Anda di halaman 1dari 16

Assalamualaikum

Kepada Yth. Ibu Nur Rahmawati

Menurut pendapat saya mengenai Tugas 2 adalah sebagai berikut:

1. Pengaruh keimanan dalam kehidupan manusia adalah

Pengaruh keimanan dalam kehidupan manusia akan membawa kepada hal-hal


yang baik. Iman akan menuntun manusia terhadap perbuatan-perbuatan yang
terpuji dan semakin mendekatkan diri pada pencipta.

Salah satu pengaruh Iman kepada Allah, adalah menjauhkan seseorang dari
perbuatan maksiat, kerena ketika di dalam hatinya memiliki benteng dan pondasi
yang kuat (iman) maka tidak ada satupun yang dapat menyingkirkannya, baik itu
dari godaan setan ataupun pengaruh hawa nafsu.

Nabi Saw. bersabda: “Tidak berzina orang yang beriman itu, tidak mencuri orang
yang beriman itu, dan tidak minum-minuman keras bagi orang yang minum
sedang dalam keadaan beriman”.(HR. Bukhari dan Muslim). Selain menjauhkan
diri dari perbuatan maksiat, masih banyak pengaruh-pengaruh lain, diantaranya
adalah :

Menghiasi diri orang yang beriman dengan budi pekerti yang baik, jauh dari
kehidupan dan hal-hal yang tidak berguna. Sebagaimana Allah berfirman “Dan
apakah orang yang sudah mati kemudian dia Kami hidupkan dan Kami berikan
kepadanya cahaya yang terang, yang dengan cahaya itu dia dapat berjalan di
tengah-tengah masyarakat manusia, serupa dengan orang yang keadaannya
berada dalam gelap gulita yang sekali-kali tidak dapat keluar daripadanya?
Demikianlah Kami jadikan orang kafir itu memandang baik apa yang telah
mereka kerjakan.(Al-An’am:122)

Menjadi sumber ketenangan dan kedamaian bagi setiap orang, kerana ia


sejalan dengan fitrah dan seiring dengan tabiatnya. Menjadi sumber kebahagiaan
bagi masyarakat, kerana ia mengukuhkan ikatan-ikatan masyarakat, merapatkan
tali kekeluargaan dan membersihkan perasaan-perasaan dari sifat-sifat tercela.
Sebagaimana firman Allah, “Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat
baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat
buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (Al-Baqarah:
216)
Sucinya hati dan kejernihan jiwa dari persangkaan-persangkaan, khurafat dan
takhayul. Dengan begitu ia akan jernih dan bersih sesuai fitrahnya, keadaannya
akan meningkat dengan karamah yang ada padanya. Maka setiap rasa tunduk
dan khusyu’ di dalamnya untuk menyatukan arah kepada Penciptanya, yang
memiliki karunia atas dirinya dan atas seluruh makhluk, serta menjamin
kepentingan mereka semua.

Bilamana ia merasakan pada dirinya keutuhan penciptaan dan tenjaminnya


rezeki maka sirnalah (lenyaplah) ikatan-ikatan takhayul, takut dan harapannya
dari makhluk lain, baik para pembesar manusia maupun bayangan menakutkan
yang diciptakan oleh daya khayal yang disangka ada pada benda-benda langit
(planet dan binatang), pepohonan, bebatuan dan sejenisnya, atau kuburan dari
ahli kubur yang dikeramatkan. Maka dengan iman itu ia akan bergantung kepada
Allah, Tuhan Yang Maha haq, dan akan berpaling dari yang selain-Nya. Maka
bersatulah manusia dalam ketergantungan (ta’alluq) dan tujuan (hadaf), serta
hilanglah dorongan-dorongan untuk bersaing dan berselisih.

Menampakkan kemuliaan (izzah) dan kekebalan (mana’ah). Orang yang


beriman percaya bahwa dunia adalah mazra’atul akhirah (ladang untuk akhirat),
seperti dalam firman Allah, “Dan dirikanlah solat dan tunaikanlah zakat. Dan apa-
apa yang kamu usahakan dari kebaikan bagi dirimu, tentu kamu akan mendapat
pahalanya pada sisi Allah. Sesungguhnya Allah Maha Melihat apa-apa yang kamu
kerjakan.” (Al-Baqarah: 110) “Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat
zarrah pun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. Dan barangsiapa yang
mengerjakan kejahatan seberat zarrah pun, niscaya dia akan melihat
(balasan)nya pula.” (Az-Zalzalah: 7-8). Dan ia mengimani bahwa apa yang
ditakdirkan luput darinya, tidak akan mengenainya, dan apa yang ditakdirkan
menimpanya pasti mengenainya. Dengan itu, terhapuslah dari dalam hatinya
terhadap perihal kekhawatiran dari segala macam rasa takut. Maka dia tidak
akan rela kehinaan dan kerendahan untuk dirinya, ia tidak akan tinggal diam atas
kekalahan dan penindasan. Dari sini kita mengetahui dengan jelas bagaimana
tugas-tugas berat dan agung mampu ditempuh melalui tangan Rasulullah dan
juga tangan-tangan para sahabatnya. Sesungguhnya kekuatan bumi semuanya
tidak mampu menghadang di depan orang yang hatinya dipenuhi oleh pancaran
iman, amalnya didasarkan pada pengawasan Allah dan menjadikan kehidupan
akhirat sebagai tujuan akhirnya. Kita juga memahami bagaimana para rasul dan
para nabi di mana mereka sendirian menghadapi kaum dan umatnya yang
bersatu, mereka tidak mempedulikan jumlah manusia dan kekuatannya. Dalam
Sejarah Nabi Ibrahim dan Hud terdapat sikap yang dapat menjelaskan dan
menampakkan kekuatan iman yang sebenarnya.
Berhias dengan akhlak mulia. Sesungguhnya iman seseorang kepada suatu
kehidupan sesudah kehidupan duniawi ini dan di sana akan dibalas segala
perbuatan akan membuat dia merasa bahawa hidupnya mempunyai tujuan dan
makna yang tinggi; suatu perkara yang dapat mendorongnya untuk berbuat baik,
berbudi luhur dan berhias dengan keutamaan, menjauhi kejahatan dan melepas
pakaian kehinaan. Dengan begini akan terwujudlah peribadi yang utama dan
masyarakat yang mulia serta negara yang makmur.

Bersemangat, giat serta rajin bekerja. Sesungguhnya orang yang beriman


kepada qadha’ Allah dan qadar-Nya, mengetahui kaitan antara sebab dan akibat,
mengerti nilai amal, kedudukan dan keutamaannya, ia akan mengetahui bahawa
di antara taufik Allah bagi manusia adalah petunjuk-Nya untuk mengupayakan
sebab-sebab yang dapat menghantarkan kepada tujuan. Dan dia tidak akan
berputus-asa apabila ada sesuatu yang tidak dia capai, sebagaimana dia tidak
akan lupa diri dan sombong apabila berhasil meraih keuntungan dunia, sebagai
wujud dan iman kepada firman Allah s.w.t., “Tiada suatu bencana pun yang
menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis
dalam kitab (Lauh Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang
demikian itu adalah mudah bagi Allah. (Kami jelaskan yang demikian itu) supaya
kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu
jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah
tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan din.” (Al-Hadid:
22-23). (red)

https://owntalk.co.id/2020/10/29/pengaruh-keimanan-dalam-kehidupan-
manusia/

2. Berikut ini adalah beberapa ciri-ciri orang bertakwa yang perlu diketahui:

a. Mengerti ilmu agama

Orang yang bertakwa adalah orang yang mengerti ilmu agama. Maka dari itu,
terdapat sebuah riwayat yang menceritakan tentang setan yang jauh lebih takut
pada orang berilmu yang sedang tidur daripada orang tak berilmu yang sedang
sholat. Maka dari itu, jika ingin meningkatkan ketakwaan, tingkatkanlah ilmu
agama.

« ‫اس أَ ْك َر ُم َق ا َل‬ ِ ‫َعنْ أَ ِبى ه َُر ْي َر َة – رضى هللا عنه – َق ا َل ُس ِئ َل َر ُس و ُل هَّللا ِ – ص لى هللا عليه وس لم – أَىُّ ال َّن‬
ِ ‫ُوس فُ َن ِبىُّ هَّللا ِ ابْنُ َن ِبىِّ هَّللا ِ اب‬
ِّ‫ْن َن ِبى‬ ِ ‫ َقا َل « َفأ َ ْك َر ُم ال َّن‬. ‫ك‬
ُ ‫اس ي‬ َ ُ‫ْس َعنْ َه َذا َنسْ أَل‬
َ ‫ َقالُوا لَي‬. » ‫أَ ْك َر ُم ُه ْم عِ ْن َد هَّللا ِ أَ ْت َقا ُه ْم‬
« ‫ َق ا َل‬. ‫ َق الُوا َن َع ْم‬. » ‫ب َت ْس أَلُونِى‬ ِ ‫ِن ْال َع َر‬ َ ُ‫ْس َعنْ َه َذا َن ْس أَل‬
ِ ‫ َق ا َل « َف َعنْ َم َع اد‬. ‫ك‬ َ ‫ َقالُوا لَي‬. » ِ ‫ِيل هَّللا‬ ِ ‫هَّللا ِ اب‬
ِ ‫ْن َخل‬
ِ ‫» َف ِخ َيا ُر ُك ْم فِى ْال َجا ِهلِ َّي ِة ِخ َيا ُر ُك ْم فِى‬
‫اإلسْ الَ ِم إِ َذا َفقِهُوا‬

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu


‘alaihi wa sallam ditanya, “Siapakah orang yang paling mulia?” “Yang paling mulia
di sisi Allah adalah yang paling bertakwa di antara mereka”, jawab
Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam. Orang tersebut berkata, “Bukan itu yang kami
tanyakan”. “Manusia yang paling mulia adalah Yusuf, nabi Allah, anak dari Nabi
Allah, anak dari nabi Allah, anak dari kekasih-Nya”, jawab beliau. Orang tersebut
berkata lagi, “Bukan itu yang kami tanyakan”. “Apa dari keturunan Arab?”, tanya
beliau. Mereka menjawab, “Iya betul”. Beliau bersabada, “Yang terbaik di antara
kalian di masa jahiliyah adalah yang terbaik dalam Islam jika dia itu fakih (paham
agama).” (HR. Bukhari no. 4689)

b. Menegakkan sholat

Orang yang bertakwa adalah orang yang selalu menjaga sholatnya. Bahkan
meskipun dalam keadaan terseok-seok, ia akan tetap melaksanakan sholatnya.

َ ُ‫صلَ ٰو َة َو ِممَّا َر َز ۡق ٰ َنهُمۡ يُن ِفق‬


٣  ‫ون‬ َّ ‫ُون ٱل‬
َ ‫ب َو ُيقِيم‬ ِ ‫ون ِب ۡٱل َغ ۡي‬ َ ‫ ٱلَّذ‬٢  ‫ِين‬
َ ‫ِين ي ُۡؤ ِم ُن‬ َ ِ‫ ٰ َذل‬١  ‫ا ٓل ٓم‬
َ ۛ ‫ك ۡٱل ِك ٰ َتبُ اَل َر ۡي‬
َ ‫ب فِي ۛ ِه ه ُٗدى لِّ ۡل ُم َّتق‬
َ ‫ك َو ِبٱأۡل ٓخ َِر ِة هُمۡ يُوقِ ُن‬
٤  ‫ون‬ َ ِ‫نز َل مِن َق ۡبل‬ُ
ِ ‫ك َو َمآ أ‬َ ‫نز َل إِلَ ۡي‬ ُ
ِ ‫ون ِب َمآ أ‬ َ ‫َوٱلَّذ‬
َ ‫ِين ي ُۡؤ ِم ُن‬

“Alif laam miim, Kitab (Al Quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi
mereka yang bertakwa,  (yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang
mendirikan shalat, dan menafkahkan sebahagian rezeki yang Kami anugerahkan
kepada mereka.,  dan mereka yang beriman kepada Kitab (Al Quran) yang telah
diturunkan kepadamu dan Kitab-kitab yang telah diturunkan sebelummu, serta
mereka yakin akan adanya (kehidupan) akhirat.” (QS. Albaqarah 1-4).

c. Menjauhi maksiat

Orang yang bertakwa juga akan selalu menjauhi berbagai bentuk kemaksiatan.
Meskipun godaan setan hanya berupa kalimat ‘cuma sebentar’ atau ‘bisa taubat
lagi’ sekalipun, orang yang bertakwa akan menjauhi kemaksiatan.

Pernah pada suatu hari, Sa’ad bin Ibrahim rahimahullah ditanya mengenai


siapakah orang yang paling faqih di antara penduduk Madinah? Maka beliau
menjawab, “Yaitu orang yang paling bertaqwa di antara mereka.” Sebagaimana
dikutip oleh Ibnul Qayim dalam Miftah Dar as-Sa’adah (lihat Ta’liqat Risalah
Lathifah oleh Abul Harits at-Ta’muri, hal. 44). Lalu apakah pengertian taqwa?
Thalq bin Habib rahimahullah mengatakan, “Taqwa adalah kamu mengerjakan
ketaatan kepada Allah dengan bimbingan cahaya dari Allah dengan mengharap
pahala dari Allah, dan kamu meninggalkan kemaksiatan kepada Allah dengan
bimbingan cahaya dari Allah disertai rasa takut akan siksaan dari Allah.” (Tafsir
al-Qur’an al-’Azhim [6/222])

d. Mempersiapkan bekal hari akhir

Orang yang bertakwa juga selalu mempersiapkan bekal di hari akhir. Ia akan
beribadah sebaik mungkin dan memperbanyak amalan agar bisa memiliki bekal
yang cukup. Sebagaimana Allah berfirman dalam Al Hasyr ayat 18,

َ ُ‫ت ل َِغ ٍد ۖ َوا َّتقُوا هَّللا َ ۚ إِنَّ هَّللا َ َخ ِبي ٌر ِب َما َتعْ َمل‬
‫ون‬ ْ ‫ظرْ َن ْفسٌ َما َق َّد َم‬ َ ‫َيا أَ ُّي َها الَّذ‬
ُ ‫ِين آ َم ُنوا ا َّتقُوا هَّللا َ َو ْل َت ْن‬

Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap
diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan
bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang
kamu kerjakan.

e. Puasa

Puasa adalah salah satu ciri-ciri dari orang bertakwa yang hanya diketahui oleh
Allah SWT karena sesungguhnya amalan puasa adalah amalan tersembunyi.
Sebagaimana Allah berfirman,

َ ُ‫ِين مِن َق ۡبلِ ُكمۡ لَ َعلَّ ُكمۡ َت َّتق‬


‫ون‬ َ ‫ِب َعلَى ٱلَّذ‬
َ ‫ص َيا ُم َك َما ُكت‬
ِّ ‫ِب َعلَ ۡي ُك ُم ٱل‬ َ ‫ٰ َٓيأ َ ُّي َها ٱلَّذ‬
َ ‫ِين َءا َم ُنو ْا ُكت‬

“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana


diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa,” ( QS. Al-
Baqarah:183)

f. Menepati janji

Menepati janji adalah ciri orang bertakwa yang mana merupakan kebalikan dari
orang munafik dan kafir. Setiap kali diberikan amanah atau tanggung jawab,
maka ia akan melaksanakan sesuai dengan janjinya. Allah berfirman,

َ ‫َبلَ ٰۚى َم ۡن أَ ۡو َف ٰى ِب َع ۡه ِدهِۦ َوٱ َّت َق ٰى َفإِنَّ ٱهَّلل َ ُيحِبُّ ۡٱل ُم َّتق‬
‫ِين‬
“(Bukan demikian), sebenarnya siapa yang menepati janji (yang dibuat)nya dan
bertakwa, maka sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertakwa.” (QS.
Al-Imran : 76).

g. Rajin sedekah

Ciri lain dari orang yang bertakwa adalah rajin sedekah. Orang yang suka
menghabiskan hartanya di jalan Allah adalah orang yang benar-benar
mengetahui bahwa segalanya hanya milik Allah dan sudah seharusnya
dikembalikan ke jalan Allah. Allah berfirman,

َ ‫ــاس َوهَّللا ُ ُيحِبُّ ْالمُـحْ سِ ن‬


‫ِــين‬ َ ‫ِين ْال َغ ْي َظ َو ْال َعـــاف‬
ِ ‫ِين َع ِن ال َّن‬ َ ‫ون فِي السَّرَّ ا ِء َوالضَّرَّ ا ِء َو ْال َكاظِ م‬ َ ‫الَّذ‬
َ ُ‫ِين ُي ْنفِق‬

“(yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya) pada saat sarrâ’ (senang) dan


pada saat dlarrâ’(susah), dan orang-orang yang menahan amarahnya dan
memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat
kebajikan.” (QS Ali Imran: 134)

https://umma.id/post/7-ciri-ciri-orang-bertaqwa-dalam-islam-dan-dalilnya-
375264?lang=id

3. Di dalam Al Qur’an disebutkan fungsi dan peranan yang diberikan Allah kepada
manusia.

• Menjadi abdi Allah. Secara sederhana hal ini berarti hanya bersedia
mengabdi kepada Allah dan tidak mau mengabdi kepada selain Allah
termasuk tidak mengabdi kepada nafsu dan syahwat. Yang dimaksud dengan
abdi adalah makhluk yang mau melaksanakan apapun perintah Allah meski
terdapat resiko besar di dalam perintah Allah. Abdi juga tidak akan pernah
membangkang terhadap Allah. Hal ini tercantum dalam QS Az Dzariyat :
56“Dan tidak Aku ciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka
menyembahKu”

• Menjadi saksi Allah. Sebelum lahir ke dunia ini, manusia bersaksi kepada
Allah bahwa hanya Dialah Tuhannya.Yang demikian dilakukan agar mereka
tidak ingkar di hari akhir nanti. Sehingga manusia sesuai fitrahnya adalah
beriman kepada Allah tapi orang tuanya yang menjadikan manusia sebagai
Nasrani atau beragama selain Islam. Hal ini tercantum dalam QS Al A’raf :
172
• “Dan (ingatlah), keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah
mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman):”Bukankah
Aku ini Tuhanmu?”. Mereka menjawab:”Betul (Engkau Tuhan Kami),kami
menjadi saksi”.(Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu
tidak mengatakan:”Sesungguhnya kami (Bani Adam) adalah orang-orang
yang lengah terhadap ini(keesaan Tuhan)”

• Khalifah Allah sebenarnya adalah perwakilan Allah untuk berbuat sesuai


dengan misi yang telah ditentukan Allah sebelum manusia dilahirkan yaitu
untuk memakmurkan bumi. Khalifah yang dimaksud Allah bukanlah suatu
jabatan sebagai Raja atau Presiden tetapi yang dimaksud sebagai kholifah di
sini adalah seorang pemimpin Islam yang mampu memakmurkan alam
dengan syariah-syariah yang telah diajarkan Rosulullah kepada umat
manusia. Dan manusia yang beriman sejatilah yang mampu memikul
tanggung jawab ini. Karena kholifah adalah wali Allah yang mempusakai
dunia ini.

Sehingga seorang khalifah harus benar-benar memiliki akhlak Al Quran dan


Al Hadis. Dengan berpedoman pada QS Al Baqarah:30-36, maka status dasar
manusia adalah sebagai khalifah (makhluk penerus ajaran Allah) sehingga
manusia harus :

 Belajar. Manusia sebagai khalifah harus mau belajar. Obyek belajar nya
adalah ilmu Allah yang berwujud Al Quran dan ciptaanNya.Hal ini tercantum
juga di dalam QS An Naml: 15-16 dan QS Al Mukmin: 54

 Mengajarkan Ilmu. Khalifah yang telah diajarkan ilmu Allah maka wajib
untuk mengajarkannya kepada manusia lain.Yang dimaksud dengan ilmu
Allah adalah Al Quran dan juga Al Bayan

 Membudayakan Ilmu. Ilmu Allah tidak hanya untuk disampaikan kepada


manusia lain tetapi juga untuk diamalkan sehingga ilmu yang terus
diamalkan akan membudaya. Hal ini tercantum pula di dalam QS Al
Mu’min:35

 Dari ketiga peran tersebut,maka semua yang dilakukan oleh khalifah harus
untuk kebersamaan sesama umat manusia dan hamba Allah serta
pertanggungjawabannya kepada Allah, diri sendiri, dan masyarakat.

http://limubermanfaat.blogspot.com/2011/01/fungsi-dan-peran-manusia.html
4. 7 karakterisitk dasar dari ummatan wasathan atau masyarakat madani. Ke 7
karakteristik ini tersimpulkan dalam konferensi internasional yang diinisiasi
oleh Prof Din Syamsuddin selaku Special Envoy Presiden RI di Istana Bogor
beberapa waktu lalu.

a. Ummatan wasathan itu berkarakter i'tidal.


Kata i'tidal berasal dari kata "adl" (keadilan). Tapi kata ini menggambarkan
sebuah komitmen, tidak saja adil dalam hidup. Tapi juga memiliki komitmen
yang tinggi dalam menegakkan keadilan dalam segala segmen kehidupan dan
kepada semua manusia.

Keadilan itu universal. Tidak ada keadilan ekslusif. Tidak ada keadilan Islam,
keadilan Kristen, Buddha atau Hindu. Adil ya adil. Karenanya keadilan harus
ditegakkan walau terkadang bertentangan dengan kepentingan diri sendiri,
keluarga, dan kelompok sendiri.

Rasulullah SAW bahkan mengatakan: "Kalau sekiranya Fatimah, putri


muhammad, mencuri niscaya akan kupotong tangannya".

Sebuah ketauladanan dalam komitmen penegakan keadilan dalam


masyarakat. Bahwa siapapun dan bagaimanapun posisinya dalam masyarakat,
semuanya sejajar di hadapan hukum.

b. Ummatan wasathan itu berkarakter tawazun (keseimbangan).


Keseimbangan dalam segala aspek kehidupan manusia. Imbang antara relasi
vertikal dengan Pencipta dan relasi horizontal dengan sesama makhluk.
Antara kehidupan pribadi (fardi) dan masyarakat (ijtima’i). Antara fisik dan
ruh, dunia dan akhirat, dan seterusnya.

Karakteristik ini menjadi krusial kemudian ketika manusia semakin pincang


dalam hidupnya. Perhatikan dunia barat dengan kemajuan material yang
dahsyat. Namun, mereka menjerit karena kekosongan batin dan spiritualitas.

Maka masyakarat madani atau ummatan wasathan memang ditunggu untuk


menjadi masyarakat alternatif bagi dunia yang semakin usang ini.

c. Ummatan wasathan itu berkarakter as-samhah (toleransi) yang tinggi.


Sebuah karakter keagamaan yang sangat mendasar. Toleransi itu adalah
karakter agama dan masyarakatnya sekaligus. Al-Qur'an dan sirah Rasul
penuh dengan acuan dan panduan dalam hal toleransi ini. Praktek toleransi
Rasul terwariskan secara baik oleh para sahabat dan generasi selanjutnya.
Itulah yang menjadikan gereja-gereja bahkan dari zaman Romawi masih
bertahan di beberapa negara Timur Tengah (Suriah, Mesir, dll).

Hanya saja toleransi harusnya dipahami secara benar dan proportional.


Toleransi bukan saling mengintervensi agama. Bukan juga barteran keyakinan.
Tapi membangun komitmen keyakinan masing-masing sambil menjaga
sensitivitàs serta menghormati keyakinan dan praktek agama orang lain.

Toleransi dalam tatanan ummatan wasathan menjadi ciri khasnya. Maka


dengan sendirinya sejatinya Umat ini tidak parlu lagi diragukan dalam tolerasi
dan komitmen kerukunannya.

d. Ummatan wasathan itu berkarakter shura atau mengedepankan nilai-nilai


musyawarah.
Musyawarah menjadi tabiat dasar Umat yang diilustrasikan dalam Al-Qur'an:
"Dan dalam urusan mereka musyawarahkan".

Bahkan sesungguhnya Rasul diperintah oleh Allah: "dan bermusyawarahlah


dengan mereka dalam urusan-urusan (keumatan)".

Dalam kepemimpinannya Rasulullah SAW mengedepankan musyawarah


dengan para sahabatnya ketika hal tersebut bersentuhan dengan urusan
publik (public affairs).

Salah satunya misalnya ketika akan mempertahankan kota Madinah dari


serangan luar. Mayoritas sahabat menghendaki agar dilakukan pertahanan
dalam kota. Maka terjadilah sebuah perang yang dikenal dengan perang
Khandaq.

Demikianlah ummatan wasathan (civil society) atau masyarakat madani akan


selalu mengedepankan prilaku musyawarah dalam urusan bersama. Termasuk
para pemimpinnya akan selalu mengedepankan musyawarah. Bukan
kepemimpinan diktatator seperti yang kita saksikan di beberapa negara Islam,
justru yang mengaku lebih Islami.
https://kalam.sindonews.com/berita/1497670/69/7-karakter-masyarakat-
madani?showpage=all
5. Secara garis besar ada 5 macam hukum syara’ yang mesti diketahui oleh kita:
1. Wajib
2. Sunnah
3. Haram
4. Makruh
5. Mubah

1. Wajib: para ‘ulama’ memberikan banyak pengertian mengenainya, antara


lain:
“Suatu ketentuan agama yang harus dikerjakan kalau tidak berdosa“. Atau
“Suatu ketentuan jika ditinggalkan mendapat adzab”

Contoh: makan atau minum dengan menggunakan tangan kanan adalah


wajib hukumnya, jika seorang Muslim memakai tangan kiri untuk makan atau
minum, maka berdosalah dia.

Contoh lain, Shalat subuh hukumnya wajib, yakni suatu ketentuan dari agama
yang harus dikerjakan, jika tidak berdosalah ia.
Alasan yang dipakai untuk menetapkan pengertian diatas adalah atas dasar
firman Allah swt:

(63:‫اب أَلِي ٌم (النور‬


ٌ ‫َف ْل َي ْح َذ ِر الَّذِينَ ُي َخالِفُونَ َعنْ أَ ْم ِر ِه أَنْ ُتصِ ي َب ُه ْم فِ ْت َن ٌة أَ ْو ُيصِ ي َب ُه ْم َع َذ‬

“….Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah Rasul takut akan


ditimpa cobaan atau ditimpa adzab yang pedih.” (An-Nur: 63)
Dari ayat diatas telah jelas bahwa setiap orang yang melanggar perintah
agama maka akan ditimpa musibah atau adzab, dan orang yang ditimpa
adzab itu tidak lain melainkan mereka yang menyalahi aturan yang telah
ditetapkan.

2. Sunnah:
“Suatu perbuatan jika dikerjakan akan mendapat pahala, dan jika
ditinggalkan tidak berdosa“. Atau bisa anda katakan : “Suatu perbuatan
yang diminta oleh syari’ tetapi tidak wajib, dan meninggalkannya tidak
berdosa”
Contoh: Nabi saw bersabda:

-‫رواه البخاري و مسلم‬- .‫ص ْم َي ْو ًما َوأَ ْفطِ ْر َي ْو ًما‬


ُ
Artinya: “Shaumlah sehari dan berbukalah sehari“. Hadits riwayat Imam
Bukhari dan Imam Muslim.

Dalam hadits ini ada perintah -‫ ْم‬$‫ص‬- “shaumlah”,


ُ jika perintah ini dianggap
wajib, maka menyalahi sabda Nabi saw yang berkenaan dengan orang Arab
gunung, bahwa kewajiban shaum itu hanya ada di bulan Ramadhan.

َ ‫ضانَ إِالَّ أَنْ َت َّط َّو َع‬


..‫ش ْي ًئا‬ َ ‫ش ْه َر َر َم‬ ِّ ‫ض هَّللا ُ َعلَ َّي مِنْ ال‬
َ َ ‫ص َي ِام؟ َف َقال‬ َ ‫… َما َف َر‬.

“….apa yang Allah wajibkan kepadaku dari shaum? Beliau bersabda: (shaum)
bulan ramadhan, kecuali engkau mau bertathauwu’ (melakukan yang
sunnah)….” Hadits riwayat Imam Bukhari.

Dari riwayat ini jelas bahwa shaum itu yang wajib hanyalah shaum di bulan
ramadhan sedangkan lainnya bukan. Jika lafadz perintah dalam hadits yang
pertama “shaumlah” itu bukan wajib, maka ada 2 kemungkian hukum yang
bisa diambil:
1. Sunnah
2. Mubah

Shaum adalah suatu amalan yang berkaitan dengan ibadah, maka jika ada
perintah yang berhubungan dengan ibadah tetapi tidak wajib, maka
hukumnya sunnah. Kalau dikerjakan mendapat pahala jika meninggalkannya
tidak berdosa.

Alasan untuk menetapkan hal itu mendapat pahala adalah atas dasar firman
Allah swt:

َ ‫لِلَّذِينَ أَ ْح‬
-26 :‫يونس‬- .ٌ‫س ُنوا ا ْل ُح ْس َنى َو ِز َيادَ ة‬

“Bagi orang-orang yang melakukan kebaikan (akan mendapat) kebaikan dan


(disediakan) tambahan (atas kebaikan yang telah diperbuatnya)” –S.Yunus:
26-

Allah swt memberi kabar, bahwasanya siapa saja yang berbuat baik di dunia
dengan keimanan (kepada-Nya) maka (balasan) kebaikan di akhirat untuknya,
sebagai mana firman Allah:

َ ‫ان إِالّ اإلِ ْح‬


-60:‫ –الرحمن‬. ُ‫سان‬ ِ ‫س‬َ ‫َهلْ َج َزا ُء اإلِ ْح‬
Artinya: “Tidak ada balasan kebaikan kecuali kebaikan (pula)” S. Ar-Rahman:
60.

Kita bisa memahami bahwa orang yang melakukan suatu kebaikan selain
mendapatkan balasan atas apa yang telah dia lakukan, terdapat pula
tambahan yang disediakan, dan tambahan ini bisa kita sebut sebagai
“ganjaran”.

3. Haram:
“Suatu ketentuan larangan dari agama yang tidak boleh dikerjakan. Kalau
orang melanggarnya, berdosalah orang itu“.

Contoh: Nabi saw bersabda:

-‫ –رواه الطبراني‬. َ‫الَ َتاْ ُتوا ال ُك َّهان‬

“Janganlah kamu datangi tukang-tukang ramal/dukun“. Hadits riwayat Imam


Thabrani.
Mendatangi tukang-tukang ramal/dukun dengan tujuan menyakan sesuatu
hal ghaib lalu dipercayainya itu tidak boleh. Kalau orang melakukan hal itu,
berdosalah ia.

Alasan untuk pengertian haram ini, diantaranya sama dengan alasan yang
dipakai untuk menetapkan pengertian wajib, yaitu Al-Qur’an S.An-Nur: 63.

4. Makruh:
Arti makruh secara bahasa adalah dibenci.
“Suatu ketentuan larangan yang lebih baik tidak dikerjakan dari pada
dilakukan“. Atau “meninggalkannya lebih baik dari pada melakukannya“.

Sebagai contoh: Makan binatang buas. Dalam hadits-hadits memang ada


larangannya, dan kita memberi hukum (tentang makan binatang buas) itu
makruh.
Begini penjelasannya: binatang yang diharamkan untuk dimakan hanya ada
satu saja, lihat Al-Qur’an Al-Baqarah: 173 yang berbunyi:

-173 :‫ير َو َما أ ُ ِهل َّ بِ ِه لِ َغ ْي ِر هَّللا ِ… –البقرة‬


ِ ‫إِ َّن َما َح َّر َم َعلَ ْي ُك ُم ا ْل َم ْي َت َة َوالدَّ َم َولَ ْح َم ا ْل ِخ ْن ِز‬
“Tidak lain melainkan yang Allah haramkan adalah bangkai ,darah, daging
babi dan binatang yang disembelih bukan karena Allah….”

Kata ‫إِ َّن َما‬ dalam bahasa Arab disebut sebagai “huruf hashr” yaitu huruf yang
dipakai untuk membatas sesuatu. Kata ini diterjemahkan dengan arti: hanya,
tidak lain melainkan. Salah satu hadits Nabi saw yang menggunakan huruf
“innama” ini adalah:

ُ ‫إِ َّن َما أُم ِْرتُ بِا ْل ُو‬


َّ ‫ض ْوءِ إِ َذا قُ ْمتُ إِلَى‬
‫الصالَ ِة‬

“Tidak lain melainkan aku diperintah berwudhu’ apabila aku akan


mengerjakan shalat“. Hadits riwayat Imam Tirmidzi.

Dengan ini berarti bahwa wudhu hanya diwajibkan ketika akan mengerjakan
shalat. Lafazh ‫ إِ َّن َما‬pada ayat ini ia berfungsi membatasi bahwa makanan yang
diharamkan itu hanya empat yaitu: bangkai, darah, babi dan binatang yang
disembelih bukan karena Allah. Maka kalau larangan makan binatang buas
itu kita hukumkan haram juga, berarti sabda Nabi saw yang melarang makan
binatang buas itu, menentangi Allah, ini tidak mungkin. Berarti binatang buas
itu tidak haram, kalau tidak haram maka hukum itu berhadapan dengan 2
kemungkinan yaitu: mubah atau makruh. Jika dihukumkan mubah tidak
tepat, karena Nabi saw melarang bukan memerintah. Jadi larangan dari Nabi
itu kita ringankan dan larangan yang ringan itu tidak lain melainkan makruh.
Maka kesimpulannya: binatang buas itu makruh.

5. Mubah:
Arti mubah itu adalah dibolehkan atau sering kali juga disebut halal.
“Satu perbuatan yang tidak ada ganjaran atau siksaan bagi orang yang
mengerjakannya atau tidak mengerjakannya” atau “Segala sesuatu yang
diidzinkan oleh Allah untuk mengerjakannya atau meninggalkannya tanpa
dikenakan siksa bagi pelakunya”

Contoh: dalam Al-Qur’an ada perintah makan, yaitu:

ُّ ‫ش َر ُبوا َوالَ ُت ْس ِرفُوا إِ َّن ُه الَ ُيح‬


َ‫ِب ا ْل ُم ْس ِرفِين‬ ْ ‫َيا َبنِي آ َد َم ُخ ُذوا ِزي َن َت ُك ْم ِع ْندَ ُكل ِّ َم ْس ِج ٍد َو ُكلُوا َوا‬

“Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki)


masjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan” Al-
A’raf: 31

Akan tetapi perintah ini dianggap mubah. Jika kita mewajibkan perintah
makan maka anggapan ini tidak tepat, karena urusan makan atau minum ini
adalah hal yang pasti dilakukan oleh seluruh manusia baik masih balita atau
jompo. Sesuatu yang tidak bisa dielak dan menjadi kemestian bagi manusia
tidak perlu memberi hukum wajib, maka perintah Allah dalam ayat diatas
bukanlah wajib, jika bukan wajib maka ada 2 kemungkian hukum yang dapat
kita ambil, yaitu: sunnah atau mubah. Urusan makan atau minum ini adalah
bersifat keduniaan dan tidak dijanjikan ganjarannya jika melakukannya, maka
jika suatu amal yang tidak mendapat ganjaran maka hal itu termasuk dalam
hukum mubah.

https://fospi.wordpress.com/2008/07/22/mengenal-macam-macam-hukum-
di-syariat-islam/

5. Moral berasal dari kata latin mores yang berarti adat kebiasaan.1 Dalam kamus
besar bahasa Indonesia kata moral berarti “akhlak atau kesusilaan yang
mengandung makna tata tertib batin atau tata tertib hati nurani yang menjadi
pembimbing tingkah laku batin dalam hidup”. 2 Moral adalah suatu ajaran
wejangan-wejangan, patokan-patokan, kumpulan peraturan baik lisan maupun
tertulis tentang bagaimana manusia harus hidup dan bertindak agar menjadi
manusia yang baik.
Moralitas: ciri khas manusia yang tidak dapat ditemukan pada makhluk di bawah
tingkat manusia
• Keharusan alamiah dan keharusan moral
• Hukum moral tidak dijalankan “dengan sendirinya”
• Hukum moral merupakan semacam imbauan kepada kemauan manusia
• Hukum moral mengarahkan diri kepada kemauan manusia dengan
menyuruh dia untuk melakukan sesuatu
• Keharusan moral adalah kewajiban
• Moralitas selalu mengandaikan adanya kebebasan

Moral mengacu pada perilaku atau aturan perilaku di lingkungan tempat tinggal,
sementara etika mengacu pada studi tentang perilaku moral atau masalah moral,
sementara masalah etika dibahas secara lebih umum dan teoritis. Contoh
beberapa perilaku yang berhubungan dengan moral ada tiga, pertama nonmoral,
yang menggambarkan masalah-masalah yang berada di luar lingkup keprihatinan
moral. Kedua adalah amoral, yaitu perilaku yang tidak mempunyai kesadaran
moral, acuh tak acuh terhadap moralitas, tidak ada pendidikan moral, serta tidak
mengetahui perbedaan antara benar dan salah. Yang terakhir adalah bermoral
yaitu perilaku yang terpengaruh oleh prinsip moral, mengetahui mana yang
buruk atau salah.

Moralitas bisa dikatakan sebagai salah satu ciri khas manusia berwujud
kesadaran manusia akan tentang baik dan buruk, tentang yang boleh dilakukan
dan dilarang, serta tentang yang harus dilakukan dan tidak pantas dilakukan.
Dalam kehidupan sehari-hari, pembentukan moralitas pada diri seseorang
biasanya dipengaruhi oleh agama, filsafat, kelompok sosial, dan hati nurani.

Normatif juga merupakan cabang dari etika yang membuat penilaian tentang


kewajiban dan nilai, berusaha untuk menentukan standar-standar moral yang
tepat, apa yang harus kita ikuti sehingga tindakan kita dapat dikatakan baik atau
benar secara moral.

Jadi apabila disimpulkan, etika membantu kita untuk mengambil keputusan


tentang tindakan apa yang mau kita lakukan dalam situasi tertentu dalam hidup
kita sehari-hari. Selain itu etika juga membantu kita untuk membuat pilihan,
pilihan nilai dalam sikap dan perilaku kita dalam menentukan makna kehidupan.

https://sc.syekhnurjati.ac.id/esscamp/risetmhs/BAB358511441.pdf
https://www.kompasiana.com/satriopinandhito/552fc9246ea834ce398b466f/ke
mbali-mengingat-etika-dan-moral

Demikian jawaban diskusi saya, trimakasih dan mohon koreksian dan revisi dari
Ibu Nur Rahmawati dan teman-teman mahasiswa.

Salam

Alfian Ferdiansyah

(043252759)

Wassalamualaikum

Anda mungkin juga menyukai