Anda di halaman 1dari 16

TUGAS II

MK. PEMETAAN & RESOLUSI KONFLIK


“Paper tentang Sepuluh Teori Konflik”

OLEH :

FOFO SESARIO
(D1A117381)
AGRIBISNIS A

PROGRAM STUDI/JURUSAN AGRIBISNIS


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2020
SEPULUH TEORI KONFLIK

Pendahuluan
Konflik merupakan sesuatu yang tidak dapat dihindari oleh manusia
sebagai makhluk sosial di dalam berkehidupan masyarakat. Manusia sebagai
makhluk individu sekaligus makhluk sosial dalam menjalin hubungan sosial
dengan manusia lainnya tidak lepas dari kepentingan satu sama lain. Selama
manusia itu mempunyai kepentingan yang berbeda maka konflik akan selalu
menyertainya dimanapun mereka berada. Adapun konflik bersumber dari
kebutuhan dasar manusia (basic human needs) seperti yang diungkapkan oleh
John Burton dalam conflict : Resolution and prevention, setiap kepentingan
memiliki tujuan dalam bentuk pemenuhan kebutuhan dasar (susan, 2012: 19-20)
Perbedaan kepentingan adalah salah satu faktor utama yang dapat
menimbulkan konflik sosial. Konflik sosial berarti persepsi mengenai perbedaan
kepentingan atau suatu kepercayaan bahwa aspirasi-aspirasi pihak-pihak yang
berkonflik tidak dapat dicapai secara simultan. Artinya, terjadinya suatu konflik
sosial disebabkan oleh banyak faktor sehingga konflik tersebut bersifat kompleks
yang melibatkan berbagai unsure masyarakat di dalamnya.
Teori konflik adalah teori yang memandang bahwa perubahan sosial
tidak terjadi melalui poses penyesuaian nilai-nilai yang membawa perubahan,
tetapi terjadi adanya akibat konflik yang menghasilkan kompromi-kompromi yang
berbeda dengan kondisi yang semula. Teori ini didasarkan pada pemilikan sarana-
sarana-sarana produksi sebagai unsure pokok pemisahan kelas dalam masyarakat.
Tujuan dari paper ini adalah untuk mengetahui teori-teori konflik yang
ada dalam kehidupan manusia sehingga ketika kita mengalami suatu konflik kita
bisa mengetahui konflik yang kita alami ada pada teori/pendekatan yang seperti
apa.
Pembahasan

1. Teori Dialektika Hegel


George Wilhein Friederich Hegel (GWF Hegel 1770-1831), merupakan
filsuf dari jerman yang sangat dikenal dalam dunia ilmu social, karena
melahirkan teori yang sangat dibutuhkan dalam kehidupan social atau
kehidupan masyarakat. Hegel dalam membahas teorinya berpedoman pada 3
tokoh ilmuwan besar yang sekaligus mengilhami teori yang dilahirkannya. Ke-
3 ilmuwan tersebut adalah Immanuel Kant, Johan Gottlieb Fichte, Friedrich
Wilhelm Joseph Schelling.
GWF Hegel dalam membangun teorinya, selalu berpedoman pada 3
ilmuwan besar tersebut, sehingga hegel dalam menciptakan dan membangun
teorinya berpedoman pada prinsip-prinsip sebagai berikut:
- Idealisme, yakni dengan mengutamakan pemikiran yang
mengutamakan ide/ gagasan, sehingga ide dan gagaan itu merupakan
sumber kebenaran.
- Roh Mutlak, yakni Hegel menjunjung tinggi adanya
kebebasan/ketidakterikatan dan melahirkan konsep sosial, politik
dalam suatu Negara.
- Esensialisme, menjelaskan bahwa pendidikan itu didasarkan pada
nilai-nilai kebudayaan yang telah ada, sehingga dapat memberikan
kestabilan dan nilai-nilai terpilih yang punya tata/ketentuan yang jelas.
- Realisme, menjelaskan bahwa pendidikan itu didasarkan pada
kenyataan-kenyataan yang ada (nyata/realis)
Teori Dialektika Hegel adalah :
1. Thesis
Suatu ini didasarkan pada adanya ide/gagasan. Artinya, suatu
pernyataan/pendapat yang diungkapkan untuk suatu keadaaan tertentu.
2. Antithesis
Teori ini berdasarkan pada alam/ Natura. Artinya suatu
pernyataan/pendapat yang menyanggah terhadap suatu pendapat.
3. Sintesa
Dialektika ini berdasarkan roh mutlak. Artinya suatu
pernyataan/pendapat berdasarkan rangkuman yang menggabungkan dua
pernyataan yang berlawanan sehingga muncul pernyataan atau pendapat
yang baru.
Dialektika Hegel yang berisi Thesis, antithesis dan sintesadisebut juga
dengan istilah Hukum Sosial. Sehingga dalam proses kehidupan
dimasyarakat, akan berlaku thesis, antithesis, dan sintesa dan lebih
konkritnya bahwa dalam kehidupan masyarakat akan muncul PRO,
(thesis), KONTRA (antithesis) dan SOLUSI/PEMECAHAN (sintesa).
Oleh sebab itu Dialektika Hegel/ Dialektika Sosial tersebut sangat
berperan dalam pemahaman ilmu-ilmu social, seperti IPS dan dapat pula
diterapkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, sehingga akan
menjadi warga Negara yang baik dan bertanggung jawab.

2. Teori Satya Graha


Mohandar Karachad (Mahatma) Gandhi adalah pemimpin perjuangan
kemerdekaan india dalam melawan pemerintah penjajahan inggris. Beliau
mengemukakan konsep konflik perlawanan tanpa kekerasan yang terkenal dengan
nama Satya Graha.
Satya graha berasal dari kata bahasa sansekerta : satya artinya kebenaran
dan agraha artinya teguh. Jadi dapat disimpulkan bahwa Konsep satya graha
berarti teguh terhadap kebenaran dan menolak semua yang tidak benar. Atau juga
bisa diartikan dengan mempertahankan kebenaran, tidak dengan memberikan
penderitaan kepada lawan, tapi kepada diri sendiri. (wirawan, 2009 )
Langkah-langkah dalam menggunakan teori satya graha ini yaitu dengan
menggunakan strategi dan taktik konflik yaitu :
1. Strategi langkah bijak, yaitu dengan menggunakan negoisasi dan arbitrase,
Yang meliputi :
- pengumpulan dan analisis fakta di tempat konflik dengan
partisipasi lawan konflik
- mengidentifikasi minat yang sama dengan lawan konflik
- formulasi tindakan dan diskusi yang diterima lawan konflik
- upaya untuk kompromi tetapi tidak mengalah pada suatu hal yang
esensial.
2. Taktik konflik
Apabila dengan langkah langkah sebelumnya konflik tidak dapat
diselesaikan ,maka menggunakan langkah selanjutnya yaitu dengan
melaksanakan tindakan langsung seperti : agitasi,ultimatum, pemboikotan
ekonomi, pemogokan, non koperasi, pembangkangan sipil, perampasan
fungsi-fungsi pemerintahan, dan penciptaan pemerintahan paralel.
Jika salah satu dari tindakan tersebut dapat menyelesaikan konflik,
tindakan berikutnya tidak diperlukan. Strategi satya graha juga bisa diterapkan
untuk setiap jenis konflik. Akan tetapi taktik yang digunakan tidak bisa
digeneralisasi untuk semua jenis konflik dengan melalui suatu trobosan taktik yang
sesuai dengan situasi konflik yang ada.

3. Pandangan Islam Tentag Konflik


Konflik merupakan konsep sosial yang memiliki arti yang berbeda.
Prespektif struktural fungsional cenderung memandang konflik sebagai gejala
patologi yang disebabkan karena ketidakadanya keharmonisan. Kajian tentang
adanya konflik sudah lama ditemukan Menurut Simon Fisher sebab-sebab
terjadinya konflik karena adanya polarisasi yang senantiasa terjadi di dalam
masyarakat yang menimbulkan ketidakpercayaan dan permusuhan.
Islam merupakan agama yang penuh dengan kedamaian. Namun, bukan
berarti islam tidak mempunyai pandangan terhadap konflik. Pandangan Islam
tentang diambil dari 2 sumber, yaitu Al-Quran dan As-Sunnah. Al-Quran
mempunyai pandangan tentang konflik dan akan dibahas sejauh mana konsep
islam dalam resolusi konflik.
 Pesan al-qur’an dalam musyawarah
Musyawarah dilaksanakan apabila ada permasalahn atau urusan-
urusan muamalah yang tidak ditentukan oleh nash yang jelas. Dalam
perdebatan, lebih menunjukan sebagai upaya untuk meyakinkan pihak lain dan
mungkin hanya memahami saja. Namun, sebagai mekanisme menemukan jalan
keluar yang terbaik dalam satu urusan, Al-Quran sudah memberikan batasan
yang tegas bahwasannya musyawarah bukan untuk mengganti keputusan.

 Pesan Al-Quran tentang Resolusi Konflik (Perdamaian) Pasca


Perang
Islam memandang setiah permasalahan didasarkan atas asas
perdamaian. Islam tidak mengendaki adanya permusuhan. Konsep perdamaian
harus disusun dengan sungguh-sungguh. Menurut Muhammad Abu Zahrah
implikasi terhadap perdamaian itupun itupun juga harus adil dan bagaimana
Islam sangat menghargai kaum dzimni yang terikat dengan perjanjian dengan
kaum Muslimin dengan memelihara hak muamalahnya dengan hak kaum
muslimin. Maka bagaimanakanlah halnya apabila mereka (orang-orang
munafik) ditimpa sesuatu musibah disebabkan oleh perbuatan tangan mereka
sendiri, kemudian mereka datang kepadamu sambil bersumpah. Dan demi Allah
kami sekali-kali tidak menghendaki selain penyesalan yang baik dan
perdamaian yang sempurna (QS 4:62)

 Pandangan Hadist Tentang Resolusi Konflik


Peristiwa perdamaian yang terekam hadist adalah ketika perjanjian
hudaibiyyah. Diriwayatkan daripada UMMu Kasum binti Uqbah ra katanya:
Sesungguhnya beliau mendengar Rasulullah SAW bersabda: Bukanlah dikira
sebagai pendusta jika seseorang mendamaiakan perselisihan diantara manusia.
Beliau berkata yang baik dan menyampaikan yang baik pula. Dari sini bisa
dipahami bahwasannya Islam merupakan agama yang menebarkan perdamaian.

4. Teori Psikodinamika

Teori Psikodinamika banyak digunakan untuk menjelaskan latar


belakang dan proses terjadinya konflik. Sigmeun freud dan para pengikutnya
mengemukakan teori psikodinamika yang menjelaskan bagaimana keadaan
interpersonal dan aktifitas mental bisa menimbulkan perilaku dalam konteks
sosial (Joseph P.Folger & Marshall S. Poole,1984) (wirawan :2009 hal. 29)

Pemikiran teori ini bisa digunakan untuk menjelaskan bagaimana


konflik dapat terjadi. Teori ini disusun berdasarkan asumsi bahwa : motivasi
manusia seperti mesin hidraulis. Pikiran manusia merupakan sumber energi jiwa
yang berhubungan dengan berbagai aktivitas, mulai dari aktivitas positif sampai
aktivitas negatif yang merusak Terdapat tiga komponen model dasar teori
psikodinamika,diantaranya yaitu :

a. Ide, merupakan resevoir energi instingtif yang berisi dorongan biologis.


Ide-ide tidak disadari dan peroperasi berdasarkan prinsip kesenangan,
dorongan untuk mencapai kesenangan dan menghindari kesakitan.
Karakteristik ide adalah proses berpikir primer yang tidak logis, irasional,
dan termotifasi oleh suatu keinginan untuk segera mendapatkan gratifikasi
dari suatu impuls.

b. Ego, merupakan komponen yang memanajemeni konflik antara ide dan


hambatan-hambatan dunia yang sesungguhnya. Ego beroperasi
berdasarkan prinsip realitas. Karakterisasi ego adalah proses berfikir
skunder yang logis dan rasional. Peran ego adalah untuk mencegah ide
dari memberikan gratifikasi impuls dengan cara yang tidak tepat.

c. Superego, merupakan sistem nilai atau komponen kepribadian. Superego


berisi standar moral yang dipelajari dari orang tua dan masyarakat.
Superego memaksa ego untuk menyesuaikan diri tidak hanya pada realitas,
tetapi juga pada moralitas yang ideal. Dari sini superego menyebabkan
orang merasa bersalah jika mereka melakukan sesuatu yang bertentangan
dengan peraturan masyarakat.

5. Teori Pertukaran Sosial


Teori pertukaran sosial digunakan oleh para peneliti untuk menganalisis dan
menjelaskan proses terjadinya konflik. Teori ini disusun berdasarkan asumsi :
1) Perilaku manusia dalam interaksi sosial merupakan aktivitas pertukaran
antara imbalan dan biaya. Pertukaran tersebut meliputi pertukaran yang
kelihatan dan pertukaran yang tidak kelihatan. Pertukaran kelihatan itu
seperti pertukaran barang dan jasa. Sedangkan pertukaran yang tidak
kelihatan itu seperti pertukaran cinta antara dua sejoli. Pertukaran dalam
interaksi sosial berhubungan dengan pertukaran manfaat, yaitu
memberikan sesuatu yang bernilai dan terjadi timbal balik. Pertukaran
timbal balik terjadi karena adanya saling ketergantungan dan konflik
terjadi karena adanya pihak yang terlibat konflik saling tergantung dan
saling menguntungkan secara timbal balik.
2) Seseorang berperilaku didorong dan diarahkan oleh ketertarikan pribadi
untuk memenuhi kebutuhan pribadinya. Dalam suatu pertukaran, orang
mencari nilai lebih atau nilai tambah dari pertukaran tersebut, dalam
interaksi sosial, ada orang yang berupaya memaksimalkan manfaat pribadi
tanpa memikirkan kerugian orang lain. Jika hubungan interaksi sosial
dilakukan dengan saling merugikan,interaksi tersebut tidak akan lama.
Pihak yang merasa dirugikan dalam interaksi akan menghentikan interaksi
sosial dan situasi tersebut mencerminkan terjadinya suatu konflik.
3) Dalam suatu interaksi sosial ada beberapa hal yang menimbulkan konflik
yaitu : keadilan, kewajaran, persamaan hak, dan kekuasaan.
(wirawan,2009 hal: 33)

6. Teori Permainan
Teori lainnya yang banyak digunakan dalam memahami proses konflik adalah
teori permainan yang sering juga disebut dengan sains strategi. Menurut teori ini,
konflik sama halnya dengan permainan, dimana ada dua pihak atau lebih yang
bermain menggunakan strategi dan taktik bermain untuk mengalahkan lawan
bermainnya. Teori ini pertama kali dikemukakan oleh matematesian dari
universitas princeton.(Wirawan,2009 : 35)
Permainan juga sering dikelompokkan menjadi permainan kompetitif dan
permainan kooperatif, dalam permaina kompetitif salah satu pihak harus menang
dan pihak lain harus kalah,sedangkan dalam permainan kooperatif para pihak atau
para pemain dapat menghasilkan nilai yang sama atau nilai yang berbeda.
Menurut Joseph P. Folger & Marshal S. Poole (1984).. teori permainan
didasarkan pada empat asumsi :
1. Struktu permainan dibentuk oleh pilihan atau opsi yang tersedia untuk para
pemain dan imbalan-imbalan yang mereka terima dari memilih suatu
pilihan tertentu.
2. Pilihan yang tersedia untuk para pemain jumlahnya terbatas dan para
pemain mengetahui pilihan tersebut.
3. Hasil yang berhubungan dengan gerakan tertentu tergantung pada pilihan
pemain dan lawan main
4. Para pemain mengetahui hasil yang berhubungan dengan setiap kombinasi
pilihan dan hasil yang menarik, setra mempunyai makna bagi mereka
5. Pilihan seorang pemain ditentukan oleh perhitungan hasil. Perilaku
permainan rasional terdiri dari seleksi terhadap pilihan-pilihan yang
menghasilkan keluaran yang menyenangkan, baik perolehan maksimum
atau pencapaian suatu norma yang bermanfaat seperti kedilan distributif.
7. Teori Fase
Teori fase konflik merupakan teori yang bisa digunakan untuk memahami
proses terjadinya konflik. Teori ini sudah disusun berdasarkan asumsi bahwa
proses terjadinya konflik melalui fase-fase dengan pola tertentu dan dalam kurun
waktu tertentu.
Donald Rothchild dan chandra lekha sriram mengemukakan konflik antar
kelompok dalam empat fase yaitu:
1) Fase potensi konflik : dalam fase ini konflik telah terjadi,tetapi dalam
level intensitas sangat rendah. Faktor struktural dan penyebab konflik
memicu perbedaan diatara kelompok disamping perbedaan sosio-ekonomi,
kultur dan politik. Tindakan preventif dari fase ini tidak beresiko dan
mempunyai potensi untuk berhasil.
2) Fase pertumbuhan : dalam fase ini, isu yang dipertentangkan dan
kelompok-kelompok lebih didefinisikan.ikatan dan hubungan antarelit
masih terjadi dan isu yang dipertentangkan masih bisa dirundingkan, biaya
tindakan preventif meningkat tetapi kemungkinan berhasil masih posituf.
3) Fase pemicu dan eskalasi.
Persepsi perubahan yang nyata dalam kelompok kondisi ekonomi, sosial,
politik bisa memicu eskalasi. Permulaan kekerasan masal merupakan
ambang fundamental konflik. Ikatan antarelit putus, interaksi sosial
memfokuskan pada kekerasan yang terorganisasi ketika pertukaran
meredup. Kekerasan meningkat, kelompok yang bertikai kehilangan
kepercayaan satu sama lain dan merasa tidak dapat berkompromi.
Kekerasan dapat membuat intervensi akan beresiko mahal. Pada fase ini
tindakan ntuk mencegah kekerasan agar tidak bereskalasi ke kelompok
lain masih mungkin untuk dilakukan.
4) Fase pascakonflik. Sesudah de-eskalasi kekerasan menurun,intervensi
preventif dengan tujuan membangun kembali hubungan damai dan saluran
komunikasi antar kelompok yang terlibat konflik untuk menghindari
terulangnya kekerasan. (wirawan,2009:38)
8. Teori Ruang

Tiga rangkaian konseptual atas ruang yang dimaksud Lefebvre menjelaskan


bagaimana suatu ruang sosial dihasilkan, yaitu sebagai berikut:

(1) Praktik Spasial (Spatial Practices).

Praktik spasial mengacu pada produksi dan reproduksi hubungan spasial antar
objek dan produk. Hal inilah yang turut menjamin berlangsungnya kontinuitas
produksi ruang sosial dan kohesivitasnya. Dalam pengertian ini, ruang sosial
meliputi pula keterlibatan setiap anggota masyarakat yang memiliki hubungan
atau keterkaitan tertentu terhadap kepemilikan atas ruang itu. Dengan demikian,
kohesi sosial atas suatu ruang ditentukan oleh derajat kompetensi dan tingkat
kinerja atas pemakaian ruang (fisik atau material). Praktik spasial semacam inilah
yang dipahami sebagai “ruang yang hidup” (lived space).

(2) Representasi Ruang (Representations of Space).


Representasi ruang tergantung pada pola hubungan produksi dan tatanan yang
bertujuan memaksakan suatu pola hubungan tertentu atas “pemakaian” suatu
ruang. Maka, representasi ruang berkenaan dengan pengetahuan, tanda-tanda, atau
kode-kode, bahkan sikap atau suatu hubungan yang bersifat “frontal”.

Representasi-representasi yang dihasilkan oleh suatu ruang oleh karena itu


menjadi “beragam”. Representasi-representasi semacam itu merujuk pada suatu
ruang yang “dikonsepsikan”, seperti misalnya ruang untuk para ilmuwan, para
perencana tata ruang, masyarakat  urban, para pengkaji dan pelaksana teknokrat,
dan para perekayasa sosial lainnya, seperti dari para seniman yang memiliki
ekspresi dan sikap mental misalnya yang unik dalam mengidentifikasi “ruang” –
sementara para pengkaji memandang proses pembentukan atas ruang sebagai
suatu rekayasa ilmiah – seperti melalui kajian (studi) atau penelitian dengan cara
mengidentifikasi apa saja yang menghidupi suatu ruang, konsekuensi apa yang
dirasakan oleh orang atas “ruang” itu serta apa yang mereka pahami tentang ruang
tersebut dan dinamikanya. Pada konteks inilah ruang merupakan suatu produksi
yang muncul dari konsepsi orang dan/atau beberapa orang atau orang pada
umumnya; “ruang” yang dikonsepsikan (conceived space).

(3). Ruang Representasional (Representational Space)

Ruang representational mengacu pada ruang yang secara nyata “hidup” (lived
space) dan berkaitan secara langsung dengan berbagai bentuk pencitraan serta
simbol yang terkait dengannya. Hal ini termasuk bagaimana para penghuni ruang
atau orang-orang yang menggunakannya saling berinteraksi melalui praktik dan
bentuk visualisasi di dalam suatu ruang. Konsepsi atas ruang pun muncul
berdasarkan berbagai pengalaman nyata yang dialami oleh setiap orang sebagai
sebab-akibat dari suatu hubungan yang bersifat dialektis antara praktik spasial dan
representasi ruang. Ruang menjadi sesuatu yang secara khusus dipersepsikan oleh
individu, kelompok, atau suatu masyarakat; ruang yang dipersepsikan (perceived
space). (Lefebvre 2003: 4)
9. TEORI ORGANISASI
 
Manusia adalah mahluk social yang cinderung untuk hidup bermasyarakat
serta mengatur dan mengorganisasi kegiatannya dalam mencapai sautu
tujuan tetapi karena keterbatasan kemampuan menyebabkan mereka
tidak mampu mewujudkan tujuan tanpa adanya kerjasama. Hal tersebut
yang mendasari manusia untuk hidup dalam berorganisasi.

Beberapa definisi tentang Organisasi:

Menurut ERNEST DALE:

Organisasi adalah suatu proses perencanaan yang meliputi penyusunan,


pengembangan, dan pemeliharaan suatu  struktur atau pola hubunngan
kerja dari orang-orang dalam suatu kerja kelompok.

Menurut CYRIL SOFFER:

Organisasi adalah perserikatan orang-orang yang masing-masing diberi


peran tertentu dalam suatu system kerja dan pembagian dalam mana
pekerjaan itu diperinci menjadi tugas-tugas, dibagikan kemudian digabung
lagi dalam beberapa bentuk hasil.

Menurut KAST & ROSENZWEIG:

Organisasi adalah sub system teknik, sub system structural, sub system
pshikososial dan sub system manajerial dari lingkungan yang lebih luas
dimana ada kumpulan orang-orang berorenteasi pada tujuan.

Definisi UMUM:

“Kelompok orang yang secara bersama-sama ingin mencapai tujuan”

CIRI-CIRI ORGANISASI:
 Lembaga social yang terdiri atas kumpulan orang dengan berbagai pola
interaksi yang ditetapkan.
 Dikembangkan untuk mencapai tujuan
 Secara sadar dikoordinasi dan dengan sengaja disusun
 Instrumen social yang mempunyai batasan yang secara relatif dapat
diidentifikasi.

10.teori negosiasi muka 


Ting-Toomey menjelaskan bahwa budaya memberi bingkai
interpretasi yang lebih besar di mana muka dan gaya konflik dapat
diekspresikan dan dipertahankan secara bermakna. Muka
merupakan perpanjangan dari konsep diri seseorang, muka telah
menjadi fokus dari banyak penelitian di dalam berbagai bidang
ilmuTing-Toomey berpendapat bahwa muka dapat diinterpretasikan
dalam dua cara:

1. Kepedulian akan muka (face concern) berkaitan dengan baik


muka seseorang maupun muka orang lain. Terdapat
kepentingan diri sendiri dan kepentingan orang lain. Contoh
yang bisa dipakai adalah bagai mana ketika kita bertemu
dengan orang yang berbeda budaya selalu berusaha
menjagaimage dan bersikap santun agar tidak menyinggung
perasaan orang lain.
2. Kebutuhan akan muka (face need) merujuk pada dikotomi
keterlibatan—otonomi. Contohnya ada sebagian budaya yang
tidak suka tergantung kepada orang atau budaya lain,
sehingga penampilan atau muka yang tampak
bersifatcuek atau tidak peduli dengan orang lain.

Ting-Toomey dipengaruhi oleh penelitian mengenai kesantunan.


Teori kesantunan Penelope Brown dan Stephen Levinson (1978)
menyatakan, orang akan menggunakan strategi kesantunan
berdasarkan persepsi ancaman muka. Para peneliti menemukan dua
kebutuhan universal: kebutuhan muka positif dan kebutuhan muka
negatif.  Muka positif (positive face) adalah keinginan untuk disukai
dan dikagumi oleh orang-orang penting dalam hidup kita.
Sedangkan muka negatif (negative face) merujuk pada keinginan
untuk memiliki otonomi dan tidak dikekang. Kebutuhan akan muka
menjelaskan mengapa seorang mahaiswa yang ingin meminjam
catatan temannya tidak akan meminta dengan langsung (“pinjam
catatanmu, ya?”), tetapi lebih sering meminta dengan memberikan
perhatian kepada keinginan muka negatif seseorang (“apakah bisa
saya meminjam catatanmu sebentar? Saya mau fotokopi, dst—
sambil memberikan banyak alasan lain).
Ketika muka positif atau negatif para komunikator sedang
terancam, mereka cenderung mencari bantuan atau cara untuk
mengembalikan muka mereka atau mitra mereka. Ting-Toomey
mendefinisikan hal ini sebagai facework atau tindakan yang diambil
untuk menghadapi keinginan akan muka seseorang dan/atau orang
lainnya. Stella Ting-Toomey dan Leeva Chung (2005) juga
mengemukakan bahwa  facework adalah mengenai strategi verbal
dan nonverbal yang kita gunakan untuk memelihara,
mempertahankan, atau meningkatkan citra diri sosial kita dan
menyerang atau mempertahankan (atau menyelamatkan) citra sosial
orang lain.
Teori ini dapat diperluas dengan mengidentifikasi tiga
jenis facework, seperti dijelaskan oleh Te-Stop dan John Bowers
(1991), yaitu: kepekaan, solidaritas dan pujian. Pertama, facework
ketimbangrasaan (tact facework) merujuk pada batas di mana orang
menghargai otonomi seseorang. Facework ini memberikan
kebebasan kepada seseorang untuk bertindak sebagaimana ia
inginkan. Kedua,  facework solidaritas (solidarity facework),
berhubungan dengan seseorang menerima orang lain sebagai mana
anggota dari kelompok dalam (in-group). Solidaritas meningkatkan
hubungan di antara dua orang yang sedang berbicara, maksudnya
perbedaan-perbedaan diminimalkan dan kebersamaan ditekankan
melalui bahasa informal dan pengalaman-pengalaman yang dimiliki
bersama. Ketiga, facework pujian (approbation facework), yang
berhubungan peminimalan penjelekan dan pemaksimalan pujian
kepada orang lain. Facework ini muncul ketika seseorang
mengurangi fokus pada aspek negatif orang lain dan lebih berfokus
pada aspek yang positif.
Ada faktor-faktor tertentu dalam negosiasi wajah.

 Keprihatinan atas wajah diri dan wajah-wajah lainnya. Hal ini


penting untuk memahami makna dari wajah bagi seorang
individu dan betapa pentingnya adalah untuk menjaga wajah
yang pada gilirannya akan merefleksikan ke orang lain.
 Orang-orang dari budaya kolektif biasanya menghindari atau
mengintegrasikan konflik, sementara orang-orang lebih
individualistis mendominasi konflik untuk menjaga wajah
independen di masyarakat
 Faktor lain dalam negosiasi wajah, yakni status di masyarakat
yang menghasilkan listrik. Pada orang masyarakat kolektif, ia
dilahirkan ke status quo tertentu dan individualitas mereka
kurang peduli. Dalam masyarakat yang lebih individualistis,
orang memperoleh kekuasaan mereka untuk hidup di
masyarakat
DAFTAR PUSTAKA

Raharjo, Slamet. 2010. Teori Dialektika Hegel.


http://masslametraharjo.blogspot.com/2010/12/teori-dialektika-hegel.html?m=1
Diakses 31 oktober 2020.

Suwandono; Ahmadi, Sidiq."Resolusi Konflik di Dunia Islam". Yogyakarta: Graha


Ilmu,2011

Anda mungkin juga menyukai