Anda di halaman 1dari 3

MANAJEMEN KONFLIK DI LEMBAGA PENDIDIKAN

Dalam konteks pendidikan, konflik menjadi salah satu kajian menarik dalam ilmu manajemen
pendidikan. Kehadiran konflik dalam studi manajemen pendidikan selalu melekat dalam persoalan
keseharian yang dialami pengelola lembaga pendidikan. Berdasarkan hal itu, pengelola lembaga
pendidikan membutuhkan perspektif dan tanggung jawab yang lebih luas dalam penanganan konflik.
Apalagi dalam penanganan konflik dalam lembaga pendidikan, pengelola lembaga pendidikan
dihadapkan kepada dinamisasi sejumlah personel (baik tenaga edukatif maupun non edukatif) yang
memiliki watak dan sifat yang berbeda-beda. Dalam mengelola personel tersebut, frekuensi konflik
antara individu dan organisasi, memiliki potensi yang sama. Realitas yang tidak terelakkan dalam dunia
pendidikan ini, mengemuka karena pada dasarnya setiap personel memiliki visi dan orientasi kegiatan
yang berbeda. Untuk mencapai tujuan organisasi, mereka saling mengadakan interaksi dan saling
mempengaruhi.
Konflik dalam dunia pendidikan dipandang sebagai salah satu titik lemah dalam pengelolaan lembaga
pendidikan. Perspektif ini muncul dikarenakan pengelola lembaga pendidikan memandang konflik
sebagai sesuatu yang negatif dan kontraproduktif. Konflik yang terjadi dalam organisasi berbanding lurus
dengan usia organisasi, termasuk salah satunya adalah lembaga pendidikan. Awal mula konflik bisa lahir
dari persoalan yang mungkin saja dipandang remeh atau sederhana. Namun, hal tersebut tidak jarang
menjadi penentu panjang pendeknya usia, atau masa bertahannya sebuah organisasi untuk durasi
waktu yang lebih lama lagi.
Mekanisme atau manajemen konflik yang diambil pun sangat menentukan posisi organisasi sebagai
lembaga yang menjadi induk semangatnya. Hal ini akan menjadi tanggung jawab organisasi secara
keseluruhan. Memuncaknya konflik dalam lembaga pendidikan menjadi putaran pembaharuan
kelembagaan. Hal inilah yang akan memicu iklim kerja kompetitif serta jejaring antar kelompok yang
kolaboratif

FAKTOR FAKTOR PENYEBAB KONFLIK


1. Perbedaan pendapat, konflik dapat terjadi karena perbedaan pendapat, dan masing-masing merasa
paling benar
2. Salah paham. Misalkan tindakan seseorang yang sebenarnya baik, namun dianggap merugikan oleh
pihak lain. Kesalah pahaman ini akan menimbulkan rasa kurang nyaman, kurang simpati dan bahkan
kebencian.
3. Salah satu atau kedua pihak merasa dirugikan. Konflik dapat terjadi karena tindakan salah satu pihak
mungkin dianggap merugikan yang lain atau asingmasing pihak merasa dirugikan. Pihak yang dirugikan
merasa kesal, kurang nyaman, kurung simpati atau benci. Perasaan-perasaan ini dapat menimbulkan
konflik yang mengakibatkan konflik yang mengakibatkan kerugian, baik secara materi, moral maupun
sosial.
4. Terlalu sensitif. Konflik dapat terjadi karena terlalu sensitif. Misalkan tindakan seseorang adalah
wajar, namun karena pihak lain terlalu sensitif maka dianggap merugikan dan menimbulkan konflik,
walaupun secara etika tindakan ini tidak termasuk perbuatan yang salah.
PERLU ADANYA KONFLIK
Teori konflik juga mengatakan bahwa konflik itu perlu agar terciptanya perubahan sosial. Ketika
struktural fungsional mengatakan bahwa perubahan sosial dalam masyarakat itu selalu terjadi pada titik
ekulibrium, teori konflik melihat perubahan sosial disebabkan karena adanya konflik-konflik
kepentingan. Namun pada suatu titik tertentu, masyarakat mampu mencapai sebuah kesepakatan
bersama. Di dalam konflik, selalu ada negosiasi-negosiasi yang dilakukan sehingga terciptalah suatu
konsensus.
Konflik pada dasarnya adalah sesuatu yang tidak dapat dihindari tapi juga dibutuhkan oleh masyarakat,
karena konflik mempertegas identitas-identitas dalam kelompok dan membentuk dasar stratifikasi
sosial. Walaupun teori konflik klasik pada dasarnya sudah tidak dapat digunakan untuk menganalisis
fenomena konflik kontemporer, karena teori ini diciptakan pada konteks kesejarahan yang berbeda dan
perubahan struktur dan dinamika masyarakat telah diluar imajinasi para ilmuwan teori konflik klasik.
Namun antara teori klasik dan teori kontemporer pada dasarnya sepakat bahwa konflik memainkan
peran sentral dalam kehidupan karena mampu menjadi agen perubahan dan menjadi motor yang
memobilisasi tindakan sosial.
Konflik terjadi antar kelompok memperebutkan hal yang sama, tetapi konflik akan menuju ke arah
kesepakatan (consensus). Selain itu masyarakat tak mungkin terintegrasi secara permanen dengan
mengandalkan kekuasaan dari paksaan dari kelompok yang dominan. Sebaliknya, masyarakat yang
terintegrasi atas dasar konsensus sekalipun, tak mungkin bertahan secara permanen tanpa adanya
kekuasaan paksaan. Jadi, konflik dan konsensus merupakan gejala-gejala yang terelakkan dalam
masyarakat.

JENIS JENIS KONFLIK DALAM ORGANISASI


1. Konflik intrapersonal yaitu konflik yang terjadi dalam diri seseorang/konflikseseorang dengan dirinya
sendiri. Konflik ini terjadi apabila pada waktu yang sama seseorang memiliki dua keinginan yang tidak
mungkin dipenuhi sekaligus.
2. Konflik interpersonal adalah pertentangan seseorang dengan orang lain karena pertentangan
kepentingan atau keinginan. Hal ini sering terjadi antara dua orang yang berbeda status, jabatan dan
bidang pekerjaan.
3. Konflik antara individu dengan kelompok. Contoh seorang individu yang dihukum oleh kelompok
kerjanya karena ia tidak dapat mencapai norma-norma kelompoknya.

4. Konflik antar kelompok dalam organisasi yang sama karena terjadi pertentangan kepentingan antar
kelompok.
5. Konflik antar organisasi, yang timbul sebagaia akibat dari persaingan

PENANGANAN KONFLIK
Konflik sangat erat dalam kehidupan manusia. Hendricks (2006) berpendapat bahwa konflik adalah
sesuatu yang tak terhindarkan. Menurut Aldag dan Stearns (dalam Wahyudi, 2011) konflik adalah
ketidaksepahaman antara dua atau lebih individu atau kelompok sebagai akibat dari usaha kelompok
lainnya yang mengganggu pencapaian tujuan. Luthans (2011) menggambarkan konflik sebagai
ketidaksesuaian antara nilai atau tujuan antar anggota organisasi. Konflik dipandang sebagai perilaku
yang mengganggu seseorang dalam mencapai tujuan yang ditetapkan.
Criblin (dalam Wahyudi, 2011) mengartikan manajemen konflik merupakan teknik yang dilakukan
pemimpin organisasi untuk mengatur konflik dengan cara menentukan peraturan dasar dalam bersaing.
Sementara menurut Wirawan (2013) manajemen konflik merupakan aktivitas untuk mengendalikan dan
mengubah konflik demi menciptakan keluaran konflik yang menguntungkan. Manajemen konflik
merupakan upaya untuk mengarahkan konflik destruktif menjadi konflik konstruktif sehingga
menimbulkan dan mengembangkan kreativitas dan inovasi. Menurut Thomas (dalam Daft, 2010)
terdapat lima gaya penanganan konflik, yaitu (1) bersaing, (2) menghindar, (3) berkompromi, (4)
mengakomodasi, dan (5) berkolaborasi. Tidak ada gaya manajemen konflik yang efektif untuk semua
situasi. Setiap individu diharapkan dapat memilih gaya yang cocok dengan karakter kepribadiannya
untuk menangani konflik yang muncul dalam hidupnya. Gaya manajemen konflik yang tepat adalah gaya
yang sesuai dengan kepribadian seseorang. Berhadapan dengan konflik interpersonal, individu
diharapkan mampu menilai gaya manajemen konflik yang efektif. Hal-hal inilah yang mendasari peneliti
untuk menelusuri gaya manajemen konflik para seminaris X.

Anda mungkin juga menyukai