Anda di halaman 1dari 9

Jurnal Personifikasi

Vol. 9 No. 2, November 2018: 70 – 132


MENAKAR KONFLIK DALAM SUDUT PANDANG KEPENTINGAN

Lailatul Muarofah Hanim


Program Studi Psikologi
Universitas Trunojoyo Madura
lailatulmuarofah.hanim@gmail.com

Abstrak
Kesenjangan dalam hidup akan menimbulkan konflik, sebab kesenjangan jadi daya tarik
untuk orang melakukan perbuatan diluar ketentuan akal sehat dan norma masyarakat.
Dalam konflik selalu ada muatan kepentingan yang tidak sepadan, nilai yang berbeda
dan sikap hidup yang tidak setara. Fenomena ini merebak dalam sektor kehidupan yang
penuh dengan varian stimulus keadaan. Stimulus itu memberikan motivasi dan daya
tarik untuk melakukan apa yang menjadi keinginan dari individu, kelompok ataupun
dari suatu institusi. Keinginan akan menjanjikan yang namanya kebahagiaan untuk hari
dan yang akan datang. Maka tidak jarang kemudian untuk sampai pada titik dimana
suatu harapan menjadi hal utama untuk harus dicapai, akan membawa konflik
keberagaman dalam menjalani kehidupan, jadi santapan kepentingan. Untuk menakar
suatu konflik dapat dilihat sejauh mana ada kesangsian antara realitas dan harapan yang
menjadi target. Ketika target tidak kunjung tercapai atau tidak tercapai, tidak jarang
jalan pintas dan kekerasan menjadi solusi untuk memuluskan keinginan. Maka dari itu
penulis tertarik untuk mengupas konflik dalam kaca mata kepentingan, karena ujung
dari sebuah terjadinya konflik ada tiang besar yang menjadi faktor utama terjadinya
konflik yaitu kepentingan itu sendiri yang digunakan untuk mendapatkan kekuasaan,
melenyapkan posisi orang lain dan untuk merubah suatu peradaban yang ada di dunia.

Kata Kunci: Konflik, Kepentingan

PENDAHULUAN
Teori adalah seperangkat pernyataan-pernyataan yang secara sistematis
berhubungan atau sering dikatakan bahwa teori adalah sekumpulan konsep, definisi, dan
proposisi yang saling kait-mengait yang menghadirkan suatu tinjauan sistematis atas
fenomena yang ada dengan menunjukkan hubungan yang khas di antara
variabelvariabel dengan maksud memberikan eksplorasi dan prediksi. Menurut Lanur
(1983) teori, merupakan sebuah rumusan atau pernyataan yang berasal dari interpretasi
seseorang terhadap fakta-fakta, atau penjelasan mengenai gejala-gejala yang terdapat
dalam dunia fisik. Teori merupakan suatu abstraksi intelektual di mana pendekatan
secara rasional digabungkan dengan pengalaman empiris. Di samping itu, ada yang
menyatakan bahwa teori adalah sekumpulan pernyataan yang mempunyai kaitan logis,
yang merupakan cermin dari kenyataan yang ada mengenai sifat-sifat suatu kelas,
peristiwa atau suatu benda.
Teori harus mengandung konsep, pernyataan (statement), definisi, baik itu
definisi teoretis maupun operasional dan hubungan logis yang bersifat teoretis dan logis
Menakar Konflik Dalam Sudut Pandang Kepentingan 88

antara konsep tersebut. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa dalam teori di
dalamnya harus terdapat konsep, definisi dan proposisi, hubungan logis di antara
konsepkonsep, definisi-definisi dan proposisi-proposisi yang dapat digunakan untuk
eksplorasi dan prediksi. Suatu teori dapat diterima dengan dua kriteria pertama, yaitu
kriteria ideal, yang menyatakan bahwa suatu teori akan dapat diakui jika memenuhi
persyaratan. Kedua, yaitu kriteria pragmatis yang menyatakan bahwa ide-ide itu dapat
dikatakan sebagai teori apabila mempunyai paradigma, kerangka pikir, konsep-konsep,
variabel, proposisi, dan hubungan antara konsep dan proposisi.
Teori konflik muncul sebagai reaksi dari munculnya teori struktural fungsional
Pemikiran yang paling berpengaruh atau menjadi dasar dari teori konflik ini adalah
pemikiran Kalr Marx Pada tahun 1950-an dan 1960-an, teori konflik mulai merebak.
Teori konflik menyediakan alternatif terhadap teori struktural fungsional (Schwarz,
1960). Konflik sosial merupakan fenomena sosial yang menarik dikaji dan diteliti. Hal
ini memunculkan berbagai teori konflik. Banyaknya teori konflik membutuhkan
pemetaan untuk memudahkan kita dalam mengenal dan memahami berbagai teori
konflik yang ada. Secara sederhana bisa dikelompokkan ke dalam dua hal yaitu klasik
dan modern. Tokoh-tokoh teori konflik sosiologi klasik adalah sebagai berikut Polybus,
Ibnu Khaldun, Nicolo Machiavelli, Jean Bodin, Thomas Hobbes. Adapun tokoh
sosiologi modern yang mengemukakan tentang teori konflik adalah Karl Marx, Lewis
A. Coser, Ralf Dahrendorf.
Teori konflik klasik cenderung memandang konflik ditinjau dari segi sifat alami
manusia yang cederung saling memusuhi dan saling menguasai terutama dalam hal
kekuasaan. Adapun teori konflik modern lebih bersifat kompleks dan muncul sebagai
kritikan atas teori fungsionalisme structural. Teori konflik adalah teori yang
memandang bahwa perubahan sosial tidak terjadi melalui proses penyesuaian nilai-nilai
yang membawa perubahan, tetapi terjadi akibat adanya konflik yang menghasilkan
kompromi-kompromi yang berbeda dengan kondisi semula (Raho, 2007). Teori konflik
sosial yang muncul pada abad 18 dan 19 dapat di mengerti sebagai respon dari lahirnya
sebuah revolusi, demokratisasi dan industrialisasi. Teori sosiologi konflik adalah
alternatif dari sebuah ketidakpuasan terhadap fungsionalisme struktural Talcot Parsons
dan Robert K. Merton, yang menilai masyarakat dengan paham konsensus dan
integralistiknya.
Contoh konflik besar di Eropa yang dapat dijadikan gambaran pada Revolusi
politik dan revolusi industri yang melanda masyarakat Eropa terutama di abad 19 dan
awal abad 20 merupakan faktor langsung yang memunculkan teori sosiologi. Revolusi
PERSONIFIKASI, Vol. 9 No. 2 November 2018 89

industri bukan kejadian tunggal, tetapi merupakan berbagai perkembangan yang saling
berkaitan yang berpuncak pada transformasi dunia Barat dari corak sistem pertanian
menjadi sistem industri. Banyak orang meninggalkan usaha pertanian dan beralih ke
pekerjaan industri yang ditawarkan oleh pabrik-pabrik yang sedang berkembang. Pabrik
itu sendiri telah berkembang pesat berkat kemajuan teknologi.
Konflik dilatarbelakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang dibawa individu dalam
suatu interaksi. Perbedaan-perbedaan tersebut diantaranya menyangkut ciri fisik,
kepandaian, pengetahuan, adat istiadat, keyakinan dan lain sebagainya. Dengan adanya
ciri-ciri individual dalam interaksi sosial, maka konflik merupakan situasi yang wajar
terjadi dalam setiap bermasyarakat dan tidak ada satu pun masyarakat yang tidak pernah
mengalami konflik antar anggotanya atau dengan kelompok masyarakat yang lain,
konflik ini hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya sebuah masyarakat itu
sendiri.
Perspektif sosiologi yang memandang masyarakat sebagai satu sistem yang
terdiri dari bagian atau komponen yang mempunyai kepentingan yang berbeda-beda
dimana komponen yang satu berusaha menaklukkan kepentingan yang lain guna
memenuhi kepentingannya atau memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya.
“Dalam pandangan ahli sosiologi, masyarakat yang baik ialah masyarakat yang hidup
dalam situasi konfliktual. Konflik sosial dianggap sebagai kekuatan sosial utama dari
perkembangan masyarakat yang ingin maju ketahap-tahap yang lebih sempurna” (Dany
& Nugroho. 2011).

PEMBAHASAN
Konflik kepentingan diyakini sebagai salah satu penyebab runtuhnya tiang
kebenaran, kesejahteraan, ketenangan dan kenyamanan dalam menata hidup. Prinsip
dasar dari konflik kepentingan bisa terjadi dalam lingkungan Pribadi, Keluarga, institusi
dan/atau lintas negara. Hal itu itu dilakukan untuk kepentingan kekuasaan, melenyapkan
posisi lawan dan bisa saja mengubah arah dari suatu peradaban. Ujung dalam konflik
selalu melahirkan kepentingan yang terselubung dan nampak abu-abu. Sehingga akan
sangat sulit untuk mengidentifikasi sejak awal akhir dari keinginan konflik itu, seperti
apa yang dikehendaki.

1. Konflik untuk kepentingan kekuasaan


Kekuasaan selalu menjadi rebutan dengan mengatasnamakan segala hal. Segala
hal itu bisa berupa kepentingan kekuasaan atas nama agama, bangsa, rakyat keadilan
Menakar Konflik Dalam Sudut Pandang Kepentingan 90

kebenaran dan kebahagiaan. Mereka semua hampir membawa jargon itu meskipun
dengan kata atau diksi yang berbeda. Kata itu seolah menjadi hampi terdengar dan hati
sudah tidak bisa menerima, karena dari saking seringnya para penguasa yang membawa
bendera kepentingan rakyat dan semua, tapi akhirnya hanya sebuah lantunan kata tanpa
fakta. Fenomena itu menjadi konflik tersendiri dalam masyarakat, karena adanya
pemahaman yang bersebarangan antar individu ataupun kelompok. Menurut Kilman dan
Thomas (1978), konflik merupakan kondisi terjadinya ketidakcocokan antar nilai atau
tujuan-tujuan yang ingin dicapai, baik yang ada dalam diri individu maupun dalam
hubungannya dengan orang lain.
Konflik akan terjadi apabila ada perbedaan pemahaman antara dua orang atau
lebih terhadap berbagai perselisihan, ketegangan, kesulitan-kesulitan diantara para pihak
yang tidak sepaham. Konflik juga bisa memicu adanya sikap berseberangan (oposisi)
antara kedua belah pihak dimana masing-masing pihak memandang satu sama lainnya
sebagai lawan/ penghalang dan diyakini akan mengganggu upaya tercapainya tujuan
dan tercukupinya kebutuhan masing-masing. Terlepas dari banyaknya penyebab
terjadinya konflik, perbedaan latar belakang kedua belah pihak hingga terjadi konflik,
perbedaan kepentingan diantara individu dalam kelompok/ masyarakat yang
kesemuanya saling terkait dalam realita sosial yang kompleks. Konflik bukanlah sesuatu
yang haru dihindari, dianggap momok yang menakutkan dalam kehidupan berorganisasi
melalakukan kasus, dipandang sebagai dinamisator dalam setiap aktifitas organisasi itu
sendiri, tanpa konflik organisasi akan mati dan dengan adanya konflik organisasi akan
hidup dan berkembang dalam sosial atau masyarakat.
Konflik adalah sebuah fenomena sosial dan itu merupakan kenyataan bagi setiap
masyarakat. Dan merupakan gejala sosial yang akan hadir dalam kehidupan sosial,
sehingga konflik bersifat inheren yang artinya konflik akan senantiasa ada dalam setiap
ruang dan waktu, dimana saja dan kapan saja. Kunci untuk memahami Marx adalah
idenya tentang konflik sosial. Konflik sosial adalah pertentangan antara segmen-segmen
masyarakat untuk merebut aset-aset bernilai. Bentuk dari konflik sosial itu bisa
bermacam-macam, yakni konflik antara individu, kelompok, atau bangsa.

2. Konflik untuk kepentingan melenyapkan posisi lawan


Hidup tidak selalu berjalan mulus, tapi ada persinggungan dan benturan satu sama
lain dalam menjalani kehidupan. Interaksi dengan lingkungan tidak hanya menghasilkan
pengetahuan dan pengalaman yang membuat kita lebih dewasa dalam bersikap, tapi bisa
saja memunculkan konflik, karena ada rasa iri yang berlebihan terhadap pencapain dari
PERSONIFIKASI, Vol. 9 No. 2 November 2018 91

teman sekitar. Rasa tidak puas terhadap pencapaian orang lain menghendaki manusia
untuk melenyapkan posisi orang lain untuk kepentingan diri dan kelompoknya. Hal itu
sangat mudah ditemui dalam kehidupan keseharian. Sebab reaksi dari orang lain terdap
pencapaian seseorang itu sangat bervariasi dalam menata kehidupan. Maka tidak jarang
ditemui dalam masyarakat konflik sebagai trend keadaan untuk memuluskan keinginan
pribadi. Konflik seperti diatas sangat subur dalam masyarakat sebagai gejala yang
merambah siapa saja dalam kehidupan.
Teori konflik muncul sebagai bentuk reaksi atas tumbuh suburnya teori
fungsionalisme struktural yang dianggap kurang memperhatikan fenomena konflik
sebagai salah satu gejala di masyarakat yang perlu mendapatkan perhatian. “Pemikiran
yang paling berpengaruh atau menjadi dasar dari teori konflik ini adalah pemikiran Karl
Marx dan pada tahun 1950-an, teori konflik yang semakin mulai merebak (Raho, 2007).
Teori konflik sosial memandang antar elemen sosial memiliki kepentingan dan
pandangan yang berbeda. Perbedaan kepentingan dan pandangan tersebut yang memicu
terjadinya konflik sosial yang berujung saling mengalahkan, melenyapkan,
memusnahkan diantara elemen lainnya. Konflik adalah sebuah fenomena sosial dan itu
merupakan kenyataan bagi setiap masyarakat. Dan merupakan gejala sosial yang akan
hadir dalam kehidupan sosial, sehingga konflik bersifat inheren yang artinya konflik
akan senantiasa ada dalam setiap ruang dan waktu, dimana saja dan kapan saja. Kunci
untuk memahami Marx adalah idenya tentang konflik sosial.
Konflik sosial adalah pertentangan antara segmen-segmen masyarakat untuk
merebut aset-aset bernilai. Bentuk dari konflik sosial itu bisa bermacam-macam, yakni
konflik antara individu, kelompok, atau bangsa. Marx mengatakan bahwa potensi-
potensi konflik terutama terjadi dalam bidang pekonomian, dan ia pun memperlihatkan
bahwa perjuangan atau konflik juga terjadi dalam bidang distribusi prestise/status dan
kekuasaan politik. Gidden (2001) juga mengemukakan bahwa peradaban yang dijalani
sekarang memperlihatkan bahaya yang justru diciptakan sendiri dan lebih menakutkan
dari yang datang dari luar. Beberapa diantaranya dapat menjadi kenyataan suatu
bencana besar, seperti resiko ekologis global, bencana nuklir, dan meleburnya
perekonomian dunia. Sebagian yang lain mempengaruhi jauh secara langsung pada
perilaku individu, seperti diet, pengobatan dan bahkan perkawinan. Pada saat suatu
peradaban telah memperlihatkan tanda-tanda keruntuhan, akan muncul suatu pemikiran-
pemikiran baru yang mempengaruhi awal lahirnya zaman baru. Nampak telah terlihat
tanda-tanda kehidupan saat ini tidak lagi dapat dipertahankan, sehingga akan
melahirkan suatu pandangan baru yang membawa suatu perubahan zaman.
Menakar Konflik Dalam Sudut Pandang Kepentingan 92

3. Konflik untuk kepentingan mengubah arah peradaban


Perdadaban besar selalu dimulai dengan perubahan yang fundamental dalam suatu
wilayah atau negara, seperti yang terjadi dibarat. Dimana revolusi industri meledak di
inggris dan menyebar keseluruh dunia yang menandai peradaban modern menjadi kiblat
kemajuan. Perubahan itu tentu memunculkan konflik, sebab tidak semua orang ataupun
masyarakat mau atau faham bahwa peradaban modern itu sangat penting untuk
mengarahkan kehidupan manusia menjadi lebih bermoral. Kristiyanti (2009) revolusi
Industri di Inggris yang dimulai pada abad ke-18 kiranya dapat dianggap sebagai awal
dari proses perubahan pola kehidupan masyarakat yang semula merupakan masyarakat
agraris menjadi masyarakat industri. Berkembang dan semakin majunya teknologi
kemudian mendorong pula peningkatan volume produksi barang dan jasa. Shofie (2008)
aktivitas ekonomi akan dirasakan hidup jika tercipta suasana yang mendukung
kelancaran arus produksi barang dan jasa dari penyedia barang dan jasa kepada
konsumen. Perkembangan inilah yang mengubah hubungan antara penyedia produk dan
pemakai produk yang semakin berjarak. Produk barang dan jasa yang digunakan untuk
memenuhi kebutuhan hidup manusia semakin lama semakin canggih, sehingga timbul
kesenjangan terhadap kebenaran informasi dan daya tanggap konsumen.
“Konflik bukanlah suatu fenomena yang obyektif dan nyata, tetapi, ia ada dibenak
orang-orang yang terlibat. Hanyalah perwujudannya, seperti sedih, berdebat, atau
berkelahi yang terlihat nyata. Karena itu, untuk menangani konflik, seseorang perlu
bersikap empati, yaitu memahami keadaan sebagaimana dilihat oleh para pelaku penting
yang terlibat. Unsur yang penting dalam manajemen adalah persusi”. Pernyataan diatas
diungkapkan oleh Leonard Greenhalgh sebagaimana dikutip oleh A. Dale Timpe dalam
bukunya Managing People. Konflik pada dasarnya berawal dari hal-hal yang bersifat
abstrak, tapi kemudian konflik juga dapat berakibat buruk sampai ke tingkat nyata,
berupa benturan fisik antara orang-orang yang berkonflik. Konflik selalu mewarnai
kehidupan, dari konflik sangat kecil sampai konflik sangat besar. Konflik terjadi akibat
perbedaan perepsi, berlainan pendapat dan karena ketidaksamaan kepentingan. Konflik
ada yang bisa diselesaikan secara tuntas, ada yang setengah tuntas, ada juga yang
berlarut-larut tanpa solusi. Manajemen konflik adalah proses mengidentifikasi dan
menangani konflik secara bijaksana, adil dan efisien dengan tiga bentuk metode
pengelolaan konflik stimulasi konflik, pengurangan/ penekanan konflik dan
penyelesaian konflik. Pengelolaan konflik membutuhkan keterampilan seperti
berkomunikasi yang efektif, pemecahan masalah, dan (fungsional) yang dapat
mendorong meningkatkan produktivita apabila konflik tersebut dapat dikelola dengan
PERSONIFIKASI, Vol. 9 No. 2 November 2018 93

baik. Namun konflik biasanya sebagai sesuatu yang salah (dysfunctional) yang dapat
merusak dan menyebabkan produktivitas menurun.
“Conflict is a situation which two or more people disagree over issue of
organizational susbstance and/or experience some emotional antagonism with one
other”. Yang kurang lebih memiliki arti bahwa konflik adalah suatu ituais dimana dua
atau banyak orang saling tidak setuju terhadap suatu permasalahan yang menyangkut
kepentingan organisasi dan atau dengan timbulnya perasaan permusuhan satu dengan
yang lainnya. Menurut Stoner konflik organisasi adalah mencakup ketidaksepakatan
soal alokasi sumber daya yang langka atau perselisihan soal tujuan, status, nilai,
persepsi, atau kepribadian (Wahyudi, 2006). Sementara itu Daniel Webster
mendefinisikan konflik sebaga persaingan atau pertentangan antara pihak-pihak yang
tidak cocok satu sama lain, dan konflik sebagai keadaan atau perilaku yang
bertentangan (Pickering, 2001).

KESIMPULAN
Konflik kepentingan merupakan sesuatu yang tidak jarang ditemui oleh semua
orang dimanapun kita berada. Dimana ada kehidupan disitulah ada dan muncul yang
namanya konflik kepentingan. Kenapa manusia seperti itu karena setiap diri memiliki
ambisi untuk menaklukan manusia dan alam untuk mencapa puncak peradaban.
Peradaban manusia berubah drastis setelah terjadi perubahan paradigma ilmu
pengetahuan yang diikuti dengan penemuan teknologi. Perubahan yang terjadi adalah
manusia semakin berambisi menguasai dan menaklukkan alam. Melalui Revolusi
Industri, ekspansi manusia semakin jelas tidak hanya meningkatnya kuantitas jumlah
penduduk tetapi juga kualitas gaya kehidupan yang semakin boros dan tidak terkendali.
Proses pengendalian itu harus hanya ada pada diri yang memiliki kepentingan untuk
bisa bahagia bersama semua orang di dunia.

DAFTAR PUSTAKA
Bernard Raho. 2007. Teori Sosiologi Modern. Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher.

Bernard Raho. 2007. Teori Sosiologi Modern. Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher.

Celina Tri Siwi Kristiyanti. 2009. Hukum Perlindungan Konsumen. Jakarta: Sinar
Grafika.

Dahrendorf, Ralf. 1959. Class and Class Conflict in Industrial Society. London:
Routledge; First Pub.
Menakar Konflik Dalam Sudut Pandang Kepentingan 94

Dany Haryanto G. Edwi Nugroho. 2011. Pengantar Sosiologi Dasar. Jakarta: PT.
Prestasi Pustakarya.
Schwarz. 1960. You Can Trust the Communists. New Jersey: Prentice-Hall, Inc,
Englewood Cliffs.

Yusuf Shofie. 2008. Kapita Selekta Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia.


Bandung: PT.Citra Aditya Bakti.

Anda mungkin juga menyukai