KELOMPOK 8
TRIA AMALYA
FRIEDMAN CARLYO MANALU
NOVITA WAHYU RISTIANI
LUCKY WIRANATA KUSUMA
RINGKASAN
TRIA AMALYA, FRIEDMAN CARLYO MANALU, NOVITA WAHYU
RISTIANI DAN LUCKY WIRANATA KUSUMA pengelolaan ekowisata di
Wana Wisata Batu Kuda Gunung Manglayang Kabupaten Bandung di bawah
bimbingan Dr. Ir. TUTUT SUNARMINTO, M.Si
Wana Wisata Batu Kuda (20 ha) merupakan suatu kawasan hutan milik
Perum Perhutani RPH Manglayang Barat BKPH Bandung Utara Unit III Jawa
Barat dan Banten. Kawasan Wana Wisata Batu Kuda memiliki potensi berupa
prastasi batu kuda, bumi perkemahan dan hutan pinus. Kegiatan Praktik
Pengelolaan Program Keahlian Ekowisata Program Diploma Institut Pertanian
Bogor dilaksanakan pada tanggal 28 12 Juni 2012 yang berlokasi di Wana
Wisata Batu Kuda dengan mengambil fokus pengelolaan Wisata Minat Khusus
Sepeda Gunung dan Wisata Pendidikan dalam bentuk Perkemahan.
Tujuan dari Praktik Pengelolaan Ekowisata adalah untuk mengetahui dan
memahami pengelolaan wisata pada Kawasan Wana Wisata Batu Kuda. Data
yang diambil selama Praktik Pengelolaan Ekowisata adalah kondisi umum
kawasan, kegiatan pengelolaan dan pengunjung. Pengambilan data kondisi umum
dibagi menjadi dua yaitu kondisi umum perusahaan dan kawasan atau obyek
wisata. Data kondisi umum perusahaan difokuskan pada informasi tentang sejarah
perusahaan, kebijakan dan peraturan, status dan kepemilikan, sistem pengelolaan,
visi dan misi, tujuan dan sasaran perusahaan, struktur organisasi perusahaan
dalam 10 tahun terakhir, tugas dan pokok organisasi, ketenagakerjaan dan
sumberdaya manusia (SDM), infrastruktur yang dimiliki, serta produk wisata
dalam 10 tahun terakhir. Data kondisi umum kawasan difokuskan pada kondisi
fisik, biotik, sumberdaya wisata dan potensi wisata. Data yang diambil pada
kegiatan pengelolaan perusahaan yaitu berupa data pengelolaan SDM,
pengelolaan program dan paket wisata, pengelolaan fasillitas pendukung,
pengelolaan pengunjung/wisatawan, pengelolaan keamanan dan keselamatan
pengunjung/wisatawan, pelayanan dan pemanduan wisata (guiding), pemasaran
dan promosi wisata, kebijakan dan peraturan pengelolaan, dan manajemen
pengelolaan. Data kegiatan pengelolaan kawasan yaitu kebijakan dan peraturan
pengelola, manajemen pengelolaan, serta kegiatan pengelolaan kawasan dan
obyek wisata. Data pengunjung difokuskan pada identifikasi karakteristik umum
pengunjung, kualitas pelayanan terhadap pengunjung, evaluasi kondisi sarana dan
prasarana serta fasilitas oleh pengunjung, dan evaluasi kepuasan pengunjung.
Metode yang digunakan dalam memperoleh data-data tersebut yaitu
dengan studi literatur dan observasi secara langsung ke lapangan untuk
identifikasi dan melakukan beberapa wawancara dengan pihak pengelola,
masyarakat sekitar dan para pengunjung. Hasil praktik pengelolalan yang telah
dilakukan menunjukkan bahwa Kawasan Wana Wisata Batu Kuda memiliki
banyak potensi sumberdaya alam dan wisata yang kemudian menjadi daya tarik
bagi para pengunjung. Pengelolaan ekowisata di Kawasan Wana Wisata Batu
Kuda telah melakukan sistem pengelolaan ekowisata dengan cukup baik.
Hasil kegiatan Praktik Pengelolaan menunjukan bahwa pengelolaan
Kawasan Wana Wisata Batu Kuda sebagian besar dikelola oleh LMDH (Lembaga
Masyarakat Hasil Hutan). Perum Perhutani KPH Bandung Utara selaku pemilik
lahan hanya bertindak sebagai pengawas pengelola, pengembangan, dan
peninjauan lapangan. Pihak LMDH diberi kewenangan untuk mengelola berbagai
sarana, prasarana, dan fasilitas serta berbagai hal lain yang terkait dengan kegiatan
wisata yang terdapat pada kawasan tersebut.
Permasalahan yang terdapat dalam pengelolaan kawasan Wana Wisata Batu
Kuda terkait dalam hal SDM, fasilitas, dan promosi. LMDH yang terlibat dalam
pengelolaan kawasan masih kurang memiliki keterampilan khusus dalam
menyelenggarakan kegiatan wisata. Fasilitas yang terdapat pada kawasan
memiliki kondisi kurang baik. Promosi yang dilakukan kurang efektif sehingga
masyarakat tidak banyak yang mengetahui tentang keberadaan Wana Wisata Batu
Kuda.
Judul Laporan
Nama/NIM
Disetujui oleh,
Diketahui oleh,
Tanggal Pengesahan:
KATA PENGANTAR
Puji syukur penyusun panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat
rahmat dan karunia-Nya, laporan Praktik Pengelolaan ini dapat diselesaikan.
Praktik Pengelolaan Ekowisata merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi
mahasiswa program keahlian Ekowisata, Direktorat Program Diploma, Institut
Pertanian Bogor. Praktik Pengelolaan dilaksanakan selama 14 hari efektif tanggal
27-12 juni 2012. Lokasi praktek di Wana Wisata Batu Kuda dengan judul laporan
Pengelolaan Ekowisata di Wana Wisata Batu Kuda, Kabupaten Bandung Utara
Praktek Pengelolaan sebagai salah satu bagian proses kegiatan pendidikan
dan memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk terjun langsung di
lapangan guna mengamati, menyerap, dan mengimplementasikan pengetahuan
dan wawasan mengenai pengelolaan kawasan atau obyek wisata serta perusahaan
yang terkait dengan kegiatan ekowisata serta membuat perencanaan wisata yang
sesuai dengan keadaan lokasi dan meminimalisir dampak yang ditimbulkan
kepada lingkungan, pengunjung, masyarakat maupun pengelola kawasan.
Laporan praktik pengelolaan ekowisata ini menyajikan informasi mengenai
potensi kawasan, manajemen kawasan, kegiatan pengelolaan serta kendala yang
dihadapi dan solusi yang dipilih untuk menyelesaikan permasalahan yang ada.
Akhirnya, penyusun berharap semoga laporan ini bermanfaat bagi para pembaca
dan dapat menjadi bahan pertimbangan dalam perbaikan pengelolaan wisata di
Wana Wisata Batu Kuda.
Penyusun menyadari sepenuhnya bahwa selama melakukan persiapan
hingga selesainya kegiatan praktik dan laporan ini telah mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak. Penyusun mengucapkan terima kasih kepada Bapak Asper,
Bapak Aang, dan Bapak Dedi sebagai pembimbing lapangan kami yang selalu
memberikan bimbingan terbaik di lapangan. Ir. Tutut Sunarminto (Pembimbing
Laporan) yang telah sabar membimbing kami sehingga laporan ini tersusun
dengan baik. Dosen-Dosen Program Keahlian Ekowisata yang telah memberikan
materi yang sangat bermanfaat untuk Praktek Pengelolaan Ekowisata. Orang Tua
Kami yang telah mendoakan kami sehingga kami dapat menjalankan Praktek
Umum Ekowisata dan menyelesaikan laporan ini. Ibu Helianthi Dewi, M.Si
selaku Koordinator Program Keahlian Ekowisata serta segenap staff Kantor
Pengelolaan Wana Wisata Batu Kuda Bandungyang telah memberikan bimbingan
serta bantuan selama melaksanakan praktikum.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL ..................................................................................................... vi
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................... vii
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................. ix
1 PENDAHULUAN ................................................................................................. 1
1.1
1.2
Tujuan...................................................................................................... 1
1.3
Manfaat.................................................................................................... 2
2.2
2.3
2.4
2.5
Gambar 11 Kesenian Kuda Lumping di Desa Cibiru Wetan, Bandung Timur ....... 16
Gambar 12 Kesenian Benjang di Desa Cibiru Wetan, Bandung Timur .................. 17
2.5.3 Matapencaharian .......................................................................... 18
2.6
2.7
Aksesibilitas .......................................................................................... 24
2.8
2.9
3.2
3.3
iii
3.4
4.2
4.3
4.4
iv
4.6
4.7
Kesimpulan............................................................................................ 94
6.2
Saran ...................................................................................................... 95
LAMPIRAN ............................................................................................................. 96
vi
DAFTAR TABEL
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13
14
22
23
25
30
32
56
63
86
87
89
vii
DAFTAR GAMBAR
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
26.
27.
28.
29.
30.
31.
32.
33.
34.
35.
36.
37.
38.
39.
40.
41.
42.
43.
44.
viii
45.
46.
47.
48.
49.
50.
51.
52.
53.
54.
55.
56.
57.
58.
59.
60.
61.
62.
63.
64.
65.
66.
67.
66
66
67
67
68
68
69
70
71
72
72
73
73
76
77
79
80
81
82
83
84
85
93
ix
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Karakteristik Pengunjung
1
1.1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan
Manfaat
2 KONDISI UMUM
2.1
Wana Wisata Batu Kuda terletak di kaki Gunung Manglayang Desa Cibiru
Kecamatan Ujung Berung Bandung Utara. Letak wana wisata ini cukup jauh dari
akses jalan besar. Kawasan tersebut juga berbatasan dengan kawasan wisata
Kiara Payung. Cibiru Wetan adalah salah satu desa yang tergabung dalam
Kecamatan Cileunyi, Kabupaten Bandung, Provinsi Jawa Barat. Pada mulanya
Desa Cibiru Wetan merupakan bagian dari Desa Cibiru, Kecamatan Ujungberung.
Namun, pemekaran atas desa itu yang dilakukan pada tahun 1982 pada gilirannya
membuat Cibiru Wetan, Cibiru Kulon, dan Cibiru Hlir menjadi desa tersendiri.
Dengan perkataan lain, Desa Cibiru dipecah menjadi tiga. Sementara itu,
Ujungberung itu sendiri termasuk dalam wilayah Kota Bandung. Sedangkan, Desa
Cibiru menjadi kecamatan yang termasuk dalam Kota Bandung. Secara geografis
desa ini berada di kawasan Gunung Manglayang, dengan batas-batas: sebelah
utara berbatasan dengan Gunung Manglayang itu sendiri; sebelah selatan
berbatasan dengan Desa Cibiru Kulon; sebelah barat berbatasan dengan Desa
Cibiru Wetan dan Desa Desa Cilengkrang; dan sebelah timur berbatasan dengan
Desa Cimekar. Desa ini tidak hanya berada di kaki tapi juga di lereng gunung,
sehingga wilayahnya tidak hanya berupa dataran rendah semata, tetapi juga
dataran tinggi (berbukit-bukit) yang mendominasinya.
Secara keseluruhan, luas desa ini mencapai 295 ha, dengan rincian:
perumahan penduduk (71,5 ha atau 24,24%), sawah (2 ha atau 0,67%),
tegalan/ladang (153,5 ha atau 45,93%), empang/kolam (1,5 ha atau 0,5%), kas
desa (12,5 ha atau 4,24%), lapangan (3 ha atau 1,01%), perkantoran pemerintah
(2,05 ha atau 0,69%), dan lain-lain4) (48,95 ha atau 16,59%) (Monografi Desa
Cibiru Wetan, 2005). (Potensi Desa Cibiru Wetan, Tahun 2005). Monografi
Desa bermakna bahwa luas wilayah Desa Cibiru Wetan sebagian besar (45,93%)
berupa tegalan/ladang yang terbentang di sekitar puncak Gunung Manglayang,
tepatnya di wilayah Kampung: Cikoneng I, II, III, dan Pamubusan. Sedangkan
luas wilayah Wana Wisata Batu Kuda adalah 20 ha, yang meliputi KPLH
Bandung Utara, BKPH Manglayang Barat, RPH Ujung Berung, Kabupaten
Bandung, Kecamatan Ujung Berung, Desa Cibiru Wetan. Luas wilayah Batu
Kuda mengalami perubahan pada tahun 2009 dan diperluas menjadi 40 ha berkat
kerjasama perhutani dengan masyarakat sekitar. Perluasan tersebut memberikan
dampak positif bagi Wana Wisata Batu Kuda tersebut karena masyarakat cukup
bergantung dengan pemanfaatan sumberdaya alam dan hayati baik berupa
tumbuhan maupun keikutsertaan masyarakat sebagai sumbedaya manusia atau
ikut berperan penting dalam pengelolaan.
Luas kawasan Wana Wisata Batu Kuda terbagi menjadi beberapa zona-zona
seperti zona perkemahan yang cukup luas dan memiliki daya tampung sebanyak
100 pegunjung yang terletak di sebelah kanan pintu masuk kawasan serta zona
kemping kedua yang terletak di atas kiri kawasan yang memiliki daya tampung
lebih kecil. Kawasan Wana Wisata Batu Kuda selain memiliki tempat
perkemahan juga memiliki tempat outbound yang biasa digunakan untuk
bersepedah ataupun bermain ATP yang memiliki luasan 100 m.
Kawasan Wana Wisata Batu Kuda walaupun mengalami perluasan wilayah
akan tetapi tidak difungsikan dengan baik. Apabila dilakukan penataan dengan
baik, sangat memungkinkan kawasan wana wisata ini untuk lebih berkembang
dari sebelumnya
2.2
Sejarah Kawasan
Kawasan Wana Wisata Batu Kuda memiliki ciri khas tersendiri dilihat dari
kondisi fisik kawasannya. Kondisi fisik kawasan terdiri dari topografi, iklim,
geologi serta hidrologi.
2.3.1 Topografi
Topografi adalah suatu tentang bentuk permukaan bumi dan objek lain.
Menentukan topografi di suatu kawasan secara akurat yang harus diperhatikan
yaitu permukaan tiga dimensi, jarak, ketinggian dan sudut dengan memanfaatkan
berbagai instrumen topografi. Seperti halnya Wana Wisata Batu Kuda terletak
pada ketinggian antara 1.150 - 1.300 m dpl. Morfologi wilayah pada umumnya
bergelombang dengan topografi kawasan 1000-1100 dpl.
Aliran lava yang meluap berkali-kali menyelimuti tubuh kerucut gunung.
Lapis demi lapis, lava membanjiri kerucut hingga membentuk gunung
berketinggian kira-kira 2.000 meter. Kerucut kecil itu adalah Gunung
Manglayang. Sekarang puncaknya mencapai 1.817 meter. Pada waktu yang sama,
di sebelah barat, diperkirakan Gunung Sunda purba, yang merupakan pendahulu
Gunung Tangkuban Perahu, masih aktif sebagai gunung api raksasa berketinggian
di atas 3.000 meter.
2.3.2 Iklim
Kawasan Wisata Batu Kuda memiliki iklim sedang dengan suhu udara
antara 19 -270C. Kawasan ini mempunyai curah hujan 2.000 mm/tahun. Suhu
terendah yang pernah dirasakan yaitu 190C saat beberapa puluh tahun ke
belakang. Namun sekarang suhu terendah hanya mencapai 20 0 C dikarenakan
pengaruh dari kota dan akibat telah terjadinya global warming sehingga suhu
tidak sedingin puluhan tahun yang lalu.
Kawasan Wana Wisata Batu Kuda yang terletak di Desa Cibiru Wetan
beriklim tropis yang ditandai oleh adanya dua musim, yakni kemarau dan
penghujan. Musim kemarau biasanya dimulai pada bulan April sampai
September. Sedangkan, musim penghujan biasanya dimulai pada bulan Oktober
sampai dengan Maret. Curah hujannya rata-rata 3.060 milimeter per tahun.
Kawasan wisata Batu Kuda memiliki iklim yang baik dan sejuk, selain itu
juga lokasinya merupakan daerah yang berupa dataran tinggi dan lereng
pegunungan yang memiliki suhu relatif dingin baik di siang maupun malam hari.
Suhu relatif tersebut memberikan efek yang cukup baik bagi flora maupun fauna
disekitar kawasan. Ketika hujan, suhu relatif terasa lebih hangat dibanding suhu
biasanya. Suhu tersebut masih cukup stabil walaupun pengunjung yang datang
untuk bermalam dilokasi cukup sering mengeluhkan suhu udara yang dingin.
Akan tetapi suhu tersebut memberikan kesan kesejukan disiang dan malam hari.
2.3.3 Geologi
Geologi Gunung Manglayang tidak banyak diketahui penduduk sekitar
kawasan. Peta geologi yang disusun hanya digunakan untuk memetakannya
kawasan sebagai endapan gunung api muda. Gunung Manglayang diperkirakan
seumur dengan Gunung Tangkuban Perahu. Umurnya diperkirakan tidak lebih
tua dari 50.000 tahun. Namun, tidak seperti Gunung Manglayang, kerucut-kerucut
gunung api di timur Bandung diketahui merupakan kerucut sangat tua, seperti
Gunung Bukitjarian, Gunung Geulis, dan Gunung Calancang. Penentuan umur
dari lava basalt Cicadas dari Gunung Calancang di Parakanmuncang
menunjukkan umur 1,7 juta tahun. Gunung-gunung api ini boleh dikatakan telah
mati.
Sumber air yang ada berupa mata air yang saat ini dimanfaatkan untuk
keperluan pengunjung dan masyarakat sekitar kawasan. Air bersih pada warga
masyarakat Desa Cibiru Wetan diperoleh melalui berbagai cara, bergantung letak
geografisnya. Para warga yang berada di daerah bawah (kaki Gunung
Manglayang) misalnya, mereka dapat membuat sumur gali atau pompa karena
kedalaman air tanah hanya sekitar 1030 meter. Akan tetapi, bagi para warga
yang berada di daerah tengah, lebih-lebih bagian atas (kawasan lereng
Gunung Manglayang), seperti Kampung Cikoneng I, II, dan III, hal itu sulit
dilakukan karena kedalaman air tanahnya bisa mencapai ratusan meter. Untuk itu,
mereka menggantungkan sepenuhnya kepada kemurahan alam, yaitu sumbersumber mata air yang berada di sekitar kawasan puncak Gunung Manglayang,
seperti: Lembah Neunduet, Seke Saladah, Gadog, dan Pangguyangan Badak 5).
Caranya adalah dengan membuat bak tampungan, kemudian dialirkan ke rumahrumah penduduk dan ladang melalui pipa atau selang plastik yang diameternya
sekitar 2 cm.
Air pada kawasan juga dimanfaatkan oleh berbagai perusahaan sebagai air
minum kemasan yang telah bekerjasama dengan pihak perhutani. Air tersebut
selain dimanfaatkan sebagai air minum kemasan dan kebutuhan dilokasi wisata,
air ini juga dimanfaatkan masyarakat sebagai pengairan keperumahan mereka.
Namun tidak semua masyarakat dapat memanfaatkan air yang terdapat dikawasan
karena keterbatasan sumberdaya.
2.4
Kawasan Wana Wisata Batu Kuda selain memilik ciri khas dari segi
fisiknya, kawasan tersebut juga memiliki kondisi biotik di dalamnya. Kondisi
biotik kawasan terdiri dari flora dan faunanya.
2.4.1 Flora
Wana wisata ini terdiri dari hutan tanaman campuran (pinus, kaliandra dan
cemara). Potensi visual lansekap pada kawasan yang cukup menarik adalah hutan
tanaman campuran dan hutan alam, batu kuda (batu yang mirip kuda), hutan
pegunungan dan udara pegunungan yang sejuk.
Kawasan Wisata Batu Kuda memiliki banyak potensi berupa kekayaan
vegetasi yang hidup di dalamnya. Vegetasi yang berada di kawasan, hidup dengan
subur dan menyebar di setiap sisi kawasan hutan yang meliputi pinus, cemara,
mahoni, ekaliptus, suren, huni, beringin, karet, bambu, rasamala, saninten serta
kaliandra. Vegetasi lainnya yaitu berupa tanaman yang dapat dimanfaatkan hasi
buahnya nanti seperti nangka, pisang, dan jambu biji. Sedangkan terdapat juga
bunga yang semakin memperindah kawasan yaitu bunga sepatu dan mawar.
Sedangkan yang mendominasi di kawasan wisata yaitu pohon pinus yang
menyebar di setiap sisi kawasan.
10
Wana Wisata Batu Kuda memiliki kawasan yang terbagi menjadi petakpetak lahan yang berfungsi sebagai tempat pengembangan beberapa flora. Bagian
petak tersebut seperti petak 36D, 36B, 35A, 33A, 35B, 33A yang pada masingmasing petak berisi flora yang berbeda-beda. Contohnya terlihat pada petak 33 A
yang didominasi oleh pohon pinus dan pada petak 35B berisi pohon mahoni.
Kawasan Sekitar Wana Wisata Batu kuda didominasi oleh iklim tropis.
Oleh karena itu, berbagai jenis tanaman yang tumbuh di sana adalah tanaman
tropis, seperti: jambu biji, mangga, pisang, jeruk bali, jagung, kol, tomat, pecai,
dan singkong. Selain itu, ada pohon cemara atau pinus, jati, albasiah, baringtonia,
dan lain sebagainya. Jenis pohon itu mendominasi hutan lindung yang luasnya
mencapai 30 ha. Sementara itu, pepohonan seperti: nangka, alpukat, kopi, aren,
limus, tumbuh di pinggiran hutan lindung sebagai pembatas antara hutan lindung
dan pemukiman penduduk. Adanya pepohonan di lokasi adalah berkat kerjasama
antara Dinas Perhutani dan warga masyarakat setempat.
2.4.2 Fauna
Kawasan Wisata Batu Kuda selain memiliki potensi dari segi flora namun
memiliki potensi dari segi fauna. Tidak terdapat fauna endemik di kawasan
melainkan fauna secara umum yang terdapat di sana. Berbagai jenis fauna bisa
ditemukan, dari jenis aves, amfibi, mamalia, serangga, dan reptil. Jenis aves
sendiri ditemukan beberapa jenis burung-burung. Mamalia seperti babi hutan,
monyet, luak dan anjing. Jenis serangga seperti semut pohon, lebah, kupu-kupu
dan belalang. Sedangkan dari jenis reptil yang ditemukan seperti ulara, kadal dan
trenggiling. Secara keseluruhan fauna yang berada di dalam kawasan wisata tidak
ada yang berbahaya, babi hutan tidak pernah masuk ke dalam kawasan wisata
karena babi hutan hanya menetap di dalam hutan lindung.
11
Kawasan Wana Wisata Batu Kuda yang berada di Desa Cibiru Wetan
memang sebagian wilayahnya berupa hutan. Di masa lalu mungkin banyak
binatang buas seperti harimau. Namun, saat ini tidak ada hewan buas seperti
terdahulu yang ada adalah berbagai binatang yang tergolong serangga, unggas,
binatang melata (ular), dan babi hutan yang hidup lepas di hutan. Selain berbagai
binatang yang hidup secara lepas di hutan, ada juga berbagai binatang yang
dipelihara atau diternakkan, seperti: ayam, kambing, domba, kerbau, sapi-perah,
dan anjing
Fauna yang berada disekitar kawasan walaupun tidak berbahaya tetapi
terdapat beberapa fauna yang terkadang mengganggu pengunjung yang datang.
Walaupun tidak dikelola dengan baik namun masyarakat yang ikut serta dalam
pengelolaan sering memberitahu pengunjung bahwa fauna tersebut tidak akan liar
dan mengganggu pengunjung.
2.5
12
menyerap perilaku budaya postif yang biasanya berasal dari pengunjung luar
kawasan.
2.5.1 Demografi Masyarakat
Kependudukan, Penduduk Desa Cibiru Wetan berjumlah 11.336 jiwa,
dengan jumlah Kepala Keluarga (KK) 3.115. Jika dilihat berdasarkan jenis
kelaminnya, maka jumlah perempuannya mencapai 7.721 jiwa (50,5%) dan
penduduk berjenis kelamin laki-laki 5.615 jiwa (49,5%) (Potensi Desa Cibiru
Wetan, 2005).
Ukuran sebuah desa, jumlah penduduk Desa Cibiru Wetan tergolong besar.
Salah satu faktor penyebabnya adalah desa tersebut relatif dekat dengan pusatpusat keramaian (kota). Berbatasan dengan wilayah kota Bandung, keberadaan
desa yang relatif tidak jauh dari pusat-pusat keramaian ini pada gilirannya
membuat jumlah penduduknya berkembang pesat, khususnya di sekitar Jalan
Raya Cibiru, sehingga penduduk yang bermukim di wilayah tersebut lebih padat
ketimbang wilayah-wilayah lainnya. Dengan perkataan lain, wilayah desa bagian
bawah relatif padat ketimbang wilayah bagian tengah dan bagian atas (lereng
Gunung Manglayang), karena disamping bagian tengah dan atas relatif jauh dari
pusat keramaian, kedua wilayah ini merupakan areal perladangan dan kawasan
hutan lindung.
Secara administratif dan teritorial, Desa Cibiru Wetan terbagi ke dalam 15
kampung atau dusun dan 69 Rukun Tetangga (RT). Ke-15 kampung itu adalah:
Cikoneng I, Cikoneng II, Cikoneng III, Pamubusan, Cibangkonol, Jadaria, Cibiru
Tonggoh, Babakan Biru, Kudang, Sindang Reret, Warung Gede, Lio-Warung
Gede, Ciendog/SPG, Cibiru Indah, dan Cibiru Raya. Wilayah kampung sekaligus
merupakan wilayah Rukun Warga (RW). Oleh karena itu, jumlah kampung dan
RW sama (15 buah). Setiap kampung diketuai oleh seorang yang disebut sebagai
Ketua Kampung, kecuali Kampung: Cikoneng I, II, dan III. Ketiga kampung ini
dikepalai oleh seorang kepala kampung. Berdasarkan Potensi Desa Cibiru Wetan
Tahun 2005, jumlah rumah yang ada di desa tersebut ada 2.752 rumah. Tidak
semua rumah berdinding tembok, berlantai semen dan atau keramik. Akan tetapi,
13
ada juga rumah panggung yang berdinding kayu atau bambu dan berlantai kayu.
Rumah seperti ini jumlahnya sekitar 200-an buah (kurang dari 10%) dan berada di
bagian desa yang letaknya dekat dengan lereng Gunung Manglayang. Jarak antar
rumah bergantung daerah pemukimannya, pada daerah bawah umumnya jarak
antar rumah berdekatan, malahan, banyak yang berhimpitan. Namun, semakin ke
atas jarak antar rumah itu semakin renggang atau jauh. Pada daerah tengah
dan atas jarak antar rumah yang berupa pekarangan itu umumnya ditanami
tanaman buah dan tanaman hias.
Berdasarkan golongan usia, masyarakat sekitar Batu Kuda memiliki
presentase usia yang relatif didominasi oleh usia remaja. Bagi anakberusia 014
tahun terdapat 3.236 jiwa (28,54%), kemudian yang berusia 1554 tahuan ada
7.360 (64,93%), dan yang berusia 54 tahun ke atas 740 jiwa (6,52%). Ini
menunjukkan bahwa penduduk Desa Cibiru Wetan sebagian besar berusia
produktif.
Pendidikan, Sarana pendidikan yang terdapat di Desa Cibiru Wetan
meliputi: Taman Kanak-kanak (TK) sejumlah 4 buah), Sekolah Dasar (SD)
sejumlah 6 buah, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) sejumlah 1 buah, dan
Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) sejumlah 2 buah. Keempat TK tersebut
yang jumlah gurunya ada 16 orang dapat menampung 172 siswa. Kemudian,
keenam SD yang ada dapat menampung 1.461 siswa, dengan jumlah guru 45
orang. Sedangkan, kedua SLTA yang memiliki guru sejumlah 75 orang dapat
menampung 1.700 siswa. Sementara itu, jumlah guru dan siswa yang dapat
ditampung oleh sebuah SLTP yang ada belum diketahui karena pihak desa belum
mendatanya.
Gambaran di atas menujukkan bahwa sarana pendidikan yang dimiliki oleh
Desa Cibiru Wetan hanya sampai SLTA. Ini artinya, jika seseorang ingin
melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi, maka mesti keluar dari
desanya. Meskipun demikian, sesungguhnya tidak perlu keluar dari Kota
Bandung, karena tidak jauh dari desa tersebut ada perguruan tinggi, seperti Institut
Agama Islam Negeri (IAIN) Sunan Gunung Jati yang berada di Cibiru dan
Universitas Padjadjaran (Unpad) di Jatinangor. Selain itu, di Kota Bandung
sendiri juga banyak perguruan tinggi, baik swasta maupun negeri. Sekitar
kawasan batu kuda terdapat sekolah dasar yang letaknya cukup berdekatan dengan
rumah masyarakat sekitar. Sekolah tersebut dirasakan masyarakat cukup berguna
karena banyak anak mereka yang disekolahkan di sekolah tersebut.
Tabel 1 Tingkat Pendidikan Desa Cibiru, Wetan
No
1
2
3
4
5
6
7
8
Tingkat Pendidikan
Belum sekolah
Tidak sekolah
Tidak tamat SD
Tamat SD/sederajat
Tamat SLTP/sederajat
Tamat SLTA/sederajat
Tamat Akademi
Tamat Perguruan Tinggi
Jumlah
Sumber: Potensi Desa Cibiru Wetan, 2005
Jumlah
1.419
63
227
2.823
2.667
2.200
1.246
691
11.336
Persentase (%)
12,51
0,55
2,00
24,90
23,52
19,44
10,99
6,09
100,00
14
Golongan Umur
04
59
1014
1519
2024
2529
3034
3539
4044
4549
5054
Jumlah
1.049
978
1.209
1.315
1.362
1.292
770
716
626
602
677
Persentase (%)
9,25
9,62
10,66
11,60
12,01
11,39
6,79
6,31
5,52
5,31
5,97
15
a. Tari Sisingaan
16
17
Benjang adalah jenis kesenian tradisional Tatar Sunda, yang hidup dan
berkembang di sekitar Kecamatan Ujungberung, Kabupaten Bandung hingga saat
kini. Seni Benjang dalam pertunjukannya, selain mempertontonkan tarian yang
mirip dengan gerak pencak silat, juga dipertunjukkan gerak-gerak perkelahian
yang mirip gulat.
Kesenian tradisional Sunda pada umumnya yang selalu mempergunakan
lagu untuk mengiringi gerakan-gerakan pemainnya, demikian pula dalam seni
benjang lagu memegang peranan yang cukup penting dalam menampilkan seni
benjang. Lagu Rincik Manik dan Ela-Ela digunakan saat pemain benjang akan
melakukan gerakan yang disebut dogong, yaitu permainan saling mendorong
antara dua pemain benjang dengan mempergunakan halu (antan) dalam sebuah
lingkaran atau arena. Pemain yang terseret ke luar garis lingkaran dalam dogong
itu dinyatakan kalah.
Gerakan dogong tadi kemudian berkembanglah gerakan seredan yaitu saling
desak dan dorong seperti permainan sumo Jepang tanpa alat apa pun. Aturan
dalam permainan tersebut, yang terdorong ke luar lingkaran dinyatakan kalah.
Gerak seredan berkembang menjadi gerak adu mundur. Gerakan tersebut yang
18
19
contohnya dari sebagian masyarakat cukup banyak yang menjadi pedagang dan
tour guide atau petunjuk arah. Sedangkan sisi negatif dari ekonomi belum
dirasaka oleh masyarat karena harga bahan pokok ataupun kebutuhan wisata
masih terlampau stabil.
20
tumbak (satu tumbak sama dengan 14 meter persegi) penyewa harus membayar
sejumlah Rp50.000,00 per sekali penanaman. Namun, jika yang diambil dalam
maro atau nengah adalah sistem bagi hasil, maka modal penggarapan dibagi dua,
tetapi yang menggarap adalah penengah. Hasilnya dibagi dua antara pemilik dan
penengah.
Kawasan kaki Gunung Manglayang banyak dijumpai areal perladangan,
termasuk di sebagian wilayah Desa Cibiru Wetan, tepatnya di Kampung Cikoneng
I, II, dan III. Keempat kampung tersebut memang letaknya di kawasan kaki
Gunung Manglayang. Kemiringan tanahnya yang cukup tajam ditambah dengan
keterbatasan sumber airnya pada gilirannya membuat warga setempat sulit untuk
mengusahakan pertanian dengan sistem irigasi (sawah). Oleh karena itu, mereka
melakukan perladangan karena tanaman ladang tidak membutuhkan air yang
begitu banyak dibanding sawah. Sedangkan, jenis tanaman yang dibudidayakan
oleh mereka adalah padi ladang, cabe, jagung, kubis, dan kopi. Kegiata
masyarakat dalam berladang dapat terlihat pada gambar.
21
22
Presentase
346
204
532
472
68
196
5
861
23
2.6
No.
1.
3.
Nama
Prasarana,
Sarana
atau
Fasilitas
Papan
Petunjuk
Arah
Jalan
Setapak
Gambaran Umum
Dokumentasi
24
Nama
Prasarana,
Sarana
atau
Fasilitas
Mushola
Bangku
Gapura
Tempat
duduk
Tempat
sampah
No.
2.7
Gambaran Umum
Dokumentasi
Aksesibilitas
Kawasan Wana Wisata Batu Kuda dapat dicapai dengan Kecamatan Ujung
Berung (9 km), Cicadas (13 Km), dan dari Kabupaten atau Kota Bandung (20
Km), dan dari Garut (50 Km). Kondisi jalan umumnya beraspal dan baik sehingga
relatif dapat dilalui oleh kendaraan roda dua maupun roda empat. Sarana
transportasi umum yang ada berupa kendaraan ojeg dan colt carteran. Akses
termudah untuk mencapai wilayah ini adalah apabila menggunakan jalan masuk
melalui pangkalan ojeg (sebelah kiri) sebelum Terminal Cileunyi setelah habis
25
jalan percobaan (jalan dua arah) dari arah Kota Bandung. Dengan Patokan
pangkalan ojeg dan mengambil jalan lurus sepanjang 8 km, maka ujung jalan
merupakan gerbang utama Wana Wisata Batu Kuda. Keadaan jalan dari
pangkalan ojeg menuju pintu gerbang kawasan merupakan jalan beraspal yang
rusak dan banyak ditemukan lubang-lubang karena telah lama aksesibilitas
tersebut tidak diperbaiki, sehingga aksesibilitas cukup menantang dengan keadaan
jalan yang rusak tersebut. Berikut merupakan gambaran aksesibilitas menuju
kawasan Wana Wisata Batu Kuda :
No
Jalur
Terminal
Cicaheum
Cileunyi
Cinunuk Indah
2
3
Angkot
Jarak
Lama
20 Km
Waktu
Tempuh
1 Jam
Rp. 3.000,-
Damri
Ojek
11 Km
9 Km
30 Menit
45 Menit
Alat trasnportasi
Biaya
Kawasan wisata Batu Kuda apabila ditempuh dari kota Bandung bisa
memakan waktu selama 2 jam, Apabila para pengunjung ingin ke lokasi dengan
menggunakan kendaraan umum bisa menggunakan bus Damri, pengunjung hanya
mengeluarkan uang sebesar Rp 3.000,00 berhenti di gang desa Cibiru Wetan dan
melanjutkan perjalanan dengan menggunakan ojeg. Dari pangkalan ojeg
menempuh perjalanan selama 8 km yang memakan waktu selama 1 jam dari
pangkalan ojeg sampai kawasan wisata. Biaya yang dikeluarkan menggunakan
ojeg hanya diminta Rp 10.000,00 per orang walaupun pengunjung bisa
menggunakan satu motor bertiga dengan supir tetap hitungan per orang Rp
10.000,00.
26
2.8
Sumberdaya Wisata
Keadaan alam yang indah, nyaman, dan berhawa sejuk ditambah legenda
yang ada, pada gilirannya membuat daerah di sekitar Batu Kuda (sesungguhnya
tidak hanya semata karena ada Batu Kuda melainkan juga ada batu berbentuk
gunung yang diberi nama Batu Gunung yang tingginya mencapai 15 meter) dan
makam Sang Raja, banyak dikunjungi orang dengan tujuan yang berbeda-beda.
Ada yang hanya sekedar menikmati keindahan alamnya yang penuh dengan
pohon cemara; ada yang hanya berziarah; dan ada pula yang berziarah sambil
menikmati keindahan alam. Para pengunjung yang tujuannya hanya sekedar
rekreasi (menikmati keindahan alamnya) biasanya datang pada hari-hari libur
(Sabtu dan Minggu). Sementara, para pengunjung yang tujuannya berziarah dan
atau berziarah sambil menikmati keindahan alamnya tidak terbatas pada hari-hari
libur.
Para peziarah meyakini bahwa Batu Kuda dan Batu Gunung yang
mencengangkan serta makam Sang Raja berkeramat, sehingga mempunyai
kekuatan gaib. Oleh karena itu, dibalik berziarah punya keinginan-keinginan
tertentu, seperti ingin cepat memperoleh jodoh, usaha lancar, dan naik pangkat
(memperoleh jabatan).Untuk itu, sebelumnya mereka mesti berhubungan dengan
27
28
29
Gambar 22 Kegiatan Wisata Alam Bersepeda dan Tracking di Wana WisataBatu Kuda
Kawasan wisata batu kuda dulunya memiliki kegiatan ATV yang bisa
dilakukan, sampai saat ini jalur tracknya masih ada dan terbengkalai sehingga
track tersebut sangat disayangkan menjadi lahan yang tidak dimanfaatkan sama
sekali. Kegiatan ATV merupakan kegiatan yang dapat dijadikan daya tarik untuk
menarik wisatawan datang ke kawasan karena tidak semua kawasan wisata
menyediakan kegiatan tersebut. Namun kawasan wisata batu kuda menghentikan
kegiatan tersebut dikarenakan memiliki kendala yaitu penyediaan mobil ATV
yang sudah tua dan terdapat kerusakan serta penyediaan bahan bakar untuk mobil
tersebut. Apabila dapat dikelola kembali akan menambah pendapatan kawasan
wisata yang dapat dimanfaatkan untuk pengelolaan kegiatan lainnya.
30
3 METODE PRAKTIK
3.1
Kegiatan
Tugas
Keterangan
Adaptasi
Pengenalan Umum
Kelompok/
Perorangan
Kelompok/
Perorangan
Perorangan
Kelompok/
Perorangan
6-13
Perorangan
14
Diskusi dengan
pengelola mengenai
informasi awal lokasi
praktek
Informasi dan kondisi
umum dari pengelola
(arsip-arsip, peta
wisata, dll)
a. Pelayanan
b. Kondisi sarana dan
prasarana serta
fasilitas wisata
c. Evaluasi kepuasan
pengunjung/
wisatawan
Diskusi secara
berkelompok
mengenai data dan
informasi yang telah
diperoleh
Menerapkan gagasan
optimasi yang telah
didiskusikan pada hari
ke 6
Evaluasi kegiatan
praktek secara
keseluruhan
3.2
Kelompok/
Perorangan
31
32
4.
3.4
Jenis data yang diambil dalam kegiatan praktek pengelolaan dibagi dalam
dua, yaitu data primer dan data sekunder. Data Primer meliputi sumberdaya
wisata dan komponenkomponen lainnya, seperti obyek dan daya tarik wisata,
prasarana dan sarana baik itu mengenai prasarana dan sarana pengelolaan maupun
bagi pengunjung, atraksi wisata kawasan, dan aksesibilitas kawasan. Jenis data
primer lainnya dari kuesioner pengunjung meliputi karakteristik responden,
motivasi berkunjung, serta kritik dan saran dalam pengelolaan di Wana Wisata
Batu Kuda. Data Sekunder meliputi data mengenai gambaran umum kawasan,
meliputi sejarah kawasan, kondisi umum baik itu kondisi fisik kawasan maupun
kondisi biologi kawasan, potensi sumberdaya wisata yang sudah dikembangkan.
Kondisi demografis, sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat sekitar kawasan
Wana Wisata Batu Kuda.
Tabel 7 Data yang Diambil
No.
1.
Perusahaan
A. Kondisi Umum
1. Sejarah perusahaan
2. Kebijakan dan Peraturan
3. Status dan kepemilikan
4. Sistem Pengelolaan
5. Visi dan Misi serta Tujuan dan Sasaran
Perusahaan
6. Struktur Organisasi Perusahaan
7. Tugas dan Pokok Organisasi (Tugas
dan Organisasi)
8. Ketenagakerjaan dan Sumberdaya
Manusia (SDM)
9. Infrastruktur yang dimiliki Perusahaan
10. Produk Wisata (Progam dan Paket
Wisata) dalam 10 tahun terakhir
33
2. Biotik :
a. Flora ; jenis dan penyebara, peta dan
deskripsi vegetasi serta manfaat terhadap
kegiatan wisata.
b. Fauna ; jenis dan penyebaran, peta dan
deskripsi satwa serta manfaat terhadap
kegiatan wisata.
3. Sumberdaya Wisata :
a. Amenitas ; sarana dan prasarana serta
pendukung kegiatan wisata.
b. atraksi wisata aktual yang merupakan
program kegiatan dari pengelola dan
atraksi wisata potensial untuk
dikembangkan pada lokasi praktek.
4. Potensi Wisata
a. Daya tarik unggulan dan potensi untuk
dikembangkan pada lokasi praktek.
b. Kualitas estetika ; good view/ bad view,
keunikan bentang alam (landsekap
alami), dll.
c. Jalur wisata dan interpretasi pada lokasi
praktek
2.
B. Kegiatan Pengelolaan
a. Pengelolaan SDM
1. Kebijakan dan Peraturan Pengelola
b. Pengelolaan Program dan Paket Wisata 2. Manajemen Pengelolaan
c. Pengelolaan Fasilitas Pendukung
a. Sejarah Pengelolaan
d. Pengelolaan Pengunjung/ Wisatawan
b. Maksud dan Tujuan Pengelolaan
e. Pengelolaan Keamanan dan
c. Status dan Kepemilikan
Keselamatan Pengunjung/ Wisatawan
d. Sistem Pengelolaan (negara/ swasta)
f. Pelayanan dan Pemanduan Wisata
e. Organisasi Pengelolaan (Struktur
(Guiding)
Organisasi, Ketenagakerjaan, Tugas
g. Kerjasama Perusahaan dengan Pihak
dan Tanggung Jawab, Job
lain/ mitra
Description, dll.)
h. Bentuk-bentuk Promosi Wisata
f. Infrastruktur yang dimiliki Pengelola
g. Program Wisata dari Pengelola
34
3.
C. Pengunjung
1. Karakteristik umum pengunjung/
wisatawan
2. Kualitas pelayanan terhadap
pengunjung/ wisatawan
3. Evaluasi kondisai sarana dan prasarana
serta fasilitas oleh pengunjung/
wisataawan
4. Evaluasi kepuasan pengunjung/
wisatawan
35
Pohon pinus adalah pohon yang mempunyai banyak manfaat bagi manusia
sebagai obat. Pohon ini banyk dijumpai didaerah berbukit sehingga tersebar cukup
mudah dikawasan Wana Wisata Batu Kuda. Pohon pinus ini menghasilkan getah
dan bisa menghasilkan minyak sert mengandung senyawa terpene yaitu salah satu
isomer hidrokarbon tak jenuh dari C10 H163.
36
4.1.2 Fauna
Beberapa fauna dapat di temui dikawasan ini, baik itu golongan serangga,
unggas, serta mamalia, fauna yang terdapat dikawasan Batu kuda ialah seperti
Burung tekukur, Katak pohon (Rhacophorus appendiculatus), serangga,dan kupukupu serta sapi perahan yang berada di masyarakat sekitar.
Fauna yang terdapat dikawasan dapat dimanfaatkan sebagai objek wisata
contohnya seperti beberapa jenis burung yang dapat dijadikan objek wisata
birdwatching. Burung yang populasinya cukup banyak yaitu burung tekukur.
Burung tekukur (streptopelia chinensis) merupakan burung pembiak, dan mudah
ditemukan pada kawasan hutan. Burung ini telah dibawa masuk ke kawasan Los
Angles, California, Australia, Indonesia dan New Zealand sejak tahun 1860-an.
Burung tekukur ialah burung merpati yang tirus dengan ekor yang panjang.
Panjangnya burung ini antara 28 hingga 32 sentimeter. Bagian belakang dan
ekornya berwarna perang pucat dengan banyak bintik kuning pucat. Burung ini
makan biji-biji dan rumput.
37
keinginan kuat untuk melihat dan memahami fenomena alam saja, sudah menjadi
modal yang cukup. Alat bantu pandang seperti teropong tidak selalu mutlak
dibutuhkan. Teropong diperlukan pada kondisi khusus, misalnya jarak obyek
cukup jauh, obyek tidak mungkin didekati, atau memang ingin mengamati lebih
detil.
Ada beberapa hal yang perlu dipersiapkan sebelum melakukan
pengamatan burung. Saat melakukan pengamatan hendaknya tidak memakai
pakaian dengan warna mencolok. Usahakan memakai pakaian dengan warna yang
tersamar dengan lingkungan sekitar, sehingga burung tidak terganggu dengan
kehadiran pengamat.
Buku catatan kecil perlu dibawa untuk mencatat jenis burung yang
dijumpai, atau untuk membuat sketsa jenis yang belum teridentifikasi. Jangan
terlalu mengandalkan dengan ingatan, karena sejalan dengan berlalunya waktu
informasi yang didapat bisa terlupakan. Buku panduan identifikasi akan sangat
membantu, terutama jika mengunjungi daerah baru, atau masih merupakan
pengamat pemula. Sekali lagi, tidaklah bijak jika hanya mengandalkan daya ingat
semata.
4.1.3 Gejala Alam
Kawasan batu kuda dan sekitarnya pada umumnya memiliki udara yang
sejuk dan teduh karena rindangnya pohon, serta ditambah dengan lingkungan
yang asri bebas dari polusi perkotaan, kawasan ini memiliki gejala alam yang
menjadi potensi unggulan yang baik, selain dari udara yang sejuk, di kawasan ini
dapat terlihat sunrise, sunset, juga pemandangan kota bandung dari kejauhan,
apabila malam hari terlihat juga lampu-lampu yang indah dari kejauhan.
Gejala alam tersebut menjadi salah satu daya tarik bagi pengunjung yang
datang. Panorama alam adalah gejala alam yang paling diminati oleh pengunjung.
Karena selain indah dipandang mata namun juga dapat dinikmati sebagai objek
untuk berfoto. Adapun gejala alam seperti bulan purnama yang merupakan
pemandangan bulan pada malam hari secara utuh membulat dan dapat dipandang
dengan kasat mata.
Pada saat terjadi bulan purnama tersebut sering dimanfaatkan oleh
pengunjung untuk melakukan kegitan ritual yang dipercaya setelah melakukan
ritual tersebut seseorang dapat memperoleh apa yang mereka inginkan. Kegiatan
ritual tersebut menggunakan sesajen yang cukup banyak dan sesuai dengan apa
yang diamanatkan oleh kuncen setempat. Sesajen tersebut berupa rokok, kopi
pahit, kelapa hijau, teh, telur ayam dan sebagainya.
4.2
Kawasan Wana Wisata Batu Kuda berdiri tidak hanya prestasi dari
pengelola yaitu pihak perhutani. Namun kawasan wisata tersebut juga berdiri
karena bantuan dari masyarakat di sekitar kawasan wisata. Masyarakat ikut
terlibat dan ssecara tidak langsung kebudayaan masyarakat memperngaruhi
kawasan wisata tersebut. Sumberdaya dan potensi wisata budaya masyarakat
berdasarkan tujuh unsur kebudayaan meliputi religi dan kepercayaan, bahasa,
sistem pengetahuan, sistem kekerabatan, kesenian dan peralatan hidup. Berikut
38
penjelasan lebih lanjut dari setiap sumberdaya dan potensi wisata budaya
masyarakat lokal.
39
Sebagian lainnya adalah mereka yang menganut agama Kristen Protestan (57
orang atau 0,5%) dan Katholik (83 orang atau 0,73%).
Ada korelasi yang positif antara jumlah pemeluk suatu agama dengan
jumlah sarana peribadatan. Hal itu tercermin dari banyaknya sarana peribadatan
yang berkaitan dengan agama Islam (mesjid dan musholla atau langgar).
Berdasarkan data yang tertera dalam Potensi Desa Cibiru Wetan, jumlah mesjid
yang ada di sana mencapai 15 buah, sedangkan, langgar yang ada mencapai 33
buah. Sarana peribadatan yang berkenaan dengan penganut agama Kristen
Protestan dan Katholik belum terdapat di desa ini. Oleh karena itu, jika para
penganut nasrani ingin melakukan kebaktian, maka mereka mesti ke luar desa.
Sedangkan, bagi para muslim yang akan melaksanakan salah satu kewajibannya
(sholat) cukup dengan mendatangi mesjid atau langgar yang terdekat (tidak perlu
harus keluar desa).
Kehidupan keagamaan, khususnya pelaksanaan sholat lima waktu, belum
tampak. Kehidupan keagamaan mereka mulai terlihat tahun 60-an, yaitu ketika
seorang lulusan salah satu pondok pesantren di Jawa Barat menetap di sana.
Lulusan dari pesantren inilah yang kemudian membimbing mereka untuk
melaksanakan ajaran-ajaran agama yang mereka anut (Islam). Untuk itu, Sang
Lulusan dari pesantren ini mendirikan sebuah rumah kayu yang sekaligus
berfungsi sebagai langgar. Berkat kegigihannya, maka sedikit demi sedikit warga
Cikoneng mulai melakukan sholat lima waktu, sehingga lama kelamaan rumahlanggar yang didirikan itu banyak yang mendatanginya. Dengan banyaknya warga
Cikoneng yang melakukan sholat bersama, baik lima waktu, jumatan, idul fitri,
maupun idul adha, berarti tinggalnya Sang Santri di kampung tersebut tidak siasia. Untuk itu, Sang Santri memutuskan tidak perlu berlama-lama lagi tinggal di
sana. Demikian, akhirnya Sang Santri meninggalkan kampung itu untuk
menyiarkan ajaran-ajaran Islam di kampung-kampung lainnya.
Sulit untuk mengetahui secara persis tingkat aktivitas keagamaan pada
warga masyarakat Cibiru Wetan. Namun demikian, berdasarkan kerajinan dalam
beribadat, dapat dikategorikan menjadi dua kelompok, yakni rajin dan kurang
rajin. Kelompok pertama adalah orang-orang yang tinggal di sekitar mesjid dan
langgar yang bertebaran di perkampungan di sekitar Jalan Cibiru, seperti:
Kampung Sindang Reret, Warung Gede, Lio-Warung Gede, Babakan Biru,
Jadaria, dan Cibiru Indah. Mereka dapat dikatakan rajin melaksanakan sholat lima
waktu, khususnya magrib dan isya, serta Jumatan (sholat Jumat) yang dilakukan
seminggu sekali. Selain itu, setiap Kamis malam, selepas sholat isya, hampir
setiap Rukun Warga (RW) mengadakan ceramah agama dengan mengundang
seorang ustadz atau imam mesjid yang berada di RW yang bersangkutan.
Kepercayaan terhadap roh nenek moyang tercermin dalam perilaku jaroh
dan nyekar ke makam yang dianggap berkeramat dengan memberikan sesajen
(sesaji) yang berupa: kemenyan, kembang tujuh rupa, dan kopi pahit. Tujuannya
adalah agar roh yang ada di balik makam tersebut memberkati pekerjaanpekerjaan penting yang akan dilakukan oleh seseorang, sehingga terhindar dari
berbagai bencana. Dengan perkataan lain, agar apa yang akan dilakukan oleh
seseorang dapat dilalui dengan selamat atau agar apa yang diharapkan atau dicitacitakan dapat tercapai.
Perilaku nyekar ke makam yang dianggap keramat yang ada Desa Cibiru
Wetan terletak di sekitar hutan lindung yang juga merupakan sebuah obyek wisata
40
yang bernama Batu Kuda. Keadaan alam yang indah, nyaman, dan berhawa
sejuk ditambah legenda yang ada, pada gilirannya membuat Batu Kuda
(sesungguhnya tidak hanya semata karena ada Batu Kuda melainkan juga ada batu
berbentuk gunung yang diberi nama Batu Gunung yang tingginya mencapai 15
meter) dan makam Sang Raja banyak dikunjungi orang dengan tujuan yang
berbeda-beda. Ada yang hanya sekedar menikmati keindahan alamnya yang
penuh dengan pohon cemara; ada yang hanya berziarah; dan ada pula yang
berziarah sambil menikmati keindahan alam. Para pengunjung yang tujuannya
hanya sekedar rekreasi (menikmati keindahan alamnya) biasanya datang pada
hari-hari libur (Sabtu dan Minggu). Sementara, para pengunjung yang tujuannya
berziarah dan atau berziarah sambil menikmati keindahan alamnya tidak terbatas
pada hari-hari libur. Para peziarah meyakini bahwa Batu Kuda dan Batu Gunung
yang mencengangkan serta makam Sang Raja berkeramat, sehingga mempunyai
kekuatan gaib. Oleh karena itu, dibalik berziarah terdapat keinginan-keinginan
tertentu, seperti ingin cepat memperoleh jodoh, usaha lancar, dan naik pangkat
(memperoleh jabatan). Maka sebelumnya mereka harus berhubungan dengan
Sang Kuncen karena ada pantangan-pantangan yang harus diperhatikan. Sehingga
seringkali para peziarah minta bantuan atau memanfaatkan jasa Sang Kuncen
untuk mencapai apa yang diinginkan karena Sang Kuncen sangat menguasai
prosesi upacara perziarahan beserta perlengkapannya. Para peziarah diwajibkan
menyediakan sesaji yang berupa: telor, gula, kopi, rujak asem, rujak kelapa,
cerutu, kelapa muda, sirih, gambir, dan kapur pinangan. Selain itu, uang
(bergantung kemampuan dan keihklasan peziarah) sebagai tanda terima kasih.
Berkenaan dengan ziarah ini ada pantangan-pantangan yang mesti dipatuhi, yakni:
(1) Dilarang berziarah pada Senin dan Kamis; (2) Tidak boleh berbuat
sembarangan seperti: menaiki, mencoret-coret, dan memotret Batu Kuda, Batu
Gunung, pemakaman; dan (3) Tidak boleh berbicara sembarangan di sekitar areal
Batu Kuda. Pantangan-pantangan itu jika dilanggar dapat menyebabkan si
pelanggar mengalami sesuatu yang tidak diinginkan (musibah).
Kepercayaan terhadap makhluk-makhluk halus yang menempati tempattempat tertentu tercermin dari adanya apa yang disebut sebagai: dedemit, jurig,
ririwa, kuntilanak, kelong, budak hideung, dan lain sebagainya (Suhamihardja, A.
Suhandi: 1984: 282). Kepercayaan tentang seseorang yang dengan cara-cara
tertentu (berhubungan dengan setan) dapat mendadak menjadi kaya.
Suhamihardja (1984:286), menyebut kepercayaan ini sebagai munjung. Seseorang
dapat munjung dengan cara menjadi seekor bagong, ular, kera, atau anjing,
dengan persyaratan-persyaratan tertentu. Misalnya, jika berhasil (kaya raya) yang
bersangkutan, jika meninggal, akan menjadi bagong, kera, ular, dan atau anjing
(bergantung yang dipuja). Jika Si Pemuja tidak mau mengambil resiko itu, maka
ia bisa mengambil persyaratan lainnya, yaitu setiap tahun anaknya akan
meninggal. Jika anaknya sudah meninggal semua akan digantikan oleh kerabatnya
atau pelayannya. Persyaratan seperti ini disebut sebagai ngawadalken (kurban
persembahan). Jika sudah tidak ada lagi yang dipersembahkan sebagai kurban,
maka dirinya sendiri yang akan menjadi kurban. Satu hal yang perlu diperhatikan
oleh Si pemuja adalah jika membangun rumah jangan diselesaikan (bagian
belakangnya dibiarkan); sebab jika diselesaikan maka Si Pemuja akan langsung
menjadi wadal.
41
Konon, orang yang munjung setiap malam Selasa dan Jumat menjelma
menjadi binatang yang dipujanya. Orang yang nyegik (munjung bagong)
misalnya, pada malam-malam tersebut ia menjelma menjadi bagong untuk
mencari kekayaan (uang). Bagong jelmaan itu senantiasa menghindari orang
karena jika terlihat akan diburunya, dan segala sesuatu yang tidak diinginkan bisa
saja terjadi. Untuk menghindari hal itu, maka Sang Isteri dengan tekun menunggui
sebaskom air dan sebatang lilin atau lampu tempel yang menyala di rumahnya.
Apabila airnya bergoyang dan nyala lampu berkelok-kelok bagaikan tertiup angin,
maka itu pertanda bahwa suaminya dalam bahaya.
4.2.2 Bahasa
Bahasa yang digunakan antar sesama masyrakat lokal adalah bahasa sunda.
Bahasa sunda yang digunakan merupakan bahasa sunda dalam tingkatan bahasa
sunda halus, yang sangat menghargai sopan santun diantara mereka. Walaupun
demikian mereka tidak lepas dengan bahasa Indonesia. Bahasa yang digunakan
ketika berinteraksi dengan wisatawan ataupun orang yang berasal dari luar daerah
mereka, mereka menggunakan bahasa Indonesia saat berbicara. Namun walaupun
mereka menggunakan bahasa Indonesia, logat sunda yang mereka miliki tidak
bisa dihilangkan bagi masyarakat asli dari daerah sekitar kawasan wisata.
Terkadang juga mereka dengan tidak sengaja menyelipkan kata berbahasa sunda
karena kosa kata bahasa Indonesia yang dimiliki masyarakat awam kurang begitu
baik.
Kesulitan dalam berbahasa terdapat dari pengunjung yang datang dari luar
daerah Bandung yang terkadang tidak mengerti bahasa sunda yang digunakan
oleh masyarakat sekitar kawasan. Akan tetapi cukup banyak pengunjung yang
ingin mempelajari bahasa sunda halus dari masyarakat sekitar walaupun sedikit
sulit. Terkadang pengunjung bertanya mengenai kosa kata yang sulit dimengerti
dan mempraktekan logat sunda yang mereka dengar dari masyarakat
42
43
44
45
46
4.2.6 Kesenian
Benjang, Kesenian yang berada dikawasan Wana Wisata Batu Kuda adalah
kesenian benjang. Benjang adalah jenis kesenian tradisional Tatar Sunda, yang
hidup berkembang di sekitar Kecamatan Ujung berung. Kabupaten Bandung
hingga kini. Pertunjukan ini mempertontonkan ibingan atau tarian yang mirip
dengan gerakan pencak silat, juga hampir sejenis dengan gerakan-gerakan
perkelahian gulat.
Umumnya kesenian tradisional Sunda yang selalu menggunakan lagu untuk
menggiringi gerakan-gerakan pemainnya. Demikian pula dalam seni benjang.
Lagu memegang peranan yang cukup penting dalam menampilkan seni ini.
Seperti pada lagu Rincik Manik dan Ela-ela, pemain benjang melakukan gerakan
yang disebut dogong, yaitu permainan saling mendorong antara dua pemain
benjang dengan menggunakan haluan dalam sebuan lingkaran atau arena. Yang
terseret ke luar garis lingkaran dalam dagong itu dinyatakan kalah.
Gerakan dagong tadi kemudian berkembang menjadi gerakan seredan yaitu
saling desak dan dorong seperti pemain sumo yang kemudian berkembang lagi
menjadi gerakan adu mundur. Peraturan untuk babagongan,dogong, seredan
maupun adu mundur dan dodombaan adalah melarang pemain menggunakan
tangan. Benjang merupakan perkembangan dari permainan adu munding (kerbau).
Dalam perkembangannya, pertunjukan benjang dilengkapi dengan keseniann
seperti badudan, kuda lumping, bangbarongan, topeng bendang yang kemudian
melebar hingga ke desa- desa lainnya.
Kuda lumping, merupakan kesenian lainnya selain seni Benjang yang
terdapat di sekitar kawasan Wana Wisata Batu Kuda kesenian kuda lumping ini
sering digunakan dalam memeriahkan berbagai hajatan/khitanan. Kegemaran
terhadap seni ini biasanya berlangsung secara turun-temurun. Segala kegiatan
yang berhubungan dengan kuda lumping maupun kuda renggong berpusat di
beberapa tempat yang sudah dikenal sebelumnya.
Sumber : www.google.com
Kesenian ini biasanya ada pada warga yang melakukan hajatan (sunatan).
Biasanya diramaikan dengan bunyi-bunyian terompet dan gendang. Dan bila
47
bunyi-bunyian tersebut terdengar penduduk sekitar, hal ini menandakan ada suatu
keramaian, lantas hampir seluruh penduduk desa di kaki gunung tersebut tumpah
ruah di depan rumah milik seorang warga yang akan menggelar acara hajatan
tersebut.
Sejak puluhan tahun silam atau mungkin lewat, khitanan di desa ini
memang tak pernah lepas dari sebuah tradisi. Yakni, upacara memandikan dan
mengarak pengantin sunat atau anak yang akan dikhitan. Tradisi ini diawali
dengan pembacaan mantra penolak bala oleh salah seorang tetua desa. Agar
prosesi khitanan berjalan lancar dan sang anak terhindar dari berbagai gangguan
dari Batara Kala. Sudah menjadi tradisi turun-menurun jika seorang anak lelaki
yang akan dikhitan diberi pendamping anak perempuan seusianya, layaknya
sepasang calon mempelai. Kedua anak yang juga sering disebut pengantin sunat
ini lantas dimandikan dengan air suci yang bersumber dari pegunungan di
Parahyangan Timur. Upacara ini dilakukan agar fisik dan batin si anak menjadi
bersih, seputih beras yang dijadikan simbol. Usai dimandikan, pasangan pengantin
sunat ini diarak dengan jampana, yaitu kursi tandu yang dipanggul empat orang
dewasa. Mereka memutari desa dengan diiringi musik bamplang untuk
mengabarkan ke seluruh desa bahwa esok hari si anak akan menjalani salah satu
ritual yang dianjurkan agama Islam, yakni khitanan. Dan sepanjang jalan yang
dilalui, musik tak henti-hentinya ditabuh.
Antusiasme penonton yang sebagian besar warga pun meningkat. Kesenian
kuda lumping yang dipertontonkan sanggar kuda lumping ini pun kerapkali
diwarnai berbagai atraksi magis. Para penduduk biasanya mempercayai pawang
tersebut memiliki kemampuan supranatural tinggi. Keramaian kuda lumping
mencapai puncak ketika para pemain tampak kesurupan. Dalam keadaan tanpa
sadar, mereka melakukan hal-hal yang tidak wajar. Seperti memakan ayam hiduphidup atau beling (pecahan kaca). Hanya pawang yang nantinya dapat
menghentikan segala atraksi tersebut, seperti hal memulainya. Para pemain kuda
lumping dituntun untuk berbaring di atas tikar. Selanjutnya, pawang menyelimuti
seluruh tubuh mereka dengan selembar kain. Setelah membacakan mantra, para
pemain kuda lumping itu kembali sadar sediakala dan seolah tak pernah terjadi
apa-apa.
Tari Jaipong, merupakan kesenian lainnya yang terdapat di Ujung Berung
Kawasan sekitar Wana Wisata Batu Kuda. Tari jaipong meskipun termasuk kreasi
tari yang relatif baru, namun perkembangannya cukup diminati di Desa Cibiru,
Wetan ini. Tari Jaipong adalah seni tari yang berasal dari Jawa Barat, yang
diciptakan oleh seniman asal Bandung yaitu Gugum Gumbira disekitar tahun
1960. Jaipong yang berkembang di Desa Cibiru ini sebelumnya seperti ketuk tilu,
kliningan serta ronggeng.
48
Sumber : www.google.com
Sebelum bentuk seni pertunjukan ini muncul, ada beberapa pengaruh yang
melatarbelakangi terbentuknya tari pergaulan ini. Di kawasan perkotaan Priangan
misalnya, pada masyarakat elite, tari pergaulan dipengaruhi dansa Ball Room dari
Barat. Sementara pada kesenian rakyat, tari pergaulan dipengaruhi tradisi lokal.
Pertunjukan tari-tari pergaulan tradisional tak lepas dari keberadaan ronggeng dan
pamogoran. Ronggeng dalam tari pergaulan tidak lagi berfungsi untuk kegiatan
upacara, tetapi untuk hiburan atau cara bergaul. Keberadaan ronggeng dalam seni
pertunjukan memiliki daya tarik yang mengundang simpati kaum pamogoran.
Misalnya pada tari Ketuk Tilu yang begitu dikenal oleh masyarakat Sunda,
diperkirakan kesenian ini populer sekitar tahun 1916. Sebagai seni pertunjukan
rakyat, kesenian ini hanya didukung oleh unsur-unsur sederhana, seperti waditra
yang meliputi rebab, kendang, dua buah kulanter, tiga buah ketuk, dan gong.
Demikian pula dengan gerak-gerak tarinya yang tidak memiliki pola gerak yang
baku, kostum penari yang sederhana sebagai cerminan kerakyatan.
Seiring dengan memudarnya jenis kesenian di atas, mantan pamogoran
(penonton yang berperan aktif dalam seni pertunjukan Ketuk Tilu/Doger/Tayub)
beralih perhatiannya pada seni pertunjukan Kliningan, yang di daerah Pantai
Utara Jawa Barat (Karawang, Bekasi, Purwakarta, Indramayu, dan Subang)
dikenal dengan sebutan Kliningan Bajidoran yang pola tarinya maupun peristiwa
pertunjukannya mempunyai kemiripan dengan kesenian sebelumnya (Ketuk
Tilu/Doger/Tayub). Dalam pada itu, eksistensi tari-tarian dalam Topeng Banjet
cukup digemari, khususnya di Karawang, di mana beberapa pola gerak Bajidoran
diambil dari tarian dalam Topeng Banjet ini. Secara koreografis tarian itu masih
menampakan pola-pola tradisi (Ketuk Tilu) yang mengandung unsur gerak-gerak
bukaan, pencugan, nibakeun dan beberapa ragam gerak mincid yang pada
gilirannya menjadi dasar penciptaan tari Jaipongan. Beberapa gerak-gerak dasar
tari Jaipongan selain dari Ketuk Tilu, Ibing Bajidor serta Topeng Banjet adalah
Tayuban dan Pencak Silat.
Tarian ini mulai dikenal luas sejak 1970-an. Kemunculan tarian karya
Gugum Gumbira pada awalnya disebut Ketuk Tilu perkembangan, yang memang
karena dasar tarian itu merupakan pengembangan dari Ketuk Tilu. Karya pertama
Gugum Gumbira masih sangat kental dengan warna ibing Ketuk Tilu, baik dari
49
segi koreografi maupun iringannya, yang kemudian tarian itu menjadi populer
dengan sebutan Jaipongan.
Kehadiran Jaipongan memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap
para penggiat seni tari untuk lebih aktif lagi menggali jenis tarian rakyat yang
sebelumnya kurang perhatian. Dengan munculnya tari Jaipongan, dimanfaatkan
oleh para penggiat seni tari untuk menyelenggarakan kursus-kursus tari
Jaipongan, dimanfaatkan pula oleh pengusaha pub-pub malam sebagai pemikat
tamu undangan, dimana perkembangan lebih lanjut peluang usaha semacam ini
dibentuk oleh para penggiat tari sebagai usaha pemberdayaan ekonomi dengan
nama Sanggar Tari atau grup-grup di beberapa daerah wilayah Jawa Barat,
misalnya di Subang dengan Jaipongan gaya "kaleran" (utara).
Ciri khas Jaipongan gaya kaleran, yakni keceriaan, erotis, humoris,
semangat, spontanitas, dan kesederhanaan (alami, apa adanya). Hal itu tercermin
dalam pola penyajian tari pada pertunjukannya, ada yang diberi pola (Ibing Pola)
seperti pada seni Jaipongan yang ada di Bandung, juga ada pula tarian yang tidak
dipola (Ibing Saka), misalnya pada seni Jaipongan Subang dan Karawang. Istilah
ini dapat kita temui pada Jaipongan gaya kaleran, terutama di daerah Subang.
Dalam penyajiannya, Jaipongan gaya kaleran ini, sebagai berikut: 1) Tatalu; 2)
Kembang Gadung; 3) Buah Kawung Gopar; 4) Tari Pembukaan (Ibing Pola),
biasanya dibawakan oleh penari tunggal atau Sinden Tatandakan (serang sinden
tapi tidak bisa nyanyi melainkan menarikan lagu sinden/juru kawih); 5) Jeblokan
dan Jabanan, merupakan bagian pertunjukan ketika para penonton (bajidor) sawer
uang (jabanan) sambil salam tempel. Istilah jeblokan diartikan sebagai pasangan
yang menetap antara sinden dan penonton (bajidor).
Perkembangan selanjutnya tari Jaipongan terjadi pada taahun 1980-1990-an,
di mana Gugum Gumbira menciptakan tari lainnya seperti Toka-toka, Setra Sari,
Sonteng, Pencug, Kuntul Mangut, Iring-iring Daun Puring, Rawayan, dan Tari
Kawung Anten. Dari tarian-tarian tersebut muncul beberapa penari Jaipongan
yang handal.
Panjat Pisang, salah satu dari sekian banyak permainan rakyat untuk
memeriahkan hari kemerdekaan itu adalah perlombaan panjat batang pisang yang
rutin diadakan oleh warga masyarakat Desa Cibiru Wetan, Kecamatan Cileunyi,
Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Konon, perlombaan ini adalah perkembangan
dari lomba panjat pinang yang sampai sekarang masih dimainkan oleh masyarakat
di daerah lain. Strategi adaptasi untuk mensiasati semakin langka dan mahalnya
pohon pinang membuat warga di daerah tersebut beralih menggunakan pohon
pisang yang relatif masih banyak dijumpai.
Pemain Permainan panjat batang pisang dapat dikategorikan sebagai
permainan remaja dan dewasa yang umumnya dilakukan oleh laki-laki berusia 15-23 tahun. Jumlah pemainnya antara 6--8 orang dalam bentuk kelompok dengan
anggota maksimal 2 orang. Selain pemain, lomba panjat pisang juga
menggunakan wasit untuk mengawasi jalannya perlombaan dan menetapkan
pemenang.
50
51
52
4.2.8 Kuliner
Wana wisata batu kuda, pada umumnya ialah sama dengan pedesaan yang
lainya, masyarakat sekitar memiliki jenis kuliner yang sama namun berpotensi
untuk dijadikan keunggulan dari kawasan tersebut. Beberapa jenis kuliner yang
dapat di unggulkan adalah, Susu murnni, serta olahanya berupa permen, juga
olahan dari jeruk bali, seperti kalua (olahan kulit jeruk bali), ikan bakar, ayam
bakar serta pepes (Pais).
53
Sebagai obyek wisata Batu kuda sudah lama dikenal orang paling tidak oleh
penduduk Bandung Utara yang sebelumnya mengenal Batu kuda sebagai tempat
untuk mencari kayu bakar. Dahulu akibat penebangan liar hutan disekitar Batu
kuda yang dulu lebar kini tinggal kenangan. Bahkan penebangan hutan yang tidak
sesuai dengan aturan itu, wilayah Ujung Berung kini masih sering terendam air
akibat banjir bendang dari kaki gunung Manglayang.
54
55
56
2.
3.
Fungsi
Hidrologi
2
3
Klimatologis
Biologis
Geomorfologis
Edukasi
Tourism
Ekonomi
Manfaat
Menyediakan cukup air tanah dan air permukaan bagi
kepentingan air minum dan MCK
Sebagai paru-paru bagi kabupaten dan kota Bandung
Tersedianya laboratorium alam yang menyediakan plasma
nutfah khas yang hanya terdapat di wilayah tersebut dan
kekayaan hewani lainnya
menangkal tersedianya erosi dan longsoran tanah yang
diakibatkan oleh teknik penggunaan lahan pertanian yang
tidak tepat
Tempat pembelajaran dan penempaan mental ideologi yang
mendukung program KBM di sekolah
Sebagai tempat refreshing dan relaksasi bagi warga yang
telah penat setelah melakukan aktivitas rutin selama satu
minggu penuh
Menambah ekonomi penduduk melalui atraksi dan
penjualan makanan dan produk khas bagi para wisatawan
yang berkunjung ke kawasan tersebut
57
58
Mandor Wisata
Petugas Tiket
(LMDH)
Petugas Parkir
(LMDH)
59
Pada semua fasilitas yang terdapat pada kawasan Wana Wisata Batu Kuda
merupakan tanggung jawab dari mandor wisata yang berada pada kawasan wisata
tersebut. Upaya yang dilakukan oleh penanggung jawab semua fasilitas wisata ini
diantaranya membersihkan MCK pada waktu - waktu tertentu. Penanggung jawab
fasilitas ini melakuan kegiatan seperti membersihkan sampah-sampah yang berada
di dalam dan sekitar MCK, seperti bekas pemakaian tissue oleh pengunjung.
Pengelolaan Prasarana, sarana dan fasilitas di kawasan Wana Wisata batu
kuda belum berjalan dengan baik. Cara mengelola beberapa fasilitas seperti jalan
setapak, tempat duduk, mushola, tempat sampah, gazebo masih kurang
diperhatikan oleh pihak pengelola.
Permasalahan yang terjadi dengan pengelolaan sarana, prasarana serta
fasilitas yaitu adanya pungutan biaya oleh masyarakat yang turut berperan dalam
pengelolaan kepda pengunjung dalam penggunaan fasilitas. Seharusnya biaya
tersebut dipotong oleh uang pengelolaan fasilitas, akan tetapi yang terjadi yaitu
uang yang seharusnya diutamakan untuk merawat sarana,prasarana dan fasilitas
60
61
Kerjasama yang dijalin pihak perhutani dengan pihak lainnya yaitu bentuk
kerjasama asuransi keselamatan dengan pihak PT Asuransi Bhakti Bhayangkara.
Kerjasama tersebut terjalin untuk menjamin keselamatan setiap pengunjung yang
datang. Kerjasama tersebut terlihat dari harga tiket masuk, dimana Kawasan
Wisata Batu Kuda memiliki dua tiket yang berbeda, tiket pertama yaitu tiket
memasuki wisata dan tiket kedua khusus untuk pengunjung yang melakukan
kegiatan berkemah. Biaya asuransi yang dikeluarkan pun berbeda. Bagi
pengunjung yang melakukan kegiatan berkemah dikenakan biaya sebesar Rp
250,00 yang disisihkan untuk dana asuransi keselamatan. Bagi setiap pengunjung
mendapatkan dana asuransi sebesar Rp 10.000.000,00 apabila terjadi sesuatu hal
yang tidak diinginkan.
62
ada di dalam kawasan tersebut, kerjasama yang dilakukan guna untuk mendukung
kelancaran kegiatan wisata yang dilakukan di dalam Kawasan Wisata Batu Kuda.
Selain itu juga guna untuk membantu masyarakat sekitar dalam segi ekonomi agar
taraf hidup masyarakat bisa meningkat dengan adanya kawasan wisata tersebut di
desa mereka.
4.5
Kegiatan pengelolaan yang dapat dilakukan di wana wisata Batu Kuda yaitu
seperti merawat fasilitas yang tersedia, contohnya yaitu membersihkan toilet,
MCK, musola dan pos jaga atau pos tiketing. Kegiatan tersebut cukup bermanfaat
bagi pengunjung, masyarakat maupun pengelola kawasan dan obyek wisata yang
ada. Umumnya kegiatan tersebut tidak berjalan setiap hari.
4.5.1 Pengelolaan Parkir
Pengelolaan parkir pada kawasan Batu kuda di tangani langsung oleh
masyarakat sekitar. Lahan parkir tersebut berada tepat setelah pintu masuk
kawasan, selain itu pengunjung dapat memarkirkan kendaraan mereka dengan
tarif normal sekitar Rp. 1000 . Biaya parkir tersebut merupakan biaya yang
disalurkan langsung kepada masyarakat dan tidak ada potongan untuk perhutani.
Terlihat dari pengelolaanya, tempat parkir ini tidak cukup luas, akan tetapi
mampu menampung mobil dan motor. Seharusnya lahan parkir ini digunakan
lebih efektif lagi. Seperti dipisahnya parkiran motor dan mobil sehingga lebih
tertata dan mudah di jangkau.
63
No.
1.
2.
Jenis Fasilitas
Areal Parkir
Warung kopi
Jumlah
1
3
3.
Loket Karcis
Keterangan
Kondisi baik, berfungsi
Kondisi baik, 2 unit berfungsi dan 1 tidak
berfungsi
Kondisi baik, 1 berfungsi
4.
5.
Mushola
MCK
1
2
64
6.
7.
8.
tempat sampah
Bumi perkemahan
Track kendaraan roda dua
(Motorcross)
9.
Track sepeda gunung (Downhill)
Sumber : Data Primer, 2012
4
2
1
Kawasan wisata batu kuda merupakan kawasan wisata yang sedang dalam
tahap pengembangan. Segala sesuatu yang berada ataupun yang dilakukan di
kawasan masih perlu perbaikan untuk menuju ke tingkat yang lebih tinggi lagi,
terutama dalam pengelolaan fasilitas yang telah ada. Banyak pengunjung yang
telah mengetahui ataupun telah berkunjung ke kawasan namun dalam tingkat
kepuasan pengunjung belum mendapatkan kepuasan yang maksimal.
Pengelola telah menyediakan berbagai faslitas dalam menunjang kegiatan
yang dilakukan oleh pengunjung. Fasilitas yang telah disediakan di kawasan yaitu
MCK, mushola, shelter, basecamp, warung, tempat parkir, loket tiket, tempat
sampah, tempat duduk, jalan setapak, camping ground, gapura dan papan nama.
Namun sangat disayangkan fasilitas yang ada di dalam kawasan belum cukup
memenuhi kepuasan para pengunjung yang datang.
MCK. Fasilitas MCK merupakan hal yang sangat penting dalam kegiatan
wisata karena tidak dapat diprediksi pengunjung bisa kapan saja sangat
membutuhkan fasilitas MCK. Fasilitas tersebut digunakan tidak hanya
pengunjung namun pengelola dan masyrakat lokal yang bertugaspun bisa
menggunakan fasilitas selama 24 jam. MCK di kawasan telah dibagi berdasarkan
gender dan hanya terdapat satu bangunan MCK dengan dibagi menjadi empat
pintu masing-masing gender. MCK terletak di dekat bangunan mushola, beberapa
meter dari gapura pintu masuk kawasan. Kekurangan yang ditemukan dari
fasilitas MCK yaitu kurangnya jumlah bangunan MCK yang disediakan oleh
pengelola kawasan, bagi pengunjung yang melakukan kegiatan berkemah di zona
padang akan sangat sulit mengakses MCK yang jaraknya jauh dari lokasi.
Kebersihan dan perawatan fasilitas MCK juga menjadi permasalahan dalam
tingkat kepuasan pengunjung.
65
Loket Karcis. Fasilitas Loket terdapat dua bangunan, satu berada di depan
dan satunya terdapat di dekat tempat parkir. Dua bangunan tersebut tidak
semuanya dimanfaatkan, hanya satu bangunan loket karcis saja yang digunakan
yaitu loket di pintu masuk kawasan wisata. Bangunan loket terbuat dari bambu
dan atapnya terbuat dari jerami daun kelapa, untuk perawatannya bangunan loket
sudah diajukan untuk perbaikan bangunannya dan dibuat lebih besar dan lebih
nyaman untuk para penjaga tiket. Pengelola membutuhkan waktu tiga bulan ke
depan untuk memulai renovasi perawatan fasilitas loket karcis.
66
(a)
(b)
Gambar 46 Fasilitas Tempat sampah
(a. Tempat Sampah Permanen ; b. Tempat Sampah Bambu )
Tempat duduk disediakan oleh para pengelola sebanyak 5 buah dengan dua
tipe. Tipe pertama yaitu terbuat dari batang pohon yang bulat dan dibelah dua,
sehingga membentuk setengah lingkaran dan dihaluskan dan tipe kedua yaitu
tempat duduk terbuat dari bahan bambu yang disusun sehingga bisa diduduki oleh
wisatawan. Tempat duduk tipe kedua merupakan tempat duduk yang bisa
menimbulkan potensi bahaya bagi wisatawan, dengan batang yang licin dan
permukaan tidak rata karena berbentuk setengah lingkaran, akan membuat
wisatawan jatuh ketika mendudukinya.
67
68
Jalan Setapak. Pengelola menyediakan jalan setapak dengan dua tipe yang
berada di sepanjang jalur kawasan. Tipe pertama yaitu jalan setapak yang diberi
bebatuan dengan tujuan agar jalan tidak becek dan tidak membuat mobil ataupun
motor tergelincir melewatinya, jalan setapak ini terletak disepanjang jalan dari
loket karcis menuju tempat parkir. Jalan setapak yang kedua yaitu jalan setapak
yang sengaja dibuat alami beralaskan tanah. Terdapat potensi bahaya dengan tipe
jalan setapak yang kedua, ektika hujan turun dan membuat jalan tersebut licin
sangat membahayakan wisatawan ketika berjalan di tempat yang terjal, terlebih
lagi terdapat jalan setapk yang pinggirnya langsung menuju jurang tanpa
diberikan pagar pembatas ataupun tali.
69
70
lokasi wisata. Belum terdapatnya suatu trayek angkutan umum dan papan-papan
penunjuk arah menuju kawasan. Penyaluran-penyaluran kerjasama dengan pihak
lain belum dikelola sama sekali untuk dimanfaatkan sebagai media promosi,
Kawasan Wana Wisata Batu Kuda dalam pengelolaan sirkulasi pengunjung
saat berada di dalam kawasan juga belum dikelola dengan baik. Pengelola hanya
menyediakan satu jalur untuk masuk dan keluarnya pengunjung menuju suatu
lokasi ataupun obyek di dalam kawasan wisata. Terdapat banyak jalur yang
bercabang menuju suatu obyek dan lokasi namun sangat disayangkan belum
adanya pembeda antara jalan masuk dan jalan keluar. Kawasan wisata tersebut
dibanjiri banyak pengunjung ketika weekend, terutama pengunjung yang
melakukan kegiatan camping. Hal tersebut bisa menjadi suatu permasalahan jika
dilihat dari segi sirkulasi pengunjung yang akan menyebabkan terjadinya
penumpukan pengunjung dalam satu titik jalur tersebut.
Jalur yang telah ada di kawasan wisata dibuat dengan tujuan mempermudah
pengunjung menuju suatu obyek atau lokasi namun pengelola tidak memikirkan
untuk membimbing pengunjung dan memberi arahan harus kemana dahulu
pengunjung melalui jalur sirkulasi. Jika pengelola memperbaiki jalur sirkulasi
pengunjung dengan cara membuat jalur baru sehingga pengunjung mengetahui
obyek apa yang harus mereka datangi terlebih dahulu dan sampai akhir maka pada
saat weekend hal yang menjadi permasalahan tidak akan muncul lagi.
4.5.6 Pengelolaan Sumberdaya Manusia
Masyarakat sekitar merupakan salah satu sumberdaya manusia yang dapat
dimanfaatkan oleh pihak pengelola untuk ikut membatu dalam proses kegitan
pengelolaan kawasan Wana Wisata Batu Kuda. LMDH atau disebut sebagai
lembaga masyarakat desa hutan telah ditetapkan sebagai salah satu SDM yang
diberikan kewenangan untuk membantu serta menunjang proses pengelolaan di
dalam kawasan, tetapi dari pihak pengelola belum di adakannya kegiatan
penyuluhan atau proses peningkatan kualitas LMDH itu sendiri. LMDH
merupakan organisasi di dalam masyarakat sekitar hutan yang bergerak dalam
kegiatan pemanfaatan serta menjaga kelestarian hutan alam yang ada. LMDH
ikut bekerjasama dengan pengelola dalam merawat dan menjaga keamanan
71
72
(a)
(b)
Gambar 54 Tanaman Buah di Batu Kuda
(a. Pohon Nangka ; b. Pisang)
Tidak hanya flora yang berada di dalam kawasan wisata batu kuda namun
fauna juga banyak terdapat di dalam kawasan. Sebagian besar fauna yang berada
di dalam kawasan wisata merupakan fauna yang tidak membahayakan wisatawan.
Pengelola telah mengantisipasi dengan cara fauna liar yang dapat membahayakan
wisatawan agar tidak bisa masuk ke dalam kawasan dengan mencukupi
makanannya dan biasanya hewan liar tersebut berada di kawasan hutan lindung
yang jaraknya jauh dari kawasan wisata.
Fauna yang terdapat di dalam kawasan merupakan fauna yang tidak
membahayakan wisatawan. Beragam burung dapat ditemukan di kawasan
tersebut, dengan hanya mendengarkan suaranya para wisatawan bisa membedakan
antara burung satu dan burung lainnya. Burung muncul pada saat pagi hari sampai
menjelang siang hari kicauan burung masih bisa dinikmati di lokasi. Selain
burung terdapat juga serangga seperti nyamuk, lalat, kupu-kupu, semut dan lebah.
Terdapat juga hewan melatah seperti cacing dan binatang kaki seribu.
(a)
(b)
(c)
Gambar 55 Fauna di Batu Kuda, (a) Semut, (b) Belalang, (c) Kaki Seribu
Fauna liar yang berada di sana seperti anjing, ular dan babi hutan. Hewanhewan tersebut tidak akan masuk ke dalam kawasan wisata karena jaraknya yang
jauh menuju kawasan wisata. Selain ular dan babi hutan terdapat juga trenggiling,
73
apabila orang yang beruntung dapat melihat hewan ini melintas di lokasi tracking
atau saat mendaki gunung Manglayang.
Sumberdaya alam tidak hanya meliputi flora dan fauna saja, namun gejala
alam termasuk ke dalamnya. Banyak terdapat gejala alam yang berada di dalam
kawasan. Gejala alam selain semakin memperindah kawasan namun juga dapat
berpotensi bahaya bagi wisatawan yang ada. Gejala alam yang berada di kawasan
wisata batu kuda yaitu hamparan tanaman pinus, jurang dan aliran sungai kecil
yang mengalir dan airnya dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar.
Jurang ataupun tanah yang terjal jiika dilihat dari bawah sangat indah
menambah lanskap namun dapat terjadi potensi berbahaya jika wisatawan berada
di atas jurang tersebut, potensi bahaya yang dapat timbul seperti tanah longsor
ataupun wisatawan yang terpeleset. Hamparan tanaman pinus bila dilihat secara
langsung tidak terlihat potensi bahaya yang akan timbul namun jika angin yang
kencang datang bisa menyebabkan kemungkinan tumbangnya pohon pinus yang
74
sudah tua. Para pengelola belum memiliki solusi untuk permasalahan tersebut
atau bahkan pengelola tidak memikirkan potensi bahaya yang dapat ditimbulkan
oleh gejala alam yang terdapat di kawasan sehingga untuk solusipun belum
ditemukan titik temu yang baik untuk menyelesaikannya.
4.5.8 Pengelolaan Keamanan dan Keselamatan
Kawasan wisata ataupun kawasan konservasi harus memiliki petugas
keamanan dan keselamatan agar memberikan kenyamanan kepada pengunjung
yang melakukan kegiatan wisata ataupun untuk kepentingan pendidikan.Hal ini
perlu dilakukan pengelola agar pelayanan yang diberikan kepada para pengunjung
kawasan menjadi maksimal. Para petugas keamanan di kawasan Wana Wisata
Batu Kuda ini diketuai oleh bapak Aang selaku menjabat sebagai mandor wisata
dari pihak Perum Perhutani dan juga merangkap sebagai petugas Polhut pada
kawasan tersebut. Pada kawasan Wana Wisata Batu Kuda hanya terdapat satu
pegawai dan dibantu oleh masyarakat sekitar yang disebut sebagai LMDH
(lembaga masyarakat desa hutan) yang membantu dalam melakukan
pekerjaannya. Keamanan kawasan dilakukan dengan cara bekerja bersama antara
pengelola dan pihak masyarakat secara rutin yang dilakukan setiap hari, terutama
pada saat pengunjung ramai. Pengelolaan keamanan pada area perkemahan
dilakukan dengan cara melihat, menegur pengunjung yang melakukan hal yang
tidak sewajarnya atau tidak boleh dilakukan. Pengelolaan keamanan pada kegiatan
berkemah lebih diperhatikan pada malam hari karena untuk menghilangkan halhal yang tidak sewajarnya.
Pengelolaan keamanan yang dilakukan oleh pihak pengelola yaitu dari loket
atau pintu masuk utama, area perkemahan, jalur kendaraan dengan rute
mengelilingi hutan pinus dan cemara dan kembali lagi menuju tempat awal
dilakukannya kegiatan pemantauan pengunjung tersebut. Pengamanan yang
dilakukan untuk pengunjung dalam menikmati objek di kawasan yang ada yaitu
seperti kegiatan mengamati pesona alam dengan memantau dan memberikan
safety procedure agar tidak terjadi kesalahan dan kecelakaan pada kegiatan
tersebut seperti tidak berada di daerah yang dapat mengakibatkan pengunjung
tergelincir atau terjatuh karena berada di daerah yang tinggi dengan tingkat
kemiringan yang cukup berbahaya.
Pengelolaan keamanan dari kegiatan tersebut, dalam hal ini pihak pengelola
melakukan observasi terlebih dahulu mengenai medan yang akan ditempuh oleh
para pengunjung yang akan melakukan kegiatan mengamati pesona alam di
kawasan. Pengelolaan keamanan lainnya adalah dengan memberikan instruksi
kepada pengunjung mengenai jalur yang akan ditempuh. Pengelolaan keamanan
disekitar fasilitas yang sering digunakan oleh pengunjung yaitu dengan
memberikan himbauan agar tetap menjaga fasilitas tersebut. Adanya pengelolaan
ticketing memiliki beberapa bagian dari asuransi yaitu asuransi kecelakaan untuk
menjamin keselamatan pengunjung selama melakukan kegiatan wisata. Biaya dari
asuransi kecelakaan ini sebesar Rp. 250,00.
Pengelolaan yang terdapat pada kawasan Wana Wisata Batu Kuda sendiri
memiliki beberapa permasalahan keamanan berupa pencurian hasil hutan kayu di
beberapa titik kawasan. Kasus yang paling tinggi adalah pencurian kayu bakar
untuk kebutuhan masyarakat. Pengelolaan pengamanan kawasan dari kegiatan
pencurian oleh beberapa masyarakat dapat dilakukan dengan kegiatan patroli.
75
Permasalahan Pengelolaan
76
77
yang baik. Petugas dari LMDH menggunakan pakaian seadaanya sehingga image
yang ditangkap oleh pengunjung buruk ketika mereka melihat petugas tersebut
berdandan seperti seorang pereman yang membuat para pengunjung takut dan
segan untuk mendekat. Jika masalah tersebut terjadi terus menerus akan membuat
image kawasan juga menjadi tidak baik dimata para pengunjung.
4.7
78
Wana Wisata Batu Kuda merupakan memiliki kondisi sarana prasarana serta
fasilitas yang kurang memadai, seperti toilet yang terlihat kotor dan kurang
terawat serta dipungut biaya sebesar Rp. 1000. Biaya tersebut tidak dipotong oleh
biaya perawatan sarana prasarana maupun fasilitas sehingga manajemen dalam
penggunaan tidak berjalan dengan baik. Evaluasi sering diberikan oleh pihak
pengelola kepada masyarakat, namun pengelola masih berfikir ulang untuk
meningkatkan kondisi fasilitas, sarana dan prasarana yang membutuhkan biaya
cukup besar dan kerja sama dari pihak lain pun belum ada. Sehingga menyulitkan
pengelola dalam mengembangkan kondisi Wana Wisata Batu Kuda.
4.7.3 Sumber Informasi
Promosi yang dilakukan oleh Pengelola pada awalnya dalam
menginformasikan kawasan ini masih dari mulut ke mulut, namun seiring
berjalannya waktu promosi juga dilakukan baik dari media cetak dan media
elektro`nik. Berdasarkan hasil yang diperoleh mengenai nilai keefektifan
informasi melalui penyebaran kuisioner memiliki sumber informasi yang paling
efektif yaitu dari media teman/keluarga ataupun saudara.
Media lain yang dipakai dalam memberikan informasi adalah di Televisi
dimana wana wisata batu kuda pernah dijadikan syuting video clip lagu, selain itu
adapun Instansi tertentu, Koran,Majalah dan Surat kabar serta Leaflet dan Brosur,
akan tetapi penyebaran informasi tersebut dirasakan belum cukup efektif karena
penyebaran masih dilakukan disekitar kota Bandung.
4.7.4 Karakteristik Pengunjung atau Wisatawan
Berdasarkan hasil yang diperoleh mengenai karakteristik pengunjung, Wana
Wisata Batu Kuda terdiri dari beberapa karakteristik pengunjung yang berbedabeda dan lebih didominasi oleh laki-laki yaitu 62 % dan perempuan 38% dengan
rata-rata berstatus belum menikah dan berumur 10-20 thn sebanyak 42% .
KetiPengunjung yang berusia lebih dari 30 tahun keatas sekitar 36% dn sisanya
berumur dan melakukan kegiatan rekreasi bersama keluarga. Pengunjung yang
melakukan kegiatan wisata di Batu Kuda kebanyakan berasal dari daerah jakarta
dan sekitarnya.
Asal kedatangan pengunjung menuju kawasan ini banyak berasal dari
Bandung. Hal ini dikerenakan masih kurangnya promosi mengenai lokasi Wana
Wisata Batu Kuda sehingga yang mengetetahui lokasi hanya dari daerah Bandung
saja. Karakteristik pengunjung cukup penting sebagai evaluasi dalam mengetahui
nilai kepuasan pengunjung yang telah melakukan kegiatan wisata di Wana Wisata
Batu Kuda.
79
Jenis Kelamin
Teman
24%
Perem
puan
38%
Keluarga
6%
Lakilaki
62%
Gambar 60 Presentase Jumlah Kunjungan
Penduduk
Rombo
ngan
70%
80
pengunjung harus sabar antri karena pengelola hanya memiliki 2 unit ATP.
Adapun, arena ketangkasan dan uji nyali outbond namun di sana tidak dilengkapi
fasilitas yang memadai. Kondisinya pun tidak terawat, seolah dibiarkan rusak.
Sedangkan, jembatan penyeberangan yang terbuat dari bambu untuk melintas
tebing, keadaannya rusak berat, tidak bisa digunakan, disfunction, dan tampaknya
belum ada pekerja yang berusaha memperbaiki.
Pengaruh yang cukup signifikan dari aktivitas rekreasi wisata yaitu
kebersihan lingkungan kurang diperhatikan dan membuat pengunjung tidak
merasa nyaman adalah seperti banyaknya sampah dari sisa-sisa makanan yang
berserakan dan terlihat kotor. Selain itu adanya sisa-sisa pembakaran api unggun
yang tidak dibereskan.
Sedangkan Fasilitas yang tersedia terlihat cukup memperihatinkan, hal ini
terlihat dengan adanya bentuk vandalisme oleh beberapa oknum pengunjung dan
kondisi fasilitas yang pada kenyataannya diperlukan perbaikan khusus. Adapun
pada fasilitas bermain anak yang dalam kondisinya kurang mendapat perawatan.
Kondisi yang seperti ini menjadi dasar ketidakpuasan dan kenyamanan
pengunjung.
81
Kuesioner Masyarakat
82
(kota). Malahan, berbatasan dengan wilayah kota Bandung. Keberadaan desa yang
relatif tidak jauh dari pusat-pusat keramaian ini pada gilirannya membuat jumlah
penduduknya berkembang pesat, khususnya di sekitar Jalan Raya Cibiru, sehingga
penduduk yang bermukim di wilayah tersebut lebih padat ketimbang wilayahwilayah lainnya. Dengan perkataan lain, wilayah desa bagian bawah relatif padat
ketimbang wilayah bagian tengah dan bagian atas (lereng Gunung Manglayang),
karena disamping bagian tengah dan atas relatif jauh dari pusat keramaian, kedua
wilayah ini merupakan areal perladangan dan kawasan hutan lindung.
Kuesioner Pengelola
83
kawasan tersebut. Setiap informasi yang diberikan oleh kedua pengelola berbeda
sesuai dengan apa yang mereka ketahui tentang pengelolaan di kawasan tersebut.
Responden pertama yaitu laki-laki yang berusia 31 tahun, bernama Bapak
Entis Sutisna. Beliau memiliki statu telah menikah dengan seorang perempuan
yang asalnya juga sama dalam satu daerah yaitu Desa Cibiru Wetan. Pak Entis
Sutisna merupakan orang asli dari Desa Cibiru Wetan, kecamatan Cileunyi.
Beliau termnasuk ke dalam kategori keluarga yang kurang begitu mampu,
sehingga beliau hanya mampu melanjutkan sekolah sampai jenjang Sekolah
Menengah Pertama (SMP). Status jabatan yang beliau miliki saat bertugas di
dalam kawasan adalah sebagai sukarelawan dari masyarakat sekitar kawasan
sebagai penjaga tiket Kawasan Wana Wisata Batu Kuda.
84
85
oleh pengelola pusat yaitu 1 minggu sekali untuk melihat kinerja dari pihak
LMDH.
Pihak Keamanan menemukan suatu kendala dalam kinerja menjalankan
tugas di Kawasan Wisata Batu Kuda. Kinerja antar pegawai kurang adanya
kedisiplinan satu dengan yang lainnya. Tugas mereka emban merupakan tugas
yang tidak ringan namun kinerja dalam bertugas kurang menunjukkan kecekatan
ketika patroli ke kawasan. Selain kendala tersebut pihak keamanan juga sering
menemukan kendala lainnya.
Kendala-kendala tersebut ditimbulkan dari
masyarakat sekitar yang tidak mematuhi peraturan yang dibuat oleh pihak
perhutani, walaupun sering dilakukan sosialitas terhadap keberadaan hutan
lindung dan hutan produksi tersebut dan para petugas melakukan pendekatan
kepada masyarakat namun tetap saja masih ada masyarakat sekitar yang
melanggar sehingga hasil akhir pelanggaran diberikan sanksi hukum dalam
menindal lanjutinya. Evaluasi dan monitoring dari pengelola pusat di Kawasan
Batu Kuda dilakukan satu minggu sekali dengan melihat semua kegiatan personil
yang ditugaskan.
Gambar 67 LMDH
Tugas pokok yang diberikan kepada pihak LMDH yaitu menjaga tiket dan
parkir kawasan wisata batu kuda dan terkadang juga LMDH membantu dalam
menjaga keamanan kawasan wisata. Sedangkan, tugas pokok dalam bidang
keamanan yaitu menjaga seluruh kawasan baik itu kawasan wisata ataupun
kawasan hutannya.
Pihak perhutani dalam meningkatkan kinerja para petugas baik petugas dari
perhutani dan dari pihak LMDH setiap minggunya diadakan suatu evaluasi.
Sistem pembagian kerja telah ditetapkan bahwa Perhutani dan LMDH melakukan
kerjasama dalam pengelolaan kawasan wisata. Sistem organisasi telah dibuat dan
berada di kantor Asisten Perhutani (Asper). Kebijakan dibuat oleh pihak perhutani
dalam berbagai aturan yang berkaitan dengan pemeliharaan dan pengelolaan
kawasan wisata beserta kawasan hutan , penerapannya pun dilaksanakan dari
pemimpin yaitu Asisten Perhutani. Pemeliharaan sarana dan fasilitas dilakukan
oleh LMDH dan perawatan dilakukan satu minggu sekali oleh LMDH. Pengelola
86
No
1.
2.
3.
4.
5.
Fasilitas
Pondok Kerja
Jalan Patroli
Gudang
Loket Karcis
Pos Satpam
Jumlah
1
1
1
2
-
Keterangan
Basecamp
Berada di kawasan hutan
Berada satu bangunan dengan Basecamp
Satu berfungsi, satu tidak berfungsi
Merangkap dengan loket karcis
: Ekowisata Desa
87
Tujuan
: Memperlihatkan Kehidupan Desa Yang tardisional serta
sederhana dan memperkenalkan kawasan wana wisata batu kuda
Sasaran
Lama Waktu
Jumlah Peserta
: 3-5 Orang
Tabel 11 Uraian Program Wana Wisata Batu KudaJelajah Desa Batu Kuda
No.
1.
Waktu
09.00 09.30
Kegiatan
Penyambutan
2.
09.30 10.30
3.
10.30 11.30
4.
5.
11.30 12.30
12.30 16.30
6.
16.30 17.30
Mengitari Sekitar
Batu Kuda
Melihat Pengrajin
Sekitar
Ishoma
Menanam dan
memerah sapi
Penutupan
Uraian Aktivitas
Tarian sambutan (Tari Jaipong), Welcome drink,
perkenalan
Berkeliling kawasan dengan menginterpretasikan
berbagai potensi Batu Kuda
Bermain berbagai permainan tradisional dan
berenang di Pantai
Istirahat, Shalat, dan Makan Siang di Pulau Koloray
Menanam beberapa tanaman lading, dan belajar
cara memerah susu sapi
Istirahat, bercerita tentang kesan, dan penutupan
Welcome Drink /
Perkenalan
Sejarah Batu Kuda
Menyimpan
Barang Di Cottage
Mengitari Sekitar
Kawasan Batu Kuda,
Sambil menginterpretasi
kawasan
Melihat Kegiatan
Pengrajin dan
proses pengolahan
masakan khas
daerah tersebut
Menikmati Kuliner,
berupa manisan
jeruk bali, susu
murni, dan makanan
berat berupa pepes
(pais)
Pulang
Penyambutan. Program wisata Jelajah Sekitar Batu Kuda diawali
dengan penyambutan pengunjung di Desa Cikoneng. Pengunjung disambut oleh
masyarakat Batu Kuda dengan menggunakan Tarian Jaipong. Tari Jaipong
merupakan tari yang menggambarkan kecantikan wanita masyarakat Jawa Barat.
Tari ini memberikan dampak positif bagi pengunjung yang melihat karena Tari
Jaipong dapat meningkatkan semangat pengunjung. Kemudian pengunjung
dihidangkan welcome drink yaitu teh manis dan singkong rebus. Singkong rebus
88
merupakan makana khas masyarakat lampu adat sunda yang berada di Kawasan
Batu Kuda. Singkong rebus ialah makanan yang sederhana namun menjadi
menari akan kesederhanaanya.
Mengitari Kawasan
Aktivitas pertama yang akan dilakukan oleh
pengunjung dalam program wisata Jelajah Sekitar Batu Kuda yaitu mengitari
kawasan Wana Wisata Batu Kuda. Pengunjung akan didampingi oleh interpreter
selama mengikuti program dengan tujuan untuk menginterpretasikan berbagai
macam potensi wisata yang terdapat di Wana Wisata Batu Kuda sehingga
menimbulkan pemahaman tentang suatu obyek serta pengalaman berwisata yang
lebih menarik. Dalam kegiatan ini, pengunjung akan berjalan menelusuri jalan
setapak yang berda di kawasan sambil melihat dan diberi penjelasan tentang flora,
fauna, dan aktivitas masyarakat Wana Wisata Batu Kuda. Kegiatan ini Berakhir
di salah satu rumah juru kunci di sekitar kawasan.
Melihat Pengrajin Sekitar. Melihat pengrajin yang berada di sekitar
kawasan Wana Wisata Batu Kuda merupakan suatu kegiatan yang sangat
menyenangkan bagi pengunjung, kegiatan ini di sisi dengan memperkenalkan
bagaimana cara pengunjung dapat menjadi bagaian pengrajing, dengan cara
langsung merasakan bagaimana cara membuat suatu kerajinan baik itu dari
almunium dan kerajianan besi, ada juga bentuk kerajiana yang terbuat dari
anyaman yang memanfaatkan tanaman yang di keringkan, hsil olahan dari
masyrakat itu sendiri.
Ishoma.
Setelah aktivitas permainan tradisional dilakukan, maka
pengunjung beristirahat, shalat, dan makan siang. Menu makan siang adalah
masakan Pais dan sayur sladah bokor. Pais adalah ikan yang di pepes dengan
menggunakan daun pisang, dan menggunakan bahan-bahan tradisional serta
bumbu yang turun menurun.
Menanam Dan Memerah Susu Sapi. Kegiatan menanam dan memerah
susu sapi, erupakan suatu kegiatan yang utama dalam kawasan pedesaan di Batu
Kuda, kegiatan ini dapat menjadi suatu kegiatan yang membuat pengunjung
mengerti akan tata cara menanam dan mennernakkan satwa ternak. Kegiatan ini
diisi dengan menanam padi, dan memerah susu sapi, pengunjung akan merasakan
senasai yang luar biasa dengan langsung berinteraksi dengan satwa yang dia akan
hadapi.
Penutupan. Aktivitas menikmati manisan merupakan aktivitas terakhir
dalam program wisata Jelajah Sekitar Batu kuda. Pengunjung istirahat serta
bercerita tentang kesan dari pengalaman mengikuti Program Wisata Jelajah
Sekitar Batu kuda. Selanjutnya pengunjung dapat membeli souvenir khas Pulau
Batu kuda seperti anyaman, kerajinan, olahan susu sapi. Pengunjung akan
berpamitan dengan masyarakat Batu Kuda karena telah selesai mengikuti program
wisata Jelajah Sekitar Batu Kuda.
5.1.2 Jejak Batu kuda
Program wisata ini mengajak wisatawan untuk mengikuti segala aktivitas
masyrakat dan berwisata alam. Jenis wisata yang ditawarkan yaitu menginap
dengan durasi waktu 3 hari 2 malam. Alur program wisata ini adalah sebagai
berikut :
Tema
: Ekowisata Desa
89
Tujuan
Sasaran
Lama Waktu
Jumlah Peserta
Waktu
Hari Ke 1
09.30 10.30
2.
10.30 11.30
3.
4.
11.30 12.30
12.30 16.30
5.
16.30 17.30
6.
17.30 18.00
Hari Ke 2
06.00 07.30
07.30 09.00
09.00 11.30
4
6
11.30 12.30
12.30 16.30
16.30 17.00
17.00 17.30
1.
Hari Ke 3
09.30 10.30
2.
10.30 11.30
3.
11.30 12.30
4.
12.30 16.30
5.
16.30 17.30
6.
17.30 18.00
Kegiatan
Penyambutan
Melihat pengrajin
almunium dan
besi
Ishoma
Memerah Susu
Sapi
Kembali Ke
Cottage
Makan Malam
Dan Istirahat
Sarapan Pagi Dan
Persiapan
Tracking Hutan
Menikmati Ikan
Bakar Dan
Manisan Jeruk
Bali
Isho
Ritual Ruwat
Kampung
Kembali Ke
Cottage
Makan Malam
Dan Istirahat
Sarapan Pagi Dan
Persiapan
Menaiki Puncak
Manglayang
Interpretasi
kawasan
manglayang
Ishoma, dan turun
kembali ke
cottage
Melihat Tarian
Jaipong Dan
Kesenian Benjang
Pentupan, Chek
Out
Uraian Aktivitas
Tarian sambutan (Tari Jaipong), Welcome drink,
perkenalan
Berkeliling desa dengan menginterpretasikan
berbagai potensi terutama mengenai keberadaan
pengrajin Besi dan Almunium
Istirahat, Shalat, dan Makan Siang
90
Hari Pertama
Penyambutan/
welcome
drink/ menuju
cotage
Melihat Kerajinan
Almunium dan
besi
Kembali Ke
Cotage
Makan malam di
iringi kesenian
tradisional
gamelan
Menikmati
Makanan
Pepes (pais)
Melihat
Proses
Memeras
Susu Sapi
Istirahat
Hari Kedua
Sarapan Pagi,
Bersiap
Untuk
Kegiatan
Kembali Ke
Cotage,
Makan
Malam,
Istirahat
Sarapan Pagi,
Bersiap
mendaki, bird
Watching
Kembali Ke
Cotage
Mengitari Hutan,
Dan Interpretasi
Kawasan
Menikmati Ikan
Bakar dan manisan
jeruk bali
(Tracking)
Melihat
Ritual Ruwat
Kampung
Hari Ketiga
Foto-foto diatas
puncak
manglayang
Melihat Tarian
Jaipong, dan
kesenian benjang
Interpretasi
Kawasan
Manglayang
Menikmati makan
siang dan
perbekalan di
puncak
Chek Out
91
dihidangkan welcome drink yaitu teh manis dan singkong rebus. Singkong rebus
merupakan makana khas masyarakat lampu adat sunda yang berada di Kawasan
Batu Kuda. Singkong rebus ialah makanan yang sederhana namun menjadi
menari akan kesederhanaanya.
Melihat Pengrajin Sekitar. Melihat pengrajin yang berada di sekitar
kawasan Wana Wisata Batu Kuda merupakan suatu kegiatan yang sangat
menyenangkan bagi pengunjung, kegiatan ini di sisi dengan memperkenalkan
bagaimana cara pengunjung dapat menjadi bagaian pengrajing, dengan cara
langsung merasakan bagaimana cara membuat suatu kerajinan baik itu dari
almunium dan kerajianan besi, ada juga bentuk kerajiana yang terbuat dari
anyaman yang memanfaatkan tanaman yang di keringkan, hsil olahan dari
masyrakat itu sendiri.
Ishoma.
Setelah aktivitas permainan tradisional dilakukan, maka
pengunjung beristirahat, shalat, dan makan siang. Menu makan siang adalah
masakan Pais dan sayur sladah bokor. Pais adalah ikan yang di pepes dengan
menggunakan daun pisang, dan menggunakan bahan-bahan tradisional serta
bumbu yang turun menurun.
Menanam Dan Memerah Susu Sapi. Kegiatan menanam dan memerah
susu sapi, erupakan suatu kegiatan yang utama dalam kawasan pedesaan di Batu
Kuda, kegiatan ini dapat menjadi suatu kegiatan yang membuat pengunjung
mengerti akan tata cara menanam dan mennernakkan satwa ternak. Kegiatan ini
diisi dengan menanam padi, dan memerah susu sapi, pengunjung akan merasakan
senasai yang luar biasa dengan langsung berinteraksi dengan satwa yang dia akan
hadapi.
Menaiki Puncak Manglayang. Kegiatan menaiki puncak manglayang
adalah suatu kegiatan yang membutuhkan konndisi fisik yang baik, pengunjung
akan di ajak menaiki gunung manglayang sambil mengitari hutan yang berada di
sekitarnya, pada saat sampainya di puncak pengunjung akan di berikan materi
mengenai kawasan yang berada di sekitar manglayang, pengunjung akan
disuguhkan pemandangan kota Bandung dari kejauahan, tentu ini akan membuat
pengunjung berdetak kagum akan suasan Kota Bandung yang ramai dan megah.
Melihat Kesenian Sekitar. Melihat kesenian sekitar, merupakan suatu
kegiatan yang baik untuk pengunjung, ini dikarenakan pengunjung dapat
mengetahui secara langsung budaya yang melekat di sekitar kawasan, kegiatan ini
di isi dengan pertunjukan pentas seni Tari Jaipong dan kesenian Benjang,
pengunjung tidak hanya dapat melihat pertunjukan namun dapat juga belajar
langsung dari kegiatan ini, dengan cara ikut langsung dalam setiap sesi kesenian
yang ditampilkan.
Melihat Ritual Ruwat Kampung. Ritual kampung merupakan kegiatan
yang sering ditampilkan oleh masyarakat adat setempat, kegiatan ini merupakan
kegiatan yang bertujuan untuk menyelamatkan kampung dari segala marabahaya
dan celaka yang akan datang ke kampung.
Kembali Ke Cottage. Kegiatan ini merupakan kegiatan yang di isi penuh
didalam cottage, baik itu berbenah dan istirahat.
Makan Malam. Kegiatan makan malam merupakan suatu kegiatan yang
penting dalam program wisata ini, kegiatan ini menyuguhkan kekayaan kuliner
sekitar Batu Kuda. Kuliner yang disuguhkan seperti Pais yang merupakan
makanan khas sekitar.
92
93
94
6.1 Kesimpulan
Sumberdaya Wisata yang dimiliki oleh Wana Wisata batu Kuda memiliki
nilai jual yang tinggi apabila dikelola dengan baik, sumberdaya wisata tersebut
meliputi tiga pilar ekowisata seperti ekologi, ekonomi, social dan budaya.Program
wisata yang dirancang di Wana Wisata Batu Kuda didasari oleh penyebaran
kuisioner wisatawan masyarakat dan pengelola. Program wisata tersebut meliputi
program wisata harian dan menginap.
1.
2.
3.
4.
5.
95
6.
6.2 Saran
1. Pengelola sebaiknya tidak hanya membuat kerjasama dengan investor,
namun dengan kerjasama yang berkelanjutan dengan pemerintah setempat
tentu akan menumbuhkan kegiatan ekowisata, terutama membenahi
aksesibilitas menuju kawasan di Wana Wisata Batu Kuda.
2. Aksesibilitas menuju Wana Wisata Batu Kuda perlu dipermudah dengan
melakukan pengaturan terhadap transportasi regular dengan menggunakan
perahu masyarakat. Fasilitas kebersihan, MCK, fasilitas keselamatan
pengunjung, serta fasilitas wisata bahari perlu diadakan agar program wisata
dapat dilaksanakan secara efektif, aman, dan menyenangkan. Upaya
peningkatan frekuensi kunjungan wisatawan ke Wana Wisata Batu Kuda
perlu dipertimbangkan dalam strategi perencanaan promosi wisata
Kabupaten Wana Wisata Batu Kuda sehingga kegiatan wisata dapat
terselenggara dengan baik dan meningkatkan perekonomian masyarakat
3. Masyarakat local diharapkan terlibat langsung dalam pengembangan serta
menjalankan program wisata yang berada di kawasan Wana Wisata Batu
Kuda, ataupun dengan memberikan pelatihan langsung kepada masyarakat.
4. Memperbaiki fasilitas prasarana jalan menuju Wana Wisata sebagai akses
masuk bagi para wisatawan. Kondisi saat ini akses jalan masuk ke Wana
Wisata terlihat rusak parah, penuh lubang, terutama mulai jalan sebelah
timur Komplek Manglayang Regency, Komplek Bumi Langgeng Cinunuk,
dan Desa Cikoneng. Apabila kondisi ini dibiarkan berlarut-larut, maka
wisatawan dari luar area Bandung Raya akan enggan masuk karena akses
yang sulit dan biaya transportasi yang semakin membengkak.
5. Mempertimbangkan aspek what to see, what to do, and what to buy agar
Wana Wisata Batu Kuda memiliki daya tawar yang tinggi pada dunia
pariwisata. Di imbangi dengan pembelajaran pelayan wisata yang baik serta
peningkatan kualitas SDM.
6. Pengelola perlu melakukan upaya nyata dalam menyediakan berbagai
sarana, prasarana, dan fasilitas untuk mendukung program wisata yang
dirancang serta memberikan pelayanan yang maksimal terhadap setiap
pengunjung yang datang ke Wana Wisata Batu Kuda, sehingga pengunjung
merasa aman, nyaman, dan senang dalam mengikuti program wisata di
Wana Wisata Batu Kuda.
96
LAMPIRAN
Karakteristik Pengunjung
Jenis Kelamin
Status
Kelompok Umur
Asal Kedatangan
Jumlah(Orang)
Persentase(%)
Laki-laki
31
62%
Perempuan
19
38%
Single
28
56%
Menikah
22
44%
11-20
21
42%
21-30
18
36%
31-40
16%
>50
6%
Bandung
38
76
Sukabumi
4%
Jakrta-Depok
14%
Lainnya
4%
SD
4%
SMP
10
20%
SMU
27
54%
Diploma
10%
Sarjana
12%
Keluarga
6%
Teman
12
12%
Rombongan
35
70%
<10
Cianjur
Bogor
Pendidikan Terakhir
Kunjungan
Lainnya