BAB I
PENDAHULUAN
Tujuan Umum :
Mahasiswa dapat memahami dan
menjelaskan Manajemen Konflik serta
ruang lingkupnya.
Materi :
1. Apa itu Konflik
2. Pengertian Manajemen Konflik
3. Peran Manajemen Konflik
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. APA ITU KONFLIK
Hasil Belajar 1 :
Mahasiswa dapat mengetahui dan
memahami Koflik
Definisi Konflik
Banyak definisi tentang konflik yang diberikan oleh ahli manajemen. Hal ini
tergantung pada sudut tinjauan yang digunakan dan persepsi para ahli
tersebut tentang konflik dalam organisasi. Namun, di antara maknamakna
yang berbeda itu nampak ada suatu kesepakatan, bahwa konflik
dilatarbelakangi oleh adanya ketidakcocokan atau perbedaan dalam hal nilai,
tujuan, status, dan budaya. Definisi di bawah ini menunjukkan perbedaan-
perbedaan dimaksud.
… the condition of objective incompatibility between values or goals, as
the bahavior of deliberately interfering with another’s goal achievement,
and emotional in terms of hostility (Luthans, 1985:386).
Situasi yang terjadi ketika ada perbedaan pendapat atau perbedaan cara
pandang diantara beberapa orang, kelompok atau organisasi.
Sikap saling mempertahankan diri sekurang-kurangnya diantara dua
kelompok, yang memiliki tujuan dan pandangan berbeda, dalam upaya
mencapai satu tujuan sehingga mereka berada dalam posisi oposisi, bukan
kerjasama.
Menurut Webster (1966) dalam Dean G. Pruitt dan Feffrey Z. Rubin, istilah
“conflict” dalam bahasa aslinya berarti suatu “perkelahian, peperangan, atau
perjuangan” yaitu berupa konfrontasi fisik antara beberapa pihak. Arti kata itu
kemudian berkembang menjadi “ketidaksepakatan yang tajam atau oposisi
atas berbagai kepentingan”.
Dean G. Pruitt dan Feffrey Z. Rubin memaknai konflik sebagai persepsi
mengenai perbedaan kepentingan (perceived divergence of interest) atau
suatu kepercayaan bahwa aspirasi pihak-pihak yang berkonflik tidak dapat
dicapai secara simultan. Konflik dapat terjadi pada berbagai macam keadaan
dan pada berbagai tingkat kompleksitas. Konflik merupakan sebuah duo yang
dinamis.
Konflik dapat terjadi hanya karena salah satu pihak memiliki aspirasi tinggi
karena allternatif yang bersifat integrative dinilai sulit didapat. Ketika konflik
semacam ini terjadi, maka ia akan semakin mendalam bila aspirasi sendiri
atau aspirasi pihak lain bersifat kaku dan menetap Aspirasi dapat
mengakibatkan konflik karena salah satu dari dua alasan, yaitu masing-
masing pihak memiliki alasan untuk percaya bahwa mereka mampu
mendapatkan sebuah objek bernilai untuk diri mereka sendiri atau mereka
percaya bahwa berhak memeiliki objek tersebut. Pertimbangan pertama
bersifat realistis, sedangkan pertimbangan kedua bersifat idealis.
Munculnya konflik tidak selalu bermakna negatif, artinya jika konflik dapat
dikelola dengan baik , maka konflik dapat memberi kontribusi positif terhadap
kemajuan sebuah organisasi.
Manajemen Konflik
Tujuan Umum :
Mahasiswa dapat memahami dan
menjelaskan Konsep Konflik.
Materi :
4. Organisasi Sebagai Suatu Sistem
5. Konflik sebagai Bagian dari Perilaku
Organisasi
6. Konsep tentang Konflik
Tujuan Umum :
Mahasiswa dapat memahami dan
menganalisis Konflik Organisasi.
Materi :
7. Hakekat Konflik, Proses Terjadinya Konflik
8. Penyebab Konflik, Jenis-Jenis Konflik
b. Jenis-Jenis Konflik
Terdapat berbagai macam jenis konflik, tergantung pada dasar yang
digunakan untuk membuat klasifikasi. Ada yang membagi konflik atas
dasar fungsinya, ada pembagian atas dasar pihak-pihak yang terlibat
dalam konflik, dan sebagainya.
a. Konflik Dilihat dari Fungsi
Berdasarkan fungsinya, Robbins (1996:430) membagi
konflik menjadi dua macam, yaitu: konflik fungsional (Functional
Conflict) dan konflik disfungsional (Dysfunctional Conflict). Konflik
fungsional adalah konflik yang mendukung pencapaian tujuan
kelompok, dan memperbaiki kinerja kelompok. Sedangkan konflik
disfungsional adalah konflik yang merintangi pencapaian tujuan
kelompok.
Menurut Robbins, batas yang menentukan apakah suatu
konflik fungsional atau disfungsional sering tidak tegas (kabur).
Suatu konflik mungkin fungsional bagi suatu kelompok, tetapi tidak
fungsional bagi kelompok yang lain. Begitu pula, konflik dapat
fungsional pada waktu tertentu, tetapi tidak fungsional di waktu
yang lain. Kriteria yang membedakan apakah suatu konflik
fungsional atau disfungsional adalah dampak konflik tersebut
terhadap kinerja kelompok, bukan pada kinerja individu. Jika konflik
tersebut dapat meningkatkan kinerja kelompok, walaupun kurang
memuaskan bagi individu, maka konflik tersebutdikatakan
fungsional. Demikian sebaliknya, jika konflik tersebut hanya
memuaskan individu saja, tetapi menurunkan kinerja kelompok
maka konflik tersebut disfungsional.
b. Konflik Dilihat dari Pihak yang Terlibat di Dalamnya
Berdasarkan pihak-pihak yang terlibat di dalam konflik, Stoner dan
Freeman (1989:393) membagi konflik menjadi enam macam, yaitu:
1) Konflik dalam diri individu (conflict within the individual). Konflik
ini terjadi jika seseorang harus memilih tujuan yang saling
bertentangan, atau karena tuntutan tugas yang melebihi batas
kemampuannya.
2) Konflik antar-individu (conflict among individuals). Terjadi karena
perbedaan kepribadian (personality differences) antara individu
yang satu dengan individu yang lain.
3) Konflik antara individu dan kelompok (conflict among individuals
and groups). Terjadi jika individu gagal menyesuaikan diri
dengan norma - norma kelompok tempat ia bekerja.
4) Konflik antar kelompok dalam organisasi yang sama (conflict
among groups in the same organization). Konflik ini terjadi
karena masing - masing kelompok memiliki tujuan yang berbeda
dan masing-masing berupaya untuk mencapainya.
5) Konflik antar organisasi (conflict among organizations). Konflik ini
terjadi jika tindakan yang dilakukan oleh organisasi
menimbulkan dampak negatif bagi organisasi lainnya. Misalnya,
dalam perebutan sumberdaya yang sama.
6) Konflik antar individu dalam organisasi yang berbeda (conflict
among individuals in different organizations). Konflik ini terjadi
sebagai akibat sikap atau perilaku dari anggota suatu organisasi
yang berdampak negatif bagi anggota organisasi yang lain.
Misalnya, seorang manajer public relations yang menyatakan
keberatan atas pemberitaan yang dilansir seorang jurnalis.
Pengelolaan Konflik
Menurut Kreitner dan Kinicki (1995), manajer atau pimpinan
organisasi harus proaktif untuk mengidentifikasikan keberadaan
kondisi - kondisi tersebut dalam organisasinya, dan jika salah
satu atau lebih dari kondisi itu muncul, maka ia harus segera
mengambil tindakan, sebelum kondisi itu menjadi konflik
terbuka atau konflik yang nyata (manifest conflict). Dengan cara
seperti ini, diharapkan konflik tidak meluas ke seluruh
organisasi dan akhirnya mempengaruhi kinerja karyawan.
Untuk itulah maka manajer harus memiliki kemampuan untuk
mengelola konflik, sehingga konflik tidak menjadi faktor yang
mengancam keberlangsungan hidup organisasi, tetapi menjadi
faktor yang fungsional untuk meningkatkan kinerja organisasi.
PENYEBAB KONFLIK
Konflik dapat berkembang karena berbagai sebab :
1. Batasan pekerjaan yang tidak jelas
2. Hambatan komunikasi
3. Tekanan waktu
4. Standar, peraturan dan kebijakan yang tidak masuk akal
5. Pertikaian antar pribadi
6. Perbedaan status
7. Harapan yang tidak terwujud
Tujuan Umum :
Mahasiswa dapat memahami dan
menganalisis dan memeahami tentang
Performansi Kerja dan Produktifitas.
Materi :
9. Pendekatan Manajemen Konflik
10. Performansi Kerja
11. Produktivitas Kerja
b. Performansi Kerja
Kinerja karyawan yang tinggi akan menghasilkan performansi kerja
yang tinggi pula, menurut As’ad (2001) performansi kerja dapat dilihat
dari hasil yang dicapai oleh seseorang sesuai ukuran yang berlaku untuk
dalam bentuk gaji, keamanan kerja, kebaikan, pengakuan dari dasar dan
(communication).
kita lalui setiap hari, sadar atau tidak sadar manusia dihadapkan pada
tergantung dengan kondisi pasar yang ada. Pasar merupakan salah satu
kunci yang sangat mempengaruhi masa kejayaan suatu produk, hal ini
memiliki produktivitas kerja yang tinggi. Akan tetapi hal tersebut sulit
Pengertian Produktivitas
productivity”.
Berdasarkan pendapat diatas dapat kita ketahui bahwa
produktivitas individu dapat dinilai dari apa yang dilakukan oleh individu
outputs".
ukur atau penunjuk hasil yang dicapai individu, kelompok atau organisasi
menyatakan bahwa:
sebuah hubungan antara keluaran atau hasil kerja, berupa barang atau
hasil kerja atau pelayanan jasa atas penggunaan sumber daya manusia
dan produksi. Hubungan ini biasanya dalam bentuk perbandingan antara
baik dari pada kemarin, dan hari esok lebih baik dari hari ini.
kuantitas, dan waktu yang kedua yaitu efisiensi yang berkaitan dengan
a Efisiensi
b Efektivitas
ke proses.
c Kualitas
Tujuan Umum :
Mahasiswa dapat memahami dan
menjelaskan Daampak Konflik bagi
Performansi Kerja.
Materi :
12. Hubungan Konflik Dengan Performa Kerja
13. Tingkatan Konflik dalam Hubungan dengan
Performa Kerja
14. Konsekuensi yang Timbul Akibat Konflik
BAB VI
MODEL MANAJEMEN KONFLIK
Tujuan Umum :
Mahasiswa dapat memahami dan
menjelaskan Model Manajemen Konflik.
Materi :
15. Model Interaktif
16. Model Stimulasi
17. Model Pengurangan Konflik
18. Implementasi Model Manajemen Konflik
a. Model Interaktif
b. Model Stimulasi
c. Model Pengurangan Konflik
d. Implementasi Model Manajemen Konflik
BAB VII
KEPEMIMPINAN YANG EFEKTIF
Tujuan Umum :
Mahasiswa dapat memahami dan
menjelaskan Kepemimpinan yang Efektif
Materi :
19. Apa itu Konflik
20. Pengertian Manajemen Konflik
21. Peran Manajemen Konflik
Tujuan Umum :
Mahasiswa dapat memahami dan
menjelaskan Manajemen Konflik serta
ruang lingkupnya.
Materi :
22. Metode Resolusi Konflik
23. Strategi dan Taktik Konflik Organisasi
24. Kebijakan Organisasi
Tujuan Umum :
Mahasiswa dapat memahami dan
menganalisa serta menerapkan Mediasi
Konflik dan Arbitrase
Materi :
25. Pengertian, Tujuan, Jenis dan Prasyarat
Mediator
26. Proses Mediasi
27. Pengertian Arbitrase dan Jenis-Jenis
Arbitrase
b. Proses Mediasi
Inggris “arbitration”. Kata arbitrase juga berasal dari bahasa Latin, yaitu
keputusan yang diberikan oleh hakim atau para hakim yang mereka
pilih atau mereka tunjuk secara langsung. Oleh karena itu arbitrase
dan
di
adili oleh hakim yang adil yang tidak memihak kepada salah satu
2
kedua belah pihak.
2. Dasar Hukum
Arbitrase
Penyelesaian Sengketa.
(2) Bagian II, Pasal 624 sampai dengan Pasal 630 tentang
Pemeriksaan PERKARA DIDEPAN ARBITRASE
Tujuan Umum :
Mahasiswa dapat memahami dan
menjelaskan Resolusi Konflik.
Materi :
28. Pengertaian Resolusi Konflik
29. Hubungan Industrial
30. Penyelesaian Perselisihan Hubungan
Industrial
d) Organisasi Pengusaha
Organisasi pengusaha berhak dibentuk oleh para pengusaha, seperti
Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO). Visi APINDO yaitu terciptanya
iklim usaha yang baik bagi dunia usaha dan misinya adalah meningkatkan
hubungan industrial yang harmonis terutama ditingkat perusahaan,
merepresentasikan dunia usaha Indonesia di lembaga ketenagakerjaan, dan
melindungi, membela dan memberdayakan seluruh pelaku usaha khususnya
anggota. Untuk menjadi anggota APINDO perusahaan dapat mendaftar di
Dewan Pengurus Kota/Kabupaten (DPK) atau di Dewan Pengurus Privinsi
(DPP) atau di Dewan Pengurus Nasional (DPN).
f) Peraturan Perusahaan
Peraturan Perusahaan adalah suatu peraturan yang dibuat secara
tertulis yang memuat ketentuanketentuan tentang syarat‐syarat kerja serta
tata tertib perusahaan.
g) Perjanjian Kerja Bersama
Perjanjian Kerja Bersama (PKB) adalah perjanjian yang disusun oleh
pengusaha dan serikat yang telah terdaftar yang dilaksanakan secara
musyawarah untuk mencapai mufakat.
kepentingan yang
berlawanan/berbeda keyakinan bahwa individu
menyadari adanya
antar individu atau atau kelompoklain akan
kepentingan
kelompok menghalangi
yangberlawanan
kepentingannya
KONFLIK
tindakan yang
menghalangi kepentingan
pihak lain
c. SP. JICT, Akibat Konflik Internal, Karyawan PT JICT Bentuk Serikat Baru
“Berita hukum- Serikat Pekerja Internasional Countainer Terminal (SP
JICT) terbelah menjadi dua. Hal itu mengancam terjadinya konflik internal
PT JITC, apalagi anggota yang keluar dari SP JITC saat ini sudah
mendeklarasikan diri membentuk serikat baru yakni Serikat Buruh
Internasional Countainer Terminal (SB JICT). Namun untuk saat ini,
serikat baru itu nampaknya belum mendapat restu dari perusahaan.
Untuk itu mereka mengadakan unjuk rasa didepan kantor Komnas HAM,
Jakarta, Jumat (4/1).
Ketua SB JICT, Sobirin menjelaskan soal pembentukan serikat yang
dibuat pihaknya, menurutnya, pembentukan itu berawal dugaan
pelanggaran yang dilakukan kolaborasi antara serikat pekerja (SP JICT)
dengan Management. "Yang paling pertama adalah bahwa kita sudah
melaporkan tentang pelarangan," katanya. Ia menegaskan, apa yang
pihaknya lakukan untuk membentuk serikat baru dilindungi oleh UUD
maupun UU No. 21 tentang Ketenagakerjaan atau tentang berserikat.
"Tapi yang dilakukan oleh managemen dan serikat pekerja yang sudah
ada itu jelas merupakan satu tindak pelanggaran. Kalau kita lihat di UU
No 21 itu jelas ranah Hukumnya itu adalah pelanggaran. Dan itu ada
sanksi pidananya, jadi itu jelas beranggapan bahwa ini adalah sangat
terkait dengan Pidana atau tindakan pidana yang mereka lakukan,"
tambahnya….”
Untuk lebih menjamin terciptanya rasa keadilan bagi pihak yang beperkara,
menurut UU No 2 Tahun 2004, penyelesaian sengketa diutamakan melalui
perundingan guna mencarimusyawarah mufakat di luar pengadilan Ada empat
cara yang dapat dilakukan dalam perundingan atau penyelesaian perselisihan di
luar pengadilan, yaitu melalui bipartit, konsiliasi, arbitrase, dan mediasi.
1. Bipartit
Penyelesaian perselisihan atau perundingan antara pengusaha dan
pekerja atau kuasa pekerja (serikat pekerja) di tingkat perusahaan. Bilamana
dalam perundingan ini terjadi kesepakatan, maka dibuat Perjanjian Bersama
yang ditandatangani oleh kedua belah pihak beperkara. Selanjutnya
Perjanjian Bersama ini wajib didaftarkan di Perselisihan Hubungan Industrial
guna memperoleh Akta Bukti Pendaftaran Perjanjian Bersama. Apabila
ternyata kemudian salah satu pihak tidak melaksanakan kesepakatan dalam
Perjanjian Bersama, pihak yang dirugikan hak perdatanya dapat mengajukan
permohonan eksekusi kepada PHI di wilayah hukumnya. Penyelesaian
perselisihan melalui Bipartit ini harus tuntas paling lama 30 hari sejak tanggal
perundingan. Bilamana dalam jangka waktu 30 hari perundingan buntu
(deadlock) atau salah satu pihak yang beperkara menolak untuk berunding,
maka perundingan bipartite dianggap gagal. Apabila dalam perundingan
bipartit gagal, maka salah satu atau kedua belah pihak mencatatkan
perselisihannya kepada Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) setempat dengan
melampirkan bukti upaya penyelesaian bipartit. Selanjutnya, Disnaker
menawarkan kepada para pihak beperkara untuk memilih penyelesaian
melalui konsiliasi atau arbitrase. Namun apabila pihak yang beperkara tidak
menetapkan pilihan melalui konsiliasi atau arbitrase, Disnaker melimpahkan
penyelesaiannya melalui mediasi.
2. Konsiliasi
Konsoliasi adalah lembaga perorangan atau swasta mandiri yang
diangkat dan diberhentikan dalam periode tertentu melalui Keputusan
Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI. Konsiliasi mencakup
penyelesaian perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan
kerja (PHK), dan perselisihan antarserikat pekerja dalam satu perusahaan
yang dilakukan melalui musyawarah yang ditengahi oleh seorang atau lebih
konsiliator yang netral. Berbeda dengan mediasi yang dapat menyelesaikan
segala jenis perselisihan, dalam konsiliasi ada pengecualian, yaitu
perselisihan hak. Perselisihan hak hanya dapat diselesaikan melalui
lembaga mediasi.
Apabila dalam perundingan di tingkat konsiliasi ini terjadi kesepakatan
para pihak, maka dibuat Perjanjian Bersama yang ditandatangani kedua
belah pihak beperkara. Selanjutnya didaftarkan di PHI untuk mendapatkan
Akta Bukti Pendaftaran. Sebaliknya apabila tidak terjadi kesepakatan, maka
pihak yang merasa kurang puas atau dapat mengajukan surat gugatan ke
PHI.
3. Arbitrase.
Penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui arbitrase
hubungan industrial yang dilakukan oleh arbiter harus diawali dengan upaya
mendamaikan kedua belah pihak yang berselisih. Apabila perdamaian
tersebut tercapai, maka arbiter atau majelis arbiter wajib membuat akta
perdamaian yang ditandatangani oleh para pihak yang berselisih dan arbiter.
Penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui arbitrase harus sudah
diselesaikan dalam jangka 30 hari kerja sejak penandatanganan surat
penunjukan arbiter. Perpanjangan waktu penyelesaian perselisihan hanya
dapat dilakukan satu kali, yaitu sebanyak 14 hari kerja. Hal ini harus dengan
persetujuan para pihak.
Selanjutnya perselisihan hubungan industrial yang sedang atau telah
diselesaikan melalui arbitrase tidak dapat dilakukan di Pengadilan Hubungan
Industrial (Pasal 53 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004). Apabila terjadi
penyelesaian damai, maka arbiter akan membantu para pihak untuk
membuat perjanjian bersama dan mendaftarkannya di Pengadilan
Perselisihan Hubungan Industrial untuk mendapatkan bukti akta perdamaian.
Namun apabila tidak terjadi penyelesaian secara damai dan kekeluargaan,
arbiter akan mengeluarkan putusan yang bersifat final, yang harus diikuti
oleh para pihak yang berselisih. Atas putusan arbiter tidak dapat diajukan
gugatan ke pengadilan, karena putusan tersebut telah mempunyai kekuatan
hukum yang mengikat para pihak, dan merupakan putusan akhir yang
berkekuatan tetap.
4. Mediasi
Mediasi adalah penyelesaian perselisihan antara pengusaha dan
pekerja atau kuasa pekerja yang diperantarai mediator atau Pegawai
Departemen Tenaga Kerja yang ditunjuk Menteri Tenaga Kerja dan
Transmigrasi RI. Dulu, disebut Tingkat Tripartit atau Tingkat Perantaraan.
Lembaga ini merupakan penyelesaian terakhir di luar pengadilan, apabila
salah satu atau para pihak beperkara tidak dapat menetapkan pilihan
konsiliasi atau arbitrase, atau menolak penyelesaian perselisihan melalui
konsiliasi atau arbitrase.
Anjuran tertulis
Tidak berhasil
Berhasil damai
mendamaikan
MEDIASI Pembatan o/ MA
pihak
BIPARTIT
Perselisihan
1. Self-help
Strategi self-help sering dilihat sebagai suatu tindakan sepihak yang
bersifat destruktif. Tindakan ini kadang dilakukan oleh pihak yang kuat
untuk menekan pihak yang lemah. Strategi self-help ini dapat digunakan
untuk tindakan yang konstruktif dalam bentuk menarik diri, menghindar,
tidak mengikuti, atau melakukan tindakan independen. Pihak yang lemah
sangat tepat jika menerapkan strategi ini. Karena self-help merupakan
tindakan sepihak yang potensial dapat meningkatkan respon, meyebabkan
strategi ini sulit untuk mencapai solusi yang konstruktif. Langkah- langkah
yang dapat diambil dalam menerapkan strategi self-help, antara lain:
a. Exit. Jika tekanan dari pihak yang kuat terhadap pihak yang lemah
sangat kuat, maka pihak yang lemah sebaiknya keluar dari tekanan
tersebut. Hal ini didasarkan pertimbangan bahwa tekanan tersebut akan
menimbulkan pengaruh yang kuat pada kehidupan pihak yang tertekan.
b. Avoidance. Menurut Indriyo Gitosudarmo dan I Nyoman Sudita
(2000: 118-119) Tindakan menghindar dilakukan berdasarkan
perhitungan untung ruginya untuk melakukan suatu aksi. Jika biaya yang
dikeluarkan lebih besar dari keuntungan yang akan didapat maka strategi
menghindar dapat diterapkan. Dua strategi penghindaran yang dapat
dilakukan adalah mengabaikon konflik yang terjadi dan melakukan
pemisahan secara fisik.
c. Noncompliance. Strategi ini berguna untuk mencari dukungan atas
tindakan yang akan dilaksanakan sebagai akibat dari kewengan yang
dimiliki sangat kecil. Tindakan ini dilakukan karena ada pihak yang tidak
sepakat untuk bertindak karena tidak sesuai dengan yang diharapkan.
Strategi ini juga merupakan langkah awal untuk menerapkan strategi joint
problem solving atau third-party decision making.
d. Unilateral action. Tindakan ini sangat memungkinkan terjadinya
kekerasan, karena dua pihak saling berbenturan kepentingan. Pihak yang
melakukan tindakan ini menganggap apa yang dilakukan merupakan
bagian dari kepentingannya. Tetapi pihak lain mungkin akan
menginterpretasikan sebagai tindakan yang destruktif.
Menurut Winardi (1994: 79), metode manajemen konflik ada tiga bentuk, 1)
stimulasi konflik pada unit-unit atau organisasi yang hasil pekerjaan mereka
tertinggal, dibandingkan dengan standar, disebabkan oleh karena tingkat konflik
yang terjadi di sana terlampau rendah. 2) Mengurangi atau menekan konflik
sewaktu tingkat konflik tersebut terlampau tinggi atau tidak produktif. 3)
menyelesaikan konflik.
Sedangkan menurut James AF. Stoner dan R. Edward Freeman
(1992: 562) bahwa metode manajemen konflik adalah sebagai berikut:
a) Stimulasi (merangsang) Konflik.
Seperti telah disebutkan dimuka, konflik dapat menimbulkan
dinamika dan pencapaian cara-cara yang lebih baik dalam pelaksanaan
kegiatan kerja suatu kelompok. Situasi di mana konflik terlalu rendah
akan menyebabkan karyawan takut berinisiatif dan menjadi pasif.
Kejadian-kejadian, perilaku dan informasi yang dapat mengarahkan orang-
orang bekerja lebih baik diabaikan; para anggota kelompok saling
bertoleransi terhadap kelemahan dan kejelekan pelaksanaan kerja.
Metode stimulasi konflik menurut James AF. Stoner dan R. Edward
Freeman (1992: 562) meliputi: (1). Pemasukan atau penempatan orang luar
ke dalam kelompok, (2). Penyusunan kembali organisasi, (3). Penawaran
bonus, pembayaran insentif dan penghargaan untuk mendorong persaingan,
(4). Pemilihan manajer- manajer yang tepat, da (5). Perlakuan yang berbeda
dengan kebiasaan.
3
menghindar yang paling efektif.
Akibat negative
• Menghambat komunikasi.
• Mengganggu kohesi (keeratan hubungan).
• Mengganggu kerjasama atau “team work”.
• Mengganggu proses produksi, bahkan dapat menurunkan produksi.
• Menumbuhkan ketidakpuasan terhadap pekerjaan.
• Individu atau personil menga-lami tekanan (stress), mengganggu konsentrasi,
menimbulkan kecemasan, mangkir, menarik diri, frustrasi, dan apatisme.
Menurut Mulyasa pada umumnya konflik berlangsung dalam lima tahap, yaitu.
1) Tahap potensial, yaitu munculnya perbedaan di antara individu, organisasi, dan
lingkunan merupakan potensi terjadinya konflik;
2) Konflik terasakan, yaitu kondisi ketika perbedaan yang muncul dirasakan oleh
individu, dan mereka mulai memikirkannya.
3) Pertentangan, yaitu ketika konflik berkembang menjadi perbedaan pendapat di
anatara individu atau kelompok yang saling bertentangan.
4) Konflik terbuka, yaitu tahapan ketika pertentangan berkembang menjadi
permusuhan secara terbuka.
5) Akibat konflik, yaitu tahapan ketika konflik menimbulkan dampak terhadap
kehidupan dan kinerja organisasi. Jika konflik terkelola dengan baik, maka akan
menimbulkan keuntungan, seperti tukar pikiran, ide dan menimbulkan
kreativitas. Tetapi jika tidak dikelola dengan baik, dan melampaui batas, maka
akan menimbulkan kerugian seperti saling permusuhan
Konflik dilatarbelakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang dibawa individu dalam suatu
interaksi. perbedaan-perbedaan tersebut diantaranya adalah menyangkut ciri fisik,
kepandaian, pengetahuan, adat istiadat, keyakinan, dan lain sebagainya. Konflik
hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu sendiri.
Konflik bertentangan dengan integrasi. Konflik dan Integrasi berjalan sebagai sebuah
siklus di masyarakat. Konflik yang terkontrol akan menghasilkan integrasi. sebaliknya,
integrasi yang tidak sempurna dapat menciptakan konflik.
(Wikipedia Indonesia, 27 /11/ 2006) Adapun factor – factor penyebab konflik antara
lain
1) Perbedaan individu, yang meliputi perbedaan pendirian dan perasaan.
2) Perbedaan latar belakang kebudayaan sehingga membentuk pribadi-pribadi
yang berbeda pula. seseorang sedikit banyak akan terpengaruh dengan pola-
pola pemikiran dan pendirian kelompoknya.
3) Perbedaan kepentingan antara individu atau kelompok, diantaranya
menyangkut bidang ekonomi, politik, dan sosial; dan
4) Perubahan-perubahan nilai yang cepat dan mendadak dalam masyarakat.
Tahap V : Hasil
1. Hasil Fungsional
Konflik bersifat konstruktif apabila konflik itu memperbaiki kualitas keputusan,
merangsang kreativitas dan inovasi, mendorong perhatian dan keingintahuan di
kalangan anggota kelompok, menjadi saluran yang merupakan sarana
penyampaian masalah dan peredaan ketegangan, dan memupuk lingkungan
evaluasi diri serta perubahan
2. Hasil Disfungsional
Konsekuensi destruktif konflik pada kinerja kelompok atau organisasi umumnya
sangat dikenal. Oposisi yang tidak terkendali memunculkan ketidakpuasan, yang
bertindak menghilangkan ikatan bersama, dan pada akhirnya mendoromg ke
penghancuran kelompok itu. Konflik dari ragam disfungsional dapat mengurangi
efektifitas kelompok.
STRATEGI
MENGHINDAR
Apabila kelompok-kelompok yang sedang bertengkar dating pada seorang Kepala
sekolah untuk meminta keputusannya, tetapi ternyata bahwa sang Kepala sekolah
menolak untuk turut campur dalam persoalan tersebut, maka setiap pihak akan
mengalami perasaan tidak puas. Memang perlu diakui bahwa sikap pura-pura
bahwa tidak ada konflik, merupakan seuah bentuk tindakan menghindari. Bentuk
lain adalah penolakan (refusal) untuk menghadapi konflik, dengan jalan mengulur-
ulur waktu, dan berulangkali menangguhkan tindakan, “sampai diperoleh lebih
banyak informasi”
Menghindari konflik dapat dilakukan jika isu atau masalah yang memicu konflik
tidak terlalu penting atau jika potensi konfrontasinya tidak seimbang dengan akibat
yang akan ditimbulkannya. Penghindaran merupakan strategi yang memungkinkan
pihak-pihak yang berkonfrontasi untuk menenangkan diri. Kepala Sekolah yang
terlibat didalam konflik dapat menepiskan isu dengan mengatakan “Biarlah kedua
pihak mengambil waktu untuk memikirkan hal ini dan menentukan tanggal untuk
melakukan diskusi”.
Penggunaan :
Ketika permasalahannya tidak lebih penting dari hal lain
Ketika Anda tidak menerima kesempatan untuk memuaskan keinginan Anda,
atau permasalahannya terlihat tidak pada jalurnya atupun bergejala pada hal
lain, lebih dari permasalahan dasar.
Ketika kerusakan karena konflik lebih besar daripada keuntungan resolusinya
Untuk menenangkan orang lain; untuk mengurangi ketegangan sekaligus untuk
menambah pandangan dan kesabaran
Untuk membiarkan orang lain memecahkan konflik lebih efektif
Ketika mngumpulkan lebih banyak informasi akan menambah keuntungan
solusi yang terlalu cepat
Mengakomodasi
Memberi kesempatan pada orang lain untuk mengatur strategi pemecahan
masalah, khususnya apabila isu tersebut penting bagi orang lain. Hal ini
memungkinkan timbulnya kerjasama dengan memberi kesempatan pada mereka
untuk membuat keputusan. Personelt yang menjadi bagian dalam konflik dapat
mengakomodasikan pihak lain dengan menempatkan kebutuhan pihak lain di
tempat yang pertama.
Metode ini mengabaikan keinginan atau kepentingan pribadi untuk memuaskan
keinginan orang lain; ada pengorbanan diri dalam bentuk ini. Mengakomodasi
seperti beramal atau berbuat baik pada orang lain, mematuhi perintah orang lain
ketika seseorang lebih tidak memilih untuk melakukannya, ataupun menyerah
pada pandangan orang lain. Mengalah, memberi jalan pada orang lain.
Penggunaan :
Ketika Anda sadar bahwa Anda salah, untuk membiarkan posisi yang lebih baik
terdengar, untuk belajar dari orang lain,
Ketika permasalahan lebih penting untuk orang lain daripada untuk Anda, untuk
memenuhi kebutuhan orang lain, dan sebagai pertanda baik untuk
mempertahankan hubungan kerja sama.
Untuk menciptakan kewajiban pada orang lain untuk permasalahan yang lebih
penting bagi anda
Ketika menciptakan harmoni dan menghindari perpecahan sangatlah penting
Untuk meningkatkan kapasitas anggota tim dengan membiarkan mereka
bereksperimen dan belajar dari kesalahan mereka sendiri.
Kompetisi
Gunakan metode ini jika anda percaya bahwa anda memiliki lebih banyak
informasi dan keahlian yang lebih dibanding yang lainnya atau ketika anda tidak
ingin mengkompromikan nilai-nilai anda. Metode ini mungkin bisa memicu konflik
tetapi bisa jadi merupakan metode yang penting untuk alasan-alasan keamanan.
Metode ini bertitik tolak pada power dengan menggunakan power apapun yang
sesuai untuk memenangkan posisi. Membela hak-hak pribadi mempertahankan
posisi yang dipercayai benar, atau sederhananya mencoba menang.
Memaksakan keinginan atau splusi yang diyakini benar.
Penggunaan:
Ketika dibutuhkan tindakan cepat
Pada permasalahan penting di mana tindakan yang tidak terlalu sering
dilakukan perlu diwujudkan
Pada permasalahan penting untuk kesejahteraan kelompok dan Anda tahu
bahwa Anda benar.
Untuk melindungi diri Anda melawan orang lain yang mengambil keuntungan
dari perilaku yang nonkompetitif
Memaksa
Apabila orang yang berkuasa pada pokoknya menyatakan “Sudah, jangan banyak
bicara, saya berkuasa di sini, dan Saudara harus melaksanakan perintah saya”,
maka semua argumen habis sudah. Supresi otokratis demikian memang dapat
menyebabkan timbulnya ekspresi-ekspresi konflik yang tidak langsung, tetapi
destruktif seperti misalnya ketaatan dengan sikap permusuhan (Malicious
obedience) Gejala tersebut merupakan salah satu di antara banyak macam bentuk
konflik, yang dapat menyebar, apabila supresi (peneanan) konflik terus-menerusa
diterapkan.
Membujuk (Smoothing)
membujuk merupakan sebuah cara untuk menekan (mensupresi) konflik dengan
cara yang lebih diplomatic, sang manager mencoba mengurangi luas dan
pentingnya ketidaksetujuan yang ada, dan ia mencoba secara sepihak membujuk
pihak lain, untuk mengkuti keinginannya. Apabila sang manager memilki lebih
banyak informasi dibandingkan dengan pihak lain tersebut, dan sarannya cukup
masuk akal, maka metode tersebut dapat bersifat efektif. Tetapi andaikata terdapat
perasaan bahwa sang menejer menguntungkan pihak tertentu, atau tidak
memahami persoalan yang berlaku, maka pihak lain yang kalah akan
menentangnya
Konflik yang timbul di tempat kerja tidak bisa dihindarkan. Namun pemimpin harus
mengelolanya secara luwes agar irama kerja sehari-hari tidak terganggu.
Sebagai pemimpin ada berbagai strategi manajemen konflik, yaitu:
Teknik 1: Ajak orang-orang yang sedang konflik pada tujuan yang lebih tinggi.
Contoh, bagian anda terlibat konflik dalam menentukan kuota penjualan.
Bagian keuangan menuntut penjualan setinggi-tingginya, sedangkan bagian
anda menuntut dukungan biaya promosi besar-besaran. Begitu orang-orang
itu kita ajak bicara pada tataran corporate, untuk tujuan yang lebih besar,
mereka akan cenderung untuk berpikir lebih jernih.
Teknik 2: Memperluas sumber daya yang ada. Konflik bisa terjadi karena sumber
daya yang langka yang dibutuhkan banyak orang.
Contoh, hanya ada satu saluran telpon untuk dua bagian. Ketika mereka
akan menggunakannya, mereka saling berebut. Cara manajemen
konfliknya? Ya, tambah saja pesawat telponnya. Ini adalah contoh yang
sangat menggampangkan, namun saya harapkan anda menangkap
gagasannya.
Teknik 3: Penghindaran. Ini yang sering dilakukan oleh orang pada umumnya.
Daripada ribut dan konflik terus dengan tetangganya, orang itu kemudian
menghindar dan berusaha untuk tidak bertatapan dengan tetangganya itu.
Ini memang bukan cara manajemen konflik yang efektif, namun kadang,
dengan penghindaran ini, pihak yang ingin konflik akan berkurang
‘semangat’ untuk konfliknya.
Teknik 4: Mencari titik temu. Ketika anda sebagai pemimpin dan menemui orang yang
konflik, anda dapat memakai teknik ini. Teknik ini berusaha mencari
persamaan yang ada antara pihak yang terlibat konflik, sekaligus juga
diperkecil perbedaan yang ada.
Contoh ada konflik antara bagian pemasaran dan produksi. Daripada
berdebat perbedaan fungsi kedua bagian itu, manajemen konflik dapat
mencari persamaan kedua bagian itu. Misalnya, mereka sama-sama fungsi
yang sangat penting dalam perusahaan, karena tanpa keduanya,
perusahaan tidak akan bisa hidup…
Teknik 5: Kompromi. Ketika anda melakukan kompromi terhadap pihak yang terlibat
konflik, mungkin masing-masing pihak tidak merasa puas terhadap
keputusan itu. Namun manajemen konflik ini efektif jika topik/barang yang
dikonflikkan bisa dibagi dua secara adil.
Teknik 6: Pakai Power. Ini adalah cara paling kuno untuk manajemen konflik. Ketika
orang yang konflik tidak mau menyudahi konfliknya, sebagai pemimpin anda
gunakan kekuasaan anda untuk menyudahi konflik itu. Walau mereka tidak
puas, namun karena mereka adalah bawahan anda, mau tidak mau mereka
harus patuh kepada anda.
Teknik 7: Mengubah sifat-sifat orang yang konflik. Mengubah sifat orang sangatlah
sukar. Namun, ini adalah manajemen konflik yang efektif untuk jangka
panjang.
Contoh, di kantor anda dijumpai karyawan yang sering bertengkar dengan
karyawan lainnya. Sebagai pemimpinnya, anda ajak pelan-pelan karyawan
itu untuk mengubah perilakunya. Dengan sabar anda bimbing karyawan itu,
dan akhirnya, ia mampu menjadi karyawan yang baik. Ketika karyawan itu
sudah berubah sikapnya, konflik yang sering terjadi di bagian anda akan
sangat berkurang.
Teknik 8: Ubah strukturnya. Agar bagian promosi dan bagian produksi tidak saling
menyalahkan, ubahlah strukturnya.
Contoh, bagian pemasaran mengeluhkan betapa sulitnya mereka menjual
karena produknya desainnya jelek, dan kualitasnya meragukan. Keluhan itu
ditanggapi oleh bagian produksi dengan cara mereka membuat produk
begitu karena memang tidak ada masukan dari bagian pemasaran. Sedang
produk yang buruk, mereka mengeluh karena terjadi pemotongan anggaran
produksi besar-besaran dari bagian keuangan. Agar mereka tidak saling
konflik, gabung saja dua bagian itu dibawah satu departemen. Sekali lagi
contoh manajemen konflik yang saya tulis ini hanya untuk
menggampangkan, dan bukannya ‘resep’ yang harus diikuti secara membabi
buta.
Teknik 9: Ciptakan musuh bersama. Agar mereka tidak usreg saling konflik, ciptakan
saja musuh bersama. Musuh ini dapat berupa pesaing agresif yang harus
dihadapi dengan bersatu, dan bukannya terpecah belah seperti sekarang ini.
Musuh ‘ciptaan’ dapat pula berupa ‘kunjungan’ pimpinan puncak ke bagian
itu, yang ‘terpaksa’ mereka harus bersatu padu untuk bersama-sama
‘menyambut’ pimpinan itu.
PETUNJUK PENDEKATAN SITUASI KONFLIK :
Diawali melalui penilaian diri sendiri
Analisa isu-isu seputar konflik
Tinjau kembali dan sesuaikan dengan hasil eksplorasi diri sendiri.
Atur dan rencanakan pertemuan antara individu-individu yang terlibat konflik
Memantau sudut pandang dari semua individu yang terlibat
Mengembangkan dan menguraikan solusi
Memilih solusi dan melakukan tindakan
Merencanakan pelaksanaannya
Pada pukul 1 siang, Astuti, seorang kepala ruang praktek menghubungi bagian
tatausaha untuk menanyakan mengapa Tn Rahmat tidak diberikan surat ijin untuk
persiapan pulang. Dengan meletakan telpon, ia berkata, “saya kecewa dengan kerja
mereka, apakah Ia pikir hanya Ia sendiri yang dapat bekerja dan tidak ada staf lain
yang mampu mengerjakannya”. Kemudian Asuti melanjutkan kalimatnya, “Saya akan
membicarakan hal ini pada seseorang”.
PERTANYAAN:
1. Apa sumber dari konflik yang sedang terjadi ?
2. Jika Anda sebagai kepala ruang/koordinator, yang bertanggung jawab atas situasi
yang terjadi, darimana Anda akan memulai mencari pemecahan masalah ini ?
3. Anda dapat memilih satu cara penanggulangan konflik, dan uraikan pendapat
anda.
4. Hal positif apa yang dapat diambil dari konflik diatas
KEPUSTAKAAN
Para manajer organisasi publik harus menyadari bahwa karena konflik disebabkan
oleh faktor-faktor yang berlainan, maka model yang digunakan dalam pengelolaan
konflik juga berlainan, tergantung keadaan. Memilih sebuah model pemecahan
konflik yang cocok tergantung pada beberapa faktor, termasuk alasan mengapa
konflik terjadi, dan hubungan khusus antara pimpinan dengan pihak yang terlibat
konflik. Menurut Greenhalgh (1999), efektivitas pimpinan organisasi dalam
menangani konflik tergantung pada seberapa baik mereka memahami dinamika
dasar dari konflik, dan apakah mereka dapat mengenali hal-hal penting yang
terdapat dalam konflik tersebut.
Bagian ketiga tulisan ini disajikan beberapa model teoretis dalam mengelola konflik
yang dikemukakan oleh para ahli manajemen dan perilaku organisasi.
Kemajuan konflik. Sulit mengatasi konflik jika semua pihak yang terlibat tidak siap
untuk suatu rekonsiliasi. Jika masing-masing pihak merasa bahwa diri mereka
paling dirugikan, maka konflik sulit dipecahkan. Karena itu, hal penting yang harus
dilakukan adalah membujuk pihak - pihak yang terlibat agar menyadari bahwa
mereka sama-sama menderita akibat konflik. Pihak-pihak yang terlibat harus
dibawa pada “posisi yang sama”, sehingga mau secara sukarela berpartisipasi
dalam penyelesaian konflik yang terjadi.
3.2 Lima Gaya Penanganan Konflik (Five Conflict-Handling Styles) dari Kreitner
dan Kinicki
Model ini ditujukan untuk menangani konflik disfungsional dalam organisasi. Dalam
model ini digambarkan lima gaya penanganan konflik yang berbeda yang disajikan
dalam bentuk tabel 2x2. Pada sumbu vertikal menggambarkan sisi pemecahan
masalah yang berorientasi pada orang lain (concern for others), dan pada sumbu
horizontal menggambarkan sisi pemecahan masalah yang berorientasi pada diri
sendiri (concern for self). Kombinasi dari kedua variabel ini menghasilkan lima
gaya penanganan masalah yang berbeda, yaitu: integrating, obliging, dominating,
avoiding, dan compromising.
Integrating (Problem Solving). Dalam gaya ini pihak-pihak yang berkepentingan
secara bersama-sama mengidentifikasikan masalah yang dihadapi, kemudian
mencari, mempertimbangkan dan memilih solusi alternatif pemecahan masalah.
Gaya ini cocok untuk memecahkan isu-isu kompleks yang disebabkan oleh salah
paham (misunderstanding), tetapi tidak sesuai untuk memecahkan masalah yang
terjadi karena sistem nilai yang berbeda. Kelemahan utamanya adalah
memerlukan waktu yang lama dalam penyelesaian masalah.
Dominating (Forcing). Orientasi pada diri sendiri yang tinggi, dan rendahnya
kepedulian terhadap kepentingan orang lain, mendorong seseorang untuk
menggunakan taktik “saya menang, kamu kalah”. Gaya ini sering disebut
memaksa (forcing) karena menggunakan legalitas formal dalam menyelesaikan
masalah. Gaya ini cocok digunakan jika cara-cara yang tidak populer hendak
diterapkan dalam penyelesaian masalah, masalah yang dipecahkan tidak terlalu
penting, dan waktu untuk mengambil keputusan sudah mepet. Tetapi tidak cocok
untuk menangani masalah yang menghendaki partisipasi dari mereka yang terlibat.
Kekuatan utama gaya ini terletak pada minimalnya waktu yang diperlukan.
Kelemahannya, sering menimbulkan kejengkelan atau rasa berat hati untuk
menerima keputusan oleh mereka yang terlibat.
Model-model di atas sudah barang tentu hanya merupakan sebagain saja dari
banyak model yang dapat dipilih dalam manajemen konflik. Model apapun yang
dipilih akan tergantung pada beberapa faktor, antara lain: (1) latar belakang
terjadinya konflik; (2) kategori pihak-pihak yang terlibat dalam konflik: apakah
antar-individu, individu dengan kelompok, atau antar-kelompok dalam organisasi;
(3) kompleksitas masalah yang akan dipecahkan; dan (4) kompleksitas organisasi.
Model - model Manajemen konflik akan bermuara pada bagaimana
mengusahakan agar konflik berada pada situasi optimal, sehingga konflik tersebut
dapat mencegah kemacetan, merangsang kreativitas, memungkinkan lepasnya
ketegangan, dan memprakarsai benih-benih untuk perubahan. Robbins
menjelaskan bahwa konflik itu baik bagi organisasi jika: (1) konflik merupakan
suatu alat untuk menimbulkan perubahan; (2) konflik mempermudah terjadinya
keterpaduan (cohesiveness) kelompok; (3) konflik dapat memperbaiki keefektifan
kelompok dan organisasi; dan (4) konflik menimbulkan tingkat ketegangan yang
sedikit lebih tinggi dan lebih konstruktif. Tingkat konflik yang tidak memadai (terlalu
rendah) atau terlalu berlebihan (konflik tinggi) dapat merintangi keefektifan
organisasi untuk mencapai kualitas pelayanan publik yang tinggi. Kedua situasi
ektrim ini dapat memunculkan sikap-sikap aparat yang apatis, absenteisme tinggi,
bekerja seadanya, tidak empatik terhadap pengguna jasa, dan sebagainya; yang
pada akhirnya akan memperendah kualitas pelayanan mereka kepada publik.
Untuk itulah diperlukan suatu keahlian untuk mengelola konflik dari setiap
pimpinan organisasi publik. Penggunaan berbagai teknik pemecahan dan motivasi
untuk mencapai tingkat konflik yang diinginkan disebut sebagai manajemen konflik.
VI. PENUTUP
Sebagaimana yang telah dijelaskan bahwa kualitas pelayanan publik dipengaruhi
oleh tingkat konflik yang ada dalam organisasi. Faktor - faktor yang menjadi
penentu tingginya kualitas pelayanan, misalnya: sikap responsif dan empatik dari
para aparatur pemerintah akan sulit muncul jika di dalam organisasi terdapat
tingkat konflik yang tinggi atau sebaliknya konflik yang terlalu rendah.
Sering kita temukan dalam setiap organisasi tentang adanya sikap pro dan kontra
dalam memandang konflik. Ada pimpinan yang memandang konflik secara negatif
dan mencoba untuk menghilangkan segala jenis konflik yang ada. Para pimpinan
ini bersikeras bahwa konflik akan memecah-belah organisasi dan menghambat
terciptanya kinerja yang optimal. Konflik memberikan indikasi tentang adanya
suatu ketidakberesan dalam organisasi, dan adanya prinsip-prinsip atau
aturanaturan yang tidak dilaksanakan dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA
De Cenzo, David A., dan Stephen P. Robbins, 1996. Human Resource
Management. New York: John Wiley & Sons, Inc.
Gibson, James L., et al., 1977. Organisasi: Perilaku, Struktur, Proses. Alih bahasa
oleh Adriani. Jakarta: Binarupa Aksara.
Greenhalgh, Leonard, 1999. “Menangani Konflik”. Dalam A.Dale Timpe, (Ed.),
Memimpin Manusia. Alih bahasa oleh Sofyan Cikmat. Jakarta: PT.Gramedia.
Kreitner, Robert, dan Angelo Kinicki, 1995. Organizational Behavior. Chicago: Irwin.
Luthans, Fred, 1985. Organizational Behavior. New York: McGraw-Hill Book
Company.
Milkovich, George T., dan Milkovich Boudreau, 1977. Human Resource
Management. Chicago: Irwin.
Miner, John B., et al., 1985. The Practice of Management. Toronto: A Bell & Howell
Company.
Robbins, Stephen P., 1996. Organizational Behavior: Concepts,Controversies, and
Applications. USA: Prentice-Hall International Editions.
Schermerhorn, John R., et al., 1982. Managing Organizational Behavior. New Yor:
John Wiley &Sons, Inc.
Sikula, Andrew F., 1976. Personnel Administration and Human Resources
Management. New York: John Wiley &Sons, Inc.
Stoner, James A.F., dan R. Edward Freeman, 1989. Management. USA: Prentice-
Hall International Editions.
Werther, William B., dan Keith Davis, 1993. Human Resouces and Personnel
Management. New York: McGraw-Hill International
The Six Thinking Hats
(Suatu Model berpikir dalam Pembuatan Keputusan)
“ Emotions are an important part of thinking and, in the end, all decisions and choices
are made on the basis of our feelings. Emotions at the right place in thinking are
essential. Emotions at the wrong place can be disastrous. The six hats method
allows us to use emotions and feelings at the right place.”
‘Six Thinking Hats’; model yang dicipta oleh Edward de Bono merupakan satu teknik
atau instumen yang penting di dalam sebuah organisasi. Model ini digunakan dalam
membuat keputusan yang mana option - option keputusan dilihat dari perspektif yang
bebeda. Teknik ini terbukti dalam mempertajam kemampuan berpikir untuk membuat
keutusan.
BAB III
A. Manajemen konflik dalam organisasi
Konflik merupakan sesuatu yang tidak dapat dihindarkan dalam
kehidupan. Bahkan sepanjang kehidupan, manusia senantiasa dihadapkan dan
bergelut dengan konflik. Demikian halnya dengan kehidupan organisasi.
Anggota organisasi senantiasa dihadapkan pada konflik. Perubahan atau
inovasi baru sangat rentan menimbulkan konflik (destruktif), apalagi jika tidak
disertai pemahaman yang memadai terhadap ide-ide yang berkembang.
Manajemen konflik merupakan serangkaian aksi dan reaksi antara
pelaku maupun pihak luar dalam suatu konflik. Menurut Ross (1993),
manajemen konflik merupakan langkah-langkah yang diambil para pelaku atau
pihak ketiga dalam rangka mengarahkan perselisihan ke arah hasil tertentu
yang mungkin atau tidak mungkin menghasilkan suatu akhir berupa
penyelesaian konflik dan mungkin atau tidak mungkin menghasilkan
ketenangan, hal positif, kreatif, bermufakat, atau agresif. Sementara Minnery
(1980:220) menyatakan bahwa manajemen konflik merupakan proses, sama
halnya dengan perencanaan kota merupakan proses.
B. Pengelolaan Konflik
Konflik dapat dicegah atau dikelola dengan:
a. Disiplin
Mempertahankan disiplin dapat digunakan untuk mengelola dan mencegah
konflik. Manajer perawat harus mengetahui dan memahami peraturan-
peraturan yang ada dalam organisasi. Jika belum jelas, mereka harus
mencari bantuan untuk memahaminya.
b. Pertimbangan Pengalaman dalam Tahapan Kehidupan
Konflik dapat dikelola dengan mendukung perawat untuk mencapai tujuan
sesuai dengan pengalaman dan tahapan hidupnya. Misalnya; Perawat
junior yang berprestasi dapat dipromosikan untuk mengikuti pendidikan
kejenjang yang lebih tinggi, sedangkan bagi perawat senior yang
berprestasi dapat dipromosikan untuk menduduki jabatan yang lebih tinggi.
c. Komunikasi
Suatu Komunikasi yang baik akan menciptakan lingkungan yang terapetik
dan kondusif. Suatu upaya yang dapat dilakukan manajer untuk
menghindari konflik adalah dengan menerapkan komunikasi yang efektif
dalam kegitan sehari-hari yang akhirnya dapat dijadikan sebagai satu cara
hidup.
d. Mendengarkan secara aktif
Mendengarkan secara aktif merupakan hal penting untuk mengelola konflik.
Untuk memastikan bahwa penerimaan para manajer perawat telah memiliki
pemahaman yang benar, mereka dapat merumuskan kembali
permasalahan para pegawai sebagai tanda bahwa mereka telah
mendengarkan.1
Sumber konflik
Konflik didalam organisasi secara sederhana dapat disebabkan oleh
faktor-faktor sebagai berikut:
1. Faktor manusia
a. Ditimbulkan oleh atasan, terutama karena gaya kepemimpinannya
b. Personil yang mempertahankan peraturan-peraturan secara kaku
c. Timbul karena ciri-ciri kepribadian individual, antara lain sikap egoistis,
tempremental, sikap fanatik dan sikap otoriter.
2. Faktor organisasi
a. Persaingan dalam menggunakan sumberdaya
b. Perbedaan tujuan antar unit-unit organisasi
c. Interdependensi tugas, konflik terjadi karena adanya saling
ketergantungan antara satu kelompok dengan kelompok lainnya.
d. Perbedaan nilai dan presepsi
1
https://communicationista.wordpress.com/2010/02/07/manajemen-konflik-dalam-organisasi
2
1. Pandangan tradisional,menganggap bahwa semua konflik adalah
berbahaya dan oleh karenanya harus dihindari.
2. Pandangan aliran hubungan manusiawi, menganggapbahwa konflik adalah
sesuatu yang lumrah dan terjadi secara alami dalam setiap kelompok dan
organisasi. Karena keberadaan konflik dalam organisasi tidak dapat
dihindari, maka aliran ini mendukung penerimaan konflik tersebut dan
menyadari adakalanya konflik tersebut bermanfaat bagi prestasi suatu
kelompok.
3. Pandangan kuno dan pandangan moderen mengenai konflik:
a. Pandangan kuno
1) Konflik dapat dihindari
2) Konflik disebabkan karena adanya kesalahan manajemen dalam
hal mendesain dan memenej organisasi-organisasi atau karna
adanya pengacau-pengacau
3) Konflik merusak organisasi yang bersangkutan, dan
menyebabkan tidak tercapainya hasil yang optimal
4) Tugas menejemen adalah meniadakan konflik
5) Agar dapat dicapai hasil presentasi organisatoris optimal, maka
konflik perlu ditiadakan
b. Pandangan Moderen
1) Konflik tidak dapat dihindari
2) Konflik muncul karena aneka macam sebab, termasuk
didalamnya struktur organisatoris, perbedaan-perbedaan dalam
tujuan yang tidak dapat dihindari yaitu perbedaan-perbedaan
dalam presepsi serta nilai-nilai personalia yang terpesialisasi dan
sebagainya.
3)
4) Konflik membantu, kadang-kadang menghambat hasil pekerjaan
organisatoris dengan derajat yang berbeda-beda
5) Tugas manajemen adalah memanaje tingkat konflik, dan
pemecahannya hingga dapat dicapai hasil prestasi organisatoris
optimal.
6) Hasil pekerjaan optimal secara organisatoris, memerlukan konflik
moderen.3
D. Konsepsi manajemen konflik dalam perspektif agama islam
Islam juga memiliki pandangan yang sama terhadap konflik.
Meskipun Islam yang notabene lebih mengutamakan perdamaian, sesuai
dengan makna kata Islam sendiri yakni “salam”. Namun bukan berarti Islam
tidak memberikan makna dan pandangan terhadap konsepsi koflik. Dalam
agama Islam pemaknaan konflik bisa dalam bentuk yang lebih ramah dan
damai. Dalam Islam konflik tidak harus difahami sebagai gejala yang destruktif,
dan kontra-produktif, namun bisa menjadi gejala yang konstruktif bahkan
produktif.
Konflik merupakan bagian dari tabiat manusia yang telah dibawa oleh
manusia dari sejak dia dilahirkan. Keberadaan konflik sebagai unsur
pembawaan sangat penting dalam kehidupan manusia. Kehidupan tidak dapat
berjalan dengan baik tanpa ada konflik. Manusia yang memiliki tuntutan serta
keinginan yang beraneka ragam dan manusia akan selalu berusaha untuk
memenuhi keinginan tersebut. Namun untuk bisa mendapatkannya, mereka
akan berkompetisi untuk mendapatkan keinginan tersebut.
Dari sini maka dengan adanya konflik akan mengajarkan manusia untuk
dapat berfikir lebih maju untuk mendapatkan keinginannya tersebut sehingga
akan bermanfaat bagi kehidupannya. Oleh karena itu, Allah membekali nilai-
nilai moral pada setiap makhluk dalam kepentingan-kepentingannya sendiri.
Selagi konflik masih dibutuhkan oleh manusia, maka mereka pun dibekali oleh
Allah dengan kemampuan untuk berkonflik, baik dalam fisik, roh maupun
akalnya, dan sekaligus kemampuan untuk mencari solusinya. Seperti yang
dijelaskan dalam firman Allah yang artinya: “Seandainya Allah tidak menolak
(keganasan) sebagian manusia dengan sebagian yang lain, pasti rusaklah
bumi ini.”. Dengan demikian, yang perlu diperhatikan adalah hikmah dibalik
terjadinya konflik. Dalam Islam, konflik bukanlah sebagai tujuan namun lebih
sebagai sarana untuk memadukan antara berbagai hal yang saling
3
http://library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/31/jtptiain-gdl-s1-2004-ahmadmusta-1511- bab2_310-6.pdf
bertentangan untuk membebaskan kehidupan manusia dari kepentingan
individual dan dari kejelekan-kejelekan, sehingga tidak membiarkan perbedaan-
perbedaan itu menjadi penyebab adanya permusuhan.4
BAB III
PENUTUP
4
http://arenakami.blogspot.com/2012/06/manajemen-konflik-dalam-perspektif.html
Kesimpulan
Konflik dapat terjadi dalam organisasi apapun. Untuk itulah manajer atau
pimpinan dalam organisasi harus mampu mengelola konflik yang terdapat
dalam organisasi secara baik agar tujuan organisasi dapat tercapai tanpa
hambatan-hambatan yang menciptakan terjadinya konflik.
Terdapat banyak cara dalam penanganan suatu konflik. Manajer atau
pimpinan harus mampu mendiagnosis sumber konflik serta memilih strategi
pengelolaan konflik yang sesuai sehingga diperoleh solusi tepat atas konflik
tersebut. Dengan pola pengelolaan konflik yang baik maka akn diperoleh
pengalaman dalam menangani berbagai macam konflik yang akan selalu terus
terjadi dalam organisasi.5
DAFTAR PUSTAKA
http://arenakami.blogspot.com/2012/06/manajemen-konflik-dalam-
perspektif.html
https://communicationista.wordpress.com/2010/02/07/manajemen-konflik-
dalam-organisasi
http://library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/31/jtptiain-gdl-s1-2004-
ahmadmusta-1511- bab2_310-6.pdf
http://lp3m.asia.ac.id/wp-content/uploads/2014/03/Arijo-Isnoer-Narjono.pdf
http://rodlial.blogspot.com/2014/02/makalah-manajemen-konflik.html
http://www.slideshare.net/nciezkdpurplelover/makalah-manajemen-konflik
5
http://rodlial.blogspot.com/2014/02/makalah-manajemen-konflik.html
M A N A J E M E N K O N F L I K
MATERI
1. Pendahuluan
2. Definisi konflik
3. Faktor-faktor penyebab konflik
4. Solusi pendekatan konflik
5. Tugas
METODA
1. Kuliah singkat
2. Diskusi
3. Presentasi
METODE PENGAJARAN
SESI I
Bagian A
Topik : Pengenalan terhadap kinerja manajemen konflik
Metode : Kuliah singkat
Waktu : 30 menit
Bagian B
Topik : Kasus manajemen konflik
Metode : Kerja Kelompok
Waktu : 30 menit
Bagian C
Metode : Presentasi - Diskusi Kelompok
Waktu : 30 menit
MATERI
MANAJEMEN KONFLIK
PENDAHULUAN
Setiap kelompok dalam satu organisasi, dimana didalamnya terjadi interaksi antara
satu dengan lainnya, memiliki kecenderungan timbulnya konflik. Dalam institusi
layanan kesehatan terjadi kelompok interaksi, baik antara kelompok staf dengan staf,
staf dengan pasen, staf dengan keluarga dan pengunjung, staf dengan dokter,
maupun dengan lainnya yang mana situasi tersebut seringkali dapat memicu
terjadinya konflik. Konflik sangat erat kaitannya dengan perasaan manusia, termasuk
perasaan diabaikan, disepelekan, tidak dihargai, ditinggalkan, dan juga perasaan
jengkel karena kelebihan beban kerja. Perasaan-perasaan tersebut sewaktu-waktu
dapat memicu timbulnya kemarahan. Keadaan tersebut akan mempengaruhi
seseorang dalam melaksanakan kegiatannya secara langsung, dan dapat
menurunkan produktivitas kerja organisasi secara tidak langsung dengan melakukan
banyak kesalahan yang disengaja maupun tidak disengaja. Dalam suatu organisasi,
kecenderungan terjadinya konflik, dapat disebabkan oleh suatu perubahan secara
tiba-tiba, antara lain: kemajuan teknologi baru, persaingan ketat, perbedaan
kebudayaan dan sistem nilai, serta berbagai macam kepribadian individu.
DEFENISI KONFLIK
Situasi yang terjadi ketika ada perbedaan pendapat atau perbedaan cara pandang
diantara beberapa orang, kelompok atau organisasi.
Sikap saling mempertahankan diri sekurang-kurangnya diantara dua kelompok,
yang memiliki tujuan dan pandangan berbeda, dalam upaya mencapai satu tujuan
sehingga mereka berada dalam posisi oposisi, bukan kerjasama.
Apabila konflik mengarah pada kondisi destruktif, maka hal ini dapat berdampak pada
penurunan efektivitas kerja dalam organisasi baik secara perorangan maupun
kelompok, berupa penolakan, resistensi terhadap perubahan, apatis, acuh tak acuh,
bahkan mungkin muncul luapan emosi destruktif, berupa demonstrasi.
PENYEBAB KONFLIK
Konflik dapat berkembang karena berbagai sebab sebagai berikut:
8. Batasan pekerjaan yang tidak jelas
9. Hambatan komunikasi
10. Tekanan waktu
11. Standar, peraturan dan kebijakan yang tidak masuk akal
12. Pertikaian antar pribadi
13. Perbedaan status
14. Harapan yang tidak terwujud
PENGELOLAAN KONFLIK
Konflik dapat dicegah atau dikelola dengan:
1. Disiplin: Mempertahankan disiplin dapat digunakan untuk mengelola dan
mencegah konflik. Manajer perawat harus mengetahui dan memahami peraturan-
peraturan yang ada dalam organisasi. Jika belum jelas, mereka harus mencari
bantuan untuk memahaminya.
2. Pertimbangan Pengalaman dalam Tahapan Kehidupan: Konflik dapat dikelola
dengan mendukung perawat untuk mencapai tujuan sesuai dengan pengalaman
dan tahapan hidupnya. Misalnya; Perawat junior yang berprestasi dapat
dipromosikan untuk mengikuti pendidikan kejenjang yang lebih tinggi, sedangkan
bagi perawat senior yang berprestasi dapat dipromosikan untuk menduduki
jabatan yang lebih tinggi.
3. Komunikasi: Suatu Komunikasi yang baik akan menciptakan lingkungan yang
terapetik dan kondusif. Suatu upaya yang dapat dilakukan manajer untuk
menghindari konflik adalah dengan menerapkan komunikasi yang efektif dalam
kegitan sehari-hari yang akhirnya dapat dijadikan sebagai satu cara hidup.
4. Mendengarkan secara aktif: Mendengarkan secara aktif merupakan hal penting
untuk mengelola konflik. Untuk memastikan bahwa penerimaan para manajer
perawat telah memiliki pemahaman yang benar, mereka dapat merumuskan
kembali permasalahan para pegawai sebagai tanda bahwa mereka telah
mendengarkan.
STRATEGI
Menghindar
Menghindari konflik dapat dilakukan jika isu atau masalah yang memicu konflik
tidak terlalu penting atau jika potensi konfrontasinya tidak seimbang dengan akibat
yang akan ditimbulkannya. Penghindaran merupakan strategi yang memungkinkan
pihak-pihak yang berkonfrontasi untuk menenangkan diri. Manajer perawat yang
terlibat didalam konflik dapat menepiskan isu dengan mengatakan “Biarlah kedua
pihak mengambil waktu untuk memikirkan hal ini dan menentukan tanggal untuk
melakukan diskusi”
Mengakomodasi
Memberi kesempatan pada orang lain untuk mengatur strategi pemecahan
masalah, khususnya apabila isu tersebut penting bagi orang lain. Hal ini
memungkinkan timbulnya kerjasama dengan memberi kesempatan pada mereka
untuk membuat keputusan. Perawat yang menjadi bagian dalam konflik dapat
mengakomodasikan pihak lain dengan menempatkan kebutuhan pihak lain di
tempat yang pertama.
Kompetisi
Gunakan metode ini jika anda percaya bahwa anda memiliki lebih banyak
informasi dan keahlian yang lebih dibanding yang lainnya atau ketika anda tidak
ingin mengkompromikan nilai-nilai anda. Metode ini mungkin bisa memicu konflik
tetapi bisa jadi merupakan metode yang penting untuk alasan-alasan keamanan.
KASUS
Pada pukul 1 siang, Astuti, seorang kepala ruang bedah menghubungi Apoteker
untuk menanyakan mengapa Tn Rahmat tidak diberikan obat untuk persiapan pulang.
Dengan meletakan telpon, ia berkata, “saya kecewa dengan kerja mereka, apakah Ia
pikir hanya Ia sendiri yang dapat bekerja dan tidak ada staf lain yang mampu
mengerjakannya”. Kemudian Asuti melanjutkan kalimatnya, “Saya akan
membicarakan hal ini pada seseorang”.
PERTANYAAN:
5. Apa sumber dari konflik yang sedang terjadi ?
6. Jika Anda sebagai kepala ruang/koordinator, yang bertanggung jawab atas situasi
yang terjadi, darimana Anda akan memulai mencari pemecahan masalah ini ?
7. Anda dapat memilih satu cara penanggulangan konflik, dan uraikan pendapat
anda.
8. Hal positif apa yang dapat diambil dari konflik diatas
EVALUASI
RINGKASAN
Hubungan interpersonal antara perawat dengan, kolega, kelompok, keluarga
pasen maupun orang lain dapat merupakan sumber terjadinya konflik, oleh sebab
itu perawat harus mengetahui dan memahami manajemen konflik. Penyebab
konflik meliputi: ketidakjelasan uraian tugas, gangguan komunikasi, tekanan waktu,
standar, kebijakan yang tidak jelas, perbedaan status, dan harapan yang tidak
tercapai. Konflik dapat dicegah atau diatur dengan menerapkan disiplin,
komunikasi efektif, dan saling pengertian antara sesama rekan kerja.
Untuk mengembangkan alternatif solusi agar dapat mencapai satu
kesepakatan dalam pemecahan konflik ,diperlukkan komitmen yang sungguh
sungguh . Ada beberapa stragtegi yang dapat digunakan, antara lain ;
akomodasi, kompetisi, kolaborasi, negosiasi, dan kompromi. Diharapkan
Manajer Perawat dapat memahami dan menggunakan keahliannya secara
khusus untuk mencegah dan mengatur konflik.
DAFTAR PUSTAKA
Ann Marriner –Tomey ( 1996 ) . Guide To Nursing Management and Leadership.
Mosby – Year Book, Inc St Louis USA.
5
D. Akibat-akibat Konflik
• Menghambat komunikasi.
9
Masing-masing pihak akan mengorbankan sebagian kepentingannya untuk
mendapatkan situasi menang-menang (win-win solution)
5. Berkolaborasi
Menciptakan situasi menang-menang dengan saling bekerja
sama.
Cara mengatasi konflik juga dapat dilakukan melalui hal-hal berikut ini:
1. Rujuk
Merupakan suatu usaha pendekatan dan hasrat untuk kerja-sama dan
menjalani hubungan yang lebih baik, demi kepentingan bersama.
2. Persuasi
Usaha mengubah posisi pihak lain, dengan menunjukkan kerugian yang
mungkin timbul, dengan bukti faktual serta dengan menunjukkan bahwa
usul kita menguntungkan dan konsisten dengan norma dan standar
keadilan yang berlaku.
3. Tawar-menawar
Suatu penyelesaian yang dapat diterima kedua pihak, dengan saling
mempertukarkan konsesi yang dapat diterima. Dalam cara ini dapat
digunakan komunikasi tidak langsung, tanpa mengemukakan janji secara
eksplisit.
4. Pemecahan masalah terpadu
Usaha menyelesaikan masalah dengan memadukan kebutuhan kedua
pihak. Proses pertukaran informasi, fakta, perasaan, dan kebutuhan
berlangsung secara terbuka dan jujur. Menimbulkan rasa saling percaya
dengan merumuskan alternatif pemecahan secara bersama dengan
keuntungan yang berimbang bagi kedua pihak.
5. Penarikan diri
Suatu penyelesaian masalah, yaitu salah satu atau kedua pihak
menarik diri dari hubungan. Cara ini efektif apabila dalam tugas kedua
pihak tidak perlu berinteraksi dan tidak efektif apabila tugas saling
bergantung satu sama lain.
10
6. Pemaksaan dan penekanan
Cara ini memaksa dan menekan pihak lain agar menyerah; akan lebih
efektif bila salah satu pihak mempunyai wewenang formal atas pihak lain.
Apabila tidak terdapat perbedaan wewenang, dapat dipergunakan
ancaman atau bentuk-bentuk intimidasi lainnya. Namun, cara ini sering kali
kurang efektif karena salah satu pihak hams mengalah dan menyerah
secara terpaksa.
Apabila pihak yang bersengketa tidak bersedia berunding atau usaha
kedua pihak menemui jalan buntu, maka pihak ketiga dapat dilibatkan dalam
penyelesaian konflik.
1. Arbitrase (arbitration)
Pihak ketiga mendengarkan keluhan kedua pihak dan berfungsi sebagai
“hakim” yang mencari pemecahan mengikat. Cara ini mungkin tidak
menguntungkan kedua pihak secara sama, tetapi dianggap lebih baik
daripada terjadi muncul perilaku saling agresi atau tindakan destruktif.
2. Penengahan (mediation)
Menggunakan mediator yang diundang untuk menengahi sengketa.
Mediator dapat membantu mengumpulkan fakta, menjalin komunikasi yang
terputus, menjernihkan dan memperjelas masalah serta mela-pangkan jalan
untuk pemecahan masalah secara terpadu. Efektivitas penengahan
tergantung juga pada bakat dan ciri perilaku mediator.
3. Konsultasi
Tujuannya untuk memperbaiki hubungan antar kedua pihak serta
mengembangkan kemampuan mereka sendiri untuk menyelesaikan konflik.
Konsultan tidak mempunyai wewenang untuk memutuskan dan tidak
berusaha untuk menengahi. la menggunakan berbagai teknik untuk
meningkatkan persepsi dan kesadaran bahwa tingkah laku kedua pihak
terganggu dan tidak berfungsi, sehingga menghambat proses penyelesaian
masalah yang menjadi pokok sengketa.
Untuk mengelola konflik, strategi manajemen konflik di tempuh dengan
tujuan untuk menjembatani dan menekan masalah agar tidak terjadi konflik
yang berakibat fatal. Istilah manajemen konflik sendiri adalah serangkaian
aksi dan reaksi antara pelaku maupun pihak luar dalam suatu konflik.
Manajemen konflik termasuk pada suatu pendekatan yang berorientasi pada
proses yang mengarahkan pada bentuk komunikasi (termasuk tingkah laku) dari
pelaku maupun pihak luar dan bagaimana mereka mempengaruhi kepentingan
(interests) dan interpretasi. Bagi pihak luar (di luar yang berkonflik) sebagai
pihak ketiga, yang diperlukannya adalah informasi yang akurat tentang situasi
konflik.
Menurut Ross (1993: 7) bahwa manajemen konflik merupakan langkah-
langkah yang diambil para pelaku atau pihak ketiga dalam rangka
mengarahkan perselisihan ke arah hasil tertentu yang mungkin atau tidak
mungkin menghasilkan suatu akhir berupa penyelesaian konflik dan mungkin
atau tidak mungkin menghasilkan ketenangan, hal positif, kreatif, bermufakat,
atau agresif. Manajemen konflik dapat melibatkan bantuan diri sendiri,
kerjasama dalam memecahkan masalah (dengan atau tanpa bantuan pihak
ketiga) atau pengambilan keputusan oleh pihak ketiga. Suatu pendekatan yang
berorientasi pada proses manajemen konflik menunjuk pada pola komunikasi
(termasuk perilaku) para pelaku dan bagaimana mereka mempengaruhi
kepentingan dan penafsiran terhadap konflik.
Sementara Minnery (1980: 220) menyatakan bahwa manajemen konflik
merupakan proses, sama halnya dengan perencanaan kota merupakan proses.
Minnery juga berpendapat bahwa proses manajemen konflik perencanaan kota
merupakan bagian yang rasional dan bersifat iteratif, artinya bahwa
pendekatan model manajemen konflik perencanaan kota secara terus menerus
mengalami penyempurnaan sampai mencapai model yang representatif dan
ideal. Sama halnya dengan proses manajemen konflik yang telah dijelaskan
diatas, bahwa manajemen konflik perencanaan kota meliputi beberapa
langkah yaitu: penerimaan terhadap keberadaan konflik (dihindari atau
ditekan/didiamkan), klarifikasi karakteristik dan struktur konflik, evaluasi konflik
(jika bermanfaat maka dilanjutkan dengan proses selanjutnya), menentukan
aksi yang dipersyaratkan untuk mengelola konflik, serta menentukan peran
perencana sebagai partisipan atau pihak ketiga dalam mengelola konflik.
Keseluruhan proses tersebut berlangsung dalam konteks perencanaan kota dan
melibatkan perencana sebagai aktor yang mengelola konflik baik sebagai
partisipan atau pihak ketiga.
Menurut Ateng (1992: 12), dengan melakukan olahraga, konflik dalam
masyarakat dapat di perkecil atau akan pudar dalam kesehariannya.
G. Penutup
Daftar Pustaka
Fisher, Simon et all. 2000. Mengelola Konflik: Ketrampilan & Strategi untuk
Bertindak (edisi bahasa Indonesia) Jakarta: The British Council,
Indonesia.
Hendriks, William. 2001. Bagaimana Mengelola Konflik. Jakarta: Bumi
Aksara.
b) Teori Konflik
Menurut Winardi (1994: 5) konflik dapat dikelompokkkan menjadi
dua macam, yaitu: 1) konflik emosional (emotional conflick), timbul
karena perasaan-perasaan marah, ketidakpercayaan, ketidak
senangan, takut dan sikap menentang maupun bentrokan-bentrokan
kepribadian. 2) konflik substantife (substantive conflick) meliputi
ketidaksesuaian paham tentang hal-hal seperti tujuan-tujuan, alokasi
sumber daya, distribusi, imbalan, kebijaksanaan, serta penugasan
kerja. Konflik jenis ini bisa disebabkan karena permasalahan ekonomi
dan sosial.
Sedangkan menurut pendapat Indrio Gito Sudarmo dan I
Nyoman Sudita (2000: 98-99), banyak Tokoh yang membahas
mengenai “Teori Konflik” seperti Karl Marx, Durkheim, Simmel, dan
lain-lain yang dilatarbelakangi oleh permasalahan ekonomi dan sosial.
1. Karl Marx (latar belakang ekonomi).
Ia melihat masyarakat manusia sebagai sebuah proses
perkembangan yang akan menyudahi konflik melalui konflik. Ia
mengantisipasi bahwa kedamaian dan harmoni akan menjadi hasil
akhir sejarah perang dan revolusi kekerasan. Namun bentrokan
kepentingan-kepentingan ekonomi ini akan berakhir di dalam
sebuah masyarakat yang tanpa kelas, tanpa konflik dan kreatifitas
yang disebut komunisme.
2. Simmel dan Durkheim (latar belakang sosial).
Dari sudut sosial, lawan dari persatuan bukanlah konflik
tetapi ketidakterlibatan (noninvolvement); artinya tidak ada
satupun bentuk interaksi timbal-balik). Perspektif Simmel
mengenai konflik dan persatuan sebagai alternatif, kecuali sama
pentingnya dan merupakan bentuk-bentuk interaksi yang sangat
saling tergantung, merupakan juga suatu alternatif yang
menjembatani Marx yang memusatkan pada konflik sosial dan
Durkheim yang memberikan tekanan pada integrasi dan solidaritas
1
sosial .
Durkheim menekankan proses sosial yang meningkatkan
integritas sosial dan kekompakan. Meskipun dia mengakui bahwa
konflik terjadi dalam kehidupan sosial, dia cenderung untuk
memperlakukan konflik yang berlebih-lebihan sebagai sesuatu
yang tidak normal dalam integrasi masyarakat.
Hubungan saling ketergantungan antara konflik dan
kekompakan dinyatakan juga dalam dinamika di dalam hubungan
kelompok dalam (in-group) dan kelompok luar (out-group). Suatu
kelompok atau masyarakat cenderung memiliki sumber yang dapat
dikerahkan dan solidaritasnya diperkuat bila kelompok itu terlibat
dalam konflik dengan kelompok atau masyarakat lain. Selama
masa dimana ada ancaman atau konflik dengan organisasi luar,
percekcokan atau konflik dalam kelompok cenderung rendah dan
menurun.
Sondang S. Siagian, (2000: 183-184) menjelaskan bahwa,
kiranya tidak akan ada yang menyanggah kebenaran pendapat
yang menyatakan bahwa agar evektifitas organisasi dapat
dipertahankan dan kekompakan ditingkatkan, konflik yang
timbul baik pada
tingkat individual, tingkat kelompok dan antar kelompok harus
1 Marx menekankan konflik sebagai proses sosial yang paling dasar;
munculnya kesatuan atau integrasi sosial diabaikan, yang menurutnya
merupakan hasil dari kesadaran palsu dalam hubungan yang meliputi
perbedaan. Doyle Paul Johnson, Teori Sosial; Klasik dan Modern, penterjemah:
Robert M.Z. Lawang, Jakarta: PT.Gramedia, 1986, hlm. 269.