Dibiayai oleh:
Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat
Drektorat Jenderal Penguatan Riset dan Pengembangan
Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi
Sesuai dengan Perjanjian Penugasan Pelaksanaan Program Pengabdian Masyarakat
Nomor: 109/SP2H/PPM/2019, tanggal 18 Maret 2019
i
ii
RINGKASAN
Desa Pengkok berada pada geomorfologi lembah yang ditengah-tengahnya berupa bukit
kecil bernama Gunung Ireng. Lembah tersebut dikelilingi oleh perbukitan (tinggian), yang
salah satunya adalah Gunung Nglanggeran di sebelah timurlautnya. Desa ini memiliki
berbagai potensi alam, yaitu subur (sebagai sentra padi), pariwisata yaitu outbond Gunung
Ireng, airterjun Jurug Gedhe dan kirab budaya “bocah ireng”. Di bidang sosial, ekonomi dan
budaya, masyarakatnya memiliki kebiasaan sebagai pengrajin bambu, terdapat kuliner
berbahan dasar gaplek, dan batik bermotif “batu Ireng”. Hasil penelitian geologi di Gunung
Ireng menjumpai lava berstruktur bantal berkomposisi basaltis, aglomerat, breksi, lava dan
intrusi berkomposisi andesit basaltis, yang relevan sebagai batuan gunung api, sehingga
diinterpretasi sebagai salah satu bagian dari kawah gunung api purba di Pegunungan Selatan.
Itulah mengapa, visi dan misi komunitas pengelola Gunung Ireng adalah menjadikannya
sebagai salah satu destinasi wisata minat khusus gunung api purba di Kecamatan Patuk,
sebagai bagian dari Geopark Gunung Sewu. Tugas Tim PKM adalah mendukung dan
membantu terwujudnya visi dan misi pengelola tersebut. Sosialisasi telah dilakukan kepada
Pemerintah Desa, Kecamatan dan Kabupaten. Kegiatan PKM ini pun telah dilengkapi
dengan ditandatanganinya naskah kerjasama antara Bupati Gunungkidul dengan Rektor IST
AKPRIND dan naskah pelaksanaan kerjasama antara ketua tim PKM dengan Camat Patuk.
Untuk melengkapi terwujudnya upaya membangun Gunung Ireng sebagai destinasi
wisata minat khusus, telah dikaji lebih dalam konsep pengembangannya. Tujuan PKM
PPDM ini adalah membantu menyelesaikan solusi agar rencana pembuatan museum geologi
gunung api purba Gunung Ireng dapat terlaksana, serta membantu menyusun konsep
pengelolaannya. PKM tahun pertama menghasilkan master plan geowisata dan disain teknis
terperinci (DED) museum geologi gunung api purba. Metode PKM tahun pertama (2019)
adalah rapat koordinasi, klasterisasi data geologi, sosialisasi kepada masyarakat, PEMDA
dan BAPEDA Gunungkidul, pembuatan master plan dan penyusunan DED dan RAB
museum, dan pelatihan-pelatihan. Kegiatan untuk mendukung pelaksanaan PKM tersebut
adalah pemetaan geologi teknik, menggunakan pendugaan geologi bawah permukaan
dengan metode geolistrik konfigurasi dipole-dipole. Hasil pendugaan telah didapatkan,
diketahui batuan gunung api hingga kedalaman 200 meter di bawah permukaan, terdapat
sesar turun di sisi selatan berarah timurlaut-baratdaya (~N 255oE). Litologi yang
menyusunnya berupa lava basalt berstruktur bantal, ditumpangi tuf, diintrusi oleh retas
iii
andesit basaltis. Batuan itu ditumpangi oleh lava dan blocky lava, agglomerat dan breksi
andesit basaltis.
Blue print Master Plan Desa Wisata Gunung Ireng dalam bentuk animasi dan 3D per
stop site telah didapatkan. Telah dilakukan publikasi ilmiah pada Jurnal Nasional tak-
terakreditasi (2 paper) pada Jurnal Teknomineral, Jurnal Nasional terindeks Sinta telah
submit, Jurnal Internasional terindeks Scopus dalam proses submitting, dan Jurnal
Pariwisata Indonesia telah submit. Dihasilkan juga artikel kegiatan dipublikasi pada media
massa cetak/elektronik online yaitu Kabar Handayani dan Tribun, telah mengunggah video
kegiatan pada https://www.youtube.com/watch?v=qOBX5Pya74I. Dalam mengidentifikasi
kealamian jelajah alam geologi gunung api purba Gunung Ireng sebagai destinasi wisata
minat khusus geowisata juga telah dilakukan kajian interkonesi yang menghubungkan
Gunung api Nglanggeran-Oro-Oro-Gunung Ireng, Dlingo, Selopamioro dan Kali Ngalang-
Gedangsari menjadi kekuatan tersendiri bagi Gunung Ireng. Promosi dan dukungan
sepenuhnya dari pemerintah Kabupaten Gunungkidul, serta optimisme pengelola akan
menjadi kunci keberhasilan Gunung Ireng untuk disejajarkan dengan destinasi-destinasi
wisata minat khusus lain di sekitarnya, sekaligus mendukung keberlanjutan Geopark
Gunung Sewu. Untuk itu, kini destinasi wisata minat khusus geologi gunung api purba
Gunung Ireng telah memiliki sarana dasar untuk pengembangan dan promosinya, yaitu WIFI
Internet sistem relay, yang menggunakan jangkauan tangkap ke Gunung Nglanggeran.
Keberadaan WIFI Internet ini sangat bermanfaat bagi pengunjung maupun pengelola.
Untuk mempersiapkan sumber daya manusia yang handal dan memadai dalam
pengelolaannya, telah dilakukan beberapa kali pelatihan terkait dengan sistem pengelolaan
berbasis masyarakat. Pelatihan pemandu wisata minat khusus maupun pemandu umum pun
telah diselenggarakan bekerjasama dengan HPI Daerah Kabupaten Gunungkidul dan HPI
Pusat Divisi inat Khusus Geowisata. Pelatihan-pelatihan tersebut telah diikuti baik oleh
pengelola, pemandu dan ibu-ibu anggota PKK, Kelompok KB, dan Dasawisma setempat.
Pelatihan-pelatihan tersebut telah ditindaklanjuti dengan studi banding yang dilaksanakan di
Pasar Sor Jati (Giriloyo-Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul); Tebing Breksi, Candi Ijo
dan Kraton Ratu Boko (di Kecamatan Prambanan, Kabupaten Sleman); dan Jelok-
Kalinampu dan Gunung Nglanggeran (Desa Nglanggeran dan Beji di Kecamatan Patuk,
Kabupaten Gunungkidul).
iv
PRAKATA
Puji syukur ke hadirat Allah SWT., Atas rahmat dan hidayahnya, sehingga laporan
kemajuan penelitian ini dapat diselesaikan. Ucapan terimakasih kami sampaikan kepada:
Tim Pelaksana
v
DAFTAR ISI
vi
DAFTAR TABEL
vii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Peta kesampaian lokasi dan situasi Gunung Ireng ……………………... 2
Gambar 2. Sebagian Peta Geologi Lembar Yogyakarta (A) dan Stratigrafi umum
Pegunungan Selatan Yogyakarta (B) (Rahardjo, dkk, 1995). Formasi
Nglanggeran ditunjukkan dengan warna coklat kemerahan, sedangkan
warna coklat muda (krem) adalah Formasi Semilir yang tersusun atas
breksi pumis dan tuf yang dihasilkan oleh erupsi tipe eksplosif yang
mampu meruntuhkan sebagian besar tubuhnya ……………………….. 5
Gambar 3. Pelaksanaan sosialisasi kegiatan PKM di Kecamatan Patuk (atas) dan
Lurah Pengkok (bawah) ………………………………………………... 16
Gambar 4. Kegiatan Sosialisasi sebelum penandatanganan kontrak PKM dengan
Kecamatan Patuk (atas) dan Pengelola Gunung Ireng dan aparat Desa
Pengkok (Bawah) ………………………………………………………. 17
Gambar 5. Beberapa singkapan batuan gunung api yang menyusun Gunung Ireng;
dari kiri atas (a) adalah bentang alam di seputar Gunung Ireng yang
diamati dari arah barat di puncak Gunung Ireng; (b) singkapan
perulangan batuan vulkanik di atas retas andesit basaltik, yaitu lava
masif, blocky lava dan aglomerat; (c) intrusi retas andesit piroksen
berarah barat-timur yang mengintrusi aglomerat, lava dan breksi; (d)
blocky lava dan asosiasinya dengan dike dan aglomerat dan lava masif . 20
Gambar 6. Peta lokasi dan pengukuran stratigrafi di daerah PKM. Terlihat bahwa
litologi yang menyusun daerah ini hampir memiliki komposisi yang
sama ………………………………………………………………….. 21
Gambar 7. Stratigrafi di sekitar Gunung Ireng dari sisi utara, barat-baratdaya,
selatan-tenggara dari Gunung Ireng (tanpa skala) …………………….. 23
Gambar 8. Hasil kuisioner responden interkoneksi Gunung Ireng dengan destinasi-
destinasi wisata lain di sekitarnya …………………………………….. 25
Gambar 9. Grafik histogram terkait destinasi wisata ……………………………. 30
Gambar 10. Grafik histogram terkait ketersediaan jaringan internet di area wisata 31
Gambar 11. Histogram terkait kealamian dan keamanan obyek wisata di Gunung
Ireng ………………………………………………………………….. 32
Gambar 12. Histogram terkait dengan jalur transportasi yang menghubungkannya
dengan obyek wisata lain di sekitar Gunung Ireng …………………… 33
Gambar 13. Histogram terkait dengan sarana penghubung dengan obyek wisata lain
di sekitarnya …………………………………………………………... 34
Gambar 14. Posisi Klaster 1- Klaster 7 Museum Geologi Gunung Api Gunung Ireng
dan kondisi morfologinya …………………………….………... 48
Gambar 15. Kenampakan tiga dimensi pintu masuk geowisata dan loket penjualan
tiket dari arah barat; terletak pada ketinggian 150mdpl ……………… 49
Gambar 16. Desain teknis untuk pintu masuk wisata (a) dan loket pembelian tiket
(b) beserta dimensi-dimensinya ………………………………………. 50
Gambar 17. Gambar tiga dimensi loket pembelian tiket pada ketinggian 150m dpl;
loket menghadap ke utara, pengamatan dari arah baratlaut (utara) …... 50
Gambar 18. Disain tiga dimensi jalan setapak dan taman bamboo dari loket
penjualan tiket menuju Gedung Pertemuan dan Klaster 1 (Lava Bantal) 51
Gambar 19. Atas: kenampakan tiga dimensi tangga hubung dari loket penjualan
tiket ke Gedung Pertemuan nampak dari bawah. Bawah: nampak dari
atas ……………………………………………………………………... 52
viii
Gambar 20. Kenampakan tiga dimensi jalan masuk dari loket penjualan tiket
menuju area perkantoran dan Gedung Pertemuan dari arah utara …… 53
Gambar 21. Gambar tiga dimensi bangunan perkantoran yang dilengkapi dengan
papan informasi dan bangku-bangku untuk peristirahatan, pengamatan
dari arah selatan sisi barat (atas) dan Nampak dari timur (bawah) …… 54
Gambar 22. Gambar tiga dimensi bangunan Gedung Pertemuan dan jembatan
penghubung dengan Klaster 1 (lava bantal) ………………………….. 55
Gambar 23. Desain teknis jembatan; atas: nampak dari samping, bawah: nampak
dari atas ………………………………………………………………… 55
Gambar 24. Disain teknis terinci untuk bangunan gedung pertemuan dan
perkantoran; atas: nampak dari dari samping; dan bawah: nampak dari
depan …………………………………………………………………… 56
Gambar 25. Dari Klaster 2 ke Klaster 3, dan gazebo yang dapat dimanfaatkan
sebagai tempat beristirahat bagi pengunjung ………………………….. 57
Gambar 26. Papan informasi dan kondisi Klaster 4 yang telah dibersihkan sehingga
dapat menyisakan lahan selebar ~5-6m dengan slope ~10-15o ………… 57
Gambar 27. Morfologi Klaster 5 yang setelah dibersihkan dan dibiarkan terbuka,
maka akan tersingkap breksi andesit dan aglomerat di sepanjang
singkapan ………………………………………………………………. 58
Gambar 28. Kondisi perencanaan Klaster 6 dan morfologi intrusi dike dan blocky
lava ……………………………………………………………………. 59
Gambar 29. Klaster 7, morfologi di sekitarnya lebih terbuka, dapat dikembangkan
untuk dibangun tempat peristirahatan terbuka dan foto selfie ……….. 59
Gambar 30. Tiga dimensi gazebo dan penempatannya di lingkungan pasar dan
pertokoan …………………………………………………………….. 60
Gambar 31. Distribusi gazebo di puncak Gunung Ireng, untuk peristirahatan ……... 60
Gambar 32. Kincir angin dan gazebo-gazebo di puncak Gunung Ireng ……………. 61
Gambar 33. Tiga dimensi tempat parkir pengelola (dari belakang) ………………… 61
Gambar 34. Desain teknis dan dimensi gazebo kecil, tampak samping, depan dan
denah: atas dengan atap genting press, dan bawah dengan atap sirap
dilengkapi usuk dan kayu bix …………………………………………... 62
Gambar 35. Potongan melintang memanjang dan melintang pendek gazebo
berdimensi besar dengan atap genting press (atas) dan atap sirap
(bawah) …………………………………………………………………. 62
Gambar 36. Detail bangunan kios untuk kantin dan ruko/toko ……………………... 63
Gambar 37. Detail ruang rapat pengelola …………………………………………… 63
Gambar 38. Detail toilet …………………………………………………………….. 64
Gambar 39. Detail ruang pajang ……………………………………………………. 65
Gambar 40. Peta arah pengukuran geolistrik metode dipole-dipole untuk
mengetahui kondisi geologi bawah permukaan, ditujukan untuk studi
kelayakan (feasibility study) …………………………………………… 66
Gambar 41. Interpretasi data pengukuran geolistrik konfigurasi dipole-dipole pada
Line 7 sisi timur Gunung Ireng, yang menjumpai 2 sesar turun yang
terisi oleh batuan vulkanik zona kepundan …………………………….. 67
Gambar 42. Interpretasi data pengukuran geolistrik konfigurasi dipole-dipole pada
Line 6 sisi timur Gunung Ireng berarah baratdaya-timurlaut, menjumpai
1 sesar turun yang tidak terisi oleh batuan vulkanik lain, namun juga
dijumpai zona hancuran ………………………………………………... 68
ix
Gambar 43. Kegiatan pelatihan-pelatihan di Gunung Ireng; dari atas adalah
pelatihan pengelolaan, pemberian motivasi, pelatihan bagi pemandu di
ruangan dan di lapangan ……………………………………………….. 71
Gambar 44. Beberapa kegiatan studi banding yang dilaksanakan di Pasar Sor Jati
Giriloyo ……………………………………………………………….. 72
Gambar 45. Pemasangan WIFI internet di Gunung Ireng …………………………. 74
Gambar 46. Peta topografi Gunung Ireng yang nantinya pada tahun kedua akan
digunakan untuk kegiatan langkah selanjutnya dalam pembuatan maket
wisata dan maket museum geologi Gunung api Purba Gunung Ireng …. 75
Gambar 47. Peta topografi Gunung Ireng yang ditampalkan dengan foto udaranya .. 76
Gambar 48. Peta topografi yang ditampalkan dengan DEM Gunung Ireng ………... 76
x
BAB 1. PENDAHULUAN
Wisata geologi (“geowisata”) saat ini telah menjadi primadona di industri pariwisata
di Indonesia, menyusul kisah sukses destinasi wisata Gunung Api Purba Nglanggeran di
Kecamatan Patuk, Kabupaten Gunungkidul (Hermawan, 2017; Purbasari & Asnawi, 2014).
Wisata jelajah alam yang menggali berbagai potensi dari sisi geologi, biologi (flora dan
fauna), topografi, dan bekas area tambang; seperti Bukit Cinta Watuprau (Bayat), Lava
Bantal Jogotirto, Tebing Breksi, Watulimo, Karst dan lain-lain semakin digemari
pengunjung (Dominikus, 2018; Rahmawati, 2017; dan Syakdiah, 2018). Hal itu, karena
geowisata dipandang lebih identik dengan langkah konservasi lingkungan dan lahan, yang
berwawasan lingkungan (Hermawan, 2018; Hermawan & Ghani, 2018), ketimbang
eksplorasi dan ekstraksi sumber daya geologi yang dapat merubah benuk lahan, sehingga
diklaim dapat bersifat sustainable (Annisa, 2016; Hermawan & Brahmanto, 2017).
Geowisata yang dikelola dengan berbasis masyarakat tentu akan menambah ketahanan
masyarakat desa, seperti yang telah dilakukan di Gunung Nglanggeran (Rosida, 2014), Desa
Mangunan (Al-Bakry, 2013), dan Desa Wisata Bobung-Dlingo (Pratama & Kistini, 2013).
Sayangnya, tak-jarang geowisata dipaksakan dibangun sebagai implikasi dari keberadaan
geopark yang lebih bersifat regional di daerahnya; misalnya Ciletuh (Andriany dkk., 2016;
Darsiharjo, 2016; Hadian dkk., 2016; Yuliawati dkk., 2016; Zakaria, 2018), Karst Gunung
Sewu (Kusumayudha dkk., 2015; Permadi dkk., 2014; Tyas dkk., 2016), Bakkara-Toba
(Ginting dkk., 2017) dan lain-lain. Pengelolaan yang kurang pas, dapat saja mempengaruhi
stabilitas lingkungannya, yaitu berpotensi membentuk bencana baru, seperti abrasi oleh
perubahan bentuk lahan, depresi dan gerakan massa akibat beban antropogen berlebih pada
lahan yang miring, dan lain-lain (Evita dkk., 2012; Umardiono, 2011). Dampak lainnya
adalah perubahan sosial, ekonomi, budaya dan perilaku masyarakat setempat (Sidarta, 2002;
Nurjanah, 2012). Logikanya, masyarakat lokal (sebagai pemilik lahan) akan lebih berhati-
hati dalam mengelola hak miliknya; memperhatikan potensi negatifnya dibandingkan
pananam modal asing yang rasa memilikinya kurang dibandingkan pemiliknya sendiri
(Arbainah, 2014; Raharjana, 2012; Martiarini, 2017).
Desa Pengkok di Kecamatan Patuk, Kabupaten Gunungkidul (Gambar 1) memiliki
potensi geowisata tersebut; didukung oleh warisan geologi gunung api purba Gunung Ireng
1
(Mulyaningsih dkk., 2019; Blessia dkk., 2019; Simbolon dkk., 2019). Penanganan secara
bijaksana terhadap kondisi geologi Gunung Ireng, yang salah satunya melalui
pengembangan geowisata akan dapat menjembatani potensi perilaku berwisata amoral
menjadi bermartabat, sekaligus berkonservasi dari kerusakan yang mungkin akan
ditimbulkan oleh perilaku wisata tersebut. Geotourism Gunung Api Purba Ireng didekati
melalui geoedukasi dan minat khusus geologi gunung api purba.
2
infrastruktur dan peralatan (variabel) penunjang geowisata berada pada keaktifan
masyarakat. Masyarakat yang dimaksud di sini adalah nyata di lingkungan seputar Gunung
Ireng dan masyarakat virtual melalui berbagai media berbasis koneksi jejaring internet,
media elektronik, dan sosial media,
Konsep dasar pengelolaan tersebut harus direncanakan secara baik dalam bentuk
master plan geowisata dan DED museum geologi gunung api purba. Master plan geowisata
disusun dalam bentuk clastering (klasterisasi). Secara keseluruhan dari barat ke timur,
terdapat Klaster Lava Bantal, Klaster Lava dengan Kekar Kolom, Klaster Dike, Blocky Lava
dan Aglomerat, Klaster Lava, Blocky Lava dan Aglomerat Tipe 1, Klaster Lava, Blocky
Lava dan Aglomerat Tipe 2, Klaster Dike, Lava, Blocky Lava, “Vent Breccia” dan Klaster
“Vent Breccia” dan Kubah Lava. Setiap klaster dilengkapi dengan papan informasi yang
menjelaskan deskriptif batuan gunung api yang menyusunnya, mula jadi pembentukannya
dan evolusinya hingga bermorfologi dengan kondisi geologi sekarang. Tahap selanjutnya
adalah penyusunan detailed engineering design (DED) museum geologi gunung api dan jalur
geowisata.
3
melalui dinas-dinas terkait. Kegiatan PKM tahun kedua diakhiri dengan pelatihan kepada
Pokdarwis dan masyarakat setempat tentang sistem pengelolaannya Pada tahun ketiga
dilakukan pengujian dan evaluasi terhadap sistem pengelolaan geowisata dan museum
geologi gunung api tersebut. Selanjutnya dilakukan penyempurnaan, pelatihanpelatihan
kepada para pengelola, para pemandu dan operator sistem informasi. Tahun ini juga
dilakukan pengurusan paten tentang hal-hal yang terkait dengan sistem pengelolaan destinasi
Geowisata Gunung Ireng dan turunannya.
Ilmu pengetahuan dan teknologi yang diimplementasikan di desa mitra adalah terapan
geologi gunung api purba yang penelitiannya dilaksanakan pada tahun 2018-2019 melalui
pendanaan DRPM KEMENRISTEK DIKTI Skema PTUPT (Penelitian Unggulan Perguruan
Tinggi) berjudul “Terapan Geologi Gunung Api Purba untuk Geokonservasi, Geowisata, dan
Geoheritage di kecamatan Imogiri dan Pleret Kabupaten Bantul Daerah istimewa
Yogyakarta. Penyusunan master plan geologi gunung api dilandaskan pada teknik
pembobotan geologi lingkungan (potensi dan kendala geoteknis). Master plan ini disajikan
dalam bentuk disain teknis menggunakan aplikasi komputer Argis(R). Peta master plan
dirancang dapat diadobe melalui smartphone (android) untuk memudahkan dalam realisasi
di lapangan. terutama untuk menentukan posisi geografis secara pasti pengadaan variabel-
variabelnya, seperti posisi masing-masing klaster, cakupan klaster, tipe-tipe jalan
penghubung pada tiap-tiap klaster dengan karakter morfologi yang berbeda, titik kumpul,
taman parkir, rest area dan lain-lain. DED disusun dengan didekati kaidah keindahan dan
keamanan, didukung dasar kegeologian gunung api. Website geowisata dan museum geologi
dirancang dengan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi berbasis internet
(online), yang didukung dengan dasar-dasar pemasaran produk / bisnis.
4
arah barat, selatan, timur dan utara. Hasil pengukuran selanjutnya dikorelasikan
menggunakan litostratigrafi aglomerat. Dipilihnya aglomerat, karena litologi penyusun
utama Formasi Nglanggeran adalah aglomerat, dan litologi ini dihasilkan oleh erupsi tipe
Strombolian yang mekanisme pengendapannya secara jatuhan (balistik).
Gambar 2. Sebagian Peta Geologi Lembar Yogyakarta (A) dan Stratigrafi umum
Pegunungan Selatan Yogyakarta (B) (Rahardjo, dkk, 1995). Formasi Nglanggeran
ditunjukkan dengan warna coklat kemerahan, sedangkan warna coklat muda (krem) adalah
Formasi Semilir yang tersusun atas breksi pumis dan tuf yang dihasilkan oleh erupsi tipe
eksplosif yang mampu meruntuhkan sebagian besar tubuhnya.
Fasies gunung api mengacu pada kondisi geomorfologi dan struktur geologi suatu
daerah; yang di dalamnya tersusun atas batuan gunung api yang sifat fisik batuannya,
komposisi kimia dan mineralnya memiliki kesamaan sebagai hasil dari pengendapan dari
suatu mekanisme erupsi gunung api tertentu (Mulyaningsih, 2015). Dalam lingkungan
geologi gunung api dikenal fasies pusat gunung api, fasies proksimal, fasies medial dan
fasies distal (Williams & McBirney, 1979; Vessel & Davies, 1981 dalam Smith, 1991;
Mulyaningsih, 2015; dan Bogie & Mckenzie, 1998). Mulyaningsih (2015) menjelaskan
bahwa fasies pusat gunung api adalah zona tempat aktivitas gunung api berlangsung,
dicirikan oleh kumpulan batuan-batuan intrusi dangkal, batuan teralterasi yang telah terubah
5
menjadi lempung argilik kaya akan mineral sulfida (ct: pirit, kalkopirit, argentit, silvanit dan
lain-lain), aglomerat dan kubah lava; fasies proksimal adalah zona pengendapan lava dan
awan panas secara berselingan; fasies medial dan distal masing-masing adalah zona
pengendapan material epiklastika fraksi kasar dan epiklastika fraksi halus. Di dalam fasies
medial lebih didominasi oleh perselingan pengendapan tuf (jatuhan piroklastika) dan lahar
fraksi kasar; sedangkan fasies distal didominasi oleh endapan fluviovulkanik.
Stratigrafi adalah studi mengenai sejarah, komposisi, umur dan distribusi suatu batuan
guna merekonstruksi seluruh kejadian dan urut-urutan proses pembentukannya
(Mulyaningsih, 2016). Dari hasil korelasi atau kesebandingan antar perlapisan batuan yang
berbeda dapat dikembangkan lebih lanjut mengenai litostratigrafi, kandungan fosil
(biostratigrafi), dan umur (relatif dan absolut) dengan kronostratigrafi (Anonim, 1961 dalam
Hedberg, 1972). Stratigrafi dipelajari untuk mengetahui luas penyebaran lapisan batuan dan
hubungan antar masing-masing batuan. Stratigrafi batuan gunung api (vulkano-stratigrafi)
ditujukan untuk menginterpretasi sejarah (urut-urutan) pembentukan batuan gunung api.
Menurut Mulyaningsih (2015), pembentukan dan aktivitas gunung api dipengaruhi oleh
aktivitas tektonik, apa pun tipe gunung api itu. Karena terbentuk dan dipengaruhi oleh
aktivitas tektonik, maka tubuhnya selalu terdeformasi dengan pola deformasi tertentu
(Mulyaningsih dkk, 2019). Dalam beberapa kasus, stratigrafi batuan gunung api memiliki
variasi litologi, tergantung pada fasiesnya. Penentuan stratigrafi batuan gunung api mengacu
pada kondisi nyata saat ini, dengan didasarkan pada vulkano-stratigrafi gunung api yang
masih aktif. Sebagai contoh adalah fasies pusat pada gunung api berkomposisi magmatik
riolitan di Rogerson Graben.
6
pengembangan geowisata berbasis kemasyarakatan di daerah Giriloyo, Kecamatan Imogiri
dan sekitarnya, yaitu komunitas langsung dan komunitas tidak langsung dengan penerima
manfaat secara langsung dan secara tidak langsung. Komunitas yang berpengaruh secara
langsung meliputi pemerintah daerah (BAPPEDA), seluruh anggota yang tergabung dalam
pengelolaan (dalam hal ini POKDARWIS), meliputi manager, pegawai dan pemandu lokal.
Komunitas tidak langsung meliputi suatu komunitas yang lebih luas yang memilih berperan
sebagai pendukung manajerial, yaitu penyedia layanan interkoneksi, agen perjalanan,
pengusaha penginapan dan restoran, pedagang pasar, swalayan, tukang foto dan lain-lain.
Penerima manfaat langsung adalah pegawai, produsen kerajinan, pemandu, dan anggota
pengelola; penerima manfaat tidak langsung adalah masyarakat yang lebih luas sebagai
penerima proyek pengembangan tersebut, seperti penyelia blogger jasa transportasi, jasa
ticketing perjalanan, biro perjalanan dan penginapan dan lain-lain. Masyarakat atau
komunitas masyarakat dapat didefinisikan sebagai komunitas geowisata hanya jika berperan
secara berkelompok, langsung atau tak-langsung, disengaja atau tak-disengaja turut serta
membangun dan mengembangkan destinasi geowisata tersebut. Ada komunitas lokal
(pengrajin batik dan pengelola pasar tradisional “Sor Jati”) dan komunitas yang luas
(wisatawan dan pengunjung pasar “Sor Jati”). Dalam hal ini, proyek CBE di Giriloyo-
Cengkehan terkategori sukses dalam pengelolaannya; mereka berhasil dalam promosinya
melalui sistem informasi “Pasar Sor Jati”. Promosi ini tidak hanya dilakukan secara sengaja
oleh pengelola, namun secara tak-sengaja oleh wisatawan saat berkunjung dan menyebarkan
informasi kegiatan yang dilakukannya, secara berantai dari satu komunitas ke komunitas
lainnya, melalui sosial media yang mereka miliki. Industri 4.0 berperan aktif dalam upaya
memanjangkan rantai itu. Sistem promosi ini kemudian diberi istilah 'komunitas virtual' yang
mampu mendorong pertumbuhan kuantitas, minat, dan pengaruh dalam merubah sistem
pengelolaan destinasi wisata tradisional menjadi “ekowisata Giriloyo”.
Dalam mengidentifikasi kebutuhan geowisata, yang dilakukan adalah dengan
mengevaluasi persepsi geowisata terhadap 6 elemen aspek industri produk pariwisata
berbasis masyarakat. Produk-produk tersebut mencakup lima kategori utama dalam
perspektif geowisata komersial, yaitu layanan perjalanan, akomodasi, transportasi, makanan
dan minuman, suvenir dan pengemasan (Hermawan, 2018; Hermawan & Ghani, 2018 dalam
Mulyaningsih dkk., 2019a-b). Hal itu terkait dengan berbagai produk yang merupakan
output dari elemen industri yang diinginkan oleh para wisatawan, yang mewakili kebutuhan
segmen pasar yang berbeda dan mengakomodasi keberlanjutannya. Kebutuhan-kebutuhan
7
ini muncul dan terinspirasi biasanya oleh budaya lokal. Pada dasarnya, pengelola destinasi
wisata selalu mengharapkan keberlanjutan pengunjung untuk tetap tinggal dalam waktu
yang lebih lama; untuk itu mereka selalu berlomba-lomba untuk membuat destinasi
wisatanya menjadi terrindukan, dengan memanjakan dan memberikan pelayanan maksimal
terkait dengan berbagai penawaran bermacam-macam paket produk dengan banyak pilihan.
Untuk memperkenalkan berbagai komponen produk yang tersedia, diperlukan berbagai
variabel utama yang dapat berkontribusi dalam memberikan referensi produk geowisatanya.
Geowisata yang dikelola dengan berbasis masyarakat tentu akan menambah ketahanan
masyarakat desa, seperti yang telah dilakukan di Gunung Nglanggeran (Rosida, 2014), Desa
Mangunan (Al-Bakry, 2013), dan Desa Wisata Bobung-Dlingo (Pratama & Kistini, 2013).
Sayangnya, tak-jarang geowisata dipaksakan dibangun sebagai implikasi dari keberadaan
geopark yang lebih bersifat regional di daerahnya; misalnya Ciletuh (Andriany dkk., 2016;
Darsiharjo, 2016; Hadian dkk., 2016; Yuliawati dkk., 2016; Zakaria, 2018), Karst Gunung
Sewu (Kusumayudha dkk., 2015; Permadi dkk., 2014; Tyas dkk., 2016), Bakkara-Toba
(Ginting dkk., 2017) dan lain-lain. Pengelolaan yang kurang pas, dapat saja mempengaruhi
stabilitas lingkungannya, yaitu berpotensi membentuk bencana baru, seperti abrasi oleh
perubahan bentuk lahan, depresi dan gerakan massa akibat beban antropogen berlebih pada
lahan yang miring, dan lain-lain (Evita dkk., 2012; Umardiono, 2011). Dampak lainnya
adalah perubahan sosial, ekonomi, budaya dan perilaku masyarakat setempat (Sidarta, 2002;
Nurjanah, 2012). Logikanya, masyarakat lokal (sebagai pemilik lahan) akan lebih berhati-
hati dalam mengelola hak miliknya; memperhatikan potensi negatifnya dibandingkan
pananam modal asing yang rasa memilikinya kurang dibandingkan pemiliknya sendiri
(Arbainah, 2014; Raharjana, 2012; Martiarini, 2017).
8
BAB 2. SOLUSI DAN METODE KEGIATAN
9
Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA), Kecamatan Patuk, Desa Pengkok dan
Warga Dusun Srumbung. Dalam pelaksanaan kegiatan ini, peran LPPM IST AKPRIND
adalah dalam pengelolaan keuangan dan penyampaian jadwal kegiatan PKM secara garis
besar. BAPPEDA Gunungkidul memimpin/mengkoordinasi persiapan pelaksanaan,
mengelola keuangan yang bersumber dari PEMDA Gunungkidul, dan menetapkan langkah-
langkah/strategi pelaksanaan kegiatan. Kecamatan Patuk dan Desa Pengkok bersama-sama
dengan masyarakat turut serta dalam menetapkan teknis pelaksanaan, strategi pelaksanaan
dan jadwal pelaksanaan. Evaluasi kinerja kegiatan PKM dilaksanakan oleh LPPM IST
AKPRIND, Pemerintah Kabupaten Gunungkidul, Kecamatan dan Desa, serta masyarakat
terutama Pengelola Gunung Ireng. Evaluasi kinerja dilaksanakan melalui rapat kerja
Pemerintah Kabupaten Gunungkidul dan jajarannya untuk mendengarkan kemajuan
kegiatan dan hasil-hasilnya, serta dari indikator kinerja.
Teknis pelaksanaan penyusunan master plan Museum Geologi Gunung Api Purba
Gunung Ireng dikemas dalam bentuk geowisata, dan disusun secara klasterisasi. Klasterisasi
adalah proses partisi satu set obyek data ke dalam kelompok bagian tertentu; setiap klaster
memiliki kemiripan karakteristik antar satu sama lainnya dan berbeda dengan klister yang
lain (Tan dkk., 2006). Di dalamnya mencakup:
a. Pembuatan Peta Topografi sekala 1:2000 (interval kontur 1 m), digunakan sebagai peta
dasar dalam menyusun peta geologi detail dan master plan. Peta topografi digambar
melalui survei topografi menggunakan metode subterrestrial dengan bantuan foto yang
diambil menggunakan alat “drone”.
b. Studi Kelayakan dilakukan melalui analisis geologi teknik; meliputi pemetaan geologi
teknik, meliputi identifikasi daya dukung batuan dan struktur geologi bawah
permukaan. Kegiatan ini juga didukung dengan akuisisi resistivitas batuan dengan
metode geolistrik konfigurasi dipole-dipole. Tujuan kegiatan adalah identifikasi potensi
gerakan massa, dengan memetakan bidang-bidang lemah yang berpotensi bergerak dan
penentuan penempatan titik-titik batuan pondasi dan langkah pelandaian.
c. Penyusunan master plan geowisata:
1) Metode penentuan variabel klasterisasi: variabel klasterisasi ditentukan mengacu
pada pendekatan geologi gunung api; meliputi facies gunung api, jenis batuan,
komposisi batuan, posisi stratigrafi, dinamisasi dan lingkungan pengendapan. Data
tersebut didapatkan dari hasil penelitian sebelumnya. Variabel deskriptif batuan
yang sama ditentukan sebagai variabel klaster yang sama.
10
2) Metode penentuan klaster geowisata: data geologi dari hasil penelitian sebelumnya
disusun secara detail untuk selanjutnya dilakukan pengelompokan (klasterisasi).
Hasil pengelompokan (klasterisasi) tersebut selanjutnya ditentukan masing-masing
pusat klasternya (centroid). Titik pusat (centroid) tersebutlah yang selanjutnya
digunakan sebagai pedoman untuk menentukan titik klaster geowisata.
3) Klaster geowisata gunung api purba Gunung Ireng sedikitnya meliputi Klaster
Aglomerat, Klaster Lava Masive, Klaster Breksi, Klaster Kubah Lava dan Klaster
Intrusi; yang disusun menggunakan peta topografi sekala 1:2000.
d. Pendugaan/akuisisi geolistrik menggunakan konfigurasi schlumberger untuk mencari
potensi airtanah. Data ini juga akan dipakai sebagai dasar dalam menentukan jalur
lintasan pengamatan museum, pembuatan maket wisata dan pembuatan irisan geologi
gunung api untuk dipajang pada ruang pamer museum.
e. Penyusunan detailed engineering design (DED) Museum Geologi Gunung Api Purba:
DED disusun diawali dengan pembobotan geoteknis titik / posisi penempatan bangunan.
Museum geologi gunung api akan memuat seluruh batuan gunung api yang tersingkap
dalam Formasi Ngalnggeran, meliputi aglomerat (sebagai batuan penciri utama), lava,
breksi dan batuan intrusi dangkal; papan informasi untuk masing-masing contoh batuan,
diorama proses geologi yang berlangsung di Pegunungan Selatan bagian barat dan hasil-
hasil penelitian geologi gunung api purba di Pegunungan Selatan bagian barat yang telah
dipublikasi. Besaran masing-masing contoh batuan tersebut adalah bongkah dengan
diameter 25-30cm dengan berat masing-masing contoh. Salah satu bangunan pamer
direncanakan dapat menampung batuan gunung api yang bersumber dari berbagai
sumber gunung api purba berumur Tersier di Pegunungan Selatan bagian barat, di
dalamnya terdapat 13 pusat gunung api. Gunung Ireng terletak pada No 9;yaitu Gunung
Nglanggeran (11), Wonolelo-Dengkeng (4-8), Imogiri-Giriloyo (3), Parangtritis (1-2),
Watuadeg (7), Candisari (10), Sentong-Pagergunung (13) dan Bayat (12). Maka beban
bangunan pada museum tersebut adalah minimal 19,37 kg x 13 = 251,81 kg untuk
menampung contoh batuan.
f. Kini, telah terjadi pergeseran perilaku wisatawan dari leisure tours pada era sebelumnya
ke experience tours yang disebut esteem tours. Awalnya tujuan berwisata hanya
menikmati waktu senggang dengan kumpul-kumpul bersama teman atau keluarga
melalui wisata sun, sand, dan sea; kini telah berubah menjadi mencari pengalaman
(experiences) dengan unsur ingin mendapatkan pengakuan karena pernah mengunjungi
11
tempat-tempat yang lagi hits pada masanya. Perubahan perilaku berwisata tersebut lebih
dipicu oleh addicted terhadap gadget terutama smartphone. Keunikan esteem tours
adalah orang-orang tidak lagi mencemaskan pengorbanan dalam perjalanannya; rela
bermacet ria atau bahkan merelakan nyawanya demi mendapatkan photo views yang up
to date. Inilah tantangan utama dalam studi interkoneksi ini.
g. Variabel utama interkoneksi adalah (1) jaringan internet yang cepat dalam kapasitas
bandwidth yang besar; untuk dapat dengan segera meng-update foto yang telah
diperolehnya, (2) view alam yang mendukung untuk update foto diri; termasuk di
dalamnya adalah keunikan data geologi (kealamian) gunung api purba, (3) kealamian
yang bersifat menantang; sehingga jiwa jelajah yang dimiliki tersebut dapat diexplore
sedalam-dalamnya, untuk selanjutnya diunggah pada sosial media, (4) prasarana
transportasi (kendaraan, jalan dan tempat parkir), dan (5) sarana pendukung (homestay,
tempat ibadah, pasar dan lain-lain).
h. Uji korelasi destinasi wisata sangat diperlukan dalam pengembangan destinasi wisata.
Variabel wisata yang digunakan dalam uji korelasi adalah (1) accesibility; yaitu
kemudahan untuk dikunjungi dan memiliki jalan yang dapat dilalui kendaraan, (2)
accommodation; yaitu kemudahan mendapatkan tempat menginap yang layak, bersih
dan ramah, aman, dan memenuhi persyaratan sanitasi yang sehat (hotel, resort, hostel,
losmen, guest house), (3) attraction; yaitu atraksi yang dikelola oleh pemerintah atau
masyarakat setempat yang layak serta aman untuk dilakukan oleh para wisatawan, (4)
activities; tersedianya sarana untuk melakukan kegiatan yang menyenangkan dan aman
di daerah tujuan wisata, dan (5) amenities; yaitu fasilitas yang menunjang perjalanan
wisata, berupa telepon, tempat penukaran uang, ATM, toko, restoran, toilet yang
memadai, kantor pos, cinderamata, pasar, internet, HP, telegram, dan lain sebagainya.
Namun, untuk mendukung industri pariwisata sehingga dapat mengangkat
perekonomian, perlu memahami karakteristik destinasi wisatanya. Artinya, pengelola
harus mampu menjamin ketersediaan akomodasi, jasa boga dan restoran, transportasi
dan jasa angkutan, tempat penukaran uang, cinderamata dan biro perjalanan untuk para
pengunjung.
12
BAB 3. HASIL DAN LUARAN YANG DICAPAI
Terdapat 10 hasil penelitian yang telah dilakukan disajikan dalam Tabel 1 di bawah.
Secara detail kegiatan-kegiatan yang dilakukan dijelaskan pada sub Bab 3.1-3.11.
13
amenity selanjutnya diupload ke social media. Langkah ini sebenarnya promosi baik
pengunjung bagi Gunung Ireng, karena dengan mereka mengunggah foto-foto / video
bagusnya berarti juga mempromosikan keberadaan Gunung ireng ini untuk
bisa diketahui oleh masyarakat luas.
14
5. Belum ada Telah dihasilkan studi
masterplan kelayakan geowisata,
geowisata museum alam geologi
dan rencana gunung api purba dan
eksploitasi desain rinci bangunan
kegeologia
n Gunung
Ireng
15
7. Sebelumny Kini, Gunung Ireng
a geologi telah menjadi salah satu
gunung api destinasi wisata minat
Gunung khusus yang dikunjungi
Ireng tidak oleh mahasiswa, peneliti
pernah dan wisatawan
dikenal kepeminatan geologi
masyarakat, gunung api untuk
baik mengeksplorasi
akademik, keberagaman data
wisatawan geologi
minat
khusus dan
lain-lain
16
Gambar 3. Pelaksanaan sosialisasi kegiatan PKM di Kecamatan Patuk (atas) dan Lurah
Pengkok (bawah)
18
Nglanggeran dan sekitarnya), PANSELA (meliputi Pantai Siung dan Wediombo) dan
Lava Bantal (saat ini adalah pusat konsentrasi untuk dikembangkan).
19
mengandung gas yang tinggi, tergenang dalam suatu cekungan, sehingga terkungkung dan
membentuk percikan-percikan material plastis di udara. Percikan-percikan lava tersebut
selanjutnya jatuh bebas secara balistik ke dalam kubangan lava; saat membeku di udara
membentuk bomb gunung api. kumpulan bomb-bomb gunung api yang selanjutnya
membatu disebut aglomerat. Blocky lava terbentuk akibat aliran lava panas yang mengalir
di permukaan bumi, menyentuh udara yang sangat dingin dengan tekanan lingkungan yang
tinggi. Lava tersebut segera membeku, namun karena bersinggungan dengan perubahan suhu
yang sangat jauh, maka menjadi trefragmentasi.
Gambar 5. Beberapa singkapan batuan gunung api yang menyusun Gunung Ireng; dari kiri
atas (a) adalah bentang alam di seputar Gunung Ireng yang diamati dari arah barat di puncak
Gunung Ireng; (b) singkapan perulangan batuan vulkanik di atas retas andesit basaltik, yaitu
lava masif, blocky lava dan aglomerat; (c) intrusi retas andesit piroksen berarah barat-timur
yang mengintrusi aglomerat, lava dan breksi; (d) blocky lava dan asosiasinya dengan dike
dan aglomerat dan lava masif.
Secara detail lava andesit porfiri tersingkap secara luas di berbagai sisi (selatan, barat,
utara dan timur. Lava andesit di sisi selatan-barat dicirikan oleh warna abu-abu terang agak
kecoklatan-kehitaman, struktur blocky, hipokristalin, subhedral-anhedral, porfiritik,
20
inequigranular, tersusun atas plagioklas (andesine) ~30% dan klinopiroksen (aegirin) ~20%
yang tertanam dalam masa dasar gelas dan kristal yang tak teridentifikasi, tebal blocky lava
~10 m. Di atas blocky lava adalah lava andesit dengan struktur meniang, abu-abu terang,
ketebalan tidak diketahui dengan pasti namun pastinya lebih dari 10m. Lava ini secara
mikroskopis dicirikan oleh struktur vesikuler, porfiritik-poikilitik, inequigranular dengan
bentuk kristal dominasi subhedral, tersusun atas mineral plagioklas (andesin) ~35% dan
klinopiroksen (aegirin-augit) ~20%, mineral opaque ~5% yang tertanam dalam massa dasar
gelas dan kristal tak-teridentifikasi. Beberapa bagian dari lava ini permukaannya juga
membentuk blocky lava setebal 3-5m hingga selanjutnya secara gradual ditumpangi oleh
aglomerat. Ke arah barat, kurang lebih 200 m dari lava dengan struktur meniang, tersingkap
lava massive (structureless) setebal lebih dari 5m yang di dalamnya banyak dijumpai
mineral-mineral sulfida, yaitu pirit.
Gambar 6. Peta lokasi dan pengukuran stratigrafi di daerah PKM. Terlihat bahwa litologi
yang menyusun daerah ini hampir memiliki komposisi yang sama
21
Lava berwarna abu-abu gelap-kehitaman agak kehijauan, masif, porfiritik, tersusun
atas mineral plagioklas (labradorit-andesin) ~40%, klinopiroksen (augit) ~20% dan mineral
sulfida isometris ~5% dengan diameter ~0,2mm (~pirit) tertanam dalam massa dasar kristal
dan gelas. Di atas lava adalah breksi andesit abu-abu, masif sortasi jelek, kemas terbuka,
bentuk butir sangat menyudut, mengandung pirit. Tebal breksi ~5m, sebagian berwarna
kemerahan, mengindikasikan pernah berada di bawah airlaut. Di atas breksi dan lava andesit
adalah aglomerat. Lava dan breksi ini dierosi oleh lava berstruktur meniang. Aglomerat
berwarna kemerahan agak kehitaman, yang dibentuk oleh proses oksidasi di bawah
permukaan air. Ituah alasan aglomerat ini diinterpretasi terbentuk oleh gunung api bawah
laut. Tebal aglomerat ~15m, pada sisi selatan dijumpai secara gradasi di atas blocky lava.
~200 m ke utara dari puncak Gunung Ireng, tersingkap tuf putih Formasi Semilir lapuk,
~100m ke arah timur tuf berfragmen mirip batuan sedimen.
Ke arah selatan, yaitu 100 m dari puncak Gunung Ireng adalah breksi andesit yang
terkadang di dalamnya dijumpai fragmen-fragmen koral menumpang di atas breksi andesit.
Tebal breksi polimik tersebut adalah 3-5 m dengan ketebalan yang tidak beraturan. Breksi
polimik dicirikan oleh warna abu-abu terang, masif, sortasi jelek, kemas terbuka, diameter
butir 10-40 cm, tersusun atas fragmen andesit, basalt, dan beberapa koral. Di atas breksi
polimik adalah batugamping koral berwarna abu-abu kekuningan tebal 1-1,5 m. di atas
batugamping koral adalah perselingan batupasir karbonatan dan batugamping berlapis,
terkadang dijumpai fragmen litik andesit berdiameter 2-5cm. Tebal perselingan ini 1,5-2m.
Di atasnya adalah perlapisan batugamping sangat kaya fosil benthik (fosiliferus) dengan
dengan batupasir karbonatan setebal lebih dari 10 m. batuan-batuan tersebut dijumpai ke
arah selatan-tenggara hingga sejauh 1 km menuju ke Dusun Seropan II (Gambar 7).
22
Gambar 7. Stratigrafi di sekitar Gunung Ireng dari sisi utara, barat-baratdaya, selatan-
tenggara dari Gunung Ireng (tanpa skala)
3.3 Interkoneksi Geowisata Gunung Ireng dengan Destinasi Wisata Lain di Sekitarnya
Geowisata Gunung Ireng memiliki daya tarik sebagai bekas gunung api bawah laut
berumur ~20an juta tahun. Wisata jelajah alam ini bertema Museum Alam, dengan jarak
tempuh lintasan ~500 m (pergi dan pulang), dan waktu terpendek untuk melintasinya ~2jam
berjalan kaki. Gunung Ireng diharapkan akan menjadi destinasi wisata utama bagi pengunjung
minat khusus “Geologi Gunung Api Purba”. Interkoneksi geowisata Gunung Ireng ditentukan
dari strategi pengelolaan untuk dijadikan paket wisata kompetitif. Pergeseran perilaku
manusia dalam berwisata dari leisure tours pada era sebelumnya ke experience tours (esteem
tours) menjadi tolak balik makin populernya geowisata. Perubahan perilaku berwisata tersebut
lebih dipicu oleh addicted terhadap gadget (smartphone). Keunikan esteem tours adalah
orang-orang tidak lagi mencemaskan pengorbanan dalam perjalanannya; rela bermacet ria atau
bahkan merelakan nyawanya demi mendapatkan photo views yang up to date. Inilah tantangan
utama dalam studi interkoneksi ini. Dalam hal ini variabel utama interkoneksi adalah:
1. Jaringan internet yang cepat dalam kapasitas bandwidth yang besar; untuk dapat dengan
segera meng-update foto yang telah diperolehnya
23
2. View di alam yang mendukung untuk update foto diri tersebut; termasuk di dalamnya
adalah keunikan data geologi (kealamian): gunung api purba
3. Kealamian yang bersifat menantang; sehingga jiwa jelajah yang dimiliki tersebut dapat
diexplore sedalam-dalamnya, untuk selanjutnya diunggah pada sosial media
4. Prasarana transportasi (kendaraan, jalan dan tempat parkir)
5. Sarana pendukung (homestay, tempat ibadah, pasar dan lain-lain).
24
Grafik Kecenderungan Menyukai Obyek Grafik Kecenderungan Menyukai Obyek
Hasil Isian Kuisioner terhadap Obyek Wisata Gunung Ireng (internal) adalah:
1. Berdasarkan Daya Tarik Obyek Wisata Gunung Ireng; fokus pertanyaan meliputi obyek
wisata, jalan setapak, tumbuh-tumbuhan, keamanan, edukasi dan budaya (Tabel 2).
a. Pemandangan alam; 44,8% sangat baik, 41,4% baik, dan 13,8% netral.
b. Medan; 34,5% menjawab sangat baik, 34,5% baik, 27,6% netral dan 3,4% tidak baik.
c. Jalan setapak di lokasi wisata berdasarkan hasil kuisioner sebanyak 24,1% menjawab
sangat baik, 24,1% menjawab baik, 27,6% netral dan 24,1% menjawab tidak baik.
d. Tumbuh-tumbuhan; berdasarkan hasil kuisioner 31,0% menjawab sangat baik, 37,9%
menjawab baik, 20,7% menjawab netral dan 10,3% menjawab tidak baik.
e. Keamanan; berdasarkan hasil kuisioner sebanyak 31,0% menjawab sangat baik,
27,6%m enjawab kurang baik
f. Edukasi; berdasar hasil kuisioner sebanyak 44,8 % menjawab sangat baik, 24,1%
menjawab baik, 20,7% menjawab netral dan 10,3% menjawab tidak baik.
g. Budaya; sebanyak 41,4% responden menjawab sangat baik, 31,0% menjawab baik,
sebanyak 20,7% menjawab netral dan 6,9% menjawab tidak baik.
25
3 Jalan setapak 0,0% 24,1% 27,6% 24,1% 24,1% 100%
4 Vegetasi 0,0% 10,3% 20,7% 37,9% 31,0% 100%
5 Keamanan 0,0% 20,7% 20,7% 27,6% 31,0% 100%
6 Edukasi 0,0% 20,7% 20,7% 24,1% 44,8% 100%
7 Budaya 0,0% 6,9% 20,7% 31,0% 41,4% 100%
2. Terkait dengan aksesbilitasnya; variabel pertanyaan meliputi jarak tempuh wisata dari
pusat kota Yogyakarta atau wisata lain di sekitarnya, kemudahan akses jalan menuju/dari
tempat wisata tersebut, ketersediaan sarana transportasi, dan ketersediaan rambu-rambu
penunjuk jalan dapat dilihat pada Tabel 3.
a. Jarak tempuh wisata dari pusat kota Yogyakarta atau wisata lain di sekitarnya; 24,1%
responden menjawab sangat baik, 41,4% menjawab baik, 24,1% netral dan 10,7%
menjawab tidak baik.
b. Kemudahan akses jalan menuju/dari tempa wisata; berdasarkan hasil kuisioner
sebanyak 20,7% menjawab sangat baik, 31% menjawab baik, sebanyak 24,1%
menjawab netral dan 24,1% menjawab tidak baik.
c. Ketersediaan sarana transportasi; sebanyak 13,8% responden menjawab sangat baik,
17,2% menjawab baik, 37,9% menjawab netral, 20,7% menjawab tidak baik dan
sebanyak 10,3% responden menjawab sangat tidak baik.
d. Ketersediaan rambu-rambu penunjuk jalan; 24,0% menjawab sangat baik, 17,2 %
menjawab baik, 31,0% menjawab netral dan 27,6% menjawab tidak baik.
3. Terkait dengan Sarana dan Prasarana (Fasilitas Umum); pertanyaan dalam variabel ini
meliputi kondisi jalan menuju dan dari tempat wisata, keterdapatan toilet yang memadai,
ketersediaan tempat ibadah yang memadai, rumah makan/restauran di lokasi dan/
sekitarnya, lahan parkir dan penginapan/homestay yang layak dan elok (Tabel 3).
26
a. Kondisi jalan menuju dan dari lokasi: 41,4% responden menjawab perlu ditingkatkan,
37,9% menjawab netral dan 20,7% menjawab tidak perlu.
b. Ketersediaan toilet yang memadai di area wisata: 13,8% menjawab sangat perlu,
20,7% menjawab perlu, 31,0% menjawab netral dan 34,5% menjawab tidak perlu.
c. Ketersediaan tempat ibadah yang memadai: 44,8% responden menjawab perlu, 31%
netral dan 24,1% menjawab tidak perlu.
d. Ketersediaan rumah makan/restauran di sekitar lokasi: 41,3% menjawab perlu, 37,9%
netral, 20,6% menjawab tidak perlu.
e. Ketersediaan lahan parkir yang memadai: 44,8% responden menjawab perlu, 27,6%
netral, dan 27,5% menjawab tidak perlu.
f. Ketersediaan penginapan/homestay: 28,6% menjawab perlu, 28,6% netral, 42,9 %
menjawab tidak perlu.
4. Infrastruktur; pertanyaan dalam variabel infrastruktur meliputi: ketersediaan jaringan
telekomunikasi, listrik, dan instalasi air bersih. Berdasarkan rangkuman hasil kusioner
terhadap ketersediaan jaringan telekomunikasi (Tabel 4) diketahui bahwa:
a. Ketersediaan jaringan telekomunikasi; sebanyak 17,2% responden menjawab sangat
baik, 17,2% menjawab baik, 31,0% menjawab netral, 27,6% menjawab tidak baik dan
6,9% menjawab sangat tidak baik.
b. Ketersediaan jaringan listrik; sebanyak 20,7% responden menjawab sangat baik,
34,5% menjawab baik, 27,6% menjawab netral, dan 17,2% menjawab tidak baik.
c. Ketersediaan instalasi air bersih: sebanyak 20,7% responden menjawab sangat baik,
27,6% menjawab baik, 34,5% menjawab netral, 17,2% menjawab tidak baik.
27
Kuisioner tahap 1 dibuat menggunakan skala pengukuran rating scale. Dimana rating
scale jawaban dari kuisioner berupa angka lalu ditafsirkan dalam pengertian kualitatif. Angka
yang digunakan dalam rating scale adalah: angka 5: sangat baik, angka 4: baik, angka 3: netral,
angka 2: tidak baik dan angka 1: sangat tidak baik. Skor hasil pengumpulan data didapat dari
skor total setiap variabel, skor kriterium didapat dari perkalian skor tertinggi pada setiap butir
dengan jumlah butir pada setiap variabel dan jumlah responden; lalu dikategori. Dari Tabel 5
diketahui variabel daya tarik memiliki skor 795 dan kriterium 1.015; diinterpretasi memiliki
interval kategori netral dan baik, yaitu 78,3%. Hasil itu menunjukkan daya tarik responden
terhadap destinasi wisata ini baik dengan nilai >70%. Variabel aksesbilitas, sarana dan
prasarana, dan infrastruktur netral dengan prosentase masing-masing 68,8%, 64,5%, da
68,1%. Ketiga variabel tersebut memiliki prosentase nilai < 70%; dapat diartikan menurut
responden aksesbilitas, sarana prasana serta infrastruktur menuju Gunung Ireng belum baik,
yang memicu calon wisatawan belum terlalu melirik obyek wisata tersebut. Jadi, diperlukan
perbaikan dalam aksesbilitas, sarana prasarana dan infrastruktur. Seperti dengan melebarkan
jalan menuju/dari obyek Geowisata Gunung Ireng, menyediakan transportasi penghubung dari
area parkir ke lokasi wisata, jaringan telekomunikasi/wifi, toilet yang bersih dan memadai
serta promosi yang gencar. Harapannya dengan memperbaiki kekurangan yang ada rencana
pengembangan obyek wisata Gunung Ireng bisa berjalan dengan sukses. Selanjutnya
pengelola bisa membuat perencanaan paket-paket wisata dengan memasukkan obyek-obyek
wisata lain ke dalam paket wisata tersebut. Paket-paket wisata yang ditawarkan bisa kombinasi
antara wisata alam, wisata belanja dan wisata budaya.
Tabel 5. Ringkasan hasil skor kuisioner terhadap daya tarik, aksesibilitas, dan ketersediaan
sarana dan prasarana dan infrastruktur di sekitar obyek wisata Gunung Ireng
No Variabel Skor Hasil Pengumpulan Data Skor Kriterium
1 Daya Tarik 795 1.015
2 Aksesbilitas 399 580
3 Sarana Prasarana/Fasilitas 561 870
4 Infrastruktur 296 435
Di lain sisi, Gunung Ireng sebenarnya berpeluang untuk lebih dikembangkan karena
berdasarkan hasil kuisioner sebanyak 89,7% responden berkecenderungan menyukai wisata
alam. Tentunya ini menjadi peluang yang sangat baik dan positif bagi pihak pengelola,
sehingga dapat juga meningkatkan perekonomian warga sekitar, dengan mengajak warga
28
untuk berperan serta aktif, sehingga turut pula menjaga dan melestarikan keberlanjutannya.
Hasil skoring angket kuisioner selanjutnya dilakukan penapisan sehingga lebih terfokus. Pada
kuisioner tahap kedua ini sebanyak 49 responden memberikan tanggapan. Distribusi
berdasarkan tingkat pendidikan dan latar belakang usia responden (Tabel 6).
Tabel 6. Profil responden pada uji korelasi pengembangan sarana dan prasarana dan fasilitas
umum terhadap pengembangan wisata jelajah alam di Gunung Ireng.
No Latar belakang pendidikan Jumlah % Latar belakang usia Jumlah %
1 lulus SMA / Mahasiswa 5 10,20 < 20 5 10,21
2 S1 18 36,73 21-25 6 12,24
3 S2 7 14,28 26-35 2 4,08
4 Pelajar SMA 17 34,69 >35 7 14,28
5 lain-lain 2 4,08 Lainnya 29 59,18
Tabel 7. Rangkuman hasil penilaian kuisioner terkait dengan destinasi wisata; keterangan a,
b, c, dan d pada penjelasan di atas.
Pertanyaan Destinasi wisata Total
a b c d Missing
Jenis wisata yang diinginkan (P1) 75,5% 20,4% 0,0% 0,0% 4,1% 100%
Wisata yang ingin dilakukan (P2) 73,5% 4,1% 22,4% 0,0% 0,0% 100%
Daya tarik destinasi wisata (P3) 10,2% 20,4% 34,7% 32,7% 2,0% 100%
Bentuk kegiatan wisata (P4) 4,1% 61,2% 32,7% 0,0% 2,0% 100%
Paket wisata yang diinginkan (P5) 12,2% 8,2% 73,5% 6,1% 0,0% 100%
29
DESTINASI WISATA
80.0%
70.0%
60.0%
50.0%
40.0%
30.0%
20.0%
10.0%
0.0%
a b c d Missing
P1 P2 P3 P4 P5
Tabel 8. Rangkuman hasil penilaian kuisioner terkait ketersediaan internet di area wisata
Jawaban
Pertanyaan Tidak Sangat Total
Setuju
Setuju Setuju
Jaringan internet di area wisata P1 8,1% 34,7% 57,1% 100%
Internet berbayar include harga tiket (P2) 32,6% 53,1% 14,3% 100%
Bandwidth besar (P3) 8,1% 67,3% 24,5% 100%
Ada counter penjualan paket data/pulsa (P4) 14,3% 67,3% 18,4% 100%
30
JARINGAN INTERNET
80.0%
70.0%
60.0%
50.0%
40.0%
30.0%
20.0%
10.0%
0.0%
STS TS S SS
P1 P2 P3 P4
Gambar 10. Grafik histogram terkait ketersediaan jaringan internet di area wisata
31
KEALAMIAN OBYEK WISATA
60.0%
50.0%
40.0%
30.0%
20.0%
10.0%
0.0%
STS TS S SS Missing
P1 P2 P3 P4
Gambar 11. Histogram terkait kealamian dan keamanan obyek wisata di Gunung Ireng
Jawaban
Pertanyaan Sangat Tidak Tidak Sangat total
Setuju Missing
Setuju Setuju Setuju
Jalan yang baik 0,0% 6,1% 49,0% 34,7% 10,2% 100%
Jalur penghubung 2,0% 2,0% 46,9% 38,8% 10,2% 100%
Papan petunjuk 2,0% 0,0% 38,8% 51,0% 8,2% 100%
Kendaraan umum 0,0% 4,1% 57,1% 24,5% 14,3% 100%
32
Lahan parkir 0,0% 4,1% 49,0% 36,7% 10,2% 100%
Satpam dan penjaga parkir 2,0% 0,0% 46,9% 40,8% 10,2% 100%
Tiket parkir termasuk harga tiket 2,0% 18,4% 49,0% 20,4% 10,2% 100%
TRANSPORTASI
60.0%
50.0%
40.0%
30.0%
20.0%
10.0%
0.0%
P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7
STS TS S SS Missing
Gambar 12. Histogram terkait dengan jalur transportasi yang menghubungkannya dengan
obyek wisata lain di sekitar Gunung Ireng
5. Pertanyaan terkait Sarana Prasarana Wisata yang dimiliki (Tabel 11; Gambar 13):
a. Terdapat penginapan/homestay; 0% responden sangat tidak perlu, 10,2% responden
perlu, 44,9% responden perlu, 34,7% responden sangat perlu dan missing 10,2%.
b. Pengelolaan penginapan di bawah satu manajemen; 0% responden menjawab sangat
tidak perlu, 12,2% responden menjawab tidak perlu, 38,8% responden menjawab
perlu, 34,7% responden menjawab sangat perlu dan missing 14,3%.
c. Tersedia rumah makan/restaurant; 10,2% responden tidak setuju, 51,0% responden
menjawab setuju, 20,4% responden sangat setuju dan missing 16,3%.
d. Tersedia tempat ibadah; 0% responden menjawab tidak setuju, 36,7% responden
menjawab setuju, 51,0% responden menjawab sangat setuju dan missing 12,2%.
e. Terdapat tempat belanja oleh-oleh dan cinderamata; 2,0% responden tidak setuju,
53,1% responden setuju, 32,7% responden sangat setuju dan missing 12,2%.
f. Terdapat mesin ATM berbagai bank di sekitar lokasi; 6,1% responden tidak setuju,
61,2% responden setuju, 20,4% responden sangat setuju dan missing 12,2%.
Tabel 11. Rangkuman penilaian kuisioner terkait jalur transportasi ke destinasi wisata
lainnya
Jawaban Total
Pertanyaan Sangat Tidak Tidak Sangat
Setuju Missing
Setuju Setuju Setuju
Penginapan 0,0% 10,2% 44,9% 34,7% 10,2% 100%
33
Pengelolaan penginapan 0,0% 12,2% 38,8% 34,7% 14,3% 100%
Rumah makan/restoran 0,0% 12,2% 51,0% 20,4% 16,3% 100%
Tempat ibadah 0,0% 0,0% 36,7% 51,0% 12,2% 100%
Tempat belanja 0,0% 2,0% 53,1% 32,7% 12,2% 100%
Mesin ATM 0,0% 6,1% 61,2% 20,4% 12,2% 100%
SARANA PENDUKUNG
70.0%
60.0%
50.0%
40.0%
30.0%
20.0%
10.0%
0.0%
P1 P2 P3 P4 P5 P6
STS TS S SS Missing
Gambar 13. Histogram terkait dengan sarana penghubung dengan obyek wisata lain di
sekitarnya
3.3.2 Korelasi Destinasi Geowisata Gunung Ireng dalam Perpektif Industri Pariwisata
Dari hasil kajian interkoneksi Gunung Ireng dengan tujuan-tujuan wisata lain di
sekitarnya, diketahui bahwa Gunung Ireng memiliki kelayakan untuk disebandingkan dengan
pusat-pusat destinasi wisata, yaitu Gunung Nglanggeran, Desa Wisata Jelok, Bukit Bintang,
dan Jurug Gedhe. Dari arah utara, Gunung Ireng dapat diinterkoneksikan dengan Tebing
Breksi, Kraton Boko, Gunung Ijo, Gunung Nglanggeran, Bukit Bintang dan sekitarnya.
Pengembangan interkoneksi dilakukan berdasarkan daya tarik obyek wisata dan variabel-
variabel terkait, seperti jaringan telekomunikasi, transportasi dan infrastruktur yang memadai.
Pengembangan wisata saat ini telah terkoneksi dalam perspektif Industri 4.0 yang lebih
banyak memerlukan jejaring interkoneksi yang memadai, yaitu internet sebagai sarana
komunikasi utama. Hasil pembobotan yang kedua adalah sarana pendukung, meliputi wisata
kuliner dan cinderamata. Industri 4.0 menuntut pengelola untuk dapat menyediakan wisata
kuliner sebagai pendukung utama setelah jaringan internet. Kuliner menjadi daya tarik
tersendiri, dimana wisatawan tidak hanya sekedar memenuhi rasa dahaga dan lapar, namun
sebagai bagian dari pengalaman dalam menikmati kuliner asli dan/khas daerah yang ditujunya
dan seni fotografi. Pusat-pusat kuliner yang dikemas menarik, antik dan terpublikasi dengan
34
baik melalui informasi di dunia maya menjadi daya tarik tersendiri bagi pengunjung; dengan
asumsi seni sajian makanan tidak bergantung pada “harus enak dan bergizi”.
Sarana transportasi berada di urutan ketiga bersama-sama dengan fasilitas pendukung,
yaitu jalan hubung, area parkir, rest area dan penginapan. Pengelola tidak terlalu disibukkan
dengan tipe/kelas jalan yang bagus. Kebanyakan responden yang telah mengunjungi Gunung
Ireng menghendaki perubahan terkait dengan aksesibilitasnya, namun tidak signifikan.
Interkoneksi sangat diperlukan, dengan persyaratan Gunung Ireng harus mampu mengangkat
destinasi-destinasi wisata yang lain. Dari sini, dapat diinterpretasi bahwa interkoneksi Gunung
Ireng tidak kepada Desa Wisata Nglanggeran saja, karena destinasi ini telah memiliki nama
dan konsumen tetap tersendiri. Pola yang dikembangkan antar destinasi-destinasi wisata di
lingkungan desa Wisata Nglanggeran justru dapat menjadi contoh yang dapat ditiru oleh
Gunung Ireng. Latar belakang utama permasalahan ini adalah masyarakat lokal/regional dan
nasional belum secara luas mengenal Gunung Ireng dan desa Pengkok. Kecamatan Patuk
identik dengan berbagai produk lokal seperti Bunga Amarilis, batik, kuliner dan tempat-
tempat wisata yang baik dan mengedukasi. Langkah tepat interkoneksi adalah dalam publikasi,
pengiklanan (advertising) dan promosi dengan mengangkat produk local yang dimiliki
Kecamatan Patuk tersebut.
35
gunung, bermain ski air atau es, menyelam, berenang, berjalan santai, menonton
pertunjukan dengan santai sambil menikmati pemandangan dan kesejukan alam.
5. Amenities; yaitu fasilitas yang menunjang perjalanan wisata, berupa telepon, tempat
penukaran uang, ATM, toko, restoran, toilet yang memadai, kantor pos, cinderamata,
pasar, internet, HP, telegram, dan lain sebagainya.
Hasil korelasi terhadap variabel-variabel pariwisata di ketiga lokasi wisata, diketahui
Tebing Breksi dan Desa Mangunan memiliki ke-lima variabel dengan baik, sementara itu
pantai-pantai di sepanjuang Kabupaten Gunungkidul (Wediombo, Krakal, Baron, Kukup,
Ngrenehan dan lain-lain) memiliki kekhususan yang spesifik,dan lebih baik (Tabel 12).
Pantai-pantai ini pun memiliki kunjungan tinggi pada hari-hari libur khusus. Kenyataan minat
dan daya dukung destinasi-destinasi wisata tersebut tersaji pada Tabel 13.
1. Lokasi Tebing Breksi dapat diakses dengan berbagai jenis kendaraan. Di kawasan ini juga
tersedia shuttle car yang membantu wisatawan mengunjungi Candi Prambanan, Istana Ratu
Boko, Tebing Breksi dan Candi Ijo. Pengelola pun telah menginterkoneksikannya dalam
satu paket wisata. Hotel terdekat dari seharga Rp. 100.000,- hingga lebih dari Rp. 500.000,-
berjarak 5-20 menit perjalanan. Berbagai rumah makan hingga restoran dan cafe dengan
berbagai kelas, dan menu, tersedia di area wisata. Pengunjung disajikan berbagai bentuk
amphitheater yang menawan, untuk berfoto bersama, lalu mengunggah hasil fotonya ke
sosial media. Puas berkunjung di lokasi ini, para wisatawan dapat melanjutkan perjalanan
untuk berwisata minat khusus, edukasi, budaya dan topografi di Candi Ijo, Ratu Boko, dan
candi Prambanan. Fasilitas 5A di wilayah ini sangat menunjang.
2. Desa Wisata Nglanggeran; dikemas dan dikelola dengan sangat baik melalui sistem
pengelolaan berbasis kemasyarakatan. Pengunjung dapat menghabiskan waktu dan tinggal
di kawasan desa wisata dengan mempelajari lebih dekat keseharian masyarakat seperti
“Omah Pitu”, yang dari waktu ke waktu warga yang tinggal di dusun ini hanya 7 rumah;
paket outbond untuk anak-anak yaitu berkebun, bertani dan memetik hasil kebun/pertanian,
melakukan atraksi-atraksi menantang seperti hiking, panjat tebing, berlayar (di embung
Nglanggeran), memancing, dan lain-lain. Di kawasan ini juga telah tersedia berbagai
kebutuhan pokok untuk bisa tinggal dan menghabiskan seberapapun uang pengunjung,
dimulai dari wisata kuliner, oleh-oleh, cinderamata, dan lain-lain. Pengelola menyediakan
paket-paket wisata dari paket sehari, dua hari, tiga hari hingga paket 1 minggu.
3. Desa Wisata Jelok; kawasan ini masih dalam penataan. Pengunjung dimanjakan dengan
berbagai atraksi wisata dari tubing, arung jeram, kuliner di pasar tradisional, dan lain-lain.
36
Pengelola menyediakan berbagai jenis rumah singgah, bagi pengunjung yang ingin
menghabiskan waktu beberapa hari di lokasi ini.
Selain dilakukan korelasi dengan destinasi-destinasi wisata tersebut di atas, dilakukan pula
korelasi dengan potensi-potensi wisata di sekitarnya, yang dapat dilakukan interkoneksi.
Variabel-variabel yang berpengaruh dalam pengembangan pariwisata pada ke6 destinasi
wisata tersebut dakan ijelaskan pada pelaporan akhir.
Tabel 12. Hasil analisis korelasi pada beberapa destinasi wisata pembanding yang telah
diketahui secara luas dengan jumlah kunjungan per hari besar di Tebing Breksi, Pantai Depok
dan desa Mangunan, dengan calon destinasi wisata Destinasi Geowisata Gunung Ireng.
Variabel Tebing Breksi Gunung Pantai Wediombo dan GUNUNG IRENG
Nglanggeran Krakal-Kukup-Baron
Jumlah 20000 pengunjung pada 2000-10000 10000-12000 -
kunjungan tanggal 8 Juni 2019 pengunjung pada pengunjung pada tanggal
pada hari libur tanggal 6 Juni 2019 10 Juni 2019
khusus
Accesibilities: Jenis jalan kelas Jenis jalan Kabupaten Jenis jalan kelas Jenis jalan lingkungan
kabupaten (Jl. jalan masuk lokasi kabupaten sampai lokasi (bahan aspal) lebar ~5
Piyungan) jalan masuk jalan lebar >8m, dapat wisata, dapat dilalui bus meter, hanya dapat dilalui
lokasi sebagai jalan dilalui bus pariwisata. pariwisata. Terdapat mobil kecil sejalur. Tidak
lingkungan (bahan Tidak terdapat moda moda mobil penghubung ada moda angkutan.
beton) namun memiliki penghubung; terdapat untuk paket Wisata
lebar >8 meter, sehingga paket wisata . Pantai.
dapat dilalui bus
pariwisata. Terdapat
moda mobil
penghubung untuk
paket Candi
Prambanan-Ratu Boko-
Tebing Breksi-Candi Ijo
Acomodation: Terdapat rumah singgah Terdapat rumah Terdapat rumah singgah Guesthouse terdekat
(hotel, motel, homestay singgah (hotel, motel, (hotel, motel, homestay 2,5km (jarak tempuh
dan guest house) homestay dan guest dan guest house) terdekat 10menit). rumah
terdekat 1-5km (jarak house) terdekat 100m- 1-5km (jarak tempuh 5- makan/restoran terdekat
tempuh 5-20 menit) 5km dengan variasi 20 menit) dengan variasi berjarak 2,5 km, ada paket
dengan variasi harga harga antara Rp. harga antara Rp. 90.000- wisata, sentra oleh-oleh
antara Rp. 100.000- 125.000-1.000.000,-, 470.000,-, rumah terdekat Kampung Batik
500.000,-, rumah terdapat sangat makan/restoran berbagai Giriloyo berjarak 2km.
makan/restoran banyak rumah kelas (menengah ke atas
berbagai kelas makan/restoran dan menengah ke bawah)
(menengah ke atas dan berbagai kelas, dan yang dijumpai 200m-
menengah ke bawah), sentra oleh-oleh 2km dari lokasi wisata,
paket wisata, sentra paket wisata, dan sentra
oleh-oleh dan lain-lain oleh-oleh.
Amenities: Tersedia jaringan Tersedia jaringan Tersedia jaringan Kebanyakan jaringan
telepon, tempat telepon, tempat telepon, tempat telepon seluler tidak
penukaran uang, ATM, penukaran uang, penukaran uang, ATM, tertangap dengan baik,
toko, restoran, toilet ATM, toko, restoran, toko, restoran, toilet yang internet belum ada, kantor
yang memadai, kantor toilet yang memadai, memadai, kantor pos, pos terdekat berjarak
pos, cinderamata, pasar, kantor pos, cinderamata, pasar, 5km, ada cinderamata:
internet, HP, telegram, cinderamata, pasar, internet, HP, telegram, keris, wayang, batik dan
dan lain sebagainya internet, HP berjarak dan lain sebagainya makanan khas Imogiri-
1-5km Wukirsari
37
Activities: Berjalan santai, Berjalan santai Berjalan santai, Berjalan pada lereng
menonton pertunjukan menyusuri jalan menikmati pemandangan bermorfologi miring di
dengan santai sambil setapak yang terjal alam dan udara segar sepanjang sungai yang
menikmati dan berbukit, khas pegunungan, berbatu dan menantang,
pemandangan dan menonton sambil bermain air , berenang sambil menikmati
keindahan karya seni menikmati dan menyusuri pantai segarnya udara
yang dipahat pada pemandangan dan pedalaman, dan
dinding batu bekas keindahan embung mempelajari bebatuan
tambang dan sekitarnya, dengan dipandu oleh
menikmati berbagai pemandu wisata. Di akhir
makanan dan perjalanan akan berwisata
minuman khas kuliner pada Pasar
GUnung Nglanggeran Tradisional Sor Jati
sambil menikmati musik
band Koesploes Campur-
Campur
Atraction: Berhubungan dengan Berhubungan dengan Berhubungan dengan Berhubungan dengan
karya seni pahat batu batu dan air waduk alam, air, flora, kebun alam, ilmu geologi
bekas penambangan buah, pertunjukan dan gunung api, jual beli
segarnya udara pantai dengan koin (seperti masa
dan perbukitan sejarah) dan
mendengarkan kesenian
musih
38
wisata, parkir
luas
3. Desa Wisata Jelajah Menyusuri 1. 7 menit 1) Desa yang sama -
Pengkok alam dan Sungai Oyo dari dengan GUNUNG
wisata yang airnya Jelok. IRENG
kuliner deras pada 2. 5 menit 2) Jalan Kabupaten
musim hujan, dari dari
namun kering Gunung 3) Jalan Kabupaten
pada musim Ireng dari
kemarau, Patuk/Yogyakarta
berfoto, sempit
berinteraksi
dengan warga
desa
4. Gogor Park berfoto dan Menjelajahi 5 menit dari 15 menit dari Jarak dengan
menikmati kondisi alam Homestay GUNUNG IRENG mesin-mesin
segarnya yang asri dan dan rumah i. ATM BRI,
udara bersih makan di BNI, Mandiri,
pedesaan Bukit Bintang BPD DIY ~20-
25 menit
5. Jurug Gede Air terjun Menjelajahi 12-15menit 1) Jalan kabupaten Jarak dengan
kondisi alam dari ke GUNUNG mesin-mesin
yang asri dan Homestay IRENG; ATM BRI,
bersih sambil dan rumah 2) Jalan Kabupaten BNI, Mandiri,
belajar makan di yang bagus dari BPD DIY ~25-
mengenal Bukit Bintang Yogyakarta- 30 menit
lingkungan dan Wonosari
sekitarnya
6. Nglanggeran Ekowisata Belajar geologi 15 menit dari Jalan kabupaten yang Jarak dengan
gunung api, Patuk bagus dan lebar berbagai mesin
menikmati ATM >1km,
keindahan tersedia toilet
alam, umum, ruang
danau/waduk pajang
dan wisata berbagai jenis
panjat tebing dan kelas keris
39
3.3.4 Analisis SWOT Terhadap Destinasi Geowisata Gunung Ireng
Didasarkan pada kondisi kealamian, sarana dan prasarana geowisata, keinginan dan
keberpihakan masyarakat terhadap pengembangan Destinasi Geowisata Gunung Ireng,
maka dapat dideskripsi strength (kekuatan), weaknes (kelemahan), oportunities (peluang)
dan threat (ancaman) Destinasi Geowisata Gunung Ireng pada Tabel 14. Hasil analisis
SWOT ini mengindikasikan Gunung Ireng memiliki potensi untuk dapat dikembangkan
sebagai destinasi wisata alam (atraksi dan aktivitinya), namun membutuhkan pengembangan
pendukung yang sangat banyak. Pengembangan-pengembangan tersebut terkait dengan
aksesibilitasnya, akomodasinya dan amenitinya untuk pengembangan Industri
Pariwisatanya, yang harus memenuhi:
40
Tabel 14. Hasil analisis SWOT GUNUNG IRENG dan interkoneksinya
1. Memiliki kondisi geologi (meliputi geomorfologi, 1. Masyarakat dusun seberang
litologi dan struktur geologi) yang lengkap sebagai tidak menyetujui
destinasi wisata minat khusus jelajah alam gunung api pengembangan wisata
purba; dan memiliki kelayakan untuk diusulkan sebagai Gunung Ireng
kawasan geoheritage serta laboratorium alam untuk
pembelajaran paleovolkanologi (Tersier) bawah laut,
yang telah berulang kali terangkat secara tektonik
2. Telah disusun peta master plan geokonservasi, 2. Perlu dilengkapi dengan
geowisata dan geoheritage. Lahan konservasi geoteknis kajian geoteknis dan disain
juga dapat dikembangkan sebagai obyek geowisata teknis terrinci bagi masing-
KELEMAHAN
KEKUATAN
maupun pusat
3. Memiliki potensi besar untuk dikembangkan sebagai 3. Belum didukung dengan
center of tourism yang didukung dengan tema-tema aksesibilitas yang baik,
wisata yang bervariasi di sekitarnya akomodasi dan ameniti yang
baik dan memadai
4. Telah memiliki POKDARWIS dan pengelola yang Setiap pengelola wisata di
komitmen dan merupakan warga setempat Pengkok memiliki strategi
pengelolaan sendiri-sendiri.
Perlu kesadaran bersama untuk
membangun interkoneksi
41
3.4 Klasterisasi Museum Geologi Gunung Api Purba Gunung Ireng
Kegiatan sosialisasi kegiatan, kegiatan lapangan dan kajian interkoneksi telah
diselesaikan. Tiba saatnya untuk menyusun rencana kerja klasterisasi museum geologi gunung
api purba Gunung Ireng. Klasterisasi museum terbagi atas 7 stop site, yaitu (Tabel 15):
Tabel 15. Klasterisasi museum geologi gunung api purba Gunung Ireng
NAMA LOKASI DAN FOTO Keterangan
KETERDAPATAN
42
BLOCKY LAVA Di bawah agglomerat di atas Oleh larutan
lava lava yang
Pada bagian atas leher dipaksa
gunung api atau pada ujung membeku
/ lidah lava: dengan cepat
Blok-blok lava sering akibat
berorientasi tertentu dan di berhubungan
sisi tenggara membentuk dengan
lafadz “Allah” dalam tulisan lingkungan
arab yang baru
43
Geowisata yang dikelola dengan berbasis masyarakat tentu akan menambah ketahanan
masyarakat desa, seperti yang telah dilakukan di Gunung Nglanggeran (Rosida, 2014), Desa
Mangunan (Al-Bakry, 2013), dan Desa Wisata Bobung-Dlingo (Pratama & Kistini, 2013).
Sayangnya, tak-jarang geowisata dipaksakan dibangun sebagai implikasi dari keberadaan
geopark yang lebih bersifat regional di daerahnya; misalnya Ciletuh (Andriany dkk., 2016;
Darsiharjo, 2016; Hadian dkk., 2016; Yuliawati dkk., 2016; Zakaria, 2018), Karst Gunung
Sewu (Kusumayudha dkk., 2015; Permadi dkk., 2014; Tyas dkk., 2016), Bakkara-Toba
(Ginting dkk., 2017) dan lain-lain. Pengelolaan yang kurang pas, dapat saja mempengaruhi
stabilitas lingkungannya, yaitu berpotensi membentuk bencana baru, seperti abrasi oleh
perubahan bentuk lahan, depresi dan gerakan massa akibat beban antropogen berlebih pada
lahan yang miring, dan lain-lain (Evita dkk., 2012; Umardiono, 2011). Dampak lainnya adalah
perubahan sosial, ekonomi, budaya dan perilaku masyarakat setempat (Sidarta, 2002;
Nurjanah, 2012). Logikanya, masyarakat lokal (sebagai pemilik lahan) akan lebih berhati-hati
dalam mengelolanya dengan memperhatikan potensi negatifnya (Arbainah, 2014; Raharjana,
2012; Martiarini, 2017). Secara berurutan klaster-klaster geologi gunung api di Gunung Ireng
mengacu pada sejarah (umur) batuan dan waktu pembentukannya, yaitu:
45
fisik dan proses pembentukannya. Lokasi ini dijadikan titik pengamatan tersendiri karena
memiliki morfologi yang lebih luas. Di lokasi ini juga terdapat mitos, siapapun orang yang
mencuci muka di mata air tersebut akan awet muda. Warna hitam pada batuan dibentuk oleh
proses oksidasi batuan gunung api yang awalnya terbentuk di dalam perairan; diduga berada
di lingkungan laut dangkal hingga neritik luar.
46
kepundan dan breksi kubah lava. Warna batu beraneka ragam (abu-abu, hitam, pink, ungu
dan kekuningan), semata-mata akibat tingkatan proses oksidasi yang berlangsung setelah
pengendapannya. Disebut breksi karena didominasi oleh fragmen berbentuk runcing-
runcing; dan beberapa bomb gunung api berbentuk bulat dengan permukaan berstruktur
kerak roti, yang sebagian pun telah lepas dari tubuhnya. Ke semua fragmen dalam breksi
sebenarnya berkomposisi sama, yaitu andesit basaltik. Warna pink oleh reaksinya dengan
udara bebas dalam kondisi membara sebelum masuk kembali ke air. Warna kehijauan
dibentuk oleh klorit yang terkandung di dalamnya; klorinasi pada fragmen blok terjadi oleh
fragmen batu yang terarangkan (bersuhu sangat tinggi ~600-700oC namun tidak meleleh)
dari lepasan dinding dapur magma yang ikut terbawa atau dinding pipa kepundan yang ikut
terbawa menyentuh airlaut, hingga terklorinasi. Warna abu-abu adalah warna asli batu, dan
warna hitam oleh oksidasi di dalam air pada bagian luar (kulitnya).
Klaster-klaster geologi gunung api pada perencanaan museum geologi gunung api
tersebut dijelaskan penyebarannya pada Gambar 14. Secara umum jalur lintasan tiap-tiap
klaster dimulai dari pintu masuk yang berada di sebelah barat Gunung Ireng. Dari tempat parkir
besar, pengunjung akan diarahkan untuk mengendarai mobil penghubung (feeder) yang tiket
kendaraan telah masuk ke harga tiket masuk Gunung Ireng. Pengunjung selanjutnya membeli
tiket pada counter tiket setelah memasuki kawasan wisata Gunung Ireng. Untuk menuju lokasi
Klaster 1, pengunjung harus menuruni tangga menuju bangunan utama Gunung Ireng untuk
koordinasi dan penjelasan seperlunya dari pemandu wisata. Dari Gedung Pertemuan menuju
Klaster 1, pengunjung akan melalui airterjun buatan, yang dapat mengalir pada musim hujan,
namun kering pada musim kemarau. Klaster 1 berada pada dasar airterjun. Dari Klaster 1
menuju Klaster 2 hanya berjarak beberapa meter, Klaster 2 berada pada dinding airterjun.
Klaster 2 ke Klaster 3 berjarak 20m menuju ke timur, dengan beda tinggi ~10m. dari Klaster 3
ke Klaster 4 harus menyusuri jalan setapak yang bergelombang melalui papan-papan batu
bersusunan planar berupa intrusi dike, berjarak ~15m. begitu pun dari Klaster 4 ke Klaster 5,
serta Klaster 5 ke Klaster 6. Namun di sepanjang perjalanan dari Klaster 4-5-6, pengunjung
disuguhi pemandangan yang sangat indah di sebelah selatan, yaitu perbukitan Dlingo dan
Selopamioro. Dari Klaster 6 ke Klaster 7 telah disediakan jalan berundak yang berbeda tinggi
~20m, menuju ke utara. Di sepanjang jalan dari Klaster 6 ke Klaster 7 juga dapat melihat
pemandangan ke Gunung Nglanggeran dan Gunung Wayang; di pagi hari pengunjung juga
dapat menikmati matahari terbit.
47
Gambar 14. Posisi Klaster 1- Klaster 7 Museum Geologi Gunung Api Gunung Ireng dan
kondisi morfologinya
3.5 Desain Teknik Rinci Museum Geologi Gunung Api Purba Gunung Ireng
Museum geologi Gunung Api Gunung Ireng dibangun berkonsep kealamian. Tempat
pajang dan benda pajang museum berada di alam, pengunjung akan mengunjungi masing-
masing lokasi pajang dengan menyusuri jalan setapak yang telah disiapkan. Di dalamnya
terdapat 7 klaster geologi gunung api, sebagaimana dibahas di atas (Gambar 15).
1. Pintu Masuk dan Loket Pembelian Tiket; berada di sisi baratdaya Gunung Ireng, terletak
pada ketinggian 150mdpl (sekitar 50m ke arah barat dari Klaster 1 Lava Bantal). Pintu
masuk dibuat secara sederhana dengan menggunakan model gunungan pada pewayangan
48
yang dimodifikasi (Gambar 16). Gunungan menggambarkan sebagai budaya asli Jawa serta
dihubungkan dengan mitos Gunung Ireng yang mengambil salah satu cerita Raden Bima
(putra kedua Pandawa). Warna silver gunungan dengan corak dedaunan menjalar sebagai
symbol kemakmuran dan glamour. Warna hijau pupus pada tulisan Gunung Ireng
menggambarkan kesuburannya. Lahan pintu masuk saat ini memang sempit, yaitu 2,5m
dan langsung berhubungan dengan halaman bangunan loket pembelian tiket, berjarak
sekitar 2,5m agar memudahkan pengunjung untuk langsung melakukan pembelian.
Morfologi pintu masuk dan halaman loket dilandaikan dengan slope 2-5o, menjamin tingkat
ergoniminya. Detail bangunan dijelaskan pada Gambar 17 dan dan Gambar 18.
2.
Gambar 15. Kenampakan tiga dimensi pintu masuk geowisata dan loket penjualan tiket dari
arah barat; terletak pada ketinggian 150mdpl.
Tipe bangunan loket penjualan tiket adalah limasan sederhana, menggunakan bahan dasar
kayu, dibangun di atas pondasi rabat beton. Pondasi bangunan ini ditanam dalam tanah
insitu yang bersifat gembur, sehingga diperlukan tambahan tanah urug sebagai pengikat.
49
a. b.
Gambar 16. Desain teknis untuk pintu masuk wisata (a) dan loket pembelian tiket (b) beserta
dimensi-dimensinya.
Gambar 17. Gambar tiga dimensi loket pembelian tiket pada ketinggian 150m dpl; loket
menghadap ke utara, pengamatan dari arah baratlaut (utara)
3. Jalan Setapak, Bangunan Gedung Pertemuan dan Perkantoran, serta Papan
Informasi; kelompok bangunan ini terletak 30m ke arah tenggara dari loket penjualan
tiket, dan berada pada ketinggian 135m dpl. Beda tinggi antara loket penjualan tiket dengan
50
bangunan ini adalah ~15m, sehingga kemiringan lereng rata-ratanya ~45o. Jalan setapak
yang menghubungkan loket dengan bangunan ini disusun dengan batu belah (andesit) yang
disemen menggunakan beton halus (Gambar 18). Lebar jalan setapak 80cm yang langsung
berhubungan dengan lembah di sebelah selatan, dilindungi dengan taman rumpun bamboo,
lebar keseluruhan jalan setapak adalah 160cm. Untuk mengurangi faktor kelelahan
pengunjung oleh nilai kelerengan 45o, jalan setapak dibuat melingkar mengikuti kontur
(titik-titik ketinggian yang sama), selanjutnya dihubungkan dengan tangga-tangga secara
bertahap, mengikuti teraseringnya (Gambar 19). Dinding teras dibiarkan terbuka, kecuali
pada lahan gembur yang dilindungi dengan tataan batu belah yang disemen dengan rabat
beton, untuk menghindari longsor. Lahan ini tersusun atas lapukan lava andesit-basaltik
yang di beberapa lokasi menunjukkan bentukan bantal-bantal (pillow). Berbeda dengan
kawasan Gunung Ireng di sebelah timurnya, batuannya telah lapuk membentuk soil
berpasir, karenanya dalam kondisi jenuh air soilnya mudah bergerak, sehingga perlu
dilakukan perlindungan. Konservasi lahan dilakukan melalui pembuatan taman bamboo
yang dimodifikasi dengan tataan batu belah rabat beton. Masing-masing teras dihitung
dengan beda tinggi 3m, kemiringan jalan setapak dibuat 5o.
Gambar 18. Disain tiga dimensi jalan setapak dan taman bamboo dari loket penjualan tiket
menuju Gedung Pertemuan dan Klaster 1 (Lava Bantal)
51
Gambar 19. Atas: kenampakan tiga dimensi tangga hubung dari loket penjualan tiket ke
Gedung Pertemuan nampak dari bawah. Bawah: nampak dari atas.
Gedung pertemuan dan perkantoran (Gambar 20) terdiri atas 2 bangunan berjajar masing-
masing berdimensi panjang 10m dan lebar 6m, menghadap ke timur. Bangunan ini
direncanakan diletakkan pada lahan dengan ketinggian 135m. Di sekitar gedung-gedung
adalah lembah melingkar yang litologinya tersusun atas lava basaltik yang sebaran dan
morfometrinya mirip bantal, sehingga disebut lava bantal. Area ini lebih subur dan lebih
rimbun, ditumbuhi berbagai tanaman keras dan beberapa lokasi untuk lahan pertanian.
52
Gambar 20. Kenampakan tiga dimensi jalan masuk dari loket penjualan tiket menuju area
perkantoran dan Gedung Pertemuan dari arah utara
Di depan perkantoran adalah papan-papan informasi yang menjelaskan kondisi dan sejarah
geologi gunung api Gunung Ireng, prosedur keselamatan, atraksi dan aktivitas berwisata,
serta hak dan kewajiban pengunjung (Gambar 21). Salah satu sisi bangunan menghadap
lembah yang pada musim hujan dilalui air membentuk alur sungai. Pada lembah alur sungai
ini akan dimunculkan litologinya, berupa lava bantal. Namun, pada musim kemarau,
lembah ini akan kering dan dapat dilalui dengan leluasa oleh pengunjung tanpa harus basah.
Untuk itu, pada lahan ini disediakan jembatan agar pengunjung tidak harus turun ke dasar
alur sungai. Jembatan ini juga langsung menghubungkan lava bantal dan lava andesit
berstruktur kolom pada Klaster 2. Di beberapa titik juga dilengkapi dengan gazebo-gazebo
untuk peristirahatan. Gazebo dibuat dengan menggunakan bahan dasar kayu dengan
dimensi 2,5mx2,5m, menghadap ke jalan setapak yang melaluinya. Kawasan ini sengaja
tidak diletakkan tempat-tempat sampah, dengan harapan pengunjung akan mengelola
sendiri sampahnya. Pengunjung akan dibekali kantung-kantung tempat sampah, untuk
dibawa kembali saat kembali lagi, dan meletakkan sampah-sampahnya di tempat yang telah
disediakan. Tempat sampah tertutup berada di dekat lahan parker utama dan di jalan
menuju lahan parker (Gambar 22). Pengunjung juga dilarang membawa botol plastic, botol
minum reusable akan disediakan oleh pengelola atau pengunjung dapat membelinya di
loket pembelian tiket, dan mengisi ulang air minum di tempat yang telah disediakan.
53
Gambar 21. Gambar tiga dimensi bangunan perkantoran yang dilengkapi dengan papan
informasi dan bangku-bangku untuk peristirahatan, pengamatan dari arah selatan sisi barat
(atas) dan Nampak dari timur (bawah)
Saat ini beda tinggi lembah ~10m untuk area selebar 30m; direncanakan sebelum
pembangunan dilakukan pelandaian. Jembatan berbahan dasar pelat baja ringan tipis
(4mm), lebar 1,8m, panjang 10,5m ditanam dalam rabat beton (Gambar 23). Pondasi
jembatan ditancapkan di dinding tebing berlitologi lava andesit, sisi lain menumpu pada
soil hasil lapukan lava basalt bantal. Dinding jembatan disusun dari pecahan batu belah
54
yang didapatkan pada dasar lembah alur sungai tersebut. Bangunan bertipe limasan dengan
bahan dasar kayu jati, dinding bangunan tradisional berbahan kayu (Gambar 24).
Gambar 22. Gambar tiga dimensi bangunan Gedung Pertemuan dan jembatan penghubung
dengan Klaster 1 (lava bantal)
Gambar 23. Desain teknis jembatan; atas: nampak dari samping, bawah: nampak dari atas
55
Gambar 24. Disain teknis terinci untuk bangunan gedung pertemuan dan perkantoran; atas:
nampak dari dari samping; dan bawah: nampak dari depan
4. Gazebo dan Klaster-Klaster; dimulai dari Klaster 1 (Lava Basalt Bantal) hingga Klaster
7 (Kubah Lava). Saat ini morfologi dari Klaster 2 hingga Klaster 7 merupakan jalan setapak
selebar 60-120cm. Litologi di sepanjang jalan setapak disusun oleh lava, intrusi dike
dengan kekar-kekar kolom bersusunan planar, aglomerat dan breksi vulkanik. Hanya antara
Klaster 2-4 saja yang di dalamnya terdapat soil tipis hasil lapukan batuan, sehingga untuk
dilakukan penyesuaian lahan kurang memungkinkan, namun dapat diusahakan untuk
dibersihkan dari semak belukar dan tanaman berduri yang lain, yang dianggap kurang
mendukung. Hal itu dapat dilakukan di sepanjang Klaster 4 hingga 7. Pada Klaster 2 (lava
dengan kekar kolom tegak) terletak di tebing alur sungai yang pada musim hujan dapat
berfungsi sebagai airterjun berundak. Jalan setapak disediakan melalui dinding tebing
tersebut hingga ke atas di Klaster 3, dengan dibantu pagar penyangga yang terbuat dari
56
pelat besi. Selanjutnya, pengunjung dapat menyusuri jalan setapak menuju Klaster 3
(Gambar 25). Pada Klaster 3 disediakan gazebo untuk beristirahat dan papan informasi
untuk menjelaskan litologi dan kondisi geologi yang membentuknya. Pada Klaster 4, selain
papan informasi juga dilakukan pembersihan lahan sehingga lebih bersih dan lebih luas
dengan slope ~10-15o (Gambar 26).
Gambar 25. Dari Klaster 2 ke Klaster 3, dan gazebo yang dapat dimanfaatkan sebagai tempat
beristirahat bagi pengunjung
Gambar 26. Papan informasi dan kondisi Klaster 4 yang telah dibersihkan sehingga dapat
menyisakan lahan selebar ~5-6m dengan slope ~10-15o
57
Saat ini morfologi Klaster 5 berupa tebing terjal yang tersusun atas aglomerat, blocky lava
dan breksi andesit. Lahan dijumpai selebar ~8-10m dengan permukaan lahan yang tersusun
oleh aglomerat dan breksi. Beberapa local-lokal dijumpai soil sangat tipis yang ditumbuhi
semak belukar dan jika dibersihkan dapat menghasilkan lahan bergelombang selebar ~15m
(Gambar 27), sehingga tidak aman jika dibangun gazebo. Pengunjung dapat juga
menyaksikan bentang alam kea rah selatan mennuju Dlingo dan Selopamioro.
Gambar 27. Morfologi Klaster 5 yang setelah dibersihkan dan dibiarkan terbuka, maka akan
tersingkap breksi andesit dan aglomerat di sepanjang singkapan.
Klaster 6 memiliki slope ~90o pada tebingnya, dan 45o pada kaki lerengnya (jalur lintasan).
Lebar jalan setapak adalah 40-120cm, namun dengan morfologi yang sangat bergelombang
oleh litologi penyusun yaitu intrusi dike (berupa kolom-kolom planar bersusunan miring,
dengan arah dan kedudukan bearing N55oE/37o. Kini, sebagian jalan setapak telah disemen
dengan tangga berundak, namun masih terasa sempit, selebar 60cm yang hanya cukup
dilewati seorang tanpa berpapasan. Cerita mitos/dongeng pada titik amat ini menjadi daya
tarik tersendiri terhadap mula jadi keberadaan Gunung Ireng. Di stopcite ini dikenal dengan
keberadaan “Lafadz Allah” yang dibentuk oleh susunan breksi kepundan dan blocky lava
yang menyerupai kalimat “Allah” dalam huruf Arab. Atribut pengamatan yang akan
dilengkapkan adalah papan informasi, panggung untuk menjelaskan dan gazebo. Pada
lokasi ini pengunjung juga dapat mengamati bentang alam gunung api purba, yang
berbentuk lembah melingkar dengan kubah di tengah-tengahnya (Gambar 28).
58
Gambar 28. Kondisi perencanaan Klaster 6 dan morfologi intrusi dike dan blocky lava
Klaster 7 sebenarnya bukan stopcite terakhir, karena di bagian atas lokasi ini masih
dijumpai runtunan aglomerat, lava massif dan breksi andesit. Lava massif dan breksi
andesit tersebut diketahui berwarna agak kehijauan (oleh kandungan mineral ubahan serisit
dan klorit) serta warna keemasan yang dibentuk oleh keberadaan mineral sulfida. Namun,
secara umum Klaster 7 secara stratigrafi batuan gunung api berada di paling atas dan paling
muda runtunan, yaitu pada Kubah Lava. Di dalamnya tersusun atas breksi kubah lava dan
aglomerat (Gambar 29).
Gambar 29. Klaster 7, morfologi di sekitarnya lebih terbuka, dapat dikembangkan untuk
dibangun tempat peristirahatan terbuka dan foto selfie
59
5. Gazebo, pasar dan pusat kuliner di puncak hingga lahan pasar Gunung Ireng; bangunan ini
berada di puncak Gunung Ireng, ditata berkaitan dengan kincir angina dan solar cell.
Utamanya, bangunan gazebo berbahan dasar kayu dengan ukuran 2,5x4m berjajar di sisi
barat dan utara (Gambar 30). Di tengah-tengah puncak Gunung Ireng dibangun gazebo
berukuran lebih besar yang difungsikan sebagai tempat peristirahatan bersama (berkumpul)
di puncak (Gambar 31-33). Di sisi utara terdapat bangunan yang difungsikan sebagai
pajangan bebatuan gunung api dan perpustakaan dengan model bangunan joglo.
Gambar 30. Tiga dimensi gazebo dan penempatannya di lingkungan pasar dan pertokoan
60
Gambar 32. Kincir angin dan gazebo-gazebo di puncak Gunung Ireng
61
Gambar 34. Desain teknis dan dimensi gazebo kecil, tampak samping, depan dan denah: atas
dengan atap genting press, dan bawah dengan atap sirap dilengkapi usuk dan kayu bix
Gambar 35. Potongan melintang memanjang dan melintang pendek gazebo berdimensi besar
dengan atap genting press (atas) dan atap sirap (bawah)
62
2) Bangunan kios untuk kantin dan ruko/pasar untuk berjualan permanen; dibangun
dengan bahan dasar kayu berdimensi 7x4m (Gambar 36).
65
3.6 Pengukuran Geolistrik Konfigurasi Dipole-Dipole
Pengukuran geolistrik di Gunung Ireng ditujukan untuk mendukung pemetaan geologi
teknik, yaitu mengetahui kondisi geologi bawah permukaan meliputi penyebaran dan jenis
struktur geologi, mendeteksi bidang gelincir dan bidang lemah, mendeskripsi stratigrafinya dan
menjelaskan daya dukung lahannya. Kegiatan ini dilakukan dengan 3 jalur konfigurasi, yaitu
arah baratlaut-tenggara dan baratdaya-timurlaut, namun 1 line (sisi barat) tidak dapat dilakukan
karena terkendala morfologi dan litologi yang terlalu kering sehingga kesalahan data mencapai
40-60% (Gambar 40). Line 7 (arah relatif utara-selatan) dan Line 6 (arah baratdaya-timurlaut)
berhasil diolah walaupun dengan faktor kesalahan 40-60%.
Gambar 40. Peta arah pengukuran geolistrik metode dipole-dipole untuk mengetahui kondisi
geologi bawah permukaan, ditujukan untuk studi kelayakan (feasibility study)
Gambar 41. Interpretasi data pengukuran geolistrik konfigurasi dipole-dipole pada Line 7 sisi
timur Gunung Ireng, yang menjumpai 2 sesar turun yang terisi oleh batuan vulkanik zona
kepundan
67
2. Line 6 dicirikan oleh batuan dengan nilai resistivitas yang sangat rendah di perlukaan (10-
100Ωm) dan makin ke bawah menjadi sangat tinggi 2000-60.000Ωm (Gambar 56). Di
permukaan, nilai tanahan jenis batuan rendah terkait dengan kondisi batuan yang berrongga
karena tersusun atas aglomerat dan breksi kepundan. Beberapa lokasi memiliki nilai tahanan
jenis 100-1570Ωm yang setara dengan batupasir dan endapan campuran. Namun,
berdasarkan hasil pengamatan di lapangan menjumpai batuan yang menyusun permukaan
daerah ini adalah aglomerat, breksi piroklastika (kubah dan kepundan), dan lava. Nilai
resistivitas rendah dibentuk oleh rongga-rongga pada aglomerat, rongga antar putir pada
blocky lava dan breksi kepundan dan celah-celah yang dibentuk oleh kolom-kolom pada
lava dan intrusi dike. Secara berurutan litologi pada Line 6 adalah breksi piroklastika,
aglomerat dan breksi kepundan/kubah, yang menumpang pada aglomerat dan lava tak
terpilah dan batuan sangat kering (intrusi).
Gambar 42. Interpretasi data pengukuran geolistrik konfigurasi dipole-dipole pada Line 6 sisi
timur Gunung Ireng berarah baratdaya-timurlaut, menjumpai 1 sesar turun yang tidak terisi
oleh batuan vulkanik lain, namun juga dijumpai zona hancuran.
Pada line ini pun juga dijumpai 1 sesar turun, yang kondisinya tidak terisi oleh batuan
vulkanik lainnya, namun tidak berpotensi bergerak. Daya dukung batuan sangat kuat,
68
sehingga tidak diperlukan lagi data pemboran teknik. Mesin bor batu tidak dimungkinkan
mampu menembus litologi daerah ini, karena didominasi oleh batuan-batuan berresistensi
sangat tinggi. Uji SPT (Standard Penetration Test), pukulan dan durability test pun tidak
diperlukan lagi. Batuan yang telah berhasil dikumpulkan akan dilakukan pengujian nilai
mekanika batuannya dan sifat fisiknya.
1. Pelatihan Pengelolaan Geo- dan Ekowisata, dilaksanakan pada tanggal 8-7 Agustus
2019 dengan peserta seluruh pengelola Gunung Ireng. Narasumber untuk pengelolaan
geowisata dalam kegiatan ini adalah dari Himpunan Pramuwisata Indonesia (HPI) Pusat
Divisi Minat Khusus Geowisata, yaitu Adi “Andi Volcano” Susanto, sedangkan untuk
ekowisata adalah dari HPI Daerah Gunungkidul, yaitu Syukrianto (Pengelola Ekowisata
Jelok). Dalam kegiatan ini ditekankan bahwa pengelola harus mampu menggali potensi
sedalam-dalamnya tidak hanya Gunung Ireng, tetapi juga Dusun Srumbung khususnya dan
Desa Pengkok umumnya. Pelatihan ini mengambil tema “Kenali Daerahnya, Jujur dan
Sampaikan Maaf Jika Belum Paham”.
2. Pelatihan pemandu wisata minat khusus “Geowisata Geologi Gunung Api Purba
Gunung Ireng dilaksanakan pada tanggal 11-12 Agustus 2019, dilaksanakan untuk
69
meningkatkan kemampuan pemandu dan pengelola lokal, terkait dengan destinasi wisata
Gunung Ireng yang semakin melambung. Kali ini, tim PKM IST AKPRIND menggandeng
Himpunan Pramuwisata Indonesia (HPI) minat khusus, yang pada kesempatan ini
mengirimkan Bang Adi “Andi Volcano” Susanto, selaku Koordinator Minat Khusus
Geowisata HPI Pusat. Turut hadir pada acara itu adalah Sugit (Lurah Desa Pengkok),
Syukri (Ketua HPI Gunung Kidul), para pengelola Gunung Ireng dan Dekan Fakultas
Teknologi Mineral IST AKPRIND. Pelatihan ini sebelumnya telah didahului dengan
pelatihan pengenalan data geologi Gunung Api melalui pengamatan secara langsung di
lapangan pada Jum’at, 9 Agustus 2019 dengan narasumber adalah Tim PKM. Sebagai
pemandu wisata minat khusus, seseorang harus memperhatikan kewajibannya, serta
memperhatikan hak yang dipandunya, yaitu mendapatkan informasi yang akurat mengenai
daya tarik wisata yang ditawarkan, pelayanan sesuai SOP (standar prosedur operasional),
perlindungan hukum dan keamanan, pelayanan kesehatan, perlindungan hak pribadi dan
asuransi untuk kegiatan wisata yang berisiko tinggi. Seorang pemandu berkewajiban
mampu mengintepretasi geowisata di wilayahnya, memiliki SOP kepemanduan yang
jelas, kompeten, dan legal dengan dibuktikan oleh telah tersertifikasi sebagai pemandu.
Demikian lebih lanjut yang disampaikan oleh para narasumber terkait dengan kegiatan
tersebut.
3. Pemberian Motivasi, Pelatihan Pengelolaan dan Peran Aktif Ibu-Ibu dalam
Pengelolaan Geo dan Ekowisata Gunung Ireng. Kegiatan ini dilaksanakan pada tanggal 9
dan 10 Agustus 2019 bersamaan dengan pelatihan pengelolaan dan pemandu untuk para
pengelola dan pemandu geo dan ekowisata. Tujuan kegiatan ini adalah untuk
membangkitkan peran aktif wanita dan pemudi Dusun Srumbung dalam rangka
pengelolaan Geo- dan Ekowisata Gunung Ireng. Wanita tidak hanya bergantung kepada
pria sebagai pengelola, namun harus memiliki peran aktif turut serta memajukan
daerahnya. Peran aktif wanita menjadi kunci dalam pengembangan, promosi dan
pemasaran Gunung Ireng. Hal itu dapat dilakukan melalui penyusunan paket wisata dan
itenarery yang dikemas dalam suatu event tertentu, didukung dengan keahlian warga
dalam menyiapkan pusat belanja, pasar, kuliner dan beberapa makanan khas Gunung
Ireng. Kuliner tidak harus mewah berbahan dasar kelas hotel dan restoran. Kegiatan ini
direncanakan akan ditindaklanjuti untuk dilakukan studi banding pada destinasi-destinasi
wisata lain yang telah lebih dulu mengembangkannya, yaitu Pasar Tradisional Sor Jati di
Giriloyo-Cengkehan (Desa Wukirsari, Imogiri, Bantul), rumah makan Soto Bathok di
70
Sambisari (Yogyakarta), Soto Kadipiro, Soto Djiancok di Ngestiharjo (Bantul), Ingkung
Mbah Cemplung (Bantul), Ingkung Kwali (Kalakijo), dan Pecel pincuk gumilang
(Yogyakarta). Studi banding juga akan dilakukan untuk mempelajari penyiapan
guesthouse atau homestay di Rumah Tembi dan Kaki Langit (Bantul).
Gambar 43. Kegiatan pelatihan-pelatihan di Gunung Ireng; dari atas adalah pelatihan
pengelolaan, pemberian motivasi, pelatihan bagi pemandu di ruangan dan di lapangan.
4. Studi Banding ke Pasar Sor Jati; kegiatan ini dilaksanakan pada Ahad Legi tanggal 8
September 2019; bertujuan mempelajari sistem pengelolaan dan keadaan pasar tradisional
71
yang sistem penjualannya terpusat pada satu manajemen. Dari yang telah direncanakan
sebelumnya, baru satu agenda studi banding ini yang terlaksana (Gambar 44).
Gambar 44. Beberapa kegiatan studi banding yang dilaksanakan di Pasar Sor Jati Giriloyo
73
Gambar 45. Pemasangan WIFI internet di Gunung Ireng
74
dan antar Bench Mark (BM) tidak perlu saling kelihatan. Sistem Referensi Nasional yang
digunakan adalah Datum Geodesi Nasional 1995 atau DGN-95 dengan parameter sebagai
berikut:
⚫ Ellipsoid acuan mempunyai parameter:
⚫ Kerangka dasar DGN-95 di lapangan diwakili oleh Jaringan Kontrol Geodesi Nasional
(JKGN) Orde 1 dan kerangka perapatannya.
Titik koordinat Orde-0, Orde-1 yang tersebar di seluruh Indonesia merupakan titik ikat yang
berlaku secara Nasional. Agar pilar-pilar batas daerah mempunyai koordinat sistem Nasional,
maka harus dikaitkan ke titik Orde-0 atau Orde-1 yang merupakan Jaringan Kontrol Horisontal
Nasional (JKHN). Penentuan posisi pilar batas antara dengan cara pengukuran GPS Geodetik
akan memperoleh hasil yang teliti dan dapat dipertanggung-jawabkan. Gambar 46 menjelaskan
peta-peta topografi yang ditampalkan dengan foto udara dan DEM (Digital Elevation Model).
Gambar 46. Peta topografi Gunung Ireng yang nantinya pada tahun kedua akan digunakan
untuk kegiatan langkah selanjutnya dalam pembuatan maket wisata dan maket museum geologi
Gunung api Purba Gunung Ireng
75
Gambar 47. Peta topografi Gunung Ireng yang ditampalkan dengan foto udaranya
Gambar 48. Peta topografi yang ditampalkan dengan DEM Gunung Ireng
76
3.11. Luaran yang Dihasilkan pada Tahun Pertama (2019)
1. Blue print desain Master Plan Desa Wisata Gunung Ireng, dalam bentuk gambar animasi,
gambar 3 dimensi dan DED.
2. Publikasi ilmiah pada Jurnal Nasional tak-terakreditasi (2 paper), yaitu pada Jurnal
Teknomineral dan Jurnal Pariwisata, keduanya telah terbit.
3. Artikel kegiatan dipublikasi pada media massa cetak/elektronik online yaitu Kabar
Handayani (http:/www.kabarhandayani.com/ist-akprind-yogyakarta-beri-pelatihan-
pemandu-geowisata-gunung-ireng/), www.bappeda.gunungkidulkab.go.id/pemerintah-
kabupaten-gunungkidul-jajagi-pengembangan-gunung-ireng-dengan-perguruan-
tinggi/#more-2302,
4. Video kegiatan yang diunggah pada media social, yaitu
https://www.instagram.com/p/B1LjMLSF7_G/?igshid=erbxr18ebp00, youtobe.com:
https://www.youtube.com/watch?v=qOBX5Pya74I
77
BAB 4. RENCANA TAHAPAN BERIKUTNYA
78
informasi terkait dengan destinasi wisata Gunung Ireng, sehingga jumlah/volumenya terus
meningkat dan asal daerah pengunjung semakin luas.
4. Penyusunan draft geoheritage Gunung Ireng untuk diusulkan di Badan Geologi
Kegiatan ini ditujukan untuk menjamin keberlanjutan Geowisata Gunung Ireng. Kegiatan ini
akan direalisasikan mulai pada tahun kedua, setidaknya menghasilkan draft usulan, yang
dapat bermanfaat bagi masyarakat setempat dan memberikan kekayaan wisata geologi minat
khusus, serta sebagai kawasan edukasi bagi masyarakat tentang geologi gunung api.
5. Promosi dan sosialisasi lebih gencar keberadaan “Pasar Tradisional Ahad Pon”.
Diperlukan langkah kreatif terkait seperti pembuatan “Pasar Tradisional” di area wisata
sehingga dapat turut serta mendongkrak keberadaan GUNUNG IRENG, menyediakan
akomodasi terdekat (hotel, restauran dan tempat-tempat belanja terdekat) sehingga
wisatawan dapat menghabiskan waktu lebih lama di wilayah ini, sambil membelanjakan
uang sakunya selama melakukan kegiatan berwisata.
79
DAFTAR PUSTAKA
80
Perda DIY No. 1 Tahun 2012 ttg Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Daerah
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2012-2025
PERDA No. 1 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Perda DIY No.1 Tahun 2012 ttg Rencana
Induk Pembangunan Kepariwisataan Daerah Provinsi DIY Tahun 2012 – 2025
Peraturan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta. Nomor 74 Tahun 2017. Tentang.
Pembentukan Badan Promosi Pariwisata
Peraturan Gubernur DIY Nomor 63 Tahun 2015 tentang rincian Tugas dan Fungsi Dinas
Pariwisata DIY
Peraturan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 58 Tahun 2018 Tentang Kedudukan,
Susunan Organisasi, Tugas, Fungsi, Dan Tata Kerja Dinas Pariwisata
Peraturan Daerah Provinsi DIY Nomor 3 Tahun 2015 berisikan tentang Kelembagaan
Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta
Tae, Y.D. and Mulyaningsih, S., 2019. Studi Fasies Gunung Api Purba Dengan Menggunakan
Metode Analisis Stratigrafi Pada Daerah Wonolelo Dan Sekitarnya, Kecamatan Pleret,
Kabupaten Bantul, DIY. Jurnal Teknomineral, 1(1), pp.56-62.
Winarti, W. and Hartono, H.G., 2015. Identifikasi Batuan Gunung Api Purba di Pegunungan
Selatan Yogyakarta Bagian Barat Berdasarkan Pengukuran Geolistrik. EKSPLORIUM,
36(1), pp.57-70.
81
Lampiran 1. Borang Capaian Kegiatan Program Pengembangan Desa Mitra
82
- Jumlah Kegiatan Pendampingan : 6 kali
- Jumlah Kegiatan Demplot : -………….. kali
- Jumlah Kegiatan Rancang Bangun : 3 kali
- Jumlah Kegiatan Lain (tuliskan!) : Pengadaan WIFI: 1 kali
Lomba Kreativitas Kuliner: 1 kali
Pasar Tradisional: 3 kali
- Evaluasi Bidang dan Kegiatan Tahun I, II :
atau III
- Bidang Yang Paling Berhasil : Pariwisata
- Kegiatan yang paling berhasil : Pasar Tradisional Ahad Pon
Ekowisata (Sunrise dan Milky Way)
- Indikator Keberhasilan : Terselenggara secara rutin pada tiap-tiap Minggu
Pon (35 hari sekali) berupa kegiatan “Pasar
Tradisional” di puncak Gunung Ireng, yang
kegiatanannya diawali dengan senam pagi, Sepeda
Gembira (Gowes Ahad Pon), dan diakhiri jajan
bareng di Pasar
Sebelumnya tidak ada
Biaya Program
- Sumber Dana
- DIPA DRPM Kemenristek-Dikti Rp. 441.085.000,-
- Tahun I : Rp 130.000.000,-
- Tahun II : Rp …….
- Tahun III : Rp …….
- APBD
- Tahun I : Rp 20.000.000,-
- Tahun II : Rp …….
- Tahun III : Rp …….
- SUMBER LAIN Dari LPPM IST AKPRIND
- Tahun I : Rp 20.000.000,-
- Tahun II : Rp …….
- Tahun III : Rp …….
- Sistem Pengelolaan Dana : √ Dikelola masing-masing (perguruan tinggi dan
Pemkab/ Pemkot)
Dikelola melalui satu rekening (perguruan tinggi
atau Pemkab/Pemkot)
- Likuiditas
- Tahapan pencairan dana : √ mendukung kegiatan di lapangan
mengganggu kelancaran kegiatan di lapangan
- Jumlah dana : √ Diterima 100%
Diterima 100%
Layak untuk setiap kegiatan yang dilaksanakan
Tidak memadai bagi kegiatan di lapangan
Manajemen Pengelolaan PPDM di :
Masyarakat
Tahap Persiapan
- Peran PT : Memimpin persiapan
Menetapkan teknis pelaksanaan
Mengubah strategi pendekatan di lapangan
√ Mengelola keuangan
√ Menetapkan jadwal kegiatan
- Peran Pemkab/Pemkot : √ Memimpin persiapan
83
Menetapkan teknis pelaksanaan
√ Mengubah strategi pendekatan di lapangan
√ Mengelola keuangan
√ Menetapkan jadwal kegiatan
- Peran Masyarakat : Memimpin persiapan
√ Menetapkan teknis pelaksanaan
√ Mengubah strategi pendekatan di lapangan
Mengelola keuangan
√ Menetapkan jadwal kegiatan
- Media Komunikasi : √ Rapat di PT
√ Rapat di Pemkab/ Pemko
Faksimili
√ Telepon
√ sms
√ surel
Tahap Pelaksanaan
- Peran PT : Memimpin persiapan
Menetapkan teknis pelaksanaan
Mengubah strategi pendekatan di lapangan
√ Mengelola keuangan
Menetapkan jadwal kegiatan
- Peran Pemkab/Pemkot : √ Memimpin persiapan
√ Menetapkan teknis pelaksanaan
Mengubah strategi pendekatan di lapangan
√ Mengelola keuangan
Menetapkan jadwal kegiatan
- Peran Masyarakat : Memimpin persiapan
√ Menetapkan teknis pelaksanaan
√ Mengubah strategi pendekatan di lapangan
Mengelola keuangan
√ Menetapkan jadwal kegiatan
- Media Komunikasi : Rapat di PT
√ Rapat di Pemkab/ Pemko
Faksimili
√ Telepon
√ sms
√ surel
Evaluasi Kinerja Program
- Pelaksana : PT
PT dan Pemkab/Pemko
√ PT, Pemkab/Pemko dan Masyarakat
Pemkab/Pemkot
Masyarakat
- Media Evaluasi : Rapat di PT
√ Rapat di Pemkab/ Pemkot
Faksimili
Telepon
sms
surel
Kuisener
√ Indikator kinerja
- Kelanjutan Program : Keputusan Bupati/Walikota
84
Permintaan Masyarakat
√ Keputusan bersama Pemkab/Pemkot, PT dan
Masyarakat
- Usul penyempurnaan program PPDM
- Model Usulan Kegiatan : 1. Perbaikan dan pelebaran jalan hubung (akses utama)
dari Kecamatan Patuk ke lokasi, sehingga dapat
dilalui bus berdimensi besar (Pariwisata)
2. Pengadaan lahan parkir yang memadai
3. Pembangunan / pengadaan museum dan bangunan
pendukung
4. Pembersihan lahan geowisata: merapikannya agar
lebih menarik dan aman dilalui
- Anggaran Biaya : DANAIS Daerah Istimewa Yogyakarta
- Lain-lain : Menggunakan anggaran APBD Dinas-Dinas terkait
(Dinas Pariwisata dan Dinas Kebudayaan)
- Dokumentasi :
- Foto2 Produk/kegiatan yang dinilai : Lampiran 2
bermanfaat dari berbagai perspektif
- Potret permasalahan lain yang terekam : -
- Luaran program PPDM
- Publikasi pada Jurnal nasional : Published
- Publikasi melalui seminar Internasional : Tidak ada
/Prosiding
- Publikasi pada media massa cetak/elektronik : Ada
: Ada:
- Peningkatan daya saing (peningkatan kualitas, 1. “Pasar Tradisional Ahad Pon” yang menjual
kuantitas, serta nilai tambah barang, jasa, atau berbagai produk olahan asli Gunung Ireng
sumber daya desa lainnya sesuai dengan jenis 2. Batik “Gunung Ireng”
kegiatan yang diusulkan) 3. Geowisata Gunung Ireng
4. Ekowisata Gunung Ireng
- Peningkatan kualitas tata kelola pembangunan : Ada:
masyarakat desa (kelengkapan kualitas 1. Pengelolaan ekowisata berbasis kemasyarakatan
organisasi formal dan non formal/ kelompok- (community based ecotourism)
kelompok masyarakat di desa, tingkat 2. Pengelolaan pasar tradisional berbasis “single
penggunaan IT, kelengkapan standar prosedur management”
pengelolaan) 3. Website “Gunung Ireng”: sedang dikembangkan
: Ada:
Gunung Ireng adalah salah satu area yang miskin air
dan energi listrik, namun memiliki angin yang
kencang dan intensitas panas matahari yang sangat
tinggi.
1. Kincir Angin “Gunung Ireng”: sedang
dikembangkan, landasannya: puncak Gunung
- Perbaikan sumber daya alam (kebijakan, tata Ireng di musim kemarau sangat kering dengan
kelola, eksplorasi dan konservasi) angin yang kencang, sehingga kecepatan angin
tersebut dimungkinkan dapat dimanfaatkan
sebagai sumber energi baru
2. Solar Cell “Gunung Ireng”: sedang
dikembangkan. Pada musim kemarau puncak
Gunung Ireng sangat panas dan terik,
dimungkinkan dapat dimanfaatkan sebagai
alternative sumber energi baru.
- Perbaikan tata nilai masyarakat (seni budaya, : Ada:
sosial, politik, keamanan, ketentraman, 1. Seni Budaya: Bocah Ireng
pendidikan, kesehatan) 2. Wisata Pendidikan: Batik “Gunung Ireng”
85
3. Wisata Pendidikan “Geologi Gunung Api Purba
Gunung Ireng”
86
Lampiran 2.
BERITA ACARA SERAH TERIMA
Nomor :
Berdasarkan Surat Perjanjian Penugasan Nomor : 109/SP2H/PPM/2019 yang bertanda tangan di bawah ini:
I. Nama : Dr. Sri Mulyaningsih, St., MT
NIP/NIDN/NIDK : 96.0672.516.E/0503067201
Jabatan : Lektor Kepala
Alamat : Jl. Merpati No. 10, RT 01/RW 33 Sono-Malangrejo, Wedomartani,
Ngemplak, Sleman, Yogyakarta
Dalam hal ini bertindak untuk dan atas nama tim pelaksana Program Pengabdian kepada
masyarakat yang berjudul “Master Plan Pengelolaan Geowisata dan Museum Geologi Gunung
Api Purba Gunung Ireng” yang selanjutnya disebut PIHAK PERTAMA
87
Lampiran 3
Lampiran Berita Acara Serah Terima Barang
Nomor :
Tanggal : 6 November 2019
Judul : Master Plan Pengelolaan Geowisata dan Museum Geologi Gunung Api
Purba Gunung Ireng
Ketua : Dr. Sri Mulyaningsih, ST., MT
Luaran Produk : Master Plan dan DED Geowisata Gunung Ireng
Alokasi Dana Kontrak : Rp. 130.000.000,00
88
Lampiran 3: Fotokopi Berita Di Media Massa, Reprint Artikel Ilmiah, Hki, Dan Bukti Luaran
Lainnya:
1. Artikel Ilmiah Makalah Dipublikasikan pada Jurnal Teknomineral
2. Artikel Ilmiah Makalah Dipublikasikan pada Jurnal Pariwisata Terapan
3. Bukti Peliputan Kegiatan
4. Screenshoot Publikasi Video Kegiatan pada Sosial Media
5. Screenshoot Video Kegiatan pada Youtube.com
89
1. Artikel Ilmiah Makalah Dipublikasikan pada Jurnal Teknomineral
90
91
92
3 Artikel Ilmiah Makalah Dipublikasikan pada Jurnal Pariwisata Terapan
93
94
95
96
97
98
3. Bukti Peliputan Kegiatan
99
100
101
6. Screenshoot Publikasi Video Kegiatan pada Sosial Media
102
7. Screenshoot Publikasi Video Kegiatan pada Youtube.com
103
YAYASAN PEMBINA POTENSI PEMBANGUNAN
INSTITUT SAINS & TEKNOLOGI AKPRIND YOGYAKARTA
LEMBAGA PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT
Jl. Bimasakti No. 3 Pengok, Yogyakarta 55222, Telp. (0274)544504, Fax. (0274) 563847
email: lppm@akprind.ac.id, laman https://lppm.akprind.ac.id
104
105
106
107
108
109