Nim :
Prodi :
Pedoman Praktikum
Fisika
Departemen Fisika
Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Airlangga
i
Pedoman Pratikum Fisika
Untuk Fakultas Sains dan teknologi
Universitas Airlangga
Ketua :
Anggota :
Penerbit :
Departemen Fisika
Universitas Airlangga
ii
PENGANTAR
Alhamdulillah, karena taufiq Allah Ta'aala semata sehingga kami dapat menerbitkan
pedoman praktikum fisika edisi revisi ini. Pedoman ini bersumber dari beberapa buku petunjuk
praktikum fisika dasar, balk untuk mahasiswa FST maupun non FST, yang disusun oleh beberapa
dosen jurusan Fisika. Pedoman ini disajikan bagi mahasiswa baru (fresh student) dalam Tingkat
Persiapan Bersama Universitas Airlangga.
Tanpa mengurangi rasa hormat kepada para penyusun sebelumnya, kami telah berusaha
rnerevisi beberapa bagian. Judul Buku Petunjuk diubah menjadi Pedoman, dan hampir pada setiap
pedoman percobaan di adakan revisi, baik pemisahan, penghilangan atau penambahan materi,
maupun sisi redaksional dan lay out-nya.
Diharapkan dengan terbitan edisi revisi ini, isi maupun penampilannya lebih berkualitas,
sehingga mudah dipahami dan dilaksanakan oleh para pembaca dan pengguna pedoman ini.
Kami menyadari, sebagai marusia yang tak luput dari kelemahan, pasti masih terdapat
kekurangan dalam pedoman ini, karena tak ada hasil karya marusia yang sempurna. Untuk itu kami
menerima dengan senang hati setiap saran konstruktif demi perbaikan selanjutnya.
Terima kasih perlu kami sampaikan kepada Ketua MKWU Unair, para dosen di jurusan
Fisika, Ketua Jurusan, serta para asisten dosen yang telah banyak menyumbangkan tenaga maupun
gagasan dalam mengelola Laboratorium Fisika Dasar MKWU ini. Semoga amal kita diterima Allah
Ta'aala sebagai amal sholeh. Dan semoga pedoman ini membawa keberkahan dan manfaat bagi
kita. Amiin yaa Rabbal 'alamiin.
Penyusun
iii
Daftar Isi
MUKADIMAH ………………………………………………………………………… 1
iv
Tata Tertib
1. Kehadiran
Praktikum harus diikuti 100 % dari jumlah praktikum yang diberikan. Jika tidak dipenuhi
maka praktikum fisika dasarnya dinyatakan tidak lulus.
Ketidakhadiran karena sakit dan/atau ijin harus disertai surat keterangan resmi untuk
diserahkan kepada Asisten atau Dosen Praktikum paling lambat dua minggu sejak
ketidakhadirannya. Jika tidak dipenuhi maka dikenakan SANKSI 2.
Keterlambatan kurang dari dua puluh menit dikenai SANKSI 1
Keterlambatan lebih dari dua puluh menit dikenai SANKSI 2.
3. Pelaksanaan Praktikum
Sebelum melakukan praktikum, mahasiswa harus mempersiapkan diri sesuai dengan materi
praktikum yang akan dilaksanakan.
Mahasiwa harus meminjam alat praktikum dengan cara mengisi lembaran bon pinjam alat
yang tersedia.
Selama praktikum berlangsung, mahasiswa dilarang merokok, makan, bergurau, bermain
alat, atau pun keluar masuk ruangan tanpa seijin dosen pembimbing atau asisten
pendamping.
Setelah melakukan praktikum, mahasiswa harus membuat laporan sementara hasil
pengamatan praktikum dan menyerahkannya kepada dosen pembimbing/asisten pada saat
meninggalkan ruangan.
Praktikum dianggap selesai jika mahasiswa telah menyerahkan laporan sementara dan alat
yang dipinjam dalam keadaan baik, bersih, dan rapi.
v
Kerusakan alat yang dipinjam oleh mahasiswa menjadi tanggung jawab penuh kelompok
mahasiswa yang bersangkutan.
4. Penilaian
Nilai praktikum ditentukan dari nilai Tugas Pendahuluan, Tes Awal, Keaktifan dan
Keterampilan serta Laporan.
Nilai akhir praktikum dihitung dari nilai rata-rata seluruh praktikum yang diikuti.
Kelulusan praktikum ditentukan berdasarkan nilai akhir praktikum (AP > 45) dan
keikutsertaan praktikum ( 80 %).
5. Lain-lain
Mahasiswa tidak diperkenankan pindah kelompok/jam/hari praktikum.
Praktikum susulan akan dilaksanakan setelah praktikum reguler berakhir.
Tata-tertib berpakaian sopan di dalam laboratorium meliputi di antaranya larangan memakai
kaos oblong, sandal dan sejenisnya.
Sanksi-sanksi:
Informasi praktikum Fisika Dasar dapat dilihat di papan pengumuman Laboratorium Fisika
Dasar.
Koordinator LFD
vi
MUKADIMAH
Fisika merupakan disiplin ilmu yang mempelajari fenomena alam semesta, hukum-
hukumnya, dan interaksinya. Setiap gejala apa saja pasti terkait dengan hukum Fisika. Benda diam
maupun bergerak, seorang yang duduk, berdiri, olah raga, memasak, atau mengendalikan kendaraan,
mesin, pesawat, serta bekerja apa saja tidak terlepas dari hukum Fisika. Disiplin ilmu apa saja,
terutama bidang exacta, terkait dan didasari dengan Fisika. Sehingga, tidak mustahil jika Teknologi,
Kedokteran, Kefarmasian, Ilmu Olah Raga, Kimia, maupun Biologi memerlukan materi Fisika,
minimal sebagai keilmuan dasar.
Fisika dasar merupakan sokoguru bidang fisika lainnya. Pemahaman tentang fisika dasar
sangat menentukan kemampuan memahami fisika lanjut. Jika pemahaman mahasiswa tentang fisika
dasar baik maka ia akan mudah menyerap dan menguasai materi bidang fisika lainnya. Demikian
pula sebaliknya, jika ia tidak cukup paham fisika dasar maka sulit memahami Fisika Lanjut.
Guna meningkatkan pemahaman fisika dasar sangat diperlukan praktikum. Praktikum ini
meliputi berbagai percobaan yang terkait dengan materi yang diberikan dalam perkuliahan.
Praktikum tidak sekedar ditujukan untuk peningkatan kualitas dalam ranah psikomotorik, tetapi
diharapkan praktikum dapat menunjang penguasaan kognitif maupun afektif mahasiswa.
Praktikum fisika dasar dimaksudkan untuk menunjukkan peristiwa fisika kepada mahasiswa
sehingga menambah pengertiannya. Diharapkan pula agar mahasiswa belajar membuat perhitungan
dengan menggunakan alat-alat laboratorium dan mampu menilai ketidaktepatan setiap pengukuran.
Peristiwa fisika akan diamati dan diukur di bawah pengawasan pembimbing. Data yang
diperoleh akan dianalisis dan ditafsirkan. Percobaan dalam laboratorium tidak bertujuan untuk
membuktikan kebenaran hukum fisika. Pengujian kebenaran suatu hukum tidaklah sederhana,
memerlukan rangkaian percobaan yang presisi, berulang kali, dan menghasilkan data yang sahih.
1
MAKSUD PRAKTIKUM FISIKA :
1. memahami dasar fisika yang dibahas dalam kuliah maupun yang tercantum dalam buku teks
secara kuantitatif,
2. membiasakan diri menggunakan peralatan laboratorium,
3. terbiasa mencatat, meringkas, mengolah data dan menafsirkan hasilnya,
4. terlatih membuat laporan ilmiah, dan
5. memperoleh pengetahuan awal tentang prosedur kerja dalam riset maupun eksperimen ilmiah.
PERSIAPAN :
Sebelum melakukan praktikum mahasiswa harus telah mempelajari dan memahami tujuan
dan gambaran percobaan yang akan dilakukan. Bab yang berhubungan dengan percobaan harap
dipelajari dari buku yang ada di perpustakaan. Tugas pendahuluan harus dikerjakan dan
dikumpulkan sebelum pelaksanaan praktikum..
2
1. Tugas Pendahuluan, Pretes, Praktik/aktivitas dalam laboratorium (20%)
2. Presentasi (30%)
3. Laporan Praktikum (30%)
4. Ujian Akhir Praktikum (20%)
LAPORAN
A. TUJUAN
3
B. ALAT DAN BAHAN.
Alat dan bahan berisikan peranti dan bahan yang digunakan dalam percobaan. Lngat!, alat atau
bahan yang tidak digunakan dalam percobaan jangan ditulis, walaupun tertulis dalam buku pedoman.
C. DASAR TEORI
Dasar Teori memuat tentang konsep, teori maupun hukum dalam bentuk pernyataan maupun
rumus yang menjadi ide dasar percobaan. Dasar teori boleh juga menerangkan tentang sistem kerja
peranti percobaan.
Misalnya, suatu percobaan memerlukan penentuan tambahan panjang suatu pegas vertikal yang
ditahan pada ujung atasnya, bila ditambahkan berturut-turut beban 100 gram pada ujung bawahnya.
Pada ujung bawah pegas terdapat juga sebuah jarum yang menunjuk pada suatu skala. Pembacaan
yang sesungguhnya dari skala yang ditunjuk oleh jarum harus dicatat lebih dahulu, kemudian
tambahan panjang pegas dihitung dalam kolom lain. Jadi setiap kesalahan yang terjadi pada waktu
mengurangi dapat segera diketahui tanpa melakukan kembali seluruh percobaan. Pada umumnya
data hasil pengamatan harus dalam bentuk tabel/daftar dengan keterangan di atasnya dan satuan dari
angka-angka dalam kolom itu.
Bila suatu pengamatan yang salah telah tercatat, coretlah dengan garis mendatar melalui
pencatatan tersebut lalu tuliskan hasil yang benar di dekatnya. Data hasil pengamatan merupakan
ringkasan angka-angka yang didapat dari suatu percobaan.
4
E. ANALISIS/ PERHITUNGAN
Data hasil pengamatan/pengukuran perlu diolah untuk mendapatkan nilai besaran yang ingin
diketahui yang termuat dalam tujuan. Diperlukan suatu cara menghitung yang benar dengan
menggunakan teori ketakpastian, yang akan dibahas dalam bab selanjutnya pada petunjuk ini
sehingga dapat diketahui ketepatan hasilnya.
F. PEMBAHASAN
Pembahasan memuat komentar mengenai hasil percobaan, data pengamatan serta hasil
perhitungan. Pembahasan dapat pula disertai perbandingan hasil percobaan dengan percobaan yang
telah ada ( dalam literature / buku / teori ) maupun alasan terjadinya penyimpangan atau
ketaktepatan.
Jika suatu percobaan disertai grafik, maka tiap penyimpangan yang menyolok dari kurva harus
dijelaskan.
Daftar Pustaka berisi tentang literatur yang dijadikan rujukan. Penulisan pustaka mengikuti contoh
berikut.
Contoh:
5
Giancoli, D.C, 1998, Fisika, Edisi Kelima, Jilid 2, Penerjemah Yuhilza Hanum dan Irwan
Arifin, Penerbit Erlangga, Jakarta
I. LAMPIRAN
Lampiran dapat berisi grafik, data dari literatur atau yang lainnya yang dinilai perlu untuk
dimuat dalam laporan, sebagai informasi tambahan atau penguat dasar pembahasan, tetapi tidak
termasuk dalam unsur utama laporan.
Penyajian data berupa grafik memiliki nilai lebih dari pada tabel. Melalui grafik dapat dengan
mudah diketahui hubungan antar variabel, titik optimum, maksimum, atau minimumnya, serta
kemiringannya. Suatu grafik harus selalu mempunyai :
a. Judul, yang memberi keterangan tentang apa yang dilukiskan oleh grafik itu.
b. Pemilihan skala yang tepat.
c. Tiap sumbu ditandai dengan nama besaran dan satuannya. Besaran yang merupakan peubah
(variabel) bebas dicantumkan pada absis (sumbu-X) dan peubah tak bebasnya pada ordinat
(sumbu-Y).
Kedudukan suatu titik tertentu harus ditandai dengan suatu lingkaran kecil dengan titik tersebut
di tengahnya. Seringkali tanda titik yang ditulis pada grafik yang digambar dengan tinta tidak
nampak.
Kurva kontinu harus digambarkan menuruti semua titik tersebut sedemikian hingga jumlah titik
yang terletak pada satu pihak kira-kira sama banyak dengan yang terletak pada pihak lain kurva
tersebut. Sebab adakalanya kurva tidak tepat melalui lingkaran kecil, garis harus diputuskan, jangan
6
ditarik melaluinya (lihat gambar contoh di bawah). Kebanyakan jenis kurva yang ditemui dalam
fisika adalah salah satu jenis kurva berikut.
7
BAB I
TEORI KETAKPASTIAN
1. KETEPATAN PENGUKURAN
Pengukuran merupakan aktivitas yang bertujuan untuk mengetahui kualitas atau kuantitas suatu
besaran. Pengukuran dalam fisika tidak luput dari ketakpastian, artinya hasil ukur terhadap besaran
fisika pasti memiliki simpangan/deviasi. Hal ini antara lain disebabkan alat yang digunakan oleh
marusia dalam pengukuran mempunyai keterbatasan ukur.
Selain karena alat ukur yang digunakan, masih banyak faktor yang mempengaruhi
ketidaktepatan hasil pengukuran, yang tidak semuanya dapat dihindari. Oleh sebab itu pengukur
wajib mengetahui sejauh mana hasil pengukuran dapat dipercaya, kemudian berusaha menghindari
kesalahan dalam pengukuran semaksimal mungkin, walaupun ada yang tak dapat dihindari.
Pengukur harus mengetahui kesalahan yang tidak mungkin dihindari, sehingga dalam
menyajikan hasil pengukuran, harus pula membuat taksiran tentang ketakpastian yang ada pada hasil
pengukuran tersebut, melaporkannya dengan jujur, sehingga hasil pengukuran dapat dinilai dan
dipercaya. Dalam segala macam pengukuran selalu timbul pertanyaan "Berapakah ketepatan hasil
pengukuran itu"? Pertanyaan ini identik dengan "Berapa dekatkah hasil pengukuran itu dengan nilai
sebenarnya"?.
Dalam pengukuran ilmiah, perlu sekali dapat mengestimasi ketepatan pengukuran, sebab dengan
demikian dapatlah diketahui manfaat hasil pengukuran.
8
2. KESALAHAN TERTENTU DAN KESALAHAN TAK TENTU
Jika Anda ingin melakukan pengukuran secara tepat/teliti maka Anda harus memperhitungkan
ketakpastian yang mungkin timbul. Ketakpastian ini dapat terjadi karena dua macam kesalahan,
yakni kesalahan tertentu dan kesalahan tak tentu.
5. 1. Kesalahan Tertentu
Kesalahan tertentu sering pula disebut kesalahan sistematik (systematic error). Misalnya
mistar yang digunakan mengukur besaran panjang, mungkin skalanya tidak teratur, atau mungkin
suhu peneraan mistar tidak sama dengan suhu pada saat pengukuran dilakukan. Pada saat
menimbang dengan neraca sama lengan mungkin lengannya tidak tepat sama panjang atau mungkin
juga gaya ke atas yang dilakukan oleh udara mempengaruhi hasil penimbangan. Kemungkinan
seperti ini selalu ada, tetapi dengan cara pengukuran/penimbangan tertentu kesalahannya dapat
diperkecil. Kesalahan semacam ini disebut kesalahan tertentu. Contoh yang lain adalah kesalahan
kalibrasi, alat, pengamat, dan keadaan fisik.
Pengukur harus mengetahui kesalahan tertentu yang mungkin ada, dan mengambil
tindakan untuk mengatasinya. Kesalahan itu tidak mungkin semuanya dapat diatasi. Selain semua
kesalahan tersebut, masih ada kesalahan lain yang harus diperhitungkan, yakni kesalahan tak tentu.
Kesalahan ini disebut dengan kesalahan acak atau random (random error). Walau
pengukuran dilakukan dengan cermat, pengukuran ulang dari besaran yang sama tidak memberi hasil
yang tepat sama. Hal ini disebabkan karena biasanya angka terakhir pengukuran hanya kira-kira
(ditaksir) oleh pengamat.
Beberapa pengukuran yang tidak saling bergantungan satu sama lain akan memberikan
hasil yang berbeda-beda. Tentunya pengamat harus selalu berusaha agar pengukurannya benar-benar
9
tidak saling bergantungan satu sama lain, dan tidak boleh terpengaruh oleh hasil pengukuran
sebelumnya. Kesalahan tidak tertentu ini pun tidak bisa dihindari, tetapi jika pengukuran dilakukan
banyak kali maka dengan teori ketakpastian, kesalahan ini dapat dihitung. Makin banyak pengukuran
dilakukan, makin tepatlah hasilnya. Beberapa di antara kesalahan tidak tertentu ini ialah gerak
Brown molekul udara, fluktuasi tegangan jaringan listrik, landasan bergetar, bising, dan latar
belakang (background) radiasi. Jadi kesalahan ini bersumber pada sumber gejala yang tidak
mungkin dikendalikan atau diatasi semuanya dan merupakan perubahan-perubahan yang
berlangsung amat cepat. Sehingga pengaturan atau pengendaliannya di luar kemampuan kita. Oleh
sebab itu tugas kita adalah:
1. Menentukan atau memilih hasil pengukuran suatu nilai (nilai terbaik) yang dapat
menggantikan nilai benar.
2. Menentukan atau memilih nilai lain yang menyatakan atau menggambarkan penyimpangan
nilai terbaik dari nilai benar. Nilai ini menyatakan sampai berapa jauh nilai terbaik dapat
dipercaya.
Jadi untuk mencapai kedua tujuan tersebut, pengukuran harus diulang sebanyak mungkin.
Pernyataan hasil pengukuran bergantung pada cara melakukan pengukurannya dalam hal ini
dibedakan pengukuran tunggal dan pengukuran berulang.
5. 1. Pengukuran Tunggal
10
ukuran ketepatan suatu pengukuran tunggal ditentukan oleh alat yang digunakan. Dalam hal ini hasil
pengukuran dilaporkan sebagai :
dengan menyatakan hasil pengukuran tunggal dan adalah setengah nilai skala terkecil alat
ukur. Misalnya hasil pengukuran besaran panjang dengan mistar adalah (2,1±0,05) cm sebagai
interpretasi, ada kepastian (keyakinan) 100 %, bahwa nilai benar berada di antara ( ) dan
( ).
5. 2. Pengukuran Berulang
Kiranya kita patut bersikap kurang percaya terhadap hasil pengukuran tunggal. Makin
banyak pengukuran dilakukan, makin besarlah tingkat kepercayaan terhadap hasilnya. Dengan
melakukan pengukuran berulang diperoleh lebih banyak nilai benar , sehingga nilai tersebut dapat
didekati dengan teliti. Nilai benar baru dapat diketahui bila dilakukan pengukuran yang tidak
terbilang banyaknya, tetapi hal ini tidak mungkin dilakukan karena alatnya sudah rusak atau aus
sebelum pengukuran selesai dilakukan. Dengan demikian nilai benar tidak mungkin dapat diketahui.
Oleh sebab itu setiap pengukuran selalu menghadapi empat hal berikut :
Pada pengukuran berulang akan dihasilkan nilai-nilai x yang disebut sampel suatu populasi , yaitu
. Dari nilai-nilai atau sampel tersebut, manakah yang dipakai sebagai nilai terbaik
( ), dan berapa ketakpastiannya ( ) ? Nilai rata-rata sampel 〈 〉 dianggap sebagai nilai terbaik
11
pengganti nilai populasi yang tidak mungkin ditemukan dari pengukuran. Pada suatu keyakinan
tertentu, nilai benar ada di dalam ( ). Menurut statistika (lihat gambar), x0 = (x), yaitu nilai
rerata sampel, dengan
∑
〈 〉
Pada pengukuran berulang dengan n jumlah pengukuran, simpangan baku dinyatakan oleh
∑ 〈 〉
√
Satuan sama dengan satuan . Hasil akhir pengukuran selalu dinyatakan dengan
〈 〉
Cara lain untuk menyatakan ketakpastian ialah dengan menyebutkan ketakpastian nisbi/relatifnya,
yaitu
yang tidak mempunyai satuan, yang kadang-kadang dinyatakan dalam prosen, yaitu
100%
12
relatif 5%. Jadi ketakpastian relatif mengadung informasi yang lebih banyak dari pada ketakpastian
mutlak.
Kebiasaan dalam hal ini ialah menghilangkan semua angka (termasuk angka 0) yang terletak
di belakang angka-angka yang diragukan, yaitu 2, 8, . . dst. Besaran x pada contoh di atas dikatakan
memiliki tiga angka penting yaitu 3,1, dan 4.
Ketelitian suatu pengukuran sering dinyatakan dalam %. Misal suatu pengukuran menghasilkan
(22/7 ± 1 %). Jadi ̅ . . . dan .
Ketelitian dalam persen ini dinyatakan hanya dengan satu angka penting saja, yaitu 1%, dan
bukan dengan dua angka penting, yaitu 1,0 % sehingga harus juga memiliki hanya satu angka
penting saja dan tidak boleh lebih, yaitu . Jadi harus dilaporkan sebagai
.
Sebenarnya tidak ada cara yang dapat dikatakan tepat dalam menulis hasil pengukuran,
karena banyak bergantung pada selera tiap orang. Namun demikian berdasarkan jumlah angka
13
penting pada ketelitian, dapatlah disarankan cara penulisan seperti tersebut di atas. Dalam hal
pengukuran yang tidak diulang, nilai dua garis skala terdekat merupakan angka yang diragukan.
14
merupakan Skala terkecil untuk pengukuran tunggal dan simpangan baku untuk pengukuran
berulang.
menurut : | | ( ) maka | |
〈 〉
15
a. Untuk x dan y masing-masing sebagai hasil pengukuran tunggal (nilai skala terkecil) :
Contoh soal :
Percepatan gravitasi suatu tempat akan ditentukan dengan menggunakan percobaan bandul
matematik berdasarkan persamaan :
√ ⁄
Pengukuran panjang tali dengan mistar cm, dan waktu ayunan dengan
stopwatch .
16
m
Bila dan diperoleh dari hash pengukuran berulang masing-masing dengan simpangan
Contoh soal :
Percepatan gravitasi suatu tempat akan ditentukan dengan menggunakan percobaan bandul
matematik. Dua puluh kali pengukuran periode bandul menghasilkan nilai rata-rata periode ̅
17
, dengan simpangan baku , sedang sepuluh kali pengukuran panjang bandul
menghasilkan ̅ , dengan simpangan baku . Tentukan dan
Percepatan gravitasi :
Jawab :
c. Nilai dan yang bervariasi, satu variabel hasil pengukuran berulang dan yang lain hasil
pengukuran tunggal.
Misal dalam kasus ini adalah variabel hasil pengukuran tunggal sementara adalah variabel
hasil pengukuran berulang . Jika ini terjadi maka perhitungan ralat sama seperti kasus (b) di atas
18
dengan menuliskan ralat salah satu variabel yang diperoleh dari pengukuran tunggal , sedangkan
untuk variabel tetap ditulis simpangan baku .
√( ) ( ) 〈 〉
〈 〉〈 〉 〈 〉〈 〉
Pengujian rumus dan penghitungan konstanta (koefisien) dalam rumus, selain dapat dilakukan
dengan cara-cara analitik tersebut di atas, dapat juga ditentukan secara grafis. Untuk pengujian
rumus secara grafis ini adalah yang paling sesuai . Selain itu perlu diingat tiga hal berikut
a. Kertas grafik memiliki ketakpastian sendiri, yakni ½ mm untuk sumbu horisontal dan
vertikalnya. Ketakpastian grafik tidak boleh lebih besar dari ketakpastian pengukuran dan .
Berapakah grafik ini ? Ini bergantung pada besar kecilnya . Kita berpegang pada : grafik
harus bernilai sedemikian hingga dapat digambar.
Sebagai contoh : Volt, maka dalam arah = ½ mm harus bernilai 0,05 Volt.
Maka 1 cm minimal 10 Volt, kalau tidak = 0,05 Volt tidak tergambar.
b. Grafik yang paling sederhana adalah garis lurus. Maka dari itu rumus yang hendak diuji benar
tidaknya diluruskan.
Contoh : Hukum Boyle , kalau digrafikkan terhadap hasilnya sebuah hiperbola.
19
Agak sukar melihat apakah titik eksperimen terletak pada kurva yang melengkung itu. Tetapi
kalau digrafikkan terhadap ⁄ diperoleh garis lurus dan mudah untuk melihat apakah
hubungan linear itu dipenuhi atau tidak.
c. Konstanta dalam rumus dapat kita peroleh dart grafik lurus , pada intercept – nya atau pada
slope – nya . Misal dalam hukum Boyle: , slope – nya atau
.
Misal kita ingin menguji suatu hukum fisika dengan pengukuran berulang terhadap
dan menghasilkan ( ) dengan . Apabila titik-titik ini digrafikkan dalam
diagram terhadap , mereka pada umumnya tidak akan terletak pada suatu garis lurus. Banyak
garis lurus dapat ditarik melalui kawasan ketakpastian titik-titik itu. Persoalan sekarang : garis
manakah merupakan garis lurus terbaik dan berapakah ketidak pastian padanya ?
Karena setiap garis ditentukan oleh dan tertentu, maka tugas kita adalah menentukan ,
dan , (yakni dan terbaik) serta dan . ini kita lakukan secara analitik dengan cara yang
dikenal sebagai cara kuadrat terkecil.
Tetapi demi kesederhanaan perhitungan, hanya lah yang memiliki ketakpastian, sedangkan
dianggap dapat ditentukan dengan ketelitian yang jauh melebihi ketelitian pada penentuan .
Anggapan ini sering terwujud dalam praktek.
20
∑ ∑ ∑
∑ ∑
∑ ∑ ∑ ∑
∑ ∑
Inilah slope dan intercept garis lurus terbaik yang kita cari.
∑
Simpangan baku dalam adalah √ ∑ ∑
x
∑ ∑ ∑ ∑ ∑ ∑
dimana : [∑ ∑ ∑
]
Untuk membuat grafik linear, interpolasi kelompok data yang telah diperoleh dari percobaan
dapat dilakukan dengan regresi. Dengan kalkulator, regresi tersebut dapat dihitung sebagai berikut :
(DATA)
B = INV (B)
21
6. Persamaan regresi : y = A + B
7. Grafik:
a. Grafik dibuat pada kertas blok milimeter dan ditempelkan pada lembar kerja.
b. Sumbu grafik (absis-ordinat) diberi nama besaran fisis dengan satuan yang sesuai.
c. Skala pada tiap sumbu sesuai dengan rentang data yang ada.
d. Titik-titik pengamatan / pengukuran diberi tanda yang jelas.
e. Bentuk kurva mengikuti pola persamaan grafik tersebut : linear, parabola, hiperbola,
sinusoid, eksponen ,dan sebagainya. Tidak harus melalui titik pengamatan / pengukuran
.Menggambar bentuk kurva ini dapat dilakukan dengan bantuan persamaan yang diperoleh
dari regresi.
Correlation coefficient
when = 10
Mahasiswa yang mampu menjalankan program Microsoft Excel dapat juga menggunakannya untuk
menyelesaikan persoalan regresi linear tersebut.
22
BAB II
ALAT UKUR DAN KETELITIAN
Pendahuluan
Dalam Fisika dikenal berbagai macam besaran. Besaran tersebut dikelompokkan dalam 2
kategori yakni besaran pokok/dasar dan besaran turunan. Semua besaran fisik dapat dinyatakan
dalam beberapa satuan pokok. Pemilihan satuan standar untuk besaran pokok menghasilkan suatu
sistem satuan. Sistem satuan yang digunakan secara universal dalam masyarakat ilmiah adalah
Sistem Internasional (SI). Berikut klasifikasi besaran-besaran fisika beserta dimensi dan satuannya.
23
Penggunaan alat ukur pada setiap pengukuran sangat ditentukan oleh macam kegunaan,
batas ukur dan ketelitian alat ukurnya. Sebagai contoh untuk mengukur massa suatu benda yang
diperkirakan sebesar 50 kg, maka alat yang harus digunakan haruslah timbangan dengan batas ukur
minimal senilai massa benda itu. Timbangan tersebut harus memiliki ketepatan pengukuran yang
baik, sehingga hasil pengukuran sesuai dengan keadaan sesungguhnya.
Berikut ini adalah karakteristik alat ukur besaran pokok dalam fisika, antara lain jangka sorong,
mikrometer skrup, neraca, stopwatch dan termometer.
A. JANGKA SORONG
Skala tetap pada jangka sorong disebut skala dasar (SD) dengan batas skala 10 cm.
Skala geser pada Jangka Sorong disebut skala pembantu (SP) dengan batas skala10 mm.
Kegunaan Jangka Sorong:
Digunakan untuk mengukur panjang, lebar, tebal, atau pun kedalaman benda/zat
Ketelitian Jangka Sorong:
Paling tidak ada 2 jenis jangka sorong, yakni jangka sorong yang memiliki ketelitian 0,05 mm
dan yang.memiliki ketelitian 0,1 mm.
Contoh penggunaan Jangka Sorong:
Pada pengukuran panjang sebuah balok kayu dengan menggunakan Jangka Sorong
dengan ketelitian 0.01 mm diperoleh penunjukan sebagai berikut:
24
1mm + 2 (ketelitian)= 1mm + 2 x 0.0mm=1,01mm
B. MIKROMETER SEKRUP
Alat ini biasanya difungsikan untuk mengukur diameter benda-benda berukuran milimeter
atau beberapa centimeter saja.
Micrometer sekrup hanya ada satu macam, yakni yang berketelitian 0.01 mm.
Pada pengukuran panjang sebuah balok kayu dengan menggunakan Jangka Sorong dengan
25
C. Spherometer
Spherometer merupakan alat untuk mengukur jejari kelengkungan suatu permukaan. Biasanya
digunakan untuk mengukur kelengkungan lensa. Spherometer memiliki 4 kaki, dengan 3 kaki yang
permanen dan sate kaki tengah yang dapat diubah-ubah ketinggiannya. Ketelitian spherometer bisa
mencapai 0,01 mm.
D. Neraca Torsi
Neraca torsi digunakan untuk mengukur massa suatu zat. Ketelitian yang dimiliki neraca ini
bermacam-macam antara lain sebesar 0,1 g atau 0,05 g atau 0,01 g.
E. Specific Gravity/Densitometer
Specific gravity adalah alat yang digunakan untuk mengukur kerapatan (massa jenis) suatu zat
cair. Bedanya dengan densitometer adalah bahwa nilai yang ditunjukkan oleh specific gravity
merupakan nilai relatif terhadap kerapatan air (1 g/ml).
F. Stopwatch
Stopwatch merupakan alat pengukur waktu. Stopwatch yang sering dipakai biasanya
berketelitian 0,1 s atau 0,2 s. Telepon genggam (HP) biasanya juga disertai fasilitas stopwatch.
Ketelitian stopwatch pada telepon genggam biasanya 0,01 s.
G. Temometer
Termometer adalah alat pengukur suhu. Termometer yang biasa digunakan dalam Lab. Fisika
Dasar adalah termometer Celcius dengan ketelitian 0,5°C atau 1°C.
26
H. Multimeter
Multimeter adalah alat pengukur besaran listrik, seperti hambatan, kuat arus, tegangan, dsb.
Ketelitan alat ini sangat beragam dan bergantung pada besar nilai maksimum yang mampu diukur.
Berhati-hatilah dalam menggunakan alat ini. Perhatikan posisi saklar sesuai dengan fungsinya dan
besar nilai maksimum yang mampu diukur. Jika digunakan untuk mengukur tegangan maka alat ini
harus dirangkai paralel, colok (+) dihubungkan dengan (+) rangkaian, sedangkan colok (-) dengan
bagian (-)nya. Sedangkan jika digunakan untuk mengukur kuat arus yang melalui suatu cabang
rangkaian maka alat ini harus dirangkai secara seri melalui cabang tersebut.
PERTANYAAN
1. Mengapa tidak boleh menggunakan ujung mistar sebagai skala nol. Dan mengapa harus
meletakkan skala mistar berimpit dengan benda yang diukur ?
2. Jelaskan pengertian least count !
3. Apa artinya suatu alat mempunyai ketelitian 1°C; 0,1 g; atau 0,01 mm ?
27
PERCOBAAN L1
HAMBATAN DAN KAPASITANSI
A. TUJUAN
1. Menentukan nilai hambatan listrik dengan menggunakan jembatan Wheatstone.
2. Menentukan nilai kapasitansi dengan menggunakan jembatan De Sauty.
3. Menguji kebenaran rumus-rumus hambatan dan kapasitansi dengan hubungan seri atau
paralel.
B. TEORI DASAR
Tegangan dan arus listrik merupakan 2 buah besaran listrik yang masing-masing dilambangkan
dengan V dan I. Satuan tegangan listrik adalah V atau volt, sedangkan satuan arus listrik adalah
A atau amper. Tegangan listrik merupakan beda potensial 2 buah terminal listrik.
Arus listrik dibagi menjadi 2 macam yaitu arus searah atau DC (direct current) dan arus bolak
balik atau AC (alternating current). Arus searah memiliki arah arus tetap, sedangkan arus bolak
balik memiliki arah yang berubah-ubah.
Arus listrik searah adalah arus listrik yang mengalir jika kedua terminal listrik tegangan searah
dihubungkan dengan suatu hambatan listrik dengan lambang R dan bersatuan Ω atau ohm.
Hubungan antara tegangan, arus dan hambatan listrik adalah
V=IR (1)
Hambatan listrik berfungsi menghambat arus listrik. Hambatan listrik suatu bahan dengan
panjang l dan luas penampang A adalah
(2)
Dua buah hambatan dapat dirangkai secara seri atau paralel masing-masing ditunjukkan oleh
Gambar 1(a) dan (b). Gambar 1(c) adalah rangkaian hambatan yang merupakan materi percobaan.
28
Kapasitor berfungsi menyimpan muatan listrik. Kapasitor yang paling sederhana dibuat dari
2 buah lempeng logam sejajar yang diselipi bahan dielektrik. Kapasitor memiliki nilai kapasitansi C
dengan satuan F atau farad.
Kapasitansi suatu kapasitor dengan luas lempeng A dan jarak antar lempeng d adalah
(2)
29
Dua buah kapasitor dapat dirangkai secara seri atau paralel masing-masing ditunjukkan oleh
Gambar 2(a) dan (b). Gambar 2(c) adalah rangkaian kapasitor yang merupakan materi percobaan.
Rangkaian jembatan Wheatstone dengan catu daya V dan galvanometer G ditunjukkan oleh
Gambar 3(a). Rangkaian ini mengandung 4 buah hambatan R 1, R2, Rs sebagai hambatan standar dan
Rx sebagai hambatan yang akan ditentukan nilainya. Adanya catu daya V akan mengalir arus baik
yang melalui Rs dan R1 maupun arus yang melalui Rx dan R2 serta galvanometer. Jika tegangan titik
A sama dengan tegangan titik B maka tidak ada arus mengalir dalam galvanometer G dan akan
berlaku hubungan berikut.
(3)
Perangkat jembatan Wheatstone ditunjukkan oleh Gambar 3(b). Antara titik A dan B
terdapat kawat dengan hambatan tertentu sebagai pengganti hambatan R 1 dan R2 serta pena logam
yang menghubungkan kutub negatif catu daya dengan titik D di antara A dan B. Dengan menggeser
ujung pena logam di atas kawat antara A dan B akan ditemukan titik D yang terkait dengan nilai arus
dalam galvanometer sama dengan nol. Jika panjang kawat AD adalah L 1 dan panjang kawat DB
adalah L2 maka
30
(4)
Rangkaian jembatan De Sauty dengan catu daya bolak balik V dan galvanometer G ditunjukkan oleh
Gambar 4(a). Rangkaian ini mengandung 2 buah hambatan R 1 dan R2 serta 2 buah kapasitor Cs
sebagai kapasitor standar dan Cx sebagai kapasitor yang akan ditentukan nilainya. Jika tegangan
bolak balik titik A sama dengan tegangan bolak balik titik B maka tidak ada arus mengalir dalam
galvanometer G dan akan berlaku hubungan berikut.
(5)
Perangkat jembatan De Sauty ditunjukkan oleh Gambar 4(b). Dengan menggeser ujung pena di atas
kawat antara A dan B akan ditemukan titik D yang terkait dengan nilai arus dalam galvanometer
sama dengan nol. Jika panjang kawat AD adalah L1 dan panjang kawat DB adalah L2 maka
(6)
31
C. ALAT DAN BAHAN
1. Perangkat jembatan Wheatstone / De 5. Kapasitor standar (C S).
Sauty. 6. Kapasitor objek (CX).
2. Catu daya AC/ DC. 7. Galvanometer DC/ AC.
3. Hambatan standar (RS). 8. Kabel-kabel penghubung.
4. Hambatan objek (RX).
D. PROSEDUR EKSPERIMEN
32
14. Sentuhkan ujung pena logam pada kawat AB dan lakukan pengamatan arus dalam
galvanometer. Geser ujung pena logam sepanjang kawat AB dan hentikan penggeseran
setelah arus yang mengalir dalam galvanometer sama dengan nol. Catat panjang L1 (panjang
AD) dan L2 (panjang DB).
15. Ulangi eksperimen butir 4 dan 5 untuk CX2.
16. Ulangi eksperimen butir 4 dan 5 untuk CX1 seri dengan CX2.
17. Ulangi eksperimen butir 4 dan 5 untuk CX1 paralel dengan CX2.
E. TUGAS AKHIR
F. TUGAS PENDAHULUAN
1. Tuliskan rumus rangkaian 2 buah kambatan seri dan paralel.
2. Tuliskan rumus rangkaian 2 buah kapasitor seri dan paralel.
3. Rangkaian hambatan RX1 dan RX2.seperti Gambar 1(c) memiliki 3 buah kabel 1, 2 dan 3.
Tuliskan kabel-kabel manakah yang berhubungan dengan penggunaan hambatan R X1, RX2,
RX1 seri dengan RX2 dan RX1 paralel dengan RX2 RX1.
4. Buktikan Persamaan (3).
33
PERCOBAAN L2
INDUKTANSI
A. TUJUAN
1. Mengenal induktor ideal dan non ideal.
2. Mengenal rangkaian RLC seri d,an paralel.
3. Menentukan nilai induktansi induktor.
B. TEORI DASAR
Arus listrik dibagi menjadi 2 macam yaitu arus searah atau DC (direct current) dan arus bolak
balik atau AC (alternating current). Arus searah memiliki arah arus tetap, sedangkan arus bolak
balik memiliki arah yang berubah-ubah.
Arus listrik bolak balik adalah arus listrik yang mengalir jika kedua terminal listrik tegangan
bolak balik dihubungkan dengan suatu impedansi dengan lambang Z dan bersatuan Ω atau ohm.
Hubungan antara tegangan, arus dan impedansi listrik adalah
V=IZ (1)
Tegangan dan arus bolak balik yang dilibatkan dalam percobaan ini berupa tegangan efektif (V eff)
dan arus efektif (Ieff).
Impedansi berfungsi menghambat arus listrik secara umum. Impedansi untuk hambatan
listrik sama dengan nilai hambatan listriknya, sedangkan impedansi untuk kapasitor disebut reaktansi
kapasitif (XC) dan untuk induktor disebut reaktansi induktif (X L). Kedua reaktansi ini bergantung
pada frekuensi tegangan bolak balik. Untuk tegangan bolak balik berupa sinus berlaku hubungan
berikut.
34
(2)
dengan f adalah frekuensi dan adalah frekuensi sudut tegangan listrik berbentuk sinus.
Gambar 1. (a) Lambang induktor ideal, (b) Lambang induktor non ideal
(c) Rangkaian induktor non ideal
lnduktor ideal yang lambangnya ditunjukkan oleh Gambar 1(a) hanya memiliki nilai induktansi.
Pada kenyataannya, induktor dibuat dari lilitan kawat yang memiliki hambatan tertentu, sehingga
nilai hambatan kawat harus dilibatkan dalam induktor. Lambang induktor non ideal sama dengan
rangkaian induktor dan hambatan seri seperti ditunjukkan oleh Gambar 1(b).
Rangkaian induktor non ideal dengan catu daya bolak batik V dan ampermeter (A)
ditunjukkan oleh Gambar 1(c). Besar impedansinya adalah
√ (4)
Dari Persamaan (1), (3) dan (4) akan diperoleh nilai induktansi L.
√ - (5)
35
Rangkaian resonansi RLC seri ditunjukkan oleh Gambar 2(a). Hambatan R merupakan hambatan
kawat induktor.
√ ( - )
(6)
√ ( - ⁄ )
m k (7)
Gambar 2. (a) Rangkaian resonansi RLC seri, (b) Rangkaian RLC paralel
Hubungan antara nilai C, L dan frekuensi sudut pada keadaan resonansi adalah
36
(8)
Rangkaian resonansi RLC paralel ditunjukkan oleh Gambar 2(a). Hambatan R merupakan hambatan
kawat induktor.
-
√ (9)
min (10)
Hubungan antara nilai C, L dan frekuensi sudut co pada keadaan resonansi adalah
(11)
⁄
Dalam eksperimen ini frekuensi tegangan bolak balik catu daya sama dengan frekuensi jala-jala
listrik PLN seperti berikut.
f = 50 Hz (12)
atau (13)
37
D. PROSEDUR EKSPERIMEN
1. Siapkan catu daya bolak balik, ampermeter bolak balik, multimeter digital, induktor dan searah
(DC) dan galvanometer searah (DC).
2. Ukur dan catat nilai hambatan induktor dengan ohmmeter dalam multimeter digital. Ukur pula
hambatan probe multimeter.
3. Rakit rangkaian RL seri seperti Gambar 1(c) dan catat arus (efektif) yang mengalir dalam
rangkaian. Ukur dan catat pula tegangan (efektif) catu daya dengan voltmeter AC dalam
multimeter digital.
4. Rakit rangkaian resonansi RLC seri seperti Gambar 2(a).
5. Dengan cara mengubah nilai kapasitansi kapasitor variabel, ukur dan catat arus maksimum yang
mengalir dalam rangkaian serta catat pula nilai kapasitansinya.
6. Rakit rangkaian resonansi RLC paralel seperti Gambar 2(b).
7. Dengan cara mengubah nilai kapasitansi kapasitor variabel, ukur dan catat anus minimum yang
mengalir dalam rangkaian serta catat pula nilai kapasitansinya.
E. TUGAS AKHIR
1. Tentukan nilai hambatan R induktor.
2. Hitung nilai induktansi L rangkaian RL seri menggunakan Persamaan (5).
3. Hitung nilai induktansi L rangkaian Resonansi RLC seri menggunakan Persamaan (8).
4. Hitung nilai induktansi L rangkaian Resonansi RLC paralel menggunakan Persamaan (11).
5. Bandingkan ketiga nilai induktansi L yang diperoleh.
F. TUGAS PENDAHULUAN
1. Buktikan Persamaan (5).
2. Buktikan Persamaan (7) dan (8).
38
PERCOBAAN L3
OSILOSKOP
A. TUJUAN
1. Mengukur besar tegangan AC dan DC
2. Mengukur besar frekuensi sinyal AC
3. Mengukur besar frekuensi sinyal AC dengan pola Lissajous
4. Mengukur beda fase rangkaian RL dan RC dengan pola Lissajous
B. DASAR TEORI
Bagian utama osiloskop adalah tabung sinar katode, yang memiliki bentuk seperti gambar tersebut
di bawah ini :
Cara kerja sederhana dari tabung sinar katode dibagi menjadi tiga tahap operasional, yaitu :
1. Semua penembak elektron menghasilkan berkas sinar elektron yang bergerak sepanjang sumbu
tabung.
2. Bila pada plat-plat pengatur defleksi horisontal diberikan tegangan, berkas sinar elektron akan
dibelokkan dari plat negatif ke plat positif. Sedang plat pengatur defleksi vertikal dapat
39
membelokkan berkas sinar elektron dalam arah vertikal ke atas atau ke bawah, bergantung pada
arah-polaritas tegangan, dan besar simpangannya ditentukan oleh besar tegangan yang diberikan.
3. Pada saat berkas sinar elektron -mengenai layar fluorescent, timbul berkas cahaya pada layar
tersebut. Cahaya yang menunjukkan posisi elektron ini bergantung pada besar dan arah tegangan
yang diberikan pada plat defleksi vertikal dan plat defleksi horisontal.
4. Pada kabel/probe oskiloskop terdapat dua macam penyambung yaitu pengait (panjang)
digunakan sebagai masukan positif/warna merah dan penjepit (pendek) digunakan sebagai
masukan negatif/ground.(warna hitam).
Inten : pengatur terang gelapnya garis (trace) yang tampak pada layar.
Volt / Div : pengatur sensitivitas penguat vertikal dalam langkah tertentu (sudah dikalibrasi
oleh pabrik pembuatnya).
Time / Div : pengatur periode signal gigi gergaji untuk keperluan penyapuan horisontal
(horizontal sweep) agar signal yang dimasukkan ke masukan vertikal dapat
ditampilkan sebagai fungsi tinier dari waktu.
AC - DC - GND: menentukan jenis pengkopelan SIGNAL INPUT dengan masukan penguat vertikal
dan horisontal. AC berarti SIGNAL dikopel lewat kapasitor, DC berarti SIGNAL
dikopel langsung, GND berarti masukan penguat dihubungkan dengan ground,
40
Power (warna hijau): tombol ON— OFF.
Ext.Trig : terminal masukan untuk penyulutan (trigering) osilator horisontal dari luar. Bila
saklar triger mode di set ke variabel mode maka osilator horizontal ditriger oleh
signal yang diberikan ke masukan vertikal.
CH1-CH2-ADD-DUAL : terminal atau mode yang digunakan pada masukan osiloskop. (terminal
yang sedang aktif digunakan).
Pengkalibrasian Alat :
1. Bila yang dikalibrasi adalah CHI, maka letakkan tombol CH 1-CH2-Add-Dual pada posisi
CH1.
2. Letakkan ujung dari probe (pengait) dari CHI ke CAL'D (berada di bawah layar osiloskop).
3. Memutar tombol volt/div pada posisi 1 volt. Atur agar kedua trace (atas & bawah) berada
pada jarak yang sama dari posisi normal/ 1 kotak, putar tombol berwarna abu2 untuk
melebar-sempitkan trace.
4. Untuk kalibrasi ini jika probe yang dipasang di CAL'D adalah CH 1. maka tombol abu-abu
dari Volt/Div yang diputar adalah yang berada pada CH1, begitu pula sebaliknya.
5. Bila yang dikalibrasi adalah CH2, maka letakkan tombol CH1-CH2-Add-Dual pada posisi
CH2, lakukan langkah selanjutnya.
6. Setelah pengkaiibrasian tersebut, maka tombol yang berwarna abu2 dari Volt/Div yang sudah
dikalibrasi tidak boleh diputar, karena akan mengubah kalibrasi tersebut. Yang boleh diputar
adalah tombol yang berwarna putih dari Volt/Div tersebut.
7. Setelah dikalibrasi jangan merubah tombol berwarna abu-abu!
1. Hubungkan tegangan yang akan diukur (dalam hal ini AFG) ke probe osiloskop (CH1 /
CH2).
41
2. Atur tombol AC – GND – DC pada AC .
3. Bila pengukuran dengan probe CH1, dan sensitivitas 5 Volt/Div, maka :
Tegangan puncak (Vpp) = harga yang ditunjukkan oleh Volt/Div x simpangan dari puncak ke
puncak.
ol ⁄ i
pp i
pp (1)
Teg ng n e ek i m
1. Atur tombol AC-GND-DC pada posisi GND. Trace menunjukkan tegangan nol.
2. Hubungkan tegangan yang akan diukur ke probe osiloskop (CH1 / CH2).
3. Arahkan tombol AC-GND-DC pada posisi DC. Trace akan bergeser ke atas (positif) dan jika ke
bawah berarti negatif.
4. Bila pengukuran dengan probe CH1, dan sensitivitas 2 Volt/Div, maka :
Tegangan DC = harga yang ditunjukkan oleh Volt/Div x pergeseran.
ol ⁄ i
Tegangan DC = i
42
Contoh Pengukuran Frekuensi :
Bila pengukuran dengan probe CHI dan sensitivitas 0,5 ms/Div, maka :
T ⁄ i i
⁄T
Metode ini dipakai untuk mengukur frekuensi dengan menggunakan signal yang telah diketahui
frekuensinya sebagai referensi. Dengan menggunakan perbandingan frekuensi dapat dihitung melalui
persamaan :
jml k po ong k l ho i on l
ign l i gene o inpu ho i on l
jml k po ong ep nj ng k l e ik l
43
Contoh Pengukuran Beda Fase
Pada analisis rangkaian AC,R dan XC dinyatakan sebagai kuantitas fasor seperti pada Gambar 3(a) di
bawah ini. Sedangkaan impedansi Z dinyatakan sebagai penjumlahan fasor dari R dan X C seperti
pada Gambar 3(b). Sehingga beda fase dari rangkaian RC dinyatakan dengan persamaan berikut :
n- ( ) (3)
(4)
44
Beda Fase Rangkaian RL
R dan XL dinyatakan sebagai kuantitas fasor seperti pada Gambar 5(a) dan impedansi Z dinyatakan
sebagai penjumlahan fasor dari R dan XL seperti pada Gambar 5(b) di bawah ini. Sehingga beda fase
dari rangkaian RC dinyatakan dengan persamaan berikut :
n- ( ) (5)
(6)
Gambar 4. Rangkaian RL
45
[ ⁄ ] (7)
Pengukuran frekuensi :
6. Atur Time/Div sehingga diperoleh panjang gelombang yang besar, dan catat …….. ms/Div.
7. Hitung jumlah skala (Div) horisontal untuk satu siklus (satu gelombang).
Pengukuran tegangan DC :
46
11. Arahkan tombol pada posisi DC, trace akan bergeser ke atas (positif) atau ke bawah
(negatif)
1. Lepaskan semua hubungan dengan AFG maupun Adaptor, atur osiloskop seperti langkah
awal.
2. Buat rangkaian seperti gambar 6(a), atur f – AFG = 10 kHz.
3. Semua tombol AC-GND-DC pada kedua channel pada posisi AC.
4. Amati pola Lisajous yang terbentuk, catat y dan ym
5. Ubah f – AFG 50 kHz.
6. Lakukan untuk gambar 6(b).
47
E. TUGAS AKHIR
1. Hitung besar tegangan AC dari sinyal sinusoidal yang tampil pada osiloskop yang meliputi :
pp m , bandingkan dengan tegangan input AFG
2. Hitung frekuensi sinyal AC, dari perhitungan T second dengan ⁄ ,
bandingkan dengan frekuensi sinyal input AFG.
3. Hitung besar tegangan DC : V, bandingkan dengan tegangan input DC
adaptor
4. Hitung frekuensi AC dengan pola Lissajous, yaitu setelah mendapatkan perbandingan nx dan
ny, masukkan ke persamaan 2, dan gambarlah setiap pola Lissajous yang Anda peroleh.
5. Hitung beda fase dari rangkaian RL dan RC dengan pola Lissajous menggunakan persamaan
7. Bandingkan beda fase basil pengukuran dengan perhitungan yang menggunakan
persamaan 3 dan 5. V dan T adalah setengah dari nilai skala terkecil alat ukur osiloskop.
F. TUGAS PENDAHULUAN
1. Jika pada suatu pengukuran diperoleh data :
Time/Div= 2 ms/Div
Volt/Div = 2 Volt/Div
∑ skala horisontal : 10 Div
∑ skala vertikal : 7 Div
Probe = X1, Maka
VPP = ………………
f = ………………
Vms = ………………
2. Bila
R = 10 kΩ
C = 2 x 10-3 µF
48
L= 18x 103H,
maka untuk f= 50 kHz. RC = ………………
RL = ………………
f = 10 kHz, RC = ………………
RL = ………………
REFERENSI
1. Wibowo, R. A., dkk, 2007, "Petunjuk Praktikum Fisika Dasar 2, Laboratorium Fisika Dasar",
FMIPA UNAIR, Kampus C, UNAIR, Surabaya.
2. Floyd, 2001,"Electronis Fundamentals : circuit, devices, and application", Prentice Hall, New
Jersey.
3. Tipler, P.A., 1991, Fisika untuk Sains dan Teknik, Jilid 2, edisi 3, alih Bahasa : Lea Prasetio
dan Rahmad W. Adi, Penerbit Erlangga.
49
PERCOBAAN B1
KEMAGNETAN
A. TUJUAN PRAKTIKUM
1. Mengukur medan magnet dari sebuah solenoid dan membandingkan hasil pengukuran dengan
perhitungan teoritis.
2. Mengukur frekuensi arus listrik PLN dengan eksperimen Melde.
B. TEORI DASAR
1. Medan Magnet
Medan magnet terbangkitkan oleh arus listrik. Misalnya pada sebuah kawat lurus yang dialiri
arus I seperti pada Gambar 1. Medan magnet terbangkitkan sepanjang kawat berarus dengan arah
sesuai dengan kaidah tangan kanan. Jika arus listrik adalah ibu jari pada sumbu-z positif, maka
medan magnet yang terbangkitkan adalah pada bidang-xy dengan arah empat jari yang lain
(berlawanan arah jarum jam). Perhatikan arah medan magnet pada titik P dan Q yang sama-sama
berjarak r dari kawat berarus pada Gambar 1.
Gambar 1. Medan magnet dari sebuah kawat lurus Gambar 2. Medan magnet dari sebuah kawat
berarus melingkar berarus.
50
Kekuatan medan magnet bergantung pada kuat arus yang mengalir dan posisi titik pengukuran. Pada
titik P misalnya, kekuatan medan magnet diberikan oleh turunan dari hokum Biot-Savart,
|⃗⃗⃗ | (1)
dengan arah mengikuti kaidah tangan kanan. Faktor ,µ0 adalah konstanta permeabilitas ruang vakum.
Nilai µ0/4π sendiri adalah 10-7 N/A2. Satuan kekuatan medan magnet adalah testa (SI) dan gauss
(cgs) (1 tesla = 104 gauss).
Jika kawat lures tadi dibengkokkan sehingga menjadi lingkaran (loop) dengan jari-jari r,
seperti pada Gambar 2, kekuatan medan magnet di pusat dapat dihitung dari
|⃗ | (2)
Jika kawat melingkar berarusnya terdiri dari N buah lingkaran, maka kekuatan medan magnet di titik
pusat adalah N kali Persamaan (2).
Pada kawat melingkar, kaidah tangan kanan diubah. Pada kasus ini ibu jari adalah arah
medan magnet dan empat jari adalah arah arus listrik (lihat Gambar 2).
2. Solenoid
Kawat melingkar dapat diubah konfigurasinya menjadi serangkaian lilitan seperti pada Gambar
3. Konfigurasi lilitan kawat melingkar ini disebut solenoid. Medan magnet yang terbangkitkan mirip
dengan apa yang dihasilkan oleh magnet batang seperti pada gambar 4.
51
Gambar 3. Sebuah solenoid dan garis-garis Gamber 4. Sebuah magnet batang dan garis-
medan magnet yang dibangkitkan. garis medan magnet yang dihasilkan.
Medan magnet yang dibangkitkan solenoid terkonsentrasi dan seragam di tengah-tengah solenoid.
Kekuatan medan magnetnya, | | , diberikan oleh
|⃗ | (3)
dengan N adalah jumlah lilitan solenoid dan L adalah panjang solenoid. Dalam praktiknya, terlalu
rumit untuk mengetahui jumlah lilitan solenoid. Oleh sebab itu, digunakan besaran kerapatan lilitan
, yaitu jumlah lilitan setiap satuan.panjang, sehingga Persamaan (3) menjadi
|⃗ | (4)
Di luar solenoid, medan magnet melemah dan menyebar. Kekuatannya menjadi setengah
dari kekuatan di tengah-tengahnya, yaitu
|⃗ | (5)
Medan magnet solenoid dapat diperkuat dengan cara menambahkan inti besi ke dalam
solenoid. Konfigurasi inti besi yang dililit oleh solenoid adalah dasar dari magnet-listrik -listrik atau
elektromagnet.
52
Fungsi solenoid dalam kemagnetan analog dengan kapasitor dalam kelistrikan. Kapasitor
membangkitkan medan listrik dalam sebuah rangkaian, sementara solenoid membangkitkan medan
magnet dalam sebuah rangkaian. Solenoid dapat difungsikan sebagai mekanik sakelar: medan
magnet yang dibangkitkannya dapat menarik dan melepas batang besi. Solenoid juga dipakai dalam
piranti transformator (trafo), motor dan dinamo yang prinsip kerjanya berdasarkan perubahan
kekuatan medan magnet yang dihasilkan oleh solenoid.
Untuk mengukur kekuatan magnet, salah satu detektor yang digunakan adalah
magnetometer, teslameter, atau gaussmeter seperti pada Gambar 5. Prinsip kerja magnetometer pada
umumnya berdasarkan efek Hall. Efek Hall adalah sebuah fenomena ketika sebuah pelat tipis yang
dialiri arus dilewati oleh garis-garis medan magnet secara tegak lurus, maka beda potensial V H
terbangkitkan antara dua sisi yang tegak lurus terhadap arah arus seperti diilustrasikan oleh Gambar
6. Oleh karena itu, dalam pengukuran kekuatan medan magnet, teslameter harus diposisikan
sedemikian rupa sehingga tegaklurus terhadap garis-garis medan magnet.
53
4. Gaya magnet
Jika arus listrik dalam sebuah kawat membangkitkan medan magnet, maka arus listrik pada
kawat yang lain akan merasakan medan magnet tersebut sebagai sebuah gaya. Eksperimen
menunjukkan jika arus pada kedua kawat searah, maka kawat kedua akan tertarik oleh kawat
pertama, begitu juga sebaliknya, seperti diilustrasikan oleh Gambar 7. Jika arus pada kedua kawat
berlawanan arah, maka kawat kedua terdorong oleh kawat pertama, begitu juga sebaliknya, seperti
diilustrasikan oleh Gambar 8.
Gaya yang bekerja pada kawat I2 karena medan magnet yang dibangkitkan oleh kawat I1
disebut gaya magnet. Medan magnet | | dibangkitkan oleh kawat I1 sepanjang gaya magnet
yang dirasakan oleh kawat I2 juga sepanjang . Besar dan arah gaya magnet yang dirasakan oleh
kawat I2 karena kawat I1 tersebut diberikan oleh
⃗ ⃗ (6)
dengan besar dan arah | | dapat dihitung dari Persamaan (1). Persamaan (6) ini disebut juga gaya
Lorentz.
Gambar 7. Gaya tarik-menarik (a) dan tolak-menolak (b) karena medan magnet yang dibangkitkan oleh
masing-masing kawat berarus.
54
Perhatikan bahwa Persamaan (6) adalah perkalian silang dari dua buah vektor ΔL dan B.
Arah vektor ΔL adalah sama dengan arah arus yang mengalir pada kawat tersebut, sedangkan arah
vektor B ditentukan oleh kaidah tangan kanan (lihat Gambar 1). Perkalian silang dua buah vektor
menghasilkan vektor dengan arah selalu tegak lurus terhadap bidang yang dibentuk oleh vektor -
vektor pengalinya, dalam hal ini arah vektor F tegak turns terhadap bidang yang dibentuk vektor ΔL
dan B. Kaidah tangan kanan dapat dipakai lagi di sini, seperti diperagakan oleh Gambar 8.
Gambar 8. Kaidah tangan kanan untuk perkalian silang dua buah vektor.
5. Eksperimen Melde
Jika arus yang mengalir pada kawat I1 adalah jenis bolak-balik (AC) sedangkan I2 adalah
arus searah (DC), maka kawat I2 akan merasakan gaya magnet bolak-balik antara tarikan dan
dorongan. Hal yang sama juga terjadi jika I1, adalah DC sedangkan I2 adalah AC, maka kawat I2
juga merasakan gaya tarikan dan dorongan. Akibatnya, kawat I2 bergetar dan getaran tersebut
dirambatkan ke sepanjang kawat. Pada akhirnya, terciptalah gelombang (getaran yang merambat)
pada kawat I2.
Pembangkit medan magnet dapat digantikan dengan sepasang magnet batang yang mengapit
seutas kawat dengan kutub utara-selatan masing-masing magnet saling berhadapan. Sepasang
magnet batang dapat digantikan dengan sebuah magnet U. Gelombang akan teramati ketika kawat
dialiri arus AC.
55
Fenomena yang dibahas pada dua paragraf di atas adalah mimik dari eksperimen yang
dilakukan oleh Franz Melde (Fisikawan Jerman) pada pertengahan Abad ke-19 – atau lebih dikenal
sebagai eksperimen Melde. Melde menyebutkan bahwa gelombang yang terbentuk adalah
gelombang berdiri (standing wave).
Eksperimen Melde orisinalnya adalah untuk menciptakan gelombang berdiri dari arus listrik
dan memperlihatkan fenomena interferensi gelombang. James Clark Maxwell,pada akhir abad ke-19,
menunjukkan secara matematis bahwa medan yang dibangkitkan oleh arus listrik itu sendiri adalah
gelombang, yang disebut gelombang elektromagnetik.
Gelombang yang membutuhkan media untuk merambat disebut gelombang mekanik. Kelajuan
rambat gelombang mekanik ditentukan oleh mediumnya, pada kasus gelombang satu dimensi seperti
pada kawat, diberikan oleh
√ (7)
dengan T adalah tegangan tali (SI: newton) dan adalah masa jenis kawat (SI: kg/m).
(8)
dengan L adalah panjang kawat yang dilewati gelombang dan n adalah jumlah siklus gelombang
yang ada di sepanjang kawat. Satu siklus gelombang didefinisikan sebagai satu puncak dan satu
lembah.
Jika kelajuan perambatan dan panjang gelombang telah diketahui, maka frekuensi
gelombang, f (SI: 1/sekon = hertz) dapat dihitung dari relasi
56
(9)
Karena gelombang adalah getaran yang merambat, frekuensi gelombang identik dengan frekuensi
getaran. Dengan kata lain, frekuensi gelombang yang tercipta pada tali adalah sama dengan frekuensi
sumber getar, yaitu arus listrik.
D. PROSEDUR EKSPERIMEN
I. Pengukuran frekuensi dari arcs listrik PLN
1. Ukur panjang dan massa kawat listrik yang digunakan. Lakukan pengukuran setidaknya
tiga kali dengan orang yang berbeda. Catat hasil pengukuran sesuai dengan kaidah
ketidakpastian.
2. Pilih sebuah anak neraca, beri nama N1. Catat nilai anak neraca tersebut. Berat anak neraca
adalah sama dengan tegangan kawat pada Persamaan 7.
3. Rangkailah perangkat eksperimen seperti pada Gambar 10, dengan A adalah catu data, B
adalah penjepit kawat, C adalah katrol, kawat dibentang antara B dan C, D adalah anak
57
neraca, E adalah magnet U yang diletakkan pada posisi sembarangan, dan F adalah pemutar
pada papan eksperimen.
4. Nyalakan catu daya jika rangkaian telah siap dan benar.
5. Atur ketegangan tali dengan cara memutar-mutar F sedemikian rupa sehingga gelombang
berdiri yang terbentuk dapat diamati dengan jelas. Teramati jelas yaitu jika amplitudo
gelombang yang tercipta cukup besar untuk dilihat,
6. Ukur panjang antara B dan C, yaitu besaran L pada Persamaan 8.Lakukan pengukuran
setidaknya tiga kali dengan orang yang berbeda. Catat hasil pengukuran sesuai dengan
kaidah. ketidakpastian.
7. Hitung dan catat jumlah gelombang, yaitu besaran n pada Persamaan 8, yang terbentuk di
sepanjang BC.
8. Lakukan prosedur 2 – 7 untuk dua buah anak neraca dengan massa berbeda-beda (jadi Anda
punya semua data untuk tiga jenis anak neraca yang massanya berbeda). Beri nama anak
neraca N2 dan N3.
58
E. TUGAS AKHIR
1. Secara teoritis, hitunglah induksi medan magnetik di Ujung dan di pusat masing-masing
solenoida dari setiap kuat arus.
2. Olah data dari pengukuran medan magnet hingga diperoleh rerata dan ketakpastiannya.
3. Bandingkan nilai hitungan teoritis Saudara dengan hasil pengukuran. Berikan komentar
Saudara.
4. Tentukan frekuensi dari arus listrik PLN
F. TUGAS PENDAHULUAN
1. Hitunglah kekuatan dan arah medan magnet di titik P dari konfigurasi kawat berikut ini.
2. Hitung kekuatan medan magnet maksimum sebuah solenoid dengan panjang 5 cm dan dialiri
arus 1 mA.
3. Bagaimana pengaruh diameter solenoid terhadap kekuatan medan magnet yang
dihasilkannya? Kenapa faktor diameter tidak muncul dalam Persamaan (3), (4), dan (5)?
(referensi [1])
4. Hitunglah kekuatan medan magnet di tengah-tengah sebuah solenoid dengan panjang 20 cm,
radius 1,4 cm, dan terdiri dari 600 lilitan yang dialiri arus 4 A.
5. Sebuah kawat melintang di sepanjang sumbu-x dialirkan arus DC sebesar 1A pada arah
sumbu-x positif. Kawat tersebut melewati medan magnet homogen sebesar 5T pada arah
sumbu-z negatif. Hitung gaya magnet yang dirasakan oleh kawat dan tentukan arah kawat
melengkung!
6. Bagaimana rancangan eksperimen orisinal Melde?
59
7. Kenapa gelombang yang tercipta dari eksperimen Melde dikategorikan gelombang berdiri?
8. Batas ambang pendengaran manusia adalah 20 Hz - 20.000 Hz . Kenapa kita tidak dapat
mendengar arus listrik PLN yang memiliki frekuensi berkisar 50 - 60 Hz?
REFERENSI
1. Tipler, P.A. and Mosca G. Physics for Scientist and Engineers, 4th Edition
2. Halliday-Resnick, Fundamental of Physics, 8th Edition, Wiley (2007)
60
PERCOBAAN LM1
TARA KALOR MEKANIK
A. TUJUAN
B. DASAR TEORI
Panas jenis air konstan meliputi jangkauan temperatur yang lebar, sedangkan panas jenis sebuah
benda dengan mudah dapat diukur dengan memanaskan benda sampai suatu temperature tertentu
yang mudah diukur, dengan menempatkannya dalam bejana air yang massa dan temperaturnya
diketahui, dan dengan mengukur temperature kesetimbangan akhir. Jika seluruh system terisolasi
dari sekitarnya, maka panas yang keluar dari benda sama dengan panas yang masuk ke air dan
wadahnya. Prosedur ini dinamakan kalorimetri, dan wadah air yang terisolasi dinamakan
kalorimeter.
Menurut Joule, jika kawat logam berhambatan R ohm dialiri arus listrik i ampere selama t
detik, kawat tersebut melepaskan energi sebesar:
(2)
Jika kawat tersebut berada dalam bejana kalorimeter berpengaduk yang bersisi air, maka
energi tersebut akan diterima oleh kalorimeter, pengaduk dan air, sehingga menaikkan suhunya dari
T1 menjadi T2. Energi yang diterima tersebut adalah:
kalori (3)
61
Dengan W harga air kelorimeter beserta pengaduk dan air di dalamnya. Jika massa kalorimeter dan
pengaduk (terbuat dari bahan logam yang sama) = mk dan kalo jenisnya ck, sedangkan massa air = ma
dan kalor jenisnya ca, maka:
kalori/°C (4)
Jika 1 joule = A kalori, dalam hal ini A dinamakan Tara Kalor Mekanik, maka:
atau
(5)
D. PROSEDUR PERCOBAAN
1. Timbang massa (ml) kalorimeter kosong dengan pengaduknya.
2. Timbang massa (m2) kalorimeter berisi air seperempat bagian volume beserta pengaduknya
3. Tempatkan bejana kalorimeter berisi air dan pengaduk dalam bejana pelindung kalorimeter
dan tutuplah, kemudian pasang termometer. Setelah satu menit bacalah suhunya (T1).
4. Buat rangkaian listrik seperti gambar.
62
Perhatian: Tunjukkan kepada assisten sebelum rangkaian dihubungkan dengan sumber
tegangan.
5. Atur Rg (R masih dalam keadaan tidak tercelup dengan air) sehingga pembasaan
Amperemeter A menunjukkan kuat arus 1 ampere.
6. Dalam keadaan R tercelup dalam air dan kalorimeter dalam keadaan tertutup, hubungkan
arus dalam rangkaian dan aduklah perlahan agar kalor dari R diserap merata oleh air dan
kalorimeter, sambil mengamati kenaikan suhunya pada termometer.
7. catat suhunya setelah naik ± 4°C, dan catat pula waktu lamanya arus mengalir dan tegangan
atau kuat arus pada multimeter.
8. Ulangi untuk kuat arus 1,5 ampere dan 2 ampere.
E. TUGAS AKHIR
1. Tentukan tara kalor mekanik.
2. Bandingkan nilai yang Saudara peroleh dengan ketetapan dalam literatur.
3. Berikan komentar terhadap hasil Saudara.
63
F. TUGAS PENDAHULUAN
1. Apa yang dimaksud dengan tara kalor mekanik?
2. Besaran apa saja yang hams Saudara ukur/catat secara langsung dalam percobaan ini?
3. Apa beda pengertian kalor jenis (c) dan harga air (W)?
4. Berapa harga A menurut literatur?
64
PERCOBAAN O1
LENSA POSITIF DAN NEGATIF
A. TUJUAN
Menentukan panjang fokus lensa positif dan lensa negatif dengan metode pembentukan bayangan
obyek oleh lensa dan pengukuran menggunakan spherometer.
B. DASAR TEORI
Lensa atau kanta adalah medium pembias tembus pandang yang dibatasi oleh permukaan
lengkung (spheris). Berdasarkan permukaan-permukaan pembatasnya, lensa digolongkan dalam
beberapa jenis yaitu : lensa datar-cembung (plan-konveks), lensa datar-cekung (plan-konkav), lensa
cekung-cembung (konkaf-konveks), lensa cembung-cembung (bikonveks) dan lensa cekung-cekung
(bikonkaf). Dua lensa terakhir disebut lensa positif dan lensa negatif yang masing-masing bersifat
mengumpulkan (konvergen) dan menyebarkan (divergen) berkas cahaya yang melewatinya. Jika
ketebalan kedua lensa tersebut kecil, keduanya disebut lensa tipis karena obyek dan bayangan yang
dihasilkan dari proses pembiasan berada di luar lensa.
Proses pembentukan bayangan oleh lensa tipis, bail: lensa positif maupun lensa negatif
mengikuti persamaan berikut :
(1)
dengan ketentuan s, s’ dan f masing-masing adalah jarak obyek terhadap lensa, jarak bayangan
terhadap lensa dan jarak fokus lensa. Hubungan antara jarak fokus dengan kedua jari-jari lensa
dinyatakan oleh Persamaan (2) berikut :
65
( ) (2)
Untuk lensa positif, jika jarak obyek (di depan lensa) lebih besar daripada jarak fokus lensa,
maka bayangan yang dihasilkan bersifat nyata (dapat terbentuk pada layar yang berada dibelakang
lensa). Sedangkan untuk lensa negatif, bayangan yang dihasilkan selalu bersifat maya (tidak dapat
terbentuk pada layar yang berada dibelakang lensa). Karena itu, agar bayangan yang dibentuk lensa
negatif bersifat nyata, maka obyeknya harus semu. yaitu berada dibelakang lensa. Untuk
menghasilkan obyek semu bagi lensa negatif, maka lensa negatif harus diletakkan diantara lensa
positif dan bayangan nyata lensa positif. Ketika lensa negatif berada dintara lensa positif dan
bayangan nyata yang dihasilkan lensa positif, maka bayangan nyata lensa positif menjadi obyek
semu bagi lensa negatif karena obyek tersebut berada dibelakang lensa negatif Proses pembentukan
obyek semu bagi lensa negatif dapat dijelaskan pada Gambar 1.
Gambar 1. (a) Pembentukan bayangan nyata oleh lensa positif dan (b) Pembentukan obyek maya bagi lensa
negatif
66
C. ALAT DAN BAHAN
1. landasan lensa 5. Mistar.
2. Statif dan Klem 6. Lensa Positif
3. Lampu Objek. 7. Lensa Negatif
4. Layar 8. Spherometer dan kaca datar
D. PROSEDUR KERJA
1. Letakkan lensa positif diantara lampu objek dan layar, kemudian geserlah lensa sehingga
terbentuk bayangan jelas dan tajam pada layar seperti pada Gambar 2.
2. Ukur jarak lensa ke lampu objek (s), dan jarak lensa ke layar (s') dengan mistar.
3. Ulangi langkah (1) dan (2) sebanyak 10 kali posisi lensa yang berbeda-beda
1. Letakkan lensa positif diantara lampu objek dan layar, kemudian geserlah lensa sehingga
terbentuk bayangan nyata terbalik dan kira-kira sama besar dengan bendanya. Catat posisi lensa
(+) dan jangan sampai diubah.
2. Letakkan lensa negatif diantara lensa positif dan layar, dan ukurlah jarak lensa negatif ke layar
(s).
3. Geserlah layar, sehingga tampak bayangan nyata, jelas, dan tajam, yang dibentuk oleh lensa
negatif
4. Ukurlah dengan mistar jarak lensa negatif ke layar yang telah digeser tadi (s').
5. Ulangi langkah (2) sampai (4) sebanyak 10 kali dengan posisi lensa (-) yang berbeda-beda.
67
Gambar 2. Peralatan untuk pembentukan bayangan oleh lensa
68
6. Untuk menentukan nilai jari-jari salah satu sisi lensa positif yang diukur, digunakan perhitungan
melalui skema pada Gamhar 4 (a) .
1. Lepaslah ketiga kaki samping dari lengan-lengan spherometer dengan cara meniutar kaki-kaki
tersebut berlawanan dengan arah jarum jam.
2. Pasangkan kembali kaki-kaki tersebut pada bagian lengan terluar (tersedia lobang) sedemikian
sehingga lensa legatif dapat masuk diantara ketiga kaki spherometer.
3. Letakkan spherometer pada kaca datar lalu sejajarkan ke empat kaki spherometer kemudian
tempatkan jarum pada skala ―0‖
4. Letakkan lensa negatif diantara ketiga kaki samping sehingga kaki tengah terdorong ke atas dan
kaki tengah berada di tengah-tengah cekungan lensa. Catatlah pergeseran kaki tengah sebagai h
dan catat pula pergeseran jarurn pada skala spherometer (h = jumlah skala pergeseran jarum x
0,01 mm).
5. Ukurlah ketebalan (t) dan diamter (2y) lensa negatif menggunakan jangka sorong.
6. Ulangi langkah (4) untuk sisi lensa negatif yang lain.
7. Untuk menentukan nilai jari-jari salah satu sisi lensa positif yang diukur, digunakan perhitungan
melalui skema pada Gambar 4 (b).
Gambar 4. Skean penentuan jari-jari lensa (a) positif dan (b) negatif
69
E. TUGAS AKHIR
Tentukan jarak fokus (f) lensa positif dan lensa negatif dari metode pembentukan bayangan oleh
lensa dan hasil pengukuran menggunakanspherometer kemudian bandingkan hasilnya.
F. TUGAS PENDAHULUAN
1. Syarat apakah untuk sinar-sinar yang berasal dari lampu obyek ke lensa yang harus dipenuhi
agar pengukuran jarak fokus lensa positif cukup teliti dan bagaimana seharusnya cara
mengatasinya. Jelaskan juga untuk lensa obyektif ?
2. Buktikan persamaan yang ada pada Gambar 4 (a) dan (b)
REFERENSI
Tipler, P.A., Fisika Untuk Sains dan Teknik, Erlangga, Jakarta (2001).
70
PERCOBAAN O2
PANJANG GELOMBANG
DASAR TEORI
Pada peristiwa difraksi sinar oleh kisi difraksi, agar terjadi bayangan celah yang terang
dilayar (P), beda lintasan (d sin ) kedua sinar yang datang di P dari kedua celah yang jaraknya d
harus merupakan kelipatan bulat (n) panjang gelombangnya ( ).
dengan d jarak celah, n orde, dan sudut difraksi. Berikut adalah gambar difraksi cahaya.
71
TUGAS PENDAHULUAN
TUJUAN
PROSEDUR PERCOBAAN
1. Atur posisi kolimator dan teleskop sama tinggi dan lurus ! Atur pula lebar celah sehingga
bayangan yang tampak dari Ujung belakang Teleskop sebagai garis lurus vertikal berwarna
kuning (bukan pita kuning, tetapi garis kuning). Caranya ialah dengan memutar sekrup di ujung-
ujung kolimator dan teleskop.
2. Amati lebar celah kisi difraksi yang tertera pada salah satu sisinya.
3. Letakkan kisi difraksi pada bangku optik di tengah spektrometer dengan penjepitnya dalam
posisi tegak lurus arah sinar datang dari kolimator.
4. Jika kaki teleskop digeser/digerakkan ke kanan secara perlahan, garis kuning akan hilang dari
pandangan, dan akan muncul kembali dengan intensitas yang lebih lemah. Inilah posisi difraksi
orde (n) = 1. Bacalah posisi sudut difraksinya setelah garis kuning tersebut berimpit dengan
benang silang.
72
5. Gerakkan terus teleskop ke kanan seperti tadi sampai muncul garis kuning lagi yang lebih lemah
lagi, dan tepatkan pada benang silang, kemudian bacalah posisi sudut difraksinya pada orde (n) =
2. Selanjutnya terus geser teleskop untuk mencari posisi orde (n) =3.
6. Gerakkan teleskop kembali ke kiri lurus dengan kolimator.
7. Ulangi percobaan untuk mencari posisi orde 1, 2, dan 3, sebelah kiri.
8. Selisih pembacaan kedua orde kanan dan kiri merupakan sudut difraksi.
TUGAS AKHIR
Tentukan panjang gelombang (A) cahaya natrium (NA) !
73
PERCOBAAN O3
INDEKS BIAS PRISMA
DASAR TEORI :
Sinar PQ yang datang dengan sudut datang i1 pada permukaan AB Prisma kaca dibiaskan
dalam kaca dengan sudut bias r1 menjadi sinar QR. Sinar QR yang datang dengan sudut datang i2
pada permukaan yang lain AC Prisma dibiaskan ke udara dengan sudut bias r2 menjadi sinar RS. Jadi
setelah melalui prisma kaca, sinar PQ mengalami penyimpangan arah (deviasi) sebesar D.
Jadi sudut deviasi (CD) adalah sudut yang dibentuk antara sinar yang keluar dari prisma dengan
sinar datang pada prisma.
Dalam matematika, besar sudut luar suatu segitiga sama dengan jumlah dua sudut dalam yang bukan
pelurusnya segitiga.
74
}
Jadi, D = 2 i1 - A
Gambar 2.
75
TUGAS PENDAHULUAN
TUJUAN
PROSEDUR PERCOBAAN
Catatan : Pada pembacaan sudut kedua posisi teleskop, spektrum garis kuning yang tampak harus
terletak tepat pada perpotongan kedua benang silang yang juga tampak bersama dengan
spektrum garis kuning tersebut.
Ketelitian = 1 menit.(1/60 = 0,00167)
76
Keterangan :
29 sd = 30 sp
1 sp = 29/30 sd
LC = 1 sd – 1sp
LC = 1 sd – 29/30 sd
LC = 1/30 sd ( 1 sd = 1/2°)
LC = 1/60°
- =2A
- = 2 Dm
Tugas:
77
PERCOBAAN O4
MIKROSKOP
DASAR TEORI:
Mikroskop terdiri dari dua lensa positif, yaitu lensa yang langsung berhubungan dengan
objek (benda yang diamati, yaitu preparat) disebut lensa objektif, serta lensa yang dipakai untuk
mengamati bayangan objek disebut lensa okuler.
Lensa okuler terdiri dari dua lensa positif yang terpisah pada jarak tertentu. Untuk
pembicaraan selanjutnya dianggap bahwa lensa ke-1 dan lensa ke-2 merupakan susunan lensa
tertentu, sedang lensa ke-3 dianggap sebagai okulernya.
Agar mata dapat mengamati bayangan yang dibentuk oleh lensa ke-3 dengan jelas tanpa
akomodasi maka bayangan z1 yang dibentuk oleh susunan lensa ke-1 dan lensa ke-2 harus terletak di
fokus lensa ke-3 (di f3).
Perbesaran lensa susunan lensa ke-1 dan lensa ke-2 dinyatakan dengan persamaan
78
Cara menentukan aperture numerik mikroskop dengan memperhatikan dua benda titik P1
dan P2 yang oleh lensa L dihasilkan bayangan dan yang berupa pusat pola difraksi berbentuk
cakram bukan berupa titik.
Menurut Rayleigh, kedua benda titik dikatakan tepat terpisah bila tepat berimpit dengan
cincin gelap (minimum) pertama pola difraksi yang berpusatkan . Inilah yang dikenal dengan
kriteria Rayleigh.
Jarak P1 P2 disebut batas pisah. Makin kecil batas pisah suatu alat optik, makin besar daya pisah alat
tersebut.
Jika panjang gelombang sinar yang dipancarkan Benda di udara/hampa, n indeks bias
media di depan lensa, u sudut antara sumbu lensa dengan sinar paling tepi, maka batas pisah z ialah :
Karena daya pisah (R) alat berbanding terbalik dengan batas pisah maka
79
Besaran n sin u disebut aperture numerik mikroskop.
Jadi mutu mikroskop tidak saja ditentukan oleh perbesarannya saja, melainkan juga oleh
daya pisahnya.
Upaya memperbesar daya pisah mikroskop antara lain dengan memperbesar sudut u, artinya
luas permukaan lensa objektif diperbesar, memperbesar harga n dengan menggunakan minyak
imersi. dan dapat pula dengan menggunakan pendek seperti pada mikroskop elektron.
TUGAS PENDAHULUAN
3. NA lensa objektif diperoleh dari persamaan Abbe. Bagaimana cara menentukan NA lensa okuler?
4. Apakah hubungan antara NA dengan daya pisah mikroskop ?
TUJUAN:
80
PROSEDUR PERCOBAAN
5. Ambil objek mikrometer dan ganti preparat yang akan ditentukan diameternya. Atur posisi
susunan lensa-lensa mikroskop sehingga bayangan lingkaran objek pada preparat nampak
jelas dan tajam.
6. Tentukan ukuran 4 buah diameter objek pada preparat yang berbentuk lingkaran-lingkaran
tersebut dengan cara menghitung jumlah skala yang sesuai dengan diameter objek.
B. Menentukan aperture numerik :
1. Singkirkan preparat dan naikkan tabung mikroskop.
2. Letakkan balok kayu pada meja objek.
3. Ambil lensa okuler sehingga tabung mikroskop kosong terbuka.
4. Atur mikroskop sehingga bayangan benang tampak jelas dan tajam.
5. Amati bayangan benang melalui tabung yang terbuka. Gerakkan mata ke kanan dan kiri
secara maksimal sambil membaca jarak AB pada skala milimeter pada papan dasar balok.
81
6. Ukur jarak d antara benang dan dasar balok dengan ujung belakang jangka sorong.
7. Hitung harga tg u dengan persamaan :
in
3. NA lensa objektif diperoleh dari persamaan Abbe. Bagaimana cara menentukan NA lensa
okuler?
4. Apakah hubungan antara NA dengan daya pisah mikroskop ?
82
PERCOBAAN R1
RADIOAKTIF
A. TUJUAN
1. Menentukan efisiensi tabung Geiger Muller,
2. Menentukan koefisien absorbsi linier-Pb dan Al.
3. Menentukan HVL – Pb dan Al.
B. DASAR TEORI
Radiasi dari bahan radioaktif tidak dapat dilihat dengan mata biasa, sehingga untuk
mendeteksinya harus digunakan alat. Alat yang dapat mendeteksi radiasi dinamakan detektor radiasi.
Salah satu jenis detektor radiasi yang pertama kali diperkenalkan dan sampai saat ini tetap digunakan
adalah detektor ionisasi gas. Detektor ini memanfaatkan hasil interaksi antara radiasi dengan gas
yang dipakai sebagai detektor. Radiasi yang masuk ke dalam detektor dapat mengakibatkan
terlepasnya elektron-elektron dari atom gas sehingga terbentuk pasangan ion positif dan ion negatif.
Karena bahan detektornya berupa gas maka detektor radiasi ini disebut detektor ionisasi gas.
Pada modul ini akan dipelajari salah satu detektor ionisasi gas, yaitu pencacah Geiger-Muller
(GM). Pencacah GM dapat digunakan untuk mendeteksi keberadaan partikel , , dan . Pencacah
GM terdiri dari dua bagian, tabung dan pencacah seperti pada gambar 1.1. Tabung tersebut
berbentuk silinder terbuat dari bahan gelas yang bagian dalamnya dilapisi lapisan logam dan
berfungsi sebagai katoda. Sepanjang sumbu di tengah tabung terdapat kawat logam halus yang
berfungsi sebagai anoda. Antara anoda dan katoda diberi tegangan tinggi. Di dalam tabung berisi gas
mulia (argon atau helium) bertekanan rendah kira-kira 10 cm Hg atau gas poliatomik (alkohol atau
quenching gases) bertekanan kira-kira 1 cm Hg. Salah satu ujung tabung (end window) tertutup oleh
bahan mika yang tipis. Melalui ujung tabung tersebut partikel-partikel , , dan masuk ke dalam
83
tabung, kemudian mengionisasikan atom-atom gas di dalamnya. positif yang terjadi akan bergerak
ke katoda, sedang ion-ion negatif bergerak ke anoda. Bila ion-ion tersebut sampai pada anoda dan
katoda maka terjadilah pulsa-pulsa. Pulsa tersebut kemudian diteruskan ke pencacah untuk dihitung.
Pencacah akan "menghitung" setiap kali radiasi mengionisasi gas.
Efisiensi pencancah GM
Jika luas permukaan jendela tabung GM = A cm2, dan diletakkan sejauh d cm di depan sumber
radiasi (lihat gambar (1.2)), maka radiasi yang dapat masuk melalui jendela ke dalam tabung-GM
tersebut adalah bagian dari seluruh radiasi yang dipancarkan ke segala arah oleh sumber
radioaktif tersebut.
84
Gambar 1.2. diagram penghitungan efisiensi pencacah GM
Sumber radioaktif yang digunakan dalam percobaan ini memitiki aktivitas sebesar 5 µCi.
Peluruhan 1 µCi bahan radioaktif setara dengan 3,7 x10 4 ⁄ , maka radiasi yang masuk ke dalam
tabung adalah :
Jadi efisiensi tabung GM mencacah partikel radiasi adalah jumlah ionisasi yang tercacah dalam
tabung dalam waktu tertentu dibagi dengan jumlah partikel radiasi yang masuk dalam tabung dalam
waktu yang sama.
(1)
Tabung GM memiliki efisiensi yang rendah dikarenakan cara kedanya menggunakan gas.
Rendahnya kerapatan atom gas menyebabkan banyak partikel radiasi yang tidak tercacah. Selain itu
hanya partikel yang dapat mengionisasi atom gas dalam tabung GM. Sehingga walaupun secara
85
umum tabung GM dapat mendeteksi partikel partikel , , dan , namun hanya pertikel yang dapat
dideteksi secara efektif.
Atenuasi – ray
Bila sinar dijatuhkan pada suatu bahan, sinar akan berinteraksi dengan bahan melalui efek
fotastrik, efek Compton, atau efek terjadinya pasangan ion. Efek-efek tersebut mungkin terjadi
bersama-sama, mungkin juga hanya satu atau dua dari tiga efek tersebut, bergantung pada energi
sinarnya.
Interaksi antara sinar dengan bahan tersebut menyebabkan berkurangnya intensitas sinar
secara eksponensial, menurut :
(2)
dengan I0 intensitas sinar yang datang pada permukaan bahan, I intensitas sinar yang telah
melalui bahan setebal x, dan . koefisien absorbsi linier bahan.
(3)
(4)
dengan x12 adalah tebal paruh (Half Value Layer, HVL), yaitu tebal bahan yang dapat mengabsorbsi
intensitas sinar radioaktif sebanyak separuhnya.
86
C. ALAT DAN BAHAN
1. Detektor Geiger Muller
2. Bahan radioaktif Sr-90 dan Ra-226, 5 µCi
3. Pinset
4. Mistar
5. Lempengan logam Pb dan Al
D. PROSEDUR PERCOBAAN
1. Baca dan catat diameter jendela pada detektor GM. Kemudian Atur waktu cacahan 7,5 sekon
dan aturlah alat-alat seperti gambar di bawah ini :
2. Catat cacahan background (n) tanpa sumber radiasi sebanyak 5 kali secara berurutan.
3. Letakkan sumber radiasi pada jarak tertentu (d) (sesuai bimbingan asisten) di depan detektor
GM.
4. Catat cacahan (N) dengan sumber radiasi sebanyak 5 kali secara berurutan.
5. Letakkan bahan Pb di antara detektor GM dan sumber radioaktif, kemudian catat cacahan
dalam tabel sebanyak 5 kali secara berurutan.
87
6. Ulangi untuk ketebalan Pb yang berbeda kemudian ukur ketebalan masing-masing bahan Pb
tersebut.
7. Ulangi langkah 5 – 6 untuk bahan Al.
E. TUGAS AKHIR
1. Tentukan efisiensi tabung – GM !
3. Gunakan persamaan regresi ltinier uneuk menentukan (koefisien absorbsi linier) serta
HVL (tebal paruh) dari Pb dan Al !
F. TUGAS PENDAHULUAN
1. Apa yang dimaksud dengan µ ?
2. Apa yang dimaksud dengan HVL atau x12?
3. Turunkan persamaan (4) !
4. Bagaimana pengaruh nilai HVL terhadap perlindungan radiasi radioaktif ? Bila nilainya
besar, apakah dapat digunakan sebagai pelindung radiasi ? Jelaskan !
REFERENSI
1. Wibowo, R. A., dkk, "Petunjuk Praktikum Fisika Dasar 2, Laboratoriurn Fisika Dasar",
FMIPA UNAIR, Kampus C, UNAIR, Surabaya (2007)
2. Theresa knott, http://en.wikipedia.org/wiki/File:Geiger.png (2005)
3. Park, J. E., Attenuation Radiation, Department of Physics Tennessee University (2001)
88
LAMPIRAN 1
89
PERCOBAAN LS1
SIMULASI KOMPUTER RANGKAIAN LISTRIK
A. TUJUAN
1. Simulasi dan pengukuran besaran-besaran dalam rangkaian listrik dengan menggunakan
program Electronics Workbench (EWB).
2. Menyelesaikan persoalan rangkaian listrik dan membandingkannya dengan hasil yang
ditunjukkan oleh EWB.
B. DASAR TEORI :
Rangkaian listrik merupakan salah satu materi dalam kelistrikan. Komponen paling mendasar
penyusun rangkaian listrik adalah resistor (hambatan) dan catu daya (power supply). Besaran-
besaran yang sering terlibat dalam rangkaian antara lain beda tegangan, kuat arus, dan besar
hambatan. Pada kondisi tertentu, memang, sering dijumpai kesulitan dalam penghitungan secara
teori nilai-nilai besaran itu ketika rangkaian cukup kompleks.
Komputer merupakan multisarana yang canggih untuk penyelesaian masalah dan pengembangan
di segala bidang, terutama bidang ilmu dan teknologi. Begitu banyak paket program telah dibuat
untuk membantu penyelesaian persoalan fisika. Salah satu paket program simulasi listrik dan
elektronika yang telah banyak digunakan adalah Electronics Workbench (EWB). Melalui paket
program EWB dapat dibuat simulasi rangkaian listrik dan didapatkan nilai nilai besaran yang
diinginkan yang terkait dalam rangkaian itu. Dengan demikian EWB banyak membantu
memecahkan masalah terkait dengan kelistrikan, khususnya rangkaian listrik. Fasilitas dan cara
melakukan simulasi listrik dengan EWB diberikan dalam Petunjuk Percobaan.
90
C. ALAT DAN BAHAN
D. PROSEDUR PERCOBAAN
Keterangan gambar:
No.1 : Sources
Berisi komponen-komponen berbagai sumber tegangan listrik, sumber arus, ground, dan lain-lain.
No.2 : Basic
91
Berisi komponen-komponen tistrik seperti resistor, kapasitor, induktor, dan lain-lain.
No.3 : Diodes
No.4 : Instruments
Berisi komponen-komponen atat pengukur listrik seperti multimeter, osiloskop dan lain-lain
2. Untuk penggunaan komponen yang diinginkan, klik pada komponen sehingga muncul sub menu
seperti pada gambar 2 lalu ktik dan geser (drag) komponen tersebut kedalam lembar kerja
(worksheet).
92
3. Jika ingin mengedit, yakni mengkopi, menghapus, memutar posisi
komponen atau mengganti nilai besaran pada komponen, klik kanan
pada mouse dengan kursor tepat pada komponen yang bersangkutan
sehingga terlihat seperti gambar 3 berikut.
4. Hubungkan antar kaki-kaki komponen dengan komponen lainnya.
Untuk mengganti nilai pada komponen bisa juga dilakukan dengan
cara klik 2 kali pada komponen. Setiap pembuatan satu rangkaian
listrik harus diberi komponen ground seperti pada Gambar 3.
5. Untuk mengaktifkan simulasi, klik komponen Activate Simulation, lalu amati yang terjadi pada
simulasi. Untuk mengakhiri simulasi klik komponen Activate Simulation.
6. Jika ingin mengkopi hasil rangkaian pada worksheed dilakukan dengan klik Edit pada menu
pilih copy as Bitmap blok rangkaian dan/ gambar yang akan dicopi buka file Microsoft
word letakkan cursor pada halaman yang dituju lakukan paste dengan menekan tombol Ctrl
bersamaan dengan V (Ctrl V).
93
E. TUGAS AKHIR
1. Buatlah rangkaian sebagaimana soal no. 1 dalam Tugas Pendahuluan. Gambarlah hasil
rangkaian. EWB Anda pada kertas laporan. Berapakah jawaban masing-masing soal itu menurut
EWB?
2. Buatlah rangkaian serupa dengan soal no. 2 pada Tugas Pendahuluan. Ukurlah kuat arus pada
setiap resistor yang ada. Laporkan masing-masing kuat arus tersebut.
3. Gunakan EWB sebagai osiloskop untuk mengetahui/menentukan frekuensi, tegangan, bentuk
pulsa, dan pola lissayous suatu superposisi tegak lurus dua gelombang tegangan listrik dengan
menyusun rangkaian seperti berikut. Ubah-ubahlah frekuensi sumber tegangan sesuai dengan
soal no.3 pada Tugas Pendahuluan. Gambarlah hasil pola pada osiloskop untuk masing-masing
perbandingan tersebut. Masukkan data-data tersebut ke dalam tabel yang disediakan.
94
F. TUGAS PENDAHULUAN
Selesaikanlah soal berikut dalam kertas tersendiri dan kumpulkanlah sebelum praktikum
dimulai.
1. Bingkai kubus tersusun atas 12 resistor
pada setiap rusuknya. Masing-masing
memiliki
hambatan 1 kS2. Hitung 3 kemungkinan
nilai resistansi total antara 2 titik sudutnya
(RAB, RAF, dan RAG). [Baca: Tipler, Jilid 2,
Bab 22 dan 23]
2. Dengan menggunakan hukum Khirchhoff,
hitunglah kuat arus pada masing-masing
resistor dalam rangkaian berikut, jika R 1= R4 = 2 Ω, R2 = R5 = 3 Ω, R3 = 1 Ω, V1= 12 volt,
dan V2 = 24 volt.
3. Gambarkan pola lissajous (superposisi dua gelombang listrik yang arah rambatnya saling
tegak lurus) untuk perbandingan ⁄ = 1:2, 1:3, 2:3, 3:4, 2:5, dan 3:5. [Baca: Alonso &
Finn, 1980, Dasar- dasar Fisika Universitas, Jilid 1, Mekanika dan Termodinamika, Edisi
Kedua, Penerbil Erlangga, hal. 264-266]
DAFTAR PUSTAKA
1. Alonso & Finn, 1980, Dasar-dasar Fisika Universitas, Jilid 1, Mekanika dan Termodinamika,
Edisi Kedua, Penerbit Erlangga.
2. Tipler, P.A., 1991, Fisika untuk Sains dan Teknik, Jilid 2, edisi 3, alih Bahasa : Lea Prasetio dan
Rahmad W. Adi, Penerbit Erlangga.
3. Wibowo, R. A., dkk, 2007, "Petunjuk Praktikum Fisika Dasar 2, Laboratorium Fisika Dasar",
FMIPA UNAIR, Kampus C, UNAIR, Surabaya.
95
PERCOBAAN L1
HAMBATAN DAN KAPASITANSI
RX1
RX2
CX1
CX2
96
PERCOBAAN L2
INDUKTANSI
Rangkaian RL seri:
V = …………..
I = …………..
97
PERCOBAAN L3
OSILOSKOP
98
PERCOBAAN B1
KEMAGNETAN
Rata-rata
Hitunglah massa jenis kawat, (kg/m) dari rata-rata massa kawat dan rata-rata massa
panjang kawat. Perhitungkan juga ketidakpastian dari perambitan erornya.
3) Buatlah tabel identitas anak neraca seperti contoh berikut. Pada baris terakhir hitung berat
anak neraca, gunakan nilai konstanta percepatan gravitasi 9,8 m/s2.
99
Massa Anak Neraca (kg)
Pengukuran ke-
NI N2 N3
Rata-rata
Berat (N)
4) Analisis 2: Kenapa berat anak neraca adalah sama dengan tegangan tali?
5) Hitung kelajuan perambatan gelombang pada kawat yang digantungkan anak neraca A, anak
neraca B, dan anak neraca C dalam contoh tabel berikut. Gunakan nilai N , dari pengolahan
data nomor 1.
v (m/s)
Anak Neraca T (N)
(Pers. 7)
N1
N2
N3
100
6) Buatlah tabel identitas gelombang seperti pada tabel berikut untuk masing-masing anak
neraca N1, N2,. dan N3. Pada kolom terakhir, hitung panjang gelombang dengan Persamaan
(9), termasuk ketidakpastiannya.
NI N2 N3
Pengukuran ke- L (m) n L (m) n L (m) n
1
i
2
Rata-rata
NI
N2
N3
Rata-rata
101
10) Analisis 5: Tanyakan pada asisten nilai frekuensi PLN dan bandingkan dengan hasil yang
Anda dapatkan dari eksperimen. Bagaimana pendapat Anda?
11) Analisis 6: Bagaimana pengaruh massa anak neraca pada eksperimen ini?
102
PERCOBAAN LM1
TARA KALOR MEKANIK
m1 = ( ± )g
m2 = ( ± )g
T1 = ( ± )g
i1 =( ± )A t=( ± )s T2 = ( ± ) °C
i2 = ( ± )A t=( ± )s T2 = ( ± ) °C
i3 =( ± )A t=( ± )s T2 = ( ± ) °C
V1 = ( ± ) Volt
V2 = ( ± ) Volt
V3 = ( ± ) Volt
103
PERCOBAAN O1
LENSA POSITIF DAN NEGATIF
Menentukan panjang fokus lensa positif dan lensa negatif dengan metode pembentukan
bayangan obyek oleh lensa
3 ( ± ) ( ± ) 3 ( ± ) ( ± )
4 ( ± ) ( ± ) 4 ( ± ) ( ± )
5 ( ± ) ( ± ) 5 ( ± ) ( ± )
6 ( ± ) ( ± ) 6 ( ± ) ( ± )
7 ( ± ) ( ± ) 7 ( ± ) ( ± )
8 ( ± ) ( ± ) 8 ( ± ) ( ± )
9 ( ± ) ( ± ) 9 ( ± ) ( ± )
10 ( ± ) ( ± ) 10 ( ± ) ( ± )
104
Menentukan panjang fokus lensa positif dan lensa negatif menggunakan spherometer.
Tabel 3. Data pengukuran jari-jari lensa menggunakan spherometer
Parameter Lensa positif Lensa negatif
hl (mm) ( ± ) ( ± )
h2 (mm) ( ± ) ( ± )
y (mm) ( ± ) ( ± )
t (mm) ( ± ) ( ± )
Pengolahan Data :
1. Dari data pada Tabel 1 dan Tabel 2, untuk masing-masing data s dan s', hitunglah jarak fokus
lensa positif dan negatif menggunakan Persamaan (1), hasilnya masukkan dataftersebut pada
tabel berikut.
Jarak fokus lensa positif :
105
Jarak fokus lensa negatif:
Dari data pada Tabel 3, tentukan jari-jari (R) lensa positif dan negatif untuk kedua sisi lensa
menggunakan persamaan pada Gambar 4(a) untuk lensa positif dan Gambar 4(b) untuk lensa negatif.
Untuk menentukan jarak fokus lensa positif dan negatif gunakan Persamaan (2) dengan nilai n = 1,5.
Lensa positif :
̅ ………………………………………….
̅ ………………………………………….
=………………………………………….
106
=………………………………………….
̅ …………………………………………
̅ …………………………………………
=………………………………………….
̅ =………………………………………….
Lensa negatif :
̅ ………………………………………….
̅ ………………………………………….
=………………………………………….
=………………………………………….
107
̅ …………………………………………
̅ …………………………………………
=………………………………………….
̅ =………………………………………….
108
PERCOBAAN O2
PANJANG GELOMBANG
1. Lampu Natrium
Tabel I . Data pengamatan sudut difraksi dan panjang gelombang lampu Natrium
Orde
(n) λ (µm)
1 ( ± ) ( ± ) ( ± ) ( ± )
2 ( ± ) ( ± ) ( ± ) ( ± )
3 ( ± ) ( ± ) ( ± ) ( ± )
4 ( ± ) ( ± ) ( ± ) ( ± )
5 ( ± ) ( ± ) ( ± ) ( ± )
6 ( ± ) ( ± ) ( ± ) ( ± )
7 ( ± ) ( ± ) ( ± ) ( ± )
8 ( ± ) ( ± ) ( ± ) ( ± )
109
2. LED
Tabel 2. Data pengamatan sudut difraksi dan panjang gelombang cahaya LED
Orde
(n) λ (µm)
1 ( ± ) ( ± ) ( ± ) ( ± )
2 ( ± ) ( ± ) ( ± ) ( ± )
3 ( ± ) ( ± ) ( ± ) ( ± )
4 ( ± ) ( ± ) ( ± ) ( ± )
5 ( ± ) ( ± ) ( ± ) ( ± )
6 ( ± ) ( ± ) ( ± ) ( ± )
7 ( ± ) ( ± ) ( ± ) ( ± )
8 ( ± ) ( ± ) ( ± ) ( ± )
3. Setelah data dan diperoleh, maka isilah kolom data = /2 pada Tabel
1 dan. Tabel 2.
4. Setelah data 0 diperoleh maka data λ pada Tabel 1 dan Tabel 2 dihitung menggunakan
persamaan (1).
5. Dari data λ pada Tabel 1 dan Tabel 2, maka dihitung panjang gelombang rata-rata cahaya lampu
Natrium dan LED. Penghitungan Δλ menggunakan teori ralat untuk nengukuran berulang.
110
Pengolahan Data :
i λi(µm) λi2(µm)2
1
2
3
…
̅ =………………………………………….
i λi(µm) λi2(µm)2
1
2
3
…
̅ =………………………………………….
111
PERCOBAAN O4
MIKROSKOP
112
PERCOBAAN R1
RADIOAKTIF
Jika n dan N masing-masing merupakan jumlah cacahan per 7,5 sekon, maka jumlah cacahan per
sekon dinamakan intensitas radiasi (I0) dan (Ia) dari sumber radioaktif yang dinyatakan dengan
persamaan :
̅ ̅ ̅̅̅̅ ̅
n
Intensitas (Ia)
Bahan 1 2 3 4 5
Pb
Al
113
PERCOBAAN LS1
SIMULASI KOMPUTER RANGKAIAN LISTRIK
114