Anda di halaman 1dari 10

Abstrak: Semantik Prototipe Egois: Kajuan Linguistik Kognitif.

Penelitian ini bertujuan


mendefinisikan Egois melalui teori prototipe dalam linguistik kognitif. Penelitian ini didesain
melalui pendekatan kualitatif-kuantitatif dengan ancangan teori prototipe Tomas zezyk (2007).
Hasil penelitian menunjukan bahwa variabel yang paling mempengaruhi derajat egois adalah (1)
“ mementingkan diri sendiri” dan (3) “ menganggap dirinya selalu benar”, sedangkan (2) “ anti
toleransi tidak berpengaruh. Temuan ini menegaskan bahwa dalam kajian ilmu prototipe suatu
kategori, yaitu kategori anggota dan latar belakang responden.
Kata kunci: egois, linguistik kognitif, semantik prototipe.
Dalam kamus istilah psikologi (kartono dalam chaplin, 2008 : 160), egoisentrisme
didefinisikan sebagai menyangkut diri sendiri, keasyikan diri sendiri sebagai pusat segala hal.
(Putong iskandar, hal 33) Egois adalah sikap yang mementingkan diri sendiri dengan
mengorbankan atau tidak peduli dengan orang lain. Shaffer (2009) mendefiniskan egosentrisme
sebagai kecenderungan untuk memandang dunia dari perspektif pribadi seseorang tanpa
menyadari bahwa orang lain bisa memiliki sudut pandang yang berbeda. (Epley, morewedge, et
al, 2004 ; keysar, Bara Balia & Brauner, 2000 ) Egoisentrisme cenderung dinyatakan oleh
penutur untuk untuk melihat atau meraih objek-objek yang hanya terlihat untuk dirinya sendiri.
(Supriyanti, 2005:145) sifat egois mucul karena sesorang ingin dirinya menjadi yang terbaik &
sudah tidak memerlukan bantuan orang lain. Sifat egois juga timbul karena sesorang memiliki
sifat kikir dan pelit. (Supraktikna, 2005 : 55) anak yang egois hanya peduli dengan dirinya
sendiri, hanya berfokus pada kesejahteraan dirinya sendiri tanpa peduli orang lain.
Definisi-definisi tersebut memandang egois melalui komponen-komponen tertentu seperti
keasikan diri, tidak peduli orang lain, tidak peduli pandangan orang lain, ingin terlihat baik dan
fokus kesejahteraan diri sendiri. Pendefinisian yang diperoleh dari kata egois tidak dapat secara
serta merta diartikan secara arti kata karena definisi memiliki karakteristik tertentu. Teknik
dalam menyusun sebuah definisi bisa dikualifikasikan berdasarkan dua macam, yaitu arti
intensional dan arti ekstensional. Dibutuhkan proses yang matang dalam menganalisis dan
membangun definisi suatu kata. Salah satu komponen yang dapat digunakan untuk membangun
suatu kata adalah analisis komponensial.
Pendefinisian suatu kata melalui teknik analisis komponensial memiliki keterbatasan
mengingat kreativitas manusia yang tidak terbatas. Padahal, analisis komponensial hanya
menganalisis makna kata berdasarkan unsur-unsur leksikal melalui komponen, fitur, penanda,
dan pembeda dari kata yang dimaksud (Lyons, 1979:323). Sementara itu, kreativitas manusia
dalam memandang sesuatu menjadikan batasan suatu kata menjadi kabur. Makna kata tidak lagi
dapat ditentukan oleh ada tidaknya komponen semantis tertentu, tetapi bergantung pada jarak
prototipe (Kushartanti, dkk., 2010: 121). Lebih dari itu, Geeraerts (2016) menyatakan bahwa
terdapat fenomena penyembunyian makna kata jika hanya pendekatan struktural, dalam hal ini
analisis komponensial, yang digunakan dalam pendefinisian makna kata. Sebagai contoh istilah
kata “bebas” yang bagi sebagian orang berarti tanpa batas, tetapi bagi sebagian lain masih
memiliki batas.
Perbedaan-perbedaan tersebut disebabkan berbagai faktor, seperti faktor pendidikan,
gender, kelas sosial, dan sebagainya. Perbedaan ini tidak dapat dijelaskan dengan baik jika hanya
melalui analisis komponensial. Oleh karena itu, muncul teori prototipe untuk menjawab celah
analisis semantis yang tidak mampu menjelaskan leksem-leksem yang tidak mempunyai
komponen makna yang jelas (Pasaribu, 2013:23). Prototipe adalah representasi atau perwakilan
yang abstrak dari sebuah kategori atau bagian dari kategori yang digunakan sebagai acuan dalam
menentukan keanggotaan sebuah kategori (Rosch & Mervis dalam Lipka, 1986: 85)
METODE
Penelitian ini merupakan jenis penelitian metode campuran atau mixed method. Creswell
(2012:5) mengungkapkan bahwa penelitian campuran adalah pendekatan penelitian yang
mengombinasikan atau mengasosiasikan bentuk kualitatif dan bentuk kuantitatif. Pendekatan ini
lebih kompleks dari sekedar mengumpulkan dan menganalisis dua jenis data. Jenis penelitian ini
juga melibatkan fungsi dari dua pendekatan penelitian secara kolektif sehingga kekuatan
penelitian ini secara keseluruhan lebih besar daripada kualitatif dan kuantitatif. Untuk menguji
semantik kognitif, penelitian ini menggunakan langkah penelitian kualitatif dan kuantitatif.
Penelitian semantik kognitif adalah penelitian bahasa sehingga secara khusus penentuan variabel
dan sumber data menyesuaikan penelitian yang mengadatasi dari Coleman dan Kay (1981).
Sumber data pada penelitian ini adalah responden yang dapat memberikan jawaban melalui
angket. Responden dikhususkan dari mahasiswa STKIP-STIT. Selain itu, responden dari
kalangan mahsiswa ini juga dibedakan dari latar belakang jenis kelamin dan usia. Hal tersebut
bertujuan agar memperoleh makna secara umum tentang “egois” dapat terlihat. Data penelitian
berbentuk hasil angket dari responden. Jumlah responden ditentukan oleh kejenuhan data dengan
memperhatikan keseimbangan responden pada klasifikasi masing-masing. Jika data telah jenuh,
pengumpulan data di hentikan dan di lanjutkan pada klasifikasi dan analisis data.
Teknik pengumpulan data diadaptasi dari Coleman dan Kay (2014). Tahap pertama
dilakukan dengan menentukan variabel kata “egois”. Variabel tersebut adalah (1)
memenganggap dirinya selalu benar, (2) anti toleransi, (3) selalu mementingkan dirinya.
Tahap kedua, menyusun kuisioner penelitian sebagai alat pengumpulan data. Kuisioner
penelitian ini berupa 8 ilustrasi yang berisi variabel egois dengan susunan yang berbeda. Jenis
angket yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket terbuka, yaitu angket yang telah
disediakan jawabannya sehingga responden dapat memilih jawaban yang sesuai dengan cara
memberikan tanda cek (√) pada kolom jawaban yang telah disediakan. Ilustrasi dilengkapi angka
1-7 sebagai acuan skala untuk menentukan tindakan tidak egois (1) dan sangat egois (7). Angka
2-6 adalah skala diantara keduanya
Tabel 1. Variabel kata Egois

Ilustrasi Variabel
1 +++
2 ++-
3 +-+
4 -++
5 -+-
6 --+
7 +--
8 ---
Berdasarkan Tabel 1 dafatar ilustrasi dalam angket penelitian adalah sebagai berikut.
Ilustrasi 1:Siswa ini dikenal sangat egois karena tidak mau menerima hasil pemikiran dari teman
kelompoknya, siswa ini juga menganggap pemikirannya selalu benar dan tidak memperdulikan
jika ada teman kelompoknya belum mengerti tentang hasil tugas kelompok
.Ilustrasi 2: Dosen ini dikenal sangat egois karena ketika salah dalam penyampaian pasal ia
tidak terima ketika di ingatkan, dosen ini juga tidak mau menerima alasan apapun dari
mahasiswa yang terlambat masuk kelas, tetapi dosen ini sangat disiplin dan selalu masuk kelas
tepat waktu.
Ilustrasi 3: Mahasiswa ini selalu menganggap dirinya benar ketika presentasi kelompoknya
menjelaskan jawaban yang dipertanyakan dari kelompok lain keluar dari materi, ketika di kritik
oleh kelompok lain ia tidak mau menampung kritikan tersebut, ia berpikir dengan mengabaikan
kritikan orang lain membuat presentasinya cepat selesai.
Ilustrasi 4: Siswa ini selalu terbuka dengan sanggahan teman lainnya, ia selalu meminta
belajar bersama dengan teman sekelasnya, tetapi siswa ini mudah marah ketika kegiatan belajar
bersama temannya terganggu dengan teman lain yang sibuk ramai sendiri, dan siswa ini juga
tidak memperdulikan ketika teman lainnya belum paham dengan diskusinya yang penting ia
mengerti dan menguasai pelajaran yang di diskusikan tersebut.
Ilustras 5: Mahasiswa ini sangat peduli terhadap teman yang lain, ia selalu mengumpulkan
tugas tepat waktu, tetapi ia selalu menolak jawaban atau saran yang diberi temannya, mahasiswa
ini sangat baik hati, ia selalu membantu teman yang sedang sulit mengerjakan tugas bahkan ia
rela pulang larut malam untuk membantu temannya.
Ilustrasi 6: Pada saat mengerjakan tugas irfan sangat terbuka dengan pendapat teman nya.
Dia sangat tidak suka ketika satu kelompok dengan teman yang berbeda pandangan/keyakinan
dengan dirinya bahkan dia tak segan-segan bersikap radikal. Dia sangat senang ketika membantu
teman sekelas yang kesusahan mengerjakan tugas.
Ilustrasi 7: Siswa ini sangat terbuka dengan pendapat teman yang lain, baginya kritikan dan
saran yang diberi teman lain sangat berpengaruh bagi perkembangan dirinya. Siswa ini juga
sangat ramah terhadap penerimaan pendapat yang berbeda dengan pemikirannya, tetapi ketika ia
berdiskusi dengan temannya ia tidak pernah memperdulikan kepamahaman orang lain.
Ilustrasi 8: Mahasiswa ini mempunyai kelebihan dalam kecerdasan, ia sempat membawa
nama baik di kampusnya. Mahasiswa ini sangat ramah dan senang berdiskusi dengan teman-
teman lainnya, ia juga senang bergaul dengan orang yang berbeda pandangan atau keyakinan.
Mahasiswa ini juga sangat senang membantu atau memberikan saran saat teman-temannya
membutuhkan bantuannya.
Setelah pengisian kuisioner, selanjutnya peneliti melakukan uji validitas data. Validitasi
data dilihat melalui jawaban pada ilustrasi kontrol, yaitu ilustrasi 1 dan 8. Artinya, hanya
responden yang merespon dengan tepat pada ilustrasi 1 dan 8 yang akan di analisis lebih lanjut.
Ilustrasi 1 memuat nilai positif pada ketiga variabel dan ilustrasi 8 memiliki nilai negatif pada
ketiga variabel. Jika terdapat responden yang merespon ilustrasi 8 dengan nilai tinggi atau lebih
tinggi dari ilustrasi 1, maka kisioner responden tersebut dianggap tidak valid. Hal tersebut
disebabkan ketidakseriusan responden dalam mengisi kuisioner.
Data yang dianggap valid direkapitulasi dan dianalisis. Analisis yang digunakan adalah
analisis deskriptif kuantitatif-kualitatif. Disebut kualitatif karena menggunakan angka sebagai
data dan kualitatif karena angka tersebut kemudian ditafsirkan oleh peneliti. Analisis data
dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama bertujuan untuk mengetahui derajat egois pada
masing-masing ilustrasi. Selanjutnya, nilai tersebut ditafsirkan: (1) nilai paling tinggi
menunjukan sikap egois paling tinggi (2) nilai paling rendah menunjukan derajat egois yang
paling rendah. Setelah itu, nilai egois pada setiap variabel dianalisis.
Selain melihat derajat egois dari masing-masing variabel, analisis data juga dilakukan pada
latar belakang responden. Oleh karena itu, dalam angket penelitian disertakan pula data
informan, meliputi jenis kelamin dan usia. Data ini digunakan untuk melacak faktor yang
melatarbelakangi seseorang memberikan nilai pada masing-masing pertanyaan. Tahap kedua
dikaukan dengan mengklasifikasikan data berdasarkan latar belakang informan, seperti jenis
kelamin dan usia.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Paparan hasil penelitian disajikan berdasarkan variabel menganggap dirinya selalu benar,
anti toleransi dan mementingkan dirinhya sendiri. Hasil angket secara umum menunjukan bahwa
ilustrasi nomer 1 mendapat nilai tertinggi sedangkan ilustrasi nomer 8 memperoleh skor terendah
( selengkapnya lihat Tabel 1 ). Hipotesis yang menyatakan bahwa poin tertinggi diperoleh dari
ilustrasi yang ketiga variabelnya positif terbukti. Begitu juga dengan hipotesis yang menyatakan
poin terendah diperoleh dari ilustrasi yang ketiga variabelnya negatif terbukti. Penyajian hasil
penelitian ini ditunjukkan pada tabel 1.
Tabel 2. Hasil Penelitian Semantik Egois
Peringkat Deskripsi Variabel Total Akhir Rata-Rata
1 I +++ 194 5,70
2 II ++- 184 5,41
3 III +-+ 179 5,26
4 IV -++ 171 5,02
5 VI -+- 114 3,35
6 VII --+ 107 3,14
7 V +-- 71 2,08
8 VIII --- 65 1,91
HASIL
6

0
ilustrasi 1 ilustrasi 2 ilustrasi 3 ilustrasi 4 ilustrasi 5 ilustrasi 6 ilustrasi 7 ilustrasi 8

HASIL

Diagram 1. Rata-Rata semantik Egois

Tabel 3. Variabel yang paling berpengaruh

Peringkat Deskripsi Variabel Total Akhir Rata-Rata


1 I +++ 194 5,70
2 II ++- 184 5,41
3 III +-+ 179 5,26
4 IV -++ 171 5,02

Berdasarkan hasil penelitian, ditemukan bahwa ilustrasi yang mendapatkan poin tertinggi
(paling egois) adalah ilustrasi 1 (+++). Pada ilustrasi ini, tertulis bahwa sikap egois yang di
ilustrasikan pada ilustrasi ini bersifat tidak mempedulikan sesamanya, berbeda dengan ilustrasi
lain yang mengilustrasikan peduli pada sesamanya. Hal ini menunjukan bahwa semakin tinggi
tingkat ketidak pedulian seseorang dianggap semakin egois. Selanjutnya, hipotesis “pertanyaan
dengan variabel positif lebih banyak akan memperoleh nilai lebih tinggi daripada pertanyaan
dengan variabel positif lebih sedikit” juga terbukti. Hal itu terlihat pada Tabel 1 yang
menunjukan positif lebih banyak berada pada tingkat yang lebih tinggi dari positif lebih sedikit.
Tabel 3 membuktikan bahwa peringkat 1 (ilustrasi 1), sebagaimana disampaikan
sebelumnya menunjukan sikap tidak peduli. Selanjutnya, pada peringkat 2 (ilustrasi 2), peringkat
3 (ilustrasi 3), peringkat 4 ( ilustrasi 4) variabel “ menganggap dirinya selalu benar” adalah
variabel paling berpengaruh dalam menentukan derajat korupsi.
Variabel yang kedua yang berpengaruh dalam sikap egois adalah variabel ‘anti toleransi’.
Ilustrasi yang memuat variabel ini berada pada peringkat 1, 2, 4, dan 5. Paparan lebih rinci dapat
dilihat Tabel 4.
Tabel 4. Variabel Anti Toleransi
Peringkat Deskripsi Variabel Total Akhir Rata-Rata
1 I +++ 194 5,70
2 II ++- 184 5,41
4 IV -++ 171 5,02
5 VI -+- 114 3,35
7

0
Ilustrasi 1 Ilustrasi 2 Ilustrasi 3 Ilustrasi 4 Ilustrasi 5 Ilustrasi 6 Ilustrasi 7 Ilustrasi 8

Laki-Laki Perempuan

Diagram 2 Rata-Rata Prototipe Egois Berdasarkan Jenis kelamin Responden

Variabel terakhir, yaitu selalu mementingkan dirinya merupakan variabel yang paing
rendah dalam mempengaruhi sikap egois. Variabel ini juga bisa disebut dengan variabel yang
kurang berpengaruh. Selain dipemgaruhi oleh ketiga variabel, dalam pemeringkatan egois juga
dipengaruhi oleh latar belakang responden.
Berdasarkan jenis kelamin ditemukan bahwa ada perbedaan persepsi egois. Kebanyakan
memang perempuan sering bersikap atau menerima sikap egois dari teman perempuannya, maka
tidak heran jika sensitifitas perempuan pada sikap sangat tinggi. Berdasarkan diagram 2, dapat
disimpulkan bahwa responden perempuan memberikan skor lebih tinggi pada semua ilustrasi
kecuali pada ilustrasi 6 (-+-), 7 (--+) dan 8 (---). Hal ini menunjukan, responden laki-laki
memberi skor lebih tinggi pada variabel “Menganggap dirinya selalu benar ”. Berbeda dengan
perempuan yang selalu ingin benar dengan lawannya.
Berdasarkan hasil penelitian ditemukan gradasi perbedaan yang mencolok berdasarkan
latar belakang jenis kelamin disebabkan laki-laki dan perempuan memahami bahwa dalam hal
egois perempuan cenderung tidak peduli, bahkan perempuan lebih sering melakukan aktivitasnya
sendirian.
Penelitian ini juga membuktikan bahwa semakin dirinya tidak peduli dapat mempengaruhi
derajat prototipe egois. Artinya, ada indikasi bahwa semakin seorang tidak peduli, semakin
tipikal egois. Akan tetapi, kajian tentang besarnya ketidak pedulian, tidak diukur dalam
penelitian ini, penelitian ini membutuhkan penelitian lanjutan mengenai hubungan ketidak
pedulian seorang dengan derajat egois.
Temuan ini sekaligua menegaskan bahwa dalam kajian terkait prototipe, terdapat dua aspek
yang mempengaruhi derajat propotipe suatu kategori, yaitu variabel anggota kategori dan latar
belakang responden. Temuan ini juga menguatkan posisi semantik kognitif yang melihat adanya
gradasi makna suatu leksem yang tidak bersifat biner semata. Hal ini selanjutnya dapat
digunakan sebagai acuan penyusunan makna dalam kamus generasi baru.

SIMPULAN
Berdasarkan hasil dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa variabel egois yang
mempengaruhi derajat egois adalah (1) “ mementingkan diri sendirinya” dan (3) “ menganggap
dirinya selalu benar “. Sementara itu, variabel (2) anti korupsi’ cenderung tidak mempengaruhi
pemeringkatan derajat egois. Berdasrakan latar belakang reponden, yaitu berdasarkan jenis
kelamin responden perempuan memberi skor lebih tinggi pada variabel “ mementingkan dirinya”
dan “menganggap dirinya selalu benar” diabandingkan laki-laki. Temuan penelitian
mengonfirmasi bahwa dalam kajian prototipe terdapat dua aspek yang memengaruhi derajat
prototipe suatu kategori, yaitu variabel anggota kategori dan latar belakang responden.

Daftar Rujukan
Azra, A. 2002. Korupsi dalam Perspektif Good Governance. Jurnal Kriminologi Indonesia, 2(1):
31– 36.
Coleman, L. and P. Kay. 1981. Prototype Semantics: The English Word Lie. Language, 57(1):
26–44
Creswell, J., W. 2012. Research Design Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan Mixed.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Croft, W. and D. A. Cruse. 2004. Cognitive Li-nguistics. London: Cambridge University Press.
Geeraterts, D. 2006. Prospects and Problems of Prototype Theory. Dalam Dirk Geeraterts, dkk.
(Ed). Cognitive Linguistics Basic Readings(page 141—166). Berlin dan New York: Mouton de
Gruyter, Geeraterts, D. 2016. Prospect and Problems of Prototype Theory. Diacronia, 3(1): 1–16.
Geeraterts, D. 2016. Prospect and Problems of Prototype Theory. Diacronia, 3(1): 1–16.
Lipka, L. 1986. Linguistics across Historical and Geographical Boundaries. Berlin: Walter

Anda mungkin juga menyukai