Jawabannya adalah TIDAK ADA makanan yang wajib dihindari Ibu hanya karena ia
menyusui. Ibu dapat mengkonsumsi berbagai jenis makanan atau minuman dalam jumlah
yang wajar.Namun, ibu harus selalu mencermati reaksi dari si bayi, terutama jika dalam
keluarga terdapat riwayat alergi. Ibu dapat saja menghindari makanan pemicu alergi seperti
kacang-kacangan, seafood, atau produk dari susu, namun sekali lagi hal ini berbeda reaksinya
untuk setiap anak. Yang penting, ibu menyusu harus makan mengikuti aturan pola makan
bergizi seimbang agar kondisi tubuh tetap sehat selama menyusui dan agar tubuh ibu tidak
tekor nutrisi.Untuk makanan pabrikan, disarankan untuk memperhatikan kemasannya dahulu
sebelum mengkonsumsi, untuk melihat kemungkinan bila ada suatu zat dalam makanan
pabrikan tersebut yang tidak dianjurkan dikonsumsi oleh ibu menyusui. Beberapa jenis
pengawet dan pewarna makanan kadang memunculkan reaksi alergi pada bayi, sehingga
konsumsinya tidak dianjurkan pada ibu menyusui.
Makanan Pedas
Di kultur kita kebiasaan makan pedas tidak bisa dihilangkan. Biasanya kala menyusui Ibu-ibu
mengurangi atau menghilangkan kebiasaan ini karena khawatir bayi mereka akan rewel,
sering kentut atau problem-problem lain akibat‘rasa’ dan kualitas ASI yang berubah.
Anggapan ini ternyata tidak memiliki bukti yang kuat. Tentang pengaruh cabai kepada ASI,
rasa pedas dalam cabai timbul karena senyawa Capsaicin pada cabai membuat sensasi panas
dan pedas di lidah karena kulit lidah sangat sensitif. Makanan pedas akan mengalami
penyerapan dalam tubuh ibu dan zat-zat makanannya baru digunakan untuk memproduksi
ASI. Walau ada ahli mengatakan kalau Senyawa Capsaicin bisa terkandung di dalam ASI,
tapi tidak bisa membuat bayi merasakan pedas. Tetapi memang ada beberapa bayi
alergi/sensitif ketika senyawa capsaicin ini berpengaruh ke pencernaannya. Jadi dicoba saja
makan pedas, jika bayinya tidak apa-apa, berarti tidak apa-apa dan memang rata-rata bayi
Indonesia memang tidak apa-apa kalau ibunya makan pedas. Tentu saja, makan pedasnya
dalam jumlah yang wajar karena jika terlalu banyak nanti Ibu yang akan diare dan proses
menyusui terganggu karena Ibu tidak fit.
Kafein
Berbagai literatur menyusui menyatakan sejumlah tertentu kafein 1-2cangkir kopi atau sekitar
300 ml gram kafein tidak akan menimbulkan masalah baik bagi kebanyakan Ibu maupun
bayi. Namun perlu diingat bahwa kafein tidak hanya terkandung dalam kopi. Banyak sumber
kafein lain yang patut diperhatikan Ibu seperti minuman soda atau cola, obat pereda nyeri dan
demam, coklat, danteh. Asupan kafein yang berlebihan akan membuat bayi terjaga, aktif,
mata terbuka lebar, dan bisa jadi rewel. Kemampuan bayi memetabolisme kafein mulai
terbentuk pada usia 3 hingga 4 bulan. Jadi ada baiknya sebelum usia itu asupan kafein sangat
dibatasi. Jika Ibu curiga bayinya bereaksi terhadap kafein,baiknya Ibu perlu menghindari
segala sumber kafein hingga batas minimum. Jika ingin konsumsi minuman ber-kafein mulai
dengan porsi kecil dan perhatikan reaksi bayi.
Jamu/Obat Herbal
Jika ingin konsumsi jamu pastikan jamunya tidak mengganggu produksi ASI. Jika ibu masih
harus mengkonsumsi obat dari dokter setelah melahirkan, pastikan jamunya tidak
bertentangan dengan pengobatan medis yang sedang dijalankan. Perhatikan juga reaksi bayi
karena beberapa bayi sangat sensitif terhadap bahan-bahan tertentu dalam jamu (rempah-
rempah). Tidak semua obat herbal aman untuk ibu menyusui. Ada banyak jenis obat herbal
yang kadang dikonsumsi para ibu setelah melahirkan Cesar yang ternyata bisa menurunkan
produksi ASI.
Apakah Jika Sedang Menyusui Berarti Harus Makan Untuk Dua Orang atau Lebih?
Menyusui bukan berarti harus makan berlipat-lipat karena dianggap makan untuk ibu dan
bayinya. Seorang ibu menyusui membutuhkan 300-500 kalori tambahan setiap hari untuk
dapat menyusui bayinya dengan sukses. 300 kalori yang dibutuhkan oleh si bayi datang dari
lemak yang ditimbun selama kehamilan. Artinya, seorang ibu menyusui tidak perlu makan
berlebihan, tetapi cukup menjaga agar konsumsi gizinya seimbang,dan asalkan si ibu selalu
menuruti rasa laparnya. Proses menyusui itu sendiri membantu ibu mengurangi berat badan
dan menjadi langsing kembali. Berdiet berlebihan atau menahan lapar akan mengurangi
produksi susu si ibu karena menghambat bekerjanya hormone oksitosin. Yang harus
diperhatikan tentang asupan kalori ibu menyusui adalah sebagai berikut:
1. Konsumsi makanan dengan gizi seimbang, dalam arti memenuhi zat-zat gizi penting
seperti karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan mineral dan disajikan secara
bervariasi.
2. Asupan makanan diperhatikan kualitas giziserta nutrisinya, bukan mementingkan
kuantitas.
3. Makanlah dalam porsi kecil tapi sering (misalnya: 3 kali makan besar, diselingi 2
sampai dengan 3 kali snack).
4. Jika diperlukan, cermati kebutuhan kalori ataukonsultasikan asupan dan menu
makanan kepada ahli gizi sehingga kebutukan kalori ibu pada menyusui tercukupi.
Bila Bayi Sakit, Apakah Bisa Jika Ibu yang Meminum Obatnya Agar Bayi Tidak terlalu
Banyak Kena Bahan Kimia?
Ini adalah mitos yang keliru. Kalau ibu yang sakit yang diobati si ibu, kalau bayi yang sakit
yang diobati bayinya. Obat yang ibu minum akan diproses oleh organ pencernaan ibu dan
diserap oleh tubuh ibu. Akhirnya yang sampai ke ASI sangat sangat sedikit dan bisa jadi tidak
ada sama sekali. Meskipun demikian ada beberapa kategori obat yang tidak boleh diminum
oleh busui karena bisa berpengaruh di ASI atau berbahaya bagi bayi. Lagipula jenis obat dan
dosis obat untuk dewasa dan bayi itu berbeda Misalnya, obat batuk untuk anak dengan obat
batuk untuk dewasa jelas berbeda. Contoh yang paling sederhana, dosis paracetamol. Untuk
dewasa konsumsinya 500 mg sekali minum. Untuk bayi dosis paracetamol harus disesuaikan
dengan usia dan berat badan. Kalaupun ada saat dimana bayi harus minum obat yang
diberikan oleh dokter, perlu diketahui bahwa dosis obat yang diberikan pada bayi sangat
rendah dibandingkan dengan dosis obat orang dewasa. Biasanya obat untuk bayi diberikan
dengan perhitungan miligram per berat badan bayi. Bisa dibayangkan bila obat tersebut yang
minum ibunya, meskipun ada beberapa jenis obat yang bisa saja terserap dalam ASI namun
tentu saja sudah tidak bisa dijadikan sebagai cara pengobatan yang sesuai ketentuan. Maka
tak heran bila bayi yang sakit tidak sembuh-sembuh akibat ibu yang mengkonsumsi obat
tersebut.Jadi, keputusan kapan memberi obat kepada bayi juga harus melihat keadaan. Jika
tidak perlu minum obat, ya tidak perlu obat. Kalau memang bayi harus minum obat, apalagi
yang diresepkan oleh dokter, harus diberikan langsung kepada bayi sesuai dosisnya.
Apakah ibu harus mengkonsumsi makanan tertentu atau suplemen khusus agar produksi ASI-
nya banyak?
Ada DUA hormon yang berperan dalam proses menyusui: Prolaktin dan Oksitosin.
Prolaktin berperan dalam PRODUKSI ASI. Prolaktin bekerja dipicu oleh hisapan bayi dan
pengosongan payudara. Semakin sering payudara dikosongkan, semakin aktif prolaktin,
semakin banyak ASI dihasilkan. Jadi, apakah kunci peningkatan produksi ASI? Pengosongan
payudara sesering mungkin, baik dengan menyusui langsung atau memerah saat tidak
bersama bayi.
Oksitosin berperan dalam KELANCARAN ASI. Okstosin ini yg memicu Let Down Reflex
(LDR) pada busui. Oksitosin dipicu oleh rasa senang, relax, tenang, nyaman pada ibu selama
periode menyusui. Oksitosin dipicu oleh sugesti positif ibu. Semua rasa itu bisa diperoleh
dengan cara sbb:- Ibu konsumsi makanan/minuman yg disukai.- Ibu melakukan kegiatan/hobi
yang disukai.- Ibu mendapatkan perhatian dari orang2 terdekat.- Ibu mengingat momen2
indahnya bersama bayi.- Ibu mendapatkan bantuan untuk menjaga dan merawat bayi dari
orang2 terdekat.- Ibu cukup istirahat.- Tubuh ibu bugar dan sehat krn makan yg sehat dan
cukup berolahraga.- Ibu mampu mengelola stres dan emosi dengan baik.
Sumber Bacaan:
https://kellymom.com/nutrition/mothers-diet/mom-diet/
Risiko Pemberian Susu Formula
Lianita Prawindarti·Jumat, 23 Desember 2016
Ketika menyusui secara eksklusif tidak lagi menjadi suatu ‘keharusan’, biasanya para ibu
dengan mudahnya berpaling pada susu formula. Kode Etik Internasional tentang Pemasaran
Produk Pengganti ASI (breastmilk substitute) yang dikeluarkan oleh WHO ditujukan untuk
memberikan informasi pada orangtua tentang bahaya kesehatan akibat penggunaan susu
formula yang tidak tepat. Artikel ini memberikan beberapa contoh hasil penelitian bertahun-
tahun tentang pentingnya menyusui serta resiko yang ditimbulkan akibat penggunaan susu
formula.
REKOMENDASI WHO
WHO merekomendasikan para ibu untuk menyusui secara ekslusif selama 6 bulan,
melanjutkannya dengan pemberian Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) dari bahan-bahan
lokal yang kaya nutrisi sambil tetap memberikan ASI / menyusui sampai anak berusia 2 tahun
atau lebih. (World Health Assembly Resolution 54.2, 2001)
RESIKO PEMBERIAN SUSU FORMULA UNTUK BAYI DAN ANAK-ANAK
Sebuah penelitian di Arizona, Amerika Serikat yang menggunakan sampel 1.246 bayi
sehat menunjukkan hubungan yang kuat antara menyusui dan gangguan pernafasan
pada bayi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa anak-anak di bawah umur 6 tahun
yang tidak disusui sama sekali, akan memiliki resiko gangguan pernafasan tiga kali
lebih besar dibandingkan dengan anak-anak yang disusui.
(Wright AL, Holberg CJ, Taussig LM, Martinez FD. Relationship of infant feeding to
recurrent wheezing at age 6 years. Arch Pediatr Adolesc Med 149:758-763, 1995)
Penelitian pada 2.184 anak yang dilakukan oleh Hospital for Sick Children di
Toronto, Kanada menunjukkan bahwa resiko asma dan gangguan pernapasan
mencapai angka 50% lebih tinggi pada bayi yang diberi susu formula, dibandingkan
dengan bayi yang mendapatkan ASI sampai dengan usia 9 bulan atau lebih.
(Dell S, To T. Breastfeeding and Asthma in Young Children. Arch PediatrAdolesc Med 155:
1261-1265, 2001)
Para peneliti di Australia Barat melakukan penelitian terhadap 2602 anak-anak untuk
melihat peningkatan resiko asma dan gangguan pernafasan pada 6 tahun pertama.
Anak-anak yang tidak mendapatkan ASI beresiko 40% lebih tinggi terkena asma dan
gangguan pernafasan dibandingkan dengan anak-anak yang mendapatkan ASI
eksklusif sekurangnya 4 bulan. Para peneliti ini merekomendasikan untuk
memberikan ASI eksklusif sekurangnya 4 bulan untuk mengurangi resiko terkena
asma dan gangguan pernafasan.
(Oddy WH, Peat JK, de Klerk NH. Maternal asthma, infant feeding, and the risk for asthma
in childhood. J. Allergy Clin Immunol. 110: 65-67, 2002)
Para ahli melihat pada 29 penelitian terbaru untuk mengevaluasi dampak ‘melindungi’
terhadap asma dan penyakit pernapasan atopik lainnya yang diberikan oleh ASI.
Setelah menggunakan kriteria penilaian yang ketat, terdapat 15 penelitian yang
memenuhi persyaratan untuk dievaluasi, dan ke-15 penelitian tersebut menunjukkan
manfaat/efek melindungi yang diberikan oleh ASI dari resiko asma. Para ahli
menyimpulkan, tidak menyusui atau memberikan ASI pada bayi akan meningkatkan
resiko asma dan penyakit pernafasan atopik.
(Oddy WH, Peat JK. Breastfeeding, Asthma and Atopic Disease: An Epidemiological
Review of Literature. J Hum Lact 19: 250-261, 2003)Berikut adalah daftar pustaka tambahan
mengenai penelitian ilmiah yang menghubungkan resiko penyakit asma dengan penggunaan
susu formula/tidak menyusui:
Anak-anak di Finlandia yang mendapatkan ASI lebih lama memiliki resiko lebih
rendah untuk terkena penyakit atopik, eksim, alergi makanan dan gangguan
pernafasan karena alergi. Pada usia 17 tahun, resiko gangguan pernafasan karena
alergi pada mereka yang tidak mendapatkan ASI (atau mendapat ASI dalam jangka
waktu pendek) adalah sekitar 65%, sementara pada mereka yang disusui lebih lama
hanya 42%.
(Saarinen UM, Kajosarri M. Breastfeeding as a prophylactic against atopic disease:
Prospective follow-up study until 17 years old. Lancet 346: 1065-1069, 1995)
(Kerkhof M, Koopman LP, van Strien RT, et al. Risk factors for atopic dermatitis in infants at
high risk of allergy: The PIAMA study. Clin Exp Allergy 33: 1336-1341, 2003)
Pengaruh dari konsumsi harian ibu akan vitamin C dan E pada komposisi anti-oksidan
di ASI sebagai zat yang melindungi bayi dari kemungkinan terkena penyakit atopik
diteliti. Makanan yang dikonsumsi oleh ibu yang menderita penyakit atopik dipantau
selama 4 hari, kemudian diambil sampel ASI dari ibu yang memiliki bayi dengan usia
1 bulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsumsi vitamin C sehari-hari pada
makanan ibu dapat meningkatkan kadar vitamin C pada ASI. Semakin tinggi kadar
vitamin C pada ASI dapat menurunkan risiko terkena penyakit atopik pada bayi.
1. Lucas A, Brooke OG, Morley R, Cole TJ, Bamford MF. Early diet of preterm infants
and development of allergic or atopic disease: randomized prospective study (Diet
awal pada bayi prematur dan perkembangan alergi atau penyakit atopik : studi
prospektif acak). Br Med J 1990;300:837-40
2. Kajosaari M, Saarinen UM. Prophylaxis of atopic disease by six months’ total solid
food elimination (Profilaksis penyakit atopik dengan penundaan total enam bulan
makanan padat). Acta Pediatr Scand 1983;72:411-14
3. Ellis MH, Short JA, Heiner DC. Anaphylaxis after ingestion of a recently introduced
hydrolyzed whey protein protein formula (Anafilaksis setelah penyerapan protein
whey terhidrolisasi baru pada protein susu formula bayi). J Pediatr 1991;118:74-7
4. Saarinen UM, Kajosaari M. Breastfeeding as prophylaxis against atopic disease:
prospective follow-up study until 17 years old (Menyusui sebagai profilaksis terhadap
penyakit atopik : studi lanjutan hingga usia 17 tahun). Lancet 1995;346:1065-69
5. Saylor JD, Bahna SL. Anaphylaxis to casein hydrolysate formula (Anafilaksis pada
susu formula kasein hidrolisat). J Pediatr 1991;118:71-4
6. Marini A, Agosti M, Motta G, Mosca F. Effects of a dietary and environmental
prevention programme on the incidence of allergic symptoms in high atopic risk
infants: three years’ followup (Pengaruh program pencegahan lingkungan dan diet
terhadap kejadian gejala alergi pada bayi dengan resiko tinggi atopik : lanjutan tiga
tahun). Acta Pædiatr 1996;Suppl 414 vol 85:1-19
7. Wright AL, Holberg CJ, Martinez FD, Halonen M, Morgan W, Taussig LM.
Epidemiology of physician diagnosed allergic rhinitis In childhood (Epidemiologi
dari diagnosis alergi rhinitis pada anak-anak). Pediatrics 1994:94:895-901
8. Bloch AM, Mimouni D, Minouni M, Gdalevich M. Does breastfeeding protect against
allergic rhinitis during childhood? A meta-analysis of protective studies (Apakah
menyusui melindungi dari alergi rhinitis selama masa kanak-kanak? Sebuah meta-
analisis studi prospektif). Acta Paediatr 2002;91:275-9
(Rao MR, Hediger ML, Levine RJ, Naficy AB, Vik T. Effect of breastfeeding on cognitive
development of infants born small for gestational age. Arch Pediatr Adolesc 156: 651-655,
2002)
439 anak sekolah di Amerika Serikat yang lahir antara tahun 1991 – 1993 serta
memiliki berat badan lahir rendah (di bawah 1,500 gram) diberikan beberapa jenis tes
kognitif. Hasilnya, anak-anak yang memiliki berat badan lahir rendah dan tidak
pernah disusui cenderung memiliki nilai/hasil tes yang rendah pada tes IQ,
kemampuan verbal, kemampuan visual dan motorik dibandingkan mereka yang
disusui/mendapatkan ASI.
Penelitian pada anak-anak yang lahir dari keluarga miskin di Filipina membuktikan
bahwa anak-anak yang mendapatkan ASI sampai umur 12-18 bulan memiliki nilai
yang lebih tinggi pada “nonverbal intelligence test”. Efek seperti ini akan lebih besar
dampaknya pada bayi yang lahir dengan berat badan lahir rendah (1.6 dan 9.8 poin
lebih tinggi). Para peneliti menyimpulkan, bahwa memberikan ASI/menyusui dalam
jangka waktu yang lama sangatlah penting, apalagi setelah mengenalkan Makanan
Pendamping ASI (MP-ASI), terutama untuk bayi berat badan lahir rendah.
10. Wing CS. Defective infant formulas and expressive language problems: a case study
(Studi kasus: kerusakan susu formula bayi dan masalah bicara dan bahasa). Language,
Speech and Hearing Services in Schools 1990;21:22-711. Crawford MA. The role of essential
fatty acids in neural development: implications for perinatal nutrition (Peranan asam lemak
esensial pada perkembangan syaraf: Implikasi untuk nutrisi perinatal). Am J Clin Nutr
1993;57(suppl):703S-10S12. Temboury MC, Otero A, Polanco I, Arribas E. Influence of
breastfeeding on the infant’s intellectual development (Pengaruh menyusui pada
perkembangan kecerdasan bayi). J Pediatric Gastroenterol Nutr 1994;18:32-3613. Pollock JI.
Longterm associations with infant feeding in a clinically advantaged population of babies
(Hubungan jangka panjang pemberian makan pada populasi bayi dengan kondisi klinis baik).
Dev Med Child Neur 1994;36:429-4014. Makrides M, Neumann MA, Byard RW, Simmer K,
Gibson RA. Fatty acid composition of brain, retina and erythrocytes in breast and formula fed
infants (Komposisi asam lemak pada otak, retina, dan eritrokit pada bayi yang mengkonsumsi
ASI dan susu formula). Am J Clin Nutr 1994;60:189-9415. Anderson GJ, Connor WE,
Corliss JD. Docosohexaenoic acid is the preferred dietary n-3 fatty acid for the development
of the brain and retina (Asam dokosolexanoat sebagai asam lemak n-3 pilihan untuk
perkembangan otak dan retina). Pediatr Res 1990;27:87-9716. Neuringer M, Connor WE, Lin
DS, Barstad L, Luck S. Biochemical and functional effects of prenatal and postnatal fatty
acid deficiency on retina and brain in rhesus monkeys (Pengaruh biokimia dan fungsional
dari kekurangan asam lemak prenatal dan antenatal terhadap retina dan otak pada monyet
resus). Proc Natl Acad Sc USA 1986;83:4021-517. Florey C Du V, Leech AM, Blackhall A.
Infant feeding and mental and motor development at 18 months of age in first born singletons
(Makanan bayi dan perkembangan mental dan motorik pada usia 18 bulan pada anak
pertama/sulung). Int J Epidem 1995;24 (Suppl 1):S21-618. Wang YS, Wu SY. The effect of
exclusive breastfeeding on development and incidence of infection in infants (Pengaruh
menyusui eksklusif terhadap perkembangan dan kejadian infeksi pada bayi). JHL
1996;12:27-3019. Greene LC, Lucas A, Livingstone BE, Harland PSEG, Baker BA.
Relationship between early diet and subsequent cognitive performance during adolescence
(Hubungan antara makanan pertama dan performa kognitif pada remaja). Biochem Soc Trans
1995;23:376S20. Riva E, Agostoni C, Biasucci G, Trojan S, Luotti D, Fiori L, et al. Early
breastfeeding is linked to higher intelligence quotient scores in dietary treated
phenylketonuric children (Menyusu usia dini dihubungkan dengan tingkat kecerdasan lebih
tinggi pada anak dengan diet khusus penyakit PKU). Acta Pædiatr 1996;85:56-821. Niemelä
A, Järvenpää A-L. Is breastfeeding beneficial and maternal smoking harmful to the cognitive
development of children? (Apakah menyusui bermanfaat dan ibu merokok berbahaya bagi
perkembangan kognitif anak?) Acta Pædiatr 1996;85:1202-622. Rodgers B. Feeding in
infancy and later ability and attainment: a longitudinal study (Pemberian makan pada bayi
dan kemampuan dan pencapaian di masa depannya: Kajian longitudinal). Devel Med Child
Neurol 1978;20:421-623. Horwood LJ, Fergusson DM. Breastfeeding and later cognitive and
academic outcomes (Menyusui dan pencapaian akademik dan kognitif di kemudian hari).
Pediatrics 1998;101:p. e924. Paine BJ, Makrides M, Gibson RA. Duration of breastfeeding
and Bayley’s mental developmental Index at 1 year of age (Durasi menyusui dan indeks
perkembangan mental Bayley pada usia 1 tahun). J Paediatr Child Health 1999;35:82-525.
Fergusson DM, Beautrais AL, Silva PA. Breastfeeding and cognitive development In the first
seven years of life (Menyusui dan perkembangan kognitif pada 7 tahun pertama). Soc Sci
Med 1982;16:1705-826. Vestergaard M, Obel C, Henriksen TB, Sørensen HT, Skajaa E,
Østergaard J. Duration of breastfeeding and developmental milestones during the latter half
of Infancy (Durasi menyusui dan tahapan perkembangan selama 6 bulan kedua usia bayi).
Acta Paediatr 1999;88:1327-3227. Rao MR, Hediger ML, Levine RJ, Naficy AB, Vik T.
Effect of breastfeeding on cognitive development of infants born small for gestational age
(Pengaruh menyusui pada perkembangan kognitif bayi yang lahir kecil untuk usia gestasi).
Acta Paediatr 2002;91:267-7428. Lanting CI, Fidler V, Huisman M, Touwen BCL, Boersma
ER. Neurological differences between 9 year old children fed breastmilk or formula milk as
babies (Perbedaan neurologis antara anak usia 9 tahun yang diberi ASI atau susu formula saat
bayi). Lancet 1994;344:1319-2229. Lanting CI, Patandin S, Weisglas-Kuperus N, Touwen
BCL, Boersma ER.Breastfeeding and neurological outcome at 42 months (Menyusui dan
perkembangan syaraf pada usia 42 bulan). Acta Paediatr 1998;87:1224-9 4. Meningkatkan
resiko infeksi saluran pernafasan akut (ISPA)
Anak-anak di Brazil yang tidak disusui/mendapatkan ASI beresiko 16,7 kali lebih
tinggi terkena pneumonia dibandingkan anak-anak yang semasa bayinya disusui
secara eksklusif.
(Cesar JA, Victora CG, Barros FC, et al. Impact of breastfeeding on admission for pneumonia
during postneonatal period in Brazil: Nested casecontrolled study. BMJ 318: 1316-1320,
1999)
Untuk menentukan faktor-faktor resiko dalam mendeteksi ISPA pada balita, sebuah
rumah sakit di India membandingkan 201 kasus dengan 311 kunjungan pemeriksaan.
Menyusui adalah salah satu dari sekian faktor yang dapat menurunkan tingkat risiko
ISPA pada balita.
(Broor S, Pandey RM, Ghosh M, Maitreyi RS, Lodha R, Singhal T, Kabra SK. Risk factors
for severe acute lower respiratory tract infection in under-five children. Indian Pediatr 38:
1361-1369, 2001)
Beberapa sumber yang digunakan untuk meneliti hubungan antara menyusui dan
resiko ISPA pada bayi yang lahir cukup bulan. Analisis dari data-data yang diteliti
menunjukkan pada negara-negara berkembang, bayi yang diberikan susu formula
mengalami 3 kali lebih sering gangguan pernafasan yang membutuhkan perawatan
intensif di rumah sakit, dibandingkan dengan bayi yang diberikan ASI eksklusif
selama 4 bulan atau lebih.
(Bachrach VRG, Schwarz E, Bachrach LR. Breastfeeding and the risk of hospitalization for
respiratory disease in infancy. Arch Pediatr Adolesc Med. 157: 237-243, 2003)Berikut adalah
daftar pustaka tambahan mengenai penelitian ilmiah yang menghubungkan resiko penyakit
saluran pernafasan dengan penggunaan susu formula/tidak menyusui:
1. Pullan CR, Toms GL, Martin AJ, Gardner PS, Webb JKG, Appleton DR.
Breastfeeding and respiratory syncytial virus infection (Menyusui dan kejadian
infeksi virus syncytial pada saluran pernapasan). Br Med J 1980;281:1034-6
2. Chiba Y, Minagawa T, Mito K, Nakane A, Suga K, Honjo T, Nakao T. Effect of
breastfeeding on responses of systemic interferon and virus-specific lymphocyte
transformation with respiratory syncytial virus infection (Pengaruh menyusui pada
respon interferon sistemik dan transformasi spesifik-virus limfosit dengan infeksi
virus syncytial pada saluran pernapasan). J Med Virology 1987;21:7-14
3. Wright AL, Holberg CJ, Martinez FD, Morgan WJ, Taussig LM. Breastfeeding and
lower respiratory tract illness in the first year of life (Menyusui dan penyakit saluran
pernapasan bagian bawah pada usia 1 tahun). Br Med J 1989;299:946-9
4. Pisacane A, Graziano L, Zona G, Granata G, Dolezalova H, Cafiero M, et al.
Breastfeeding and acute lower respiratory infection (Menyusui dan infeksi saluran
pernapasan bagian bawah akut). Acta Pædiatr 1994;83:714-18
5. Beaudry M, Dufour R, Marcoux S. Relation between infant feeding and infections
during the first six months of life (Hubungan antara pemberian makan pada bayi dan
infeksi selama 6 bulan pertama kehidupan). J Pediatr 1995;126:191-7
6. Okamoto Y, Ogra PL. Antiviral factors in human milk: implications in respiratory
syncytial virus infection (Faktor antivirus dalam susu manusia: implikasi terhadap
infeksi virus syncytial pada saluran pernapasan). Acta Pædiatr Scand Suppl
1989;351:137-43
7. Downham MAPS, Scott R, Sims DG, Webb JKG, Gardner PS. Breastfeeding protects
against respiratory syncytial virus infections (Menyusui memberikan perlindungan
terhadap infeksi virus syncytial pada saluran pernapasan). Br Med J 1976;2:274-6
8. Yue Chen. Synergistic effect of passive smoking and artificial feeding on
hospitalization for respiratory illness in early childhood (Pengaruh sinergis dari
merokok pasif dan pemberian pengganti air susu ibu terhadap kejadian penyakit
saluran pernapasan selama masa kanak-kanak). Chest 1989;95:1004-07
9. Wilson AC, Forsyth JS, Greene SA, Irvine L, Hau C, Howie PW. Relation of infant
diet to childhood health: seven year follow-up of cohort of children in Dundee infant
feeding study (Hubungan antara asupan bayi dengan kesehatan masa kanak-kanak:
tindak lanjut tujuh tahun setelahnya atas anak-anak pada kajian pemberian makan
bayi di Dundee). Br Med J 1998;316:21-5 (hasil penelitian juga menunjukkan tekanan
darah yang lebih tinggi pada anak-anak yang diberikan susu formula)
10. César JA, Victora CG, Barros FC, Santos IS, Flores JA. Impact of breastfeeding on
admission for pneumonia during postneonatal period in Brazil: nested case-control study
(Pengaruh menyusui terhadap resiko pneumonia selama periode pasca-neonatal di Brazil:
studi kontrol-kasus tersarang). Br Med J 1999;318:1316-2011. Pisacane A, Impagliazzo N,
De Caprio C, Criscuolo L, Inglese A, da Silva MCMP. Breastfeeding and tonsillectomy
(Menyusui dan tonsilektomi). BMJ. 1996 Mar 23;312(7033):746-7.12. López-Alarcón M,
Villalpando S, Fajardo A. Breastfeeding lowers the frequency and duration of acute
respiratory infection and diarrhea in infants under 6 months of age (Menyusui dapat
mengurangi frekuensi dan durasi infeksi saluran pernapasan akut dan diare pada bayi di
bawah 6 bulan). J Nutr 1997;127:436-43 5. Meningkatkan resiko oklusi gigi pada anak
Salah satu keuntungan menyusui adalah membuat gigi anak tumbuh rapih dan teratur.
Penelitian yang dilakukan pada 1.130 balita (usia 3-5 tahun) untuk mengetahui
dampak dari tipe pemberikan makanan dan aktivitas menghisap yang tidak tepat
terhadap pertumbuhan gigi yang kurang baik. Aktivitas menghisap yang kurang baik
(menghisap botol) memberikan dampak yang substansial pada kerusakan gigi/oklusi
gigi pada anak. Terjadinya ”posterior cross-bite” pada gigi anak lebih banyak
ditemukan pada anak-anak yang menggunakan botol susu serta anak-anak yang suka
‘mengempeng’. Persentase terkena cross-bite pada anak ASI yang menyusu langsung
13% lebih kecil dibandingkan mereka yang menyusu dari botol. Hasil penelitian
menyimpulkan bahwa semakin awal bayi menyusu dari botol dua kali lebih besar
besar terkena risiko maloklusi/kerusakan pada gigi dibandingkan bayi yang menyusu
langsung/tidak menyusu dari botol.
(Viggiano D. et al. Breast feeding, bottle feeding, and non-nutritive sucking; effects on
occlusion in deciduous dentition. Arch Dis Child 89:1121-1123, 2004)Berikut adalah daftar
pustaka tambahan mengenai penelitian ilmiah yang menghubungkan resiko kerusakan gigi
dengan penggunaan susu formula/tidak menyusui
Sebuah kasus di Amerika Serikat menyebutkan bahwa seorang bayi berusia 20 hari
meninggal dunia karena menderita panas, tachyardia¸dan mengalami penurunan
fungsi pembuluh darah setelah diberikan susu formula yang tercemar bakteri E-
Sakazakii di NICU.
(Weir E, Powdered infant formula and fatal infection with Enterobacter sakazakii. CMAJ
166, 2002)Berikut adalah daftar pustaka tambahan mengenai penelitian ilmiah yang
menghubungkan resiko penyakit infeksi dengan susu formula yang tercemar
Pada tahun 2003 ditemukan bayi yang mengkonsumsi susu formula berbahan dasar
kedelai di Israel harus mendapatkan perawatan intensif di rumah sakit akibat
encephalopathy. Dua diantaranya meninggal akibat cardiomyopathy. Analisis dari
kasus ini menyebutkan bahwa tingkat tiamin pada susu formula tidak dapat
diidentifikasikan. Pada bayi yang mengkonsumsi susu formula berbasis kedelai sering
ditemukan gejala kekurangan tiamin, yang harus ditangani oleh terapi tiamin.
(Fattal-Valevski A, Kesler A, Seal B, Nitzan-Kaluski D, Rotstein M, Mestermen R,
Tolendano-Alhadef H, Stolovitch C, Hoffman C. Globus O, Eshel G. Outbreak of Life-
Threatening Thiamine Deficiency in Infants in Israel Caused by a Defective Soy-Based
Formula. Pediatrics 115: 223-238, 2005)8. Meningkatkan resiko kanker pada anak-anak
Pusat Studi Kanker Anak di Inggris melakukan penelitian terhadap 3.500 kasus
kanker anak dan hubungannya dengan menyusui. Hasil penelitian menunjukkan
adanya pengurangan tingkat resiko terkena leukemia dan kanker lain apabila seorang
anak memperoleh ASI ketika bayi. (UK Childhood Cancer Investigators.
Breastfeeding and Childhood Cancer. Br J Cancer 85: 1685-1694, 2001)
Studi pada 117 kasus acute lymphotic leukemia yang dilakukan di United Arab
Emirates menunjukkan bahwa menyusui secara eksklusif selama 6 bulan atau lebih
akan meminimalkan resiko terkena kanker leukemia dan lymphoma (getah bening)
pada anak. (Bener A, Denic S, Galadari S. Longer breast-feeding and protection
against childhood leukaemia and lymphomas. Eur J Cancer 37: 234-238, 2001)
Tidak menyusui adalah salah satu penyebab terbesar kanker pada ibu. Suatu penelitian
mengemukakan tingkat kerusakan genetis yang signifikan pada bayi usia 9-12 bulan
yang sama sekali tidak disusui. Para peneliti menyimpulkan bahwa kerusakan genetis
berperan penting dalam pembentukan kanker pada anak atau setelah anak-anak tsb
tumbuh dewasa. (Dundaroz R, Aydin HA, Ulucan H, Baltac V, Denli M, Gokcay E.
Preliminary study on DNA in non-breastfed infants. Ped Internat 44: 127-130, 2002)
Sebuah penelitian yang menggunakan bukti-bukti atas dampak menyusui pada risiko
terkena leukemia mempelajari 111 kasus yang 32 diantaranya mengemukakan hal
tersebut. Dari 32 kasus ini dipelajari 10 kasus utama dan ditemukan 4 kasus yang
mengemukakan hubungan antara menyusui dan leukemia. Kesimpulan yang diambil
adalah: semakin lama menyusui/memberikan ASI pada bayi, semakin kecil risiko
terkena leukemia. Mereka mencatat, diperlukan dana sebesar USD 1,4M tiap
tahunnya untuk mengobati anak-anak yang terkena leukemia. (Guise JM et al. Review
of case-controlled studies related to breastfeeding and reduced risk of childhood
leukemia. Pediatrics 116: 724-731, 2005)
Berikut adalah daftar pustaka tambahan mengenai penelitian ilmiah yang menghubungkan
resiko penyakit kanker pada anak-anak dengan penggunaan susu formula/tidak menyusui
Penyakit kronis dapat dipicu oleh respon auto-imun tubuh anak ketika mengkonsumsi
makanan yang mengandung protein gluten. Ivarsson dan tim-nya melakukan
penelitian terhadap pola menyusui 627 anak yang terkena penyakit kronis dan 1.254
anak sehat untuk melihat dampak menyusui pada konsumsi makanan yang
mengandung protein gluten serta resiko terkena penyakit kronis. Secara mengejutkan
ditemukan bukti bahwa 40% anak-anak bawah umur dua tahun (baduta) yang
disusui/mendapatkan ASI berisiko lebih kecil terhadap penyakit kronis, walaupun
mengkonsumsi makanan yang mengandung protein gluten. (Ivarsson, A. et al. Breast-
Feeding May Protect Against Celiac Disease Am J Clin Nutr 75:914-921, 2002)
Rasa terbakar pada saat BAB dan penyakit Crohn adalah penyakit gastrointestinal
kronis yang sering terjadi pada bayi susu formula. Suatu meta-analisis pada 17 kasus
yang mendukung hipotesis bahwa menyusui mengurangi resiko penyakit Crohn dan
ulcerative colitis. (Klement E, Cohen RV, Boxman V, Joseph A, Reif s. Breastfeeding
and risk of inflammatory bowel disease: a systematic review with meta-analysis. Am
J Clin Nutr 80: 1342-1352, 2004)
Untuk memperjelas dampak dari pemberian MPASI yang terlalu dini (contoh:
dampak dari menyusui dibandingkan tidak menyusui; lama menyusui; dampak
menyusui dan hubungannya dengan pemberian makanan yang mengandung protein
gluten) pada resiko penyakit kronis, para peneliti melihat kembali literatur tentang
menyusui dan penyakit kronis. Mereka menemukan bahwa anak-anak yang menderita
penyakit kronis hanya mendapatkan ASI/disusui dalam jangka waktu pendek.
Sementara anak-anak yang disusui lebih lama resiko terkena penyakit kronis ini 52%
lebih rendah. Para peneliti mendefinisikan 2 mekanisme perlindungan yang diberikan
ASI, yaitu: (1) melanjutkan pemberian ASI/menyusui menghambat penyerapan gluten
pada tubuh, (2) ASI melindungi tubuh dari infeksi intestinal. Infeksi dapat
menyebabkan penurunan daya tahan tubuh bayi sehingga gluten dapat masuk ke
dalam lamina propria. Penelitian yang lain menyebutkan bahwa IgA dapat
menurunkan respon antibody terhadap gluten yang dicerna. (Akobeng A K et al.
Effects of breast feeding on risk of coeliac disease: a systematic review and meta-
analysis of observational studies. Arch DisChild 91: 39-43, 2006)
Untuk memastikan hubungan antara konsumsi susu sapi (dan susu formula bayi
berbahan dasar susu sapi) dan respon antibodi bayi pada protein susu sapi, peneliti di
Italia mengukur respon antibodi pada 16 bayi ASI dan 12 bayi usia 4 bulan yang
mengkonsumsi susu formula. Bayi susu formula meningkatkan antibodi beta-casein
yang bisa menyebabkan diabetes type 1, dibandingkan dengan bayi ASI. Para peneliti
tersebut menyimpulkan bahwa bayi yang mendapatkan ASI eksklusif sekurangnya 4
bulan beresiko lebih rendah terhadap diabetes type 1, karena ASI dapat mencegah
pembentukan anti-bodi beta-casein. (Monetini L, Cavallo MG, Stefanini L, Ferrazzoli
F, Bizzarri C, Marietti G, Curro V, Cervoni M, Pozzilli P, IMDIAB Group. Bovine
beta-casein antibodies in breast-and bottle-fed infants: their relevance in Type 1
diabetes. Hormone Metab Res 34: 455-459, 2002)
Studi yang dilakukan pada 46 suku Indian Kanada yang menderita diabetes tipe II
dicocokkan dengan 92 jenis control penyakit diabetes. Kemudian dibandingkanlah
resiko pre dan post-natal dari suku Indian yang disusui dan yang tidak disusui.
Menariknya, ditemukan suatu fakta baru bahwa ASI dapat menurunkan resiko terkena
penyakit diabetes tipe II. (Young TK, Martens PJ, Taback SP, Sellers EA, Dean HJ,
Cheang M, Flett B. Type 2 diabetes mellitus in children: prenatal and early infancy
risk factors among native Canadians. Arch Pediatr Adolesc Med 156: 651-655, 2002)
Penggunaan susu formula, makanan pengganti ASI dan susu sapi yang lebih dini pada
bayi, adalah factor-faktor yang meningkatkan kemungkinan terkena diabetes tipe I
ketika dewasa. Sebayak 517 anak Swedia dan 286 anak Lithuania usia 15 tahun yang
didiagnosa menderita penyakit diabetes tipe I dibandingkan dengan pasien non-
diabets. Hasil penelitian menunjukkan bahwa memberikan ASI secara eksklusif
sekurangnya 5 bulan dan dilanjutkan sampai usia 7 atau 9 bulan (dengan MP-ASI)
dapat mengurangi resiko terkena diabetes. (Sadauskaite-Kuehne V, Ludvigsson J,
Padaiga Z, Jasinskiene E, Samuel U. Longer breastfeeding is an independent
protective factor against development of type I diabetes mellitus in childhood. Diabet
Metab Res Rev 20: 150-157, 2004)
Data yang didapatkan dari 868 anak penderita diabetes asal Cekoslovakia dan 1466
kunjungan dar pasien yang terkena diabetes, mengkonfirmasi bahwa resiko terkena
diabetes tipe I dapat dikurangi dengan memperpanjang lama/periode menyusui.
Menyusui bayi selama 12 bulan atau lebih mengurangi risiko terkena diabetes tipe I
secara signifikan. (Malcove H et al. Absence of breast-feeding is associated with the
risk of type 1 diabetes: a case-control study in a population with rapidly increasing
incidence.Eur J Pediatr 165: 114-119, 2005)
Berikut adalah daftar pustaka tambahan mengenai penelitian ilmiah yang menghubungkan
resiko penyakit diabetes pada anak-anak dengan penggunaan susu formula/tidak menyusui
1. Working Group on Cow’s Milk Protein and Diabetes Mellitus of the American
Academy of Pediatrics. Infant feeding practices and their possible relationship to the
etiology of diabetes mellitus (Kelompok kerja AAP: untuk protein susu sapi dan
diabetes melitus. Praktek pemberian makan pada bayi dan kemungkinan hubungan
dengan etiologi diabetes melitus). Pediatrics 1994;94:752-4 Karjalainen J, Martin JM,
Knip M, Ilonen J, Robinson BH, Savilahti E, et al. A bovine albumin peptide as a
possible trigger of insulin-dependent diabetes mellitus (Kemungkinan peptida
albumin sapi sebagai pencetus diabetes melitus ketergantungan insulin). N Eng J Med
1992;327:302-7 (Editorial: 1992:327:348-9)
2. Mayer EJ, Hamman RF, Gay EC, Lezotte DC, Savitz DA, Klingensmith J. Reduced
risk of IDDM among breastfed children (Penurunan resiko diabetes melitus
ketergantungan insulin pada bayi yang disusui). Diabetes 1988;37:1625-32
3. Virtanen SM, Räsänen L, Ylönen K, Aro A, Clayton D, Langlholz B, et al. Early
introduction of dairy products associated with increased risk of IDDM in Finnish
children (Pengenalan awal produk susu dihubungkan dengan meningkatnya resiko
diabetes melitus ketergantungan insulin pada anak-anak Finlandia). Diabetes
1993;42:1786-90
4. Virtanen SM, Räsänen L, Aro A, Lindström J, Sippola H, Lounamaa R, et al. Infant
feeding in Finnish children Pemberian makan pada anak Finlandia kurang dari 7 tahun
dengan diagnosis diabetes melitus ketergantungan insulin). Diabetes Care
1991;14:415-17
5. Gerstein HC. Cow’s milk exposure and type I diabetes mellitus (Pemberian susu sapi
dan diabetes melitus tipe 1). Diabetes Care 1994;17:13-9
6. Kostraba JN, Cruickshanks KJ, Lawler-Heavner J, Jobim LF, Rewers MJ, Gay EC, et
al. Early exposure to cow’s milk and solid foods in infancy, genetic predisposition,
and risk of IDDM (Pemberian dini susu sapi dan makanan padat, sifat genetik
bawaan, dan resiko diabetes melitus ketergantungan insulin). Diabetes 1993;42:288-
95
7. Pérez-Bravo F, Carrasco E, Gutierrez-López MD, Martínez MT, López G, García de
los Rios M. Genetic predisposition and environmental factors leading to the
development of insulin-dependent diabetes mellitus in Chilean children (Sifat genetik
bawaan dan faktor lingkungan berakibat pada perkembangan diabetes melitus
ketergantungan insulin pada anak-anak Chile). J Mol Med 1996;74:105-9
8. Gimeno SGA, De Souza JMP. IDDM and milk consumption (Diabetes melitus
ketergantungan insulin dan konsumsi susu). Diabetes Care 1997;20:1256-60
9. Hammond-McKibbon D, Karges W, Gaedigk R, Dosch H-M. Immunological
mechanisms that link cow milk protein and insulin dependent diabetes: a synopsis
(Sinopsis: Mekanisme immunologis yang menghubungi protein susu sapi dan diabetes
ketergantungan insulin). Can J Allergy and Clin Immunol 1997;2:136-46
Untuk mempertegas hubungan antara gizi bagi bayi dengan resiko kesehatan setelah
dewasa, peneliti dari Inggris mengukur tekanan darah pada sampel 216 remaja usia 13
sampai 16 tahun yang lahir prematur. Mereka yang mengkonsumsi susu formula pada
awal kehidupannya memiliki tekanan darah yang lebih tinggi dibandingkan mereka
yang mendapatkan ASI ketika bayi. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa pada
bayi yang lahir prematur maupun cukup bulan, ASI dapat mengendalikan tekanan
darah pada batas normal sampai mereka tumbuh dewasa. (Singhal A, Cole TJ, Lucas
A. Early nutrition in preterm infants and later blood pressure: two cohorts after
randomized trials. The Lancet 357: 413-419, 2001)
Sebuah penelitian di UK mengevaluasi tingkat kolesterol pada 1.500 anak dan remaja
usia 13-16 tahun dan menyimpulkan bahwa ASI mencegah penyakit kardiovaskular
karena dapat mengurangi kadar total kolesterol dan kadar LDL (low-density lipid
cholesterol). Hasil penelitian ini menyebutkan, bayi yang memperoleh ASI terbukti
dapat mengendalikan metabolisme pengolahan lemak di tubuh dengan baik, yang
menyebabkan kadar kolesterol yang rendah dan menghindarkan dari resiko penyakit
kardiovaskular. (Owen GC, Whipcup PH, Odoki JA, Cook DG. Infant feeding and
blood cholesterol: a study in adolescents and systematic review. Pediatrics 110:597-
608, 2002)
Sebuah studi di Inggris yang meneliti 4.763 anak-anak usia 7,5 tahun menyebutkan
bahwa anak-anak berusia 7 tahun dan tidak pernah mendapatkan ASI memiliki
kecenderungan tekanan systolic dan diastolic yang lebih tinggi dibandingkan anak-
anak yang mendapatkan ASI semasa bayinya. Ada pengurangan sebesar 0.2mmHg
setiap 3 bulan apabila anak mendapatkan ASI eksklusif. Para peneliti menyarankan
pemberian ASI eksklusif sekurangnya 3 bulan, karena terbukti dapat mengurangi 1%
populasi orang-orang yang menderita penyakit tenakan darah tinggi, dan mengurangi
1,5% tingkat kematian penduduk karena darah tinggi. (Martin RM, Ness AR,
Gunnelle D, Emmet P, Smith GD. Does breast-feeding in infancy lower blood
pressure in childhood? Circulation 109: 1259-1266, 2004)
Berikut adalah daftar pustaka tambahan mengenai penelitian ilmiah yang menghubungkan
resiko penyakit jantung dan tekanan darah tinggi dengan penggunaan susu formula/tidak
menyusui
1. Osborn GR. Stages in development of coronary disease observed from 1,500 young
subjects. Relationship of hypotension and infant feeding to ætiology (Tahapan
perkembangan penyakit koroner diobservasi dari 1500 orang remaja. Hubungan
antara hipotensi dan pemberian makanan pada bayi terhadap etiologi). Watson Smith
Lecture, delivered to the Royal College of Physicians of London, January 11, 1965
Bergström E, Hernell O, Persson LÅ, Vessby B. Serum lipid values in adolescents are
related to family history, infant feeding, and physical growth (Nilai lipid serum pada
remaja dihubungkan dengan riwayat keluarga, pemberian makanan pada bayi, dan
pertumbuhan fisik). Atherosclerosis 1995;117:1-13
2. Routi T, Rönnemaa T, Lapinleimu H, Salo P, Viikari J, Leino A, et al. Effect of
weaning on serum lipoprotein (a) concentration: the STRIP baby study (Pengaruh
penyapihan pada konsentrasi lipoprotein serum (a): studi bayi STRIP). Pediatric
Research 1995;38:522-27
3. Singhal A, Cole T, Lucas A. Early nutrition in preterm infants and later blood
pressure: two cohorts after randomised trials (Nutrisi awal pada bayi prematur dan
tekanan darah dikemudian hari: dua kelompok populasi setelah studi acak). Lancet
2001;357:413-9
Untuk menentukan dampak pemberian makanan bayi pada obesitas masa kanak-
kanak, studi besar di Skotlandia meneliti indeks massa tubuh dari 32.200 anak usia
39-42 bulan. Setelah eliminasi faktor-faktor yang bias, status sosial ekonomi, berat
lahir dan jenis kelamin, prevalensi obesitas secara signifikan lebih tinggi pada anak-
anak diberi susu formula, mengarah pada kesimpulan bahwa pemberian susu formula
terkait dengan peningkatan risiko obesitas. (Armstrong, J. et al. Breastfeeding and
lowering the risk of childhood obesity. Lancet 359:2003-2004, 2002)
Dalam rangka untuk menentukan faktor yang terkait dengan pengembangan kelebihan
berat badan dan obesitas, 6.650 anak-anak usia sekolah di Jerman yang berusia antara
lima sampai 14 tahun diperiksa. Mengkonsumsi ASI ditemukan sebagai pelindung
terhadap obesitas. Efek perlindungan ini lebih besar pada bayi yang secara eksklusif
disusui ASI. (Frye C, Heinrich J. Trend and predictors of overweight and obesity in
East German children. Int J Obesitas 27: 963-969, 2003)
Tindak lanjut aktif dari 855 pasang ibu dan bayi di Jerman digunakan untuk
menentukan hubungan antara tidak menyusui dan peningkatan risiko kelebihan berat
badan dan obesitas. Setelah dua tahun tindak lanjut, 8,4 persen dari anak-anak
kelebihan berat badan dan 2,8 persen sangat kelebihan berat badan: 8,9 persen tidak
pernah disusui, sementara 62,3 persen disusui selama paling sedikit enam bulan.
Anak-anak yang mendapatkan ASI eksklusif lebih dari tiga bulan dan kurang dari
enam bulan memiliki 20 persen pengurangan resiko, sementara mereka yang telah
ASI eksklusif selama paling sedikit enam bulan memiliki 60 persen pengurangan
resiko untuk menjadi gemuk dibandingkan kepada mereka yang diberi susu formula.
(Weyerman M et al. Duration of breastfeeding and risk of overweight in childhood: a
prospective birth cohort study from Germany. Int J Obes muka publikasi online 28
Februari 2006)
Berikut adalah daftar pustaka tambahan mengenai penelitian ilmiah yang menghubungkan
resiko obesitas dengan penggunaan susu formula/tidak menyusui
1. Kramer MS. Do breastfeeding and delayed introduction of solid foods protect against
subsequent obesity? (Apakah menyusui dan penundaan pengenalan makanan padat
dapat melindungi dari obesitas di kemudian hari?) J Pediatr 1981;98:883-7
2. Von Kries R, Sauerwald T, von Mutius E, Barnert D, Grunert V, von Voss H.
Breastfeeding and obesity: cross sectional study (Menyusui dan obesitas: studi silang
seksional). Br Med J 1999;319:147-50
3. Tulldahl J, Pettersson K, Andersson SW, Hulthén. Mode of Infant feeding and
achieved growth In adolescence: early feeding patterns In relation to growth and body
composition In adolescence (Cara pemberian makanan pada bayi dan pencapaian
pertumbuhan pada remaja: pola pemberian makanan awal dihubungkan dengan
pertumbuhan dan komposisi tubuh pada saat remaja). Obesity Research 1999;7:431-7
4. Gillman MW, Rifas-Shiman SL, Camargo CA, Berkey CS, Frasier AL, Rockett HRH,
et al. Risk of overweight among adolescents who were breastfed as infants (Resiko
kelebihan berat badan diantara remaja yang disusui saat bayi). J Am Med Assoc
2001;285:2461-7 (Editorial by WH Dietz, 2506-7)
Tujuh ratus tujuh puluh enam bayi dari New Brunswick, Kanada, diteliti untuk
mengetahui hubungan antara pernapasan dan penyakit gastrointestinal dengan
menyusui selama enam bulan pertama kehidupan. Meskipun angka pemberian ASI
ekslusif rendah, hasil menunjukkan efek perlindungan yang signifikan terhadap total
penyakit selama enam bulan pertama kehidupan. Bagi mereka yang disusui ASI ,
insidensi infeksi gastrointestinal adalah 47 per persen lebih rendah; tingkat penyakit
pernapasan adalah 34 persen lebih rendah daripada mereka yang tidak disusui.
(Beaudry M, Dufour R, S. Marcoux. Relationship between infant feeding and
infections during the first six months of life. J Pediatr 126: 191-197, 1995)
Perbandingan antara bayi yang menerima ASI terutama selama 12 bulan pertama
kehidupan dan bayi yang secara eksklusif diberikan susu formula atau disusui ASI
selama selama tiga bulan atau kurang, menemukan bahwa penyakit diare dua kali
lebih tinggi untuk bayi yang diberikan susu formula dibandingkan mereka yang
disusui ASI. (Dewey KG, Heinig MJ, Nommsen-Rivers LA. Differences in morbidity
between breast-fed and formula-fed infants. J Pediatr 126: 696-702, 1995)
Dukungan menyusui di Belarus secara signifikan mengurangi insiden infeksi
gastrointestinal sampai dengan 40 persen. (Kramer MS, Chalmers B, Hodnett ED, et
al. Promotion of Breastfeeding Intervention Trial (PROBIT): a randomized trial in the
Republic of Belarus. JAMA 285: 413-420, 2001)
Berikut adalah daftar pustaka tambahan mengenai penelitian ilmiah yang menghubungkan
resiko infeksi saluran pencernaan dengan penggunaan susu formula/tidak menyusui
(Victora CG, Smith PG, Patrick J, et al. Infant feeding and deaths due to diarrhea: a case-
controlled study. Amer J Epidemiol 129: 1032-1041, 1989)
Bayi di Bangladesh yang disusui secara sebagian atau tidak disusui sama sekali,
memiliki resiko kematian 2,4 kali lebih besar akibat infeksi saluran pernafasan akut
dibandingkan bayi yang mendapatkan ASI eksklusif. Pada anak-anak yang
mendapatkan campuran lebih banyak ASI dibandingkan susu formula, resiko
kematian karena pernapasan akut infeksi yang sama dengan anak-anak ASI eksklusif.
Para peneliti meneliti 1.204 bayi yang meninggal antara 28 hari dan satu tahun dari
penyebab selain dari anomali bawaan atau tumor ganas dan 7.740 anak-anak yang
masih hidup di satu tahun untuk menghitung angka kematian dan apakah bayi tersebut
mendapatkan ASI serta efek durasi-respons.
Anak-anak yang tidak pernah disusui memiliki 21 persen lebih besar resiko kematian dalam
periode pasca-neonatal daripada mereka yang disusui. Semakin lama disusui, semakin rendah
resikonya. Mendukung kegiatan menyusui memiliki potensi untuk mengurangi sekitar 720
kematian pasca-neonatal di Amerika Serikat setiap tahun. Di Kanada ini akan mengurangi
sekitar 72 kematian.(Chen A, Rogan WJ. Breastfeeding and the risk of postneonatal death in
the United States. Pediatrics 113: 435-439, 2004)
Penelitian penting dari Ghana dirancang untuk mengevaluasi apakah waktu yang tepat
untuk inisiasi menyusui dan praktek menyusui berhubungan dengan resiko kematian
bayi. Studi ini melibatkan 10.947 bayi yang selamat melewati hari kedua dan yang
ibunya dikunjungi selama periode neonatal.
Menyusui dimulai pada hari pertama pada 71 persen bayi dan 98,7 persen dimulai pada hari
ketiga. Menyusui dilakukan secara eksklusif oleh 70 persen selama periode neonatal. Resiko
kematian neonatal empat kali lipat lebih tinggi pada bayi yang diberi susu berbasis cairan
atau makanan padat selain ASI. Terdapat tanda bahwa respon-dosis terhadap resiko
peningkatan kematian bayi dibandingkan dengan inisiasi menyusui yang tertunda dari satu
jam pertama sampai tujuh hari. Inisiasi setelah hari pertama terkait dengan 2,4 kali lipat
peningkatan risiko kematian. Penulis menyimpulkan bahwa 16 persen kematian bayi dapat
dicegah jika semua bayi disusui sejak hari pertama dan 22 persen dapat dicegah bila
menyusui dimulai selama satu jam pertama.(Edmond KM, Zandoh C, Quigley MA, Amenga-
Etego S, Owusu-Agyei S, Kirkwood BR. Delayed breastfeeding initiation increases risk of
neonatal mortality. Pediatrics 117: 380-386, 2006)Berikut adalah daftar pustaka tambahan
mengenai penelitian ilmiah yang menghubungkan resiko kematian dengan penggunaan susu
formula/tidak menyusui
1. Mitchell EA, Scragg R, Stewart AW, Becroft DMO, Taylor BJ, For RPK, et al.
Results from the first year of the New Zealand cot death study (Hasil tahun pertama
kajian kematian saat tidur di Selandia Baru). NZ Med J 1991;104:71-6
2. Arnon SS, Damus K, Thompson B, Midura TF, Chin J. Protective role of human milk
against sudden death from infant botulism (Peranan perlindungan air susu manusia
terhadap kejadian meninggal mendadak akibat botulisme pada bayi). J Pediatr
1982;100:568-73
Jumlah otitis media akut meningkat secara signifikan dengan menurunnya durasi dan
eksklusivitas menyusui. Bayi Amerika yang diberikan ASI eksklusif selama empat
bulan atau lebih mengalami penurunan 50 persen dibandingkan dengan bayi yang
tidak disusui. Penurunan sebesar 40 persen kejadian dilaporkan berasal dari bayi ASI
yang diberikan tambahan (makanan/susu formula) lain sebelum usia empat bulan.
(Duncan B, Ey J, Holberg CJ, Wright AL, martines M, Taussig LM. Exclusive
breastfeeding for at least 4 months protects againsts otitis media. Pediatrics 91: 867-
872, 1993)
Antara usia enam dan 12 bulan insiden pertama otitis media lebih besar untuk bayi
susu formula daripada untuk bayi ASI eksklusif. Untuk bayi ASI eksklusif insidensi
ini meningkat dari 25 persen menjadi 51 persen dibandingkan kenaikan dari 54 persen
menjadi 76 persen untuk bayi ang hanya diberikan susu formula. Para penulis
menyimpulkan bahwa menyusui bahkan untuk jangka pendek (tiga bulan) akan secara
signifikan mengurangi episode dari otitis media selama masa kanak-kanak. (Duffy
LC, Faden H, Wasielewski R, Wolf J, Krystofik D. Exclusive breastfeeding protects
against bacterial colonization and day care exposure to otitis media. Pediatrics 100:
E7, 1997)
Berikut adalah daftar pustaka tambahan mengenai penelitian ilmiah yang menghubungkan
resiko infeksi saluran telinga dengan penggunaan susu formula/tidak menyusui
10. Scariati PD, Grummer-Strawn LM, Fein SB. A longitudinal analysis of infant morbidity
and the extent of breastfeeding in the United States (Analisis longitudinal terhadap kejadian
sakit pada bayi dan masa menyusui di Amerika Serikat). Pediatrics 1997;99:e5 16.
Meningkatkan resiko efek samping kontaminasi lingkungan
Sebuah studi Belanda menunjukkan bahwa pada usia enam tahun, perkembangan
kognitif dipengaruhi oleh paparan pra-lahir terhadap poliklorinasi bifenil (PCB) dan
dioksin. Efek buruk paparan pra-lahir pada hasil neurologis juga ditunjukkan dalam
kelompok susu formula tetapi tidak dalam kelompok yang diberikan ASI. Meskipun
terjadi paparan PCB mealui ASI, studi ini menemukan bahwa pada usia 18 bulan, 42
bulan, dan pada usia enam tahun suatu efek yang menguntungkan dari menyusui ASI
terlihat pada kualitas gerakan, dalam hal kelancaran, dan dalam tes perkembangan
kognitif.
Data memberikan bukti bahwa paparan PCB saat pra-lahir telah memberikan efek negatif
secara halus pada neurologis dan perkembangan kognitif anak sampai usia sekolah. Penelitian
ini juga memberikan bukti menyusui ASI melawan perkembangan merugikan dari efek PCB
dan dioksin.(Boersma ER, lanting CI. Environmental exposure to polychlorinated biphenyls
(PCBs) and dioxins. Consequences for longterm neurological and congnitive development of
the child. Adv Exp Med Biol 478:271-287, 2000)
Penelitian yang lain dilakukan di Belanda untuk menentukan efek paparan pra- lahir
terhadap poliklorinasi bifenil (PCB), mempelajari bayi yang disusui ASI dan bayi
yang diberikan susu formula pada saat mereka berusia sembilan tahun. Dengan
mengukur latency pendengaran P300 (waktu reaksi terhadap rangsangan yang masuk,
yang diketahui dipengaruhi secara negatif oleh PCB) mereka menemukan bahwa
mereka yang diberi susu formula atau yang disusui ASI selama kurang dari enam
sampai 16 minggu, mengalami latency yag loebih besar dan mekanisme melambat di
tengah sistem saraf yang mengevaluasi dan memproses rangsangan. Di sisi lain,
proses menyusui mempercepat mekanisme ini.
(Vreugedenhill HJI, Van Zanten GA, Brocaar MP, Mulder PGH, Weisglas – Kuperus,
N.Prenatal exposure to polychlorinated biphenols and breastfeeding: opposing effects on
auditory P300 latencies in 9-year old Dutch children. Devlop Med & Anak Neurol 46: 398-
405, 2004)Berikut adalah daftar pustaka tambahan mengenai penelitian ilmiah yang
menghubungkan resiko infeksi akibat efek samping kontaminasi lingkungan dengan
penggunaan susu formula/tidak menyusui
Menyusui mengurangi resiko kanker payudara pada ibu dan infeksi, alergi, dan
autoimun pada bayi. Kehadiran mediator dari sistem kekebalan bawaan ASI, termasuk
defensins, cathelicidins, dan reseptor seperti-tol (TLRs), diekstrak dan dianalisa dari
pecahan whey dari kolostrum dan susu masa-transisi dan susu matang (n = 40) dari
ibu-ibu normal (n =18) dan dari ibu dengan autoimun atau penyakit alergi.
Para penulis menunjukkan bahwa sistem kekebalan tubuh bawaan ASI sangat kompleks dan
memberikan perlindungan bagi payudara ibu dan pengembangan jaringan saluran pencernaan
bayi yang baru lahir.(Armogida, Sheila A.; Yannaras, Niki M.; Melton, Alton L.; Srivastava,
Maya D.Identification and quantification of innate immune system mediators in human breast
milk. Alergi dan Asma Proc 25: 297-304, 2004)
Para peneliti dari Inggris mengevaluasi kemungkinan hubungan antara insiden kanker
dan proses menyusui selama masa kanak-kanak. Studi ini melibatkan hampir 4.000
orang dewasa yang pada awalnya disurvei pada tahun 1937-1939. Data yang
dimasukkan di meta-analisis menunjukkan bahwa tingkat kanker payudara
didiagnosis pada wanita premenopause adalah sekitar 12 persen lebih rendah di antara
wanita yang telah disusui saat bayi.
(Martin R, Middleton N, Gunnell D, Owen C, Smith G. Breastfeeding and Cancer: The Boyd
Orr Cohort and a Systematic Review with Meta-Analysis. Jurnal Institut Kanker Nasional.
97: 1446-1457, 2005)Berikut adalah daftar pustaka tambahan mengenai penelitian ilmiah
yang menghubungkan resiko penyakit kanker payudara dengan penggunaan susu
formula/tidak menyusui
1. Layde PM, Webster LA, Baughman AL, Wingo PA, Rubin GL, Ory HW and the
cancer and steroid hormone study group. The independent associations of parity, age
at first full term pregnancy, and duration of breastfeeding with the risk of breast
cancer (Hubungan independen antara keseimbangan, usia kehamilan pertama, dan
durasi menyusui dengan resiko kanker payudara). J Clin Epidemiol 1989;42:963-73
Ing R, Ho JHC, Petrakis NL. Unilateral breastfeeding and breast cancer (Menyusui
unilateral dan kanker payudara). Lancet July 16, 19977;124-27
2. McTiernan A, Thomas DB. Evidence for a protective effect of lactation on risk of
breast cancer in young women (Bukti pengaruh perlindungan dari laktasi terhadap
resiko kanker payudara pada wanita muda). Am J Epidemiol 1986;124:353-74
3. Yuan J-M, Yu MC, Ross RK, Gao Y-T, Henderson BE. Risk factors for breast cancer
in Chinese women in Shanghai (Faktor resiko kanker payudara pada wanita China di
Shanghai). Cancer Res 1988;58:99-104
4. Yoo K-Y, Tajima K, Kuroishi T, Hirose K, Yoshida M, Miura S, Murai H.
Independent protective effect of lactation against breast cancer: a case-control study
in Japan (Pengaruh perlindungan independen dari laktasi terhadap kanker payudara:
studi kasus di Jepang). Am J Epidemiol 1992;135:726-33
5. Reuter KL, Baker SP, Krolikowski FJ. Risk factors for breast cancer in women
undergoing mammography (Faktor resiko kanker payudara pada wanita yang
menjalani mamografi). Am J Radiol 1992;158:273-8
6. United Kingdom National Case-Control Study Group. Breastfeeding and risk of
breast cancer in young women
7. Newcomb PA, Storer BE, Longnecker MP, Mittendorf R, Greenberg ER, Clapp RW,
et al. Lactation and a reduced risk of premenopausal breast cancer (Laktasi dan
penurunan resiko kanker payudara premenopause). N Eng J Med 1994;330:81-7
8. Tao S-C, Yu MC, Ross RK, Xiu K-W. Risk factors for breast cancer in Chinese
women of Beijing (Faktor resiko kanker payudara pada wanita China di Beijing). Int J
Cancer 1988;42:495-98
9. . Siskind V, Schofield F, Rice D, Bain C. Breast cancer and breastfeeding: results
from an Australian case-control study (Kanker payudara dan menyusui: hasil studi
kasus Australia). Am J Epidemiol 1989;130:229-36
10. Romieu I, Hernández-Avila M, Lazcano E, Lopez L, Romero-Jaime R. Breast cancer
and lactation history in Mexican women (Kanker payudara dan riwayat laktasi pada
wanita Meksiko). Am J Epidemiol 1996;143:543-52
11. Furberg H, Newman B, Moorman P, Millikan R. Lactation and breast cancer risk
(Laktasi dan resiko kanker payudara). Int J Epidemiol 1999;28:396-402
12. . Tryggvadóttir L, Tulinius H, Eyfjord JE, Sigurvinsson T. Breastfeeding and reduced
risk of breast cancer in an Icelandic cohort study (Menyusui dan penurunan resiko
kanker payudara pada studi kelompok populasi di Islandia). Am J Epidemiol
2001;154:37-42
2. Meningkatkan resiko kelebihan berat badan
Sebuah kelompok dibentuk di Brasil, terdiri dari 405 wanita di enam dan sembilan
bulan setelah melahirkan untuk menentukan hubungan antara penumpukan berat
badan dan praktek menyusui. Ketika wanita yang memiliki 22 persen lemak tubuh
dan menyusui selama 180 hari dibandingkan dengan mereka yang telah menyusui
hanya 30 hari, setiap bulan masa menyusui mengurangi rata-rata 0,44 kg berat badan.
Di kesimpulan para penulis mengkonfirmasi hubungan antara menyusui dan berat
badan setelah melahirkan dan bahwa dukungan durasi yang lebih lama dapat
memberikan kontribusi untuk penurunan penumpukan berat badan setelah
melahirkan. (Kac G, Benicio MHDA, Band-Meléndez G, Valente JG, Struchiner CJ.
Breastfeeding and postpartum weight retention in a cohort of Brazilian women. Am J
Clin Nutr 79: 487-493, 2004)
Berikut adalah daftar pustaka tambahan mengenai penelitian ilmiah yang menghubungkan
penurunan berat badan dengan penggunaan susu formula/tidak menyusui
1. Dewey KG, Heinig MJ, Nommsen LA. Maternal weight loss patterns during
prolonged lactation (Pola penurunan berat badan maternal selama laktasi jangka
panjang). Am J Clin Nutr 1993;58:162-6
Tidak menyusui telah dikaitkan dengan peningkatan resiko kanker ovarium. Sebuah
studi kasus terkontrol yang cukup besar Italia mempelajari 1.031 wanita dengan
kanker ovarium epitelial dibandingkan dengan 2.411 wanita yang dirawat di rumah
sakit yang sama untuk berbagai spektrum akut kondisi non-neoplastik, tidak terkait
dengan faktor-faktor resiko yang diketahui untuk kanker ovarium. Hasilnya
menunjukkan tren terbalik dengan resiko meningkatkan durasi menyusui dan jumlah
anak yang disusui. Tambahan analisis oleh subtipe histologis menunjukkan bahwa
peran proteksi dari menyusui akan lebih besar untuk neoplasma serius. (Chiaffarino F,
Pelucchi C, Negri E, Parazzini F, Franceschi S, Talamini R, Montella F, Ramazzotti
V, La Vecchia C. Breastfeeding and the risk of epithelial ovarian cancer in an Intalian
population. Gynecol Oncol. 98: 304 -308, 2005)
■ Untuk menentukan hubungan antara menyusui dan kanker endometrium, penelitian
kasus-terkontrol di sebuah rumah sakit di Jepang membandingkan kasus wanita
dengan kanker endometrium (155) dan kelompok yang terkontrol (96) dipilih dari
para wanita yang menghadiri klinik rawat jalan untuk skrining kanker rahim. Para
wanita ini diwawancarai untuk mengetahui praktik menyusui, penggunaan alat
kontrasepsi, serta potensi faktor resiko kanker endometrium. Para penulis mengamati
resiko kanker endometrium lebih tinggi pada wanita yang belum pernah menyusui,
dan menyimpulkan bahwa menyusui mengurangi risiko kanker endometrium pada
wanita Jepang. (Okamura C, Tsubono Y, Ito K, Niikura H, Takano T, Nagase S,
Yoshinaga K, Terada Y, Murakami T, Sato S, Aoki D, Jobo T, Okamura K, N.
Yaegashi Tohoku. Lactation and risk of endometrial cancer in Japan: a case-control
study. J Exp Med 208: 109-115, 2006)
Berikut adalah daftar pustaka tambahan mengenai penelitian ilmiah yang menghubungkan
resiko penyakit kanker ovarium dan kanker endometrium dengan penggunaan susu
formula/tidak menyusui
1. Hartge P, Schiffman MH, Hoover R, McGowan L, Lesher L, Norris HJ. A case
control study of epithelial ovarian cancer (Studi kasus kanker ovarium epitelia). Am J
Obstet Gynecol 1989;161:10-6
2. Gwinn ML, Lee NC, Rhodes PH, Layde PM, Rubin GL. Pregnancy, breastfeeding
and oral contraceptives and the risk of epithelial ovarian cancer (Kehamilan,
menyusui dan kontrasepsi oral dan resiko kanker ovarium epitelia). J Clin Epidemiol
1990;43:559-68
3. Rosenblatt KA, Thomas DB, and the WHO collaborative study of neoplasia and
steroid contraceptives. Lactation and the risk of epithelial ovarian cancer (Kolaborasi
studi Rosenblatt KA, Thomas DB, dan WHO pada kontrasepsi steroid dan neoplasia.
Laktasi dan resiko kanker ovarium epitelia). International J Epidemiol 1993;22:192-7
4. Petterson B, Hans-Olov A, Berström R, Johansson EDB. Menstruation span-a time-
limited risk factor for endometrial carcinoma (Faktor resiko terbatas menstruasi
dengan cakupan waktu tertentu untuk karsinoma endometrial). Acta Obstet Gynecol
Scand 1986;65:247-55
5. Rosenblatt KA, Thomas DB, and the WHO collaborative study of neoplasia and
steroid contraceptives. Prolonged Lactation and endometrial cancer (Kolaborasi studi
Rosenblatt KA, Thomas DB, dan WHO pada kontrasepsi steroid dan neoplasia.
Laktasi jangka panjang dan kanker endometrium). Int J Epidemiol 1995;24:499-503
Berikut adalah daftar pustaka tambahan mengenai penelitian ilmiah yang menghubungkan
resiko penyakit osteoporosis dengan penggunaan susu formula/tidak menyusui
1. Aloia JF, Cohn SH, Vaswani A, Yeh JK, Yuen K, Ellis K. Risks factors for
postmenopausal osteoporosis (Faktor resiko osteoporosis pasca menopause). Am J
Med 1985;78:95-100
2. Melton LJ, Bryant SC, Wahner HW, O’Fallon WM, Malkasian GD, Judd HL, Riggs
BL. Influence of breastfeeding and other reproductive factors on bone mass later in
life (Pengaruh menyusui dan faktor reproduktif lainnya pada massa tulang di usia
lanjut). Osteoporosis Int 1993;3:76-83
3. Cumming RG, Klineberg RJ. Breastfeeding and other reproductive factors and the
risk of hip fractures in elderly women (Menyusui dan faktor resiko lainnya dan resiko
retak tulang panggul pada wanita usia lanjut). International J Epidemiol 1993;22:684-
91
4. Blaauw R, Albertse EC, Beneke T, Lombard CJ, Laubscher R, Hough FS. Risk
factors for the development of osteoporosis in a South African population (Faktor
resiko perkembangan osteoporosis di populasi Afrika Selatan). S Afr Med J
1994;84:328-32
5. Krieger N, Kelsey JL, Holford TR. O’Connor T. An epidemiologic study of hip
fractures in potmenopausal women (Studi epidemiologi terhadap retak tulang panggul
pada wanita pasca menopause). Am J Epidemiol 1982;116:141-8
Kuesioner digunakan untuk memperoleh data dari ibu-ibu menyusui di Nigeria untuk
menentukan dampak dari praktik menyusui pada amenorrheoa laktasi. Pemberian ASI
eksklusif yang dipraktekkan oleh 100 persen dari ibu-ibu yang pulang dari rumah
sakit. Kemudian turun menjadi 3,9 persen setelah enam bulan. Menyusui dengan
menuruti isyarat bayi dipraktikkan oleh 98,9 persen dari ibu tersebut. Dalam enam
minggu 33,8 persen dari ibu kembali mengalami mensus dan meningkat menjadi 70,2
persen pada enam bulan. Durasi amenorrheoa laktasi lebih panjang di ibu yang
menyusui eksklusif daripada mereka yang tidak. Tak satu pun dari 178 ibu-ibu yang
berpartisipasi dalam survei menjadi hamil. (Egbuonu Aku, Ezechukwu CC,
Chukwuka JO, Ikechebelu JI. Breastfeeding, return of menses, sexual activity and
contraceptive practices among mothers in the first six months of lactation in Onitsha,
South Eastern Nigeria. J Obstet Gynaecol. 25: 500-503, 2005)
Berikut adalah daftar pustaka tambahan mengenai penelitian ilmiah yang menghubungkan
jarak alami kelahiran anak dengan penggunaan susu formula/tidak menyusui
1. Thapa S, Short RV, Potts M. Breastfeeding, birth spacing, and their effects on child
survival (Menyusui, jarak kelahiran, dan pengaruhnya pada keselamatan bayi). Nature
1988;335:679-82
2. Short. Breastfeeding (contraceptive effect) (Menyusui (pengaruh kontrasepsi)).
Scientific American 1984;250:35-41
3. Gross BA. Is the lactational amenorrhea method a part of natural family planning?
Biology and policy (Apakah metode amenorrhea laktasi bagian dari program keluarga
berencana alami?). Am J Obstet Gynecol 1991;165:2014-9
4. Kennedy KI, River R, McNeilly AS. Consensus statement on the use of breastfeeding
as a family planning method (Pernyataan konsensus atas penerapan menyusui sebagai
metode keluarga berencana). Contraception 1989;39:477-96
Faktor-faktor resiko hormon dan reproduksi wanita dan dipelajari dalam kelompok
121.700 wanita yang terdaftar dalam Nurses ‘Health Study. Menyusui selama lebih
dari 12 bulan berbanding terbalik dengan perkembangan rheumatoid arthritis. Efek ini
ditemukan terkait dengan dosis. Mereka yang lebih singkat menyusui memiliki resiko
yang lebih tinggi. (Karlson E W et al. Do breastfeeding and other reproductive factors
influence future risk of rheumatoid arthritis?: Results from the Nurses Health Study.
Arthiritis & Rematik 50: 3.458-3.467, 2004)
Untuk mengetahui apakah ada hubungan antara praktik menyusui, stres, dan suasana
hati dan tingkat serum kortisol, prolaktin dan ACTH (hormon adrenocorticotrophic)
pada ibu, penulis membandingkan tanggapan emosional dari 84 ibu yang menyusui
secara eksklusif, 99 ibu yang hanya memberikan susu formula dan 33 wanita sehat
non pasca-melahirkan. Respon para ibu tersebut dipelajari pada empat sampai enam
minggu pasca melahirkan. Secara keseluruhan ibu menyusui memiliki suasana hati
lebih positif, melaporkan peristiwa lebih positif, dan merasakan stres yang lebih
sedikit daripada yang memberikan susu formula. Para ibu menyusui memiliki depresi
dan kemarahan yang lebih rendah daripada yang memberikan susu formula dan kadar
prolaktin serum berbanding terbalik dengan stres dan suasana hati pada ibu yang
memberikan susu formula. (Groer M W. Differences between exclusive breastfeeders,
formula-feeders, and controls: a study of stress, mood and endocrine variables. Biol.
Res Nurs. 7: 106-117, 2005)
Menyusui juga mengurangi risiko ibu diabetes tipe II dalam kehidupan di kemudian
hari. Semakin lama durasi menyusui, semakin menurunkan insiden diabetes, menurut
studi yag dilaksanakan di Harvard. Para peneliti mempelajari 83.585 ibu di Nurses ‘
Health Study (NHS) dan 73.418 ibu di Nurses ‘Health Studi II (NHS II), dan
menentukan bahwa setiap tahun menyusui akan mengurangi resiko diabetes ibu
sebesar 15 persen. (Stuebe PM, Rich-Edwards JW, Willett WC, Duration of lactation
and incidence of type 2 diabetes. JAMA 294: 2601-2610, 2005)
Sumber:
1. Lakukan proses menyapih secara bertahap dan perlahan, misalnya dengan mengurangi
secara bertahap frekuensi menyusui. Bisa dimulai dengan mengurangi frekuensi
menyusui saat siang. Baru kemudian bertahap mengurangi frekuensi menyusui di
malam hari. Kata kuncinya: do not offer, do not refuse (jangan menawarkan, tetapi
jangan menolak jika anak meminta)
2. Alihkan perhatian anak dan buat anak sibuk dengan berbagai kegiatan. Saat siang,
ketika si anak meminta untuk menyusu alihkan perhatiannya dengan berbagai
kegiatan seperti menyanyi, membaca, tertawa bersama. Kalau dia haus, biasakan
untuk memberikan air putih atau jus buah. Biasanya disini peran ayah sangat
dibutuhkan sebagai figur yang melengkapi sang ibu. Kalau ayah sedang ada di rumah,
ayah bisa membantu untuk mengalihkan perhatian anak dari keinginan untuk
menyusu pada ibunya
3. Lakukan komunikasi yang baik dengan anak. Ingat, seberapa kecil usia anak, anak
tetap mengerti dan memiliki kemampuan untuk memahami kata-kata dari orang di
lingkungannya.
4. Hindari menyapih saat anak sedang tidak sehat atau sedang sedih, kesal, marah.
Hindari juga menyapih anak saat terjadi perubahan besar lain pada hidupnya, seperti
mulai ditinggal bekerja, pindah rumah, mulai sekolah, atau ganti pengasuh.
5. Hindari menyapih anak dari menyusu ke benda lain seperti empeng, botol susu,
bantal, dsb.
Jadi, apa saja kata kunci menyapih dengan cinta:MENYAPIH SESUAI KESEPAKATAN
ORANG TUA DAN ANAK, TIDAK MEMAKSA, TIDAK PASANG TARGET, TIDAK
MENGGUNAKAN OLESAN-PLESAN PAHIT, TIDAK MEMBOHONGI ANAK, TIDAK
MENGGUNAKAN KALIMAT-KALIMAT YANG NEGATIF DAN MENGINTIMIDASI
ANAK.
Adalah normal bagi seorang ibu yang sudah menyapih tetap mengeluarkan ASI hingga
berbulan bulan bahkan bertahun-tahun sejak dia menyapih. Apalagi kalau menyusuinya lama,
maka bisa semakin lama sampai ASI benar-benar kering. Keringnya juga tergantung pada
kapan kondisi hormon ibu kembali ke masa sebelum hamil Continued Milk Production After
Weaning (sumber: http://www.breastfeed-essentials.com/...): “It is normal for a lot of women
to continue to produce *small* amounts of milk weeks, months, and even years after
weaning. ANY stimulation to the breast; ie. "checking" to see if milk can still be expressed,
stimulation during sexual intercourse, etc. can cause production to continue. Absorbent breast
pads or perhaps the Blis System should make this temporary leaking more manageable. If
milk is still present, especially if it is in large amounts, 6 months after weaning, it's a good
idea to have an evaluation by a physician, because although this is a normal condition for
most women, continued production can also be a symptom of something else, too.Dari artikel
ini dijelaskan bahwa itu adalah hal yang normal. Tapi jika setelah 6 bulan menyapih, ASI
yang keluar masih banyak silakan ke dokter. Kalau sudah tinggal tetesan saat diperah, maka
masih tergolong wajar. Kalau terasa nyeri dan rasa nyerinya mengganggu, silakan konsultasi
ke dokter juga.
Sumber Bacaan:
https://aimi-asi.org/layanan/lihat/menyapih-dengan-kasih
Menyusui Bayi Prematur
Lianita Prawindarti MinLi·Jumat, 23 Desember 2016
Dikarenakan kondisinya yang lahir dalam keadaan prematur, banyak yang beranggapan
bahwa bayi prematur tidak bisa diberi ASI. Di beberapa kasus, bahkan ada yang langsung
dianjurkan untuk diberikan susu formula. Menyusu bagi bayi merupakan proses belajar dan
membutuhkan waktu untuk mempelajarinya, dan bayi prematur perlu waktu yang lebih lama.
Hal ini sering disebabkan karena bayi prematur tidak dapat menempelkan mulutnya dan
menghisap secara efektif. Masalah lain yang sering dihadapi ketika menyusui bayi prematur
adalah bayi yang mudah lelah dan sering sekali tidur. Tidur bagi bayi, memiliki manfaat yang
baik untuk tumbuh kembangnya. Karena memberi kesempatan mengistirahatkan tubuhnya,
meningkatkan proses metabolisme, yakni proses pengolahan pangan menjadi energi yang
dibutuhkan. Aktivitas tidur juga merupakan salah satu stimulus bagi proses tumbuh kembang
otak. Hal ini bisa dimengerti karena 75% hormon pertumbuhan dikeluarkan saat anak tidur.
Dan bayi prematur menggunakan sebagian besar waktunya untuk tidur lebih lama
dibandingkan bayi yang lahir tepat waktu.
Satu hal yang harus selalu diingat adalah, ASi dari ibu yang melahirkan prematur,
mengandung konsentrasi protein yang lebih tinggi, asam lemak tak jenuh berantai panjang
dan faktor kekebalan paling banyak. Kekebalan bayi yang lahir prematur belum berkembang
seperti bayi yang lahir pada waktunya. Sehingga bayi prematur lebih mudah terinfeksi.
Penting sekali untuk tetap menyusui bayi meski sudah berusia lebih dari 6 bulan sampai 2
tahun.
Sebenarnya apa saja yang harus diperhatikan dalam kasus menyusui bayi prematur? Silakan
disimak pembahasannya berikut ini.
Beberapa Mitos tentang Bayi Prematur dan Proses Menyusui
1. Bayi Prematur perlu masuk inkubator Bayi prematur, bahkan yang sangat mungil sekalipun
sebenarnya lebih membutuhkan kontak kulit dengan ibu (atau ayahnya) daripada dimasukkan
ke dalam inkubator. Bukti-bukti menunjukkan bahwa metabolisme bayi prematur (atau bayi
berkebutuhan khusus) jauh lebih stabil ketika menempel/kontak kulit dengan ibu. Napas bayi
lebih stabil, lebih rileks dan tenang, tekanan darahnya lebih normal, kadar gula darah serta
suhu kulit mereka pun lebih baik. Semua ini terjadi jika mereka dirawat dengan metode
Kangguru (Kangaroo Mother Care) yaitu melakukan kontak kulit antara ibu dan bayi hampir
sepanjang hari. Bahkan ibu yang melakukan metode Kangguru ini dapat memproduksi ASI
lebih banyak, ia dapat menyusui bayinya lebih segera dan bayi akan menyusu lebih baik.
Sebuah dokumen dari WHO mendiskusikan hal ini panjang lebar dengan berbagai referensi.
Anda dapat mengunduhnya secara gratis di http://www.who.int/reproductive-
health/publications/kmc/text.pdf. Anda dapat pula menunjukkan dokumen ini kepada dokter
anak sebagai bahan diskusi.
2. Semua bayi prematur perlu asupan tambahan susu formula khusus (HMF = human milk
fortifier) Sebenarnya sebagian besar bayi prematur tidak membutuhkan asupan tambahan.
Jika ibu sudah dapat memerah ASI, bayi dengan berat sekitar 1500 gram (bayi dengan usia
kandungan 32 minggu memiliki berat di kisaran 1500 gram, meski ada beberapa
pengecualian) dapat tumbuh baik hanya dengan ASI saja, dengan kemungkinan penambahan
vitamin D atau fosfor, barangkali.
Banyak (kalau tidak bisa disebut mayoritas) NICU menerapkan kebijakan bahwa semua bayi
prematur harus tumbuh dalam tingkat dan kecepatan yang sama, seakan-akan mereka bukan
lahir lebih awal. Ada bukti-bukti kuat yang menunjukkan bahwa bayi yang tumbuh lebih
cepat (dengan tambahan asupan-editor) kelak akan memiliki masalah seperti kadar kolesterol
“jahat” lebih tinggi, tekanan darah lebih tinggi, kekebalan terhadap insulin (yang mungkin
merupakan gejala awal dari diabetes tipe 2), dan kegemukan) dibanding dengan bayi
prematur yang mendapat ASI. Riset ini dilakukan terhadap 3 kelompok bayi prematur yaitu:
kelompok yang menyusu langsung, kelompok yang menyusu langsung dan mendapat donor
ASI, dan kelompok yang diberi asupan ASI dengan tambahan formula. Kelompok terakhir ini
memang tumbuh lebih cepat dan lebih besar, namun ada harga yang harus dibayar mahal di
kemudian hari.
Banyak NICU menerapkan aturan bahwa bayi hanya dapat menerima cairan dalam jumlah
tertentu dalam sehari. Biasanya ada di kisaran 150-180 ml/kg/hari,atau bahkan kurang. Jika
bayi diinfus, cairan oral bahkan semakin dikurangi. Pembatasan cairan ini masuk akal ketika
misalnya si bayi menggunakan alat bantu pernapasan (ventilator). Terlalu banyak cairan
dapat menyebabkan gagal jantung dan menutup jalur ventilatornya. Akibat dari pembatasan
(asupan) cairan ditambah dengan asumsi “bayi masih harus tumbuh seakan berada di dalam
rahim " menghasilkan kebutuhan untuk asupan tambahan/fortifier.
Menurut dr Jack Newman, pakar laktasi internasional, satu cara menghindari ‘kebutuhan’
terhadap asupan tambahan pada bayi prematur ternyata adalah dengan memberikan mereka
lebih banyak ASI. Sebagai orang yang percaya kepada hukum "bayi harus tumbuh seolah-
olah ia masih dalam rahim" saat itu, dr. Jack Newman meningkatkan jumlah ASI hingga
diatas 150-180 ml/kg/hari, bahkan terkadang 300 ml/kg/hari dan bayi-bayi itu baik-baik saja
dan tumbuh dengan baik. Agar pemberian ASI tidak terlalu banyak pada setiap waktunya,
ASI diteteskan langsung ke dalam mulutnya secara berkesinambungan, dengan cara
meneteskan beberapa kali dalam satu waktu.
Ada kemungkinan penambahan asupan selain ASI, tergantung kadar apa yang kurang dalam
darah bayi. Penambahan vitamin D, fosfor, kalsium, bahkan protein manusia (albumin) dan
lemak susu manusia (dari donor ASI) dimungkinkan tanpa harus menggunakan fortifier. Bisa
dikatakan fortifier merupakan pengencer, mengingat menurunkan konsentrasi semua elemen
(dalam ASI) yang membuat ASI khusus dan unik.
3. Bayi prematur belum dapat menempel pada payudara bila belum berusia 34 minggu (masa
kandungan)
Ini sama sekali tidak benar. Selama dr. Jack Newman bekerja di NICU ramah ASI,
khususnya di Swedia, bayi-bayi prematur dapat meraih payudara ibu bahkan bayi yang lahir
pada usia kandungan 28 minggu sekalipun. Pada bayi prematur yang lahir di minggu ke 30
pun mereka dapat melekat dan menyusu langsung dari payudara. Beberapa bayi (baru) yang
lahir di minggu 32 bahkan dapat menyusu penuh. Menyusu penuh artinya menyusu langsung
pada payudara saja, tanpa bantuan pemberian ASI melalui botol atau selang. Penggunaan
Metode Kangguru, dan mengenalkan payudara ibu sesegera mungkin setelah bayi lahir
meningkatkan kemungkinan bayi mendapat ASI penuh. Metode ini dapat dilakukan di mana
pun
Tentu saja, setiap bayi unik dan berbeda. Beberapa bayi mungkin membutuhkan waktu yang
lebih lama, tergantung dari apakah mereka mengalami masalah pada sistem pernafasan atau
ada indikasi medis yang lain. Namun amat disayangkan ada patokan bahwa pemberian
asupan bagi bayi prematur dilakukan melalui botol hingga bayi tersebut berusia 34 minggu
(masa kandungan) baru kemudian diperkenalkan dengan payudara ibunya.
Lihatlah artikel berikut, atau rujuklah dokter spesialis anak Anda pada artikel berikut:
Nyqvist K. The development of preterm infants’ breastfeeding behavior. Early Human
Development; 1999;55:247–264 Nyqvist K. Early attainment of breastfeeding competence in
very preterm infants, Acta Pædiatrica 2008;97:776–781
4. Ibu dari bayi prematur harus menggunakan pelindung puting agar bayinya dapat melekat
dengan baik dan dapat menyusu dengan baik
Ini tentu saja tidak benar. Kunci sebenarnya adalah sabar (dan meluangkan waktu) untuk
mengajarkan bayi mengenal payudara ibu dengan baik. Hal ini memang membutuhkan waktu
yang lebih lama daripada ibu menggunakan pelindung puting, namun manfaat jangka
panjangnya sepadan. Pelindung puting sebenarnya mengakibatkan produksi ASI berkurang,
yang membuat proses lepas dari pelindung puting menjadi sangat sulit. Cara membantu bayi
prematur melekat pada payudara hampir sama dengan bayi yang cukup umur, yaitu dengan
membantu ibu menyusui dengan posisi dan pelekatan yang benar.
5. Bayi prematur harus (perlu) botol agar dapat belajar menghisap dengan baik
Bayi-bayi prematur dapat belajar menghisap secara alami, tidak perlu diajari dengan botol.
Dan ini, sekali lagi, berlaku di mana saja di seluruh dunia. Seringnya, ibu dan bayi
prematurnya disegerakan keluar dari Rumah Sakit dengan ‘nasihat’ bahwa bayi akan pulang
lebih cepat jika bayi menggunakan botol. Ini bukan cara yang tepat untuk menolong ibu dan
bayinya. Dalam kasus manapun, bayi tidak memerlukan botol untuk belajar menyusu.
Melaksanakan Metode Kangguru dan mengenalkan bayi kepada payudara ibunya segera
dengan mengabaikan ‘patokan ajaib’ 34 minggu (masa kandungan) akan sangat membantu
menghindarkan situasi ini. Selain itu, karena proses menghisap botol dan menghisap
payudara ibu menggunakan otot-otot yang berbeda. menghisap botol ‘mengajarkan’ bayi
keahlian menghisap yang buruk sehingga akan sangat sulit untuk mengoreksi kemampuan ini.
6. Bayi prematur lebih cepat lelah ketika melekat pada payudara
Ini diyakini merupakan mitos yang benar karena semua bayi,bukan hanya bayi-bayi prematur
saja, cenderung tertidur di payudara ketika aliran ASI lambat, khususnya di minggu-minggu
pertama. Ketika bayi diberi susu dalam botol, karena alirannya cepat, bayi terbangun dan
menghisap dengan kuat. Kesimpulan keliru yang timbul? Bayi kelelahan di payudara karena
menyusu langsung adalah kerja keras sementara minum dengan menggunakan botol jauh
lebih mudah.
Bayi prematur sering tidak dapat melekat dengan baik, disebabkan sebagian kita mengajarkan
pelekatan yang demikian buruk. Melalui pelekatan yang baik, menggunakan tekanan (atau
kompresi) payudara, dan jika perlu, menggunakan alat bantu menyusui pada payudara
sebagai bantuan, bayi akan memperoleh aliran ASI yang baik sehingga tidak tertidur ketika
menyusu di payudara. Tingkatkan aliran ASI, Anda akan melihat bahwa menyusu sama
sekali tidak sulit dan tidak melelahkan bagi bayi (prematur).
7. Uji berat badan (menimbang bayi sebelum dan sesudah menyusu/menerima asupan) adalah
cara yang baik untuk mengetahui seberapa banyak susu yang bayi minum
Uji berat badan menganggap bahwa kita tahu apa yang seharusnya di dapat oleh bayi ASI.
Bagaimana kita bisa tahu, sedangkan aturan bahwa bayi berat sekian dan usia sekian harus
mendapatkan x jumlah susu, didasarkan pada bayi yang diberi susu formula dalam botol?
Lalu bagaimana kita bisa mengatakan berapa banyak yang sudah diperoleh bayi jika telah
melekat dengan baik, dengan ibu menggunakan teknik kompresi pada payudara, terutama jika
menyusui dibatasi pada waktu tertentu atau terjadwal, misalkan 10 atau 20 menit (karena
kekhawatiran bahwa bayi kelelahan)?
Cara terbaik untuk mengetahui apakah bayi memperoleh ASI cukup dari payudara adalah
dengan memperhatikan bagaimana bayi ketika menyusu dari payudara.
8. Bayi prematur harus tetap memperoleh tambahan asupan (fortifier) meskipun sudah pulang
dari rumah sakit
Ini adalah gagasan baru yang bisa mengganggu ibu yang sedang berusaha menyusui bayi
prematur. Barangkali seseorang pernah mempresentasikan sebuah makalah pada konferensi
yang menunjukkan bayi mempunyai berat badan lebih jika asupan tambahan (non ASI)
dilanjutkan bahkan setelah pulang dari Rumah Sakit. Namun, sekali lagi, lebih banyak belum
tentu lebih baik dan menyusu lebih penting daripada penambahan berat badan lebih, yang
belum tentu lebih baik. Lihat informasi mengenai asupan tambahan (non ASI) di atas.
Bayi prematur dan ibunya mengalami masalah menyusui jauh lebih sering daripada bayi yang
lahir cukup bulan tapi hal ini bisa diperbaiki. Menyusu bagi bayi merupakan proses belajar
dan membutuhkan waktu untuk mempelajarinya, dan bayi prematur perlu waktu yang lebih
lama. Hal ini sering disebabkan karena bayi prematur tidak dapat menempelkan mulutnya
dan menghisap secara efektif.
Bahan Bacaan:
http://www.kemangmedicalcare.com/kmc-tips/tips-dewasa/1335-menyusui-bayi-
prematur.html
http://www.idai.or.id/artikel/klinik/asi/pemberian-asi-pada-bayi-lahir-kurang-bulan
http://www.idai.or.id/artikel/klinik/asi/pemberian-asi-pada-bayi-prematur
http://www.idai.or.id/artikel/klinik/asi/air-susu-ibu-bagi-bayi-prematur
Tips Menggunakan Media Pemberian ASIP Selain Dot
Lianita Prawindarti·Jumat, 23 Desember 2016
MEDIA PEMBERIAN ASIP
1. GELAS SLOKI
Langkah-langkah yang dilakukan jika ingin memberikan ASIP melalui gelas
sloki adalah:
1. Gendong bayi di pangkuan dan posisikan bayi dengan kepala agak tegak,
gunakan tangan untuk menopang bahu dan leher bayi.
2. Gunakan gelas sloki kecil.
3. Tempelkan bibir gelas sloki ke bibir bayi.
4. Miringkan gelas sloki hingga ASIP menyentuh bibir bawah bayi dan biarkan bayi
menyeruput seperti kucing yang sedang minum. Jangan menuangkan ASIP ke
mulut bayi.
5. Penting untuk menjaga aliran ASIP agar bayi tetap dapat menyeruput secara
terus menerus.
6. Lakukan perlahan karena bayi dan pemberi ASIP sedang sama-sama belajar.
7. Coba lakukan langkah-langkah diatas berkali-kali hingga bayi dan pemberi ASIP
sama-sama merasa nyaman.
2. SPOON / SENDOK
Pemberian susu melalui sendok sudah ada sejak dahulu kala, mungkin sejak botol dan
dot belum ditemukan karena sendok adalah peralatan yang sangat mudah ditemukan.
Ketika tiba-tiba seorang ibu harus keluar rumah dan meninggalkan bayinya dengan
orang lain maka sendok adalah peralatan yang pasti ada di rumah.
Pemberian ASIP dengan sendok pada intinya sama dengan penggunaan gelas sloki.
Posisikan bayi agak tegak, kemudian tempelkan sendok yang telah diisi ASIP ke bibir
bayi, biarkan mulut bayi terbuka dan sendokkan ASIP ke dalam mulut bayi. Resiko ASIP
berceceran lebih banyak karena pemberi ASIP harus membawa sendok yang berisi
ASIP dari gelas ke bibir bayi.
3. PIPET dan SPUIT FEEDER.
Pipet yang digunakan adalah pipet yang terbuat dari plastik, hindari pipet yang terbuat
dari kaca karena khawatir akan melukai bayi. Cara penggunaan pipet adalah masukkan
ujung pipet ke mulut bayi kemudian teteskan beberapa tetes ASIP, tunggu hingga bayi
menelan ASIP nya kemudian ulangi lagi.
Spuit yang digunakan adalah spuit ukuran besar tanpa jarum suntiknya. Isi spuit dengan
ASIP kemudian dekatkan ujung spuit ke mulut bayi hingga mulut bayi terbuka, kemudian
tuangkan sedikit-sedikit ke mulut bayi dan bayi akan menelan ASIPnya.
Bentuknya hanpir seperti spuit besar hanya saja ujungnya lebar seperti ujung gelas
sloki. Cara pemakaiannya, isi tabungnya dengan ASIP kemudian tekan ujung tabung
yang dekat mulut softcup hingga ASIP mengalir ke mulut softcupnya, kemudian sama
seperti cup feeder, tempelkan ke bibir bawah bayi dan biarkan dia menyeruput, jika
ASIP yang di mulut softcup sudah habis tekan kembali tabungnya hingga ASIP mengalir
kembali.
Yang perlu diingat ketika memberikan ASI Perah melalui media-media ini adalah:
1. Berikan ketika bayi dalam keadaan tidak terlalu haus atau lapar. Karena kalau bayi
sudah sangat lapar maka bayi menjadi tidak sabaran dan akhirnya menangis, apalagi
jika bayi dan pemberi ASIP masih sama-sama belajar.
2. Serahkan tugas memberi ASIP kepada orang lain selain ibu. Karena bayi memiliki
kecenderungan untuk mengenali sekali ibunya dan ia akan memilih untuk menyusu
langsung dibanding meminum ASIP.
3. Latih bayi sedini mungkin karena semakin sering latihan maka bayi akan semakin mahir
meminum ASIP dan yang memberikan ASIP juga mengetahui apa yang nyaman dan
tidak nyaman bagi dirinya.
4. Mintalah orang yang akan memberikan ASIP mencoba semua media yang ada, cup,
sendok, pipet ataupun spuit dan biarkan ia memutuskan media apa yang paling nyaman
buat dia dan bayi kita.
5. Masih banyak orang yang menganggap memberikan ASIP tanpa dot adalah sesuatu
yang ribet dan menyusahkan dan karena kita merasa tidak enak meninggalkan bayi
kita pada mereka kita akan mudah menyerah dan membiarkan bayi diberi ASIP melalui
dot, pada kasus saya, saya ajak ibu saya ke klinik laktasi dan biarkan konselor laktasi
menjelaskan panjang lebar mengenai keuntungan memberikan ASIP tanpa dot dan ia
lebih percaya (dibanding dengan anaknya sendiri yang ngomong). Dan terbukti saat ini
baik ibu saya maupun si mbak yang di rumah menyatakan jauh lebih enak ketika anak
terbiasa untuk minum dari gelas dari bayi, di umur 1 tahun 5 bulan ini dia sudah bisa
minum menggunakan gelas apapun juga, tidak sibuk mensteril dan mencuci botol dan
dot.
ASI Lipase Tinggi
Lianita Prawindarti·Jumat, 23 Desember 2016
Keinginan Ibu untuk memberikan yang terbaik bagi buah hatinya kadang kala terkendala oleh
hal yang satu ini: ASI yang ternyata berlipase tinggi. Artikel berikut ini diharapkan dapat
membantu para Ibu yang ASI-nya ternyata berlipase tinggi.
Mari kita ulas semua aspek terkait ASI berlipase tinggi ini.
A. Apa itu Lipase?
Lipase adalah enzim pencernaan yang berfungsi untuk menguraikan kadar lemak dalam ASI.
Semua ASI mengandung lipase, karena enzim lipase ini berguna untuk menguraikan lemak
dalam ASI agar mudah dicerna oleh bayi. Itulah mengapa, meski lemak adalah salah satu
komponen utama dalam ASI, lemaknya tidak membuat anak ASI mengalami obesitas.
Karena lemak ASI diuraikan secara pas, sesuai dgn kebutuhan bayi oleh enzim lipase tadi.
Namun, semakin tinggi kadar enzim lipase ini dalam ASI, maka akan semakin cepat sel-sel
lemaknya terurai sehingga menghasilkan ASI dengan bau yang sangat khas seperti bau
tengik, berbau seperti sabun dan cenderung sangat berminyak. Akibatnya, banyak bayi yang
menolak untuk minum ASIP dengan bau tengik ini, padahal ASIP tersebut sebenarnya masih
layak diminum.
B. Apa Penyebab ASI Lipase Tinggi?
Penyebab lipase tinggi dalam ASI terkait dengan kondisi internal tubuh ibu yang juga
memiliki kadar lipase tinggi dalam sistem pencernaan-nya. Saya pernah mencari tahu dan ada
beberapa sebab yang bisa membuat lipase dalam tubuh seseorang tinggi. Misalnya: inflamasi
pankreas, masalah dengan empedu, penurunan fungsi ginjal, atau beberapa masalah
pencernaan.
Karena lipase ini adalah enzim pencernaan, maka penyebab tingginya enzim ini biasanya
diasosiasikan dengan masalah di salah satu organ pencernaan. Banyak yang menanyakan
apakah tingginya kadar lipase ini terkait dengan konsumsi makanan tertentu. Namun
nampaknya peningkatan
kadar lipase tubuh ini bukan karena sesuatu yg sifatnya jangka pendek seperti makanan,
tetapi lebih kompleks dari itu karena lebih terkait dengan menyangkut kinerja organ
pencernaan. Ada juga yang mengisyaratkan faktor hormon sebagai penyebab ASI berlipase
tinggi. Tapi beberapa kali saya cek di beberapa sumber nampaknya tingginya kadar lipase ini
bukanlah sesuatu yang membahayakan.
C. Bagaimana Mengetahui Bahwa ASI Berkadar Lipase tinggi?
Ada beberapa tes sederhana untuk mengidentifikasinya:
Pertama, perah ASI seperti biasa, lalu biarkan ASI pada suhu ruangan selama 30 menit. Perah
lagi ASI baru, lalu bandingkan rasanya antara kedua ASIP itu.
Kedua, bisa juga bandingkan ASI yang baru diperah (ASI segar) dengan ASIP yang sudah
disimpan di kulkas (atau yang sudah didinginkan).
Ketiga, bandingkan lagi ASI segar dengan ASIP dingin atau beku yang sudah dicairkan
dandihangatkan.
Kalau diantara percobaan-percobaan tersebut tidak ada perbedaan rasa (mungkin sedikit
berbeda, tetapi tidak terlalu tajam perbedaan rasa dan baunya), maka kadar enzim lipase
tergolong normal.
Jika perbedaannya rasa dan aromanya tajam, berarti memang ASI-nya berlipase tinggi.
D. Apa yang Sebenarnya Terjadi Dengan ASI Lipase Tinggi?
ASI berlipase tinggi sebetulnya layakuntuk diminum, baik dalam bentuk ASI segar maupun
ASIP yang didinginkan atau dibekukan, tentu saja dengan manajemen ASIP yang benar.
Tetapi karena kadar lipase yang tinggi ini membuat proses pemecahan lemaknya berlangsung
sangat cepat, ASIP berlipase tinggi bisa cepat berubah bau dan rasa menjadi tengik. Jika bayi
tetap mau meminum ASIP yang tengik ini, sebetulnya tidak masalah. Masalahnya adalah
ketika bayi menolak untuk minum.
Akibatnya, ibu dengan ASI lipase tinggi sering mengalami kesulitan menyimpan ASIP-nya.
Beberapa ASIP berlipase tinggi bisa tahan selama beberapa hari di kulkas, tapi umumnya jika
dibekukan dalam freezer bau dan rasanya berubah menjadi tengik. Jika ASI Bunda tergolong
yang berlipase tinggi ada baiknya dites berapa lama ASIP-nya bisa disimpan di kulkas bawah
tanpa berubah bau dan rasa. Ini berarti penyimpanannya hanya bisa maksimum 8 hari, karena
ASIP hanya bisa bertahan maksimum 8 hari di kulkas bawah. Beberapa ASIP bahkan hanya
bisa bertahan tidak berubah bau dan rasa hanya dalam waktu 2-3 hari atau bahkan dalam 24
jam saja.
E. Bagaimana Menyiasati ASI Berlipase Tinggi?
Jika ASI Bunda ternyata berlipase tinggi, sayangnya solusinya hanya 3:
Pertama, menyusui langsung. Karena ASI segar tidak berubah rasa dan bau meskipun
lipasenya tinggi.
Kedua, kalau memang harus membuat ASIP (misalnya karena ibu bekerja), berarti harus
dengan sistem kejar tayang.
Tips-nya dalah sebagai berikut:
1. Tes dulu seberapa lama ASIP Bunda bisa bertahan di kulkas bawah tanpa berubah rasa dan
bau. Berarti itu waktu maksimal ASIP-nya bisa disimpan di kulkas.
2. Setelah itu manajemen ASIP memang harus diatur sesuai batas maksimum penyimpanan.
Perah ASI sesering mungkin, terutama saat Bunda jauh dari anak. Jika sedang bersama anak,
maksimalkan setiap kesempatan untuk menyusui secara langsung.
3. Tetap optimis, karena walaupun harus kejar tayang, Bunda pasti mampu melewati
tantangan ini.
Ketiga, dengan teknik pemanasan (scalding) di atas kompor. Pemanasan memang membuat
kadar nutrisi dalam ASI berkurang, terutama beberapa zat anti-infeksi dan Vitamin C. Tetapi
opsi ini tetap masih lebih baik daripada pemberian sufor. Pemanasan ASI dapat menghambat
pecahnya kadar lemak dalam ASI sehingga mencegah terjadinya perubahan rasa dan aroma
ASIP. Cara-cara pemanasan untuk ASIP berlipase tinggi adalah sebagai berikut:
ASI segar yang baru saja diperah dan belum dimasukkan ke dalam kulkas dipanaskan terlebih
dahulu diatas kompor sampai hampir mendidih (kurang lebih 70-80ºC saja). Indikatornya
adalah sampai Bunda melihat gelembung (bubble) di tepi panci (ingat, hanya di tepi panci,
jangan menunggu sampai seluruh bagian bergelembung). Setelah itu langsung diangkat/
didinginkan sebelum dimasukkan ke dalam lemari es/ kulkas atau dimasukkan ke freezer.
Dengan memanaskan terlebih dahulu seperti ini, maka penguraian lemak oleh lipase akan
diperlambat.
Video dalam link berikut menunjukkan cara pemanasan ASI lipase tinggi (maaf dalam bahasa
Inggris, tapi Bunda bisa tetap melihat prosesnya):
http://www.chroniclesofanursingmom.com/2011/08/excess-lipase-in-breastmilk.html
Sumber Bacaan:
http://www.chroniclesofanursingmom.com/2011/08/excess-lipase-in-breastmilk.html
http://breastfeedingbasics.info/lipase-and-bad-tasting-breast-milk
Bayi Hanya Menyusu di Satu Payudara
Lianita Prawindarti·Jumat, 23 Desember 2016
Tak jarang kita menemukan kondisi dimana bayi kita hanya mau menyusu pada satu
payudara. Pertanyaannya kemudian, adakah sebab pastinya dan bagaimana agar bayi mau
kembali menyusu di kedua payudara.
Penyebab
Bayi biasanya enggan menyusu pada payudara yang alirannya terlalu deras atau terlalu
lemah. Sebetulnya, adalah normal apabila ada perbedaan produksi ASI antara payudara kanan
dan kiri karena memang tidak ada payudara yang benar-benar identik satu sama lain. Di
banyak kasus, perbedaan produksi payudara tampak dari perbedaan ukuran payudara dalam
periode menyusui. Tetapi di banyak kasus juga, produksi payudara yang berbeda antara
payudara kanan dan kiri tidak bisa terlihat dari perbedaan ukuran payudara.
Ada beberapa sebab terjadinya perbedaan produksi atau aliran ASI diantara kedua payudara:
1. Perbedaan anatomi payudara yang normal: jumlah kelenjar ASI yang aktif di setiap
perempuan berbeda beda, bahkan di payudara kanan dan kiri. Banyak perempuan juga
memiliki bentuk puting dan areola yang beragam yang mana pada kondisi-kondisi
tertentu membuat bayi lebih sulit untuk melekat dengan baik walau dengan latihan
dan posisi yang tepat, dengan kondisi puting dan areola apapun pelekatan yang baik
dapat diusahakan.
2. Preferensi bayi: seringkali bayi merasa lebih nyaman didekap dalam posisi tertentu,
sehingga dia merasa lebih senang disusui di salah satu payudara ketimbang yang
lainnya. Umumnya para ibu baru akan canggung menggendong dengan kepala bayi di
sebelah kanan (di lengan kanan). Ini juga bisa berakibat bayi jadi enggan menyusu di
payudara kanan.
3. Preferensi ibu: sering tanpa disadari, seorang ibu lebih senang menawarkan satu
payudara lebih sering daripada yang lain karena merasa lebih nyaman menyusui di
satu posisi
4. Bedah payudara atau adanya luka/bekas luka: Jika salah satu payudara pernah
mengalami luka atau menjalani prosedur bedah, kadangkala ada yang berpengaruh
pada produksi atau aliran ASI.
Jika Semua Cara Telah Dilakukan dan Bayi Masih Menolak Apa yang Harus Dilakukan?
Satu hal yang harus diingat, meskipun menyusu langsung hanya dari satu payudara, bayi
tetap bisa memperoleh ASI sesuai kebutuhannya. Kunciya adalah tetap menyusui on demand
atau sesuai kehendak bayi. Namun demikian, tetap usahakan agar bayi menyusu langsung
dari kedua payudara. Jika berbagai cara telah dilakukan dan bayi masih tetap menolak
menyusu dari salah satu payudara, maka pastikan payudara yang tidak disusukan langsung
selalu diperah secara rutin dan ASIP-nya diberikan ke bayi dengan media selain botol dot.
Tetap coba susui bayi di payudara yang dia tolak karena seringkali setelah beberapa lama
menolak, tiba tiba bayi mau disusui kembali dengan sisi payudara yang biasanya dia tolak.
Silakan minta bantuan konselor menyusui jika dirasa perlu.
Sumber:
http://kellymom.com/bf/got-milk/lopsided/
https://www.breastfeeding.asn.au/bfinfo/one-sided-breastfeeding
http://www.breastfeeding-problems.com/refusing-one-breast.ht
Tongue Tie dan Proses Menyusui
Lianita Prawindarti MinLi·Jumat, 23 Desember 2016
Definisi dan Kategori Tongue Tie
Istilah tongue tie atau lidah pendek sebenarnya bukan karena ukuran lidah yang benar-benar
pendek, melainkan untuk menggambarkan gangguan frenulum (jaringan ikat yang
menghubungkan dasar lidah dengan ujung lidah bagian bawah/tali lidah).
Dalam bahasa kedokteran disebut dengan ankyloglossia. Hal ini menyebabkan mobilitas
lidah terbatas. Apa batasan mobilitas terbatas? Yaitu jika saat membuka mulut lebar, ujung
lidah tidak bisa melampaui gusi bawah bayi. Untuk bisa menyusu dengan efektif maka lidah
perlu bisa menjulur sampai melampaui gusi bagian bawah
Tongue tie dapat dibagi menjadi 4 tipe (gambarnya bisa dilihat di link berikut:
https://www.facebook.com/media/set/?set=oa.10152907858794778&type=1)
Yang bisa memastikan tongue tie biasanya adalah konselor laktasi berpengalaman, dokter
anak, bidan atau konsultan laktasi IBCLC.
Akibat yang Ditimbulkan oleh Tongue Tie
Tongue tie dapat mempengaruhi beberapa hal terkait menyusui:
1. Pada saat proses menyusui berlangsung, bayi mengerakkan lidahnya dengan gerakan
peristaltik dari depan ke belakang menyentuh palatum atau langit-langit, sehingga
ASI keluar ke mulut bayi.
2. Pada bayi tongue tie, ASI yang didapat sedikit karena pergerakan lidah terbatas. Lidah
berperan penting pada proses menyusui. Hal ini berbeda pada bayi tongue tie yang
mendapat susu dengan botol dot. Bayi tidak banyak melakukan gerakan lidah pada
saat proses menyusui, sehingga proses menyusu tidak terganggu.
1. Pelekatan menyusui yang buruk dan cara menghisap pada payudara yang kurang baik,
atau terdengar bunyi “klik” pada saat bayi menyusu.
2. ASI yang diperoleh bayi sedikit.
3. Kenaikan berat badan bayi lambat, bayi rewel dan sering kolik, dan bayi cenderung
lama saat menyusu (bisa lebih dari 1 jam).
4. Frekuensi menyusu lebih sering, bisa dalam ½ atau kurang dari 1 jam bayi ingin
menyusu kembali. Pemeriksaan sederhana yang dapat kita lakukan adalah dengan
memasukkan jari ibu ke mulut bayi, dan lihat saat mulut bayi menghisap, apakah
lidah bayi melewati gusi/tidak.
Jika tidak ditangani, di kemudian hari tongue tie juga bisa mempengaruhi proses makan
dimana pada saat makan akan berantakan karena pergerakan lidah yang terbatas. Selain itu,
tongue tie juga bisa mempengaruhi proses berbicara dimana terdapat keterlambatan bicara
dan kurangnya kebersihan mulut terutama karies gigi.
Penanganan terhadap Bayi Tongue Tie
Untuk memastikan apakah seorang bayi menderita tongue tie, selain dengan mengamati
kondisi lidah bayi juga dengan mengamati proses menyusui pada ibu dan bayi. Pada bayi
yang mengalami tongue tie, walaupun posisi dan pelekatan menyusui sudah benar kadang
proses menyusu tetap bermasalah. Tetapi ada beberapa kategori tongue tie yang dengan
perbaikan pelekatan dan posisi menyusui sudah bisa diatasi masalah-masalahnya. Jika posisi
dan pelekatan yang benar tidak membantu, maka langkah frenotomi atau insisi harus diambil.
Setelah dilakukan frenotomi, mayoritas bayi akan secara spontan memperbaiki gerakan lidah
selama menyusu. Biasanya wajah ibu tampak lega setelah frenotomi, karena menyusui jadi
tidak sesakit sebelumnya. Proses menyusui menjadi tidak nyeri, puting lecet membaik, bayi
menyusu efektif, dan kenaikan berat badan bayi juga bisa membaik pasca frenotomi.
Frenotomi adalah prosedur bedah minor yang bisa dilakukan oleh dokter yang
berpengalaman di rumah sakit. Prosesnya sangat singkat, hanya berlangsung beberapa menit.
Bayi biasanya tidak perlu menginap dan bisa langsung mencoba menyusu setelah prosedur
selesai.
Video frenetomi/insisi tongue tie bisa dilihat di sini:
https://www.youtube.com/watch?v=dSUaBOUe-P8
https://www.youtube.com/watch?v=8ZaHImaa2yY
Ragam Masalah Puting dan Payudara pada Ibu Menyusui
Lianita Prawindarti MinLi·Jumat, 23 Desember 2016
Puting Datar/Puting Masuk/Puting Terbelah
Puting kecil atau puting datar atau puting terbelah bukan hambatan untuk menyusui karena
bayi tidak menyusu pada puting melainkan pada payudara dengan mengikutsertkan areola.
Jadi, bagaimana pun bentuk puting ibu, bayi tetap dapat menyusu selama posisi dan pelekatan
bayi baik. Ada beberapa cara untuk mengatasi hal ini:
Puting Lecet/Luka
Puting lecet, pecah, luka dan sejenisnya tejadi karena posisi dan pelekatan menyusui yang
kurang tepat. Cara mencegahnya adalah dengan memperbaiki posisi dan pelekatan menyusui,
karena jika tdk diperbaiki, puting akan terus rentan lecet. Bila lecet tidak parah, bisa tetap
menyusui, sebelum dan sesudah menyusui, olesi puting lecet dengan ASI karena ASI bisa
melembutkan areola dan puting, serta mengandung desinfektan yang mempercepat
sembuhnya luka. Seringlah menganginkan puting agar daerah tersebut tidak lembab sehingga
lecet bertambah parah. Namun bila lecetnya sangat parah hingga berdarah, istirahatkan dulu
payudara selama setidaknya 24 jam. Keluarkan ASI dengan cara diperah, paling tidak sakit
biasanya memerah dengan tangan, dan berikan ASIP pada bayi menggunakan sendok, pipet,
atau cup feeder.
Milk Blister/Nipple Bleb
Milk blister biasanya berupa bintil putih seperti jerawat yang kelihatan mau pecah pada
puting payudara. Sebabnya bisa bermacam-macam, posisi dan pelekatan menyusui yang
kurang tepat, atau bisa jadi tekanan yang terlalu kuat pada payudara sementara produksi ASI
sedang banyak. Milk blister ada yang bisa kita hilangkan sendiri, ada yang kadangkala harus
ke dokter atau klinik laktasi untuk dipecahkan dengan jarum steril. Payudara dan daerah di
sekitar terjadinya blister bisa dikompres air hangat sebelum menyusui sambil dibersihkan
pelan-pelan di lokasi blisternya dengan menggunakan lap lembut yang sudah dicelup air
hangat, tetapi jangan digosok. Jangan lupa tetap oleskan sedikit ASI di puting sebelum dan
sesudah menyusui karena ASI mengandung desinfektan. Jika milk blister tidak pecah sendiri,
silakan menghubungi dokter atau klinik laktasi agar bisa dipecahkan dengan jarum steril. Ada
juga yang menyarankan untuk merendam puting dalam air hangat yang diberi garam untuk
membuka pori-porinya sehingga milk blister cepat pecah. Selama ada milk blister di puting
ibu tetap bisa menyusui seperti biasa.
Payudara Bengkak (Obstructed Ducts)
Payudara menjadi bengkak biasanya jika ada sumbatan ASI di saluran payudara. Bengkak di
beberapa bagian payudara biasanya terjadi karena aliran ASI yang kurang lancar. Sebabnya
bisa bermacam-mcam: posisi dan pelekatan saat menyusui yang kurang tepat, produksi ASI
yang meningkat tajam tapi tidak diikuti dengan pengosongan yang efektif, bisa jadi karena
payudara dibiarkan penuh terlalu lama atau bisa juga karena bra yang terlalu ketat. Cara
menanggulanginya antara lain:
1. Dengan membiarkan bayi menyusu pada payudara yang bengkak karena hisapan bayi
yang paling efektif mengurangi bengkak. Jika sedang jauh dari bayi bisa diperah atau
dipompa untuk mengurangi bengkak.
2. Payudara dikompres dengan air hangat untuk membantu memperlancar aliran ASI dan
setelah menyusui dikompres dengan air dingin utk mengurangi bengkaknya. Bisa juga
kompres dengan lembaran daun kol yang dimasukkan ke kulkas untuk mengurangi
bengkak.
3. Lakukan teknik Reverse Pressure Softening, yaitu dengan menggunakan 4 – 5 jari ibu
mengitari puting dan menekan-nekannya kearah dada. Hal ini untuk mencegah puting
ibu melebar atau ikut membengkak.
4. Payudara harus sering dikosongkan dengan efektif karena jika tidak, selain bisa
membuat bengkak, juga bisa menurunkan produksinya. Kalau sedang jauh dari bayi
sebaiknya diperah atau dipompa.
1. Puting yang sakit atau luka, walaupun mastitis juga bisa terjadi tanpa adanya luka
pada kulit
2. Sudah pernah mengalami mastitis sebelumnya
3. Hanya menggunakan satu posisi menyusui, yang bisa jadi tidak sepenuhnya
mengosongkan payudara
4. Memakai bra yang terlalu ketat, sehingga menghambat aliran ASI
1. Bila Anda pernah mengalami mastitis, ada kemungkinan Anda akan mengalaminya
lagi, ketika Anda menyusui bayi yang sama atau anak Anda berikutnya. Hal ini
biasanya disebabkan oleh pengobatan yang terlambat atau tidak tepat. Ada beberapa
hal yang bisa menyebabkan mastitis kambuh berulang kali: merokok, produksi ASI
yang berlebih dan tidak diikuti dengan pengosongan payudara yang efektif , anemia,
dan serta stres dan kelelahan.
2. Ketika payudara tidak sepenuhnya dikosongkan saat menyusui, kondisi milk stasis
(produksi ASI berlebih) dapat terjadi. Hal ini menyebabkan peningkatan tekanan pada
pembuluh asi dan kebocoran ASI pada jaringan payudara di sekitarnya, sehingga
timbul rasa sakit dan pembengkakan.
3. Abses bernanah. Bila mastitis tidak segera ditangani dengan tepat, atau terjadi milk
stasis, akan muncul nanah dalam payudara. Bila hal ini terjadi, dibutuhkan operasi
untuk membersihkan nanah tersebut dari payudara. Untuk menghindari komplikasi
ini, segera konsultasikan ke dokter bila muncul tanda atau gejala mastitis.
Penanganan Mastitis:
Dokter biasanya mendiagnosis mastitis berdasarkan pemeriksaan fisik, gejala demam,
menggigil, dan daerah yang sakit di payudara. Tanda lainnya yang cukup jelas adalah adanya
bentuk prisma segitiga tidak beraturan (wedge pada payudara, yang sakit bila disentuh. Selain
itu, dokter juga akan memeriksa apakah ada nanah atau komplikasi lain yang timbul bila
mastitis tidak ditangani dengan tepat. Pengobatan mastitis biasanya mencakup:
Bahan Bacaan:
https://aimi-asi.org/layanan/lihat/sukses-meyusui-dengan-puting-datar-kenapa-tidak
http://www.idai.or.id/artikel/klinik/asi/mastitis-pencegahan-dan-penanganan
https://kellymom.com/bf/concerns/mother/nipplebleb/
Growth Spurts/Percepatan Pertumbuhan
Lianita Prawindarti·Jumat, 23 Desember 2016
“Anak saya baru berumur 15 hari dan hampir setiap 1jam sekali minta ASI, siap itu
tidur,sekalinya bangun minta ASI lagi. Terkadang saya takut,ini baik/tidak untuk bayi. Apa
memang begitu ya, Bun?”
"Bunda, 3 hari ini anak saya (1bulan) mimi nya bisa sampe 1jam 1x , namun tidak mau di
tidurkan, pengen nya sambil digendong, walaupun udah tidur agak lamaan saya kira dah
nyenyak waktu saya tidurkan tiba2 bangun dan nangis minta di gendong baru berhenti
nangisnya, kenapa ya?"
“Bunda... bayiku 5m2w,hari ini banyak nyusu dan tidur, apakah ini growth spurts? “
Masih banyak pertanyaan serupa yang seringkali membuat para ibu merasa cemas dan risau,
merasa ASI tidak cukup, sampai kemudian merasa memerlukan tambahan susu formula
karena bayi terus menangis dan ingin menyusu pada ibu. Tentunya hal ini dapat menghambat
keberhasilan ASI ekslusif – bayi hanya minum ASI saja selama 6 bulan penuh tanpa
tambahan makanan/minuman lainnya. Padahal, adalah situasi yang wajar, pada usia tertentu
bayi mengalami percepatan pertumbuhan (growth spurt) atau disingkat GS.
Bayi mengalami percepatan pertumbuhan pada usia 7-10 hari, 2-3 minggu, 4-6 minggu, 3
bulan, 6 bulan, 9 bulan atau lebih, atau bisa juga di waktu-waktu yang lainnya. Percepatan
pertumbuhan pun terjadi pada tahapan usia anak sampai remaja. Ingatkah kita pernah
mengalami saat-saat dimana kita ingin makan terus pada usia menjelang remaja? Itu pun
merupakan bagian dari fase percepatan pertumbuhan.
Saat mengalami percepatan pertumbuhan, bayi menyusu lebih sering dan lebih lama dari
biasanya, misalnya bayi minta menyusu setiap 1 jam dan tidak mau dilepaskan dari payudara
ibu. Tidak jarang juga bayi akan menjadi sangat rewel meski telah disusui. Pola tidur bayi
yang sedang mengalami percepatan pertumbuhan GS dapat berubah, bisa jadi semalaman dia
tidak mau tidur karena ingin menyusu, sedangkan pada siang hari, dia menjadi tidur sangat
lama. Ini semua terjadi karena bayi sedang memaksimalkan proses tumbuh kembangnya.
Berikut tips yang bisa ibu lakukan ketika bayi sedang mengalami fase percepatan
pertumbuhan:
1. Percayalah bahwa ASI anda cukup dan pasti cukup untuk memenuhi kebutuhan bayi ,
meskipun bayi saat ini sedang mengalami fase percepatan pertumbuhan. Singkirkan pikiran
negative: ASI anda tidak cukup, berkurang, hanya sedikit, sehingga bayi menjadi rewel atau
menangis terus walaupun telah disusui.
2. Ingatlah prinsip produksi ASI: Semakin sering disusukan/dikeluarkan, semakin banyak
produksinya. Pada fase percepatan pertumbuhan, bayi sedang membantu ibu untuk
mempersiapakn sejumlah ASI yang diperlukan untuk usianya, karena itu bayi ‘memancing’
payudara ibu untuk terus berproduksi. Ayo, berfikirlah secara positif!
3. Susuilah bayi kapanpun dan semau bayi. Biarkan bayi anda menyusu sebanyak dan selama
yang diinginkannya. Dengan terus menerus menyusui bayi maka payudara anda akan
terstimulasi untuk menghaslkan (memproduksi) ASI yang lebih banyak lagi.
4. Tetaplah menjaga asupan makanan dengan gizi seimbang, dan perbanyak asupan cairan
untuk membantu menjaga produksi ASI dan stamina ibu menyusui.
Disusun oleh: Maria Limyati-Wijayanto
Sumber :
http://breastfeeding.about.com/od/breastfeedingbystage/a/Breastfeeding-And-Infant-
Growth.htm
Prinsip Dasar MPASI WHO
Lianita Prawindarti·Jumat, 23 Desember 2016
Poin-poin penting Infant and Young Child Feeding dari WHO terbagi atas 7 aspek: Age,
Frequency, Amount, Texture, Variety, Active/Responsive dan Hygiene (disingkat
AFATVAH).Mari kita bahas bersama-sama setiap aspeknya berikut ini.
AGE atau USIA: MPASI diberikan pada saat yg tepat, yaitu usia 6 bulan. Jika MPASI
diberikan sebelum usia 6 bulan resikonya antara lain adalah sebagai berikut:
1. Pemberian makan setelah bayi berumur 6 bulan memberikan perlindungan besar dari
berbagai penyakit. Hal ini disebabkan sistem imun bayi kurang dari 6 bulan belum
sempurna. Pemberian MPASI dini sama saja dengan membuka pintu gerbang
masuknya berbagai jenis kuman, apalagi jika tidak disajikan higienis. Hasil riset
terakhir di Indonesia menunjukkan bahwa bayi yang mendapatkan MPASI sebelum ia
berumur 6 bulan, lebih banyak terserang diare, sembelit, batuk-pilek, dan panas
dibandingkan bayi yang hanya mendapatkan ASI Eksklusif.
2. Menyulitkan ibu mempertahankan produksi ASI karena bayi yang sudah
mendapatkan MPASI biasanya akan berkurang kebutuhan menyusunya
3. Saat bayi berumur 6 bulan keatas, sistem pencernaannya sudah relatif sempurna dan
siap menerima MPASI. Beberapa enzim pemecah protein seperti asam lambung,
pepsin, lipase, enzim amilase, dsb baru akan diproduksi sempurna pada saat ia
berumur 6 bulan.
4. Mengurangi resiko terkena alergi akibat pada makanan. Saat bayi berumur kurang
dari 6 bulan, sel-sel di sekitar usus belum siap untuk kandungan dari makanan.
Sehingga makanan yg masuk dapat menyebabkan reaksi imun dan terjadi alergi.
5. Pemberian ASI Eksklusif selama 6 bulan akan mencegah potensi obesitas pada anak
6. Menunda pemberian MPASI hingga 6 bulan melindungi bayi dari obesitas di
kemudian hari. Proses pemecahan sari-sari makanan yg belum sempurna. Pada
beberapa kasus yg ekstrim ada juga yg perlu tindakan bedah akibat pemberian MPASi
terlalu dini. Dan banyak sekali alasan lainnya mengapa MPASI baru boleh
diperkenalkan pada anak setelah ia berumur 6 bulan
Kalau MPASI diberikan terlambat resikonya: bayi tidak mendapat cukup nutrisi untuk
pertumbuhan, tumbuh kembang lebih lambat lambat, malnutrisi dan defisiensi gizi seperti zat
besi.
AMOUNT atau JUMLAH: Jumlah makanan tentu harus diperhatikan. Saat baru mulai
makan, mulai dgn sesuai selera bayi, lalu tingkatkan secara bertahap.Umur 6 bulan mulai
dengan 2-3 sendok makan setiap kali makan. Perhatikan petunjuk yang diberikan bayi Anda
untuk tahu kapan harus menurunkan atau meningkatkan porsi. Tingkatkan secara bertahap
sampai setengah mangkok ukuran 250 ml utk usia 6-9 bulan. Setelah umur 1 tahun, porsi
rata-rata 1 mangkok ukuran 250 ml.
TEXTURE atau TEKSTUR: Tekstur makanan sangat penting. Anak yang sedang dalam
tahap MPASI berarti sedang belajar makan, maka kenaikan tekstur harus dilakukan bertahap
hingga mampu makan makanan keluarga. Tahapan tekstur ini jangan terlalu cepat dan jangan
terlalu lambat pula.. Waktu mulai makan umur 6 bulan, berikan bubur kental atau puree.
Jangan terlalu encer atau terlalu kental. Patokannya jika diletakkan di sendok, sendoknya
dimiringkan, puree atau bubur itu tidak langsung tumpah. Setelah mulai makan beberapa
minggu, sampai umur 9 bulan berikan bubur yang lebih kental atau bubur saring. Mulai umur
9 bulan sudah bisa diberikan makanan cincang halus, yang penting tidak keras, dan mudah
dijumput anak. Umur 1 tahun, anak sudah bisa makan makanan keluarga. Cincang jika perlu
bagian-bagian yang sulit dikunyah seperti daging sapi.
VARIETY atau KERAGAMAN. Keberagaman makanan adalah kunci gizi seimbang. Karena
tidak ada satu pun bahan makanan yang mengandung semua gizi. MPASI boleh dimulai dgn
bubur serealia atau puree buah, terserah mana yang ibu pilih. Yang penting, secepatnya
kenalkan bahan makanan yg bervariasi. Ingat bahwa kebutuhan energi dan zat gizi lainnya
meningkat terus, sedangkan cadangan zat besi menurun drastis di usia 6 bulan. Jadi, sejak
umur 6 bulan mulai kenalkan semua variasi makanan: pangan pokok (serealia, ubi-ubian),
buah dan sayuran, kacang-kacangan, dan sumber hewani. Jadi, variasi sama di semua umur
alias sevariatif mungkin, yang berubah cuma tekstur, jumlah, dan frekuensi yang meningkat.
HYGIENE atau HIGIENIS. Pastikan makanan bebas patogen. Jangan lupa cuci tangan ibu
dan bayi sebelum makan (untuk ibu juga harus mencuci tangan sebelum mempersiapkan
makanan), pilih makanan yang segar, simpan dan masak dengan baik. Pastikan juga MPASI
bebas toksin/racun, tidak ada bahan kimia berbahaya, tidak ada bagian tulang keras yang bisa
membuat bayi tersedak dan tidak diberikan dalam keadaan terlalu panas.
Gerakan Tutup Mulut/GTM Pada Anak
Lianita Prawindarti·Jumat, 23 Desember 2016
Sebab Terjadinya GTM
Biasanya GTM terjadi di rentang umur 6 bulan – 12 bulan, tetapi sebetulnya sangat mungkin
terjadi di seluruh jenjang usia balita. Secara umum, penyebab GTM dapai dikategorikan atas
dua aspek: organik dan anorganik. Sebab organik terkait organ makan si kecil, misalnya
karena tumbuh gigi, sariawan, sakit, dan sebagainya. Sementara sebab anorganik terkait
dengan keadaan psikologis anak, kondisi lingkungan dan sekitarnya seperti trauma makan
atau trauma sendok, perubahan pengasuh, kebosanan dengan suatu tekstur makanan,
kebosanan terhadap makanan tertentu, dan sebagainya. Mari kita bahas sebab-sebab GTM di
atas beserta penanganannya.
Biasanya gigi bayi mulai tumbuh di 6-9 bulan di masa ketika si kecil sedang dalam tahap
belajar mengenal berbagai macam makanan. Jika bayi dalam usia-usia ini menolak
makanannya coba cek gusinya. Apakah ada yang kemerahan? Bila YA, maka cobalah
membuat makanan yang lebih encer. Berikan makanan yang membuat gusinya nyaman
seperti buah dingin yang bisa digigit-gigit, momsicle alias es loli dari ASI berikan jus/puree
buah manis dan dingin. Jika si kecil kelihatan kesakitan, bisa diberikan paracetamol untuk
meredakan sakitnya.
Sariawan
Biasanya tanda-tanda sariawan lebih jelas, seperti nampaknya bintik-bintik putih di mulut
bagian dalam atau luar dan juga lidah. Jika bintik-bintik putih ini sukar dihilangkan setelah
diusap dengan kain kasa yang dicelup air hangat, ini tandanya Anda harus membawa si kecil
ke dokter untuk mendapatkan obat anti jamur sesuai dosis yang diperlukan.
Sama seperti halnya orang dewasa yang sedang tidak enak badan, si kecilpun akan
mengalami hal yang sama. Jika dia kesulitan menelan karena tenggorokannya sakit, bisa
dibuatkan makanan dengan tekstur yang lebih lembut serta perbanyak jus buah-buahan yang
banyak mengandung vitamin C. Memberikannya makanan berkuah hangat seperti sup ayam
hangat bisa membantu meredakan ketidaknyamanannya.
Perlu kejelian Ibu untuk mengetahui hal ini. Biasanya terjadi di usia 7 bulan menuju 8 bulan
atau pada usia ketika si kecil mau beralih ke makanan keluarga. Coba untuk meningkatkan
tekstur makanan, siapa tahu si kecil sudah bosan dengan tekstur yang terlalu “bayi”. Selama
tidak ada masalah pencernaan seperti sembelit parah atau diare, tidak perlu khawatir dengan
proses peningkatan tekstur ini.
Ini kebalikan dengan yang atas, kalau yang ini biasanya ibunya yang bernafsu ingin
mengenalkan tekstur baru pada bayi padahal si bayi masih ingin menikmati tekstur lama
makanannya yang lebih lembut dan lebih cair. Misalnya : Bayi 8 bulan dan masih menikmati
makanan tim saring 2 kali-nya, tiba-tiba diberi nasi tim utuh. Ini bisa mengakibatkan GTM
juga. Perubahan tekstur makanan selain harus mengecek ‘pertanda’ dari bayi, juga harus
dilakukan bertahap. Misalnya untuk kasus di atas : dari saring 2 kali menjadi saring 1 kali,
lalu di sekedar ditekan-tekan di mangkuk, hingga akhirnya nasi tim . Jangan merasa gagal
jika tiba-tiba bayi meminta mundur-tekstur. Mungkin memang sedang merasa tidak
nyaman/bosan, mengalah sebentar tidak masalah, asal tetap dilatih untuk mencintai tekstur
baru-nya yang lebih padat.
Anak kadangkala bosan dengan ritual makan-nya. Bisa bosan tempat, suasana, cara, dan
sebagainya. Memang yang paling ideal adalah membiasakan anak makan di kursi makan atau
high chair, tetapi hal ini kadang kala bisa sangat membosankan baginya. Sesekali penting
untuk memberinya kesempatan makan di tempat lain, misalnya di lantai atau di karpet. Tetapi
tetap tanamkan kebiasaan makan yang di tempatnya. Kadang anak juga bosan disuapi, jika
demikian biarlah anak bereksplorasi dengan alat-alat makannya sendiri. Kuncinya, jangan
takut kotor dan berantakan. Jika mereka mulai ingin makan sendiri, itu sebetulnya pertanda
bagus untuk kemandiriannya.
Ini sering terjadi di periode awal perkenalan MPASI karena kadang ibu ingin proses MPASI
lancar sehingga di awal-awal sering sedikit memaksa si kecil untuk makan. Saat masa
memperkenalkan MPASI, usahakan jangan sampai si kecil mengalami trauma makan atau
trauma kepada sendok. Jangan memberikan kesan pada si kecil bahwa makan adalah sebuah
proses yang menakutkan. Coba ingat kembali bagaimana ketika Anda dan si kecil saat masa
awal menyusui. Butuh belajar dan penyesuaian kan? Sama juga ketika proses MPASI
dimulai. Anda dan si kecil sama-sama butuh waktu untuk belajar. Belajar menemukan pola
makan yang tepat, cara makan yang tepat, waktu makan yang tepat, tekstur yang tepat dan
sebagainya. Berikan kesempatan si kecil untuk memegang makanannya sendiri dengan
memberikan finger food. Siapa tahu dia lebih suka dilibatkan secara total dalam proses
makan, ketimbang hanya disuapin secara pasif. Kunci-kunci utama mengatasi GTM adalah:
1. Identifikasi penyebabnya, dari situlah ibu biasanya bisa menemukan solusi yang
paling tepat
2. Saat GTM terjadi, lebih fleksibel-lah dalam jadwal pemberian makanan. Jangan paksa
si kecil menghabiskan porsi besar makanan. Lebih baik memberikan makan sedikit2-
sedikit tetapi lebih sering daripada memberikan makanan dalam porsi yang besar
tetapi tidak habis atau tidak masuk sama sekali karena si kecil keburu stress melihat
porsi makanan yang diberikan.
3. Variasikan menu sebisa mungkin, buat makanan yang sederhana namun variatif. Anak
tidak perlu ibu yang brilian dalam memasak, tetapi lebih membutuhkan ibu yang
paham bagaimana proses makan yang sesuai baginya.
4. Tetap batasi waktu makan, maksimum 30 menit. Karena setelah 30 menit, rasa
makanan sudah berubah dan si anak sudah mulai bosan dengan acara makan.
Jadwalkan makan di saat yang tepat, jangan terlalu dekat dengan jadwal minum ASI,
jangan terlalu dekat dengan jadwal tidurnya atau jangan memberinya makan terlalu
pagi. Kita sendiri kadang suka malas kalau makan terlalu pagi kan?
5. Ajak si kecil makan bersama-sama dengan keluarga. Kadang melihat orang lain
makan bersamanya bisa memancing keinginan makannya. Berikan dia piring dan
sendok sendiri, siapa tahu dia mulai ingin belajar makan sendiri. Arahkan pelan-pelan
dengan sabar.
6. Susu bukanlah pengganti makanan. Untuk yang masih ASI, ASI bisa tetap diberikan,
tetapi ASI bukan menjadi satu-satunya sumber asupan si kecil. Saat usia 6 bulan-1
tahun, ASI hanya bisa memenuhi 70% kebutuhan asupan harian dan angka ini
mengecil menjadi 30% ketika si kecil mencapai usia 1 tahun lebih. Setelah usia 1
tahun, susu adalah pelengkap gizi si anak. Jika anak sedang GTM jangan memberikan
susu jika si ekcil lapar. Tetap tawarkan makanan dan berikan pengertian padanya
pelan-pelan bahwa jika lapar dia harus tetap makan.
7. Ciptakan waktu makan yang menyenangkan. Mulailah dengan senyuman, jaga kontak
mata dengan anak, penuh dengan kesabaran dan ketelatenan. Selingi dengan nyanyian
dan cerita yang terkait dengan makanan yang diberikan.
8. Berikan pilihan makanan. Karena kadangkala GTM terjadi karena si kecil bosan
terhadap suatu bahan makanan, berikan dia peluang untuk memilih makanan apa yang
ingin dimakan. Tetapi jangan katakan “X, mau makan apa?”. Berikanlah pilihan: ‘X
ingin makan bayam dengan tempe atau sayur buncis dengan ayam?” Ibu tetap harus
yang memegang kendali apa saja yang boleh atau tidak boleh dimakan oleh si kecil.
9. Tidak perlu memberikan suplemen vitamin atau penambah nafsu makan. Jika
penyebabnya sudah ditemukan, biasanya GTM akan dapat diatasi
10. Tetap membiasakan makan di tempatnya. Tidak perlu digendong keliling kompleks
atau sambil menonton TV agar si kecil tetap terbiasa makan dengan perilaku yang
benar.
11. Biasakan untuk mempunyai food diary atau jurnal makanan si kecil. Catat makanan-
makanan apa yang dia suka dan tidak suka dan pengolahan makanan yang bagaimana
yang si kecil inginkan. Ini berguna untuk mengkombinasikan makanan si kecil dan
jadi acuan utama ketika si kecil sedang GTM.
12. Jangan jadikan kenaikan berat badan anak sebagai obsesi. Yang paling penting adalah
menciptakan suasana makan yang nyaman bagi anak dan memperkenalkan anak
terhadap berbagai jenis makanan yang bergizi.
13. Yang terakhir, jangan lupa berikan pujian jika si kecil bagus makannya dan jangan
mengancam bila si kecil sedang tidak mau makan.
Ciri umum yang mudah dilihat adalah warna feses yang hijau dan kadang disertai
lendir/berbusa
Bayi gumoh lebih sering dari biasanya
Bayi selalu ingin menyusu, cenderung lebih rewel dan kelihatan selalu lapar.
Perut bayi kembung
Berat badan naiknya sangat perlahan, bisa di bawah rata-rata minimum.
Lebih rentan ruam popok karena fesesnya bersifat lebih asam
Bayi lebih sering BAB dari biasanya dan seringkali langsung BAB setelah menyusu
Yang harus dipahami adalah, BAB hijau masih tergolong normal walau terdapat
kemungkinan bayi mengkonsumsi laktosa di foremilk dalam jumlah yang
banyak/dominan
Jika BAB bayi berwarna hijau tapi bayi baik-baik saja (tidak rewel, tidak kelihatan
selalu lapar, tidak kembung, frekuensi BAK normal minimum 6 kali sehari), maka
tetap susui seperti biasa. Menyusui on demand maksudnya bukan hanya menyusui
dengan frekuensi sesuai kehendak bayi, tapi berapa lama bayi menyusu dan berapa
banyak dia menyusu ditentukan oleh si bayi itu sendiri
Jika BAB hijau, cek kembali posisi dan pelekatan menyusui Anda. Jika bayi menyusu
sebentar sebentar tapi sering dan BAB-nya hijau ada kemungkinan bayi tidak
mendapat cukup ASI yang dia butuhkan. Pastikan pelekatannya benar agar bayi
mendapatkan ASI secara optimal sesuai kebutuhannya.
Jika BAB bayi hijau dan bayi gelisah, rewel atau kembung, analisa apa yang ibu
konsumsi.
Jika BAB hijau karena aliran ASI kencang, maka Anda bisa memerah sebentar di
awal selama beberapa menit baru menyusui langsung.
Jika bayi menyusu sebentar sebentar, tetap susui bayi dari payudara yang sama untuk
menjamin payudara "dikosongkan" dengan baik. Jika dia berhenti menyusu di tengah-
tengah sesi karena ingin bermain, beri dia waktu bermain sebentar lalu tawarkan lagi
untuk menyusu.
Tidak jarang ibu yang sudah menyusui on demand dalam durasi yang cukup tapi BAB
bayi tetap hijau. Jangan khawatir ya :) Selama pertumbuhan bayi normal, kurva
berat badan baik, dan bayi tetap happy, maka bayi Anda baik-baik saja :)
Sumber:
http://nurturedchild.ca/index.php/2011/03/29/foremilk-and-hindmilk/
http://kultwit.aimi-asi.org/2011/03/komposisi-asi/
http://www.llli.org/faq/foremilk.html
http://www.breastfeeding-problems.com/foremilk-hindmilk-imbalance
Nursing Strike (Bayi Menolak Menyusu)
Lianita Prawindarti·Jumat, 23 Desember 2016
Berbagai Alasan Kenapa Bayi Menolak Menyusu
Si malaikat kecil menolak lagi, kali ini bahkan kaki mungilnya menendang-nendang dada
ibunya dengan sangat keras. Wanita setengah baya itu merasa penolakan ini lebih
menyakitkan daripada ditolak oleh cinta pertamanya. Dunia serasa hancur, fikiran negatif
mulai menggelitik… haruskah menyerah ?
Biasanya mogok menyusu ini berlangsung antara dua hingga lima hari, tapi bisa juga menjadi
lebih lama. Kalau berkepanjangan maka Ibu akan kelelahan jika harus terus menerus
memerah ASI yang tentu saja jumlahnya kian hari akan kian menipis. Duh, bagaimana ini ?
Saat bayi mogok menyusu memang saat yang sungguh memusingkan. Bayi jadi lebih sering
menangis dan frustasi akibat rasa lapar dan fase oral (untuk menghisap atau suckling) yang
tidak tersalurkan, beberapa bayi bahkan jadi mengalami penurunan berat badan.
Namun ternyata yang susah bukan hanya bayi, tapi ibunya juga. Perasaan sedih kerap
menghampiri dan secara perlahan akan memutuskan motivasi untuk melanjutkan menyusui si
kecil. Jika bayi mendadak mogok menyusu, segera pelajari apa yang terjadi agar tak ragu
temukan solusi !
Saat bayi mendadak menolak menyusu, yang terpenting adalah berfikir positif. Hindari
godaan yang berbisik bahwa :
bayi tidak suka pada ibunya; hal ini tidak mungkin terjadi karena secara insting bayi
belum mengenal arti membenci atau tidak suka,
bayi sedang menyapih dini (early weaning); hal ini kurang tepat karena penyapihan
adalah proses dan tidak terjadi secara tiba-tiba, wong kemarin masih mau menyusu
kok hari ini mendadak tidak mau?
bayi tidak suka rasa ASI; hal ini kurang pas, karena meskipun jenis makanan ibu
beragam tapi rasa ASI cenderung stabil dan bayi sudah biasa dengan perubahan rasa
makanan sejak dalam rahim.
ASI basi atau ASI terpolusi, biasanya dikatakan seperti ini pada kondisi ibu yang baru
saja pulang dari berpanas-panasan; hal ini tidak benar karena payudara merupakan
tempat penyimpanan ASI yang paling higenis dimana tidak mungkin menjadi terpapar
kuman sehingga menjadi basi apalagi terpapar polusi.
ASI tidak cukup sehingga bayi menolak karena tidak puas; hal ini tentu tidak tepat
karena produksi ASI bersifat supply based on demand dimana ASI akan diproduksi
sesuai dengan jumlah ASI yang dikeluarkan dari payudara (baik melalui pelekatan
langsung oleh bayi maupun melalui kegiatan memerah ASI dengan tangan atau
dengan pompa). Yang lebih sering terjadi adalah bahwa ASI keluar tersendat-sendat,
hal ini dapat membuat bayi menjadi tidak sabar dan marah. Untuk ini perlu diberikan
rangsangan terhadap let down reflex dengan memerah ASI sedikit. Hal ini dilakukan
untuk memancing hormon oksitosin yang mendorong ASI keluar sehingga bayi bisa
mendapatkan ASI dengan lebih cepat di awal proses menyusu.
dan mungkin masih banyak alasan negatif lain
Ahh, daripada berfikir negatif, lebih baik mencoba cari tahu dulu, kenapa sih malaikat kecil
itu menolak menyusu secara mendadak ? Berikut beberapa hal yang perlu diperhatikan :
Apakah bayi dibiasakan minum ASI perah dengan menggunakan botol dot? Jika ya, maka
kemungkinan besar penyebabnya adalah bingung puting (nipple préférence) yakni suatu
kondisi dimana bayi lebih memilih minum ASI melalui botol dot ketimbang langsung dari
payudara ibu. Kenapa ? Karena menyusu melalui botol dot lebih mudah dan mekanismenya
berbeda dengan menyusu pada payudara. Saat minum melalui botol dot, aliran ASI lebih
lancar dan bayi tidak perlu memijat payudara untuk dapat mengeluarkan air susu. Dianjurkan
untuk mencoba ganti cara pemberian botol dot dengan cangkir kecil, pipet tetes atau sendok.
Saat bayi terbiasa terpisah dari botol dot maka secara perlahan akan lebih mudah kembali ke
payudara ibu karena bayi tengah mengalami fase oral dimana menyusu dapat memuaskan
hasratnya.
Apakah puting susu mengalami luka pada hari-hari terakhir sebelum bayi mendadak menolak
menyusu? Jika ya, maka kemungkinan besar luka pada puting susu memberi rasa yang
berbeda pada ASI sehingga membuat bayi menolak. Dianjurkan untuk memperbaiki posisi
mulut bayi saat menyusu agar menyusu menjadi lebih efektif dan puting susu terhindar dari
iritasi dan luka.
Apakah pada bagian tubuh bayi terdapat luka yang terlihat, misal luka memar? Atau mungkin
lukanya kasat mata ? Jika ya, maka kemungkinan cara menggendong membuat bayi merasa
kesakitan dan tidak nyaman. Dianjurkan untuk mencoba menyusui dengan posisi tidur
sehingga lebih sedikit bagian tubuh bayi yang tertekan.
Apakah ada perilaku dari ibu yang berubah? Misalnya ibu mengganti merk parfum atau
mengganti aroma sabun mandi / shampoo ? Jika ya, maka kemungkinan bayi merasa kurang
nyaman dengan aroma yang baru tersebut. Dianjurkan untuk sebisa mungkin kembali ke
prilaku awal.
Apakah ibu bereaksi berlebihan? Misalnya tanpa sengaja berteriak kesakitan saat bayi
menggigit (atau menggusit – menggigit pakai gusi) payudara ? Jika ya, maka kemungkinan
bayi trauma. Ia belum memahami kenapa ibunya menjerit waktu itu sehingga saat hendak
mulai menyusu lagi, bayi sudah menolak terlebih dahulu. Dianjurkan untuk bercanda dulu
dengan si kecil sebelum menawarkan payudara, tersenyum dan ajak dia tertawa dulu.
Apakah ibu stres belakangan ini? Jika ya, ini dapat berpengaruh karena bayi yang menyusu
pada ibunya memiliki ikatan atau bonding yang cukup kuat. Ketidaknyamanan ibu dapat
dirasakan oleh bayi sehingga membuat bayi menjadi rewel. Lupakan hal lain saat hendak
menyusui si kecil, jika perlu putar musik lembut dan nikmati waktu berdua saja dengannya.
Apakah bayi berganti pengasuh? Misalnya saat ibu kembali bekerja, atau setelah memiliki
pengasuh baru, bayi mendadak menolak menyusu pada ibu. Jika ya, tidak perlu buru-buru
memecat nanny barunya tapi lebih dianjurkan untuk lebih banyak menghabiskan waktu
dengannya setelah pulang dari kantor, misalnya gendonglah si bayi lebih sering serta tidurlah
di sampingnya.
Haduh, bingung juga yah karena ternyata banyak sebab kenapa bayi bisa mendadak menolak
menyusu. Berikut beberapa tips yang mungkin bisa membantu ibu mengatasi masalah mogok
menyusu ini, yakni :
1. Lakukan lebih banyak kontak kulit, habiskan lebih banyak waktu bersama si malaikat
kecil berdua saja dalam suatu ruangan dimana ibu tidak mengenakan pakaian atas
(topless) dan si dedek hanya menggunakan celana dalam atau popok. Biarkan si kecil
bereksplorasi sendiri, tidak perlu dipaksa untuk mendekat pada ibu karena dengan
sendirinya ia akan mendekati ibunya. Tidak perlu memaksa si kecil untuk langsung
menyusu karena mungkin dia akan mendekati ibunya lalu mungkin hanya akan
tertidur di dada ibunya tanpa sempat menyusu, begini saja sudah menunjukkan tanda
positif. Jika satu kali belum berhasil, coba lagi. Cara ini membantu si kecil untuk
‘mengenal kembali’ ibunya.
2. Tunggu hingga bayi sangat mengantuk, karena banyak bayi yang cenderung tidak
menolak saat dalam kondisi setengah teler. Hindari memaksa bayi menyusu ke
payudara, misalnya dengan mendorong kepalanya agar mendekat ke payudara, karena
penolakan bisa berlanjut menjadi semakin panjang.
3. Tawarkan lebih sering, khususnya saat bayi sedang merasa senang dan sedang berada
di tempat favoritnya, misalnya saat dia tengah bermain, saat dia selesai makan, saat
dia mandi…. di mana pun, kapan pun. Namun jangan paksa jika ia menolak.
4. Coba menyusui sambil menimang-nimang misalnya sambil berjalan-jalan atau sambil
duduk di kursi goyang, karena gerakan lembut dapat mengurangi emosinya untuk
menolak. Misal, ajak si kecil muter-muter komplek rumah dengan mobil, duduk
berdua dengan dia di kursi belakang, ayunan mobil dapat membantu si kecil
meredakan emosinya.
5. Redupkan lampu kamar, redakan suara-suara yang keras agar bayi merasa lebih
tenang dan nyaman. Biasanya bayi yang berusia 6-9 bulan sudah lebih waspada
terhadap keadaan di sekitarnya sehingga gangguan sedikit saja dapat membuatnya
tidak benar-benar menyusu melainkan hanya sekedar menempel saja pada payudara.
6. Coba ganti posisi menggendong si kecil, seperti telah dijelaskan sebelumnya bisa jadi
posisi atau cara menggendong membuat bayi tidak nyaman sehingga ia menolak
untuk menyusu.
7. Kenakan pakaian yang simpel dan ga ribet, yang memungkinkan bayi sangat mudah
mendapatkan akses ke payudara, jika memungkinkan kenakan lebih sering baju
menyusui sehingga ibu tidak perlu membuang waktu banyak untuk membuka kancing
baju terlebih dahulu. Hanya berbeda beberapa detik, tapi saat dirasa terlalu lama oleh
bayi maka ia sudah keburu kehilangan minat untuk menyusu.
8. Bawa ke dokter anak, just in case ternyata bayi mengalami luka yang tidak terlihat
seperti infeksi telinga, lidah berjamur (thrust), dsb. Ada kalanya bayi membutuhkan
tindakan medis karena tengah mengalami sakit yang membuatnya tidak nyaman saat
menyusu.
Intinya, saat bayimu menolak menyusu itu bukan akhir dunia. Kenali dulu penyebabnya
kemudian coba lakukan beberapa trik tersebut. Yang sabar yah, karena kesabaranmu akan
berbuah manis. Selamat (kembali) menyusui !
Sumber bacaan:
https://aimi-asi.org/layanan/lihat/mogok-menyusu
https://aimi-asi.org/layanan/lihat/bayimu-menolak-menyusu-itu-bukan-jalan-buntu
Tips Meningkatkan Produksi ASI
Lianita Prawindarti·Minggu, 04 September 2016
Disusun oleh: Yuni Nofitasari, Konselor Menyusui AIMI
Kesulitan dan tidak bisa memberikan ASI karena produksi ASI yang menurun?
Booster ASI apa ya yang efektif meningkatkan produksi ASI kembali?
Sudah makan sayur banyak kok ASI masih sedikit?
KETAHUI PENYEBAB MENGAPA PRODUKSI ASI MENURUN
Sebelum fokus kepada cara meningkatkan produksi ASI, Sangat penting untuk diketahui
terlebih dahulu apa penyebab produksi ASI menurun. Berikut beberapa penyebab
menurunnya produksi ASI:
1) Penggunaan Dot dan empeng
Penggunaan dot dan empeng menyebabkan adanya perubahan mekanisme hisapan pada
mulut bayi sehingga menurunkan stimulasi /permintaan/demand terhadap payudara. Kondisi
ini disebabkan ketika bayi yang terbiasa menggunakan dot dan empeng hanya bisa menghisap
puting bukan areola. Penurunan produksi ASI pada bayi yang menggunakan dot dan empeng
adalah tanda awal bayi mengalami bingung puting laten.
2) Frekuensi Menyusui Bayi
Prinsip produksi ASI adalah supply on demand, penawaran/supply produksi ASI ditentukan
oleh permintaan/demand ASI pada payudara. Jika bayi menyusu 8x dalam 1x24jam dengan
pelekatan yang tepat tentunya, maka payudara akan menangkap sinyal bahwa bayi
membutuhkan 8x ‘pengisian ulang’ dalam 1x24jam, begitu juga jika bayi hanya menyusu 4x
dalam 1x24jam, maka payudara juga akan menngikuti sinyal yang didapatkan dan hanya
mengisi ulang 4x dalam 1x24jam. Sehingga semakin sering bayi menyusu dengan pelekatan
yang tepat, maka semakin banyak ASI di produksi.
3) Frekuensi Memerah ASI
Baru memerah pertama kali dan hasil perah sangat sedikit? Masih terkait dengan supply on
demand, dimana semakin sering payudara dikosongkan, maka akan semakin sering payudara
“melakukan isi ulang”. Namun berbeda dengan proses menyusui langsung, memerah
membutuhkan frekuensi yang teratur dan konsisten di waktu yang sama dan terjadwal. Jadi
sangat wajar jika ketika Ibu yang baru memerah pertama kali hasil perahnya hanya beberapa
tetes.
4) Penggunaan Kontrasepsi Hormonal yang Tidak Tepat
Penggunaan alat kontrasepsi yang tidak tepat dapat menurunkan produksi ASI.
5) Kondisi fisik Ibu (Menstruasi, Ibu Sakit, Kehamilan)
Kondisi fisik dan kesehatan mempengaruhi kerja hormon Oksitosin sebagai hormon yang
bekerja melancarkan produksi ASI bersama hormon prolaktin. Sehingga ketika Ibu sedang
mengalami menstruasi, sakit, hamil akan mempengaruhi produksi ASI.
6) Kondisi Psikologis Ibu
Produksi ASI dipengaruhi oleh hormon prolaktin dan oksitosin. Hormon Prolaktin didapatkan
ketika Ibu menyusui langsung bayinya, itu sebabnya sangat penting untuk menjaga agar cara
bayi menghisap payudara tidak terganggu dengan penggunaan dot atau empeng. Hormon
Oksitosin (hormon cinta) diproduksi ketika Ibu merasa nyaman, relax, percaya diri dan yakin
pada proses menyusui bayinya. Seringkali Ibu merasa tidak percaya diri dan merasa produksi
ASI menurun karena payudara yang tadinya kencang terasa lembek, atau karena lingkungan
yang kurang mendukung pemberian ASI atau Ibu mengalami baby blues syndrome dan Post
Partum Depression yang tidak tertangani dengan tepat.
7) Tounge Tie dan Lip Tie
Pada beberapa kondisi, Tounge Tie (TT) dan Lip Tie (LT) yang di alami bayi dapat
mempengaruhi produksi ASI jika posisi pelekatan bayi tidak tepat sehingga tidak efektif
mengosongkan payudara.
4) Meningkatkan Kerja Hormon Oksitosin · Konsumsi makanan yang ibu sukai Ibu bisa
mengkonsumsi makanan yang menjadi makanan kesukaan Ibu, meskipun tetap mewaspadai
reaksi bayi terhadap asupan teh, kopi atau coklat.
Ingat Bayi, Ingat ASI
Gunakan segala macam teknik untuk meningkatkan kerja hormon oksitosin, sehingga LDR
(Let Down Reflex) bisa berfungsi dengan lancar. Contoh ; melihat foto atau rekaman lucu si
kecil saat memerah ASI, membawa pakaian bayi, duduk dengan nyaman sambil mengingat
kelucuan si kecil atau mendengarkan rekaman ocehan si kecil saat memerah membantu
terjadinya Let Down Reflex.
Minta bantuan Suami untuk melakukan pijat oksitosin
(https://www.facebook.com/media/set/?set=oa.10152242188469778&type=3) Pijat oksitosin
di punggung dapat dilakukan sambil menyusui bayi, sehingga ibu merasa relaks, nyaman dan
merangsang produksi hormon oksitosin atas dukungan yang diberikan oleh suami.
Minta waktu kepada suami untuk “Me Time” Lakukan hal hal yang membuat ibu nyaman
dan bahagia, minta waktu pada suami untuk me time, waktu untuk diri sendiri dan melakukan
kegiatan yang me – recharge/memberikan suntikan semangat baru bagi Ibu, pergi keluar,
membaca buku, sekedar jalan jalan, membaca majalah kesukaan, makan di tempat makan
favorit, pijat, spa, sekedar creambath, nonton film kesukaan atau sekedar mandi dengan air
hangat dan bisa mandi dengan tenang, tidak diburu buru pun sudah bisa di sebut me time.
Pilih me time yang memungkinkan bagi ibu dan keluarga.
Sumber :
- materi Kelas EdukASI menyusui 2 (Copyright AIMI)
- Nia Umar, Multitasking Breastfeeding Mama, Pustaka Bunda.
- Modul Pelatihan Konselor Menyusui 40jam WHO – UNICEF
Mengatasi Bayi Menggigit Puting
Lianita Prawindarti·Jumat, 23 Desember 2016
Semua ibu yang sudah menjalani proses menyusui cukup lama sudah mulai mengenal
berbagai tahapan dalam menyusui. Ada tahapan belajar di awal yang membuat kita mesti
kadang menahan sakit karena puting lecet dan membutuhkan kesabaran ekstra sampai
nantinya menuju fase menyapih yang biasanya cukup emosional. Nah, salah satu fase yang
tidak kalah menantang adalah fase menggigit puting. Fase ini cukup seru karena sebetulnya
sering melibatkan kerjadian yang lucu karena tingkah polah si anak, tetapi seringkali tidak
lucu karena ibunya juga merasa kesakitan.
Biasanya, dalam jangka waktu 2 tahun menyusui, ibu bisa mengalami beberapa kali fase bayi
suka gmengigit puting. Jangan dibiarkan ya Bu, karena bayi juga harus tahu bahwa ibunya
pun punya batasan. Tentu masih ingat kan pada prinsip bahwa menyusui itu tidak terasa sakit
dan tidak boleh terasa sakit? Karena jika ibu merasa sakit, berarti ada proses atau caranya
yang harus diperbaiki.
Ada berbagai alasan kenapa bayi menggigit: sedang tumbuh gigi, mengajak ibu main atau
bercanda, bayi sedang gemas, atau karena pelekatan yang tidak pas sehingga bayi merasa
kesal dan sebagainya.
Bayi yang sedang menyusu dengan pelekatan yang sempurna, secara fisik tidak akan bisa
mengigit puting karena mulut sedang terbuka lebar dan puting masuk jauh ke dalam mulut si
bayi. Jadi untuk dapat mengigit puting ibunya, bayi harus melepaskan pelekatannya tadi, lalu
memundurkan kepalanya sedikit dan kemudian baru: hap! Gigit! Kalau sedang menyusui,
perhatikan gerakan melepas pelekatan dan mundur tersebut. Jika itu terjadi, segera lepaskan
payudara dengan menyelipkan jari di sudut mulut bayi.
Bagaimana jika kalah cepat dengan si kecil? Selipkan jari di mulutnya. Setelah dia buka
mulut, tarik payudara keluar. Tetapi jangan ditarik paksa ya, agar tidak terluka. Kemudian
tutup pakaian dan berhenti sejenak. Satu tips penting: jangan berteriak, tertawa, menjerit atau
melotot karena bayi justru akan menganggap itu lucu dan jadi kesenangan. Atau bisa jadi,
reaksi keras dari ibu bisa membuat bayi jadi kaget dan malah trauma menyusu. Setelah
pakaian ditutup, jelaskan kepada si kecil bahwa ibu merasa sakit jika digigit. Sehingga kalau
payudara sakit, tidak akan bisa dipakai untuk menyusui sementara waktu.
Jika bayi masih ingin menyusu, berikan payudara yang satunya. Jika dia mengulanginya lagi,
ulangi kembali cara di atas. Kalau dia minta lagi, kali ini beri tahu bahwa dua payudara ibu
sedang sakit. Bayi kita cukup pintar lho, dia akan cepat menyerap hubungan sebab-akibat
yang tadi dia alami. Manfaatkanlah fase ini untuk mengajarkannya berempati.
Jika ada orang lain saat itu seperti ayah/nenek/pengasuh, minta mereka mengajak bayi minta
maaf pada ibu. Lho, bayi kan belum bisa bicara? Betul, tetapi bukan berarti mereka tidak
mengerti. Manfaatkan setiap fase menyusui untuk belajar berkomunikasi dengan bayi, bahkan
saat bayi belum bisa berbicara sekalipun. Fase mengigit ini adalah saat yang tepat juga untuk
mengajarkan anak kesopanan dan patuh pada aturan dalam konteks yang sederhana. Dia akan
memahami bahwa ibu punya batas dan mengigit puting itu tidaklah menyenangkan.
Usahakan juga menyusui bayi di tempat yang tenang agar konsentrasi bayi tak terganggu.
Kadang bayi menggigit karena mendengar suara lain dan menoleh ke sumber suara tanpa
melepaskan mulutnya dari puting payudara. Kadang bayi suka menggigit karena merasa
kurang perhatian dari Ibu, misalnya Ibu menyusui sambil main HP, menonton televisi atau
hal lainnya. Ajak bayi mengobrol, menyanyikan lagu untuknya atau usap-usaplah kepalanya
saat menyusui.
Kadang bayi menggigit puting payudara ketika sudah akan berakhir menyusunya. Jadi, kenali
tanda-tanda dia akan selesai menyusu. Jika hisapan bayi sudah mulai melemah atau
gerakannya melambat, cobalah mengeluarkan puting payudara secara perlahan.
So, Moms yang sedang kesakitan karena digigit, jangan ditahan sendiri yaa. Komunikasikan
kepada si bayi juga.
Inisiasi Menyusu Dini (IMD) adalah proses kontak kulit antara ibu dengan bayi yang
dilakukan SEGERA setelah bayi lahir dan harus dilakukan minimum selama 1 jam. IMD
adalah hak ibu dan bayi. Maka itu, orang tua perlu mencari informasi tepat mengenai IMD
dan rumah sakit yang mendukung IMD setelah proses melahirkan. IMD ini sendiri dilindungi
undang-undang yakni UU No. 36/2009 tentang kesehatan.
1. Kerjasama semua tenaga kesehatan yang terlibat dalam proses kelahiran. Maka dari
itu penting untuk mengkomunikasikan keinginan ibu untuk melakukan IMD kepada
bidan, dokter kandungan dan dokter anak selama masa kehamilan. Penting juga untuk
mencari fasilitas kesehatan (rumah sakit atau klinik) yang pro-ASI dan menerapkan
IMD dan rawat gabung dengan benar.
2. Ibu dan bayi dalam kondisi stabil, tidak ada kondisi gawat darurat, seperti: bayi sulit
bernapas atau ibu mengalami pendarahan hebat.
3. Dapat dilakukan pada kelahiran normal dan cesarian (selama ibu tidak dibius total
dalam operasi)
4. Minimal dilakukan selama 1 jam
5. Dilakukan segera setelah bayi lahir. Bayi dibersihkan badannya dengan handuk,
kecuali bagian tangannya dan kemudian langsung diletakkan di dada ibu
6. Agar efektif, IMD harus diikuti dengan rawat gabung . IMD tanpa Rawat Gabung
sama saja tidak IMD.
7. Jangan lupa untuk mengkomunikasikan tentang prosedur IMD dan rawat gabungn ke
tenaga kesehatan dan fasilitas kesehatan Anda, terutama jika Anda akan melahirkan
secara cesarian. Belum semua RS di Indonesian memiliki protokol pelaksanaan IMD
untuk pasien cesarian. Jika prosedur itu belum ada di RS tempat Anda hendak
melahirkan, tanyakan pada dokter Anda opsi apa yang bisa dilakukan.
1. Ibu dan bayi segera dapat mendapatkan manfaat bonding dan kontak kulit pertama
segera setelah proses melahirkan. Kontak kulit ibu dan bayi bermanfaat antara lain
untuk menurunkan resiko kematian bayi akibat kedinginan, mengurangi stres pada
bayi, dan membuat detak jantung bayi lebih optimal
2. Bayi memperoleh kolostrum, karena sentuhan bayi merangsang hormon oksitosin
yang memancing keluarnya kolostrum atau ASI pertama yang sangat kaya antibodi
yang sangat bermanfaat bagi bayi.
3. Bayi yang memperoleh kesempatan untuk IMD dengan benar memiliki peluang lebih
besar untuk sukses menyusui
Apa Saja yang Terjadi dalam Proses IMD?
Segera setelah persalinan, baik normal maupun caesar, bayi dikeringkan (kecuali kedua
tangannya) dan diletakkan tengkurap, skin to skin di atas dada ibunya minimal selama 1 jam.
Dalam suatu penelitian, telah ditemukan bahwa ternyata bayi akan melakukan gerakan-
gerakan yang sangat khas, yang kemudian membantu meningkatkan hormon oksitosin ibu
sehingga merangsang kontraksi rahim, melancarkan refleks aliran ASI dan memperkuat
interaksi ibu dan bayi. Berikut ini adalah gambaran apa saja yang terjadi dalam proses IMD
dari menit ke menit (setiap bayi mungkin mengalami proses atau tahapan yang berbeda):
Biarkan kulit kedua bayi bersentuhan dengan kulit ibu selama paling tidak 1 jam; bila
menyusu awal terjadi sebelum 1 jam, tetap biarkan kulit ibu – bayi bersentuhan sampai
setidaknya 1 jam. Bila dalam 1 jam menyusu awal belum terjadi, ibu dibantu dengan
mendekatkan bayi ke puting tapi jangan memasukkan puting ke mulut bayi. Beri waktu kulit
melekat pada kulit 30 menit atau 1 jam lagi. Setelah setidaknya melekat kulit ibu dan kulit
bayi setidaknya 1 jam atau selesai menyusu awal, bayi baru dipisahkan untuk ditimbang,
diukur, dicap, dan diberi vitamin K.
1. IMD di ruang operasi tak jauh berbeda dengan saat di ruang bersalin. Hanya saja
keadaan ruang operasi dengan suhu udara yang dingin tentu memerlukan
pendampingan lebih intensif dari dokter atau bidan saat bayi saat dilakukan IMD.
Terutama upaya menjaga kehangatan suhu tubuh bayi selama dalam dekapan ibu agar
terhindar dari hipotermia.
2. Segera setelah bayi lahir harus dipastikan dengan pemeriksaan dokter Anak atau
dokter Anasthesi terlebih dulu bahwa kondisi bayi sehat. Posisi pembatas area operasi
diatur sedemikian rupa agar ada ruang untuk bayi dan ibu melakukan IMD.
3. Kemudian kepala bayi ditutup dengan selimut hangat atau diberi topi khusus bayi dan
ganti selimut bayi. Selanjutnya posisi bayi tengkurap di dada ibu agar kontak kulit
dengan kulit. Kehangatan suhu tubuh ibu menjadi inkubator terbaik bagi bayi. Tubuh
ibu secara alamiah akan menghasilkan panas yang menghangatkan bayi dalam
dekapannya.
4. Bidan atau dokter mendampingi dan membantu ibu menjaga posisi bayi agar aman.
Beri kesempatan ibu untuk memandang bayinya dan mendekap selama operasi
berjalan. Biarkan bayi mencari sendiri puting payudara ibu dan menghisapnya.
Kondisi dimana ibu dan bayi dirawat dalam ruang yang sama selama 24 jam, sehingga bayi
tidak diletakkan dalam ruang bayi yang terpisah dari ibu.
Apakah Manfaat Rawat Gabung?
Sumber:
http://www.idai.or.id/artikel/klinik/asi/inisiasi-menyusu-dini
https://aimi-asi.org/layanan/lihat/inisiasi-menyusu-dini-repot-ya
https://aimi-asi.org/layanan/lihat/saat-menyusu-dini-menjadi-menyusui-dini
https://aimi-asi.org/layanan/lihat/kisah-imd-di-kampung-halaman
https://www.youtube.com/watch?v=CVIa8jo0rgI
1. MITOS: Busui tidak boleh makan cabai/sambal karena nanti anaknya diare
FAKTA: tidak semua bayi sensitif terhadap capsaicin, zat yang terdapat dalam cabai. Silakan
makan pedas dalam jumlah yang wajar dan amati reaksi bayi. Silakan baca dokumen tentang
makanan minuman ibu menyusui.
2. MITOS : Busui tidak boleh makan cabai/sambal karena biji cabe akan keluar lewat feses
bayi
FAKTA : bentuk feses bayi ASI memang teksturnya terkadang seperti biji cabai bukan
karena ibu makan pedas/sambal/cabai. Silakan baca dokumen tentang BAB bayi.
3. MITOS: Tiap mau menyusui harus minum yang hangat-hangat agar ASI juga hangat.
FAKTA: suhu ASI selalu mengikuti suhu tubuh ibu. ASI dalam payudara umumnya bersuhu
37-38 derajat Celcius terlepas apapun yang ibu konsumsi.
4. MITOS : Busui tidak boleh minum dingin/es agar bayi tidak pilek
FAKTA : pilek bisa terjadi karena paparan virus dari lingkungan, bukan karena apa yang
dikonsumsi oleh ibunya.
5. MITOS: ASI pagi hari itu basi jadi harus diperah dulu dan dibuang baru boleh menyusui
bayi.
FAKTA: ASI kapanpun selalu dalam kondisi yang baik dan siap disajikan untuk bayi.
6. MITOS: Kalau sudah berhubungan suami istri, kualitas ASI tidak akan baik bagi bayi.
FAKTA: ibu bisa tetap berhubungan badan dengan suami. Berhubungan badan bisa
meningkatkan hormone oksitosin dan memperlancar ASI.
7. MITOS: Ibu yang putingnya belah tidak boleh menyusui karena jika menyusui maka
bayinya akan meninggal dunia
FAKTA: Puting belah sebagaimana bentuk puting yang lain tetap dapat menyusui karena
bayi tidak menyusu pada puting tetapi menyusu pada payudara dengan mengikutsertakan
areola. Sejauh ini belum ada laporan ilmiah tentang adanya bayi yang meninggal setelah
menyusu pada ibu yang putingnya terbelah.
8. MITOS: menyusui membuat payudara ibu menjadi kendur atau berubah bentuk
FAKTA: kehamilan serta usia yang merubah bentuk payudara, bukan menyusui
9. MITOS: Seorang wanita yang telah melakukan operasi pembesaran payudara tidak dapat
menyusui.
FAKTA: Banyak ibu yang melakukan operasi pembesaran payudara dan tetap menyusui.
Tidak ada bukti nyata bahwa menyusui dengan payudara dengan silikon dapat
membahayakan bayi. Operasi pembesaran payudara biasanya dilakukan lewat areola. Walau
begitu, ibu yang pernah menjalankan operasi ini biasanya memiliki produksi ASI yang
cenderung sedikit, sama dengan ibu yang menjalankan operasi apapun yang melalui areola.
10. MITOS: Payudara sebelah kanan adalah nasi, payudara kiri adalah lauknya. Jadi menyusu
harus di kedua payudara agar lengkap makanan bagi si bayi.
FAKTA: Isi payudara kanan dan kiri sama saja kok, foremilk dan hindmilk . Biarkan bayi
menyusu pada satu payudara hingga “habis”, bila masih kurang baru tawarkan payudara
satunya agar dia mendapatkan foremilk dan hindmilk yang seimbang. Cek juga dokumen
grup tentang foremilk dan hindmilk.
11. MITOS: Payudara sebelah kanan adalah makan, payudara kiri adalah minumnya. Jadi
menyusu harus di kedua payudara agar lengkap makanan bagi si bayi.
FAKTA : Isi payudara kanan dan kiri sama saja kok, foremilk dan hindmilk . Biarkan bayi
menyusu pada satu payudara hingga “habis”, bila masih kurang baru tawarkan payudara
satunya agar dia mendapatkan foremilk dan hindmilk yang seimbang. Cek juga dokumen
grup tentang foremilk dan hindmilk.
12. MITOS: Ibu dengan ukuran payudara yang kecil tidak bisa memproduksi ASI yang cukup
untuk bayinya.
FAKTA: Ukuran payudara tidak ada hubungannya dengan produksi. Apapun ukuran
payudara ibu, ASI akan selalu cukup untuk bayi jika ibunya rajin menyusui/memerah dan
selalu berpikir positif. Besar/kecilnya payudara pada dasarnya tergantung dari jaringan lemak
di dalam payudara.
13. MITOS: Kalau ibu keluar rumah ASI harus dibuang dulu sebelum menyusui lagi. Jika
tidak nanti bayinya masuk angin.
FAKTA: ASI dalam payudara selalu dalam kondisi baik dan siap disajikan untuk bayi.
14. MITOS: Payudara harus digoyang-goyangkan dulu sebelum menyusui agar ASI
tercampur dengan baik
FAKTA: ASI selalu terdiri dari foremilk dan hindmilk, keduanya keluar bergantian. Jika
waktu menyusui cukup dan si kecil menghabiskan satu payudara hingga tertidur atau kenyang
maka dia akan mendapatkan keduanya. Silakan cek dokumen tentang foremilk dan hindmilk.
15. MITOS: Ibu menyusui harus banyak makan agar ASI-nya banyak.
FAKTA: kuantitas ASI tidak ditentukan oleh berapa banyak makan ibu, tetapi oleh
demand/kebutuhan bayi. Ibu harus menyusui sesuai dengan kehendak bayi dan harus selalu
berpikiran positif bahwa ASI-nya cukup untuk bayinya. Selama ibu menyusui, dia harus
makan makanan dengan gizi berimbang agar nutrisi dalam tubuh ibu tidak tekor karena
digunakan untuk produksi ASI. Silakan baca dokumen tentang makanan dan minuman ibu
menyusui
16. MITOS: ASI jangan sampai kena alat kelamin bayi karena bisa mengakibatkan mandul.
FAKTA: ASI tidak akan menyebabkan kemandulan. Jikapun sampai terkena alat kelamin,
cukup bersihkan dengan air.
17. MITOS: Ibu yang sudah mendapatkan haid tidak boleh lagi menyusui karena ASI-nya
menjadi amis dan tidak lagi segar.
FAKTA: ibu yang sudah haid tetap menghasilkan ASI yang berkualitas untuk bayinya.
Namun penurunan produksi ASI pada ibu yang sedang haid sering terjadi terkait hormonal.
Penurunan ini hanya sementara dan akan kembali normal selepas masa haid.
19. MITOS: Ibu menyusui harus minum jamu agar ASI menjadi kental
FAKTA: ASI selalu terdiri dari dua bagian, yang encer dan kaya protein disebut foremilk,
sementara yang kental dan kaya lemak disebut hindmilk, terlepas apapun yang dikonsumsi
ibu. Silakan cek dokumen tentang foremilk dan hindmilk.
20. MITOS: jika bayi demam ibu menyusui harus makan kelapa hijau untuk menurunkan
demam pada bayi.
FAKTA: jika bayi demam segara ukur suhu tubuhnya dengan termometer. Paracetamol boleh
diberikan jika suhunya di atas 38 derajat. Demam pada bayi bisa diringankan dengan
kompres air hangat, skin to skin, perbanyak asupan ASI, dan berikan pakaian yang tipis.
21. MITOS: ASIP jika disimpan lama akan berubah menjadi darah.
FAKTA: ASIP ya tetap ASI, tidak akan menjadi darah. Lakukan manajemen ASIP yang
benar agar ASIP layak konsumsi. Silakan cek dokumen tentang manajemen ASIP.
22. MITOS: ASI yang pertama keluar setelah bayi lahir itu adalah ASI basi karena warnanya
kuning, jadi harus dibuang.
FAKTA: ASI yang keluar segera setelah bayi dilahirkan adalah kolostrum yang manfaatnya
sangat besar bagi bayi. Silakan aca dokumen tentang Laktogenesis.
23. MITOS : Jika ASI belum atau tidak lancar di hari-hari pertama setelah melahirkan dapat
digantikan dengan susu formula.
FAKTA : hari hari pertama ditandai dengan keluarnya kolostrum yang berarna keuningan
dengan jumlah yang ekcil tanpa sangat penting untuk antibodi bayi. Biasanya ASI yang
keluar di hari-hari awal belum merupakan ASI warna putih seperti yang diketahui awam. ASi
matang yang berwarna putih baru keluar sekitar hari ke-3 sejak melahirkan. Kurangnya
informasi sering membuat para ibu menganggap ASI-nya belum keluar padahal kolostrum
sudah keluar dan hanya keluar bila disusukan sejak awal. Pemberian asupan lain selain ASI
yang tidak sesuai indikasi medis di hari-hari awal justru akan menghambat kelancaran
roduksi ASI di hari-hari berikutnya.
24. MITOS: Bayi ASI selalu tampak tidak kenyang dan sulit tidur, sehingga perlu diberi susu
formula
FAKTA: Karena ASI begitu mudah dicerna, bayi yang umumnya minum ASI lebih mudah
lapar dibanding bayi yang minum susu formula. Sehingga pada minggu-minggu awal setelah
kelahirannya bayi akan menyusu setiap 2-3 jam sekali atau bahkan kurang dari itu. Penelitian
menujukan bahwa bayi yang diberikan susu formula tidak tidur lebih baik meskipun bayi
mungkin tidur lebih lama. Hal ini disebabkan susu formula tidak dapat dicerna dengan cepat,
sehingga membuat jarak antara waktu menyusu menjadi lebih panjang sehingga bayi tidur
lebih lama.
26. MITOS: Semakin sering ASI diperah makan ASI bisa semakin cepat kering.
FAKTA: semakin sering diperah dan disusukan maka produksi ASI akan semakin banyak.
Hal ini berkaitan dengan sistem produksi ASI yang menganut prinsip supply on demand
(sesuai permintaan). Semakin sering payudara dikosongkan, maka ASI akan lebih cepat
diproduksi.
27. MITOS: Sekali menghentikan menyusui, maka seorang ibu tidak dapat menyusui lagi.
FAKTA: Jika bayi mendapat susu formula, ibu dapat menyusui kembali setelah terhenti
sementara, dengan memberikan teknik relaktasi serta mendapat dukungan dan bantuan yang
tepat.
29. MITOS: Payudara yang “lembek” adalah payudara yang tidak ada ASInya.
FAKTA: Payudara “lembek” adalah tanda pengeluaran ASI (baik menyusui dan memerah)
lancar. Payudara yang keras justru menandakan pengeluaran ASI tidak lancar, apabila hal ini
dibiarkan justru akan mengganggu produksi ASI bahkan bisa menyebabkan radang payudara
(mastitis)
30. MITOS: Menyusui adalah perjuangan seorang ibu, makanya adalah normal jika proses
menyusu menimbulkan rasa sakit.
FAKTA: Walaupun bukan sesuatu hal yang aneh jika pada hari-hari pertama menyusui
seorang ibu akan merasa sedikit kurang nyaman pada payudaranya, tapi kondisi ini
seharusnya hanya berlangsung selama beberapa hari saja, dan tidak boleh menjadi
sedemikian parahnya sehingga seorang ibu menjadi takut untuk menyusui bayinya. Rasa sakit
yang amat sangat pada puting ketika sedang menyusui menandakan bahwa bayi belum
sempurna pelekatannya. Sakit atau lecet pada puting yang berlangsung selama lebih dari 3-4
hari tidak boleh diabaikan, harus dicari tahu penyebabnya. Perbaiki pelekatan menyusui jika
payudara lecet. Jika payudara lecet terus terjadi meski pelekatan sudah diperbaiki, segera
bawa bayi ke dokter anak yang paham tentang tongue tie untuk melihat jika ada kemungkinan
si bayi terkena tongue tie. Silakan baca dokumen tentang posisi dan pelekatan serta dokumen
tentang tongue tie.
31. MITOS: Bayi ASIX membutuhkan tambahan cairan air putih ketika cuaca sedang panas.
FAKTA: Komponen air di dalam ASI mencapai lebih dari 80% yang dibutuhkan oleh bayi di
bawah usia 6 bulan sehingga dia tidak membutuhkan cairan lain bahkan dalam kondisi cuaca
yang panas sekalipun. Ginjal bayi di bawah usia 6 bulan belum sempurna, sehingga memberi
banyak air akan membuat tubuh bayi mengeluarkan natrium akibat kelebihan cairan. Ginjal
bayi tidak mampu mengeluarkan air dengan cepat, sehingga menyebabkan timbunan air
dalam tubuh. Air putih memang sehat, dan dibutuhkan tubuh, tetapi ginjal bayi di bawah 6
bulan belum matang untuk menerima cairan selain ASI.
32. MITOS: Seorang ibu harus mencuci putingnya setiap kali sebelum mulai menyusui.
FAKTA: Pemberian susu formula kepada seorang bayi memang harus sangat memperhatikan
faktor-faktor kebersihan, karena susu formula merupakan tempat yang baik untuk
berkembang biak-nya bakteri dan juga rentan terhadap kontaminasi. Membersihkan/mencuci
puting malah akan menghilangkan minyak-minyak alami yang melindungi puting dari resiko
lecet karena puting kering. Yang penting sebelum menyusui seorang ibu harus mencuci
tangannya dengan sabun untuk mengurangi kemungkinan sakit pada bayinya.
33. MITOS: Menyusui hingga anak berusia di atas dua tahun membuat anak menjadi manja
dan tidak mandiri
FAKTA: Menyusui setelah anak berusia dua tahun atau lebih justru meningkatkan kedekatan
anak dengan ibu dan dapat membuat anak menjadi pribadi yang mandiri karena merasa
kebutuhannya fisik dan psikologisnya terpenuhi dengan baik. Manja dan tidak mandiri
berkaitan erat dengan pola asuh yang diterapkan orangtua masing-masing.
36. MITOS: Wanita dengan puting datar atau terbenam tidak bisa menyusui.
FAKTA: Bayi tidak menyusui pada puting susu, mereka menyusu pada payudara. Meskipun
mungkin lebih mudah bagi bayi untuk melekat pada payudara dengan puting menonjol,
puting tidak harus tetap keluar. Sebuah awal yang tepat biasanya akan mencegah masalah
menyusui dan ibu dengan berbagai bentuk puting bisa menyusui dengan baik. Nipple shield
atau penyambung puting tidak dianjurkan karena walau kelihatannya bisa menyelesaikan
masalah, penggunaannya dapat mengakibatkan proses menyusui yang buruk karena pelekatan
yang tidak tepat. Jika pelekatan tidak tepat, maka ASI yang diperoleh bayi juga tidak akan
optimal. Posisi menyusui tertentu juga bisa membantu ibu yang putingnya datar untuk
menyusui dengan benar. Semakin sering disusui, maka puting yang terbenam umumny akan
mulai muncul ke permukaan. Silakan cek dokumen masalah payudara pada ibu menyusui.
37. MITOS: bayi yang sudah berusia di atas 3 bulan dan sudah terbiasa menyusu langsung
pada ibunya tidak akan terkena bingung puting.
FAKTA: peluang terjadinya bingung puting bisa dialami oleh semua bayi pada berbagai usia
dan bisa terjadi setiap saat secara tiba-tiba tanpa tanda-tanda terlebih dahulu. Silakan cek
dokumen tentang bingung puting.
38. MITOS: breastpump atau pompa ASI dapat membuat jaringan pada payudara rusak.
FAKTA: breastpump atau pompa ASI, baik elektrik dan manual, selama digunakan dengan
benar, tidak membuat payudara sakit dan ibu tetap nyaman tidak membahayakan. Cara
memerah ASI itu tergantung preferensi/pilihan atau kenyamanan. Kalau memerah dengan
breastpump lebih nyaman silakan menggunakan. Kalau dengan tangan lebih nyaman silakan
dengan tangan. Karena kalau tidak nyaman, maka hasil perahannya tidak optimal. AIMI
menyarankan setiap ibu utk tetap tahu bagaimana cara memerah dengan tangan utk
mengantisipasi kondisi-kondisi dimana ibu tidak bisa menggunakan breastpump, misal:
puting sedang luka, breastpump sedang rusak, tidak bisa mendapatkan akses air bersih dan
matang utk mencuci breastpump, dsb. Memerah dengan breastpump juga boleh, selama
ibunya nyaman dan memahami betul penggunaan breastpump dengan baik dan benar
(bagaimana cara menggunakan dan membersihkannya). Apapun cara memerah yang
digunakan, pastikan cara itu nyaman bagi ibu karena kenyamanan memerah juga membantu
memperlancar keluarnya ASI. Tentang memerah dengan tangan, silakan baca dokumen
tentang memerah ASI dengan tangan.
39. MITOS : Bayi yang menangis terus pada jam-jam tertentu ASI ibu terkena sawan/ bayi
terkena sawan
FAKTA : bayi menangis pada jam-jam tertentu bisa jadi karena kolik yang sebabnya tidak
diketahui dan umum terjadi pada bayi dan akan hilang dengan sendirinya
40. MITOS : Ibu menyusui harus minum jamu untuk membuat ASI kental dan tidak amis
FAKTA : kekentalan ASI tidak ada hubungannya dengan jamu dan terkadang bayi justru
sensitif terhadap jamu yang dikonsumsi ibu sehingga pada akhirnya bayi justru menolak
menyusu atau bayi mengalami sensitifitas pemcernaan seperti diare atau muntah.
41. MITOS : ibu hamil tidak boleh menyusui karena ASInya sudah tidak bagus atau bahkan
beracun
FAKTA : ibu hamil tetap bisa menyusui dengan memperhatikan beberapa hal seperti: kondisi
janin, riwayat kehamilan dan persalinan sebelumnya, serta kemunculan kontraksi selama
kehamilan. Silakan baca dokumen tentang menyusui saat hamil (nursing while pregnant) dan
tandem nursing.
42. MITOS: Ibu menyusui tidak boleh tidur siang karena darah putih bisa naik ke kepala
FAKTA: Ibu menyusui harus cukup tidur/istirahat. Biasanya dianjurkan si ibu ikut tidur
ketika bayinya tidur, terutama pada ibu yang baru melahirkan dan bayinya masih sering
terbangun saat malam hari
44. MITOS: Ibu jangan sampai ketiduran saat menyusui karena dapat menyebabkan bayinya
cacingan
FAKTA: hormon prolaktin yang berperan dalam produksi ASI memang akan membuat ibu
mengantuk. Silakan tidur jika mengantuk. Yang penting jika mulai mengantuk pastikan posisi
bayi aman dan nyaman. Posisi menyusui tidur miring berguna untuk membantu ibu tetap
rileks dan dapat beristirahat juga selama menyusui.
45. MITOS: Ibu menyusui yang jarang makan sayur membuat bayinya sembelit
FAKTA: bayi ASIX tidak akan sembelit karena ASI mengandung zat pencahar/ laksatif.
Kalau ibunya makan makanan berserat seperti sayur dan buah, yang akan lancar buang air
besar ya ibunya. Bagaimanapun ibu menyusui harus makan makanan yang bernutrisi untuk
menjaga kondisi tubuhnya dan menjaga asupan micronutrients (vitamin dan mineral) dalam
ASI.
48. MITOS: ASI yang keluar dari ibu yang sudah berusia di atas 40 tahun sudah tidak lagi
baik
FAKTA: ASI yang diproduksi semua wanita di berbagai usia kualitasnya sama baiknya
50. MITOS: Jika si kakak tidak bingung puting, maka adiknya juga tidak akan bingung
puting
FAKTA: bingung puting tidak terkait dengan genetik, sehingga bisa terjadi pada setiap bayi.
Bisa terjadi kapan saja dan secara tiba-tiba. Jadi lebih baik menghindari dot atau empeng
daripada harus menanggung resikonya
51. MITOS: Bayi ASI tidak bisa gemuk. Jika ingin bayinya gemuk, berikanlah susu formula.
FAKTA: Baik bayi ASI maupun bayi sufor bisa gemuk. Tetapi bayi ASI tidak rentan obesitas
sebagaimana bayi yang mengkonsumsi susu formula karena kandungan laktosa pada ASI
dihasilkan pas sesuai kebutuhan bayi. Lagipula gemuk atau kurus bukan satu-satunya ukuran
kesehatan bayi. Pastikan berat badan bayi selalu diplot di KMS atau growth chart setiap kali
penimbangan untuk mengetahui perkembangan bayi.
52. MITOS: menyusui bayi harus dijadwalkan agar bayi lebih disiplin, tidak kelaparan dan
tidak kekenyangan
FAKTA: menyusui bayi pada prinsipnya adalah on demand atau sesuai kehendak bayi.
Tubuh bayi yang sehat memiliki mekanisme untuk menginformasikan kapan dia merasa haus
atau lapar. Pada waktu-waktu tertentu seperti saat bayi mengalami growth spurt atau
percepatan pertumbuhan, bayi akan menyusu lebih sering dari biasanya.
54. MITOS: Jika menyusui sambil duduk, kakinya tidak boleh menggantung karena bisa
masuk angin
FAKTA: bukan menyebabkan masuk angin tapi karena tidak rileks membuat ibu tidak
nyaman dan proses menyusui menjadi tidak berjalan dengan baik
55. MITOS: Ibu menyusui tidak boleh makan berbau amis seperti ikan,daging,telor
FAKTA: ibu menyusui boleh mengkonsumsi sumber-sumber protein seperti ikan, daging,
dan telur selama si bayi tidak menunjukkan ciri-ciri alergi.
56. MITOS: Ibu menyusui harus makan daun katuk agar ASI-nya deras
FAKTA: Produksi ASI ditentukan oleh seringnya ibu menyusui atau memerah, ditambah
dengan pikiran positif ibu bahwa ASI-nya cukup. Tidak ada yang salah dengan
mengkonsumsi daun katuk, karena konsumsi sayuran baik untuk ibu menyusui. Tetapi pada
dasarnya ibu bisa makan apapun yang dia sukai. Kalau ibu menikmati apa yang dia makan,
ASI-nya akan deras karena hati ibu merasa senang. Jadi, apapun makanan favorit ibu bisa jadi
booster ASI yang baik.
57. MITOS: Kalau bayi sakit, maka ibu yang minum obatnya karena obatnya bisa mengalir
lewat ASI
FAKTA: Kalau ibu yang sakit yang diobati si ibu, kalau bayi yang sakit yang diobati
bayinya. Obat yang ibu minum akan diproses oleh organ pencernaan ibu dan diserap oleh
tubuh ibu. Akhirnya yang sampai ke ASI sangat sangat sedikit dan bisa jadi tidak ada sama
sekali. Meskipun demikian ada beberapa kategori obat yang tidak boleh diminum oleh busui
karena bisa berpengaruh di ASI atau berbahaya bagi bayi. Lagipula jenis obat dan dosis obat
untuk dewasa dan bayi itu berbeda Misalnya, obat batuk untuk anak dengan obat batuk untuk
dewasa jelas berbeda. Kalaupun ada saat dimana bayi harus minum obat yang diberikan oleh
dokter, perlu diketahui bahwa dosis obat yang diberikan pada bayi sangat rendah
dibandingkan dengan dosis obat orang dewasa. Biasanya obat untuk bayi diberikan dengan
perhitungan miligram per berat badan bayi. Bisa dibayangkan bila obat tersebut yang minum
ibunya, meskipun ada beberapa jenis obat yang bisa saja terserap dalam ASI namun tentu saja
sudah tidak bisa dijadikan sebagai cara pengobatan yang sesuai ketentuan. Maka tak heran
bila bayi yang sakit tidak sembuh-sembuh akibat ibu yang mengkonsumsi obat tersebut.
58. MITOS: IMD tidak bisa dilakukan setelah proses kelahiran melalui operasi Caesar
FAKTA: baik melahirkan secara normal ataupun operasi tetap bisa dilakukan IMD selama
ibu dan bayi berada dalam kondisi yang stabil. Jangan lupa selalu konsultasikan dengan
dokter tentang keinginan Anda untuk IMD apapun metode melahirkan yang akan dijalani.
60. MITOS: Menyusui tidak boleh dilakukan sambil berbaring, karena dapat mengakibatkan
bayinya tersedak.
FAKTA : Pertama, menyusui dapat dilakukan sambil berdiri, duduk ataupun berbaring, yang
terpenting adalah ibu harus memperhatikan pelekatan menyusui. Apapun posisi
menyusuinya, yang penting pelekatan harus tepat. Untuk posisi menyusui tidur miring, posisi
pelekatan yg tepat berarti perut ibu harus menempel pada perut bayi, badan bayi seluruhnya
menghadap ke badan Ibu (saling berhadapan). Dengan pelekatan yang benar, itu akan
mencegah hidung bayi tertutup payudara ibu, mencegah bayi tersedak, dan sebagainya.
Kuncinya, apapun posisinya, pelekatan harus selalu pas. Kedua, kalau masih terlalu lelah,
terutama setelah baru melahirkan, usahakan saat menyusui selalu dengan pendampingan
keluarga atau perawat. Ketiga, jangan lupa pastikan posisi bayi aman dan nyaman. Jangan
lupa tubuh bayi disangga dengan bantal agar lebih stabil pelekatannya. Keempat, perhatikan
jika air susu mengalir deras, sedangkan bayi mengantuk , sehingga mudah tersedak.
Sebaiknya ibu tetap waspada dan bersiap-siap mengatur posisi bayi miring/kepala bayi lebih
tinggi dari badannya.
62. MITOS: Benarkah ASI bisa ditingkatkan produksinya dengan booster ASI?
FAKTA:
Ada DUA hormon yang berperan dalam proses menyusui: Prolaktin dan Oksitosin.
Prolaktin berperan dalam PRODUKSI ASI. Prolaktin bekerja dipicu oleh hisapan bayi dan
pengosongan payudara. Semakin sering payudara dikosongkan, semakin aktif prolaktin,
semakin banyak ASI dihasilkan. Jadi, apakah kunci peningkatan produksi ASI? Pengosongan
payudara sesering mungkin, baik dengan menyusui langsung atau memerah saat tidak
bersama bayi.
Oksitosin berperan dalam KELANCARAN ASI. Okstosin ini yg memicu Let Down Reflex
(LDR) pada busui.
Apa itu LDR lihat di sini: https://www.facebook.com/notes/asosiasi-ibu-menyusui-
indonesia/let-down-reflex-ldr-si-nyeri-yang-dicari/10152714002139778.
Oksitosin dipicu oleh rasa senang, relax, tenang : bentuk feses bayi ASI memang teksturnya
terkadang seperti biji cabai bukan karena ibu makan pedas/sambal/cabai. Silakan baca
dokumen tentang BAB bayi./strong/p, nyaman pada ibu selama periode menyusui. Oksitosin
dipicu oleh sugesti positif ibu. Semua rasa itu bisa diperoleh dengan cara sbb:
- Ibu konsumsi makanan/minuman yg disukai.
- Ibu melakukan kegiatan/hobi yang disukai.
- Ibu mendapatkan perhatian dari orang2 terdekat.
- Ibu mengingat momen2 indahnya bersama bayi.
- Ibu mendapatkan bantuan untuk menjaga dan merawat bayi dari orang2 terdekat.
- Ibu cukup istirahat
.- Tubuh ibu bugar dan sehat krn makan yg sehat dan cukup berolahraga.
- Ibu mampu mengelola stres dan emosi dengan baik.
Jadi, benarkah booster ASI bisa meningkatkan produksi ASI? Silakan disimpulkan sendiri
:)
63. MITOS: Pemberian kopi pada bayi bisa mencegah kejang demam
FAKTA:
Kalau diberikan saat kejang bahaya. Kopi yang diberikan saat anak sedang kejang tidak akan
masuk pencernaan atau ke lambung, tapi beresiko masuk ke paru-paru. Nantinya kopi ini
akan menimbulkan reaksi yang bisa menyebabkan terjadinya peradangan di paru-paru.
Jika diberikan saat sehat pun tidak aman juga. Kopi yang dikonsumsi bisa merangsang sistem
syaraf simpatik. Karenanya orang dewasapun yang konsumsi kopi bisa menyebabkan jantung
berdetak lebih cepat. Hal ini juga berlaku pada balita yang diberikan kopi meskipun
jumlahnya sangat sedikit. Kalau di banyak orang dewasa kopi bisa membuat jantung berdebar
kencang, bayangkan jika ini dialami oleh anak. Kopi juga bisa memicu kegelisahan pada
bayi/anak, membuatnya lebih rewel dan sulit tidur. Selain itu pemberian kopi sebagai
pencegah kejang jg secara logika dan medis tidak terbukti krn misalnya Anda beri kopi
sekarang, lalu dia demamnya seminggu atau sebulan kemudian, apa kira2 msh ada kopi yg
tersisa di tubuhnya setelah 1 minggu, setelah 1 bulan? Sementara pemberian kopi yg rutin
pada anak pun beresiko menghambat penyerapan zat besi selain resiko2 yg sudah disebut di
atas.
Salah satu cara untuk mencegah anak mengalami kejang adalah dengan menurunkan demam
dengan cara2 yg benar, misalnya dengan cara mengompres hangat, memberikan minum yang
banyak, skin to skin (kontak kulit) dengan anak, atau memberi obat penurun demam dengan
dosis yg benar. Jika ada riwayat mengalami kejang atau pernah kejang demam sebelumnya,
disarankan untuk menjaga agar temperatur anak tidak naik terlalu tinggi dan selalu waspada
setiap anak menderita demam.
64. MITOS: Bayi yang masih ASI harus diberi air tajin juga? Apakah air tajin dapat
menggantikan posisi ASI?
FAKTA :
Air tajin adalah sari pati beras yang diperoleh dengan cara merebus beras. Air kental saat
memasak nasi itulah dikatakan sebagai air tajin. Air tajin secara gizi hanya mengandung
kalori. Berbeda dengan ASI yang kaya gizi yang sangat dibutuhkan bay iuntuk bertumbuh
optimal. Susu formula yang dirancang khusus buat bayi yang karena satu dan lain hal tidak
bisa menyusu, juga mengandung beragam zat gizi yang dibuat berdasarkan semacam standar
pembuatan susu formula, yaitu codex elemantarius.
Generasi kita terdahulu memandang tajin bisa menggantikan kehadiran susu, terutama ASI,
padahal sama sekali tidak. Riset-riset terbaru menunjukkan betapa, ASI adalah "makanan"
paling ideal untuk menunjang kesehatan dan kecerdasan bayi. Anda sebaiknya memberikan
ASI Eksklusif selama 6 bulan pertama usia bayi. Kemudian berikan ASI lebih lanjut plus
makanan pendamping ASI.
Hal lain yang juga harus dicermati, ASI jelas lebih praktis dan bebas kuman, terutama jika
diberikan langsung kepada bayi dengan cara menyusui. Pengolahan dan pemberian air tajin
kepada bayi berisiko menyebabkan diare. Terutama bayi di bawah usia 6 bulan! Jelas
kemampuan sistem pencernaan bayi yang amat sangat terbatas adalah penyebabnya. Jadi
kesampingkan niat Anda untuk memberikan air tajin untuk menggantikan konsumsi susu
untuk bayi, apalagi untuk menggantikan ASI.
65. MITOS: Lidah bayi yang putih akibat ibu minum air panas/hangat.
FAKTA:
Sebagian besar bayi memiliki milky coating yaitu sisa-sisa susu yang membentuk lapisan
putih di permukaan lidahnya. Milky coating pada lidah saja adalah hal yang biasa ditemukan
pada bayi yang hanya makan susu. Normal. Ini bukan infeksi jamur. Akan hilang sendiri saat
bayi mulai makan MPASI. (The Breastfeeding Atlas, 2013 dan AAP).
Lalu kapan harus ke dokter?
Periksakan ke dokter jika bercak putih menyebar tidak hanya di lidah saja karena bisa jadi
bayi mengalami infeksi jamur.
Trush atau infeksi jamur pada mulut biasanya berbentuk plak atau bercak putih yang menebal
seperti ada bulu-bulu halus dan biasanya menyebar ke selaput mukosa pipi serta rongga
mulut bayi. Lapisan ini mungkin terlihat seperti dadih susu atau keju cottage yang biasanya
sulit terhapus dengan mudah.
Oral trush ini adalah infeksi jamur di permukaan tubuh akibat Candida albicans. Bayi yang
mengalami oral trush tidak menular dan boleh pergi ke tempat penitipan anak/daycare.
Segera periksakan ke dokter jika bayi rewel dan mengalami gangguan menyusu atau kapan
pun ibu merasa bayi harus diperiksa oleh dokter. Tanda bayi mungkin terinfeksi jamur (bisa
ada semua atau hanya beberapa saja): 1. Perubahan perilaku saat menetek: suka lepas-lepas
saat menetek, malas menyusu, dll 2. Perubahan sifat: rewel, kembung 3. Bayi menolak
menetek 4. Bayi jadi sering menyusu (tapi hanya sebentar-sebentar) 5. Bercak-bercak putih di
rongga mulut yang sulit dibersihkan 6. Berat badan bayi lambat naik 7. Ruam popok
Jangan sampai bayi mengalami dehidrasi akibat menolak atau kesulitan menyusu.Dokter
akan meresepkan obat antijamur. Ibu juga sebaiknya mendapat obat oles antijamur untuk
puting karena bisa saling menularkan antara ibu-bayi. Hanya gunakan obat antijamur dengan
resep dokter untuk menghindari resistensi!
Perhatian:
Bayi dengan putih-putih di lidah (baik karena milky coating atau oral trush) tidak perlu
dibilas dengan pemberian minum air putih tambahan, meskipun hanya satu sendok. Air putih
tambahan tidak bisa mencegah jamur. Air putih tambahan tidak bisa mengobati infeksi jamur.
Air putih tambahan tidak bisa menghilangkan milky coating yang memang hal normal pada
bayi yang masih minum susu saja.
Air putih tambahan-yang-tidak-perlu (meskipun satu sendok saja) akan merusak status ASI
eksklusif dan rentan membuat bayi sakit.
Tangan selalu dalam keadaan bersih. Siapkan cangkir, gelas, atau mangkok yang
sangat bersih. Cucilah mangkok dengan air sabun. Tuangkan air panas ke dalam
cangkir dan biarkan selama beberapa menit. Apabila sudah siap untuk memerah ASI,
buang air dari cangkir.
Badan condong ke depan dan sangga payudara dengan tangan.
Bentuk huruf C dengan jari telunjuk dan jempol,, tempelkan di payudara tepat diatas
garis aerola/ di dalam lingkaran aerola. Tergantung diameter aerola juga, jika cukup
lebar, maka taruh tangan posisi C itu di dalam lingkaran aerola
Posisi tangan huruf C itu diletakkan di titik jam 12 dan 6 lalu gantian di titik jam 3
dan 9
Tekan ke arah rongga dada (tekan ke dalam) lalu tarik sambil dorong ke arah puting
Lakukan berulang, lalu pindah posisi (mengikuti posisi jam-jam di atas) atau pindah
tangan. Setelah dirasa cukup, pindah payudara
Jika dirasa ada bagian dari payudara mengeras/ grenjel2, berhenti memerah, ganti
dengan pijatan. Pijat dari pangkal ke puting
Usahakan memijat seluruh bagian payudara (memutar) karena biasanya bagian dekat
ketiak sering tak terpegang
Setelah memijat, kembali lakukan memerah dengan tehnik yang sama. Beberapa
menit kemudian pijat lagi lalu perah, dst. Ini biasanya lebih bisa memaksimalkan
keluarnya ASI karena bisa dirasakan bagian-bagian yang keras.
Jangan memijat puting susu itu sendiri. Jangan menggerakkan jari sepanjang puting.
Menekan atau menarik puting susu tidak dapat memerah ASI. Ini merupakan hal yang
sama terjadi bila bayi mengisap dari puting susu saja.
Jika sudah terbiasa, biasanya memerah dengan tangan menjadi lebih simpel dan mudah dan
biasanya juga lebih cepat. Memerah dengan tangan juga sering kali lebih maksimal untuk
menstimulasi payudara daripada menggunakan breastpump. Inti dari memerah dengan tangan
adalah payudara tidak merasa sakit saat diperah. Jika sakit, ada yg salah dari cara
memerahnya. Jika tipe kulit kering, keluarkan sedikit ASI-nya lalu oleskan pada kulit puting
agar kulit payudara tidak mudah luka.
Video: https://www.youtube.com/watch?v=UGsRpGYBppU
Penekanan payudara tidak dibutuhkan jika semuanya berjalan dengan baik. Ketika semua
berjalan lancar, ibu sebaiknya membiarkan bayi “menyelesaikan” menyusu dari satu
payudara dan menawarkan payudara lainnya. Bagaimana Anda tahu kapan bayi selesai pada
payudara pertama? Ketika bayi hanya menghisap (menghisap dengan cepat tanpa jeda) dan
tidak lagi minum dari payudara (menghisap dengan “mulut terbuka lebar–jeda–kemudian
menutup mulut”). Penekanan payudara membantu bayi mendapatkan ASI.
Penekanan payudara berhasil terutama dalam beberapa hari pertama menyusui untuk
membantu bayi mendapatkan kolostrum. Bayi tidak memerlukan banyak kolostrum, tetapi
bayi butuh kolostrum. Pelekatan yang baik dan penekanan payudara membantu bayi
mendapatkan kolostrum.
1. Bayi yang melekat dengan baik akan mendapat ASI lebih mudah daripada bayi yang tidak
melekat dengan baik. Bayi yang melekat kurang baik memperoleh ASI hanya jika aliran
ASInya cepat/deras. Namun, banyak ibu dan bayinya dapat tetap menyusui dengan lancar
sekalipun bayinya tidak melekat dengan baik, karena kebanyakan ibu memproduksi ASI yang
berlimpah. Walau demikian, ibu mungkin merasakan akibat dari pelekatan yang kurang baik–
contohnya: putting lecet, bayi yang sering kolik, dan/atau bayi yang secara terus menerus
menempel pada payudara (tapi hanya minum di sebagian kecil waktu menempel).
2. Di 3-6 minggu pertama kehidupan, banyak bayi cenderung tertidur di payudara ketika
aliran ASI lambat, tidak selalu karena bayi sudah cukup kenyang dan bukan karena mereka
malas atau hanya ingin menenangkan diri. Setelah usia ini, mereka mungkin mulai menarik
diri dari payudara ketika aliran ASI melambat. Namun, beberapa bayi sudah menarik diri dari
payudara pada usia yang jauh lebih muda, bahkan kadang di hari-hari pertama dan beberapa
bayi tertidur bahkan pada bulan ke-3 atau ke-4 ketika aliran ASI lambat.
Cara melakukan Penekanan payudara
Berdasarkan pengalaman kami, cara-cara di atas berhasil diterapkan, namun jika Anda
menemukan cara yang lebih baik untuk tetap menjaga bayi dapat minum dengan “membuka
mulut lebar–jeda–kemudian menutup mulut”, maka gunakanlah apa yang terbaik untuk Anda
dan bayi Anda. Selama tidak menyakiti payudara Anda ketika menekan payudara, dan selama
bayi “minum” (dengan “membuka mulut lebar–jeda–kemudian menutup mulut”), menekan
payudara dapat berhasil dengan baik.
Anda tidak harus selalu melakukan proses ini. Ketika proses menyusui semakin baik, Anda
akan bisa membiarkan segalanya berjalan dengan sendirinya.
Sumber: www.ncbionline.org.
Indikasi Medis Penggunaan Susu Formula Sesuai Pedoman WHO dan IDAI
Lianita Prawindarti MinLi·Jumat, 23 Desember 2016
‘Aduh ASI saya tidak cukup, sepertinya sudah waktunya diberikan susu formula...”
"Bayi saya sudah 6 bulan, sudah saatnya diberi tambahan susu formula kerena ASI tidak lagi
mencukupi gizinya..."
Kalimat seperti ini sudah sering kita dengar. Bahkan tidak jarang anjuran untuk memberikan
susu formula datang dari tenaga kesehatan, dengan alasan bahwa berat badan bayi sulit naik
atau berada di bawah garis normal. Sebetulnya, kapan bayi harus diberi susu formula?
Jawabannya: rekomendasi pemberian susu formula sebetulnya harus diberikan mengikuti
standar yang telah ditetapkan oleh WHO yang kemudian diadaptasi oleh IDAI. Artikel
berikut memuat kondisi-kondisi di mana susu formula boleh atau bahkan harus diberikan
kepada bayi sesuai dengan panduan WHO dan IDAI mengenai panduan pemberian formula
sebagai pendukung atau pengganti ASI.
Dalam kondisi di luar yang ditentukan oleh WHO dan IDAI, sebetulnya ASI harus tetap
diberikan, 6 bulan secara eksklusif dan dilanjutkan hingga usianya 2 tahun.
Dalam panduan WHO dan IDAI sebetulnya ada EMPAT kategori dimana formula bisa
diberikan (definisi “formula” menurut dokumen WHO adalah infant feeding formula yang
berupa susu dan non-susu).
Kategori PERTAMA yang didasarkan pada kondisi bayi dimana bayi tidak boleh menerima
ASI. Dalam kasus ini ada 3 jenis penyakit dimana bayi tidak dianjurkan untuk mengkonsumsi
ASI.
1. Bayi terkena maple syrup disease, yaitu sebuah kelainan metabolisme dimana mereka
tidak boleh mengkonsumsi susu atau setidaknya harus menjalani low protein diet.
Jenis "formula" yang diberikan kepada mereka bukanlah susu, tetapi berupa "medical
nutrition" yg terdiri dari asam amino, karbo, lemak, vitamin, mineral dan unsur-unsur
lain seperti zat besi, Seleniun dan Chromium. Di negara-negara Barat seperti Eropa
dan AS, produsen susu formula untuk bayi biasanya juga memproduksi produk-
produk medical nutrition untuk kasus-kasus medis seperti ini. Medical nutrition ini
tidak dijual bebas, harus diberikan dengan rekomendasi dokter anak, ahli gizi atau
dietician, dan metabolic doctor atau dokter spesialis metabolisme.
2. Bayi yang terkena galactosemia, yaitu sejenis penyakit kelainan genetis dimana
mereka harus menghindari gula susu (laktosa) yang ada dalam semua kategori susu
yang dihasilkan mamalia, termasuk manusia. Biasanya mereka akan diberikan
formula susu soya dengan formulasi khusus tanpa laktosa. Di Amerika Serikat, susu-
susu seperti ini bisa dibeli secara luas, tetapi porsi dan pemberiannya tetap dengan
saran dokter.
3. Bayi dengan phenylketonuria. Phenylketonurian adalah sebuah penyakit bawaan lahir
yang mengakibatkan terjadinya penumpukan asam amino yang disebut phenylalanine
di dalam tubuh bayi. Penyakit ini disebabkan oleh adanya proses mutasi gen dalam
tubuh. Bayi atau orng dewasa dengan Phenylketonuria harus menjalani diet yang
dapat mengurangi level phenylalanine dalam tubuhnya, dalam hal ini menjalani diet
rendah atau bahkan zero protein. Bayi dengan Phenylketonuria membutuhkan formula
khusu yang bebas phenylalanine. Namun demikian di beberapa kasus, bayi dengan
Phenylketonuria masih bisa mendapatkan ASI dengan pengawasan khusus dari
dokter.
.
Kategori KEDUA yang didasarkan pada kondisi bayi dimana bayi tetap diberikan ASI tetapi
harus mendapatkan suplementasi tambahan karena kondisi khusus. Kondisi khusus ini antara
lain:
1. 1. Bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) di bawah 1500 gram atau bayi yang
lahir di bawah usia 32 minggu/Bayi Kurang Bulan (BKB)
Bayi kurang bulan memerlukan kalori, lemak dan protein lebih banyak dari bayi cukup bulan
agar dapat menyamai pertumbuhannya dalam kandungan. ASI bayi prematur mengandung
kalori, protein dan lemak lebih tinggi dari ASI bayi matur, tetapi masalahnya adalah ASI
prematur berubah menjadi ASI matang setelah 3 -4 minggu. Jadi untuk BKB kurang dari 34
minggu setelah 3 minggu kebutuhan tidak terpenuhi lagi. Volume lambung BKB kecil dan
motilitas saluran cerna lambat sehingga asupan ASI tidak optimal. Untuk merangsang
produksi ASI, diperlukan isapan yang baik dan pengosongan payudara. Refleks mengisap
bayi prematur kurang / belum ada, akibatnya produksi ASI sangat tergantung pada
kesanggupan ibu memerah.
Beberapa penelitian klasik antara lain oleh Lucas dan Schanler telah membuktikan manfaat
ASI pada bayi prematur, akan mengurangi hari rawat, menurunkan insidensi enterokolitis
nekrotikans (EKN) dan menurunkan kejadian sepsis lanjut, hal hal yang sangat bermakna
untuk perawatan BKB kecil di Indonesia. Sehingga perlu diusahakan memberi kolostrum
(perah) terutama pada perawatan bayi di hari hari pertama.
Untuk mengatasi masalah nutrisi selanjutnya, setelah ASI prematur berubah menjadi ASI
matang dianjurkan penambahan penguat ASI (HMF atau human milk fortifier, saat ini belum
tersedia secara meluas di Indonesia). Penguat ASI adalah suatu produk komersial berisi
karbohidrat, protein dan mineral yang sangat dibutuhkan bayi kurang bulan. HMF yang
proteinnya berasal dari susu sapi, biasanya dicampurkan dalam air susu ibu bayi sendiri . Bila
tidak tersedia penguat ASI, pemberian susu prematur dapat dibenarkan terutama untuk bayi
prematur yang lahir dengan usia kehamilan kurang dari 32 minggu atau berat lahir kurang
dari 1500 gram. Apabila terdapat alergi terhadap susu sapi sebaiknya susu formula yang
diberikan adalah susu formula yang telah dihidrolisis sempurna. Schanler menemukan
pemberian HMF pada ASI donor kurang bermanfaat mungkin karena prosedur pemanasan
yang harus dilalui. Selanjutnya, bila bayi sudah stabil, susu prematur dapat diberikan dengan
Alat Bantu Laktasi (Lact Aid / Suplementer) untuk melatih bayi belajar mengisap
1. 2. Bayi yang lahir cukup bulan tetapi dengan pertimbangan berbagai resiko kesehatan,
antara lain:
a) Bayi yang beresiko hipoglikemia dengan gula darah yang tidak meningkat meskipun telah
disusui dengan baik tanpa jadwal atau diberi tambahan ASI perah. Resiko hipoglikemi dapat
terjadi pada bayi kecil untuk masa kehamilan, pasca stress iskemik intrapartum, dan bayi dari
ibu dengan diabetes mellitus terutama yang tidak terkontrol. Tata laksana yang dianjurkan
adalah:
segera setelah lahir bayi disusui tanpa jadwal, dan jaga kontak kulit dengan ibu agar
tidak hipotermi (untuk mengatasi hipotermi bayi memerlukan banyak energi)
gula darah plasma hanya diukur bila ada risiko atau ada gejala hipoglikemia dan
sebaiknya diukur sebelum minum / umur bayi 4-6 jam
dibenarkan memberi suplemen ASI perah atau susu formula bila gula darah < 2.6
mmol (40 mg/dl) dan diulang 1 jam setelah minum ASI. mencukupi, penambahan
susu formula dikurangi dan akhirnya dihentikan.
bila gula darah tetap tidak meningkat ikuti tata laksana penanganan hipoglikemi
sesuai panduan rumah sakit.
b) Bayi yang secara klinis menunjukkan gejala dehidrasi (turgor/ tonus kurang, frekuensi urin
< 4x setelah hari ke-2, buang air besar lambat keluar atau masih berupa mekonium setelah
umur bayi > 5 hari).
c) Hiperbilirubinemia pada hari-hari pertama, bila diduga produksi ASI belum banyak atau
bayi belum bisa menyusu efektif. Dalam kategori ini secara spesifik diarahkan pada diagnosa
Kuning karena ASI (breastmilk jaundice), bila bilirubin melebihi 20 – 25 mg/dL pada bayi
sehat. Anjuran untuk membantu diagnosis dengan menghentikan ASI 1-2 hari sambil
sementara diberi susu formula. Bila bilirubin terbukti menurun, ASI dimulai kembali.
d) Kondisi Lain-lain: bayi terpisah dari ibu, bayi dengan kelainan kongenital yang sukar
menyusu langsung (sumbing, kelainan genetik). Dapat kita simpulkan, bahwa pada kasus-
kasus di atas suplemen susu formula hanya diberikan sampai masalah teratasi sambil bayi
terus disusui. Setelah itu ibu dan bayinya harus dibantu dan didukung agar bayi tetap
mendapat ASI eksklusif.
Catatan:
1. Pengganti ASI diberikan memakai sendok, cangkir ataupun selang orogastrik.
Sementara itu ibu dianjurkan sering-sering menyusui dan memerah payudara (4-5x
sehari).
2. Pemeriksaan kadar gula darah jam-jam pertama kelahiran tidak diperlukan pada bayi
cukup bulan sehat.
3. Resiko tinggi hipoglikemia atau rendah gula darah. Dalam kategori ini termasuk bayi
yang ibunya mengalami diabetes apabila hasil tes darahnya gagal menunjukkan hasil
yang positif setelah mengkonsumsi ASI saja.
Kategori KETIGA adalah bayi yang tidak dapat menyusu karena kondisi kesehatan ibu.
Dalam berbagai kondisi kesesehatan ibu, ada yang sama sekali tidak direkomendasikan untuk
menyusui.
Yang termasuk dalam kategori ini adalah:
1. 1. Ibu dengan HIV positif yang tidak direkomendasikan menyusui (ibu dengan HIV
AIDS boleh menyusui dengan syarat dan ketentuan yang ketat, kalau tidak memenuhi
syarat dan ketentuan ini biasanya tidak dianjurkan untuk menyusui). Rekomendasi
dari WHO (November 2009) untuk ibu HIV positif:
Tidak menyusui sama sekali bila -- pengadaan susu formula dapat diterima, mungkin
dilaksanakan, terbeli, berkesinambungan dan aman (AFASS acceptable, feasible,
affordable, sustainable dan safe)
Bila ibu dan bayi dapat diberikan obat-obat ARV (Anti Retroviral) dianjurkan
menyusui eksklusif sampai bayi berumur 6 bulan dan dilanjutkan menyusui sampai
umur bayi 1 tahun bersama dengan tambahan makanan pendamping ASI yang aman.
Bila ibu dan bayi tidak mendapat ARV, rekomendasi WHO tahun 1996 berlaku yaitu
ASI eksklusif yang harus diperah dan dihangatkan sampai usia bayi 6 bulan
dilanjutkan dengan susu formula dan makanan pendamping ASI yang aman.
1. 2. Ibu penderita HTLV (Human T-lymphotropic Virus) tipe 1 dan 2 Virus ini juga
menular melalui ASI. Virus tersebut dihubungkan dengan beberapa keganasan dan
gangguan neurologis setelah bayi dewasa. Bila ibu terbukti positif, dan syarat AFASS
dipenuhi, tidak dianjurkan memberi ASI.
2. 3. Ibu penderita CMV (citomegalovirus) yang melahirkan bayi prematur juga tidak
dapat memberikan ASInya.
3. 4. Untuk kategori penyakit ibu seperti Hepatitis B atau TBC, sebetulnya ibu tetap bisa
menyusui dengan catatan khusus. Untuk Hepatitis B, ibu bisa tetap menyusui selama
bayi mendapatkan imunisasi Hepatitis B dalam waktu 48 jam setelah kelahiran. Untuk
ibu dengan TBC, baik ibu dan bayi harus berada dalam penanganan dokter dan
menjalani protocol penanaganan dan pencegahan TBC sesuai protocol yang berlaku di
suatu Negara.
Kategori KEEMPAT adalah kategori ibu yang dengan indikasi tertentu untuk SEMENTARA
tidak boleh menyusui
Pada ibu perlu dijelaskan bahwa penghentian menyusui hanya sementara dan ibu dapat
melanjutkan menyusui bayinya kembali sesuai dengan perkembangan kesehatannya. Selain
itu, petugas kesehatan harus dapat memberi informasi cara mempertahankan produksi ASI
dan bila perlu rujuklah pada konsultan atau klinik laktasi.
1. Ibu sakit berat sehingga tidak bisa merawat bayinya misalnya psikosis, sepsis, atau
eklampsia
2. Ibu yang sedang menjalani terapi radiasi untuk kanker
3. Virus herpes simplex type 1 (HSV-1): kontak langsung mulut bayi dengan luka di
dada ibu harus dihindari sampai pengobatannya tuntas
4. Pengobatan ibu: psikoterapi jenis penenang, anti epilepsy
Ada juga pertimbangan memberi susu formula pada beberapa kondisi kesehatan ibu yang
lain:
1. Ibu yang merokok, peminum alkohol, pengguna ekstasi, amfetamin dan kokain dapat
dipertimbangkan untuk diberi susu formula, kecuali ibu menghentikan kebiasaannya
selama menyusui.
2. Beberapa situasi lain dimana dibenarkan untuk memberi susu formula :
Disarikan dari:
Bingung puting jenis yang pertama, yaitu menolak payudara ibu, tidak sering terjadi pada
bayi. Bayi tetap membutuhkan ibu untuk kenyamanan, sehingga tidak menolak payudara ibu.
Ada seorang klien dari konselor AIMI Ika Isnaeni yang anaknya bingung puting karena
menolak payudara ibu. Lahir secara cesarian dengan tali lidah pendek. Sejak awal di
kenalkan dot dari rumah sakit, dan di rumah di beri empeng. Setelah 2 minggu relaktasi
berjalan, dan secara pelan bayi mulai menghisap payudara ibu. Padahal di usia 2 minggu bayi
benar-benar menolak payudara ibu!
Bingung puting jenis yang kedua, ini yang sering terjadi di masyarakat, merupakan bentuk
laten/tersamar dari bingung puting yang sering tidak teridentifikasi tetapi justru berbahaya.
Bayi tidak menolak payudara ibu, tapi bayi mengurangi refleks hisapan pada payudara ibu.
Di sini kita perlu memahami cara kerja bayi menyusu pada payudara. Ini penting supaya kita
bisa mendapat pemahaman utuh. Bingung puting adalah keadaan dimana bayi memilih untuk
menggunakan botol dan dot karena cara kerja meminum ASI dari botol dan dot dan payudara
berbeda. Melalui botol dan dot bayi tidak harus suckling melainkan hanya sucking.
Sedangkan pada payudara bayi harus menggunakan lidahnya untuk merangsang keluarnya
ASI. Sedangkan pada botol dan dot bayi hanya menyedot dan aliran ASIP sudah keluar
dengan derasnya.
Ketika bayi menyusu diperlukan posisi dan pelekatan yg baik sehingga bayi bisa
mengeluarkan ASI dengan maksimal. Ini mendasar namun seringkali terlupakan. Pelekatan
mulut bayi yang baik ke payudara, perhatikan: sebagian besar areola bagian bawah masuk ke
dalam mulut bayi, mulut bayi terbuka lebar, bibir bayi memble keluar, dagu menempel pada
payudara dan pipi bayi membulat (tidak cekung). Ini adalah tanda-tanda pelekatan baik.
Membutuhkan mulut yang terbuka lebar untuk menyusu dengan baik dan ini tidak terjadi
pada bayi yang menggunakan dot. Inilah salah satu penyebab bingung puting. Dagu yang
menempel pada payudara juga berfungsi untuk bantu ‘memerah’ ASI yang lagi lagi
mekanisme ini tidak terjadi jika bayi minum menggunakan dot. Perhatikan mulut bayi yang
minum dari dot; dengan ‘mencucu’ bayi sudah bisa mendapatkan isinya. Bahkan dot pun
ketika kita balikkan bisa meneteskan isinya. Jadi cara kerja yang beda ketika menyusu pada
payudara dan minum dari botol juga membentuk pola kebiasaan buat bayi. Ini juga yang kita
sering lupa
Rata-rata, di beberapa kasus, hasil perahan berkurang pada usia 3-4 minggu penggunaan
botol. Di sini ibu mulai panik. Sistem ASI kejar tayang pun mulai terjadi.
Fakta II: Bingung puting terjadi hanya pada bayi yang baru lahir dan tidak terjadi pada bayi
yang sudah besar karena sudah memiliki memori menyusui yang baik
Fakta di lapangan tidaklah demikian. Bingung puting dapat terjadi baik pada bayi baru lahir
maupun pada bayi yang lebih besar. Pemberian dot sebelum bayi mengenal payudara
memang bisa membuat bayi bingung puting atau mengalami kesulitan ketika belajar menyusu
langsung pada ibunya. Hal ini juga dapat terjadi di bayi yang sudah lama menyusui. Seorang
konselor pernah berbagi pengalaman mengenai kasus bayi bingung puting padahal bayinya
sudah berusia 7 bulan dan sudah minum ASIP denga dot sejak usianya 3 bulan karena ibunya
harus bekerja.Jika ibunya di rumah, si bayi menyusu langsung pada ibunya tanpa kendala.
Namun tiba-tiba, si bayi menolak menyusu pada ibunya lagi. Setelah dicari tahu ternyata
ibunya baru pergi meninggalkan bayinya karena tugas keluar kota selama 5 hari. Selama
ibunya pergi, si bayi harus minum ASIP dari dot selama 24 jam. Akhirnya ketika ibunya
kembali, dia menolak puting ibunya. Bayi menolak bisa jadi karena dia sudah mendapatkan
kenyamanan menghisap dari dot sehingga merasa tidak lagi membutuhkan menyusu langsung
pada ibunya. Dalam kasus ini, penggunaan dot juag dapat berpotensi mengurangi bonding
antara ibu dengan bayi.
Fakta III: dot yang menyerupai puting ibu dapat mencegah bingung puting
Banyak ibu bertanya adakah dot yang menyerupai payudara ibu dapat mencegah bingung
puting.. Perlu diketahui bahwa tidak ada satupun dot yang menyerupai payudara ibu. Bentuk
dot yang ada saat ini memudahkan susu menetes tanpa bayi harus berusaha menghisap.
Masalah muncul ketika bayi merasa harus “bekerja keras” menghisap payudara ibu agar ASI
dapat keluar. Sementara bayi sudah terbiasa dengan aliran susu dari dot. Bayi biasanya akan
kesal dan menolak untuk menyusu langsung. Beberapa akibat juga mempengaruhi si ibu
sendiri seperti payudara bengkak dan berkurangnya ASI. Pada sebagian bayi memang tidak
tampak bingung puting, namun harus disadari bahwa setiap bayi berbeda. Ada bayi yang
setelah beberapa waktu menggunakan dot baru terkena bingung puting, namun ada juga yang
langsung terkena dampaknya.
Bahan Bacaan: https://aimi-asi.org/layanan/lihat/gejala-bingung-puting-dan-resiko-
penggunaan-dot-pada-bayi
Untuk bayi di bawah usia 6 bulan, perhatikan asupan ASI dan pola menyusui. Jika ada
masalah dengan menyusui, segera hubungi konselor laktasi untuk membantu
memperbaiki posisi pelekatan, dan sebagainya.
Bayi harus lebih sering menyusu terutama saat malam hari
Jika sudah 6 bulan dan mulai MPASI, buat bubur dengan campuran sedikit minyak
atau margarine, santan, kacang yang dilumat, atau parutan keju.
Minyak nabati yang berupa minyak canola, minyak zaitun, minyak jagung, atau
minyak sunflower/bunga matahari juga boleh ditambahkan sampai 2-3 sendok teh per
hari sesuai dengan toleransi bayi.
Bisa dibantu juga dengan memberikan alpukat atau pisang yang kaya kalori dan
vitamin.
Utamakan makanan berkalori tinggi yang dibuat sendiri karena lebih segar dan
variatif dibanding makanan instant yang tinggi gula dan kaya pengawet. Snack tinggi
kalori juga bsia diberikan untuk meningkatkan berat badan.
Untuk anak di atas 1 tahun, sebaiknya lebih selektif dengan camilan atau snack yang
kosong kalori seperti permen, krupuk, atau junk food. Sesekali untuk selingan tidak
apa-apa, tetapi jangan sampai menjadi asupan rutin.
Kreatif memilih makanan sehat padat kalori, komposisi bahan sesuai kegemaran anak,
bisa diberi porsi kecil dengan frekuensi sering yang mungkin lebih mudah diterima.
Menambah gula pada makanan untuk tujuan menambah kalori tidak disarankan
karena bisa menyebabkan karies gigi dan bahkan memicu diabetes.
Hindari mencuri-curi kesempatan memberikan ekstra susu formula dalam botol pada
bayi/anak ketika tidur karena dapat menjadi kebiasaan dan mengurangi selera makan
mereka saat sarapan.
Sarapan itu penting, bukan hanya untuk mereka yang aktif sekolah dan bekerja, tetapi
harus dibiasakan sejak bayi.
Bagi jadwal makan dalam sehari menjadi 3 kali makan besar ditambah 2 kali
snack/cemilan. Jika belum disapih tetap berikan ASI sesuai kehendak bayi atau tetap
jadwalkan pemberian ASI agar tidak terlewat di sela-sela waktu makannya.
Pemberian vitamin atau suplemen harus dilakukan dengan pertimbangan dokter.
Diskusikan alasan-alasan pemberian suplemen sejelas-jelasnya.
Hati-hati dengan promosi obat perangsang nafsu makan atau produk enzim-enzim
pencernaan yang katanya dapat memperbaiki berat badan anak, karena obat-obatan
seperti ini tidak sepenuhnya aman.
Jika memang ada defisiensi vitamin atau mineral, tambahan vitamin/mineral memang
diperlukan, tetapi yang paling baik adalah dengan meningaktkan asupan sumber-
sumber alami vitamin dan mineral lewat makanan. Suplemen hanya bersifat
membantu dan sifatnya sementara.
Terapkan aturan makan yang baik pada anak: waktu makan kurang dari 30 menit,
tidak sambil bermain, menonton televisi atau jalan-jalan. Usahakan untuk bisa makan
bersama dengan keluarga setidaknya satu kali dalam sehari.
Semoga tips-tips di atas dapat membantu meningkatkan berat badan anak. Tetapi harap
diingat bahwa indikator kesehatan anak tidak hanya dilihat dari berat badannya ya :) Cek
juga panjang badannya secara berkala. Untuk bayki di abwah 1 tahun, lingkar kepala juga
adalah indikator yang harus diperhatikan pada setiap pengukuran.
1. Jangan menentukan jadwal pemberian ASI. Ibu di seluruh dunia sukses menyusui
tanpa perlu menentukan waktu. Masalah menyusui sering terjadi di masyarakat
dimana semua orang menggunakan jam dan masalah paling sedikit pada masyarakat
dimana tidak ada yang menggunakan jam.
2. Ibu harus menyusui bayi pada satu payudara, selama mereka benar-benar
mendapatkan ASI dari payudara (lihat video pada nbcionling.org) hingga bayi
melepas dengan sendirinya, atau ia tertidur pada payudara karena merasa kenyang
atau sedang mengempeng walaupun dengan menekan payudara. Lakukan penekanan
pada payudara (lihat lembar informasi Penekanan Payudara/Breast Compression)
untuk membuat bayi tetap menyusu dan tidak hanya sekedar menghisap. Ikuti
Protokol untuk Mengatur Asupan ASI (protokal dapat ditemukan pada situs berikut
videonya di situs nbconling.org untuk membantu penggunaan Protokol). Harap
diingat bahwa bayi bisa saja menghisap payudara selama dua jam tapi sebenarnya
hanya menyusu beberapa menit saja. Jika begitu maka ASI yang diterima bayi masih
berkadar lemak relatif rendah. Ini adalah saat yang tepat untuk menekan payudara.
Jika, setelah ”selesai” pada payudara pertama, dan bayi masih lapar, tawarkan
payudara berikutnya. Jangan mencegah atau melarang bayi untuk menyusu pada
payudara berikutnya jika ia masih lapar.
3. Ini bukanlah saran untuk menyusu hanya pada satu payudara saja setiap menyusui.
Anda boleh melakukannya, dan itu baik, tapi tidak semua ibu bisa melakukannya.
Anda mungkin merasa hal ini dapat dilakukan pada pagi hari saat ASI Anda lebih
banyak (seperti yang dialami kebanyakan ibu) tapi tidak pada malam hari saat ASI
Anda lebih sedikit (seperti yang dialami kebanyakan ibu). Jika Anda berkeras untuk
menyusui pada satu payudara saja, Anda mungkin akan mendapatkan bayi Anda
“kolik” pada malam hari karena sebenarnya ia lapar.
4. Saat menyusui selanjutnya, lakukan pada payudara yang lain dengan proses yang
sama.
5. Tubuh Anda akan beradaptasi dengan cepat pada metode baru ini dan payudara Anda
tidak akan bengkak atau besar sebelah setelah beberapa saat. Namun perlu diingat
bahwa: menyusui pada satu payudara saja setiap kali menyusui, jika Anda dapat
melakukannya, dapat mengurangi pasokan ASI, jadi apa yang berhasil dilakukan saat
ini (menyusui pada satu payudara setiap kali menyusui) mungkin tidak berhasil
dilakukan saat pasokan ASI menurun. Oleh karena itu jangan menyusui bayi pada
satu payudara, tapi “selesaikan” satu sisi dan jika bayi masih lapar, tawarkan sisi yang
lain. Lihat bagian F.
6. Bukanlah ide yang baik untuk menyusui bayi hanya pada satu sisi, untuk mengikuti
aturan. Ya, pastikan bayi "selesai" sisi pertama sebelum menawarkan payudara
berikutnya dapat membantu menangani kenaikan berat badan yang kurang atau kolik
pada bayi, tetapi aturan dan menyusui tidak berjalan dengan baik. Jika bayi tidak
minum, atau benar-benar mendapat ASI, tidak ada gunanya untuk membiarkan bayi
menghisap payudara tanpa mendapatkan ASI untuk waktu yang lama. Anda harus
"menyelesaikan" satu sisi dan jika bayi ingin lebih, tawarkan payudara yang satu lagi.
Bagaimana Anda tahu ketika bayi telah "selesai" menyusu pada sisi pertama? Bayi tidak
minum lagi, bahkan dengan penekanan (lihat klip video dan lembar informasi Penekanan
Payudara). Ini bukan berarti Anda harus melepaskan bayi dari payudara segera setelah bayi
tidak minum sama sekali selama satu atau dua menit (Anda mungkin mendapatkan refleks
pengaliran ASI, jadi berikanlah sedikit waktu), tetapi jika jelas bayi tidak minum, lepaskan
bayi dari payudara dan jika bayi masih ingin, tawarkan sisi payudara yang lain. Bagaimana
Anda tahu bayi minum atau tidak? Lihat klip video pada situs di atas. Jika bayi melepaskan
payudara sendiri, apakah itu berarti bahwa bayi telah "selesai" menyusu sisi tersebut? Belum
tentu. Bayi sering melepaskan payudara ketika aliran susu melambat, atau kadang-kadang
ketika ibu mendapat refleks pengaliran ASI dan bayi terkejut oleh aliran cepat yang tiba-tiba
sehingga ia melepas payudara. Coba lagi di sisi itu jika dia masih ingin, tetapi jika bayi jelas
tidak minum bahkan dengan menekan payudara, ganti sisi payudara berikutnya.
1. Dalam beberapa kasus, mungkin akan membantu untuk menyusui bayi dua kali atau
lebih pada satu sisi payudara sebelum beralih ke sisi lain, selama bayi telah melepas
payudara tersebut. Menaruh bayi kembali pada payudara yang telah "kosong" dapat
menyebabkan bayi rewel atau menarik payudara atau tertidur tetapi tidak kenyang.
2. Masalah ini diperburuk jika bayi tidak melekat dengan baik pada payudara. Pelekatan
yang baik adalah kunci untuk mudah menyusui.
Reflek Pengaliran yang BerlebihanBayi yang mendapat ASI terlalu banyak dengan terlalu
cepat, akan menjadi sangat mudah rewel dan mudah marah pada payudara dan dapat
dianggap "kolik". Biasanya, kenaikan berat badan bayi sangat baik. Biasanya, juga, bayi
mulai menyusu, setelah beberapa detik atau menit, mulai batuk, tersedak atau meronta. Dia
mungkin akan melepas payudara, dan sering kali ASI akan menyemprot. Setelah ini, bayi
sering kembali ke payudara, tetapi mungkin rewel dan hal yang sama terulang kembali. Dia
mungkin tidak senang dengan aliran cepat dan tidak sabar ketika aliran melambat. Ini bisa
menjadi saat yang sangat melelahkan untuk semua orang. Pada kesempatan yang langka, bayi
bahkan mungkin mulai menolak payudara setelah beberapa minggu, biasanya sekitar usia tiga
bulan. Apa yang dapat Anda lakukan?
1. Lakukan pelekatan sebaik mungkin. Masalah ini bisa menjadi lebih buruk jika bayi
tidak melekat dengan baik pada payudara. Pelekatan yang baik adalah kunci untuk
mudah menyusui. Terlepas dari apa itu pelekatan yang baik yang diberitahukan pada
Anda, cobalah untuk memperbaikinya terus. Coba bayangkan: jika dagu Anda
menempel ke dada saat Anda mencoba untuk minum Anda akan dengan mudah
kewalahan oleh aliran yang cepat. Jika Anda ingin minum dengan cepat Anda akan
mengangkat kepala Anda ke belakang, dagu ke atas, dan Anda akan mampu
menangani aliran yang cepat. Ini adalah posisi kepala bayi yang seharusnya di saat
menyusu – dagunya menempel pada payudara Anda, kepalanya dalam posisi sedikit
mendongak, hidungnya menjauh dari payudara Anda, dan dagunya menjauh dari
dadanya sendiri. Posisi ini akan membantu dia untuk menangani aliran cepat dari
reflek pengaliran. Lihat lembar informasi Ketika Melekat dan klip video.
2. Jika Anda belum melakukannya, cobalah untuk menyusui bayi satu payudara setiap
kali menyusui. Dalam beberapa situasi, menyusui dua atau tiga kali pada satu
payudara sebelum berpindah ke payudara yang lain mungkin bisa membantu. Jika
Anda mengalami pembengkakan pada payudara yang tidak disusui, perahlah ASI
secukupnya hingga ibu merasa nyaman. Ingat, jika bayi ingin menyusu pada payudara
yang kedua, ibu harus menawarkannya.
3. Susui bayi sebelum dia kelaparan. Jangan tunda menyusui dengan memberikan air
(bayi ASI tidak perlu air bahkan dalam cuaca sangat panas) atau empeng. Bayi yang
lapar akan "menyerang" payudara dan dapat menyebabkan reflek ASI mengalir yang
sangat aktif. Susui bayi segera setelah dia menunjukkan tanda-tanda lapar. Lebih baik
lagi jika Anda menempatkan bayi pada payudara Anda dalam keadaan masih setengah
tidur.
4. Jika memungkinkan, susui bayi pada suasana yang tenang dan rileks. Musik yang
keras, lampu yang terang tidak kondusif untuk menyusui dengan baik. Bayi yang
lebih besar cenderung menjadi sangat terganggu ketika aliran ASI melambat.
Gunakan tekanan lembut pada awalnya, dan kemudian lebih kuat sesuai yang
diperlukan untuk menjaga kecepatan aliran ASI menjadi konsisten, hal ini seringkali
dapat membuat bayi bertahan pada payudara lebih lama, karena dia menyusu lebih
baik.
5. Berbaring saat menyusui terkadang bekerja sangat baik. Jika sulit menyusui dengan
berbaring menyamping, cobalah berbaring datar, atau setengah datar, pada punggung
Anda dengan bayi berbaring di atas Anda untuk menyusu, atau cobalah bersandar di
kursi. Gravitasi dapat membantu mengurangi laju aliran asi. Ingatlah bahwa bayi
mungkin frustasi pada aliran yang tidak konsisten, sehingga mungkin membantu jika
berbaring di awal ketika aliran cepat, dan duduk kembali ketika aliran ASI melambat.
Bayi menyukai posisi berbaring, mereka cenderung tidak rewel dengan aliran lambat,
tapi cenderung untuk tidur.
6. Bayi mungkin tidak menyukai aliran ASI yang terlalu cepat, tetapi juga menjadi rewel
saat aliran ASI terlalu lambat. Jika Anda berpikir bayi rewel karena aliran yang terlalu
lambat, melakukan penekanan pada payudara saat menyusui akan dapat membantu
untuk menjaga aliran, lihat bagian 'e'. (Lihat lembar informasi Penekanan
Payudara/Breast Compression).
Protein Asing dalam ASI Terkadang, protein yang terkandung dalam makanan ibu mungkin
muncul dalam ASI dan dapat mempengaruhi bayi. Yang paling umum di antaranya adalah
protein susu sapi. Protein lain juga bisa ikut terkandung dalam ASI. Kenyataan bahwa protein
dan zat lain muncul dalam ASI tidak selalu merupakan hal yang buruk. Justru kebalikannya,
karena membantu menurunkan pengaruh protein tersebut terhadap bayi Anda. Tanyakan
tentang ini jika Anda memiliki pertanyaan.Oleh karena itu, dalam mengatasi kolik pada bayi
ASI, salah satu langkah yang harus dilakukan oleh ibu adalah berhenti mengkonsumsi produk
susu atau makanan lainnya, tetapi hanya satu jenis makanan pada satu waktu. Produk susu
termasuk susu, keju, yoghurt, es krim dan apa saja yang mungkin mengandung susu, seperti
bumbu salad dengan protein whey atau kasein. Periksa label pada makanan siap saji untuk
melihat apakah mengandung susu atau padatan susu. Ketika protein susu telah diubah
(didenaturasi), seperti dalam memasak misalnya, harusnya tidak ada masalah. Carilah
informasi lebih lanjut jika Anda memiliki pertanyaan. Jika menghilangkan makanan tertentu
dari yang dikonsumsi ibu tidak berpengaruh, ibu dapat mengkonsumsi enzim pankreas
(misalnya, Cotazyme, Pancrease 4), dimulai dengan 1 kapsul setiap kali makan, untuk
memecah protein di dalam usus sehingga tidak bisa diserap ke dalam tubuhnya sebagai
protein yang utuh dan muncul di dalam ASI. Tentu saja, kemungkinan Anda tidak mampu
menghasilkan cukup enzim bagi diri Anda sendiri oleh pankreas sangatlah rendah (kecuali
jika Anda memiliki cystic fibrosis, misalnya), tetapi telah terbukti bahwa protein utuh dapat
diserap ke dalam tubuh ibu menyusui dan ke dalam ASInya dan dengan menambahkan enzim
dapat menurunkan jumlah protein utuh memasuki tubuh Anda dan masuk ke ASI. Harap
perhatikan: Intoleransi terhadap protein susu tidak ada hubungannya dengan intoleransi
laktosa, ini adalah hal yang sama sekali berbeda. Juga, seorang ibu yang intoleran laktosa
sebaiknya tetap menyusui bayinya. Metode yang disarankan:
Satu informasi lagi. Beberapa bayi lapar walaupun pertambahan berat badan mereka sangat
baik. Hal ini dapat terjadi karena beberapa penyebab. Beberapa telah disebutkan sebelumnya
dalam lembar informasi ini. Satu lagi sebab bayi lapar walaupun berat badan naik dengan
baik adalah karena Anda membatasi pemberian ASI; misalnya, Anda menyusui bayi Anda 10
atau 20 menit tiap sisi. Jika Anda memiliki banyak ASI, berat badan bayi mungkin akan tetap
naik dengan baik dan masih merasa lapar. Jadi jangan membatasi lamanya
menyusui.Bersabarlah, bagaimanapun juga biasanya masalah ini akan selesai. Susu formula
bukan jawabannya, tetapi, karena aliran yang lebih teratur, beberapa bayi menjadi lebih baik.
Tetapi, susu formula bukanlah ASI dan menyusui lebih dari sekedar ASI. Kenyataannya, bayi
juga akan menjadi lebih baik jika diberi ASI dari botol karena aliran yang teratur. Bahkan
jika tidak ada yang berhasil, waktu biasanya akan membantu. Hari demi hari, malam demi
malam mungkin tampaknya terasa panjang, tapi minggu demi minggu pasti akan terlewati.
Written and revised (under other names) by Jack Newman, MD, FRCPC, 1995-2005Revised
by Jack Newman MD, FRCPC and Edith Kernerman, IBCLC, 2008, 2009 Taken from:
http://nbci.ca/index.php?option=com_content&view=article&id=361:colic-in-the-breastfed-
baby-indo&catid=29:information-indonesian&Itemid=67
Bingung puting adalah keadaan dimana bayi memilih untuk menggunakan botol dan dot
karena cara kerja meminum ASI dari botol dan dot dan payudara berbeda. Melalui botol dan
dot bayi tidak harus suckling melainkan hanya sucking. Sedangkan pada payudara bayi harus
menggunakan lidahnya untuk merangsang keluarnya ASI. Sedangkan pada botol dan dot bayi
hanya menyedot dan aliran ASIP sudah keluar dengan derasnya.
Banyak ibu bertanya adakah dot yang menyerupai payudara ibu dapat mencegah bingung
puting. Perlu diketahui bahwa tidak ada satupun dot yang menyerupai payudara ibu. Bentuk
dot yang ada saat ini memudahkan susu menetes tanpa bayi harus berusaha menghisap.
Masalah muncul ketika bayi merasa harus “bekerja keras” menghisap payudara ibu agar ASI
dapat keluar. Sementara bayi sudah terbiasa dengan aliran susu dari dot. Bayi biasanya akan
kesal dan menolak untuk menyusu langsung. Beberapa akibat juga mempengaruhi si ibu
sendiri seperti payudara bengkak dan berkurangnya ASI. Pada sebagian bayi memang tidak
tampak bingung puting, namun harus disadari bahwa setiap bayi berbeda. Ada bayi yang
setelah beberapa waktu menggunakan dot baru terkena bingung puting, namun ada juga yang
langsung terkena dampaknya. Bingung puting juga tidak mengenal usia. Bisa terjadi pada
bayi baru lahir, namun bisa juga terjadi pada bayi yang sudah besar. Bingung puting juga
bukan faktor genetik. jadi kalau si kakak tidaik bingung puting, bukan berarti adiknya tidak
bingung puting juga.
5. KESULITAN MENYAPIH
Menyapih anak dari dot bisa jadi lebih sulit dibanding menyapih dari payudara. Sedangkan
bayi yang tidak menggunakan dot kita tidak usah memikirkan bagaimana menyapih dari gelas
kan? Karena seumur hidup kita akan minum menggunakan gelas.
Sumber:
https://aimi-asi.org/layanan/lihat/bayi-botol-dan-dot-benarkah
Selain itu juga ada jenis-jenis makanan serta zat-zat lain yang bisa menimbulkan reaksi
alergi, akan tetapi tidak secara umum dan hanya bisa diketahui lewat eliminasi makanan dan
prick test (test dengan menusukkan zat allergen ke bawah kulit)
Menghindari reaksi alergi pada anak
Jadi, apa cara terbaik untuk menghindarkan alergi pada anak?
Untuk alergi yang disebabkan oleh asupan, strategi terbaik untuk menghindari alergi adalah
menunda pemberian makanan padat hingga si kecil berusia 6 bulan. Penelitian menemukan,
hal ini terbukti bisa mengurangi risiko anak terserang alergi makanan. Bagi ibu menyusui,
meski sejumlah penelitian menyatakan tingkat efektivitasnya tidak terlalu besar, mengurangi
asupan makanan yang bersifat alergen dari menu sehari-hari bisa membantu menjauhkan
anak dari paparan makanan alergen.
Hindari atau minimalkan penyebab alergi sejak dalam kandungan, dalam hal ini oleh ibu.
Bila ibu hamil merasakan gerakan atau tendangan janin yang keras dan berlebihan pada
kandungan disertai gerakan denyutan keras (hiccups/cegukan) terutama malam atau pagi hari,
maka sebaiknya ibu harus mulai menghindari penyebab alergi sedini mungkin. Committes on
Nutrition AAP menganjurkan eliminasi diet jenis kacang-kacangan untuk pencegahan alergi
sejak dalam kehamilan.
Pemberian makanan padat dini dapat meningkatkan resiko timbulnya alergi. Hal ini
disebabkan karena lambung dan usus bayi masih belum siap untuk mencerna enzyme pada
makanan yang masuk ke lambungnya. Bayi yang mendapat makanan pada usia 6 bulan
mempunyai angka kejadian dermatitis alergi yang lebih rendah dibandingkan dengan bayi
yang mulai mendapat makanan tambahan pada usia 3 bulan. Patuhi protokol dua minggu
pengenalan makanan dengan memberikan MPASI tunggal bergantian selama dua minggu
untuk melihat reaksi pada anak. Hal ini terutama harus diperhatikan saat memberikan
makanan berupa beras merah, buah-buahan dan sayuran berwarna oranye dan merah, dan
protein dari makanan laut dan ayam.
Tunda pemberian makanan penyebab alergi, seperti ayam sampai di atas 1 tahun, telor,
kacang tanah di atas usia 2 tahun dan ikan laut di atas usia 3 tahun.
Bila membeli makanan dibiasakan untuk mengetahui komposisi makanan atau membaca
label komposisi di produk makanan tersebut.
Pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan dapat mencegah resiko alergi pada bayi . Bila bayi
minum ASI, ibu juga hindari makanan penyebab alergi. Makanan yang dikonsumsi oleh ibu
dapat masuk ke bayi melalui ASI. Makanan yang harus diwaspadai adalahh terutama kacang-
kacangan, dan lebih baik dipertimbangkan untuk menunda telur, susu sapi dan ikan.
Kalau bayi mengkonsumsi sufor karena alasan medis, gunakan susu hipoalergenik formula
untuk pencegahan terutama usia di bawah 6 bulan.Bila dicurigai alergi terhadap susu sapi
bisa menggunakan susu protein hidrolisat. Penggunaan susu soya harus tetap diwaspadai
karena 30 – 50% bayi masih mengalami alergi terhadap soya. Bukan berarti bahwa kalau bayi
alergi saat mengkonsumsi ASI, maka harus diberikan sufor hipoalergenic, karena pemberian
sufor pun harus didasarkan pada pertimbangan medis
Saat anak mengalami reaksi alergi, berikan makanan yang bisa menetralisir, yakni makanan
yang mengandung beras dan sayur mayur serta buah yang aman. Setelah netral, baru
dicobakan makanan yang lainnya. Biasanya kalau memang ada reaksi alergi, netralisir
makanan akan menghilangkan reaksi alergi dalam waktu 2-3 hari.
Untuk yang non-asupan, hindari paparan debu di lingkungan seperti pemakaian karpet,
korden tebal, kasur kapuk, tumpukan baju atau buku. Hindari pencetus binatang (bulu
binatang piaraan kucing dsb, kecoak, tungau pada kasur kapuk). Jangan membalurkan
bawang merah atau bawang putih, minyak yang mengandung sereh atau menthol ke tubuh
anak. Jangan pakai sabun atau shampoo yang mengandung deterjen, hindari pemakaian
kosmetik bayi yang mengandung triclosan atau wangi-wangian. Cari produk pembersih dan
kosmetik yang hypo-allergenic atau anti alergi. Hindari pemakaian pelembut pakaian yang
bukan dibuat untuk baju bayi. Bayi anda sudah wangi secara alami apabila dimandikan
dengan rajin dan dijaga kebersihannya.
Disarikan dari berbagai sumber:
http://www.mayoclinic.com/health/allergies/DS01118
http://childrenclinic.wordpress.com/2010/10/16/kumpulan-artikel-alergi-pada-anak/
http://childrenclinic.wordpress.com/2009/08/02/deteksi-dan-pencegahan-alergi-sejak-bayi/
http://www.whattoexpect.com/toddler-nutrition/food-allergies-in-children.aspx
http://www.whattoexpect.com/first-year/feeding-baby/starting-solids/introducing-new-
foods.aspx
Saat Bayi Gelisah Sering Melepas Payudara saat Disusui
Lianita Prawindarti·Jumat, 23 Desember 2016
Ada beberapa pertanyaan tentang mengapa bayi sering gelisah atau rewel ketika disusui.
Tidak jarang, bayi juga menunjukkan tanda tanda menolak payudara. Kemarahan ini kadang
ditunjukkan dengan bayi menggeliat-geliatkan badannya, menjauhkan diri dari payudara ibu,
bahkan ada yang menangis histeris. Ada beberapa sebab yang bisa dijadikan check list untuk
mengobservasi kenapa ini terjadi pada bayi. Silakan disimak ya :)
PERTAMA, aliran ASI terlalu kencang sehingga bayi kewalahan. Biasanya in terjadi di 6
minggu pertama setelah kelahiran ketika supply dan demand belum seimbang. Ada berbagai
cara mengatasi aliran ASI yg kencang atau ASI berlebih (hiperlaktasi). Silakan baca
dokumen grup ttg: ASI tidak cukup vs ASI berlebih di link berikut:
https://www.facebook.com/notes/asosiasi-ibu-menyusui-indonesia/asi-tidak-cukup-vs-asi-
berlebih/10155638699159778/
KEDUA, posisi menyusui tidak nyaman, akibatnya ibu dan bayi tidak nyaman. Seringkali
karena keburu buru, ibu sering tidak memperhatikan posisi duduk atau posisi berbaringnya
saat menyusui. Tanpa disadari ini juga berpengaruh ke proses menyusui. Jangan lupa
perhatikan posisi duduk dan berbaring Anda saat menyusui. Gunakan ganjal bantal jika
diperlukan utk punggung dan tangan Anda.
KETIGA, bayi tidak lapar tapi hanya haus sehingga beberapa menit setelah menghisap dan
mulai terasa hindmilk dia berhenti menyusu karena dia hanya mau ASI yg encer. Tawarkan
payudara yg satunya jika ini terjadi.
KEEMPAT, Biasanya memasuki usia 2 bulan, bayi sudah mulai eksplorasi. Kalau ada suara
sedikit dia berhenti menyusu, nengok kanan kiri, lalu menyusu lagi. Jadi usahakan menyusu
di tempat yg tenang, tidak banyak gangguan orang keluar masuk dan interupsi, ibu juga fokus
tidak sambil nonton TV atau main HP.
KELIMA, tanda tanda bingung puting. Jika bayi menggunakan dot atau empeng reaksi2
seperti ini bisa juga krn bayi mulai bingung puting dimana bayi rewel saat bertemu payudara
ibu.
KEENAM, ada perubahan dari ibu. Misal, ibu pakai parfum baru, sabun baru, deodoran baru,
ganti detergen, ganti shampo, puting sedang lecet dan berdarah. Ada berbagai sebab nursing
strike, bisa dibaca di dokumen ini: https://www.facebook.com/notes/asosiasi-ibu-menyusui-
indonesia/nursing-strike-bayi-menolak-menyusu/10155637437599778/
KETUJUH, ibu terlambat merespon rasa lapar atau rasa haus bayi. Jika sudah terlalu lapar,
bayi biasanya akan lebih emosional, sulit ditenangkan saat mulai menyusu. Pahami tahapan
petunjuk lapar/haus pada bayi ya.