1706975854
Ilmu Administrasi Fiskal (2017)
BAB 1
PENDAHULUAN
Salah satu upaya optimalisasi penerimaan pajak yaitu ditingkatkannya keikutsertaan segenap
warga masyarakat dalam menghimpun dana pajak, oleh karena itu keikutsertaan masyarakat
tersebut dapat dilakukan dengan cara memenuhi kewajiban pembayaran Bea Meterai atas
dokumen-dokumen tertentu yang digunakan. Bea Materai adalah pajak tidak langsung yang
dipungut secara insidentil (sekali pungut) atas dokumen yang disebut oleh Undang-Undang
Bea Materai. Dokumen yang dimaksud adalah kertas yang berisikan tulisan yang
mengandung arti dan maksud tentang perbuatan, keadaan atau kenyataan bagi seseorang
dengan pihak-pihak yang berkepentingan.
Dalam perkembangan nya, aturan mengenai bea meterai terus berubah sampai pada
pemerintahan Orde Baru, dimana banyak kebijakan-kebijakan baru karena adanya reformasi
di bidang perpajakan. Reformasi aturan bea meterai bermula dari staatsblad 1817 No. 50
(Pemungutan Bea Meterai 1817) ataupun staatsblad 1885 No. 131 (ordonansi pemungutan
Bea Meterai di Hindia-Belanda) ataupun staatsblad 1921 No. 498 (aturan Bea Meterai 1921 /
zegelverordening 1921).1 Aturan Bea Meterai tersebut pada hakekatnya rumit sehingga sulit
dipahami dan dilaksanakan, sehingga pada tahun 1985 pemerintah menerbitkan Undang-
Undang Bea Meterai No. 13 Tahun 1985 yang kemudian berlaku pada tanggal 1 Januari 1986
dengan sifatnya yang lebih sederhana sehingga mudah dipahami dan dilaksanakan.
1
Heru Supriyanto. (2010). Cara Menghitung PBB, BPHTB dan Bea Meterai. Edisi Kedua. Jakarta Barat: PT
Indeks, hlm. 182
kemudian PP No. 7 Tahun 1995 dikenakan Bea Meterai dengan tarif Rp1.000 dan tarif
Rp2.000, sampai dengan PP No. 24 Tahun 2000 dikenakan Bea Meterai dengan tarif sebesar
Rp3.000 dan tarif sebesar Rp. 6.000.
Merujuk pada Pasal 3 Undang-Undang Bea Meterai tersebut yang menyatakan bahwa
pengenaan tarif Bea Meterai dapat dinaikkan setinggi-tingginya enam kali, pada saat ini tarif
Bea Meterai sudah mencapai batas maksimal yaitu dari tarif awal yaitu Rp1.000 dan Rp500
menjadi Rp6.000 dan Rp3.000. Namun penetapan tarif tersebut dianggap sudah tidak relevan
melihat sejak tahun 2000 sampai dengan saat ini, perkembangan tingkat ekonomi masyarakat
yang ditandai dengan meningkatnya pendapatan perkapita per tahun dari Rp6,8 juta di tahun
2000 menjadi delapan kali Iipatnya atau sebesar Rp56 juta di tahun 2018. 2 Sementara,
pendapatan Bea Meterai di periode yang sama hanya tumbuh 3,6 kali dari Rp1,4 triliun pada
2001 menjadi Rp5,08 triliun pada 2017 lalu. 3 Peningkatan pendapatan perkapita Indonesia
dapat diliat pada Grafik 1.
Korelasi antara peningkatan revenue (kapasitas untuk mengumpulkan dan membayar pajak)
dengan pendapatan perkapita menurut Gupta (2007) adalah positif.4 Hal tersebut
menunjukkan adanya peningkatan kapasitas masyarakat untuk membayar pajak. Namun,
karena tarif Bea Meterai sudah maksimal sejak tahun 2000, Undang-Undang Bea Meterai
tidak mampu untuk memanfaatkan kondisi ini untuk secara optimal meningkatkan
penerimaan dari Bea Meterai.
Fokus dalam Rancangan Undang-Undang Bea Meterai selain pada tarif Bea Meterai juga
terdapat pada batas pengenaan harga nominal yang dikenakan Bea Meterai. Pemerintah
menganggap perlunya perubahan terhadap batasan pengenaan harga nominal yang dikenakan
2
Badan Pusat Statistik. (2019). Ekonomi Indonesia 2018 Tumbuh 5,17 Persen. Diakses pada
https://www.bps.go.id/pressrelease/2019/02/06/1619/ekonomi-indonesia-2018-tumbuh-5-17-persen.html
3
Laoli, Noverius. (2019). Sri Mulyani dan DPR kejar pengesahan RUU Bea Meterai selesai September 2019.
Nasional Kontan.co.id. Diakses pada https://nasional.kontan.co.id/news/sri-mulyani-dan-dpr-kejar-
pengesahan-ruu-bea-meterai-selesai-september-2019
4
Kementrian Keuangan. (2016). Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang Bea Meterai.
Bea Meterai didasarkan pada pendekatan inflasi sebagai gambaran kemampuan masyarakat
dalam melakukan konsumsi yang dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Perkembangan Konsumsi dan Inflasi di Indonesia dari Tahun 2000 – Tahun 2010
Selain pertimbangan berdasarkan tingkat inflasi dan daya beli masyarakat, perubahan batasan
pengenaan harga nominal tersebut juga bertujuan untuk meningkatkan sektor usaha mikro,
kecil, dan menengah (UMKM) dari yang semula Bea Meterai dengan tarif Rp3.000,00
dikenakan atas dokumen tertentu yang memuat jumlah nilai dengan batasan nilai Rp250.000
menjadi Rp5.000.000.
Melihat dari kondisi diatas, sehingga pemerintah menganggap perlu diadakannya perubahan
besarnya tarif Bea Meterai dan besarnya batas pengenaan harga nominal yang dikenakan Bea
Materai untuk mengoptimalkan penerimaan dari Bea Meterai. Oleh karena itu, pemerintah
melalui Sri Mulyani selaku Menteri Keuangan mengusulkan revisi atas Undang-Undang No.
13 Tahun 1985 dan menyusun Rancangan Undang-Undang Bea Meterai lantaran tarif bea
meterai yang sudah ada tidak dapat dinaikkan lagi mengacu pada aturan yang berlaku
sekarang. Adapun perbandingan kebijakan yang berlaku yaitu UU No. 13 Tahun 1985 dengan
usulan pemerintah dalam RUU Bea Meterai dapat dilihat pada Tabel 2.5
Usulan pemerintah tentang revisi UU Nomor 13 Tahun 1985 khususnya pada penetapan tarif
tunggal dan besarnya batas pengenaan harga nominal masih menuai banyak pro dan kontra.
Pasalnya, selain mempertimbangkan pengaruh terhadap peningkatan penerimaan negara dan
sebagai langkah simplifikasi implementasi Bea Meterai, pemerintah juga perlu
memperhatikan dampak dari Wajib Pajak nya itu sendiri. Dilihat dari sisi biaya bagi Wajib
Pajak khususnya bagi mereka yang bisnisnya harus mencetak dokumen per hari, bisa saja hal
ini dapat membebani compliance cost Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban pajak atas
dokumennya. Analisis kebijakan penetapan tarif tunggal Bea Meterai dapat digunakan
sebagai pertimbangan dalam memitigasi efek samping jangka panjang yang justru akan
memengaruhi stabilitas penerimaan negara. Oleh karena itu, penulis bertujuan untuk
menganalisis kebijakan penetapan tarif tunggal bea meterai.
Kebijakan penetapan tarif tunggal bea meterai yang diusulkan oleh pemerintah dalam RUU
Bea Meterai banyak menuai pro dan kontra. Peningkatan dan penyederhanaan tarif ini
tentunya demi tujuan menaikan penerimaan negara atas Bea Meterai. Namun, selain
memperhatikan pengaruh penyederhanaan tarif dengan peningkatan penerimaan negara,
disamping itu pemerintah juga harus memperhatikan pihak yang terdampak atas kenaikan dan
penyederhanaan tarif tersebut yaitu Wajib Pajak khususnya yang dalam bisnisnya perlu
menerbitkan banyak dokumen yang dikenakan Bea Meterai. Terlebih lagi pada saat ini
sedang berlangsung pandemi Covid 19 dan resesi ekonomi yang belum diketahui kapan
berakhirnya. Oleh karena itu, penulis merumuskan pertanyaan penelitian apa kelebihan serta
kelemahan kebijakan penetapan tarif tunggal Bea Meterai dan perubahan besarnya batas
pengenaan harga nominal yang dikenakan Bea Materai?
BAB 2
KERANGKA TEORI
Berdasarkan beberapa definisi teori cost-benefit analysis diatas dapat disimpulkan bahwa
cost-benefit analysis merupakan suatu alat analisis dengan prosedur yang sistematis untuk
membandingkan suatu rangkaian biaya dan manfaat yang relevan dengan sebuah aktivitas
atau proyek dengan tujuan akhir dari analisis tersebut yaitu membandingkan secara akurat
kedua nilai antara biaya dan manfaat, manakah yang lebih besar. Sehingga dalam hasil
perbandingan nya, dapat ditentukan pengambilan keputusan untuk mempertimbangkan
kelanjutan dari suatu rencana atau aktivitas.
Dalam hubungannya dengan Wajib Pajak, teori cost-benefit analysis menjadi motivator
patuh-tidak patuhnya Wajib Pajak, seperti yang dikatakan oleh Allingham dan Sandmo
(dari Ken Devos, 2014, Factors Influencing Individual Tax Complience) 9. Apabila cost
dan benefit yang diterima oleh Wajib Pajak tidak berbanding lurus maka kepatuhan
sukarela (voluntary compliance) Wajib Pajak juga akan menurun.
6
Schniederjans, Marc J., Hamaker, JamieL.Schniederjans, Ashlyn M. (2004). Information Technology
Investment, Decision–Making Methodology .WorldScientific, NJ.
7
Money, Arthur Remenyi, Dan, dan Michael Sherwood-Smith. (2002). The Effective Measurement and
Management of IT Costs an Benefits, 2nd Edition. Butterworth-Heinemann, Britain
8
Womer, N. K., M L Bougnol, J. Dula, dan Retzlaff-Roberts. (2006). Benefit-cost analysis using data
envelopment analysis. Annals of Operations Research, vol.145(1), halaman 229-250.
9
Allingham, M. G., and Sandmo, A. (1972). Income tax evasion: A theoretical analysis. Journal of Public
Economics, 1: 323-338.
10
Nasucha, C. (2004). Reformasi Administrasi Publik: Teori dan Praktik. Jakarta: Penerbit PT Gramedia
Widiasarana Indonesia
11
Gunadi. (2005). Indonesian Taxation; A Reference Guide. Jakarta: Multi Utama Publishing.
Berdasarkan konsep Slippery Slope Framework oleh Muehlbacher et al., (2011)
disebutkan bahwa terdapat dua macam kepatuhan, yaitu yaitu kepatuhan yang timbul
karena adanya unsur pemaksaan (enforced compliance) dan kepatuhan yang muncul
karena kesadaran sendiri wajib pajak (voluntary compliance). Terminologi voluntary
complience muncul karena kepercayaan wajib pajak terhadap kebijakan pemerintah
maupun Direktorat Jenderal Pajak. Masyarakat dengan sendirinya akan patuh kepada
aturan pajak tanpa perlu dipaksa.
Asas Convenience
12
Rosdiana Haula, & Irianto Edi Slamet. (2012). Pengantar Ilmu Pajak: Kebijakan dan Implementasi di
Indonesia. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
Prinsip ini menyatakan bahwa pemungutan pajak dipungut pada saat yang tepat
(pay as you earn). Hal ini diartikan bahwa pemungutan pajak hendaklah
dipungut pada saat yang ‘menyenangkan’ atau memudahkan Wajib Pajak,
misalnya pada saat menerima gaji atau penghasilan.
Asas Efficiency
Prinsip ini melihat pada dua sisi, yaitu pada sisi fiskus, pemungutan pajak
dikatakan efisien jika biaya untuk melakukan pengawasan dan administrasi
terhadap Wajib Pajak relative rendah. Sedangkan dari sisi Wajib Pajak, biaya
untuk melaksanakan kewajiban perpajakan nya relatif rendah.
D. Asas Simplicity
Dalam pemungutan pajak harus diperhatikan juga asas kesederhanaan, karena pada
umumnya peraturan yang sederhana akan lebih pasti, jelas dan mudah dimengerti
oleh Wajib Pajak.
E. Asas Neutrality
Dalam asas ini, pembayaran pajak seharusnya tidak memengaruhi pilihan
masyarakat untuk melakukan konsumsi dan juga tidak memengaruhi pilihan
produsen untuk menghasilkan barang dan jasa, serta tidak mengurangi semangat
orang untuk bekerja. Oleh karena itu, dalam menentukan tarif juga menjadi faktor
yang penting, karena menaikkan tarif pajak belum tentu akan meningkatkan
penerimaan pajak, bahkan sebaliknya mungkin akan menyebabkan penerimaan
menurun.13
BAB 3
13
Idem.
METODE PENELITIAN
Metode penelitian pada dasarnya merupakan rangkaian prosudur atau tahapan atau cara
sistematis yang digunakan untuk mencari kebenaran dalam suatu karya ilmiah, sehingga
dapat menghasilan sebuah karya ilmiah yang berkualitas yaitu memenuhi syarat penelitian.
Metode mengandung aspek-aspek antara lain tahapan-tahapan kegiatan yang dilakukan,
bahan dan alat serta cara yang digunakan untuk mengumpulkan data, mengolah dan
menganalisa untuk memperoleh jawaban atas pertanyaan penelitian.14
Jenis penelitian dalam karya ilmiah ini adalah literer atau penelitian perpustakaan (library
research), artinya sebuah studi dengan mengkaji buku-buku atau kitab-kitab terkait dengan
karya ilmiah ini yang berasal dari perpustakaan (bahan pustaka). Semua sumber berasal dari
bahan-bahan tertulis (cetak) dan literatur-literatur lainnya (elektronik) yang berkaitan dengan
permasalahan penelitian.15
Tahapan selanjutnya yaitu pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini.
Pendekatan dibedakan menjadi dua, yaitu pendekatan kulitatif dan pendekatan kuantitatif.
Dalam penulisan karya ilmiah ini pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kualitatif,
yaitu pendekatan yang dalam pengolahan dan analisa data tidak menggunakan angka-angka,
symbol dan atau variabel matematis melainkan dengan pemahaman mendalam (in depth
analysis). Selain itu dalam penelitian ini juga menggunakan pendekatan yuridis normatif,
yaitu pendekatan penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau bahan
sekunder belaka (Soerdjono dan Sri, 1994; Roni, 1994; Amirudin dan Zainal, 2004; Achmad,
2009).16 Pendekatan ini dikenal pula dengan pendekatan kepustakaan, yakni dengan
mempelajari buku-buku, peraturan perundang-undangan dan dokumen lain yang
berhubungan dengan penelitian ini.
Penulisan karya ilmiah ini berdasarkan pada sumber bahan penelitian primer dan sumber
bahan penelitian sekunder, yaitu :
a. Sumber penelitian primer berupa :
- Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai
- Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
- Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 1989 tentang Perubahan Besarnya Tarif
Bea Meterai dan Besarnya Batas Harga Nominal yang Dikenakan Bea Meterai
Atas Cek dan Bilyet Giro
- Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1995 tentang Perubahan Tarif Bea Meterai
- Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perubahaan Tarif Bea
Meterai dan Besarnya Batas Pengenaan Harga Nominal yang Dikenakan Bea
Meterai
- Peraturan Menteri Keuangan Nomor 70/PMK.03/2014 tentang Tata Cara
Pemeteraian Kemudian
- Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang Bea Meterai
14
Soemitro. (1990). Metodologi Penelitian Hukum) Jakarta: Rineka Cipta, hlm 10.
15
Sutrisno Hadi. (1980). Metodologi Riserch I. Yogyakarta: Gajah Mada.
16
Soerdjono Seokanto dan Sri Mamudji. (1994). Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat. Jakarta:
Raja Grafindo Persada.
- Laporan penelitian katya tulis ilmiah yang berikan dengan permasalahan yang
dibahas
- Pendapat atau pemikiran para ahli
- Makalah
- Surat kabar
- Serta sarana lain yang menyediakan layanan informasi yang berkaitan dengan
pembahasan permasalahan dalam karya tulis ilmiah ini.
BAB 4
PEMBAHASAN
Sebelumnya, terdapat threshold tertentu untuk beberapa tarif, yaitu disebutkan pada
Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2000, pengenaan tarif Rp3.000
pada dokumen dengan nilai nominal Rp250.000 sampai dengan Rp1.000.000, dan
pengenaan tarif Rp.6.000 pada dokumen dengan nilai nominal lebih dari
Rp1.000.000. Dengan diterapkannya penyetaraan tarif terhadap semua dokumen,
maka potensi potential loss negara akibat resiko kesalahan penetapan tarif yang
tidak sesuai dengan Undang-Undang akan terminimalisir.
Tabel 3. Pengenaan Tarif Terhadap Surat Berharga, Cek dan Bilyet Giro, Efek, dan
Sekempulan Efek
Sebagai orang awam yang tidak terlalu mendalami Bea Meterai, penggunaan tarif
Bea Meterai yang berbeda-beda dengan batasan pengenaan harga nominal yang
berbeda-beda pula akan lebih sulit dipahami dibanding dengan satu tarif dan juga
satu batasan pengenaan harga nominal yang dikenakan Bea Meterai. Namun dalam
hal ini kepastian hukum hanya sebatas tarif dan batasan harga nominal saja, bukan
menjamin suatu dokumen menjadi sah di mata hukum, hal ini kemudian akan
dibahas pada bagian kekurangan.
Suatu usaha dapat dikategorikan sebagai Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM)
apabila memiliki asset maksimal Rp50.000.000 dan omzet maksimal sebesar
Rp300.000.000 per tahun atau sekitar Rp1.000.000 per hari (asumsi beroperasional
aktif selama 300 hari/tahun). Dalam transaksi sehari-harinya, UMKM biasanya
hanya melakukan transaksi dengan harga nominal yang masih terbilang rendah,
namun pengaturan UU Nomor 13 Tahun 1985 juga mengatur pengenaan Bea
Meterai dengan harga nominal Rp250.000 sampai dengan Rp1.000.000 dikenakan
tarif Rp3.000, sehingga atas transaksi dibawah Rp1.000.000 masih dikenakan Bea
Meterai. Dengan adanya perubahan besaran pengenaan harga nominal yang
dikenakan Bea Meterai menjadi Rp5.000.000, tentunya akan meringankan beban
atau cost yang dikeluarkan oleh UMKM sehingga keuntungan yang akan diperoleh
UMKM pun akan meningkat. Rendahnya biaya yang dikeluarkan oleh Wajib Pajak
juga sejalan dengan asas efficiency, sehingga perubahan besarnya harga nominal
yang dikenakan Bea Meterai akan meningkatkan efisensi terhadap transaksi-
transaksi yang nilainya tidak material. Selain itu juga mengingat besarnya porsi
sektor UMKM dari segi pelaku usaha dalam perekonomian Indonesia, peningkatan
keuntungan serta terminimalisirnya biaya yang dikeluarkan oleh UMKM
diharapkan dapat meningkatkan kontribusi penyetoran pajak secara sukarela,
sehingga dapat menggenjot penerimaan negara pula.
17
Kementerian Keuangan. (2020). Tarif Tunggal Bea Meterai Rp10.000 Dikenakan Mulai Tahun 2021 dengan
Masa Transisi. Kemenkeu.go.id. Diakses pada: https://www.kemenkeu.go.id/publikasi/berita/tarif-tunggal-
bea-meterai-rp10000-dikenakan-mulai-tahun-2021-dengan-masa-transisi/
18
Olivia, Grace. (2019). Sri Mulyani Mengusulkan Tarif Bea Meterai Tunggal Sebesar Rp10.000.
Nasionalkontan.co.id. Diakses pada: https://nasional.kontan.co.id/news/sri-mulyani-mengusulkan-tarif-bea-
materai-tunggal-sebesar-rp-10000
4.1.4 Meningkatkan Potensi Penerimaan Negara
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai juga merupakan salah
satu pungutan pajak yang dimaksudkan untuk penerimaan negara. Sebagai salah
satu jenis pajak, Bea Meterai juga menganut fungsi budgeter dan asas revenue
productivity dalam pemungutan nya, sehingga penaikan dan penyederhanaan tarif
tunggal sebesar Rp10.000 dengan tujuan untuk meningkatkan penerimaan negara
dianggap wajar. Selain itu juga melihat perkembangan kondisi masyarakat yang
semakin meningkat, baik dari bidang ekonomi, hukum, sosial maupun teknologi
informasi, dianggap terdapat potential loss terhadap penerimaan Bea Meterai.
Namun karena tarif Bea Meterai sudah mencapai pada tarif maksimal, maka
Undang-Undang Bea Meterai tidak mampu untuk memanfaatkan kondisi
perkembangan tersebut secara maksimal. Namun upaya peningkatan penerimaan
tersebut tidak dapat dilakukan melawan situasi dan kondisi daya pikul masyarakat
atas penerimaan bea meterai relatif terhadap penghasilannya. Sehingga perlu
dilihat perbandingan antara beban bea meterai perkapita yang dipikul oleh suatu
individu atau badan terhadap Penghasilan Domestik Bruto per kapita agar
pemungutan pajak tersebut dapat dilakukan secara adil.
Dengan asumsi bahwa setiap bulan dalam setahun, setiap individu harus
membayar Bea Meterai dengan tarif tertinggi atau Rp6.000 maka beban Bea
Meterai per kapita setahun adalah sebesar Rp72.000, perhitungan perbandingan
beban Bea Meterai per kapita yang dipikul oleh individu terhadap Penghasilan
Domestik Bruo (PDB) adalah:
Berdasarkan asumsi pada tabel diatas maka perbandingan beban Bea Meterai
perkapita yang dipikul oleh individu terhadap Penghasilan Domestik Bruto (PDB),
dapat dilihat bahwa persentase rasio semakin berkurang sepanjang bertambah nya
tahun, hal ini menunjukan bahwa beban Bea Meterai yang dipikul oleh individu
semakin berkurang seiring dengan bertambahnya tahun. Dengan berkurang nya
beban yang dirasakan oleh individu terhadap peningkatan penghasilan yang
dikenakan tarif Bea Meterai yang sama, mengartikan bahwa jika dikenakan tarif
yang lebih besar maka tidak melebihi daya pikul individu tersebut. Oleh karena itu
terdapat potensi meningkatnya penerimaan negara jika tarif dinaikan menjadi
Rp10.000.
Namun selain memikirkan peningkatan penerimaan negara, pemerintah juga harus
mempertimbangkan dampak negatif dari peningkatan tarif tersebut, baik dari
jangka pendek maupun jangka panjang. Jika hal tersebut tidak dipertimbangkan,
alih-alih meningkatkan penerimaan negara, justru Wajib Pajak yang awalnya patuh
ditakutkan akan beralih menggunakan Bea Meterai palsu dimana tarifnya jauh
lebih kecil dari Bea Meterai sesungguhnya. Hal tersebut selaras dengan Rosdiana
(2012) yang dituliskan dalam buku ‘Pengantar Ilmu Pajak’ bahwa menaikkan tarif
pajak belum tentu akan meningkatkan penerimaan pajak, bahkan sebaliknya
mungkin akan menyebabkan penerimaan menurun. Sehingga diperlukan juga
analisis kelemahan dari penetapan tarif tunggal Bea Meterai dan perubahan
besarnya batas pengenaan harga nominal yang dikenakan Bea Materai selain
daripada kelebihan-kelebihan di atas.
4.2 Kelemahan Kebijakan Penetapan Tarif Tunggal Bea Meterai dan Perubahan
Besarnya Batas Pengenaan Harga Nominal yang Dikenakan Bea Materai
Apabila peningkatan tarif Bea Meterai menjadi Rp10.000 untuk semua dokumen
secara umum justru akan memberatkan Wajib Pajak, karena cost yang Wajib Pajak
keluarkan akan semakin bertambah, hal tersebut bisa saja menjadi faktor menurun
nya voluntary tax compliance atau kemandirian penuh Wajib Pajak untuk patuh
membayarkan kewajibannya. Selaras dengan teori cost and benefit analysis sebagai
19
Olivia, Grace. (2019). Revisi Aturan Meterai, Biaya Operasional Bank Bisa Bertambah Miliaran.
Keuangan.kontan.co.id. Diakses pada: https://keuangan.kontan.co.id/news/revisi-aturan-materai-biaya-
operasional-bank-bisa-bertambah-miliaran?page=5
motivator patuh-tidak patuh. Apabila cost dan benefit yang diterima oleh Wajib
Pajak tidak berbanding lurus maka kepatuhan Wajib Pajak juga akan menurun.
Selain daripada pelaku usaha bisnis, yang menjadi perhatian adalah apabila Bea
Meterai tersebut dikenakan pada surat atau dokumen yang dipergunakan untuk
administrasi mahasiswa dan juga pelajar, seperti pembuatan surat orisinalitas, surat
keterangan dan surat lainnya yang dikenakan Bea Meterai. hal ini tentu akan
memberatkan apalagi sejatinya sektor pendidikan merupakan salah satu sektor
yang mendapat fasilitas di bidang perpajakan.
4.2.5 Pengaruh Kondisi Perekonomian akibat Pandemi Virus Covid-19 dan Resesi
Ekonomi
Pada saat diusulkannya Rancangan Undang-Undang Bea Meterai, kondisi
perekonomian Indonesia masih belum terguncang dan stabil. Namun tidak ada
yang dapat memproyeksikan jika pada tahun 2020 ini Indonesia mengalami kondisi
force majeur Covid-19 yang tentu berdampak besar terhadap perekonomian
Indonesia. Bahkan salah satu fraksi di DPR RI menolak adanya rencana kenaikan
Bea Meterai, fraksi tersebut yaitu Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FKPS). FKPS
menolak Rancangan Undang-Undang ini karena menilai bahwa saat ini Indonesia
sedang berada di jurang resesi yang bisa menjalar menjadi krisis ekonomi.
Pertumbuhan ekonomi mengalami kontraksi dan diperkirakan negative hingga
akhir tahun 2020. Sedangkan rencana nya, Rancangan Undang-Undang Bea
Meterai ini akan dilaksanakan pada Januari 2021. Menurut legislator PKS,
perubahan drastic kondisi perekonomian ini seharusnya menjadi pertimbangan
dalam pengambilan keputusan RUU Bea Meterai. Anggota Komisi XI
Hidayatullah selaku juru bicara Fraksi PKS juga menyatakan bahwa pemerintah
perlu memperhatikan aspek sosial-ekonomi masyarakat efek Covid-19, karena saat
ini angka kemiskinan dan pengangguran melonjak tajam. Kenaikan tarif yang
cukup tinggi ini bisa jadi memberatkan masyarakat menengah di masa pandemic
Covid-19.20
BAB 5
20
Humas Fraksi PKS. (2020). Berpotensi Lemahkan Daya Beli Masyarakat dan Jadi Beban Baru Perekonomian,
FKPS Tolak RUU Bea Meterai. Fraksi.pks.id. Diakses pada: https://fraksi.pks.id/2020/09/03/berpotensi-
lemahkan-daya-beli-masyarakat-dan-jadi-beban-baru-perekonomian-fpks-tolak-ruu-bea-materai/
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai merupakan salah satu
pungutan pajak yang juga memiliki andil dalam APBN. Bentuk pengaturan (policy
design) Undang-Undang Bea Meterai yang mulai berlaku efektif sejak tanggal 1 Januari
1986 ini merupakan refleksi atau gambaran dari keperluaan keadaan Indonesia pada
saat itu, dan sampai saat ini belum pernah mengalami perubahan atau penyempurnaan.
Sementara itu sejalan dengan perkembangan yang ada, situasi dan kondisi masyarakat
dalam tiga dekade terakhir telah banyak mengalami perubahan. . Pengaruh dari adanya
perkembangan tersebut menyebabkan pengaturan (policy designs) bea meterai sudah
banyak yang tidak relevan lagi dengan situasi dan kondisi yang ada di masyarakat saat
ini. Oleh karena itu dibentuklah Rancangan Undang-Undang Bea Meterai untuk
menyeimbangi perkembangan yang ada.
Beberapa perubahan atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai
yang dimuat dalam Rancangan Undang-Undang Bea Meterai, yaitu peningkatan dan
penyederhanaan tarif Bea Meterai yang semula menggunakan tarif tetap Rp3.000 dan
Rp6.000, menjadi tarif tunggal Rp10.000 dan perubahan batasan pengenaan harga
nominal dari yang semula Rp250.000 kini menjadi Rp5.000.000. Adapun tujuan dasar
dari pembentukan Rancangan Undang-Undang Bea Meterai tersebut yaitu untuk
mengoptimalkan penerimaan negara. Namun selain memikirkan peningkatan
penerimaan negara, pemerintah juga harus mempertimbangkan dampak dari
peningkatan tarif tersebut. Jika hal tersebut tidak dipertimbangkan, alih-alih
meningkatkan penerimaan negara, justru Wajib Pajak yang awalnya patuh ditakutkan
akan beralih menggunakan Bea Meterai palsu dimana tarifnya jauh lebih kecil dari Bea
Meterai sesungguhnya. Oleh karena itu penulis menjabarkan beberapa kelebihan dan
kelemahan atas kebijakan tarif tunggal Bea Meterai dan perubahan batasan pengenaan
harga nominal menjadi Rp5.000.000, yaitu :
A. Kelebihan
1. Meningkatkan administrasi pajak
2. Memberikan kepastian hukum
3. Meningkatnya Efisiensi Terhadap Transaksi-Transaksi yang Nilainya Tidak
Material
4. Meningkatkan Potensi Penerimaan Negara,
B. Kelemahan
1. Butuh Waktu Untuk Menarik Meterai Rp3.000 dan Rp6.000
2. Dipertanyakannya Keabsahan Dokumen dengan Nilai Nominal Dibawah
Rp5.000.000
3. Proyeksi Bertambahnya Beban Biaya bagi Pelaku Usaha Bisnis
4. Menimbulkan Ketidakadilan Vertikal
5. Pengaruh Kondisi Perekonomian akibat Pandemi Virus Covid-19 dan Resesi
Ekonomi
5.2 Saran
Adapun saran yang dapat diberikan sebagai pertimbangan dalam memitigasi efek
samping jangka panjang yang justru akan memengaruhi stabilitas penerimaan negara
yaitu :
- Dibuat suatu ketentuan peralihan yang didalamnya mengatur ketentuan
sehubungan dengan penggunaan meterai tempel dengan tarif Rp300 dan Rp6000
yang masih beredar di masyarakat agar dapat digunakan semaksimal mungkin.
Misalnya dengan adanya pengaturan dalam masa peralihan bahwa masyarakat
dapat menggunakan meterai tempel dengan tarif Rp3000 dan Rp6000 sampai
dengan jangka waktu sampai dengan satu tahun sejak UU Bea Meterai yang baru
mulai berlaku. Nilai total meterai tempel yang dibubuhkan pada dokumen dapat
ditentukan paling sedikit sebesar Rp9000. Selain itu juga ketentuan peralihan ini
dapat meminimalisir kerugian negara yang timbul sebagai akibat adanya meterai
tempel yang belum terjual di PT Pos sebagai pihak yang ditugaskan untuk
mengelola dan menjual meterai tempel ke masyarakat.
- Dilihat dari sisi biaya bagi Wajib Pajak khususnya mereka yang karena bisnisnya
harus mencetak banyak dokumen yang dikenakan Bea Meterai, hal ini dapat
membebani compliance cost Wajib Pajak dalam memenuhi Bea Meterai. Sehingga
agar trade off kenaikan biaya yang dialami Wajib Pajak dapat diimbangi dengan
baik, pemerintah harus menjamin simplifikasi administrasi. Benefit simplifikasi
administraasi ini tidak dapat dicapai hanya dengan menyamakan tarif pajak atas
dokumen. Selain itu harus ada instruktur yang melengkapi, khususnya dengan
perkembangan zaman yang memasuki era digital. Salah satu inovasi yang sedang
digarap DJP adalah Bea Meterai Digital (BMD)
- Perlu adanya edukasi lebih kepada masyarakat terkait revisi terhadap UU Bea
Meterai juga definisi, kegunaan dan segala seluk beluk terkait bea meterai. Masih
ada masyarakat yang masih belum mengetahui usulan RUU Bea Meterai dan
belum memahami secara mendalam terkait fungsi, manfaat dan penggunaan
meterai tempel dan bea meterai itu sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
Peraturan Perundang-Undangan
Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 1989 tentang Perubahan Besarnya Tarif Bea Meterai
dan Besarnya Batas Harga Nominal yang Dikenakan Bea Meterai Atas Cek dan
Bilyet Giro
Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1995 tentang Perubahan Tarif Bea Meterai
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perubahaan Tarif Bea Meterai dan
Besarnya Batas Pengenaan Harga Nominal yang Dikenakan Bea Meterai
Buku
Gunadi. (2005). Indonesian Taxation; A Reference Guide. Jakarta: Multi Utama Publishing.
Heru Supriyanto. (2010). Cara Menghitung PBB, BPHTB dan Bea Meterai. Edisi Kedua.
Jakarta Barat: PT Indeks, hlm. 182
Nasucha, C. (2004). Reformasi Administrasi Publik: Teori dan Praktik. Jakarta: Penerbit
PT Gramedia Widiasarana Indonesia
Rosdiana Haula, & Irianto Edi Slamet. (2012). Pengantar Ilmu Pajak: Kebijakan dan
Implementasi di Indonesia. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
Soerdjono Seokanto dan Sri Mamudji. (1994). Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan
Singkat. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Soemitro. (1990). Metodologi Penelitian Hukum) Jakarta: Rineka Cipta, hlm 10.
Jurnal
Allingham, M. G., and Sandmo, A. (1972). Income tax evasion: A theoretical analysis.
Journal of Public Economics, 1: 323-338.
Kementrian Keuangan. (2016). Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang Bea Meterai.
Money, Arthur Remenyi, Dan, dan Michael Sherwood-Smith. (2002). The Effective
Measurement and Management of IT Costs an Benefits, 2nd Edition. Butterworth-
Heinemann, Britain
Pusat Kajian Anggaran/Badan Keahlian DPR RI. (2019). Buletin APBN. Vol. IV, Edisi 14.
Internet/Website
Badan Pusat Statistik. (2019). Ekonomi Indonesia 2018 Tumbuh 5,17 Persen. Diakses pada
https://www.bps.go.id/pressrelease/2019/02/06/1619/ekonomi-indonesia-2018-
tumbuh-5-17-persen.html
Humas Fraksi PKS. (2020). Berpotensi Lemahkan Daya Beli Masyarakat dan Jadi Beban
Baru Perekonomian, FKPS Tolak RUU Bea Meterai. Fraksi.pks.id. Diakses pada:
https://fraksi.pks.id/2020/09/03/berpotensi-lemahkan-daya-beli-masyarakat-dan-
jadi-beban-baru-perekonomian-fpks-tolak-ruu-bea-materai/
Kementerian Keuangan. (2020). Tarif Tunggal Bea Meterai Rp10.000 Dikenakan Mulai
Tahun 2021 dengan Masa Transisi. Kemenkeu.go.id. Diakses pada:
https://www.kemenkeu.go.id/publikasi/berita/tarif-tunggal-bea-meterai-rp10000-
dikenakan-mulai-tahun-2021-dengan-masa-transisi/
Laoli, Noverius. (2019). Sri Mulyani dan DPR kejar pengesahan RUU Bea Meterai selesai
September 2019. Nasional.kontan.co.id. Diakses pada
https://nasional.kontan.co.id/news/sri-mulyani-dan-dpr-kejar-pengesahan-ruu-bea-
meterai-selesai-september-2019
Olivia, Grace. (2019). Sri Mulyani Mengusulkan Tarif Bea Meterai Tunggal Sebesar
Rp10.000. Nasionalkontan.co.id. Diakses pada:
https://nasional.kontan.co.id/news/sri-mulyani-mengusulkan-tarif-bea-materai-
tunggal-sebesar-rp-10000
Olivia, Grace. (2019). Revisi Aturan Meterai, Biaya Operasional Bank Bisa Bertambah
Miliaran. Keuangan.kontan.co.id. Diakses pada:
https://keuangan.kontan.co.id/news/revisi-aturan-materai-biaya-operasional-bank-
bisa-bertambah-miliaran?page=5