Anda di halaman 1dari 3

NAMA :NABILA KHAIRUNISSA

KELAS : 2A5
NPM: 201810415242
MATA KULIAH :PENGANTAR ILMU POLITIK
JUMLAH KATA: 800

MATERI BAB 9
KONFLIK
DAN PROSES POLITIK

Dalam ilmu-ilmu sosial, dikenal dua pendekatan yang saling bertentangan untuk
memandang masyarakat. Kedua pendekatan ini meliputi pendekatan struktual-
fungsional (konsensus) dan pendekatan struktual konflik. Pendekatan konsensual
berasumsi masyarakat mencakup bagian-bagian yang berbeda fungsi tetapi saling
berhubungan satu sama lain secara fungsional. Konflik terjadi antara kelompok yang
memperebutkan hal yang sama, tetapi konflik akan selalu menuju ke arah kesepakatan
(konsensus). selain itu, masyarakat tak mungkin terintegrasi secara permanen dengan
mengandalkan kekuasaan paksaan dari kelompok yang dominan. Sebaliknya,
masyarakat yang terintegrasi atas dasar konsensus sekalipun, tak mungkin bertahan
secara permanen tanpa adanya kekuasaan paksaan. Jadi, konflik dan konsensus
merupakan gejala gejala yang tak terelakan dalam masyarakat. Penyebab konflik
politik terjadi manakala terdapat terdapat benturan kepentingan. Dalam rumusan lain
dapat dikemukakan konflik terjadi jika ada pihak yang merasa diperlukakan tidak adil
atau manakala pihak berperilaku menyentuh “titik kemarahan” pihak lain. Dengan
kata lain, perbedaan kepentingan karena kemajemukan vertikal dan horizontal
merupakan kondisi yang harus ada (necessary condition) bagi timbulnya konflik,
tetapi perbedaan kepentingan itu bukan kondisi yang memadai untuk menimbulkan
konflik. Lalu dilihat dari tipe-tipe nya konflik politik dikelompokkan menjadi dua
tipe. Kedua tipe ini meliputi konflik positif dan konflik negatif. Yang dimaksud
dengan konflik positif ialah konflik yang tak mengancam eksistensi sistem politik,
yang biasanya disalurkan lewat mekanisme penyelesaian konflik yang disepakati
bersama dalam konstitusi. Mekanisme yang dimaksud ialah lembaga-lembaga
demokrasi, seperti partai politik, badan-badan perwakilan rakyat, pengadilan,
pemerintah, pers, dan forum-forum terbuka yang lain.dengan kata lain dapat
disimpulkan bahwa untuk menentukan suatu konflik bersifat positif atau negatif
sangat bergantung pada persepsi kelompok yang terlibat dalam konflik, terutama pada
sikap masyarakat umum terhadap sistem politik yang berlaku. Dalam hal ini, yang
menjadi patokan untuk menentukan suatu konflik bersifat positif atau negatif, yakni
tingkat legitimasi sistem politik yang ada. Hal ini dapat dilihat dari dukungan
masyarakat umum terhadap sistem politik yang berlaku.
Struktur konflik, menurut Paul conn, situasi politik pada dasarnya dibedakan
menjadi konflik menang-kalah dan konflik menang-menang. Konflik menang kalah
ialah situasi konflik yang bersifat antagonistik sehingga tidak memungkinkan
tercapainya suatu kompromi di antara pihak-pihak yang terlibat dalam konflik
sedangkan konflik menang-menang ialah suatu situasi konflik dalam mana pihak-
pihak yang terlibat dalam konflik masih mungkin untuk mengadakan kompromi dan
bekerja sama sehingga semua pihak akan mendapatkan bagian dari konflik tersebut.
Secara umum ada dua tujuan dasar setiap konflik, yaitu mendapatkan dan/atau
mempertahankan sumber-sumber. Tujuan konflik untuk mendapatkan sumber-sumber
merupakan ciri manusia yang hidup bermasyarakat karena manusia memerlukan
sumber-sumber tertentu baik yang bersifat materil-jasmaniah maupun spiritual-
rohaniah untuk dapat hidup secara layak dan terhormat dalam masyarakat. Dalam
intensitas konflik, konflik yang intens tidak selalu sama artinya dengan konflik yang
mengandung kekerasan. Intensitas konflik lebih merujuk pada besarnya ongkos yang
dikeluarkan dan tingkat keterlibatkan partisipasi dalam konflik. Sebaliknya, konflik
yang mengandung kekerasan lebih merujuk pada akibat konflik dari pada sebab-
sebabnya. Dalam pengaturan politik menurut Ralf dahrendorf, pengaturan konflik
yang efektif sangat bergantung pada tiga faktor. Pertama, kedua pihak harus
mengakui kenyataan dan situasi konflik yang terjadi diantara mereka (adanya
pengakuan atas kepentingan yang diperjuangkan oleh pihak lain). kedua, kepentingan-
kepentingan yang diperjuangkan harus terorganisasikan secara rapi, tidak tercerai-
berai, dan terkotakkotak sehingga masing-masing pihak menemani dengan jelas
lingkup tuntuan pihak lain. Ketiga, kedua pihak menyepakati aturan main yang
menjadi landasan dan pegangan dalam hubungan dan interaksi di antara mereka.
Ketika ketiga syarat dipenuhi, berbagai bentuk pengaturan konflik dapat dibuat dan
dilaksanakan.
Konflik dan proses politik, konflik merupakan gejala serba-hadir dalam
kehidupan manusia bermasyarakat dan bernergara. Sementara itu, salah satu dimensi
penting proses politik ialah penyelesaian konflik yang melibatkan pemerintah. Proses
“penyelesaian” konflik polotol yang tak bersifat kekerasan dibagi menjadi tiga tahap.
Adapun ketiga tahap ini meliputi tahap politisasi dan/atau koalisi tahap pembuatan
keputusan, dan tahap pelaksanaan dan integrasi. Apabila dalam masyarakat terdapat
konflik politik diantara berbagai pihak, dengan segala motivasi yang mendorongnya,
masing-masing pihak akan berupaya merumuskan dan mengajukan tuntutan kepada
pemerintahan selaku pembuat dan pelaksana keputusan politik. Agar tuntutan
mendapat perhatian dari pemerintah, para kontestan akan berusaha mengadakan
politisasi. Artinya, memasyarakatkan tuntutannya melalui berbagai media komunikasi
sehingga menjadi “isu politik”, Dengan kata lain, menjadi bahan pembicaraan baik
dikalangan pengemuka pendapat maupun di kalangan pemerintahan. Dalam tahap ini,
setiap kontestan akan mengadakan perhitungan mengenai cara yang paling efektif
untuk memperjuangkan tuntutannya, yakni apakah dengan mengadakan koalisi
dengan pihak lain atau cukup memperjuangkannya sendirian? Hal ini perlu
dipertimbangkan karena untuk memperjuangkan sesuatu tuntutan jelas memerlukan
dana, waktu, keterampilan, strategi, dukungan massa, dan sumber-sumber lain yang
mungkin hanya dapat dipenuhi apabila beralokasi dengan kelompok lain yang
memiliki kepentingan yang sama dengannya atau bersimpati pada tuntutannya.
Setelah diputuskan untuk berkoalisi atau tidak, langkah selanjutnya berusaha untuk
mempengaruhi pembuat keputusan politik, agar yang terakhir ini mengabulkan
tuntutannya. Pemerintah selaku pembuat keputusan politik tentu tidak begitu saja
menerima tuntutan dari masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai