Anda di halaman 1dari 51

Peran ITRC (International Tripartite

Rubber Council) Terhadap Industri Karet

Alam Indonesia

Daniar Lustiaji 201310360311200

PROGRAM STUDI ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG 2020

1
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Asia Tenggara merupakan Kawasan produsen karet terbesar dunia, yang

meliputi Thailand, Indonesia, Malaysia dan Vietnam. Hal ini didukung dengan

keadaan suhu wilayah yang lembab berkisar antara 26-32 derajat celcius. Sehingga

menjadi tempat yang paling cocok untuk pertumbuhan karet alam termasuk salah

satunya negara Indonesia.1

Karet untuk pertama kalinya masuk di Indonesia pada tahun 1876 di kebun

raya bogor. Kemudian perkebunan karet alam Indonesia mulai berkembang dan

menjadi salah satu komoditas ekspor yang mampu memberikan sumbangan besar

bagi devisa negara sekaligus memberikan lapangan pekerjaan yang luas bagi

masyarakat yang dibuktikan dengan luas area perkebunan karet alam Indonesia

yang mencapai 3,5 juta hektar pada tahun 2008, Dimana 85% nya dikelola dan

dimiliki langsung oleh masyarakat, 7% dikelola oleh pemerintah dan 8% dimiliki

oleh perusahaan perkebunan swasta.2

Pada skripsi ini, penulis akan menjelaskan mengenai peran Internasional

Tripartite Rubber Council (ITRC) dalam meningkatkan industri karet alam

Indonesia. ITRC adalah suatu rezim internasional dimana produsen-produsen

utama karet alam internasional bersepakat untuk mencapai tujuan Bersama yaitu

menjaga stabilitas harga karet alam, serta menjaga stabilitas supply dan demand di

pasar karet internasional.

2
Sebagai salah satu negara penghasil karet terbesar di dunia, Indonesia turut

aktif dalam mengembangkan industri karet alamnya, salah satunya dengan

keikutsertaan Indonesia dalam organisasi INRO (International Natural Rubber

Organization). INRO didirikan sebagai organisasi yang mewadahi para produsen

dan konsumen karet alam internasional. INRO berdiri sejak tahun 1979 dengan

tujuan untuk menjaga stabilitas harga yang remunerative serta menjaga stabillitas

suplai dan permintaan pasar karet dunia. Namun dengan adanya krisis ekonomi

pada tahun 1997 atau yang sering diingat oleh masyarakat adalah krisis pada tahun

1998 yang juga berpengaruh pada pasar karet internasional dan menyebabkan harga

merosot rendah. Akibat ketidakmampuan INRO dalam mengatasi keterpurukan

harga karetalam di pasar internasional menyebabkan INRO dibubarkan pada tahun

1999 yang diawali dengan keluarnya Malaysia, Thailand dan Srilangka.1 Bubarnya

INRO menandakan ketiadaan organisasi yang menjadi sarana bersama untuk

menjaga stabilitas pasar karet internasional.

Pasca bubarnya INRO terjadi fluktuasi harga karet internasional, hingga

puncaknya terjadi penurunan tajam sebesar US Cent 0,46/kg pada tahun 2001

tepatnya tiga tahun setelah bubarnya INRO. Akhirnya ketiga pemimpin dari negara

produsen karet alam yang terdiri dari Thailand, Indonesia dan Malaysia

menyepakati terbentuknya ITRC pada 12 Desember 2001 di Bali.2

1
Malaysia Abandoning INRO No Longer Big Deal, Rubber & Plastic News, diakses dalam
https://www.rubbernews.com/article/19981116/NEWS/311169993/malaysia-abandoning-inro-no-
longer-big-deal (29/02/2020, 14.45 WIB)
2
Gabungan Perusahaan Karet Indonesia (Gapkindo), Gapkindo.org, diakses dalam
https://www.gapkindo.org/id/tentang-kami/gapkindo (04/03/2020, 02.42 WIB)

3
Berkaca dari kegagalan INRO, ITRC dibentuk sebagai wadah kerjasama antar

sesama produsen karet alam yang bertanggung jawab untuk mengkordinasikan dan

mengawasi implementasi aturan-aturan yang ditetapkan bersama. Berbeda dengan

INRO yang keanggotaanya terdiri dari negara-negara produsen dan juga konsumen

karet alam. Dimana hal tersebut menyebabkan ketidaksepahaman mengenai harga

karet antara produsen dan konsumen. Harga terbaik menurut produsen adalah harga

yang tertinggi sedangkan bagi konsumen harga terbaik adalah harga terendah.

Pada tanggal 08 agustus 2002 ketiga negara kembali mengadakan pertemuan di

Bali untuk menandatangani Memorendum of Understanding pembentukan

International Rubber Consortium Limited (IRCo). IRCo merupakan perusahan

patungan non profit yang didirikan ketiga negara dengan tujuan sebagai

perpanjangan tangan dalam pelaksanaan skema kerja ITRC di Lapangan.3Adaapun

skema kerja ITRC untuk mendongkrak harga karet alam yaitu: Pertama, Strategi

jangka pendek Agreed Export Tonage System (AETS) yaitu pengurangan dan

pembatasan jumlah ekspor karet alam di pasar dunia. Kedua, strategi jangka

menengah Demand Promotion Schame (DPS) yaitu peningkatan konsumsi karet

alam dalam negeri. Ketiga, strategi jangka Panjang Supply Management Schame

(SMS) yaitu peremajaan perkebunan karet atau replanting guna menjaga

produktifitas perkebunan karet alam.4

Indonesia menunjuk Gabungan Perusahaan Karet Indonesia (GAPKINDO)

3
International Rubber Consortium Limited (IRCo), Kementrian Perdagangan, diakses dalam
http://ditjenppi.kemendag.go.id/index.php/apec-oi/organisasi-komoditi-internasional/irco
(04/03/2020, 03.25 WIB)
4
Gatracom, Harga Karet Alam Rendah Ini Strategi Pemerintah, 26 Februari 2019, diakses dalam
https://www.gatra.com/detail/news/394134-Harga-Karet-Alam-Rendah-Ini-Strategi-Pemerintah
(30/04/2019, 00:20 WIB)

4
sebagai National Tripartite Rubber Corporation (NTRC), yaitu pihak yang

mengkoordinasi dan mengawasi secara tepat waktu dan efektif segala kebijakan dan

keputusan yang dikeluarkan oleh International Tripartite Rubber Council (ITRC).5

GAPKINDO resmi ditunjuk sebagai NTRC sesuai dengan keputusan nasional yang

tertuang dalam surat keputusan Mentri Perindustrian dan Perdagangan pada tanggal

31 Januari 2002.6

Namun skema tersebut memiliki konsekuensi terhadap masyarakat

Indonesia yang 84% perkebunannya dimiliki masyarakat. Sehingga ketika terdapat

kebijakan pengurangan jumlah eksport, maka akan berpengaruh kepada

melemahnya ekonomi masyarakat secara sementara. Meskipun sifatnya hanya

sementara, hal itu tetap berpengaruh terhadap ekonomi masyarakat Indonesia.

Disisi lain, kebijakan pembatasan eksport menuntut agar semua Negara anggota

ITRC untuk melaksanakannya dengan patuh agar berjalanan seperti yang

diharapkan. Namun hingga saat ini masih ada beberapa Negara yang tidak

mematuhinya mengingat belum ada sanksi khusus yang diberikan ITRC terhadap

Negara yang melanggar perjanjian tersebut. Selain tingkat kepatuhan antar tiga

negara ITRC yang ada, merosotnya harga pasar juga dipengaruhi oleh

ketidakikutsertaannya negara viatnam sebagai negara anggota, sehingga skema-

skema pembatasan ekspor yang ada tidak berjalan dengan maksimal. Disamping

itu, Viatnam sebagai negara produsen karet alam juga sebagai negara yang membeli

hasil produksi dari negara-negara di asia seperti Brunnei dan Laos. Pada beberapa

kali pertemuan Vietnam telah sepakat untuk turut serta bergabung namun hingga

saat ini belum ada pernyataan atau bukti resmi dari Vietnam untuk bergabung dalam

5
ITRC. Pentingnya keanggotaan Vietnam mengingat jika Vietnam telah bergabung

dengan ITRC mak akan memperkuat peran ITRC dalam mengontrol fluktuatif

harga karet internasional ditambah lagi keempat negara Thailand, Indonesia ,

Malaysia, dan Vietnam adalah eksportir hampir 90% karet dunia.

Pemerintah Indonesia ikut serta dalam pembentukan ITRC dikarenakan

ketidakstabilan harga karet alam di pasar internasional. Dimana pada tahun 2001

harga karet alam di pasar internsional tercatat hanya 0,046 sen US /kg yang

berpengaruh terhadap rendahnya harga beli di terhadap petani karet Indonesia.

Demi menahan lajunya penurunan harga karet alam maka ketiga negara anggota

ITRC menetapkan beberapa instrumen yaitu pembatasan ekspor karet alam dari

total ekspor ketika terjadi kemerosotan harga karet alam dunia hingga mendekati

harga refrensi serta supply management scheme yaitu memperbaiki management

supply karet alam untuk strategi jangka Panjang seperti peremajaan terbatas,

diverifikasi kebun, peningkatan penggunaan karet dalam negeri dan tidak Membuat

kebun baru yang mengakibatkan ketidakseimbangan supply

dibandingkan demandnya.7

1.1 Rumusan Masalah

Dengan adanya latar belakang masalah diatas sehingga memunculkan

permasalahan yang akan dibahas, yaitu: Bagaimana Peran ITRC (International

Tripartite Rubber Council) Terhadap Industri Karet Alam Indonesia?

1.2 Tujuan Penelitian

6
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran ITRC (International

Tripartite Rubber Council) terhadap industri karet alam Indonesia. Keberadaan

ITRC berfungsi sebagai rezim yang terdiri dari sekumpulan norma-norma

mengenai prosedur dan peraturan-peraturan dalam mengambil keputusan dan

kebijakan antar negara-negara anggota sesama produsen karet alam sehingga dapat

mencapai kepentingan bagi masing-masing negara anggota yang di dalamnya

(Indonesia, Malaysia, dan Thailand).

1.3 Manfaat Penelitian

1.4 Manfaat Akademis

Penelitian diharapkan dapat menjadi tambahan refrensi untuk penelitian

mendatang, khususnya dalam penelitian mengenai perkembangan Industri karet

alam Indonesia dan juga penelitian mengenai peran kerjasama internasional yang

dijalin antar negara. Hasil penelitian diharapkan dapat berguna bagi perkembangan

universitas dan perkembangan ilmu pengetahuan.

1.5 Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan pengetahuan

mengenai peran ITRC dalam mengakomodasi kepentingan pemerintah Indonesia

dalam industri karet alam.

1.6 Batasan Penelitian

Batasan materi yaitu hanya membahas mengenai peran ITRC terhadap

industri karet alam Indonesia sejak tahun 2002-2018. Penulis memulai penelitian

7
pada tahun tersebut dikarenakan pada tanggal 12 desember tahun 2001

penandatanganan MOU kesepakatan antar tiga negara produsen karet dunia yaitu

Thailand, Indonesia dan Malaysia dalam pembentukan Internationa Tripartite

Rubber Council (ITRC).

8
Kemudian pada tahun 2018 merupakan tahun dimana keadaan karet alam dunia

sedang mengalami keterpurukan dengan turunnya harga karet alam di kalangan

petani sehingga memberikan dampak langsung terhadap masyarakat dan menjadi

momentum peneliti untuk melakukan penelitian dan pengumpulan data mengenai

peran ITRC terhadap industri karet alam Indonesia.

1.7 Penelitian Terdahulu

Pada penelitian ini penulis juga telah melakukan penelitian terhadap

penelititan-penelitian terdahulu, penelitan terdahulu membeberkan sedikit banyak

pandangan terhadap penulis dalam melakukan penelitian terhadap perkembangan

industri karet Indonesia pasca kerjasama tiga produsen karet alam internsional yang

tergabung dalam ITRC sebagai berikut:Pertama, penelitian Ir. Ekanantari yang

berjudul ‘Upaya Diplomasi Bisnis Indonesia Dalam Meningkatkan Ekspor Karet

Alam ke China tahun 2015’. Penelitian tersebut berfokus menurunnya jumlah

ekspor karet Indonesia terhadap Cina. Mengingat Cina merupakan salah satu tujuan

negara pengimpor karet Indonesia.5 Indonesia memiliki banyak kerjasama terhadap

beberapa negara, namun Cina sebagai salah satu negara yang memiliki jumlah

penduduk yang sangat padat tentu membawa dampak yang sangat signifikan

terhadap jumlah ekspor karet Indonesia terhadap jumlah ekspor karet Indonesai.

Penurunan ini sangat penting mengingat perkebunan karet di Indonesia sebagian

5
Ir. Ekanantari,2015,Outlook Karet, Komoditas Pertanian Subsektor Perkebunan,
(Jakarta: Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Kementrian Pertanian), Hal.
17 Diakses Dalam http://epublikasi.setjen.pertanian.go.id/arsip-outlook/75-
outlook-perkebunan/337-outlook-karet- 2015(14/12/2016, 13:59 WITA)

9
besarnya dimiliki oleh masyarakat yaitu 84%, maka hal ini sangatlah berpengaruh

terhadaP perekonomian dalam negeri Indonesia.6 Salah satu hasil penelitiannya

adalah dimana menunjukkan bahwa suatu negara akan terus meningkatkan

keunggulan dalam negerinya seperti Indonesia yang meningkatkan jumlah industri

karetnya. salah satu tujuan ekspor dari industri karet Indonesia adalah Cina sebagai

pasar prospektif, dilihat dari pertumbungan industri yang meningkat pesat di Cina

yang dilihat dari besarnya permintaan pasar. Indonesia terus meningkatkan industri

karet alam sebagai salah satu langkah untuk menghadapi persaingan pasar, namun

pada tahun 2009 Cina mengalami krisis ekonomi sehingga berpengaruh terhadap

ekspor karet Indonesia. Penilitan deskriptif yang ditulis oleh David Patriot ini

memiliki kesamaan dengan penulis yaitu kesamaan mengenai penelitian terhadap

industri karet Indonesia. Namun memiliki perbedaan dengan penulis. Jika David

Patriot meneliti lebih spesifik mengenai ekspor karet Indonesia terhadap Cina maka

penulis meneliti peran kerjasama ITRC terhadap industri karet alam Indonesia.

Kedua, penelitian Lena Anita Sulastri Purba yang berjudul ’Dampak

Ekonomi Politik Dari ITRC-INRA Terhadap Produkivitas Karet Alam Indonesia

Tahun 2009-2013’.Penelitiannya berfokus terhadap jumlah produktifitas setelah

kerjasama ITRC-INRA sebagai salah satu organisasi international yang tergabung

dengan kesamaan antar negera produsen karet. Dalam penelitian ini diketahui

bahwa produktivitas karet dalam negeri mengalami peningkatan walaupun

Indonesia berada pada posisi kedua setelah Thailand yang mengalami peningkatan

10
jumlah produktivitas karet lebih tinggi dibanding Indonesia. Hal ini dikarenakan

jumlah lahan yang dimiliki oleh Thailand lebih luas dan sebagian besar dikelola

oleh negara. Hal ini berbeda dengan Indonesia yang mana jumlah perkebunan karet

di Indonesia dikelola oleh rakyat. Namun dengan adanya kerjasama yang dijalin

oleh negara-negara produsen karet yang meliputi Indonesia, Thailand, Malaysia,

Vietnam, Singapura, Kamboja dan beberapa negara lainnya memiliki peningkatan

khususnya Indonesia, hal ini dapat dilihat dari peningkatan jumlah produksi karet

Indonesia pada tahun 2009-2013. Penelitian yang dilakukan oleh Lena Anita

Sulastri Purba ini memiliki kesamaan dengan penulis yaitu meneliti mengenai

keadaan karet Indonesia pasca kerjasama ITRC. Namun memiliki perbedaan jika

penelitian yang ditulis oleh Lena Anita Sulastri Purba lebih berfokus kepada jumlah

produktifitas yang dialami Indonesia setelah perjanjian ITRC, dan berbeda dengan

penelitian penulis yang lebih berfokus kepada Peran ITRC terhadap industri karet

alam indonesia.

Ketiga, penelitian Syahrul berjudul ‘Efektifitas Rezim Internasional

Terhadap Perlindungan Hak Asasi Manusia Dalam Invasi Amerika Ke Irak Tahun

2003’. Perang dingin merupakan salah satu pengukuhan akan kekuatan Amerika

sebagai Negara sterio atau sebagai Negara super power. Pada tahun 2003 Amerika

Serikat mulai menginvansi Iraq dengan tuduhan akan kepemilikan senjata

pemusnah massal yang illegal. Dalam hal ini menimbulkan banyak jatuhnya korban

warga sipil yang tak bersalah dan perlunya peran Rezim Internasional untuk

menghentikan pembunuhan masal terhadap warga Iraq tersebut, dan ini sangatlah

jelas melanggar akan HAM. Dalam penelitian yang ditulis oleh Syahrul ini

11
menggunakan teori rezim Internasioanl yang menjadi kesamaan dengan teori yang

digunakan oleh penulis, dengan tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat

bagaimana efektifitas suatu Rezim Internasional untuk perlindungan HAM dalam

koflik senjata. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa Hukum internasional

merupakan bagian dari rezim internasional yang mana sangat berperan serta untuk

mengontrol prilaku suatu negara terhadap negara lain demi tercipta kestabilan

tatanan dunia. Namun sayangnya terkadang bisa digunakan sebagai instrument oleh

Negara-negara maju untuk ikut intervensi terhadap Negara lain, sehingga beberap

aktor beranggapan bahwa rezim internasional tidak lagi efektif. Tapi tidak bisa

dipungkiri bahwa stabilitas dunia yang sekarang pun tidak terlepas dari peran besar

oleh rezim internasional dalam mengontrol dan mengendalikannya.

Keempat, penelitian Tanti Novianti dan Ella Hapsari Hendratno yang

berjudul ‘Analisis Penawaran Ekspor Karet Alam Indonesia Ke Negara Cina.

Penelitiannya berfokus terhadap negara Cina yang merupakan salah satu tujuan

Ekspor karet alam Indonesia. Cina menjadi Negara ekspor utama karet alam

Indonesia dikarenakan perkembangan pesat industrialisasi di Cina seperti otomotif

dan Infrastruktur. Hal ini akan menjadi sinyal yang baik Negara Indonesia sebagai

salah satu Negara produsen karet alam di dunia yang sedang memperluas pasar

ekspornya dan membawa dampak baik bagi perkembangan ekonomi dalam negeri

dengan memperluas lapangan pekerjaan dan juga permintaan karet yang tinggi

dipasar ekspor akan memberikan sumbangan devisa bagi Negara diluar sektor non

migas. Penelitian ini memiliki kesamaan dengan penulis yaitu mengenai ekspor

karet alam Indonesia, namun memiliki perbedaan yaitu lebih spesifik penelitian

12
mengenai ekspor karet alam Indonesia ke Negara Cina dan berbeda dengan

penelitian penulis yang meneliti mengenai peran International Tripartite Rubber

Council (ITRC) terhadap industri karet Indonesia. Dalam penelitian ini Tanti

Novianti dan Ella Hapsari Hendratni menggunakan metode penelitian deskriptif

yang digunakan untuk mengidentifikasi perkembangan pasar karet alam di Cina.

Dan metode kuantitatif yang digunakan ialah model regresi berganda. Analisis

regresi berganda digunakan untuk menganalisi faktor yang mempengaruhi

penawaran ekspor karet alam Indonesia ke Negara Cina.7 Pada penelitian ini

terdapat beberapa kesimpulan yaitu Penawaran Ekspor karet alam Indonesia ke

negera Cina cenderung semakin meningkat sebesar 89-96 persen selama periode

2000-2007. Peluang pasar karet alam di Negara Cina dapat dimanfaatkan untuk

perluasan pasar ekspor karet alam Indonesia.8 Faktor-faktor yang mempengaruhi

penawaran ekspor karet alam Indonesia ke Negara Cina adalah harga ekspor karet

sintetis secara positif, GPD Cina secara negatif, dan nilai tukar Yuan per dolar AS

secara positif.9

7
Tanti Novianti dan Ella Hapsari Hendratno, 2008,Analisis Penawaran Ekspor Karet Alam Indonesia Ke
Negara Cina, Journal, Departement Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB, Hal. 03.Diakses
Dalam http://journal.ipb.ac.id/index.php/jmagr/article/view/3304(14/12/2016, 15:21 WITA)
8
Ibid, Hal 11.
9
Ibid., hal

23
NO JUDUL DAN JENIS PENELITIAN HASIL
NAMA DAN ALAT
PENELITI ANALISA
1. Skripsi: Upaya Deskriptif -Indonesia terus
Diplomasi Dan Kualitatif meningkatkan jumlah ekspor
Bisnis Indonesia karetnya ke Cina, dengan
Dalam Pendekatan: melihat pertumbuhan
Meningkatkan Konsep Perdagangan industry di Cina yang makin
Ekspor Karet Internasional, Teori meningkat, agar Indonesia
Alam ke China Komparatif Advantage dapat menghadapi persaingan
dan Teori Diplomasi pasar internasional. Meski
Bisnis. permintaan karet terkadang
Oleh: David mengalami penurunan
Patriot dikarenakan keadaan krisis
yang dialami oleh negara
pengimpor karet Indonesia.
2. Skripsi: Deskriptif dan kualitatif -Produktivitas karet
Da Indonesia masih berada
mpak Ekonomi diposisi kedua setelah
Politik Dari Thailand. Dikarenakan
ITRC – INRA kepemilikan lahan sebagian
Terhadap Pendekatan: besar dimiliki oleh rakyat.
Produkivitas Konsep Kerjasama -Kerjasama ITRC
Karet Alam Internasional memberikan dampak
Indonesia Tahun peningkatan produksi karet
2009-2013 Indonesia dan negara anggota
lainnya, terlihat pada tahun
Oleh: Lena Anita 2009-
Sulastri Purba 2013.
3. Skripsi: Deskriptif -Hukum internasional
Efektifitas merupakan bagian dari rezim
Rezim internasional yang mana
Internasional sangat berperan serta untuk
Terhadap mengontrol prilaku suatu
Perlindungan Negara terhadap Negara lain
Hak demi tercipta kestabilan
Asasi Manusia tatanan dunia.
Dalam Invasi \Pendekatan: -Sayangnya beberapa negara
Amerik Teori Rezim maju terkadang
a Internasional menggunakan rezim
Ke Irak internasional untuk
Tahun 2003 intervensi ke negara lain.
-rezim internasional berperan
untuk menjaga stabilitas
dunia.

24
Oleh: Syahrul

4. Skripsi: Deskriptif -Penawaran Ekspor karet


An alam Indonesia ke negera
alisis Cina cenderung semakin
Penawaran meningkat selama periode
Ekspor Karet 2000-2007 dan
Alam Indonesia Pendekatan: menjadikannya pasar tujuan
Ke Negara Cina Model Kuantitatif ekspor karet utama.
-Faktor-faktor yang
mempengaruhi penawaran
Oleh: Tanti ekspor karet alam Indonesia
Novianti dan ke Negara Cina adalah harga
Ella Hapsari ekspor karet sintetis secara
Hendratno positif, GPD Cina secara
negative, dan nilai tukar
Yuan per dolar AS
secara positif.

1.8 Landasan Teori Rezim Internasional

Teori yang digunakan oleh penulis untuk menganalisa peran ITRC terhadap

industri karet alam Indonesia adalah Teori Rezim Internasional. Rezim

Internasional dapat didefinisikan sebagai seperangkat norma-norma mengenai

peraturan-peraturan dan prosedur terhadap pembuatan keputusan, baik yang

bersifat eksplisit maupun implisit dimana semua harapan para stakeholder

berkumpul dalam Hubungan Internasional.

25
Dalam hubungan internasional umumnya kerjasma terjalin dalam bentuk

perjanjian atau surat kesepahaman. Pada dasarnya kerjasama antar negara yang

terjalin dalam suatu rezim karena kesamaan interest atau kepentingan bersama.

Dimana setiap negara ingin meningkatkan keuntungan absolutnya bagi negara

masing-masing. Setiap negara tentunya berada pada posisi horizontal dimana setiap

negara memiliki posisi dan pengaruh yang sama. Dengan adanya rezim seperti ini

setiap negara dapat memaksimalkan keuntungan absolutnya dengan membuat

aturan dan norma dalam pengambilan kebijakan seperti fungsi dari terbentung

rezim ITRC sebagai wujud kerjasama antar negara yang memiliki kesamaan

sebagai produsen karet alam.

Setiap negara anggota ITRC yang terdiri dari Thailand, Indonesia dan

Malaysia merupakan negara produsen karet yang sama-sama memiliki kepentingan

dalam meningkatkan industri maupun ekspor karet alam mereka masing-masing.

Hal inilah yang menyebabakan pentingnya pembentukan ITRC antar sesama

produsen karet alam agar dapat membentuk dan menjaga stabilitas harga serta

supply dan demand terhadap permintaan karet alam di pasar internasional. Lahirnya

kerjasama ITRC adalah sebagai salah satu perwujudan dari kebutuhan antar negara

produsen karet alam dalam mewujudkan kepentingan negara-negara anggota untuk

melakukan institusionalisasi kerjama yang juga disebut dengan lahirnya rezim

internasional.

26
Rezim internasional memiliki empat norma, yaitu:

1. Substantive Norms: Menyediakan standarisasi yang spesifik

terhadap aturan dan prilaku.

2. Procedural Norms: memberikan panduan bagaimana suatu negara

dalam merancang dan mempergunakan makanisme dalam

pengambilan keputusan.

3. Sovereignity Norms: yaitu norma-norma yang dibentuk atau lahir

berdasarkan sistem atau struktur dasar politik internasional.

4. Interdependence Norms: yaitu norma yang muncul dari rasa

ketergantungan antar negara dalam hal tertentu, yang menuntut

sekelompok negara untuk berkolaborasi dan bekerjasama dalam

mengejar kesejahteraan dan kepentingan negara masing-masing.

Dari keempat norma tersebut ITRC terbentuk dari Interdependence Norms

dimana sekelompok negara produsen karet alam internasional membentuk suatu

kelompok atau rezim yang memiliki kepentingan Bersama dan saling

beketergantungan dalam mengejar kepentingan Bersama untuk meningkatkan

produksi karet alam masing-masing negara.

Rezim adalah fasilitator dalam pembuatan kesepakatan-kesepakatan,

substantife dengan memberikan suatu kerangka, prinsip, peraturan, norma dan

prosedur negoisasi.

Ada beberapa tipe dalam rezim internasional jika dilihat dari resikonya

dalam suatu rezim, yaitu:

27
1. Control Oriented Regimes

a. Setiap anggota mempertahankan tingkat pengawasan dan

perilaku masing-masing untuk mengurangi kecurangan dan

hal-hal tak terduga yang mungkin saja terjadi.

b. Control-orinted merupakan sifat di hampir seluruh rezim

internasional.

c. Tipe rezim control oriented memiliki dua bentuk regulasi:

2. Internal Regulation: diperuntukkan untuk mengatur pola dan

perilaku anggota di dalam rezim.

3. Environmental Regulation: yaitu aturan yang diperuntukkan bagi

anggota diluar lingkungan rezim

4. Mutual Oriented-Regimes : Tipe ini biasa disebut sebagai Insurance

Regimes, dan tidak terlalu banyak.

ITRC dalam hal ini bisa dibilang sebagai rezim control oriented dimana

ITRC sebagai rezim yang mengatur pola dan perilaku bagi negara anggotanya dan

berusaha mengatur negara diluar anggotanya sebagaimana ITRC yang beruaha

untuk mengajak Vietnam bergabung agar memiliki pengaruh yang lebih kuat dalam

mengendalikan industri karet alam global.

28
Pada dasarnya setiap negara maupun kelompok memiliki ketertarikan

secara egoistik atau kepentingan yang berbeda masing-masing yang ditambah

dengan kekuatan politik dan norma serta prinsip yang berbeda-beda, sehingga

dalam menjalin suatu kerjasama internasional sangat dibutuhkan suatu rezim yang

terdiri dari sekumpulan norma-norma yang mengatur prosedur dan peraturan-

peraturan dalam mengampil keputusan Bersama yang saling menguntungkan tanpa

mengedepankan Basic Forces masing-masing negara. Dengan begitu fungsi ITRC

sebagai rezim yang menginstitusionalisasikan bentuk kerjasama komoditas

internasional sangat dibutuhkan sebagai mediator maupun penengah dalam

mencapai tujuan Bersama.

1.9 Metode Penelitian

1.10.1 Jenis Penelitian

Metode penelitian kualitatif menurut gumilar Rusliwa dalam tulisan

jurnalnya yang berjudul memahami metode kualitatif menggambarkan penelitian

kualitatif yaitu berusaha mengkonstruksi realitas dan memahami maknanya, dalam

kualitatif sangat memperhatikan terhadap peristiwa dan otensitas, sementara

peneliti kualitatif memandang realitas merupakan hasil rekonstruksi oleh individu

yang terlibat dalam situasi sosial. Dalam penelitian kali ini penulis memilih

menggunakan pendekatan kualitatif. Penulis menggambarkan permasalahan

dengan pencelasan secara rinci dan jelas. Penulis menggunakan pendekatan

kualitatif dikarenakan dianggap sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh

penulis.

1.10.2 Tipe Penelitian

29
Tipe penelitian yang digunakan penulis menggunakan metode deskriptif- analitik.

Tipe penelitian ini menekankan pada pola penggambaran keadaan fakta empiris

disertai argumen yang releven. Kemudian, hasil dari uraian akan dianalisa untuk

menarik kesimpulan yang bersifat analitik.

Tipe penelitian deskriptif analitik ditujukan untuk memberikan gambaran

bagaimana peran kerjasama ITRC terhadap industri karet alam Indonesia.

1.10.3 Metode Pengumpulan Data

Pada suatu penelitian, tata cara pengumpulan data merupakan salah satu

faktor terpenting dalam keberhasilannya suatu penelitian. Teknik pengumpulan

data sangat erat kaitannya dengan bagaiman pengumpulan data itu dikumpulkan

oleh peneliti, dan apa sumbernya. Penulis melakukan library research yakni,

menelaah sejumlah literatur yang berkaitan dengan masalah yang diteliti melalui

buku, jurnal, dokumen, artikel dalam berbagai media, baik internet maupun surat

kabar. Jenis data yang digunakan adalah data sekunder. Data sekunder adalah suatu

pengambilan data yang bersumberkan dari studi literatur seperti, majalah, situs

internet, atau lembaga terkait yang dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya.

1.10.4 Argumen Dasar Penulis

Berdasarkan penjelasan pada landasan konseptual maka penulis dapat

mengambil argumen bahwa peran ITRC terhadap industri karet alam Indonesia

yaitu:

30
1. Sebagai negara yang memiliki komuditas utama karet mendorong Indonesia

melakukan institusionalisasi kerjasama yang mengarah pada pembentukan ITRC

sebagai perwujudan sebuah kebutuhan negara.

2. Kepatuhan negara-negara anggota ITRC terhadap norma-norma yang telah

disepakati menjadi tolak ukur keberhasilan ITRC untuk memenuhi kepetingan

negara anggotanya.

3. Kesepakatan yang terjalin antara ITRC dan negara anggotanya berperan

penting terhadap industri karet alam pada masing-masing negara anggota.

2. Struktur Penulisan

Struktur penulisan pada penelitian ini secara keseluruhan dibagi menjadi empat bab

sebagai berikut:

31
PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang 1.2.Rumusan Masalah 1.3.Tujuan

Penelitian

1.4. Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Akademis

1.4.2 Manfaat Praktis

BAB I

1.5. Batasan Penelitian

1.6. Penelitian Terdahulu

1.7. Landasan Teori

1.8. Metode Penelitian

32
1.8.1 Jenis Penelitian

18.2 Tipe Penelitian

33
1.8.3 Metode Pengumpulan Data

1.8.4 Argumen Dasar Penulis

1.9 Struktur Penulisan

34
Perkembangan Industri Karet dan Terbentuknya ITRC

(International Tripartite Rubber Council) di Indonesia

2.1 Perkembangan Industri

Karet

2.1.1 Sejarah Pekebunan Karet di Indonesia

2.1.2 Industri karet di Indonesia


BAB II
2.2 Sejarah Terbentuknya

ITRC

2.2.1 Berdirinya ITRC

2.2.2 Program kerja ITRC

2.2.3 Negara Anggota ITRC

2.3 Peran ITRC dalam

perkembangan industri

karet di Indonesia

35
Peran ITRC Terhadap Industri Karet Alam indonesia

3.1 Kebijakan pemerintah indonesia dalam mendorong

industri karet
BAB III

3.2 Industri karet alam Indonesia sebagai salah satu

komoditas alternatife non migas

3.3 Peran ITRC sebagai rezim internasional dalam industri

Karet Alam Indonesia

36
PENUTUP

BAB IV 4.1 Kesimpulan

4.2 Saran

37
Daftar Pustaka

38
BAB II

Perkembangan Industri Karet dan Terbentuknya ITRC (International

Tripartite Rubber Council) di Indonesia

2.1 Perkembangan Industri Karet

Perkembangan teknologi mendorong kebutuhan manusia terhadap karet

yang memiliki sifat sintetis dan fleksibel. Contohnya peningkatan produksi

otomotif yang diikuti oleh peningkatan permintaan karet alam yang dipergunakan

sebagai bahan dasar ban. Ban menjadi komponen utama pada mobil yang

merupakan bagian dari hasil perkembangan teknologi dan sudah menjadi kebutuhan

masyarakat masa kini. Potensi dan nilai ekonomi karet diprediksi akan terus

meningkat sejalan dengan terus meningkatnya perkembangan teknologi dan

moderenisasi.10 Hal ini tentu akan sangat menguntungkan bagi negara-negara

produsen seperti Kawasan asia tenggara yang memiliki iklim tropis yang sesuai

dengan asal muasal tanaman karet yaitu brasil. Bagi negara-negara maju dimana

industri otomotif berkembang tantu akan menjadi negara tujuan eksport strategis

bagi negara-negara produsen karet alam, terlebih lagi jika hilirisasi karet dapat

dilakukan secara maksimal seperti mengekspor jenis karet setengah jadi dengan

nilai lebih tinggi.

10
Loni T, Permintaan Karet Alam Diperkirakan Meningkat di 2020,
Vibiznews.com, diakses dalam
https://www.vibiznews.com/2020/01/08/permintaan-karet-alam-
diperkirakan-meningkat-di-2020/ (02/03/2020, 16:51 WIB)

39
Produsen dan pedagang pada dasarnya menginginkan jenis barang dengan

kualitas dan harga yang bagus pula. Kualitas dapat dijaga dengan terus melakukan

kontrol kualitas secara berkala. Sedangkan harga yang bagus didapatkan dengan

ongkos yang minimal tentunya. Bagitu pula bagi para produsen yang memproduksi

berbagai produk yang terbuat dari karet tentu menginginkan standar produk dengan

kualitas yang sama namun dengan ongkos produksi yang minimal. Salah satu

strategi yang dilakukan adalah dengan membangun pabrik produksi yang dekat

dengan sumberdaya yang ada seperti menempatkan pabrik ban merek terkenal di

negara indonesia agar dapat menghasilkan kualitas ban yang bagus dari bahan karet

alam dan harga yang bagus dengan ongkos produksi yang minimal.

Berdasarkan jenisnya ada dua jenis utama karet, yaitu karet alami dan karet

sintetis. Jenis pertama dibuat dari lateks yang berasal ‘secara alami’ dari pohon

karet, sedangkan yang kedua karet sintetis dari bahan kimia yang bersumber dari

penyulingan minyak bumi. Hampir 60 % karet digunakan oleh industry manufaktur

ban dunia dan sisanya digunakan untuk produk umum. Ribuan produk dihasilkan

oleh sector ini seperti untuk keperluan transportasi, konstruksi, kesehatan,

pertambangan dan lain-lain.11

Bagi negara-negara produsen karet alam seperti Indonesia, Thailand,

Malaysia dan Vietnam, industri karet alam menjadi salah satu komoditas yang

sangat diandalkan. Hal ini karena letak geografis negara-negara yang berada di Asia

Tenggara yang memiliki suhu tinggi yang konstan (26-32 derajat Celsius) dan

11
Story of Rubber, International Rubber Study Group, diakses dalam
http://www.rubberstudy.com/storyofrubber.aspx (11/01/2020, 00.32 WIB)

40
lingkungannya yang lembab sehingga cocok untuk tumbuhan tanaman karet. Tidak

heran jika hampir 70% karet alam dunia diproduksi oleh negara-negara yang berasal

dari Asia Tenggara termasuk Indonesia.12

2.1.1 Sejarah Perkebunan Karet di Indonesia

Karet alam adalah karet yang dihasilkan dari tanaman getah dengan cara

dilukai. Tanaman karet di perkebunan konvensional Indonesia adalah tanaman liar

yang berasal dari hutan-hutan tropis yang tumbuh subur di sepanjang aliran sungai

Amazon-Brasil yang kemudian dibudidayakan di indonesia karena nilai

ekonomisnya sehingga dibawa masuk ke indonesia oleh belanda pada masa

kolonial. Awalnya karet alam ditanam di kebun raya bogor sebagai koleksi yang

Kemudian pada tahun 1864 mulai dikenalkan di Indonesia. Tahun 1902 karet alam

dengan jenis karet Hevea (Hevea Brasiliansis) mulai ditanam secara massal di

daerah Sumatra timur dan ditanam di pulau jawa pada tahun 1906. Indonesia

menjadi penghasil karet alam terbesar dunia pada masa sebelum perang dunia ke II

hingga tahun 1956 karena sebagian besar kebutuhan karet alam dunia pada waktu

itu dipasok oleh Indonesia.13

Alasan lain yang memperkuat masuknya komoditas karet di indonesia

adalah ketidakstabilan ekonomi yang dirasahan oleh perusahaan komotidas

12
Karet (alam), indonesia-investment, diakses dalam https://www.indonesia-
investments.com/id/bisnis/komoditas/karet/item185 (11/01/2020, 00.04 WIB)
13
Sejarah Singkat Karet Alam, Gambaran Umum Karet Alam Indonesia, hal. 43, diakses dalam
https://repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/57265/10/BAB%20IV%20GAMBARAN%2
0UMUM%20KARET%20ALAM%20INDONESIA.pdf (16/12/2019, 20.20 WIB)

41
perkebunan lain milik belanda seperti perkebunan the dan perkebunan kopi,

sehingga melihat potensi ekonomi yang ada pada tanaman karet menjadi solusi bagi

pemerintah belanda. Sebelum masuk ke indonesia karet alam sudah mulai

dikembangkan terlebih dahulu di Malaysia dan di Srilangka kemudian

dikembangkan pembudidayaannya di indonesia yang di awali di Sumatra pada

tahun 1902 dan empat tahun kemudian mulai dikembangkan secara konvensional

di pulau jawa pada tahun 1906.

Indonesia merupakan salah satu negara agraris di dunia dimana

masyarakatnya sebagian besarnya hidup dari pertanian dan perkebuanan. Besarnya

industri pertanian yang ada di Indonesia dapat kita lihat dari besarnya kepemilikan

masyarakat terhadap perkebunan karet itu sendiri dimana 85% perkebunan karet

alam indonesia dikelola dan dimiliki langsung oleh masyarakat, 8% dimiliki oleh

pemerintah dan sisanya 7% dimiliki oleh perusahaan perkebunan swasta. Data ini

jelas membuktikan bahwa komoditas pertanian memiliki peran penting terhadap

perkonomian negara, bahkan indonesia menempati urutan kedua sebagai produsen

dan eksportir karet alam di dunia. Menurut data BPS pada tahun 2014-2018 volume

dan nilai ekspor karet alam indonesia terus mengalami peningkatan tajam, bahkan

hingga 70% dengan dari nilai ekspor 31,2 ribu ton menjadi 53,2 ribu ton hanya

dalam waktu empat tahunan saja. Hal ini tentu tidak terlepas dari usaha dan kinerja

keras para petani karet alam yang terus menjaga kualitas agar standar karet alam

indonesia selalu diminati pasar dan tembus di pasar karet alam dunia.14

14
Redaksi Warta Ekonomi Online, Ekspor Karet Meningkat Tajam, Indonesia Produsen Terbesar
Kedaua di Dunia, Warta Ekonomi, Diakses dalam

42
2.1.2 Industri Karet di Indonesia

Indonesia adalah negara terbesar kedua setelah Thailand sebagai

negara produsen karet alam di dunia, sehingga perkembangan industri karet

Indonesia sangat mempengaruhi pasar karet global. Hampir 80% karet alam

indonesia dimiliki dan diproduksi oleh para petani karet, sehingga pengaruh

produksi karet dari perkebunan milik negara maupun perkebunan milik perusahaan

swasta tidak terlalu memiliki pengaruh besar terhadap produksi karet domestik. Hal

ini dapat kita lihat dari jumlah luas perkebunan karet alam yang dimiliki oleh

masyarakat indonesia dimana pada tahun 2019 hasil produsi karet alam Indonesia

mencapai 3.543.000 ton yang terdiri dari 2.925.000 ton dari perkebunan rakyat,

245.000 ton dari perkebunan milik negara dan 373.000 ton dari perkebunan milik

perusahaan swasta. 15 Dengan meningkatnya perkebunan karet alam yang dimiliki

oleh masyarakat maka sedikit demi sedikit akan terjadi perpindaan fungsi lahan

yang awalnya ditanami dengan komoditas seperti kopi, kakao dan teh menjadi

perkebunan karet alam maupun kelapa sawit yang dinilai lebih prospek dengan

jarak panen yang lebih dekat yaitu panen harian untuk karet dan mingguan untuk

panen kelapa sawit. Hal ini dapat dilihat dari perkembangan luas perkebunan

masyarakat yang terus meningkat dari tahun 2013 yang hanya ada 3.026.000 hektar

menjadi 3.122.000 pada tahun 2019 yang berarti mengalami penambahan luas

https://www.wartaekonomi.co.id/read242767/ekspor-karet-meningkat-tajam-indonesia-
produsen-terbesar-kedua-di-dunia.html (18/01/2020, 00.18 WIB
15
Statistik, Luas perkebunan dan produksi karet alam indonesia, Gabungan Pengusaha Karet
Alam Indonesia (GAPKINDO), Diakses dalam https://www.gapkindo.org/id/statistics/224-luas-
perkebunan-dan-produksi-karet-alam-indonesia (17/01/2019, 22:30 WIB)

43
perkebunan seluas 96.000 hektar.16 Meskipun belum mencapai ratusan ribu,

perkebunan rakyat masih bisa dibilang meningkat jika dibandingkan dengan

perkebuanan pemerintah yang mengalami pengurangan lahan seluas 12.000 hektar

sejak 5 tahun terakhir dan 44.000 berkurang di perkebunan milik swasta.

Karet alam indonesia menjadi salah satu komoditas andalan bagi

pemasukan negara dari sektor non migas. Hal ini dapat kita lihat bahwa 85% karet

alam indonesia adalah komoditas yang berorientasi di pasar eksport, sedangkan

sisanya diserap dalam negeri yang sebagian besar untuk kebutuhan industri ban

otomotif. Fakta dimana orientasi utama pasar karet alam indonesia adalah ekspor,

tentunya indonesia bergantung kepada Amerika Serikat dimana 22% dari total

ekspor karet alam indonesia diimpor oleh negara adi daya tersebut, dan disusul oleh

keempat negara lainnya yang tergabung dalam lima negara tujuan utam ekspor karet

alam indonesi yaitu Amerika Serikat, Republik Rakyat Tiongkok (RRT), Jepang,

Singapura dan Brazil.

Demi meningkatkan kesejahteraan para petani karet yang ada,

pemerintah terus meningkatkan penyerapan karet dalam negeri sehingga pasar karet

alam tidak terlalu terpengaruh saat ada pergolakan ekonomi global sehingga

penyerapan karet dalam negeri menjadi langkah utama pemerintah untuk

meningkatan industry karet alam dalam negeri khsusunya bagi para petani.

Keseriusan pemerintah dapat kita lihat melalui kegiatan yang diselenggarakan pada

tanggal 27 November 2018, dimana Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi

16
Ibid,.

44
menyelenggarakan focus group discussion untuk mendorong penyerapan karet

alam melalui pembangunan retred ban pesawat. Eniya Listiani Dewi selak Deputi

Bidang TIEM BPPT dalam focus group tersebut mengatakan bahwa kebutuhan ban

pesawat jenis boeing saja di indonesia mencapai 40.000 ban setiap tahunnya dan

akan terus meningkat dan 30.000 ban dari jenis pesawat lain. Hal ini tentu akan

memberikan dampak yang signifikan terhadap penyerapan industri karet alam

dalam negeri dan memungkinkan bagi bangsa indonesia untuk menjadi pusat

industri ban pesawat terbang di dunia jika melihat dari besarnye ketersediaan bahan

baku karet yang ada sehingga menjadikan indonesia memiliki competitive

advantage dengan berlimpahnya sumber daya alam yang ada. Sejauh ini industry

vukanisir untuk ban pesawat terbang untuk wilayah asia masih berada di Hongkong

dan Thailand.17

Dukungan pemerintah dalam meningkatkan konsumsi karet dalam negeri

melalui pembangunan pabrik ban pesawat di indonesia juga disampaikan oleh

Direktur Eksekutif Gapkindo, Erwin tunas yang menyampaikan bahwa

perencanaan pembangunan industri ban vulkanisir dalam negeri yang bekrjasama

dengan Dunlop bertujuan untuk meningkatkan ekonomi para petani karet sekaligus

untuk mengurangi devisa vulkanisir pesawat, ditambah lagi dengan rencana

pemerintah kedepannya yang menginginkan pembangunan jalan aspal yang

17
BPPT Dorong Penyerapan Karet Alam Melalui Pembangunan Industri Retread Ban Pesawat,
Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), 27 November 2018, Hal 01. Diakses dalam
https://www.bppt.go.id/teknologi-informasi-energi-dan-material/3436-bppt-dorong-
penyerapan-karet-alam-melalui-pembangunan-industri-retread-ban-pesawat (17/01/2020/23:25
WIB)

45
dicampurkan dengan karet alam guna memaksimalkan penyerapan karet dalam

negeri dan mendapatkan kualitas aspal yang lebih bagus untuk pembangunan.

2.2 Sejarah Terbentuknya ITRC (International Tripartite Rubber Council)

ITRC adalah rezim yang telah berdiri sejak tahun 2001 melalui Joint

Declaration di Bali yang diikuti oleh tiga negara anggota yaitu Thailand, Indonesia

dan Malaysia yang merupakan tiga negara produsen karet alam dunia.18 Dalam

implementasinya ITRC berusaha untuk menjaga stabilitas harga karet alam melalui

tiga skema yaitu Strategi jangka pendek Agreed Export Tonage System (AETS)

yaitu pengurangan dan pembatasan jumlah ekspor karet alam di pasar dunia. Kedua,

strategi jangka menengah Demand Promotion Schame (DPS) yaitu peningkatan

konsumsi karet alam dalam negeri. Ketiga, strategi jangka Panjang Supply

Management Schame (SMS) yaitu peremajaan perkebunan karet atau replanting

guna menjaga produktifitas perkebunan karet alam.19

Sebelum berdirinya ITRC ada beberapa organisasi karet internasional yang

telah berdiri sebagaimana pada tahun 1979 didirakan organisasi karet internasional

yaitu International Natural Rubber Agreement dimana berkumpul tujuh negara

anggota produsen karet alam dunia dan dua puluh lima anggota negara pengimpor

karet alam dunia dimana 95% industri karet global didominasi oleh tujuh negara

18
“In Reply: BEHAVIOUR THERAPY,” The British Journal of Psychiatry 112, no. 483 (1966): 211–12,
https://doi.org/10.1192/bjp.112.483.211-a.
19
Gatracom, Harga Karet Alam Rendah Ini Strategi Pemerintah, 26 Februari 2019, diakses dalam
https://www.gatra.com/detail/news/394134-Harga-Karet-Alam-Rendah-Ini-Strategi-Pemerintah
(30/04/2019/00:20 WIB)

46
yang meliputi Indonesia, Thailand, Malaysia, Vietnam, Laos, Singapura, Papua

Nugini.20

Kebijakan mengenai karet nasional lebih banyak dipengaruhi oleh

kebijakan luar negeri dibanding kebijakan dalam negeri, hal ini dikarenakan hampir

sebagian besar karet alam Indonesia masuk dalam pasar internasional melelui

ekspor karet di beberapa negara tujuan seperti Amerika, Jepang, Tiongkok, India

dan beberapa negara lainnya.21 Harga karet alam yang bersifat fluktuatif menjadi

masalah utama bagi para pelaku usaha karet, khususnya bagi para petani karet alam

di Indonesia.

Pada akhir tahun 2008, harga karet mencapai harga 329,75 UScent/kg,

dimana harga tersebut merupakan harga tertingga di bulan Juni pada tahun tersebut.

Namun harga karet terus mengalami penurunan yang membuat beberapa negara

produsen mengeluarkan kebijakan untuk pengurangan jumlah ekspor karet alam

yang merupakan skema AETS (Agreed Export Tonage System) yaitu strategi

jangka pendek yang ITRC (Internasional Tripartite Rubber Council). Pada tahun

2009 akhirnya ekspor karet dikurangi sebanyak 16% dari total ekspor pada tahun

2008 atau sebanyak 915.000 ton.

Dari total pengurangan 915.000 ton itu masing-masing negara ditetapkan

pengurangan ekspor sebanyak 700.000 melalui skema AETS dan sisanya 215.00

20
ITRC, “INTERNATIONAL TRIPARTITE RUBBER COUNCIL (ITRC),” kemendag, 2019,
http://ditjenppi.kemendag.go.id/index.php/apec-oi/organisasi-komoditi-internasional/itrc.
21
Volume ekspor karet ke 10 negara tujuan utama (2016), Inilah 10 Negara Utama Tujuan Ekspor
Karet Indonesia, databoks.katadata.co.id, diakses dalam
https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2017/11/30/inilah-10-negara-utama-tujuan-ekspor-
karet-indonesia (11/01/2020, 10.22 WIB)

47
melalui dari peremajaan pohon karet tua yang umumnya sudah tidak produktif lagi.

Negara-negara anggota ITRC mulai mengurangi ekspor karet alam mereka seperti

Malaysia mengurangi ekspor sebanyai 22.000 ton, Indonesia 116.000 ton dan

dengan jumlah paling banyak Thailand yaitu 132.000 ton pada kuartal pertama

2009. Masing-masing angak tersebut diperoleh 45% aatau 52.200 ton pada bulan

januri, 35% atau 40.600 ton pada bulan februari, dan 25% atau 29.000 ton pada

bulan maret. Ketiga negara ITRC pun telah menyepakati akan Batasan harga jual

selain kebijakan pembatasan ekspor karet agar tercapainya stabilitas harga karet

alam.

ITRC yang terdiri dari Thailand, Indonesia dan Malaysia mendirikan

perusahaan patungan yaitu International Rubber Consortium Limited (IRCo) yang

berkantor pusat di Bangkok, Thailand. IRCo didirikan berdasarkan Memorendum

of Understanding ITRC pada tahun 2002 di Bali. IRCo juga bersfungsi sebagai

secretariat bagi ITRC. Strategic Market Operaton (SMO) atau Operasi pasar

dengan cara membeli, menjual dan mengatur akan kelebihan pasokan karet alam

menjadi instrument yang melengkapi Supply Management Scheme (SMS) dan

Agreed Export Tonnage Scheme (AETS).22

IRCo ditunjuk sebagai perusahaan gabungan dari tiga negara anggota yang

berlaku sebagai eksekutor untuk menjalankan program yang dimiliki oleh ITRC,

Sedangkan untuk dalam negeri, pemerintah Indonesia menunjuk Gabungan

22
IRCO, International Rubber Consortium Limited (IRCo), Kementrian Perdagangan, diakses dalam
http://ditjenppi.kemendag.go.id/index.php/apec-oi/organisasi-komoditi-internasional/irco
(11/01/2020, 12.16 WIB)

48
Pengusaha Karet Indonesia (Gapkindo) sebagai National Tripartite Rubber Council

(NTRC) atau perwakilan Indonesia dalam ITRC yang bertanggung jawab atas

industry dan ekspor karet alam dalama negeri, Gapkindo terdiri dari para pengusaha

karet yang ada di Indonesia. Sebagai NTRC maka seluruh eksportir harus menjadi

anggota Gapkindo. Sesuai dengan ketentuan dari ITRC, Gapkindo telah

menetapkan harga karet terendah di harga 1,35 USDollar Per kg bagi para

anggotanya. Ketentuan itu diperkuat juga dengan peraturan Menteri perdagangan

no. 10/M-DAG/PER/4/2008 mengenai Standard Indonesian Rubber (SIR) atau

ketetntuan Karet Alam Spesifik Teknis Indonesia yang diperbolehkan

diperdagangkan diluar negeri.23 Pasal 5 dalam peraturan tersebut bahwa eksportir

karet harus harus mencantumkan lampiran surat keterangan keanggotaan Gapkindo

sebagai persyaratan. Dengan peraturan tersebut kementrian mengharapkan Karet

Alam Spesifik Teknis Indonesia menjadi standar produk karet siap ekspor

Indonesia sehingga dapat meningkatkan daya saing Karet Indonesia di pasar

internasional. Kendati demikian tidak semua ekportir Indonesia sudah bergabung

dalam Gapkindo, sehingga hal ini masih menjadi penghalang untuk mencapai

stabilitas harga dalam komoditas karet alam, seharusnya ada kerjasama yang lebih

baik lagi antara pemerintah Indonesia dan Gapkindo akan tercapai nilai harga karet

yang diinginkan Bersama.24

Gakkindo sebagai gabungan antar pengusaha karet yang sebagian besarnya

adalah pihak swasta diwajibakan oleh ITRC untuk turut berpartisipasi dalam IRCo,

23
Vagha Julivanto, Dinamika Ekspor Karet Alam Indonesia, Skripsi, Bogor: Jurusan Ilmi Ekonomi
Fakulatas Ekonomi dan Manajemen, Hal. 47.
24
Ibid.

49
agar dapat membantu pemerintah memberikan masukan maupun backup terhap

perundingan-perundingan yang dilakukan oleh ITRC karena dianggap lebih

mengerti mengenai hal-hal dalam industry karet sekaligus menjadi mitra utama

pemerintah dalam beberapa Committee yang diantaranya:

1. Committee of Cost Productioan: Gapkindo bertugas dalam mengkaji

harga refrensi yang rasional atau harga wajar dan aman sehingga harga

refresi masih masuk pada level atas COP

2. Committee on Economy and Statistics: Bertugas untuk mengkaji dan

proyeksi produsi terhapad setiap negara-negara anggota untuk jangka

pendek dan jangka Panjang serta menganisa pertumbuhan permintaan

karet alam dunia sebagai strategi dalam melihat pasar dan setiap negara

yang memiliki produsi berlebihan diberikan peringatan agar tidak

mempengaruhi pergerakan pasar karet alam kerena kelebihan suplai dan

produksi.

3. Committee on Strategic Market Operation: Bertugas untuk menganalisa

factor naik dan turunnya pasar yang mempengaruhi terhadap harga karet

alam. Hasil Analisa akan disampakan kepada negara-negara anggota

yang digunakan sebai informasi yang dibutuhkan dalam pengambilan

kebijakan-kebijakan oleh para stake holder guna mengabil kebijakan-

kebijakan strategis dalam industry karet alam.

50
2.2.1 Berdirinya ITRC

Karet merupakan tanaman getah yang memiliki banyak kegunaan dengan

sifat elastisitasnya. Karet atau nama alamiahnya (Havea Brazilensis) yang sering

ditemukan di Indonesia berasal dari Amerika bagian selatan, lebih tepatnya Brazil.

Karet dibawa ke Indonesia pada abad ke-18 oleh orang Inggris. Sebelum menyebar

keseluruh wilayah Indonesia, karet pada awalnya dibudidayakan di Sumatera utara.

Pada tahun 1902 karet dekembangkan secara luas di pulau sumatera yang kemudian

pada tahun 1906 di pulau jawa. Belanda tertarik untuk membudidayakan karet alam

memiliki nilai harga yang melambung tinggi. Hal ini searah dengan terus

meningkatnya pasar otomotif yang salah satu elemen utamanya adalah ban yang

terbuat dari karet.

Perkebunan karet alam di Indonesia pada tahun 1937 mencapai puncak

kejayaannya, dimana pada tahun tersebut Indonesia masih masuk pada zaman pra

kemerdekaan. Pada waktu itu produksi karet alam Indonesia mencapat 650.00 ton.

Namun harga karet setelah itu mengalami penurunan dikarenakan harga karet alam

dunia. Kemudian pasca perang dunia II Indonesia kembali menguasai pasar karet

alam. Namun pada tahun 1959-1960, Indonesia dikalahkan oleh Malaysia

dikarenaka pengelolaan yang kurang baik. Perkebunan karet alam Indonesia 85%

nya merupakan perkebunan milik rakyat, 7% perkebunan besar negara, dan 8%

sisanya adalah perkebunan milik perusahaan swasta. Besarnya jumlah lahan yang

dimiliki oleh rakyat menjadikan produksi karet alam Indonesia bergantung pada

produksi karet rakyat. Hal ini menjadikan karet sebagai salah satu usaha perkebunan

yang memberikan sumbangsih besar terhadap perekonomian petani dan masyarakat

51
sekitar, namun menjadi susah bagi pemerintah untuk menjalankan proses

peremajaan bagi karet-karet yang sudah tua dan tidak produktif lagi, karena tidak

mungkin bagi masyarakat untuk menebang lahan karet mereka dan menanam

kembali karet yang baru dimana tindakan tersebut membutuhkan waktu yang sangat

lama hingga karet siap produksi kembali. Sedangkan bagi beberapa daerah, lahan

karet yang ada adalah sumber utama bagi mata pencaharian mereka.

Pengelolaan karet alam bagi negara tetangga seperti Thailand yang

merupakan salah satu anggota ITRC berbeda dengan pengelolaan yang ada di

Indonesia. Perbedaan itu dikarenakan sebagian besar karet alam di Thailand

dikelola langsung oleh pemerintah, sehingga memudahkan dalam menerapkan

kebijakan-kebijakan yang ada dalam rangka pengambangan produksi karet alam.

Tahun 2001 dimana pada saat itu harga karet alam internasional terus

menurun hingga menyentuh harga terendahnya yaitu US cent 0,46/kg pemimpin

ketiga negara produsen karet alam dunia yang meliputi Indonesia, Thailand dan

Malaysia mengadakan pertemuan pada tanggal 12 desember 2001 di Bali.

Pertemuan tersebut bertujuan untuk membahas bagaimana ketiga negara mengatasi

penurunan harga karet agar tidak terus berlanjut lebih dalam. Dari pertemuan

tersebut terciptalah deklarasi Bali (Bali Concore) yang kemudian menjadi asal

dibentuknya ITRC sebagai Tripartite Ruber Council.

Pada awal dibentuknya deklarsi Bali atau ITRC , ditetapkan dua instrument

untuk mengggulangi permasalah karet internasioal. Petama adalah pemberlakuan

pembatasan ekspor dan suplai karet alam jika harga karet alam merosot hingga

52
herga pasar mendekati harga refresi atau harga menguntungkan dimana harga telah

melebihi ongkos produksi. Dan kedua program jangka Panjang yaitu

- Peremajaa karet dengan cara tidak membuka kebun baru dan melakukan

penanaman ulang pada lahan yang telah dilakukan peremajaan.

- Diversifikasi kebun

- Meningkatkan penyerapan karet dalam masing-masing negara anggota

untuk digunakan kedalam beberapa industry dalam negeri

Setiap negara anggota ITRC menunjuk penanggung jawab guna melaksanakan

tugas dan kewajiban dari deklasi tersebut. Seperti Indonesia yang melibatkan pihak

swasta yang tergabung dalam Gabungan Pengusaha Karet Indonesia (Gapkindo).

Gapkindo ditunjuk sebagai National Tripartite Rubber Council (NTRC) sesuai

dengan keputusan Menteri perdangan No. 35/M-DAG/2.2007 dan diperbaruhi

dengan surat Dirjendaglu No. 370/DAGLU/SD/9/2012 tanggal 12 September 2013.

ITRC dalam menjalankan fungsinya sebagai organisasi yang

mengakomodir kepentingan produsen karet alam ketiaga negara anggota

mewajibakan setiap pelaku usaha karet untuk berpartisipasi dalam IRCo yaitu

perusahaan patungan non profit ketiga negara dalam menjalankan fungsinya. Dan

Gapkindo sebagai NTRC pemerintah Indonesia menjalankan fungsinya melalui

berbagai komite diantara lain:

a. Committee on Cost Production: Bertugas untuk mengkaji harga refrensi

yang rasional guna menjaga harga karet pada level diatas dari ongkos

produksi yang tetap menguntungkan.

53
b. Committee on Economy and Statistic: Melakukan kajian dan proyeksi guna

memantau produksi karet alam setiap negara anggotanya, baik yang bersifat

jangka pendek maupun jangka Panjang. Sehingga setiap negara akan

mendapatkan peringatan jika terdapat kelebihan maupun kekurangan

produksi yang mempengaruhi pergerakan harga di pasar karet internasional.

c. Committee on Strategix Market Operation: Bertugas untuk memantau pasar

karet alam internasional. Mempelajari dan menganalisa faktor-faktor yang

mempengaruhi naik dan turunnya harga karet alam. hasil analisi tersebut

akan disebarluskan kesetiap anggota dan kemudian kepada para pengusaha

karet serta kepada para pemangku kebijakan sehingga dapat menentukan

arah yang baik dalam industry karet alam di masing-masing negara.

Berikut lampiran Deklarsi Bali dalam pembentukan ITRC

2.2.2 Program Kerja ITRC

ITRC (International Tripartite Rubber Council) didirkan berdasarkan

kesepakatan tiga negara produsen karet alam utama yaitu Thailand, Indonesia dan

Malaysia. Ketiga negara sepakat untuk melakukan berbagai upaya untuk

meningkatkan kesejahteraan para petani karet alam di negara masing-masing yaitu

dengan menjaga stabilitas harga karet alam di pasar international. Dalam upaya ini

ketiga negara menggunakan tiga skema yaitu:

1. Supply Management Scheme (SMS): yaitu skema jangka Panjang

dalam pengendalian produksi di hulu atau tingat petani dengan cara penanaman

54
ulan, diversifikasi bisnis, penyerapan karet domestic serta pembatan pembukaan

kebun baru.

2. Agreed Export Tonnage Scheme (AETS): Kesepakatan antar negara

anggota ITRC untuk membatasi supply karet pada pasar internasional, khususnya

pada saat ketersediaan jumalah karet melebihi permintaan. dengan pembatasan ini

maka ketersediaan karet akan berkurang yang berakibat pada kelangkaan sehingga

diharapkan dapat meningkat harga karet alam pada harga yang stabil sehingga karet

yang ada dapat dilepas kembali ke pasaran. Meski demikian skema ini bagi para

pelaku usaha akan menjadi pil pahit dimana berkurangnya profit dikarenakan

dikuranginya jumlah penjulan khususnya ekspor karet alam serta pelaku usaha tetap

melakukan pembelian secara normal sedangkan barang tidak dijual melainkan

ditahan digudang sehingga para pengusaha akan terbebani dengan membayarkan

bunga bank yang terus berjalana sedangkan mereka tidak bisa melakukan penjualan

normgal kerena pembatasan tersebut. Skema ini merupakan skema jangka pendek

sehingga hanya dilaksanakan dalam jangka waktu yang singkat sekitar tiga hingga

empat bulan meskipun tidak menutup kemungkinan akan ada perpanjangan masa

sesuai yang dibutuhkan demi tercapainya stabilitas harga karet di pasar

internasional. Baru-baru ini skemat AETS dilaksanakan pada tahun 2019 yang

tertuang pada keputusan Menteri perdagangan (kepmendag) no. 779 tahun 2019

tentang pelaksanaan AETS ke-6 untuk komoditas karet alam. dalam pelaksanaan

skeam AETS baru-baru ini pemerintah indonesia, Thailand dan Malaysia sepakat

55
untuk mengurangu jumlah ekspor karet alam sebesar 240.000 ton guna

mengembalikan stabilitas harga karet alam di pasar global.25

3. Strategic Market Operation (SMO): Adalah skema dimana ITRC

melakukan penyerapan kelebihan pasokan karet alam di pasaran dengan cara

membeli kelebihan karet alam yang ada. Dalam eksekusinya ITRC yang telah

mendirikan perusahaan patungan antar tiga negara International Rubber

Consortium Limited (IRCo) yaitu perusahaan non profit yang berfungsi utama

dalam menjalankan keseluruhan kebijaka ITRC termasuk ketiga skema yang ada.

Selain skema kerja di atas, ketiga negara ITRC juga telah sepakat untuk

membentuk pasar regional karet (Regional Rubber Market) guna memperkuat

posisi ketiga negara anggota sebagai produsen karet alam sekaligus mengatasi

gejolak harga dengan memiliki pasar karet dalam regonal sendiri. Melalui pasar

karet regional ini diharapkan komoditas karet alam dapat ikut meramaikan busrsa

pasar berjangka sebagai penunjang pasar fisik yang telah ada serta dapat

menjalankan fungsi lindung nilai kharga karet dan dapat membntuk harga riil pasar

karet alam.26

2.2.3 Negara Anggota ITRC

International Tripartite Rubber Council adalah rezim internasional yang

didirkan oleh tiga negara produsen karet alam yang ada di Asia Tenggara yaitu

25
CNN Indonesia, Harga Anjlok, RI, Thailand dan Malaysia Kurangi Ekspor Karet, diakses dalam
https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20190401122305-92-382556/harga-anjlok-ri-thailand-
dan-malaysia-kurangi-ekspor-karet (06/02/2020, 00.40 WIB)
26
Asnil Bambani Amri, Harga Karet Naik Usai Ekspor Dibatasi di 3 Negara, Kontan, diakses dalam
https://industri.kontan.co.id/news/harga-karet-naik-usai-ekspor-dibatasi-di-3-negara
(12/02/2020, 23.08 WIB)

56
Indonesia, Thailand dan Malaysia. Sebelum berdirinya ITRC ada organisasi karet

yang telah didirikan sebelumnya yaitu INRO (International Natural Rubber

Organization) sebagai organisasi yang mewadahi para produsen dan konsumen

karet alam internasional, khusunya dalam mengambil langkah-langkah untuk

menangani masalah perdagangan karet alam internasional. INRO telah berdiri sejak

tahun 1979 dengan tujuan yang sama yaitu menjaga stabilitas pasar karet

internasional. Krisis ekonomi pada tahun 1998 berpengaruh pada pasar karet

internasional dan menyebabkan harga merosot rendah, sehingga INRO dibubarkan

pada tahun 1999 yang diawali dengan keluarnya Malaysia, Thailand dan Srilangka.

Dengan bubarnya INRO maka tidak ada lagi organisasi yang menjadi sarana

bersama untuk menjaga stabilitas pasar karet internasional. Kemudian pada tahun

2001 kesepakatan antar negara produsen karet alam asia yang juga sebagai

produsen hampir 70% pada pasar karet dunia membentuk ITRC (International

Tripartite Rubber Council) sebagai bentuk kerjasama komoditas antar negara

produsen saja yang tentunya tidak diikuti dengan bergabungnya negara-negara

konsumen sebagaimana INRO dibentuk sebelumnya.

2.2 Peran ITRC dalam menjaga stabilitas harga karet alam di

Indonesia

Indonesia adalah negara yang terkenal dengan kekayaan alamnya, terbukti dengan

banyaknya komoditas pertanian unggulan yang diekspor ke luar negeri seperti

Kopi, Biji Kakao, Kelapa sawit dan juga karet alam. komoditas memberikan

57
dampak begitu besar bagi masyarakat indonesia terlebih lagi komiditas karet alam

dimana 84% karet alamnya dimiliki dan dikelola langsung oleh masyarat sendiri.

58
BAB III
Produktifitas karet Alam Indonesia

Indonesia merupakan salah satu produsen karet alam dunia dengan luas

lahan 3,68 juta hektar yang dengan ini menjadikan Indonesia sebagai produsen karet

alam dengan lahan terluas di dunia. Perkebunan karet alam sejak masuk ke

Indonesia pada masa kolonial hingga tahun 2018 telah tersebar di 27 provinsi dari

sabang hingga Merauke. Dengan lahan terbesa berada di Sumatera Selatan dengan

luas 812,57 ribu hektar. Karet alam Indonesia berfluktuasi selama beberapa tahun

dengan naik turunnya permintaan karet alam. Tahun 2012 karet alam Indonesia

mencapai 2,44 juta ton atau senilai $ 7.861,38 juta USD. Ekspor karet alam

meningkat 10,54% pada tahun 2013 menjadi 2,70 juta ton dengan nilai $ 6.906,95

juta USD. Dan pada tahun 2014 menurun 2,91 % menjadi 2,96 juta ton senilai $

4.741, 49 juta USD.

Indonesia adalah eksportir karet alam terbesar kedua setela Thailand dengan

pangsa pasar 28,7% (2014). Kemudian Vietnam (8,5%), Malaysia (8,4%) dan

Pantai Gading (3,6%) dan Thailand sebagai negara yang berada diurutan pertama

dengan pangsa pasar 36,5% senilai $ 6 miliar USD.27 Namun, meskipun Indonesia

adalah negara yang memiliki total lahan terluas di dunia, Indonesia menempati

urutan kedua dari segi outpun atau produktifitas karetalamnya. Indonesia dengan

luas lahan tiga juta hektar hanyar menghasilkan tiga juta ton setiap tahunnya,

27
Indonesia’s Rubber Industry: Increased Competition and Falling Prices, Global Business Guide
Indonesia – 2016, diakses dalam
http://www.gbgindonesia.com/en/agriculture/article/2016/indonesia_s_rubber_industry_increa
sed_competition_and_falling_prices_11520.php (10/03/2020, 03.31 WIB)

59
sedangkan Thailand dengan hanya dua juta hektar sanggup menghasilkan tiga juga

ton lebih setiap tahunnya.28 Olah kerena itu produktifitas karet alam menjadi salah

satu permasalahan utama yang disebabkan kerena usia pohon karet alam yang sudah

tidak produktif dan menyebabkan penururnan jumlah produksi.

Menurut pernyataan Dewan Karet Indonesi (Dekarindo) bahwa 20 – 30%

perkebunan karet alam Indonesia harus diremajakan atau penenaman ulang guna

meningkatkan produsktifitas karet alam. dari presentase tersebut maka luas

pekebunan yang harus ditebang dan ditanam ulang sekitar 600-900 ribu hektar. Hal

ini diperlukan guna menjaga produktifitas karet alam diangka rata-rata 3 juta ton

setiap tahunnya.29

Bagi Indonesia peremajaan karet alam susah dilakukan tan pa adanya insentif

ataupun bantuan dari pemerintah. Hal ini dikarenakan 85% perkebunan karet alam

Indonesia dimiliki dan dikelola langsung oleh masyarat dan 15% sisanya dilekola

oleh perkebunan swasta dan pemerintah. 8% dikelola swasta dan 7% oleh

pemerintah.30

28
1.1.1 Produktivitas Karet Nasional Kalah dari Malaysia dan Thailand, Kementerian
Perindustrian Republik Indonesia, diakses dalam
https://kemenperin.go.id/artikel/7341/Produktivitas-Karet-Nasional-Kalah-dari-Malaysia-dan-
Thailand (10/03/2020, 03.51 WIB)

29
Tri Listyarini, 30% Kebun Karet Harus Diremajakan, Investor Daily Indonesia, diakses dalam
https://investor.id/business/30-kebun-karet-harus-diremajakan (10/03/2020, 04.03 WIB)
30
Op. Cit.

60
Bebeda dengan Thailand dimana pemerintah sangan mendukung penuh

industry karet alamnya. Salah satu wujud dukungannya adalah dengan perjanjian

perdangan bebas dengan negara-negara pengimpor seperti Australia, Cina dan

Salendia Baru. Kesepakatan perjanjian ini berupa pengenaan tarif yang lebih rendah

kepada negara tersebut. Disamping itu wujud dukungan lainnya adalah dengan

memberikan insentif bagi para petaninya untuk melakukan peremajaan dengan usia

karet yang sudah melebihi umur 30 tahun.31

31
Op. Cit.

61

Anda mungkin juga menyukai