Judul Buku
FIQIH DARAH WANITA
Penulis
Abdus Syakur, S.Ud
Editor
M. Hanif Mufti Al - Islam
Design Cover
Abu Abdillah Bagus
MUQODDIMAH .................................................................. - 3 -
-2-
MUQODDIMAH
ُِوََ ُُللُِه
َ ُاِع ْب ُد ِه
َ ِم َح َّم ًد َّ ِوأ،
ُ َن َ ُيكِلَه َ ُِوأَ ْش َه ُدِأَ ْن ََِلِإلَ َهِإ ََّلِاهلل،
َ ِو ْح َدهُ ََِلِ َشر َ ُيِلَه
َ َهاد
Segala puji hanya bagi Allah, kami memuji-Nya, memohon
pertolongan dan ampunan kepada-Nya, kami berlindung kepada Allah
dari kejahatan diri-diri kami dan kejelekan amal perbuatan kami.
Barangsiapa yang Allah beri petunjuk, maka tidak ada yang
menyesatkannya, dan barangsiapa yang Allah sesatkan maka tidak ada
yang dapat memberinya petunjuk. Aku bersaksi bahwasahnya tidak
ada ilah yang berhak diibadahi dengan benar kecuali Allah semata,
tidak ada sekutu bagi-Nya dan aku bersaksi Bahwasahnya Nabi
Muhammad -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- adalah hamba dan rasul-
Nya.
-3-
َ َِآمنُلاِاتَّ ُقلاِاللَّه َّ
ِ .ِم ْسلِ ُمل َن َ ِوََلِتَ ُملتُ َّنِإ ََّل
ُ ِوأَنْ تُ ْم َ ِحقَِّتُ َقاته َ ينَ {يَاِأَيُّ َهاِالذ
”Wahai oramg-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah
dengan sebenar-benarnya takwa kepada-Nya dan janganlah kamu mati
kecuali dalam keadaan muslim” 1
1
QS. Ali-Imran[3]:102
-4-
meminta, dan (peliharalah) hubungan kekeluargaan. Sesungguhnya
Allah selalu menjaga dan mengawasimu.” 2
َّ
َ صلِ ْح ِلَ ُك ْم ِأَ ْع َمالَ ُك ْم
ِِويَغْف ْر ْ ُُِدي ًداِي َ َِآمنُلاِاتَّ ُقلاِاللَّه
َِ ِوقُللُلاِقَ ْلًَل َ ينَ {يَاِأَيُّ َهاِالذ
ِ .يما
ً اِعظ َ ِوَم ْنِيُطعِاللَّ َه
َ ِوََ ُُللَهُِفَ َق ْدِفَ َازِفَ ْلًز َ لَ ُك ْمِذُنُلبَ ُك ْم
”Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kamu kepada
Allah dan ucapkanlah perkataan yang benar, niscaya Allah akan
memperbaiki amal-amalmu dan mengampuni dosa-dosamu. Dan
barangsiapa mentaati Allah dan Rasul-Nya, maka sungguh dia menang
dengan kemenangan yang besar”3
ِِصلىِاهللِعليهِوُلم-ِِالهديِهديِمحمد
ُ ِوخير،ِاهلل
َ فإنِخيرِالحدي َِّكتاب
ُ
ِكلِضَللةِفي
َّ ِو،ٌكلِبدعةِضَللة
َّ ِو،ٌكلِمحدثةِبدعة
َّ ِو،ِوشرِالملَِمحدثاتُها،
َّ -
ِ َالنا
2
QS. An-Nisaa'[3];1
3
QS. Al-Ahzab[33]:70-71
-5-
Shallallahu ‘alaihi wa sallam- (As-Sunnah). Seburuk-buruk perkataan
adalah perkataan yang diada-adakan (dalam agama), setiap yang diada-
adakan dalam agama adalah bid’ah, dan setiap bid’ah adalah sesat, dan
setiap kesesatan tempatnya di neraka.
4
QS. Al-Maidah: 3
-6-
dan manusia. Tiada yang halal kecuali apa yang ia halalkan,
tiada yang haram kecuali yang ia haramkan dan tiada agama
kecuali yang ia syariatkan. Segala sesuatu yang ia kabarkan
adalah benar, jujur tiada kedustaan, dan tiada penyelewengan
padanya…”
Lalu beliau (Ibnu Katsir) menyebutkan riwayat dari Ali
bin Abu Thalhah dari Ibnu Abbas bahwa beliau menafsirkan
ayat ini dan berkata, “Maksudnya Islam. Allah subhanahu wa
ta’ala telah mengabarkan kepada Nabi-Nya serta kaum
mukminin bahwa Allah subhanahu wa ta’ala telah melengkapi
iman untuk mereka sehingga mereka tidak butuh tambahan
senya. Allah subhanahu wa ta’ala tidak akan menguranginya
selamanya. Allah subhanahu wa ta’ala juga telah meridhainya
sehingga tidak akan marah kepadanya selamanya.”5
Kitab al-Ujab fi Bayanil Asbab. Ibnu Hajar mengatakan bahwa di antara orang-orang
5
tsiqah yang meriwayatkan dari Ibnu abbas yaitu … 3. Dari jalan Muawiyah bin Shalih
dari Ali bin Abi Thalhah dari Ibnu Abbas. Ali seorang yang shaduq dan jujur, tetapi
tidak berjumpa dengan Ibnu Abbas. Akan tetapi, dia mengambil dari para murid Ibnu
Abbas yang tsiqah. Oleh karena itu, al-Bukhari, Ibnu Abi Hatim, dan selain keduanya
bersandar pada lembaran catatannya.
-7-
Dari Ibnul Majisyun, Al-Imam Malik berkata, “Barang
siapa melakukan bid’ah dalam agama dan menganggapnya
baik, sungguh ia telah menganggap Muhammad berkhianat
terhadap risalah (Islam). Sebab, Allah telah berfirman,
ِِعلَْي ُك ْم
َ تُ ِوأَتْ َم ْم
َ ْتِلَ ُك ْمِدينَ ُك ْم
ُ الْيَ ْل ََِأَ ْك َمل
‘Pada hari ini, telah Kusempurnakan agama kalian.’6
Sesuatu yang pada saat itu bukan sebagai agama, pada
hari ini juga bukan sebagai agama.”7
Aisyah radhiallahu ‘anha berkata, “Barang siapa yang
beranggapan bahwa Muhammad shallallahu ‘alaihi wa
sallam menyembunyikan sesuatu yang telah Allah turunkan,
sungguh ia telah berdusta besar terhadap Allah. Padahal
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
6
QS.Al-Maidah: 3
7
Asy-Syathibi, Mukhtashar al-I’tisam hlm. 17
-8-
ُِِواللَّه َ ِْوإ ْنِلَ ْمِتَ ْف َع ْلِ ِفَ َماِبَلَّغ
َ ُت َِ َُالَتَه َك َ َِِّب
َ ك ِمِ ْن َ للِبَلِّ ْغ
َ ِماِأُنْز َلِإلَْي ُ ُُ اِالر
َّ يَاأَيُّ َه
َّ
َ كِم َنِالنَّاسِإ َّنِاللهَ ََِلِيَ ْهديِالْ َق ْل ََِالْ َكافر
ِين َ يَ ْعص ُم
‘Hai Rasul, sampaikanlah apa yang di turunkan kepadamu
dari Rabbmu. Dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan
itu, berarti), kamu tidak menyampaikan amanat-Nya. Allah
memelihara kamu dari (gangguan) manusia. Sesungguhnya Allah tidak
memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir.’8
Demikian pula Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika
berkhutbah di Arafah berkata di hadapan ribuan para
sahabatnya,
ُِ ِْه ْلِبَلَّغ
ِت َ ِاللَّ ُه َّم،ت
ُ َْه ْلِبَلَّغ
“Bukankah sudah kusampaikan?” Mereka pun menjawab, “Ya.”9
Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu mengangkat
tangannya ke langit dan menunjukannya pada mereka seraya
berkata,
ِِ«اللَّ ُه َّمِا ْش َه ْد:ال
َ َِق،ِنَ َع ْم:قَالُلا
8
QS.Al-Maidah : 67
9
HR.Bukhari, no.1739
-9-
“Wahai Allah, saksikanlah. Wahai Allah, saksikanlah. Wahai
Allah, saksikanlah.” 10
Dalam hadits yang lain beliau shallallahu ‘alaihi wa
sallam berkata,
ِ،ِماِيَ ْعلَ ُمهُِلَ ُه ْم
َ ىِخِْير َ ُاِعلَْيه ِأَ ْن ِيَ ُد َّل ِأ َُّمتَه
َِ َِعل َ إنَّهُِلَ ْم ِيَ ُك ْن ِنَب ٌّي ِقَ ْبليِإ ََّلِ َكا َن
َ ِح ًّق
10
HR.Bukhari, no.1739
11
HR. Muslim, no. 1844
- 10 -
“Tidaklah ada sesuatu pun yang mendekatkan kepada al-
jannah dan menjauhkan dari an-nar kecuali telah kuterangkan kepada
kalian.” 12
Abu Dzar radhiallahu ‘anhu bersaksi,
ِالس َماء ِإ ََّل
َّ ِ اح ْيه ِفي
َ َِجن َ ِو َُلَّ َم
َ ِوَماِيُ َح ِّر ُك ِطَائ ٌر، َ ُِصلَّىِاهلل
َ ِعلَْيه َ اِم َح َّم ٌد
ُ َلََق ْد ِتَ َرَكن
12
Mustadrak Al Hakim, no. 2136
13
Musnad Ahmad, no. 21361
- 11 -
pendapat para ulama dalam masalah ini. Dan hendaknya yang
menjadi sandaran dalam memperkuat dan memperlemah
pendapat dalam hal tersebut adalah dalil dari Kitab dan
Sunnah, karena keduanya merupakan sumber utama yang
menjadi landasan dalam beribadah, yang diperintahkan oleh
Allah subhanahu wa ta’ala kepada para hamba-Nya.
Diantara bentuk perbedaan beribadah kepada Allah antara
laki-laki dan wanita dalam hukum Islam adalah yang berkaitan
dengan darah kebisaan wanita. Dan ini adalah sebuah masalah
yang sangat penting diketahui oleh setiap muslimah, karena
berkaitan dengan hukum – hukum agama Islam terkhusus
berkaitan masalah sholat, puasa dll.
- 12 -
DARAH HAID
- 13 -
A. Darah Haid
1. DARAH HAID
Darah Kodrat Kewanitaan
2. Definisi Haid
Haid Menurut bahasa, haid berarti sesuatu yang mengalir.15
Menurut syar’i adalah darah yang terjadi pada wanita secara
alami, bukan karena suatu sebab dan terjadi pada waktu
tertentu.16
Jadi haid adalah darah normal, bukan disebabkan oleh
suatu penyakit, luka, keguguran atau kelahiran. Oleh karena
haid adalah darah normal, maka keluarnya darah haid berbeda
14
HR. Bukhari, 294
15
Shalih bin Abdul Aziz, Fiqih Muyassar,Riyadh: Daarul A’lamus Sunah hal.52, dan
Shalih Fauzan, Sentuhan Nilai Kefikihan untuk wanita beriman, hal.32
16
Shalih bin Abdul Aziz, Fiqih Muyassar,Riyadh,52, Syaikh Shalih Fauzan,
Sentuhan,32
- 14 -
sesuai kondisi, lingkungan dan iklimnya, sehingga terjadi
perbedaan yang nyata pada setiap wanita.
3. Ciri - ciri darah Haid
a) Merah pekat
b) Kehitam – hitaman
c) Kental
d) Bau menyengat / amis17
) ف
ُ َُ َل ُدِيُ ْع َر
ْ ِد ٌَِأ
َ ْح ْيض َ «إ َّن
َ ِد ََِال
18
17
Sayyid Sabiq, Shahih Fiqih Sunnah,206
18
HR.Abu Dawud dan Sunan An Nasai no.216 dishahihkan oleh Syaikh Al bani
19
Muhammad bin Shalih Utsaimin, Risalah fii Dimaait thabi’iiyah lilnisa,hal.5
- 15 -
Para ulama, berbeda pendapat tentang apakah ada batasan
tertentu bagi usia haid, di mana seorang wanita tidak
mendapatkan haid sebelum atau sesudah usia tersebut?
Itu semua dikembalikan pada kondisi, lingkungan dan
iklim yang mempengaruhinya kondisi wanita.
5. Masa Haid
Para ulama berbeda pendapat dalam menentukan masa
atau lamanya haid. Pada umum masa haidnya enam atau tujuh
hari dan paling lama lima belas hari.20
Adapun menetapkan umur tertentu dimana minimal
wanita mendapati haid atau menetapkan usia berapa
berakhirnya haid, juga menetapakan batasan minimal dan
maksimalnya, maka hal yang demikian tidak ada dalilnya.21
Padahal hal tersebut sangat perlu sekali dijelaskan pada
masa Nabi shallahu’alaihi wa sallam. Jika ada batasan secara
pasti dalam jangka waktu tertentu niscaya Nabi shallahu’alaihi
20
Shalih bin Abdul Aziz, Fiqih Muyassar,Riyadh: Daarul A’lamus Sunahhal.52
21
Al-Qowa’id wa Al-Furuq, hlm.169
- 16 -
wa sallam telah menjelaskanya dengan gamblang, karena ini
masalah yang penting dalam ibadah.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan bahwa tidak
ada batasan minimal dan maksimal lamanya haid. Selama
wanita melihat kebiasaan haidnya terus menurus, maka
dihukumi darah haid.22
Jadi menurut pendapat yang paling kuat, tidak ada batasan
minimal atau maksimal lamanya masa haid.
Firman Allah subhanahu wa ta'ala:
ِله َّن
ُ ُِوََلِتَ ِْق َرب
َ اءِفيِال َْمحيض َ ِه َلِأَذًىِفَا ْعتَزلُلاِالن
َ ِّس ُ ِعنِال َْمحيضِقُ ْل
َ كَ ََويَ ْسأَلُلن
ِين
َ َّلاب ُِّ َّ ِأ ََم َرُك ُم ِاللَّهُ ِإ َّن ِاللَّ َه ِيُح
َّ ب ِالت ُ ِح ْي ُ َُّر َن ِفَأْت
َ له َّن ِم ْن ْ َحتَّىِيَط ُْه ْر َن ِفَإذَاِتَطَه
ِين
َ بِال ُْمتَطَ ِّهر
ُّ َويُح
“Mereka bertanya kepadamu tentang haid. Katakanlah: “haid itu
adalah suatu kotoran”, oleh sebab itu, hendaklah kamu menjauhkan
diri dari wanita di waktu haid, dan janganlah kamu mendekati mereka,
sebelum mereka suci…” 23.
22
Majmu’ Fatawa 21/623
23
QS. Al-Baqarah : 222
- 17 -
Dalam ayat ini perintah untuk menjauhi wanita di masa
haidnya tidak diberikan batasan waktu tertentu. Intinya wanita
tersebut bisa disetubuhi jika telah suci. Sebab hukum dalam
ayat ada atau tidak adanya darah haid. Jika didapati darah haid,
maka tidak boleh menyetubuhi istrinya. Namun jika sudah suci
halal baginya menyetubuhi istrinya.
Diriwayatkan dalam shahih Muslim bahwa Nabi
Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada Aisyah
yang haid ketika dalam keadaan Ihram untuk umrah:
24
HR.Muslim,4/30 no.1211
25
HR. Bukhari, 3/5 no 1787
- 18 -
Dalam hadits ini, Nabi Muhammad Shallahu’alaihi
wasallam menjadi kesucian sebagai batas akhir larangan, bukan
suatu masa tertentu. Hal ini menunjukan, bahwa hukum
tersebut berkaitan dengan ada atau tidak adanya darah haid.
26
Muhammad bin Shalih Utsaimin, Risalah fii Dimaait thabi’iiyah lilnisa,hal.7
- 19 -
hukumnya tidak seperti hukum darah haid? ada perbedaan
pendapat di antara para ulama dalam masalah ini.27
Dan pendapat yang benar, bahwa darah tadi adalah darah
haid apabila terjadi pada wanita menurut waktu haidnya.
Sebab, pada prinsipnya, darah yang keluar dari rahim wanita
adalah darah haid selama tidak ada sebab yang menolaknya
sebagai darah haid. Dan tidak ada keterangan dalam Al Qur’an
maupun Sunnah yang menolak kemungkinan terjadinya haid
pada wanita hamil.28
Inilah pendapat Imam Malik dan As Syafi'i, juga menjadi
pilihan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah. 29
Adapun jika ditemui darah yang keluar dari wanita hamil,
hal ini mengandung beberapa kemungkinan :
1. Apabila wanita hamil mengeluarkan darah sesaat
sebelum melahirkan dua atau tiga hari dengan disertai
rasa sakit, maka darah tersebut adalah darah nifas.
27
Muhammad bin Shalih Utsaimin, Risalah fii Dimaait thabi’iiyah lilnisa,hal.9
28
Muhammad bin Shalih Utsaimin, Risalah fii Dimaait thabi’iiyah lilnisa,hal.9
29
Ikhtiyar, hal 30
- 20 -
Tetapi jika terjadi jauh hari sebelum kelahiran atau
mendekati kelahiran namun tidak disertai rasa sakit,
maka darah tersebut bukan darah nifas.
2. Jika bukan demikian, maka ada dua kemungkinan :
a) Jika darah keluar pada waktu haid tiap bulannya ,
maka itu adalah darah haid.
b) Jika tidak, maka itu adalah darah istihadhah, karena
pada dasarnya wanita hamil tidak haid.
30
Al Mausu’ah Al Fiqhiyah Al Kuwaitiyah: 23/278.
- 21 -
2. Berhentinya darah haid, bahkan jika seorang wanita
menempelkan kapas atau semacamnya pada tempat
keluarnya haid, kapas tersebut bersih tidak ada sisa
darah, flek kecoklatan atau kekuningan.
31
الص ْف َرةَِ بَ ْع َِد الطُّ ْهرِ َش ْيئًا
ُّ ُكنَّا ََِل نَعُ ُِّد الْ ُك ْد ََةَِ َو
31
HR. Abu Daud: 307 dan dishahihkan oleh Syeikh Albani
- 22 -
terhenti, jika sudah terhenti maka seorang wanita dianggap
sudah suci, meskipun setelahnya keluar cairan bening atau
tidak”. 32
32
Al Majmu’: 2/562
33
Asy Syarhul Mumti’: 3/379
- 23 -
A. Bertambah atau berkurangnya masa haid.
Misalnya, seorang wanita biasanya haid selama enam
hari, tetapi tiba-tiba haidnya berlangsung sampai tujuh
hari. Atau sebaliknya, biasanya haid selama tujuh hari,
tetapi tiba-tiba suci dalam masa enam hari.
B. Maju atau mundur waktu datangnya haid.
Misalnya, seorang wanita biasanya haid pada akhir bulan
lalu, tiba-tiba haid datang pada awal bulan. Atau
biasanya haid pada awal bulan, lalu tiba-tiba haid datang
pada akhir bulan.
Para ulama berbeda pendapat dalam menghukumi kedua
hal di atas. Namun pendapat yang benar, bahwa seorang
wanita jika mendapatkan darah (haid) maka dia dalam keadaan
haid dan jika tidak mendapatkannya berarti dia dalam keadaan
suci, meskipun masa haidnya melebihi atau kurang dari
kebiasaannya.34 Dan telah disebutkan dalam pasal terdahulu
dalil yang memperkuat pendapat ini, yaitu bahwa Allah telah
mengaitkan hukum-hukum haid dengan keberadaan haid.
34
Muhammad bin Shalih Utsaimin, Risalah fii Dimaait thabi’iiyah lilnisa,hal.10
- 24 -
Pendapat tersebut merupakan madzhab Imam Asy Syafi'i
dan menjadi pilihan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah. Pengarang
kitab Al Mughni pun ikut menguatkan pendapat ini dan
membelanya, ia berkata: “Andikata adat kebiasaan menjadi
dasar pertimbangan, menurut yang disebutkan dalam
madzhab, niscaya dijelaskan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
kepada umatnya dan tidak akan ditunda-tunda lagi
penjelasannya, karena tidak mungkin beliau menunda-nunda
penjelasan pada saat dibutuhkan. Istri-istri beliau dan kaum
wanita lainnya pun membutuhkan penjelasan itu pada setiap
saat, maka beliau tidak akan mengabaikan hal itu. Namun,
ternyata tidak ada riwayat yang menyatakan bahwa Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menyebutkan tentang adat
kebiasaan ini atau menjelaskannya kecuali yang berkenaan
dengan wanita yang istihadhah saja.35
35
Muhammad bin Shalih Utsaimin, Risalah fii Dimaait thabi’iiyah lilnisa,hal.10
- 25 -
C. Darah berwarna kuning atau keruh
Yakni seorang wanita mendapatkan darahnya berwarna
kuning seperti nanah atau keruh antara kekuning-
kuningan dan kehitam-hitaman. Jika hal ini terjadi pada
saat haid atau bersambung dengan haid sebelum suci,
maka itu adalah darah haid dan berlaku baginya hukum-
hukum haid. Namun jika terjadi sesudah masa suci,
maka itu bukan darah haid. Berdasarkan riwayat yang
disampaikan oleh ummu 'Athiyah Radhiyalluhu ‘Anha:
36
HR. Sunan Abu Dawud.
- 26 -
isyarat Al Bukhari umtuk memadukan antara hadits
Aisyah yang menyatakan, “sebelum kamu melihat lendir
putih” dan hadits Ummu Athiyah yang disebutkan
dalam bab ini, bahwa maksud hadits Aisyah adalah saat
wanita mendapatkan darah berwarna kuning atau keruh
pada masa haid. Adapun di luar masa haid, maka
menurut apa yang disampaikan Ummu Athiyah”.
37
Muhammad bin Shalih Utsaimin, Risalah fii Dimaait thabi’iiyah lilnisa,hal.11
- 27 -
Madzhab Imam Asy Syafi'i, menurut salah satu
pendapatnya yang paling shahih, bahwa hal ini masih
termasuk dalam hukum haid, pendapat ini pun menjadi
pilihan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dan pengarang
kitab Al Faiq, juga merupakan madzhab Imam Abu
Hanifah. Sebab, dalam kondisi seperti ini tidak
didapatkan lendir putih; kalaupun dijadikan sebagai
keadaan suci berarti yang sebelumnya adalah haid yang
sesudahnyapun haid, dan tak ada seorangpun yang
menyatakan demikian, karena jika demikian niscaya
masa iddah dengan perhitungan Quru’ (haid atau suci)
akan berakhir dalam masa lima hari saja. Begitu pula jika
dijadikan sebagai keadaan suci, niscaya akan
merepotkan dan menyulitkan karena harus mandi dan
lain sebagainya setiap dua hari; padahal syariat tidaklah
itu menyulitkan. Walhamdulillah.38
Adapun yang masyhur menurut madzhab pengikut
Imam Ahmad bin Hanbal, jika darah keluar berarti
38
Muhammad bin Shalih Utsaimin, Risalah fii Dimaait thabi’iiyah lilnisa,hal.11
- 28 -
darah haid dan jika berhenti berarti suci; kecuali apabila
jumlah masanya melampaui jumlah maksimal masa
haid, maka darah yang melampaui itu adalah darah
Istihadhah.39
Dikatakan dalam kitab Al Mughni: “jika berhentinya
darah kurang dari sehari maka seyogyanya tidak
dianggap sebagai keadaan suci. Berdasarkan riwayat
yang kami sebutkan berkenaan dengan nifas, bahwa
berhentinya darah yang kurang dari sehari tak perlu
diperhatikan. Dan inilah yang shahih, insyaallah. Sebab,
dalam keadaan keluarnya darah yang terputus-putus
(sekali keluar, sekali tidak) bila diwajibkan mandi bagi
wanita pada setiap saat berhenti keluarnya darah tentu
hal itu menyulitkan, 40padahal Allah subhanahu wa ta'ala
berfirman:
Atas dasar ini, berhentinya darah yang kurang dari sehari
bukan merupakan keadaan suci kecuali jika si wanita
39
Muhammad bin Shalih Utsaimin, Risalah fii Dimaait thabi’iiyah lilnisa,hal.11
40
Muhammad bin Shalih Utsaimin, Risalah fii Dimaait thabi’iiyah lilnisa,hal.11
- 29 -
mendapatkan bukti yang menunjukkan bahwa ia suci.
Misalnya, berhentinya darah tersebut pada akhir masa
kebiasaannya atau ia melihat lendir putih.41
41
Al Mughni, juz I, Hal: 355
42
Muhammad bin Shalih Utsaimin, Risalah fii Dimaait thabi’iiyah lilnisa,hal.12
- 30 -
DARAH NIFAS
B. Darah Nifas
1. Makna Nifas
Nifas adalah darah yang keluar dari rahim disebabkan
kelahiran, baik bersamaan dengan kelahiran itu, sesudahnya
atau sebelumnya (2 atau 3 hari) yang disertai rasa sakit.43
Sungguh telah bersepakat para ulama jika wanita sudah
mengetahui dia suci sebelum waktu 40 hari, maka dia wajib
mandi, sholat dan lain sudah dianggap suci.44
Para ulama berbeda pendapat tentang apakah masa nifas
itu ada batas minimal dan maksimalnya. Menurut Syaikh
Taqiyuddin dalam risalahnya "tentang sebutan yang dijadikan
kaitan hukum oleh pembawa syariat" hal. 37: “Nifas tidak ada
batas minimal maupun maksimalnya. Andaikata ada seorang
wanita mendapati darah lebih dari 40, 60 atau 70 hari dan
berhenti, maka itu adalah darah nifas. Namun jika berlanjut
terus maka itu adalah darah kotor, dan bila demikian yang
43
Sayyid Sabiq, Shahih Fiqih Sunnah,215
44
Sayyid Sabiq, Shahih Fiqih Sunnah,215
- 33 -
terjadi maka batasnya 40 hari, karena hal itu merupakan batas
umum sebagaimana dinyatakan oleh banyak hadits.
َ ُِصلَّىِاهلل
ِِعلَْيه َ َِ ُُللِالِلَّه
َِ ىِع ْهد
َ َِعل َ ِ« َكانَتِالنُّ َف:ت
َ ُساء ْ َُِلَ َمةَِقَال
َ َُِّ َع ْنِأ
45
HR. Abu Dawud no.307
- 34 -
Batas waktu maksimal terjadinya nifas adalah 40 hari.
Dihitung sejak hari pertama keluar darah saat
melahirkan. Jika darah berlanjut keluar melebihi 40
hari, maka dianggap suci.
Imam Tirmidzi mengatakan : Para ulama dari
kalangan sahabat Nabi Muhammad, tabi’in dan
generasi setelah mereka telah sepakat bahwa wanita –
wanita yang mengalami nifas, meninggalkan shalat
selama 40 hari. Kecuali apabila ia mendapatkan dirinya
suci sebelum waktu itu, maka dia mandi kemudian
suci.46
Nifas tidak dapat ditetapkan, kecuali jika si wanita
melahirkan bayi yang sudah berbentuk manusia, seandainya ia
mengalami keguguran dan janinnya belum jelas berbentuk
manusia maka darah yang keluar itu bukan darah nifas, tetapi
dihukumi sebagai darah penyakit. Karena itu yang berlaku
baginya adalah hukum wanita mustahadhah.
46
Hasyiah Raudhah Al Murbi’ 1/403
- 35 -
Minimal masa kehamilan sehingga janin berbentuk
manusia adalah 80 hari dihitung dari mulai hamil, dan pada
umumnya 90 hari.
- 36 -
HAL-HAL YANG DIHARAMKAN BAGI WANITA
HAID DAN NIFAS
C. Hal –hal yang diharamkan bagi wanita haid dan nifas
1. Larangan Shalat.
Diharamkan bagi wanita yang sedang haid mengerjakan
shalat, baik fardhu maupun sunnat dan jika ternyata
mengerjakan shalat, maka shalatnya tidak sah. Dan tidak
diperintahkan untuk mengqodho’nya waktu – waktu shalat
selama masa haid atau masa nifasnya.47
Sebagaumana Rasullullah bersabda :
ِِ«فَ َذلكِم ْن:ال
َ َِق،ِبَلَى:ْن
َ ص ِْم»ِقُل
ُ َِولَ ْمِت
َ ص ِّل
َ ُتِلَ ْمِت
ْ اض
َ اِح َ أَلَْي
َ َسِإذ
48
صانِدين َها
َ نُ ْق
“Bukankah apabila wanita haid tidak shalat dan puasa. Kami
mengatakan Ya Rasullullah berkata : yang demikian itu menunjukan
kurangnya akal kaum wanita.
ُتِفََلَِنَ ْف َعلُِه
ْ َصلىِاهللِعليهِوُلمِ–ِفََلَِيَأ ُْم ُرنَاِبهِ ِأ َْوِقَال
47
Sayyid Sabiq, shahih fiqih sunnah, hal 209
48
HR. Bukhari, no 308
- 38 -
“Apakah kami perlu mengqodho’ shalat kami ketika suci?”
‘Aisyah menjawab, “Apakah engkau seorang Haruri? Dahulu kami
mengalami haid di masa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam masih
hidup, namun beliau tidak memerintahkan kami untuk mengqodho’nya.
Atau ‘Aisyah berkata, “Kami pun tidak mengqodho’nya.”49
Tidak wajib baginya mengerjakan shalat kecuali jika ia
mendapatkan sebagian dari waktunya yang cukup untuk
mengerjakan satu rakaat sempurna, baik pada awal atau akhir
waktunya.
Contoh pada awal waktu, seorang wanita haid setelah
matahari terbenam tetapi ia sempat mendapatkan waktu
sebanyak satu rakaat dari waktunya. Maka wajib baginya
mengqadha shalat maghrib tersebut setelah suci, karena ia telah
mendapatkan sebagian dari waktunya yang cukup untuk satu
rakaat sebelum datangnya haid.50
Adapun contoh pada akhir waktu: seorang wanita suci dari
haid sebelum matahari terbit dan masih sempat mendapatkan
satu rakaat dari waktunya. Maka wajib baginya mengqadha
49
HR.Bukhari, no.321
50
Sayyid Sabiq, shahih fiqih sunnah, hal 210
- 39 -
shalat subuh tersebut setelah bersuci, karena ia masih sempat
mendapatkan sebagian dari waktunya yang cukup untuk satu
rakaat.
Namun jika wanita yang haid mendapatkan sabagian dari
waktu shalat yang tidak cukup untuk satu rakaat sempurna;
seperti kedatangan haid -pada contoh pertama– sesaat setelah
matahari terbenam, atau suci dari haid –pada contoh kedua–
sesaat sebelum matahari terbit, maka shalat tersebut tidak
wajib baginya. Berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam:
51
َّ نِالصَلَةِفَ َق ْدِأَ ْد ََ َك
ِِالصَلَ َة َ ِ َم ْنِأَ ْد ََ َك
َّ َِْك َعةًِم
“Barang siapa mendapatkan satu rakaat dari shalat, maka dia
telah mendapatkan shalat itu”.
Pengertiannya, siapa yang mendapatkan kurang dari satu
rakaat berarti tidak mendapatkan shalat tersebut.
Jika seorang wanita haid mendapatkan satu rakaat dari
waktu ashar, maka wajib baginya mengerjakan shalat dzhuhur
bersama ashar, atau mendapatkan satu rakaat dari waktu Isya’
51
Muttafaqun’alaihi
- 40 -
apakah wajib baginya mengerjakan shalat Maghrib bersama
Isya’ ?
Terdapat perbedaan pendapat di antara para ulama dalam
masalah ini. Dan yang benar, bahwa tidak wajib baginya kecuali
shalat yang didapatkan sebagian waktunya saja yaitu shalat
Ashar dan shalat Isya’, karena sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam:
52
ِص َر َ سِفَ َق ْدِأَ ْد ََ َك
ْ ِالع َّ ب
ُ ِالش ْم َ صرِقَ ْب َلِأَ ْنِتَغْ ُر
ْ نِالع َ َم ْنِأَ ْد ََ َك
َ َِْك َعةًِم
“Barang siapa mendapatkan satu rakaat dari shalat Ashar sebelum
matahari terbenam, maka dia telah mendapatkan shalat Ashar”.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak menyatakan “maka ia
telah mendapatkan shalat Dzhuhur dan Ashar” juga tidak
menyebutkan kewajiban shalat Dzhuhur baginya. Dan
menurut kaidah: seseorang itu pada prinsipnya bebas dari
tanggungan. Inilah madzhab Imam Abi Hanifah dan Imam
Malik53, ".
52
Muttafaqun Ilahi
53
Syarh Al Muhadzdzab juz III, hal. 70
- 41 -
2. Larangan Puasa
Diharamkan bagi wanita yang sedang haid berpuasa, baik
puasa wajib maupun sunnat, dan tidak sah puasa yang
dilakukannya. Akan tetapi ia berkewajiban mengqadha’ puasa
yang wajib, berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Aisyah
Radhiyallahu ‘anha:54
ِضاء
َ ِوَلَ ِنُِ ْؤَم ُر ِب َق
َ َِالص ْل
َّ ضاء
َ ِفَ نُ ْؤَم ُر ِب َق-تعني ِالحيض-ِ ك
َ ِ َكا َن ِيُص ْيبُ نَا ِذَل
55
ِالصَلَة
َّ
“Ketika kami mengalami haid, diperintahkan kepada kami
mengqadha’ puasa dan tidak diperintahkan mengqadha’ shalat..
َِِوَل ٍ
َ َص ْل
َّ ضاء ِال
َ ك ِفَ نُ ْؤَم ُر ِب َق
َ تِ َكا َن ِيُصيبُ نَاِ َذل
ْ ََل ِقَال
ُ َُأ
ْ ِولَكنِّىِأ
َ ت ِب َح ُروَيَّة
ُ لَ ْس
ِالصَلَة
َّ ضاء
َ نُ ْؤَم ُرِب َق
‘Kenapa gerangan wanita yang haid mengqadha’ puasa dan tidak
mengqadha’ shalat?’ Maka Aisyah menjawab, ‘Apakah kamu dari
54
Sayyid Sabiq, shahih fiqih sunnah, hal 210
55
HR.Muslim, no. 260
- 42 -
golongan Haruriyah? ‘ Aku menjawab, ‘Aku bukan Haruriyah, akan
tetapi aku hanya bertanya.’ Dia menjawab, ‘Kami dahulu juga
mengalami haid, maka kami diperintahkan untuk mengqadha’ puasa
dan tidak diperintahkan untuk mengqadha’ shalat’.”56
56
HR. Muslim no. 335
- 43 -
ِ 57ل
ِْ اءِفَلْتَ غْتَس
َ ِالم
َ َِأَت
َ ِإذَاِه َي،نَ َع ْم
"Ya, jika wanita itu melihat adanya air maka mandilah”.
3. Larangan Thawaf.
Diharamkan bagi wanita yang sedang haid melakukan
thawaf di Ka’bah, baik yang wajib maupun sunnah, dan tidak
sah thawafnya, berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam kepada Aisyah:58
57
HR.Tirmidzi, no.122
58
Shalih bin Abdul Aziz, Fiqih Muyassar, hal.53
- 44 -
َ اجِغَْي َرِأَ ْنَِلَِتَطُْلف ْيِبالبَ ْيت
ِحتَّيِتَط ُْهري ُّ ِالح
َ ِماِيَ ْف َع ُل
َ ِافْ َعل ْي
59
59
HR. Bukhari, No.1650
- 45 -
Sahabat Jabir bin Abdillah radhiyallahu
‘anhuma menceritakan kejadian yang dialami Asma’ bintu
Umais, istrinya Abu Bakr as-Shiddiq radhiyallahu ‘anhuma,
pada saat rombongan haji bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam tiba di Dzulhulaifah (Bir Ali). Jabir menceritakan,
اُتَثْفرى
ْ ا ْغتَسلى َو: ََِصنَ ُِع قَال َِ َك ْي- صلى اهلل عليه وُلم-ِإلَى ََ ُُللِ اللَّه
ْ فأ
60
HR. Muslim, no.3009
- 46 -
Meskipun hadist Asma’ bintu Umais terkait orang nifas,
namun ini berlaku untuk wanita haid, karena hukumnya sama
dengan sepakat ulama.
Dalil lain bolehnya ihram dalam kondisi haid adalah
peristiwa yang dialami A’isyah radhiyallahu ‘anha. Beliau
menceritakan perjalanan hajinya bersama Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam. “Kami berangkat dengan niat haji. Ketika
sampai di daerah Saraf, aku mengalami haid.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menemuiku sedang
nangis.”“Kamu kenapa? Apa kamu haid?” tanya
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. “Benar.” Jawab A’isyah.
Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
61
HR. Bukhari,No 294, Muslim, no.2976.
- 47 -
Dalam riwayat Muslim terdapat tambahan,
62
HR. Muslim, no 2996.
- 48 -
Suci dari hadats, dan najis serta memakai pakaian adalah
syarat sah thawaf menurut pendapat yang masyhur dari Imam
Ahmad. Dan ini pendapat Malik dan as-Syafi’i.63
Jika ternyata haid tidak berhenti sampai batas akhir dia di
mekah, apa yang harus dilakukan? Para ulama memberikan
rincian
1. Jika memungkinkan baginya untuk kembali ke Mekah
setelah suci, maka dia tetap ihram, lalu pulang. Dan
setelah suci, dia kembali lagi ke Mekah untuk thawaf
dan sa’i. Ini berlaku untuk mereka yang tinggal tidak
jauh dari Mekah.
2. Jika tidak memungkinkan baginya untuk kembali ke
Mekah, seperti jamaah umrah Indonesia, maka dia bisa
thawaf dan sa’i sebelum meninggalkan Mekah,
meskipun dalam kondisi haid.
63
Al-Mughni, 3/397
- 49 -
Allah berfirman,
64
QS. at-Taghabun: 16
65
QS. al-Baqarah: 286.
- 50 -
wudhu. Dan jika tidak ada badalnya, maka gugur tanggung
jawab itu.
Sementara suci dari haid adalah syarat sah thawaf.
Sehingga ketika ini tidak bisa dihilangkan karena tidak
berhenti, maka gugur tanggung jawab dia menunggu suci haid.
Ketika Ibnul Qoyim menjelaskan kaidah ini, beliau
mengatakan,
؛ إذ غايته-َ بل يلافقها – كما تقد،ليس في هذا ما يخالف قلاعد الشرع
حراَ مع ضروَة
66
I’lam al-Muwaqqi’in, 3/20
- 51 -
4. Larangan Thawaf wada’
Jika seorang wanita mengerjakan seluruh manasik haji dan
umrah, lalu datang haid sebelum keluar untuk kembali ke
negerinya dan haid ini terus berlangsung sampai batas waktu
pulang, maka ia boleh berangkat tanpa thawaf wada’. Dasarnya
hadits Ibnu ‘Abbas Radhiyallahu ‘anhuma:
67
ِِالحائض
َ ِعن َ ِخ ِّف
َ ف ُ ُِع ْهده ْمِبالبَ ْيتِإَلَِّأَنَّه
َ َّاسِأَ ْنِيَ ُك ْل َنِآخ َر
ُ أُم َرِالن
“Diperintahkan kepada jamaah haji saat-saat terakhir bagi
mereka berada di baitullah (melakukan thawaf wada’), hanya saja hal
ini tidak dibebankan kepada wanita yang sedang haid.”
67
Muttafaqun ‘alah
- 52 -
“Agar keluar para gadis, perawan dan wanita haid… tetapi wanita
yang sedang haid menjahui tempat shalat” 68
ِِوََِل
َ اء ِفي ِال َْمحيض َ ِه َل ِأَذًى ِفَا ْعتَزلُلا ِالن
َ ِّس ُ ِعن ِال َْمحيض ِقُ ْل
َ كَ ََويَ ْسأَلُلن
68
Muttafaqun ‘alaih
69
QS. Al Baqarah : 222
- 53 -
dari wanita di waktu haid dan janganlah kamu mendekati mereka
sebelum mereka suci…" .
Yang dimaksud dengan “ " المحيضdalam ayat di atas
adalah waktu haid atau tempat keluarnya darah haid, yaitu: farji
(vagina).
Imam Nawawi rahimahullah berkata, “Kaum muslimin
sepakat akan haramnya menyetubuhi wanita haid berdasarkan
ayat Al Qur’an dan hadits-hadits yang shahih.”70
Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, “Menyetubuhi wanita
nifas adalah sebagaimana wanita haid yaitu haram berdasarkan
kesepakatan para ulama.” 71
Allah Ta’ala berfirman,
ِاءِفيِال َْمحيض
72
َ ِّس
َ فَا ْعتَزلُلاِالن
“Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari
(hubungan intim dengan) wanita di waktu haid.”
70
Al Majmu’, 2: 359
71
Majmu’ Al Fatawa, 21: 624
72
QS. Al Baqarah: 222
- 54 -
Imam Nawawi berkata, “Mahidh dalam ayat bisa bermakna
darah haid, ada pula yang mengatakan waktu haid dan juga ada
yang berkata tempat keluarnya haid yaitu kemaluan. … Dan
menurut ulama Syafi’iyah, maksud mahidh adalah darah haid.73”
Dalam hadits disebutkan,
-ِىِم َح َّم ٍِد َ ىِدبُرَهاِأ َْوِ َكاهنًاِفَ َق ْدِ َك َف َرِب َماِأُنْز َل
ُ َِعل ُ ِام َرأَ ًةِف
ْ ضاِأَو َ ََم ْنِأَت
ً ىِحائ
-صلىِاهللِعليهِوُلم
73
Al Majmu’, 2: 343
74
HR. Tirmidzi no. 135, Ibnu Majah no. 639.
- 55 -
ٍ
َ اصنَ عُلاِ ُك َّلِ َش ْىءِإَلَِّالنِّ َك
ِاح ْ
“Lakukanlah segala sesuatu (terhadap wanita haid) selain jima’
(di kemaluan).” 75
Dalam riwayat yang muttafaqun ‘alaih disebutkan,
ِللِاللَّهِ–ِصلىِاهلل
ُ ُُ َِ
َ اد
َ َََ ِفَأ،ِضا
ً ِحائ
َ تْ َتِإ ْح َدانَاِإذَاِ َكان
ْ َتِ َكان
ْ َشةَِقَال
َ ِعائ
َ َع ْن
ِت
ْ َضت َهاِثُ َّمِيُبَاش ُرَهاِ ِقَال َ َِأ ََم َرَهاِأَ ْنِتَتَّزََِفىِفَ ْل،ِعليهِوُلمِ–ِأَ ْنِيُبَاش َرَها
َ ِح ْي
75
HR. Muslim no. 302)
76
HR. Bukhari no. 302 dan Muslim no. 293
- 56 -
Imam Nawawi menyebutkan judul bab dari hadits di atas,
“Bab mencumbu wanita haid di atas sarungnya”. Artinya di
selain tempat keluarnya darah haid atau selain kemaluannya.
77
QS. Al Waqi’ah: 79
78
HR. Al Hakim dalam Al Mustadroknya, beliau mengatakan bahwa sanad hadits ini
shahih
- 57 -
Bagaimana dengan membaca Al Qur’an? Para ulama
empat madzhab sepakat bolehnya membaca Al Qur’an bagi
orang yang berhadats baik hadats besar maupun kecil selama
tidak menyentuhnya. Syaikh Ibnu Baz rahimahullah berkata,
“Diperbolehkan bagi wanita haid dan nifas untuk membaca Al
Qur’an menurut pendapat ulama yang paling kuat. Alasannya,
karena tidak ada dalil yang melarang hal ini. Namun,
seharusnya membaca Al Qur’an tersebut tidak sampai
menyentuh mushaf Al Qur’an. Kalau memang mau
menyentuh Al Qur’an, maka seharusnya dengan menggunakan
pembatas seperti kain yang suci dan semacamnya (bisa juga
dengan sarung tangan, pen). Demikian pula untuk menulis Al
Qur’an di kertas ketika hajat (dibutuhkan), maka
diperbolehkan dengan menggunakan pembatas seperti kain
tadi.”79
79
Majmu’ Fatawa Ibnu Baz, 10: 209-210
- 58 -
ِصلاِالْع َّد َة
ُ َح ُ اءِفَطَلِّ ُق
َ له َّنِلع َّدته َّن
ْ ِوأ َّ
َ ِّس
َ يَاأَيُّ َهاِالنَّب ُّيِإذَاِطَل ْقتُ ُمِالن
“Hai Nabi, apabila kamu menceraikan istri-istrimu maka
hendaklah kamu ceraikan mereka pada waktu mereka dapat
(menghadapi) iddahnya ( yang wajar)".80
Maksudnya, istri-istri itu ditalak dalam keadaan dapat
menghadapi iddah yang jelas. Berarti mereka tidak ditalak
kecuali dalam keadaan hamil atau suci sebelum digauli. Sebab
jika seorang istri ditalak dalam keadaan haid, ia tidak dapat
menghadapi iddahnya karena haid yang sedang dialami pada
saat jatuhnya talak itu tidak dihitung termasuk iddah.
Sedangkan jika ditalak dalam keadaan suci setelah digauli,
berarti iddah yang dihadapinya tidak jelas karena tidak dapat
diketahui apakah ia hamil karena digauli tersebut apakah tidak
hamil, jika ia hamil, maka iddahnya dengan kehamilan, dan jika
tidak hamil maka iddahnya dengan haid. Karena belum dapat
dipastikan jenis iddahnya, maka diharamkan bagi suami
mentalak istrinya sehingga jelas permasalah tersebut.
80
At Thalaq : 1
- 59 -
Jadi mentalak istri yang sedang haid haram hukumnya.
Berdasarkan ayat diatas dan hadits dari Ibnu Umar yang
diriwayatkan dalam shahih Al Bukhari dan Muslim serta kitab
hadits lainnya, bahwa ia telah menceraikan istrinya dalam
keadaan haid, maka Umar (bapaknya) mengadukan itu kepada
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, Maka Nabipun marah dan
bersabda:
ِك
َ اءِأ َْم َس
َ ضِثُ َّمِتَط ُْه َرِثُ َِّمِإ ْنِ َش
َ اِحتَّىِتَط ُْه َرِثُ َّمِتَح ْي
َ ِ ُم ْرهُِفَ لْيُ َراج ْع َهاِثُ َّمِليُ ْمس ْك َه
ِْك ِالع َّدةُ ِالَّتي ِأ ََم َر ِاهلل ِأَ ْنِ تُطَلَّ َق ِلَ َها َّ اء ِطَلَّ َق ِقَ ْب َل ِأَ ْن ِيَ َم
َ ِ ِفَتل،س َ ِوإ ْن ِ َش
َ ،بَ ْع ُد
ُاء
ِ ِّس
َ الن
81
81
HR. Bukhari, no.5251
- 60 -
mentalaknya secara syar’i sesuai dengan perintah Allah
subhanahu wa ta'ala dan Rasul-Nya. Yakni, setelah merujuk
istrinya hendaklah ia membiarkannya sampai suci dari haid
yang dialaminya ketika ditalak, kemudian haid lagi, setelah itu
jika ia menghendaki dapat mempertahankannya atau
mentalaknya sebelum digauli.
Dalam hal diharamkannya mentalak istri yang sedang haid,
ada tiga masalah yang dikecualikan:
1. Jika talak terjadi sebelum bersenggama dengan istri atau
sebelum menggaulinya (dalam keadaan pengantin baru
misalnya) maka boleh mentalaknya dalam keadaan haid.
Sebab dalam kasus demikian, istri tidak terkena iddah.
Maka talak tersebut tidak menyalahi firman Allah
subhanahu wa ta'ala:
ِصلاِالْع َّد َة
ُ َح ُ اءِفَطَلِّ ُق
َ له َّنِلع َّدته َّن
ْ ِوأ َّ
َ ِّس
َ يَاأَيُّ َهاِالنَّب ُّيِإ َذاِطَل ْقتُ ُمِالن
“…Maka hendaklah kamu ceraikan mereka pada waktu
mereka dapat (menghadapi) iddahnya (yang wajar).82
82
At Thalaq : 1
- 61 -
2. Jika haid terjadi dalam keadaan hamil, sebagaimana yang
telah dijelaskan sebabnya pada pasal terdahulu.
3. Jika talak tersebut atas dasar iwadh (penggantian) maka
boleh bagi suami menceraikan istrinya dalam keadaan
haid.
Misalnya terjadi percekcokan dan hubungan yang tidak
harmonis lagi antara suami dan istri. Lalu si istri meminta
suami agar mentalaknya dan suami mendapat ganti rugi
karenanya, maka hal itu, sekalipun istri dalam keadaan haid
boleh, berdasarkan hadits dari Ibnu Abbas Radhiyallahu 'anhu:
َ يِخلُ ٍق
َ ِوَلَِدي ٍن
ُِِولَكِنِّيِأَ ْك َره، ُ ِعلَْيه ِف
َ بُ ِماِأَ ْعت،
َ س ُ ِثَاب،لل ِاللَّه
ٍ ت ِبْ ُن ِقَ ْي َ ُُ َِا
َ َي
ِِعلَْيه
َ ِّين َّ َ ِعلَْيه
َ ُِصلَّى ِاهلل
َ لل ِاللَّه
َ ِ«أَتَ ُرد:ِو َُل َم ُ ُُ َِ
َ ال
َ ِفَ َِق،ََال ُك ْف َر ِفي ِاْل َُْل
ٍِ َِّعب
))»اس َ ِِ«َلَِيُتَابَ ُعِفيه:لِع ْبدِاللَّه
َ ِع ْنِابْن َ ََوطَلِّ ْق َهاِتَطْلي َق ِةً»ِق
َ ُالِأَب
“Bahwa istri Tsabit bin Qais bin Syammas datang kepada Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam dan berkata: “ Ya Rasulullah, sungguh
aku tidak mencelanya dalam akhlak maupun agamanya, tetapi aku
- 62 -
takut akan kekafiran dalam Islam” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
bertanya: “ Maukah kamu mengembalikan kebunnya kepadanya?
Wanita itu menjawab: “Ya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda: (kepada suaminya): “Terimalah kebun itu, dan ceraikanlah
ia"83
Dalam hadits tadi, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak
bertanya apakah si istri sedang haid atau suci. Dan karena talak
ini dibayar oleh pihak istri dengan tebusan atas dirinya maka
hukumnya boleh dalam keadaan apapun, jika memang
diperlukan.
Dalam kitab Al mughni disebutkan tentang alasan
dibolehkannya khulu’ (cerai atas permintaan istri dengan
tebusan) dalam keadaan haid: “Dilarangnya talak dalam
keadaan haid karena adanya madharat (bahaya) bagi istri
dengan menunggu lamanya masa iddah. Sedang khulu’ adalah
untuk menghilangkan madharat (bahaya) bagi si istri
disebabkan adanya hubungan yang tidak harmonis dan sudah
tidak tahan tinggal bersama suami yang dibenci dan tidak
disenanginya. Hal ini tentu lebih besar madharatnya bagi si istri
83
HR. Bukhari, no.5273
- 63 -
daripada menunggu lamanya masa iddah, maka diperbolehkan
menghindari madharat yang lebih besar dengan menjalani
sesuatu yang lebih ringan madharatnya. Karena itu Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak bertanya kepada wanita yang
meminta khulu’ tentang keadaannya.
Dan dibolehkan melakukan akad nikah dengan wanita
yang sedang haid, karena hal itu pada dasarnya adalah halal.
Dan tidak ada dalil yang melarangnya, namun perlu
dipertimbangkan bahwa suami tidak diperkenankan
berkumpul dengan istri yang sedang dalam keadaan haid. Jika
tidak dikhawatirkan akan menggauli istri yang sedang haid
tidak apa-apa. Sebaliknya, jika dikhawatirkan maka tidak
diperkenankan berkumpul dengannya sebelum suci untuk
menghindari hal-hal yang dilarang.
- 64 -
mengalami haid dan tidak hamil, hal ini berdasarkan pada
firman Allah subhanahu wa ta'ala:
ٍ اتِي ت ربَّصنِبأَنْ ُفسه َّنِثَََلثَةَِقُر
ِوء َّ
ُ َ ْ َ َ َ ُ َوال ُْمطَل َق
“Wanita-wanita yang ditalak hendaklah menahan diri
(menunggu) tiga kali quru’"84
Tiga kali quru’ artinya tiga kali haid. Tetapi jika istri dalam
keadaan hamil maka iddahnya ialah sampai melahirkan, baik
masa iddahnya itu lama maupun sebentar. Berdasarkan firman
Allah subhanahu wa ta'ala:
84
QS.Al Baqorah ;228
85
QS. At Thalaq: 4
- 65 -
َّ ِو
ِالَلئي َ ِاَتَ ْبتُ ْم ِفَع َّدتُ ُه َّن ِثَََلثَةُِأَ ِْش ُه ٍر
ْ سائ ُك ْم ِإن َّ َو
َ الَلئيِيَئ ْس َن ِم َن ِال َْمحيض ِم ْن ِن
ِض َن
ْ لَ ْمِيَح
“Dan perempuan-perempuan yang putus asa dari haid di antara
istri-istrimu jika kamu ragu-ragu (tentang masa iddahnya) maka iddah
mereka adalah tiga bulan, dan begitu (pula) perempuan-perempuan yang
tidak haid …"86
Jika si istri termasuk wanita yang masih mengalami haid,
tetapi terhenti haidnya karena suatu sebab yang jelas seperti
sakit atau menyusui, maka ia tetap dalam iddahnya sekalipun
lama masa iddahnya sampai ia kembali mendapati haid dan
beriddah dengan haid itu. Namun jika sebab itu sudah tidak
ada, seperti sudah sembuh dari sakit atau telah selesai dari
menyusui sementara haidnya tak kunjung datang, maka
iddahnya satu tahun penuh terhitung mulai dari tidak adanya
sebab tersebut. Inilah pendapat yang shahih yang sesuai
dengan kaidah-kaidah syar’iyah. Dengan alasan, jika sebab itu
sudah tidak ada sementara haid tak kunjung datang maka
wanita tersebut hukumnya seperti wanita yang terhenti haidnya
86
QS. At Thalaq : 4
- 66 -
karena sebab yang tak jelas; maka iddahnya yaitu satu tahun
penuh dengan perhitungan, sembilan bulan sebagai sikap hati-
hati untuk kemungkinan hamil (karena masa kehamilan pada
umumnya 9 bulan) dan tiga bulan masa iddahnya.
Adapun jika talak terjadi setelah akad nikah sedang sang
suami belum mencampuri dan menggauli istrinya, maka dalam
hal ini tidak ada iddahnya sama sekali, baik dalam keadaan haid
maupun yang lain. Berdasarkan firman Allah subhanahu wa
ta'ala:
87
QS. Al Ahzaab: 49
- 67 -
10. Kewajiban mandi
Wanita yang lagi haid, jika telah suci wajib mandi dengan
membersihkan seluruh badannya, berdasarkan sabda Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada Fathimah binti Abi Hubaisy:
ِصلِّ ْي
َ ِو ْ ِوإ َذاِأَ ْدبَ َر،
َ تِفَا ْغتَسل ْي َ يِالصَلَ َة
َّ ضةُِفَ َدع
َ تِالح ْي
َ َإ َذاِأَقْبَ ل
“Bila kamu kedatangan haid maka tinggalkan shalat, dan bila telah
suci mandilah dan kerjakan shalat"88
Kewajiban minimal dalam mandi yaitu membasuh seluruh
anggota badan dengan air sampai bagian kulit yang ada di
bawah rambut. Yang lebih utama, adalah sebagaimana
disebutkan dalam hadits nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tatkala
ditanya oleh Asma' binti sahl tentang mandi haid, beliau
bersabda:
ِىَِأُْ َها
َ َِعل
َِ ب ُ َِثُ َّم ِت،ََاِوُ ْد َََهاِفَتُطَ ِّه َر ِفَ تُ ْحس َن ِالطُّ ُه ْل
ُّ ص َ اء َه
َ ْخ ُذ ِإ ْحدا ُك َّن ِ َم
ُ ِتَأ
ِْخ ُذ
ُ ِثُ َّمِتَأ،اء
َ الم
َ ِعلَْي َها
َب ُ َِثُ َّمِت،َِأْسِ َها
ُّ ص َ ِحتَّىِتَ ْب لُ َغِ ُش ُؤْو َن،ا َ ُفَتُ َدلِّ ُكه
َ ِدلْ ًكاِ َشديْ ًد
88
HR. Al Bukhari
- 68 -
ِف
َ ِ َك ْي:َُُ َماء
ْ تِأ
ْ َِفَِ َقال،ِفَتُطَ ِّهرِب َها-ك ٍ َيِقط َْعةَِقُ َّم
ٌِ اشِف ْي َهاِم ْس ْ ِأ-ِمس َكة
َ ِم
ُ ًصة
َ فُ ْر
َّ تَ ْتبَع ْي َنِأَثَ َر:ش ةُِلَ َها
َِِالد َ ِعائ
َ تْ َِفَ َقال،ُِ ْب َحا َنِاهلل:
ُ الَ تُطَ ِّه ُرِب َها؟ِفَ َق
“Hendaklah seseorang di antara kamu mengambil air dan daun
bidara lalu berwudhu dengan sempurna, kemudian mengguyurkan air ke
bagian atas kepala dan menggosok-gosokkannya dengan kuat sehingga
merata ke seluruh kepalanya, selanjutnya mengguyurkan air pada
anggota badannya, setelah itu, mengambil sehelai kain yang ada
pengharumnya untuk bersuci dengannya. Asma’ bertanya:” bagaimana
bersuci dengannya? Nabi menjawab: “Subhanallah”. Maka Aisyah
menerangkan dengan berkata:” Ikutilah bekas-bekas darah”.89
89
HR Muslim
- 69 -
ٍ
ِالجنَابَة؟
َ ِوَ ضة
َ ْح ْي
َ ِلل:؟ِوفيََِِوايَة
َ ِالجنَابَة ُ َِأُْ ْيِأَفَأَنْ ُق
َ ضهُِلغُ ْسل ْ إنِّ ْي
َ ِام َرأَةٌِأَ ُش ُّدِ َش ْع َر
ٍ ثِحثَي َ ِ((َِلَِإنَّ َماِيَ ْكف ْيكِأَ ْنِتَ ْحث:ال
ِاتِثُ َّمِتُف ْيضِ ْي َِن َعلَْيكَ َ َ َىَِأُْكِثََل
َ َيِعل َ فَ َق
90
HR. Muslim, no.330
- 70 -
Ada di antara kaum wanita yang suci di tengah-tengah
waktu shalat tetapi menunda mandi pada waktu lain, dalihnya:
“tidak mungkin dapat mandi dengan sempurna pada waktu
sekarang ini”. Akan tetapi ini bukan alasan ataupun halangan,
karena boleh baginya mandi sekedar untuk memenuhi yang
wajib dan melaksanakan shalat pada waktunya. Apabila
kemudian ada kesempatan lapang, barulah ia dapat mandi
dengan sempurna.
- 71 -
HAL-HAL YANG DIBOLEHKAN BAGI WANITA
HAID DAN NIFAS
- 72 -
D. Hal – hal Dibolehkan Bagi Wanita Haid dan Nifas.
1. Membaca dzikir
2. Takbir
3. Tasbih
4. Tahmid
5. Bismillah ketika hendak makan atau pekerjaan
6. Membaca Hadits
7. Do’a
8. Mendengarkan Al Qur’an
9. Sujud Tilawah
10. Menghadiri ke tanah lapang shalat I’ed91
Ketika mengikuti haji wada’ Aisyah mengalami haid.
Diapun menangis karena takut tidak bisa melakukan manasik
haji. Melihat istrinya menangis, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam menghiburnya dan memberikan panduan kepadanya,
91
Kamal bin As Sayyid, hal.213-215
- 73 -
“Lakukanlah segala sesuatu yang dilakukan orang yang berhaji
selain dari melakukan thawaf di Ka’bah hingga engkau suci.” 92
Dalam Fatawa Syabakah Islamiyah dinyatakan,
ِِومثلِالذكرِ ِوالدعاء،ومِنِالمعللَِِأنِالحاجِيقلَِبِكثيرِمِنِالذكاَِِمثلِالتلبية
ِِوالذكرِوالدعاء،َِوالدعاءِبعدِالرميِمنِالجما،ِوالذكرِفيِأياَِمنى،ِفيِعرفة
َفيِالمشعرِالحرا
92
HR. Bukhari no. 305 dan Muslim no. 1211)
93
Fatawa Syabakah Islamiyah, no. 34948
- 74 -
Imam Ibnu Baz mengatakan,
الحائضِمشروعٌِِلهاِماِيشرعِلغيرهاِمِنِذكرِِاهللِعزِوجلِ،تسبيحهِوتحميدهِ
ُِ
وتهليلهِوتكبيرهِ،واَلُتغفاَِوالتلبةِوُماعِالقرآنِممنِيتللهِ،وُماعِالعلمِ
والمشاَكةِفيِحلقاتِالعلمُِ،ماعِماِيذاعِمنِحلقاتِالعلمِ،وحلقاتِ
القرآنِواَلُتفادةِمنِذلكِ،مثلِغيرهن
تطلفيِفيِالبيتِحتىِتطهري)ِفأمرهاِالمرأةِأنِتفعلِمثلِماِيفعلهِالحجاجِ
منِالتلبيةِ،والذكرِ،وُائرِاللجلهِالشرعيةِماِعداِالطلافِ،فدلِذلكِعلىِ
أنهاِمثلِغيرهاِ،ترميِالجماَِ،تلبيِ،تذكرِاهللِ،تسبحِ،تحمدِ،تهللِ،تستغفر
- 75 -
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda tentang wanita
haid: ” Lakukanlah segala sesuatu yang dilakukan orang yang
berhaji selain dari melakukan thawaf di Ka’bah hingga engkau
suci.”
Beliau memerintahkan wanita haid untuk melakukan
kegiatan sebagaimana yang dilakukan jamaah haji lainnya,
berupa talbiyah, dzikir, atau amal sunah lainnya, selain thawaf.
Ini menunjukkan bahwa wanita haid, statusnya seperti yang
lainnya. Dia melempar jumrah, melantunkan talbiyah,
berdzikir, bertasbih, bertahmid, tahlil, atau beristighfar.94
94
http://www.ibnbaz.org.sa/mat/10970
- 76 -
DARAH ISTIHADHAH
E. Darah Istihadhah
1. Makna Istihadhah.
Darah istihadhah, (Arab, )إستحاضةadalah darah yang keluar
dari farji (vagina) perempuan di luar kebiasaan bulanan (darah
haid) dan bukan karena sebab kelahiran (darah nifas).
Istihadlah adalah darah penyakit yang menimpa sebagian
wanita. Darah istihadoh kadang berbeda dengan darah haid,
tapi kadang serupa. Tipe darah yang sama dapat disebut darah
haid apabila terjadi pada hari-hari haid, dan dapat disebut
sebagai darah istihadah apabila terjadi di luar waktu keluarnya
darah haid.
Istihadhah adalah keluarnya darah terus-menerus pada
seorang wanita tanpa henti sama sekali atau berhenti sebentar
seperti sehari atau dua hari dalam sebulan95.
95
Kamal bin As Sayyid, Shahih Fiqih Sunnah,206
- 78 -
ُِِصِلَّىِاهلل
َ للِاللَّه
ُ ُُ َِ
َ ال
َ ِفَ َق،َِالصَلَة َ ِِّإن،للِاللَّه
َّ ُيَِلِأَط ُْه ُرِأَفَأ ََدع َ ُُ َِا
َ َي
ِضة
َ الح ْي
َ سِب َ ِإنَّ َماِذَلكِع ْر ٌق,َل:ِو َُلَّ َم
َ ِولَْي َ َعلَْيه
96
HR. Bukhari, no.327 dan Muslim, no.754
97
HR. Abu Dawud, no. 287 dihasankan oleh Syaikh Albani dalam Irwa’ul Ghalil
- 79 -
Darah istihadlah itu adalah darah yang keluar dari urat dan
bukanlah haid. Apabila datang haid, maka tinggalkan shalat.
Apabila haid sudah putus (dan berganti darah istihadlah) maka
cucilah darah istihadlah itu dan shalatlah.
98
Al Mihaj Syarah Shahih Muslim, Imam Nawawi, hal, 17
- 80 -
Wajib melaksanakan shalat 5 waktu.
Wajib melaksanakan puasa Ramadhan.
Boleh menyentuh, membawa dan membaca Al-Quran
dan berbagai kebolehan lain yang biasanya terlarang
bagi wanita haid dan nifas.
- 81 -
5. Cara Shalat Wanita Istihadhah
Wanita istihadlah wajib melaksanakan shalat 5 waktu.
Karena selalu keluar darah, maka wudhu-nya hanya berlaku
untuk satu kali shalat. Caranya sebagai berikut
Saat waktu shalat tiba, cuci darah dari vagina dan
tutup dengan kain.
Ambil wudhu’
Lakukan shalat fardhu.
a. Wanita mustahadhah wajib berwudhu setiap kali
hendak shalat, berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam kepada Fatimah binti Abi Hubaisy:
ٍِِصَلَة
َ ِثُ َّمِتَ َلضَّئ ْيِل ُك ِّل
“Kemudian berwudhulah setiap kali hendak shalat99
Hal itu memberikan pemahaman bahwa wanita
mustahadhah tidak berwudhu untuk shalat yang telah
tertentu waktunya kecuali jika telah masuk waktunya.
Sedangkan shalat yang tidak tertentu waktunya, maka ia
berwudhu pada saat hendak melakukannya.
99
HR. Al Bukhari, no.228
- 82 -
b. Ketika hendak berwudhu, membersihkan sisa-sia darah
dan melekatkan kapas (pembalut) pada farjinya untuk
mencegah keluarnya darah, berdasarkan sabda Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada Hamnah:
100
HR.Tirmidzi, no.228
- 83 -
ِ،ضة
َ ْح ْي
َ س ِبال َ ِإنَّ َماِذَلك ِع ْر ٌق،ِ« ََل:ال
َ ِولَِْي َ َِالص ََلةَ؟ِق
َّ ع ُ ِأَفَأ ََد،فَ ََل ِأَط ُْه ُر
ِِوإ ْن، ٍ َِ ِوتَلضَّئيِل ُك ِّل ِص،ِثُ َّم ِا ْغتسلي،يِالص ََل َة ِأَيَّاَ ِمحيضك
َ َلة َ ََ َ ََ َّ اجتَنب
ْ
101
ِِِِْحصير
َ ِعلَىِال َّ قَطََر
َ َُ ِالد
“Aku isthihadhah tidak pernah suci, apakah aku
meninggalkan shalat? Beliau menjawab : Tidak, itu hanya urat
yang terbuka dari rahim dan bukan haid, tinggalkan shalat
selama hari-hari haidmu, kemudian mandilah dan berwudhulah
untuk setiap kali shalat, lalu shalatlah meskipun darah menetes
di atas alas”
101
HR. Ahmad dan Ibnu Majah
- 84 -
wanita mustahadhah atau wanita yang terkena istihadhah
sebagai berikut:
TIPE PERTAMA : WANITA MUSTAHADHAH
Seorang wanita mengalami masa haid sekali atau lebih
sebelum terkena istihadlah. Apabila demikian, maka
hitungan masa haidnya adalah berdasarkan pada masa
menstruasi sebelumnya. Sedang hari-hari selebihnya
dianggap sebagai darah istihadlah. [Dalil kondisi
pertama, yakni keluarnya darah terus- menerus tanpa
henti sama sekali, hadits riwayat Al Bukhari dari Aisyah
Radhiayallahu ‘anha bahwa Fathimah binti Abu Hubaisy
berkata kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:
ِ َِلَِأَط ُِْهر
ِ َاضِف
ُ ُُتَ َح
ْ ِأ:اض ِوفيَِواية ْ اَِ ُُ ْل َلِاهللِإنِّيِأ
ُ ُُتَ َح َ َِي
“Ya Rasulullah, sungguh aku istihadhah (tak pernah suci)
Dalam riwayat lain: Aku mengalami istihadhah, maka tak
pernah suci”.
- 85 -
darah keluar terus menerus sepanjang bulan, haidnya
dihitung sejak awal bulan sampai hari ketujuh. Setelah
itu dia harus mandi bersuci dari haid. Dan hari-hari
selebihnya dia berstatus sebagai wanita istihadlah yang
harus shalat 5 waktu dan puasa pada bulan Ramadan.
102
HR.Bukhari, no.325
- 86 -
TIPE KEDUA: WANITA MUSTAHADHAH
MUTAMAYYIZAH (DAPAT MEMBEDAKAN
DARAH)
Keadaan kedua dari wanita mustahadlah adalah
istihadlah mutamayyizah arti literalnya adalah wanita
istihadlah yang dapa tmembedakan darah yang
keluar.Yaitu keadaan di mana seorang wanita tidak
pernah meng`lami masa haid sebelumnya. Begitu
melihat darah pertama kali, darah itu langsung keluar
terus menerus sebulan penuh. Namun darah yang keluar
bermacam-macam bentuknya. Maka, darah yang
dihukumi sebagai darah haid adalah yang memiliki ciri-
ciri darah haid. Sedang selain itu dihukumi darah
istihadlah.[3]Ciri-ciri darah haid seperti kental dan agak
kehitaman kadang berubah menjadi kuning atau merah,
tidak menggumpal atau membeku, agak bau
- 87 -
ِالِلَ َها
َ ِ(فَ َق:ِأنِالنبيِصلىِاهللِعليهِوُلمِقالِلَِحبيبةِبنتِجحش
ِسك
ُ تِتَ ْحب َ ََ ِ« ْام ُكثيِقَ ْد:ِو َُلَّ َم
ْ َِماِ َكاِن َ ُِصلَّىِاهلل
َ ِعلَْيه َ للِاهلل
ُ ُُ ََ
ِصلِّي
َ يِو
َ ِثُ َّمِا ْغتَسل،ضتُك
َ َح ْي
103
HR.Muslim, no.334
- 88 -
sebelumnya. Begitu melihat darah pertama kali, darah
itu langsung keluar terus menerus sebulan penuh. Dan
bentuk darah sama. Bagaimana cara membedakan darah
haid dan istihadlah?
ِِصلَّى
َ الِلَ َهاِالِنَّب ُّي
َ ِفَ َق،اض ْ َشِأَنَّ َهاِ َكان
ُ تِتُ ْستَ َح ٍ يِحبَ ْي
ُ َع ْنِفَاط َمةَِب ْنتِأَب
ِك
َ ِفَإ َذاِ َكا َنِ َذل،ف ْ ضةِفَإنَّهُِأ
ُ َُ َل ُدِيُ ِْعَِر َ ْح ْي َ ِ«إ َذاِ َكا َن:ِو َُلَّ َم
َ ِد َُِال َ ِعلَْيه
َ ُاهلل
104
HR. Abu Dawud, no.286
- 89 -
setiap bulan. Hari selebihnya dihitung sebagai darah
istihadlah.
105
QS. Al Baqarah: 222
- 90 -
mustahadhah, maka jima’pun lebih boleh. Dan tidak
benar jima’ wanita mustahadhah dikiaskan dengan
jima’ wanita haid, karena keduanya tidak sama,
bahkan menurut pendapat para ulama menyatakan
haram (mengkiaskannya). Sebab mengkiaskan
sesuatu dengan hal yang berbeda adalah tidak sah.
- 91 -
membersihkan darah tersebut ketika hendak shalat dan
supaya melekatkan kain atau semisalnya (pembalut
wanita) pada farjinya untuk menahan keluarnya darah,
kemudian berwudhu seperti berwudhu untuk shalat.
Tidak boleh ia berwudhu untuk shalat kecuali telah
masuk waktunya. Jika shalat itu telah tertentu waktunya
seperti shalat lima waktu; jika tidak tertentu waktunya
maka ia berwudhu ketika hendak mengerjakannya,
seperti shalat sunnah yang mutlak.
b. Tidak diketahui bahwa si wanita tidak bisa haid lagi
setelah operasi, tetapi diperkirakan bisa haid lagi, maka
berlaku baginya hukum mustahadhah. Hal ini
didasarkan pada sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
kepada Fatimah binti Abi Hubaisy:
ِكِالصَلَ َة
َّ ضةُِفَاتْ ُر
َ تِالح ْي
َ َِفَإ َذاِأَقْبَ ل،ضة
َ الح ْي
َ سِب
َ ِولَْي، َ إنَّ َماِ َذل
َ كِع ْر ٌق
“Itu hanyalah darah penyakit, bukan haid, jika datang haid
maka tinggalkan shalat”
- 93 -
PENGGUNAAN ALAT PENCEGAH ATAU
PERANGSANG HAID, PENCEGAH KEHAMILAN
DAN PENGGUGUR KANDUNGAN
F. Penggunaan Alat Pencegah atau Perangsang Haid,
Pencegah Kehamilan dan Penggugur Kandungan
1. Pencegah Haid
Diperbolehkan bagi wanita menggunakan alat pencegah
haid, dengan dua syarat:
a. Tidak dikhawatirkan membahayakan dirinya, bila
dikhawatirkan membahayakan dirinya karena
menggunakan alat tersebut, maka hukumnya tidak
boleh. Berdasarkan firman Allah subhanahu wa ta'ala:
- 95 -
َِلِحرجِأنِتأخذِالمرأةِحبلبِمنعِالحيضِتمنعِالدوَةِالشهريةِأياََِمضان
ِحتىِتصلَِمعِالناس… ِوإنِوجدِغيرِالحبلبِشئِيمنعِالدوَةِفَلِبأسِإذا
لمِيكنِفيهِمحذوَِشرعاًِومضرة
- 96 -
ِِأماِإذاِشكِفيِانقطاع،حكمهِاذاِقطعِالدَِتماماِأنِالصلَِمعهِجائزِوَلِإعادة
ِالدَِمنِوجلدهِفحينئذِحكمهاِحكمِالحائضِوعليهاِأنِتفطرِأياَِحيضها
ِواهللِأعلم،وتعيدِصلَِتلكِالياَِبعد
106
Jami’ Ahkam An-Nisa: 5/223
- 97 -
َِلِنرىِأنهاِتستعملِهذهِالحبلبِلتعينهاِعلىِطاعةِاهللِ؛ِلنِالحيضِالذي
َيخرجِشيءٌِكتبهِاهللِعلىِبناتِآد
ِوقدِدخلِالنبيِصلىِاهللِعليهِوُلمِعلىِعائشةِوهيِمعهِفيِحجةِاللداعِوقد
ِ،ِأحرمتِبالعمرةِفأتاهاِالحيضِقبلِأنِتصلِإلىِمكةِفدخلِعليهاِوهيِتبكي
ِفقالِماِيبكيكِفأخبرتهِأنهاِحاضتِفقالِلهاِإنِهذاِشيءٌ ِقدِكتبهِاهللِعلى
…ِ،َِبناتِآد
ِفإذاِجاءهاِفيِالعشرِالواخرِفلتقنعِبماِقدَِاهللِلهاِوَلِتستعملِهذهِالحبلب
َِوقدِبلغنيِممنِأثقِبهِمنِالطباءِأنِهذهِالحبلبِضاَةِفيِالرحمِوفيِالد
ِوَبماِتكلنُِبباًِلتشليهِالجنينِإذاِحصلِلهاِجنينِفلذاكِنرىِتجنبهاِ ِوإذا
ِحصلِلهاِالحيضِوتركتِالصَلةِوالصياَِفهذاِليسِبيدهاِبلِبقدَِاهلل
107
Fatwa islam, no. 13738
- 99 -
Keempat, sejatinya wanita haid masih bisa mendulang
sejuta pahala selama ramadhan, sekalipun dia tidak puasa dan
tidak shalat. Karena tidak semua ibadah dilarang untuk
dilakukan ketika haid.
- 100 -
2. Perangsang Haid
Diperbolehkan juga menggunakan alat perangsang haid,
dengan dua syarat:
a. Tidak menggunakan alat tersebut dengan tujuan
menghindarkan diri dari suatu kewajiban. Misalnya;
seorang wanita menggunakan alat perangsang haid pada
saat manjelang Ramadhan dengan tujuan agar tidak
berpuasa, atau tidak shalat, dan tujuan negatif lainnya.
b. Dengan seizin suami, karena terjadinya haid akan
mengurangi kenikmatan hubungan suami-istri. Maka
tidak boleh bagi si wanita menggunakan alat yang dapat
menghalangi hak suami kecuali dengan restunya. Dan
jika istri dalam keadaan talak, maka tindakan tersebut
akan mempercepat gugurnya hak rujuk bagi suami jika
ia masih boleh rujuk.
3. Pencegah Kehamilan
Ada dua macam penggunaan alat pencegah kehamilan:
a. Penggunaan alat yang dapat mencegah kehamilan untuk
selamanya. Ini tidak boleh hukumnya, sebab dapat
- 101 -
menghentikan kehamilan yang mengakibatkan
berkurangnya jumlah keturunan. Dan hal ini
bertentangan dengan anjuran Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam agar memperbanyak jumlah umat Islam, selain itu
bisa saja anak-anaknya yang ada semuanya meninggal
dunia sehingga ia pun hidup menjanda seorang diri
tanpa anak.
b. Penggunaan alat yang dapat mencegah kehamilan
sementara, seorang wanita yang sering hamil dan hal itu
terasa berat baginya, sehingga ia ingin mengatur jarak
kehamilannya menjadi dua tahun sekali, maka
penggunaan alat ini diperbolehkan dengan syarat: seizin
suami, dan alat tersebut tidak membahayakan dirinya.
Dalilnya, bahwa para sahabat pernah melakukan azl
terhadap istri mereka pada zaman Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam untuk menghindari kehamilan dan Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak melarangnya. Azl yaitu
tindakan - pada saat bersenggama - dengan
menumpahkan sperma di luar farji (vagina) istri.
- 102 -
4. Penggugur kandungan
Adapun penggunaan alat penggugur kandungan ada dua
macam:
a. Penggunaan alat penggugur kandungan yang bertujuan
membinasakan janin, jika janin sudah mendapatkan ruh,
maka tindakan ini tak diragukan lagi adalah haram,
karena termasuk membunuh jiwa yang dihormati tanpa
dasar yang benar. Membunuh jiwa yang dihormati
haram hukumnya menurut Al Qur’an, sunnah dan ijma’
kaum muslimin. Namun jika janin belum mendapatkan
ruh, maka para ulama berbeda pendapat dalam masalah
ini. Sebagian ulama membolehkan, sebagian lagi
melarang. Ada pula yang mengatakan boleh sebelum
berbentuk segumpal darah, artinya sebelum berumur 40
hari. Ada pula yang membolehkan jika janin belum
berbentuk manusia. Pendapat yang lebih hati-hati
adalah tidak boleh melakukan tindakan menggugurkan
kandungan, kecuali jika ada kepentingan. Misalnya,
seorang ibu dalam keadaan sakit dan tidak mampu lagi
mempertahankan kehamilannya, dan sebagainya. Dalam
- 103 -
kondisi seperti ini ia boleh menggugurkan
kandungannya, kecuali jika janin tersebut diperkirakan
telah berbentuk manusia maka hal ini tidak
diperbolehkan. Wallahu A’lam.
b. Penggunaan alat penggugur kandungan yang tidak
bertujuan membinasakan janin. Misalnya, sebagai upaya
mempercepat proses kelahiran pada wanita hamil yang
sudah habis masa kehamilannya dan sudah waktunya
melahirkan. Maka hal ini boleh hukumnya, dengan
syarat: tidak membahayakan bagi si ibu maupun
anaknya yang tidak memerlukan operasi. Kalaupun
memerlukan operasi, maka dalam masalah ini ada empat
hal:
i. Jika ibu dan bayi yang dikandungnya dalam keadaan
hidup, maka tidak boleh dilakukan operasi kecuali
dalam keadaan darurat, seperti sulit bagi si ibu untuk
melahirkan sehingga perlu dioperasi. Demikian,
karena tubuh adalah amanat Allah subhanahu wa ta'ala
yang dititipkan kepada manusia, maka dia tidak boleh
memperlakukannya dengan cara yang
- 104 -
mengkhawatirkan kecuali untuk maslahat yang amat
besar. Selain itu, dikiranya bahwa mungkin tidak
berbahaya operasi ini, tetapi ternyata membawa
bahaya.
ii. Jika ibu dan bayi yang di kandungnya dalam keadaan
meninggal, maka tidak boleh dilakukan operasi untuk
mengeluarkan bayinya. Sebab, hal ini tindakan sia-sia.
iii. Jika si ibu hidup, sedangkan bayi yang dikandungnya
meninggal. Maka boleh dilakukan operasi untuk
mengeluarkan bayinya, kecuali jika dikhawatirkan
dapat membahayakan si ibu. Sebab menurut
pengalaman wallahu a’lam bayi yang meninggal dalam
kandungan hampir tidak dapat dikeluarkan kecuali
dengan operasi. Kalaupun dibiarkan terus dalam
kandungan, dapat mencegah kehamilan ibu pada
masa mendatang dan merepotkannya pula, selain itu
si ibu akan tetap hidup tak bersuami jika ia dalam
keadaan menunggu iddah dari suami sebelumnya.
iv. Jika si ibu meninggal dunia, sedangkan bayi yang
dikandungnya hidup. Dalam kondisi ini, jika bayi
- 105 -
yang dikandung diperkirakan tak ada harapan untuk
hidup, maka tidak boleh dilakukan operasi. Namun
jika ada harapan untuk hidup, seperti sebagian
tubuhnya sudah keluar, maka boleh dilakukan
pembedahan terhadap perut ibunya untuk
mengeluarkan bayi tersebut. Tetapi jika sebagian
tubuh bayi belum ada yang keluar maka ada yang
berpendapat bahwa tidak boleh melakukan
pembedahan terhadap perut ibu untuk mengeluarkan
bayi yang dikandungnya, karena hal itu merupakan
tindakan penyiksaan. Pendapat yang benar, boleh
dilakukan pembedahan terhadap perut si ibu untuk
mengeluarkan bayinya jika tidak ada cara lain. Dan
pendapat inilah yang menjadi pilihan Ibnu Hubairah.
Dikatakan dalam kitab Al Inshaf :" pendapat ini yang
lebih utama”. Apalagi pada zaman sekarang ini,
operasi bukanlah merupakan tindakan penyiksaan.
Karena setelah perut dibedah, ia dijahit kembali. Dan
kehormatan orang yang masih hidup lebih besar dari
pada orang yang sudah meninggal. Juga
- 106 -
menyelamatkan jiwa orang yang terpelihara dari
kehancuran adalah wajib hukumnya dan bayi yang
dikandung adalah manusia yang terpelihara, maka
wajib menyelamatkannya. Wallahu a’lam.
- 107 -
DAFTAR PUSTAKA
Al – Qur’an Al- Kariim
- 108 -
Fiqih Muyassar, Shalih bin Abdul ‘Aziz, Riyad;Darul Alamus
Sunnah,2009
- 109 -
Syarhu Muhadzab, Imam Nawawi, Darul Fikr, 1998
- 110 -