Cerpen
Cerpen
Hari sekolah dimulai seperti biasa. Hari senin yang cerah seperti biasa para murid mengadakan
upacara bendera. Setelah upacara seluruh murid kembali ke kelasnya masing-masing untuk
mendapatkan pelajaran. Pada hari senin itu terdapat pelajaran Bahasa Indonesia, Biologi dan
Matematika. Proses belajar mengajar berjalan seperti biasa tenang dan tertib.
Anak-anak pun istirahat pada jam 12. Kebanyakan murid makan di kantin sekolah dan saling
mengobrol. Sampailah pada jam terakhir yaitu pelajaran Matematika. Guru Matematika yang
mengajar bernama Ibu Sri. Seperti biasa Ibu Sri menjelaskan materi yang sudah terdapat di
kurikulum dan memberikan beberapa nasehat kepada muridnya.
Ibu Sri pun menyampaikan kepada muridnya untuk mengulang pelajaran yang dipelajari di sekolah
agar bisa memahaminya dengan baik. Hal tersebut harus dilakukan para murid setiap hari karena
Ibu Sri bisa saja sewaktu-waktu akan memberikan kuis. Untuk itu Ibu Sri menyampaikannya agar
para murid bisa menyiapkan diri dengan baik.
Tibalah jam pulang sekolah dimana seluruh murid merasa sangat senang karena bisa bermain
sepulang sekolah. Terdapat 3 orang anak perempuan bersama Mirna, Ati, Rini. Mereka semua
tinggal di lingkungan yang sama. Hal tersebut membuat ketiganya akrab dan sering pulang pergi
sekolah bersama.
Saat pulang sekolah Rini mengajak kedua temannya untuk bermain di rumahnya sambil mengulas
kembali pelajaran sekolah. Tanpa ragu kedua temannya pun menyetujuinya. Mereka pulang ke
rumah masing-masing kemudian mandi dan berpamitan kepada orang tuanya ingin belajar bersama
di rumah Rini.
Mirna pun bergegas membawa buku yang diperlukannya untuk mengulang kembali pelajaran
sekolah. Sesampai Mirna di rumah Rini, ternyata Ati pun sudah datang. Keduanya sedang asyik
bermain boneka. Mirna pun langsung mengajak kedua temannya untuk mengulas kembali
pelajaran. Namun ajakan tersebut justru ditolak dengan alasan mereka sedang seru bermain
boneka.
Tanpa menghiraukannya lagi Mirna langsung mulai belajar sendiri. Mirna membuka kembali buku
catatannya dan mengulas kembali apa yang diajarkan Ibu Sri di kelas. Mirna mengulang kembali
pelajaran karena ia mengingat pesan Ibu Sri. Sedangkan Rini dan Ati justru asyik saja bermain
boneka.
Keesokan lusanya, kembali lagi para murid harus mendapatkan pelajaran Matematika yang diajarkan
oleh Ibu Sri. Hari itu Ibu Sri tiba-tiba mengadakan kuis. Seluruh murid ricuh karena tidak
menyangkanya dan kepanikan karena belum belajar. Padahal sebelumnya Ibu Sri sudah pernah
memperingatkan mereka untuk mengulas kembali pelajaran sekolah.
Namun Mirna dengan percaya diri menganggap hal tersebut bukan masalah karena ia sudah
memahami berbagai materi yang diajarkan oleh Ibu Sri. Kuis pun dimulai, terdapat 5 pertanyaan
essay yang harus diisi oleh para murid beserta caranya. Yang sudah selesai bisa langsung
mengumpulkan dan pulang.
Di saat Rini dan Ati kesulitan untuk mengerjakan soal kuis, Mirna pun sudah selesai mengerjakan
soal dan mengumpulkannya duluan. Namun karena harus pulang bersama ia akhirnya menunggu
temannya di depan kelas. Waktu mengerjakan kuis pun telah selesai dan akhirnya Rini dan Ati
keluar. Mereka pulang bersama seperti biasa.
Keesokan harinya, Ibu Sri mengumumkan hasil kuis kemarin. Mirna mendapatkan nilai yaitu 10
sedangkan Ati dan Rini harus mendapatkan pelajaran tambahan karena nilainya yang jelek. Merasa
menyesal, Ati dan Rini pun tidak ingin mengulang kesalahannya lagi dan akan mengulas pelajaran
bersama Mirna agar bisa menguasai pelajaran dengan baik.
Sepatu Impian
Di pagi hari yang cerah ini, Dinda berniat untuk pergi ke sekolah.
Terlihat ada kotak yang berbentuk persegi panjang di atas meja
belajarnya.
“Wah… Ini apaan ya? Aku buka dulu saja.” Terucap dari mulut manisnya
itu. Dinda sangat terkejut setelah ia membuka kotak itu, ternyata isinya
adalah sepasang sepatu hitam yang sangat memanjakan matanya. “Wah…
Bagus sekali, pasti teman-temanku di sekolah sangat iri melihat sepatu
baruku ini.” Katanya sinis.
“Nabila..” itulah nama perempuan yang direndahkan oleh Dinda tadi. Dia
termenung sambil menekuk dagunya yang lancip itu di atas bantal yang
tidak ada lagi itu. Dia merasa direndahkan oleh perempuan yang sombong
itu.
Dalam hati Nabila yang paling dalam, “Mungkin itu hanya sepatu impian,
yang hanya bisa aku khayalkan dan aku dambakan.”
Menemukan Dompet
“Maksudnya?”
“Berarti kami nggak lolos hari ini. Pak Toni memang seperti
itu. Dulunya beliau pernah trama karena materi dengan
beberapa karyawannya”.
Baik Luar Dalam
Di suatu siang yang cerah, dua orang gadis bernama Rara dan Tina
tengah mengerjakan tugas sekolah di rumah Rara. Mereka
mengerjakan dengan serius dan suasana nampak hening. Kemudian,
seorang perempuan yang tidak lain adalah teman mereka berdua
bernama Sinta. Namun, Rara seolah tidak mempedulikan kehadiran
Sinta tersebut.
“Ra, itu di depan ada Sinta sedang nyariin kamu. Buruan kamu temui
dia. Sudah sejak tadi dia nungguin kami di sana.” Ujar Tina yang
tengah mengerjakan tugas di rumah Rara.
“Bi, bilang saja ke Sinta yang ada di depan rumah kalau aku sedang
pergi kemana atau gak ada gitu ya.” Pinta Rara kepada Bibi yang
bekerja sebagai pembantu di rumahnya.
“Ra, kenapa kamu seperti itu sama Sinta. Dia pastinya sudah datang
jauh-jauh. Kenapa kamu usir. Gak enak kan. Kasihan dia. Dia juga
anak yang baik Ra.” Ujar Tina menasihati Rara.
“Dari luarnya dia memang orang yang baik, ramah dan juga manis.
Tapi masa kamu mengukur sifat seseorang hanya dengan itu saja.
Dia itu manis di luar namun di dalamnya pahit tahu.” Jawab Rara
setengah sinis.
“Ya Tuhan!” Joni merasa sangat kaget ketika melihat jam sudah menunjukkan
pukul 7 pagi. Ia pun langsung bergegas mandi dan merapikan dirinya
kemudian segera berangkat pergi ke kantor. Ketika ia tiba di kantor, ternyata
rapatnya sudah telat karena jamnya memang dimajukan menyesuaikan jadwal
dari bos yang akan pergi ke luar kota.
“Permisi Pak. Apakah saya boleh masuk? “Tanya Joni kepada bos yang tengah
memimpir rapat.
“Iya silahkan duduk Jon. Namun maaf untuk hari ini Hamid yang akan
menggantikan proyekmu.”
“Bukan masalah telat lama atau sebentar. Kami membutuhkan pekerja yang
sangat professional. Saya sudah lama mempercayakan proyek tersebut
kepadamu. Namun, nyatanya kamu tidak bisa bertindak konsisten untuk
menangani proyek itu.
Meski kami telatnya hanya sebentar, tapi temanmu memiliki ide yang sangat
bagus untuk jalannya proyek tersebut. Jadi mohon maaf, sudah sangat bagus
kamu tidak saya berhentikan dari tim.” Jelas bos dengan sangat tegas.
Seketika itu, Joni terdiam dengan wajah sangat pucat. Sesudah rapat selesai, ia
pun pergi ke meja kerjanya.
“Ada apa denganmu hari ini Jon? Tidak seperti biasanya kamu telat?” Tanya
Merry teman sekantor Joni.
“Ini murni salahku Mer. Aku semalam begadang nonton bola sampai larut.
Sampai-sampai aku melupakan proyek penting yang harusnya sangat
membuatku untung.” Jelas Joni.
“Oh gitu Jon. Makanya Jon mulai saat ini utamakan profesi kamu, jangan hobi
yang didahulukan!” Sambung Merry memberikan nasihat kepada Joni.
Rajin Belajar
Ini merupakan hari senin yang sangat cerah. Sesudah melaksanakan upacara
bendera, para siswa memasuki kelas mereka masing-masing dan mendapatkan
pelajaran dari guru mereka. Di hari ini, ada beberapa pelajaran yang harus
didapatkan oleh siswa, yaitu Bahasa Jawa, Bahasa Indonesia, PPKN dan
Matematika.
Mata pelajaran yang pertama adalah matematika. Bapak guru meminta kepada
para murid untuk mengerjakan halaman 5 dan halaman 6. Ketika para siswa
tengah mengerjakan tugas tersebut, suasana kelaspun menjadi sangat hening.
Kemudian sesudah selesai, Bapak guru memberikan pesan kepada para siswa
untuk mempelajari materi pembagian dan perkalian dengan soal cerita karena tes
dadakan akan dilakukan sewaktu-waktu.
Pada siswa pun pulang setelah pembelajaran hari ini usai. Dwi, Rahma dan juga
Tika pulang dengan jalan kaki bersama karena sekolah mereka tidak jauh dari
rumah.
“Nanti bermain di rumahku yuk habis makan siang. Aku punya boneka baru hasil
olah-oleh ibuku dari Bandung kemarin.” Pinta Rahma kepada dua temannya.
“Asyiikk.” Ungkap Dwi senang.
Bagaimana Tika, apakah kamu bisa ikutan?”
“Aku tidak usah ikut saja. Aku ingin belajar di rumah karena pesan dari Bapak
guru tadi kan kita harus belajar sendiri karena tas dadakan akan dilakukan
sewaktu-waktu.” Jawab Tika dengan wajah polos.
Setiba di rumah masing-masing. Tika langsung mengganti bajunya, kemudian
makan siang, sholat dan istirahat siang supaya nanti malam dia bisa belajar
dengan baik dan konsentrasi. Mengenai materi buku yang kurang memahamkan,
sesekali ia bertanya kepada kakaknya.
Sementara Dwi dan juga Rahma asyik bermain hingga larut sehingga mereka
pun tidak sempat mendalami materi. Keesokan harinya merekapun berangkat
bersamaan. Sesampainya di kelas, ternyata Bapak guru benar-benar melakukan
tes dadakan. Dwi dan Juga Rahma merasa sangat kebingungan mengerjakan soal.
Sehingga merekapun mendapat nilai jelek. Dan akhirnya harus mengulang tes
susulan
Berbeda dengan Toka. Ia memperoleh nilai paling baik di kelas karena sudah
belajar dengan sungguh-sungguh sesuai dengan apa yang diperintahkan oleh sang
guru. Dan Bapak guru pun meminta Dwi dan Rahma belajar kepada Tika.
“Wah, selamat yang Tika. Nilaimu maksimal. Besok-besok kita ikut belajar sama
kamu ya
Wirausaha
“Benar, jika aku mau bisa saja aku menjual produk sambalku ini dengan
harga yang agak mahal. Dan tentu saja tetap akan laku. Terlebih untuk
orang-orang yang paham akan kesehatan. Aku pun juga bisa bekerja di
perusahaan yang akanmemberiku gaji lebih besar.
Tapi maaf, aku kuliah tinggi bukan untuk mencari kembalian modal dari apa
yang sudah aku keluarkan untuk kuliah. Aku sangat senang jika pekerjaanku
ini bisa bermanfaat untuk yang lain baik itu dari segi biaya ataupun untuk
meningkatkan kesehatan mereka.” Jawab Yeni santai.
“Ros, menurut pendapatmu, Dion itu sukanya dengan tipe cewek macam
apa sih?”
“Apa ya..Setahuku kriteria dia nggak muluk-muluk sih. Dia suka cewek yang
apa adanya dan alami.”
“Jadi dia nggak suka cewek yang pakai gincu dong?” Tanya Keke penasaran.
“Terus, apa ya yang bisa bikin bibirku ini menjadi merah tanpa pakek
lipstick?”
“Coba pakeklah scrub gula pasir setiap mau tidur malam hari. Secara alami,
bibir kamu akan merah merona.”
“Oh ya?”
“Satu minggu lagi di kampus kebetulan ada acara festival. Coba kamu
gunakan scrub setiap malam!” Sambung Rosa.
“Oh benar juga ya. Aku harus bisa tampil maksimal di depan Pangeran.”
Beberapa hari telah berlalu. Pada saat hari H, Keke tampil sebagaimana
yang dikatakan oleh Rosa. Melihat Keke, Rosa pun akhirnya kaget.
“Tahu nggak, ini karena gigitan dari semut setiap malam. Sampai bibirku
menjadi semerah dan sesensual ini. Benar-benar sebuah pengorbanan kan.”
Jawab Keke.
“OH my God.”
Keutamaan sedekah
“Bu, maaf hanya segini yang bisa bapak berikan kepada Ibu. Karena
dagangan Bapak hanya laku sedikit.” Sembari memberikan uang
kepada sang istri untuk kebutuhan rumah tangga.
“Iya pak tidak apa-apa. Yang penting bapak sudah berusaha dan
rejeki sudah diatur oleh Tuhan.”
“Nak, apakah nenek boleh meminta uang? Saya mau pulang tapi
tidak punya uang.” Pinta Nenek kepada pak Joko.
“Baik nek. Ini ada uang segini untuk naik bis sampai ke tujuan nenek.
Biar saya yang antar nenek ke terminal.” Ujarnya sembari
mengantarkan nenek tersebut ke terminal.
Minggu menjadi hari libur dan membuat orang menjadi sangat malas untuk
beraktifitas. Ada orang yang memilih untuk menghabiskan hari minggu untuk
berlibur dan ada juga yang memilih untuk tinggal di rumah saja guna melepas
penat karena aktifitas seminggu penuh.
Begitu pula dengan Beni yang memilih untuk santai di rumah ketika hari
Minggu tiba. Sampai-sampai, sesudah hari Minggu berakhir, ia pun masih
belum siap menghadapi kegiatan sekolah yang baginya amat membosankan.
“Ben, kamu tidak sekolah? Ini sudah jam berapa? Nanti kamu telat.” Ujar
ibunya
“Ma, Beni masih capekbengat. Bolos sehari gak papa kan ma. Lagian tidak ada
PR ataupun tes ma. Jadi santai saja.”
“Jangan begitu nak. Kamu itu sekolah juga bayar. Menuntut ilmu bukan
sesuatu yang bisa kamu sepelekan nak.”
Melihat hal tersebut, Ibu Beni menjadi marah dan menyeret anaknya tersebut
ke sebuah tempat. Ternyata, ibunya mengajak dia ke panti asuhan yang
dipenuhi oleh anak-anak dengan latar belakang yang berbeda.
“Nak, lihat mereka. Mereka tidak memiliki orang tua yang bisa membiayai
mereka. Padahal, mereka juga ingin sekolah dan memiliki orang tua lengkap
sepertimu.” Jelas ibunya menasihati anaknya melalui kaca mobil.
Lalu ibunya juga mengajak Beni melihat anak-anak yang tengah mengamen di
jalan. “Lihat juga anak itu. Dia yang seharusnya sekolah harus mengemis untuk
mencari uang. Untuk makan saja dia susah. Padahal kamu makan sudah
disiapkan dan hidupnya enak.” Jelas ibunya lagi.
Sesudah itu Beni merasa sadar akan kesalahannya dan akhirnya ia pun mau
diajak berangkat sekolah sekalipun sedikit terlambat. Ibunya mengantar dia
sampai ke sekolah. Di perjalanan, ia juga melihat anak sekolah yang berjalan
kaki dengan kaki yang pincang. Ia pun berkata dalam hati,
“Betapa aku adalah orang yang sangat beruntung. Masih memiliki fisik yang
sempurna namun justru malas untuk pergi ke sekolah. Sementara anak yang
cacat fisik saja masih semangat.”
Membantu Kesusahan Orang Maka Kesusahan Kita Akan
Terangkat
Hari ini dagangan Pak Yanto tersisa setengah lebih, pasar begitu
sepi. “Buk maaf uang belanja hari ini kurang banyak, dengan bapak
tidak habis” ucap Pak Yanto pada istrinya.
“Gak papa pak, semoga cukup untuk makan dan uang saku anak-
anak” jawab istrinya dengan lembut dan menyodorkan teh hangat
pada suaminya.
Keesokan harinya Pak Yanto kembali ke pasar untuk berjualan. Di
tengah jalan ia bertemu seorang kakek tua yang tampak sudah
rapuh. Ia terlihat kebingungan, lalu dihampirilah oleh Pak Yanto.
“Ada apa kek, ada yang bisa dibantu?”
“Kakek mau pulang, tapi tidak punya ongkos. Kakek tak tahu harus
bagaimana karena bekerja pun sudah tidak mungkin.”
Melihat kakek tua tersebut hati Pak Yanto tak kuasa membiarkannya.
Meski hanya memiliki uang pas-pasan, ia memberikannya untuk
ongkos kakek pulang ke kampungnya. Pak Yanto pun
mengantarkannya ke terminal untuk mencari bis yang sesuai tujuan
kakek.
“Terima kasih banyak nak, semoga rejekimu selalu lancar, kakek tak
bisa membalas apa-apa selain doa” ucapnya dengan sedikit
memeluk Pak Yanto.
“Amin makasih kek, semoga selamat sampai tujuan.”
Seperginya kakek tersebut Pak Yanto kembali ke pasar, ternyata
sudah ada seorang membeli yang menunggu untuk memborong
habis dagangannya dengan harga tinggi.
Sungguh kemurahan hati Pak Yanto telah membawa keuntungan
untuk dirinya sendiri.
Bolos Sekolah
Siapa sih yang tak suka dengan hari minggu. Hari dimana kamu bisa bersantai
sepanjang hari tanpa harus pergi ke sekolah dan mengikuti pelajaran dengan
soal-soal yang membuat kepala pusing. Pada hari minggu ini Danu memutuskan
untuk pergi ke waterboom dan menikmati hari liburnya untuk bersenang-senang
bersama keluarga. Suasana yang begitu menyenangkan membuat Danu lupa jam
hingga tak disadari ternyata ia bermain di waterboom hingga siang.
Karena lapar ia dan keluarganya pergi ke mall untuk makan siang dan nonton di
bioskop. Kebetulan hari itu ada film anime anak yang cukup bagus dan pastinya
mendidik. Liburan menyenangkan ini berlanjut hingga malam dan sesampainya di
rumah ia langsung pergi ke kamar membaringkan tubuhnya yang sudah begitu
lelah namun bahagia.
Kring.. kringgg… Suara alarm terdengar nyaring dari meja belajar di kamar Danu.
Ia pun segera bangkit mematikan alarm tersebut, namun bukannya pergi ke
kamar mandi Danu justru melanjutkan tidurnya.
“Danu.. sudah siang begini kenapa belum bangun. Nanti kamu telat sekolah lho”
panggil ibunya.
“Danu masih lelah bu, bolos sehari boleh ya. Lagian hari ini gak ada tes ataupun
PR kok jadi aman” sahutnya.
“Kamu itu sekolah untuk masa depanmu, tak bisa sembarangan begitu. Lagi pula
sekolahmu itu mahal.”
“Iya bu, tapi sekali saja bolos boleh yaa” lanjut Danu merayu
Geram dengan jawaban anak sematang wayangnya, ibu Danu kemudian
membangunkan paksa anaknya dan membawanya ke sebuah tempat. Tanpa
turun dari mobil, ibu Danu menunjuk anak-anak yang sedang bermain dengan
baju ala kadarnya.
Ternyata Danu diajak ke sebuah panti asuhan.
“Lihat anak-anak itu, mereka tak memiliki orang tua yang bisa membiayai sekolah.
Padahal mereka sangat ingin menimba ilmu di sekolah sepertimu” Jelas ibu Danu.
Selanjutnya Danu diajak menyusuri jalan dan berhenti di sebuah persimpangan.
Dari situ terlihat segerombolan anak dengan penampilan yang lusuh. Mereka
sedang memainkan alat musik tiup kecil sembari menyodorkan plastik bekas
untuk meminta uang pada orang yang lewat.
Ya, anak-anak gelandangan tersebut harus bersusah payah demi mendapatkan
uang untuk makan. Jangankan sekolah, untuk makan 3 kali sehari saja mereka
harus berjuang keras terlebih dahulu.
Di perjalanan pulang Danu pun melihat seorang anak dengan tongkat sedang
berjalan kaki. Terlihat anak itu mengenakan seragam merah putih dan
menggendong tas yang sudah nampak using.
Dalam hatinya mulai sadar “betapa beruntungnya aku, hidup berkecukupan dan
bisa menempuh pendidikan dengan enak. Fisik yang sempurna juga ku miliki tapi
kenapa aku menyia-nyiakan kenikmatan ini.”
Setelah dibeli pelajaran berharga oleh ibunya, akhirnya Danu berangkat
sekolah. Meskipun telat namun ia tetap semangat mengikuti pelajaran di kelas.
Sahabat Terbaik
Siang itu aku dan Bunga, sahabatku dari kecil sedang mengantri sebuah
tiket konser. Karena artis yang akan tampil di konser tersebut kebetulan
artis internasional, jadi tak heran jika antrian begitu panjang. Bahkan kami
pun sudah mengantri sejak jam 7 tadi dan sampai sekarang masih belum
dapat tiketnya.
Sampai sore tiba, ternyata kami tak kunjung dapat tiket konser itu
padahal slot tiket sudah sangat mepet. Hanya orang yang beruntung
yang bisa mendapatkannya. Salah satu cara mendapatkan tiket konser itu
adalah dengan mengikuti kuis di sebuah radio. Tak mau ketinggalan
pastinya aku pun selalu dengerin radio yang mengadakan kuis tersebut.
Suatu hari tiket tinggal satu-satunya dan aku belum dapat telpon dari
radio tersebut. Ya, mereka yang ditelpon dan berhasil menjawab
pertanyaan yang diajukan adalah mereka yang dapat.
Harapanku pupus ketika seseorang ditelpon dari radio tersebut dan
berhasil menjawab pertanyaan yang diajukan.
Karena begitu ngefansnya sama artis yang mau konser, seharian aku
menangis dan tak mau keluar kamar. Bunga yang tau keadaanku pun
segera datang ke rumah.
“Sore tante, Titanya ada?”
“Ada itu di kamar, seharian belum keluar” sahut mamaku menjawab
pertanyaan Bunga.
“Ta, kenapa sih nangis gitu kaya anak kecil tau.”
“Apa sih, kamu kan tau gimana ngefansnya aku sama BTS. Bayangin udah
ngantri dari pagi sampai sore dan ikutan kuis tiap hari tapi ga bisa dapat
tiket juga!”
“Nih tiket buat kamu” Bunga menyodorkan sebuah tiket padaku.
Dengan muka heran aku menerima tiket tersebut, ku lihat dengan
seksama.
“Hah gimana caranya kamu bisa dapat tiket ini?”
“Aku ikutan kuis juga dan kebetulan aku yang terakhir dapat. Tapi itu
buat kamu aja. Lagian aku gak begitu ngefans kok sama BTS, Cuma
ikutan kamu aja hehe” sahutnya tanpa muka bersalah.
“Beneran?” Aku langsung bangkit memeluk Bunga yang tengah
meledekku karena muka sembabku.
“Beruntung banget deh aku punya sahabat kamu. Jangan-jangan kamu
ikutan kuis Cuma biar dapet tiket untukku ya?”
“Iya hehe” jawaban Bunga yang semakin membuatku merasa beruntung
bersahabat dengan gadis berambut ikal ini.
Matahari Pun Tak Bosan
Putar kanan… putar kiri… hadap kanan… hadap kiri… badanku meliuk-liuk.
Aliran darah segar segera membanjiri pembuluh darahku. Aku terbuai
keasyikan. Di tengah keasyikan itu, samar-samar kudengar orang
bercakap-cakap. Kuajak kakiku melangkah mencari asal suara. Di ruang
tamu ku dapati dua orang tengah terlibat perbincangan yang serius. Aku
intip dibalik pintu belakang. Bapak angkat dan temannya. Aku tak
mengerti apa yang sedang mereka bicarakan. Bahasa sunda adalah
penghalangnya, karena aku tidak mengerti bahasa itu.
Masalah pekerjaan dan tetek bengeknya, hal itulah ternyata yang jadi
perdebatan. Bapak angkatku seorang pedagang dan beliau menekuni
pekerjaan itu. temannya seorang guru dan setengah-setengah menjalani
profesi yang dimilikinya.
“Saya heran kenapa kamu tak pernah capek bolak-balik dari rumah ke
pasar tiap hari?” Pertanyaan temannya buat bapak. Pertanyaan konyol
kupikir. Bagaimana tidak coba , kalau aku boleh bertanya padanya
kenapa pula dia tak pernah capek bolak-balik dari rumahnya ke sekolah?
Ya… kan?
Kembali bapak diam. Kulihat teman bapak diam menyimak sabda bapak.
Aku ikut menunggu apa yang akan disampaikan bapak selanjutnya.
“Kalau matahari berhenti sejenak saja dari tugasnya, apa yang bakalan
terjadi?”
Pada suatu hari, ketika semangkuk es krim sundae lebih murah, seorang anak
berusia 10 tahun memasuki sebuah kedai kopi dan duduk di meja. Seorang
pelayan menaruh segelas air di depannya.
Anak kecil itu menarik tangannya keluar dari saku dan menghitung sejumlah
koin di dalamnya.
Anak kecil tersebut menghitung koin lagi, dan akhirnya mengatakan “Saya ingin
membeli semangkuk es krim plain,” katanya.
Jadi hikmah yang dapat kita ambil dari cerita diatas adalah : Jangan
menganggap remeh atau memandang rendah orang lain, karena bisa jadi orang
tersebut yang justru akan membantu anda ketika anda mengalami sebuah
kesulitan.
Bintang
Nia, duduk di samping jendela, dibawah sinar lampu yang temaram. Lalu
memandang langit yang gelap, hanya ada rembulan yang memantulkan sebagian
dari cahaya matahari. Tidak ada bintang yang terlihat, semua bersembunyi dibalik
awan, barangkali malu untuk di lihat, ujarnya dalam hati seraya tersenyum. Angin
malam berhembus sepoi-sepoi, solah-olah menghembuskan udara pada wajahnya
yang lembut. Awan bergerak perlahan, memberikan seni tersendiri di kegelapan
malam. Ahh, ternyata hanya ada satu bintang di balik awan, senyumnya tersungging
di balik bibirnya yang mungil. Ya Rabb, ternyata setitik cahaya pun bisa memberikan
keindahan yang luar biasa di atas luasnya langit yang gelap di malam hari itu. Ah,
kemudian ketika membuka jendela, memandang langit kemudian menemukan
bintang dia tak mencoba menatap awan tapi menutup jendela kembali, dia tidak
akan menemukan bintang yang tersembunyi di balik awan.
Seperti setitik bintang di kegelapan malam, terkadang kita tak menyadari ada
berbagai cahaya kecil dalam malam yang gelap, yang sering disebut dengan
“bintang”. Betapa indahnya cahaya itu walaupun tak bisa menerangi malam. Tetapi,
lain halnya ketika kita melihat ada setitik noda di atas kain putih yang membentang.
Kita justru terfokus pada noda yang kecil, sehingga seolah-olah lupa betapa
bersihnya kain itu terlepas dari setitik noda yang ada, kemudian mungkin bisa hilang
hanya dengan sedikit detergent pemutih. Itulah hidup, terkadang kita lupa untuk
memandang sesuatu dari sisi lain yang dimiliki
Aku, memiliki seorang murid yang saya pikir kecerdasannya kurang menonjol
dibanding murid lainnya. Pada suatu hari, ketika kami tengah membicarakan sistem
tata surya, hanya sebagai pengetahuan kalau bumi merupakan salah satu planet
dalam sistem tata surya yang menjadi tempat tinggal manusia, murid saya itu, sebut
saja namanya Rimba, tiba-tiba berdiri dan mengambil helm milik guru lain yang
disimpan diatas loker dalam ruang kelas lalu memakainya. Tanpa saya sadari saya
berkata kepadanya :”Wah,,,teman-teman, lihat!! Rimba memakai helm, seperti
astronot yang mau terbang ke bulan ya…”. Kemudian teman-temannya memandang
ke arahnya, lalu dia tersenyum, spontan helmnya langsung di lepas kemudian
dikembalikan ke tempat semula, tanpa harus disuruh untuk mengembalikan. lalu
saya mengajak mereka untuk menggambar roket di atas kertas putih yang tersedia.
Dan hasilnya, Subhanallah, murid yang saya pikir kecerdasannya kurang menonjol itu
justru tahapan menggambarnya dua tingkat lebih tinggi dibanding murid yang saya
pikir paling pandai di kelas.
Seandainya saja saya memberikan reaksi yang lain seperti :”Rimba, silakan
dikembalikan helmnya karena sekarang saatnya kita belajar”, atau :”Maaf, silakan
dikembalikan helmnya kemudian Rimba belum minta ijin bu guru”, atau yang lainya,
lalu saya tidak akan pernah tahu bahwa kecerdasan dia sudah lebih dari apa yang
saya sangka, kemudian pembahasan hari itu bukan tentang astronot atau roket. Atau
barangkali saya membutuhkan lebih dari satu kalimat perintah untuk dapat
membuatnya mengembalikan helm ke tempat semula.
Berbeda – beda reaksi yang muncul, ketika kita memandang bintang di kegelapan
malam walaupun setitik noda di selembar kain putih, ternyata begitu memberikan
hasil yang begitu berbeda juga.
Pendidikan Karakter Anak Bangsa
Ilham merupakan anak yang sangat rajin dan pintar pada sekolah nyadan ,
hampir semua mata pelajaran ilham dapat menguasainya dan ilhampun
mendapatkan nilai yang baik.
Cerita ini berawal pada saa pertama kali ilham masuk kelas sekolahan
danama sekolahnya ilham adalah SMPN 2 bandar lampung pada sekolahan
tersebut hampir semua anak menggunakan hp, untuk sarana belajar dan
dapat mencari sebuah informasi dalam mengerjakan tugasnya.
Setelah itu pada ulang tahun umur yang ke-13 barulah ilham meminta hp
kepada orang tuanya untuk belajar dan mengakses internet dengan
mengetahui semua itu, kedua orangtuanya juga masih mempertimbangkan
untuk menyetujui permintaannya ilham tersebut.
Tetapi ilham berjanji jika permintaa di turutin dia akan semakin giat dalam
belajar hingga meraih berprestasi pada sekolahnya itu.
Dan akhiranya permintaan ilham di kabulkan lah oleh kedua orang tuanya,
setelah ilham memiliki hp maka ilhampun lalai dalam tugas sekolahannya dan
ilham sibuk dengan bermain game.
Hampir setiap hari ilham asik bermain game dan tugas sekolahannya tidak
dapat di selesaikan dengan baik dan sering mendapatkan nilai yang kurang
bagus di sekolahannya.
Singkat cerita
Ilham sangat merasa bersalah kepada kedua orang tuannya dan meminta
maaf telah mengingkari apa yang telah di jannikan oleh llham, kemudian ilham
pun bertanggung jawab atas semua perbuatannya dan akhirnya hp yang dia
miliki di kembalikan lagi kepada kedua orang tuannya.
Singkat cerita
Ilham pun kembali menjadi anak yang berprestasi di sekolah karena hp yang
dia miliki telah di kembalikan kepada kedua orang tuannya dan ilham tetap
fokus belajar.
Ujian Semester Ganjil
Namaku Angel, seorang siswi SMA salah satu sekolah negeri di Jakarta. Aku
punya seorang teman bernama Nisa yang kebetulan satu kelas dan
bertetanggaan rumah. Aku dan dia sudah bersahabat sejak masih kanak-kanak.
Hari ini, sekolahku mengadakan Ujian Semester Ganjil. Aku yang Nisa yang
sekarang kelas 2 akan memasuki kelas 3. Ujian ini merupakan penentu apakah
naik kelas atau tidak.
Sebelum ujian dimulai, aku melihat Nisa begitu sibuk dan tampak sedikit panik
sambil membuka dan mengeluarkan seluruh isi tasnya. Akupun bertanya..
“Nih, Nis, ambil potongan pensil aku aja, gapapa kok, daripada kamu disuruh
keluar dan gak dibolehin ikut ujian..” tawarku.
Aku melihat Nisa sangat senang mendapat tawaran dan segera mengambil
serta meraut pensil pemberianku tersebut. Dengan senang hari, Nisa pun
mengucapkan terima kasih.
“Waduh, makasih banyak ya Jel, untung ada kamu yang selalu mau dan
sukarela membantu, kamu emang sahabat terbaik, sekali lagi makasih banyak
ya Jel..?” jawabnya.
“Oke Nis, gapapa, santai aja..” tuntasku.
Akhirnya Aku dan Nisa serta semua teman-teman memulai ujian dengan tenang
hingga selesai.
Salah Daftar Ujian
Setelah rapat selesai, guru Tata Usaha menempel daftar ujian lengkap beserta
kelas dan jam masuk. Akupun mencatat semuanya begitu pula yang lain. Di
perjalanan, aku menanyakan sesuatu Dede.
“Loh, kok gak dicatat De? Emang kamu yakin nih, bakal hapal semua daftar..?
Mending nih catatan daftarku aja kamu catat sekarang, jangan sembarangan
ngambil risiko..” tawarku.
“Gak usah Mad, kamu tenang aja..” jawabnya.
“Ooh, oke deh, yaudah..” tutupku. Perjalananpun kembali kami lanjutkan.
Hari Senin pagi, aku berangkat dengan Dede kembali ke sekolah untuk
menghadapi ujian. Namun aku tidak membahas sedikitpun mengenai daftar
tersebut, karena sudah yakin kalau Dede bakal tau daftar ujian hari ini.
Kebetulan, aku dan Dede beda ruangan saat pembagian nomor. Setelah ujian
pertama selesai, diberi waktu istirahat 15 menit. Akupun keluar sejenak untuk
bertemu Dede. Aku melihat dia sedikit kebingungan dan panik. Aku bertanya…
Hari itu, cuaca cukup panas, ditambah lagi kantin yang terisi penuh dan
akhirnya berdesak-desakan. Aku dan Huda bahkan memutuskan untuk
tidak jadi berbelanja saking ramenya saat itu.
Di sisi lain, waktu jam istirahat tinggal beberapa menit lagi. Akhirnya aku
dan Huda hanya membeli minuman dan mengurungkan niat untuk makan
di kantin. Karena jika memaksakan makan, maka akan terlambat masuk
kelas.
“Yaudah Da, kayaknya kalo dipaksain makan, kita nanti bakal telat, kita
beli minuman aja. Nanti pas istirahat kedua, kita baru makan.
Gimana…?” Tawarku.
Huda yang sejak dulunya hobi makan, terus memaksaku untuk makan.
Dia seakan-akan tidak peduli dengan lonceng bel masuk.
“Gapapa Ri, kita makan aja, bentar itu mah, ga bakal pake
lama..”sambungnya.
“Enggak ah Da, aku gak yakin soal itu, pasti nanti telat. Tapi kalo kamu
emang udah lapar banget, yaudah kamu makan aja, tapi aku duluan
masuk kelas yaglh..?” ucapku.
“Oke sip Ri, kamu duluan aja kalo gitu..” tuntasnya.
Akhirnya akupun lebih dulu masuk kelas. Benar saja, baru sampai pintu
kelas, bel masuk telah berbunyi, aku menunggu Huda yang belum
kunjung datang, sementara guru sudah masuk.
Danu adalah anak dari orang yang kurang mampu, Ibunya meninggal dunia
saat Danu berumur 2 tahun. Sepeninggal Ibunya, keluarganya menjadi
berantakan, ayah Danu mempunyai banyak hutang kepada rentenir untuk
menghidupi keluarganya, uang hasil kerja sebagai penyapu jalanan saja tidak
cukup untuk menghidupi keluarganya.
Danu duduk di kelas 6 SD, walaupun dia anak dari orang yang kurang mampu
tapi ia termasuk siswa yang cukup pandai. Setelah pulang sekolah Danu selalu
menjualkan koran dari toko koran langganannya, setiap hari Danu mendapat
uang sebesar Rp 25.000 dari hasil menjualkan koran. Uang itu ia pergunakan
untuk membelikan obat untuk adiknya yang terbaring lemah di tempat tidur.
Suatu ketika, Danu diberi sebuah surat dari Pak Dadang, guru Danu, Surat itu
ia berikan kepada Ayahnya, ternyata isi surat tersebut adalah Danu diminta
untuk membayar uang sekolah yang sudah menunggak selama 4 bulan. Danu
berfikir apakah ia bisa melanjutkan sekolahnya atau tidak.
Danu sudah 5 hari tidak masuk sekolah, ia berusaha mencari uang bersama
ayahnya untuk membiayai sekolahnya. Pada sore hari Pak Imam Guru
sekolahnya Danu datang ke rumahnya Danu, Pak Imam bertanya kepada Danu
kenapa sudah tidak masuk sekolah selama 5 hari, Danu berterus terang bahwa
ia mencari uang bersama Ayahnya untuk membiayai sekolahnya. Cukup lama
mereka berbincang-bincang, tidak lama kemudian Pak Imam berkata kepada
Danu untuk terus sekolah, dan Pak Imam akan membiayai Sekolah (SD) Danu.
Esok harinya Danu masuk sekolah, di sekolah ada pengumuman bahwa Ujian
Sekolah akan diadakan 1 minggu kemudian, dan barang siapa yang lulus
dengan nilai yang bagus ia akan mendapat beasiswa untuk masuk SMP Harapan
Bangsa secara gratis.
Danu terus belajar dengan giat, agar ia bisa mendapatkan beasiswa tersebut.
Saat Ujian berlangsung, Danu dapat mengerjakannya dengan baik.
Akhirnya Danu terus melanjutkan sekolahnya ke jenjang yang lebih tinggi yaitu
SMP, ia akan belajar dengan sungguh-sungguh supaya berhasil untuk meraih
cita-citanya, yaitu seorang Guru.