Anda di halaman 1dari 14

Latar belakang dan isu negara-negara Asia pasifik

Di Susun Oleh:

1. Fahreza Gobel (20021101171)


2. Fitria Angreiny Daeng Pasau (20021101118 )
3. Syafiqah Filaily Korompot (20021101150)
4. Regia Yuni Turangan (20021101104)

Dosen Pengampu:

Dr. Ir. Timboeleng James Amadeo DEA

Universitas Sam Ratulangi

Fakultas Teknik

Program Studi Teknik Sipil


BAB 1

Pendahuluan

1.1 Latar Belakang


Istilah Asia Pasifik dikenal sejak tahun 1980 ketika terjadinya perkembangan ekonomi di sektor
pedagangan dan saham di kawasan ini. Secara geografis kawasan Asia Pasifik mencakup negara-
negara yang berada disekitaran samudera Pasifik diantaranya yaitu, Jepang, Korea, Tiongkok, Nepal,
Pakistan, Bangladesh, Myanmar, Vietnam, Singapura, Malaysia, Indonesia, Thailand, Chile, Meksiko,
Australia, dan Selandia Baru. Sebagian besar negara ini adalah dengan perkembangan ekonomi yang
signifikan sejak abad ke 20.

Terdapat banyak kerjasama antara negara-negara di kawasan ini yang berguna untuk mencapai
integrasi kawasan seperti, Association of Southeast Asian Nations (ASEAN), yang menunjukan pada
dunia bahwa integrasi kawasan telah tercipta. Asia Pasifik menjadi kawasan yang strategis bagi
negara-negara untuk memaksimalkan power nya yang dilihat dari potensi Asia Pasifik sebagai suatu
kawasan strategis untuk terjalinnya kerjasama multilateral yang meliputi bidang ekonomi, politik, dan
keamanan. Hal inilah yang mendorong kekuatan-kekuatan besar seperti Amerika Serikat dan
Tiongkok untuk menyebarkan pengaruhnya di kawasan ini.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana latar belakang terbentuknya hubungan antara negara-negara asia Pasifik?
2. Apa saja isu-isu yang berkembang diantara negara-negara Asia Pasifik?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui latar belakang terbentuknya hubungan kerja sama negara-negara Asia
Pasifik.
2. Untuk Mengetahui isu-isu apa saja yang berkembang di antara negara-negara Asia Pasifik
BAB 2

Pembahasan

2.1 Latar Belakang Terbentuknya Negara-negara Asia Pasifik

Asia pasifik adalah wilayah yang mencakup pesisir pantai Asia Timur, Asia Tenggara, dan
Australasia di dekat laut Pasifik, ditambah negara-negara di laut Pasifik (Oceania). Pada tahun 1980
istilah Asia Pasifik mulai dikenal ketika terjadi perkembangan ekonomi di sektor perdagangan dan
investasi saham. Akibat dari perkembangan ekonomi di kawasan ini, negara-negara di kawasan Asia
Pasifik membutuhkan sebuah forum untuk kerja sama yang bermanfaat terutama di bidang ekonomi.
Dibentuklah APEC (Asia Pacific Economic Cooperation) berdasark an ide dari peradana menteri
Australia Robert Hawke pada tahun 1989 yang berawal dari pertemuan beberapa menteri negara yang
diadakan di Canberra, Australia. Saat didirikan organisasi ini mempunyai 12 negara pendiri yaitu
Australia, Selandia Baru, Kanada, Amerika Serikat, Indonesia, Brunei Darussalam, Singapura,
Thailand, Jepang, Korea Selatan dan Philipina. APEC dibentuk demi kepentingan perdagangan dan
investasi di kawasan Asia Pasifik. Selain kepentingan itu, pembentukan APEC juga didasari oleh
adanya dinamika proses globalisasi yang dimana setiap negera wajib mengikuti perubahan tersebut
tidak terkecuali bagi negara-negara di kawasan Asia Pasifik ini, perubahan tersebut meliputi
liberalisasi perdagangan di kawasan Asia Pasifik. Hal ini mengakibatkan adanya saling
ketergantungan (interpendensi) dari suatu negara ke negara yang lain. Kondisi politik pada saat itu
juga melatar belakangi pembentukan APEC dimulai dari Amerika yang membentuk NAFTA (North
American Free Trade Area) sehingga banyak negara kehilangan pasar ekspor, ketegangan antara Uni
Soviet dan Eropa Timur yang mempengeruhi keadaan ekonomi di dunia, dan diperparah dari
kegagalan perjanjian Uruguay. Oleh karena penyebab-penyebab di atas negara-negara Asia Pasifik
setuju untuk membentuk APEC demi melindungi stabilitas ekonomi di kawasan mereka. APEC
mempunyai kemajuan yang cukup pesat dalam memberikan kesetimbangan perdagangan dan
investasi bagi negara anggotanya, hal ini menyebabkan beberapa negara lain tertarik untuk menjadi
anggota organisasi ini. Sampai saat ini ada 21 negara yang menjadi anggota APEC yaitu Australia,
Amerika Serikat, Brunei Darussalam, Kanada, Chile, China, Hong Kong, Indonesia, Jepang, Korea
Selatan, Malaysia, Meksiko, Selandia Baru, Papua Nugini, Peru, Filipina, Rusia, Singapura, Taiwan,
Thailand, dan Vietnam.
2.2 Isu-isu antara Negara-Negara di Asia Pasifik
1. Isu Perubahan Iklim (Climate Change)

Dewasa ini perubahan iklim adalah salah satu isu yang menjadi perhatian bukan hanya di
kawasan Asia Pasifik tetapi di tingkat global juga. Perubahan iklim bukan hanya disebabkan oleh
peristiwa alam tetapi juga oleh aktivitas manusia dalam berbagai bidang seperti di bidang industri.

Di kawasan Asia Pasifik sendiri isu perubahan iklim berkaitan erat dengan lingkungan
sehingga dibentuklah Asia Pasifik Rainforest Partnership (APRP) yaitu kerja sama kawasan Asia
Pasifik dalam bidang lingkungan.

Hutan hujan tropis di kawasan Asia Pasifik memiliki luas sekitar 740 juta hektar atau sekitar
18% dari luas hitan hujan di dunia. Maka dari itu hujan hujan tropis di Asia Pasifik adalah salah satu
sumber paru-paru dunia. Selain itu, kawasan hutan hujan tropis yang ada di Asia Pasifik merupakan
salah satu tempat konservasi flora dan fauna yang ada di dunia. Akan tetapi, ada beberapa masalah
yang dihadapi oleh negara di kawasan Asia Pasifik mengenai konservasi hutan hujan. Terjadi banyak
degradasi hutan melalui berbagai cara seperti pembalakan liar, kebakaran hutan, pencurian flora dan
fauna, dll. Selain itu, kebakaran hutan yang sering terjadi di hutan hujan tropis yang ada di Asia
Pasifik juga menyebabkan banyaknya polusi udara. Di Indonesia sendiri sering terjadi kebakaran
hutan setiap tahunnya yang disebabkan oleh peristiwa alam dan aktivitas manusia yang ingin
mengalih fungsikan hutan entah sebagai sebuah perkebunan sawit atau untuk tujuan lainnya yang
berdampak pada climate change di Indonesia.

Untuk dapat menjaga hutan hujan tropis dan menanggulangi pencemaran dan polusi udara di
kawasan Asia Pasifik yang menyebabkan perubahan iklim maka dibentuklah Asia Pasific Rainforest
Partnership (APRP). Forum ini dibentuk berdasarkan hasil kesepakatan yang termuat dalam Paris
Agreement dan REDD+ (Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation) yang
bertujuan untuk mengurangi emisi dan polusi udara dari pembakaran hutan.

Ada beberapa poin yang menjadi fokus dari APRP ini seperti merestorasi hutan yang telah
terdegradasi dan melindungi hutan yang mempunyai nilai konservasi yang tinggi. Banyak hutan yang
ada di kawasan Asia Tenggara mengalami degradasi. APRP juga berfokus pada pemberian informasi
terkait kebijakan politik nasional yang menangani degradasi dari hutan hujan tropis dan memberi
dukungan pada perkembangan ekonomi negara bersangkutan. Selain itu, APRP juga berfokus pada
peningkatan ilmu pengetahuan terkait konservasi, biodiversity, dan kelangkaan flora serta fauna yang
ada di hutan hujan tropis tersebut. APRP juga mempunyai fokus pada peningkatan kolaborasi antara
negara-negara yang ada di kawasan Asia Pasifik untuk meningkatkan peningkatan pengawasan hutan
hujan tropis terkait pembalakan liar dan pembakaran hutan. APRP juga membantu negara anggota
untuk dapat meningkatkan sistem ketahanan nasional dan sistem monitoring agar dapat
mengimplementasikan hasil dari REDD+.

Forum kerja sama ini juga rutin melaksanakan pertemuan setiap dua tahun sekali. Pertemuan
tersebut dikenal dengan nama Asia Pacific Rainforest Summit atau APRS. Asia Pasific Rainforest
Summit (APRS) telah melakukan tiga kali pertemuan sejauh ini. Pertemuan APRS yang pertama
diselenggarakan oleh pemerintah Australia pada tanggal 11-12 November 2014. Beberapa topik
diskusi dari pertemuan ini membawa beberapa fokus tujuan yang harus dilaksanakan yaitu Papua
Nugini yang harus membuat sebuah moratorium terkait eksport pada tahun 2020 hingga 2030,
Vietnam harus mengembalikan hutan dalam kondisi baik sejumlah 42% pada tahun 2015 dan 45%
pada tahun 2020, laos juga harus mengembalikan sekitar 6.5 juta hektar dari hutan yang telah
terdegradasi, serta Indonesia yang harus menjaga 63 juta hektar daerah sensitif. Pertemuan kedua
diselenggarakan pada tanggal 3 – 5 Agustus 2016 di Bandar Seri Begawan, Brunei Darussalam.
Pertemuan ini menghasilkan beberapa kesimpulan yaitu, penguatan kerjasama di bidang konservasi
hutan di kawasan Asia Pasifik, penguatan peran sektor swasta dalam penanganan degradasi hutan,
serta penguatan dalam pencegahan perubahan iklim. Pertemuan APRS yang ketiga dilaksanakan di
Yogyakarta, Indonesia pada tanggal 23 – 25 April 2018. Pertemuan APRS yang ketiga ini membahas
penguatan kerjasama dalam bidang konservasi hutan serta ekonomi.

2. Isu Keamanan

Keberadaan negara-negara berkekuatan besar yang terletak di kawasan Asia-Pasifik menjadi


faktor utama yang menyebabkan iklim keamanan kawasan Asia-Pasifik selalu fluktuatif, karena
sering bersinggungannya kepentingan antar negara-negara besar.

Hubungan antar negara kawasan menjadi penentu dinamika politik dan keamanan kawasan Asia-
Pasifik. Sejak tahun awal 2000-an, terdapat beberapa isu-isu keamanan di AsiaPasifik yang dapat
dijadikan perhatian dalam penelitian ini. Berikut adalah gambaran singkat beberapa isu keamanan di
kawasan Asia-Pasifik.

 Isu Laut China Selatan

China telah menjadi kekuatan baru, David Kang dalam Jurnal Keamanan Internasional
berargumen bahwa bisa saja negara-negara Asia Tenggara akan melakukan bandwagonning
dengan China itu sendiri. Keberadaan China tidak dapat diabaikan dalam konstelasi keamanan
Asia-Pasifik, terlebih China sering memunculkan tindakan-tindakan offensive di kawasan.

Konflik Laut China Selatan merupakan isu yang sudah cukup lama, namun kenyataanya
memang masih meninggalkan potensi konflik yang cukup tinggi. Sejarah klaim China atas batas
territorial laut China Selatan dengan menerbitkan 11 garis batas membentuk “U” keseluruh Laut
China Selatan, mengakibatkan kekisruhan dengen Vietnam, hingga pada tahun 1952 China
menghapus dua garis dan mengeluarkan kebijakan Nine Dash-line untuk mengurangi ketegangan
dengan Vietnam. Kebijakan Nine Dash-line ini agaknya tetap menyulitkan pemerintahan China
sendiri, karena dasar klaim territori tersebut telah mengabaikan konvensi PBB dalam UNCLOS
(United Nation Convention Of The Law Of The Sea), hingga mengakibatkan China menghadapi
tajamnya friksi dengan empat negara pengklaim lainnya, yang sebagian besar merupakan negara
anggota ASEAN yaitu Vietnam, Filipina, Malaysia dan Brunei Darrusasalam. Sengketa ini
mengakibatkan ketegangan baik hubungan diplomatik maupun aksi militer oleh para negara yang
bersengketa.

China sebagai kekuatan baru dalam politik internasional memang sering bersikap agresif.
Contohnya keberanian China untuk melakukan reklamasi di kawasan Laut China selatan yang
masih dalam persengketaan. Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Amerika
Serikat menemukan potret aktivitas pengerukan terumbu karang Mischief oleh China melalui
satelit, yang territori tersebut juga di klaim oleh Filipina. Asia Maritime Transparency Initiative
(AMTI) melaporkan bahwa hingga Juni 2015 masih banyak kapal keruk berada di kawasan
Mischief dan Subi Reef melakukan aktivitas reklamasi, dan untuk wilayah Mischief teah
terbangunseluas 5,420,000 m 2.

Isu Laut China selatan sering menjadi perhatian dan topik utama dalam forum Shangri-La
dialog yang diselenggarakan oleh IISS di kawasan AsiaPasifik.Karena isu tersebut merupakan isu
yang krusial karena melibatkan banyak negara dan sudah berlarut-larut. Sehingga IISS ingin
menekankan kembali kepada negara-negara untuk memberikan sikap yang tepat dan sesuai untuk
tetap menjamin keamanan bersama.

 Krisis Semenanjung Korea

Hubungan antara dua negara Semenanjung Korea masih menjadi perhatian seluruh negara
kawasan, setelah terjadi pertemuan penting pada tahun 2000 antara Kim Dae Jung dan Kim Jong
ill yang dianggap akan menjadi pelatuk keoptimisan terwujudnya “reunification”, ternyata justru
tidak ada progress yang berarti setelahnya. Korea Utara masih saja sulit untuk dikoordinasikan,
terlebih soal pengembangan teknologi senjata pemusnah massal yang mengancam keseluruh
kawasan. Sikap keras yang dimiliki oleh Korea Utara menjadikannya terkucil dari komunitas
internasional, namun juga menjadi sumber ancaman bagi seluruh negara kawasan karena Korea
Utara cenderung tidak suka berkoordinasi.

Tindakan Korea Selatan dalam konsistensi pengembangan teknologi berbahan nuklir


menimbulkan kekhawatiran bagi negara-negara sekitarnya, juga bagi keamanan internasional.
Pasca Perang Dingin, Korea Utara telah berencana mengembangkan persenjataan nuklir, hingga
terbangunnya nuclear fuel cycle untuk pengayaan uranium dan plutonium di Pyongyang. Tercatat
bahwa Korea Utara telah empat kali melakukan uji senjata nuklir pada tahun 2006, 2009, 2013,
dan 2016. Hal tersebut mengakibatkan respon serius dari berbagai negara bahkan dari luar
kawasan, diketahui bahwa Six-Party yang terdiri dari Korea Selatan, Korea Utara, Jepang, China,
Amerika Serikat dan Rusia telah berulangkali melakukan perundingan untuk menghentikan
pengayaan senjata nuklir walaupun koordinasi dari Six-Party juga belum menjamin berakhirnya
krisis di semenanjung Korea secara pasti.

 Isu Modernisasi persenjataan

Keberadaan negara-negara great power di kawasan Asia-Pasifik dan kekuatan-kekuatan baru


yang muncul beriringan dengan pertumbuhan ekonomi, menyebabkan peningkatan jumlah
persenjataan militer oleh negara-negara sebagai agenda wajib. Perlombaan persenjataan antara
negara-negara kawasan terlihat jelas dan tidak dapat terhindarkan. Perlombaan persenjataan ini
merupakan ancaman bagi keamanan internasional itu sendiri.

China sangat ambisius dalam belanja persenjataan militer seiring peningkatan ekonominya,
The Wall Street Journals mencatat bahwa China merupakan Negara ketiga terbesar setelah India
14%dan Saudi Arabia 7% yang melakukan impor perlengkapan pertahanan yang mencapai 4,7%,
China menaikkan anggaran persenjataan mencapai 225 milyar dollar Amerika hingga tahun 2020
dari angka 119 milyar dolar Amerika pada tahun 2015. Kondisi tersebut akhirnya memaksa
negara-negara sekitar juga melakukan moderenisasi persenjataan sebagai langkah perimbangan.

Vietnam yang sedang memiliki sengketa perbatasan dengan China, diketahui membeli 6 unit
kapal selam kelas Kilo dari Rusia, Malaysia membeli 2 kapal selam scorpene dari Perancis,
Singapura membeli 4 kapal selam dengan jenis berbeda dari Swedia dan Jerman. China semakin
memimpin dengan mengembangkan kapal selam nuklir serang (SNN), yang secara otomatis akan
terus diimbangi oleh negara yang lainnya, yang itu berarti perlombaan senjata akan terus ada di
kawsan Asia-Pasifik.

 Isu Keamanan Non-Tradisional

Isu kemanan yang semakin kompleks menjadikan permasalahan baru bagi berbagai negara,
termasuk negara-negara kawasan Asia-Pasific. IISS mengangkat beberapa isu terkait ancaman
keamanan non tradisional untuk di dialogkan dengan negara-negara Asia-Pasifik melalui program
dialognya.

Isu konflik etnis Rohingya-Myanmar ialah salah satunya. Isu tersebut cukup menjadi
perhatian dalam forum dialog karena kasus kemanusiaan tersebut sudah melibatkan negara-negara
tetangga, termasuk juga Indonesia yang kedatangan para pengungsi dari Rohingya, Myanmar.
Kasus tersebut sangat komplek karena melibatkan beberapa unsur konflik, yaiu konflik etnis,
konflik sejarah, dan konflik identitas budaya, etnis minoritas Muslim Rohingya (Myanmar)
mendapati kekerasan oleh etnis mayoritas Burma (Myanmar) yang sekaligus memegang hampir
keseluruhan pemerintahan Myanmar, etnis Rohingya tidak mendapat pengakuan kependudukan
dari pemerintah Myanmar. Akhirnya mereka terpaksa meninggalkan tanah Rakhinee hingga
mencari perlindungan ke negara-negara sekitarnya.

Selain isu Rohingya, isu keamanan non-tradisional lainya yang menarik perhatian adalah isu
terrorisme seiring aksi-aksi yang dilancarkan oleh kelompok ekstrimist ISIS ternyata telah
menyebar ke berbagai kawasan. Asia Tenggara merupakan kawasan yang sangat mudah terserang
oleh jejaring ISIS karena kentalnya nilai-nilai islam. Indonesia, Malaysia dan Filipina telah
terserang oleh jejaring ISIS. Pada tahun 2014 kira-kira 60 warga Indonesia telah tergabung dalam
keanggotaan aktif organisasi ISIS, pemerintah Malaysia menunjukan sekitar 100 warga Malaysia
juga bergabung dengan ISIS, serta sejumlah 200 warga Phlipina. Walaupun perkembangan
jejaring ISIS sangat berpotensi di akwasan Asia Tenggara, namun Isu tersebut tidak bisa
diremehkan, dan membutuhkan kerjasama dari seluruh negara kawasan untuk menghalau isu
terorrisme tersebut.

3. Isu Sosial
 Minimnya Pelaksanaan jaminan Sosial

Ditengah pandemi Covid-19, telah menyoroti perlunya sistem perlindungan sosial kepada
masyarakat dunia, khususnya negara-negara dikawasan Asia Pasifik. Berdasarkan laporan dari
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengungkapkan meskipun sebagian besar sosioekonomi di
negara Asia Pasifik mengalami kemajuan pesat, namun sistem dan jaminan perlindungan sosial
kepada buruh/pekerja masih banyak yang lemah. Sehingga menimbulkan kesenjangan.

Lembaga United Nations Economic and Social Commission for Asia and the Pacific
(ESCAP) bersama International Labour Kantor Regional Organisasi (ILO) membeberkan sekitar
setengah penduduk dari populasi penduduk dikawasan Asia Pasifik masih
belum memiliki jaminan perlindungan sosial. Hanya sedikit negara yang memiliki sistem
perlindungan sosial yang diberikan kepada masyarakatnya. Oleh sebab itu, dalam memberikan
program jaminan perlindungan sosial yang efektif adalah dengan cara pendekatan dialog.
Kemudian harus bisa menciptakan program bantuan sosial dalam strategi jangka pendek
dan panjang dalam pemulihan pasca Covid-19 nanti.

Sering sekali dalam program pengentasan kemiskinan mengalami kegagalan. Hal ini
disebabkan sebagian besar program yang ditargetkan memang tidak tepat sasaran ke keluarga
miskin. Karena itu, dia menyarankan bagi kepala pemerintah dikawasan Asia Pasifik yang
menjalankan program jaminan sosial, harus bisa melakukan pendataan yang akurat bagi penerima
jaminan sosial.

  Kemudian, dalam hal kurangnya investasi yang signifikan juga sebagai salah satu faktor


utama dari timbulnya kesenjangan sosial yang sangat tajam. Sebab masih banyak negara-
negara di kawasan ini membelanjakan kurang dari 2 persen dari PDB untuk perlindungan sosial.
Tingkat investasi manusia yang rendah ini sangat kontras dengan rata-rata global sebesar 11
persen.
Alasan utama lainnya adalah tingginya prevalensi pekerjaan informal diwilayah tersebut, yang
mewakili hampir 70 persen dari semua pekerja
 Kejahatan kebencian terhadap orang Asia-Amerika di AS

Seorang imigran lansia (lanjut usia) asal Thailand meninggal setelah didorong hingga jatuh.
Wajah seorang keturunan Filipina-Amerika disayat dengan pisau. Seorang perempuan China
ditampar dan kemudian dibakar. Ini hanyalah contoh serangan kekerasan baru-baru ini terhadap
orang Asia-Amerika, yang menjadi bagian dari lonjakan pelecehan sejak dimulainya pandemi
setahun yang lalu di Amerika Serikat. Dari diludahi dan dilecehkan secara verbal hingga insiden
penyerangan fisik, ada ribuan kasus yang dilaporkan dalam beberapa bulan terakhir.

FBI (Biro Penyelidik Federal) memperingatkan pada awal wabah Covid-19 di AS bahwa
mereka memperkirakan akan terjadi lonjakan kejahatan rasial terhadap orang-orang keturunan
Asia. Data federal kejahatan kebencian untuk tahun 2020 belum dirilis, meskipun demikian,
kejahatan kebencian pada tahun 2019 diketahui berada pada level tertinggi dalam lebih dari satu
dekade. Akhir tahun lalu, Perserikatan Bangsa-Bangsa mengeluarkan laporan yang merinci
"tingkat yang mengkhawatirkan" dari kekerasan bermotif rasial dan insiden kebencian lainnya
terhadap orang Asia-Amerika.

Sulit untuk menentukan jumlah pasti untuk kejahatan dan kasus diskriminasi semacam
itu, karena tidak ada organisasi atau lembaga pemerintah yang melacak masalah ini dalam jangka
panjang, dan standar pelaporan dapat berbeda dari satu wilayah ke wilayah lain. Kelompok
advokasi Stop AAPI Hate mengatakan menerima lebih dari 2.800 laporan insiden kebencian yang
ditujukan pada orang Asia-Amerika secara nasional tahun lalu. Kelompok tersebut menyiapkan
alat pelaporan mandiri online pada awal pandemi.

Penegakan hukum setempat juga memperhatikan insiden-insiden serupa: gugus tugas


kejahatan rasial Kota New York menyelidiki 27 insiden pada tahun 2020, angka yang meningkat
sembilan kali lipat dari tahun sebelumnya. Di Oakland, California, polisi telah menambahkan
patroli dan mendirikan pos komando di Chinatown.
Insiden –insiden seperti ini paling tepat dijelaskan berupa "kelalaian secara luas" atas
orang Asia-Amerika dalam percakapan budaya, menurut Amanda Nguyen, seorang aktivis dan
pendiri organisasi nirlaba hak-hak sipil Rise.

Meskipun populasi Asia tumbuh lebih cepat daripada kelompok besar lainnya dalam
sensus AS terakhir, cerita komunitas tidak diliput secara luas di media dan kekhawatiran yang ada
tidak disurvei oleh partai politik, kata Nguyen kepada BBC. Beberapa badan federal bahkan tidak
memasukkan komunitas Asia Amerika dan Kepulauan Pasifik dalam definisi mereka tentang ras
minoritas, catatnya.

4. Isu Kesehatan
 Kasus Virus Corona COVID-19 Indonesia Kini Peringkat 2 di Asia-Pasifik

Kasus COVID-19 di Indonesia belum mereda, bahkan kasus hariannya masih tinggi. Total kasus
Virus Corona di Indonesia mencapai 720 ribuan dan tertinggi nomor 2 di Asia-Pasifik.

Berdasarkan data Johns Hopkins University, Selasa (29/12/2020), kasus COVID-19 tertinggi di
Asia-Pasifik berada di India. Kasus di Indonesia tertinggi di Asia Timur dan Asia Tenggara.
Berikut 5 negara dengan kasus COVID-19 tertinggi di Asia-Pasifik:
1. India: 10,2 juta kasus
2. Indonesia: 719 ribu
3. Bangladesh: 510 ribu
4. Pakistan: 475 ribu
5. Filipina: 470 ribu

Sementara, menurut Statista tingkat kematian di Indonesia berada nomor tiga di Asia Pasifik
setelah India dan Australia. Peringkat RI turun setelah digeser Australia. Meski begitu, kasus di
Australia lebih rendah yakni 28 ribu.
Indonesia akan melarang masuknya WNA pada 1 Januari 2021. Menteri Luar Negeri (Menlu)
Retno Marsudi berkata larangan itu akan diterapkan hingga 14 Januari 2021 akibat mutasi
COVID-19 baru dari Inggris.

 Khawatir Pembekuan Darah, Thailand Tunda Peluncuran Vaksin AstraZeneca

Thailand menunda peluncuran vaksin Covid-19 AstraZeneca karena ada laporan


pembekuan darah, meskipun belum ada bukti mengenai hal itu.
Perdana menteri Thailand dijadwalkan memulai kampanye vaksinasi dengan
mendapatkan suntikan pada Jumat. Namun rencana itu sekarang telah dibatalkan.
Penundaan itu terjadi setelah sejumlah negara, termasuk Denmark dan Norwegia, menangguhkan
penggunaan vaksin AstraZeneca.
Sekitar 5 juta orang di Eropa telah menerima vaksin AstraZeneca.
Dari angka ini, sekitar 30 kasus telah melaporkan "peristiwa tromboemboli"atau pembekuan
darah.

 China Operasikan Sistem Rudal HQ-19, Pesaing THAAD AS

China dilaporkan telah mengoperasikan sistem pencegat rudal anti-balistik HQ-19, yang
diklaim setara dengan sistem rudal Terminal High Altitude Area Defense (THAAD) Amerika
Serikat (AS). Menurut laporan media lokal yang dikutip Eurasian Times, Jumat (12/3/2021),
Beijing akhirnya memutuskan untuk membuat pencegat rudal anti-balistik HQ-19 beroperasi,
yang akan meningkatkan kekuatan militer Tentara Pembebasan Rakyat (PLA).
Sistem pertahanan HQ-19 adalah versi yang sangat ditingkatkan dari HQ-9 dan dirancang
untuk melawan rudal balistik dan satelit di ujung bawah orbit rendah Bumi.
Laporan tersebut mengatakan HQ-19 dipersenjatai dengan hulu ledak kendaraan pembunuh
kinetik eksosfer (kkv) tujuan ganda, yang kemungkinan akan digunakan untuk melawan hulu
ledak rudal balistik atau satelit.
Sistem tersebut dianggap setara dengan sistem pertahanan rudal anti-balistik THAAD
buatan AS. Sistem Amerika itu disebut-sebut sebagai sistem pertahanan rudal tercanggih di dunia
bersama dengan S-400 buatan Rusia.
Dikembangkan setelah Perang Teluk 1991, THAAD telah dirancang untuk menembak jatuh rudal
balistik jarak pendek, medium dan jarak menengah dalam fase terminalnya dengan mencegat
target menggunakan pendekatan hit-to-kill.
Menurut para ahli, THAAD juga secara umum dipandang paling mampu melawan rudal
balistik jarak menengah. Pada 2018, China telah mengumumkan bahwa mereka telah melakukan
pengujian HQ-19 yang berhasil, tanpa memberikan rincian lebih lanjut tentang sistem
persenjataan itu.
Peluncuran tersebut kemungkinan merupakan bagian dari upaya Beijing untuk
melindungi diri dari potensi ancaman regional, sepertiekspansipasukan rudal balistik India dan
Korea Selatan, atau bahkan menjadi kedok untuk pengembangan senjata anti-satelit yang
berkelanjutan.
China berhasil melakukan uji coba sistem pertahanan jalan tengah yang berbasis di darat.
Uji intersepsi rudal bersifat defensif dan tidak ditargetkan ke negara mana pun,kata Kementerian
Pertahanan China dalam sebuah pernyataan.
Bab 3
Penutup

3.1 Kesimpulan

3.2 Saran
Daftar Pustaka

https://www.asiapacificpartnership.org/

https://id.wikipedia.org/wiki/Asia-Pasifik

http://www.fkpmaritim.org/strategi-maritim-china-di-laut-china-selatan-suatu-dilema/

http://psdr.lipi.go.id/news-and-events/opinions/rivalitas-amerika-serikat-dan-cina-di-asia-
pasifik.html#:~:text=Asia%20Pasifik%20merupakan%20kawasan%20yang,ketegangan%20antara
%20Cina%20dan%20Taiwan
http://www.nti.org/learn/countries/north-korea/

http://www.fkpmaritim.org/strategi-maritim-china-di-laut-china-selatan-suatu-dilema/

https://www.ksbsi.org/home/read/1271/Negara-Kawasan-Asia-Pasifik-Masih-Minim-Menjalankan-
Jaminan-Sosial

Anda mungkin juga menyukai