukung lain yang
akan dikembangkan di wilayah Kabupaten Lamongan berdasarkan RTRWP Jawa
Timur adalah kegiatan:
(1) pengembangan sumber dan prasarana minyak dan gas bumi;
(2) Pembangunan dan peningkatan Sarana KA Komuter / Regional Surabaya -
Lamongan - Bojonegoro.
(3) Pembangunan Pelabuhan Laut Brondong-Lamongan
(4) Pembangunan Perpanjangan Breakwater Sisi Barat Pelabuhan
Penyeberangan Paciran Kabupaten Lamongan
Lamongan juga ditetapkan sebagai kawasan minapolitan budidaya ikan di
Kecamatan Glagah dan minapolitan perikanan tangkap di Brondong dan Paciran.
Wilayah tersebut akan menjadi kawasan Pusat Pelatihan Mandiri Kelautan

III-62
LAPORAN AKHIR
Studi Tinjau Ulang Tatrawil Propinsi Jawa Timur dalam Mendukung
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi

Perikanan (P2MKP), yakni menjadi inkubator bagi bisnis kelautan dan perikanan
(Kementerian Kelautan dan Perikanan , 2012). Beberapa isu pembangunan
infrastruktur di kabupaten Lamongan dalam mendukung penataan transportasi
wilayah Provinsi Jawa Timur :
(1) Pembangunan bandara internasional sebagai alternatif dari Bandara Juanda;
(2) Pembangunan Pelabuhan Brondong sebagai pelabuhan pengumpul;
(3) Pengembangan terminal penumpang tipe B menjadi tipe A di Paciran;
(4) Pembangunan pelabuhan penyeberangan Paciran; dan
(5) Pembangunan terminal antarmoda di Paciran.

B. Usulan KEK Gemopolis-Sidoarjo


Provinsi Jawa Timur mengajukan Kabupaten Sidoarjo menjadi KEK untuk
memproduksi perhiasan emas (gemopolis) sehingga dapat memacu industri
perhiasan emas yang bersaing dengan India. Jawa Timur merupakan barometer
industri perhiasan nasional (gemopolis). Data APEPI (Asosiasi Pengusaha Emas
dan Perhiasan Indonesia) menunjukkan bahwa dari sekitar 45 ton perputaran emas
Indonesia tahun 2003, hampir 70,0 % berada di Jawa Timur khususnya Surabaya.
Selain itu Jawa Timur memiliki 43 sentra industri perhiasan, tersebar di 16
kabupaten/kota dengan jumlah unit usaha sebanyak 1.378 unit dan menyerap
tenaga kerja 4.451 orang serta ditunjang oleh 123 IK (induk kegiatan, yang tidak
terpusat) dan 19 IMB.
Untuk menangkap peluang pasar produk perhiasan di pasar ekspor serta didukung
potensi sumber daya alam, pemerintah Provinsi Jawa Timur menerapkan strategi
peningkatkan daya saing melalui peningkatan mutu, kemampuan produksi, desain
dan standar pengasahan perhiasan, mengikuti pameran-pameran di dalam negeri
maupun di negara-negara pusat produksi dan perdagangan dunia, pengembangan
sentra perhiasan dan batu mulia potensial, pengembangan teknologi pengolahan,
pengembangan klaster perhiasan melalui pembangunan pusat perdagagan emas
Jawa Timur (empire pelace) serta program gemopolis yang akan menjadikan
Surabaya sebagai pusat industri perhiasan dunia.
Berkaitan dengan potensi gemopolis di Sidoarjo dan Surabaya maka dapat
dijadikan salah satu wilayah destinasi wisata perhiasan emas bertaraf nasional

III-63
LAPORAN AKHIR
Studi Tinjau Ulang Tatrawil Propinsi Jawa Timur dalam Mendukung
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi

maupun internasional sehingga perlu diberikan kemudahan akses wilayah dalam


bentuk pengembangan jaringan jalan dan perkeretaapian.

C. Usulan KEK Kali Lamong-Surabaya


Pelabuhan Tanjung Perak merupakan pelabuhan kedua terbesar di Indonesia yang
sangat potensial dalam mendukung arus barang dari dan ke wilayah bagian Timur
Indonesia. Kapasitas terpasang pelabuhan Tanjung Perak diperkirakan dapat
melayani arus barang sebesar  30 juta ton, realisasi arus barang pada tahun 2010
sebanyak ±30 juta ton, sehingga mengakibatkan banyaknya antrian kapal untuk
bersandar di pelabuhan Tanjung Perak (waiting time rata-rata 4,0 jam). Kondisi
tersebut dikhawatirkan dapat menyebabkan stagnasi dan berdampak negatif citra
pelabuhan di Indonesia terhadap dunia internasional. Kapasitas terpasang di
Terminal Petikemas Surabaya (TPS) dan dermaga konvensional diperkirakan
maksimum dapat menampung arus petikemas sebanyak 2,4 juta TEUs, realisasi
arus peti kemas untuk internasional dan domestik pada tahun 2010 telah mencapai
2,10 TEU‟s ( + 87,5 % dari kapasitas terpasang), sehingga diperlukan
penambahan fasilitas/pelabuhan baru yaitu Terminal Multipurpose. Sementara itu,
lahan untuk pengembangan yang ada di Pelabuhan Tanjung Perak sudah sangat
terbatas, sehingga upaya pengembangan Pelabuhan Tanjung Perak direncanakan
akan dilakukan di daerah Teluk Lamong.
Kawasan Teluk Lamong saat ini telah menjadi salah satu KEK di Provinsi Jawa
Timur dengan fokus pengembangan kawasan Kali Lamong-Surabaya untuk
mendukung pengembangan Pelabuhan Teluk Lamong sebagai pelabuhan
internasional. Pengembangan kawasan Kali Lamong akan meningkatkan aktivitas
dan pergerakan penumpang dan barang di daerah tersebut sehingga aksesibilitas
dan pelayanan jaringan transportasi wilayah menuju kawasan tersebut harus
menjadi perhatian penting dalam sistem transportasi wilayah Jawa Timur.

3.4.8. IPM Provinsi Jawa Timur dan Daya Saing Global


Pengembangan KEK di suatu wilayah diharapkan dapat mendorong daya saing
Indonesia di dunia internasional, dalam penilaian aspek : pengelolaan
kelembagaan, pengembangan infrastruktur, capaian ekonomi makro dan
lingkungan, kesehatan dan pendidikan primer, pendidikan dan pelatihan, efisiensi
distribusi barang, efisiensi distribusi tenaga kerja, perkembangan pasar keuangan,

III-64
LAPORAN AKHIR
Studi Tinjau Ulang Tatrawil Propinsi Jawa Timur dalam Mendukung
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi

kesiapan teknologi, pangsa pasar, kepuasan bisnis, dan inovasi. Nilai CGI (Global
Competitiveness Index) Indonesia untuk semua aspek tersebut adalah 4,4
mendekati rata-rata ASEAN sebesar 4,5; dan jauh lebih baik daripada India dan
Vietnam. Beberapa aspek yang nilai CGI-nya cukup rendah adalah persiapan
penerapan teknologi, kondisi kualitas infrastruktur, dan kekurangan inovasi.
Daftar CGI tahun 2010-2011 selengkapnya dapat dilihat dalam Gambar 3.40.
Berdasarkan nilai CGI Indonesia yang jauh di bawah Singapura dan Malaysia,
maka pemerintah perlu memperhatikan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) /
Human Development Index (HDI) . IPM adalah pengukuran perbandingan dari
harapan hidup, melek huruf, pendidikan dan standar hidup untuk semua negara
seluruh dunia. IPM digunakan untuk mengklasifikasikan apakah suatu daerah atau
wilayah dikategorikan maju, berkembang atau negara terbelakang, dan juga IPM
untuk mengukur pengaruh dari kebijaksanaan ekonomi terhadap kualitas hidup.
Makin baik nilai IPM suatu wilayah tentunya akan berpengaruh terhadap capaian
CGI yang makin besar. IPM penduduk Indonesia mengalami peningkatan yang
tidak terlalu signifikan dalam kurun sepuluh tahun terakhir, sebagaimana dapat
dilihat pada Tabel 3.5. Peningkatan nilai IPM penduduk Indonesia sekitar 7 poin
dari 64,3 pada tahun 1999 menjadi 71,76 pada tahun 2010. Peningkatan IPM yang
terjadi di Jawa Timur lebih besar dari peningkatan rata-rata IPM nasional yaitu
sebesar 9,3 poin dari 61,8 (1999) menjadi 71,06 (2010). Peringkat IPM Jawa
Timur juga mengalami peningkatan dari peringkat 22 menjadi peringkat 18,
meskipun begitu nilai IPM di JawaTimur masih berada di bawah rata-rata IPM
nasional. Nilai IPM mengindikasikan daya saing suatu wilayah yang dapat
dipertimbangkan dalam capaian pemerataan pembangunan infrastruktur sehingga
IPM setiap wilayah di Indonesia meningkat secara merata.

IPM juga dapat digunakan sebagai indikator dari suatu wilayah dapat
dikategorikan sebagai wilayah yang tertinggal atau sudah maju. Pola distribusi
hasil-hasil capaian MP3EI melalui program MP3KI ke depan di Jawa Timur dapat
dilakukan dengan pola sebaran IPM di tiap kabupaten/kota. Pemetaan IPM tiap
kabupaten/kota juga dapat mengilhami penting atau tidaknya pembangunan
infrastruktur transportasi wilayah agar peningkatan kesejahteraan hidup dapat
dipercepat.

III-65
LAPORAN AKHIR
Studi Tinjau Ulang Tatrawil Propinsi Jawa Timur dalam Mendukung
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi

Sumber : Sumber: Sekretariat Dewan nasional KEK (2012)


Gambar 3.40. Daya saing Indonesia dalam GCI (Global Competitiveness Index)

III-66
LAPORAN AKHIR
Studi Tinjau Ulang Tatrawil Propinsi Jawa Timur dalam Mendukung
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi

Tabel 3.5. Nilai Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia


1999 2010
No Provinsi
IPM Ranking IPM Ranking
Indonesia (BPS) 64,3 71,76
1 Nanggroe Aceh Darussalam 65,3 12 71.31 17
2 Sumatera Utara 66,6 8 73.80 8
3 Sumatera Barat 65,8 9 73.44 9
4 Riau 67,3 4 75.60 3
5 Jambi 65,4 11 72.45 13
6 Sumatera Selatan 63,9 16 72.61 10
7 Bengkulu 64,8 13 72.55 12
8 Lampung 63,0 18 70.93 21
9 Bangka Belitung - - 72.55 11
10 Kepulauan Riau - - 74.54 6
11 DKI Jakarta 72,5 1 77.36 1
12 Jawa Barat 64,6 15 71.64 15
13 Jawa Tengah 64,6 14 72.10 14
14 Yogyakarta 68,7 2 75.23 4
15 JawaTimur 61,8 22 71.06 18
16 Banten - - 70.06 23
17 Bali 65,7 10 71.52 16
18 Nusa Tenggara Barat 54,2 26 64.66 32
19 Nusa Tenggara Timur 60,4 24 66.60 31
20 Kalimantan Barat 60,6 23 68.79 28
21 Kalimantan Tengah 66,7 7 74.36 7
22 Kalimantan Selatan 62,2 21 69.30 26
23 Kalimantan Timur 67,8 3 75.11 5
24 Sulawesi Utara 67,1 6 75.68 2
25 Sulawesi Tengah 62,8 20 70.70 22
26 Sulawesi Selatan 63,6 17 70.94 20
27 Sulawesi Tenggara 62,9 19 69.52 25
28 Gorontalo - - 69.79 24
29 Sulawesi Barat - - 69.18 27
30 Maluku 67,2 5 70.96 19
31 Maluku Utara - - 68.63 29
32 Irian Jaya Barat - - 68.58 30
33 Papua 58,8 25 64.53 33
Sumber: Sekretariat Dewan nasional KEK (2012)

III-67
LAPORAN AKHIR
Studi Tinjau Ulang Tatrawil Propinsi Jawa Timur dalam Mendukung
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi

3.5. TELAAH SISTRANAS PADA TATANAN TRANSPORTASI


NASIONAL (TATRANAS)
3.5.1. Perlunya Sistranas pada Tatranas
Keberhasilan pembangunan sangat dipengaruhi oleh peran transportasi sebagai
urat nadi kehidupan politik, ekonomi, sosial budaya, dan pertahanan-keamanan.
Pembangunan sektor transportasi diarahkan pada terwujudnya sistem transportasi
nasional yang efektif dan efisien dalam menunjang dan sekaligus menggerakkan
dinamika pembangunan, membangun mobilitas manusia, barang dan jasa,
mendukung pola distribusi nasional serta mendukung pengembangan wilayah dan
peningkatan hubungan internasional yang lebih memantapkan perkembangan
kehidupan berbangsa dan bernegara dalam rangka perwujudan Negara Kesatuan
Republik Indonesia.

Perwujudan sistem transportasi nasional yang efektif dan efisien menghadapi


berbagai tantangan, peluang dan kendala sehubungan dengan adanya perubahan
lingkungan yang dinamis seperti otonomi daerah, globalisasi ekonomi, perubahan
perilaku permintaan jasa transportasi, kondisi politik, perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi, kepedulian pada kelestarian lingkungan hidup serta
adanya keterbatasan sumber daya. Untuk mengantisipasi kondisi tersebut, sistem
transportasi nasional perlu terus ditata dan disempurnakan dengan dukungan
sumber daya manusia yang berkualitas, sehingga terwujud keterpaduan antar dan
intra moda transportasi, dalam rangka memenuhi kebutuhan pembangunan,
tuntutan masyarakat serta perdagangan nasional dan internasional dengan
memperhatikan kelaikan sarana dan prasarana transportasi.

Berdasarkan kondisi seperti yang disebutkan di atas dan dengan memperhatikan


perkiraan perubahan pola aktivitas, pola pergerakan, serta peruntukan lahan, maka
perlu disusun dokumen Sistem Transportasi Nasional pada Tataran Transportasi
Nasional secara komprehensif berupa jaringan pelayanan dan jaringan prasarana
transportasi nasional jangka menengah dan panjang sebagai salah satu perwujudan
Sistranas dan menjadi pedoman atau acuan pembangunan transportasi wilayah.

III-68
LAPORAN AKHIR
Studi Tinjau Ulang Tatrawil Propinsi Jawa Timur dalam Mendukung
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi

3.5.2. Konsepsi, Landasan, dan Tujuan Sistranas pada Tatranas


Sistranas adalah tatanan transportasi yang terorganisasi secara kesisteman terdiri
dari transportasi jalan, transportasi kereta api, transportasi sungai dan danau,
transportasi penyeberangan, transportasi laut, transportasi udara, serta transportasi
pipa, yang masing-masing terdiri dari sarana dan prasarana, kecuali pipa, yang
saling berinteraksi dengan dukungan perangkat lunak dan perangkat pikir
membentuk suatu sistem pelayanan jasa transportasi yang efektif dan efisien,
berfungsi melayani perpindahan orang dan atau barang, yang terus berkembang
secara dinamis.

Sistranas pada Tatranas adalah tatanan transportasi yang terorganisasi scara


kesisteman, terdiri dari transportasi jalan, transportasi kereta api, transportasi
sungai dan danau, transportasi penyeberangan, transportasi laut, transportasi udara
dan transportasi pipa, yang masing-masing terdiri dari sarana dan prasarana
kecuali pipa, yang saling berinteraksi dengan dukungan perangkat lunak dan
perangkat pikir membentuk suatu sistem pelayanan transportasi yang efektif dan
efisien, yang berfungsi melayani perpindahan orang dan atau barang antar simpul
atau kota nasional, dan dari simpul atau kota nasional ke luar negeri atau
sebaliknya.

Sistranas pada Tatranas diselenggarakan berdasarkan landasan idiil Pancasila,


landasan konstitusional UUD 1945, landasan visional Wawasan Nusantara,
landasan konsepsional Ketahanan Nasional, landasan operasional peraturan
perundangan di bidang transportasi, peraturan perundangan lain yang terkait dan
Sistranas.
Tujuan Sistranas pada Tatranas adalah terwujudnya transportasi yang efektif dan
efisien dalam menunjang dan sekaligus menggerakkan dinamika pembangunan,
meningkatkan mobilitas manusia, barang dan jasa, membantu terciptanya pola
distribusi nasional yang mantap dan dinamis, serta mendukung pengembangan
wilayah, dan lebih memantapkan perkembangan kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara dalam rangka perwujudan wawasan nusantara dan
peningkatan hubungan internasional.

III-69
LAPORAN AKHIR
Studi Tinjau Ulang Tatrawil Propinsi Jawa Timur dalam Mendukung
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi

3.5.3. Pola pikir Sistranas pada Tatranas


Untuk mencapai tujuan Sistranas pada Tatranas, maka digunakan pendekatan
dengan mengikuti pola pikir seperti pada Gambar 3.41, yang bertitik tolak dari
permasalahan adanya kesenjangan antara keadaan transportasi nasional saat ini
dengan keadaaan yang diharapkan terwujud di masa mendatang, dalam rangka
memberikan pelayanan yang efektif dan efisien kepada pengguna jasa
transportasi.
Dalam mencapai keadaan transportasi nasional sebagaimana yang diharapkan,
obyek utamanya adalah jaringan pelayanan dan jaringan prasarana dari setiap
moda trasnportasi yang melayani permintaan pergerakan penumpang dan barang
di Indonesia. Sedangkan subyek yang terlibat antara lain terdiri dari DPR,
Bappenas, Kementerian Perhubungan, Kementerian Pekerjaan Umum,
Kementerian Keuangan, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, asosiasi
di bidang transportasi, konsumen jasa transportasi, serta pihak terkait lainnya.
Metode yang digunakan adalah melalui penetapan berbagai kebijakan yang
selanjutnya dirumuskan dalam beberapa strategi dan setiap strategi dijabarkan
upaya-upaya yang lebih konkrit.
Berbagai instrumental input dan environmental input atau lingkungan strategis
yang mempengaruhi kebijakan, strategi dan upaya pengembangan jaringan
transportasi nasional perlu dipertimbangkan secara komprehensif.
Aspek legalitas yang berpengaruh antara lain peraturan perundangan transportasi,
tata ruang dan otonomi daerah, serta dokumen Sistranas.
Aspek lingkungan strategis baik internasional, regional, maupun nasional yang
meliputi bidang politik, ekonomi, sosial budaya, dan pertahanan keamanan, dapat
berperan sebagai peluang dan kendala.
Sistranas memberikan dasar yuridis yang kuat untuk meyusun Tatanan
Transportasi Nasional (Tatranas) sebagai acuan normatif bagi wilayah dalam
menyiapkan dokumen penataan transportasi wilayah dalam bentuk Tatanan
Transportasi Wilayah (Tatrawil). Sebaliknya Tatrawil harus diawali dengan
keyakinan tidak berbeda pandang terhadap garis-garis besar kebijakan nasional
penataan transportasi dalam Tatranas. Selanjutnya Tatrawil akan menjadi
pedoman bagi penyusunan Tatralok tingakt kabupaten/kota.

III-70
LAPORAN AKHIR
Studi Tinjau Ulang Tatrawil Propinsi Jawa Timur dalam Mendukung
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi

INSTRUMENTAL INPUT
- Pancasila - UU 23/2007 : Perkeretaapian
- UUD 1945 - UU 17/2008 : Pelayaran
- Wawasan nusantaradan - UU 1/2009 : Penerbangan
Ketahanan Nasional - KM 49/2005 : Sistranas
- UU 32/2004 : Pemerintah daerah - PP yang terkait jaringan
- UU 26/2008 : Tata Ruang transportasi
- UU 22/2009 : LLAJ

SUBJEK OBJEK METODA


- DPR
Keterhubungan - Bappenas
&Keterpaduan - Kementerian Perhubungan - Pelayanan Sistranas Sistranas
Transportasi - Jaringan Pelayanan pada yang Efektif
- Kementerian PU - Kebijakan
pada Tataran
- Kementerian Keuangan - Jaringan Prasarana - Strategi Tatranas & Efisien
Nasional Saat
Ini - Kementerian ESDM
- Operator Transportasi
- Stakeholder

PELUANG & TANTANGAN

ENVIRONMENTAL INPUT
Internasional
Nasional
Regional

Sumber: Sistranas pada Tatranas, Balitbang Perhubungan (2012)


Gambar 3.41. Pola pikir Sistranas pada Tatranas

3.5.4. Integrasi Perwujudan Sistranas


Perwujudan Sistranas berupa Tataran Transportasi Nasional (Tatranas), Tataran
Transportasi Wilayah (Tatrawil) dan Tataran Transportasi Lokal (Tatralok).
Tataran transportasi tersebut memuat tatanan mengenai pelayanan, jaringan
pelayanan dan jaringan prasarana transportasi. Keterkaitan ketiga tataran
tersebutsecara terintegrasi menjadi acuan bagi semua pihak terkait dalam
penyelenggaraan dan pembangunan transportasi untuk perwujudan pelayanan
transportasi yang efektif dan efisien baik pada tataran wilayah maupun lokal.
Di dalam undang-undang bidang transportasi diamanahkan penetapan rencana
induk dan tatanan mengenai simpul transportasi. Dokumen-dokumen tersebut
antara lain meliputi :
(1) Rencana Induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, yang diatur dalam
pasal 14 UU Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
(2) Rencana Induk Perkeretaapian Nasional, yang antara lain memuat Tatanan
Perkeretaapian Nasional, diatur dalam pasal 7 UU Nomor 23 Tahun 2007
tentang Perkeretaapian.
(3) Tatanan Kepelabuhan Nasional yang antara lain memuat Rencana Induk
Pelabuhan Nasional sebagaimana diatur dalam pasal 67 UU Nomor 17 Tahun
2008 tentang Pelayaran.

III-71
LAPORAN AKHIR
Studi Tinjau Ulang Tatrawil Propinsi Jawa Timur dalam Mendukung
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi

(4) Tatanan Kebandarudaraan Nasional yang diatur dalam pasal 193 UU Nomor
1 Tahun 2009 tentang Penerbangan.
Integrasi jaringan transportasi sebagaiman diatur dalam rencana induk dan tatanan
tersebut di atas dalam perspektif keterpaduan antarmoda transportasi dimuat di
dalam dokumen Tatranas. Kedudukan Sistranas, Tatranas, serta dokumen terkait
di masing-masing moda transportasi sesuai dengan peraturan perundang-
undangandapat dilihat pada Gambar 3.42.

Sumber: Sistranas pada Tatranas, Balitbang Perhubungan (2012)


Gambar 3.42. Integrasi Perwujudan Sistranas

3.6. TELAAH SISTRANAS PADA TATRAWIL DAN TATRALOK DI


PROVINSI JAWA TIMUR
3.6.1. Perlunya Tatrawil dan Tatralok di Provinsi Jawa Timur yang
Mendukung Sistranas
Transportasi merupakan derived demand dan mempunyai sifat menerus,
mempunyai ciri tidak mengenal batas wilayah administrasi, sehingga tidak bisa
dipenggal atas dasar suatu wilayah administrasi tertentu. Untuk itu dalam
memandang suatu wilayah, transportasi menempatkan wilayah sebagai sarana
untuk mencapai: tujuan adau suatu model untuk mempelajari dunia nyata. Dalam
pandangan ini (pandangan obyektif) daerah dalam terminologi transportasi adalah
suatu metoda klasifikasi suatu alat untuk memisahkan sifat-sifat areal, dimana
satu-satunya daerah alamiah (natural region) hanyalah permukaan bumi tempat

III-72
LAPORAN AKHIR
Studi Tinjau Ulang Tatrawil Propinsi Jawa Timur dalam Mendukung
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi

manusia bermukim. Sebagai akibat dari cakupan wilayah Republik Indonesia


yang cukup luas disertai dengan kondisi geografis yang melekat pada masing-
masing daerah dibutuhkan penyelenggaraan transportasi wilayah yang terpadu
dengan tetap memperhatikan keunggulan komparatif masing-masing daerah.

Konsep tentang daerah sebagai metoda klasifikasi timbul dua fase yang berbeda.
Fase pertama memperlihatkan “daerah formal” berkenaan dengan keseragaman
dan didefinisakan sebagai homogenitas. Sedangkan fase kedua memperlihatkan
perkembangan “daerah fungsional” berkenaan dengan adanya saling
ketergantungan (interdependensi) antara satu daerah dengan daerah lain, adanya
hubungan antara bagian-bagian dan didefinisikan berdasarkan koherensi
fungsional. Daerah fungsional disebut juga sebagai daerah nodal atau polarised
region dan terdiri dari satuan-satuan yang heterogen, seperti kota dan desa atau
antar kawasan tertentu yang secara fungsional saling berkaitan. Hubungan-
hubungan fungsional terlihat dalam bentuk arus, misalmya perjalanan dari dan ke
tempat kerja atau dari dan ke pusat distribusi dan pusat koleksi (barang).

Sejalan dengan terminologi di atas, sebagai turunan dari prinsip interdependensi


atau saling ketergantungan antar daerah maka aktivitas transportasi hanya
mengenal daerah bangkitan dan daerah tarikan dengan mengabaikan batas-batas
administratif pemerintahan suatu daerah bahkan suatu negara. Daerah tarikan
umumnya merupakan daerah pusat pertumbuhan yang menjadi tujuan perjalanan
baik orang maupun barang, sedangkan daerah bangkitan merupakan daerah asal
perjalanan. Sebagai contoh Surabaya sebagai pusat pertumbuhan telah menjadi
daerah tarikan yang merupakan tujuan perjalanan dari Kabupaten Lamongan,
Gresik, Sidoarjo, Pasuruan, Malang, Banyuwangi, Kediri, dan kabupaten lain.
Selain itu juga angkutan komuter yang menghubungkan antara Surabaya dengan
Sidoarjo, Malang, Blitar, maupun Jombang atau angkutan antar kota/provinsi
seperti Surabaya-Yogyakarta, Surabaya-Bandung, dan Surabaya-Jakarta.
Demikian juga Singapura sebagai pusat pertumbuhan dengan pelabuhan
transhipment yang memiliki daerah hinterland Jawa dan Sumatera adalah contoh
yang mennjukkan bahwa daerah bangkitan/tarikan mengabaikan batas-batas
administratif.

III-73
LAPORAN AKHIR
Studi Tinjau Ulang Tatrawil Propinsi Jawa Timur dalam Mendukung
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi

Dengan demikian terbatasnya anggaran pembangunan menuntut perubahan pola


pikir ke-arah perencanaan dan penetapan prioritas pembangunan dan
pengembangan sarana-prasarana transportasi secara efektif, sesuai kebutuhan
yang berdasar realitas pola aktivitas, pola bangkitan-tarikan pergerakan, sebaran
pergerakan serta keunggulan komparatif antar zona dalam suatu wilayah, yang
terbentuk dalam suatu Sistranas pada Tatranas, Tatrawil yang sejalan dengan
RTRW.

Berdasarkan perubahan kondisi yang seperti ini dengan memperhatikan perkiraan


perubahan pola aktivitas, pola pergerakan serta peruntukan lahan dan dalam
kerangka perwujudan Sistranas yang efektif dan efisien perlu disusun Sistranas
pada Tatranas, Tatrawil dan Tatralok. Sejalan dengan kebijakan otonomi daerah
yang tertuang dalam Undang-Undang No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah dan Peraturan Pemerintah No.38 Tahun 2007 tentang Kewenangan
Pemerintah, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota yang
mengakibatkan terjadinya suatu pergeseran baik pada kewenangan maupun secara
kelembagaan serta perubahan struktur kewilayahan yang menyebabkan
terjadinya pemekaran provinsi dan kabupaten/kota, sektor transportasi dalam
memandang daerah sebagai wilayah fungsional mengharuskan melakukan
penerapan kebijakan transportasi secara khusus yang berada dalam suatu kerangka
nasional yang utuh. Oleh karenanya diperlukan upaya untuk menyusun Tatrawil
Provinsi Jawa Timur yang harus mendukung Sistranas pada Tatranas, sehingga
dapat tercipta sinergitas antara Pusat dan Daerah.

3.6.2. Dasar Hukum Penyusunan Tatrawil Provinsi Jawa Timur yang


Mendukung Sistranas
Sebagai upaya untuk mewujudkan Sistranas, pada tahun 1980 pemerintah
menetapkan Pedoman Pokok Pendesainan Sistem Perhubungan Nasional melalui
Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 323/L T.001/Phb-80 dan pada tahun
1987 pedoman ini disempurnakan melalui Keputusan Menteri Perhubungan
Nomor KM 91/PR.008/PHB-87 tentang Kebijaksanaan Umum Transportasi. Pada
tahun 1992, disusun poko-pokok pikiran Sistem Transportasi Nasional sebagai
salah satu upaya penyempurnaan KM 91/PROO8IPHB-87 tentang Kebijakan
Transportasi sekaligus digunakan sebagai payung dalam penyusunan UU Nomor

III-74
LAPORAN AKHIR
Studi Tinjau Ulang Tatrawil Propinsi Jawa Timur dalam Mendukung
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi

13 Tahun 1992 tentang perkerataapian, UU Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu


lintas dan angkutan Jalan, UU Nomor 21 tahun 1992 tentang Pelayaran dan UU
Nomor 15 tahun 1992 tentang Penerbangan. Selanjutnya, pada tahun 1997
ditetapkan Sistem Transportasi Nasional melalui Keputusan Menteri Perhubungan
Nomor KM 15 Tahun 1997 yang digunakan sebagai pedoman baik dalam
perencanaan maupun dalam penyelenggaraan dan penataan jaringan transportasi
guna mampu mewujudkan penyediaan jasa transportasi yang tertib, aman, cepat
teratur, lancar serta biaya terjangkau.
Sejalan dengan berlakunya Otonomi Daerah menurut UU nomor 22 tahun 1999
dan UU nomor 25 tahun 1999 yang disempurnakan dengan Undang-Undang
nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan Pemerintah
No.38 Tahun 2007 tentang Kewenangan Pemerintah, Pemerintah Provinsi dan
Pemerintah kabupaten/Kota dalam pelaksanaanya memberikan dampak adanya
berbagai pergeseran paradigma pengelolaan sistem pemerintahan dan wilayah.
Untuk itu dilakukan penyempurnaan terhadap Sistem Transportasi Nasional
(1997) yang ditetapkan melalui Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 49
Tahun 2005 tentang Sistem Transportasi Nasional (Sistranas), yang menetapkan
perwujudannya berupa jaringan pelayanan dan jaringan prasarana transportasi
pada tiga tataran yaitu: Tatranas, Tatrawil, dan Tatralok.
Sistranas juga digunakan sebagai payung dalam penyusunan revisi 5 (lima)
undang-undang transportasi yaitu UU nomor 38 tahun 2004 tentang Jalan, UU
nomor 23 tahun 2007 tentang Perkeretaapian, UU nomor 17 tahun 2008 tentang
Pelayaran, UU Nomor 1 tahun 2009 tentang Penerbangan, dan UU Nomor 22
tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Dalam pembukaan atau
unsur menimbang dari kelima undang-undang tersebut disebutkan bahwa masing-
masing merupakan bagian dari Sistranas yang diperlukan untuk mendukung
pertumbuhan ekonomi, pengembangan wilayah, mempererat hubungan antar
bangsa dan memperkukuh kedaulatan negara.

III-75
LAPORAN AKHIR
Studi Tinjau Ulang Tatrawil Propinsi Jawa Timur dalam Mendukung
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi

3.6.3. Hierarki dan Keterkaitan Sistranas pada Tatrawil dan Tatralok di


Provinsi Jawa Timur dan Prinsip Dasar Penyusunan Tatrawil
Provinsi Jawa Timur yang Mendukung Sistranas

Secara hierarki Sistranas diwujudkan dalam tiga tataran yang terdiri dari: Tataran
Transportasi Nasional (Sistranas pada Tatranas), Tataran Transportasi Wilayah
(Sistranas pada Tatrawil) serta Tataran Transportasi Lokal (Sistranas pada
Tatralok), yang masing-masing dapat dijelaskan sebagai berikut:

(1) Sistranas pada Tatranas adalah tatanan transportasi yang terorganisasi secara
kesisteman terdiri dari transportasi jalan, tranasportasi kereta api, transportasi
sungai dan danau, transportasi penyeberangan, transportasi laut dan
transportasi udara yang masing-masing terdiri dari sarana dan prasarana yang
saling berinteraksi membentuk suatu sistem pelayanan jasa transportasi yang
efektif dan efisien, terpadu dan harmonis, yang berfungsi melayani
perpindahan orang dan atau barang antar simpul atau kota nasional, dari
simpul atau kota nasional ke luar negeri atau sebaliknya.

(2) Sistranas pada Tatrawil adalah tatanan transportasi yang terorganisasi secara
kesisteman terdiri dari tranportasi jalan, transportasi jalan rel, transportasi
sungai dan danau, transprtasi penyeberanagn, transportasi laut dan transportasi
udara yang masing-masing terdiri dari sarana dan prasarana yang saling
berinteraksi membentuk suatu sistem pelayanan jasa transportasi yang efektif,
terpadu dan harmonis yang berfungsi sebagai melayani perpindahan orang
dan/atau barang antar simpul atau kota wilayah, dan simpul atau kota wilayah
ke simpul atau kota nasional atau sebaliknya.

Kota wilayah adalah kota-kota yang memiliki keterkaitan dengan beberapa


kabupaten dalam satu provinsi (ibukota provinsi), kota gerbang wilayah
(ibukota kabupaten), kota-kota pusat kegiatan ekonomi wilayah (PKW) dan
kota-kota yang memiliki dampak strategis terhadap pengembangan wilayah
provinsi.

Simpul wilayah adalah pusat distribusi barang dan orang atau sebagai pintu
masuk atau keluar barang dan orang yang bersifat wilayah seperti pelbuhan

III-76
LAPORAN AKHIR
Studi Tinjau Ulang Tatrawil Propinsi Jawa Timur dalam Mendukung
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi

pengunpan penyeberangan yang melayani antar kabupaten/kota dalam


provinsi, pelbuhan laut pengumpan regional dan bandar udara pengumpul.

(3) Sistranas pada Tatralok adalah tatanan transportasi yang terorganisasi secara
kesisteman, terdiri dari transportasi jalan, transportasi kereta api, transportasi
sungai dan danau, transportasi penyeberangan, transportasi laut, transportasi
udara dan transportasi pipa, yang masing-masing terdiri dari sarana dan
prasarana kecuali pipa, yang saling berinteraksi dengan dukungan perangkat
lunak dan perangkat pikir membentuk suatu sistem pelayanan transportasi
yang efektif dan efisien, yang berfungsi melayani perpindahan orang dan atau
barang antar simpul atau kota lokal, dan dari simpul atau kota lokal ke simpul
wilayah dan simpul nasional terdekat atau sebaliknya.

Sedangkan hubungan dan keterkaitan Sistranas pada Tatranas, Tatrawil dan


Tatralok adalah sebagai berikut:

(a) Hubungan kesisteman

Pada dasarnya adalah suatu tatanan transportasi yang terorganisasi secara


kesisteman membentuk sistem pelayanan jasa transportasi yang efektif dan
efisien, terpadu dan harmonis dan diwujudkan dalam Sistranas pada
Tatranas, Tatrawil dan Tatralok. Sistranas pada Tatranas, Tatrawil dan
Tatralok mempunyai hubungan kesisteman, fungsional serta struktural
dalam membentuk sistem pelayanan jasa transportasi yang efektif dan
efisien, terpadu dan harmonis.

(b) Keterpaduan

Sistranas pada Tatranas, Tatrawil dan Tatralok terintegrasi, harmonis dan


bersinergi membentuk suatu sistem pelayanan jasa transportasi yang
efektif, efisien dan terpadu dalam melayani perpindahan orang dan atau
barang.

3.6.4. Pola Pikir Tatrawil Provinsi Jawa Timur yang Mendukung Sistranas

Penyusunan Sistranas pada Tatrawil menggunakan pendekatan kesisteman yang


menjelaskan keterkaitan dari seluruh komponen mulai dari input serta proses yang

III-77
LAPORAN AKHIR
Studi Tinjau Ulang Tatrawil Propinsi Jawa Timur dalam Mendukung
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi

akan dilakukan untuk menghasilkan output/outcome yang diharapkan


sebagaimana tergambar pada Gambar 3.43.

Sumber: Balitbang Perhubungan (2012)


Gambar 3.43. Pola pikir penyusunan Tatrawil yang mendukung Sistranas

3.6.5. Tahapan Administrasi Penyusunan Tatrawil Provinsi Jawa Timur


yang Mendukung Sistranas

Proses penyusunan Tatrawil Provinsi Jawa Timur yang mendukung Sistranas


harus mengikuti tahapan administrasi yang dilakukan sebagai berikut:
(1) Rapat koordinasi
Penyusunan konsep Tatrawil Provinsi Jawa Timur yang mendukung Sistranas
dilakukan dengan merumuskan kesepakatan-kesepakatan pembiayaan
(melibatkan BAPPEDA Provinsi dan BAPPEDA Kabupaten/Kota), tahapan-
tahapan penyusunan, mekanisme koordinasi antara Pemerintah Provinsi
dengan Pemerintah Kabupaten/Kota dan dengan Pemerintah dalam hal ini
Kementerian Perhubungan.
(2) Pembentukan tim penyusun
Anggota tim penyusun adalah Dinas Perhubungan Provinsi, Dinas
Perhubungan Kabupaten/Kota serta selaku instansi konsultatif teknis
penyusunan adalah Biro Perencanaan dan Badan Litbang Kementerian
Perhubungan. Tim penyusun ditetapkan oleh Gubernur.

III-78
LAPORAN AKHIR
Studi Tinjau Ulang Tatrawil Propinsi Jawa Timur dalam Mendukung
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi

(3) Keterlibatan masyarakat


Keterlibatan masyarakat serta seluruh stakeholeder yang terkait dengan
transportasi dalam hal ini pakar serta pihak swasta diwujudkan melalui
keikutsertaannya dalam seminar dalam rangka proses penyusunan maupun
sosialisasinya.
(4) Koordinasi antar instansi
Koordinasi vertikal dengan Kementerian Perhubungan, kementerian terkait
lainnya, serta dinas perhubungan kabupaten/kota serta dinas terkait lainnya di
kabupaten/kota dan koordinasi horizontal dengan instansi di lingkungan
provinsi dilaksanakan secara berkala sesuai dengan tahapan penyusunannya.

(5) Horizon waktu perencanaan Tatrawil Provinsi Jawa Timur


Horizon waktu perencanaan Tatrawil Provinsi Jawa Timur yang mendukung
Sistranas adalah 20 tahun dengan 3 (tiga) tahap pengembangan, yaitu : jangka
pendek (5 tahun), jangka menengah (10 tahun) dan jangka panjang (20 tahun).

(6) Penetapan Tatrawil Provinsi Jawa Timur yang mendukung Sistranas


Tatrawil Provinsi Jawa Timur yang mendukung Sistranas ditetapkan dengan
keputusan Gubernur Jawa Timur setelah dikonsultasikan dengan Menteri
Perhubungan.

3.6.6. Kondisi Transportasi Wilayah Saat ini dan Masa Mendatang yang
Mendukung Sistranas

A. Telaah problem lalulintas angkutan jalan di wilayah Jawa Timur

Transportasi jalan merupakan moda transportasi utama yang berperan


penting dalam mendukung pembangunan nasional serta mempunyai
kontribusi terbesar dalam pangsa angkutan dibandingkan moda lain. Hampir
90,0% kegiatan angkutan penumpang dan barang bertumpu pada moda jalan raya
dibandingkan moda transportasi yang lain karena moda jalan memiliki
keistimewaan door to door service. V isi transportasi jalan adalah sebagai
penunjang, penggerak dan pendorong pembangunan nasional maupun wilayah
serta berperan sebagai urat nadi kehidupan ekonomi, politik, sosial budaya
dan pertahanan-keamanan. Misi transportasi jalan adalah mewujudkan sistem
transportasi jalan yang handal, berkemampuan tinggi dalam pembangunan

III-79
LAPORAN AKHIR
Studi Tinjau Ulang Tatrawil Propinsi Jawa Timur dalam Mendukung
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi

serta meningkatkan mobilitas manusia dan barang, guna mendukung


pengembangan wilayah untuk mewujudkan wawasan nusantara. Namun dalam
pelaksanaan untuk mencapai dan menciptakan visi dan misi transportasi jalan
yang sesuai harapan masih sangat sulit, dikarenakan banyaknya
kompleksitas permasalahan yang terjadi, antara lain :
(1) Rendahnya kondisi pelayanan prasarana jalan akibat kerusakan
struktural sehingga sulit tercapai keterpaduan pembangunan prasarana jalan
dengan sistem jaringan transportasi jalan, penataan kelas jalan dan
terminal serta pola pelayanan distribusi angkutan jalan, antar kota,
perkotaan dan perdesaan.
(2) Kondisi kualitas & kuantitas sarana dan pelayanan angkutan umum
masih terbatas, walaupun setiap tahun terjadi peningkatan izin trayek
angkutan umum, tetapi tingkat kelaikan armada umumnya masih rendah.
(3) Rendahnya kelancaran distribusi angkutan jalan, disebabkan :
(a) terbatasnya perkembangan kapasitas prasarana jalan dibandingkan
dengan perkembangan armada di jalan;
(b) makin menurunnya pelayanan prasarana jalan selama umur rencana;
(c) optimalisasi penggunaan kapasitas jalan masih rendah karena
banyaknya daerah rawan kemacetan akibat penggunaan badan jalan
dan rumija untuk kegiatan sosial ekonomi, pasar, dan parkir;
(d) sistem manajemen lalu lintas yang belum optimal; dan
(e) belum terpadunya penataan jaringan transportasi jalan, penetapan
kelas jalan dan pengaturan sistem terminal.
(4) Rendahnya capaian keterjangkauan dan pemerataan pelayanan
transportasi jalan karena banyaknya pungutan dan retribusi di jalan yang
membuat biaya angkut belum efisien.
(5) Masalah yang berkaitan dengan peraturan dan kelembagaan, terutama:
(a) belum mantapnya tatanan transportasi nasional dan wilayah;
(b) belum jelasnya peran dan fungsi kewenangan antar lembaga
pemerintah di bidang LLAJ baik di pusat dan daerah;
(d) masalah pendidikan dan l aw e nf orce me nt peraturan yang belum
efektif dicermati dari tingginya jumlah pelanggaran lalu lintas di jalan.

III-80
LAPORAN AKHIR
Studi Tinjau Ulang Tatrawil Propinsi Jawa Timur dalam Mendukung
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi

(e) belum optimalnya peran swasta dan BUMN/BUMD untuk investasi


penyelenggaraan LLAJ, karena semenjak desentralisasi transportasi
perkotaan menjadi tanggung jawab pemerintah daerah;
(f) terbatasnya pengembangan SDM di bidang LLAJ baik di tingkat
regulator maupun operator;
(g) tingginya dampak lingkungan (polusi udara dan polusi suara)
akibat kemacetan dan masih dominannya penggunaan lalu lintas
kendaraan pribadi di jalan, terutama di wilayah perkotaan.
Rendahnya kualitas dan kuantitas angkutan umum terutama transportasi
perkotaan akibat belum berkembangnya keterpaduan rencana tata ruang dan
transportasi perkotaan dan rendahnya kualitas pelayanan transportasi umum.
Selain itu problem mendasar angkutan jalan raya adalah belum optimal
mendistribusikan barang dan jasa ke semua wilayah di Jawa Timur terutama
ditandai masih dominannya kesenjangan spasial antara kawasan utara dan
kawasan selatan. Beberapa kajian khusus dalam penyusunan Tatrawil Provinsi
Jawa Timur adalah penyeberan terminal penumpang tipe A dan B serta terminal
barang yang hampir merata agar dapat mempercepat pertumbuhan ekonomi
wilayah Jawa Timur.

B. Telaah problem lalu lintas angkutan penyeberangan di wilayah Jawa


Timur

Angkutan penyeberangan memegang peranan penting terutama dikaitkan sebagai sarana


penghubung antar kepulauan antar kabupaten dan antar provinsi, sehingga menjadi
bagian amat strategis dalam pengembangan transportasi multimoda/ antamoda. Wilayah
Provinsi Jawa Timur khususnya di Kabupaten Sumenep memiliki ratusan pulau, tiap
pulau memiliki keunggulan kompetitif dan komparatif yang dapat saling bertukar
kepentingan untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi wilayah, sehingga arus
perdagangan barang antar pulau menjadi mutlak diperlukan dengan sistem transportasi
multimoda/antarmoda. Kondisi saat ini memang masih sulit angkutan penyeberangan
sebagai model untuk mewujudkan angkutan barang multimoda karena masih banyaknya
permasalahan yang segera dibenahi, antara lain :
(1) Terbatasnya jumlah prasarana dan sarana penyeberangan dibanding
kebutuhannya berdasarkan kondisi geografis dan jumlah pulau di Jawa Timur

III-81
LAPORAN AKHIR
Studi Tinjau Ulang Tatrawil Propinsi Jawa Timur dalam Mendukung
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi

(126 pulau; yang dihuni hanya 48 pulau, yang ada namanya 104 pulau);
(2) Terbatasnya sarana yang tersedia dan kondisi sarana perintis ASDP yang telah
berumur tua;
(3) Kurangnya keterpaduan pembangunan jaringan transportasi SDP dengan
rencana pengembangan wilayah serta lemahnya koordinasi antara pemerintah
pusat dan daerah dalam sistem pengembangan prasarana dan sarana ASDP
dalam era otonomi.
(4) Terbatasnya keterjangkauan pelayanan Angkutan SDP dalam melayani
kebutuhan angkutan antarpulau dan wilayah terpencil.
(5) Peran serta swasta dan Pemda belum optimal dalam penyelenggaraan
ASDP, baik dalam investasi pembangunan, operasi dan pemeliharaan, serta
penyelenggaraan angkutan perintis.
Dalam penyelenggaraan angkutan penyeberangan, peran BUMN (PT. ASDP) masih
terbatas sebagai operator penyelenggaraan prasarana penyeberangan sekaligus juga
sebagai operator sarana. Keterjangkauan pelayanan transportasi penyeberangan
internal antar pulau di wilayah Jawa Timur menjadi perhatian utama dalam
penyusunan Tatrawil Provinsi Jawa Timur, selain juga penyeberangan eksternal
terutama angkutan barang dari Panarukan ke Mataram (NTB).

C. Telaah problem lalu lintas angkutan perkeretaapian di wilayah Jawa


Timur

Peranan transportasi perkeretaapian sangat penting untuk mendukung


transportasi multimoda/antarmoda, karena untuk angkutan barang di darat yang
cukup jauh (hampir 175-200 km) lebih efektif menggunakan angkutan kereta
api. Titik simpul antara jalan darat dengan jalan rel KA lebih sederhana daripada
pertemuan antara jalan raya dengan pelabuhan, artinya potensi angkutan
perkeretaapian sangat besar untuk mendukung transportasi antarmoda/
multimoda. Beberapa isu yang sedang up to date adalah perlunya dibangun
jaringan transportasi perekeretaapian : (1) double track KA Surabaya-Semarang;
(2) KA elevated Bandara Juanda; (3) KA komuter Malang Raya, Madiun Raya,
dan Jember Raya. Pengembangan transportasi perkeretaapian menjadi bagian
terpenting dalam pengembangan transportasi antarmoda harus dilakukan dengan
perbaikan di semua lini, baik aspek regulasi, kelembagaan, juga perlunya

III-82
LAPORAN AKHIR
Studi Tinjau Ulang Tatrawil Propinsi Jawa Timur dalam Mendukung
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi

revitalisasi sarana dan prasarana perkeretaapian.


Secara umum kendala utama angkutan kereta api di Jawa Timur adalah
terbatasnya jumlah armada, kondisi sarana dan prasarana perkeretaapian
yang tidak handal karena backlog perawatan, peran dan share angkutan kereta
api yang masih rendah, kurangnya keterpaduan dengan moda transportasi
yang lain, serta masih minimnya peran swasta maupun Pemda dalam hal
pembangunan perkeretaapian Indonesia. S ecara rinci berikut permasalahan dan
tantangan yang dihadapi dalam pembangunan perkeretaapian saat ini dan
masa yang akan datang di Jawa Timur, adalah:
(1) Masih banyaknya kondisi prasarana (rel, jembatan KA dan sistem
persinyalan dan telekomunikasi KA) yang telah melampaui batas umur
teknis serta terjadi backlog pemeliharaan prasarana.
(2) Semakin menurunnya kualitas sarana angkutan perkeretaapian karena
sebagian besar telah melampaui umur rencana teknis serta kondisi perawatan
tidak memadai, sehingga banyak sarana yang tidak siap operasi.
Kondisi perawatan sarana sangat terbatas, disebabkan oleh keterbatasan
pendanaan, sistem perawatan yang kurang efisien, dukungan struktur
organisasi/kelembagaan sebagai unit perawatan masih minim, peralatan
dan teknologi serta SDM yang masih terbatas, sistem pengoperasian dan
pemeliharaan yang kurang terpadu, penggunaan berbagai teknologi yang
kurang didukung sistem pendidikan, pelatihan dan industri perkeretaapian
maupun penyediaan materialnya.
(3) Bottleneck terjadi di beberapa lintas utama akibat tidak seimbangnya
penambahan kapasitas lintas terhadap peningkatan frekuensi pelayanan
KA. Sebagian lintas KA sudah tidak dioperasikan, namun di sisi lain
sebagian lintas perkeretaapian sudah mulai jenuh kapasitasnya, sehingga
berdampak terhadap kelancaran dan keterlambatan operasi KA.
(4) Sumber pendanaan Pemerintah untuk pengembangan dan investasi prasarana
masih terbatas, sedangkan peran serta swasta & Pemda masih belum optimal.
(5) Tingginya tingkat kecelakaan KA terutama akibat backlog pemeliharaan
sarana dan prasarana serta masih banyaknya perlintasan sebidang dan
rendahnya disiplin pengguna jalan pada perlintasan tersebut.

III-83
LAPORAN AKHIR
Studi Tinjau Ulang Tatrawil Propinsi Jawa Timur dalam Mendukung
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi

(6) Masih rendahnya keamanan dan ketertiban serta banyaknya gangguan di


stasiun dan sepanjang jalur jalan KA akibat banyak munculnya bangunan
liar dan kegiatan masyarakat di sepanjang jalur. Di sisi lain masih rendahnya
disiplin dan tindak penertiban dalam pengamanan daerah milik jalan dan
pengguna angkutan tersebut juga dapat membahayakan keselamatan
operasi angkutan.
(7) Rendahnya mobilitas angkutan akibat belum optimalnya keterpaduan
pelayanan antarmoda terbatasnya pengembangan lintas jaringan pelayanan.
(8) Belum berkembangnya teknologi perkeretaapian dan industri penunjang
perkeretaapian nasional yang berdaya saing.
(9) Rendahnya peran BUMN perkeretaapian dan partisipasi swasta, karena :
(a) ketidakjelasan arah restrukturisasi internal BUMN dan pemisahan
peran BUMN sebagai operator prasarana dan sarana;
(b) rendahnya kualitas SDM perkeretaapian terutama dalam budaya
organisasi, manajemen dan penguasaaan teknologi;
(c) belum berkembangnya kerjasama antara swasta, BUMN, Pemerintah;
(d) Risk management dalam investasi swasta dan BUMN di
bidang perkeretaapian perlu direncanakan secara menyeluruh dan
detail untuk mempercepat dan meningkatkan iklim investasi di
bidang perkeretaapian.
Untuk mengatasi permasalahan tersebut, maka penyusunan Tatrawil
Provinsi Jawa Timur diarahkan untuk pengembangan jaringan rel KA dengan
melibatkan peranan Daerah dan swasta sehingga jaringan transportasi KA dapat
menjadi kompetitor yang sehat dengan jaringan jalan di wilayah Jawa Timur.
Selain itu pengembangan jaringan prasarana KA harus dapat mendukung
transportasi angkutan antarmoda di wilayah jawa Timur.

D. Telaah problem lalu lintas angkutan laut di wilayah Jawa Timur

Moda laut memiliki keunggulan dapat memuat barang dengan bobot yang jauh
lebih besar daripada moda lain dan sangat efektif dalam melakukan distribusi
komoditi di seluruh wilayah nasional terutama menyokong pertumbuhan 6 (enam)
koridor pembangunan ekonomi nasional, termasuk Jawa Timur sebagai
pendukung koridor Jawa-Bali. Pelayanan transportasi laut antar Jawa Timur

III-84
LAPORAN AKHIR
Studi Tinjau Ulang Tatrawil Propinsi Jawa Timur dalam Mendukung
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi

dengan kepulauan besar lain di Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi sudah


hampir mirip angkutan multimoda antar negara di Eropa. Artinya angkutan laut
benar-benar memiliki peranan dan peluang yang amat besar dalam
penggembangan transportasi multimoda. Untuk meningkatkan peran dan pangsa
pasar pelayaran nasional baik pada angkutan dalam negeri maupun ekspor-impor
diperlukan dukungan pemerintah dan dunia perbankan bagi peremajaan kapal-
kapal niaga nasional yang sebagian besar sudah tua dan kurang efisien untuk
dioperasikan. Tantangan dan masalah utama sampai dengan tahun 2014 pada
subsektor transportasi laut adalah terjadinya kongesti di pelabuhan utama Tanjung
Perak akibat terbatasnya kapasitas. Selain itu, diperlukan peningkatan aksesibilitas
pada daerah tertinggal dan wilayah terpencil, terutama pada kawasan kepulauan di
Kabupaten Sumenep serta pembangunan fasilitas keselamatan pelayaran untuk
memenuhi kecukupan dan keandalan yang dipersyaratkan secara nasional maupun
internasional. Permasalahan dalam transportasi laut yang paling menonjol adalah
terpuruknya peran armada pelayaran nasional dalam mengangkut muatan.
Beberapa permasalahan transportasi laut yang perlu diperhatikan jika akan
mengembangkan transportasi multimoda/antarmoda dalam penyusunan Tatrawil
Provinsi Jawa Timur, adalah :
(1) Tingginya biaya ekonomi dan kurangnya fasilitas prasarana di pelabuhan.
(2) Tingkat kecukupan fasilitas keselamatan pelayaran seperti sarana bantu
navigasi pelayaran (SBNP) belum memenuhi persyaratan internasional.
(3) Kontroversi tentang kewenangan atas pengelolaan pelabuhan antara
pemerintah pusat dan pemerintah daerah khususnya pemerintah kabupaten
dan kota tentang siapa yang berhak mengelola pelabuhan.
Berdasarkan telaah problem tersebut maka perlu dilakukan tinjau ulang perlunya
rekomendasi pengembangan beberapa pelabuhan utama untuk antisipasi over
capacity pelabuhan utama Tanjung Perak. Beberapa isu yang sudah berkembang
adalah pelabuhan Tanjung Bulupandan di Bangkalan, Socah di Bangkalan, Kali
Lamong di Surabaya, Tanjung Tembaga di Probolinggo, Tanjungwangi di
Banyuwangi.

III-85
LAPORAN AKHIR
Studi Tinjau Ulang Tatrawil Propinsi Jawa Timur dalam Mendukung
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi

E. Telaah problem lalulintas angkutan udara di wilayah Jawa Timur

Transportasi udara memiliki keunggulan kecepatan dari moda transportasi yang


lain, sehingga lebih tepat digunakan untuk melayani transportasi bagi wisatawan,
pengusaha, dan masyarakat. Untuk pelayanan angkutan barang, maka transportasi
udara amat terbatas jika dibandingkan angkutan laut maupun darat. Transportasi
udara tidak akan terlepas dari support dari moda transportasi yang lain, khususnya
terhadap transportasi jalan raya. Keterpaduan jaringan prasarana dan pelayanan
antara transportasi udara dan transportasi darat atau perkeretaapian harus menjadi
prioritas utama dalam pengembangan transportasi multimoda/ antarmoda di
provinsi Jawa Timur. Saat ini hampir 70,0% dari wisatawan mancanegara yang
datang ke Jawa Timur menggunakan transportasi udara. Oleh karena itu untuk
menarik wisatawan mancanegara, selain promosi tempat daerah tujuan wisata dan
jaminan keamanan di Jawa Timur, diperlukan adanya jaminan keselamatan
penerbangan di wilayah udara Indonesia, serta jaminan antarmoda untuk menuju
tempat tujuan (destinasi wisata). Jaminan itu dapat diwujudkan, baik oleh lembaga
pemerintah pemegang otoritas pengelola transportasi udara maupun operator
bandara dan perusahaan penerbangan, dengan memenuhi standar keselamatan
penerbangan Internasional yang telah ditetapkan oleh ICAO (International Civil
Aviation Organization). Beberapa permasalahan transportasi angkutan udara di
Jawa Timur adalah :
(1) Keterbatasan kapasitas Bandara Internasional Juanda sebagai bandara hub
yang menerima dan menyebarkan penerbangan baik angkutan domestik
maupun internasional, sehingga kondisi saat ini sudah dalam kategori over
capacity.
(2) Belum optimalnya operasional beberapa bandara spoke lokal yang terletak di
Banyuwangi, Sumenep, dan Malang karena memiliki keterbatasan pelayanan
prasarana sisi udaranya.
Permasalahan tersebut harus dipertimbangkan dalam menyusun Tatrawil Provinsi
Jawa Timur terutama ada kemungkinan peningkatan status Bandara Abdul
Rachman Saleh di Malang menjadi bandara internasional untuk mengurangi over
capacity di Bandara Juanda Surabaya. Selain itu perlu peningkatan rute
penerbangan antar bandara kecil di wilayah Jawa Timur serta pemikiran

III-86
LAPORAN AKHIR
Studi Tinjau Ulang Tatrawil Propinsi Jawa Timur dalam Mendukung
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi

pembangunan bandara baru di wilayah yang dapat mendukung pengembangan


industri, misal ada wacana di Lamongan.

3.6.7. Tantangan, Peluang, dan Arahan Pengembangan Jaringan


Transportasi di Provinsi Jawa Timur

Kegiatan transportasi wilayah Provinsi Jawa Timur tidak terlepas dari pengaruh
berbagai perkembangan lingkungan strategis yang terjadi di sekitarnya sebagai
tantangan yang akan dihadapi masa mendatang, antara lain :
(1) Wilayah kepulauan cukup luas khususnya wilayah kepulauan di Kabupaten
Sumenep memerlukan investasi besar dalam pembangunan transportasi
wilayah.
(2) Pola kerjasama operasional transportasi antar sesama perusahaan
multinasional dan multiwilayah dalam bentuk aliansi strategis
mengakibatkan kesempatan meraih muatan menjadi lebih sempit dan sulit.
(3) Kualitas dan kuantitas penyelenggaraan transportasi dipengaruhi antara lain
oleh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, kebijakan
pemerintahan, kegiatan perekonomian dan perdagangan, serta kerjasama
internasional. Perkembangan teknologi transportasi dan informasi mampu
meningkatkan efektivitas dan efisiensi penyelenggaraan transportasi.
(4) Penyelengaraan transportasi wilayah dipengaruhi oleh kesepakatan nasional
di bidang perekonomian, seperti MP3EI, MP3KI, KEK, dan Sislognas.
Kebijakan nasional tersebut pada dasarnya hampir menyepakati liberasi
perdagangan/ekonomi, termasuk membuka persaingan di bidang industri
jasa, khusunya pengusaha transportasi.
(5) Pengembangan transportasi wilayah dituntut dapat menciptakan iklim yang
kondusif untuk meningkatkan kinerja ekonomi nasional di sektor industri,
perdagangan, perbankan dan keuangan.
(6) Dampak lingkungan strategis terhadap penyelenggaraan transportasi tidak
dapat diabaikan, tetapi harus diperhatikan dan dicermati. Apabila tidak
diperhatikan, maka lingkungan strategis tersebut dapat menjadi faktor
negatif bagi penyelenggaraan transportasi.

III-87
LAPORAN AKHIR
Studi Tinjau Ulang Tatrawil Propinsi Jawa Timur dalam Mendukung
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi

(7) Penyerahan urusan bidang transportasi kepada daerah sesuai ketentuan


memungkinkan timbulnya pengkotakan pelayanan transportasi jika tidak
disertai dengan adanya kesamaan persepsi dan prioritas kepentingan.
(8) Transportasi antarmoda dan intramoda belum terpadu sehinga
mengakibatkan pelayanan dari pintu ke pintu belum optimal dan tingginya
biaya transportasi.
(9) Pemakaian kendaraan pribadi di kota besar makin meningkat karena
pendapatan masyarakat yang cenderung meningkat, kurang memadainya
pelayanan angkutan umum dan pembangunan jalan tol.
(10) Kurangnya ketersediaan sarana transportasi, khususnya untuk pelayanan
transportasi udara dan laut sangat diperlukan untuk pelayanan daerah
terpencil dengan intensitas permintaan yang kecil.
Peluang yang dapat dimanfaatkan bagi pembanngunan transportasi wilayah Jawa
Timur di masa yang akan datang, meliputi:

(1) Kebijakan nasional yang tertuang dalam MP3EI, MP3KI, KEK, dan
Sislognas memberikan arahan yang jelas dan visioner kemana pembangunan
transportasi wilayah yang efektif dan efisien.
(2) Jalinan kerja sama yang luas antara perusahaan transportasi nasional dengan
perusahaan asing atau internasional dalam rangka melayani permintaan
transportasi dari dan ke wilayah Jawa Timur.
(3) Kerja sama bilateral dan multilateral semakin baik dan dinamis dapat
meningkatkan investasi dan penguasaan IPTEK bagi pengembangan
transportasi wilayah.
(4) Kesempatan untuk meningkatkan kemampuan sumber daya manusia sektor
transportasi terbuka luas melalui pendidikan dan pelatihan di dalam dan di
luar negeri.
(5) Kerja sama Association of South East Asia Nation (ASEAN) dan Asia Pacific
Economic Coorperation (APEC) dalam bidang investasi dan perdagangan
semakin berkembang pesat dan berdampak langsung bagi pengembangan
wilayah Jawa Timur.
(6) Deregulasi di bidang ekonomi membuka peluang bagi dunia usaha untuk
mengembangkan kegiatan dengan semangat persaingan. Deregulasi ini

III-88
LAPORAN AKHIR
Studi Tinjau Ulang Tatrawil Propinsi Jawa Timur dalam Mendukung
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi

diharapkan dapat mendorong berlakunya mekanisme pasar dalam berhargai


kegiatan transaksi ekonomi sehingga peran pemerintah provinsi dalam
pengelolaan berbagai sarana dan prasarana transportasi menjadi dapat
dikurangi.
(7) Kondisi ekonomi dan politik nasional semakin membaik akan meningkatkan
kepercayaan investor sehingga berdampak langsung bagi pengembangan
wilayah Jawa Timur.
(8) Meningkatnya kegiatan ekonomi sebagai hasil pembangunan, mengakibatkan
maningkatkan mobilitas orang dan barang, sehingga akan mendorong
pertumbuhan sektor transportasi wilayah.
(9) Meningkatnya daya beli masyarakat terhadap jasa transportasi, akan lebih
menjamin pengembalian biaya investasi, pemeliharaan dan operasi sarana dan
prasarana transportasi wilayah.
(10) Kemajuan industri sarana dan prasarana transportasi dalam negeri, lebih
memungkinkan peningkatan kapasitas pelayanan yang sesuai permintaan.
(11) Undang-undang otonomi daerah beserta peraturan pelaksanaanya akan
meningkatkan kegiatan nasional di berbagai kabupaten/kota di Jawa Timur,
sehingga meningkatkan pergerakan barang dan orang.
(12) Reformasi kebijakan nasional di sektor ekonomi dan industri memungkinkan
meningkatnya peran swasta dan masyarakat dalam penyediaan dana investasi
yang dibutuhkan, baik sebagai PMDN maupun PMA.
(13) Meningkatnya peran serta swasta dan masyarakat akan memperluas
jangkauan pelayanan dengan kualitas yang makin baik.

Berdasarkan tantangan dan peluang dalam pengembangan transportasi wilayah


Jawa Timur tersebut dapat disusun arah pengembangan jaringan transportasi
Jawa Timur 2010; 2014; dan 2030 yang meliputi : (1) arah pengembangan
jaringan transportasi antara wilayah Jawa Timur dengan wilayah lain di Indonesia
(Tabel 3.7); dan (2) arah pengembangan transportasi antar daerah dalam wilayah
Provinsi Jawa Timur (Tabel 3.8). Transportasi antara wilayah Jawa Timur
dengan wilayah lain saat ini maupun masa mendatang lebih tergantung
operasional penyeberangan Ketapang-Gilimanuk, diikuti penyeberangan
Surabaya-Kalimantan dan Sulawesi, penyeberangan Lamongan-Pulau Pisau

III-89
LAPORAN AKHIR
Studi Tinjau Ulang Tatrawil Propinsi Jawa Timur dalam Mendukung
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi

(Kalimantan), dan penyeberangan Paciran (Lamongan)-NTB. Transportasi antar


daerah dalam wilayah Jawa Timur lebih mengedepankan pembangunan 22
terminal penumpang tipe A yang tersebar, pengembangan jaringan jalan nasional
dan jalan provinsi yang mendukung keseimbangan spasial, serta pengembangan
pelabuhan laut di areal pengembangan Pelabuhan Utama Tanjung Perak dan
Kabupaten Bangkalan (Pelabuhan Socah dan Tanjung Bulupandan).

3.6.8. Identifikasi Masalah Transportasi Wilayah Provinsi Jawa Timur

Identifikasi masalah transportasi wilayah di Provinsi Jawa Timur secara garis


besar dapat disimpulkan sebagai berikut :

(1) Masalah yang berkaitan dengan jaringan prasarana dan pelayanan, adalah:

(a) Jaringan prasarana dan pelayanan transportasi wilayah masih belum


mencukupi dan merata di seluruh wilayah termasuk di perkotaan,
utamanya pada daerah terpencil dan daerah tertinggal.
(b) Pengembangan transportasi antara moda satu dengan moda yang lain
belum sepenuhnya terpadu.
(c) Pengembangan konektivitas transportasi antar wilayah belum terpadu.
(d) Penggunaan fasilitas transportasi wilayah belum optimal.
(e) Jaringan pelayanan untuk kelompok masyarakat tertentu seperti
penyandang cacat dan lanjut usia belum mendapatkan perhatian yang
memadai.
(2) Masalah yang berkaitan dengan keselamatan dan kemananan transportasi
wilayah, adalah:
(a) Tingkat keselamatan dan keamanan transportasi wilayah perlu
ditingkatkan baik angkutan penumpang maupun barang.
(b) Peran transportasi dalam mendukung keamanan nasional, pencegahan
penyelundupan, pemberantasan obat terlarang, dan pencegahan terorisme
belum optimal.
(3) Masalah yang berkaitan dengan pengusahaan transportasi wilayah, adalah:
(a) Pengusaha nasional maupun wilayah tranportasi belum mampu bersaing
di lingkup internasional dan regional.

III-90
LAPORAN AKHIR
Studi Tinjau Ulang Tatrawil Propinsi Jawa Timur dalam Mendukung
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi

(b) Masih banyak perijinan dan regulasi transportasi yang kurang kondusif
bagi dunia usaha transportasi.
(c) Masih banyak perangkat atau komponen sarana dan prsarana transportasi
belum memenuhi standar keselamatan dan keamanan.
(4) Masalah yang berkaitan dengan sumber daya manusia dan IPTEK
(a) Pendidikan dan pelatihan untuk meningkatkan kualitas sumber daya
manusia transportasi wilayah masih belum efektif.
(b) Penguasaan teknologi transportasi dan pengembangan inovasi melalui
penelitian dan pengembangan transportasi masih belum memadai.
(5) Masalah yang berkaitan dengan lingkungan hidup dan energi, adalah:
(a) Tingkat pencemaran lingkungan hidup yang diakibatkan oleh kegiatan
transportasi masih cukup tinggi.
(b) Penggunaan ruang untuk kegiatan transportasi masih belum efisien.
(c) Pengembangan sarana transportasi yang hemat energi masih belum
maksimal.
(6) Masalah yang berkaitan dengan dana pembangunan transportasi wilayah,
adalah:
(a) Kemampuan pemerintah dalam penyediaan dana pembangunan
transportasi wilayah masih terbatas.
(b) Partisipasi swasta dalam koperasi dan pembangunan fasilitas transportasi
wilayah belum optimal.
(7) Masalah yang berkaitan dengan administrasi negara di sektor transportasi
adalah:
(a) Manajemen pemerintahan dalam bidang transoportasi wilayah belum
optimal.
(b) Peran kelembagaan belum sepenuhnya sesuai dengan perubahan peranan
pemerintah dalam pembangunan transportasi wilayah.
Berdasarkan identifikasi permasalahan transportasi wilayah Jawa Timur maka
dalam proses penyusunan Tatrawil Provinsi Jawa Timur perlu mempertimbangkan
beberapa aspek teknis yaang terkait langsung, antara lain :
(1) Pengembangan keterpaduan jaringan pelayanan dan jaringan prasarana
transportasi antarmoda/multimoda lebih diutamakan;

III-91
LAPORAN AKHIR
Studi Tinjau Ulang Tatrawil Propinsi Jawa Timur dalam Mendukung
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi

(2) Sinkronisasi dan sinergitas antara kebijakan nasional MP3EI, MP3KI, dan
KEK terhadap program-program pengembangan transportasi wilayah harus
lebih dikedepankan ketika menetapkan simpul-simpul layanan transportasi;
(3) Pengembangan transportasi wilayah harus berbasis RTRW Provinsi Jawa
Timur yang tidak bertentangan dengan RTRWN; dan
(4) Pengembangan jaringan pelayanan dan prasarana transportasi wilayah harus
memperhatikan prediksi garis keinginan perjalanan internal dan eksternal.

III-92
LAPORAN AKHIR
Studi Tinjau Ulang Tatrawil Propinsi Jawa Timur dalam Mendukung
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi

Tabel .3.7. Arah pengembangan jaringan transportasi antara wilayah Jawa Timur dengan wilayah lain di Indonesia
Tahun 2010
Terminal Penyeberangan Antar Propinsi Pelabuhan Bandar Udara Pengumpul
Ketapang (Ketapang-Gilimanuk) Utama : Primer:
Tanjung Perak Juanda
Pengumpul : Pasuruan Tersier:
Kamal Probolinggo Abdurrahman Shaleh
Sampang Paiton
Pacitan Tanjung Wangi
Kalbut Bawean
Kangean Gresik
Sapudi Sapeken
Pengumpan Regional:
 BrantaBrondong
 Telaga biru
Tahun 2014
Ketapang (Ketapang-Gilimanuk) Utama : Primer:
Surabaya (Surabaya-Banjarmasin; Surabaya-Batulicin; Tanjung Perak Juanda
Surabaya-
Kumai; Surabaya-Makasar) Pengumpul : Pasuruan Tersier:
Kamal Probolinggo
Lamongan (Lamongan-Pulau Pisau) Abdurrahman Shaleh
Sampang Paiton
Paciran (Paciran-Garongkong, Paciran, Bahaur)
Pacitan Telaga biru
Tanjung Wangi Kalbut
Bawean Kangean
Gresik Sapudi
Brondong Sapeken
Branta
Sumber: Sistranas pada Tatranas (2012)

III-93
LAPORAN AKHIR
Studi Tinjau Ulang Tatrawil Propinsi Jawa Timur dalam Mendukung
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi

Tabel 3.7. Arah pengembangan jaringan transportasi antara wilayah Jawa Timur dengan wilayah lain di Indonesia (lanjutan)
Tahun 2030
Ketapang (Ketapang-Gilimanuk) Utama : Primer:
Tanjung Perak Juanda
Pengumpul : Pasuruan Tersier:
Kamal Probolinggo Abdurrahman Shaleh
Sampang Paiton
Pacitan Telaga biru
Tanjung Wangi Kalbut
Bawean Kangean
Gresik Sapudi
Brondong Sapeken
Branta

Sumber: Sistranas pada Tatranas (2012)

Tabel 3.8. Arah pengembangan jaringan transportasi antar daerah dalam wilayah Jawa Timur
PKN-PKSN tahun Terminal Jalan Pengembangan Jalan Terminal Jaringan Kereta Bandar Udara
Stasiun KA Pelabuhan
2025*) Tipe A Nasional Penyeberangan Api Pengumpul
Tahun 2010
Gerbangkertosusila Surabaya Lintas Utara : batas Jawa Surabaya Lintas Utara : Utama : Primer:
(Gresik, (Purbaya) Tengah - Tuban – Gresik Pasar Turi Batas Jawa Tanjung Juanda
Bangkalan, Surabaya –Surabaya – Waru – Surabaya Tengah – Perak
Mojokerto, (Tambak Sidoarjo – Pasuruan – Kota Bojonegoro – Tersier:
Surabaya, Osowilang) Probolinggo – Situbondo Jember Surabaya. Pengumpul : Abdurrahman
Sidoarjo, Malang – Panarukan – Surabaya Lintas Selatan : Kamal Shaleh
Lamongan) (Arjosari) Banyuwangi. Gubeng Batas Jawa Sampang
Malang Tulungagung Lintas Tengah : batas Malang Tengah – Pacitan
(Tulungagung) Jawa Tengah - Ngawi - Madiun Madiun – Tanjung
Kota Kediri Madiun – Nganjuk – Kertosono Kertosono – Wangi
(Kediri) Jombang – Mojokerto – Surabaya Bawean
Sumber: Sistranas pada Tatranas (2012)
III-94
LAPORAN AKHIR
Studi Tinjau Ulang Tatrawil Propinsi Jawa Timur dalam Mendukung
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi

Tabel 3.8. Arah pengembangan jaringan transportasi antar daerah dalam wilayah Jawa Timur (lanjutan)
PKN-PKSN tahun Terminal Jalan Pengembangan Jalan Terminal Jaringan Kereta Bandar Udara
Stasiun KA Pelabuhan
2025*) Tipe A Nasional Penyeberangan Api Pengumpul
Kab. Kediri Surabaya. Banyuwangi Gresik
(Tamanan) Lintas Selatan : batas Kediri Brondong
Probolinggo Jawa Tengah – Pacitan - Jombang Branta
(Banyuangga) Trenggalek – Tulungagung Pasuruan
Tuban Tulungagung – Nganjuk Probolinggo
(Kambang Putih) Lumajang – Jember - Sidotopo Paiton
Madiun Banyuwangi. Kalimas Telaga biru
(Purbaya) Lintas Penghubung: Kalbut
Sumenep Gempol – Malang – Kangean
Jember (Tawang Kepanjen.
Sapudi
Alun) Madiun – Ponorogo –
Pacitan. Sapeken
Ponorogo
(Seloaji) Bangkalan – Ketapang
Pacitan (Pacitan) – Sumenep –
Pamekasan – Sampang
Blitar (Patria)
– Bangkalan.
Ngawi (Ngawi)
Probolinggo –
Kab Banyuwangi
Lumajang.
(Ketapang)
Tuban – Babat –
Kab.Banyuwangi Jombang.
(Sri Tanjung) Jombang - Kertosono
Pasuruan (Jl. – Kediri –
Raya Kasri) Tulungagung
Bangkalan
(Bangkalan)
Bojonegoro
(Rajekwesi)
Pamekasan
(Ceguk)
Kab. Trenggalek
(Trenggalek)
Sumber: Sistranas pada Tatranas (2012)

III-95
LAPORAN AKHIR
Studi Tinjau Ulang Tatrawil Propinsi Jawa Timur dalam Mendukung
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi

Tabel 3.8. Arah pengembangan jaringan transportasi antar daerah dalam wilayah Jawa Timur (lanjutan)
PKN-PKSN tahun Terminal Jalan Pengembangan Jalan Terminal Jaringan Kereta Bandar Udara
Stasiun KA Pelabuhan
2025*) Tipe A Nasional Penyeberangan Api Pengumpul
Tahun 2014
Gerbangkertosusila Surabaya Lintas Utara : batas Jawa Paciran- Surabaya Lintas Utara : Utama : Primer:
(Gresik, (Purbaya) Tengah - Tuban – Gresik Bawean Pasar Batas Jawa Tanjung Juanda
Bangkalan, Surabaya – Surabaya – Waru – Sapudi- Turi Tengah – Perak
Mojokerto, (Tambak Sidoarjo – Pasuruan – Kangean Surabaya Bojonegoro – Tersier:
Surabaya, Osowilang) Probolinggo – Situbondo Kota Surabaya. Pengumpul : Abdurrahman
Sidoarjo, Malang – Panarukan – Jember Lintas Selatan : Kamal Shaleh
Lamongan) (Arjosari) Banyuwangi. Surabaya Batas Jawa Sampang
Tulungagung Lintas Tengah : batas Gubeng Tengah – Pacitan
(Tulungagung) Jawa Tengah - Ngawi – Malang Madiun – Tanjung
Kota Kediri Madiun – Nganjuk – Madiun Kertosono – Wangi
(Kediri) Jombang – Mojokerto – Kertosono Surabaya Bawean
Kab. Kediri Surabaya. Banyuwangi Double Track Gresik
(Tamanan) Lintas Selatan batas Kediri Semarang – Brondong
Probolinggo Jawa Tengah – Pacitan - Bojonegoro – Branta
Jombang
(Banyuangga) Trenggalek – Surabaya Pasuruan
Tulungagung
Tuban Tulungagung – Kereta ke
Nganjuk Probolinggo
Lumajang – Jember - Pelabuhan
(Kambang Putih) Sidotopo Paiton
Madiun Banyuwangi. Tanjung Perak
Kalimas Telaga biru
(Purbaya) Lintas Penghubung :
Gempol – Malang – Kalbut
Sumenep Kangean
Jember (Tawang Kepanjen.
Madiun – Ponorogo – Sapudi
Alun) Sapeken
Pacitan.
Ponorogo
Bangkalan – Ketapang
(Seloaji)
– Sumenep –
Pacitan (Pacitan)
Pamekasan – Sampang
Blitar (Patria) – angkalan.
Ngawi (Ngawi) Probolinggo –
Kab Banyuwangi Lumajang.
(Ketapang) Tuban – Babat –
Kab.
Sumber: Sistranas pada Tatranas (2012)
III-96
LAPORAN AKHIR
Studi Tinjau Ulang Tatrawil Propinsi Jawa Timur dalam Mendukung
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi

Tabel 3.8. Arah pengembangan jaringan transportasi antar daerah dalam wilayah Jawa Timur (lanjutan)
PKN-PKSN tahun Terminal Jalan Pengembangan Jalan Terminal Jaringan Kereta Bandar Udara
Stasiun KA Pelabuhan
2025*) Tipe A Nasional Penyeberangan Api Pengumpul
Banyuwangi (Sri Jombang.
Tanjung) Jombang - Kertosono
Pasuruan (Jl. – Kediri –
Raya Kasri) Tulungagung
Bangkalan
(Bangkalan) Jalan Tol :
Bojonegoro Pasuruan – Probolinggo -
(Rajekwesi) Gempol-Pandaan
Pamekasan
(Ceguk)
Kab. Trenggalek
(Trenggalek)
Tahun 2030
Gerbangkertosusila Surabaya Lintas Utara : batas Jawa Bojonegoro Lintas Utara : Utama : Primer:
(Gresik, (Purbaya) Tengah - Tuban – Gresik Lamongan Batas Jawa Tanjung Juanda
Bangkalan, Surabaya – Surabaya – Waru – Surabaya Tengah – Perak
Mojokerto, (Tambak Sidoarjo – Pasuruan – Pasar Turi Bojonegoro – Tersier:
Surabaya, Osowilang) Probolinggo – Situbondo Surabaya Surabaya. Pengumpul : Abdurrahman
Sidoarjo, Malang – Panarukan – Kota Lintas Selatan : Kamal Shaleh
Lamongan) (Arjosari) Banyuwangi. Jember Batas Jawa Sampang
Tulung Agung Lintas Tengah : batas Surabaya Tengah – Pacitan
(Tulung Agung) Jawa Tengah - Ngawi – Gubeng Madiun – Tanjung
Kota Kediri Madiun – Nganjuk – Malang Kertosono – Wangi
(Kediri) Jombang – Mojokerto – Madiun Surabaya Bawean
Kab. Kediri Surabaya.
Ponorogo Jaringan Kereta Gresik
(Tamanan) Lintas Selatan batas Api Cepat Brondong
Blitar
Probolinggo Jawa Tengah – Pacitan - Surabaya - Branta
Sidoarjo
(Banyuangga) renggalek – Banyuwangi Pasuruan
Tuban (Kambang Tulungagung – Pasuruan
Semarang – Probolinggo
Putih) Lumajang – Jember - Probolinggo Bojonegoro –
Madiun (Purbaya) Lumajang Paiton
Banyuwangi. Surabaya
Sumber: Sistranas pada Tatranas (2012)

III-97
LAPORAN AKHIR
Studi Tinjau Ulang Tatrawil Propinsi Jawa Timur dalam Mendukung
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi

Tabel 3.8. Arah pengembangan jaringan transportasi antar daerah dalam wilayah Jawa Timur (lanjutan)
PKN-PKSN tahun Terminal Jalan Pengembangan Jalan Terminal Jaringan Kereta Bandar Udara
Stasiun KA Pelabuhan
2025*) Tipe A Nasional Penyeberangan Api Pengumpul
Sumenep Lintas Penghubung : Kertosono (Double Track) Telaga biru
Jember (Tawang Gempol – Malang – Banyuwangi Double Track Kalbut
Alun) Kepanjen. Kediri Solo – madiun Kangean
Ponorogo Madiun – Ponorogo – Jombang Double Track Sapudi
(Seloaji) Pacitan. Tulungagung Madiun – Sapeken
Pacitan (Pacitan) Bangkalan – Ketapang Nganjuk Surabaya
Blitar (Patria) – Sumenep – Double Track
Sidotopo
Ngawi (Ngawi) Pamekasan – Sampang Surabaya –
Kalimas
Kab Banyuwangi – Bangkalan. Jember –
(Ketapang) Probolinggo – Banyuwangi
Kab. Banyuwangi Lumajang. Double Track
(Sri Tanjung) Tuban – Babat – Bangil – Malang
Pasuruan (Jl. Jombang. – Blitar –
Raya Kasri) Jombang – Kertosono
Bangkalan Kertosono – Kediri – Pengembangan
(Bangkalan) Tulungagung jaringan kereta
Bojonegoro
api cepat
(Rajekwesi) Jalan Tol : Surabaya –
Pamekasan Probolinggo-banyuwangi
(Ceguk)
Banyuwangi
Kab. Trenggalek Kereta ke
(Trenggalek) Pelabuhan
Tanjung Perak
Sumber: Sistranas pada Tatranas (2012)

III-98
LAPORAN AKHIR
Studi Tinjau Ulang Tatrawil Propinsi Jawa Timur dalam Mendukung
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi

3.7. TELAAH SISTEM LOGISTIK NASIONAL (SISLOGNAS)


3.7.1. Kinerja Logistik Indonesia
Sistem Logistik Nasional yang efektif dan efisien diyakini mampu
mengintegrasikan daratan dan lautan menjadi satu kesatuan yang utuh dan
berdaulat, sehingga diharapkan dapat menjadi penggerak bagi terwujudnya
Indonesia sebagai negara maritim. Sistem logistik juga memiliki peran strategis
dalam mensinkronkan dan menyelaraskan kemajuan antar sektor ekonomi dan
antar wilayah demi terwujudnya pertumbuhan ekonomi yang inklusif, sekaligus
menjadi benteng bagi kedaulatan dan ketahanan ekonomi nasional (national
economic authority and security). Untuk itu peran strategis Sistem Logistik
Nasional tidak hanya dalam memajukan ekonomi nasional, namun sekaligus
sebagai salah satu wahana pemersatu bangsa dalam bingkai Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI).
Sejalan dengan itu, berdasarkan kondisi geografis Indonesia yang terdiri lebih dari
17.000 (tujuh belas ribu) pulau yang terbentang sepanjang 1/8 (satu per delapan)
garis khatulistiwa dengan kekayaan alam yang melimpah dan menghasilkan
komoditas strategis maupun komoditas ekspor. Kondisi ini semestinya mampu
menjadikan Indonesia sebagai “supply side” yang dapat memasok dunia dengan
kekayaan sumber daya alam yang dimiliki dan hasil industri olahannya, sekaligus
menjadi pasar yang besar atau “demand side” dalam rantai pasok global karena
jumlah penduduknya yang besar. Sehingga dibutuhkan Sistem Logistik Nasional
yang terintegrasi, efektif dan efisien untuk mendukung terwujudnya peranan
tersebut.
Namun kenyataannya saat ini kinerja Sistem Logistik Nasional masih belum
optimal, karena masih tingginya biaya logistik nasional yang mencapai 27% (dua
puluh tujuh persen) dari Produk Domestik Bruto (PDB) dan belum memadainya
kualitas pelayanan, yang ditandai dengan (a) masih rendahnya tingkat penyediaan
infrastruktur baik kuantitas maupun kualitas, (b) masih adanya pungutan tidak
resmi dan biaya transaksi yang menyebabkan ekonomi biaya tinggi, (c) masih
tingginya waktu pelayanan ekspor-impor dan adanya hambatan operasional
pelayanan di pelabuhan, (d) masih terbatasnya kapasitas dan jaringan pelayanan
penyedia jasa logistik nasional, (e) masih terjadinya kelangkaan stok dan fluktuasi

III-99
LAPORAN AKHIR
Studi Tinjau Ulang Tatrawil Propinsi Jawa Timur dalam Mendukung
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi

harga kebutuhan bahan pokok masyarakat, terutama pada hari-hari besar nasional
dan keagamaan, dan bahkan (e) masih tingginya disparitas harga pada daerah
perbatasan, terpencil dan terluar. Kondisi tersebut sangat mempengaruhi kinerja
sektor logistik nasional, dimana berdasarkan survei Indeks Kinerja Logistik
(Logistics Performance Index/LPI) oleh Bank Dunia yang dipublikasikan pada
tahun 2010 posisi Indonesia berada pada peringkat ke-75 dari 155 (seratus lima
puluh lima) negara yang disurvei, dan berada di bawah kinerja beberapa negara
ASEAN yaitu Singapura (peringkat ke-2), Malaysia (peringkat ke-29), Thailand
(peringkat ke-35), bahkan dibawah Philipina (peringkat ke-44) dan Vietnam
(peringkat ke-53).
Selain dihadapkan pada masih rendahnya kinerja logistik, Indonesia juga
dihadapkan pada tingkat persaingan antar negara dan antar regional yang semakin
tinggi, dimana persaingan telah bergeser dari persaingan antar produk dan antar
perusahaan ke persaingan antar jaringan logistik dan rantai pasok. Sementara itu
Indonesia juga perlu mempersiapkan diri menghadapi integrasi jasa logistik
ASEAN pada tahun 2013 sebagai bagian dari pasar tunggal ASEAN tahun 2015
dan integrasi pasar global. Persiapan tersebut perlu dirumuskan dan dituangkan
dalam suatu kebijakan yang terarah dan terintegrasi melalui kebijakan penyusunan
Cetak Biru Sistem Logistik Nasional.
Belum optimalnya angkutan logistik nasional tersebut disebabkan oleh berbagai
permasalahan terkait dengan dukungan sektor transportasi sebagaimana yang
diuraikan dalam Cetak Biru Pengembangan Sitem Logistik Nasional (Sislognas)
yang ditetapkan dalam Peraturan Presiden Nomor 26 Tahun 2012, antara lain:
(1) Dukungan infrastruktur yang kurang memadai meliputi pelabuhan, prasarana
jalan, angkutan kereta api, jalur sungai dan penyeberangan serta transportasi
intermoda dan antarmoda/multimoda.
(2) Rendahnya kompetensi Sumber Daya Manusia (SDM) dan lembaga
pendidikan bidang logistik.
(3) Lemahnya penyediaan jasa logistik.

Walaupun Indonesia telah melakukan berbagai upaya pembenahan di bidang


logistik domestik, akan tetapi dengan persaingan global yang semakin ketat
kinerja logistik nasional masih belum menggembirakan. Salah satu indikator yang

III-100
LAPORAN AKHIR
Studi Tinjau Ulang Tatrawil Propinsi Jawa Timur dalam Mendukung
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi

menunjukkan kinerja logistik suatu negara adalah Logistics Performance Index


(LPI) yang dikeluarkan Bank Dunia, yang menilai kinerja sektor logistik negara-
negara di dunia berdasarkan persepsi dari pelaku usaha. LPI terdiri dari 7 (tujuh)
komponen pengukuran, yaitu: (1) kepabeanan (custom), (2) infrastruktur
(infrastructure), (3) kemudahan mengatur pengapalan internasional (international
shipment), (4) kompetensi (competence) logistik dari pelaku dan penyedia jasa
lokal, (5) pelacakan (tracking dan tracing), (6) biaya logistik dalam negeri
(domestic logistics cost), dan (7) waktu antar (delivery timelines). Berdasarkan
survei LPI dari World Bank pada tahun 2007 dan 2010, kinerja logistik Indonesia
dalam kurun waktu 3 tahun terlihat menurun, seiring dengan menurunnya
peringkat LPI Indonesia dari urutan 43 (empat puluh tiga) pada tahun 2007,
menjadi urutan 75 (tujuh puluh lima) pada tahun 2010.

Tabel 3.9. Posisi Indonesia ditinjau dari kinerja logistik


International Tracking & Domestic
LPI Custom Infrastucture Competence Timelines
shipment Tracing Logistitics
Country
Ra
Rank Score Rank Score Rank Score Score Rank Score Rank Score Rank Score Rank Score
nk
Tahun 2007
Singapura 1 4.19 3 3.90 2 2.47 2 4.04 2 4.04 1 4.25 113 2.70 1 4.53
Malaysia 27 3.28 23 3.36 25 3.44 24 3.44 26 3.40 28 3.51 36 3.13 26 3.95
Thailand 31 3.31 32 3.03 32 3.16 32 3.24 29 3.31 36 3.25 25 3.21 28 3.91
Indonesia 43 3.01 44 2.73 45 2.83 44 3.05 50 2.90 33 3.30 92 2.84 58 3.28
Vietnam 53 2.89 37 2.89 60 2.50 47 3.00 56 2.80 53 2.94 17 3.30 65 3.22
Philipines 65 2.69 53 2.64 86 2.26 63 2.77 55 2.83 50 2.92 58 3.00 67 3.17
Tahun 2010
Singapura 2 4.09 2 4.02 4 4.22 1 3.86 6 4.12 6 4.15 14 4.23
Malaysia 29 3.44 36 3.11 28 3.50 13 3.50 31 3.34 41 3.32 37 3.86
Thailand 35 3.29 39 3.02 36 3.16 30 3.27 39 3.16 37 3.41 48 3.73
Philipines 44 3.14 54 2.67 64 2.57 20 3.40 47 2.95 44 3.29 42 3.83
Vietnam 53 2.96 53 3.26 66 2.56 58 3.04 51 2.89 55 3.10 76 3.44
Indonesia 75 2.76 72 2.43 69 2.54 80 2.83 62 2.47 80 2.77 69 3.46
Growth -32 -28 -24 -36 -42 -47 -11
Sumber : Perpres 26/2012 tentang Cetak Biru Pengembangan Sislognas

3.7.2. Peran dan Tujuan Pengembangan Sislognas

Cetak Biru (blue Print) ini bukan merupakan rencana induk (master plan) tetapi
lebih menekankan pada arah dan pola pengembangan Sistem Logistik Nasional
pada tingkat kebijakan (makro) yang nantinya dijabarkan kedalam Rencana Kerja
Pemerintah dan Rencana Kerja Kementerian/Lembaga setiap tahunnya. Oleh
karena itu, Sistem Logistik Nasional diharapkan dapat berperan dalam mencapai
sasaran Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014,
menunjang implementasi MP3EI, serta mewujudkan visi ekonomi Indonesia
tahun 2025 (RPJPN) yaitu “Mewujudkan masyarakat Indonesia yang mandiri,

III-101
LAPORAN AKHIR
Studi Tinjau Ulang Tatrawil Propinsi Jawa Timur dalam Mendukung
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi

maju, adil, dan makmur” sehingga akan tercapai sasaran PDB perkapita sebesar
14.250-15.500 (empat belas ribu dua ratus lima puluh hingga lima belas ribu lima
ratus) dolar Amerika pada tahun 2025, seperti pada Gambar 3.44.

Sumber : Perpres 26/2012 tentang Cetak Biru Pengembangan Sislognas

Gambar 3.44. Peran Sislognas dalam pembangunan ekonomi nasional

3.7.3. Lalulintas Kargo dan Permasalahan Komoditas Logistik

Pada prinsipnya lalu lintas kargo dapat dikelompokkan atas aliran kargo
konvensional dan aliran kargo kontainer. Aliran kargo konvensional biasa
digunakan untuk barang yang diangkut tidak menggunakan kontainer, sedangkan
barang yang menggunakan kontainer akan mengikuti aliran kargo kontainer.
Gambar 3.45 merupakan skema aliran kargo di Indonesia baik untuk aliran kargo
konvensional maupun aliran kargo kontainer.

Lalu lintas kontainer melalui pelabuhan yang dikelola oleh PT. Pelabuhan Indonesia
I-IV pada tahun 2007 mencapat 7,6 (tujuh koma enam) juta TEUs. Jumlah ini
meliputi kegiatan kargo internasional dan kargo dalam negeri. Tabel 2.11 berikut
menunjukkan tren pertumbuhan se Indonesia hampir 6% (enam persen) dari volume
kontainer yang ditangani oleh PT. Pelabuhan Indonesia dari tahun 2003–2007.
Volume ini akan meningkat karena menurut studi ASEAN tahun 1999 dalam kurun
waktu 15 tahun mendatang, diperkirakan kenaikan lalu lintas angkutan barang

III-102
LAPORAN AKHIR
Studi Tinjau Ulang Tatrawil Propinsi Jawa Timur dalam Mendukung
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi

melalui kontainer sebesar 3 (tiga) kali lipat, non kontainer 2 (dua) kali lipat, angkutan
udara 5 (lima) kali lipat, dan volume perdagangan antar negara ASEAN sebesar 20–
30% (dua puluh sampai tiga puluh) dalam kurun waktu 15 tahun mendatang.

Sumber : Perpres 26/2012 tentang Cetak Biru Pengembangan Sislognas

Gambar 3.45. Aliran kargo nasional


Salah satu permasalahan logistik saat ini adalah belum adanya komoditas yang
ditetapkan sebagai komoditas unggulan serta yang menjadi fokus kebijakan
nasional. Kementerian Perdagangan telah menetapkan produk ekspor non-migas
unggulan dengan formula 10+10+3. Kategori 10 (sepuluh) pertama, adalah
Produk Unggulan, Kategori 10 (sepuluh) kedua adalah Produk Potensial, dan
Kategori ketiga “produk Jasa” meliputi jasa teknologi informasi, jasa desain dan
jasa tenaga kerja. Di sisi lain, komoditas bahan pokok yang biasanya menjadi
perhatian pemerintah adalah: 1) bahan pangan (beras dan minyak goreng), 2)
bahan sandang (tekstil dan produk tekstil), 3) bahan perumahan (semen dan baja).
Selain itu yang tak kalah penting adalah komoditas strategis lainnya seperti bahan
bakar minyak dan gas (BBM), hasil tani (jagung dan kedelai), pupuk, dan lain-
lain.
Sementara itu, Kementerian Perindustrian juga telah menetapkan komoditas
industri yang diharapkan mampu mewakili gambaran industri secara keseluruhan.
Terdapat 13 (tiga belas) jenis industri yang menjadi indikator kinerja industri
nasional, (dengan melihat perkembangan dari realisasi produksi, ekspor dan impor
produk tersebut), yaitu : 1) Industri Pupuk; 2) Industri Semen; 3) Industri Minyak

III-103
LAPORAN AKHIR
Studi Tinjau Ulang Tatrawil Propinsi Jawa Timur dalam Mendukung
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi

Goreng; 4) Industri Baja; 5) Industri Kenderaan Bermotor; 6) Industri Peralatan


Listrik dan Rumah Tangga; 7 Industri Tekstil dan Produk Tekstil; 8) Industri Pulp
dan Kertas; 9) Industri Mesin Listrik; 10) Industri Ban; 11) Industri Tepung
Terigu; 12) Industri Barang Jadi Rotan; dan 13) Industri Keramik.

Selain itu dalam perdagangan internasional perusahaan-perusahaan Indonesia


belum memiliki bargaining position yang memadai untuk turut mengendalikan
sistem perdagangan. Sampai saat ini kapal-kapal Indonesia masih berperan
sebagai feeder. Kondisi ini diperburuk lagi oleh syarat-syarat transaksi
perdagangan internasional yang sebagian besar masih menggunakan persyaratan
FOB (free on board) untuk ekspor dan CIF (Cost, Insurance and Freight) untuk
impor yang tidak menguntungkan bagi devisa negara.

3.7.4. Permasalahan Infrastruktur Transportasi Logistik

Kondisi infrastruktur yang ada sekarang ini baik pelabuhan, bandar udara, jalan,
dan jalur kereta api dinilai masih kurang memadai untuk mendukung kelancaran
lalu lintas logistik. Demikian juga halnya dengan sistem transportasi intermoda
ataupun multimoda yang belum dapat berjalan dengan baik, karena akses
transportasi dari sentra-sentra produksi ke pelabuhan dan bandara atau sebaliknya
belum dapat berjalan lancar karena belum optimalnya infrastruktur pelabuhan dan
bandara. Hal ini menyebabkan kualitas pelayanan menjadi rendah dan tarif jasa
menjadi mahal.

Secara umum kondisi infrastruktur yang ada saat ini masih belum memadai untuk
menunjang kinerja logistik nasional. Hal ini dapat dijelaskan dari gambaran
infrastruktur sebagai berikut:

A. Pelabuhan
Permasalahan utama pelabuhan menyangkut 3 (tiga) hal pokok, yaitu belum
tersedianya pelabuhan hub internasional, rendahnya produktivitas dan kapasitas
pelabuhan, dan belum terintegrasinya manajemen kepelabuhanan.
(1) Belum Adanya Pelabuhan Hub Internasional
Salah satu faktor penting bagi pengembangan logistik suatu negara adalah adanya
pelabuhan hub Internasional baik laut maupun udara sebagai pusat pengendalian
arus barang nasional, maupun internasional. Pelabuhan hub internasional adalah

III-104
LAPORAN AKHIR
Studi Tinjau Ulang Tatrawil Propinsi Jawa Timur dalam Mendukung
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi

sebuah pelabuhan internasional yang berfungsi sebagai pelabuhan pengumpul di


mana kapal induk (mother vessel) yang dioperasikan oleh main line operator
(MLO) melakukan kunjungan langsung (direct call) guna menaikkan/menurunkan
barang, untuk selanjutnya diteruskan ke pelabuhan pengumpan oleh feeder
operator. Sementara itu walaupun saat ini Indonesia memiliki beberapa pelabuhan
utama namun belum memiliki pelabuhan hub internasional sedangkan untuk
beberapa Negara di Asia sudah ada kunjungan langsung, kecuali Eropa, Amerika,
Afrika dan beberapa Negara di Asia. Di sisi lain, potensi peningkatan volume
perdagangan global ke depan harus diantisipasi dengan baik. Hingga tahun 2012
diperkirakan kapal dengan kapasitas angkut lebih dari 10.000 (sepuluh ribu)
kontainer akan melintasi alur pelayaran dunia untuk rute Asia dan Eropa. Hal ini
menuntut kesiapan pelabuhan dan infrastruktur penunjangnya untuk dapat
melayani kapal yang lebih besar.

(2) Rendahnya Produktivitas dan Kapasitas Pelabuhan


Produktivitas dan kapasitas pelabuhan nasional semakin tidak mampu
mengimbangi peningkatan arus barang, baik arus domestik maupun internasional.
Beberapa pelabuhan utama, seperti Tanjung Priok, Tanjung Perak, Belawan, dan
Makassar sudah sangat membutuhkan pengembangan kawasan pelabuhan untuk
mengantisipasi penanganan arus barang yang semakin meningkat.
(3) Belum Terintegrasinya Manajemen Pelabuhan
Pengurusan pergerakan barang dan dokumen saat ini masih dilakukan berbasis
transaksi. Hal ini karena belum adanya pelayanan jasa logistik yang terpadu antara
badan pengatur pelabuhan, pengusahaan pelabuhan, pengguna jasa pelabuhan,
karantina, dan kepabeanan serta stake holders lain yang terkait yang berorientasi
kepada kelancaran arus barang dan kepuasan pelanggan. Selain itu belum ada
sistem atau mekanisme kerjasama antara otoritas pengelola pelabuhan dengan
kawasan industri yang berorientasi kelancaran arus barang ekspor dan impor
untuk keperluan industri.

B. Prasarana Jalan
Terbatasnya kapasitas jalan pada beberapa lintas ekonomi seperti Trans Jawa dan
Sumatera telah berdampak pada bertambahnya waktu tempuh perjalanan,
sehingga pada ruas-ruas tersebut memerlukan peningkatan kapasitas dan

III-105
LAPORAN AKHIR
Studi Tinjau Ulang Tatrawil Propinsi Jawa Timur dalam Mendukung
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi

pengembangan jaringan baru secara bertahap. Hal tersebut didasarkan pada


kenyataan bahwa menurunnya tingkat pelayanan jalan pada jalur-jalur utama
perekonomian terutama di Jawa dan Sumatera menyebabkan ekonomi biaya tinggi
dan mengurangi daya saing produk-produk domestik. Selain itu juga kurangnya
disiplin pengguna jalan seperti membawa muatan melebihi kapasitas jalan telah
menyebabkan jalan cepat rusak. Kondisi kerusakan jalan ini juga terjadi di daerah
dan kepulauan lainnya, seperti Kalimantan, Sulawesi dan Papua.

C. Angkutan Kereta Api


Perkeretaapian nasional masih menghadapi berbagai permasalahan, seperti jalur
Kereta Api yang masih menggunakan single track, banyaknya kondisi rel yang
sudah tua dan teknologi yang sudah usang, dan gerbong yang perlu segera diganti.
Konsep bisnis yang diterapkan untuk Kereta Api barang khususnya pengangkutan
kargo kontainer masih menerapkan sistem bisnis pengangkutan atau transporter,
belum menggunakan perspektif konsep bisnis logistik. Selain yang tersebut diatas,
beberapa permasalahan lain adalah: (a) Jalur Angkutan Petikemas TPKB
Gedebage ke Pelabuhan Laut Tanjung Priok terhenti di Pasoso yang jaraknya
sekitar 1 (satu) km dari posisi Terminal Kontainer JICT/Koja, hal ini
menimbulkan tambahan handling, waktu dan biaya, (b) pemeliharaan, baik sarana
(gerbong dan lokomotif) maupun prasarana perkeretaapian, yang belum memadai;
dan (c) Jadwal kereta api yang belum sejalan dengan jadwal pengiriman barang
ekspor/impor.

D. Angkutan Sungai dan Penyeberangan


Negara Indonesia yang berupa kepulauan membutuhkan sarana dan prasarana
transportasi laut yang memadai. Oleh karena itu, Indonesia membutuhkan
pelayanan dan tingkat keselamatan angkutan laut (terutama: ferry) yang memadai,
yang perlu didukung dengan industri penunjang galangan kapal dan rancang-
bangun kapal ferry nasional yang memadai.
Saat ini angkutan sungai dan penyeberangan memiliki paradigma baru yaitu
bahwa angkutan ini berorientasi pada dinamika lingkungan daerah dan bisnis,
harga dinamis, kompetisi layanan (customer focus), dan entitas infrastruktur –
bisnis (mixed). Kedepannya, potret masa depan industry ferry Indonesia akan
menuju Pola tarif ferry berbasis pasar (pro-market mechanism). Sehingga

III-106
LAPORAN AKHIR
Studi Tinjau Ulang Tatrawil Propinsi Jawa Timur dalam Mendukung
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi

menuntut peremajaan armada kapal angkutan penyeberangan/ferry (excelent ferry


ship), dan peningkatan citra layanan angkutan penyeberangan/ferry (superior
services at the highest safety standard.

E. Transportasi Multimoda
Saat ini, Indonesia belum memiliki konsep multimoda di sektor angkutan barang
dan belum memiliki regulasi yang mengatur prosedur transportasi bagi barang
berpindah moda. Selain itu, akses transportasi multimoda belum memadai, seperti
ketika barang dibongkar di Pelabuhan Tanjung Priok dan satu-satunya akses
transportasi pengangkutan barang hanya melalui transportasi darat. Padahal,
infrastruktur jalan yang sangat terbatas menyebabkan lalu lintas di Pelabuhan
Tanjung Priok mengalami kemacetan. Akses jalan kereta api yang ada saat ini
tidak difungsikan lagi, sehingga tidak terdapat alternatif bagi para pelaku industri
untuk dapat mengelola distribusi barangnya secara efektif dan efisien.
Kendala lain dalam transportasi multimoda adalah:
(1) Infrastruktur yang belum menunjang, seperti akses jalan Kereta Api dari
Tanjung Priok belum bisa langsung ke container yard dan dari Gede Bage
masih memerlukan dua kali customs handling.
(2) Gudang transit yang belum memadai, baik dipelabuhan udara maupun di
pelabuhan laut.

3.7.5. Visi-Misi-Tujuan Logistik Indonesia

Visi Logistik Indonesia 2025 dirumuskan dengan mempertimbangkan hal-hal


sebagai berikut :
(1) Cita-cita pendiri Negara Kesatuan Republik Indonesia untuk menciptakan
masyarakat yang adil dan makmur;
(2) Posisi Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar dan luas dengan
keanekaragaman sumberdaya alam dan sumberdaya hayati;
(3) Potensi Indonesia sebagai pemasok (“supply side”), sekaligus konsumen
(“demand side”), dalam rantai pasok global.

Berdasarkan pertimbangan di atas, maka Visi Logistik Indonesia 2025


dirumuskan sebagai berikut:

III-107
LAPORAN AKHIR
Studi Tinjau Ulang Tatrawil Propinsi Jawa Timur dalam Mendukung
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi

“Terwujudnya Sistem Logistik yang terintegrasi secara lokal, terhubung secara


global untuk meningkatkan daya saing nasional dan kesejahteraan rakyat (locally
integrated, globally connected for national competitiveness and social welfare)”
Terintegrasi Secara Lokal (Locally Integrated), diartikan bahwa pada tahun 2025
seluruh aktivitas logistik di Indonesia mulai dari tingkat pedesaan, perkotaan,
sampai dengan antar wilayah dan antar pulau beroperasi secara efektif dan efisien
dan menjadi satu kesatuan yang terintegrasi secara nasional dalam wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang akan membawa kesejahteraan dan
kemakmuran bagi masyarakat Indonesia. Dengan visi terintegrasi secara lokal ini
akan mendorong terwujudnya ketahanan dan kedaulatan ekonomi nasional yang
ditandai dengan pertumbuhan ekonomi yang inklusif, dan pemerataan antar
daerah yang berkeadilan sehingga akan tercapai peningkatan kesejahteraan
masyarakat dan akan menyatukan seluruh wilayah Indonesia sebagai negara
maritim.
Terhubung Secara Global (Globally Connected) diartikan bahwa pada tahun 2025,
Sistem Logistik Nasional akan terhubung dengan sistem logistik regional
(ASEAN) dan global melalui Pelabuhan Hub Internasional (termasuk fasilitasi
kepabeanan dan fasilitasi perdagangan) dan jaringan informasi “International
Gateways”, dan jaringan keuangan agar pelaku dan penyedia jasa logistik nasional
dapat bersaing di pasar global.
Integrasi secara lokal dan keterhubungan secara global sebagaimana disajikan
secara skematis pada Gambar 3.46 dilakukan melalui integrasi dan efisiensi
jaringan logistik yang terdiri atas jaringan distribusi, jaringan transportasi,
jaringan informasi, dan jaringan keuangan yang didukung oleh pelaku dan
penyedia jasa logistik. Dengan demikian jaringan sistem logistik dalam negeri dan
keterhubungannya dengan jaringan logistik global akan menjadi kunci kesuksesan
di era persaingan rantai pasok global (global supply chain), karena persaingan
tidak hanya antar produk, antar perusahaan, namun juga antar jaringan logistik
dan rantai pasok bahkan antar negara. Selain itu, integrasi logistik secara lokal dan
keterhubungan secara global akan dapat meningkatkan ketahanan dan kedaulatan
ekonomi, kesejahteraan masyarakat dan perwujudan NKRI sebagai negara
maritim.

III-108
LAPORAN AKHIR
Studi Tinjau Ulang Tatrawil Propinsi Jawa Timur dalam Mendukung
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi

Sumber : Perpres 26/2012 tentang Cetak Biru Pengembangan Sislognas


Gambar 3.46. Jaringan Sislognas (Sistem Logistik Nasional)
Adapun misi dari Sistem Logistik Nasional adalah:
(1) Memperlancar arus barang secara efektif dan efisien untuk menjamin
pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat dan peningkatan daya saing produk
nasional di pasar domestik, regional, dan global.
(2) Membangun simpul-simpul logistik nasional dan konektivitasnya mulai dari
pedesaan, perkotaan, antar wilayah dan antar pulau sampai dengan hub
pelabuhan internasional melalui kolaborasi antar pemangku kepentingan.
Sesuai dengan visi dan misi di atas secara umum tujuan yang ingin dicapai dalam
membangun dan mengembangkan Sistem Logistik Nasional adalah mewujudkan
sistem logistik yang terintegrasi, efektif dan efisien untuk meningkatkan daya
saing nasional di pasar regional dan global, dan meningkatkan kesejahteraan
masyarakat. Secara lebih spesifik tujuan tersebut adalah:
(1) Menurunkan biaya logistik, memperlancar arus barang, dan meningkatkan
pelayanan logistik sehingga meningkatkan daya saing produk nasional di
pasar global dan pasar domestik;
(2) Menjamin ketersediaan komoditas pokok dan strategis di seluruh wilayah
Indonesia dengan harga yang terjangkau sehingga mendorong pencapaian
masyarakat adil dan makmur, dan memperkokoh kedaulatan dan keutuhan
NKRI;

III-109
LAPORAN AKHIR
Studi Tinjau Ulang Tatrawil Propinsi Jawa Timur dalam Mendukung
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi

(3) Mempersiapkan diri untuk menghadapi integrasi jasa logistik ASEAN pada
tahun 2013 sebagai bagian dari pasar tunggal ASEAN tahun 2015 dan
integrasi pasar global pada tahun 2020.
Untuk memperlancar logistik komoditas pokok dan strategis akan dibangun Pusat
Distribusi Regional yang berfungsi sebagai cadangan penyangga nasional dan
Pusat Distribusi Propinsi pada setiap Propinsi yang dapat digunakan sebagai
penyangga pada setiap propinsi sebagaimana disajikan pada Gambar 3.47.
Selanjutnya, Pusat Distribusi Propinsi akan menjadi penyangga bagi jaringan
Distribusi Kabupaten/Kota. Untuk efisiensi, Pusat Distribusi Regional akan
ditempatkan dan dikelola oleh Pusat Distribusi Propinsi yang ditugaskan sebagai
Pusat Distribusi Regional. Adapun kriteria penempatan Pusat Distribusi Regional
adalah jumlah penduduk, aksesibilitas, daerah konsumen (bukan penghasil dan
bukan daerah produsen), dapat berfungsi sebagai kolektor (pusat konsolidasi) dan
distributor, berada pada wilayah dekat Pelabuhan Utama, dan berpotensi untuk
dikembangkan menjadi pusat perdagangan antar pulau. Berdasarkan pada kriteria
tersebut di atas maka alternatif lokasi Pusat Distribusi Regional adalah sebagai
berikut: untuk Sumatra di Kuala Tanjung Padang, dan Palembang, Jawa di
Jakarta, Semarang, dan Surabaya, Kalimantan di Banjarmasin, Sulawesi di
Makassar dan Bitung, Nusa Tenggara di Larantuka, dan Papua di Sorong dan
Jayapura.

Infrastruktur dan Jaringan Transportasi Global merupakan bagian dari


konektivitas global (global connectivity) yang diharapkan mampu
menghubungkan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi utama (national gate way) ke
pelabuhan hub internasional baik di wilayah barat Indonesia maupun wilayah
timur Indonesia, serta antara Pelabuhan Hub Internasional di Indonesia dengan
Pelabuhan hub internasional di berbagai negara yang tersebar pada lima benua.
Pada tahun 2025 diharapkan Sistem Logistik Nasional akan terhubung dengan
sistem logistik global, melalui jaringan infrastruktur multimoda sebagaimana
disajikan pada Gambar 3.48.

III-110
LAPORAN AKHIR
Studi Tinjau Ulang Tatrawil Propinsi Jawa Timur dalam Mendukung
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi

Sumber : Perpres 26/2012 tentang Cetak Biru Pengembangan Sislognas


Gambar 3.47. Penyebaran pusat distribusi komoditas pokok dan strategis

Sumber : Perpres 26/2012 tentang Cetak Biru Pengembangan Sislognas

Gambar 3.48. Pengembangan pelabuhan hub internasional

3.7.6. Strategi Pengembangan Logistik Indonesia


Fokus utama pengembangan infrastruktur diarahkan pada tersedianya prasarana
dan sarana secara memadai dan beroperasi secara efisien untuk meningkatkan
kelancaran arus barang dengan strategi capaian yang tepat.
A. Transportasi laut
(1) Memberlakukan asaa cabotage untuk angkutan laut dalam negeri secara
penuh sesuai jadwal roadmap.
(2) Meningkatkan aksesibilitas angkutan penumpang dan barang di daerah
tertinggal dan daerah padat/macet.

III-111
LAPORAN AKHIR
Studi Tinjau Ulang Tatrawil Propinsi Jawa Timur dalam Mendukung
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi

(3) Meningkatkan efisiensi dan efektivitas pelayanan angkutan laut yang


dilakukan secara terpadu serta melalui penataan jaringan trayek.
(4) Menyiapkan pelabuhan sebagai hub internasional di kawasan Indonesia
Barat dan Timur untuk melepaskan diri dari ketergantungan pada hub
internasional di negara lain.
(5) Peningkatan efisiensi operasional, optimasi kapasitas pelabuhan dan
pengembangan interkoneksi dengan hinterland dan hub internasional.
B. Transportasi jalan
Mengurangi beban jalan dengan mengembangkan jaringan transportasi
antarmoda/ multimoda dan logistic center sebagai upaya meningkatkan
kelancaran arus barang dari pusat produksi menuju outlet-inlet, ekspor-impor
dan antar pulau.
C. Transportasi KA
Mengembangkan jaringan kereta api untuk angkutan barang jarak jauh di
Sumatera, Jawa dan Kalimantan.
D. Transportasi udara
Mengoptimalkan peran bandar udara yang ada untuk dapat berfungsi sebagai
bandar udara kargo.

3.7.7. Sasaran Pengembangan Logistik dan Tahapan Implementasi

A. Sasaran pengembangan logistik 2011-2025


(1) Periode 2011-2015: Penguatan Sistem Logistik Domestik
Sasaran yang ingin dicapai pada periode 2011–2015 adalah meletakkan dasar
yang kokoh bagi terwujudnya Sistem Logistik Nasional yang efektif dan efisien
dalam rangka mencapai visi Locally Integrated dan mewujudkan landasan yang
memadai untuk terkoneksi dengan jejaring logistik ASEAN. Indikator utama
pencapaian sasaran ini adalah rasio biaya logistik nasional terhadap GDP tahun
2015 turun sebesar 3 (tiga) persen dari tahun 2011, dan skor Logistik Perfomance
Index (LPI) Indonesia menjadi sebesar 3,1 (tiga koma satu).
(2) Periode 2016-2020 : Integrasi Jejaring Logistik Global
Sasaran yang ingin dicapai pada periode 2016–2020 adalah memperkokoh
integrasi logistik dalam negeri, sinkronisasi, koordinasi dan interkoneksi dengan
jejaring logistik ASEAN, dan meletakkan landasan yang kokoh untuk terkoneksi

III-112
LAPORAN AKHIR
Studi Tinjau Ulang Tatrawil Propinsi Jawa Timur dalam Mendukung
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi

dengan jejaring logistik global dalam rangka mencapai visi Globally Connected.
Indikator utama pencapaian sasaran ini adalah rasio biaya logistik nasional
terhadap GDP tahun 2020 turun sebesar 4 (empat) persen dari tahun 2015, dan
skor LPI Indonesia naik menjadi 3,3 (tiga koma tiga).
(3) Periode 2021 -2025 : Integrasi Jejaring Logistik Global

Sasaran yang ingin dicapai pada periode 2021–2025 adalah beroperasinya Sistem
Logistik Nasional secara efektif dan efisien yang terkoneksi dengan jejaring
logistik global. Indikator utama pencapaian sasaran ini adalah rasio biaya Logistik
Nasional terhadap GDP tahun 2025 turun sebesar 5 (lima) persen dari tahun 2020,
dan skor LPI Indonesia naik menjadi 3,5 (tiga koma lima).

B. Tahapan implementasi logistik

Implementasi pengembangan Sistem Logistik Nasional tahun 2011-2025


dilakukan secara bertahap dan berkesinambungan sebagaimana disajikan pada
Gambar 3.49 dan pada Tabel 3.10.

Sumber : Perpres 26/2012 tentang Cetak Biru Pengembangan Sislognas


Gambar 3.49. Tahapan pengembangan sislognas

III-113
LAPORAN AKHIR
Studi Tinjau Ulang Tatrawil Propinsi Jawa Timur dalam Mendukung
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi

Tabel 3.10. Mile stone tahapan implementasi infrastruktur transportasi logistik

Tahap I Tahap II Tahap III


(2011 – 2015) (2016-2020) (2021-2025
 Ditetapkan dan selesainya  Dibangunnya pelabuhan  Terintegrasinya secara
rancangan rinci pelabuhan hub laut internasional efektif pelabuhan hub
hub laut internasional untuk Kawasan Timur laut internasional
untuk Kawasan Timur Indonesia di Bitung, dan dengan pelabuhan
Indonesia di Bitung dan untuk Kawasan Barat utama, pelabuhan
untuk Kawasan Barat Indonesia di Kuala pengumpul dan
Indonesia di Kuala Tanjung Tanjung pelabuhan pengumpan
 Ditetapkannya pelabuhan  Pengembangan serta pusat pertumbuhan
hub udara international di pelabuhan kargo udara di ekonomi;
Jakarta, Kuala Namu, dan Manado, Bali,  Beroperasinya secara
Makasar. Balikpapan, Morotai, dan efektif dan efisien
 Beroperasinya model Biak. pelabuhan kargo udara
sistem pelayanan 24/7  Beroperasinya model internasional
kargo udara di Bandara sistem pelayanan 24/7  Transportasi laut
Soekarno Hatta kargo udara di bandara beroperasi secara
 Terwujud dan beroperasi utama efektif dan telah
secara terjadwal jalur  Terbangun dan beroperasi berfungsi sebagai
pelayaran short sea secara efektif dan efisien backbone transportasi
shipping (SSS) di jalur jaringan transportasi laut nasional
Pantura dan Lalintim antar pulau dalam rangka  Beroperasinya secara
Sumatera untuk mewujudkan transportasi efektif KA sebagai
menggalakkan transportasi laut sebagai backbone pilihan utama
laut sebagai backbone transportasi nasional transportasi barang di
transportasi nasional Indonesia
 Meningkatnya peran KA  Terbangunnya Trans Java  Angkutan truk,
untuk menangani angkutan dan Trans Sumatera, serta angkutan sungai, danau
barang jarak jauh di Jawa Jalur KA yang dan penyeberangan
dan Sumatera menghubungkan antara berperan sebagai bagian
 Meningkatnya sinergi dan pusat produksi dan integral dari sistem
efektivitas angkutan truk, simpul transportasi angkutan multi moda
angkutan sungai, danau dan  Meningkatnya peran dalam rangka
penyeberangan dalam angkutan truk angkutan mewujudkan
mewujudkan sistem sungai, danau dan konektivitas lokal dan
angkutan multi moda penyeberangan sebagai nasional
 Terbangunnya terminal bagian dari angkutan  Terwujudnya jaringan
multimoda dan pusat-pusat multi moda disetiap transportasi multi moda
logistik (logistics centers) koridor ekonomi yang menghubungkan
di bandar udara utama dan  Terbangun dan simpul simpul logistik
pelabuhan laut utama di terkoneksinya jaringan
setiap koridor ekonomi transportasi multi moda
antar pelabuhan hub
internasional, pelabuhan
laut utama, bandar udara
utama, pusat-pusat
pertumbuhan dan dry
port
Sumber : Perpres 26/2012 tentang Cetak Biru Pengembangan Sislognas

III-114
LAPORAN AKHIR
Studi Tinjau Ulang Tatrawil Propinsi Jawa Timur dalam Mendukung
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi

3.7.8. Jaringan Transportasi Logistik di Provinsi Jawa Timur


Jaringan angkutan logistik merupakan bagian penting dalam pendistribusian
barang baik barang lokal, impor maupun ekspor. Beberapa simpul penting yang
dihubungkan oleh jaringan jalan yang handal harus menjadi fokus perhatian dalam
pengembangan jaringan logistik. Provinsi Jawa Timur yang merupakan Provinsi
yang besar dan menjadi gerbang masuk dan keluar barang baik lokal, impor
maupun ekspor melalui Pelabuhan Internasional Tanjung Perak dan Bandara
Internasional Juanda dan juga menjadi provinsi penghubung antara Pulau Jawa
dan Bali. Kondisi tersebut menuntut Provinsi Jawa Timur harus memiliki jaringan
logistik yang handal dan terpadu. Berdasarkan Perpres Nomor 26 Tahun 2012
tentang Cetak Biru Pengembangan Sistem Logistik Nasional telah menetapkan
Pelabuhan Tanjung Perak sebagai pelabuhan hub nasional maupun internasional
dalam pendistribusian logistik nasional. Kondisi jaringan lintas peti kemas
(jaringan angkutan logistik) di Provinsi Jawa Timur saat ini dapat dilihat dengan
jelas pada Gambar 3.49. Jaringan lintas peti kemas di Provinsi Jawa Timur
tersebar di wilayah utara dan wilayah tengah Jawa Timur yang menghubungkan
pelabuhan internasional Tanjung Perak, terminal kargo Juanda, dry port dan
terminal barang. Kabupaten/kota di wilayah Jawa Timur yang dilewati oleh
jaringan lintas peti kemas adalah: (1) Ngawi; (2) Madiun; (3) Jombang; (4)
Mojokerto; (5) Sidoarjo; (6) Surabaya; (7) Gresik; (lamongan); (8)Tuban; (9)
Bojonegoro; (10) Pasuruan; (11) Malang; (12) Probolinggo; (13) Lumajang; (14)
Jember; (15) Bondowoso; (16) Situbondo; dan (17) Banyuwangi. Jairngan lintas
peti kemas di Provinsi Jawa Timur menghubungkan antara Provinsi Jawa Timur
dengan Provinsi Jawa Tengah bagian utara melalui jalur pantai utara (pantura) dan
melalui lintas tengah (Ngawi, Madiun, dan Jombang) yang menghubungkan
Provinsi Jawa Timur dengan Provisi Jawa Tengah dan DIY. Selain itu, jaringan
lintas peti kemas juga menghubungkan Provinsi Jawa Timur dengan Bali yang
melalui Kabupaten Banyuwangi.
Jaringan lintas peti kemas di Provinsi Jawa Timur juga telah mampu mengakses
pelabuhan-pelabuhan internasional dan pelabuhan nasional selain pelabuhan
pTanjung Perak serta telah mengakses dry port di Kabupaten Jember dan
terhubung dengan pelabuhan Tanjung Perak. Lintas jaringan peti kemas di

III-115
LAPORAN AKHIR
Studi Tinjau Ulang Tatrawil Propinsi Jawa Timur dalam Mendukung
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi

Provinsi Jawa Timur telah mendukung program MP3EI melalui Kawasan


Perhatian Investasi (KPI) yang telah ditetapkan dan hampir mendukung semua
wilayah kawasan ekonomi khusus (KEK) Jawa Timur kecuali kepulauan Madura.

Sumber: RTRWP Jawa Timur, MP3EI, PP 26/2012, diolah konsultan.

Gambar 3.49. Jaringan lintas peti kemas (angkutan logistik) Provinsi Jawa Timur

3.8. TELAAH RTRW PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2011-2031


Karakteristik fisik topografi Jawa Timur secara umum terbagi menjadi tiga
karakteristik zona, yaitu daerah Utara merupakan dataran rendah, daerah Tengah
dan Selatan dengan ketinggian 100-1500 meter dpl, dan daerah pegunungan
dengan ketinggian lebih dari 1500 meter dpl. Sehubungan dengan keragaman
topografi tersebut dan rencana penggunaan lahannya, RTRW Provinsi Jawa Timur
Tahun 2011-2031 telah menetapkan beberapa aturan terkait pola ruang dan
transportasi seperti yang diuraikan berikut ini.

III-116
LAPORAN AKHIR
Studi Tinjau Ulang Tatrawil Propinsi Jawa Timur dalam Mendukung
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi

3.8.1. Struktur Tata Ruang Wilayah Jawa Timur

Sistem kota - perkotaan di Jawa Timur direncanakan secara hirarkis sesuai ukuran
perkotaan yang ditentukan dalam orde kota –perkotaannya. Surabaya sebagai kota
terbesar di Jawa Timur merupakan kota orde I, sebagai acuan dalam penentuan
orde kota – perkotaan lainnya di Jawa Timur. Perkotaan lain pada dasarnya di
bawah Surabaya, sedangkan ukuran kota – perkotaan selain Surabaya memiliki
ukuran yang relatif seimbang. Berdasarkan potensi dan fungsi yang dimiliki, Kota
Malang merupakan kota orde IIA. Kota - perkotaan lain yang memiliki fungsi
utama sebagai penunjang sistem metropolitan dan sebagai pusat pertumbuhan
wilayah dikembangkan sebagai kota – perkotaan dengan orde IIB, sedangkan
ibukota kabupaten yang lain, dikembangkan sebagai kota – perkotaan dengan orde
IIIA dan IIIB. Orde kota - perkotaan di Jawa Timur ditetapkan sebagai berikut :
(1) Orde I : Kota Surabaya
(2) Orde IIA : Kota Malang
(3) Orde IIB : Perkotaan Sidoarjo, Perkotaan Gresik, Perkotaan Tuban, Perkotaan
Lamongan, Perkotaan Jombang, Kota Mojokerto, Kota Pasuruan, Perkotaan
Bojonegoro, Perkotaan Bangkalan, Kota Madiun, Kota Kediri, Perkotaan
Jember, Perkotaan Banyuwangi, Kota Blitar, Kota Probolinggo, Perkotaan
Pamekasan, Kota Batu.
(4) Orde IIIA : Perkotaan Ponorogo, Perkotaan Ngawi, Perkotaan Nganjuk,
Perkotaan Tulungagung, Perkotaan Lumajang, Perkotaan Kepanjen, Perkotaan
Sumenep
(5) Orde IIIB : Perkotaan Magetan, Perkotaan Trenggalek, Perkotaan Pacitan,
Perkotaan Bondowoso, Perkotaan Situbondo, Perkotaan Sampang, Perkotaan
Caruban.
Pemetaan orde kota di Jawa Timur dapat dilihat dalam Gambar 3.50.
Perwilayahan Jawa Timur direncanakan dalam Satuan Wilayah Pengembangan
(SWP) dengan kedalaman penataan struktur pusat permukiman perkotaan,
merupakan upaya untuk mengendalikan perkembangan kawasan perkotaan yang
berkembang cenderung terus membesar dan berpotensi mendorong perkembangan
mega urban di SWP Gerbangkertasusila, menyeimbangkan perkembangan
perkotaan lain di wilayah Jawa Timur dan mengendalikan perkembangan kawasan

III-117
LAPORAN AKHIR
Studi Tinjau Ulang Tatrawil Propinsi Jawa Timur dalam Mendukung
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi

terbangun di perkotaan sesuai daya dukung dan prinsip-prinsip pembangunan


yang berkelanjutan. Penataan SWP dengan kedalaman hingga penataan struktur
pusat permukiman perkotaan, khususnya perkotaan di SWP diluar SWP
Gerbangkertosusila Plus dan SWP Malang Raya, adalah upaya untuk mendorong
perkembangan perkotaan yang serasi dengan kawasan perdesaan secara optimal
dan berkelanjutan.

Sumber : RTRWP Jawa Timur (2012)


Gambar 3.50. Pemetaan orde perkotaan di Provinsi Jawa Timur

Struktur pusat permukiman perkotaan yang menjadi bagian dari perwilayah di


dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Jawa Timur dibedakan atas struktur pusat
permukiman perkotaan di Gerbangkertosusila Plus dan Malang Raya serta diluar
Gerbangkertosusila Plus dan Malang Raya. Struktur pusat permukiman perkotaan
wilayah Gerbangkertosusila Plus merupakan upaya untuk memecah pusat
pelayanan, dan orientasi pelayanan serta kegiatan yang monosentris ke arah
Surabaya Metropolitan Area. Struktur pusat permukiman perkotaan di wilayah
Malang Raya diarahkan untuk memecah pola perkembangan yang memusat di
Kota Malang. Struktur pusat permukiman perkotaan di Luar Gerbangkertosusila
Plus dan Malang Raya diarahkan tetap dengan konsep pertumbuhan.

III-118
LAPORAN AKHIR
Studi Tinjau Ulang Tatrawil Propinsi Jawa Timur dalam Mendukung
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi

Konsep penataan Guna Lahan di Provinsi Jawa Timur dilakukan dengan


membentuk pusat pertumbuhan di masing-masing Satuan Wilayah
Pengembangan. Untuk memperbesar efek pertumbuhan di setiap SWP, maka
konsep keterkaitan antar wilayah perlu diintensifkan dengan pola sistem jaringan.
Pemetaan sebaran SWP di Provinsi Jawa Timur dapat dilihat dalam Gambar
3.51. Selanjutnya Perwilayahan Jawa Timur di bagi dalam 9 (sembilan) SWP,
yang meliputi :
(1) SWP Gerbangkertosusila Plus meliputi: Kota Surabaya, Kabupaten Tuban,
Kabupaten Lamongan, Kabupaten Bojonegoro, Kabupaten Gresik,
Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten dan Kota Mojokerto, Kabupaten Jombang,
Kabupaten Bangkalan, Kabupaten dan Kota Pasuruan dengan pusat
pelayanan di Kota Surabaya.
(2) SWP Malang Raya meliputi: Kota Malang, Kota Batu, dan Kabupaten
Malang, dengan pusat pelayanan di Kota Malang.
(3) SWP Madiun dan sekitarnya meliputi: Kota Madiun, Kabupaten Madiun,
Kabupaten Ponorogo, Kabupaten Magetan, Kabupaten Pacitan, Kabupaten
Ngawi, dengan pusat pelayanan di Kota Madiun.
(4) SWP Kediri dan sekitarnya meliputi: Kota Kediri, Kabupaten Kediri,
Kabupaten Nganjuk, Kabupaten Trenggalek, dan Kabupaten Tulungagung,
dengan pusat pelayanan di Kota Kediri.
(5) SWP Probolinggo – Lumajang meliputi: Kota Probolinggo, Kabupaten
Probolinggo dan Kabupaten Lumajang, dengan pusat pelayanan di Kota
Probolinggo
(6) SWP Blitar meliputi: meliputi Kota Blitar dan Kabupaten Blitar, dengan
pusat pelayanan Kota Blitar
(7) SWP Jember dan sekitarnya meliputi: Kabupaten Jember, Kabupaten
Bondowoso dan Kabupaten Situbondo, dengan pusat pelayanan di
Perkotaan Jember
(8) SWP Banyuwangi meliputi: Kabupaten Banyuwangi, dengan pusat
pelayanan di Perkotaan Banyuwangi

III-119
LAPORAN AKHIR
Studi Tinjau Ulang Tatrawil Propinsi Jawa Timur dalam Mendukung
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi

(9) SWP Madura dan Kepulauan meliputi: Kabupaten Sampang, Kabupaten


Pamekasan dan Kabupaten Sumenep dengan pusat pelayanan di Perkotaan
Pamekasan.
Idealnya tiap SWP memiliki kota dengan orde tertentu untuk memperlihatkan
bahwa tiap satuan wilayah pengembangan memiliki pusat atau center kegiatan
yang berupa daerah perkotaan sebagai pembangkit dan penarik pola perjalanan
barang dan jasa. Kombinasi antara sistem orde perkotaan dan SWP di Provinsi
Jawa Timur dapat dilihat dalam Gambar 3.52. Delapan KPI-MP3EI sudah
diakomodasi dan difasilitasi oleh kebijakan tata ruang wilayah Provinsi Jawa
Timur, misal : KPI Lamongan diakomodasi dalam SWP Gerbangkertosusila, KPI
Malang diakomodasi dalam SWP Malang Raya. Demikian pula KEK juga sudah
diakomodasi oleh kebijakan tata ruang wilayah Provinsi Jawa Timur, misal KEK
Madura diakomodasi dalam SWP Madura dan Kepulauan.

Saat ini penggunaan lahan di Jawa Timur didominasi oleh lahan pertanian baik
persawahan, perkebunan maupun lahan kering. Selanjutnya diikuti penggunaan
lahan untuk permukiman dengan segala kegiatan pendukungnya, seperti industri,
perdagangan dan kegiatan sosial ekonomi lainnya. Gambar 3.53 menunjukkan
peta penggunaan lahan di Jawa Timur saat ini. Selanjutnya pada Gambar 3.54
menyajikan Rencana Pola Ruang Jawa Timur tahun 2011-2031. Sebaran pola
ruang di Jawa Timur secara garis besar : (1) kawasan utara didominasi pertanian
pangan lahan kering dan permukiman, misalnya Kabupaten Lamongan, Gresik,
Pasuruan, Situbondo, Surabaya; (2) kawasan tengah didominasi hutan produksi
dan sebagian pertanian pangan lahan kering dan basah, misal Madiun, Kediri,
Nganjuk, Ngawi; (3) kawasan selatan didominasi pertanian pangan lahan basah
yang didukung sederetan gunung berapi, misal Malang, Blitar, Lumajang, Jember,
Banyuwangi. Pola ruang wilayah Jawa Timur tersebut melatarbelakangi ketepatan
usulan KPI-MP3EI, misal Kabupaten Lamongan lebih didominasi pertanian
pangan lahan kering dan kawasan lepas pantai sehingga tepat digunakan untuk
pembangunan kawasan industri perkapalan. Contoh lain KPI Malang yang
sebagian besar didominasi kawasan pertanian pangan lahan basah sehingga tepat
jika ditetapkan kawasan penghasil industri makanan dan minuman dalam
kebijakan MP3EI.

III-120
LAPORAN AKHIR
Studi Tinjau Ulang Tatrawil Propinsi Jawa Timur dalam Mendukung
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi

Sumber : RTRWP Jawa Timur (2012)


Gambar 3.51. Sebaran SWP di Provinsi Jawa Timur

Sumber : RTRWP Jawa Timur (2012)


Gambar 3.52. Pemetaan kombinasi antara SWP dan orde kota di Jawa Timur

III-121
LAPORAN AKHIR
Studi Tinjau Ulang Tatrawil Propinsi Jawa Timur dalam Mendukung
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi

Sumber : RTRWP Jawa Timur (2012)


Gambar 3.53 Peta Penggunaan Lahan Saat ini di Wilayah Provinsi Jawa Timur

Sumber : RTRWP Jawa Timur (2012)


Gambar 3.54. Peta Rencana Pola Ruang Wilayah Provinsi Jawa Timur

III-122
LAPORAN AKHIR
Studi Tinjau Ulang Tatrawil Propinsi Jawa Timur dalam Mendukung
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi

3.8.2. Pengembangan Sistem Prasarana Transportasi Wilayah


RTRWP Jawa Timur (2011-2031) telah menetapkan secara umum Sistem
Jaringan Prasarana sebagaimana disajikan dalam Gambar 3.55. Dapat dilihat
bahwa di masa mendatang diharapkan sistem jaringan prasarana transportasi
wilayah yang ada di Jawa Timur diharapkan tersebar merata dan berdampak
membawa kemakmuran ekonomi kepada masyarakat Jawa Timur dan sekitarnya.

Sumber : RTRWP Jawa Timur (2012)


Gambar 3.55. Rencana Jaringan Prasarana Transportasi Wilayah di Provinsi
Jawa Timur

A. Pengembangan prasarana transportasi jalan


Pengembangan prasarana transportasi jalan ditujukan untuk memajukan
perekonomian dan sekaligus melakukan pemerataan pembangunan di wilayah
Jawa Timur. Transportasi jalan berperan untuk melayani wilayah dalam dua
bentuk pelayanan utama. Pertama, transportasi jalan berperan untuk melayani
aktivitas ekonomi dalam bentuk pelayanan terhadap pergerakan orang, barang dan
jasa. Dalam hal pertama ini, transportasi berperan untuk memajukan aktivitas
ekonomi. Kedua, transportasi jalan juga berperan untuk membuka akses bagi
wilayah-wilayah terpencil dan memperbaiki akses bagi kawasan yang relatif

III-123
LAPORAN AKHIR
Studi Tinjau Ulang Tatrawil Propinsi Jawa Timur dalam Mendukung
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi

terbelakang. Pengembangan jaringan jalan umum di Provinsi Jawa Timur dapat


dilihat dalam Gambar 3.56. RTRWP Jawa Timur (2011-2031) telah menetapkan
rencana pengembangan jaringan jalan tol di Jawa Timur yang diarahkan pada
pembangunan ruas-ruas jalan tol :
(1) Jalan Tol Gresik – Lamongan – Bojonegoro
(2) Jalan Tol Manyar – Paciran – Tuban (lewat Pantura)
(3) Jalan Tol Gempol – Pandaan – Malang – Kepanjen
(4) Jalan Tol Surabaya – Mojokerto – Jombang – Kertosono – Caruban –
Ngawi – Mantingan
(5) Jalan Tol Madiun – Caruban
(6) Jalan Tol Gempol – Pasuruan – Probolinggo – Situbondo – Banyuwangi
(7) Jalan Tol Waru – Juanda – Suramadu – Perak (Tol Lingkar Timur Kota
Surabaya)
(8) Jalan Tol Aloha – Wonokromo – Perak (Tol Tengah Kota Surabaya)
RTRWP Jawa Timur telah memberikan arahan untuk pengembangan jaringan
jalan nasional sebagai jalan arteri primer, yang meliputi ruas-ruas jalan :
(1) Gresik – Sadang – Tuban
(2) Mojokerto – Mojosari – Gempol
(3) Babat – Bojonegoro – Padangan – Ngawi
Pengembangan jalan provinsi di wilayah Jawa Timur yang ditetapkan dalam
RTRWP Jawa Timur meliputi ruas-ruas jalan :
(1) Pacitan – Ponorogo – Madiun
(2) Maospati – Magetan – Cemorosewu
(3) Nganjuk – Bojonegoro – Ponco – Jatirogo
(4) Bojonegoro – Ponco – Pakah
(5) Pantai Serang – Blitar – Srengat – Kediri – Nganjuk
(6) Karanglo – Pendem
(7) Malang – Pendem – Batu – Pujon – Kandangan – Pare – Kediri
(8) Kandangan – Pulorejo – Jombang – Ploso – Babat
(9) Batu – Pacet – Mojosari – Krian
(10) Purwosari – Kejayan – Pasuruan
(11) Sidoarjo – Krian – Gresik

III-124
LAPORAN AKHIR
Studi Tinjau Ulang Tatrawil Propinsi Jawa Timur dalam Mendukung
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi

(12) Mojokerto – Gedek – Lamongan


(13) Jember – Bondowoso – Situbondo
(14) Bangkalan – Ketapang – Sotabar – Pasongsongan – Sumenep – Pantai
Lumbang
(15) Sampang – Ketapang
(16) Pamekasan – Sotabar
(17) Malang – Turen – Talok – Druju – Sendangbiru
(18) Ponorogo – Trenggalek
(19) Pilang – Sukapura
(20) Pasuruan – Kejayan – Tosari
(21) Purwodadi – Nongkojajar
(22) Lumajang – Kencong – Kasiyan – Puger
(23) Rogojampi – Srono – Muncar
(24) Padangan – Cepu
(25) Ponorogo – Bitin
Pembangunan Jalan Lintas Selatan telah dimulai satu dekade yang lalu, namun
sampai sekarang masih belum selesai. RTRWP Jawa Timur memberikan arahan
pengembangan Jalan Lintas Selatan yang meliputi ruas-ruas jalan :
(1) Mukus – Wareng – Pacitan – Kayen – Sudimoro di Kabupaten Pacitan
(2) Panggul – Jarakan – Durenan di Kabupaten Trenggalek
(3) Bandung – Gambiran – Sine – Molang di Kabupaten Tulungagung
(4) Ringin Bandulan – Jolosutro di Kabupaten Blitar
(5) Panggung – Waru – Sendang Biru – Talok – Dampit di Kabupaten Malang
(6) Pronojiwo – Jarid – Bagu – Wot Galih di Kabupaten Lumajang
(7) Puger – Sumberrejo – Tangkinol di Kabupaten Jember
(8) Glenmore – Rogojampi di Kabupaten Banyuwangi
Sementara arahan pengembangan Jalan Sirip (jalan tembus penghubung yang juga
berfungsi sebagai jalan akses ke Kawasan Tengah dan Utara Jawa Timur) pada
Jalan Lintas Selatan Jawa Timur lebih diprioritaskan, meliputi :
(1) Punung – Kalak – Batas Jawa Tengah, Kayen – Jetak – Hadiwarno,
Bangunsari – Ngadirejan di Kabupaten Pacitan

III-125
LAPORAN AKHIR
Studi Tinjau Ulang Tatrawil Propinsi Jawa Timur dalam Mendukung
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi

(2) Panggul – Munjungan – Prigi – Karanggongso – Batas Tulungagung di


Kabupaten Trenggalek
(3) Trenggalek – Popoh di Kabupaten Tulungagung
(4) Bence – Kanigoro – Pantai Serang – Kesamben – Binangun – Wates –
Pantai Jolosutro di Kabupaten Blitar
(5) Kedung Banteng – Taman Asri di Kabupaten Malang
(6) Pronojiwo – Tempursari – Bago – Tempeh – Pandanwangi di Kabupaten
Lumajang
(7) Ambulu – Watu Ulo dan Kraton – Paseban di Kabupaten Jember
(8) Kendeng Lembu – Sumber Jambe – Pesanggaran – Kutorejo – Muncar –
Srono – Rogojampi di Kabupaten Banyuwangi

Sumber : RTRW Provinsi Jawa Timur 2011-2031


Gambar 3.56. Pengembangan jaringan jalan umum di Provinsi Jawa Timur

RTRWP Jawa Timur memberikan arahan pengembangan jalan tembus antar


wilayah kabupaten/kota sebagai jalan lintas strategis, yang meliputi :
(1) Papar - Pare
(2) Malang - Ngadas - Jemplang - Bromo
(3) Situbondo - Arjasa - Kayumas - Ijen
(4) Nganjuk - Sawahan - Ngebel - Ponorogo

III-126
LAPORAN AKHIR
Studi Tinjau Ulang Tatrawil Propinsi Jawa Timur dalam Mendukung
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi

(5) Kediri - Pulung - Ponorogo


(6) Padangan - Dander - Babat - Lamongan
(7) Sumberrejo - Kanor - Rengel
(8) Tulungagung - Bendungan Wonorejo - Pagerwojo - Bendungan Trenggalek
- Bendungan Sawo - Ponorogo - Ngebel - Nganjuk
(9) Ponorogo - Babadan - Lembeyan - Gorang gareng - Magetan
(10) Ngawi - Dungus – Madiun

B. Pengembangan prasarana transportasi KA


Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 43 Tahun 2011 tentang
Rencana Induk Perkeretaapian Nasional (RIPNAS) maka RTRWP Jawa Timur
menetapkan arah pengembangan jalur ganda KA di Jawa Timur, sebagai berikut:
(1) Surabaya - Lamongan - Babat - Bojonegoro - Cepu
(2) Surabaya - Mojokerto - Jombang - Kertosono - Nganjuk - Madiun - Sragen
(3) Surabaya - Bangil - Lawang - Singosari - Malang
(4) Bangil - Pasuruan - Probolinggo - Jember – Banyuwangi
(5) Malang - Kepanjen - Blitar - Tulungagung – Kertosono
Arahan pengembangan prasarana jalur kereta api di Gerbangkertosusila Plus
berupa penataan jalur yang meliputi pemasangan jalur ganda, pembangunan jalur
layang kereta api, serta pemindahan lokasi lintasan kereta api regional, apabila
diperlukan. Selanjutnya khusus arahan pengembangan jalur kereta api di Pulau
Madura meliputi pengembangan jalur KA Bangkalan - Kamal - Sampang -
Pamekasan - Sumenep dan penyambungan jaringan jalur KA Pulau Madura ke
jaringan kereta api di Surabaya. Arah pengembangan infrastruktur KA di Provinsi
Jawa Timur dapat dilihat dalam Gambar 3.57.

Kemudian dalam rangka perbaikan pelayanan angkutan umum pekotaan, maka


perlu ditetapkan adanya arahan pengembangan prasarana kereta api untuk
keperluan penyelenggaraan kereta api komuter seperti yang sudah
diselenggarakan pada lintas Surabaya - Porong, meliputi jalur-jalur kereta api
berikut ini :
(1) Surabaya - Lamongan - Babat
(2) Surabaya - Mojokerto - Jombang
(3) Surabaya - Porong - Bangil

III-127
LAPORAN AKHIR
Studi Tinjau Ulang Tatrawil Propinsi Jawa Timur dalam Mendukung
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi

(4) Surabaya - Gresik


(5) Pasar Turi - Stasiun Gubeng
(6) Lawang - Malang - Kepanjen
(7) Madiun - Ponorogo - Slahung
Transportasi kereta api mempunyai potensi yang cukup besar untuk angkutan
barang, mengingat angkutan barang kereta api akan berpengaruh positif terhadap
moda jalan dengan cara mengurangi beban lalu lintas angkutan jalan. Untuk
meningkatkan peran kereta api dalam angkutan barang perlu dikembangkan
terminal kargo dan dry port.
(1) Arahan pengembangan dry port
Rencana pengembangan dry port diarahkan di Rambipuji Kabupaten Jember,
di Kota Malang, di Kota Kediri dan di Kabupaten Jombang.
(2) Arahan pengembangan terminal barang kereta api
Arah pengembangan terminal barang diarahkan untuk mengembangkan
fasilitas Terminal Peti Kemas Pasar Turi, Terminal Barang Kali Mas Kota
Surabaya serta Terminal Barang di Babat Kabupaten Lamongan.
Di Jawa Timur terdapat banyak jalur kereta api yang tidak aktif, RTRW Provinsi
Jawa Timur telah memberikan arahan konservasi jalur kereta api mati yang
ditujukan pada jalur kereta api mati yang masih potensial sebagai berikut:
(1) Bojonegoro - Jatirogo
(2) Madiun - Ponorogo - Slahung
(3) Mojokerto - Mojosari - Porong
(4) Ploso - Mojokerto - Krian
(5) Malang - Turen - Dampit
(6) Malang - Pakis - Tumpang
(7) Babat - Jombang
(8) Babat - Tuban
(9) Kamal - Bangkalan - Sampang - Pamekasan
(10) Jati - Probolinggo - Paiton
(11) Klakah - Lumajang - Pasirian
(12) Lumajang - Gumukmas - Balung - Rambipuji
(13) Panarukan - Situbondo - Bondowoso - Kalisat

III-128
LAPORAN AKHIR
Studi Tinjau Ulang Tatrawil Propinsi Jawa Timur dalam Mendukung
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi

(14) Rogojampi - Benculuk

Sumber : RTRW Provinsi Jawa Timur 2011-2031

Gambar 3.57. Pengembangan infrastruktur KA di Provinsi Jawa Timur

C. Pengembangan transportasi penyeberangan


RTRW Provinsi Jawa Timur Tahun 2011-2031 memberikan arahan
pengembangan prasarana transportasi penyeberangan terutama dengan melakukan
pengembangan pada pelabuhan penyeberangan berikut:
(1) Pembangunan pelabuhan penyeberangan Bawean di Kabupaten Gresik.
(2) Pembangunan pelabuhan penyeberangan Paciran di Kabupaten Lamongan.
(3) Pengembangan pelabuhan penyeberangan Kalianget di Kabupaten
Sumenep.
(4) Pengembangan pelabuhan penyeberangan Ketapang di Kabupaten
Banyuwangi.
(5) Pengembangan pelabuhan penyeberangan Jangkar di Kabupaten Situbondo.
Arah pengembangan prasarana transportasi penyeberangan di Provinsi Jawa
Timur dapat dilihat dalam Gambar 3.58.

III-129
LAPORAN AKHIR
Studi Tinjau Ulang Tatrawil Propinsi Jawa Timur dalam Mendukung
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi

Sumber : RTRW Provinsi Jawa Timur 2011-2031

Gambar 3.58. Pengembangan prasarana transportasi penyeberangan di Provinsi


Jawa Timur

D. Pengembangan prasarana transportasi laut


Pengembangan pelabuhan laut di Jawa Timur menurut RTRW Provinsi Jawa
Timur diarahkan bagi pelabuhan - pelabuhan berikut ini :
(1) Pengembangan Pelabuhan Internasional Hub untuk jangka pendek-
menengah, di wilayah antara Teluk Lamong sampai Kabupaten Gresik
secara terbatas, dan untuk jangka menengah-panjang di wilayah Kabupaten
Bangkalan bagian utara.
(2) Pengembangan pelabuhan berskala layanan nasional dan internasional di
pantai utara Kabupaten Lamongan dan Kabupaten Tuban untuk mendukung
perkembangan industri dan pariwisata di pantai utara.
(3) Pengembangan pelabuhan umum nasional di pantai selatan untuk
mendukung potensi industri, pariwisata, pertanian dan pertambangan di
Kabupaten Pacitan, Kabupaten Trenggalek, dan Sendang Biru Kabupaten
Malang.
Arah pengembangan prasarana transportasi laut di Provinsi Jawa Timur dapat
dilihat dalam Gambar 3.59.

III-130
LAPORAN AKHIR
Studi Tinjau Ulang Tatrawil Propinsi Jawa Timur dalam Mendukung
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi

Sumber : RTRW Provinsi Jawa Timur 2011-2031


Gambar 3.59. Pengembangan prasarana transportasi laut di Provinsi Jawa Timur

E. Pengembangan prasarana transportasi udara


RTRW Provinsi Jawa Timur Tahun 2011-2031 telah memberikan beberapa
ketetapan sebagai berikut :
(1) Arahan Pengembangan Bandara Internasional direncanakan dalam dua
program berbeda yang saling berkaitan. Pengembangan Bandara Juanda dan
Pengembangan Bandara Internasional Baru di Kawasan Pantura.
(2) Arahan pengembangan bandara umum regional meliputi pengembangan
Bandara di Blimbingsari Kabupaten Banyuwangi, di Bawean Kabupaten
Gresik, serta pengaktifan kembali Bandara Trunojoyo di Kabupaten
Sumenep.
(3) Arahan pengembangan bandara umum domestik lokal meliputi
pengembangan Bandara Noto Hadinegoro di Kabupaten Jember.
(4) Kebutuhan bandara khusus, yakni di Kabupaten Blitar untuk mendukung
usaha agribisnis Kawasan Pengembangan Utama Komoditi Kapuk, dan di
Kabupaten Bojonegoro untuk keperluan usaha pertambangan minyak bumi.

III-131
LAPORAN AKHIR
Studi Tinjau Ulang Tatrawil Propinsi Jawa Timur dalam Mendukung
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi

Arah pengembangan prasarana transportasi udara di Provinsi Jawa Timur dapat


dilihat dalam Gambar 3.60.

Sumber : RTRW Provinsi Jawa Timur 2011-2031


Gambar 3.60. Pengembangan prasarana transportasi udara di Provinsi Jawa
Timur

F. Pengembangan Angkutan Massal Perkotaan


Arahan pengembangan angkutan masal cepat di wilayah perkotaan dalam RTRW
Provinsi Jawa Timur Tahun 2011-2031 meliputi pengembangan angkutan masal
cepat di wilayah Gerbangkertasusila Plus dan wilayah Malang Raya.
Penyelenggaraan angkutan umum massal perkotaan dapat dilakukan oleh
pemerintah, swasta, atau kerjasama antara pemerintah dan swasta.

3.9. TELAAH RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG (RPJP)


JAWA TIMUR (2005-2025)
RPJP Jawa Timur (2005-2025) telah menetapkan bahwa visi pembangunan jangka
panjang Provinsi Jawa Timur : “menjadi pusat agrobisnis terkemuka, berdaya
saing global dan berkelanjutan menuju Jawa Timur makmur dan berakhlak”.
Keberhasilan pencapaian visi ini ditandai dengan peningkatan kesejahteraan

III-132
LAPORAN AKHIR
Studi Tinjau Ulang Tatrawil Propinsi Jawa Timur dalam Mendukung
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi

masyarakat melalui pemerataan dan pertumbuhan ekonomi wilayah. Untuk


merealisasikan visi maka ditetapkan misi pembangunan yang diuraikan dalam
Kebijakan Pembangunan Provinsi Jawa Timur (2005-2025) sebagai berikut :
(1) Misi pertama, mengembangkan perekonomian modern berbasis agrobisnis
diarahkan pada transformasi sistem agrobisnis; pengembangan sistem
informasi agrobisnis; pengembangan sumberdaya agrobisnis; pembinaan
sumberdaya manusia; pembangunan fasilitas penelitian dan pengembangan
pertanian; penguatan struktur perekonomian; penguatan struktur industri;
optimalisasi perdagangan; pemberdayaan koperasi dan UMKM; optimalisasi
peran lembaga keuangan dan perbankan, percepatan investasi, serta
pengembangan pariwisata;
(2) Misi kedua, mewujudkan SDM yang handal, berakhlak mulia dan berbudaya
diarahkan pada pembangunan pendidikan;pembangunan kehidupan
beragama; pengembangan kebudayaan; pembangunan pemuda dan olah raga;
emberdayaan perempuan; sertapembangunan dan pemantapan jatidiri bangsa;
(3) Misi ketiga, mewujudkan kemudahan memperoleh akses untuk meningkatkan
kualitas hidup diarahkan pada pembangunan kesehatan; pembangunan
kependudukan; pembangunan ketenagakerjaan; pembangunan kesejahteraan
sosial, serta penanggulangan kemiskinan;
(4) Misi keempat, mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya alam dan buatan
diarahkan pada pengembangan keanekaragaman pemanfaatan sumber daya
alam dan buatan; pengembangan energi; pendayagunaan sumber daya
alam,pendayagunaan sumber daya alam tak-terbarukan; pengembangan
potensi sumber daya kelautan; serta penanganan kebencanaan;
(5) Misi kelima, mengembangkan infrastruktur bernilai tambah tinggi diarahkan
pada pembangunan transportasi; pengelolan sumber daya air; perumahan dan
permukiman; pengembangan wilayah; serta penyelenggaraan penataan ruang;
(6) Misi keenam, mengembangkan tata kelola pemerintahan yang baik diarahkan
pada pembangunan hukum; penyelenggaraan pemerintahan; pembangunan
politik; pembangunan komunikasi dan informasi; pembangunan keamanan
dan ketertiban; serta pembangunan keuangan daerah.

III-133
LAPORAN AKHIR
Studi Tinjau Ulang Tatrawil Propinsi Jawa Timur dalam Mendukung
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi

Pembangunan transportasi dalam RPJP Provinsi Jawa Timur (2005-2025)


diarahkan untuk mendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang dilakukan
melalui pendekatan pengembangan wilayah agar tercapai keseimbangan dan
pemerataan pembangunan. Agenda terhadap arah kebijakan dimaksud meliputi :
(1) Peningkatan dan pembangunan jaringan jalan dan jembatan, dan
(2) Mempertahankan kemantapan jaringan jalan.
Selain itu RPJP juga menggariskan perlunya pemeliharaan, peningkatan dan
pembangunan sarana prasarana transportasi yang terintegrasi antar dan inter-
moda. Sedangkan prioritas lokasi dari arahan kebijakan ini meliputi kawasan
Selatan Jawa Timur terutama Jalan Lintas Selatan (JLS), Kawasan Kaki Jembatan
Suramadu, Kawasan Strategis dan wilayah yang terkena bencana. Selanjutnya
pentahapan strategi pembangunan transportasi menurut RPJP Provinsi Jawa
Timur (2005-2025) dapat dilihat pada Tabel 3.11.
Tabel 3.11. Pentahapan Pembangunan Transportasi Provinsi Jawa Timur
Tahapan, Agenda, Prioritas Lokasi dan Indikasi Keberhasilan
Arahan
Tahap I Tahap II Tahap III Tahap IV
Kebijakan
(2005-2009) (2010-2014) (2015-2019) (2020-2024)
Pembangunan Agenda: Agenda: Agenda: Agenda:
Transportasi  Penanganan  Mempertahankan  Mempertahankan  Mempertahankan
diarahkan untuk seluruh jaringan kemantapan kemantapan kemantapan
mendukung jalan, terutama jaringan jalan dan jaringan jalan dan jaringan jalan dan
kegiatan sosial, yang kondisinya jembatan. jembatan. jembatan.
ekonomi kritis, rusak  Peningkatan dan  Peningkatan dan  Peningkatan dan
masyarakat akibat bencana pembangunan pembangunan pembangunan
yang  pembangunan jaringan jalan dan jaringan jalan dan jaringan jalan dan
dilakukan sistem jembatan jembatan jembatan
melalui transportasi  Pemeliharaan,  Pemeliharaan,  Pemeliharaan,
pendekatan yang terintegrasi peningkatan, peningkatan, peningkatan,
pengembangan antar dan pembangunan pembangunan pembangunan
wilayah agar intermoda sarana prasarana sarana prasarana sarana prasarana
tercapai transportasi yang transportasi yang transportasi yang
keseimbangan terintegrasi antar terintegrasi antar terintegrasi antar
dan pemerataan dan intermoda dan intermoda dan intermoda
pembangunan Prioritas Lokasi: Prioritas Lokasi: Prioritas Lokasi: Prioritas Lokasi:
 Kawasan  Kawasan strategis  Kawasan strategis  Kawasan strategis
strategis  Kawasan Selatan  Kawasan Selatan  Kawasan Selatan
 Kawasan Jawa Timur Jawa Timur Jawa Timur
Selatan Jawa  Kawasan Kaki  Kawasan Kaki  Daerah yang terkena
Timur terutama Jembatan Suramadu Jembatan Suramadu bencana.
JLS  Daerah yang terkena  Daerah yang terkena
 Daerah yang bencana. bencana.
terkena bencana.
Sumber: RPJP Provinsi Jawa Timur, 2005

3.10. TELAAH RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH


(RPJM) JAWA TIMUR (2009-2015)
RPJMD Provinsi Jawa Timur (2009-2015) telah memaparkan secara umum
permasalahan yang dihadapi sektor transportasi wilayah yang meliputi aspek

III-134
LAPORAN AKHIR
Studi Tinjau Ulang Tatrawil Propinsi Jawa Timur dalam Mendukung
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi

kapasitas, kondisi, jumlah dan kualitas prasarana dan sarana fisik; kelembagaan
dan peraturan; sumber daya manusia; teknologi; pendanaan/investasi; serta
manajemen, operasi dan pemeliharaan. Selain itu dengan terjadinya berbagai
bencana, seperti banjir dan tanah longsor, juga luapan lumpur Sidoarjo,
mengakibatkan terganggunya jalur distribusi dan mobilisasi barang dan jasa,
terutama akibat rusaknya prasarana dan sarana transportasi di wilayah yang
terkena bencana. Sasaran umum pembangunan transportasi berdasarkan RPJMD
Provinsi Jawa Timur (2009-2015) yang ingin dicapai, adalah:

(1) Meningkatnya kondisi dan kualitas prasarana dan sarana dengan membuat
daftar rencana pemeliharaan prasarana dan sarana.
(2) Meningkatnya jumlah dan kualitas pelayanan transportasi, terutama
keselamatan transportasi.
(3) Meningkatnya kualitas pelayanan transportasi yang berkesinambungan dan
ramah lingkungan, serta sesuai standar pelayanan yang dipersyaratkan.
(4) Meningkatnya mobilitas dan distribusi nasional dan regional, serta lokal.
(5) Meningkatnya pemerataan dan keadilan pelayanan transportasi, baik antar-
wilayah maupun antar-golongan masyarakat di perkotaan, pedesaan, maupun
daerah terpencil.
(6) Meningkatnya akuntabilitas pelayanan transportasi melalui pemantapan
sistem transportasi nasional, regional, dan lokal.
(7) Terselesaikannya rehabilitasi dan rekonstruksi sarana dan prasarana
transportasi yang rusak akibat bencana alam, maupun luapan lumpur panas
Sidoarjo.
RPJMD Provinsi Jawa Timur (2009-2015) menyatakan perlunya program-
program pembangunan, pemeliharaan, dan perbaikan infrastruktur transportasi
disusun berdasarkan masing-masing jenis transportasi, yaitu prasarana jalan dan
transportasi darat (lalu lintas angkutan jalan; perkeretaapian; serta angkutan
sungai danau dan penyeberangan).

3.10.1. Pembangunan Prasarana Jalan


Pembangunan, pemeliharaan, dan perbaikan prasarana jalan dilaksanakan dalam
kerangka arah kebijakan:

III-135
LAPORAN AKHIR
Studi Tinjau Ulang Tatrawil Propinsi Jawa Timur dalam Mendukung
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi

(1) Meningkatkan pemeliharaan rutin dan berkala prasarana jalan dan jembatan;
(2) Penanganan cepat terhadap perbaikan prasarana jalan dan jembatan yang
rusak akibat bencana alam;
(3) Meningkatkan daya dukung dan kapasitas jalan dan jembatan untuk
mengantisipasi pertumbuhan lalu lintas;
(4) Percepatan pembangunan sembilan ruas jalan tol yang menjadi bagian dari
jalan tol trans-Jawa (Mantingan-Ngawi-Kertosono; Kertosono-Mojokerto;
Mojokerto-Surabaya; Gempol-Pandaan; Pandaan-Malang; Gempol-
Pasuruan; Pasuruan-Probolinggo; Probolinggo-Banyuwangi; dan tol tengah
kota Surabaya);
(5) Percepatan pembangunan infrastruktur jalan pengganti (jalan arteri raya
Porong; jalan tol ruas Porong; dan rel kereta api) di wilayah luapan lumpur
Lapindo, Sidoarjo;
(6) Percepatan pembangunan jalan lintas selatan Jawa Timur;
(7) Penataan sistem operasionalisasi Jembatan Suramadu yang ditujukan untuk
peningkatan kesejahteraan masyarakat Madura; dan
(8) Mengharmonisasikan keterpaduan sistem jaringan jalan dengan kebijakan
tata ruang wilayah nasional, propinsi, dan kabupaten/kota, dan
meningkatkan keterpaduannya dengan sistem jaringan prasarana lainnya
dalam konteks pelayanan antarrmoda;
(9) Meningkatkan dan mengembangkan koordinasi antara pemerintah pusat dan
pemerintah propinsi, serta kabupaten/kota untuk memperjelas hak dan
kewajiban dalam penanganan prasarana jalan;
(10) Menumbuhkan sikap profesionalisme dan kemandirian institusi dan SDM
bidang penyelenggaraan prasarana jalan; dan
(11) Mendorong peran serta aktif masyarakat dan swasta dalam penyelenggaraan
dan penyediaan prasarana jalan.

3.10.2. Pembangunan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan


Pembangunan lalu lintas angkutan jalan (LLAJ) dilaksanakan dalam kerangka
arah kebijakan:

III-136
LAPORAN AKHIR
Studi Tinjau Ulang Tatrawil Propinsi Jawa Timur dalam Mendukung
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi

(1) Meningkatkan kondisi pelayanan prasarana jalan melalui penanganan dan


penindakan muatan lebih secara komprehensif, dan melibatkan berbagai
instansi terkait;
(2) Meningkatkan keselamatan lalu lintas jalan secara komprehensif dan terpadu
dari berbagai aspek (pencegahan, pembinaan dan penegakan hukum,
penanganan dampak kecelakaan dan daerah rawan kecelakaan, sistem
informasi kecelakaan lalu lintas dan kelaikan sarana, serta ijin pengemudi di
jalan);
(3) Meningkatkan kelancaran pelayanan angkutan jalan secara terpadu: penataan
sistem jaringan dan terminal; manajemen lalu lintas; pemasangan fasilitas dan
rambu jalan; penegakan hukum dan disiplin di jalan; mendorong efisiensi
transportasi barang dan penumpang di jalan melalui deregulasi pungutan dan
retribusi di jalan, penataan jaringan dan ijin trayek; kerja sama antar lembaga
pemerintah (pusat, propinsi, dan kabupaten/kota);
(4) Meningkatkan aksesibilitas pelayanan kepada masyarakat, antara lain melalui
penyediaan pelayanan angkutan perintis pada daerah-daerah terpencil;
(5) Menata sistem transportasi jalan sejalan dengan sistem transportasi nasional,
regional, dan lokal, antara lain melalui penyusunan Rancangan Umum
Jaringan Transportasi Jalan (RUJTJ);
(6) Meningkatkan peran serta, investasi swasta dan masyarakat dalam
penyelenggaraan transportasi jalan dengan menciptakan iklim kompetisi yang
sehat dan transparan dalam penyelenggaraan transportasi, serta pembinaan
terhadap operator dan pengusaha di bidang LLAJ;
(7) Meningkatkan profesionalisme SDM (petugas, disiplin operator dan
pengguna jalan), meningkatkan kemampuan manajemen dan rekayasa lalu
lintas, serta pembinaan teknis tentang pelayanan operasional transportasi; dan
(8) Fasilitasi pengembangan transportasi yang berkelanjutan, terutama
penggunaan transportasi umum massal di perkotaan yang padat dan yang
terjangkau dan efisien, berbasis masyarakat dan terpadu dengan
pengembangan wilayahnya.

3.10.3. Pembangunan Prasarana Angkutan Kereta Api

III-137
LAPORAN AKHIR
Studi Tinjau Ulang Tatrawil Propinsi Jawa Timur dalam Mendukung
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi

Kegiatan pokok program peningkatan pembangunan, pemeliharaan, dan perbaikan


prasarana dan sarana perkeretaapian dititikberatkan pada :
(1) Pembangunan dan pengembangan secara bertahap kereta komuter di wilayah
Gerbangkertasusila dalam satu jaringan transportasi massal kereta api yang
terintegrasi;
(2) Fasilitasi peningkatan pemeliharaan dan perbaikan sarana prasarana dan
fasilitas perkeretaapian;
(3) Fasilitasi peningkatan keamanan pengguna jalan pada perlintasan sebidang;
(4) Fasilitasi revitalisasi jaringan kereta api di Pulau Madura, dari Bangkalan ke
Sumenep, dalam rangka membangun satu jaringan transportasi massal kereta
api yang terintegrasi;
(5) Fasilitasi peningkatan jalur kereta api Bangil-Jember-Banyuwangi, yakni
penggantian bantalan rel dari kayu menjadi beton, perbaikan jembatan, serta
jalur rel; dan
(6) Fasilitasi percepatan pembangunan rel kereta api pengganti jalur
Tanggulangin-Porong.
Program Peningkatan Aksesibilitas Pelayanan Kereta Api dititikberatkan pada:
(1) Penuntasan penyelesaian pembukaan kembali jalur kereta api Sidoarjo-
Tulangan-Prambon-Tarik untuk mengatasi problem transportasi yang
terkendala dampak luapan lumpur Sidoarjo;
(2) Penuntasan penyelesaian pembukaan kembali jalur kereta api Kalisat
(Jember)-Bondowoso-Situbondo-Panarukan;
(3) Peningkatan. pelayanan kereta api peti kemas (Pelabuhan Tanjung Perak
Surabaya–Pelabuhan Tanjung Priok Jakarta); dan
(4) Fasilitasi penyediaan pelayanan angkutan kereta api kelas ekonomi untuk
masyarakat miskin yang tarifnya disesuaikan daya beli mereka.

3.10.4. Pembangunan Prasarana Angkutan Sungai, Danau, dan


Penyeberangan
Pembangunan angkutan sungai, danau, dan penyeberangan (ASDP) dilaksanakan
dalam kerangka arah kebijakan :
(1) Meningkatkan keselamatan dan kualitas pelayanan prasarana dan sarana serta
pengelolaan ASDP;

III-138
LAPORAN AKHIR
Studi Tinjau Ulang Tatrawil Propinsi Jawa Timur dalam Mendukung
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi

(2) Meningkatkan kelancaran dan kapasitas pelayanan di lintas yang telah jenuh,
seperti Ketapang-Gilimanuk, dan Surabaya-Kamal; dan
(3) Mendorong peran serta swasta dalam penyelenggaraan ASDP.

3.10.5. Pembangunan Prasarana Angkutan Laut


Kegiatan pokok Program Pembangunan, Pemeliharaan, dan Perbaikan Prasarana
dan Fasilitas Transportasi Laut untuk mendukung pengembangan perekonomian
Jawa Timur, dititikberatkan pada :
(1) Pembangunan, pemeliharaan dan perbaikan prasarana transportasi laut;
(2) Pengembangan pembangunan terminal peti kemas;
(3) Peningkatan pelayanan transportasi laut bagi wilayah kepulauan;
(4) Pemeliharaan dan perbaikan sarana bantu navigasi pelayaran (SNBP); dan
(5) Pengembangan usaha di bidang pelabuhan melalui kerja sama pihak swasta,
out-sourcing maupun kerjasama pemerintah-swasta (KPS), pada lokasi
pelabuhan potensial sebagai akses sentra produksi dan pemasaran komoditas
antar-wilayah, termasuk untuk penumpang.

3.10.6. Pembangunan Prasarana Angkutan Udara


Kegiatan pokok program Pembangunan, Pemeliharaan, dan Perbaikan Prasarana
dan Fasilitas Transportasi Udara, bertujuan meningkatkan kualitas pelayanan
transportasi udara di bandara yang sudah ada, serta mengembangkan
pembangunan prasarana transportasi udara di daerah-daerah potensial strategis
untuk mendukung pengembangan perekonomian Jawa Timur, yang
pelaksanaannya dititikberatkan pada :
(1) Peningkatan dan pengembangan kualitas pelayanan transportasi udara di
Bandara Juanda, baik terminal internasional maupun domestik;
(2) Pemeliharaan, dan perbaikan sarana prasarana transportasi udara di Bandara
Juanda;
(3) Fasilitasi revitalisasi lapangan udara Trunojoyo, Sumenep;
(4) Penyelesaian pembangunan lapangan udara perintis di Kabupaten Pacitan,
dan Pulau Bawean, Kabupaten Gresik;
(5) Peningkatan sarana dan prasarana Bandara Militer Abdulrachman Saleh dan
Iswahyudi untuk melayani penerbangan sipil; dan

III-139
LAPORAN AKHIR
Studi Tinjau Ulang Tatrawil Propinsi Jawa Timur dalam Mendukung
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi

(6) Fasilitasi pembangunan lapangan udara di wilayah kabupaten/kota yang


strategis dan potensial.

3.11. TELAAH DOKUMEN DRAFT TATRAWIL PROVINSI JAWA


TIMUR (2011-2031)

3.11.1. Substansi Dokumen Draft Tatrawil Provinsi Jawa Timur Saat ini
Dokumen draft Tatrawil Provinsi Jawa Timur (2011-2031) dibuat sebagai rencana
pedoman teknis dalam menyusun kebijakan dan strategi untuk mewujudkan
penyelenggaraan sistem transportasi wilayah Jawa Timur yang efektif dan efisien
dengan tetap mempertimbangkan Tatranas. Secara garis besar dokumen draft
Tatrawil Provinsi Jawa Timur (2011-2031) sudah disiapkan tetapi belum cukup
mengakomodasi berbagai aspek yang merepresentasikan kondisi saat ini dan
prediksi 20 tahun ke depan. Secara garis besar dokumen draft Tatrawil Provinsi
Jawa Timur 2011-2031, terdiri atas :
(1) Bab I : Pendahuluan
Pendahulaun berisi tentang latar belakang, landasan hukum tatrawil,
pengertian dan asas tatrawil, maksud dan tujuan tatrawil, tujuan tatrawil,
pendekatan pola pikir tatrawil, dan sistematika pembahasan.
(2) Bab II : Kondisi Transportasi Saat Ini
Kondisi transportasi saat ini berisi tentang kondisi pola aktivitas, permintaan
pelayanan transportasi, penyediaan prasarana dan layanan transportasi, moda
unggulan layanan angkutan barang dan penumpang, gerbang wilayah sebaran
transportasi, dan permasalahan pokok transportasi saat ini. Pola aktivitas yang
ada belum mempertimbangkan struktur dan pola pemanfaatan ruang serta
pola sebaran penduduk dan potensi sosial ekonomi (PDRB). Gambaran
eksisting prasarana transportasi wilayah yang ada masih belum lengkap
terutama pada prasarana transportasi besar seperti Bandara Internasional
Juanda dan Pelabuhan Utama Tanjung Perak.
(3) Bab III : Perkembangan Lingkungan Strategis
Perkembangan lingkungan strategis berisi tentang gambaran pokok wilayah
nasional, gambaran pokok Pulau Jawa, gambaran pokok wilayah Jawa
Timur, dan isu-isu perkembangan strategis wilayah. Isu-isu kebijakan

III-140
LAPORAN AKHIR
Studi Tinjau Ulang Tatrawil Propinsi Jawa Timur dalam Mendukung
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi

nasional MP3EI, MP3KI, KEK, dan Sislognas belum diakomodasi dalam


menentukan arah pengembangan transportasi wilayah Jawa Timur ke depan
sehingga perlu ada perbaaikan yang mendasar terhadap draft Tatrawil
Provinsi Jawa Timur 2011-2031.
(4) Bab IV : Perkiraan Kondisi Masa Datang
Perkiraan kondisi masa datang berisi tentang Rencana Tata Ruang Wilayah,
prediksi permintaan transportasi, perkiraan gerbang utama wilayah, prediksi
moda unggulan, dan prakiraan masalah masa depan. Prediksi kondisi
transportasi wilayah masa depan di Provinsi Jawa Timur yang ada belum
mempertimbangkan pentahapan implementasi yang dikaitkan isu-isu
periodisasi pemerintahan dan kebijakan nasional maupun wilayah (RPJPN
2025, MP3EI 2025, KEK 2025, MP3KI 2025, Sislognas 2025, RPJMN 2010-
2014, RPJMN-3 2015-2019, RTRWN 2030, RTRWP Jawa Timur 2011-
2031).
(5) Bab V : Arah Pengembangan Transportasi
Arah pengembangan transportasi berisi tentang dasar-dasar pengembangan,
pengembangan moda unggulan, penetapan gerbang utama wilayah,
pengembangan transportasi Jawa Timur, pengembangan transportasi
multimoda/antarmoda, pengembangan transportasi wilayah strategis, dan
keselamatan transportasi. Arah pengembangan transportasi wilayah belum
mengakomodasi kepentingan pengembangan prasarana dan pelayanan
transportasi tahun 2014 (akhir RPJMN ke-2), tahun 2019 (akhir RPJMN ke-
3), tahun 2025 (akhir RPJPN dan target capaian MP3EI, KEK, dan MP3KI),
dan tahun 2030 (akhir RTRW Provinsi Jawa Timur).
(6) Bab VI : Strategi Implementasi
Strategi implementasi berisi tentang kebijakan regulasi dan kelembagaan,
strategi pembiayaan, pengembangan SDM, dan pemberdayaan masyarakat.
(7) Bab VII : Penutup
Penutup berisi tentang kesimpulan penting dan rekomendasi yang menjadi
acuan pokok dalam pembangunan transportasi wilayah Jawa Timur.
Dengan demikian dokumen draft Tatrawil Provinsi Jawa Timur (2011-2031)
diharapkan dapat dijadikan dasar berpijak bagi Pemerintah Provinsi Jawa Timur

III-141
LAPORAN AKHIR
Studi Tinjau Ulang Tatrawil Propinsi Jawa Timur dalam Mendukung
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi

untuk mewujudkan penyelenggaraan sistem transportasi wilayah yang efektif dan


efisien dalam rangka : (1) menunjang dan menggerakan dinamika pembangunan;
(2) mendukung pengembangan wilayah dan lebih memantapkan kehidupan
bermasyarakat; (3) mewujudkan ketertiban dan kepastian hukum dalam
penyelenggaraan pembangunan dan pelayanan transportasi di daerah; (4)
meningkatkan peran masyarakat dalam pembangunan dan pelayanan transportasi
wilayah; dan (5) mewujudkan pelayanan transportasi yang handal, ramah
lingkungan, tertib, nyaman, terjangkau, aman serta berpihak pada kepentingan
umum.

3.11.2. Rencana Sistem Prasarana Transportasi Provinsi Jawa Timur

Arahan pengembangan sistem prasarana transportasi dalam draft dokumen


RTRWP Jawa Timur 2011-2031 meliputi : moda jalan, moda kereta api, moda
penyeberangan, moda laut, moda udara dan angkutan masal cepat perkotaan.
Untuk menunjang pemerataan pembangunan di wilayah Jawa Timur pada
khususnya, peranan transportasi sangat dominan sebagai akses penghubung antar
wilayah dan mendukung kegiatan koleksi dan distribusi barang dan jasa.

A. Prasarana moda jalan


Rencana pengembangan jaringan jalan tol di Jawa Timur diarahkan pada ruas-ruas
jalan tol sebagai berikut :
(1) Jalan tol antar kota, terdiri atas ruas : Mantingan-Ngawi; Mantingan-Ngawi;
Ngawi-Kertosono; Kertosono-Mojokerto; Mojokerto-Surabaya; Gempol-
Pandaan; Pandaan-Malang; Gempol-Pasuruan; Pasuruan-Probolinggo;
Probolinggo-Banyuwangi; Gresik-Tuban; Demak-Tuban; dan Porong-
Gempol
(2) Jalan tol dalam kota, meliputi : Waru (Aloha) – Wonokromo – Tanjung
Perak; dan Bandara Juanda – Tanjung Perak.
Rencana pengembangan jaringan jalan tol berdasarkan draft Tatrawil Jawa Timur
2011-2031 dapat dilihat dalam Gambar 3.61. Jika diakitkan dengan MP3EI 2011-
2025 dan RTRWP 2011-2031, ada beberapa rencana ruas jalan tol penting yang
belum diakomodasi yaitu : (1) ruas Krian-Legundi-Bunder untuk mendukung
KPI-Sidoarjo, KPI-Surabaya dan KPI-Gresik; (2) ruas Gresik-Lamongan-

III-142
LAPORAN AKHIR
Studi Tinjau Ulang Tatrawil Propinsi Jawa Timur dalam Mendukung
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi

Bojonegoro untuk mendukung KPI-Gresik dan KPI-Lamongan; dan (3) ruas


Manyar-Paciran-Tuban untuk mendukung pengembangan KPI dan KEK
Lamongan sebagai kawasan industri berat dan perkapalan serta mengantisipasi
pembangunan bandara pengumpul primer regional di Lamongan.

Sumber : dokumen draft Tatrawil Jawa Timur 2011-2031


Gambar 3.61. Arah pengembangan jalan tol di Provinsi Jawa Timur berdasarkan
dokumen Tatrawil Jawa Timur 2011-2031

Sehubungan dengan adanya bencana lumpur Sidoarjo, maka direncanakan


pembangunan baru jalan arteri yang menggantikan fungsi jalan arteri Surabaya –
Sidoarjo – Gempol – Pasuruan. Apabilla pembangunan jalan arteri terlalu lama
untuk direalisasikan maka yang dapat dilakukan yaitu meningkatkan kelas jalan
alternatif yang menghubungkan Surabaya-Pasuruan : jalan arteri yang melewati
jalur Waru-Taman-Bypass Krian-Tarik-Mojokerto-Ngoro-Japanan.
Rencana pengembangan jalan nasional sebagai jalan arteri primer, meliputi ruas-
ruas jalan sebagai berikut :
(1) Surabaya-Malang;
(2) Surabaya-Mojokerto-Jombang-Kertosono-Nganjuk-Caruban-Ngawi-
Mantingan;
(3) Surabaya-Lamongan-Widang-Tuban-Bulu (Batas Jateng);

III-143
LAPORAN AKHIR
Studi Tinjau Ulang Tatrawil Propinsi Jawa Timur dalam Mendukung
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi

(4) Surabaya-Sidoarjo-Gempol-Pasuruan-Probolinggo-Situbondo-Banyuwangi;
(5) Kamal-Bangkalan-Sampang-Pamekasan-Sumenep-Kalianget.

Rencana pengembangan Jalan Lintas Selatan dengan panjang ruas 613, 80 km,
meliputi ruas-ruas jalan sebagai berikut :
(1) Mukus – Wareng – Ploso – Simoboyo – Kayen – Sidomulyo – Jetak –
Hadiwarno – Batas Trenggalek, dengan panjang 89,10 Km di Kabupaten
Pacitan.
(2) Batas Pacitan – Panggul – Ngulungkulon – Craken – Munjungan – Bangun –
Prigi – Karanggongso – Batas Tulungagung, dengan panjang 66 Km di
Kabupaten Trenggalek.
(3) Batas Trenggalek – Ngrejo – P. Sine – Panggung Pucung – Batas Blitar,
dengan panjang 48,20 Km di Kabupaten Tulungagung.
(4) Batas Tulungagung – Bululawang – Sidomulyo – Tambakrejo – P. Serang –
Sumbersih – Ringinrejo – Sp. Jolosutro – Batas Malang, dengan panjang
62,50 Km di Kabupaten Blitar.
(5) Batas Blitar – - Mentaraman – Bandungrejo – Tumpakrejo – Bajulmati –
Sendang Biru – Tambakasri – Sumbertangkil – Lebakharjo, dengan panjang
93,50 Km di Kabupaten Malang.
(6) Batas Malang (Bulurejo) – - Gondoruso – Jarit/Pasirian – Bago – Selokanyar
– Pandanwangi – Jatimulyo – Wotgalih – Batas Jember, dengan panjang 66
Km di Kabupaten Lumajang.
(7) Batas Lumajang – Mayangan – Puger – Sumberejo – Sidodadi – Sanenrejo –
Tengkinol, dengan panjang 83,50 Km di Kabupaten Jember.
(8) Tengkinol – Malangsari – Kendenglembu – Glenmore – Gentengkulon –
Rogojampi – Banyuwangi – Ketapang, dengan panjang 110 Km di Kabupaten
Banyuwangi.
Pengembangan jalan kolektor primer yang berstatus jalan provinsi di wilayah
Jawa Timur meliputi ruas-ruas jalan berikut ini: Nganjuk-Bojonegoro-Ponco-
Jatirogo-batas Jawa Tengah; Ponco-Pakah; Kandangan-Pulorejo-Jombang-Ploso-
Babat; Mojokerto-Gedek-Lamongan; Mojokerto-Mlirip-Legundi-Driyorejo-
Wonokromo; Gedek-Ploso; Padangan-Cepu; Turen-Malang-Pendem-Kandangan-

III-144
LAPORAN AKHIR
Studi Tinjau Ulang Tatrawil Propinsi Jawa Timur dalam Mendukung
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi

Pare-Kediri; Batu-Pacet-Mojosari-Krian-Legundi-Bunder; Karanglo-Pendem;


Pare-Pulorejo; Pandaan-Tretes; Purwodadi-Nongkojajar; Purwosari-Kejayan-
Pasuruan; Kejayan-Tosari; Pilang-Sukapura; Lumajang-Kencong-Kasihan-
Balung-Ambulu-Mangli; Kasihan - Puger; Jember – Bondowoso - Situbondo;
Gentengkulon-Wonorekso-Rogojampi; Dengok - Trenggalek; Blitar - Srengat-
Kediri - Nganjuk; Arjosari - Nawangan; Pacitan-Arjosari-Dengok-Ponorogo-
Madiun; Maospati-Magetan-Cemorosewu; Bangkalan-Tanjung Bumi-Ketapang-
Sotobar-Sumenep-Lumbang; Ponorogo-Biting; Ngantru-Srengat; Gemekan-
Gondang-Pacet-Trawas; Talok-Druju-Sedang Biru; Grobogan-Pondok Dalem;
Balung-Rambipuji; Situbondo-Buduan; Maesan-Kalisat-Sempolan; Genteng-
Temuguruh-Wonorekso; Jajag – Bangorejo - Pasanggaran; Benculuk-Grajagan;
Glagahagung-Tegaldlimo; Sampang-Ketapang; Sampang-Omben-Pamekasan; dan
Pamekasan-Sotabar.
Rencana pengembangan angkutan massal dilayani dengan jalur angkutan bus
metro yang melalui rute :
(1) Surabaya – Lamongan – Babat;
(2) Surabaya – Mojokerto – Jombang;
(3) Surabaya – Porong – Bangil;
(4) Surabaya – Gresik;
(5) Stasiun Pasar Turi – Stasiun Gubeng;
(6) Lawang – Malang – Kepanjen; dan
(7) Madiun – Ponorogo – Slahung.
Arah pengembangan jaringan jalan umum berdasarkan dokumen draft Tatrawil
Jawa Timur 2011-2031 dapat dilihat dalam Gambar 3.62. Selain arahan
pengembangan jaringan jalan di Provinsi Jawa Timur, dokumen draft Tatrawil
Jawa Timur 2011-2031 juga memberikan arahan pengembangan : terminal
penumpang tipe A (Gambar 3.63); terminal barang (Gambar 3.64); lintas peti
kemas (Gambar 3.65); dan lokasi jembatan timbang (Gambar 3.66).

III-145
LAPORAN AKHIR
Studi Tinjau Ulang Tatrawil Propinsi Jawa Timur dalam Mendukung
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi

Sumber : dokumen draft Tatrawil Jawa Timur 2011-2031


Gambar 3.62. Arah pengembangan jaringan jalan umum di Provinsi Jawa Timur
berdasarkan dokumen Tatrawil Jawa Timur 2011-2031

Sumber : dokumen draft Tatrawil Jawa Timur 2011-2031


Gambar 3.63. Arah pengembangan terminal penumpang tipe A di Provinsi Jawa
Timur berdasarkan dokumen Tatrawil Jawa Timur 2011-2031

III-146
LAPORAN AKHIR
Studi Tinjau Ulang Tatrawil Propinsi Jawa Timur dalam Mendukung
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi

Sumber : dokumen draft Tatrawil Jawa Timur 2011-2031


Gambar 3.64. Arah pengembangan terminal barang di Provinsi Jawa Timur
berdasarkan dokumen Tatrawil Jawa Timur 2011-2031

Sumber : dokumen draft Tatrawil Jawa Timur 2011-2031


Gambar 3.65. Arah pengembangan lintas peti kemas di Provinsi Jawa Timur
berdasarkan dokumen Tatrawil Jawa Timur 2011-2031

III-147
LAPORAN AKHIR
Studi Tinjau Ulang Tatrawil Propinsi Jawa Timur dalam Mendukung
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi

Sumber : dokumen draft Tatrawil Jawa Timur 2011-2031


Gambar 3.66. Arah pengembangan lokasi jembatan timbang di Provinsi Jawa
Timur berdasarkan dokumen Tatrawil Jawa Timur 2011-2031

B. Prasarana moda KA
Arahan pengembangan jalur kereta api ganda ditujukan pada jalur-jalur kereta api
sebagai berikut :
(1) Jalur Utara : Surabaya Barat - Lamongan - Babat - Bojonegoro - Cepu.
(2) Jalur Tengah : Surabaya Kota - Surabaya Selatan - Jombang - Kertosono -
Nganjuk - Madiun - Solo.
(3) Jalur Timur : Surabaya Kota - Surabaya Selatan - Sidoarjo - Bangil -
Pasuruan -Probolinggo - Jember - Banyuwangi.
(4) Jalur Lingkar : Surabaya Kota - Surabaya Selatan - Sidoarjo - Bangil -
Lawang - Malang -Blitar - Tulungagung - Kediri - Kertosono - Surabaya.
(5) Sidoarjo-Tulangan-Tarik.
(6) Gubeng-Juanda.
Arahan pengembangan prasarana jalur kereta api di Gerbangkertosusila Plus
berupa penataan jalur yang terdiri dari tindakan pemasangan jalur ganda, tindakan
pemasangan jalur melayang, serta pemindahan lintasan kereta api regional, bila
diperlukan. Arahan pengembangan jalur kereta api di Pulau Madura meliputi
pengembangan jalur kereta api Bangkalan – Kamal – Sampang – Pamekasan –

III-148
LAPORAN AKHIR
Studi Tinjau Ulang Tatrawil Propinsi Jawa Timur dalam Mendukung
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi

Sumenep dan penyambungan jaringan jalur kereta api Pulau Madura ke jaringan
jaringan kereta api di Surabaya.
Terkait dengan angkutan kereta api barang maka ada usulan Dry Port dan
terminal barang multimoda dengan truk. Dry port adalah suatu terminal barang
kereta api yang dilengkapi dengan fasilitas pengurusan dokumen pengapalan
barang baik untuk pengiriman domestik maupun internasional. Dry port umumnya
selalu dilengkapi dengan angkutan kontainer.
(1) Arahan pengembangan dry port : rencana pengembangan dry port diarahkan
di Rambipuji Kabupaten Jember.
(2) Arahan pengembangan terminal barang kereta api
Pengembangan terminal barang diarahkan untuk mengembangkan fasilitas
Terminal Peti Kemas Pasar Turi, Terminal Barang Kali Mas Kota Surabaya,
Terminal Barang Waru di Kabupaten Sidoarjo, serta Terminal Barang di
Babat Kabupaten Lamongan.
Jalur kereta api komuter sebagai angkutan massal KA yang sudah diselenggarakan
meliputi lintas Surabaya – Porong, Surabaya - Lamongan dan Surabaya -
Mojokerto; sedangkan rencana jalur-jalur kereta api meliputi :
(1) Jalur Utara : Surabaya Pasarturi - Lamongan - Babat - Bojonegoro - Cepu.
(2) Jalur Tengah : Surabaya Kota - Surabaya Gubeng - Mojokerto - Jombang -
Kertosono - Nganjuk - Madiun - Solo.
(3) Jalur Timur : Surabaya Kota - Surabaya Gubeng - Sidoarjo - Bangil -
Pasuruan - Probolinggo - Jember - Banyuwangi.
(4) Jalur Lingkar : Surabaya Kota - Surabaya Gubeng- Sidoarjo - Bangil -
Lawang - Malang -Blitar - Tulungagung - Kediri - Kertosono - Mojokerto -
Surabaya.
Arahan rencana pengembangan jalur KA berdasarkan dokumen draft Tatrawil
Jawa Timur 2011-2031 dapat dilihat dalam Gambar 3.67.
Arahan konservasi jalur kereta api mati di Jawa Timur ditujukan pada jalur-jalur
kereta api mati potensial, adalah : Bojonegoro – Jatirogo; Madiun – Ponorogo –
Slahung; Mojokerto – Mojosari – Porong; Ploso – Mojokerto – Krian; Malang –
Turen – Dampit; Malang – Pakis – Tumpang; Babat – Jombang; Babat – Tuban;
Kamal – Bangkalan – Sampang – Pamekasan; Jati – Probolinggo – Paiton; Klakah

III-149
LAPORAN AKHIR
Studi Tinjau Ulang Tatrawil Propinsi Jawa Timur dalam Mendukung
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi

– Lumajang – Pasirian; Lumajang – Gumukmas – Balung – Rambipuji;


Panarukan – Situbondo – Bondowoso – Kalisat – Jember; Rogojampi – Benculuk;
dan Perak - Wonokromo (bekas jalur trem). Rencana konservasi jalan rel KA yang
mati berdasarkan dokumen draft Tatrawil Jawa Timur 2011-2031, dapat dilihat
dalam Gambar 3.68.
Program aksi ke depan adalah pengembangan angkutan KA meliputi: (1) KA
perkotaan Gerbangkertosusila Plus; (2) angkutan komuter meliputi wilayah
Gerbangkertosusila, Malang Raya dan Madiun Raya; (3) angkutan KA Regional
meliputi wilayah Surabaya-Malang-Kediri- Kertosono; (4) angkutan KA antar
provinsi meliputi wilayah Surabaya-Yogyakarta dan Surabaya-Semarang; (5) KA
super cepat (high speed train) meliputi wilayah Surabaya-Jakarta; dan (6)
revitalisasi jalur KA yang mati meliputi jalur Sidoarjo-Tarik dan Kamal-Sumenep.

Sumber : dokumen draft Tatrawil Jawa Timur 2011-2031


Gambar 3.67. Arah pengembangan jalur KA di Provinsi Jawa Timur berdasarkan
dokumen Tatrawil Jawa Timur 2011-2031

III-150
LAPORAN AKHIR
Studi Tinjau Ulang Tatrawil Propinsi Jawa Timur dalam Mendukung
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi

Sumber : dokumen draft Tatrawil Jawa Timur 2011-2031


Gambar 3.68. Rencana konservasi jalan rel KA yang mati di Provinsi Jawa
Timur berdasarkan dokumen Tatrawil Jawa Timur 2011-2031

C. Prasarana moda penyeberangan


Arahan pengembangan prasarana transportasi penyeberangan meliputi arahan
pengembangan pelabuhan penyeberangan, sebagai berikut :
(1) Pembangunan Dermaga penyeberangan Bawean di Kabupaten Gresik.
(2) Pembangunan Dermaga penyeberangan Paciran di Kabupaten Lamongan.
(3) Pengembangan Dermaga penyeberangan Kalianget di Kabupaten Sumenep.
(4) Pengembangan Dermaga penyeberangan Ketapang di Kabupaten
Banyuwangi.
(5) Pengembangan Dermaga penyeberangan Jangkar di Kabupaten Situbondo.
Arahan pengembangan penyeberangan tersebut belum banyak mengakomodasi
pengembangan koridor ekonomi sebagaimana ditentukan dalam MP3EI dan KEK,
seperti penyeberangan dari Pasuruan dan Probolinggo ke kawasan internal Jawa
Timur (Madura) dan eksternal ke Bali dan NTB. Rencana pengembangan moda
penyeberangan berdasarkan dokumen draft Tatrawil Jawa Timur 2011-2031 dapat
dilihat dalam Gambar 3.69.

III-151
LAPORAN AKHIR
Studi Tinjau Ulang Tatrawil Propinsi Jawa Timur dalam Mendukung
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi

Program aksi ke depan adalah pengembangan layanan penyeberangan di Provinsi


Jawa Timur, meliputi: (1) Ujung-Kamal; (2) Ketapang-Gilimanuk; (3) Jangkar-
Kalianget-Sapudi-Raas; (4) Dungkek-Sapudi-Raas-Giliyang; (5) Arjasa (P.
Kangean)-Kec. Sapeken, Sumenep/ Kalianget, Kalimantan, Sulawesi (Makassar,
Kendari), P. Jawa, Bali dan Nusa Tenggara; (6) Sapeken-Kec. Arjasa,
Sumenep/Kalianget, Kalimantan, Sulawesi (Makassar, Kendari), P. Jawa, Bali dan
Nusa Tenggara; (7) Sapudi-Kalimantan, Sulawesi, Bali, Nusa Tengara; (8)
Kalianget-P.Talango, P.Kangean, Jangkar; (9) Lamongan-Bawean-Gresik; (10)
Probolinggo-Gili Ketapang-Gili Mandangin-Sampang; dan (11) Lamongan-
Kalimantan dan Sulawesi.

Sumber : dokumen draft Tatrawil Jawa Timur 2011-2031


Gambar 3.69. Rencana pengembangan pelabuhan penyeberangan di Provinsi
Jawa Timur berdasarkan dokumen Tatrawil Jawa Timur 2011-2031

D. Prasarana moda laut


Pelabuhan Tanjung Perak merupakan satu-satunya pelabuhan utama berkelas
internasional di Jawa Timur yang memiliki tingkat kepadatan yang sangat tinggi,
dan juga merupakan pelabuhan laut utama untuk Kawasan Timur Indonesia.
Semakin lama kapasitas pelabuhan di Tanjung Perak dirasakan semakin padat
sehingga perlu dipikirkan alternatif lokasi pengembangan rencana pelabuhan

III-152
LAPORAN AKHIR
Studi Tinjau Ulang Tatrawil Propinsi Jawa Timur dalam Mendukung
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi

penunjang yang baru. Alternatif pengembangan Pelabuhan Tanjung Perak


diarahkan di wilayah Bangkalan Utara atau wilayah pantai utara Jawa Timur.
Pengembangan pelabuhan laut di Jawa Timur diarahkan bagi pelabuhan –
pelabuhan berikut ini :
(1) Pengembangan Pelabuhan Internasional Hub untuk jangka pendek-menengah,
di wilayah antara Teluk Lamong sampai Kabupaten Gresik secara terbatas,
dan untuk jangka menengah-panjang di wilayah Kabupaten Bangkalan bagian
utara.
(2) Pengembangan pelabuhan berskala internasional di Sendang Biru, Malang
Selatan.
(3) Pengembangan pelabuhan berskala layanan nasional dan internasional di
pantai utara Kabupaten Lamongan dan Kabupaten Tuban untuk mendukung
perkembangan industri dan pariwisata di pantai utara.
Rencana pengembangan pelabuhan laut tersebut belum mengacu Rencana Induk
Pengembangan Pelabuhan Nasional, sehingga sulit dilihat relevansinya terhadap
dukungannya terhadap koridor ekonomi MP3EI dan KEK di Jawa Timur.
Rencana pengembangan pelabuhan laut berdasarkan dokumen draft Tatrawil Jawa
Timur 2011-2031 dapat dilihat dalam Gambar 3.70. Selain itu rencana
pengembangan rute angkutan penumpang moda laut dapat dilihat dalam Gambar
3.71, serta rencana pengembangan layanan angkutan perintis moda laut dapat
dilihat dalam Gambar 3.72.
Program aksi ke depan adalah pengembangan pelabuhan yang “diusahakan” di
wilayah Jawa Timur, antara lain: (1) Pelabuhan Tanjung Perak; (2) Pelabuhan
Gresik; (3) Pelabuhan Tanjungwangi; (4) Pelabuhan Kalianget; (5) Pelabuhan
Probolinggo; (6) Pelabuhan Pasuruan; (7) Pelabuhan Panarukan; dan (8)
Pelabuhan lainnya yang memenuhi persayaratan sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Pengembangan pelabuhan yang “tidak diusahakan”, antara lain: (1) Pelabuhan
Bawean; (2) Pelabuhan Telaga Biru; (3) Pelabuhan Branta; (4) Pelabuhan Sapudi;
(5) Pelabuhan Sapeken; (6) Pelabuhan Kalbut; (7) Pelabuhan Masalembo; (8)
Pelabuhan Brondong; (9) Pelabuhan Ketapang; dan (10) pelabuhan lainnya yang
memenuhi persayaratan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

III-153
LAPORAN AKHIR
Studi Tinjau Ulang Tatrawil Propinsi Jawa Timur dalam Mendukung
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi

Sumber : dokumen draft Tatrawil Jawa Timur 2011-2031


Gambar 3.70. Rencana pengembangan pelabuhan laut di Provinsi Jawa Timur
berdasarkan dokumen Tatrawil Jawa Timur 2011-2031

Sumber : dokumen draft Tatrawil Jawa Timur 2011-2031

Gambar 3.71. Rencana pengembangan rute angkutan penumpang moda laut di


Provinsi Jawa Timur berdasarkan dokumen Tatrawil Jawa Timur
2011-2031

III-154
LAPORAN AKHIR
Studi Tinjau Ulang Tatrawil Propinsi Jawa Timur dalam Mendukung
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi

Sumber : dokumen draft Tatrawil Jawa Timur 2011-2031


Gambar 3.72. Rencana pengembangan layanan angkutan perintis moda laut di
Provinsi Jawa Timur berdasarkan dokumen Tatrawil Jawa Timur
2011-2031

E. Prasarana moda udara


Arahan Pengembangan Bandara Internasional saat ini sudah direncanakan dalam
program pengembangan Bandara Juanda, mengingat hanya Bandara Juanda yang
berfungsi sebagai Bandara Internasional di Jawa Timur. Pengembangan Bandara
Juanda meliputi :
(1) Pembangunan terminal penumpang tambahan di sisi utara-timur Runway
(2) Pembangunan jalan akses Tol Waru-Juanda berupa jalan tol langsung menuju
terminal baru
(3) Rencana jangka panjang, jika Bandara Juanda sudah tidak dapat lagi
menampung kebutuhan kapasitas yang ada, maka dapat dipertimbangkan
untuk merelokasi Bandara Juanda ke Lamongan.

Arahan pengembangan bandara umum regional di Jawa Timur meliputi :


(1) Bandar udara pengumpul dengan skala pelayanan primer, yaitu :
(a) Bandar Udara Juanda di Kabupaten Sidoarjo.
(b) Alternatif pembangunan bandar udara baru di Kabupaten Lamongan.

III-155
LAPORAN AKHIR
Studi Tinjau Ulang Tatrawil Propinsi Jawa Timur dalam Mendukung
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi

(2) Bandar udara pengumpul dengan skala pelayanan tersier, yaitu peningkatan
fungsi Bandar udara Abdulrachman Saleh di Kabupaten Malang untuk
penerbangan sipil.
(3) Bandar udara pengumpan meliputi :
(a) Pengembangan Bandar Udara Trunojoyo di Kabupaten Sumenep.
(b) Pengembangan Bandar Udara Blimbingsari di Kabupaten Banyuwangi.
(c) Pengembangan Bandar Udara Bawean di Kabupaten Gresik.
(d) Pengembangan Bandar Udara Noto Hadinegoro di Kabupaten Jember.
(e) Pengembangan bandar udara di Kabupaten Blitar.
Arahan pengembangan bandar udara berdasarkan dokumen draft Tatrawil Jawa
Timur 2011-2031 dapat dilihat dalam Gambar 3.73.
Program aksi ke depan adalah pengembangan bandara di wilayah Jawa Timur,
meliputi: (1) Bandara Juanda (Surabaya); (2) Bandara Abdurrahman Saleh
(Malang); (3) Banyuwangi; (4) Sumenep; (5) Bawean; (6) Jember; (7)
Pagerungan; (8) Bojonegoro; (9) Blitar; (10) Lamongan; dan (11) kabupaten/kota
lainnya sesuai dengan kebutuhan.

Sumber : dokumen draft Tatrawil Jawa Timur 2011-2031


Gambar 3.73. Rencana pengembangan bandar udara di Provinsi Jawa Timur
berdasarkan dokumen Tatrawil Jawa Timur 2011-2031

III-156
LAPORAN AKHIR
Studi Tinjau Ulang Tatrawil Propinsi Jawa Timur dalam Mendukung
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi

Berdasarkan uraian pengembangan moda transportasi tersebut, beberapa catatan


fokus Tatrawil Provinsi Jawa Timur (2011-2031) untuk mendukung Sistranas,
adalah :
(1) Pertumbuhan wilayah Gerbangkertosusila Plus (Kota Surabaya, Kabupaten
Tuban, Kabupaten Lamongan, Kabupaten Bojonegoro, Kabupaten Gresik,
Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten dan Kota Mojokerto, Kabupaten Jombang,
Kabupaten Bangkalan, Kabupaten dan Kota Pasuruan) yang sangat pesat;
(2) Pertumbuhan wilayah perkotaan yang pesat;
(3) Pertumbuhan dan penyebaran aktivitas ekonomi di Jawa Timur terpusat di
wilayah Gerbangkertosusila;
(4) Keberadaan wilayah-wilayah terbelakang dan terisolasi di wilayah Pantai
Selatan dan Wilayah Kepulauan;
(5) Dampak otonomi terhadap kewenangan dan aspirasi kabupaten dan kota
disertai kebutuhan akan sinkronisasi pembangunan yang lebih kompleks;
(6) Perkembangan demografi dan ekonomi wilayah propinsi lain yang
mengkonsumsi produk jadi Jawa Timur dan memproduksi produk mentah
bagi Jawa Timur; dan
(7) Perubahan situasi ekonomi nasional dan global seperti kenaikan BBM dan
pasar global.

3.11.3. Prediksi Permintaan Transportasi Provinsi Jawa Timur

Prediksi permintaan transportasi wilayah Provinsi Jawa Timur untuk 5 (lima)


hingga 10 (sepuluh) tahun ke depan tidak jauh berbeda dengan kondisi sekarang.
Perubahan yang terjadi hanya ada pada nilai bangkitan dan tarikan karena
prediksi tersebut belum memperhitungkan kebijakan nasional MP3EI, MP3KI,
dan KEK sehingga ke depan perlu dievaluasi sebaran pusat bangkitan dan tarikan
transportasi wilayah Jawa Timur. Pusat bangkitan dan tarikan hasil prediksi
adalah :
(1) Bangkitan dan tarikan penumpang, meliputi cakupan :
(a) Internasional : Surabaya, Gerbangkertosusila
(b) Antar provinsi : kota dan pusat kabupaten
(c) Dalam provinsi : seluruh wilayah Jawa Timur
(2) Bangkitan dan tarikan barang, meliputi cakupan :

III-157
LAPORAN AKHIR
Studi Tinjau Ulang Tatrawil Propinsi Jawa Timur dalam Mendukung
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi

(a) Internasional : Surabaya, Gerbangkertosusila


(b) Antar provinsi : kota dan pusat kabupaten
(c) Dalam provinsi : seluruh wilayah Jawa Timur

Dokumen draft Tatrawil Jawa Timur 2011-2031 menyebutkan bahwa bentuk pola
distribusi perjalanan pada masa 25 tahun mendatang masih akan sama, kecuali
intensitasnya yang akan bertambah. Matrik prediksi asal tujuan perjalanan tiap
moda dibuat untuk menjawab sebaran perjalanan tahun 2031. Hasil prediksi
tersebut belum dapat digunakan sebagai acuan untuk evaluasi kebutuhan
pengembangan prasarana transportasi penumpang dan barang tahun 2014, 2019,
2025, dan 2030 karena analisanya belum komprehensif. Gambar 3.74 hingga
Gambar 3.83 menyajikan hasil prediksi matrik asal tujuan perjalanan tiap moda
transportasi wilayah tahun 2031 berdasarkan dokumen draft Tatrawil Jawa Timur
2011-2031.

LAUT JAWA
JAWA BARAT
KAB. TUBAN

KAB. SUMENEP
KAB. GRESIK

KAB. BANGKALAN KAB. PAMEKASAN


KAB. LAMONGAN KAB. SAMPANG
P. Sapudi
P. Puteran
P. Raas

KAB. BOJONEGORO
JAWA TENGAH SURABAYA

1.250.000 - 2.000.000
KAB. NGAWI
KAB. SIDOARJO
SELAT MADURA 2.000.000 - 4.000.000
KAB. NGANJUK
KODYA. MOJOKERTO 4.000.000 - 6.000.000
KODYA. MADIUN
KAB. JOMBANG
KAB. MOJOKERTOKODYA. PASURUAN
6.000.000 - 8.000.000
KAB. MADIUN KAB. SITUBONDO
KAB. MAGETAN 8.000.000 - 10.000.000
KAB. PASURUAN KODYA. PROBOLINGGO 10.000.000 - 20.000.000
KODYA. KEDIRI

YOGYAKARTA KAB. KEDIRI KAB. PROBOLINGGO KAB. BONDOWOSO 20.000.000 - 30.000.000


KAB. PONOROGO
Satuan : Orang/tahun
KODYA. MALANG
KODYA. BLITAR
KAB. LUMAJANG
KAB. PACITAN KAB. TULUNGAGUNG
KAB. TRENGGALEK
KAB. BLITAR KAB. MALANG
KAB. BANYUWANGI
KAB. JEMBER

BALI

SAMUDERA INDONESIA

Sumber : dokumen draft Tatrawil Jawa Timur 2011-2031


Gambar 3.74. Prediksi asal tujuan angkutan penumpang moda jalan

III-158
LAPORAN AKHIR
Studi Tinjau Ulang Tatrawil Propinsi Jawa Timur dalam Mendukung
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi

JAKARTA

LAUT JAWA

JAWA BARAT
KAB. TUBAN
KAB. GRESIK KAB. SUMENEP

KAB. BANGKALAN KAB. PAMEKASAN


KAB. SAMPANG
P. Sapudi

KAB. LAMONGAN P. Raas

KAB. BOJONEGORO
SURABAYA

2.900.000 - 5.000.000
JAWA TENGAH
KAB. NGAWI S E L A T M A DU R A 5.000.000 - 10.000.000
KAB. SIDOARJO
KOTA. MOJOKERTO 10.000.000 - 20.000.000
KAB. NGANJUK

KAB. MAGETAN
KOTA. MADIUN KAB. JOMBANG 20.000.000 - 50.000.000
KAB. MOJOKERTO KOTA. PASURUAN P.KETAPANG
KAB. MADIUN KAB. SITUBONDO
50.000.000 - 110.000.000
YOGYAKARTA KAB. PASURUAN KOTA. PROBOLINGGO Satuan : Ton/tahun
KOTA. KEDIRI
KAB. PROBOLINGGO
KAB. BONDOWOSO
KAB. KEDIRI
KAB. PONOROGO

KOTA. MALANG
BANTEN KOTA. BLITAR
KAB. LUMAJANG
KAB. PACITAN KAB. TULUNGAGUNG
KAB. TRENGGALEK
KAB. BLITAR KAB. MALANG
KAB. JEMBER KAB. BANYUWANGI

BALI

SAMUDERA INDONESIA

Sumber : dokumen draft Tatrawil Jawa Timur 2011-2031


Gambar 3.75. Prediksi asal tujuan angkutan barang moda jalan

JAKARTA LAUT JAWA

KAB. TUBAN
KAB. SUMENEP P. Bulumanuk
KAB. GRESIK P. Payungan
P.Iyang

KAB. BANGKALAN KAB. PAMEKASAN


KAB. SAMPANG
P. Sapudi
P. Puteran
KAB. LAMONGAN P. Genteng
P. Raas

JAWA BARAT P. Raja

KAB. BOJONEGORO
SURABAYA P.KAMBING

KAB. NGAWI
10.000 - 75.000
KAB. SIDOARJO
KOTA. MOJOKERTO SELAT MADURA 75.000 - 150.000
KAB. NGANJUK
KOTA. MADIUN KAB. JOMBANG
KAB. MAGETAN 150.000 - 225.000
JAWA TENGAH KAB. MADIUN
KAB. MOJOKERTO KOTA PASURUAN P.KETAPANG
KAB. SITUBONDO
225.000 - 300.000
KAB. PASURUAN KOTA. PROBOLINGGO
KOTA. KEDIRI 300.000 - 800.000
KAB. PROBOLINGGO
KAB. BONDOWOSO

KAB. PONOROGO
KAB. KEDIRI
800.000 - 1.300.000

KOTA BLITAR
KOTA MALANG
Satuan : Orang/tahun
KAB. LUMAJANG
YOGYAKARTA KAB. PACITAN
KAB. TRENGGALEK
KAB. TULUNGAGUNG
KAB. BLITAR KAB. MALANG
KAB. JEMBER KAB. BANYUWANGI

P.SEMPU P.NUSABARUNG
Tl.
P.PISANG M
ER
U

SAMUDERA INDONESIA
P.BANDUALIT
Tg.PERMISAN

P. KALONG

Sumber : dokumen draft Tatrawil Jawa Timur 2011-2031


Gambar 3.76. Prediksi asal tujuan angkutan penumpang moda KA

III-159
LAPORAN AKHIR
Studi Tinjau Ulang Tatrawil Propinsi Jawa Timur dalam Mendukung
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi

LAUT JAWA
JAKARTA Bancar
Tambakboyo
Jenu
Tg. Bulupandan
Jatirogo Cerme
Brondong Batu Putih
TUBAN Ujung Pangkah Sepulu Ketapang Sotabar Pasongsongan Tg. Lapak

P. Gili Iyang P. Payangan


Pakah SUMENEP
Kokop
Robatal
Bungah BANGKALAN Palengaan Kalianget
P. Sulumanuk
Temangkar
Manyar Tanah Merah Tambelangan Larangan
Parengan LAMONGAN Saronggi
Babat Galis Omben
Widang Kamal P. Puteran P. Sapudi
GRESIK P. Raas

JAWA BARAT Padangan BOJONEGORO Duduksampean


SAMPANG PAMEKASAN
P. Genteng
Ngimbang Balongpanggang SURABAYA P. Raja

Ngraho Dander
Dawarblandong Wonokromo
Mantingan P. Kambing
Widodaren Waru
NGAWI Temayang
Karangjati
Kabuh
SIDOARJO 7.000 - 10.000
MOJOKERTO
SELAT MADURA
Sumobito
Ngrambe

Maospati
Caruban Bagor
Baron
Kertosono
Tanggulangin
10.000 - 20.000
Bangsal
JOMBANG Sooko Bangil

20.000 - 30.000
Tg. Pacinan
NGANJUK Gempol
JAWA TENGAH MADIUN PASURUAN
Pacet
sjn

Ngoro Pandaan Nguling


MAGETAN Pasir Putih SITUBONDO
BESUKI Jangkar

30.000 - 40.000
Tg. Ketapang
Tarokan Pare
Dolopo PROBOLINGGO Paiton Panarukan
Tongas
KEDIRI Kandangan Kasembon Purwosari Kraksaan Prajekan
Banyuputih
40.000 - 50.000
Badegan Purwodadi Wringin Tg. Sedang
PONOROGO Pujon
BONDOWOSO Tg. Canding
Bendungan Kras Sukapura
Sawoo
Nawangan
Slahung
Sendang
Nglegok MALANG
Tumpang
Sumber
Ranuyoso Tiris
Tamanan Sukosari
Wongsorejo
50.000 - 70.000
TRENGGALEK
YOGYAKARTA Donorojo
BLITAR
Senduro
Arjasa
Satuan : Ton/tahun
TULUNGAGUNG Kesamben
Rejotangan LUMAJANG Tanggul
JEMBER
PACITAN Kepanjen
Turen
Candipuro
Pronojiwo
Tulakan
Bandung Dampit BANYUWANGI
Binangun
Watulimo Pucanglaban Yosowilangun Kabat
Tl. Pacitan Gedangan Silo
Tl. Pacitan
Panggul Munjungan Bakung Kencong
Tg. Pacitan Tl. Popoh
Tl. Sene
Tempurejo
Tl. Ligit Tg. Popoh Tl. Serang Glenmore Rogojampi
Tl. Sumbeno
Tl. Prigi Tl. Tapeh

Tl. Sipulot Tg. Pelindu Ambulu


Tl. Lenggasana Muncar
Tl. Pisang Tg. Sembulungan
P. Sempu P. Nusabarung
Tl. Banjeli

SAMUDERA INDONESIA Tl. Meru

Tl. Sukamade

Tl. Rajekwesi

Tg. Grajakan
Tl. Grajakan
Blambangan
Tg. Purwo

Sumber : dokumen draft Tatrawil Jawa Timur 2011-2031


Gambar 3.77. Prediksi asal tujuan angkutan barang moda KA

KALIMANTAN

100.000 - 250.000
250.000 - 500.000
L A U T J AW A 500.000 - 750.000
750.000 - 1.000.000
KAB. TUBAN

SUMATERA KAB. GRESIK


KAB. SUMENEP 1.000.000 - 2.000.000
KAB. BANGKALAN KAB. PAMEKASAN
KAB. SAMPANG
P. Sapudi
2.000.000 - 4.000.000
P. Puteran
KAB. LAMONGAN P. Raas
> 4.000.000
KAB. BOJONEGORO
SURABAYA Satuan : Orang/tahun

KAB. NGAWI
KAB. SIDOARJO SELAT MADURA
KOTA MOJOKERTO
KAB. NGANJUK
KOTA MADIUN KAB. JOMBANG
KAB. MAGETAN
KAB. MOJOKERTO KOTA PASURUAN
KAB. MADIUN KAB. SITUBONDO

KAB. PASURUAN
KOTA PROBOLINGGO
KOTA KEDIRI
KAB. PROBOLINGGO KAB. BONDOWOSO
KAB. KEDIRI
KAB. PONOROGO

KOTA MALANG
KOTA BLITAR
KAB. LUMAJANG
KAB. PACITAN
KAB. TRENGGALEK
KAB. TULUNGAGUNG

KAB. BLITAR KAB. MALANG


KAB. JEMBER
BALI
KAB. BANYUWANGI

SAMUDERA INDONESIA

Sumber : dokumen draft Tatrawil Jawa Timur 2011-2031


Gambar 3.78. Prediksi asal tujuan angkutan penumpang moda penyeberangan

III-160
LAPORAN AKHIR
Studi Tinjau Ulang Tatrawil Propinsi Jawa Timur dalam Mendukung
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi

L A U T J AW A

KAB. TUBAN
KAB. SUMENEP
KAB. GRESIK

KAB. BANGKALAN KAB. PAMEKASAN


KAB. SAMPANG
P. Sapudi
P. Puteran
KAB. LAMONGAN P. Raas

KAB. BOJONEGORO
SURABAYA

KAB. NGAWI SELAT MADURA


KAB. SIDOARJO
KOTA MOJOKERTO
KAB. NGANJUK
KOTA. MADIUN KAB. JOMBANG
KAB. MAGETAN
KAB. MOJOKERTO KOTA. PASURUAN
KAB. MADIUN KAB. SITUBONDO

KAB. PASURUAN KOTA PROBOLINGGO


KOTA KEDIRI
KAB. PROBOLINGGO KAB. BONDOWOSO
KAB. KEDIRI
KAB. PONOROGO

KOTA MALANG
KODYA. BLITAR
KAB. LUMAJANG
KAB. TULUNGAGUNG KAB. JEMBER
KAB. PACITAN
KAB. TRENGGALEK
KAB. BLITAR KAB. MALANG
KAB. BANYUWANGI
BALI

10.000 - 25.000
25.000 - 50.000 SAMUDERA INDONESIA
50.000 - 75.000
75.000 - 100.000
100.000 - 150.000
150.000 - 200.000
> 200.000

Satuan : Ton/tahun

Sumber : dokumen draft Tatrawil Jawa Timur 2011-2031


Gambar 3.79. Prediksi asal tujuan angkutan barang moda penyeberangan

KALIMANTAN
TIMUR
KALIMANTAN
SELATAN SULAWESI
RIAU
SELATAN

SULAWESI
TENGGARA

LAUT JAWA

SUMATERA MALUKU
UTARA KAB. TUBAN
KAB. SUMENEP
KAB. GRESIK

KAB. BANGKALAN KAB. PAMEKASAN


KAB. SAMPANG
P. Sapudi

KAB. LAMONGAN P. Raas

KAB. BOJONEGORO
SURABAYA PAPUA

KAB. NGAWI
KAB. SIDOARJO
S E L A T M A DU R A
KOTA MOJOKERTO
KAB. NGANJUK
KOTA. MADIUN KAB. JOMBANG
JAKARTA KAB. MAGETAN
KAB. MOJOKERTO KOTA. PASURUAN
KAB. MADIUN KAB. SITUBONDO
400 - 1.000
KAB. PASURUAN KOTA PROBOLINGGO 1.000 - 10.000
KOTA KEDIRI
KAB. PROBOLINGGO
KAB. BONDOWOSO
KAB. KEDIRI 10.000 - 25.000
KAB. PONOROGO

KOTA MALANG
25.000 - 50.000
KOTA BLITAR
KAB. LUMAJANG
KAB. PACITAN
KAB. TRENGGALEK
KAB. TULUNGAGUNG 50.000 - 75.000
KAB. BLITAR KAB. MALANG
KAB. JEMBER KAB. BANYUWANGI
75.000 - 100.000
100.000 - 200.000
Satuan : Orang/tahun
SAMUDERA INDONESIA

Sumber : dokumen draft Tatrawil Jawa Timur 2011-2031


Gambar 3.80. Prediksi asal tujuan angkutan penumpang moda laut

III-161
LAPORAN AKHIR
Studi Tinjau Ulang Tatrawil Propinsi Jawa Timur dalam Mendukung
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi

SUMATERA KALIMANTAN KALIMANTAN


BARAT KALIMANTAN
UTARA SELATAN TENGAH KALIMANTAN
JAMBI TIMUR
SULAWESI
TENGAH
SUMATERA
BARAT
LAUT JAWA SULAWESI
SELATAN

KAB. TUBAN
KAB. SUMENEP P. Bulumanuk
KAB. GRESIK P. Payungan
P.Iyang

KAB. BANGKALAN KAB. PAMEKASAN


KAB. SAMPANG
P. Sapudi
P. Puteran
KAB. LAMONGAN P. Raas
P. Genteng
P. Raja
JAKARTA
KAB. BOJONEGORO
SURABAYA P.KAMBING

MALUKU
KAB. NGAWI
KAB. SIDOARJO
S E L A T M A DU R A
KOTA. MOJOKERTO
KAB. NGANJUK
KOTA MADIUN KAB. JOMBANG
KAB. MAGETAN
KAB. MOJOKERTO KOTA PASURUAN P.KETAPANG
KAB. MADIUN KAB. SITUBONDO

KAB. PASURUAN KOTA. PROBOLINGGO


KOTA. KEDIRI
KAB. PROBOLINGGO
KAB. BONDOWOSO
YOGYAKARTA KAB. KEDIRI
KAB. PONOROGO

KOTA MALANG
KOTA BLITAR
KAB. LUMAJANG
KAB. PACITAN KAB. TULUNGAGUNG
KAB. TRENGGALEK
KAB. BLITAR KAB. MALANG
KAB. JEMBER KAB. BANYUWANGI NUSA TENGGARA BARAT

100.000 - 250.000
250.000 - 500.000
NUSA TENGGARA TIMUR
500.000 - 750.000 SAMUDERA INDONESIA
750.000 - 1.000.000
1.000.000 - 2.000.000
2.000.000 - 4.000.000
Satuan : Ton/tahun

Sumber : dokumen draft Tatrawil Jawa Timur 2011-2031


Gambar 3.81. Prediksi asal tujuan angkutan barang moda laut

SUMATERA KALIMANTAN

SULAWESI
BANTEN

LAUT MADURA
JAKARTA PAPUA

KAB. TUBAN
KAB. SUMENEP
1.000 - 10.000
KAB. GRESIK

KAB. BANGKALAN KAB. PAMEKASAN


KAB. SAMPANG
P. Puteran
P. Sapudi
10.000 - 20.000
KAB. LAMONGAN P. Raas
JAWA BARAT 20.000 - 30.000
KAB. BOJONEGORO
SURABAYA P.KAMBING
30.000 - 50.000
50.000 - 100.000
S E L A T M A DU R A
100.000 - 200.000
KAB. NGAWI
KAB. SIDOARJO

JAWA TENGAH KAB. NGANJUK


KOTA. MOJOKERTO
200.000 - 300.000
KOTA MADIUN KAB. JOMBANG
300.000 - 500.000
KAB. MAGETAN
KAB. MOJOKERTO KOTA PASURUAN P.KETAPANG
KAB. MADIUN KAB. SITUBONDO

KAB. PASURUAN KOTA PROBOLINGGO Satuan : Orang/tahun


KOTA KEDIRI
KAB. PROBOLINGGO
KAB. BONDOWOSO
YOGYAKARTA KAB. KEDIRI
KAB. PONOROGO

KOTA MALANG
KOTA BLITAR
KAB. LUMAJANG
KAB. PACITAN
KAB. TRENGGALEK
KAB. TULUNGAGUNG
NUSA TENGGARA BARAT
KAB. BLITAR KAB. MALANG
KAB. JEMBER KAB. BANYUWANGI

BALI

SAMUDERA INDONESIA NUSA TENGGARA TIMUR

Sumber : dokumen draft Tatrawil Jawa Timur 2011-2031


Gambar 3.82. Prediksi asal tujuan angkutan penumpang moda udara

III-162
LAPORAN AKHIR
Studi Tinjau Ulang Tatrawil Propinsi Jawa Timur dalam Mendukung
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi

KALIMANTAN

SUMATERA
SULAWESI

LAUT JAWA
JAKARTA

KAB. TUBAN
PAPUA
KAB. SUMENEP
KAB. GRESIK

KAB. BANGKALAN KAB. PAMEKASAN


KAB. SAMPANG
P. Sapudi

KAB. LAMONGAN P. Raas

KAB. BOJONEGORO
500 - 1.000
SURABAYA
1.000 - 2.000
JAWA TENGAH
KAB. NGAWI S E L A T M A DU R A 2.000 - 3.000
KAB. SIDOARJO
KOTA. MOJOKERTO 3.000 - 4.000
KAB. NGANJUK

KAB. MAGETAN
KOTA MADIUN KAB. JOMBANG
4.000 - 5.000
KAB. MOJOKERTO KOTA PASURUAN P.KETAPANG
KAB. MADIUN KAB. SITUBONDO

KAB. PASURUAN
Satuan : Ton/tahun
KOTA. PROBOLINGGO
KOTA. KEDIRI
KAB. PROBOLINGGO
KAB. BONDOWOSO
KAB. KEDIRI
KAB. PONOROGO

KOTA MALANG
YOGYAKARTA KOTA. BLITAR
KAB. LUMAJANG
KAB. TULUNGAGUNG
KAB. PACITAN
KAB. TRENGGALEK
KAB. BLITAR
NUSA TENGGARA TIMUR
KAB. MALANG
KAB. JEMBER KAB. BANYUWANGI

BALI

SAMUDERA INDONESIA NUSA TENGGARA BARAT

Sumber : dokumen draft Tatrawil Jawa Timur 2011-2031


Gambar 3.83. Prediksi asal tujuan angkutan barang moda udara

3.11.4. Perkiraan Gerbang Utama Wilayah dan Moda Unggulan


Perkembangan suatu wilayah, salah satunya dipengaruhi oleh keterhubungan
wilayah tersebut dengan wilayah lainnya yang akan membuka komunikasi sosial,
ekonomi dan budaya; diperlukan simpul-simpul akses yang ditandai dengan
gerbang utama wilayah pada batas wilayah propinsi Jawa Timur. Pola pokok
penyebaran Gerbang Utama Wilayah pada masa depan masih akan sama dengan
pola saat ini. Prakiraan gerbang utama wilayah ditunjukkan pada Tabel 3.12.

Tabel 3.12. Prakiraan gerbang utama wilayah Jawa Timur tahun 2031
Gerbang
Kategori Moda
Internasional Nasional
Jalan - Terminal Klas A
Surabaya, Malang, Madiun, Kediri,
KA -
Bojonegoro
Penumpang
Penyeberangan - Ketapang
Laut - Tanjung Perak
Udara Juanda Juanda, Abd. Saleh
Jalan - Kota & Pusat Kabupaten
KA Rambipuji Surabaya, Rambipuji
Penyeberangan - Ketapang
Barang Tanjung Perak, Tanjung Wangi,
Laut Tanjung Perak Gresik,
Tanjung Tembaga
Udara Juanda Juanda, Abdulrachman Saleh
Sumber : dokumen draft Tatrawil Jawa Timur 2011-2031

III-163
LAPORAN AKHIR
Studi Tinjau Ulang Tatrawil Propinsi Jawa Timur dalam Mendukung
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi

Hasil prediksi tersebut tidakk akan mengalami perubahan yang signifikan jika
dibandingkan saat ini kecuali ada perubahan kebijaksanaan nasional yang
signifikan untuk mendorong peran moda tertentu untuk 25 tahun ke depan.
Prediksi pola moda dominan hingga 25 tahun mendatang dipresentasikan pada
Tabel 3.13. Beberapa perkiraan masalah dari semua moda pada masa mendatang
dapat dilihat dalam Tabel 3.14.

Tabel 3.13. Prakiraan moda dominan tahun 2031


Kategori Cakupan Moda
Internasional Udara
Antar
Jalan, KA, Penyeberangan, Udara
Propinsi
Penumpang
Dalam
Jalan, KA
Propinsi
Dalam Kota Jalan, Angkutan Massal Cek, KA
Internasional Laut
Antar
Jalan, KA, Penyeberangan, Laut
Propinsi
Barang
Dalam
Jalan, KA
Propinsi
Dalam Kota Jalan
Sumber : dokumen draft Tatrawil Jawa Timur 2011-2031

Tabel 3.14. Prakiraan masalah semua moda masa depan di Jawa Timur
Moda Prakiraan Masalah
Derajat Kejenuhan tinggi pada beberapa ruas jalan arteri dan
kolektor primer, aksesibilitas antar wilayah
Jalan Gerbangkertosusila, ruas arteri masuk lewat pusat wilayah
perkotaan, penambahan ruas tol tengah kota (monorel),
Optimalisasi keberadaan jembatan Timbang.
Single track dengan kapasitas rendah, Jalur KA Komuter
KA Khusus belum ada, Sinkronisasi antar moda dengan kereta api
terutama untuk angkutan barang
Kejenuhan Pelayanan Lintas Ujung – Kamal, Ketapang –
Penyeberangan Gilimanuk, Surabaya – Ujung Pandang dan Surabaya –
Banjarmasin.
Kapasitas Pelabuhan Tanjung Perak tidak mampu menampung
Laut
permintaan angkutan laut, Pelayanan wilayah kepulauan.
Kapasitas Bandara Juanda terbatas untuk menampung
Udara
pertumbuhan permintaan.
Sumber : dokumen draft Tatrawil Jawa Timur 2011-2031

III-164
LAPORAN AKHIR
Studi Tinjau Ulang Tatrawil Propinsi Jawa Timur dalam Mendukung
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi

3.11.5. Kebutuhan Evaluasi Tatrawil Provinsi Jawa Timur ke Depan


Secara substansi dokumen draft Tatrawil Provinsi Jawa Timur (2011-2031) sudah
memenuhi kebutuhan lokal dan internal wilayah Jawa Timur untuk 25 tahun ke
depan tetapi belum mengantisipasi perkembangan kebijakan nasional yang
berpengaruh langsung terhadap dinamika perubahan sosial ekonomi dan
lingkungan. Oleh karenanya Tatrawil Provinsi Jawa Timur perlu ditinjau ulang
untuk dikaitkan dengan beberapa kebijakan nasional maupun lokal terutama
RTRW dan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur yang terakhir dan relevan ,
antara lain :
(1) Draft Tatrawil Provinsi Jawa Timur 2011-2031 belum mengakomodasi
percepatan pengembangan dan pembangunan koridor 8 (delapan) KPI-MP3EI
(2011-2025), yaitu: Lamongan, Gresik, Surabaya, Sidoarjo, Pasuruan,
Mojokerto, Malang dan Kediri dalam penataan transportasi wilayah ke depan.
(2) Draft Tatrawil Provinsi Jawa Timur 2011-2031 belum mengantisipasi pola
pengembangan transportasi wilayah yang harus mendukung 2 (dua) koridor
ekonomi Jawa dan koridor ekonomi Bali-Nusa Tenggara, masing-masing
koridor memiliki tema pembangunan yang berbeda.
(3) Draft Tatrawil Provinsi Jawa Timur 2011-2031 belum mengkomodasi
percepatan pengembangan 4 (empat) KEK Jawa Timur, yaitu : kawasan
industri Lamongan, kawasan industri gemopolis Sidoarjo, kawasan
perdagangan Kali Lamong Surabaya, dan kawasan pengembangan Pulau
Madura dalam penataan transportasi wilayah ke depan.
(4) Draft Tatrawil Provinsi Jawa Timur 2011-2031 belum mengakomodasi
kebijakan MP3KI yang dikaitkan dengan pemetaan daerah tertingal dan
miskin serta pemetaan data IPM tiap kabupaten/kota
(5) Draft Tatrawil Provinsi Jawa Timur 2011-2031belum mengakomodasi
kebijakan cetak biru pengembangan sistem logistik nasional (Sislognas) yang
berkaitan dengan pola angkutan barang yang merepresentasikan angkutan
logistik secara internal dan eksternal.
(6) Draft Tatrawil Provinsi Jawa Timur 2011-2031 belum menjelaskan pola
aktivitas dengan pendetailan pemetaan garis keinginan perjalanan (desire
line) penumpang dan barang secara internal (antar simpul ekonomi di wilayah

III-165
LAPORAN AKHIR
Studi Tinjau Ulang Tatrawil Propinsi Jawa Timur dalam Mendukung
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi

Jawa Timur) maupun eksternal antara wilayah Jawa Timur dengan wilayah
lain di Indonesia. Selain itu dalam draft Tatrawil Jawa Timur tersebut belum
menjelaskan pola aktivitas berdasarkan struktur dan pola pemanfaatan ruang
wilayah, potensi sosial-ekonomi, dan sebaran simpul-simpul moda
transportasi.
(7) Draft Tatrawil Provinsi Jawa Timur 2011-2031 belum memiliki arah dan
sasaran pengembangan jaringan pelayanan dan jaringan prasarana yang
mengikuti tahapan 5 (lima) tahunan, yaitu : tahun 2014 (akhir RPJMN ke-2);
tahun 2019 (akhir RPJMN ke-3); tahun 2025 (akhir RPJPN, akhir MP3EI dan
MP3KI, akhir evaluasi capaian KEK), dan tahun 2030 sebagai target pasca
RPJP (2005-2025).
(8) Draft Tatrawil Provinsi Jawa Timur 2011-2031 belum mengakomodasi
kerangka dasar dan rencana percepatan pengembangan infrastruktur wilayah
Suramadu pasca pembangunan jembatan Suramadu untuk mendukung
rencana pengembangan KEK Pulau Madura dan kepulauannya.
(9) Darft Tatrawil Provinsi Jawa Timur 2011-2031 belum mengakomodasi
rencana pengembangan simpul-simpul alihmoda yang menunjukkan
keterpaduan layanan, keterpadan jaringan pelayanan dan jaringan prasarana
angkutan antarmoda/multimoda.
(10) Draft Tatrawil Provinsi Jawa Timur 2011-2031 belum mengakomodasi
berbagai skenario bangkitan dan tarikan perjalanan tiap moda pada tahun
tinjauan kondisi tahun 2014, 2019, 2025, dan 2030.
(11) Draft Tatrawil Provinsi Jawa Timur 2011-2031 belum mengakomodasi model
dan proyeksi pembebanan lalulintas. Selanjutnya dilakukan penilaian bobot
tiap alternatif (pertumbuhan, pemerataan, dan kombinasi pertumbuhan-
pemerataan) serta penentuan prioritas alternatif yang terpilih untuk dijabarkan
dalam arahan pengembangan jaringan prasarana dan pelayanan transportasi
wilayah Jawa Timur pada tinjauan kondisi tahun 2014, 2019, 2025, dan 2030.

III-166

Anda mungkin juga menyukai