Saya yang bertanda tangan di bawah ini dengan sebenarnya menyatakan bahwa
penulisan ini saya susun untuk memenuhi Ujian Akhir Semester mata kuliah
Pengantar Kebijakan Pajak ini tanpa tindakan plagiarisme sesuai dengan
peraturan yang berlaku di Universitas Indonesia. Tulisan ini adalah hasil karya
saya dengan mengutip dari berbagai sumber yang telah saya cantumkan dengan
benar. Jika di kemudian hari ternyata saya melakukan tindakan Plagiarisme, saya
akan bertanggung jawab sepenuhnya dan menerima sanksi yang dijatuhkan oleh
Universitas Indonesia kepada saya.
Mata Kuliah
Judul Makalah
Tanggal
: 8 Juni 2015
Dosen
Universitas Indonesia
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN..
DAFTAR ISI..
ii
DAFTAR TABEL.
iv
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang...
1.2.
Rumusan Masalah..........
1.3.
Tujuan Penulisan
1.4.
Signifikansi Penelitian
1.4.1.
Signifikansi Akademis
1.4.2.
Signifikansi Praktis.
1.5.
Batasan Penelitian... 6
1.6.
Sistematika Penulisan.. 6
Kebijakan Fiskal
11
2.2.2
Kebijakan Pajak... 12
2.2.3
Fungsi Pajak. 13
2.2.4
17
17
3.2.2
17
18
18
Universitas Indonesia
BAB 4 PEMBAHASAN
4.1. Sektor Usaha Properti di Indonesia...................
19
20
25
27
BAB 5 PENUTUP
5.1. Simpulan
29
5.2
Saran..
30
DAFTAR PUSTAKA.
31
Universitas Indonesia
DAFTAR TABEL
halaman
Tabel 1.1
Tabel 5.1
20
Universitas Indonesia
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Dalam rangka membiayai infrastruktur yang semakin meningkat dan untuk
Universitas Indonesia
Tabel 1.1
Realisasi Penerimaan Negara (Milyar Rupiah) Tahun 2007 2013
Sumber Penerimaan
(a) Penerimaan Pajak:
(b) Penerimaan Bukan Pajak
2007
490,98
8
215,12
0
2008
658,70
1
320,60
4
706,10
8
70%
2009
873,874
980,500
2013
1,148,30
0
227,174
2010
723,30
7
268,94
2
331,472
351,800
349,200
979,30
5
847,096
992,24
9
1,205,34
6
1,332,30
0
1,497,50
0
67%
73%
73%
72%
74%
77%
619,922
2011
2012
2 http://katadata.co.id/berita/2014/11/21/jokowi-minta-target-pajak-naik-rp-600triliun
3 http://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20150109154442-78-23559/targetpajak-naik-rp-100-triliun-jauh-di-bawah-target-jokowi/
2
Universitas Indonesia
peningkatan
penegakkan
hukum,
reinventing
policy
mengenai
Universitas Indonesia
pada
sektor
yang
bersangkutan
yang
ujung-ujungnya
dapat
Universitas Indonesia
I.3
Tujuan Penelitian
Dalam pembuatan makalah ini, penulis memiliki tujuan di antaranya:
1. Menjelaskan perluasan objek Pajak Penghasilan Pasal 22 yang
tercantum
di
dalam
Peraturan
Menteri
Keuangan
Nomor
Signifikansi Penulisan
1.4.1 Signifikansi Akademis
Dengan adanya tulisan ini, diharapkan akan dapat memberikan kegunaan
Universitas Indonesia
Barang Super Mewah khususnya pada sektor properti. Dan diharapkan juga dapat.
berguna untuk referensi bagi penelitian selanjutnya. Selain itu, penulis
mengajukan makalah ini sebagai Ujian Akhir Semester.
1.4.2 Signifikansi Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi dan data yang
dapat digunakan bagi Kementerian Keuangan khususnya Direktorat Jenderal
Pajak dalam mengevaluasi kembali kebijakan mengenai penerapan Pajak
Penghasilan Pasal 22 atas Barang Super Mewah guna memberikan kontribusi
yang positif dalam program pemerintah baik dalam mencapai target penerimaan
melalui pajak maupun aspek keadilan dalam masyarakat.
1.5
Batasan Penelitian
Penulisan ini difokuskan
ke
masalah
regulasi
mengenai
PMK
Sistematika Penulisan
Penulisan ini disajikan dalam enam bab yang disusun secara sistematis,
masing-masing bab dirinci menjadi beberapa subbab yang saling mendukung satu
sama lain dan mempunyai satu kesatuan yang utuh. Sistematika penelitian ini
terdiri dari :
BAB 1
PENDAHULUAN
Bab
menguraikan
latar
belakang
permasalahan,
pokok
KERANGKA TEORI
Bab 2 menguraikan teori-teori apa saja yang menjadi dasar acuan
penelitian. Subbab yang terdapat dalam bab ini adalah tinjauan
pustaka, kerangka teori, dan alur pemikiran.
BAB 3
METODE PENELITIAN
Bab 3 menjelaskan tentang metode penelitian yang digunakan
untuk menjawab pertanyaan dan tujuan penelitian. Penjelasan
Universitas Indonesia
yang
digunakan,
jenis
penelitian,
dan
teknik
pengumpulan data.
BAB 4
PEMBAHASAN
Bab 4 menjelaskan gambaran umum objek penelitian sehingga
memberikan gambaran mengenai karakteristik objek penelitian
yang diteliti. Dalam bab ini terdapat penjelasan mengenai
ketentuan mengenai Pajak Penghasilan Pasal 22 atas Barang Super
Mewah,
objek
perluasan
yang
menurut
PMK
Nomor
PENUTUP
Bab 5 terdiri dari dua subbab, yaitu simpulan dan saran. Simpulan
berisi tentang hal-hal penting mengenai hasil penelitian yang
dikaitkan dengan perumusan masalah, tujuan penelitian, serta
disajikan saran teoritis dan praktis yang dapat diusulkan
berdasarkan hasil analisis dan temuan peneliti dari perspektif
teoritis dan kajian literatur.
BAB 2
KERANGKA TEORI
2.1
Tinjauan Pustaka
Dalam menulis makalah ini, penulis berupaya menjelaskan mengenai
analisis perluasan objek di dalam PPh Pasal 22 atas Barang Super Mewah.
Adapun penulis telah melakukan tinjauan pustaka terhadap suatu penelitian yang
dilakukan oleh Ernanda mengenai Penerapan PPh Pasal 22 atas Barang Super
Mewah Ditinjau dari Konsepsi Pajak Penghasilan. Di mana pada saat itu,
Universitas Indonesia
peraturan mengenai Pengenaan PPh 22 atas barang super mewah memang baru
pertama kali dikeluarkan melalui penerbitan PMK tahun 2008.
Penelitian yang dilakukan oleh Ernanda ini dilakukan pada tahun 2009.
Beliau lebih menekankan penelitiannya kepada mengapa barang super mewah ini
dikenakan PPh Pasal 22 mengingat sebelumnya belum ada peraturan mengenai
hal ini, lalu peneliti juga ingin mengetahui apa dasar pemerintah dalam
menetapkan objek yang menjadi PPh Pasal 22 serta melihat bagaimana pengkajian
PPh Pasal 22 ini dari sisi konsepsi penggolongan pajak.
Hasil dari penelitian ini menyimpulkan bahwa justifikasi pemerintah
dalam menerapkan PPh Pasal 22 atas barang super mewah ini dikarenakan
rendahnya kesadaran Wajib Pajak dalam melakukan kewajiban perpajakannya
yang dapat dilihat dari beberapa wajib pajak yang tidak jujur dalam melaporkan
penghasilannya. Melalui pengenaan PPh Pasal 22 atas barang super mewah ini,
sang pembeli dikenakan PPh Pasal 22 sebesar 5%, misalnya atas apartemen yang
dibelinya, kemudian pajak yang telah dipungut di awal tersebut dapat dijadikan
sebagai kredit pajak masukan di SPT Tahunannya. Sehingga dengan demikian, ia
harus melaporkan SPT Tahunannya agar dapat mengkreditkan pajak yang dibayar
atas pembelian tersebut terhadap penghasilan yang didapatnya. Dan jika ia
terbukti dapat membeli sebuah apartemen yang mewah tersebut, tentunya ia tidak
dapat menutup-nutupi jika ia memiliki penghasilan yang besar. Dengan demikian,
pemerintah berharap, kepatuhan wajib pajak untuk melaporkan SPT Tahunannya
dengan jujur akan meningkat.
Selanjutnya, dari hasil penelitian juga diketahui bahwa dasar pemerintah
dalam menetapkan barang mewah yang menjadi objek PPh Pasal 22 ini adalah
terdapat banyak pertimbangan yang mendasarinya, antara lain efek terhadap pasar
jika barang tersebut dikenakan PPh Pasal 22, kemudian barang tersebut
merupakan jenis barang yang hanya dapat dikonsumsi oleh wajib pajak yang
penghasilannya berada di tarif tertinggi, merupakan barang-barang yang memang
terdapat di pasar perdagangan, kemudian barang tersebut juga merupakan barang
yang nilainya dapat diukur, dan terakhir merupakan barang yang menunjukkan
tingkat konsumsi kelas atas (high-class).
Mengenai konsepsi penggolongan pajak yang diterapkan pada PPh Pasal
22 atas barang mewah dapat disimpulkan bahwa peneliti menyatakan bahwa jenis
pajak ini sesuai dengan konsep pajak tidak langsung karena memang
8
Universitas Indonesia
fungsi
tersendiri
hanya
Universitas Indonesia
Judul
Penelitian
Penelitian 1
Kebijakan Pajak Penghasilan
Pasal 22 atas Barang Sangat
Mewah dalam Perspektif
Konsepsi Penggolongan Pajak
Bentuk
Skripsi
Penelitian
Nama
Ernanda
Peneliti
Tahun
2009
Tujuan
1) Menjelaskan justifikasi
Penelitian
pemerintah dalam
menetapkan kebijakan
penetapan Pajak Penghasilan
Pasal 22 atas Penjualan
Barang Sangat Mewah
2) Menjelaskan dasar
pemerintah dalam
menetapkan jenis-jenis
barang yang kategorikan
sebagai barang sangat
mewah yang menjadi objek
PPh ini
Metode
Penelitian
Pendekata
n
Penelitian
Metode
Pengumpu
lan
Data
Kerangka
Teori
Penelitian ini
Analisis Perluasan Objek
Pajak Penghasilan Pasal 22
Barang Sangat Mewah Untuk
Sektor Properti Dalam
Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 90/PMK.03/2015
Makalah
Rere Karlina Wigati
2015
1. Menjelaskan perluasan objek
Pajak Penghasilan Pasal 22
yang tercantum di dalam
Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 90/PMK.03/2015
khususnya untuk sektor properti
2. Menganalisis kebijakan
perluasan objek PPh Pasal 22
atas barang sangat mewah
terutama untuk sektor properti
menggunakan SWOT
Kualitatif
Deskriptif
Deskriptif
Studi Kepustakaan
Kebijakan Publik
Kebijakan Fiskal
Kebijakan Pajak
Analisis Kebijakan
Definisi Pajak
Fungsi Pajak
Pajak Langsung dan Pajak
Tidak Langsung
Definisi Penghasilan
Konsep Pajak atas Penghasilan
Excise (cukai)
Hasil
Dasar pemerintah dalam
Penelitian menetapkan PPh 22 untuk
barang sangat mewah ini
10
adalah dikarenakan adanya
kesadaran wajib pajak yang
masih rendah dalam
melakukan kewajiban
Kebijakan Publik
Kebijakan Pajak
Fungsi Pajak
Sistem Pemungutan Pajak
2.2.
Kerangka Teori
2.2.1 Kebijakan Publik
Kebijakan publik adalah pola ketergantungan yang kompleks dari pilihan-
publik
sesuai
apa
yang
dikemukakan
oleh
Dunn
Universitas Indonesia
daya finansial dan manusia, serta dievaluasikan agar dapat dijadikan sebagai
mekanisme pengawasan terhadap kebijakan tersebut sesuai dengan tujuan
kebijakan itu sendiri.
2.2.2
Kebijakan Pajak
Kebijakan pajak adalah kebijakan fiskal dalam pengertian sempit, yaitu
kebijakan yang berhubungan dengan penentuan apa yang akan dijadikan sebgai
tax base, siapa-siapa yang dikenakan pajak, siapa-siapa yang dikecualikan, apaapa yang akan dijadikan objek pajak, apa-apa saja yang dikecualikan, bagaimana
menentukan besarnya pajak yang terutang dan bagaimana menentukan prosedur
pelaksanaan kewajiban pajak terutang. Dengan demikian, berdasarkan pengertian
di atas, maka kebijakan penurunan tarif maupun kebijakan pemerintah untuk
menanggung pajak penghasilan atas pekerja sampai dengan sebesar upah
minimum reginonal serta kebijakan pemerintah untuk menanggung PPh atas
penghasilan pekerja sampai dengan satu juta rupiah, adalah contoh dari kebijakan
fiskal dalam arti luas. Sedangka contoh kebijakan fiskal dalam arti sempit,
misalnya ketentuan mengenai diperbolehkan penggunaan norma perhitungan
penghasilan netto atau yang dalam literatur disebut sebagai presumptive tac atau
deemed profit8.
2.2.3
Fungsi Pajak
Salah satu alasan mengapa negara harus memungut pajak adalah karena
adanya fungsi-fungsi yang diemban oleh negara, misalnya fungsi alokasi. Untuk
memenuhi fungsi alokasi, negara melakukan pemungutan pajak. penerimaan pajak
tersebut digunakan untuk memproduksi barang-barang public. Penyediaan
barang-barang public untuk didanai oleh pajak memiliki beberapa kelebihan
dibandingkan dengan alternative-alternatif pembiayaan yang lain seperti:
1. Cetak uang (printing money)
2. Pinjaman Luar Negeri (borrowing abroad)
3. Pinjaman Dalam Negeri (borrowing domestically) misalnya dengan
menerbitkan obligasi pemerintah
8 Rosidana, Haula, & Slamet Irianto, E. (2012). Pengantar Ilmu Pajak: Kebijakan
dan Implementasinya di Indonesia. hlm. 84-85
12
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
dan
Haula Rosdiana dan Edi Slamet Irianto membagi teknik pemungutan pajak
ke dalam tiga jenis, yaitu12:
1.
2.
sistem ini.
Sistem Official Assessment, di mana fiskus berperan aktif untuk
menghitung dan menetapkan besarnya pajak yang terutang.
berdasarkan surat ketetapan yang diterbitkan fiskus, wajib pajak
membayar pajak yang terutang tersebut. model ini diterapkan untuk
3.
12 Rosidana, H., & Slamet Irianto, E. (2011). Panduan Lengkap Tata Cara
Perpajakan di Indonesia. hlm 55
14
Universitas Indonesia
15
Universitas Indonesia
yang baru ini, objek barang mewah adalah jika memenuhi luas atau harga
jual tertentu.
Seharusnya, seiring dengan naiknya harga tanah, maka naik pula batasan
harga rumah yang dianggap sangat mewah.
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1
Pendekatan Penelitian
Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Jenis Penelitian
3.2.1 Berdasarkan Tujuan Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian, jenis penelitian yang digunakan adalah
deskriptif analitis. Tujuan dari penelitian deskriptif ini adalah untuk membuat
deskripsi gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai
fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antarfenomena yang diselidiki 13. Dalam
penulisan makalah ini, penulis ingin menggambarkan bagaimana perluasan objek
pajak PPh Pasal 22 atas Barang Sangat Mewah dan juga ingin mengungkapkan
mengenai ketidaksesuaian mengenai konsep barang sangat mewah dengan
kenyataannya terutama untuk sektor properti yang harganya selalu melambung
naik. Penulis juga ingin menganalisis fenomena ini dengan menggunakan analisis
strength, weakness, opportunity, dan threat.
3.2.2 Berdasarkan Manfaat Penelitian
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
BAB 4
PEMBAHASAN
4.1
peraturan
perundang-undangan
di
Indonesia,
pengertian
mengenai industri real estate tercantum dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri
No.5 Tahun 1974 yang mengatur tentang industri real estate. Dalam peraturan ini,
pengertian industri real estate adalah suatu perusahaan yang bergerak dalam
bidang penyediaan, pengadaan dan pematangan tanah bagi keperluan usaha-usaha
industri termasuk industri pariwisata, yang merupakan suatu lingkungan yang
dilengkapi dengan prasarana-prasarana umum yang diperlukan. Sedangkan
definisi properti menurut Surat Keputusan Menteri Negara Perumahan Rakyat
No.05/KPTS/BK4PN/1995, properti adalah tanah hak dan atau bangunan
permanen yang menjadi objek pemilik dan pembangunan. Dengan kata lain,
properti dan real estate merujuk kepada pengertian yang sama yaitu bangunan
baik berupa hak kepemilikannya beserta tanah tempatnya berada.
Perusahaan properti & real estate merupakan salah satu sub sektor industri
yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI). Perkembangan industri properti &
real estate begitu pesat, terbukti dengan semakin banyaknya jumlah perusahaan
yang terdaftar di BEI. Pada tahun 1990-an jumlah perusahaan yang terdaftar
hanya sebanyak 22 perusahaan, namun memasuki tahun 2000-an hingga tahun
2013 jumlah perusahaan terdaftar menjadi sebanyak 45 perusahaan15.
Real Estat Indonesia (REI) mencatat ada penurunan penjualan properti
periode Januari- Maret 2015 hingga 50 persen. Penurunan penjualan ini terutama
disebabkan kondisi ekonomi yang melambat, bunga (KPR) yang masih tinggi, dan
juga adanya kebijakan Loan to Value yang menghendaki calon pembeli rumah
untuk membayar uang muka minimal 30% dari harga rumah tersebut dan
maksimal pemberian kredit perumahan sebesar 70%16.
4.2Perluasan Objek Barang Sangat Mewah PPh Pasal 22
15 http://www.sahamok. com/emiten/sektor-property-real-estate/subsektorkonstruksi-bangunan
18
Universitas Indonesia
Peraturan
Menteri
Keuangan
Nomor
90/PMK.03/2015
yang
253/PMK.03/2008
90/PMK.03/2015
pesawat udara pribadi dengan harga pesawat terbang pribadi dan helikopter
jual lebih dari Rp20.000.000.000,00 pribadi (tanpa batasan harga)
(dua puluh milyar rupiah)
kapal pesiar dan sejenisnya dengan kapal pesiar, yacht, dan sejenisnya
harga
jual
lebih
Universitas Indonesia
rupiah)
rumah beserta tanahnya dengan harga rumah beserta tanahnya, dengan harga
jual atau harga pengalihannya lebih dari jual atau harga pengalihannya lebih dari
Rp10.000.000.000,00 (sepuluh milyar Rp5.000.000.000,00
(lima
miliar
rupiah) dan luas bangunan lebih dari rupiah) atau luas bangunan lebih dari
500m2 (lima ratus meter persegi)
apartemen,
kondominium,
kondominium,
dan
sejenisnya dengan harga jual atau sejenisnya, dengan harga jual atau
pengalihannya
lebih
dari pengalihannya
lebih
dari
(lima
miliar
rupiah) dan/atau luas bangunan lebih rupiah) atau luas bangunan lebih dari
dari
400m2
(empat
ratus
persegi);
kendaraan
persegi);
bermotor
roda
empat kendaraan
bermotor
roda
empat
vehicle (suv), multi purpose vehicle vehicle (suv), multi purpose vehicle
(mpv), minibus dan sejenisnya dengan (mpv), minibus, dan sejenisnya, dengan
harga
jual
Rp5.000.000.000,00
lebih
(lima
dari harga
jual
lebih
dari
rupiah) dan dengan kapasitas silinder atau dengan kapasitas silinder lebih dari
lebih dari 3.000 cc.
3.000cc; dan/atau
kendaraan bermotor roda dua dan tiga,
dengan
harga
jual
Rp300.000.000,00
(tiga
lebih
ratus
dari
juta
20
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
1. Rumah beserta tanahnya dengan harga jual atau harga pengalihannya lebih
dari Rp10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah) dan luas bangunan
lebih dari 500m2 (lima ratus meter persegi) yang berasal dari PMK
253/PMK.03/2008 serta
2. Rumah beserta tanahnya, dengan harga jual atau harga pengalihannya
lebih dari Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) atau luas bangunan
lebih dari 400m2 (empat ratus meter persegi) yang berasal dari PMK
Nomor 90/PMK.03/2015
Hal ini mengandung arti bahwa sebelumnya, kedua syarat harga jual dan
luas bangunan harus dipenuhi untuk dapat menjadi objek pajak barang sangat
mewah. Sehingga jika terdapat rumah yang luas bangunannya sebesar 600m2
namun harganya hanya mencapai 5 milyar, tidak dapat menjadi objek pajak
menurut ketentuan ini. Hal yang sama berlaku untuk penjualan apartemen dan
sejenisnya yang dapat dilihat sebagai berikut:
1. apartemen, kondominium, dan sejenisnya dengan harga jual atau
pengalihannya lebih dari Rp10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah)
dan/atau luas bangunan lebih dari 400m2 (empat ratus meter persegi)
yang berasal dari PMK 253/PMK.03/2008 serta
2. apartemen, kondominium, dan sejenisnya, dengan harga jual atau
pengalihannya lebih dari Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) atau
luas bangunan lebih dari 150m2 (seratus lima puluh meter persegi);
Ini berarti bahwa pada peraturan sebelumnya, terdapat dua kondisi yang
dapat membuat apartemen dan sejenisnya merupakan objek PPh Pasal 22 atas
barang sangat mewah. Yaitu apabila memenuhi kedua syarat luas dan harga jual
atau memenuhi salah satu syarat di antara luas atau harga jual. Sedangkan pada
PMK yang terakhir ini, apartemen dan sejenisnya sudah dapat dikategorikan
sebagai barang sangat mewah ketika sudah memenuhi salah satu syarat baik luas
ataupun harga jualnya.
Pada tanggal 1 Juni 2015, diberlakukan Peraturan Dirjen Nomor PER19/PJ.03/2015 Tentang Tata Cara Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 Atas
Penjualan Barang Yang Tergolong Sangat Mewah yang menjadi petunjuk
pelaksanaan bagi PMK Nomor 90/PMK.03/2015, di mana disebutkan bahwa
22
Universitas Indonesia
patokan harga yang menjadi objek barang sangat mewah itu merupakan harga
termasuk pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penjualan barang mewah
(PPnBM). Artinya, untuk properti dengan harga dasar di bawah Rp 5 miliar, mobil
kurang dari Rp 2 miliar dan sepeda motor di bawah Rp 300 juta kini tergolong
barang sangat mewah dan terkena pungutan PPh pasal 22 sebesar 5%, plus PPN
sebesar 10% dan PPnBM 20%. Alhasil kini, properti dengan harga dasar Rp 3,5
miliar sudah termasuk barang sangat mewah sehingga terkena PPN 10% dan
PPnBM 20%, serta PPh pasal 22 sebesar 5% yang dibayar dimuka oleh pembeli.
Direktur Penyuluhan, Pengembangan, dan Hubungan Masyarakat (P2Humas) Ditjen Pajak, Mekar Satria Utama, menyatakan perdirjen ini masih
sejalan dengan aturan induknya, yakni Peraturan Menteri Keuangan (PMK)
Nomor 90/PMK.03/2015 yang merevisi PMK 253/2008 tentang wajib pajak
badan tertentu sebagai pemungut PPh dari pembeli atas penjualan barang sangat
mewah. Alasannya, di PMK yang sebelumnya itu tak diatur secara rinci definisi
harga jual sebagai patokan PPh Pasal 22. Namun hanya mengatur tarif dan dasar
pengenaan PPh Pasal 22 saja, yaitu harga jual diluar PPN maupun PPnBM.
Adapun tujuan khusus dari adanya perluasan objek ini adalah untuk
semakin menjaring wajib pajak yang tidak melakukan kewajiban perpajakannya
terutama untuk wajib pajak yang menikmati barang super mewah yang dapat
dipastikan berasal dari kalangan atas, atau minimal menengah. Karena dengan
adanya sistem PPh Pasal 22 ini, maka menghendaki mereka untuk membayar
pajak penghasilannya di muka atas barang mewah yang mereka nikmati yang
nantinya dapat dikreditkan jika mereka melaporkan SPT Tahunannya.
Tetapi menurut, pengamat perpajakan dari Center for Indonesia Taxation
Analysis
(CITA)
Yustinus
Prastowo,
seperti
dikutip
di
dalam
berita
nasional.kontan.co.id perdirjen ini tak konsisten dengan aturan lain. Di UndangUndang tentang PPN disebutkan harga jual tidak memperhitungkan PPN dan
potongan harga lain yang tercantum di faktur pajak. Selain itu, selama ini orang
banyak mengartikan bahwa pemungutan PPh Pasal 22 berdasarkan harga jual ke
konsumen17.
Sebagai tambahan, penikmat barang mewah ini bukan hanya terkena PPh
22 saja namun PPN dan juga PPnBM dan juga BPHTB (khusus untuk pengalihan
17 http://nasional.kontan.co.id/news/harga-acuan-barang-sangat-mewah-turun
23
Universitas Indonesia
tanah dan bangunan) sehingga total pajak yang dikenakan bisa mencapai 40% dari
harga yang sebenarnya.
4.3Mekanisme Perhitungan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak Penghasilan
Pasal 22 atas Sektor Properti
PPh Pasal 22 atas barang sangat mewah merupakan jenis pajak
penghasilan yang dibayar di muka, yaitu pada saat pembelian barang sangat
mewah dan kemudian dihitung sebagai kredit pajak di dalam pelaporan SPT
Tahunan si pembeli. Adapun yang memungut PPh menurut ketentuan ini adalah
pemungut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) huruf c UndangUndang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah
beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008,
yaitu Wajib Pajak badan yang melakukan penjualan barang yang tergolong sangat
mewah.
Pajak penghasilan 22 atas PPh barang mewah dipungut oleh penjual
terhadap pembelian yang dilakukan oleh pembeli kemudian pemungut
memberikan bukti pemungutan kepada pembeli atas nama pembeli dan dapat
dijadikan kredit pajak di SPT Tahunan si pembeli. Setelah pajak dipungut dan
dibuat bukti pemungutannya, kemudian si penjual wajib menyetorkan pajak
penghasilan ini paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya serta melaporkan hasil
pemungutannya melalui Surat Pemberitahuan Masa (SPT Masa) ke KPP terdaftar
paling lama 20 hari setelah masa pajak berakhir.
Mengenai tarif pajak penghasilan jenis ini, dikenakan sebesar 5% dari
harga penjualan barang, tidak termasuk PPN dan PPnBM sesuai dengan ketentuan
yang tidak mengalami perubahan menurut PMK Nomor 253/PMK.03/2008
sehingga tarif tersebut masih berlaku untuk sekarang.
Adapun contoh perhitungan Pajak Penghasilan atas Barang Mewah untuk
pembelian apartemen menurut PMK Nomor 90/PMK.03/2015 adalah sebagai
berikut:
Contoh
Mr. A membeli 1 unit apartemen Green X di daerah Jakarta Selatan seharga 4
miliar rupiah di mana harga tersebut belum termasuk PPN, PPnBM, serta BPHTB.
Berapakah harga total yang harus dibayarkan oleh Mr. A serta adakah pemungutan
24
Universitas Indonesia
PPh Pasal 22 yang harus dilakukan oleh pihak apartemen Green X terhadap
pembelian Mr. A tersebut?
Jawab:
Harga Apartemen
4.000.000.000
PPN (10%)
400.000.000
PPnBM (20%)
800.000.000
BPHTB (5%)
200.000.000
Total
5.400.000.000
Dari perhitungan tersebut, didapatkan bahwa total uang yang harus
dibayarkan oleh Mr.A sebesar 5,4 miliar rupiah yang terdiri dari 5,2 miliar rupiah
sebagai harga pembelian total (termasuk PPN dan PPnBM) dan 200 juta rupiah
untuk pengenaan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunannya. Sehingga di
dalam hal ini apartemen yang dibeli oleh Mr. A memenuhi syarat dari objek
barang sangat mewah yang dikenakan PPh Pasal 22 menurut PMK
90/PMK.03/2015. Sedangkan yang menjadi dasar perhitungan PPh Pasal 22
adalah harga apartemen yang belum termasuk pajak yaitu senilai 4 miliar.
PPh Pasal 22 atas apartemen = 4.000.000.000 x 5 % = 200.000.000.
Jadi, pihak Green X memiliki kewajiban untuk memungut PPh Pasal 22 terhadap
Mr.X senilai 200 juta rupiah.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 90/PMK.03/2015 yang merupakan
perubahan atas permenkeu sebelumnya yaitu PMK Nomor 253/PMK.03/2008
memiliki petunjuk pelaksanaan berupa Perdirjen Nomor PER-19/PJ.03/2015. Di
sana diatur bahwa batas objek barang sangat mewah yang dikenakan PPh Pasal 22
dinilai dari harga jual atau penyerahannya, termasuk PPN dan PPnBM yang
dibayar. Dengan demikian, dan seperti yang telah dicontohkan pada perhitungan
di atas, maka rumah seharga 4 miliar sudah dikategorikan sebagai barang sangat
mewah menurut peraturan ini. Padahal, pada kenyataannya kita dapat mengetahui
25
Universitas Indonesia
bahwa harga rumah yang 4 miliar tidak dapat dikategorikan sebagai rumah sangat
mewah. Apalagi di kota besar seperti Jakarta yang harga rata-rata tanah per
meternya dapat mencapai belasan, puluhan bahkan ada yang telah mencapai 100
juta per meter persegi. Seharusnya, justru penetapan barang yang dianggap
mewah lebih dinaikkan lagi batasannya.
Penetapan batas hunian mewah senilai lima miliar masih terasa
mengganjal bagi beberapa developer dikarenakan persepsi mengenai barang
mewah antara pemerintah dan developer belum sejalan. Di mana rumah senilai
lima miliar rupiah belum termasuk barang sangat mewah, jika dibandingkan
barang lain dengan harga yang sama18. Misalnya saja, tas dengan harga lima miliar
wajar saja jika dikategorikan sebagai barang sangat mewah, karena rata-rata harga
tas tidak semahal itu. Selain itu, jika pemerintah menetapkan kapal pesiar sebagai
barang sangat mewah, tentu hal ini merupakan hal yang wajar. Namun, pembelian
rumah senilai 5 miliar rupiah tidak dapat dianggap sama dengan pembelian kapal
tersebut sehingga sama-sama menjadi objek barang sangat mewah yang terkena
tarif yang sama sebear 5%, terlebih rumah memiliki fungsi primer bagi kehidupan
masyarakat.
4.4Analisis SWOT atas Peraturan 90/PMK.03/2015 terhadap Sektor Properti
Strength:
Kebijakan ini dapat membantu untuk menjaring lebih banyak wajib pajak
untuk melaporkan SPT-nya. Sebagaimana, metode PPh Pasal 22 atas barang
mewah ini dapat dilakukan dengan mengkreditkan pajak yang telah dibayar oleh
wajib pajak pada saat pembelian rumah/apartemen. Maka, untuk dapat melakukan
pengkreditan,
tentunya
Wajib
Pajak
harus
mengisi
dan
melaporkan
Universitas Indonesia
kurang dari 400m2 untuk perumahan untuk menghindari adanya pemungutan PPh
Pasal 22 untuk sektor properti tersebut. Selain itu, dapat mengakibatkan lesunya
industri mengingat kondisi usaha properti juga sedang tidak stabil. Saat ini pasar
properti masih tertekan akibat penurunan daya beli masyarakat, suku bunga tinggi,
dan kebijakan loan to value (LTV). Jika transaksi jual-beli properti makin sepi,
aturan ini akan menjadi bumerang bagi pemerintah. Penurunan transaksi jual-beli
properti bakal berujung kepada tergerusnya penerimaan pajak dari pajak
pertambahan nilai (PPN) yang disetor pembeli dan PPh final yang disetor
pengembang.
Opportunity:
Dengan adanya perluasan objek PPh Pasal 22 atas barang super mewah,
negara dapat semakin memiliki jaminan penerimaan negara atas pembayaran
pajak di muka.
BAB 5
PENUTUP
5.1
Kesimpulan
Perluasan objek pajak penghasilan PPh Pasal 22 atas barang sangat mewah
Universitas Indonesia
penetapan nilai penyerahan yang dipungut PPh Pasal 22 sebelumnya tidak di atur
secara khusus, namun semenjak berlakunya Perdirjen Nomor PER-19/PJ.03/2015,
maka jelas ditetapkan bahwa harga batas 5 miliar atas objek tersebut sudah
termasuk dengan pembayaran PPN dan PPnBM. Sehingga jika pengembang
menetapkan harga hunian per unitnya sekitar 4 miliar, atas penjualan tersebut
wajib dilakukan pemungutan PPh Pasal 22. Sedangkan jika kita melihat rumah
senilai 4 miliar rupiah, belum tentu dapat dikategorikan sebagai rumah sangat
mewah mengingat harga rumah di kota-kota besar terutama Jakarta meningkat
setiap tahunnya. Seharusnya, semakin lama, batasan harga rumah yang dianggap
sangat mewah meningkat seiring dengan naiknya harga rumah.
Strength dari adanya peraturan ini adalah kebijakan ini dapat membantu
untuk menjaring lebih banyak wajib pajak dalam melaporkan SPT-nya untuk
mendapatkan kredit pajak masukan sedangkan weakness-nya adalah cukup
memberatkan wajib pajak karena adanya tambahan pembayaran pajak di muka,
mengingat wajib pajak juga telah dibebani dengan adanya PPN dan PPnBM.
Sehingga untuk mengantisipasi terkena PPh Pasal 22 atas barang sangat mewah
ini, pengembang lebih cenderung untuk memfokuskan pada penjualan properti di
bawah 5 miliar rupiah. Hal ini dapat menjadi ancaman bagi penerimaan negara.
Namun demikian, tetap ada potensi bahwa negara dapat semakin memiliki
jaminan penerimaan negara atas pembayaran pajak di muka.
5.2
Saran
Adapun saran yang dapat penulis berikan mengenai bahasan yang terkait
elit.
Kalaupun pemerintah tetap mau mengenakan PPh pasal 22 atas
rumah di atas lima miliar rupiah, ada baiknya pemerintah tidak
3.
Universitas Indonesia
miliar rupiah.
Pemerintah harus memperhatikan dampak kebijakan ini terhadap
perkembangan sektor usaha di bidang properti. Jangan sampai
justru membuat calon pembeli properti berpikir dua kali sehingga
dapat membuat penjualan di sektor properti menurun.
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Nazir, Mohammad. (2005). Metode Penelitian. Bogor: Ghalia Indonesia.
Dunn, William N. (2003). Pengantar Analisis Kebijakan Publik. Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press
Mardiasmo. (2011). Perpajakan; edisi Revisi 2011. Jakarta: Penerbit Andi.
Rosidana, Haula, & Slamet Irianto, E. (2012). Pengantar Ilmu Pajak: Kebijakan
dan Implementasinya di Indonesia. Jakarta: Rajawali Press
Rosidana, H., & Slamet Irianto, E. (2011). Panduan Lengkap Tata Cara
Perpajakan di Indonesia. Jakarta: Visi Media.
Jurnal
Ari Mulianta Ginting, Strategi Perpajakan 2015. (Jurnal Info Singkat Kebijakan
Publik Vol. VII, No. 03/I/P3DI/Februari 2015)
Skripsi
Ernanda. Kebijakan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas Barang Sangat Mewah
dalam Perspektif Konsepsi Penggolongan Pajak. (Skripsi Program Sarjana
Departemen Ilmu Administrasi Fiskal FISIP Universitas Indonesia)
Depok : Universitas Indonesia, 2012.
29
Universitas Indonesia
Undang-Undang
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas UndangUndang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 133, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4893);
Peraturan Terkait
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 253/PMK.03/2008 tentang Wajib Pajak
Badan Tertentu Sebagai Pemungut Pajak Penghasilan dari Pembeli atas
Penjualan Barang yang Tergolong Sangat Mewah sebagaimana telah
diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 90/PMK.03/2015
(Berita Negara Tahun 2015 Nomor 667)
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-19/PJ/2015 Tentang Tata Cara
Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 Atas Penjualan Barang Yang
Tergolong Sangat Mewah
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 5 Tahun 1974 Tentang KetentuanKetentuan Mengenai Penyediaan Dan Pemberian Tanah Untuk Keperluan
Perusahaan
Surat Keputusan Menteri Negara Perumahan Rakyat No.05/KPTS/BK4PN/1995
Publikasi Elektronik
http://katadata.co.id/berita/2014/11/21/jokowi-minta-target-pajak-naik-rp-600triliun, diakses pada 7 Juni 2015
http://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20150109154442-78-23559/targetpajak-naik-rp-100-triliun-jauh-di-bawah-target-jokowi/, diakses pada 7 Juni 2015
http://bisnis.news.viva.co.id/news/read/560796-target-pajak-2015-dinaikkanrp600-triliun--apa-tanggapan-menkeu, diakses pada 7 Juni 2015
http://www.pajak.go.id/content/article/ditjen-pajak-optimis-mencapai-targetpenerimaan-rp-1296-triliun, diakses pada 7 Juni 2015
http://bisnis.tempo.co/read/news/2015/01/19/087635923/cara-pemerintahgenjot-pendapatan-negara, diakses pada 7 Juni 2015
30
Universitas Indonesia
31
Universitas Indonesia